• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik Di RSUP H. Adam Malik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik Di RSUP H. Adam Malik"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENDERITA

DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PENTINGNYA

AKTIVITAS FISIK DI RSUP H.ADAM MALIK

OLEH :

PUTRI JUNITA S.

070100017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN TINDAKAN PENDERITA

DIABETES MELITUS TIPE 2 TERHADAP PENTINGNYA

AKTIVITAS FISIK DI RSUP H.ADAM MALIK

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH :

PUTRI JUNITA S.

070100017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Gambaran Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik Di RSUP H. Adam Malik Nama : PUTRI JUNITA S.

NIM : 070100017

Pembimbing Penguji I

(dr.Syafrizal Nasution, Sp. PD) (dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes) Nip: 196805 252000 31001 Nip: 196906 0919990 32001

Penguji II

(dr. Aliandri, Sp. THT-KL) Nip: 196603 092000 121

Medan, Desember 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Terdapat 4 pilar pengelolaan yang penting dalam menangani penyakit Diabetes Melitus yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis. Di antara 4 pilar pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan oleh penderita Diabetes Melitus. Ini bisa disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode deksriptif dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi yaitu sebanyak 100 orang. Setiap responden akan diberikan kuesioner tentang pengetahuan dan tindakan mengenai aktivitas fisik. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dari setiap responden.

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh data dari 100 responden mengenai gambaran pengetahuan dan tindakan mengenai pentingnya aktivitas fisik. Hasil rata untuk gambaran pengetahuan adalah cukup sebanyak 54% dan hasil rata-rata gambaran tindakan yang melakukan aktivitas fisik adalah sedang sebanyak 70%. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa informasi atau pengetahuan yang kurang dapat menjadi faktor terhambatnya proses pikir seseorang dalam pemahaman dan pelaksanaan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang aktivitas fisik dan manfaatnya dalam menangani dan mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 2.

(5)

ABSTRACT

There are important pillars of management in treating Diabetes Mellitus disease namely: counseling, education of food plan, physical activity, and pharmacology intervention. Of the 4 pillars of management, physical activity is most frequently neglected by any patient with Diabetes Mellitus. It maybe caused by many of them who unrecognized the importance of physical activity that failed to apply it in daily life or due to the lack of obedience to apply the physical activity.

The present study used a descriptive method and the samples were taken by using consecutive sampling method in which all the subjects who present at Endocrinology Polyclinic RSUPHAM and met the inclusion or exclusion criterion will be involved in the study until the required subjects met of 100 persons. Any respondent will be provided with questionnaire of both knowledge and intervention of physical activity. Then, data will be analyzed based on the respondents.

After completed the study, the data were collected from 100 respondents of their knowledge and intervention of physical activity. The average result of knowledge is enough of 55%, whereas the aerage result of respondents who applied physical activity is moderate 70%.

Based on the result of the study, it can be known that the lack of information or knowledge can be factor of delaying a thinking process of someone in understanding and implementation of physical activity in daily life. Therefore, it is required to provide counseling of physical activity and the importance in treating and avoiding complication of DM type 2.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahas Esa karena

atas berkat dan rahmat-Nya sajalah sehingga penulis dapat menyelesaikan

penelitian dan penulisan KTI (Karya Tulis Ilmiah) ini yang berjudul “Gambaran

Pengetahuan Dan Tindakan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik di RSUP H.Adam Malik”. Karya tulis ilmiah ini

merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh

gelar Sarjana Kedoteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar A. Siregar, Sp.PD KGEH selaku Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Syafrizal, Sp.PD selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan KTI ini

3. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes selaku dosen penguji I serta dr.Aliandri,

Sp.THT-KL selaku dosen penguji II yang telah bersedia menguji,

memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp. PD, Sp.JP(K) selaku Ketua Komisi Etik

Penelitian Bidang Kesehatan.

5. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan

kesempatan serta sarana untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

6. Seluruh dokter, PPDS, dan suster di Poliklinik Endokrinologi RSUP

H.Adam Malik yang bersedia membantu selama melakukan penelitian.

7. Seluruh dosen-dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

8. Kuidah Malem Sembiring dan Dk.Katarina Sitepu selaku orang tua

penulis, yang telah banyak memberikan semangat dan motivasi dalam

(7)

9. Seluruh keluarga milala terutama kakak-kakak yang saya sayangi, Afika

Onarina, Anneke Dahnita, Elysa Apriani, Ardian Emedinta, dan Violetta

yang selalu memberikan motivasi dan terus berdoa agar saya dapat

menyelesaikan penelitian ini.

10. Bondanjoandre yang terus memberikan semangat dan doa kepada saya

supaya dapat menyelesaikan penelitian ini tepat waktu.

11. Sahabat saya, Sandra Tampubolon yang setia menemani dan selalu

memberikan semangat selama melakukan penelitian ini.

12. Sahabat-sahabat saya khususnya kelompok praktikum A2, Mina Umra,

Wika Erzarina, Stefani, Prima, Arni, Novrita, Paulina, dan lain sebagainya

yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan banyak

motivasi dan meluangkan waktu untuk berdiskusi tentang KTI.

13. Sahabat saya Popy Paramitha, Yusuf, dan Mahdi yang selalu bersama

melakukan diskusi KTI.

14. Sahabat saya Ayunda, Salsalina, Laura, Marintan, dan Febrina atas

dukungan dan hiburannya selama psoses penyelesaian karya tulis ilmiah.

15. Sahabat saya, Astri, Lisa, Meisy, Revi, dan Nanda yang tergabung dalam

K.M.K.M, yang selalu mendukung saya.

Demikian ucapan terima kasih ini disampaikan. Semoga Karya Tulis

Ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca, dan penulis mengharapkan saran dan kritik

yang membangun dari pembaca.

Desember 2010

Penulis

(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…... i

ABSTRAK………... ii

ABSTRACT……….. iii

KATA PENGANTAR………... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN……… ix

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1LatarBelakang………..…………1

1.1 Rumusan Masalah……….…..2

1.2 Tujuan Penelitian………2

1.3 Manfaat Penelitian………..3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4

2.1 Pengertian Diabetes Melitus…... 4

2.2 Epidemiologi Diabetes Melitus... 4

2.3 Patofisiologi DM tipe 2... 5

2.4 Komplikasi dan Dampak DM pada Sistem Organ... 6

2.5 Pencegahan dan Penanggulangan DM di Indonesia... 7

2.6 Aktivitas Fisik... 9

2.6.1 Pengertian Aktivitas Fisik... 12

2.6.2 Aktivitas Fisik pada DM tipe 2... 12

2.7 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)……….………….... 13

2.8 Perilaku... 20

2.8.1 Pengertian Perilaku... 20

2.8.2 Konsep Perilaku... 20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 25

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 25

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN……… 28

4.1 Jenis Penelitian... 28

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………. 29

4.3 Populasi dan Sampel ... 29

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 20

4.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas………. 30

4.5 Pengolahan dan Analisa Data... 31

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….. 32

5.1 Hasil Penelitian... 32

5.1.1 Deksripsi Lokasi Penelitian………. 32

5.1.2 Deksripsi Karakteristik Responden... 32

5.1.3 Deksripsi Jawaban Responden pada Variabel Pengetahuan... 35

5.1.4 Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Pengetahuan…... 36

5.1.5 Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Tindakan………. 37

5.2 Pembahasan………... 37

5.2.1 Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik……… 37

5.2.2 Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik………... 38

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...……….. 40

6.1 Kesimpulan………. 40

6.2 Saran………... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1

Tabel 4.1

Tabel 4.2

Tabel 5.1

Tabel 5.2

Tabel 5.3

Tabel 5.4

Nilai MET (metabolic energy turnover) dari sejumlah

aktivitas fisik yang sering dilakukan

Hasil Uji Validitas

Hasil Uji Reliabilitas

Distribusi Karakteristik Penderita Diabetes Melitus

Distribusi Jawaban Responden

Distribusi Gambaran Pengetahuan Penderita Diabetes

Melitus Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik

Distribusi Gambaran Tindakan Penderita Diabetes

Melitus Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik

15

31

32

33

35

36

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1

2

3

4

Daftar Riwayat Hidup

Kuesioner Pengetahuan dan Tindakan

Informed Consent

Surat Izin Penelitian

(12)

ABSTRAK

Terdapat 4 pilar pengelolaan yang penting dalam menangani penyakit Diabetes Melitus yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis. Di antara 4 pilar pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan oleh penderita Diabetes Melitus. Ini bisa disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode deksriptif dan sampel dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling, dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi yaitu sebanyak 100 orang. Setiap responden akan diberikan kuesioner tentang pengetahuan dan tindakan mengenai aktivitas fisik. Selanjutnya akan dilakukan pengolahan data dari setiap responden.

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh data dari 100 responden mengenai gambaran pengetahuan dan tindakan mengenai pentingnya aktivitas fisik. Hasil rata untuk gambaran pengetahuan adalah cukup sebanyak 54% dan hasil rata-rata gambaran tindakan yang melakukan aktivitas fisik adalah sedang sebanyak 70%. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa informasi atau pengetahuan yang kurang dapat menjadi faktor terhambatnya proses pikir seseorang dalam pemahaman dan pelaksanaan aktivitas fisik dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan tentang aktivitas fisik dan manfaatnya dalam menangani dan mencegah komplikasi dari penyakit DM tipe 2.

(13)

ABSTRACT

There are important pillars of management in treating Diabetes Mellitus disease namely: counseling, education of food plan, physical activity, and pharmacology intervention. Of the 4 pillars of management, physical activity is most frequently neglected by any patient with Diabetes Mellitus. It maybe caused by many of them who unrecognized the importance of physical activity that failed to apply it in daily life or due to the lack of obedience to apply the physical activity.

The present study used a descriptive method and the samples were taken by using consecutive sampling method in which all the subjects who present at Endocrinology Polyclinic RSUPHAM and met the inclusion or exclusion criterion will be involved in the study until the required subjects met of 100 persons. Any respondent will be provided with questionnaire of both knowledge and intervention of physical activity. Then, data will be analyzed based on the respondents.

After completed the study, the data were collected from 100 respondents of their knowledge and intervention of physical activity. The average result of knowledge is enough of 55%, whereas the aerage result of respondents who applied physical activity is moderate 70%.

Based on the result of the study, it can be known that the lack of information or knowledge can be factor of delaying a thinking process of someone in understanding and implementation of physical activity in daily life. Therefore, it is required to provide counseling of physical activity and the importance in treating and avoiding complication of DM type 2.

(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang

memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius karena dapat menimbulkan

komplikasi seperti : penyakit jantung, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf.

Beberapa jenis DM terjadi karena interaksi yang kompleks dari lingkungan,

genetik, dan pola hidup sehari-hari. DM dibagikan kepada beberapa kelas yaitu

DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM kehamilan (ADA, 2005). Menurut

Estimasi International Diabetes Federation (IDF), terdapat 177 juta penduduk

dunia yang menderita Diabetes Melitus pada tahun 2002. Organisasi Kesehatan

Dunia World Health Organization (WHO), memprediksi data Diabetes Melitus

tersebut akan meningkat 300 juta dalam 25 tahun mendatang (Suyono, 2006).

Data Organisasi Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO) juga

mencatat bahwa Indonesia menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita

diabetes terbesar di dunia setelah India, China, dan Amerika Serikat. WHO

memastikan peningkatan pada penderita Diabetes Melitus tipe 2 paling banyak

dialami negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka

tertinggi untuk penderita Diabetes Melitus terutama tipe 2.

Di samping itu, masalah yang selalu timbul pada penderita DM adalah

cara mempertahankan kadar glukosa darah penderita supaya tetap dalam keadaan

terkontrol, yaitu dengan menjalani pilar-pilar pengelolaan Diabetes Melitus. Pilar

pengelolaan DM terdiri dari 4 pilar, yaitu penyuluhan, edukasi perencanaan

makan, aktivitas fisik, dan intervensi farmakologis (Yunir,2006). Di antara 4 pilar

pengelolaan tersebut, aktivitas fisik merupakan hal yang paling sering diabaikan

oleh penderita DM. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

(15)

1/3 penderita DM yang melakukan aktivitas fisik secara teratur. Ini bisa

disebabkan karena banyak penderita Diabetes Melitus yang tidak mengetahui

pentingnya aktivitas fisik sehingga tidak melaksanakannya dalam kehidupan

sehari-hari atau kurangnya kepatuhan dalam menjalankan aktivitas fisik tersebut.

Padahal aktivitas fisik merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM.

Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan

tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan

mencegah kematian prematur (Powers, 2005).

Sementara data mengenai sejauh mana gambaran pengetahuan dan

tindakan penderita Diabetes Melitus tipe 2 terhadap aktivitas fisik yang

sebenarnya, sampai saat ini belum ada. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk

mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes

Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, peneliti ingin

mengetahui, bagaimana gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes

Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di Poliklinik Endokrinologi

RSUPHAM?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

- Mengetahui gambaran pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes

Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam

Malik.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan

karakteristik (jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, dan pekerjaan)

- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan

(16)

- Mengetahui mayoritas penderita Diabetes Melitus tipe 2 berdasarkan

lama menderita DM.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Terhadap lmu Pengetahuan

- Dapat menjadi data primer untuk penelitian selanjutnya.

2. Terhadap Instansi Kesehatan

- Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan data tentang

penderita Diabetes Melitus dalam rangka menyusun program

kesehatan selanjutnya dan upaya menurunkan angka kesakitan dan

kematian.

3. Terhadap Penderita Diabetes Melitus

- Dapat mengukur sejauh mana pengetahuan dan tindakan para penderita

tersebut terhadap pentingnya aktivitas fisik.

4. Bagi peneliti

- Sebagai syarat kelulusan dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

(S1)

- Menambah wawasan dan pengetahuan dalam penerapan ilmu yang

diperoleh selama proses perkuliahan.

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma kronik gangguan

metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi

insulin atau resistensi insulin pada jaringan (Dorland, 2002). Menurut American

Diabetic Association terdapat beberapa pembagian diabetes yaitu DM tipe 1, DM

tipe 2, DM tipe lain, dan DM kehamilan dengan mekanisme kejadian diabetes

yang berbeda. DM tipe 1 (juga disebut insulin dependent diabetes melitus atau

IDDM) disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas, yang dapat berasal dari

reaksi autoimun, infeksi virus, dan mungkin faktor genetik (Schteingart, 2006).

Sedangkan DM tipe 2 (juga disebut non insulin dependent diabetes melitus atau

NIDDM) disebabkan oleh resistensi reseptor insulin di sel target insulin yang

menyebabkan hormon insulin tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal

(Kahn, 2005). Kedua mekanisme ini menyebabkan glukosa tidak dapat masuk ke

dalam sel terutama pada organ yang menggunakan insulin untuk glukosa

transporternya (hati dan otot) yang menyebabkan peninggian kadar gula darah.

2. 2 Epidemiologi Diabetes Melitus

Transisi epidemiologi telah terjadi di Indonesia, hal ini terlihat dari data

SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) dari tahun 1986, 1997, dan tahun 2001

yang menunjukkan pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular

akut/infeksi ke penyakit menahun dan degeneratif (Handayani, 2007). Di antara

penyakit degeneratif, Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit degeneratif

yang tidak menular, yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Diabetes

Melitus sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia

(18)

pada tahun 2000 jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150

juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025, jumlah

itu akan membengkak menjadi 300 juta orang. Sedangkan di Indonesia, dengan

prevalensi 8,6% dari total penduduk, diperkirakan pada tahun 1995 terdapat 4,5

juta pengidap diabetes dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 12,4

juta penderita (Suyono, 2006). Dari jenis Diabetes Melitus, kasus yang terbanyak

adalah Diabetes Melitus tipe 2 yang meliputi 90% dari populasi DM di Indonesia

(Handayani, 2007).

Diakui bahwa perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah banyak

menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit-penyakit yang selama ini tidak

terdiagnosis dan terobati sekarang sudah banyak yang teratasi. Tetapi untuk

memperbaiki taraf kesehatan secara global, tidak dapat mengandalkan hanya pada

tindakan kuratif, karena penyakit-penyakit seperti Diabetes Melitus sebagian besar

komplikasinya dapat dicegah dengan tetap berperilaku pola hidup yang sehat

(aktivitas fisik yang teratur dan diet makanan) dan menjauhi pola hidup berisiko

(Suyono, 2006).

Dari kasus yang terdeteksi cukup tinggi, ternyata hanya 1/3 penderita DM

yang melakukan aktivitas fisik secara teratur (Handayani, 2007). Padahal aktivitas

fisik yang teratur merupakan hal pokok yang harus dilakukan penderita DM.

Kebiasaan melakukan aktivitas fisik sangat penting dalam menjaga kesehatan

tubuh penderita DM karena dapat meningkatkan kesehatan psikologis dan

mencegah kematian prematur (Buse,2008).

2.3 Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2

Resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal merupakan sebab

utama terjadinya DM tipe 2 sehingga Diabetes Melitus tipe 2 didefenisikan

sebagai gangguan sekresi insulin, resistensi insulin, peningkatan produksi glukosa

hati, dan gangguan metabolisme lemak. Resistensi insulin menyebabkan

(19)

hati dan lemak), yang disebabkan oleh gangguan genetik, dan obesitas. Hal ini

menyebabkan tidak masuknya glukosa ke dalam organ dan peningkatan produksi

glukosa hati yang menyebabkan peninggian glukosa dalam darah (Schteingart,

2006).

Pada awalnya resistensi insulin masih belum bisa menyebabkan diabetes

secara klinis karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini

dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru

sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas

akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjaidnya

peningkatan kadar glukosa darah (Soegondo, 2006).

2.4 Komplikasi dan dampak Diabetes Melitus pada sistem organ

Dari berbagai penelitian epidemiologis sudah jelas terbukti bahwa

insidensi diabetes melitus (DM) meningkat menye luruh di semua tempat di bumi

kita ini, termasuk di Indonesia. Peningkatan insidensi diabetes melitus tersebut

tentu akan diikuti oleh meningkatnya kemungkinan terjadinya komplikasi kronik

diabetes melitus. Penderita DM yang kronis akan mengenai banyak sistem organ

dan bertanggung jawab atas angka kesakitan dan kematian. Komplikasinya

mencakup vaskular dan nonvaskular, komplikasi vaskular yang tersering adalah

penyumbatan pembuluh darah, baik mikrovaskular seperti retinopati, nefropati,

maupun makrovaskular seperti penyakit pembuluh darah koroner dan juga

pembuluh darah tungkai bawah, sedangkan nonvaskular adalah infeksi dan

perubahan kulit (Hermawan, 2006).

Adanya pertumbuhan sel dan juga kematian sel yang tidak normal

merupakan dasar terjadinya komplikasi kronik diabetes melitus. Perubahan

dasar/disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot

polos pembuluh darah maupun pada sel messangial ginjal, semuanya

menyebabkan perubahan pada pertumbuhan, yang kemudian pada gilirannya akan

(20)

kadar gula darah pada penderita DM tidak terkontrol untuk jangka waktu yang

panjang karena tidak melakukan intervensi non farmakologis dan meminum obat

secara teratur (Waspadji, 2006).

Salah satu penyebab yang paling sering diabaikan penderita DM pada

intervensi non farmakologis adalah tidak melaksanakan aktivitas fisik

(Handayani,2007). Hal ini dapat disebabkan karena banyak penderita DM yang

tidak mengetahui pentingnya manfaat aktivitas fisik dalam menjaga kadar glukosa

darah atau banyak penderita DM yang tidak patuh dalam melakukan aktivitas fisik

tersebut.

2.5 Pencegahan dan penanggulangan Diabetes Melitus di Indonesia

Menurut survei yang dilakukan WHO, Indonesia menempati urutan ke-4

dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia setelah India, China dan

Amerika Serikat. Dari data Depkes Indonesia juga didapatkan bahwa jumlah

pasien diabetes rawat inap maupun rawat jalan di rumah sakit menempati urutan

pertama dari seluruh penyakit endokrin. Mengingat besarnya masalah ini, akan

dibentuk direktorat baru di Departemen Kesehatan untuk menangani penyakit

tidak menular (PTM) (Suyono, 2006).

Melihat permasalahan tersebut jika tidak diintervensi secara serius,

permasalahan diabetes akan bertambah besar sehingga akan sulit untuk

menanggulanginya. Upaya pencegahan dan penanggulangan tidak dapat dilakukan

oleh pemerintah saja, tetapi harus oleh semua pihak termasuk organisasi profesi

(PERKENI) dan organisasi kemasyarakatan (PERSADIA dan PEDI). Karena itu

Menkes menghargai dan menyambut baik setiap kegiatan dari berbagai organisasi

kemasyarakatan yang membantu pemerintah dan masyarakat dalam mengatasi

masalah diabetes di Indonesia.

Mengingat jumlah pasien yang terus meningkat dan besarnya biaya

(21)

maka upaya yang paling baik adalah pencegahan (Suyono, 2006). Menurut WHO,

upaya pencegahan pada diabetes ada 3 tahap, yaitu :

1. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes melitus pada individu

yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik,

penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan.

Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran

adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat. Semua

pihak harus memprogandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup

berisiko. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat menghemat biaya. Oleh

karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya

terbatas (Suyono, 2006).

2. Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut

maupun jangka panjang. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa

darah harus selalu terkendali mendekati angka normal. Dalam upaya pengendalian

kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis terlebih dahulu

secara maksimal agar tidak terjadi resistensi insulin, misalnya dengan aktivitas

fisik, edukasi makanan, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat,

baik oral maupun insulin ( Suyono, 2006).

3. Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan yang

timbul akibat komplikasi. Pencegahan ini meliputi 3 tahap yaitu :

• mencegah timbulnya komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder

• mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ

• mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan

pendekatan nonfarmakologis, yaitu berupa perencanaan makanan/terapi nutrisi

(22)

atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tersebut sasaran pengendalian diabetes

belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi

farmakologis. Tujuan terapi untuk pasien diabetes adalah (1) mengurangi gejala

yang disebabkan hiperglikemi, (2) mengurangi komplikasi makrovaskular dan

non mikrovaskular dari DM dan (3) membuat pasien menjalani pola makan dan

gaya hidup yang normal. Untuk mencapai target ini maka dokter harus

mengindentifikasi target penurunan kadar gula darah untuk setiap pasien,

memberikan pengobatan yang sesuai, dan mengontrol ketat komplikasi yang

mungkin dialami pasien (Soegondo, 2006).

2.6 Aktivitas Fisik

2.6.1 Pengertian aktivitas fisik

Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot

skeletal yang mengakibatkan pengeluaran energi. Aktivitas fisik terdiri dari

aktivitas selama bekerja, tidur, dan pada waktu senggang. Setiap orang melakukan

aktivitas fisik, atau bervariasi antara individu satu dengan yang lain bergantung

gaya hidup perorangan dan faktor lainnya seperti jenis kelamin, umur, pekerjaan,

dan lain-lain. Aktivitas fisik sangat disarankan kepada semua individu untuk

menjaga kesehatan. Aktivitas fisik juga merupakan kunci kepada penentuan

penggunaan tenaga dan dasar kepada tenaga yang seimbang. Berbagai tipe dan

jumlah aktivitas fisik sangat diperlukan untuk hasil kesehatan yang berbeda

(Kristanti, 2002).

Aktivitas fisik yang dilakukan secara terstruktur dan terencana disebut

latihan jasmani, sedangkan aktivitas fisik yang tidak dilakukan secara terstruktur

dan terencana disebut aktivitas fisik sehari-hari. Dalam penelitian ini, kita akan

menilai aktivitas fisik sehari-hari dari penderita Diabetes Melitus tipe 2. Untuk

menilai aktivitas fisik, 4 dimensi utama yang menjadi fokus yaitu tipe, frekuensi,

durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Tipe adalah jenis aktivitas fisik seperti

(23)

kepada jumlah sesi aktivitas fisik per satuan waktu tertentu; durasi aktivitas fisik

merupakan lamanya waktu yang dihabiskan ketika melakukan aktivitas fisik; dan

intensitas aktivitas fisik sering dinyatakan dengan istilah ringan, sedang, atau

berat (Gibney, 2009).

Secara teoritis, tipe, frekuensi, dan durasi dari aktivitas fisik lebih mudah

dinilai daripada intensitas, karena sebagian besar subjek penelitian dapat

mengingat jenis, jumlah sesi, dan lamanya aktivitas fisik yang mereka lakukan.

Untuk itu, dalam menilai intensitas aktivitas fisik, kita dapat menjadikan pedoman

pengeluaran energi dari berbagai bentuk ativitas fisik yang dinyatakan dalam

Metabolic energy turnover (METs) dan Kilo calorie (K cal). Dalam hal ini, kita

akan menggunakan METs yang berarti kebutuhan energi pada saat istirahat yang

dinyatakan dalam volume oksigen saat istirahat yaitu setara dengan 3,5 ml

Oksigen/KgBB/menit atau 1 kilo kalori/KgBB/jam. Jadi, 1 Mets sama dengan

pengeluaran energi pada saat istirahat, yaitu sekitar 1 kilo kalori/KgBB/jam

(Gibney, 2009).

Menurut Gibney (2009),aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk

total volume aktivitas fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan

aktivitas fisik. Sebagian instrumen pengkajian yang ada dapat menangkap

frekuensi, durasi, dan intensitas di samping total volume aktivitas fisik. Ketika

mengkaji aktivitas fisik bagi kesehatan masyarakat, total volume aktivitas fisik

dapat sangat penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang

sangat signifikan pada status kesehatan. Total volume aktivitas fisik dapat

ditentukan kuantitasnya dengan satuan METs per hari atau per minggu. Yaitu,

intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian dinyatakan

ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua

aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik

(24)

Dalam mengukur aktivitas fisik, terdapat berberapa metode pengukuran,

seperti:

1. Kalorimeter

Keuntungannya adalah :

- pengukuran akurat keluaran energi, konsumsi oksigen, dan produksi

karbondioksida

- kelompok kecil atau perorangan

Kerugiannya adalah :

- prosedur rumit dan biaya mahal

2. Keadaan fisiologi

Contohnya : pemantauan kecepatan denyut jantung

Keuntungannya adalah :

- mudah digunakan

- intensitas, frekuensi, durasi tergambar jelas

- perekaman data cepat dan sederhana

Kerugiannya adalah :

- sulit digunakan secara massal karena sampelnya banyak dan biaya

menjadi mahal

3. Instrumen survei waktu bekerja dan waktu luang

a. klasifikasi pekerjaan

b. rekaman atau catatan aktivitas fisik

(25)

d. laporan pribadi seperti : interviews, diaries

Keuntungan :

- cocok bagi individu, kelompok kecil, atau masyarakat banyak

- mudah dilakukan dan praktis

- dapat memberikan informasi aktivitas fisik yang terinci

- biaya murah

Kerugian :

- pengisian sepanjang hari dan kepatuhan rendah

2.6.2 Aktivitas fisik pada Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes merupakan penyakit sehari-hari, yang akan berlangsung seumur

hidup. Tanggung jawab terhadap pengelolaan diabetes sehari-hari, merupakan

milik masing-masing diabetisi. Mereka yang telah memutuskan untuk hidup

dengan diabetes dalam keadaan sehat mempunyai satu persamaan, bahwa mereka

harus melakukan kegiatan fisik. Anjuran untuk melakukan aktivitas fisik bagi

diabetisi telah dilakukan sejak seabad yang lalu oleh seorang dokter dari dinasti

Sui di China dan manfaat kegiaatan ini masih terus diteliti oleh para ahli hingga

kini. Kesimpulan sementara dari penelitian itu adalah bahwa aktivitas fisik

diabetisi, akan mengurangi risiko kejadian kardiovaskular dan meningkatkan

harapan hidup. Aktivitas fisik akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik,

psikis, maupun sosial dan tampak sehat (Yunir, 2006).

Pada diabetes melitus tipe 2, aktivitas fisik berperan utama dalam

pengaturan glukosa darah. Penderita diabetes melitus tipe 2, produksi insulin tidak

terganggu, tetapi masih kurangnya respons reseptor pada sel terhadap insulin

(resistensi insulin), sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke

dalam sel (Buse, 2008). Ketika melakukan aktivitas fisik, permeabilitas membran

(26)

insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat. Hal ini

menyebabkan kebutuhan insulin akan berkurang (Kristanti, 2002).

Selain dapat memperbaiki kendali glukosa secara menyeluruh, aktivitas

fisik juga terbukti menurunkan konsentrasi HbA1c, yang cukup menjadi pedoman

untuk penurunan risiko komplikasi diabetes dan kematian. Selain mengurangi

risiko, aktivitas fisik akan memberikan pengaruh yang baik pada lemak tubuh,

tekanan darah arteri, sensitivitas barorefleks, vasodilatasi pembuluh yang

endothelium-dependent, aliran darah pada kulit, hipertrigliseridemi, dan

fibrinolisis. Angka kesakitan dan kematian diabetisi yang aktif, 50 % lebih rendah

dibanding mereka yang santai (Guthrie, 2003). Jadi jelaslah bahwa aktivitas fisik

sangat penting dilaksanakan dalam kehidupan penderita Diabetes Melitus.

Prinsip latihan jasmani bagi diabetesi yang tidak memiliki komplikasi

berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik persis sama dengan prinsip latihan

jasmani secara umum, yaitu memenuhi beberapa hal, seperti : jenis, frekuensi,

durasi, dan intensitas. Menurut Humes (2007) prinsip latihan jasmani bagi

diabetisi adalah

- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang,

bersepeda, dan lain-lain.

- Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan

teratur 3-5x/minggu

- Durasi : 30-60 menit

- Intensitas : sedang

2.7 Global Physical Activity Questionnairre (GPAQ)

Peran aktivitas fisik untuk mencegah penyakit tidak menular yang kronik

sangat penting, namun data yang berguna untuk menginformasikan hal tersebut

(27)

Questionnaairre (GPAQ) untuk pengawasan aktivitas fisik di negara-negara

terutama negara yang sedang berkembang. GPAQ merupakan instrumen yang

mutakhir dan terbaik yang dirancang untuk menyediakan data valid tentang pola

aktivitas yang dapat digunakan untuk pengumpulan data nasional (Kristanti,

2002). GPAQ telah mengalami sebuah program penelitian yang menunjukkan

bahwa GPAQ adalah valid dan reliabel, tetapi juga mudah beradaptasi dengan

perbedaan budaya yang ada di negara-negara berkembang (WHO, 2010)

GPAQ mencakup 4 area aktivitas fisik yaitu aktivitas fisik pada hari-hari

kerja, aktivitas fisik di luar pekerjaan, dan olahraga, transportasi, pekerjaan rumah

tangga, dan merawat anak/orangtua (Kristanti,2002). Berikut ini adalah paparan

cakupan 4 area dari aktivitas fisik tersebut :

1. Aktivitas fisik pada hari-hari kerja membutuhkan energi lebih banyak

daripada energi yang dikeluarkan dalam kehidupan sehari-hari.

2. Aktivitas fisik di luar pekerjaan dan olahraga. Istilah waktu senggang

dapat diartikan berbeda oleh masyarakat dan sering diartikan sebagai tidak

aktif/tidak melakukan kegiatan/bermalas-malasan, maka lebih tepat

disebut sebagai kegiatan di luar pekerjaan.

3. Transportasi, sebagai tambahan dari pekerjaan, kegiatan dalam perjalanan,

seperti bersepeda/berjalan kaki juga membutuhkan banyak energi.

4. Pekerjaan rumah tangga dan merawat anak/orangtua. Ini juga merupakan

pekerjaan yang mengeluarkan energi. Terutama dijumpai pada ibu rumah

tangga dan keluarga dari kondisi ekonomi menengah ke bawah.

GPAQ tidak terpaku pada aktivitas minggu lalu, melainkan minggu

minggu pada saat bekerja penuh. Hal ini untuk menghindari kemungkinan

kegiatan di luar secara rutin, misalnya tidak beraktivitas karena mengalami

luka. Secara teori, jangka waktu yang lebih panjang lebih baik, namun perlu

(28)

GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didesain untuk diisi sendiri

atau ditanyakan melalui interview. Semua pengukuran dikumpulkan dalam

kategori yang terpisah. Pengukuran dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama,

yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan pekerjaan; menanyakan tentang

aktivitas fisik pada hari-hari kerja (aktivitas yang berat). Bagian kedua, yaitu

aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang sedang). Bagian ketiga, yaitu

aktivitas fisik yang berhubungan dengan perjalanan; menanyakan tentang

macam transportasi yang digunakan untuk pergi dan kembali dari tempat

kerja, pasar, mesjid/gereja, dan lainnya (Kristanti, 2002).

Tabel 2.1 Nilai MET (metabolic energy turnover) dari sejumlah aktivitas fisik yang sering dilakukan

Aktivitas Nilai MET

Konstruksi umum di luar gedung 5,5

Tukang kayu, umum 3,5

Membawa barang berat 8,0

Kehutanan, umum 8,0

Duduk, pekerjaan kantor yang ringan, pertemuan,

perakitan/perbaikan yang ringan

1,5

Berdiri, ringan (penjaga toko, penata rambut, dll) 2,5

Berdiri, sedang (pedagang, mengangkat barang yang

ringan)

3,5

Membersihka n, umum (sambil berdiri) 3,5

(29)

Memasak (sambil berdiri) 2,5

Menyetrika 2,3

Menggosok lantai 5,5

Lebih dari satu pekerjaan rumah tangga 3,5

Bermain musik, umum 2,5

Merawat anak 2,5

Berbaring atau duduk diam (sambil menonton TV,

mendengarkan musik)

1,0

Memperbaiki rumah, mereparasi kendaraan 3,0

Mereparasi rumah, mengecat 4,5

Mereparasi rumah, mencuci, dan memoles mobil 4,5

Memotong rumput dengan mesin 4,5

Memotong rumput dengan alat potong manual 6,0

Memetik buah dari pohon 3,0

Berkebun, umum 6,5

Menanam tanaman 4,0

Mengemudikan kendaraan 2,0

Mengendarai bus, kereta api 1,5

Mengemudikan sepeda motor 2,5

(30)

Bersepeda umum, pergi-pulang tempat kerja (<16km/jam) 4,0

Bersepeda (16-22 km/jam) 6,5

Bersepeda (<22 km/jam) 10,0

Berjalan, perlahan (<3,2 km/jam) 2,0

Berjalan, sedang (4,8 km/jam) 3,5

Berjalan, cepat (6,4 km/jam) 4,0

Bola basket, umum 6,0

Bola basket, pertandingan 8,0

Bowling 3,0

Golf, umum 4,5

Hoki es, umum 8,0

Berkuda, umum 4,5

Bermain skateboard 5,0

In-line skating 7,0

Sepakbola, pertandingan 10,0

Sepakbola, umum 7,0

Squash 10,0

Tenis meja 4,0

Bola voli, pertandingan 8,0

(31)

Belari (8-10 km/jam) 8,0-10,5

Berlari (11-13 km/jam) 11,5-14,0

Berlari (14-16 km/jam) 14,5-17,0

Bermain ski, umum 7,0

Bermain ski, cross-country, mendaki bukit 16,0

Bermain ski, menuruni bukit, umum 6,0

Berenang, umum 4,0

Sumber : WHO 2010

Untuk menilai intensitas aktivitas fisik yang dilakukan oleh responden,

GPAQ mengelompokkan intensitas menjadi 3 tingkatan menurut nilai METs

(menit), yaitu :

• Intensitas Ringan : < 3 Mets

• Intensitas Sedang : 3-6 Mets

• Intensitas Berat : > 6 Mets

Pengelompokkan intensitas aktivitas fisik ini mempermudah kita

mengklasifikasikan setiap aktivitas fisik yang dilakukan responden sesuai dengan

intensitasnya (ringan, sedang, atau berat) pada saat menilai kuesioner GPAQ yang

telah diisi oleh responden.

Dalam menganalisis data-data pada kuesioner GPAQ yang akan diberikan

kepada responden, digunakan indikator kategori berdasarkan perhitungan total

volume aktivitas fisik yang disajikan dalam MET menit/minggu (independen

terhadap berat badan) dan dinyatakan dengan perhitungan ekuivalen MET yang

(32)

Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria GPAQ WHO 2010 yaitu

total waktu yang dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1 minggu.

Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan populasi

tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria berikut:

• Tinggi

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah

diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :

- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas minimal

1500 MET-menit/minggu, atau

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan

dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000 MET-menit/minggu

• Sedang

Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan memiliki

salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :

- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau lebih,

atau

- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan paling

sedikit 30 menit/hari, atau

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan berjalan

dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600 MET-menit/minggu

• Rendah

Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah

disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang

Dari pengelompokkan kategori ini, jelas terlihat bahwa populasi dari pasien

Diabetes Melitus dikelompokkan menjadi tinggi, sedang, dan rendah tidak mutlak

dipengaruhi oleh total dari jumlah nilai Met-menit/minggu tetapi dipengaruhi oleh

ke-4 dimensi utama dalam aktivitas fisik yaitu jenis, frekuensi, durasi, dan

(33)

2. 8 Perilaku

2.8.1 Pengertian Perilaku

Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas manusia, baik

yang dapat diamati secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara lebih

operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang

terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk

dua macam, yakni :

1. Bentuk pasif

Adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak

secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berpikir,

tanggapan, atau sikap batin dan pengetahuan.

2. Bentuk aktif

Yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap

merupakan respons seseorang terhadap stimulus atau rangsangan yang masih

bersifat terselubung, dan disebut covert behavior, sedangkan tindakan nyata

seseorang sebagai respons terhadap stimulus merupakan overt behavior

(Notoatmodjo, 2007).

2.8.2 Konsep Perilaku

Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme

dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan

adalah konsepsi dasar atau modal pengembangan perilaku organisme tersebut,

sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan untuk pengembangan perilaku

tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor dalam rangka

terbentuknya perilaku disebut proses belajar atau learning process (Notoatmodjo,

(34)

Menurut Bloom (1960) dalam Notoatmodjo (2007), ada tiga domain

perilaku, yakni kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor (tindakan).

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan terdiri dari

sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang dapat memahami

suatu gejala dan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pengetahuan juga

dapat diperoleh dari pengalaman orang lain yang disampaikan kepadanya, dari

buku, teman, orangtua, radio, televisi, poster, majalah, dan surat kabar

(Notoatmojo,2007).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan yang

dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni :

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh bahan

yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu,

“tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunkan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi rill (sebenarnya)

(35)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam

suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama

lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket misalnya : kuesioner, yang menanyakan tentang isi materi yang

ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2007).

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb salah seorang ahli psikologi

sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupaka pelaksana motif tertentu. Sikap belum

merupakan suatu tindakan atas aktivitas; akan tetapi adalah merupakan

“predisposisi” tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi

tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka. Lebih

dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo,

2007).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai

(36)

1. Menerima (Receiving)

Menerima, diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan

stimulus yang diberikan (objek)

2. Merespons (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan

adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang

lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

3. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,

antara lain fasilitas (sarana dan prasarana).

Tindakan dapat dibedakan menjadi beberapa tingkatan menurut

Notoatmodjo (2007) :

1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan

(37)

2. Respon Terpimpin (Guided Response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai

dengan contoh adalah indikator praktik tingkat dua.

3. Mekanisme (Mechanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara

otomatis, ataus sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah

mencapai praktik tingkat 3.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi

kebenaran tindakannya tersebut.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan

beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat

dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep pengetahuan dan tindakan penderita

Diabetes Melitus tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik akan diuraikan sebagai

berikut :

Gambar 3.1: Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

• Pengetahuan : merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner

Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 3 kategori menurut Pratomo, yaitu :

1. Tingkat pengetahuan “Baik” apabila responden dapat menjawab

dengan benar lebih dari 70% jumlah seluruh pertanyaan yang

diberikan.

Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik pada Penderita

DM tipe 2

Pengetahuan

(39)

2. Tingkat pengetahuan “Cukup” apabila responden dapat menjawab

dengan benar 40%-70% dari jumlah seluruh pertanyaan yang

diberikan.

3. Tingkat pengetahuan “Kurang” apabila responden hanya dapat

menjawab kurang dari 40% dari jumlah seluruh pertanyaan yang

diberikan.

Kuesioner pengetahuan terdiri dari 14 pertanyaan dengan memilih

jawaban yang benar. Skor tertinggi setiap pertanyaan adalah 1 dan skor

terendah adalah 0, sehingga skor tertinggi dari semua pertanyaan adalah

14 dan skor yang terendah adalah 0. Oleh sebab itu, skor dari setiap

tingkat pengetahuan adalah sebagai berikut :

a. baik, apabila skor jawaban responden >10

b. cukup, apabila skor jawaban responden 6-10

c. kurang, apabila skor jawaban responden <6

Skala pengukuran : ordinal

• Tindakan merupakan praktik atau perbuatan yang dilakukan secara nyata. Cara ukur : wawancara

Alat ukur : kuesioner GPAQ (Global Physical Activity Quetionnaire).

Kuesioner GPAQ merupakan kuesioner terstruktur yang didisain untuk

diisi sendiri atau ditanyakan melalui wawancara. Semua pengukuran dari

kuesioner GPAQ dikumpulkan dalam kategori yang terpisah. Pengukuran

dibagi menjadi 3 bagian. Bagian pertama, yaitu aktivitas fisik yang

berhubungan dengan pekerjaan (aktivitas yang berat). Bagian kedua, yaitu

aktivitas fisik di luar pekerjaan (aktivitas yang sedang). Bagian ketiga,

yaitu aktivitas fisik yang berhubungan dengan perjalanan.

Untuk perhitungan indikator kategori, digunakan kriteria total waktu yang

dihabiskan dalam melakukan aktivitas fisik selama 1 minggu.

Tiga tingkat aktivitas fisik yang disarankan untuk mengklasifikasikan

populasi tinggi, sedang, dan rendah adalah melalui kriteria-kriteria

(40)

 Tinggi

Seseorang yang memiliki salah satu kriteria berikut ini sudah

diklasifikasikan dalam kategori tinggi, yaitu :

- melakukan aktivitas yang berat minimal 3 hari dengan intensitas

minimal 1500 MET-menit/minggu, atau

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan

berjalan dalam 7 hari dengan intensitas minimal 3000

MET-menit/minggu

 Sedang

Seseorang yang tidak memenuhi kriteria untuk tingkat tinggi dan

memiliki salah satu kriteria yang diklasifikasikan sebagai berikut :

- intensitas aktivitas kuat minimal 20 menit/hari selama 3 hari atau

lebih, atau

- melakukan aktivitas sedang selama 5 hari atau lebih atau berjalan

paling sedikit 30 menit/hari, atau

- melakukan kombinasi aktivitas fisik yang berat, sedang, dan

berjalan dalam 5 hari atau lebih dengan intensitas minimal 600

MET-menit/minggu  Rendah

Orang yang tidak memenuhi salah satu dari semua kriteria yang telah

disebutkan dalam kategori kuat maupun kategori sedang.

Skala pengukuran : ordinal

• Dalam penelitian ini dipilih Diabetes Melitus tipe 2 karena populasinya terbanyak dari jenis Diabetes Melitus, yaitu 90% dari populasi

(Handayani, 2007).

• Penderita Diabetes Melitus tipe 2 adalah orang yang sudah didiagnosa DM

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

menggambarkan tingkat pengetahuan dan tindakan penderita DM tipe 2 terhadap

pentingnya aktivitas fisik. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini

adalah cross sectional study atau serat lintang, dimana pengambilan data hanya

dilakukan sekali saja dan pada waktu tertentu untuk setiap responden.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Endokrinologi Rumah Sakit Pusat

Haji Adam Malik (RSUPHAM) pada Juni-Juli 2010. Lokasi penelitian ini

dilakukan di RSUP Adam Malik karena RSUP Adam Malik merupakan salah satu

rumah sakit yang memiliki banyak pasien DM tipe 2 dan merupakan pusat

rujukan untuk penyakit endokrin di wilayah Sumatera Utara yang memiliki

fasilitas kesehatan yang lengkap.

4.3 Populasi dan Sampel

Populasi terjangkau dari penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang berobat

ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM pada Juni-Juli tahun 2010. Dari populasi

terjangkau ini dipilih sampel dengan menggunakan teknik consecutive sampling

dimana semua subjek yang datang ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM dan

memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi, akan dimasukkan dalam penelitian

sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.

Adapun kriteria inklusi dalam penelitian ini, yaitu :

- pasien DM tipe 2 yang berobat

(42)

- tidak memiliki hambatan untuk melakukan aktivitas fisik (tidak

mengalami komplikasi berat).

Dan kriteria eksklusi adalah pasien yang menolak untuk berpartisipasi.

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus dibawah dengan tingkat

kepercayaan sebesar 95% dan proporsi penyakit DM adalah 50 %. Batas toleransi

adalah 10%.

Z²l-α/2 p . (l-p) 1,96)² . 0,5 . (1-0,5)

n = ; n = = 96,15 = 97

d² (0,1)²

di mana;

n = besar sampel minimum

Zl-α/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu

p = harga proporsi di populasi

d = kesalahan (absolut) yang dapat ditolerir

Dari perhitungan diperoleh jumlah minimal responden 97 orang, untuk

memudahkan dalam perhitungan, maka besar sample yang diambil akan

dibulatkan menjadi sebanyak 100 responden.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Responden pada penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang datang

berobat ke Poliklinik Endokrinologi RSUPHAM. Responden akan dibagikan

kuesioner untuk mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan keterangan

dan data diri, riwayat penyakit DM tipe 2, pengetahuan tentang aktivitas fisik, dan

riwayat aktivitas fisik. Setelah itu, akan dilakukan uji validitas dan reliabiltas

terhadap kuesioner pengetahuan tentang aktivitas fisik. Kuesioner untuk survei

riwayat aktivitas fisik yang digunakan merupakan modifikasi Global Physical

(43)

4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner Pengetahuan yang dipergunakan dalam penelitian ini

telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan uji Cronbach

(Cronbach Alpha) yang menggunakan program SPSS 16.0. Sampel yang

digunakan dalam uji validitas ini memiliki karakter yang hampir sama

dengan sampel dalam penelitian. Jumlah sampel dalam uji validitas dan

reliabilitas ini adalah sebanyak 25 orang.

(44)

Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dengan

menggunakan program SPSS 15.0. Untuk mendeskripsikan gambaran

pengetahuan dan tindakan penderita Diabetes Melitus tipe 2 terhadap pentingnya

aktivitas fisik, dilakukan perhitungan frekuensi dan persentase. Data yang telah

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di

Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. RSUP Haji

Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah

pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat,

dan Riau, terutama pusat rujukan untuk penyakit endokrin, dimana

Poliklinik Endokrinologi merupakan bagian dari SMF Penyakit Dalam

yang memiliki fasilitas kesehatan yang lengkap. Di Poliklinik

Endokrinologi tersebut menyediakan pelayanan untuk pasien yang

melakukan kunjungan ulang untuk melanjutkan pengobatan dan dimonitor

perkembangan penyakitnya dari waktu ke waktu. Terdapatnya Poliklinik

Endokrinologi ini sangat mendukung untuk melaksanakan penelitian

tentang penyakit Diabetes Melitus. Penelitian dilakukan pada jam kerja

poliklinik, yaitu pada pkl 09.00 WIB - 14.00 WIB, hari Senin, Rabu, dan

Kamis. Poliklinik endokrin ini setiap hari memiliki sekitar 40 pasien

Diabetes Melitus tipe 2.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dikategorikan atas

jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, pekerjaaan, kadar gula darah

sewaktu, dan lama menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Hasil

penelitian terhadap 100 responden berdasarkan karakteristik dapat dilihat

(46)

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Penderita DM

Berdasarkan tabel 5.1. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel

penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik tahun 2010,

kelompok jenis kelamin yang terbesar adalah kelompok perempuan

sebesar 62.0% dan terendah adalah kelompok laki-laki sebesar 38.0%.

Kategori kelompok umur pada penderita DM tipe 2 dibagi menurut

DW.Slemmer berdasarkan tingkat produktivitasnya yaitu kelompok umur

20-54 tahun dengan tingkat produktivitas penuh, kelompok umur 55-64

tahun dengan tingkat kurang produktivitas, dan kelompok umur >64 tahun

(47)

penderita DM tipe 2 adalah kelompok umur 55-64 tahun sebesar 42.0%,

diikuti dengan kelompok umur 20-54 tahun sebesar 34.0%, dan kelompok

umur yang terendah adalah kelompok > 64 tahun sebesar 24.0%.

Pendidikan terakhir pada penderita DM tipe 2 yang terbesar adalah

kelompok SMA sebesar 47.0%, diikuti kelompok SMP sebesar 20.0%,

kelompok Diploma sebesar 13.0%, kelompok Sarjana sebesar 11.0%, dan

kelompok yang terendah adalah kelompok SD sebesar 9.0%.

Pekerjaan pada penderita DM tipe 2 yang terbesar adalah

kelompok Ibu Rumah Tangga (IRT) sebesar 33.0%, diikuti kelompok

Pensiunan sebesar 27.0%, kelompok Pedagang sebesar 17.0%, kelompok

Guru sebesar 14.0%, kelompok Petani sebesar 4.0%, kelompok

Pengangguran sebesar 3.0%, dan kelompok pekerjaan yang terendah

adalah Supir truk dan Penarik becak masing-masing sebesar 1.0%.

Kadar gula darah sewaktu pada penderita DM tipe 2 yang terbesar

adalah <200 mg/dl sebesar 60.0% dan kelompok terendah adalah >200

mg/dl sebesar 40.0%.

Dari lama menderita penyakit Diabetes Melitus tipe 2, rata-rata

responden menderita penyakit DM selama 94 bulan dengan standar deviasi

69, dimana lama minimal responden menderita penyakit DM adalah

selama 1 bulan sedangkan lama maksimal responden menderita penyakit

(48)

5.1.3. Deksripsi Jawaban Responden Pada Variabel Pengetahuan Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden

No

4. Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari

Diabetes Melitus

Penanganan Diabetes Melitus dalam

penggunaan obat-obatan pengontrol kadar

gula darah lebih penting daripada

mengubah gaya hidup

Pengertian aktivitas fisik

Prinsip melakukan aktivitas fisik yang baik

pada penderita Diabetes Melitus

Manfaat melakukan aktivitas fisik secara

teratur pada penderita Diabetes Melitus

Penilaian aktivitas fisik yang mencakup 4

dimensi utama

Frekuensi dalam melakukan aktivitas fisik

Upaya pencegahan pada penyakit Diabetes

Melitus

Pengertian pencegahan primer pada

penyakit Diabetes Melitus

Contoh pencegahan primer dari penyakit

Diabetes Melitus

Pengertian pencegahan sekunder pada

(49)

Berdasarkan tabel 5.2. pertanyaan yang paling banyak dijawab

dengan benar oleh responden adalah pertanyaan pada nomor 7 yaitu

sebanyak 98 orang (98%), sedangkan pertanyaan yang paling banyak

dijawab dengan salah adalah pertanyaan nomor 11 yaitu sebanyak 69

orang (69%).

5.1.4. Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Pengetahuan Tabel 5.3. Distribusi Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2

terhadap pentingnya aktivitas fisik

No Pengetahuan N %

1 Kurang 3 3.0

2 Cukup 55 55.0

3 Baik 42 42.0

Jumlah 100 100 .0%

Berdasarkan tabel 5.3. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun

2010, yang paling banyak ditemukan adalah penderita DM tipe 2 dengan

kategori pengetahuan cukup sebanyak 55 orang (55.0%).

(50)

5.1.5. Deskripsi Responden Berdasarkan Gambaran Tindakan

Tabel 5.4. Distribusi Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik

No Tindakan N %

1 Rendah 13 13.0

2 Sedang 70 70.0

3 Tinggi 17 17.0

Jumlah 100 100.0%

Berdasarkan tabel 5.4. dapat dilihat bahwa dari 100 sampel

penderita Diabetes Mellitus tipe 2 di RSUP H. Adam Malik Medan tahun

2010, yang paling banyak ditemukan adalah penderita DM tipe 2 dengan

kategori tindakan sedang yaitu sebanyak 70 orang (70.0%).

5.2. Pembahasan

5.2.1. Gambaran Pengetahuan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik

Dari hasil penelitian kami diperoleh gambaran pengetahuan pada penderita

DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam Malik yang

terbesar adalah dengan kategori pengetahuan cukup sebanyak 55 orang (55.0%),

diikuti dengan kategori pengetahuan baik sebanyak 42 orang (42.0%), dan yang

terendah dengan kategori pengetahuan kurang sebanyak 3 orang (3.0%).

Penelitian ini memperlihatkan gambaran pengetahuan responden tentang

pentingnya aktivitas fisik masih belum baik. Ini menunjukkan adanya variasi

(51)

mempengaruhi tingkat pengetahuan. Hal ini didukung oleh Notoadmojo (2007)

bahwa banyak faktor yang akan mempengaruhi pengetahuan seseorang terhadap

suatu objek tertentu, terutama yang berkaitan dengan karakteristik seseorang

seperti umur, sosial budaya, ekonomi, pendidikan, pekerjaan, pengalaman,

lingkungan, media massa, dan lain sebagainya. Salah satunya dapat dilihat bahwa

sebagian besar penderita Diabetes Melitus tipe 2 di RSUP H.Adam Malik

memiliki pendidikan terakhir adalah SMA. Hal ini mungkin berpengaruh terhadap

pengetahuan penderita terhadap pentingnya aktivitas fisik.

Selain itu, gambaran pengetahuan dengan kategori sedang pada responden

mungkin juga disebabkan oleh kurangnya informasi tentang pentingnya aktivitas

fisik. Ini kemungkinan terjadi karena responden mempunyai rasa ingin tahu yang

tidak cukup baik untuk melihat dan mendengar informasi tentang pentingnya

aktivitas fisik. Hal ini didukung oleh Notoadmojo (2007) bahwa pengetahuan

merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu, yaitu dengan indra penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga.

5.2.2. Gambaran Tindakan Penderita DM tipe 2 Terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik

Dari hasil penelitian kami diperoleh gambaran tindakan pada penderita

DM tipe 2 terhadap pentingnya aktivitas fisik di RSUP H.Adam Malik yang

terbesar adalah dengan kategori sedang sebanyak 70 orang (70.0%), diikuti

dengan kategori tinggi sebanyak 17 orang (17.0%), dan yang terendah adalah

dengan kategori rendah sebanyak 13 orang (13.0%). Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Abdel dan Abdullah (2007) yang berjudul

“Penilaian Tingkat Aktivitas Fisik Penderita Diabetes Melitus tipe 2 di Klinik

(52)

dari penderita DM tipe 2 (64,4%), memiliki kategori gambaran tindakan yang

sedang dalam melakukan aktviitas fisik.

Hasil penelitian kami ini juga menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang menderita Diabetes Melitus sudah melakukan aktivitas fisik yang

baik sesuai dengan aktivitas fisik yang dianjurkan terhadap penderita Diabetes

Melitus, dimana menurut Humes (2007), prinsip aktivitas fisik bagi diabetesi yang

tidak memiliki komplikasi berat/hambatan untuk melakukan aktivitas fisik adalah

aktivitas fisik tingkat sedang. Anjuran aktivitas fisik menurut Humes adalah :

- Jenis : latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan

kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang,

bersepeda, dan lain-lain.

- Frekuensi : jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan

teratur 3-5x/minggu

- Durasi : 30-60 menit

Gambar

Tabel 2.1 Nilai MET (metabolic energy turnover) dari sejumlah aktivitas fisik yang sering dilakukan
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas No Butir Cronbach's
Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Penderita DM
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penulisan ini membahas tentang penggunaan Router sebagai alat yang igunakan untuk menghubungkan dan mengatur komunikasi antar jaringan dalam satu kesatuan jaringan yang berskala

Aplikasi ini menggunakan elemen-elemen multimedia yaitu gambar, teks, suara, dan animasi kedalam suatu bentuk aplikasi yang diharapkan mudah digunakan oleh siapa saja dan

[r]

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XLII-2/W6, 2017 International Conference on Unmanned Aerial Vehicles

[r]

[r]

PENGGUNAAN LINGKUNGAN SEKOLAH SEBAGAI MEDIA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES DAN KETERAMPILAN MENULIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS RENDAH

l developing a transparent view of a market system and of the functions (core transactions, rules and supporting functions) and players within it (Figure 1