• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra. 《三国演义》中刘备、曹操、孙权形象研究

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra. 《三国演义》中刘备、曹操、孙权形象研究"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA ROMAN KISAH TIGA KERAJAAN KARYA LUO GUAN ZHONG

BERDASARKAN PSIKOLOGI SASTRA

OLEH:

SHEYRA SILVIA SIREGAR

070710006

PROGRAM STUDI SASTRA CINA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

▸ Baca selengkapnya: kisah tsa'labah adalah contoh sifat

(2)

ANALISIS KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA PADA ROMAN KISAH TIGA KERAJAAN KARYA LUO GUAN ZHONG

BERDASARKAN PSIKOLOGI SASTRA

演 中 备 曹操 权形象研

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Cina.

Oleh:

Sheyra Silvia Siregar 070710006

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr, T. Thyrhaya Zein M.A Liu Jin Feng, M.A

NIP: 19630109 198803 2 001

KETUA JURUSAN

Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A. NIP. 19630109 198803 2 001

DEKAN

(3)

PENGESAHAN Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana dalam Bidang Ilmu Sastra Cina

Hari/ tanggal : Selasa, 14 Juni 2011 Pukul : 08.30 WIB sampai selesai Tempat : Kantor Jurusan Sastra Cina-USU

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Dekan

Dr. H. Syahron Lubis, M.A NIP: 19511013 1 197603 1 001 Panitia Ujian

No Tanda Tangan

1. Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A ( )

2. Dra. Nur cahaya Bangun, M.Si ( )

3. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nst, M.Si ( )

4. Wu Qiao Ping, M.A ( )

5. Liu Jin Feng, M.A 姓 姓 ( )

(4)

PRAKATA

Luapan rasa syukur hanya layak diberikan untuk Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Nikmatnya yang berlimpah sehingga penyusunan skripsi ini bisa terselesaikan. Dalam proses penyusunan skripsi ini banyak pihak yang ikut terlibat

sehingga skripsi ini bisa terselesaikan. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Kepada Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Syahron Lubis, M.A.

2. Ketua Program studi Sastra Cina dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya yang telahg

memberi izin dan kemudahan kepada penulis dalam proses penyusunan skripsi ini. 3. Dosen pembimbing I, Dr. T.Thyrhaya Zein, M.A dan dosen pembimbing II, Liu Jin Feng, M.A yang telah memberikan arahan, ilmu dan bimbingan serta telah meluangkan waktu mendikusikan masalah yang berkaitan dengan skripsi ini hingga bisa terselesaikan

4. Para dosen Program studi yang telah berbagi ilmu, pengetahuan dan pengalaman kepada penulis: Kuang Xiaorong, Liao Jianqi, Yang Runzheng, Shao Zhangchao, Zhu Xiaohong, Chen Yihua, Yu Xin, Wu Qiaoping, Liu Jinfeng.

5. Bapak Drs. Hasan Maksum Siregar dan Dra. Silvana Lubis selaku orang tua yang

paling saya cintai dimana tak henti-hentinya memberikan dukungan moral dan materi yang sangat berarti dalam hidup saya dan selama masa pendidikan terutama dalam proses penyusunan skripsi ini.

6. Sheyla Silvia Siregar, saudara kembar saya yang telah banyak memberikan bantuan

(5)

bosan-bosannya mendengarkan keluhan saya dan menghibur saya, selalu ada saat dibutuhkan.

7. Teman-teman saya di Program Studi Sastra Cina khususnya angkatan 2007, terucap

kepada Rindi Alfabina Ginting (jangan lupakan aku bahkan disaat mas T membawamu ke negeranya…terima kasih untuk sebongkah senyuman yang selalu kau bagi), Rahmi (Sesuatu yang membuat hari ini special adalah ketika Rahmi berkata ‘kamu mantan pegulat ya?’), Yuliana Hutabarat (Setiap hari yang dilewati selalu penuh dengan tawa bahkan disaat-saat yang paling genting), Veronika Anggraini Sembiring (Thank you

Chen buat bantuannya selama ini, perjuangan kita adalah yang terbaik bukan karena hasilnya tetapi karena proses yang telah kita lalui), Liu Jin Feng (Thank you for the advise I’ll remember you for my entire life). Untuk semua teman-teman di kampus yang

telah banyak membantu saya terima kasih guys, saya bersyukur bertemu orang-orang seperti kalian dalam hidup saya terlebih bersyukur karena telah memilih Sastra Cina sebagai bidang saya hingga akhirnya mengenal orang-orang yang sangat menarik seperti kalian.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi

mahasiswa dalam mengapresiasi sebuah karya sastra.

Medan, 14 Juni 2011

Penulis,

Sheyra Silvia Siregar

070710006

(6)

ABSTRACT

The title of this research is “Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra.” This research analyzes the main characters which are based on intrinsic approach and extrinsic approaches: Literature Psychology.

The aim of this research is to analyze the characteristics of main characters intrinsic approach such as theme, plot, setting, point of view, and characterization. Then the description individuality aspecs of main characters use personality theory by Sigmund Freud (Id, Ego, Superego).

The methodology used on the research is descriptive method. Researcher uses descriptive method to analyze the document. The source of data taken from romance itself.

The result of this analysis is taken from the romance “Kisah Tiga Kerajaan” the subject of main characters by intrinsic that main characters (Liu Bei, Cao Cao, and Sun Quan) have diffrent characteristic. Liu Bei is hero, Cao Cao is smart but has bad behavior, and Sun Quan is a doubtful person. According to psychology literature, Liu Bei’s personality dominated by Id, Cao Cao’s personality is dominated by ego, Sun Quan’s personality is dominated by super ego.

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

ABSTRACT ii

DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 5

1.5 Batasan Masalah 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka 7

2.1.2 Penelitian Peneliti Terdahulu 7

2.2 Konsep 10

2.2.1 Roman 10

2.2.2 Tokoh 11

2.2.3 Kepribadian 13

2.3 Landasan Teori 14

2.3.1 Unsur Intrinsik Roman 15

(8)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metodologi Penelitian 22

3.2 Pendekatan Penelitian 22

3.3 Teknik Pengumpulan Data 22

3.4 Teknik Pengumpulan Data 23

3.5 Sumber Data 24

BAB IV ANALISIS SIFAT TOKOH UTAMA PADA ROMAN KISAH TIGA

KERAJAAN BERDASARKAN PENDEKATAN INTRINSIK

4.1 Hasil 25

4.2 Pembahasan 26

4.2.1 Tema 26

4.2.2 Sifat Tokoh-Tokoh Utama 28

4.2.2.1 Tokoh Liu Bei 28

4.2.2.2 Tokoh Cao Cao 34

4.2.2.3 Tokoh Sun Quan 38

BAB V ANALISIS EKSTRINSIK: PSIKOLOGI SASTRA (SIGMUND FREUD)

5.1 Tokoh Liu Bei 42

5.2 Tokoh Cao Cao 47

(9)

BAB VI PENUTUP 53

` 6.1 Kesimpulan 53

6.2 Saran 54

(10)

ABSTRACT

The title of this research is “Analisis Aspek Kepribadian Tokoh Utama Pada Roman Kisah Tiga Kerajaan Karya Luo Guan Zhong Berdasarkan Psikologi Sastra.” This research analyzes the main characters which are based on intrinsic approach and extrinsic approaches: Literature Psychology.

The aim of this research is to analyze the characteristics of main characters intrinsic approach such as theme, plot, setting, point of view, and characterization. Then the description individuality aspecs of main characters use personality theory by Sigmund Freud (Id, Ego, Superego).

The methodology used on the research is descriptive method. Researcher uses descriptive method to analyze the document. The source of data taken from romance itself.

The result of this analysis is taken from the romance “Kisah Tiga Kerajaan” the subject of main characters by intrinsic that main characters (Liu Bei, Cao Cao, and Sun Quan) have diffrent characteristic. Liu Bei is hero, Cao Cao is smart but has bad behavior, and Sun Quan is a doubtful person. According to psychology literature, Liu Bei’s personality dominated by Id, Cao Cao’s personality is dominated by ego, Sun Quan’s personality is dominated by super ego.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah suatu bentuk hasil pemikiran dan pekerjaan seni yang kreatif dimana manusia beserta kehidupannya menjadi objeknya. Sebagai hasil seni kreatif sastra juga bukan hanya suatu media untuk menyampaikan ide, perasaan, pengalaman dan cara

berpikir manusia tetapi juga berperan sebagai wadah penampung segala ide, perasaan, pengalaman dan cara berpikir manusia.

Sastra merupakan suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni. Selain itu sastra juga merupakan suatu karya imajinatif yang dipandang lebih luas pengertiannya daripada fiksi

(Rene wellek dan Austin warren, 1989: 3-11). Dalam penciptaannya sastra adalah pengungkapan dari fakta yang bersifat artistik dan imajinatif sebagai wujud kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia atau kemanusiaan (Esten, 1978: 9). Manusia sebagai

objeknya selalu meghadapi masalah-masalah yang kemudian dituangkan menjadi karya sastra baik secara lisan maupun tulisan hingga penciptaan karya sastra tidak pernah lepas dari kehidupan manusia itu sendiri.

Rene wellek dan Austin warren (1989:48-49) menggolongkan karya sastra

(12)

menjadi dua yaitu karya sastra lisan murni yang berupa dongeng, legenda, cerita yang tersebar secara lisan di masyarakat dan karya sastra lisan tak murni biasanya berbaur dengan tradisi lisan yang sudah ada. Sastra tulisan menurut Wellek dan Warren (1990: 51)

adalah karya sastra yang dipopulerkan melalui tulisan-tulisan yang sering kita temui seperti prosa, puisi, roman dan cerpen.

Roman adalah karya sastra dengan epik panjang yang berisi paparan cerita tentang suatu tokoh dari dia lahir sampai mati. Roman juga dikenal dengan karya sastra rekaan karena peristiwa yang terjadi didalamnya hampir tidak mungkin terjadi dalam

dunia nyata (fiksi) karena Roman dibuat untuk memuaskan keinginan para pembaca terhadap hiburan.

Roman menurut Komarudin (2000: 222-223) berasal dari bahasa Prancis, yaitu

Romance. Pada mulanya roman berarti buku-buku yang ditulis dalam bahasa Romana,

bahasa sehari-hari Prancis kuno, yang selanjutnya berubah arti menjadi kisah atau cerita atau hikayat yang menyajikan tokoh-tokoh ksatria dan pahlawan. Komarudin juga menambahkan bahwa novel dalam bahasa Prancis disebut Romance, dan dalam bahasa Indonesia dikenal sebagairoman.

Setiap manusia merupakan individu yang berbeda dengan individu lainnya karena memiliki watak, sifat, pengalaman serta prinsip hidup tersendiri. Secara psikologi hal ini disebabkan oleh perbedaan lingkungan tempat manusia itu tumbuh yang sangat

(13)

Unsur-unsur dalam karya sastra memiliki kaitan yang erat, baik itu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik sehingga dalam proses apresiasi karya sastra unsur-unsur ini saling menjelaskan satu sama lain Culler (dalam Pradopo, 1977: 170-1). Misalnya kepribadian

tokoh utama didapat setelah berhasil menganalisis sifat tokoh utama. Dan kemudian penulis akan memperdalam lagi pokok kajiannya dengan menganalisis kepribadian tokoh utama dengan menggunakan teori Psikologi Sastra oleh Sigmund Freud. Jatman (dalam Endraswara 2003: 97) berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi memiliki pertautan yang erat, secara tidak langsung dan secara fungsional. Pertautan tidak langsung, karena

baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan manusia. Psikologi dan sastra mempunyai hubungan fungsional karena sama-sama untuk mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil,

sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif. Dalam penelitian ini peneliti menganalisis tokoh utama dalam roman klasik Kisah Tiga Kerajaan (2009).

Kisah Tiga Kerajaan adalah salah satu dari empat karya sastra terkenal Cina

seperti Kisah Tiga Kerajaan, Perjalanan ke Barat, Titik Air dan Impian Paviliun

Merah.Roman klasik Kisah Tiga Kerajaan merupakan kisah klasik dari negeri Tiongkok

yang diangkat dari sejarah besar masa dinasti Han (汉 ). Turun temurun kisah ini telah

beredar secara lisan dalam masyarakat Cina lebih dari lima abad lamanya dan merupakan

kisah yang melegenda di Tiongkok. Sejarah yang diceritakan kembali oleh Luo

Guanzhong (罗 贯 中) seorang sastrawan dari dinasti Ming (明 ) yang mengambil

literatur sejarah resmi mengenai zaman Tiga Negara di Tiongkok yang dimulai dari

(14)

diceritakan kembali oleh Yongkie Angkawijaya dengan versi yang lebih singkat dari aslinya yaitu 4 bab.

Kisah Tiga Kerajaan (2009) adalah sebuah kisah yang terjadi dipenghujung

Dinasti Han di mana Cina terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan. Menurut catatan sejarah, Cina dahulunya hanya boleh dipimpin oleh seorang kaisar tunggal yang dianggap menjalankan mandat langit untuk berkuasa, namun di zaman ini karena tidak ada satu pun negara yang dapat menaklukkan negara lainnya

untuk mempersatukan Cina, maka muncullah tiga negara dengan kaisar masing-masing. Ketiga Negara ini dipimpin oleh Liu Bei dengan daerah kekuasaannya yaitu Negara Shu Han, Cao Cao dengan daerah kekuasaannya Negara Wei lalu yang terakhir adalah Sun Quan yang menguasai Negara Wu. Liu Bei, Cao Cao, dan Sun Quan merupakan tiga

tokoh utama yang dipilih peneliti untuk menjadi objek yang diteliti karena dianggap memiliki peran dan kepribadian yang paling menonjol. Ketiga tokoh utama ini memiliki karakter yang berbeda yang kemudian dalam kisahnya saling berjuang untuk memposisikan dirinya sebagai penguasa Cina yang utuh. Dalam usahanya mereka saling bersaing dan melakukan intrik untuk mempersatukan Cina yang pada waktu itu terpecah

belah, selain itu mereka juga saling menyerang daerah kekuasaan satu sama lain untuk memperluas wilayah kekuasaan. Kisah Tiga Kerajaan (2009) merupakan sejarah yang paling dahsyat yang pernah terjadi di dunia.

(15)

1.2 Perumusan Masalah

Agar setiap pembahasan suatu karya tulis dapat dimengerti dengan mudah oleh pembaca dan tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki, perlu adanya satu

batasan masalah. Untuk itu peneliti membuat suatu rumusan masalah yaitu :

1. Bagaimanakah sifat tokoh utama pada roman klasik Kisah Tiga Kerajaan karya Luo Guan Zhong berdasarkan pendekatan intrinsik?

2. Bagaimanakah aspek kepribadian kedua tokoh utama yaitu Liu Bei, Cao Cao dan

Sun Quan pada roman klasik Kisah Tiga Negara karya Luo Guan Zhong berdasarkan pendekatan ekstrinsik yaitu: Psikologi Sastra?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan suatu penelitian haruslah jelas, mengingat penelitian harus mempunyai arah atau sasaran yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada roman klasik Kisah

Tiga Kerajaan karya Luo Guan Zhong

2. Mendeskripsikan aspek kepribadian tokoh utama pada roman klasik Kisah

Tiga Negara karya Luo Guan Zhong berdasarkan pendekatan ekstrinsik yaitu:

Psikologi Sastra

1.4 Manfaat Penelitian

(16)

1. Manfaat Teoritis ,yaitu untuk memperkaya ilmu pengetahuan khususnya pengkajian di bidang sastra.

2. Manfaat Praktis, bagi pembaca dan penikmat sastra, agar bisa digunakan sebagai

bahan perbandingan dengan penelitian sebelumnya agar dapat termotivasi dalam menemukan ide atau gagasan baru yang lebih kreatif dan inovatif dimasa mendatang.

1.5 Pembatasan Masalah.

Dalam penelitian ini, agar penelitian tetap terfokus dan tidak melebar melewati fokus permasalahan perlu adanya pembatasan masalah. Sebuah penelitian perlu dibatasi ruang lingkupnya agar wilayah kajiannya tidak terlalu luas yang dapat berakibat

penelitiannya menjadi tidak fokus. Perlu diketahui pula bahwa penelitian yang baik bukan penelitian yang objek kajiannya luas ataupun dangkal, melainkan penelitian yang objek kajiannya memfokus dan mendalam. Pembatasan masalah dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Unsur-unsur intrinsik yang terdapat pada roman Kisah Tiga Kerajaan karya Luo

Guan Zhong

2. Aspek kepribadian kedua tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao pada roman klasik

Kisah Tiga Negara pada roman klasik karya Luo Guan Zhong berdasarkan

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

Pada bab ini dipaparkan mengenai konsep, landasan teori dan beberapa penelitian peneliti sebelumnya. Selanjutnya pada konsep dijelaskan pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada penelitian ini.

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui keaslian karya ilmiah. Oleh karena itu dipaparkan beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini.

2.1.1 Penelitian Peneliti Terdahulu

Penelitian yang menyangkut psikologi sastra sudah banyak dilakukan, salah satunya seperti: Lissa Ernawati (2009), Universitas Sumatera Utara dengan penelitiannya

Novel Rojak Karya Fira Basuki: Analisis Psikologi Sastra yang memaparkan keadaan

psikologis tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Rojak dan unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Dalam novel Rojak tergambar keadaan psikologi tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kesepian, frustasi, dan kepribadian.

Lalu di bawah ini beberapa penelitian sebelumnya di Cina yang menjadikan tokoh

Liu Bei dan Cao Cao pada roman klasik Kisah Tiga Negara sebagai objek kajiannya dengan menggunakan pendekatan intrinsik.

(18)

menggambarkan tentang nilai-nilai kebajikan yang dilakukan Liu Bei untuk masyarakat Cina pada saat itu juga tentang sumpah persaudaraan antara Liu Bei dengan kedua suadara angkatnya Guan Yu dan Zhang Fei yang dijunjung tinggi oleh Liu Bei memiliki

dampak yang mendalam bagi masyarakat Cina pada masa sekarang.

Wang Li (2000): 68-70 yang dipublikasikan oleh China Academic Journal Electronic Publishing House yang berjudul San Guo Yan Yi Zhong Cao Cao Xing Xiang

de Zai Tan Tao mengungkapkan bahwa tokoh Cao Cao memiliki karakter yang kompleks,

Cao Cao demi tujuannya menghalalkan segala cara termasuk membunuh rakyat yang tak

bersalah.Tapi Cao Cao juga seorang pahlawan karena tujuannya adalah untuk mempersatukan seluruh Cina dibawah kepemimpinannya.

Yu Feng Chun (2001): 54-57 dipublikasikan oleh Journal of ChangChun University

pada penelitiannya yang berjudul Lun Liu Bei de Ren yu Lei yang menyebutkan bahwa Liu Bei dalam catatan sejarah sering kali menangis ketika menghadapi masalah.

Lalu masih ada Zhang Zuo Yao (2004):150-163pada jurnal China Academic Journal Electronic Publishing House yang berjudul San Guo Yan Yi, Shi Zen Me Yang Su Zao Liu

Bei Xing Xiang de yang menggambarkan tentang sisi ke-heroan tokoh liu bei dan

perjuangannya dalam melawan Cao Cao dan dalam penelitiannya dia juga sedikit membandingkan sifat kedua tokoh ini.

Zhu Hong Bo (2007) : 30-34 pada Journal of School of Chinese Languange and

(19)

Hu Xian Kai (2008) : 111-112 dalam jurnal Journal of Hu Bei University of Economic yang berjudul San Guo Yan Yi Cao Cao Xingxiang Xin Kan menggambarkan bahwa Cao Cao memiliki kepribadian yang pintar, memiliki akal yang banyak, memiliki

strategi yang kuat dan seorang dengan karakter yang kompleks.

Zhang Xiao Dong (2010) : 125 pada China Academic Journal Electronic Publinshing House dengan penelitiannya San Guo Yan Yi, Cao Cao Renwu Xingxiang Qiangxi yang memaparkan kepribadian tokoh Cao Cao yang sebagian besar memiliki sifat buruk karena ambisinya untuk menguasai Cina.

Wang Tong Zhou (2010) : 157-161 pada Journal of South-Central University for Nationalities (Humanities and Social Sciences) yang dalam penelitiannya berjudul San

Guo Yan Yi de Wenti Xing Zhi yu Liu Bei Xingxiang Su Zao yang mendeskripsikan lebih

dalam tentang sifat-sifat Liu Bei. Hubungan jalan cerita dan penggambaran kisah sejarah yang terdapat dalam Roman Kisah Tiga Negara.

Beberapa penelitian sebelumnya yang menganalisis tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao di atas semuanya menggunakan pendekatan intrinsik yang mana hanya memaparkan karakter kedua tokoh tersebut, sedangkan perbedaannya pada penelitian ini penulis akan

menganalisis kedua tokoh utama tersebut dengan menerapkan pendekatan intrinsik yaitu: penokohan dan ekstrinsik yaitu: psikologi sastra secara bersamaan.

2.2 Konsep

(20)

a. Roman b. Tokoh c. Kepribadian

2.2.1 Roman

Roman adalah satu jenis karya sastra yang merupakan satu bagian dari epik

panjang dan dalam perkembangannya roman menjadi satu jenis karya sastra yang sangat

digemari. Menurut Ruttkowski dan Reichman (1974:37) sebagai karya sastra epik

panjang, roman berisi paparan cerita panjang yang terdiri dari beberapa bab dimana

antara bab satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Biasanya roman bercerita

tentang satu tokoh dari hidup sampai mati.Kata Roman berasal dari bahasa Prancis

“romanz” yang ditujukan pada semua hasil karya sastra dari golongan rakyat

jelata.Roman merupakan karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut

watak dan isi jiwa masing-masing (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 23-2-2011).

Dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa roman adalah suatu karya sastra

dengan epik panjang yang menceritakan keseluruhan hidup suatu tokoh bersamaan

dengan permasalahan yang dihadapi terutama masalah yang menyangkut hubungan

sosialnya.

Agar dapat memahami sebuah roman kita harus dapat membedakannya dari

roman-roman jenis lain.Roman diklasifikasikan ke dalam kelompok berdasarkan

pengutamaannya.Ruttkowski dan Reichman (1974:23) mengatakan bahwa dalam sebuah

roman lebih diutamakan penggambaran sebuah atau beberapa tokoh,maka roman itu

(21)

roman yang mengkisahkan pembentukan suatu tindakan menarik atau tingkah laku

disebut Handslungroman. Dari paparan tersebut bisa disimpulkan bahwa roman klasik

Kisah Tiga Kerajaan juga dapat digolongkan ke dalam jenis roman yang menggambarkan beberapa tokoh pada ceritanya atau yang disebut Figurenroman.

2.2.2 Tokoh

Tokoh dalam karya sastra adalah sosok yang mengambil peran penting dalam suatu

karya sastra dan dalam satu cerita tokoh merupakan sosok yang bertugas menjalankan

alur cerita. Tokoh tidak kalah menarik dalam studi psikologi sastra karena tokoh

merupakan objek yang mencerminkan sisi kejiwaan dari suatu karakter. Tokoh-tokoh

yang muncul dimaksudkan untuk melakukan suatu objek dalam suatu cerita.

Tokoh cerita menurut Abraham(dalam Nurgiyantoro 2000:165) adalah orang-orang

yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang diekpresikan dalam ucapan dan

apa yang dilakukan dalam tindakan.

Tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang

berbeda-beda.Seorang tokoh yang memiliki peranan penting dalam suatu cerita disebut tokoh

inti(tokoh utama). Sedangkan tokoh yang peranannya tidak penting karena

kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung tokoh utama disebut tokoh

tambahan atau tokoh pembantu. Dalam melakukan analisis yang menjadi tumpuan adalah

tokoh utama karena sering kali cerita berfokus pada tokoh utama sedangkan tokoh kedua,

tokoh ketiga, dan seterusnya kurang mendapat perhatian karena cerita tidak berpusat pada

(22)

Dalam satu karya sastra untuk menentukan tokoh mana yang merupakan tokoh utama,

pembaca dapat menemukannya dengan jalan melihat intensitas kemunculan suatu tokoh

dalam cerita tersebut. Selain itu dapat juga dengan melihat petunjuk yang diberikan oleh

pengarang. Aminuddin dalam (Pradopo, 1995:80). Tokoh utama biasanya merupakan

tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarang, dan tokoh tambahan

hanya dibicarakan ala kadarnya

Menurut Aminuddin (Siswanto, 2008: 144) dilihat dari watak yang dimiliki oleh

tokoh. Dapat dibedakan atas tokoh protagonis, antagonis dan tokoh tritagonis.

1. Tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya,

watak tokoh ini baik dan positif, contohnya dermawan, jujur, rendah hati,

pembela, cerdik, pandai, mandiri, dan setia kawan. Dalam kehidupan nyata jarang

ada orang yang memiliki sifat yang sempurna, karena setiap orang mempunyai

sisi kelemahan masing-masing. Oleh sebab itu, ada juga watak protagonis juga

menggambarkan dua sisi kepribadian yang berbeda. Contohnya orang yang

berbohong jelas sekali merupakan satu kesalahan tetapi seorang tokoh dengan

sadar melakukannya tetapi karena keadaan tertentu terpaksa melakukannya demi

kebaikan. Contoh lainnya seorang yang dermawan memberikan sumbangan ke

panti asuhan tanpa memberitahu namanya. Dermawan tersebut memperoleh uang

sumbangannya berasal dari hasil mencuri. Dari sisi ini tokoh tergambar memiliki

sifat yang sangat pahlawan atau hero bagi orang yang membutuhkan.

2. Tokoh Antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini

biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif, seperti

(23)

pamer, dan ambisius. Meskipun demikian, ada juga tokoh-tokoh antagonis yang

bercampur dengan sifat-sifat yang baik. Contohnya, tokoh yang selalu mencelakai

orang lain demi mencapai tujuannya, dengan sengaja mengadu domba pihak satu

dengan pihak lainnya agar terlihat baik di depan orang lain.

3. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak memiliki sifat keduanya, protagonis dan

antagonis. Tokoh ini sering kali menjadi penengah diantara tokoh protagonis dan

antagonis. Tokoh ini disebut juga tokoh pendamai. Contonya, perselisiahan yang

terjadi antara tokoh protagonis dan antagonis sering kali menimbulkan konflik

yang berkepanjangan. Dalam hal ini tokoh tritagonis menjadi pihak penengah

diantara keduanya.

2.2.3 Kepribadian

Kata “kepribadian” (personality) berasal dari bahasa Latin Pesona, mengacu pada topeng yang dipakai oleh aktor romawi dalam pertunjukan drama Yunani. Para aktor Romawi kuno memakai topeng(pesona) untuk memainkan perannya atau penampilan palsu. Defenisi ini, tentu saja, bukan defenisi yang bisa diterima. Ketika Psikolog

menggunakan istilah ini “kepribadian”, mereka mengacu kepada sesuatu yang lebih dari peran yang dimainkan seseorang.

Kepribadian adalah pola sifat dan karakteristik tertentu, yang relatif permanent dan

(24)

1974: 4). Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan yang mengubah

lingkungan (Chaplin: 1972). Dapat disimpulkan dari beberapa kutipan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatunya tentang manusia dan sekelilingnya,dan juga pemikiran tentang manusia itu sendiri yang mempengaruhi tingkah laku manusia itu sendiri. Kemudian psikologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari pikiran (mind), namun dalam perkembangannya, kata pikiran (mind)

berubah menjadi behaviour (tingkah laku), sehingga Psikologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia (Mussen dan Rosenzwig, 1975: 5).

2.3 Landasan Teori

Teori adalah dasar bagi peneliti dalam melakukan tahap pengerjaan menganalisis objek penelitian karya ilmiah. Dalam analisis tokoh utama pada roman klasik Kisah Tiga

Kerajaan teori struktural roman digunaka peneliti dalam menganalisis unsur intrinsik

roman beserta menggunakan teori Sigmund Freud (id, ego, superego) dalam menganalisis unsru ekstrinsik roman: psikologi sastra.

2.3.1 Unsur intrinsik roman

(25)

1. Tema

Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan sebagai titik awal pengarang dalam memaparkan karya ciptaannya. Tema merupakan kaitan hubungan

antara makna dengan tujuan pemaparan roman oleh pengarangnya (Aminuddin, 1984: 98). Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tapi mau mengatakan sesuatu pada pembacanya. Seorang pengarang akan memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melakukan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca

dapat memahami tema ketika mereka bisa memahami unsur-unsur yang menjadi media yang memaparkan tema tersebut, menyimpulkan makna yang terkandung serta mampu manghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya (Aminuddin, 1984: 108).

Dalam menentukan tema, pembaca dapat melihatnya tersamar dalam seluruh

elemen karya sastra melalui dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan pikirannya, kejadian-kejadiannya, setting cerita untuk mempertegas tema. Penulis yang besar dan sudah punya

image pribadi dalam setiap karyanya selalu kembali pada persoalan besar yang sama

untuk dijadikan tema. Penyair besar W.S. Rendra selalu mengangkat tema yang berhubungan dengan orang-orang yang menjadi terkutuk oleh masyarakat karena

nasibnya yang buruk.

2. Plot atau alur

(26)

memiliki sebab dan akibat dan yang menggerakkan jalan cerita tersebut adalah plot, yaitu segi roana dari kejadian. Suatu kejadian baru bisa disebut cerita kalau didalamnya ada perkembangan kejadian.

Intisari plot adalah konflik, tetapi suatu konflik tidak bisa secara tiba-tiba dipaparkan begitu saja, harus ada dasar yang menjadi landasan dari konflik tersebut. Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 159) membagi plot manjadi 5 unsur yaitu:

1. Eksposisi atau pengenalan 2. Komplikasi

3. Klimaks 4. Resolusi 5. Konklusi

Eksposisi atau pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita, yang memperkenalkan tokoh-tokoh atau latar cerita. Yang dikenalkan dari tokoh ini, misalnya nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya.

Konflik adalah titik awal dari suatu konflik dalam suatu cerita. Masalah-masalah timbul dan terjadi karena adanya pertentangan antara satu tokoh, dua tokoh, antara tokoh

dan masyarakat, antara tokoh dan alam serta antara tokoh dan Tuhan. Timbulnya konflik sering kali berhubungan erat dengan unsur watak atau tema, atau setting. Karena watak tokoh yang begitu rupa bisa menimbulkan permasalahan dengan orang lain atau

lingkungan sekitarnya.

(27)

Resolusi adalah bagian struktur alur sesudah tercapai klimaks. Pada tahap ini peristiwa-peristiwa yang terjadi menunjukkan perkembangan cerita ke arah penyelesaian.

Konklusi merupakan tahap akhir dari suatu plot cerita. Dalam tahap ini semua

masalah teruraikan, kesalahpahaman dijelaskan, rahasia dibuka. Ada dua macam konklusi yaitu: tertutup dan terbuka. Konklusi tertutup adalah penyelesaian cerita yang diberikan oleh sastrawan. Konkulsi tertutup adalah bentuk penyelesaian cerita yang diserahkan lepada pembaca.

3. Setting

Setting secara sederhana diartikan sebagai latar cerita. Menurut Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 149) setting memiliki batasan sebagai latar peristiwa, secara

lengkap mengulas tentang suatu wilayah. Melalui setting suatu wilayah tertentu dapat dilihat bagaimana pembentukan watak seorang karakter, tema, dan karakter cerita. Jadi jelas bahwa pemilihan setting dapat membentuk tema dan plot.

4. Sudut pandang (point of view)

Sudut pandang adalah tempat dimana sastrawan memandang ceritanya, bagaimana kisah tersebut diceritakan. Sudut pandang sangat mempengaruhi pembaca karena sudut pandang adalah cara pengarang berkomunikasi dengan pembaca sehingga

pesan yang terkandung dapat tersampaikan dengan baik lepada pembaca. Ada empat macam sudut pandang yaitu:

1. Omniscient point of view (sudut pandang yang berkuasa). Disini pengarang

(28)

dan menciptakan tokohnya, mengatur jalan pikiran tokoh hingga mengkomentari kelakuan para pelaku.

2. Obejctive point of view, hampir sama dengan omniscient hanya saja pengarang

tidak memberikan komentar apa pun mengenai kelakuan tokohnya.

3. Sudut pandang orang pertama, teknik ini ditandai dengan menggunakan kata “aku” dalam penceritaannya, persis seperti menceritakan pengalaman sendiri. 4. Sudut pandang peninjau. Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu

tokohnya untuk bercerita. Sudut pandang peninjau ini lebih dikenal dengan sudut

pandang orang ketiga.

2.3.2 Psikologi Sastra

Istilah psikologi sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau pribadi. Yang kedua adalah studi proses kreatif dimana mengkaji tentang proses-proses selama pembentukan satu karya sastra. Yang ketiga studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra dan yang keempat mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

Yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah pengertian yang ketiga, studi tipe dan hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Pada penelitian ini teori kepribadian (Id, Ego, dan Superego) yang diusung oleh pakar psikologi Sigmnud Freud yang menjadi

(29)

1. Pengertian psikologi sastra

Dalam mengkaji suatu prilaku berdasarkan tinjauan Psikologi sastra tentu berkaitan dengan kejiwaan yang tekandung dalam karya sastra itu sendiri karena pada dasarnya

psikologi adalah kejiwaan yang kemudian dikaitkan dengan satu hasil karya sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak lepas dari kejiwaan masing-masing, sehingga psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan (Endraswara 2003:96).

Karya sastra yang dipandang sebagai fenomena psikologis akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika teks berupa drama maupun prosa. Sedangkan jika berupa puisi, tentu akan tampil melalui larik-larik dan pilihan kata yang khas.

Hubungan antara psikologi dan sastra

Psikologi sastra mengenal karya sastra sebagai pantulan jiwa. Pengarang akan menangkap gejala kejiwaan yang lalu diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan

kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri dan pengalaman hidup disekitar pengarang akan terproyeksi secara langsung ke dalam teks sastra.

Karya sastra dan psikologi memang memiliki pertautan yang erat secara tak langsung dan fungsional(Jatman,1985:165).

(30)

Psikologi adalah menganalisis kesadaran kejiwaan manusia yang terdiri dari unsur-unsur structural yang sangat erat hubungannya dengan proses-proses panca indera.

2. Sistem Kepribadian menurut Sigmund Freud

Dalam kajian psikologi sastra yang berusaha mengungkap aspek kepribadian yang meliputi 3 bagian yang lebih dikenal sebagai 3 sistem kepribadian yaitu, (id, ego, super ego).

a. Id adalah inti dari kepribadian yang sepenuhnya tidak disadari yang berpegang pada asas kesenangan yang didorong oleh pencapaian kepuasan. Id adalah acuan penting untuk memahami mengapa seniman/sastrawan menjadi kreatif.(Atmaja:1988:231). Id adalah aspek kepribadian yang “gelap” dalam alam

bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu tak kenal nilai dan agaknya berupa “energi buta”. Id adalah system kepribadian yanga da sejak lahir bahkan mungkin sebelum lahir,dan diturunkan secara genetik,langsung berkaitan dengan dorongn-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber energi manusia,sehingga Freud mengatakan bahwa ini adalah jembatan antara segi

biologis dan psikis manusia. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif sehingga bersifat KAOTIK (kacau tanpa aturan),tidak mengenal moral dan tidak memiliki rasa benar-salah.

(31)

Ego selalu bersifat realistis. Freud mengatakan bahwa ego merupakan satu – satunya jembatan seseorang berkomunikasi dengan dunia luar.

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan dijelaskan metode yang digunakan peneliti untuk mengolah data-data yang tersedia dalam proses analisis objek penelitian.

3.1 Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian diperlukan metode untuk mendukung langkah kerja hingga terbentuknya hasil tulisan yang baik dan tersusun secara sistematis. Untuk mendukung kegiatan penulisan skripsi merupakan metode penelitian deskriptif dengan analisis dokumen.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sastra yaitu tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra.Analisis perilaku dan

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh utama secara psikologis mengacu kepada teori kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

(33)

sumber data diperoleh dari sumber tertulis, dengan pendekatan objektif dan psikologi untuk menganalisis berbagai macam perilaku yang terdapat dalam cerita. Peniliti dalam hal ini mengumpulkan semua data-data dan buku-buku yang berkaitan dengan psikologi

sastra.Langkah-langkah yang dilakukan dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah :

 Membaca novel secara berulang-ulang untuk mencari dan menentukan tokoh

utama dalam Roman tersebut.

 Melakukan teknik catat yaitu mencatat tokoh utama dalam roman klasik

Tiongkok Kisah Tiga Kerajaan yaitu Cao Cao dan Liu Bei.

3.4 Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah dengan teknik deskriptif kualitatif. Analisis kualitatif juga termsuk ke dalam metode deskriptif karena

bersifat memaparkan, memberikan, menganalisis, dan menafsirkan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis roman klasik Kisah Tiga Kerajaan adalah yang pertama menentukan data-data yang termasuk pada unsur intrinsik roman lalu menganalisisnya dan mengklasifikasikan karakter tokoh utama yang paling menonjol

menjadi kepribadian tokoh utama tersebut berdasarkan unsur ekstrinsik yaitu: psikologi sastra. Ada pun langkah-langkahnya akan diuraikan di bawah ini:

1. Unsur Intrinsik:

 Menganalisis perilaku tokoh Liu Bei dan Cao Cao yang terdapat pada roman

(34)

 Mengklasifikasikan tipe-tipe perilaku dari tokoh utama berdasarkan sisi baik dan

buruknya.

 Lalu mencatat semua perkataan dan perbuatan yang menggambarkan perilaku

tokoh utama yang mendukung analisis.

2. Unsur Ekstrinsik: Setelah data intrinsik telah terkumpul dan dianalisis sesuai dengan karakter masing-masing tokoh, kemudian data yang telah diperoleh tersebut ditulis dalam kartu data dengan mengelompokkannya berdasarkan psikologi sastra.

3.5 Sumber Data

Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah roman itu sendiri yang berisi kutipan percakapan mau pun ilustrasi yang mampu menggambarkan kepribadian tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao. Ada pun secara rinci sumber data tersebut adalah:

 Judul Roman : Kisah Tiga Kerajaan

 Karya : Luo Guan Zhong

 Dikisahkan kembali oleh : Yongkie Angkawijaya

 Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

 Tahun : 2009

 Tebal Buku : 436 Halaman

 Ukuran Buku : 15x23 cm

(35)

BAB IV

Analisis Sifat Tokoh Utama pada Roman Klasik

Berdasarkan Pendekatan Intrinsik

Bab ini akan menjelaskan mengenai hasil dan pembahasan mengenai tema, plot,

setting, dan sudut pandang serta sifat tokoh utama pada roman klasik Tiongkok Kisah

Tiga Kerajaan (2009) karya Luo Guan Zhong berdasarkan pendekatan intrinsik.

4.1 Hasil

Hasil pembahasan mengenai karakter kepribadian tokoh utama dalam Roman

Klasik Tiongkok Kisah Tiga Kerajaan berdasarkan teori kepribadian Sigmund Freud bahwa Liu Bei memiliki karakter yang mandiri, seorang pemimpin, mudah percaya pada orang lain, cerdik, seorang yang penyayang dan bersahaja, peduli pada rakyat, suka bekerja sama dengan orang lain, baik dan rendah hati serta seorang yang berpendirian.

Sedangkan Cao Cao memiliki karakter yang pandai bersikap, licik, suka pada orang berbakat, cerdas, cerdik, karakter yang selalu curiga pada orang lain dan juga seorang pahlawan. Sedangkan Sun Quan memiliki sifat yang ragu-ragu pada keputusannya sendiri, mudah terhasut oleh omongan orang lain sehingga pendiriannya tidak tetap.

(36)

4.2 Pembahasan

Berikut ini adalah adalah pembahasan terhadap sifat tokoh utama Liu Bei dan Cao Cao pada roman klasik Tiongkok Kisah Tiga Kerajaan karya Luo Guan Zhong berdasarkan pendekatan intrinsik dan aspek kepribadian kedua tokoh utama berdasarkan pendekatan ekstrinsik: psikologi sastra dengan mengacu pada teori kepribadian Sigmund

Freud.

Berikut adalah analisis tokoh-tokoh utama yaitu Liu Bei, Cao Cao, dan Sun Quan berdasarkan pendekatan intrinsik.

4.2.1 Tema

Tema pada roman klasik Kisah Tiga Kerajaan (2009) dapat dilihat yang dari awal sudah diceritakan mengenai Kaisar yang pada saat itu tidak cakap dalam

pemerintahannya sehingga terjadi berbagai pemberontakan karena kekuasaan yang sebenarnya ada pada tangan para kasim istana yang beranggotakan sepuluh orang. Mereka melakukan praktik korupsi, memperjual-belikan jabatan pemerintahan serta menyingkirkan para jendral mau pun penasihat yang setia pada Kaisar. Mereka

melakukan hal yang membuat posisi mereka semakin kuat dan menguntungkan diri masing-masing. Terlihat pada kutipan:

Sesungguhanya Kaisar Ling hanyalah boneka. Kekuasaan yang sebenarnya justru ada pada para kasim istana. Para kasim ini yang terkenal ‘Sepuluh Kasim’ (Shi Chang Shi/ 十 使) itu beranggotakan Zhang Rang,

(37)

menyingkirkan para jendral maupun penasihat yang setia pada Dinasti Han. (Kisah Tiga Kerajaan, 2009: 6)

Dalam keadaaan yang kacau balau muncul Liu Bei yang juga merupakan keturunan Kaisar dan adik-adik angkatnya Guan Yu dan Zhang Fei yang merasa tergerak

hatinya untuk menyelamatkan pemerintahan. Mereka yang merasa satu visi dan misi berjuang bersama.Terlihat pada kutipan:

“Kami Liu Bei, Guan Yu dan Zhang Fei sekali pun berbeda marga, namun kami mengangkat saudara. Kami akan setia pada negara dan akan menyingkirkan segala bahaya bagi negara. (Kisah Tiga Kerajaan 2009: 14)

Setelah mengangkat diri menjadi suadara, ketiganya saling menyayangi melebihi saudara kandung. Liu Bei tak rela berpisah bahkan saat Liu Bei kalah perang dengan Cao Cao, seorang tokoh yang juga memiliki niat yang sama dengan Liu Bei bersaudara hanya saja

Cao Cao menggunakan cara-cara yang licik hingga selalu bertentangan dengan Liu Bei bersaudara. Guan Yu yang pada saat itu terpisah dari Liu Bei dan Zhang Fei meminta suaka pada Cao Cao dan Cao Cao malah menawarkan Guan Yu untuk bekerja dengannya dan meninggalkan Liu Bei, namun Guan Yu menolak karena dia lebih menjunjung rasa

persaudaraannya dibandingkan hidup enak dengan Cao Cao. Hal ini tergambar melalui kutipan:

(38)

Cao Cao yang selalu merasa Liu Bei adalah saingannya sering kali menyusun siasat untuk menghancurkan Liu Bei. Bahkan Cao Cao pernah mengatakan bahwa yang pantas disebut pahlawan adalah dirinya dan Liu Bei. Seperti pada kutipan:

...“Kecuali mereka, aku tidak tahu lagi.” kata Liu Bei Tiba-tiba saja di tengah siang bolong itu, langit menjadi gelap dan dalam sekejap turun geledek....CETORRR!!! Cao Cao bangkit, pertama ia menunjuk Liu, kemudian dirinya. “Orang yang pantas disebut pahlawan itu, semua sedang berada disini! Adalah...Kau dan aku!”

Dari beberapa kutipan di atas yang diikuti dengan penjelasannya tergambar jelas bahwa roman klasik Tiongkok Kisah Tiga Kerajaan memiliki tema persaingan memperebutkan kekuasaan serta kasih sayang antara Liu Bei dan kedua saudaranya.

4.2.2 Sifat Tokoh-Tokoh Utama

Berikut ini dipaparkan mengenai analisis sifat-sifat yang dimiliki oleh tokoh-tokoh utama pada roman klasik Tiongkok Kisah Tiga Kerajaan.

4.2.2.1 Tokoh Liu Bei

Berikut ini merupakan analisis sifat yang dimiliki oleh tokoh Liu Bei. 1. Mandiri

Liu bei adalah anak yang dibesarkan tanpa ayah dan hidup susah. Sepeninggalan

(39)

“ Menurut Silsilah, Liu Xuande (Liu Bei) yang masih keturunan langsung dari Liu Bang. Namun sayang, pada saat itu ia belum lahir, ayahnya meninggal saat mendapat tugas dinas diluar istana. Ia dan Ibunya hidup melarat. Mereka menggantungkan hidup dari hasil jualan sandal dari jerami dan tikar anyaman. ” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:12)

2. Pemimpin

Tokoh Liu Bei adalah seorang pemimpin diantara 3 saudara angkatnya. Mereka

mengangkat diri mereka jadi saudara angkat yang solid. Bukan hanya itu Liu Bei juga merupakan seorang pemimpin yang sangat disayangi oleh rakyatnya. Hal ini tergambar melalui kutipan berikut:

“Kami Liu Bei,Guan Yu,dan Zhang Fei ; sekalipun berbeda marga namun kami mengangkat saudara. Kami setia pada Negara dan akan menyingkirkan segala bahaya bagi Negara. Sekalipun kami tidak dilahirkan pada tanggal, bulan, tahun, dan tempat yang sama, kami bersumpah untuk mati bersama-sama pada hari yang sama. Tian yang agung yang menjadi saksi.” Diantara mereka Liu yang tertua dan Zhang yang termuda.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:14)

Hal ini juga didukung oleh kutipan yang terdapat pada:

…”Di Anxi, Liu disukai dan sangat disayangi oleh rakyatnya. Di bawah pimpinannya Anxi menjadi aman dan tentram. Para penjahat pun hormat dan segan kepadanya, sebab Liu tidak menghukum mereka dengan berat, namun berusaha untuk menyadarkan mereka.

Rakyat sangat berat untuk berpisah dengan Liu. Beramai-ramai mereka mengantar kepergian Liu.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:24/26)

(40)

3. Mudah percaya pada orang lain

Tokoh Liu Bei adalah tokoh yang mudah percaya pada orang lain bahkan pada musuhnya sendiri. Sering kali karena sifatnya ini Liu Bei terjerumus ke dalam masalah.

Hal ini bisa kita lihat dari kutipan-kutipan yang menggambarkan sifat Liu Bei yang sangat mudah percaya pada orang lain.

“Sementara itu diceritakan L

ü

Bu yang kalah perang dengan Cao Cao, menjadi terlunta-lunta dan meminta suaka pada Liu Bei. Liu Bei malah menerimanya dengan senang hati. Bahkan mengadakan penyambutan dengan meriah. Tetapi kedua didi-nya, Guan Yu dan Zhang Fei tidak setuju. Zhang Fei dengan keras menentang rencana dage-nya. “L

ü

Bu adalah seorang penjahat. Ia telah dua kali membunuh ayah angkatnya. Orang ini tidak bermoral!! Untuk apa kita membantunya?”. Liu dengan sabar memberi penjelasan pada Zhang Fei.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:131)

Juga didukung oleh kutipan yang terdapat pada:

“Hati-hati dage! Siapa tahu ini hanya muslihat dari L

ü

Bu.” Guan Yu yang curiga pada niat L

ü

Bu ini mengingatkan. Tetapi Liu Bei percaya bahwa L

ü

Bu benar-benar bermaksud baik. Maka segera ditempuhnya perjalanan ke XuZhou. Untuk mengambil hati Liu Bei, L

ü

Bu sengaja mengembalikan keluarganya dan mengantarnya langsung. (Kisah Tiga

Kerajaan, 2009:144)

4. Cerdik

Liu Bei adalah tokoh yang cerdik, karena Liu Bei selalu berhati-hati dalam

(41)

“Kemudian Liu Bei menandatangani dekalarasi itu. Semenjak ikrar Liu Bei malam itu, setiap harinya Liu Bei hanya bersantai-santai, ia selalu pergi kekebun belakang gedungnya dan menanam sayur-sayuran seolah-olah tidak ikut campur urusan Negara. Suatu kali kedua saudaranya menghampirinya. “Dage, kenapa kau tidak memperhatikan urusan Negara dan malah melakukan pekerjaan orang kecil?” “Ini bukan urusan yang kalian berdua ketahui” Jawaban itu membuat kedua saudara Liu bungkam.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:174)

Juga didukung oleh kutipan pada:

“Pada satu kesempatan, Yi Ji tiba-tiba bangkit menuangkan arak pada Liu Bei, kemudian sambil matanya mengawasi Sang Paman Kaisar ini dia berbisik….“silahkan ganti pakaian.” Liu Bei yang mengerti isyarat itu, maka ia segera ke kamar mandi. Setelah itu, Yi Ji juga berpura-pura hendak ke kamar mandi tempat dimana Liu Bei telah menunggu. “Cai Mao telah mengatur tentara untuk mencelakakan Tuanku. Hanya pintu kota sebelah barat yang belum dikuasainya. Tuanku harus segera pergi dari sini!|” Liu Bei sangat terkejut, ia segera berterima kasih dan melarikan diri.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:251)

5. Penyayang dan bersahaja

Liu Bei adalah tokoh yang sangat disukai oleh semua orang karena sifatnya yang sangat baik, tidak hanya terhadap kedua adik angkatnya tetapi juga terhadap semua orang

yang bekerja dengannya. Dalam cerita Liu Bei sangat menyayangi kedua adik angkatnya melebihi saudara kandungnya sendiri, melebihi isterinya, lebih menginginkan orang yang bekerja dengannya selamat daripada anaknya. Hal ini tergambar melalui kutipan yang terdapat pada kutipan:

(42)

Kehilangan kota dan keluarga memang benar aku bersedih. Paling tidak aku tidak ingin kita mati sia-sia…” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:142)

Hal ini juga didukung oleh kutipan yang terdapat pada kutipan:

…“Melihat kondisi panglima kesayangannya ini, maka tidak sampai hati Liu Bei menerima anaknya yang tertidur pulas, malah ia melemparkan darah dagingnya itu ke tanah. “Karena kau seorang…hampir saja aku kehilangan panglima kesayanganku!”

(Kisah Tiga Kerajaan, 2009:333)

6. Peduli pada rakyat

Liu Bei adalah tokoh yang memikirkan rakyat. Sering kali dia menyalahkan dirinya yang kurang cakap sehingga meninbulkan penderitaan pada rakyat. Hal ini

terlihat jelas dalam kutipan:

…“Bohong! Beraninya kau mengaku keturunan Kaisar! Kaisar yang memerintahkanku untuk menyingkirkan pejabat sepertimu!.” Liu sangat kesal, namun ia diam saja. Ketika kembali ke kantornya, anak buah Liu membisikinya, “Dia bertingkah karena ingin mendapat uang pelican dari tuan.” “Aku tahu, tapi aku tidak akan memeras rakyatku! Dari mana aku punya uang untuk diberikan kepadanya.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:25

Juga didukung oleh kutipan lain yang terdapat pada:

…”Terdengar ratapan dan suara jerit-tangis anak kecil yang lelah dan rakyat yang takut terkejar oleh pasukan Cao Cao hingga seolah bumi terguncang. Melihat semua itu dari atas perahunya, Liu Bei tersentuh hatinya ….“Untuk apa Liu Bei dilahirkan ..” ia mengeleng-gelengkan kepalanya, tanpa sadar air mata turun memebasahi pipinya. “….apakah untuk memberi segala penyebab penderitaan ini pada rakyatku…”

(43)

7. Bekerja sama

Liu Bei sangat tertarik mengumpulkan orang-orang yang berbakat untuk bekerjasama dengannya. Ini demi tujuan untuk mengalahkan Cao Cao yang sangat

berambisi untuk menguasai Cina tanpa memandang kekaisaran. Berikut ini kutipan yang menggambarkan situasi tersebut yang terdapat pada:

…“Liu Bei sangat antusias untuk mendapatkan Zhuge Liang. Meskipun ia adalah orang yang berkedudukan, mempunyai kekuasaan, namun ia tidak mau menyuruh orang untuk mengundang Zhuge. Ia sendiri datang bersama dua saudaranya.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:278)

8. Baik dan rendah hati

Liu bei terkenal memiliki sifat yang baik dan rendah hati. Liu Bei tidak pernah

merasa bangga dan sombong dengan identitasnya sebagai Paman Kaisar. Liu Bei selalu rendah hati menolong orang lain yang membutuhkan pertolongannya tanpa mengharapkan imbalan sekalipun yang ditawarkan padanya adalah kekuasaan. Hal ini tergambar jelas melalalui kutipan yang terdapat pada halaman:

“…memang saya masih keturunan dari Kaisar, tapi saya tidak berkemampuan. Lagi pula kedatanganku ke sini murni hanya untuk membantu anda. Ucapan tuan membuat saya terkejut, mungkin tuan mengira saya mengharapkan sesuatu dari bantuan saya. Terima kasih atas tawarannya, tapi saya tidak bisa menerima ini. Tuhan akan mengutuk saya bila mempunyai motif dibalik bantuan saya…”( Kisah Tiga Kerajaan, 2009:114)

9. Berpendirian

(44)

akan mengubah pendiriannya. Berikut ini kutipan pada halaman 245 yang menggambarkan sifat Liu Bei yang berpendirian:

“Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba seseorang mencegatnya. Orang itu berkata….

“Tuan Liu, kuda ini tidak boleh dinaiki lebih lama lagi. Ia akan membahayakan keselamatan anda…”

Orang ini bernama Yi Ji. Setelah mendengar keterangan dari Yi Ji, Liu Bei turun dari kudanya dan menanyakan pada kenalan barunya ini lebih lanjut tentang kudanya.

“Kemarin secara tidak sengaja, aku mendengar percakapan Liu Biao dan Kuai Yue. Kuai Yue berkata bahwa kuda ini bernama Dilu dan dapat membahayakan penumpangnya. Oleh karena itu, Liu Biao segera mengembalikannya pada anda. Maka jangan anda menaikinya lebih lama lagi…”

Liu Bei hanya tersenyum. “Aku sangat bersyukur dengan nasehat

Xiansheng ini. Tetapi hidup mati manusia itu sudah ada takdirnya, mana

mungkin kuda ini bisa ikut mencampuri takdir manusia dan membahayakan penumpangnya?” “(Kisah Tiga Kerajaan, 2009:245)

4.2.2.2 Tokoh Cao Cao

Berikut ini adalah analisis karakter tokoh Cao Cao.

1. Pandai bersikap

Cao Cao adalah sosok yang pandai bersikap yang membuat banyak orang ingin

bekerja dengannya. Hal ini tergambar melalui kutipan pada halaman:

(45)

Lalu kutipan lain yang juga mendukung terdapat pada halaman:

“Lalu dengan tangannya sendiri, Cao Cao melepaskan belenggu tangan Zhang Liao. Kemudian ia melepaskan jubahnya untuk dipakaikannya sendiri pada lawannya. Sebuah kursi sengaja diambilkan, dan dipapahnya Zhang Liao berdiri untuk duduk di kursi itu. Zhang liao snagat terharu mendapat perlakuan seperti itu mengingat Cao Cao yang berkedudukan seorang menteri negara bersedia melakukan sendiri semuanya untuk dirinya.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:167)

2. Licik

Licik adalah salah satu karakter Cao Cao yang paling menonjol. Dia sering kali mengadu domba dua belah pihak demi keuntunag diri sendiri. Berikut ini adalah kutipan yang menggambarkan karakter Cao Cao yang licik yang terdapat pada:

“Liu Bei dan Lu Bu sekarang telah bekerja sama. Hal ini sangat membahayakan kita!”

Salah seorang penasehatnya Xun Yu maju.

“Jangan kuatir tuan menteri. Saya mempunyai akal. Kita akan mengadu domba mereka. Liu Bei baru-baru ini telah menempati Xuzhou, maka kita memohon pada Kaisar supaya mengesahkan jabatan itu dan menaikkan pangkat Liu Bei supaya Ia senang. Kita juga beri perintah rahasia pada Liu Bei untuk menyingkirkan orang-orang jahat seperti Lu Bu. Bila ia melakukannya, maka dengan sendirinya ia akan kehilangan bantuan dari Lu Bu.Sebaliknya bila tidak berhasil, maka mereka akan menjadi musuh dan bertempur sendiri. Dengan demikian kita tidak perlu menghamburkan tenaga. Sekali timpuk batu, dua burung kena. Mudah kan! Siasat ini kunamai ‘Dua Harimau Berebut Makanan’. “

(46)

3. Suka pada orang berbakat

Cao Cao adalah tokoh yang suka pada orang yang berbakat karena orang-orang berbakat ini sangat membantu Cao Cao mengalahkan musuh-musuhnya dalam medan

perang sehingga dapat memperkuat posisi Cao Cao dalam mencapai tujuannya yaitu mendapatkan kekuasaan penuh atas Cina. Hal ini tergambar jelas pada kutipan pada:

“Dia adalah penduduk kota, namanya adalah Xu Shu. Dan Fu hanyalah sebuah nama samaran…” “Bagaimana kepandaianmu bila dibandingkan dengannya?” “Sepuluh kali lipat diatas Cheng Yu…,” jawab penasehat ini dengan jujur.

“Ahhh…sungguh sayang bila orang secerdik dan sepandai ini berada di balik Liu itu…” sesal Cao Cao. “Bila tuan Chengxiang memang benar-benar menginginkannya, maka hamba akan membuat si marga Xu mendatangi tempat ini…” “Sungguh? Bagaimana caramu hendak mendatangkan dia?” “Xu Shu seorang anak yang berbakti pada orang tuanya. Pada usia yang belia, dia telah ditinggal sang ayah dan ia diasuh ibunya yang kini telah berusia lanjut. Ia mempunyai seorang adik, Xu Gong namanya dan kini juga telah tiada sehingga tidak ada yang merawat ibunya kini. Nah… sebaiknya sekarang Tuan Chengxiang mengutus orang untuk mengajak ibunya ke Xuchang dan kita akan meminta supaya sang ibu menulis surat untuk anaknya kemari. Niscaya si marga Xu akan datang bekerja pada tuanku…” “Bagus…bagus!” Cao Cao menjadi sangat gembira mendegar buah pikir ini.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009: 189)

4. Cerdas

Cao Cao memiliki karakter yang terkenal cerdas, hal ini terbukti melalui kutipan pada :

(47)

5.Cerdik

Kecerdikan dalam menghadapi situasi membuat Cao Cao selalu berhasil menyelamatkan dirinya dari situasi yang membahayakannya. Berikut ini adalah

kutipan yang menggambarkan kecerdikan Cao Cao yang terdapat pada Kutipan: “Betapa cerdiknya Cao Cao, yang jadi permasalahan di sini adalah terlalu banyak kuda yang berwarna cokelat, maka Lu Bu pasti membutuhkan cukup waktu untuk menemukan “Cao Cao” yang dimaksud…Tanp membuang waktu lagi, Lu Bu segera memacu Chitu ma menuju arah yang ditunjuk Cao Cao. Bukan main lega dan gembiranya Cao Cao ini berhasil lolos dari lubang jarum.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:123)

Juga didukung oleh kutipan lainnya di:

Cao Cao kaget setengah mati. Wajahnya yang semula bersinar-sinar kembali berubah menjadi pucat pasi, lebih pucat dari sebelumnya. Pada saat itu, Lu Bu juga sudah tiba dan sedang berjalan masuk kamar. Namun, bukan Cao Cao namanya bila pasrah pada nasib. Otaknya yang cerdik denga cepat segera berpikir. Ia langsung mengubah ekspresi wajahnya dalam sekejap, menenangkan diri dan maju selangkah ke depan. Lalu sambil berlutut ia menyerahkan gagang pedangnya kepada Dong Zhuo. (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:51)

6. Curiga

Cao Cao memiliki sifat yang penuh kecurigaan terhadap orang lain, dia tidak benar-benar percaya pada orang lain dan hanya mempercayai dirinya sendiri. Hal ini tergambar melalui kutipan:

(48)

“Terima kasih saudara Chen, jika bukan karena Saudara Chen kematian keponakanku pasti sudah menamatkan marga Cao!”.

Lu Boshe masuk ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian ia pamit sebentar. Katanya, ia hendak membeli arak. Cao Cao langsung curiga. “Lu Boshe tidak punya pertalian darah denganku. Aku harus menyelidiki maksudnya.”Mereka dengan cermat menyelidiki rumah dan memasang telinga.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:52)

7. Pahlawan

Walau pun Cao Cao memiliki karakter yang jahat tetapi dia juga adalah pahlawan

pada masa itu karena kelihaiannya dalam berperang serta kemampuannya dalam pemerintahan. Hal ini tergambar melalui kutipan pada:

“Cao Cao is a better winner, but Liu Bei is the better man.” Menurut ajaran Konfusius, Liu Beii adalah sosok pemimpin yang sempurna. Liu Bei sangat baik, bijaksana, murah hati, dan mempunyai karisma seorang pemimpin sehingga disukai orang banyak. Tapi dalam hal politik dan berperang, ia bukan tandingan Cao Cao. Cao Mengde adalah seorang yang sangat cerdas, licik, ulet, pandai memcahkan persoalan pelik, dan juga sangat tegas (kejam).

Andai saja Cao Cao menggunakan bakat dan kemampuannya mempersatukan Tiongkok, lalu menyerahkan Tiongkok pada Liu Bei mungkin pada saat itu Tiongkok akan menjadi sangat makmur dan kuat.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:177)

4.2.2.3 Tokoh Sun Quan

Sun Quan juga merupakan salah satu tokoh utama yang memgang peranan

penting dalam roman klasik Tiongkok Kisah Tiga Negara, walau pun intensitas kemunculannya dalam roman yang dikisahkan kembali oleh Yongkie Angkawijaya ini dikategorikan sedikit yaitu hanya pada bab terakhir tetapi Sun Quan juga merupakan penguasa salah satu dari tiga kerajaan yaitu negara Wu. Berikut adalah analisis karakter

(49)

1. Ragu-ragu

Tokoh Sun Quan merupakan tokoh pemimpin yang ragu-ragu, ragu dalam mengambil keputusan, apakah harus menyerah pada Cao Cao atau berperang melawan Cao Cao.

Dalam hal ini Sun Quan ragu dalam mengambil keputusannya bahkan ketika Zhuge Liang yang ahli dalam strategi perang menawarkan cara yang paling ampuh untuk melawan tentara Cao Cao dengan strategi perang di air dimana tentara Cao Cao lemah dalam bidang ini Sun Quan tidak juga merasa yakin menang. Hal ini didukung oleh kutipan yang terdapat pada:

“Jelas anda ragu, padahal andalah yang memegang keputusan. Bila anda tidak bisa mengambil keputusan, maka bencana akan datang hanya dalam tempo beberapa hari lagi.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009: 347)

Hal ini juga didukung oleh kutipan lain yang yaitu:

Sun Quan tampak ragu-ragu. “Silahkan anda mundur dulu, beri waktu padaku untuk berpikir.” Lu Shu menghormat, lalu mengundurkan diri. Sun Quan menjadi serba salah. Nafsu makan menjadi hilang, tidur tidak nyenyak, terus gelisah bila ia mengingat posisinya yang berada dalam tekanan (diberi tanggung jawab oleh ayah dan kakaknya menjaga negara Wu Timur yang telah dibangun dengan banyak pengorbanan.) (Kisah Tiga

Kerajaan, 2009: 350)

2. Mudah terhasut

(50)

menyerah pada Cao Cao hanya ingin menyelamatkan diri. Hal ini tergambar dari kutipan pada:

“Jelas sudah Zhugong tertipu oleh lidah Zhuge Liang yang licin. Tidakkah Tuanku ingat bagaimana Cao Cao menumpas Yuan Shao dulu? Bagaimana bila sekarang kekuatan Zhugong dibandingkan dengan Yuan Shao? Bila Tuanku mengerahkan tentara melawan Cao Cao ini sama saja dengan menggunakan kayu untuk memadamkan api.

Sun Quan hanya terdiam. Tak lama kemudian Zhang Shao dan rekan-rekannya meninggalkan Sun Quan. Setelah itu, Lu Shu mendatangi majikannya ini. “Mereka yang mengusulkan menyerah sebenarnya hanya ingin menyelamatkan diri sendiri saja. Harap tuanku harus menetapkan pikiran. Bila masalah ini sampai tertunda dan berlarut-larut, Tuanku pasti akan ditelantarkan oleh orang banyak.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009: 349-350.)

3. Tidak berpendirian

Sun Quan yang selalu ragu-ragu dalam mengambil keputusan serta karakter yang mudah terhasut oleh orang lain mengidentifikasikan bahwa tokoh Sun Quan merupakan tokoh yang tidak tetap pada pendiriannya. Ketika dia memutuskan untuk berperang melawan Cao Cao tapi setelah itu dia termakan oleh kata-kata mentrinya untuk menyerah

lalu setelah itu dia memutuskan lagi untuk berperang melawan Cao Cao bahkan kali ini Sun Quan mengambil pedangnya lalu diarahkan ke ujung meja hingga terpotong. Hal ini sebagai tanda bahwa ia sangat yakin padahal ini hanyalah cara Sun Quan untuk meyakinkan dirinya sendiri agar keputusannya tidak berubah lagi dan gelagat Sun Quan

ini diketahui oleh Zhuge Liang yang sangat pintar. Hal ini tergambar dalam kutipan pada:

(51)
(52)

BAB V

ANALISIS EKSTRINSIK: PSIKOLOGI SASTRA

Berikut ini analisis aspek kepribadian tokoh-tokoh utama Liu Bei, Cao Cao dan Sun Quan berdasarkan teori kepribadian Sigmund Freud Id, Ego, dan Superego.

5.1. Tokoh Liu Bei

Berikut ini adalah analisis kepribadian tokoh Liu Bei berdasarkan teori Sigmund Freud id, ego, superego

5.1.1 Tokoh Liu Bei dianalisis berdasarkan Id

Id adalah aspek kepribadian yang dibawa sejak lahir. Di bawah ini akan dijelaskan aspek id yang dimiliki oleh tokoh Liu Bei.

Kutipan:

“Peribahasa mengatakan bahwa saudara adalah seperti tangan dan kaki, isteri seperti pakaian. Bila pakaianmu rusak kau bisa menggantinya yang baru, tetapi bagaimana bila kehilangan tangan dan kaki? Kita bertiga bersumpah di taman bunga, akan mati dihari yang sama. Kehilangan kota dan keluarga, memang benar aku bersedih. Paling tidak aku tidak ingin kita mati sia-sia.

Sejak dari awalnya, Xuzhou memang bukan milik kita. Apa yang perlu disesalkan? Aku juga yakin satu hal, Lu Bu tidak akan menyakiti keluargaku. Kau memang bersalah sandi… Tapi apakah kau membuat lebih salah lagi dengan membunuh dirimu?” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:142)

(53)

Dari kutipan di atas terlihat dengan jelas bahwa Liu Bei adalah seorang yang sangat menyayangi kedua adik angkatnya melebihi keluarga kandungnya sendiri dan bahkan memaafkan kelalaian adik ketiganya Zhang Fei yang meninggalkan isteri Liu Bei di

tengah peperangan dengan Lu Bu. Ini karena Liu Bei sangat menjunjung tinggi persaudaraan dengan kedua adik angkatnya itu sehingga mereka bertiga pernah berjanji untuk sehidup semati.

Dari kutipan diatas jelas tergambar adanya dorongan hati yang cemas dan takut akan kehilangan sosok adik angkatnya yang sangat dia sayangi bahkan melebihi

keluarganya sendiri. Liu Bei merasa kedua saudaranya adalah bagian terpenting dari hidupnya. Id adalah dorongan hati yang selalu terlaksana mengikuti keinginan hati agar tercapai rasa puas ketika sudah terpenuhi. Liu Bei baru merasa puas jika selalu bersama

adik-adik angkatnya. Hal ini juga didukung oleh kutipan di bawah ini:

“Kami Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei sekalipun berbeda marga, namun kami mengangkat saudara. Kami setia pada Negara dan akan menyingkirkan segala bahaya bagi negara. Sekalipun kami tidak dilahirkan pada hari, bulan, tahun dan tempat yang sama tapi kami bersumpah akan mati dihari yang sama….” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009: 14)

Kutipan di:

…“Memang saya masih keturunan dari Kaisar, tapi saya tidak berkemampuan…Lagipula, kedatanganku ke sini murni hanya untuk membantu anda. Ucapan tuan membuat saya terkejut, mungkin tuan mengira saya mengharapkan sesuatu dari bantuan saya. Terima kasih atas tawarannya, tapi saya tidak bisa menerima ini. Tuhan akan mengutuk saya bila mempunyai motif di balik bantuan saya …” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:114)

(54)

Dari kutipan diatas mengisyaratkan kalau Liu Bei memiliki kepribadian yang baik dan rendah hati. Liu Bei tidak pernah merasa bangga ataupun sombong dengan identitasnya tersebut. Tetapi Liu Bei selalu rendah hati menolong orang lain yang

membutuhkan bantuannya tanpa mengharapkan imbalan sekali pun yang ditawarkan padanya adalah kekuasaan. Pribadi Liu Bei yang baik, rendah hati, dan tidak sombong justru membuat orang lain merasa kagum padanya dan dengan senang hati menyerahkan kekuasaan yang pada masa itu menjadi rebutan. Liu Bei juga dianggap pantas untuk memimpin suatu daerah karena latar belakangnya dan juga karena Liu Bei yang memiliki

kemampuan sebagai pemimpin.

Psikologi Sigmund Freud yang mendominasi pada kutipan ini adalah Id. Id tokoh Liu Bei lebih mendominasi, dimana agar hatinya merasa lebih senang ia tidak ingin

membantu temannya tanpa balasan.

Pada kutipan:

“Sementara itu diceritakan L

ü

Bu yang kalah perang dengan Cao Cao, menjadi terlunta-lunta dan meminta suaka pada Liu Bei. Liu Bei malah menerimanya dengan senang hati. Bahkan mengadakan penyambutan dengan meriah. Tetapi kedua didi-nya, Guan Yu dan Zhang Fei tidak setuju. Zhang Fei dengan keras menentang rencana dage-nya. “L

ü

Bu adalah seorang penjahat. Ia telah dua kali membunuh ayah angkatnya. Orang ini tidak bermoral!! Untuk apa kita membantunya?”. Liu dengan sabar memberi penjelasan pada Zhang Fei.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:131)

(55)

Bei dengan jelas tahu kalau Lu Bu pernah membunuh dua ayah angkatnya hanya karena harta dan masalah perebutan wanita denga ayah angkatnya. Bahkan Liu Bei mengadakan jamuan makan untuk menyambut kedatangan Lu Bu di tempatnya bahkan

memperlakukan Lu Bu layaknya seorang sahabatnya. Hal ini semata karena Liu Bei ingin membalas jasa Lu Bu dahulu yang pernah tanpa sengaja menolong mereka saat Liu Bei dan kedua saudaranya membantu Tao Qian melindungi Xuzhou. Cuplikan di atas juga mengidentifikasikan bahwa Liu Bei seorang yang mudah percaya pada orang lain karena pada akhirnya Lu Bu malah mengkhianatinya dengan merebut daerah Xuzhou dari tangan

Liu Bei.

Kutipan:

“Melihat kondisi Panglima kesayangannya ini, maka tidak sampai hati Liu Bei menerima anaknya yang tertidur pulas, malah ia melemparkan darah dagingnya itu ketanah.

“KARENA KAU SEORANG … HAMPIR SAJA AKU KEHILANGAN PANGLIMA KESAYANGANKU!”

A Dou yang tadinya tertidur lelap menjadi sangat terkejut dan menangis. Zhao Yun buru-buru menggendong anak itu lagi, menenangkan kembali lalu memeluknya erat.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:333)

Analisis:

(56)

Liu Bei memiliki pribadi yang jika dikaitkan dengan Psikologi Sastra Sigmund Freud adalah Pribadi yang lebih didominasi oleh Id. Dimana dia selalu menilai sesuatu berdasarkan kata hatinya.

5.1.2 Tokoh Liu Bei dianalisis berdasarkan Ego

Ego adalah struktur kepribadian yang juga dimiliki oleh Tokoh Liu Bei.Tokoh Liu Bei demi memenuhi keinginan Id. Seperti keinginan Tokoh Liu Bei untuk bertemu Dan

Fu si Poenix muda.Setelah bertemu dengan Poenix muda, baru ego Tokoh Liu Bei terpenuhi.

Kutipan :

…“ Liu Bei semakin mendekatkan telinganya yang lebar ke dinding. Mendengar hal itu giranglah hatinya. Ingin rasanya ia keluar dan meminta supaya orang pandai itu bekerja padanya.

Liu Bei sangat girang dan ia segera memperlakukan Dan Fu dengan sangat hormat.” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:261)

5.1.3 Tokoh Liu Bei dianalisis berdasarkan Superego

Ada kalanya Liu Bei harus mengalah dengan keadaan saat Tokoh Liu Bei menyadari kecil kesempatan untuk memenangkan situasi, seperti yang ada pada kutipan dibawah: Kutipan :

“Merasa tidak sanggup bertahan lebih lama, Liu Bei akhirnya memutuskan kabur memutuskan kabur meminta perlindungan Cao Cao dengan Zhang Fei sebagai panglima pelopornya.”( Kisah Tiga Kerajaan, 2009:153) Ketika Liu Bei merasa tidak sanggup lagi untuk bartahan, dan menyadari bahwa kecil kesempatan untuk menang. Maka Superego Tokoh Liu Bei mendominasi, sehingga

(57)

5.2. Tokoh Cao Cao

Berikut ini adalah analisis kepribadian tokoh Cao Cao berdasarkan teori Sigmund Freud id, ego, superego.

5.2.1 Analisis Tokoh Cao Cao berdasarkan Id Pada kutipan:

“Mendengar berita ini, berkecamuklah segala macam perasan Cao Cao. “ORANG-ORANG TAO QIAN TELAH MEMBUNUH AYAHKU! Aku tidak sudi menginjak tanah yang sama, menghirup udara dan melihat matahari bersama-sama mereka. Akan kuratakan Xuchou dengan tanah baru aku bisa menenangkan hatiku ini!” (Kisah Tiga Kerajaan, 2009:109)

Analisis:

Cao Cao sangat mencintai ayahnya, maka ketika mendapat kabar ayahnya tewas

dibunuh. Ia sangat suka membunuh orang yang dianggapnya melakukan kesalahan terhadapnya. Dalam cuplikan ini jelas sekali bahwa Cao Cao

Referensi

Dokumen terkait