GAMBARAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PENTINGNYA
AKTIVITAS FISIK DI RSUP H.ADAM MALIK
OLEH :
PUTRI JUNITA S.
070100017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENDERITA
DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PENTINGNYA
AKTIVITAS FISIK DI RSUP H.ADAM MALIK
KARYA TULIS ILMIAH
OLEH :
PUTRI JUNITA S.
070100017
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
Gambaran Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik Di RSUP H. Adam Malik Nama : PUTRI JUNITA S.
NIM : 070100017
Pembimbing Penguji I
(dr.Syafrizal Nasution, Sp. PD) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) Nip: 196805 252000 31001 Nip: 196906 0919990 32001
Penguji II
(dr. Aliandri, Sp. THT-KL) Nip: 196603 092000 121
Medan, Desember 2010 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Terdapat 4 pilar pengelolaan yang penting dalam menangani penyakit Diabetes Melitus yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis. Di antara 4 pilar pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan oleh penderita Diabetes Melitus. Ini bisa disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode deksriptif dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi yaitu sebanyak 100 orang. Setiap responden akan diberikan kuesioner tentang pengetahuan dan tindakan mengenai aktivitas fisik. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dari setiap responden.
Setelah dilakukan penelitian, diperoleh data dari 100 responden mengenai gambaran pengetahuan dan tindakan mengenai pentingnya aktivitas fisik. Hasil rata untuk gambaran pengetahuan adalah cukup sebanyak 54% dan hasil rata-rata gambaran tindakan yang melakukan aktivitas fisik adalah sedang sebanyak 70%. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa informasi atau pengetahuan yang kurang dapat menjadi faktor terhambatnya proses pikir seseorang dalam pemahaman dan pelaksanaan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang aktivitas fisik dan manfaatnya dalam menangani dan mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 2.
ABSTRACT
There are important pillars of management in treating Diabetes Mellitus disease namely: counseling, education of food plan, physical activity, and pharmacology intervention. Of the 4 pillars of management, physical activity is most frequently neglected by any patient with Diabetes Mellitus. It maybe caused by many of them who unrecognized the importance of physical activity that failed to apply it in daily life or due to the lack of obedience to apply the physical activity.
The present study used a descriptive method and the samples were taken by using consecutive sampling method in which all the subjects who present at Endocrinology Polyclinic RSUPHAM and met the inclusion or exclusion criterion will be involved in the study until the required subjects met of 100 persons. Any respondent will be provided with questionnaire of both knowledge and intervention of physical activity. Then, data will be analyzed based on the respondents.
After completed the study, the data were collected from 100 respondents of their knowledge and intervention of physical activity. The average result of knowledge is enough of 55%, whereas the aerage result of respondents who applied physical activity is moderate 70%.
Based on the result of the study, it can be known that the lack of information or knowledge can be factor of delaying a thinking process of someone in understanding and implementation of physical activity in daily life. Therefore, it is required to provide counseling of physical activity and the importance in treating and avoiding complication of DM type 2.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahas Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya sajalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Gambaran
Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik di RSUP H.Adam Malik”. Karya tulis ilmiah ini
merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedoteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD KGEH selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. dr. Syafrizal, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan KTI ini
3. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku dosen penguji I serta dr.Aliandri,
Sp.THT-KL selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji,
memberikan masukan dan saran kepada penulis.
4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD, Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan.
5. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan
kesempatan serta sarana untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
6. Seluruh dokter, PPDS, dan suster di Poliklinik Endokrinologi RSUP
H.Adam Malik yang bersedia membantu selama melakukan penelitian.
7. Seluruh dosen-dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
8. Kuidah Malem Sembiring dan Dk.Katarina Sitepu selaku orang tua
penulis, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam
9. Seluruh keluarga milala terutama kakak-kakak yang saya sayangi, Afika
Onarina, Anneke Dahnita, Elysa Apriani, Ardian Emedinta, dan Violetta
yang selalu memberikan motivasi dan terus berdoa agar saya dapat
menyelesaikan penelitian ini.
10. Bondanjoandre yang terus memberikan semangat dan doa kepada saya
supaya dapat menyelesaikan penelitian ini tepat waktu.
11. Sahabat saya, Sandra Tampubolon yang setia menemani dan selalu
memberikan semangat selama melakukan penelitian ini.
12. Sahabat-sahabat saya khususnya kelompok praktikum A2, Mina Umra,
Wika Erzarina, Stefani, Prima, Arni, Novrita, Paulina, dan lain sebagainya
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan banyak
motivasi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang KTI.
13. Sahabat saya Popy Paramitha, Yusuf, dan Mahdi yang selalu bersama
melakukan diskusi KTI.
14. Sahabat saya Ayunda, Salsalina, Laura, Marintan, dan Febrina atas
dukungan dan hiburannya selama psoses penyelesaian karya tulis ilmiah.
15. Sahabat saya, Astri, Lisa, Meisy, Revi, dan Nanda yang tergabung dalam
K.M.K.M, yang selalu mendukung saya.
Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis
Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca.
Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…... i
ABSTRAK………... ii
ABSTRACT……….. iii
KATA PENGANTAR………... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL……….. viii
DAFTAR LAMPIRAN……… ix
BAB 1 PENDAHULUAN... 1
1.1LatarBelakang………..…………1
1.1 Rumusan Masalah……….…..2
1.2 Tujuan Penelitian………2
1.3 Manfaat Penelitian………..3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4
2.1 Pengertian Diabetes Melitus…... 4
2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus... 4
2.3 Patofisiologi DM tipe 2... 5
2.4 Komplikasi dan Dampak DM pada Sistem Organ... 6
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan DM di Indonesia... 7
2.6 Aktivitas Fisik... 9
2.6.1 Pengertian Aktivitas Fisik... 12
2.6.2 Aktivitas Fisik pada DM tipe 2... 12
2.7 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)……….………….... 13
2.8 Perilaku... 20
2.8.1 Pengertian Perilaku... 20
2.8.2 Konsep Perilaku... 20
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 25
3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 25
BAB 4 METODE PENELITIAN……… 28
4.1 Jenis Penelitian... 28
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 29
4.3 Populasi dan Sampel ... 29
4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20
4.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas………. 30
4.5 Pengolahan dan Analisa Data... 31
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 32
5.1 Hasil Penelitian... 32
5.1.1 Deksripsi Lokasi Penelitian………. 32
5.1.2 Deksripsi Karakteristik Responden... 32
5.1.3 Deksripsi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan... 35
5.1.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Pengetahuan…... 36
5.1.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Tindakan………. 37
5.2 Pembahasan………... 37
5.2.1 Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik……… 37
5.2.2 Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik………... 38
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...……….. 40
6.1 Kesimpulan………. 40
6.2 Saran………... 41
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 2.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 5.1
Tabel 5.2
Tabel 5.3
Tabel 5.4
Nilai MET (metabolic energy turnover) dari sejumlah
aktivitas fisik yang sering dilakukan
Hasil Uji Validitas
Hasil Uji Reliabilitas
Distribusi Karakteristik Penderita Diabetes Melitus
Distribusi Jawaban Responden
Distribusi Gambaran Pengetahuan Penderita Diabetes
Melitus Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik
Distribusi Gambaran Tindakan Penderita Diabetes
Melitus Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik
15
31
32
33
35
36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul
1
2
3
4
Daftar Riwayat Hidup
Kuesioner Pengetahuan dan Tindakan
Informed Consent
Surat Izin Penelitian
ABSTRAK
Terdapat 4 pilar pengelolaan yang penting dalam menangani penyakit Diabetes Melitus yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis. Di antara 4 pilar pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan oleh penderita Diabetes Melitus. Ini bisa disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode deksriptif dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi yaitu sebanyak 100 orang. Setiap responden akan diberikan kuesioner tentang pengetahuan dan tindakan mengenai aktivitas fisik. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dari setiap responden.
Setelah dilakukan penelitian, diperoleh data dari 100 responden mengenai gambaran pengetahuan dan tindakan mengenai pentingnya aktivitas fisik. Hasil rata untuk gambaran pengetahuan adalah cukup sebanyak 54% dan hasil rata-rata gambaran tindakan yang melakukan aktivitas fisik adalah sedang sebanyak 70%. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa informasi atau pengetahuan yang kurang dapat menjadi faktor terhambatnya proses pikir seseorang dalam pemahaman dan pelaksanaan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang aktivitas fisik dan manfaatnya dalam menangani dan mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 2.
ABSTRACT
There are important pillars of management in treating Diabetes Mellitus disease namely: counseling, education of food plan, physical activity, and pharmacology intervention. Of the 4 pillars of management, physical activity is most frequently neglected by any patient with Diabetes Mellitus. It maybe caused by many of them who unrecognized the importance of physical activity that failed to apply it in daily life or due to the lack of obedience to apply the physical activity.
The present study used a descriptive method and the samples were taken by using consecutive sampling method in which all the subjects who present at Endocrinology Polyclinic RSUPHAM and met the inclusion or exclusion criterion will be involved in the study until the required subjects met of 100 persons. Any respondent will be provided with questionnaire of both knowledge and intervention of physical activity. Then, data will be analyzed based on the respondents.
After completed the study, the data were collected from 100 respondents of their knowledge and intervention of physical activity. The average result of knowledge is enough of 55%, whereas the aerage result of respondents who applied physical activity is moderate 70%.
Based on the result of the study, it can be known that the lack of information or knowledge can be factor of delaying a thinking process of someone in understanding and implementation of physical activity in daily life. Therefore, it is required to provide counseling of physical activity and the importance in treating and avoiding complication of DM type 2.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang
memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius karena dapat menimbulkan
komplikasi seperti : penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf.
Beberapa jenis DM terjadi karena interaksi yang kompleks dari lingkungan,
genetik, dan pola hidup sehari-hari. DM dibagikan kepada beberapa kelas yaitu
DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM kehamilan (ADA, 2005). Menurut
Estimasi International Diabetes Federation (IDF), terdapat 177 juta penduduk
dunia yang menderita Diabetes Melitus pada tahun 2002. Organisasi Kesehatan
Dunia World Health Organization (WHO), memprediksi data Diabetes Melitus
tersebut akan meningkat 300 juta dalam 25 tahun mendatang (Suyono, 2006).
Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) juga
mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita
diabetes terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. WHO
memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 paling banyak
dialami negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka
tertinggi untuk penderita Diabetes Melitus terutama tipe 2.
Di samping itu, masalah yang selalu timbul pada penderita DM adalah
cara mempertahankan kadar glukosa darah penderita supaya tetap dalam keadaan
terkontrol, yaitu dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar
pengelolaan DM terdiri dari 4 pilar, yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan
makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (Yunir,2006). Di antara 4 pilar
pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan
oleh penderita DM. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
1/3 penderita DM yang melakukan aktivitas fisik secara teratur. Ini bisa
disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui
pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan
sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.
Padahal aktivitas fisik merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM.
Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan
mencegah kematian prematur (Powers, 2005).
Sementara data mengenai sejauh mana gambaran pengetahuan dan
tindakan penderita Diabetes Melitus tipe 2 terhadap aktivitas fisik yang
sebenarnya, sampai saat ini belum ada. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk
mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes
Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, peneliti ingin
mengetahui, bagaimana gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes
Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di Poliklinik Endokrinologi
RSUPHAM?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
- Mengetahui gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes
Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam
Malik.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan
karakteristik (jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan)
- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan
- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan
lama menderita DM.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Terhadap lmu Pengetahuan
- Dapat menjadi data primer untuk penelitian selanjutnya.
2. Terhadap Instansi Kesehatan
- Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan data tentang
penderita Diabetes Melitus dalam rangka menyusun program
kesehatan selanjutnya dan upaya menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
3. Terhadap Penderita Diabetes Melitus
- Dapat mengukur sejauh mana pengetahuan dan tindakan para penderita
tersebut terhadap pentingnya aktivitas fisik.
4. Bagi peneliti
- Sebagai syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
(S1)
- Menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang
diperoleh selama proses perkuliahan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma kronik gangguan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi
insulin atau resistensi insulin pada jaringan (Dorland, 2002). Menurut American
Diabetic Association terdapat beberapa pembagian diabetes yaitu DM tipe 1, DM
tipe 2, DM tipe lain, dan DM kehamilan dengan mekanisme kejadian diabetes
yang berbeda. DM tipe 1 (juga disebut insulin dependent diabetes melitus atau
IDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, yang dapat berasal dari
reaksi autoimun, infeksi virus, dan mungkin faktor genetik (Schteingart, 2006).
Sedangkan DM tipe 2 (juga disebut non insulin dependent diabetes melitus atau
NIDDM) disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin yang
menyebabkan hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal
(Kahn, 2005). Kedua mekanisme ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel terutama pada organ yang menggunakan insulin untuk glukosa
transporternya (hati dan otot) yang menyebabkan peninggian kadar gula darah.
2. 2 Epidemiologi Diabetes Melitus
Transisi epidemiologi telah terjadi di Indonesia, hal ini terlihat dari data
SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) dari tahun 1986, 1997, dan tahun 2001
yang menunjukkan pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular
akut/infeksi ke penyakit menahun dan degeneratif (Handayani, 2007). Di antara
penyakit degeneratif, Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit degeneratif
yang tidak menular, yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes
Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia
pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150
juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah
itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Sedangkan di Indonesia, dengan
prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5
juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4
juta penderita (Suyono, 2006). Dari jenis Diabetes Melitus, kasus yang terbanyak
adalah Diabetes Melitus tipe 2 yang meliputi 90% dari populasi DM di Indonesia
(Handayani, 2007).
Diakui bahwa perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak
menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit-penyakit yang selama ini tidak
terdiagnosis dan terobati sekarang sudah banyak yang teratasi. Tetapi untuk
memperbaiki taraf kesehatan secara global, tidak dapat mengandalkan hanya pada
tindakan kuratif, karena penyakit-penyakit seperti Diabetes Melitus sebagian besar
komplikasinya dapat dicegah dengan tetap berperilaku pola hidup yang sehat
(aktivitas fisik yang teratur dan diet makanan) dan menjauhi pola hidup berisiko
(Suyono, 2006).
Dari kasus yang terdeteksi cukup tinggi, ternyata hanya 1/3 penderita DM
yang melakukan aktivitas fisik secara teratur (Handayani, 2007). Padahal aktivitas
fisik yang teratur merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM.
Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan
tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan
mencegah kematian prematur (Buse,2008).
2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2
Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan sebab
utama terjadinya DM tipe 2 sehingga Diabetes Melitus tipe 2 didefenisikan
sebagai gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa
hati, dan gangguan metabolisme lemak. Resistensi insulin menyebabkan
hati dan lemak), yang disebabkan oleh gangguan genetik, dan obesitas. Hal ini
menyebabkan tidak masuknya glukosa ke dalam organ dan peningkatan produksi
glukosa hati yang menyebabkan peninggian glukosa dalam darah (Schteingart,
2006).
Pada awalnya resistensi insulin masih belum bisa menyebabkan diabetes
secara klinis karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini
dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru
sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas
akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjaidnya
peningkatan kadar glukosa darah (Soegondo, 2006).
2.4 Komplikasi dan dampak Diabetes Melitus pada sistem organ
Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa
insidensi diabetes melitus (DM) meningkat menye luruh di semua tempat di bumi
kita ini, termasuk di Indonesia. Peningkatan insidensi diabetes melitus tersebut
tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik
diabetes melitus. Penderita DM yang kronis akan mengenai banyak sistem organ
dan bertanggung jawab atas angka kesakitan dan kematian. Komplikasinya
mencakup vaskular dan nonvaskular, komplikasi vaskular yang tersering adalah
penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati,
maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga
pembuluh darah tungkai bawah, sedangkan nonvaskular adalah infeksi dan
perubahan kulit (Hermawan, 2006).
Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal
merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Perubahan
dasar/disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot
polos pembuluh darah maupun pada sel messangial ginjal, semuanya
menyebabkan perubahan pada pertumbuhan, yang kemudian pada gilirannya akan
kadar gula darah pada penderita DM tidak terkontrol untuk jangka waktu yang
panjang karena tidak melakukan intervensi non farmakologis dan meminum obat
secara teratur (Waspadji, 2006).
Salah satu penyebab yang paling sering diabaikan penderita DM pada
intervensi non farmakologis adalah tidak melaksanakan aktivitas fisik
(Handayani,2007). Hal ini dapat disebabkan karena banyak penderita DM yang
tidak mengetahui pentingnya manfaat aktivitas fisik dalam menjaga kadar glukosa
darah atau banyak penderita DM yang tidak patuh dalam melakukan aktivitas fisik
tersebut.
2.5 Pencegahan dan penanggulangan Diabetes Melitus di Indonesia
Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4
dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, China dan
Amerika Serikat. Dari data Depkes Indonesia juga didapatkan bahwa jumlah
pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan
pertama dari seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, akan
dibentuk direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit
tidak menular (PTM) (Suyono, 2006).
Melihat permasalahan tersebut jika tidak diintervensi secara serius,
permasalahan diabetes akan bertambah besar sehingga akan sulit untuk
menanggulanginya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat dilakukan
oleh pemerintah saja, tetapi harus oleh semua pihak termasuk organisasi profesi
(PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADIA dan PEDI). Karena itu
Menkes menghargai dan menyambut baik setiap kegiatan dari berbagai organisasi
kemasyarakatan yang membantu pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi
masalah diabetes di Indonesia.
Mengingat jumlah pasien yang terus meningkat dan besarnya biaya
maka upaya yang paling baik adalah pencegahan (Suyono, 2006). Menurut WHO,
upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap, yaitu :
1. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes melitus pada individu
yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik,
penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.
Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran
adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat. Semua
pihak harus memprogandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup
berisiko. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat menghemat biaya. Oleh
karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya
terbatas (Suyono, 2006).
2. Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut
maupun jangka panjang. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa
darah harus selalu terkendali mendekati angka normal. Dalam upaya pengendalian
kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis terlebih dahulu
secara maksimal agar tidak terjadi resistensi insulin, misalnya dengan aktivitas
fisik, edukasi makanan, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat,
baik oral maupun insulin ( Suyono, 2006).
3. Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan yang
timbul akibat komplikasi. Pencegahan ini meliputi 3 tahap yaitu :
• mencegah timbulnya komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder
• mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ
• mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan
Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan
pendekatan nonfarmakologis, yaitu berupa perencanaan makanan/terapi nutrisi
atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes
belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi
farmakologis. Tujuan terapi untuk pasien diabetes adalah (1) mengurangi gejala
yang disebabkan hiperglikemi, (2) mengurangi komplikasi makrovaskular dan
non mikrovaskular dari DM dan (3) membuat pasien menjalani pola makan dan
gaya hidup yang normal. Untuk mencapai target ini maka dokter harus
mengindentifikasi target penurunan kadar gula darah untuk setiap pasien,
memberikan pengobatan yang sesuai, dan mengontrol ketat komplikasi yang
mungkin dialami pasien (Soegondo, 2006).
2.6 Aktivitas Fisik
2.6.1 Pengertian aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot
skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik terdiri dari
aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang melakukan
aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu satu dengan yang lain bergantung
gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan,
dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk
menjaga kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan
penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang. Berbagai tipe dan
jumlah aktivitas fisik sangat diperlukan untuk hasil kesehatan yang berbeda
(Kristanti, 2002).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut
latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara terstruktur
dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari. Dalam penelitian ini, kita akan
menilai aktivitas fisik sehari-hari dari penderita Diabetes Melitus tipe 2. Untuk
menilai aktivitas fisik, 4 dimensi utama yang menjadi fokus yaitu tipe, frekuensi,
durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Tipe adalah jenis aktivitas fisik seperti
kepada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu tertentu; durasi aktivitas fisik
merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan aktivitas fisik; dan
intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang, atau
berat (Gibney, 2009).
Secara teoritis, tipe, frekuensi, dan durasi dari aktivitas fisik lebih mudah
dinilai daripada intensitas, karena sebagian besar subjek penelitian dapat
mengingat jenis, jumlah sesi, dan lamanya aktivitas fisik yang mereka lakukan.
Untuk itu, dalam menilai intensitas aktivitas fisik, kita dapat menjadikan pedoman
pengeluaran energi dari berbagai bentuk ativitas fisik yang dinyatakan dalam
Metabolic energy turnover (METs) dan Kilo calorie (K cal). Dalam hal ini, kita
akan menggunakan METs yang berarti kebutuhan energi pada saat istirahat yang
dinyatakan dalam volume oksigen saat istirahat yaitu setara dengan 3,5 ml
Oksigen/KgBB/menit atau 1 kilo kalori/KgBB/jam. Jadi, 1 Mets sama dengan
pengeluaran energi pada saat istirahat, yaitu sekitar 1 kilo kalori/KgBB/jam
(Gibney, 2009).
Menurut Gibney (2009),aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk
total volume aktivitas fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan
aktivitas fisik. Sebagian instrumen pengkajian yang ada dapat menangkap
frekuensi, durasi, dan intensitas di samping total volume aktivitas fisik. Ketika
mengkaji aktivitas fisik bagi kesehatan masyarakat, total volume aktivitas fisik
dapat sangat penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang
sangat signifikan pada status kesehatan. Total volume aktivitas fisik dapat
ditentukan kuantitasnya dengan satuan METs per hari atau per minggu. Yaitu,
intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian dinyatakan
ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua
aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik
Dalam mengukur aktivitas fisik, terdapat berberapa metode pengukuran,
seperti:
1. Kalorimeter
Keuntungannya adalah :
- pengukuran akurat keluaran energi, konsumsi oksigen, dan produksi
karbondioksida
- kelompok kecil atau perorangan
Kerugiannya adalah :
- prosedur rumit dan biaya mahal
2. Keadaan fisiologi
Contohnya : pemantauan kecepatan denyut jantung
Keuntungannya adalah :
- mudah digunakan
- intensitas, frekuensi, durasi tergambar jelas
- perekaman data cepat dan sederhana
Kerugiannya adalah :
- sulit digunakan secara massal karena sampelnya banyak dan biaya
menjadi mahal
3. Instrumen survei waktu bekerja dan waktu luang
a. klasifikasi pekerjaan
b. rekaman atau catatan aktivitas fisik
d. laporan pribadi seperti : interviews, diaries
Keuntungan :
- cocok bagi individu, kelompok kecil, atau masyarakat banyak
- mudah dilakukan dan praktis
- dapat memberikan informasi aktivitas fisik yang terinci
- biaya murah
Kerugian :
- pengisian sepanjang hari dan kepatuhan rendah
2.6.2 Aktivitas fisik pada Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes merupakan penyakit sehari-hari, yang akan berlangsung seumur
hidup. Tanggung jawab terhadap pengelolaan diabetes sehari-hari, merupakan
milik masing-masing diabetisi. Mereka yang telah memutuskan untuk hidup
dengan diabetes dalam keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa mereka
harus melakukan kegiatan fisik. Anjuran untuk melakukan aktivitas fisik bagi
diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang lalu oleh seorang dokter dari dinasti
Sui di China dan manfaat kegiaatan ini masih terus diteliti oleh para ahli hingga
kini. Kesimpulan sementara dari penelitian itu adalah bahwa aktivitas fisik
diabetisi, akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan
harapan hidup. Aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik,
psikis, maupun sosial dan tampak sehat (Yunir, 2006).
Pada diabetes melitus tipe 2, aktivitas fisik berperan utama dalam
pengaturan glukosa darah. Penderita diabetes melitus tipe 2, produksi insulin tidak
terganggu, tetapi masih kurangnya respons reseptor pada sel terhadap insulin
(resistensi insulin), sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke
dalam sel (Buse, 2008). Ketika melakukan aktivitas fisik, permeabilitas membran
insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat. Hal ini
menyebabkan kebutuhan insulin akan berkurang (Kristanti, 2002).
Selain dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, aktivitas
fisik juga terbukti menurunkan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman
untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain mengurangi
risiko, aktivitas fisik akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh,
tekanan darah arteri, sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang
endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, hipertrigliseridemi, dan
fibrinolisis. Angka kesakitan dan kematian diabetisi yang aktif, 50 % lebih rendah
dibanding mereka yang santai (Guthrie, 2003). Jadi jelaslah bahwa aktivitas fisik
sangat penting dilaksanakan dalam kehidupan penderita Diabetes Melitus.
Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi yang tidak memiliki komplikasi
berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik persis sama dengan prinsip latihan
jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : jenis, frekuensi,
durasi, dan intensitas. Menurut Humes (2007) prinsip latihan jasmani bagi
diabetisi adalah
- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang,
bersepeda, dan lain-lain.
- Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5x/minggu
- Durasi : 30-60 menit
- Intensitas : sedang
2.7 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)
Peran aktivitas fisik untuk mencegah penyakit tidak menular yang kronik
sangat penting, namun data yang berguna untuk menginformasikan hal tersebut
Questionnaairre (GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik di negara-negara
terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ merupakan instrumen yang
mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data valid tentang pola
aktivitas yang dapat digunakan untuk pengumpulan data nasional (Kristanti,
2002). GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang menunjukkan
bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga mudah beradaptasi dengan
perbedaan budaya yang ada di negara-negara berkembang (WHO, 2010)
GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik pada hari-hari
kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan, dan olahraga, transportasi, pekerjaan rumah
tangga, dan merawat anak/orangtua (Kristanti,2002). Berikut ini adalah paparan
cakupan 4 area dari aktivitas fisik tersebut :
1. Aktivitas fisik pada hari-hari kerja membutuhkan energi lebih banyak
daripada energi yang dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga. Istilah waktu senggang
dapat diartikan berbeda oleh masyarakat dan sering diartikan sebagai tidak
aktif/tidak melakukan kegiatan/bermalas-malasan, maka lebih tepat
disebut sebagai kegiatan di luar pekerjaan.
3. Transportasi, sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam perjalanan,
seperti bersepeda/berjalan kaki juga membutuhkan banyak energi.
4. Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua. Ini juga merupakan
pekerjaan yang mengeluarkan energi. Terutama dijumpai pada ibu rumah
tangga dan keluarga dari kondisi ekonomi menengah ke bawah.
GPAQ tidak terpaku pada aktivitas minggu lalu, melainkan minggu
minggu pada saat bekerja penuh. Hal ini untuk menghindari kemungkinan
kegiatan di luar secara rutin, misalnya tidak beraktivitas karena mengalami
luka. Secara teori, jangka waktu yang lebih panjang lebih baik, namun perlu
GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk diisi sendiri
atau ditanyakan melalui interview. Semua pengukuran dikumpulkan dalam
kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama,
yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan pekerjaan; menanyakan tentang
aktivitas fisik pada hari-hari kerja (aktivitas yang berat). Bagian kedua, yaitu
aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang sedang). Bagian ketiga, yaitu
aktivitas fisik yang berhubungan dengan perjalanan; menanyakan tentang
macam transportasi yang digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat
kerja, pasar, mesjid/gereja, dan lainnya (Kristanti, 2002).
Tabel 2.1 Nilai MET (metabolic energy turnover) dari sejumlah aktivitas fisik yang sering dilakukan
Aktivitas Nilai MET
Konstruksi umum di luar gedung 5,5
Tukang kayu, umum 3,5
Membawa barang berat 8,0
Kehutanan, umum 8,0
Duduk, pekerjaan kantor yang ringan, pertemuan,
perakitan/perbaikan yang ringan
1,5
Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut, dll) 2,5
Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat barang yang
ringan)
3,5
Membersihka n, umum (sambil berdiri) 3,5
Memasak (sambil berdiri) 2,5
Menyetrika 2,3
Menggosok lantai 5,5
Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga 3,5
Bermain musik, umum 2,5
Merawat anak 2,5
Berbaring atau duduk diam (sambil menonton TV,
mendengarkan musik)
1,0
Memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan 3,0
Mereparasi rumah, mengecat 4,5
Mereparasi rumah, mencuci, dan memoles mobil 4,5
Memotong rumput dengan mesin 4,5
Memotong rumput dengan alat potong manual 6,0
Memetik buah dari pohon 3,0
Berkebun, umum 6,5
Menanam tanaman 4,0
Mengemudikan kendaraan 2,0
Mengendarai bus, kereta api 1,5
Mengemudikan sepeda motor 2,5
Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja (<16km/jam) 4,0
Bersepeda (16-22 km/jam) 6,5
Bersepeda (<22 km/jam) 10,0
Berjalan, perlahan (<3,2 km/jam) 2,0
Berjalan, sedang (4,8 km/jam) 3,5
Berjalan, cepat (6,4 km/jam) 4,0
Bola basket, umum 6,0
Bola basket, pertandingan 8,0
Bowling 3,0
Golf, umum 4,5
Hoki es, umum 8,0
Berkuda, umum 4,5
Bermain skateboard 5,0
In-line skating 7,0
Sepakbola, pertandingan 10,0
Sepakbola, umum 7,0
Squash 10,0
Tenis meja 4,0
Bola voli, pertandingan 8,0
Belari (8-10 km/jam) 8,0-10,5
Berlari (11-13 km/jam) 11,5-14,0
Berlari (14-16 km/jam) 14,5-17,0
Bermain ski, umum 7,0
Bermain ski, cross-country, mendaki bukit 16,0
Bermain ski, menuruni bukit, umum 6,0
Berenang, umum 4,0
Sumber : WHO 2010
Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden,
GPAQ mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai METs
(menit), yaitu :
• Intensitas Ringan : < 3 Mets
• Intensitas Sedang : 3-6 Mets
• Intensitas Berat : > 6 Mets
Pengelompokkan intensitas aktivitas fisik ini mempermudah kita
mengklasifikasikan setiap aktivitas fisik yang dilakukan responden sesuai dengan
intensitasnya (ringan, sedang, atau berat) pada saat menilai kuesioner GPAQ yang
telah diisi oleh responden.
Dalam menganalisis data-data pada kuesioner GPAQ yang akan diberikan
kepada responden, digunakan indikator kategori berdasarkan perhitungan total
volume aktivitas fisik yang disajikan dalam MET menit/minggu (independen
terhadap berat badan) dan dinyatakan dengan perhitungan ekuivalen MET yang
Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria GPAQ WHO 2010 yaitu
total waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1 minggu.
Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan populasi
tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria berikut:
• Tinggi
Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah
diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :
- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal
1500 MET-menit/minggu, atau
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan
dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 MET-menit/minggu
• Sedang
Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan memiliki
salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :
- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih,
atau
- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling
sedikit 30 menit/hari, atau
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan
dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600 MET-menit/minggu
• Rendah
Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah
disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang
Dari pengelompokkan kategori ini, jelas terlihat bahwa populasi dari pasien
Diabetes Melitus dikelompokkan menjadi tinggi, sedang, dan rendah tidak mutlak
dipengaruhi oleh total dari jumlah nilai Met-menit/minggu tetapi dipengaruhi oleh
ke-4 dimensi utama dalam aktivitas fisik yaitu jenis, frekuensi, durasi, dan
2. 8 Perilaku
2.8.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara lebih
operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang
terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk
dua macam, yakni :
1. Bentuk pasif
Adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak
secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,
tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan.
2. Bentuk aktif
Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap
merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih
bersifat terselubung, dan disebut covert behavior, sedangkan tindakan nyata
seseorang sebagai respons terhadap stimulus merupakan overt behavior
(Notoatmodjo, 2007).
2.8.2 Konsep Perilaku
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan
adalah konsepsi dasar atau modal pengembangan perilaku organisme tersebut,
sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk pengembangan perilaku
tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka
terbentuknya perilaku disebut proses belajar atau learning process (Notoatmodjo,
Menurut Bloom (1960) dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga domain
perilaku, yakni kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tindakan).
1. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan terdiri dari
sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami
suatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga
dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari
buku, teman, orangtua, radio, televisi, poster, majalah, dan surat kabar
(Notoatmojo,2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian
ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng
daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang
dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan
yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,
“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi
tersebut secara benar.
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunkan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam
suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama
lain.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
angket misalnya : kuesioner, yang menanyakan tentang isi materi yang
ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,
2007).
2. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi
sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupaka pelaksana motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atas aktivitas; akan tetapi adalah merupakan
“predisposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih
dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di
lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,
2007).
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai
1. Menerima (Receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang diberikan (objek)
2. Merespons (Responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu
usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan
adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang
lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggungjawab (Responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
3. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata
diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain fasilitas (sarana dan prasarana).
Tindakan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan menurut
Notoatmodjo (2007) :
1. Persepsi (Perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan
2. Respon Terpimpin (Guided Response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.
3. Mekanisme (Mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis, ataus sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah
mencapai praktik tingkat 3.
4. Adaptasi (Adaptation)
Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi
kebenaran tindakannya tersebut.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni
dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat
dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini, kerangka konsep pengetahuan dan tindakan penderita
Diabetes Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik akan diuraikan sebagai
berikut :
Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian
3.2 Definisi Operasional
• Pengetahuan : merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Cara ukur : wawancara
Alat ukur : kuesioner
Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori menurut Pratomo, yaitu :
1. Tingkat pengetahuan “Baik” apabila responden dapat menjawab
dengan benar lebih dari 70% jumlah seluruh pertanyaan yang
diberikan.
Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik pada Penderita
DM tipe 2
Pengetahuan
2. Tingkat pengetahuan “Cukup” apabila responden dapat menjawab
dengan benar 40%-70% dari jumlah seluruh pertanyaan yang
diberikan.
3. Tingkat pengetahuan “Kurang” apabila responden hanya dapat
menjawab kurang dari 40% dari jumlah seluruh pertanyaan yang
diberikan.
Kuesioner pengetahuan terdiri dari 14 pertanyaan dengan memilih
jawaban yang benar. Skor tertinggi setiap pertanyaan adalah 1 dan skor
terendah adalah 0, sehingga skor tertinggi dari semua pertanyaan adalah
14 dan skor yang terendah adalah 0. Oleh sebab itu, skor dari setiap
tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut :
a. baik, apabila skor jawaban responden >10
b. cukup, apabila skor jawaban responden 6-10
c. kurang, apabila skor jawaban responden <6
Skala pengukuran : ordinal
• Tindakan merupakan praktik atau perbuatan yang dilakukan secara nyata. Cara ukur : wawancara
Alat ukur : kuesioner GPAQ (Global Physical Activity Quetionnaire).
Kuesioner GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didisain untuk
diisi sendiri atau ditanyakan melalui wawancara. Semua pengukuran dari
kuesioner GPAQ dikumpulkan dalam kategori yang terpisah. Pengukuran
dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu aktivitas fisik yang
berhubungan dengan pekerjaan (aktivitas yang berat). Bagian kedua, yaitu
aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang sedang). Bagian ketiga,
yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan perjalanan.
Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria total waktu yang
dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1 minggu.
Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan
populasi tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria
Tinggi
Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah
diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :
- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas
minimal 1500 MET-menit/minggu, atau
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan
berjalan dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000
MET-menit/minggu
Sedang
Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan
memiliki salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :
- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau
lebih, atau
- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan
paling sedikit 30 menit/hari, atau
- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan
berjalan dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600
MET-menit/minggu Rendah
Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah
disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang.
Skala pengukuran : ordinal
• Dalam penelitian ini dipilih Diabetes Melitus tipe 2 karena populasinya terbanyak dari jenis Diabetes Melitus, yaitu 90% dari populasi
(Handayani, 2007).
• Penderita Diabetes Melitus tipe 2 adalah orang yang sudah didiagnosa DM
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk
menggambarkan tingkat pengetahuan dan tindakan penderita DM tipe 2 terhadap
pentingnya aktivitas fisik. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini
adalah cross sectional study atau serat lintang, dimana pengambilan data hanya
dilakukan sekali saja dan pada waktu tertentu untuk setiap responden.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Endokrinologi Rumah Sakit Pusat
Haji Adam Malik (RSUPHAM) pada Juni-Juli 2010. Lokasi penelitian ini
dilakukan di RSUP Adam Malik karena RSUP Adam Malik merupakan salah satu
rumah sakit yang memiliki banyak pasien DM tipe 2 dan merupakan pusat
rujukan untuk penyakit endokrin di wilayah Sumatera Utara yang memiliki
fasilitas kesehatan yang lengkap.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi terjangkau dari penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang berobat
ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM pada Juni-Juli tahun 2010. Dari populasi
terjangkau ini dipilih sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling
dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan
memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian
sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu :
- pasien DM tipe 2 yang berobat
- tidak memiliki hambatan untuk melakukan aktivitas fisik (tidak
mengalami komplikasi berat).
Dan kriteria eksklusi adalah pasien yang menolak untuk berpartisipasi.
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus dibawah dengan tingkat
kepercayaan sebesar 95% dan proporsi penyakit DM adalah 50 %. Batas toleransi
adalah 10%.
Z²l-α/2 p . (l-p) 1,96)² . 0,5 . (1-0,5)
n = ; n = = 96,15 = 97
d² (0,1)²
di mana;
n = besar sampel minimum
Zl-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
p = harga proporsi di populasi
d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir
Dari perhitungan diperoleh jumlah minimal responden 97 orang, untuk
memudahkan dalam perhitungan, maka besar sample yang diambil akan
dibulatkan menjadi sebanyak 100 responden.
4.4 Teknik Pengumpulan Data
Responden pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang datang
berobat ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM. Responden akan dibagikan
kuesioner untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan keterangan
dan data diri, riwayat penyakit DM tipe 2, pengetahuan tentang aktivitas fisik, dan
riwayat aktivitas fisik. Setelah itu, akan dilakukan uji validitas dan reliabiltas
terhadap kuesioner pengetahuan tentang aktivitas fisik. Kuesioner untuk survei
riwayat aktivitas fisik yang digunakan merupakan modifikasi Global Physical
4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas
Kuesioner Pengetahuan yang dipergunakan dalam penelitian ini
telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan uji Cronbach
(Cronbach Alpha) yang menggunakan program SPSS 16.0. Sampel yang
digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama
dengan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel dalam uji validitas dan
reliabilitas ini adalah sebanyak 25 orang.
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas
4.5. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan
menggunakan program SPSS 15.0. Untuk mendeskripsikan gambaran
pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes Melitus tipe 2 terhadap pentingnya
aktivitas fisik, dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Data yang telah
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di
Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. RSUP Haji
Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah
pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat,
dan Riau, terutama pusat rujukan untuk penyakit endokrin, dimana
Poliklinik Endokrinologi merupakan bagian dari SMF Penyakit Dalam
yang memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap. Di Poliklinik
Endokrinologi tersebut menyediakan pelayanan untuk pasien yang
melakukan kunjungan ulang untuk melanjutkan pengobatan dan dimonitor
perkembangan penyakitnya dari waktu ke waktu. Terdapatnya Poliklinik
Endokrinologi ini sangat mendukung untuk melaksanakan penelitian
tentang penyakit Diabetes Melitus. Penelitian dilakukan pada jam kerja
poliklinik, yaitu pada pkl 09.00 WIB - 14.00 WIB, hari Senin, Rabu, dan
Kamis. Poliklinik endokrin ini setiap hari memiliki sekitar 40 pasien
Diabetes Melitus tipe 2.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden
Karakteristik responden dalam penelitian ini dikategorikan atas
jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaaan, kadar gula darah
sewaktu, dan lama menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Hasil
penelitian terhadap 100 responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Penderita DM
Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel
penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik tahun 2010,
kelompok jenis kelamin yang terbesar adalah kelompok perempuan
sebesar 62.0% dan terendah adalah kelompok laki-laki sebesar 38.0%.
Kategori kelompok umur pada penderita DM tipe 2 dibagi menurut
DW.Slemmer berdasarkan tingkat produktivitasnya yaitu kelompok umur
20-54 tahun dengan tingkat produktivitas penuh, kelompok umur 55-64
tahun dengan tingkat kurang produktivitas, dan kelompok umur >64 tahun
penderita DM tipe 2 adalah kelompok umur 55-64 tahun sebesar 42.0%,
diikuti dengan kelompok umur 20-54 tahun sebesar 34.0%, dan kelompok
umur yang terendah adalah kelompok > 64 tahun sebesar 24.0%.
Pendidikan terakhir pada penderita DM tipe 2 yang terbesar adalah
kelompok SMA sebesar 47.0%, diikuti kelompok SMP sebesar 20.0%,
kelompok Diploma sebesar 13.0%, kelompok Sarjana sebesar 11.0%, dan
kelompok yang terendah adalah kelompok SD sebesar 9.0%.
Pekerjaan pada penderita DM tipe 2 yang terbesar adalah
kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 33.0%, diikuti kelompok
Pensiunan sebesar 27.0%, kelompok Pedagang sebesar 17.0%, kelompok
Guru sebesar 14.0%, kelompok Petani sebesar 4.0%, kelompok
Pengangguran sebesar 3.0%, dan kelompok pekerjaan yang terendah
adalah Supir truk dan Penarik becak masing-masing sebesar 1.0%.
Kadar gula darah sewaktu pada penderita DM tipe 2 yang terbesar
adalah <200 mg/dl sebesar 60.0% dan kelompok terendah adalah >200
mg/dl sebesar 40.0%.
Dari lama menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2, rata-rata
responden menderita penyakit DM selama 94 bulan dengan standar deviasi
69, dimana lama minimal responden menderita penyakit DM adalah
selama 1 bulan sedangkan lama maksimal responden menderita penyakit
5.1.3. Deksripsi Jawaban Responden Pada Variabel Pengetahuan Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
No
4. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari
Diabetes Melitus
Penanganan Diabetes Melitus dalam
penggunaan obat-obatan pengontrol kadar
gula darah lebih penting daripada
mengubah gaya hidup
Pengertian aktivitas fisik
Prinsip melakukan aktivitas fisik yang baik
pada penderita Diabetes Melitus
Manfaat melakukan aktivitas fisik secara
teratur pada penderita Diabetes Melitus
Penilaian aktivitas fisik yang mencakup 4
dimensi utama
Frekuensi dalam melakukan aktivitas fisik
Upaya pencegahan pada penyakit Diabetes
Melitus
Pengertian pencegahan primer pada
penyakit Diabetes Melitus
Contoh pencegahan primer dari penyakit
Diabetes Melitus
Pengertian pencegahan sekunder pada
Berdasarkan tabel 5.2. pertanyaan yang paling banyak dijawab
dengan benar oleh responden adalah pertanyaan pada nomor 7 yaitu
sebanyak 98 orang (98%), sedangkan pertanyaan yang paling banyak
dijawab dengan salah adalah pertanyaan nomor 11 yaitu sebanyak 69
orang (69%).
5.1.4. Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Tabel 5.3. Distribusi Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2
terhadap pentingnya aktivitas fisik
No Pengetahuan N %
1 Kurang 3 3.0
2 Cukup 55 55.0
3 Baik 42 42.0
Jumlah 100 100 .0%
Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2010, yang paling banyak ditemukan adalah penderita DM tipe 2 dengan
kategori pengetahuan cukup sebanyak 55 orang (55.0%).
5.1.5. Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Tindakan
Tabel 5.4. Distribusi Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik
No Tindakan N %
1 Rendah 13 13.0
2 Sedang 70 70.0
3 Tinggi 17 17.0
Jumlah 100 100.0%
Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel
penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun
2010, yang paling banyak ditemukan adalah penderita DM tipe 2 dengan
kategori tindakan sedang yaitu sebanyak 70 orang (70.0%).
5.2. Pembahasan
5.2.1. Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik
Dari hasil penelitian kami diperoleh gambaran pengetahuan pada penderita
DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam Malik yang
terbesar adalah dengan kategori pengetahuan cukup sebanyak 55 orang (55.0%),
diikuti dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 42 orang (42.0%), dan yang
terendah dengan kategori pengetahuan kurang sebanyak 3 orang (3.0%).
Penelitian ini memperlihatkan gambaran pengetahuan responden tentang
pentingnya aktivitas fisik masih belum baik. Ini menunjukkan adanya variasi
mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hal ini didukung oleh Notoadmojo (2007)
bahwa banyak faktor yang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap
suatu objek tertentu, terutama yang berkaitan dengan karakteristik seseorang
seperti umur, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, pengalaman,
lingkungan, media massa, dan lain sebagainya. Salah satunya dapat dilihat bahwa
sebagian besar penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RSUP H.Adam Malik
memiliki pendidikan terakhir adalah SMA. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap
pengetahuan penderita terhadap pentingnya aktivitas fisik.
Selain itu, gambaran pengetahuan dengan kategori sedang pada responden
mungkin juga disebabkan oleh kurangnya informasi tentang pentingnya aktivitas
fisik. Ini kemungkinan terjadi karena responden mempunyai rasa ingin tahu yang
tidak cukup baik untuk melihat dan mendengar informasi tentang pentingnya
aktivitas fisik. Hal ini didukung oleh Notoadmojo (2007) bahwa pengetahuan
merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu, yaitu dengan indra penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga.
5.2.2. Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik
Dari hasil penelitian kami diperoleh gambaran tindakan pada penderita
DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam Malik yang
terbesar adalah dengan kategori sedang sebanyak 70 orang (70.0%), diikuti
dengan kategori tinggi sebanyak 17 orang (17.0%), dan yang terendah adalah
dengan kategori rendah sebanyak 13 orang (13.0%). Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Abdel dan Abdullah (2007) yang berjudul
“Penilaian Tingkat Aktivitas Fisik Penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Klinik
dari penderita DM tipe 2 (64,4%), memiliki kategori gambaran tindakan yang
sedang dalam melakukan aktviitas fisik.
Hasil penelitian kami ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar
responden yang menderita Diabetes Melitus sudah melakukan aktivitas fisik yang
baik sesuai dengan aktivitas fisik yang dianjurkan terhadap penderita Diabetes
Melitus, dimana menurut Humes (2007), prinsip aktivitas fisik bagi diabetesi yang
tidak memiliki komplikasi berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik adalah
aktivitas fisik tingkat sedang. Anjuran aktivitas fisik menurut Humes adalah :
- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang,
bersepeda, dan lain-lain.
- Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5x/minggu
- Durasi : 30-60 menit