• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bahan Bakar Dalam Pembuatan Dapur Crucible Untuk Peleburan Aluminium Berkapasitas 50kg Menggunakan Bahan Bakar Batu Bara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Bahan Bakar Dalam Pembuatan Dapur Crucible Untuk Peleburan Aluminium Berkapasitas 50kg Menggunakan Bahan Bakar Batu Bara"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

PEMILIHAN BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN

DAPUR CRUCIBLE UNTUK PELEBURAN

ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG

MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

KEVIN WIDJAYA NIM. 050401006

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya yang dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas sarjana ini berjudul “

PEMILIHAN

BAHAN BAKAR DALAM PEMBUATAN DAPUR CRUCIBLE

UNTUK PELEBURAN ALUMINIUM BERKAPASITAS 50KG

MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR BATU BARA”.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh setiap mahasiswa Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara dalam menyelesaikan pendidikan untuk meraih gelar Sarjana Teknik.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini, penulis banyak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Benny Widjaya dan Ibunda Habiana yang membesarkan serta

mendidik penulis, dan dengan doa-doanya yang selalu menyertai penulis setiap saat.

2. Ibu Ir.Raskita S Meliala selaku dosen pembimbing tugas sarjana yang

telah memberi arahan, bimbingan dan pelajaran berharga dari awal hingga selesainya tugas sarjana ini.

3. Bapak Dr.Ir.Ing.Ikhwansyah Isranuri, M.Eng dan bapak Ir.Tulus

Burhanuddin Sitorus,MT Selaku Ketua jurusan dan Sekretaris Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai administrasi Jurusan Teknik Mesin di

Universitas sumatera Utara, Yang telah banyak membantu penulis dan memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Asisten Lab. Foundry, Ir Marlon atas bimbingannya dan bantuannya

selama proses perancangan bangun.

6. Saudara-saudaraku dan teman-temanku, yang telah memberikan bantuan

(3)

7. Semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas sarjana ini.

Akhir kata semoga Tugas Sarjana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan penulis menyadari bahwasanya tugas sarjana ini jauh dari kesempurnaan, karena keterbatasan pengetahuan dan referensi maka penulis berharap saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tugas sarjana ini.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih atas waktu dan perhatian yang

telah diberikan kepada penulis.

Medan , 15 Oktober 2010

(4)

DAFTAR ISI

2.5 Alumunium dan Paduannya ... 6

2.5.1 Sejarah Penemuan Alumunium ... 6

2.5.2 Sifat-sifat Alumunium ... 7

2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium ... 8

2.5.4 Paduan-paduan Alumunium Yang Utama ... 10

(5)

2.10 Perpindahan Panas ... 24

BAB III. PERENCANAAN DAPUR 3.1 Konstruksi Dapur Pelebur ... 27

3.7 Dinding Luar... 32

3.8 Pemilihan alat bantu pembakaran ... 33

(6)

4.8.2 Memasang Batu Tahan Api ... 68 4.8.3 Bahan Pengikat ... 69 4.8.4 Pengecatan Dinding Luar ... 69

BAB V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan ... .71 5.2 Saran ... 71

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.10 Penampang tanur udara 21

Gambar 2.11 Tanur induksi 22

Gambar 2.12 Penampang Pipa satu Lapis 27

Gambar 2.13 Penampang Pipa dua Lapis 28

Gambar 3.1 Konstruksi dapur pelebur 29

Gambar 3.2 Dapur Pelebur 30

Gambar 4.4 Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi 56

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam 4

Tabel 2.2 Alumunium Assosiasi Index System 10

Tabel 2.3 Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg 13

Tabel 2.4 Sifat-sifat paduan Al-Si 14

Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si 16

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn 17

Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar 49

Tabel 4.1 Berat total dapur 65

Tabel 4.2 Total kalor yang terserap bahan dapur 65

(9)

DAFTAR SIMBOL

ho Koefisien perpindahan panas konveksi W/m.oC

HHV Nilai pembakaran atas minyak tanah KJ/kg

kb Konduktivitas thermal batu bata W/m.oC

kp Konduktivitas thermal dinding plat W/m.oC

L Tinggi ruang bakar m

mb Massa batu bata kg

mbb Massa bahan bakar kg

mpl Massa plat dinding luar kg

mcl Massa cawan lebur kg

mal Massa alumunium yang akan dilebur kg

Nu Bilangan Nusselt -

Pr Bilangan Prandal -

q1 Kalor yang terbuang dari dinding dapur KJ/jam

q2 Kalor yang terbuang dari lubang cawan lebur KJ/jam

Q1 Kalor yang diserap untuk melebur alumunium KJ

Q2 Kalor yang diserap batu tahan api KJ

Q3 Kalor yang diserap dinding plat luar KJ

Q4 Kalor yang diserap cwan lebur KJ

Qt1 Kalor total yang diserap KJ

Qt2 Kalor yang terbuang selama proses KJ

r3 Jari-jari dalam bata m

(10)

r5 Jari-jari luar dinding m

Re Bilangan Reynold -

tb Tinggi bata yang menerima panas m

tp Tinggi plat yang mengalami prubahan suhu m

tf Suhu film oK

Ta Temperatur ruang bakar oK

T1 Temperatur suhu lingkungan oK

Uo Koefisien perpindahan panas total W/m.oC

V Viskositas Kinematika Cst

Xp Ketebalan plat dinding m

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengecoran Logam merupakan salah satu ilmu keteknikan yang perkembangannya cukup pesat saat ini. Untuk itu, perlu didukung dengan pengembangan fasilitas Pengecoran Logam di Laboratorium Foundry agar

setidaknya menyamai industri-industri di luar Laboratorium Foundry. Oleh

sebab itu, semua ahli di bidang Ilmu Pengecoran Logam harus mampu mengembangkan industri pengecoran di Indonesia yang salah satu caranya adalah dengan memberikan dasar-dasar kepada mahasiswa Perguruan Tinggi program studi Teknik Produksi.

Dengan mempertimbangkan hal diatas maka diperlukan adanya sarana praktek yang memadai, yang mana salah satu alat utama dalam pengecoran adalah Dapur Crucible.

Dengan adanya Dapur Crucible maka diharapkan mahasiswa agar dapat mempraktekkan ilmu yang diperolehnya selama di bangku perkuliahan dan membandingkannya dengan ilmu praktek untuk lebih memantapkan pemahaman mahasiswa dalam bidang ilmu Teknik Pengecoran.

Dalam pertimbangan hal tersebut maka direncanakan sebuah Crucible dengan kapasitas 50 kg untuk kebutuhan Laboratorium Foundry.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari perencanaan ini adalah membantu memantapkan mahasiswa dalam penguasaan teori mengenai efisiensi bahan bakar dapur, bahan dapur serta ketahanan bahan penyekat panas. Dan juga para mahasiswa dapat melakukan proses-proses peleburan yang nantinya akan dicetak sendiri dalam praktikum Pengecoran Logam.

Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk merencanakan: 1. Konstruksi dapur crucible.

(12)

3. Pemilihan bahan bakar serta.

4. Efisiensi dapur dan pemakaian bahan bakar.

1.3 Batasan Masalah

Berhubung dengan sangat luasnya persoalan dalam masalah pengecoran, maka akan dibatasi ruang lingkup tugas sarjana ini yaitu pemilihan bahan bakar yang sesuai pada sebuah Dapur Crucible yang akan melebur alumunium/paduannya dan tembaga/paduannya dengan kapasitas kecil sehingga cocok untuk sarana praktikum di Laboratorium Teknik Pengecoran.

Agar Dapur Crucible nantinya dapat bekerja dengan baik, maka perencanaan dari dapur ini meliputi perencanaan konstruksi dapur, besar kalor yang dibutuhkan dapur, pemakaian bahan bakar.

1.4 Metode Penulisan

Dalam menyelesaikan perencanaan dapur Crucible ini dipakai tiga dasar metode dasar penyelesaian yaitu:

1. Survey Lapangan

Disini dilakukan peninjauan pada Laboratorium Foundry yang menggunakan dapur pelebur untuk memperoleh data-data serta membandingkan dengan dapur Crucible yang telah beroperasi yang dipakai di industri-industri pengecoran logam.

2. Studi Literatur

Berupa kajian literature dari buku-buku dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan hal yang dibahas.yang meliputi: perumusan, analisa hasil perhitungan dan pembahasan.

3. Diskusi

(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Logam Bukan Besi (Nonferrous Metal)

Indonesia merupakan negara penghasil bukan besi yaitu penghasil timah, putih, tembaga, nikel, alumunium dan sebagainya. Dalam keadaan murni logam bukan besi ini memiliki sifat yang sangat baik namun untuk meningkatkan kekuatan umumnya dicampur dengan logam lain sehingga membentuk paduan. Ciri dari logam non besi adalah mempunyai daya tahan terhadap korosi yang tinggi, daya hantar listrik yang baik dan dapat berubah bentuk secara mudah. Pemilihan dari paduan logam non besi ini tergantung pada banyak hal antara lain kekuatan, kemudahan dalam pemberian bentuk, berat jenis, harga bahan baku, upah pembuatan dan penampilannya.

Logam bukan besi ini di bagi dalam dua golongan menurut berat jenisnya, yaitu logam berat dan logam ringan. Logam berat adalah logam yang mempunyai berat jenis diatas 5 kg/m3.

Berat jenis dari masing-masing non besi ini dapat dilihat pada tabel 2.1. Secara umum dapat dinyatakan bahwa makin berat suatu logam bukan besi maka makin banyak daya tahan korosinya. Bahan logam bukan besi yang sering dipakai adalah paduan tembaga, paduan alumunium, paduan magnesium, dan paduan timah. Tabel 2.1 ini memperlihatkan perbandingan berat jenis serta berbagai logam bukan besi.

Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam

(14)

2.2 Tembaga dan Paduannya

Tembaga diperoleh dari bijih tembaga yang disebut Chalcoporit.

Chalcoporit ini merupakan campuran Cu2S dan Cu Fe S2 dan terdapat dalam

tambang-tambang dibawah permukaan tanah.

Secara industri sebagian besar penggunaan tembaga dipakai untuk kawat atau bahan penukar panas karena sifat tembaga yang mempunyai sifat hantaran listrik dan panas yang baik. Tembaga ini jika dipadukan dengan logam lain akan menghasilkan paduan yang banyak dibutuhkan oleh manusia. Dan yang paling sering dipakai adalah campuran antara tembaga dan timah, mangan yang biasa disebut perunggu digunakan untuk bagian-bagian mesin khusus dimana diperlukan sifat-sifat yang luar biasa

Paduan antara tembaga dengan unsur-unsur lain dapat membentuk paduan lain seperti:

1. Brons

Brons adalah paduan antara tembaga dengan timah dimana kandungan dari timah kurang dari 15% karena mempunyai titik cair yang kurang baik maka brons biasanya ditambah seng, fosfor, timbal dan sebagainya.

2. Kuningan

Kuningan adalah paduan antara tembaga dan seng, dimana kandungan seng sampai kira-kira 40%. Dalam ketahanan terhadap korosi dan aus kurang baik dibanding brons tetapi kuningan mampu cornya lebih baik dan harganya lebih murah.

3. Brons Alumunium

Brons alumunium ini adalah paduan dari tembaga dan alumunium dengan tambahan nikel dan mangan. Kandungan alumunium 8-15,5%, nikel kurang dari 6,5% mangan kurang dari 3,5% dan sisanya adalah tembaga.

(15)

Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga

2.3 Seng dan Paduannya

Seng adalah logam bukan besi kedua setelah tembaga yang diproduksi secara besar yang mana lebih dari 75% produk cetak tekan terdiri dari paduan seng. Logam ini mempunyai kekuatan yang rendah dengan titik cair yang juga rendah dan hampir tidak rusak di udara biasa. Dan dapat digunakan untuk pelapisan pada besi, bahan baterai kering dan untuk keperluan percetakan.

Selain itu seng juga mudah dicetak dengan permukaan yang bersih dan rata, daya tahan korosi yang tinggi serta biaya yang murah. Dikenal seng komersial dengan 99,995 seng disebut special high grade. Untuk cetak tekan diperlukan logam murni karena unsur-unsur seperti timah, cadmium dan tin dapat menyebabkan kerusakan pada cetakan cacat sepuh.

Paduan seng banya digunakan dalam industri otomotif, mesin cuci, pembakar minyak, lemari es, radio, gramafon, televisi, mesin kantor dan sebagainya.

2.4 Magnesium dan Paduannya

(16)

diatas 150°C karena kekuatannya akan berkurang dengan naiknya suhu. Sedangkan pada suhu rendah kekuatan magnesium tetap tinggi.

Magnesium dan paduannya lebih mahal daripada alumunium atau baja dan hanya digunakan untuk industri pesawat terbang, alat potret, teropong, suku cadang mesin dan untuk peralatan mesin yang berputar dengan cepat dimana diperlukan nilai inersia yang rendah. Logam magnesium ini mempunyai temperatur 650°C yang perubahan fasanya dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Diagram fasa magnesium

Karena ketahanan korosi yang rendah ini maka magnesium memerlukan perlakuan kimia atau pengecekan khusus segera setelah benda dicetak tekan. Paduan magnesium memiliki sifat tuang yang baik dan sifat mekanik yang baik dengan komposisi 9% Al, 0,5% Zn, 0,13% Mn, 0,5% Si, 0,3% Cu, 0,03% Ni dan sisanya Mg. kadar Cu dan Ni harus rendah untuk menekan korosi.

2.5 Alumunium dan Paduannya

2.5.1 Sejarah Penemuan Alumunium

(17)

Davy pada tahun 1809 sebagai suatu unsur dan kemudian di reduksi pertama kali oleh H.C. Oersted pada tahun 1825.

C.M. Hall seorang berkebangsaan Amerika dan Paul Heroult berkebangsaan Prancis, pada tahun 1886 mengolah alumunium dari alumina dengan cara elektrolisa dari garam yang terfusi. Selain itu Karl Josep Bayer seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman mengembangkan proses yang dikenal dengan nama proses Bayer untuk mendapat alumunium murni.

Proses Bayer ini mendapat alumunium dengan memasukkan bauksit halus yang sudah dikeringkan kedalam pencampur lalu diolah dengan soda api (NaOH) dibawah pengaruh tekanan dan suhu diatas titik didih. NaOH akan bereaksi dengan bauksit menghasilkan aluminat natrium yang larut. Selanjutnya tekanan dikurangi dengan ampas yang terdiri dari oksida besi, silicon, titanium dan kotoran-kotoran lainnya dipisahkan. Lalu alumina natrium tersebut dipompa ke tangki pengendapan dan dibubuhkan Kristal hidroksida alumina sehingga Kristal itu menjadi inti Kristal. Inti dipanaskan diatas suhu 980°C dan menghasilkan alumina dan dielektrosida sehingga terpisah menjadi oksigen dan aluminium murni.Pada setiap 1 kilogram alumunium memerlukan 2 kilogram alumina dan 4 kilogram bauksit, 0,6 kilogram karbon, criolit dan bahan-bahan lainnya. Penggunaan alumunium ini menduduki urutan kedua setelah besi dan baja dan tertinggi pada logam bukan besi untuk kehidupan industri

2.5.2 Sifat-sifat Alumunium

(18)

pekat pekat tidak berpengaruh terhadap alumunium karena lapisan alumunium kedap terhadap asam.

Alumunium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahan korosi yang sangat baik karena pada permukaannya terhadap suatu lapisan oksida yang melindungi logam dari korosi dan hantaran listriknya cukup baik sekitar 3,2 kali

daya hantar listrik besi. Berat jenis alumunium 2,643 kg/m3 cukup ringan

dibandingkan logam lain

Kekuatan alumunium yang berkisar 83-310 MPa dapat dilipatkan melalui pengerjaan dingin atau penerjaan panas. Dengan menambah unsur pangerjaan panas maka dapat diperoleh paduannya dengan kekuatan melebihi 700 MPa paduannya.

Alumunium dapat ditempa, diekstruksi, dilengkungkan, direnggangkan, diputar, dispons, dirol dan ditarik untuk menghasilkan kawat. Dengan proses pemanasan dapat diperoleh alumunium dengan bentuk kawat foil, lembaran pelat dan profil. Semua paduan alumunium ini dapat di mampu bentuk (wrought alloys) dapat di mesin, di las dan di patri

2.5.3 Sistem Penomoran Alumunium

Alumunium dapat diklasifikasikan kepada tiga bagian besar yaitu: alumunium komersial murni paduan alumunium mampu tempa, dan alumunium cor. Asosiasi alumunium membuat sistem 4 angka mengidentifikasikan alumunium. Di bawah ini ada tabel 2.2. yang dibuat Asosiasi Alumunium untuk mengidentifikasikan alumunium ini.

Tabel 2.2 Alumunium Assosiasi Index System

Paduan Alumunium Nomor

Alumunium 99,5% murni Alumunium 99,5% murni

Al-Cu merupakan unsur paduan utama Al-Mn merupakan unsur paduan utama Al-Si merupakan unsur paduan utama

(19)

Sistem ini menunjukkan nomor indeks dari paduan alumunium termasuk seperti paduan 99% alumunium murni, coper, mangan, silicon magnesium. Sistem ini tidak menunjukkan paduan terbesar dari elemen alumunium. Angka kedua mempunyai batas 0 sampai dengan 9. Angka nol menunjukkan tidak ada kontrol khusus pada pembuatan alumunium. Angka setelah angka kedua menunjukkan kuantitas minimum dari unsur lain yang tidak dalam kontrol.

Sebagai contoh alumunium dengan nomor seri 1075. Ini berarti alumunium mempunyai 99,75% yang terkontrol atau alumunium murni. Sedangkan 0,25% paduan tanpa kontrol. Nomor 1180 diidentifikasikan sebagai paduan dimana 99,80% alumunium murni dengan 0,20% berbagai macam

campuran tambahan. ………

Pada seri 2010 sampai 7079 setelah angka kedua tidak mempunyai arti khusus hanya menunjukkan pabrikasi. Angka ketiga dan terakhir memperlihatkan berapa paduan yang terkandung pada saat proses pembuatan. Sebagai contoh alumunium seri 3003 adalah alumunium mangan alloy yang mengandung sekitar 1,2% mangan dan minimum 90% alumunium. Contoh lain misalkan 6151 alumunium, adalah paduan alumunium dengan silicon-magnesium-chromium. Disini angka 6 menunjukkan bahwa paduan adalah magnesium silicon, dan angka 151 sebagai identitas paduan khusus dan persentase dari paduan. Jika angka 1 pada digit kedua menunjukkan bahwa paduan itu adalah chromium dan kandungannya adalah 0,49%. Berarti paduan itu adalah 99,51% terdiri dari alumunium magnesium dan silicon.

Alumunium juga dapat digolongkan apakah bisa di heat-treatment atau tidak. Alumunium yang tidak dapat dilakukan perlakuan panas termasuk alumunium murni atau seri 1000, mangan atau seri 3000 dan magnesium seri 5000. Alumunium dapat di heat-treatment jika mengandung satu dari copper, magnesium, silicon ataupun zinc. Seri 4000 adalah seri silicon dari paduan

Al-Mg merupakan unsur paduan utama Al-Mg dan Si merupakan unsur paduan utama Al-Zn merupakan unsur paduan utama

(20)

alumunium yang sebagian besar dapat dilas dan untuk bahan pengisi pada proses pangelasan.

2.5.4 Paduan-paduan Alumunium yang utama

Alumunium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam murni sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur –unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada alumunium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.

Adapun paduan-paduan alumunium yang sering dipakai yaitu:

1. Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Mempunyai kandungan 4% Cu dan 0,5% Mg untuk menambah kekuatan paduan mampu mesin yang baik serta dipakai pada bahan pesawat terbang.

2. Al-Mn

Mn adalah unsur yang memperkuat Al tanpa mengurangi ketahanan korosi dan dipakai untuk membuat paduan yang tahan korosi.

3. Paduan Al-Si

Sangat baik kecairannya dam mempunyai permukaan yang bagus sekali, mempunyai ketahanan korosi yang sangat baik sangat ringan, koefisien pemuai yang kecil, dan penghantar yang baik untuk listrik dan panas. Karena kelebihan yang menyolok maka paduan ini sangat banyak dipakai.

4. Paduan Al-Mg

(21)

2.5.5 Paduan Al-Cu dan Al-Cu-Mg

Seperti telah dikemukakan pada uraian sebelumnya, paduan coran alumunium ini mengandung 4-5% Cu. Ternyata dari fasa paduan ini mempunyai daerah luas dari pembekuannya, penyusutan yang besar, resiko besar pada kegetasan panas dan mudah terjadi retakan pada coran. Adanya Si sangat berguna untuk mengurangi keadaan itu dan penambahan Si sefektif untuk memperhalus butir. Dengan perlakuan panas pada paduan ini dapat dibuat bahan yang

mempunyai kekuatan tarik kira-kira 25kgf/mm2

Sebagai paduan, Al-Cu-Mg ini mengandung 4% Cu, dan 0,5%ditemukan oleh A.Wilm dalam usahanya mengembangkan paduan Al yang kuat, dinamakannya yaitu duralumin. Duralumin adalah paduan praktis yang sangat terkenal disebut paduan alumunium dengan nomor 2017, komposisi standarnya adalah 4% Cu, 1,5% Mn dinamakan paduan dengan nomor 2044 nama lamanya yaitu duralumin super. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang buruk, jadi apabila diingini ketahanan korosi yang tinggi maka permukaanya dilapisi dengan Al murni atau paduan alumunium yang tahan korosi yang disebut pelat alklad. Paduan dalam sistem ini terutama dipakai sebagai bahan pesawat terbang. Tabel dibawah ini menunjukkan sifat-sifat paduan alumunium ini

Tabel 2.3. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg

(22)

Paduan Al-Cu-Mg ini dihasilkan melalui proses pencampuran paduan ini pada temperatur 550°C seperti terlihat pada gambar 2.3. dimana pada gambar ini paduan harus diupanaskan sampai temperatur A sehingga komponen-komponen

larutan membentuk larutan padat.

Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Cu-Mg

2.5.6 Paduan Al-Si (4030-4039)

Paduan Al-Si ini sangat baik kecairannya, yang mempunyai permukaan bagus sekali, pada ketegasan panas dan sangat baik untuk paduan cor. Sebagai tambahan paduan ini mempunyai ketahanan korosi yang baik dan sangat ringan, koefisien pemuaian yang kecil dan penghantar listrik dan panas yang baik. Karena mempunyai kelebihan yang mencolok ini maka paduan ini sangat banyak dipergunakan. Paduan Al-Si ini ditemukan pertama kali oleh A. Pacz pada tahun 1921 dan paduan yang telah diadakan perlakuan tersebut dinamakan silumin.

(23)

paduan yang diberi perlakuan peraturan dan ditempa dinamakan silumin β. Paduan yang memerlukan paduan panas ditambah juga dengan unsur Mg, Cu dan Ni untuk memberikan kekerasan pada saat proses pemanasan.. Tabel 2.4 ini menunjukkan kekuatan dan sifat mekanis Al-Si.

Tabel 2.4 Sifat-sifat kimia paduan Al-Si

Paduan Perlakuan Temperatur

Uji (°C) 174°C, 6-10 jam penuaan

24

Pada gambar 2.4 juga dapat dilihat terjadinya diagram fasa dari paduan ini dimana dari gambar ini dapat diketahui titik eutektik yaitu pada suhu 577°C serta fasa paduan mencair serta terjadinya fasa lainnya.

(24)

Koefisien pemuaian termal dari Si sangat rendah, oleh karena itu paduannya mempunyai koefisien yang rendah juaga apabila ditambah Si lebih banyak. Berbagai cara dicoba untuk memperhalus butir primer Si, seperti yang telah dikembangkan pada paduan Hypereotektik Al-Si sampai dengan 29%Si. Paduan Al-Si juga banyak dipakai untuk elektroda pengerasan terutama yang mengandung 5% Si.

2.5.7 Paduan Al-Mg-Si (6001 – 6069)

Kalau sedikit Mg ditambahkan pada Al pengerasan penuaan sangat jarang terjadi. Paduan alam sistem ini mempunyai kekuatan yang kurang baik sebagai bahan tempaan dibandingkan dengan paduan-paduan lainnya tetapi sangat liat dan sangat baik mampu bentuknya yang tinggi pada temperatur biasa. Mempunyai kemampuan bentuk yang lebih baik pada ekstruksi dan tahan korosi dan sebagai tambahan banyak digunakan untuk angka-angka konstruksi.

Karena paduan ini mempunyai kekuatan yang sangat baik tanpa mengurangi sifat kehantaran listriknya maka dapat digunakan untuk kabel tenaga listrik. Dalam hal ini pencampuran dengan Cu, Fe dan Mn perlu dihindari karena unsur-unsur itu menyebabkan tahanan listrik menjadi tinggi. Kelebihan dari paduan Al-Mg-Si dapat dilihat pada tabel 2.5, sedangkan untuk perubahan fasa

dari paduan ini dapat dilihat dari gambar 2.5.

Tabel 2.5 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Si (lit 8 hal 139)

(25)

Gambar 2.5 Perubahan fasa paduan Al-Mg-Si

2.5.8 Paduan Al-Mg-Zn (7075)

Alumunium menyebabkan keseimbangan biner semu dengan senyawa

antar logam MgZn2 dan kelarutannya menurun apabila temperatur turun. Telah

Diketahui sejak lama bahwa paduan sistem ini dapat dibuat keras sekali dengan penuaan setelah perlakuan pelarutan. Tetapi sejak lama tidak dipakai sebab mempunyai sifat patah getas oleh retakan korosi tegangan

Di Jepang pada permulaan tahun 1940 Igarasi dan kawan-kawan mengadakan studi dan berhasil mengembangkan suatu paduan logam dengan penambahan kira-kira 3% Mn atau Cr dimana butir kristal dapat diperhalus dan mengubah bentuk resivitasi serta retakan korosi tegangan hampir tidak terjadi. Pada saat itu paduan tersebut dinamakan Duralumin super ekstra.

(26)

Tabel 2.6 Sifat-sifat paduan Al-Mg-Zn (lit 8 hal 141)

Perpanjangan (%) Kekerasan

Kekuatan

Gambar 2.6 Diagram Fasa paduan Al-Mg-Zn

2.6 Dapur Crucible

(27)

pengambilan logam dengan menampung dibawahnya. Dapur ini biasanya dipakai untuk skala sedang dan skala besar. Dapur Crucible jenis ini ada yang dioperasikan dengan tenaga listrik sebagai alat pemanasnya yaitu dengan induksi listrik frekuensi rendah dan juga dapat dengan bahan bakar gas atau minyak, sedangkan dapur Crucible yang memakai burner sebagai alat pemanas dengan kedudukan tetap dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Dapur kedudukan tetap

(28)

bertujuan untuk mempercepat terjadinya pembakaran dan menjaga agar tidak terjadi perubahan suhu yang mencolok didalam tanur. Pintu pengisian terletak di sisi depannya. Tanur udara terbuka biasanya digunakan untuk peleburan baja. Tanur udara terbuka dapat dilihat pada gambar 2.8 dibawah ini

Gambar 2.8. Tanur udara terbuka (a) tanur udara terbuka (b) penampang melintang

Tanur udara adalah bentuk yang dimodifikasi dari tanur udara terbuka. Bentuknya hampir sama dengan tanur udara terbuka, penampang tempat logam cair berbentuk lebar dan dangkal. Tanur dipanaskan dengan alat pemanas dengan bahan bakar minyak . Burner dan udara pembakaran ditempatkan pada salah satu ujung tanur dan udara sisa pembakaran akan keluar dari ujung yang lain. Komposisi kimia dapat dikontrol lebih baik pada dapur ini dibanding dengan dapur Kupola. Bila ingin melakukan penambahan dilakukan dengan membuka tutup tanur dan menuangkannya dari atas.

(29)

Gambar 2.9. Penampang tanur udara

(30)
(31)

2.7 Pemilihan Bahan Batu Tahan Api

Pemilihan bahan batu bata yang akan digunakan untuk dapur pelebur tipe Crucible dengan bahan bakar batubara, ditentukan dengan memperhatikan sifat-sifat dapur tersebut seperti dapur yang bekerja sampai temperatur 850 0C serta perhitungan biaya darn banyaknya batu bata yang digunakan.

Diharapkan pada suhu yang direncanakan tersebut bahan dari dapur tidak akan berubah sifatnya akibat pembebanan panas sehingga terjadi perubahan struktur dari bahan. Koefisien dari daya hantar panas juga tergantung dari suhu karena koefisien ini akan berkurang nilainya bila suhu dinaikkan.

2.7.1 Pemilihan Batu Tahan Api

Batu bata yang umum digunakan unuk dapur pelebur tipe Crucible adalah Batu bata yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

a) Tidak melebur pada suhu yang relatif tinggi

b) Sanggup menahan lanjutan panas yang terjadi tiba-tiba ketika pembebanan

suhu

c) Tidak hancur di bawah pengaruh tekanan yang tinggi ketika digunakan

pada suhu yang tinggi.

d) Mempunyai koefisien thermal yang rendah sehingga dapat memperkecil

suhu yang keluar

e) Memiliki tekanan listrik yang tinggi jika digunakan untuk dapur listrik. Bahan batu bata ini diklasifikasikan dalam beberapa jenis yaitu golongan Asam, Basa dan Netral. Pemilihan ini sesuai dengan dapur apa yang akan dipergunakan. Adapun bahan-bahan dari bahan batu bata ini adalah:

1. Bahan Batu Bata Jenis Asam

Biasanya terdiri dari pasir silika dan tanah liat tahan api. Silika dalam

bentuk murni melebur pada suhu 1710 oC bahan ini terdiri dari hidrat

alumina silica (Al2O3, 2SiO2, 2H2O ).

2. Bahan Batu Bata Jenis Basa

(32)

kalsium karbinat dan magnesia (CaCO3, MgCO3). Dolomite stabil yang

terdiri dari CaCO3, SiO3,, MgO adalah bahan yang lebih baik daripada

dolomite biasa sehingga lebih tidak mudah retak. 3. Bahan Batu Bata Jenis Netral

Terdiri dari karbon, grafit, cliromite, dan silimanite. Bahan ini tidak membentuk fasa cair pada pemanasan penyimpan kekuatan pada suhu tinggi jenis cliromite terbuat dari biji cliromite yang komposisinya terdiri dari 32 % FeO dan 68 % CrO3 dan mempunyai titik cair sekitar 2180 0C

silimate terdiri dari 63 % Al2O3, dan 37 % SiO2 dan mempunyai titik cair

sekitar 1900 0C)

2.7.2 Bahan Batu Tahan Api

Bahan dasar untuk pembuatan batu bata yang dibakar adalah tanah liat. Tanah liat itu terjadi dari tanah napal ( tanah tawas asam kersik) yang dicampur dengan bahan yang lain seperti pasir. Bahan dasar tanah liat didapat di alam dalam berbagai susunan yang dapat dipakai begitu saja untuk industri batu bata. Dua sifat menyebabkan tanah liat cukup dipakai untuk industri bakar:

1. Keadaan liat atau dapat diremas yang perlu untuk tetap berada dalam

bentuk yang sekali diberikan

2. Struktur seperti batu bata yang baru terjadi setelah hasil pembakaran. Jika panas terlampau tinggi dalam pembakaran maka bahan bakar dapat melebur. Tidak semua jenis tanah liat melebur pada saat yang sama. Dasar dan susunan bahan-bahan menentukan besarnya derajat panas yang dibutuhkan. Untuk menggantikan struktur asli dalam struktur batu bata atau untuk melebur batu bata. Kualitas hasil yang didapat bertalian rapat dengan susunan. Tanah liat, zat bakar, panas yang terjadi jika membakar dan lamanya membakar

Bahan tahan panas yang dipakai untuk dapur ini adalah batu tahan api dan biasa juga disebut dengan batu bata pakam yang termasuk golongan bahan batu

bata jenis asam dimana konduktivitas dari batu bata ini adalah 0,69 W/m 0C.

Pemilihan batu tahan api ini berdasarkan penelitian yaitu batu tahan api dipanasi

(33)

kali dan diteliti keadaannya. Ternyata batu tahan api ini tidak mengalami perubahan bentuk struktur mekanis dan fisiknya secara besar atau batu tahan api ini mampu dan sesuai untuk digunakan pada dapur peleburan ini.

Dengan tahannya batu tahan api ini dipanasi sampai suhu sekitar 1000 0C,

sedangkan suhu dapur yang direncanakan hanya lebih kurang 8000C sehingga

batu bata tahan api ini dapat digunakan untuk dapur pelebur, selain itu harga dari tiap batu tahan api ini relative lebih murah dari batu tahan api jenis lain serta mempunyai kekuatan yang baik sehingga dapat menahan beban yang akan ditumpu oleh batu tahan api ini, keuntungan yang lain adalah konduktivitas dari batu tahan api ini juga kecil sehingga dapat mengurangi panas yang keluar dari ruang bakar sehingga efisiensi panas dapat lebih ditingkatkan.

2.8Semen Tahan Api

Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu bata serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat menambah ketahanan batu bata terhadapa suhu tinggi.

Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang dijual dipasaran dengan komposisi kimia :

a) SiO2 dengan kadar 96,33 %

(34)

bila air terlalu sedikit semen akan kehilangan sifat lekatnya sehingga tidak dapat mengikat batu bata dengan baik dan akibatnya batu bata dapat ambruk atau berlepasan. Selain kadar air yang berlebihan menyebabkan air berusaha melepaskan diri sehingga akibatnya permeabilitas permukaan yang besar.

Pemakaian bahan pengikat juga memerlukan teknik yang baik karena tidak boleh terjadinya retak dan harus dipadatkan sepadat mungkin.

Kadar semen dan pasir silica juga menjadi faktor yang penting karena bila kadar semen yang terlalu sedikit selain menyebabkan kehilangan sifat lekatnya juga dapat membentuk gumpalan-gumpalan pasir serta menyebabkan konstruksi batu bata susah dibongkar.

2.9Konstruksi Dapur Pelebur

Sesuai dengan judul perencanaan, maka berikut yang akan dijelaskan adalah dapur pelebur dengan bahan bakar batubara. Konstruksi dapur pada dasarnya hanya merupakan sebuah cawan pelebur yang terletak ditengah-tengah sebuah silinder baja yang dilapisi dengan penyekat panas, terdapat ruang bakar diantara cawan pelebur dan dinding penyekat panas. Di bagian bawah terdapat unit pembangkit untuk membantu jalannya pembakaran dan untuk mengambil alumunium cair digunakan gayung pengaduk.

2.10 Perpindahan Panas

Penerapa prinsip-prinsip perpindahan kalor untuk merancang (design) alat-alat guna mencapai sesuatu tujuan teknik sangatlah penting, karena dalam

(35)

Setiap penerapan tertentu akan menentukan kaidah yang harus dipatuhi untuk mendapatkan rancangan yang terbaik yang sesuai dengan kebutuhan dan pertimbangan ekonomi.

Dalam perancangan dinding dapur menggunakan batu tahan api dan plat berbentuk tabung. Perpindahan panas dari tabung ini menggunakan rumus :

T1 Tf = T2

R1 = R2 =

q

=

=

…..…….………..(lit 5 hal.65)

dimana :

q = perpindahan kalor T1 = suhu dalam

T2 = suhu luar

K = konduktifitas termal

h = koefisien perpindahan kalor L = panjang selinder

(36)

Pada perancangan ini dingunakan 2 jenis material yaitu batu tahan api dan plat baja, maka bentuk dari dinding ini seperti selinder 2 lapis. Untuk selinder 2 lapis ini digunakan persamaan :

R2 =

T1 T2

R1 = R3 =

Maka digunakan persamaan:

q =

(37)

BAB III

PERENCANAAN DAPUR

3.1 Konstruksi Dapur Pelebur

Crucible ini dirancang untuk melebur paduan aluminium dan paduan tembaga. Selanjutnya setelah logam mencair, logam cair tersebut dituang ke dalam cetakan kemudian dilakukan proses pendinginan dan selanjutnya dilakukan proses permesinan.

Pada gambar 3.1 dapat dilihat bentuk konstruksi dari Crucible yaitu sebuah cawan pelebur yang terletak ditengah-tengah sebuah silinder baja yang dilapisi dengan penyekat panas kemudian terdapat ruang bakar diantara cawan pelebur dan dinding penyekat panas.

(38)

Dapur Crucible yang akan digunakan dipilih berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu:

1. Dapur pelebur ini tidak memerlukan teknik pengoperasian yang

terlalu rumit, sehingga cocok digunakan untuk penelitian dan praktikum bagi Laboratorium Foundry.

2. Jumlah bahan yang akan dilebur.

3. Bahan bakar yang digunakan cukup mudah untuk didapatkan.

4. Pemeliharaan yang mudah.

5. Biaya operasional yang terjangkau.

Crucible ini memakai bahan bakar batubara yang memanasi sebuah cawan lebur yang terletak ditengah-tengah sebuah silinder baja yang dilapisi dengan batu tahan api, dimana antara cawan lebur dan batu bata tersebut terdapat ruang bakar.

3.2 Cawan Lebur

Fungsi cawan lebur adalah tempat untuk logam cair selama proses peleburan berlangsung. Cawan tersebut harus mempunyai titik cair yang jauh lebih tinggi dari titik cair logam yang akan dilebur. Pada perencanaan ini cawan lebur yang dipakai adalah silinder dari grafit yang dapat menampung 50 kg logam cair. Silinder grafit ini bagian atasnya dibuat berlubang

Pemilihan silinder grafit ini sebagai cawan lebur didasarkan pada logam yang akan dilebur yaitu alumunium dengan temperatur cair 659°C dan tembaga 1083 °C, sedangkan silinder grafit mempunyai titik lebur 3427 °C. Cawan lebur yang akan direncanakan ini juga harus mempunyai ruang volume cawan yang mampu menampung logam cair alumunium sesuai dengan spesifikasi tugas yaitu kurang lebih 50 kg metal cair

(39)

Gambar 3.2.Bentuk dan ukuran cawan lebur

3.3 Batu Tahan Api

Batu tahan api adalah bahan yang dapat menahan temperatur tinggi dari panas yang terjadi di dalam dapur selama beroperasi yang terbuat dari pasir silika dan tanah liat tahan api.

Untuk dinding dan alas dapur diperlukan kombinasi tipe empat persegi panjang dan tipe segitiga lancip sedangkan untuk pendukung cawan pelebur digunakan tipe lurus. Batu bata disusun dan sebagai bahan pengikat dipakai semen tahan api dengan karakteristik sebagai berikut :

Titik lebur : 1715 °C

Konduktivitas : 1,16 W/m°C

(40)

Gambar 3.3 Dimensi batu bata

3.4 Penumpu Cawan Lebur

Penumpu cawan lebur berfungsi untuk menumpu cawan lebur pada ruang bakar. Penumpu ini terbuat dari batu bata tahan api yang mampu menahan temperatur 1715 °C sedangkan temperatur ruang bakar hanya sampai sekitar 1200°C.

Penumpu yang digunakan berjumlah tiga buah dengan ukuran :

Tinggi : 100 mm

Lebar : 50 mm

Panjang : 200 mm

Penumpu ini akan menahan berat dari logam yang akan dilebur dan berat dari cawan lebur.

(41)

3.5 Semen Tahan Api

Semen tahan api berfungsi untuk mengikat batu bata serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata sekaligus berfungsi menutup pori-pori guna meminimalisir panas yang terbuang dari ruang pembakaran. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang juga dapat menambah ketahanan batu bata terhadap suhu tinggi.

Untuk dapur peleburan ini dipakai bahan pengikat yaitu semen tahan api yang dijual dipasaran dengan komposisi kimia :

a. SiO2 dengan kadar 96,33 %

b.Al2O3 dengan kadar 0,28 %

c.CaO dengan kadar 2,74 %

d.Fe2O3 dengan kadar 0,56 %

e.Na2O dengan kadar 0,04 %

f.K2O dengan kadar 0,04 %

g.TiO2 dengan kadar 0,03 %

Ketahanan temperatur dari semen tahan api ini adalah 1800 oC. Sebagai bahan pengikat, semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan perbandingan Air : Pasir : Semen Tahan Api = 1 : 2 : 3

3.6 Ruang Bakar

(42)

Gambar 3.5. Ruang bakar

3.7 Dinding Luar

Dinding luar yang dipakai terbuat dari baja karbon dengan pengerjaan tempa. Ketebalan dinding adalah 2,5 mm. Plat baja karbon dirol untuk membentuknya menjadi silinder

Karakteristik dari dinding luar ini adalah:

Bahan : Baja karbon rendah AISI 1019

Titik cair : 1170°C

Konduktivitas thermal : 54 W/m°C

(43)

Gambar 3.6 Dinding luar

3.8 Pemilihan Alat Bantu Pembakaran

Bahan bakar yang digunakan pada crucible ini adalah batubara. Pembakaran batubara tidak dapat dibakar begitu saja untuk memasak paduan aluminium. Harus menggunakan alat bantu pembakaran, yaitu dengan meniup batubara yang telah menjadi arang. Untuk itu digunakan blower.

Blower berfungsi untuk meniup arang batubara. Tiupan angin membuat bara batubara semakin menyala. Penggunaanya memang sudah banyak di kalangan industri-industri, terutama yang memakai bahan bakar padat.

Dalam perancangan ini, digunakan blower tipe sentrifugal. Salah satu jennisnya adalah blower keong. Untuk penggunaan di laboratorium foundry, cukup menggunakan blower yang kecil, karena tiupan udara yang digunakan tidak terlalu besar. Adapun spesifikasi dari blower ini adalah:

Tipe : Keong

Ukuran ; 2”

(44)

Penggunaannya dalam dapur tidak terlalu rumit, hanya dengan meletakkan blower di muka lubang tempat masuk bahan bakar, lalu dihidupkan sampai paduan alumunium mencair.

Gambar blower dapat kita lihat pada gambar 3.7 di bawah ini :

(45)

BAB IV

PEMILIHAN BAHAN BAKAR

Energi dari Matahari diubah menjadi energi kimia dengan fotosintesa. Namun, sebagaimana kita ketahui, bila kita membakar tanaman atau kayu kering, menghasilkan energi dalam bentuk panas dan cahaya, kita melepaskan energi matahari yang sesungguhnya tersimpan dalam tanaman atau kayu melalui fotosintesa. Namun, pilihan saat ini terhadap bahan bakar sangat banyak, tergantung kepada jenis kebutuhan kita sendiri, yaitu batubara, minyak, dan gas alam. Berbagai jenis bahan bakar tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti biaya, ketersediaan, penyimpanan, handling, polusi dan peralatan pembakaran lainnya.

Pengetahuan mengenai sifat bahan bakar sangat membantu kita dalam memilih bahan bakar yang sesuai untuk keperluan dan untuk penggunaan yang efisien.

Pembakaran yang seperti terjadi pada kehidupan sehari-hari adalah proses oksidasi karbon oleh oksigen. Jadi semua yang mempunyai karbon dapat terbakar oleh oksidasi atom karbonnya oleh oksigen menghasilkan CO atau CO2. Fungsi pembakaran itu adalah menghasilkan panas/energi dan juga untuk memecah suatu senyawa karbon yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana.

C + O2 --> CO2 2C + O2 --> 2CO

4.1 Bahan Bakar Padat

(46)

bakar tersebut. Namun, dalam beberapa hal, penggunaannya tidak dapat digantikan oleh jenis bahan bakar cair maupun gas. Seperti pada dapur kupola yang hanya bisa menggunakan batubara sebagai bahan bakar.

4.2 Jenis-Jenis Bahan Bakar Padat

Beberapa jenis bahan bakar padat yang sering digunakan baik pada industri-industri maupun rumah tangga adalah seperti kayu bakar, arang kayu, sekan, cangkang kelapa sawit, dan batubara. Penggunaannya tergantung kepada jenis kebutuhan masing-masing. Di samping penngunaan bahan bakar cair dan gas yang sangat popular saat ini, bahan bakar padat juga masih banyak digunakan, terutama apabila pemilihannya karena keharusan memilih bahan bakar padat dan tidak tidak dapat menggunakan bahan bakar cair dan padat.

4.2.1 Kayu Bakar

Kayu bakar merupakan salah satu contoh bahan bakar padat tradisional yang penggunaannya saat ini jarang digunakan. Hal ini disebabkan semakin banyaknya jenis bahan bakar yang penggunaannya lebih efisien dan mudah didapat dibanding kayu bakar.

Kayu bakar mempunyai keuntungan dari sisi ekonomi dan tingkat keamanan dalam proses penggunaannya

Dalam dunia industri, penggunaannya hampir tidak dapat kita jumpai. Ketersediaan menjadi alasan utamanya. Lebih banyak kepada penggunaan dalam kehidupan rumah tangga daerah perdesaan.

(47)

banyaknya kadar air W dalam kayu. Biasanya untuk kayu bakar, nilai kalornya adalah 14.000 kJ/kg sampai 17.000 kJ/kg. jika W diketahui,

Q= (4400-50W) kkal/kg

Gambar 4.1 Kayu Bakar

4.2.2 Sekam

Sekam merupakan limbah dari penggilingan padi. Jumlahnya adalah 20%-23% dari jumlah gabah. Sekam dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti bahan baku industri, pakan ternak, dan energi. Ditinjau dari komposisi kimiawinya, sekam mengandung beberapa unsur penting.

Kadar air 9,02%

Protein kasar 3,03%

Lemak 1,18%

Serat kasar 35,68%

Abu 17,71%

Karbohidrat kasar 33,71 %

(48)

Untuk itu, dari penelitian yang banyak dilakukan, sekam dijadikan arang sekam yang dibuat jadi briket untuk meningkatkan kemampuan bakarnya. Briket arang sekam dibuat melalui cara, sekam dijadikan arang lalu kemudian dijadikan briket.

Gambar 4.2 Briket Arang Sekam

Pembuatannya biasanya dilakukan melalui cerobong, yang diisi sekam, lalu dibakar. Sekam yang telah menjadi arang didinginkan dengan memberikan perekat.

Nilai kalor pada briket arang sekam adalah 3.300 kkal/kg, rapatan jenis 125 kg/m³. Nilai kalor ini cukup untuk penggunaan dalam kebutuhan rumah tangga. Jika kita tinjau untuk pemakaian laboratorium, briket ini tidak begitu dilirik untuk digunakan mengingat nilai kalor yang rendah, sedangkan untuk proses pembakaran pada laboratorium foundry membutuhkan nilai kalor yang besar karena biasanya akan melakukan peleburan logam-logam.

Tabel 4.1 Kualitas Arang Sekam

Komponen mutu arang Nilai

Kadar air sekam (%) 10,05

Arang sekam (%) 75,45

Kadar air arang sekam (%) 7,35

Kadar abu sekam (%) 1

Waktu pembuatan (jam) 2

Kapasitas pembakaran (kg/jam) 15

(49)

karena menggunakan dapur crucible dengan tungku grafit, memakan waktu yang lama untuk melakukan proses peleburan sehingga akan membutuhkan jumlah briket yang sangat banyak pula.

4.2.3 Cangkang Kelapa Sawit

Kelapa sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa sawit mengandung kurang lebih 80 % pericarp dan 20 % yang di lapisi dengan cangkang. Cangkang merupakan bagian paling keras pada komponen yang terdapat pada kelapa sawit. Saat ini pemanfaatan cangkang sawit di berbagai industri pengolahan minyak CPO belum begitu maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku, jika dibandingkan dengan tempurung kelapa, tempurung kelapa sawit memiliki banyak kemiripan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada kadar abu (ash content) yang biasanya mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan oleh tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit.

Buah kelapa sawit selain mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, juga mempunyai keuntungan dari cangkang buahnya tersebut. Cangkang sebagai limbah dari PKS (Pabrik Kelapa Sawit) dapat juga dimanfaatkan sebagai alternatif bahan bakar.

Gambar 4.3 Cangkang Kelapa sawit

Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri, usaha dan rumah tangga. Beberapa diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif, asap cair, fenol, briket arang, dan tepung tempurung. Selain itu, cangkang kelapa sawit memilki kegunaan sebagai:

(50)

3. Bahan campuran untuk makanan ternak.

4. Cangkang sawit dipakai sebagai pengeras jalan/pengganti aspal,

khususnya di perkebunan sawit.

Gambar 4.3 Diagram Kegunaan Cangkang Kelapa Sawit

Cangkang kelapa sawit memiliki karakteristik sebagai berikut: Tabel 4.2 Karakteristik Cangkang Sawit

Parameter Jumlah

Kadar air Kadar abu

Kadar yang menguap Kadar karbon

Heating value

7,8 % 2,2 % 69,5 % 20,5 % 20.093 kJ/kg

(51)

sering kita jumpai pada pabrik-pabrik kelapa sawit sebagai bahan bakar boiler pabrik itu sendiri.

Untuk dapur crucible, pemakaian cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar memang dapat kita lakukan mengingat heating value dari cangkang yang cukup tinggi, serta kandungan air yang tidak terlalu banyak. Kadar karbon yang cukup tinggi juga membantu dalam proses pembakaran. Hanya saja, jika memakai bahan bakar ini, akan memakan biaya yang cukup banyak. Pasalnya, memperoleh cangkang kelapa sawit yang telah menjadi briket tidak bisa kita dapatkan dalam jumlah yang sedikit. Sementara, pada laboratorium foundry, biaya menjadi pertimbangan yang sangat penting.

Untuk itu, dalam pembuatan dapur crucible ini tidak menggunakan cangkang kelapa sawit sebagai bahan bakar.

4.2.4 Tempurung Kelapa

Tempurung kelapa atau sering kita sebut batok kelapa, merupakan salah satu contoh bahan bakar padat. Jika kita lihat penggunaannya sebagai bahan bakar padat, lebih kepada kebutuhan memasak. Sebab, tempurung kelapa biasanya dijadikan arang.

Gambar 4.4 Tempurung

Selain digunakan sebagai bahan bakar, tempurung juga dapat dijadikan asap cair yang nantinya akan dibuat sebagai pengawet makanan pengganti formalin.

Sebagaimana cangkang kelapa sawit, tempurung kelapa juga dijadikan sebagai briket untuk bahan bakar. Briket tempurung kelapa meiliki karkteristik sebagai berikut (Sumber :http//www.pdii.lipi.go.id):

Kadar air (moisture content) 7.8 %

(52)

Kadar material yang menguap 80.80%

Karbon (fixed carbon) 18.80%

Heating Value 6000 kkal/kg

Karena termasuk golongan kayu keras, tempurung kelapa secara kimiawi memiliki komposisi kimia yang hampir mirip dengan kayu yang tersusun dari lignin, cellulose, dan hemicellulose,

Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian sebelah dalam sabut dengan ketebalan berkisar antara 3–6 mm. Tempurung kelapa dikategorikan sebagai kayu keras tetapi mempunyai kadar lignin yang lebih tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar enam sampai sembilan persen (dihitung berdasarkan berat kering) dan terutama tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa.

Untuk itu, penulis tidak memilih cangkang kelapa sebagai bahan bakar pada pembuatan dapur crucible ini dengan pertimbangan hal-hal di atas.

4.2.5 Batubara

Batubara merupakan batuan yang dapat terbakar yang terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.

(53)

sudah dipahami dan dipelajari secara luas, sehingga teknologi batubara bersih dapat dikembangkan dan diaplikasikan.

Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan).

Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap dimana sisa-sisa tumbuhan yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi reduksi di daerah rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada kedalaman 0,5 – 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus. Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut.

Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi, kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari gambut. Pada tahap ini prosentase karbon akan meningkat, sedangkan prosentase hidrogen dan oksigen akan berkurang. Proses ini akan menghasilkan batubara dalam berbagai tingkat kematangan material organiknya mulai dari lignit, sub bituminus, bituminus, semi antrasit, antrasit, hingga meta antrasit.

Gambar 4.5 Batu Bara

Batubara terbentuk hampir seluruhnya berasal dari tumbuhan. Unsur-unsur pembentuknya adalah alga, silofita, pterodifa, Gimnosfirmae, dan angiosparmae.

4.2.5.1 Klasifikasi Batubara

(54)

1) Antracit merupakan batubara tertua jika dilihat dari sudut pandang

geologi, yang merupakan batubara keras, tersusun dari komponen utama karbon dengan sedikit kandungan bahan yang mudah menguap dan hampir tidak berkadar air. Peringkat teratas batu bara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran. Anthracite coal berbentuk padat (dense), batu-keras dengan warna jet-black berkilauan (luster) metallic, mengandung antara 86% – 98% karbon dari beratnya, terbakar lambat, dengan batasan nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap.

2) Bituminous/subbituminous coal, Karakteristiknya ialah mengandung

86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk padat., terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Sedangkan Sub-bituminous coal mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien.

3) Lignit, berupa batu bara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari

(55)

Batubara yang umum digunakan, contohnya pada industri di India adalah batubara bituminous dan sub-bituminous. Pengelompokan batubara India berdasarkan nilai kalornya adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Pengelompokan batubara

Kelas Kisaran Nilai Kalor

Batubara kelas D, E dan F biasanya tersedia bagi industri India.

Komposisi kimiawi batubara berpengaruh kuat pada daya pembakarannya. Sifat-sifat batubara secara luas diklasifikasikan kedalam sifat fisik dan sifat kimia.

4.2.5.2 Sifat fisik dan kimia batubara

(56)

Tabel 4.4 GCV untuk berbagai jenis batubara

Parameter Lignit

(Dasar

*GCV (Nilai kalor kotor/gross calorific value) lignit pada ‘ as received basis’ adalah 2500 – 3000

4.2.5.3 Analisis batubara

Terdapat dua metode untuk menganalisis batubara: analisis ultimate dan analisis proximate. Analisis ultimate menganalisis seluruh elemen komponen batubara, padat atau gas dan analisis proximate meganalisis hanya fixed carbon, bahan yang mudah menguap, kadar air dan persen abu. Analisis ultimate harus dilakukan oleh laboratorium dengan peralatan yang lengkap oleh ahli kimia yang trampil, sedangkan analisis proximate dapat dilakukan dengan peralatan yang sederhana.

1. Penentuan kadar air

Penentuan kadar air dilakukan dengan menempatkan sampel bahan baku batubara yang dihaluskan sampai ukuran 200-mikron dalam krus terbuka, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 108 +2 °C dan diberi penutup. Sampel kemudian didinginkan hingga suhu kamar dan ditimbang lagi. Kehilangan berat merupakan kadar airnya.

2. Pengukuran bahan yang mudah menguap (volatile matter)

(57)

3. Pengukuran karbon dan abu

Tutup krus dari uji bahan mudah menguap dibuka, kemudian krus dipanaskan dengan pembakar Bunsen hingga seluruh karbon terbakar. Abunya ditimbang, yang merupakan abu yang tidak mudah terbakar. Perbedaan berat dari penimbangan sebelumnya merupakan fixed carbon. Dalam praktek, Fixed Carbon atau FC dihitung dari pengurangan nilai 100 dengan kadar air, bahan mudah menguap dan abu.

4. Analisis proximate

Analisis proximate menunjukan persen berat dari fixed carbon, bahan mudah menguap, abu, dan kadar air dalam batubara. Jumlah fixed carbon dan bahan yang mudah menguap secara langsung turut andil terhadap nilai panas batubara. Fixed carbon bertindak sebagai pembangkit utama panas selama pembakaran. Kandungan bahan yang mudah menguap yang tinggi menunjukan mudahnya penyalaan bahan bakar. Kadar abu merupakan hal penting dalam perancangan grate tungku, volum pembakaran, peralatan kendali polusi dan sistim handling abu pada tungku.

5. Heating Value

Adalah jumlah panas yang dilepaskan selama pembakaran dalam jumlah

tertentu itu. Nilai kalor merupakan karakteristik untuk setiap zat. Hal ini diukur

dalam satuan energi per unit substansi, biasanya massa, seperti: kkal / kg, kJ / kg,

J / mol, Btu / m³. nilai Pemanasan umumnya ditentukan dengan menggunakan

sebuah kalorimeter. Untuk menentukan jenis batubara, digunakan klasifikasi

American Society for Testing and Material (ASTM, 1981, op cit Wood et al.,

1983) Klasifikasi ini dibuat berdasarkan jumlah karbon padat dan nilai kalori

(58)

(adb) menjadi dry, mineral matter free (dmmf) maka digunakan Parr Formulas

(ASTM, 1981, op cit Wood et al., 1983) :

Tabel 4.5 Klasifikasi batubara berdasarkan tingkatnya (ASTM, 1981, op cit Wood

et al., 1983)

Calorific Value Limits BTU per pound (mmmf)

2.Anthracite 92 98 2 8

3.SemianthraciteC

86 92 8 14

II Bituminous

1.Low volatile

bituminous coal 78 86 14 22

2.Medium volatilebituminous

coal

69 78 22 31

3.High volatile A

bituminous coal 69 31 14000

D

C coal 8300 9500 nonagglomerating

IV. Lignite 1.Lignite A 6300 8300

1.Lignite B 6300

(59)

Ukuran batubara diperkecil dengan penggilingan /crushing dan penghancuran/pulverizing. Penggilingan awal batubara ekonomis digunakan untuk unit yang lebih kecil, terutama untuk unit stoker-fired. Pada sistim handling batubara, penggilingan dilakukan untuk batubara dengan ukuran diatas 6 atau 4 mm. Peralatan yang umum digunakan untuk penggilingan adalah rotary breaker, roll crusher dan hammer mill.

Sebelum penggilingan, batubara sebaiknya diayak terlebih dahulu, sehingga hanya batubara yang kelebihan ukuran yang diumpankan ke penggiling, sehingga dapat mengurangi konsumsi daya pada alat penggiling. Hal -hal praktis yang direkomendasikan pada penggilingan batubara adalah:

- Penggunaan ayakan untuk memisahkan partikel kecil dan halus untuk menghindarkan terbentuknya partikel yang sangat halus pada penggilingan.

- Penggunaan pemisah magnetis untuk memisahkan potongan besi dalam batubara yang dapat merusak alat penggiling.

Tabel 4.6 Ukuran batubara yang tepat untuk berbagai jenis sistim pembakaran

No. Jenis Sistim Pembakaran Ukuran (dalam mm)

1. Hand Firing

3. Pulverized Fuel Fired 75% dibawah 75 mikron*

4 Fluidized bed boiler < 10 mm

(60)

Tabel 4.7 Perbandingan Heating Value Bahan Bakar

Bahan Bakar

(61)

Hydrogen 13.000

( W Rose Cooper dan JR (eds) (1977) Data Teknis Bahan Bakar, edisi 7, Inggris Komite Nasional, Konferensi Energi Dunia, London.)

4.5 Jumlah Bahan Bakar yang Digunakan untuk Peleburan Aluminium

Maka jumlah bahan bakar yang dibutuhkan adalah dari jumlah kalor yang terserap dan kalor yang terbuang dibagi dengan kandungan energi per massa bahan bakar (HHV), yaitu :

mbb =

dimana : Qt1(Qtot) = kalor yang terpakai selama proses peleburan

Qt1 = QA+QB+QC

Qt2(Qterbuang) = Kalor yang terbuang selama peleburan

Qt2 = Q2 + Q3 + Q4

4.5.3 Kalor Untuk Melebur Aluminium (

Kalor yang dibutuhkan untuk meleburkan alumunium meliputi:

a) QA yaitu kalor yang menaikkan temperature Alumunium padat dari

27°C suhu kamar hingga mancapai titik peleburan Alumunium (660°C) b) QB yaitu kalor yang berubah fasa Alumunium padat menjadi cair (kalor

(62)

c) QC yaitu kalor untuk menaikkan temperature alumunium cair dari 660°C

ke temperature penuang 750°C.

Maka kalor yang dibutuhkan adalah:

= QA + QB + QC

Δt1 = parbedaan suhu dari titik cair alumunium dengan suhu kamar

= (660-27)°C

h = panas latent alumunium .….(lit 6 hal 680)

= 95 kkal/kg

CP2 = panas jenis alumunium cair ….(lit 5 hal 581)

= 0,26 kkal/kg°C

Δt2 = perubahan suhu dari temperature penuangan titik cair

= (750-660)°C

= 90°C

Maka kalor untuk melebur alumunium sebesar :

= (50 × 0,125 × 663) + (30 x 95) + (50 × 0,26 × 90)

= 6163,75 kkal

= 25887,75 kJ

4.5.3.1 Kalor Yang Diserap Batu Tahan Api (Q2)

Kalor yang diterima bata selama proses peleburan dapat dihitung dengan:

Q2 = mb . CP3 . dt

Dimana :

(63)

CP3 = panas jenis batu bata ….….(lit 5 hal 585)

= 0,84 kkal/kg°C

dt = perubahan suhu di batu bata

= suhu rata-rata batu tahan api bagian luar adalah :

= (27+45) / 2

= 36°C

Suhu rata-rata batu tahan api bagian dalam adalah:

= (620 + 36) / 2

= 328°C

Dengan demikian maka perubahan suhu (dt) yang terjadi adalah :

= 328 – 27

= 301°C

Massa batu tahan api menerima panas adalah :

(64)

Sehingga banyaknya panas yang diserap batu bata adalah :

Q2 = 562,668. 301 . 0,84

= 71135,016 kkal

= 597534.142 kJ

4.5.3.2 Panas Yang Diserap Dinding Plat Luar (Q3)

Bidang yang mengalami perubahan suhu pada bidang dinding luar ini sama dengan yang dialami batu tahan api.

Maka besarnya kalor yang diserap oleh dinding plat luar adalah:

Q3 = mpl. CP4 . dt

massa plat yang mengalami perubahan suhu adalah :

(65)

Suhu pada plat yang tertinggi adalah 45°C,

Maka suhu rata-rata yang dialami dinding plat adalah :

(45 + 27) / 2 = 36°C

4.5.3.3 Panas yang Diserap Cawan Lebur (Q4)

Cawan lebur adalah bagian yang paling besar mengalami perubahan suhu. Besarnya kalor yang diserap cawan lebur ini adalah :

(66)

Q4 (kalor pembakaran) 35253,822 > Q1 (kalor yang dibutuhkan untuk

melebur alumunium) 25887,75. Dapat disimpulkan bahwa kalor yang dihasilkan dapur crucible telah memenuhi untuk melebur 50 kg paduan alumunium.

Banyaknya kalor total adalah jumlah dari keseluruhan kalor yang terserap oleh bahan dapur yaitu :

= Q2 + Q3 + Q4

= (25887,75+ 597534.142 + 768626 + 35253,822) kJ

= 1401413,96 kJ

4.5.3.4 Laju Aliran Panas ke Dinding Samping (q1)

Laju aliran panas ke dinding samping harus diperkecil semaksimal mungkin, agar tidak banyak panas yang terbuang. Cara memperkecil laju aliran yang besar adalah dengan memakai alat penyekat yang baik. Alat penyekat yang baik tergantung pada jenis penyekat dan ketebalannya. Semakin kecil konduktivitas dan semakin besar ketebalan panas yang akan diisolasi akan semakin baik. Proses perpindahan panas adalah secara konduksi dan konveksi.

Batu tahan api

Cawan lebur Konveksi

Konduksi

Radiasi

Konduksi

(67)

Perpindahan panas meliputi :

a) perpindahan panas secara konduksi dari sumber panas ke dinding

bata.

b) Perpindahan panas secara konduksi dari dinding bata ke plat baja. c) Perpindahan panas secara radiasi dari dinding plat ke udara bebas.

Maka besar perpindahan kalor yang terjadi pada dinding dapur adalah:

q =

Dimana :

T1 = temperature ruang bakar

= 755°C

T2 = temperature luar ruang bakar

= 27°C

r1 = jari-jari dalam batu

= 0,25 m

r2 = jari-jari luar batu

(68)

r3 = jari-jari luar dinding

h0 = koefisien perpindahan panas konveksi

koefisien perpindahan panas konveksi dapat dicari dengan rumus:

h0 = Nu. k/d ………….…….….(lit 5 hal 261)

Dimana : Nu = bilangan nusselt

d = diameter silinder plat

= 0,9 m + 0,05 m

= 0,905 m

k = konduktivitas thermal udara

konduktivitas thermal udara bergantung pada suhu,

suhu film (tf) = (tp + tI) / 2

= (45 + 27) / 2

= 36°C

Maka sifat-sifat udara pada 36°C adalah:

a) Koefisien suhu konduktivitas thermal (β) = 1/tf

= 1/36°C

= 1/305°K

(69)

b) Viskositas kinematika (v)

= 1666 . 10-5 (m2/s)

c) Konduktivitas thermal (k) = 0,02692 (w/m°C)

d) Bilangan prandal (pr)

=0,70602 ………….….(lit 5 hal 589)

Bilangan nusselt dapat dicari dengan rumus :

Nu1/2 = 0,825 + …….….(lit 5 hal 303)

Jika 10-1<Gr . Pr. < 10-12

Gr . Pr = . Pr …….….(lit 5 hal 229)

=

= 0,1073.1010

Maka :

Nu1/2 = 0,825 +

= 11,204

Maka bilangan nusselt : Nu = 125,536

Maka :

h0 = 125,536 × 0,02692/0,905

(70)

maka :

q =

` =

=

q =2388,45 W

q = 8594,42

4.5.3.5 Panas yang Terbuang Melalui Lubang Cawan Pelebur ( q2 )

Panas yang keluar melalui lubang cawan pelebur keluar secara konveksi.

q2= h2.Adt

Dimana:

h2 = koefisien perpindahan panas konveksi

h2 dapat dicari dengan rumus

h2 = k.Nud ……….( lit 5 hal 261 )

Dimana:

k = konduktivitas thermal udara

Nud = Bilangan Nusselt

Sifat udara pada suhu 755 oC atau 1028 K dari literature 5 hal 589 dapat diketahui antara lain:

(71)

α = 1,754 x 10 -4 m2 /detik

μ = 4,251 x 10-5 kg/m.s k = 0,0701 W/m oC

pr = 0,703

untuk mencari bilangan Nusselt dapat dicari dengan rumus :

Nudh = 0,023 [ 1+ ( Dh / 1 ) 0.7 ] Redh 0,8.pr0,3…..(lit 5 hal 283)

Dimana :

Redh = ρ.v.Dh /μ

Karena v = 5m /detik ( ditentukan )

Maka:

Redh = 0,388 x 5 x

= 22823,52

Sehingga alirannya adalah turbulen

Nudh = 0,023 [ 1 + (0,5 / 1)0,7].[22823,52]0,8.[0,703]0,33

= 101,446

Maka:

h2 = 0.0701 x 101,446

= 7,112 W/ m o C

A = Luas permukaan lubang cawan pelebur

= π / 4 d2

= π / 4. (0,284)2

(72)

dt = 755 – 27

= 728 oC

q2 = 7,112 W/ m20C x 0,0633 m2 x 728 oC

= 327,738 W

=1376,499 kJ/jam

Banyaknya laju aliran kalor yang terbuang dalam proses peleburan ini adalah :

= q1 + q2

= (4562,552 + 1376,49) kJ/jam

= 5939,042 kJ/jam

4.6 Waktu Peleburan

Untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan untuk dapat meleburkan 50 kg alumunium dalam dapur pelebur ini maka harus mengetahui berapa besar laju aliran panas ke cawan lebur dapat dicari dengan rumus :

Konduksi

(73)

q3 =

(

T2 T1

)

x kA

……….…….(lit.5 hal 26)

Dimana: K = konduktivitas cawan lebur

= 43 W/ m oC

A = Luas permukaan cawan lebur

=2.π.r2

=2.π.(0,3)2

= 0,14 m2

T1 = Suhu bagian dalam cawan

= 750 oC

T2 = Suhu bagian luar cawan

= 755 0C

Δx = ketebalan cawan lebur

= 0,028 m

Maka :

q3 =

q3 =

q3 = 3002,65 Watt

q3 = 10809,45kJ/Jam

(74)

yang dibutuhkan logam alumunium untuk dapat melebur dengan laju aliran kalor yang diterima oleh cawan lebur,yaitu:

t =

Dengan didapatinya waktu peleburan maka banyaknya kalor yang terbuang selama proes peleburan dapat diperoleh dengan :

Qterbuang = qt . t

= 5939,042 kJ/Jam x 2,4 Jam

= 14253,7 kJ

Maka jumlah bahan bakar yang dibutuhkan adalah perbandingan dari jumlah kalor yang terserap dan jumlah keseluruhan laju aliran kalor dengan jumlah kandungan energi per massa bahan baker (HHV), yaitu :

mbb =

dimana : Qt1 = kalor total yang terpakai selama peleburan

Qt2 = Kalor yang terbuang selama peleburan

(75)

Maka kebutuhan bahan bakar untuk melebur 1 kg alumunium adalah:

Kebutuhan bahan bakar = 48,2 Kg /50 kg

= 0.96 kg

4.7 Pemilihan Bahan Bakar

Dari jumlah total kalor yang dibutuhkan untuk melebur aluminium sebesar 1427301,714 kJ dibagi jumlah bahan bakar 50 kg aluminium, maka:

maka dipilih jenis bahan bakar yang digunakan adalah batubara jenis Antracit dengan Heating value 29600 kJ/kg. Dalam perancangan dan pembuatan Dapur Crucible untuk peleburan paduan aluminium dan paduan tembaga ini, bahan bakar yang digunakan adalah batubara.

Pemilihan ini dilakukan karena :

1. Cocok digunakan pada Laboratorium Foundry karena terjangkau dan

mudah didapat oleh mahasiswa

2. Heating Value 29600 kJ/kg. Sesuai dari hasil perhitungan jumlah kalor total dengan jumlah aluminium yang dilebur.

3. Nilai ekonomis. Harga yang lebih murah dibanding minyak dan gas.

4. Faktor keamanan

Hanya saja, dalam proses peleburan yang dilakukan, arang batubara akan menimbulkan asap dan abu yang cukup banyak. Selain itu, diperlukan alat bantu pembakaran untuk meniup api batubara.

4.8 Proses pembuatan dapur

(76)

4.8.1 Membuat dinding luar

Dinding luar yang dipakai dibuat dari baja karbon rendah denga7n panjang 2826mm dan lebar 800mm. Ketebalan dinding adalah 2,5 mm berbentuk plat datar.

Gambar 4.4 Plat dinding luar

(77)

Gambar 4.5 Dinding plat luar yang telah dilubangi

Plat dinding luar tersebut dirol untuk membentuknya menjadi silinder. Proses pengerolan dilakukan dengan menggunakan mesin rol.

Gambar 4.6 Proses pengerolan plat dinding luar

(78)

Gambar 4.7 Dinding plat luar yang telah berbentuk silider

4.8.2 Menyusun Batu Tahan Api

Setelah dinding plat luar terbentuk dengan sempurna, maka tahap selanjutnya adalah meletakkan dinding luar tersebut pada tempat yang akan kita tentukan sebagai tempat untuk membangun dapur crucible tersebut .

Kemudian kita mengisi dinding luar tersebut dengan batu tahan api sesuai perencanaan dengan ketentuan :

Tebal alas dapur : 200 mm

Tebal dinding dapur : 200 mm

Diameter dapur : 900 mm

Diameter ruang bakar : 500 mm

Tinggi ruang bakar : 600 mm

Diameter lubang burner : 170 mm

Namun perlu diingat untuk menyisakan sebuah lubang dengan ukuran diameter 170 mm sebagai tempat masuk blower pada bagian samping.dan menyusun tiga buah batu tahan api pada bagian tengah ruang bakar yang berfungsi sebagai penumpu cawan.

(79)

Gambar 4.8 Penyusunan batu tahan api kedalam dinding silinder

4.8.3 Bahan Pengikat

Dalam hal ini digunakan bahan pengikat semen tahan api. Bahan pengikat berfungsi untuk mengikat batu tahan api serta untuk menutup celah yang terjadi dari penyusunan batu bata yang dapat mengakibatkan terbungnya panas dari celah-celah tersebut. Bahan pengikat yang dipakai ini adalah semen tahan api yang tahan terhadap suhu tinggi. Ketahanan temperatur dari semen tahan api ini

adalah 1400 oC. Semen ini dicampur dengan air dan pasir silica dengan

perbandingan Air : Pasir : Semen Tahan Api = 1 : 2 : 3…………..( lit 6 hal 513 )

4.8.4 Pengecatan dinding luar

Gambar

Tabel 2.1 Berat jenis beberapa jenis logam
Gambar 2.1 Diagram fasa tembaga
Tabel 2.3. Sifat-sifat paduan Al-Cu-Mg
Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Cu-Mg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul: “Upaya Meningkatkan

of experiments are presented in a graph, showing the profile of pH and alkalinity, the growth of microorganisms , the degradation of organic substances ,

Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah kerjasama antar tim pengabdian kepada masyarakat Universitas Balikpapan

Hal ini dilakukan merupakan usaha untuk menyadarkan masyarakat bahwa Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki peran dalam mengentaskan kemiskinan melalui pengelolaan

Mencegah masuknya sampah dari kegiatan Waduk Sunter Selatan Barat Selama Pengerukan o DPU DKI (PIU) * KLH Jakut e KLHakut masyarakat di sekitar Waduk Sunter Selatan

Hasil penelitian menunjukan bah- wa dengan adanya kolam dasar bu- atan pada kolam berpengaruh nya- ta terhadap biomasa lele masamo, Penggunaan 1,5x luas dasar kolam buatan dan 2x

lepas.Oleh karena itu sangat menarik jika daerah penelitian dilakukan dari palung Jawa (Samudera Indonesia) sampai dengan pantai Utara Jawa Tengah dan Timur dengan

Persediaan adalah merupakan komponen penting dalam proses bisnis, hal ini dikarenakan berhubungan dengan kegiatan operasional perusahaan dan mendukung aktivitas