PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN CAWAN
LEBUR PADA DAPUR CRUCIBLE UNTUK
PELEBURAN ALUMUNIUM/PADUAN
DENGAN KAPASITAS 30 KG/
PELEBURAN
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
FACHRUR ROZY NASUTION NIM. 080401131
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkah,rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk menyelesaikan perkuliahan di “ Universitas Sumatera Utara” ( USU ) khususnya di Departemen Teknik Mesin dan disajikan dalam forum seminar dan sidang sarjana.
Pada tugas sarjana ini penulis memilih tugas dengan mata kuliah PENGECORAN LOGAM dengan spesifikasi tugas PERANCANGAN ULANG DAN PEMBUATAN CAWAN LEBUR PADA DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN ALUMUNIUM/PADUAN DENGAN KAPASITAS 30 KG /PELEBURAN
Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan semaksimal mungkin dalam penyajian dan pembahasan demi terwujudnya tugas sarjana ini.
Dengan besar hati dan dari hati yang paling dalam pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :
1. Allah Swt yang mana banyak memberikan kemudahan kepada saya dan Papa Achmad Fauzi nst dan Mama Chairani hrp yang saya cintai dimana telah memberikan segalanya bagi penulis.
2. Bapak Prof.Dr.Ir Armansyah Ginting,M.Eng selaku dosen pembimbing saya, dimana beliau memberikan banyak ilmu serta waktuya kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat hadir di hadapan kita semua.
3. Bapak Ir.Syahrul Abda,Msc dan Ibu Ir.Raskita S Meliala selaku dosen penguji 1 dan 2
4. Bapak Dr.Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Jurusan Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Ir.Tugiman MT selaku koordinator Tugas Akhir di Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak/Ibu Dosen Pengajar di Departeman Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, serta staf – staf pegawai dilingkungan Departeman Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara.
7. Kakak dan Abang tercinta yang telah banyak memberi bantuan moril maupun materil serta motivasi dan doa sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai.
8. Dan yang saya cintai Yona elisa BB, dimana selalu memberi motivasi yang tak henti-hentinya sehingga Tugas Akhir ini dapat selesai.
9. Teman – teman. Seperjuanggan dalam mengerjakan skripsi dan kerja peraktek,yoki,alvan,ricki,jaja,muklis,iwan, saya ucapkan banyak terima kasi,
10. Segenap teman – teman Mahasiswa Departemen Teknik Mesin angkatan 2005 (Mahasiswa Transfer D4) yang telah membantu penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, penulis sadar Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, walaupun penulis sudah semaksimal mungkin untuk mendekati sempurna. Apabila ada kesalahan semata – mata kekhilafan penulis, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Akhir kata penulis ucapkan Wabillahitaufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Wr,Wb.
Medan, Desember 2010 Penulis
DAFTAR ISI
1.5 Sistematika Penulisan ... 3
2.9.3Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang
Ulang ... 34
BAB III. PERENCANAAN DAN PEMBUATAN CAWAN CRUCIBEL 3.1 Dapur Pelebur ... 36
3.2 Cawan Lebur ... 37
3.3 Kapsitas Cawan Lebur ... 38
3.4 Pembuatan cawan ... 40
3.4 Penumpu Cawan Lebur ... 40
BAB IV. KEBUTUHAN KALOR 4.1 Perhitungan Kebutuhan Kalor ... 42
4.2 Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1) ... 44
4.3 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2) ... 45
4.4 Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q3) ... 45
4.5 Kalor yang Diserap Plat penutup atas (Q4) ... 46
4.6 Kalor Total Yang Terserap (Qtot) ... 47
4.7 Hasil Analisa ... 48
BAB V. PROSES PENGOPERASIAN 5.1 Proses pengoprasian ... 50
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 54
6.2 Saran ... 56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dapur Kedudukan Tetap ... 6
Gambar 2.2. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2 ... 8
Gambar 2.3. Skematis dari tungku kupola ... 9
Gambar 2.4 Electric furnace indirect system ... 9
Gambar 2.5 Electric furnace direct system ... 10
Gambar. 2.6 Tungku induksi listrik ... 11
Gambar 2.7 Tungku Converter Bessemer ... 11
Gambar 2.8 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi ... 12
Gambar 2.9 LD Top Blown Converter ... 13
Gambar 2.10 Keadaan dapur di lab foundy ... 32
Gambar 2.11 dimensi dapur yang di survey... 34
Gambar 3.1.Konstruksi Dapur Crucibel ... 36
Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur ... 39
Gambar 3.3 Penumpu Cawan Lebur ... 41
Gambar 4.1 Suhu dan laju aliran panas yang terjadi didapur selama proses Peleburan ... 43
Gambar 4.2 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi ... 46
Gambar 5.1 Pemanasan awal pada burner ... 50
Gambar 5.2 Proses pemanasan awal cawan crucible... 51
Gambar 5.3 Proses pengoprasian ... 51
Gambar 5.4 Proses pengambilan terak ... 52
Gambar 5.5 Alumunium sudah mulai mencair ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Sifat-Sifat Batu Tahan Api ... .... 14
Tabel 2.2 Berat jenis beberapa jenis logam ... 19
Tabel 2.3 Alumunium index asosiasi... 24
Tabel 2.4. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg ... ...28
Tabel 2.5 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si ... ...29
Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si ... ...30
Tabel 2.7 Data Kalor Terserap Sebelum Dirancang Ulang...32
Tabel 2.8 Data Kalor Terbuang Sebelum Di Rancang Ulang ... 33
Tabel 2.9 waktu peleburan sebelum di rancang ulang ... 33
Tabel 2.10 Data peleburan hasl survey ... 34
Tabel 2.11 Hasil Perbandingan Dapur Sebelum Dirancang dan survey ... 35
Tabel 4.1 Data kalor yang diserap setelah di rancang ulang ... 48
Tabel 4.2 Data Kalor Yang Terbuang Setelah Dirancang Ulang ... 48
Tabel 4.3 Data Waktu Dan Bahan Bakar Setelah Dirancang Ulang ... 48
Tabel 4.4 Hasil Perbandingan Dapur Sebelum dan Setelah Dirancang ... 49
Tabel 4.5 Hasil Perbandingan Dapur survey dan Setelah Dirancang ... 49
DAFTAR NOTASI
HHV Koefisien perpindahan panas konvekso W/m.0C Kb Kondukt ivitas thermal batu tahan api kJ/jg
q1 Kalor yang terbuang sari dinding dapur kJ/jam q2 Kalor yang terbuang dari cawan pelebur kJ/jam Q1 Kalor yang diserap untuk melebur alumunium kJ Q2 Kalor yang diserap batu tahan api kJ Q3 Kalor yang diserap dinding plat luar kJ Q4 Kalor yang diserap cawan lebur kJ
Qtl Kalor total yang diserap kJ tp Tinggi plat yang mengalami perubahan suhu m
tf Suhu film 0K
Ta Temperatur ruang bakar 0K
T1 Temperatur suhu lingkungan 0K
Uo Koefisien perpindahan panas total W/m2.0
V Viskositas kinematika Cst
Xp Ketebalan plat dinding m
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengecoran adalah suatu proses penuangan materi cair seperti logam atau plastik yang dimasukkan ke dalam cetakan, kemudian dibiarkan membeku di dalam cetakan tersebut, dan kemudian dikeluarkan atau dipecah-pecah untuk dijadikan komponen mesin. Pengecoran digunakan untuk membuat bagian mesin dengan bentuk yang kompleks.
Ada 4 faktor yang berpengaruh atau merupakan ciri dari proses
pengecoran, yaitu :
1. Adanya aliran logam cair kedalam rongga cetak
2. Terjadi perpindahan panas selama pembekuan dan pendinginan dari
logam dalam cetakan
3. Pengaruh material cetakan.
4. Pembekuan logam dari kondisi cair
Peningkatan kualitas produk pengecoran harus dilakukan agar hasil
produksi benda-benda coran dalam negeri dapat bersaing dengan buatan luar
negeri, sehingga negeri ini masih memerlukan banyak pembinaan serta usaha
untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan adanya pembinaan
serta usaha meningkatkan produksi pengecoran, kedepannya akan lahir ahli-ahli
ilmu pengecoran.
Salah satu alat utama dalam pengecoran ini adalah Dapur Crucible. Dapur
Crucible ini sendiri membutuhkan konstruksi dapur yang baik untuk dapat
1.2 Tujuan
Tujuan dari perencanaan ini adalah merancang ulang dan membuat cawan
crucibel dengan kapasitas 30Kg/peleburan.
1.3 Batasan Masalah
Berhubung dengan luasnya persoalan dalam masalah pengecoran, maka akan
dibatasi ruang lingkup tugas sarjana ini, yaitu tentang perancangan ulang dan
pembuatan cawan crucibel dengan kapasitas 30Kg/peleburan.
1.4 Metode Penulisan
Dalam menyelesaikan perencanaan alat pemanas atau burner ini digunakan tiga
dasar metode penulisan, yaitu:
1. Survey Lapangan
Disini dilakukan peninjauan pada Laboratorium Foundry yang
menggunakan dapur Crucible untuk memperoleh data-data serta
membandingkan dengan dapur Crucible yang ada dan telah beroperasi
untuk melebur logam.
2. Studi Literatur
Berupa studi kepustakaan dan kajian dari buku-buku dan tulisan yang
berhubungan dengan hal yang dibahas.
3. Diskusi
Berupa tanya jawab dan arahan dari dosen pembimbing dengan
mahasiswa mengenai rancangan yang dilakukan.
Adapun sistematika penulisan yang digunakan dalam tugas sarjana ini adalah:
1. BAB I : Pendahuluan, berisikan latar belakang, tujuan perencanaan,
batasan masalah, metode penulisan dan sistematika
penulisan.
2. BAB II : Tinjauan Pustaka, berisika tantang teori-teori yang mendasari
perencanaan alat konstruksi dapur peleburan aluminium.
3. BAB III : Perencanaan dan pembuatan cawan crucible dengan kapasitas 30
Kg/peleburan
4. BAB IV : Analisa kebutuhan kalor dan Proses pengoprasian
5. BAB V : Kesimpulan dan saran, berisikan hasil dari perancangan ulang
dan pembuatan cawan crucible dengan kapasitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan
Dalam proses pengecoran logam tahapan peleburan untuk mendapatkan logam
cair pasti akan dilakukan dengan menggunakan suatu tungku pelebur di mana
material bahan baku dan jenis tungku yang akan digunakan harus disesuaikan
dengan material yang akan dilebur. Jenis tungku pelebur ada berbagai macam,
antara lain diklasifikasikan dari jenis energinya atau kapasitasnya.
Pemilihan tungku peleburan yang akan digunakan untuk mencairkan
logam harus sesuai dengan bahan baku yang akan dilebur. Paduan Aluminium dan
paduan ringan lainnya biasanya dilebur dengan menggunakan tungku peleburan
jenis krusibel, sedangkan untuk besi cor menggunakan tungku induksi frekwensi
rendah atau kupola. Tungku induksi frekwensi tinggi biasanya digunakan untuk
melebur baja dan material tahan temperatur tinggi (heat-resisting alloys).
Sebelum dituangkan ke dalam cetakan, cairan logam diberikan perlakuan
cairan yang bertujuan untuk memperbaiki sifat logam yang akan dihasilkan.
Proses laku cair dapat dilaksanakan didalam tungku peleburan, ladle, tergantung
pada jenis laku cair yang akan diberikan seperti: inokulasi, desulfurisasi,
penambahan unsur paduan, dan Mg-treatment (khusus untuk pembuatan besi cor
nodular).
Tungku yang paling banyak digunakan dalam pengecoran logam antara
lain ada lima jenis yaitu; Tungku jenis kupola, tungku pengapian langsung,
tungku krusibel, tungku busur listrik, dan tungku induksi. Dalam memproduksi
krusibel dan tungku induksi, Berikut ini uraian tentang tungku peleburan. Pada
unit ini memperkenalkan tungku dan refraktori dan menjelaskan berbagai aspek
perancangan dan operasinya (Abrianto Akuan, 2009).
2.2 Klasifikasi Tungku
Tungku adalah sebuah peralatan yang digunakan untuk mencairkan logam pada
proses pengecoran (casting) atau untuk memanaskan bahan dalam proses
perlakuan panas (heat Treatmet).maka jenis bahan bakar yang dipilih menjadi
penting. Sebagai contoh, beberapa bahan tidak akan mentolelir sulfur dalam bahan
bakar. Bahan bakar padat akan menghasilkan bahan partikulat yang akan
mengganggu bahan baku yang ditempatkan didalam tungku. Untuk alasan ini,
maka (Abrianto Akuan, 2009).:
1. Hampir seluruh tungku menggunakan bahan bakar cair, bahan bakar gas
atau listrik sebagai masukan energinya.
2. Tungku induksi dan busur/arc menggunakan listrik untuk mencairkan baja
dan besi tuang.
3. Tungku pelelehan untuk bahan baku bukan besi menggunakan bahan
bakar minyak.
4. Tungku yang dibakar dengan minyak bakar hampir seluruhnya
menggunakan bahan bakar keoresin, terutama untuk pemanasan kembali
dan perlakuan panas bahan.
Idealnya tungku harus memanaskan bahan sebanyak mungkin sampai
mencapai suhu yang optimal. Kunci dari operasi tungku yang efisien terletak pada
pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang minimum.
Tungku beroperasi dengan efisiensi yang relatif rendah (dibawah 70 %)
efisiensi lebih dari 90 %). Hal ini disebabkan oleh suhu operasi yang tinggi
didalam tungku (Abrianto Akuan, 2009).
2.2.1 Dapur Crucible
Dapur Crucible adalah dapur yang paling tua yang digunakan dalam peleburan
logam. Dapur ini mempunyai konstruksi paling sederhana. Dapur ini ada yang
menggunakan kedudukan tetap dimana penmgambilan logam cair dengan
memakai gayung. Dapur ini sangat fleksibel dan serba guna untuk peleburan yang
skala kecil dan sedang. Bahan bakar dapur Crucible ini adalah minyak karena
akan mudah mengawasi operasinya. Ada pula dapur yang dapat dimiringkan
sehingga pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini
biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada
yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan
induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau
minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas
dengan kedudukan tetap dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Abrianto Akuan, 2009).
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.1 Dapur kedudukan tetap
Tanur udara terbuka adalah tanur yang bentuknya seperti tungku yang
agak rendah dan logam cair akan melebur. Pada bagian bawah tanur dipasang 4
buah ruang pemanas (regenerator ). Tanur juga disangga oleh dua buah rol yang
memungkinkan untuk dimiringkan pada saat pengeluaran terak atau logam cair.
Burner diletakkan pada kedua sisi tanur dan dioperasikan secara periodik untuk
minyak. Udara pembakaran dan bahan bakar biasanya dipanaskan mula dengan
melewatkan pada ruang pemanas dibawah tanur. Pemanasan ini bertujuan untuk
mempercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan
suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya.
Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja (Abrianto Akuan,
2009).
Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka.
Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam
cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan
bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu
ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain.
Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan
dapur kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka
tutup tanur dan menuangkannya dari atas (Abrianto Akuan, 2009).
Tanur ini biasanya digunakan untuk melebur besi cor putih dan besi cor
mampu tempa, dan kadang juga digunakan untuk peleburan logam non besi.
Biaya operasi tanur ini lebih tinggi dibandingkan dengan kupola . Sering juga
tanur ini dikombinasikan dengan kupola dalam operasinya. Mula-mula peleburan
dilakukan dengan kupola kemudian cairan dipindahkan ke tanur udara untuk
diatur komposisinya.
Tanur induksi listrik adalah tanur yang melebur logam dengan medan
elektromagnet yang dihasilkan oleh induksi listrik, baik yang berfrekuensi rendah
maupun yang berfrekuensi tinggi. Tanur induksi biasanya berbentuk Crucible
yang dapat dimiringkan. Tanur ini dipakai untuk melebur baja paduan tinggi, baja
perkakas, baja untuk cetakan, baja tahan karat,dan baja tahan panas yang tinggi.
Tanur ini bekerja berdasarkan arus induksi yang timbul dalam muatan
yang menimbulkan panas sehingga memanasi crucible dan mencairkan logam di
dalam Crucible. Bentuk dari tanur induksi listrik dapat dilihat pada Gambar 2.2 di
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.2. Potongan melintang tanur induksi jenis saluran 2.
2.2.2 Tungku Kupola
Kupola merupakan tungku yang memiliki bentuk silinder vertikal yang memiliki
kapasitas besar. Tungku ini diisi dengan material pengisi antara lain besi, kokas,
flux atau batu kapur, dan elemen paduan yang memungkinkan. Tungku ini
memiliki sumber energi panas dari kokas dan minyak yang diberikan untuk
meningkatkan temperatur pembakaran. Hasil peleburan dari tungku ini akan
ditapping secara periodik untuk mengeluarkan besi cor yang telah
Sumber:Mikell P Grover 2009
Gambar 2.3. Skematis dari tungku kupola
2.2.3 Tungku Busur Listrik
Peleburan logam menggunakan tungku ini dilakukan dengan menggunakan energi
yang berasal dari listrik berupa arc atau busur yang dapat mencairkan logam.
Tungku jenis busur listrik ini biasanya digunakan untuk proses pengecoran baja.
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.4 Electric furnace indirect system
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
2.2.4 Tungku Induksi
Tungku induksi adalah tungku yang menggunakan energi listrik sebagai sumber
energi panasnya, arus listrik bolak-balik (alternating current) yang melewati
kumparan akan menghasilkan medan magnetik pada logam pengisi (charging
material) didalamnya. Medan magnet ini juga akan melakukan mixing pada logam
cair akibat adanya gaya magnet antara koil dan logam cair yang akan
menimbulkan efek pengadukan (stiring effect) untuk menghomogenkan
komposisi pada logam cair . (Abrianto Akuan, 2009).
Logam cair didalam tungku harus dihindarkan dari kontak langsung
terhadap koil. Oleh karena itu material tahan temperatur tinggi sebagai lining
tungku harus memiliki ketebalan yang cukup untuk menahan beban logam cair
didalamnya. Pada gambar dibawah ini ditunjukan beberapa komponen utama dari
suatu tungku induksi.
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar. 2.6 Tungku induksi listrik
Setelah logam pengisi telah mengalami pencairan maka tungku induksi ini telah
dilengkapi dengan suatu pengendali untuk melakukan penuangan (titling) kedalam
suatu ladle yang lebih kecil yang dibawa hook crane atau ladle yang dibawa oleh
2.2.5 Tungku Converter
Converter ialah sebuah tabung baja dengan dinding berlapis dan tahan terhadap
temperatur tinggi serta ditempatkan pada sebuah dudukan yang dibentuk
sedemikian rupa agar posisinya dapat diubah secara vertikal mapun secara
horizontal dengan posisi mulut berada disamping atau diatas bahkan dibawah.
Posisi ini diperlukan untuk pengisian, penghembusan karbon dioksida dan
penuangan hasil pemurnian (Abrianto Akuan, 2009).
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.7 Tungku Converter Bessemer
Proses pemurnian ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencairkan besi
mentah ke dalam converter yang berada pada posisi horizontal kemudian
converter diubah posisinya pada posisi vertikal dan pada posisi ini udara
bertekanan 140 KN/m2 dihembuskan melalui dasar converter ke dalam besi
mentah cair, dengan demikian maka unsur karbon akan bersenyawa dengan
oksigen menjadi karbon dioxida (CO2) dan mengikat unsur-unsur lainnya.
Dengan tekanan udara sedemikian itu unsur-unsur tersebut akan terbawa
keluar dari converter, proses ini dilakukan dalam waktu 20 menit, dari proses ini
besi mentah memiliki unsur-unsur paduan tidak lebih dari 0,05 % dan 0,006 %
diantaranya adalah unsur karbon dan dianggap sebagai besi murni atau Ferrite
(Fe), selanjutnya ditambahkan unsur karbon ke dalam converter ini dengan jumlah
Pada dasarnya berbagai metoda dalam proses pembuatan baja ini ialah
proses pemurnian unsur besi dari berbagai unsur yang merugikan sebagaimana
telah dikemukakan terdahulu, oleh karena itu dalam proses pembuatan baja
dengan menggunakan sistem converter ini ialah salah satu proses pemurnian atau
pemisahan besi dengan menggunakan bejana sebagai alat pemanasan (peleburan)
besi kasar tersebut (Abrianto Akuan, 2009).
.
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.8 Proses oxigen pada dapur basa untuk pemurnian besi kasar
2.2.6 Tungku Thomas dan Bessemer
Thomas dan Bessemer melakukan proses pemurnian besi kasar dalam
pembuatan baja ini pada prinsipnya sama yakni menggunakan Converter, namun
Bessemer menggunakan Converter dengan dinding yang dilapisi dengan Flourite
dan Kwarsa sehingga dinding Converter menjadi sangat keras kuat dan tahan
terhadap temperature tinggi, akan tetapi dinding converter ini menjadi bersifat
asam sehingga tidak dapat mereduksi unsur Posphor, oleh karena itu dapur
Bessemer hanya cocok digunakan dalam proses pemurnian besi kasar dari bijih
besi yang rendah Posphor (Low-Posphorus Iron Ores).
Sedangkan Thomas menyempurnakannya dengan memberikan lapisan
batu kapur (limestone) atau Dolomite sehingga dinding converter menjadi basa
dan mampu mereduksi kelebihan unsur Posphor dengan mengeluarkannya
bersama terak (lihat gambar 2.12). Linz-Donawitz (LD-Processes), salah satu
austria, proses dengan hembusan udara bertekanan hingga 12 bar di atas convertor
dengan posisi vertical, setelah besi mentah (pig iron) bersama dengan sekrap
dimasukan yang kemudian dibakar, udara yang dihembuskan menghasilkan
pembakaran dengan unsur karbon, belerang dan phosphor yang terkandung
didalam besi mentah tersebut, hal ini terjadi pada saat converter dalam posisi
miring (Abrianto Akuan, 2009).
.
Sumber:Abrianto Akuan, 2009
Gambar 2.9 LD Top Blown Converter
2.3 Batu bata silica
Batu bata silika merupakan suatu refraktori yang mengandung paling sedikit 93 %
SiO2. Bahan bakunya merupakan batu yang berkualitas. Batu bata silika berbagai
kelas memiliki penggunaan yang luas dalam tungku peleburani baja dan industri
kaca. Sebagai tambahan terhadap refraktori jenis multi dengan titik fusi yang
tinggi, sifat penting lainnya adalah ketahanannya yang tinggi terhadap kejutan
panas (spalling) dan kerefraktoriannya. Sifat batu bata silika yang terkemuka
adalah bahwa bahan ini tidak melunak pada beban tinggi sampai titik fusi
terdekati. Sifat ini sangat berlawanan dengan beberapa refraktori lainnya,
contohnya bahan silikat alumina, yang mulai berfusi dan retak pada suhu jauh
lebih rendah dari suhu fusinya. Keuntungan lainnya adalah tahanan flux, stabilitas
volum dan tahanan spalling tinggi (Bambang Suharno, 2008).
Jenis batu bata SiO2 (%) Al2O3 (%)
Kandungan lainnya
(%)
PCE (0C)
0Super Duty 49-53 40-44 5-7 1745-1760
High Duty 50-80 35-40 5-9 1690-1745
Menengah 60-70 26-36 5-9 1640-1680 Low Duty 60-70 23-33 6-10 1520-1595
Sumber: Bambang Suharno,2008
2.4 Pengkajian Tungku
Idealnya, seluruh panas yang dimasukkan ke tungku harus digunakan untuk
memanaskan muatan atau stok. Namun demikian dalam prakteknya banyak panas
yang hilang dalam beberapa cara. Kehilangan panas dalam tungku tersebut
meliput (Abrianto Akuan, 2009) :
1. Kehilangan gas buang: merupakan bagian dari panas yang tinggal dalam
gas pembakaran dibagian dalam tungku. Kehilangan ini juga dikenal
dengan kehilangan limbah gas atau kehilangan cerobong.
2. Kehilangan dari kadar air dalam bahan bakar: bahan bakar yang biasanya
mengandung kadar air dan panas digunakan untuk menguapkan kadar air
dibagian dalam tungku.
3. Kehilangan dikarenakan hidrogen dalam bahan bakar yang mengakibatkan
terjadinya pembentukan air
4. Kehilangan melalui pembukaan dalam tungku: kehilangan radiasi terjadi
bilamana terdapat bukaan dalam penutup tungku dan kehilangan tersebut
dapat menjadi cukup berarti terutama untuk tungku yang beroperasi pada
suhu diatas 540°C. Kehilangan yang kedua adalah melalui penyusupan
dibagian dalam tungku, menarik udara melalui kebocoran atau retakan
atau ketika pintu tungku terbuka.
5. Kehilangan dinding tungku/permukaan, juga disebut kehilangan dinding:
sementara suhu dibagian dalamtungku cukup tinggi, panas dihantarkan
melalui atap, lantai dan dinding dan dipancarkan ke udara ambien begitu
mencapai kulit atau permukaan tungku.
6. Kehilangan lainnya: terdapat beberapa cara lain dimana panas hilang dari
tungku, walupun menentukan jumlah tersebut seringkali sulit. Beberapa
diantaranya adalah:
a. Kehilangan panas tersimpan: bila tungku mulai dinyalakan maka
struktur dan isolasi tungku juga dipanaskan, dan panas ini hanya
akan meninggalkan struktur lagi jika tungku dimatikan. Oleh
karena itu kehilangan panas jenis ini akan meningkat dengan
jumlah waktu tungku dihidup-matikan.
b. Kehilangan selama penanganan bahan: peralatan yang digunakan
untuk memindahkan stok melalui tungku, seperti belt conveyor,
balok berjalan, bogies, dll. juga menyerap panas. Setiap kali
peralatan meninggalkan tungku mereka akan kehilangan panasnya,
oleh karena itu kehilangan panas meningkat dengan sejumlah
peralatan dan frekuensi dimana mereka masuk dan keluar tungku.
c. Kehilangan panas media pendingin: air dan udara digunakan untuk
mendinginkan peralatan, rolls, bantalan dan rolls, dan panas hilang
karena media tersebut menyerap panas.
d. Kehilangan dari pembakaran yang tidak sempurna: panas hilang
jika pembakaran berlangsung tidak sempurna sebab bahan bakar
atau partikel yang tidak terbakar menyerap panas akan tetapi panas
e. Kehilangan dikarenakan terjadinya pembentukan kerak.
2.5 Sifat-Sifat Logam Cair
2.5.1 Perbedaan antara logam cair dan air
Logam cair adalah cairan seprti air, tetapi berbeda dengan air dalam beberapa hal.
Pertama, kecairan logam sangat tergantung pada temperatur, dan logam cair akan
mencair seluruhnya pada temperatur tinggi, sedangkan pada temperatur rendah
akan membentuk inti-inti kristal. Kedua, berat jenis logam cair lebih besar
daripada berat jenis air, oleh karena itu dalam segi alirannya juga akan sangat
berbeda, aliran logam mempunyai kelembaban dan gaya tumbuk yang besar
disbanding dengan air. Ketiga, air menyebabkan permukaan dinding wadah
menjadi basah, sedangkan logam cair tidak(Rahmat Saptono, 2008)..
2.5.2 Kekentalan logam cair
Aliran logam cair dipengaruhi oleh kekentalan logam cair dan kekasaran
permukaan cetakan. Sedangkan kekentalan bergantung kepada temperatur,
dimana pada temperatur tinggi kekentalan menjadi lebih rendah, dan pada
temperatur rendah kekentalan menjadi lebih tinggi (Rahmat Saptono, 2008).
2.6 Pembekuan Logam
2.6.1 Pembekuan logam murni
Bila cairan logam murni perlahan-lahan didinginkan, maka pembekuan terjadi
pada temperatur yang konstan, temperatur ini disebut titik beku. Dalam
pembekuan logam cair, pada permulaan timbullah init-inti kristal kemudian
saat yang sama. Akhirnya seluruhnya ditutupi oleh butir kristal sampai logam cair
habis. Ini mengakibatkan seluruh logam menjadi susunan kelompok-kelompok
butir kristal dan batas-batasnya yang terjadi diantaranya disebut batas butir.
(Rahmat Saptono, 2008).
2.6.2 Pembekuan paduan
Kalau logam yang terdiri dari dua unsur atau lebih didinginkan dari keadaan cair,
maka butir-butir kristalnya akan berbeda dengan butir-butir kristal logam murni.
Apabila satu paduan yang terdiri dari komponen A dan komponen B membeku,
maka sukar didapat susunan butir-butir kristal A dan kristal B tetapi umumnya
didapat butir-butir kristal campuran dari A dan B. Secara terperinci ada dua hal,
pertama bahwa A larut dalam B atau B larut dalam A dan kedua bahwa A dan B
terikat satu sama lain dengan perbandingan tertentu. Hal pertama disebut larutan
padat dan yang kedua disebut senyawa antar-logam (Rahmat Saptono, 2008).
2.6.3 Pembekuan coran
Pembekuan coran dimulai dari bagian logam yang bersentuhan dengan cetakan,
yaitu ketika panas dari logam cair diambil oleh cetakan sehingga bagian logam
yang bersentuhan dengan cetakan itu mendingin sa mpai titik beku. Bagian dalam
dari coran lebih lambat mendingin daripada bagian luar, sehingga kristal-kristal
tumbuh dari inti asal mengarah ke bagian dalam coran dan butir-butir kristal
tersebut berbentuk panjang-panjang seperti kolom, disebut struktur kolom.
Struktur ini muncul dengan jelas apabila gradien temperatur yang besar terjadi
pada permukaan coran besar, umpamanya pada pengecoran dengan cetakan
logam. Sebaliknya pengecoran dengan cetakan pasir menyebabkan gradien
temperatur yang kecil dan membentuk struktur kolom yang tidak jelas (Rahmat
Saptono, 2008).
Indonesia merupakan negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah putih,
tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan
besi ini memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan
umumnya dicampur dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Ciri dari
logam non besi adalah mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya
hantar listrik yang baik dan dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari
peduan logam non besi ini tergantung pada banyak hal antara lain kekuatan,
kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah
pembuatan dan penampilannya.
Logam bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya,
yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang mempunyai
berat jenis diatas 5 kg/m3.
Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.2
Secara umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka
makin banyak daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai
adalah paduan tembaga, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan
timah. Tabel 2.2 ini memperlihatkan perbandingan berat jenis serta berbagai
logam bukan besi (Rahmat Saptono, 2008).
Tabel 2.2 Berat jenis beberapa jenis logam
Logam Berat Jenis (Kg/m3)
Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcoporit. Chalcoporit ini
merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapa dalam tambang-tambang
dibawah permukaan tanah.
Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat
atau bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran
listrik dan panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan
menghasilkan paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling
sering dipakai adalah campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa
disebut perunggu digunakan untuk bagian-bagian mesin khusus dimana
diperlukan sifat-sifat yang luar biasa (Rahmat Saptono, 2008)..
Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan
lain seperti:
1. Brons
Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan
dari timah kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang
baik maka brons biasanya ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.
2. Kuningan
Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan
seng sampai kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus
kurang baik disbanding brons tetapi kuningan mampu cornya lebih baik
dan harganya lebih murah.
3. Brons Alumunium
Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium
dengan tambahan nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%,
nikel kurang dari 6,5% mangan kurang dari 3,5% dan sisanya adalah
tembaga.
Untuk diagram fasa dan paduannya dapat dilihat pada gambar 2.13.
kesetimbangan fasa tembaga dimana pada diagram ini dapat dilihat temperature
temperatur cair dari kadar komposisi tembaga dengan kadar 100% Cu atau
tembaga murni adalah 1084°C (Rahmat Saptono, 2008)..
2.7.2 Seng dan Paduannya
Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara
besar yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng.
Logam ini mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah
dan hampir tidak rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada
besi, bahan baterai kering dan untuk keperluan percetakan.
Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan
rata, daya tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng
komersial dengan 99,995 seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan
diperlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat
menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat sepuh.
Paduan seng banya digunakan dalam industri otomotif, mesin cuci,
pembakar minyak, lemari es, radio, gramafon, televisi, mesin kantor dan
sebagainya (Rahmat Saptono, 2008)..
2.7.3 Magnesium dan Paduannya
Paduan magnesium (mg) merupakan logam yang paling ringan dalam hal berat
jenisnya. Magnesium mempunyai sifat yang cukup baik seperti alumunium, hanya
saja tidak tahan terhadap korosi. Magnesium tidak dapat dipakai pada suhu diatas
150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada
Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan
hanya digunakan untuk industry pesawat terbang, alat potret, teropong, suku
cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana
diperlukan nilai inersia yang rendah. Logam magnesium ini mempunyai
temperature 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.14.
Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan
perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda decetak tekan.
Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik
dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan
sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi (Rahmat
Saptono, 2008).
2.8 Alumunium dan Paduannya
2.8.1 Sejarah penemuan alumunium
Bauksit merupakan salah satu sumber alumunium yang terdapat di alam. Bauksit
ini banyak terdapat di daerah Indonesia terutama di daerah Bintan dan pulau
Kalimantan. Alumunium ini pertama kali ditemukan oleh Sir Humprey Davy pada
tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C.
Oersted pada tahun 1825(Rahmat Saptono, 2008)..
C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult
berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina
dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer
seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal
dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni. (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).
Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus
yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda sapi (NaOH)
dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan
dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan
kotoran-kotoran lainnya disaring dan dikesampingkan. Lalu alumina natrium
tersebut dipompa ketangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida
alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu
980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi
oksigen dan aluminium murni.
Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4
kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya.
Penggunaan alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan
tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industry (Lawrence H. Van
Vlack, 1989).
2.8.2 Struktur sifat-sifat alumunium
Dalam pengertian kimia alumunium merupakan logam yang reaktif. Apabila di
udara terbuka ia akan bereaksi dengan oksigen, jika reaksi berlangsung terus maka
alumunium akan rusak dan sangat rapuh. Permukaan alumunium sebenarnya
bereaksi bahkan lebih cepat daripada besi. Namun lapisan luar alumunium oksida
yang terbentuk pada permukaan logam itu merekat kuat sekali pada logam
dibawahnya, dan membentuk lapisan yang kedap. Oleh karena itu dapat
dipergunakan untuk keperluan kontruksi tanpa takut pada sifat kimia yang sangat
reaktif. Tapi jika logam bertemu dengan alkali lapisan oksidanya akan mudah
larut. Lapisan oksidanya akan bereaksi secara aktif dan akhirnya akan mudah larut
pada cairan sekali. Sebaliknya berbagai asam termasuk asam nitrat pekat pekat
tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap
asam (Rahmat Saptono, 2008)..
Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi
yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang
daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan
dibandingkan logam lain.
Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui
pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan
panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa
paduannya.
Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan,
diputar, dispons, diembos, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Sipanasan
dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil.
Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuki (wrought alloys) dapat di
mesin, di las dan di patri (Rahmat saptono, 2008)
.
2.8.3 Sistem Penomoran Alumunium
Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium
komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi
alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah
ini ada tabel 2.3. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan
alumunium ini (Rahmat saptono, 2008).
Tabel 2.3 Alumunium Assosiasi Index System
Sumber: Rahmat Saptono, 2008
Paduan Alumunium Nomor Alumunium 99,5% murni
Alumunium 99,5% murni
Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama Al-Si merupakan unsur paduan utama Al-Mg merupakan unsur paduan utama Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama
Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk
seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem
ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua
mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol
khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan
kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam kontrol.
Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti
alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni.
Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai
paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam
campuran tambahan (Rahmat saptono, 2008).
.
Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti
khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan
berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh
alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mrngandung sekitar
1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151
alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium.
Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka
151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1
pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan
kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari
alumunium magnesium dan silicon.
Alumunium juga dapat digolongkan apakah bias di heat-treatment atau
tidak.Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk
alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri
5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper,
magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan
alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses
2.8.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama
Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab
tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya
diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak
ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan
mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan
korosi dan ketahanan aus (Lawrence H. Van Vlack, 1989).
Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu (Lawrence
H. Van Vlack, 1989):
1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan
paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.
2. Al-Mn
Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi
dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.
3. Paduan Al-Si
Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali,
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien
pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas.
Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.
4. Paduan Al-Mg
Paduan ini mempunyai kandungan magnesium sekitar 4% sampai 10%
mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik, dapat ditempa, di rol dan
di ekstruksi. Karena sangat kuat dan mudah di las maka banyak dipakai
sebagai bahan untuk tangki LNG, kapal laut, kapal terbang serta
2.8.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg
Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini
mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari
pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan
mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi
keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan
perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang mempunyai kekuatan
tarik kira-kira 25kgf/mm2 . (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan
oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat,
dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat
terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya
adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya
yaitu duralumin super.. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan
alumunium ini(Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
Tabel 2.4. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg
(2024) T4
Sumber: Rahmat Saptono, 2008
Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada
temperatur 550°C.
2.8.6 Paduan Al-Si (4030-4039)
Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus
sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan
paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien
pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena
mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak
dipergunakan (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
.
Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921
dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.Paduan
Al-Si dengan kandungan 12% sangat banyak dipakai untuk paduan cor cetak.
Tetapi dalam hal modifikasi tidak perlu dilakukan. Sifat-sifat paduan ini dapat
diperbaiki dengan perlakuan panas dan sedikit diperbaiki dengan tambahan unsure
paduan lainnya yang umum dipakai yaitu 0,15 – 0,4% Mn dan 0,5% Mg. paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk
memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan. Bahan ini biasa dipakai
untuk torek motor. Tabel 2.5 ini menunjukkan kekuatan dan sifat mekanis Al-S
(Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
Tabel 2.5 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si
175
Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995
Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya
mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak.
Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah
dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan
Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang
mengandung 5% Si. (Tata Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
2.8.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)
Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi.
Paduan alam system ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan
sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai
kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai
tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi(Rahmat Saptono,
2008).
Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa
mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga
listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena
unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari
paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel 2.6.
Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si
Paduan Keadaan
Sumber: Tata Surdia dan Sinroku Saito,1995
2.8.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)
Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa antar
logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah
Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan
penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab
mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan (Tata Surdia dan
Sinroku Saito, 1995).
Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan
penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan
mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi.
Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.Paduan yang
terdiri dari 5,5% Zn, 2,5-1,5% Mn, 1,5% Cu, 0,3% Cr, 0,2% Mn dan sisanya Al
sekarang dinamakan paduan 7075 mempunyai kekuatan tertinggi diantara
paduan-paduan lainnya. Sifat-sifat mekaniknya dapat dilihat pada tabel 2.6. Penggunaan
paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan konstruksi untuk pesawat
terbang. Disamping itu penggunaannya juga penting untuk bahan konstruksi (Tata
Surdia dan Sinroku Saito, 1995).
2.9 Dapur Crucible pada Departemen Teknik Mesin USU
Pada laboratorium Foundry Departemen Teknik Mesin terdapat sebuah dapur
crucible untuk peleburan aluminium, dan kapasitas dapur crucible adalah 30Kg.
dapur inilah yang akan menjadi objek modifikasi pada perencanaan.
Dapur crucible ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
1. Teknik operasi peleburan yang sederhana
2. Mampu melebur aluminium dengan kapasitas 30Kg
3. menggunakan bahan bakar yang aman yaitu minyak tanah
4. mudah dalam pengambilan terak
Disamping memiliki kelebihan, dapur ini juga memiliki kelemahan, yaitu:
1. operasi peleburan membutuhkan waktu yang ralatif lama
2. adanya panas yang terbuang melalui plat dinding samping
3. tidak memiliki plat penutup atas
Gambar 2.10 keadaan dapur pada lab. Foudry
Melihat kelemahan dari dapur crucible yang ada pada laboratorium
Foundry Departemen Teknik Mesin USU, maka harus dilakukan perbaikan pada
dapur agar nantinya dapur lebih efisiein dan.
Rencana perbaikan yang akan dilakukan adalah :
1. merancang ulang dan membuat cawan lebur
2.9.1 Data Dapur Peleburan sebelum di Rancang Ulang
Tabel 2.7 Data kalor terserap sebelum di rancang ulang
Bahan yang diserap Kalor yang terserap Kalor yang terserap aluminium 31971,73 KJ Bahan yang diserap Kalor yang terserap Kalor yang terserap batu tahan api 298028,99 KJ Kalor yang terserap plat dinding samping 383,8 KJ Kalor yang diserap cawan lebur 40467,42 KJ
Kalor yang diserap plat penutup atas 5270,56 KJ
Total 376112,5 KJ
Sumber:Bramantha Ginting,,2008
Tabel 2.8 Data kalor terbuang sebelum dirancang ulang
Kalor terbuang Besar Kalor Terbuang Panas terbuang melalui cawan lebur 3250,29 KJ/Jam
Panas terbuang melalui plat dinding samping 761,6797 KJ/Jam
Panas terbuang melalui plat penutup atas 2160,855 KJ/Jam
Total 6172,8247 KJ/Jam
Sumber:Bramantha Ginting,,2008
Table 2.9 Waktu serta bahan bakar yang dibutuhkan untuk peleburan
waktu peleburan 2,51 jam
Jumlah bahan bakar yang dibutuhkan 9,43 liter
2.9.2 Data Dapur Peleburan Hasil Survey
Survey ini dilakukan pada dapur peleburan aluminium industri rumah tangga
Lokasi survey berada di simpang Kayu Besar Desa Sena Besar Tanjung Morawa
Deli Serdang.. Dapur peleburan ini menggunakan bahan bakar minyak tanah dan
sama seperti yang akan dirancang ulang. Berdasarkan survey dapur peleburan
dilapangan pada dapur crucible dengan kapasitas 30Kg, didapat hasil efisiensi
dilapangan lebih besar dibandingkan dengan yang ada di laboratorium foundry
departemen Teknik Mesin USU. Hasil survey menunjukkan bahwa waktu serta
bahan bakar yang dibutuhkan dalam operasi peleburan lebih kecil dibandingkan
dengan dapur peleburan yang ada pada laboratorim foundry FT.USU.
Gamabr 2.11 Dimensi Dapur yang disurvey
Tabel 2.10 Data dapur peleburan hasil survey
Total kalor terserap 334166,83 KJ kalor tebuang 5329, 77 KJ/jam Waktu 1,7 jam
Kebutuhan bahan bakar 8,4 liter
Sumber : Desa Sena Tanjung Morawa
2.9.3 Perbandingan Data Survey dengan Dapur sebelum Dirancang Ulang Pada tabel 2.10 tampak bahwa data hasil survey lebih efisien disbanding
dengan data dapur sebelum dirancang ulang.
Tabel 2.11 Perbandingan data survey dengan dapur sebelum dirancang Ulang
Yang di bandingkan
Sebelum dirancang
ulang Data Survey
Efisiensi data survey
Kalor terserap 376112,5 KJ 334166,83 KJ 11,15%
Kalor terbuang 6172,8247 KJ/Jam 5329, 77 KJ/jam 13,657%
Waktu peleburan 2,5 Jam 1,7 jam 32%
Bahan bakar
BAB III
PERENCANAAN DAN PEMBUATAN CAWAN CRUSIBEL
3.1 Dapur Pelebur
Dapur Crucible ini dirancang untuk melebur logam secara fisik. Selanjutnya
setelah logam mencair dan diketahui komposisi yang dikehendaki, logam cair
tersebut dituang ke dalam cetakan kemudian dilakukan proses pendinginan dan
selanjutnya dilakukan proses permesinan.
Gambar 3.1.Konstruksi Dapur Crucibel
Alasan pemilihan dapur Crucible yang akan digunakan di banding dengan
memakai dapur pelebur jenis lainnya karena:
1. Dapur pelebur ini tidak memerlukan teknik pengoperasian yang terlalu
rumit di banding dapur pelebur jenis lainnya, sehingga cocok digunakan
untuk penelitian dan praktikum bagi laboratorium Foundry.
2. Dapur Crucible ini dapat menggunakan bahan bakar yang aman seperti
minyak tanah.
3. Cocok digunakan untuk melebur logam bukan besi seperti alumunium
4. Mudah dalam pengoperasiannya terutama untuk pengambilan terak
pada logam alumunium.
3.2 Cawan Lebur
Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk logam cair selama proses peleburan
berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi
dari titik cair logam yang akan dilebur. Pada perencanaan ini cawan lebur yang
dipakai adalah silinder dari baja dapat menampung 30 kg logam cair. Silinder baja
ini bagian atasnya dibuat berlubang. Pembuatan Cawan lebur ini dilakuka n
dengan proses penempaan. Pemilihan silinder baja paduan karbon rendah ini
sebagai cawan lebur didasarkan pada logam yang akan dilebur yaitu alumunium
dengan temperatur cair 659°C, sedangkan baja paduan carbon rendah mempunyai
titik lebur 1538°C. Cawan lebur yang akan direncanakan ini juga harus
mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair
alumunium sesuai dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 30 kg metal cair.
Maka di dapat sifat-sifat cawan lebur yang akan di gunakan:
Bahan: baja carbon paduan rendah AISI 1310
Dengan komposisi karbon : 0,2% c
Titik cair : 1538°C atau 1710 K
Konduktifitas Panas : 43W/m°C
Kekuatan tarik : 95 kg/mm2
Batas mulur : 40 kg/mm2
Kekerasan : 170 Hb
Berat jenis : 2.707 kg/m3
Sesuai dengan perencanaan dimana cawan lebur akan mampu menampung logam
cairpada saat oprasi peleburan dimana logam tidak akan tumpah melebihi cawan
lebur kapasitas logam alumunium yang dapat di tamping ialah :
=
= 0,01108 m3
= 11,08 liter
Maka volume dari cawan lebur adalah 11,08 liter.
Untuk mendapatkan tinggi yang sesuai pada cawan lebur ini, maka untuk
diameter luar dan tebal dari cawan lebur ini ditentukan dengan besar yaitu:
Diameter luar : 300 mm………...…Hardi Sudjana(2008 : 215)
Diameter dalam : 294 mm
Tebal : 3 mm
Maka dari volume cawan lebur yang mempunyai volume sebesar 11 liter
dapat ditentukan ukuran dari tinggi cawan lebur yaitu:
Volume 11,08 liter = 0,011.08 m3
Tc = tinggi cawan maximum untuk peleburan
= 0.3 m = 300 mm………Hardi Sudjana(2008 : 215)
ρ = 7801kg/ m3 ………E. Shingley(1986:581)
dout = 300 mm
din = 294 mm
Kapasitas ini yang direncanakan ialah 30 kg alumunium cair
= 14,44 kg
Bentuk ukuran dari cawan lebur dapat dilihat pada gambar 3.3
Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur
3.4 Pembuatan Cawan
Dalam pembuatan cawan ada 2 bagian yaitu bagian bawah bernentuk U
dan atas berbentuk selinder,dalam pembuatan cawan digunakan plat baja karbon
rendah AISI 1310 dengan kadar karbon 0,2 % ,bagian bawah berbentuk U di
karena untuk mempercepat pemanasan/pemerataan panas, tebal plat ini adalah 3
mm.dan Untuk pembentukan silinder bagian atas ini adalah dilakukan pengerjaan
pada mesin rol manual,kemudian di las antara bagian bawah yang berbentuk U
dan slinder yang telah di rol.
3.5 Penumpu Cawan Lebur
Penumpu cawan lebur berfungsi untuk menumpu cawan lebur pada ruang bakar.
Penumpu ini terbuat dari batu tahan api yang mampu menahan temperatur 1400°C
sedangkan temperatur ruang bakar hanya sampai sekitar 660°C.
Penumpu yang digunakan berjumlah tiga buah dengan ukuran :
Tinggi : 200 mm
Lebar : 100 mm
Panjang : 50 mm
Massa dari penumpu cawan lebur yaitu:
mp = . (volume)
= 1600 (0,20 × 0,10 × 0,05)
= 1,6 kg
Massa dari ketiga penumpu ini adalah 3 . 1,6 kg = 4,8 kg
Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat
dari cawan lebur dimana total berat yang akan ditumpu yaitu :
m = 30 kg + 25,065 kg
= 55,065 kg
A = Luas penampang penumpu
= 100 mm . 50 mm
= 5000 mm2
Beban total yang diterima oleh satu penumpu yaitu 1/3 (55,065) = 18,355 kg
Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat
Gambar 3.3 Penumpu Cawan Lebur
BAB IV
4.1 Perhitungan Kebutuhan Kalor
Bahan bakar yang dipakai untuk dapur pelebur ini adalah memakai bahan bakar
minyak yaitu minyak tanah. Dapur-dapur crucible pada umumnya menggunakan
bahan bakar minyak. Tetapi ada juga yang menggunakan bahan bakar lain seperti
kayu ataupun batu bara. Sifat-sifat yang penting dari bahan bakar ini adalah nilai
pembakaran., berat atom, berat jenisnya dan titik nyalanya. Nilai pembakaran
tinggi (HHV) yaitu jumlah energi kimia yang terdapat didalam suatu massa bahan
bakar atau volume bahan bakar. Dinyatakan dalam satuan kiloJoule/kg ataupun
British Thermal Unit/per-pound-massa. Untuk minyak tanah nilai HHVnya adalah
45940kJ/kg
Saat proses peleburan panas yang dibutuhkan meliputi:
a. Kalor yang dibutuhkan untuk melebur alumunium.
b. Kalor yang diserap batu bata
c. Kalor yang diserap cawan lebur
d. Kalor yang terserap plat penutup atas
Batu bata yang akan digunakan sebagai alat penyekat panas akan
menyerap panas sehingga panas dari ruang bakar hanya sedikit yang akan sampai
ke dinding luar dapur. Suhu tertinggi pada dinding luar plat dapur adalah 45°C.
tetapi tidak seluruh batu tahan api akan menyerap dan manerima panas, hal ini
disebabkan karena kalor yang keluar dari burner akan naik keatas. Panas sebagian
akan keluar dari atas secara konduksi dan sebagian akan merambat keluar melalui
dinding, sehingga suhu dinding yang tertinggi adalah pada bagian atas. Pada
bagian bawah dinding tidak mengalami penambahan suhu. Suhu dan laju aliran
Gambar 4.1 Suhu dan laju aliran panas yang terjadi didapur
selama proses peleburan
Keterangan dari gambar 4.1 adalah :
a) A adalah suhu didalam cawan lebur yang digunakan untuk melebur
alumunium, B adalah suhu pada bagian atas, C adalah suhu rata-rata
pada batu bata, D adalah suhu diruang bakar
b) q adalah laju aliran kalor yang melalui bagian plat penutup atas
a. Kalor Untuk Melebur Alumunium (Q1)
a. QA yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat dari 27°C
suhu kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium (660°C)
b. QB yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair ( kalor
latent) pada suhu 660°C.
c. QC yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C
ke temperature penuang 750°C.
Maka kalor yang dibutuhkan adalah:
Q1 = QA + QB + QC
= mal . Cpi . Δti + m . h + ma2 .CP2.Δt2
Dimana :
mal = massa alumunium yang akan dilebur
= 30 kg
CP1 = panas jenis alumunium padat ………..…Holman, J. P.(1986:581)
= 0,215 kkal/kg°C
Δt1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar = (660-27)°C
h = panas latent alumunium ………..…….Tata Surdia(1975:680)
= 95 kkal/kg
CP2 = panas jenis alumunium cair…………..……Holman, J. P.(1986:581)
= 0,26 kkal/kg°C
Δt2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair = (750-660)°C
= 90°C
Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar :
Q1 = (30 × 0,125 × 663) + (10 x 95) + (30 × 0,26 × 90)
= 4138,25 kkal
= 24888,15 KJ
b. Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2)
Dari hasil perhitungan dan analisa kalor yang terserap batu tahan api yang di
dapat dari saudara mukhlis ridho padang di dapat lah dengan hasil sbg berikut :
Q2 = mb . CP3 . dt
Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah :
Q2 = 562,668. 236 . 0,84
= 55771,65 kkal
= 233460,1269 kJ
4.4. Panas Yang Diserap Cawan Lebur (Q3)
Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu.
Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah :
Q3 = mcl . CP5 . dt
Dimana :
Mcl = massa cawan lebur
= 14,44 kg
CP5 = panas jenis cawan lebur ………...…………Tata Surdia(1975:585)
= 0,46 kkal/kg°C
dt = perubahan suhu
= 755 - 27
= 728°C
Maka :
Q3 = 14,44 kg. 0,46 kkal/kg°C . 728°C
= 4835,667 kkal
= 20246,47 kJ
4.5. Kalor yang Diserap Plat penutup atas (Q4)
Dan Dari hasil perhitungan dan analisa plat penutup atas yang di dapat dari
saudara mukhlis rido padang di dapat lah dengan hasil sbg berikut :
Plat penutup atas ini terbuat dari baja karbon dengan ketebalan 3mm;
Plat akan mengalami perubahan suhu dari 27°C sampai ke 620°C, maka besarnya
perubahan suhu yang terjadi adalah :
Maka, Q4 = 5,7374 kg. 0,46 kkal/kg°C. 593°C
= 1565,047972 kkal
= 6551,29 KJ
Gambar 4.2 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi
4.6. Kalor Total Yang Terserap (Qtot)
Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh
bahan dapur yaitu :
Qtot = Q1 + Q2 + Q3 + Q4
= (24888,15 + 233460,1269 + 20246,47 + 6551,29) kJ
Dari perhitungan saudara muklis ridho padang 2010 di dapat lah
Banyaknya laju aliran kalor yang terbuang melalui plat penutup atas ini adalah :
q1 = 1252,512 KJ/jam
Sedangkan Panas yang terbuang melalui cawan lebur keluar secara konveksi
ialah:
q2 = h x A x dt
Dimana :
h : koefisien perpindahan panas konveksi
=18278 w/m°C
A : luas permukaan lubang cawan pelebur
= π/ d4. 2
=π/4x o,294
2
=0,0678 m2
dt = 755 – 27 = 728 °C
q2 = 18278 w/m2°C x 0,0678 m2 x 728 °C
= 902,86 W
= 3250,296 kj/jam
4.7. Hasil Analisa
Hasil analisa sebagian dari (Sri Irawan, 2010 dan mukhlis ridho 2010), karena
hasil dari analisa ini saling memiliki hubungan keterkaitan.
Tabel 4.1 Data kalor terserap setelah di rancang ulang
Bahan yang diserap Kalor yang terserap
Kalor yang terserap aluminium 24888,15 KJ
Kalor yang diserap cawan lebur 20246,47 KJ Kalor yang diserap plat penutup atas 6551,29 KJ
Total 285146,0369 KJ
Sumber: Mukhlis Ridho,2011
Tabel 4.2 Data kalor tebuang setelah di rancang ulang
Kalor terbuang Besar Kalor Terbuang
Panas terbuang melalui cawan lebur 3250,29 KJ/Jam
Panas terbuang melalui plat penutup atas 1525,512 KJ/Jam
Total 4502,802 KJ/Jam
Sumber: Mukhlis Ridho,2011
Tabel 4.3 Data waktu dan bahan bakar setelah di rancang ulang
Waktu Peleburan 1,699 jam
Jumlah Bahan Bakar Yang Dibutuhkan 8,375 liter
Sumber:Sri Irawan,2011
Setelah membandingkan hasil yang di rancang ulang dengan keadaan
dapur sebelumnya maka didapat peningkatan efisiensi, seperti pada table 4.4
berikut:
Tabel 4.4 Hasil perbandingan dapur sebelum dan setelah di rancang
Yang di Kalor terserap 376112,5 KJ 285146,0369 KJ 24,18%
Kalor terbuang 6172,8247 KJ/Jam 4502,802 KJ/Jam 27,05%
Waktu peleburan 2,5 Jam 1,699 Jam 32,04% Bahan bakar
Sedangkan perbandingan antar hasil rancang ulang dengan data hasil survey,
terlihat hasil rancang ulang juga mengalami peningkatan efisiensi.
Tabel 4.5 Perbandingan data survey dengan hasil rancang ulang
Yang di bandingkan Data survey hasil rancang ulang Peningkatan efisiensi
Kalor terserap 334166,83 KJ 285146,0369 KJ 14,67%
Kalor terbuang 5329, 77 KJ/jam 4502,802 KJ/Jam 15,51%
Waktu peleburan 1,7 jam 1,699 Jam 0,1%
Bahan bakar
diperlukan 8,4 liter 8,375 liter 2,5%
BAB V
PROSES PENGOPRASIAN
Gambar 5.1 langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan alumunium
atau paduan yang akan dilebur. Lalu dilakukan pemanasan mula pada burner.
Pemanasan ini dilakukan dengan manual. Burner dipanasi dengan kayu bakar atau
bahan bakar lainnya. Hal ini dilakukan agar bahan bakar di burner akan
mengalami kenaikan temperatur dan menjadi uap.
Gambar 5.1 pemanasan awal pada burner
Semburan api dari pangkal burner yang masuk ke ruang bakar akan
Gambar 5.2 proses pemanasan awal cawan crucible
Gambar 5.2 dan 5.3 adalah proses pengoprasian dimana cawan lebur
sudah mulai panas,dan bahan baku juga sudah mulai memuai/memenas.
( Gambar 5.3 proses pengoprasian)
Gambar 5.4 disini terjadi peoses pengambilan terak dan pengecekan
alumunium dimana terak yang ada dalam cawan akan diangkat sedikit demi
sedikit,
Proses ini bertujuan untuk mendapatkan panas yang merata pada
alumunium yang akan di cairkan dan mempercepat proses peleburan. Pada
gambar 5.5 dapat dilihat alumunium sudah mulai mencair,Setelah alumunium atau
paduannya yang ada pada cawan lebur maka kembali lagi dimasukkan alumunium
yang akan dilebur sedikit demi sedikit secara berkala hingga volume atau ukuran
yang diinginkan terpenuhi.ini dilakukan untuk mempercepat proses
pencairan/peleburan
Gambar 5.5 Alumunium sudah mulai mencair
Setelah dicapai volume yang diinginkan dipastikan dahulu bahwa semua
alumunium sudah mencair. Jika suhu yang diinginkan ditentukan, maka suhu
dapat diukur dengan thermocouple. Setelah suhu yang diinginkan tercapai maka
keran bahan bakar ditutup.
Aluminium cair dapat diangkat dengan segera untuk dituangkan ke pasir
Gambar 5.6 Alumunium sudah mencair dan mulai di angkat
BAB VI