• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI KECEPATAN JATUH SEDIMEN DI PANTAI BERLUMPUR

(STUDI KASUS LOKASI PANTAI BUNGA BATUBARA

SUMATERA UTARA)

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

ADE KHAIRANI BR TOBING

06 0404 092

BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

ABSTRAK

Pantai Bunga merupakan salah satu dari Pantai Timur Sumatera Utara yang terbentuk dari sedimen kohesif sehingga dapat dikategorikan sebagai pantai yang berlumpur. Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh sedimen suspensi sampai pada dasar maka diambil judul tugas akhir ini “Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur”.

Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis karakter-karakter sedimen di Pantai Bunga yang didominasi oleh lumpur. Perlu diketahui juga ukuran butiran dari sedimen yang ditinjau, sifat cairan yang meliputi kekentalan kinematik, berat jenis air laut, serta kerapatan relatifnya. Parameter-parameter yang digunakan untuk keperluan analisis kecepatan jatuh sedimen ini, yaitu: gelombang, angin, temperatur, kecepatan arus, dan densiti sedimen.

Kondisi dari Pantai Bunga begitu kompleks karena memiliki beberapa bangunan pelindung pantai seperti groin, seawall dan mangrove yang dapat meredam ombak datang dan menjadikannya sebagai daerah sedimentasi. Sedimen didominasi lempung berukuran 0,002 mm dan lanau berukuran 0,075 mm. Data yang diperoleh dari lapangan yakni kecepatan arus 110 mm/s dan temperatur dari air laut itu sendiri 30oc. Selain itu data juga diperoleh dari tes laboratorium dan beberapa dari tinjauan pustaka.

(3)

KATA PENGANTAR

Penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulisan laporan tugas akhir ini yang berjudul “Studi Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur” dapat diselesaikan dengan baik.

Tujuan penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik tingkat sarjana Strata – 1 (S-1) di fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terime kasih kepada semua pihak yang telah memberikan sumbangannya baik berupa bimbingan, bantuan dan dukungan baik material maupun spiritual sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan, khususnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc, selaku pembimbing 1 yang telah menyediakan waktu untuk bimbingan dan pinjaman buku bagi penulis dalam penulisan tugas akhir ini.

4. Ibu Emma Patricia Bangun, ST, M.Eng, sebagai pembimbing 2 yang telah memberikan masukan kepada penulis hingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini. 5. Bapak dan Ibu staf pengajar yang telah membimbing dan mendidik selama masa

(4)

6. Orang tua tersayang, Ibunda Siti Hawa dan Ayahanda Edy Tobing serta kakak dan adik tersayang yang telah memberikan dukungan baik material dan immaterial dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Terima kasih yang sebesar-besarnya buat abang Muhammad Faisal, ST, MT yang telah banyak membantu penulis dalam diskusi dan memberi buku-buku yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Teman-teman Sipil’06, anik, asep, pojik, haiqal, atta, izol dan yang lainnya serta abang dan adik-adik sipil 2007, 2009 juangga, didi, nanda, dani, iwan, vina, lia, dan semuanya yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu terima kasih atas bantuannya selama ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan da kelemahan dalam penulisan tugas akhir ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dan saran dari pembaca demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Sebagai penutup, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup dan Metodologi 4

1.5 Sistematika Penulisan 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7

2.3 Sifat-sifat Sedimen 10

2.3.1 Ukuran partikel 10

2.3.2 Bentuk partikel 14

2.3.3 Rapat massa/Kerapatan (density) 15

2.4 Pengangkutan Sedimen 16

2.4.1 Pergerakan sedimen tegak lurus pantai 17 2.4.2 Pengangkutan sedimen sejajar pantai 17 2.4.3 Mekanisme Transpor Sedimen Oleh Gelombang 18

2.5 Sedimen Kohesif 21

2.5.1 Profil vertikal dari konsentrasi sedimen 21

2.5.2 Flokulasi 23

2.5.3 Kecepatan jatuh partikel 24

2.5.3.1 Hukum Stokes 24

2.5.3.2 bottom withdrawal tube 26

2.5.4 Deposisi dari sedimen kohesif 28 2.5.5 Resuspensi dari sedimen kohesif 29

2.6 Karakter Profil Pantai 30

2.6.1 Profil pantai berpasir 33

(6)

2.7 Bangunan Pelindung Pantai 39

2.8 Aplikasi dari Persamaan – persamaan Kecepatan Jatuh 49 BAB III METODOLOGI DAN KONDISI FISIK PANTAI BUNGA 56

3.1 Umum 56

3.3.6 Data untuk metode bottom withdrawal tube 70 BAB IV ANALISA DATA

4.1 Analisis Data dengan Metode Stokes 71

4.1.1 Analisa saringan 71

4.2 Analisa data dengan Metode Bottom Withdrawal Tube 82

4.2.1 Konsentrasi sedimen 82

4.2.2 Kecepatan jatuh sedimen 83

4.3 Analisa pada Bendung dalam Perencanaan Kantong Lumpur 86

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 88

5.1 Kesimpulan 88

5.2 Saran 90

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengaruh tegangan geser terhadap gerak sedimen dasar 19 (tampak samping)

Gambar 2.2 Profil vertikal dari sedimen kohesif dan kecepatan jatuh (Ji, 2008) 22 Gambar 2.3 Tabung kecepatan jatuh dari metode Bottom Withdrawal 27

Gambar 2.4 Bentuk profil pantai 31

Gambar 2.5 Proses pembentukan pantai (Triadmodjo, 1999) 36 Gambar 2.6 Arah koordinat parameter pantai (Dean and Dalrymple, 2002) 37

Gambar 2.7 Groin 41

Gambar 2.8 Jetty 41

Gambar 2.9 Seawall 42

Gambar 2.10 Revetment 43

Gambar 2.11 Breakwater 45

Gambar 2.12 Artificial Headland 46

Gambar 2.13 Skematik Beach Nourishment 47

Gambar 2.14 Mangrove 49

Gambar 2.15 Diagram partikel sedimen yang bergerak pada saluran terbuka 49

Gambar 3.1 Peta lokasi Pantai Bunga Batubara 56

Gambar 3.2 Grafik analisa ayakan 1 60

Gambar 3.3 Grafik analisa ayakan 2 62

Gambar 3.3 Alat echosounding GPSmap420s 63

(8)

Reynold (Albertson 1953) 78 Gambar 4.2 Kecepatan jatuh dari sedimen suspensi di Pantai Bunga 85 Gambar 4.3 Hubungan antar diameter saringan dan kecepatan endap 86

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Parameter yang berpengaruh pada pengangkutan sedimen 9 Tabel 2.2 Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen 11

Tabel 2.3 Standar ukuran saringan 12

Tabel 2.4 Batasan-batasan ukuran butiran tanah 13

Tabel 3.1 Data analisa ayakan 1 60

Tabel 3.2 Persentase analisa ayakan 1 61

Tabel 3.3 Data analisa ayakan 2 61

Tabel 3.4 Persentase analisa ayakan 2 62

Tabel 3.5 Data bathimetri 63

Tabel 3.6 Data topografi pantai 67

Tabel 3.7 Kecepatan arus 69

Tabel 3.8 Data dengan menggunakan Bottom Withdrawal Tube 70 Tabel 3.9 Hasil tes konsentrasi sedimen 70

Tabel 4.1 Hydrometer percobaan 1 73

Tabel 4.2 Hydrometer percobaan 2 74

Tabel 4.3 Hydrometer percobaan 3 74

Tabel 4.4 Hydrometer percobaan 4 75

Tabel 4.5 Hydrometer percobaan 5 75

(10)

DAFTAR SIMBOL

c = Konsentrasi sedimen CD = Koefisien hambatan D = Diameter butiran sedimen f = Faktor gesekan

g = Kecepatan gravitasi Re = Bilangan Reynold SF = Faktor bentuk T = Temperatur u* = Kecepatan geser

ν = Viskositas kinematik Vcr = Kecepatan jatuh kritis ws = Kecepatan jatuh sedimen

wsb = Kecepatan jatuh sedimen dengan bottom withdrawal tube wsk = Kecepatan jatuh sedimen pada kantong lumpur

= Kerapatan relatif

ρ = Rapat massa

ρa = Rapat massa air laut

ρs = Rapat massa sedimen

η = Viskositas dinamik

τb = Tegangan geser dasar

(11)

ABSTRAK

Pantai Bunga merupakan salah satu dari Pantai Timur Sumatera Utara yang terbentuk dari sedimen kohesif sehingga dapat dikategorikan sebagai pantai yang berlumpur. Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh sedimen suspensi sampai pada dasar maka diambil judul tugas akhir ini “Kecepatan Jatuh Sedimen di Pantai Berlumpur”.

Kajian sedimentasi dilakukan dengan cara menganalisis karakter-karakter sedimen di Pantai Bunga yang didominasi oleh lumpur. Perlu diketahui juga ukuran butiran dari sedimen yang ditinjau, sifat cairan yang meliputi kekentalan kinematik, berat jenis air laut, serta kerapatan relatifnya. Parameter-parameter yang digunakan untuk keperluan analisis kecepatan jatuh sedimen ini, yaitu: gelombang, angin, temperatur, kecepatan arus, dan densiti sedimen.

Kondisi dari Pantai Bunga begitu kompleks karena memiliki beberapa bangunan pelindung pantai seperti groin, seawall dan mangrove yang dapat meredam ombak datang dan menjadikannya sebagai daerah sedimentasi. Sedimen didominasi lempung berukuran 0,002 mm dan lanau berukuran 0,075 mm. Data yang diperoleh dari lapangan yakni kecepatan arus 110 mm/s dan temperatur dari air laut itu sendiri 30oc. Selain itu data juga diperoleh dari tes laboratorium dan beberapa dari tinjauan pustaka.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Ada dua istilah tentang kepantaian, yaitu pesisir dan pantai. Pesisir merupakan daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan adalah daerah yang terletak di atas permukaan daratan dimulai dari batas garis pasang tertinggi. Daerah lautan adalah daerah yang terletak dan di bawah permukaan laut dimulai dari sisi laut pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, di mana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

(13)

Kawasan pantai ini memiliki tanah yang cukup subur, suhu udara, kelembaban dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal.

1.2 Latar Belakang

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting di dalam mempelajari proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, tahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Diantara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling penting (Triatmodjo, 1999).

Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung, lumpur, pasir, kerikil, koral (pebble), brangkal (cobble), dan batu (boulder). Pada daerah pantai ini termasuk dalam kategori pantai berlumpur memiliki sedimen dengan ukuran butir 0,076 mm (Skala Wenthworth).

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar ke laut. Selain itu kondisi gelombang di pantai berlumpur relatif tenang sehingga tidak mampu membawa (disperse) sedimen tersebut ke perairan dalam laut lepas. Sedimen suspensi tersebut dapat menyebar pada suatu daerah perairan yang luas, datar, dan dangkal. Kemiringan dasar laut/pantai sangat kecil.

(14)

ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Mangrove adalah tumbuhan berwujud semak dan pohon dengan akar tunjang, yaitu akar yang banyak tumbuh dari batang menjadi penopang tumbuhan tersebut. Selain itu, ada juga mangrove yang mempunyai akar pernafasan yang menyembul dari tanah. Mangrove dengan akar tunjang dan akar pernafasan yang begitu ruwet di pantai dapat menangkap lumpur sehingga terjadi sedimentasi.

Untuk menggambarkan ukuran partikel sedimen maka diperlukan pengklasifikasian sehingga dapat membandingkan partikel sedimen yang berasal dari tempat berbeda. Ukuran butir sedimen merupakan fungsi dari beberapa parameter yang saling berhubungan, yang terpenting komposisi sumber batuan, proses pelapukan dan transportasi serta distribusi energi fisik pada daerah pengendapan. Daerah studi terletak di perairan Pantai Bunga pada Pantai Timur Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara, dengan alasan bahwa daerah tersebut merupakan daerah pantai yang memiliki daerah endapan sedimen yang cukup baik untuk ditinjau.

1.3 Tujuan Penulisan

Wilayah pantai merupakan daerah yang sangat intensif dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti sebagai kawasan pusat pemerintahan, pemukiman, industri, pelabuhan, pertambakan, pertanian/ perikanan, pariwisata dan sebagainya. Oleh karena itu, wilayah pantai memerlukan perhatian yang serius terutama mengenai pergerakan sedimentasinya yang dipengaruhi oleh ombak dan arus. Pergerakan sedimen tersebut dapat mengakibatkan terjadinya perubahan garis pantai.

(15)

Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah:

1. Mengetahui kecepatan jatuh sedimen yang mempengaruhi terjadinya sedimen suspensi pada kawasan Pantai Bunga, Sumatera Utara.

2. Mengkorelasikan data-data di lapangan dengan rumus-rumus teoritis tentang kecepatan jatuh sedimen.

1.4 Ruang Lingkup dan Metodologi

Dalam penulisan tugas akhir ini, permasalahan yang akan dibahas dibatasi ruang lingkupnya agar tidak terlalu luas. Permasalahan yang akan dibahas hanya meliputi kecepatan jatuhnya sedimen akibat adanya transpor sedimen di sepanjang kawasan Pantai Bunga Sumatera Utara untuk mengetahui ukuran butir sedimen. Pada kasus ini, Pantai Bunga merupakan daerah pantai yang berlumpur sehingga sangat cocok sebagai tempat penelitian tugas akhir ini.

Adapun metode penulisan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas akhir ini adalah:

1. Studi pustaka / literatur

Studi pustaka dilakukan untuk mengumpulkan data – data dan informasi dari buku, serta jurnal – jurnal yang mempunyai relevansi dengan bahasan dalam tugas akhir ini serta masukan-masukan dari dosen pembimbing.

2. Studi lapangan

a. Pengambilan data sekunder

(16)

Data ini diperoleh dengan mengadakan survey di lapangan. 3. Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari lapangan dan kepustakaan yang bersesuaian dengan pokok bahasan, disusun secara sitematis dan logis dan dilakukan korelasi sehingga diperoleh suatu gambaran umum yang akan dibahas dalam tugas akhir ini. Metode penelitian yang digunakan adalah hukum stoke dan dengan metode bottom withdrawal tube.

4. Analisa Data

Dari hasil pengolahan data akan didapat kecepatan jatuh sedimen di kawasan pantai Bunga, Sumatera Utara.

5. Penulisan laporan tugas akhir

Seluruh data dan hasil pengolahannya akan disajikan dalam satu laporan yang telah disusun sedemkian rupa hingga berbentuk sebuah laporan tugas akhir.

1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi penjelasan tentang profil pantai timur Sumatera Utara dan memberikan gambaran umum tentang kecepatan jatuh sedimen serta tujuan, ruang lingkup dan metodologi dalam penulisan tugas akhir ini.

Bab II Tinjauan Pustaka

(17)

yang diambil dari beberapa pustaka yang ada yang memiliki tema sesuai dengan tema penelitian ini.

Bab III Metodologi dan Informasi Lokasi Studi

Bab ini menyajikan gambaran lokasi studi tugas akhir yang menjelaskan kondisi daerah Pantai Bunga serta metode yang akan digunakan. Metode yang dipakai adalah hukum stoke dan metode bottom withdrawal tube.

Bab IV Analisa Data

Bab ini berisi hasil dan pembahasan dari data-data yang diperoleh di lapangan serta mengkorelasikannya dengan rumus-rumus teoritis tentang kecepatan jatuh sedimen kohesif.

Bab V Kesimpulan dan Saran

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum

Seluruh permukaan dasar lautan ditutupi oleh partikel-partikel sedimen yang telah diendapkan secara perlahan-lahan dalam jangka waktu berjuta-juta tahun. Secara relatif ketebalan lapisan sedimen yang terdapat di banyak bagian laut, mempunyai variasi kedalaman yang berbeda-beda dari sekitar 600 meter di lautan Pasifik, antara 500 sampai 1000 meter di Lautan Atlantik, 4000 meter di Laut Antartika dan 9000 meter Puerto Rico Trench (Sahala dan Evans, 1985). Sedimen terdiri dari suatu kepingan/potongan material yang terbentuk oleh proses phisik dan kimia dari batuan/tanah. Partikel tersebut bervariasi dalam ukuran (dari bongkah sampai lempung/koloidal), bentuk dari bulat sampai tajam.

Ada beberapa pengertian dari sedimentasi atau juga disebut proses pengendapan. Menurut Krumbein dan Sloss (1971) sedimentasi berdasarkan ilmu geologi dan sratigrafi adalah proses-proses yang berperan atas terbentuknya batuan sedimen. Selanjutnya disebutkan bahwa urutan proses sedimentasi adalah meliputi proses : pelapukan, perpindahan, deposisi (sedimentasi), serta lithifikasi (pembatuan).

(19)

Batuan sedimen dibentuk dari batuan yang telah ada oleh kekuatan luar (gaya) dalam geologi, oleh pelapukan, gaya-gaya air, pengikisan angin maka batuan-batuan yang telah ada seperti batuan beku dihancurkan, diangkut dan kemudian diendapkan di tempat-tempat yang rendah letaknya, misalnya di laut, samudra atau danau (Kaliti, 1963).

Pada permukaan dasar laut terdapat tiga sumber material dari sedimen yang ditemukan. Drake (1978) menerangkan bahwa sumber tersebut, yaitu sumbernya dari daratan yang menyuplai material hancuran dan material terlarut, sumber asli dari laut dan dari material angkasa luar. Dari ketiganya yang paling penting adalah sumber dari daratan.

Kebanyakan sumber dari material sedimen adalah daratan, dimana erosi dan pelapukan sangat nyata terhadap pengikisan daratan dan dipindahkan ke laut. Pelapukan adalah aksi dari tumbuhan dan bakteri, juga proses kimia, termasuk juga penghancuran batuan secara mekanik (Drake 1978).

2.2 Sifat-sifat Cairan

(20)

Tabel 2.1 Parameter yang berpengaruh pada pengangkutan sedimen

BESARAN SIMBOL SATUAN/DIMENSI KETERANGAN

Rapat massa/kerapatan air ρa kg.m

-3

-

Rapat massa/kerapatan sedimen ρs kg.m

-3

Besarnya harga γ tergantung pada tempat di bumi (g), pada garis katulistiwa harga g = 9,78 m/det2, sedangkan di daerah kutub harga g = 9,832 m/det2 . Dengan demikian pada umumnya diambil harga rata-rata g = 9,8 m/det2.

2.2.2 Kekentalan (viscocity)

Kekentalan (viscocity) merupakan sifat zat cair untuk melawan tegangan geser atau perubahan sudut, terbagi dua macam :

1. Kekentalan kinematik (ν)

Kekentalan kinematik sangat dipengaruhi suhu :

ν = ( . )

( ) (2.2)

(21)

2. Kekentalan dinamik (η)

Kekentalan dinamik dipengaruhi partikel sedimen.

Untuk larutan yang dicairkan (c < 0.1) – Einstein (1906), mendapat :

ηm = η (1 + 2,5 c) (2.3)

dimana ηm adalah koefisien kekentalan dinamik – campuran/larutan sedimen; η adalah koefisien kekentalan dinamik air bersih; dan c merupakan konsentrasi sedimen.

2.2.3 Kerapatan relatif dalam air - ∆ (tanpa dimensi)

Kerapatan relatif dalam air adalah perbandingan selisih kerapatan suatu zat/sedimen dan air terhadap kerapatan air.

∆ = (2.4)

2.3 Sifat-sifat Sedimen

Sifat sedimen yang paling mendasar adalah ukuran butiran dan bentuk, berat jenis dari sedimen dan air, viskositas, dan kecepatan jatuh dan lain-lain.

2.3.1 Ukuran partikel

(22)
(23)

Berdasarkan klasifikasi tersebut pasir memilki diameter antara 0,0625 dan 2,00 mm yang selanjutnya dibedakan menjadi lima kelas. Material sangat halus seperti lumpur dan lempung berdiameter di bawah 0,0625 mm yang merupakan sedimen kohesif.

Untuk beberapa studi kasus analisa ayakan menggunakan SNI 03-6388-2000 dan SNI 03-6408-2000 seperti pada Tabel 2.3 dan Tabel 2.4 berikut ini:

Tabel 2.3 Standar ukuran saringan

Standar Ukuran (mm) Alternatif Satuan

75 3 inci

50 2 inci

25 1 inci

9,25 3/8 inci

4,75 No. 4

2,00 No. 10

0,425 No. 40

(24)

Tabel 2.4 Batasan-batasan ukuran butiran tanah

Jenis Butiran Ukuran Butir (mm)

Pasir kasar 2,0 mm – 0,42 mm

Pasir halus 0,42 mm – 0,075 mm

Lanau 0,075 mm – 0,002 mm

Lempung 0,002 mm – 0,001 mm

Kolloida < 0,001 mm

(25)

2.3.2 Bentuk partikel

Bentuk dari sedimen alam beraneka ragam dan tidak terbatas. Di samping ukuran butir, bentuk partikel juga penting, karena ukuran partikel sedimen itu sendiri belum cukup untuk menjelaskan karakteristik butir-butir sedimen. Suatu partikel yang pipih mempunyai harga kecepatan endap yang lebih kecil dan akan lebih sulit untuk terangkut dibandingkan dengan suatu partikel yang bulat seperti muatan dasar.

Sifat-sifat yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk dan kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H. Wadell). Bentuk butiran dinyatakan dalam kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah permukaan partikel. Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell mengambil pendekatan untuk menyatakan kebulatan.

Kebulatan dinyatakan sebagai perbandingan diameter suatu lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran dalam keadaan diam pada ruang terhadap bidang yang paling besar terhadap diameter yang paling kecil atau dengan kata lain kebulatan digambarkan sebagai perbandingan radius rata-rata kelengkungan ujung setiap butir terhadap radius lingkaran yang paling besar (daerah proyeksi atau bagian butir melintang).

Bentuk partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (SF) yaitu :

SF = c/(ab)1/2 (2.5)

(26)

Untuk partikel berbentuk bola mempunyai faktor bentuk SF = 1, sedangkan untuk pasir alam SF = 0,7. Pengaruh bentuk terhadap karakteristik hidraulik dari partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan) tergantung dari pada angka Reynold.

2.3.3 Rapat massa/Kerapatan (density) – ρ ( kg.m-3 )

Sesungguhnya semua sedimen berasal dari material batu, oleh sebab itu segala unsur material induk (parent material) dapat ditemukan di sedimen. Sebagai contoh, fragmen dari induk batuan ditemukan di batu besar dan kerikil, kuarsa pada pasir, silika pada lumpur, serta feldspars dan mika pada tanah liat. Densiti dari kebanyakan sedimen yang lebih kecil dari 4 mm adalah 2.650 kg/m3 (graviti spesifik, s = 2.65). densiti dari mineral lempung (clay) berkisar dari 2.500 sampai 2.700 kg/m3.

ρ = = (2.6)

Besarnya ρa tidak tetap, tergantung pada suhu, tekanan dan larutan. Pada air tawar memiliki nilai ρa = 1000 kg/m3, dan air laut memiliki nilai ρa = 1025 kg/m3. Pada perhitungan angkutan sedimen, pengaruh perbedaan kerapatan pada umumnya

(27)

2.4 Pengangkutan Sedimen

Sedimen adalah material atau pecahan dari batuan, mineral dan material organik yang melayang-layang di dalam air, udara, maupun yang dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya. Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara:

a. Suspension: umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.

b. Bedload: terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

c. Saltation: umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

(28)

a. Muatan material dasar (bed material transport), yang berasal dari dasar, berarti bahwa angkutan ini ditentukan oleh keadaan dasar dan aliran (dapat terdiri dari muatan dasar dan muatan layang).

b. Muatan cuci (wash load), yang berasal dari hasil erosi daerah pantai. Angkutan ini terdiri dari butiran yang sangat halus dengan diameter < 50 m (terdiri dari lempung dan lanau) yang hanya dapat bergerak dengan cara melayang dan tidak berada pada dasar laut. Oleh karena itu muatan cuci tidak dapat dihitung dan dapat dipengaruhi oleh turbulensi dan viskositas aliran.

Di kawasan pantai terdapat dua arah pengangkutan sedimen. Yang pertama adalah pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport) atau boleh juga disebut dengan pergerakan sedimen menuju dan meninggalkan pantai (onshore-offshore transport). Yang kedua, pergerakan sedimen sepanjang pantai atau sejajar pantai yang biasa diistilahkan dengan longshore transport.

2.4.1 Pergerakan sedimen tegak lurus pantai (cross-shore transport)

Pengangkutan sedimen tegak lurus pantai dapat dilihat pada bentuk pantai (kemiringan pantai) dan bentuk dasar lautnya (bar & trough). Secara penampakan geomorfologi, proses pengangkutan sedimen tegak lurus pantai biasanya terjadi di teluk.

2.4.2 Pengangkutan sedimen sejajar pantai (longshore transport)

(29)

biasanya terjadi di pantai yang berbatasan dengan samudra dan merupakan proses yang penting karena berdampak sangat besar terhadap suatu struktur yang dibuat manusia misalnya jetti atau groin.

2.4.3 Mekanisme Transpor Sedimen Oleh Gelombang

Di laut dalam, gerak partikel air karena gelombang jarang mencapai dasar laut. Sedang di laut dangkal, partikel air dekat dasar bergerak maju dan mundur secara periodik. Kecepatan partikel air di dekat dasar naik dengan bertambahnya tinggi gelombang dan berkurang dengan kedalaman.

Dalam mempelajari transpor sedimen, kecepatan partikel air dinyatakan dalam bentuk tegangan geser dasar yang berubah fungsi dari komponen dasar . Hubungan antara tegangan geser dasar dan kecepatan partikel air dinyatakan dalam bentuk:

= ∗ (2.7)

Dengan,

∗ = !" (2.8)

dimana, Ρ = Rapat massa air (kg/m3 ) ∗ = Kecepatan geser (m/s) f = Faktor gesekan

(30)

atau tegangan kritik erosi # . Kedua parameter tersebut tergantung pada sifat sedimen dasar seperti diameter, bentuk dan rapat massa sedimen untuk sedimen non kohesif (pasir) dan kohesifitas antara partikel untuk sedimen lohesif (lumpur, lempung, dll).

Jika dilihat untuk dasar laut berpasir yang datar, apabila kecepatan di dekat dasar sangat kecil, yang berarti juga tegangan geser dasar, partikel sedimen tidak bergerak ( < # ). Selanjutnya apabila kecepatan bertambah (juga tegangan geser dasar ), sampai pada suatu kecepatan tertentu beberapa butiran mulai bergerak, yang disebut dengan awal gerak sedimen ( = # ). Sedimen bergerak maju mundur sesuai dengan gerak partikel air. Selanjutnya kenaikan kecepatan dapat mempercepat gerak tersebut, dan transpor sedimen yang terjadi disebut transpor dasar (bed load) seperti terlihat pada Gambar 2.1 ( > # ).

(31)
(32)

2.5 Sedimen Kohesif

Sedimen kohesif sering menimbulkan masalah pada beberapa bangunan air, misalnya pengendapan di pelabuhan, waduk, penurunan kualitas air dan sebagainya. Studi tentang sifat dan dinamika sedimen kohesif diperlukan untuk menanggulangi masalah tersebut. Berbeda dengan sedimen non kohesif, sifat-sifat sedimen kohesif sangat kompleks. Sifat-sifat tersebut dipengaruhi oleh asal sedimen, sifat air dan terutama keadaan konsolidasi dari sedimen. Sifat sedimen yang berasal dari suatu daerah (estuari, sungai, pantai dan sebagainya) berbeda dengan sedimen dari daerah lain. Di dalam air asin kecepatan endap akan lebih besar karena adanya proses flokulasi, demikian juga dengan tegangan kritik erosi dan endapan. Proses konsolidasi yang berjalan dengan waktu akan memperbesar tegangan kritik erosi. Karena banyaknya faktor yang berpengaruh, sampai saat ini sifat-sifat dan dinamika transpor sedimen kohesif masih belum diketahui dengan baik (Triatmodjo, 1987).

2.5.1 Profil vertikal dari konsentrasi sedimen

(33)

a. Daerah paling atas adalah lapisan campuran dan memiliki konsentrasi sedimen yang relatif rendah.

b. Lapisan lumpur yang tipis dibedakan dari lapisan campuran dengan istilah gradien konsentrasi “lutocline” (Parker dan Kirby, 1982).

c. Daerah bawah yang merupakan daerah berlumpur.

Dalam lapisan campuran arah vertikal dipisahkan oleh guncangan yang kuat dan konsentrasi sedimen relatif tercampur dengan baik. Lutocline adalah bagian utama dari profil vertikal sedimen kohesif dan dikategorikan oleh gradien konsentrasi. Konsentrasi sedimen dapat diatur dari magnitude tertinggi dekat dasar dibandingkan pada permukaan air. Di bawah Lutocline, ada lapisan berlumpur dari konsentrasi sedimen. Lapisan berlumpur ditahan oleh guncangan energi dari arus, ketika ada suatu kesamaan antara flux deposisi dan guncangan vertikal flux transport. Lapisan berlumpur biasanya tipis dan oleh karena itu frekuensinya tidak diketahui.

(34)

2.5.2 Flokulasi

Flokulasi adalah proses di mana partikel yang melayang baik terkait menjadi kelompok yang besar (flocs). Flocs adalah kumpulan dari partikel yang kecil menjadi besar, lebih mudah mengendap partikel melalui proses kimia, fisika dan/atau biologi. Sedimen kohesif jarang mengendap dengan partikel tunggal di alam. Sedimen kohesif cendrung untuk tetap bersama ketika mereka sudah cukup dekat dengan kuatnya sedimen untuk mengatasi aliran geser dan gravitasi yang membuat mereka tetap berpisah. Flokulasi melibatkan dua aspek dari partikel yakni kohesi dan kolisi.

Proses tabrakan partikel (kolisi) dan kohesi juga diistilahkan sebagai agregat dan koagulasi. Flocs lebih besar daripada butiran tunggal dan biasanya jatuh lebih cepat daripada partikel yang menyatu. Karena terperangkap di dalam air, kepadatan dari flocs lebih kecil dibandingkan dengan partikel yang menyatu. Kecepatan jatuh dari sebuah flocs merupakan fungsi dari ukurannya, bentuk, dan kepadatan relatif. Bentuk dari floc adalah tipe yang bebas dan konsentrasi dari partikel melayang, karakteristik ionik dari lingkungan, dan tegangan geser cairan dan intensitas aliran turbulensi di lingkungan.

Kohesi (tarikan partikel) diatur oleh elektrokimia dari mineral sedimen dan air. Partikel kohesi tergantung pada komposisi minerallogikal, ukuran partikel, tergantung perubahan kapasitas dari sedimen. Parameter lain yang mempengaruhi kohesi termasuk keasaman, pH, dan temperatur dari air. Batasan dari sedimen kohesif dan tidak kohesif tidak jelas dibatasi. Ini bisa dinyatakan bagaimanapun, seiring meningkatnya kohesi dengan penurunan ukuran partikel untuk jenis material yang sama.

(35)

Bagaimanapun, selagi gradien kecepatan meningkat menjadi besar, floc akan mudah pecah, terurai, dan pada akhirnya membentuk floc yang baru. Flokulasi yang berkelanjutan menghasilkan agregat yang lebih besar (floc) yang bisa dikarakteristikkan dengan porositas tinggi, meningkat secara teratur dan rapuh, dan kecepatan rata-rata yang tinggi.

2.5.3 Kecepatan jatuh partikel 2.5.3.1 Hukum Stokes

(36)

Dimana

w = kecepatan jatuh sedimen (mm/s) g = kecepatan gravitasi (m/det2) D = diameter butiran sedimen (mm) CD = koefisien hambatan

= (ρs - ρa) / ρa , dan

ρa = rapat massa air laut (1025 kg/m3)

ρs = rapat massa sedimen (kg/m3)

Harga besaran CD tergantung dari bilangan Reynold dan bentuk dari partikel Re = 1.) (2.12) Untuk

V = kecepatan arus (mm/s)

ν = vsikositas kinematik

Untuk partikel berbentuk bola dan bilangan Reynold rendah (Re < 1) (koefisien hambatan di daerah Stokes adalah CD = 24/Re), rumus di atas menjadi :

w = – 34 g D

2

= ∆ )5

36 (2.13)

untuk bilangan Reynold yang besar, harga CD menjadi konstan yang bervariasi seperti :

(37)

2.5.3.2 Bottom withdrawal tube

Metode ini menggunakan alat yang disebut bottom withdrawal tube seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Mula-mula sedimen diambil dengan alat tersebut secara melintang dengan dua sisi terbuka pada kedalaman 1 meter. Kemudian sedimen diangkat secara vertikal dengan bagian bawah ditutup, lalu dibawa ke permukaan untuk dimasukkan dalam wadah dengan pengendapan dalam perhitungan waktu 3’, 6’, 10’, 15’, 25’, 40’, 60’. Dengan demikian, ada tujuh contoh sedimen yang diambil untuk dihitung konsentrasinya dengan metode gravimetri.

Konsentrasi sedimen diperoleh dari hasil laboratorium kimia analitik. Dengan mengambil sampel sedimen sebanyak 50 ml kemudian diletakkan pada kertas saring dan di-oven agar kering sempurna. Kemudian ditimbang berat kertas saring dan sedimen di atasnya. Dengan perhitungan sebagai berikut:

C = 9 – : ; <

= > (2.15)

dengan C = konsentrasi sedimen (kg/m3) a = massa kertas saring + sedimen b = massa awal kertas saring

Untuk analisa data kecepatan jatuh sedimen, nilai konsentrasi yang dipakai dalam bentuk persentase (%) dengan tujuh perhitungan sesuai sampel.

C1 = ∑++? x 100%; C2 =

+?A B5

∑+ x 100%; C3 =

+?A B5A B<

∑+ x100%; dst.... (2.16) Perhitungan untuk kecepatan jatuhnya sendiri dengan:

w = C = D EC ( )

(38)

l tabung

l = 1.00 m d = 38 mm d

penyangga

klep penutup

Gambar 2.3 Tabung kecepatan jatuh dari Metode Bottom Withdrawal

(39)

2.5.4 Deposisi dari sedimen kohesif

Deposisi (dan resuspensi) dari sedimen kohesif begitu rumit. Walaupun banyak studi di masa lampau, banyak ketidakpastian yang terkait dengan deposisi dan resuspensi sedimen kohesif yang ada. Kesulitan di dalam keakuratan dan contoh data yang pasti adalah satu kendala yang besar:

a. Percobaan sedimen di laboratorium tidak memerlukan kondisi yang sebenarnya. b. Sulit untuk mengukur dari semua parameter yang penting untuk pengembangan

model deposisi dan resuspensi.

Erosi terjadi ketika tegangan geser di dasar melebihi gaya tahanan di dasar (tegangan geser kritis), yang sebaliknya tergantung pada parameter dasar yang lain, seperti komposisi sedimen, kadar air, salinitas, dan waktu dari konsolidasi dasar. Umumnya, model dari sedimen dasar sangat empiris dan lokasinya spesifik. Deposisi, dengan kata lain, secara langsung terpengaruh oleh proses hidrodinamik di dalam air, sehingga secara langsung menjadi model yang rapat.

(40)

2.5.5 Resuspensi dari sedimen kohesif

Resuspensi (erosi) dari sedimen yang dihasilkan dari tegangan geser dasar diatur oleh arus dan gelombang. Erosi dimulai ketika tegangan geser dasar ama dengan tegangan geser permukaan dari sedimen dasar. Sedimen kohesif dasar terdiri dari partikel tunggal, tetapi lebih disempurnakan menjadi kelompok butiran tergabung bersama secara kohesi. Erosi terjadi dimana kohesi terlalu kuat. Erosi rata-rata dan kedalaman di dasar yang terjadi begitu kuat pada profil dari kekuatan dasar. Jenis profil ini menunjukkan peningkatan dengan kedalaman dan meningkatnya konsolidasidengan kedalaman. Ketika kekuatan di dasar tidak sanggup untuk menolak tekanan erosi, resuspensi bermula.

(41)

2.6 Karakter Profil Pantai

Pantai selalu menyesuaikan bentuk profilnya sedemikian sehingga mampu menghancurkan energi gelombang yang datang. Penyesuaian bentuk tersebut merupakan tanggapan dinamis alami pantai terhadap laut. Ada dua tipe tanggapan pantai dinamis terhadap gerak gelombang, yaitu tanggapan terhadap kondisi gelombang normal dan tanggapan terhadap kondisi gelombang badai. Gelombang normal merupakan gelombang yang terjadi dalam waktu yang lebih lama, dan energi gelombang dengan mudah dapat dihancurkan oleh mekanisme pertahanan alami pantai. Gelombang badai adalah sebutan untuk fenomena gelombang laut yang terjadi karena itupan angin badai, yang ukurannya di atas ukuran gelombang normal, yang melanda ke daratan. Di Indonesia, secara umum masyarakat menyebut fenomena gelombang ini dengan Gelombang Pasang. Gelombang badai dapat menyebabkan air laut masuk ke daratan dan mencapat jarak 200 meter ke dalam daratan dari tepi pantai.

Pada saat badai terjadi gelombang mempunyai energi besar. Sering pertahanan alami pantai tidak mampu menahan serangan gelombang, sehingga pantai dapat tererosi. Setelah gelombang besar reda, pantai akan kembali ke bentuk semula. Dengan demikian pantai tersebut mengalami erosi. Material yang terbawa arus tersebut diatas akan mengendap di daerah yang lebih tenang. Seperti di muara sungai, teluk, pelabuhan , dan sebagainya, sehingga mengakibatkan sedimentasi di daerah tersebut.

(42)

antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan pantai berkerikil bisa mencapai 1:4, pantai berlumpur banyak dijumpai di daerah pantai dimana banyak sungai yang mengangkut sedimen suspensi bermuara di daerah tersebut dan gelombang relatif kecil. Bentuk profil pantai pada umumnya seperti ditunjukkan dalam gambar 2.4 berikut ini.

Gambar 2.4 Bentuk profil pantai

Dari gambar 2.4 diatas dapat dilihat bahwa profil pantai dapat dibagi kedalam empat bagian yaitu: daerah lepas pantai (offshore), daerah pantai dalam (inshore), daerah depan pantai (foreshore), dan daerah belakang pantai (backshore). Sedangkan menurut sudut pandang hidrodinamika, perairan pantai di daerah dekat pantai (nearshore zone) dibagi menjadi tiga daerah yaitu: daerah gelombang pecah (breaker zone), daerah buih (surf zone), dan daerah swash (swash zone).

(43)

Inshore (daerah pantai dalam) adalah daerah profil pantai yang terbentang

keaarah laut batas daerah depan pantai (foreshore) sampai ke bawah breaker zone.

Foreshore (daerah depan pantai) adalah daerah yang meliputi garis pantai ,

daerah swash sampai dengan bagian yang tidak terlalu jauh dari garis pantai. Backshore (daerah belakang pantai) adalah daerah yang dibatasi oleh garis pantai

kearah daratan.

Offshore (daerah lepas pantai) adalah daerah dari garis gelombang pecah kearah

laut.

Breaker zone (daerah gelombang pecah) adalah daerah dimana gelombang yang

datang dari laut (lepas pantai) mencapai ketidakstabilan dan akhirnya pecah. Di pantai yang landai gelombang pecah bisa terjadi dua kali.

Surf zone (daerah buih) adalah daerah yang terbentang antara bagian dalam dari

gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai. Pantai yang landai mempunyai surf zone yang lebar.

Swash zone (daerah swash) adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi

naiknya gelombang dan batas terendah turunnya gelombang di pantai.

Longshore bar (gundukan sepanjang pantai) adalah tumpukan pasir yang paralel

(44)

Secara umum, bentuk profil alami pantai dibagi atas dua bagian menurut jenis sedimen penyusunnya, yaitu: profil pantai berpasir (coarse-grained profiles) dan profil pantai berlumpur (fine-grained profiles).

2.6.1 Profil pantai berpasir

Pada umumnya profil pantai berpasir mempunyai bentuk serupa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.4 dalam gambar tersebut pantai dibagi menjadi backshore dan foreshore. Batas antara kedua zona adalah puncak berm, yaitu titik dari runup maksimum pada kondisi gelombang normal (biasa). Runup adalah naiknya gelombang pada permukaan miring. Runup gelombang mencapai batas antara pesisir dan pantai hanya selama terjadi gelombang badai. Surfzone terbentang dari titik dimana gelombang pertama kali pecah sampai titik runup di sekitar lokasi gelombang pecah. Di lokasi gelombang pecah terdapat longshore bar, yaitu gundukan pasir di dasar yang memanjang sepanjang pantai.

(45)

sebanyak yang terangkut ke arah darat, sehingga pada kondisi gelombang kecil tersebut terbentuk pantai secara perlahan-lahan. Aliran kembali dari air dan pasir yang terjadi sepanjang dasar menuju offshore bar di sisi luar gelombang pecah.

Pada saat terjadi badai, dimana gelombang besar dan elevasi muka air diam lebih tinggi karena adanya setup gelombang dan angin, pantai dapat mengalami erosi. Gambar 2.5 menunjukkan proses terjadinya erosi pantai oleh gelombang badai dengan puncak gelombang sejajar garis pantai. Gambar 2.5.a adalah profil pantai dengan gelombang normal yang terjadi sehari-hari. Pada saat terjadi badai yang bersamaan dengan muka air tinggi, gelombang mulai mengalami sand dunes, dan membawa material ke arah laut dan kemudian mengendap (gambar 2.5.b). gelombang badai yang berlangsung cukup lama semakin banyak mengerosi bukit pasir (sand dunes) seperti terlihat pada gambar 2.5.c. Setelah badai reda gelombang normal kembali. Selama terjadinya badai tersebut terlihat perubahan profil pantai. Dengan membandingkan profil pantai sebelum dan sesudah badai, dapat diketahui volume sedimen yang tererosi dan mundurnya garis pantai (gambar 2.5.d).

Setelah badai berlalu, kondisi gelombang normal kembali. Gelombang ini akan mengangkut sedimen yang telah diendapkan di perairan dalam selama badai, kembali ke pantai. Gelombang normal yang berlangsung dalam waktu panjang tersebut akan membentuk pantai kembali ke profil semula. Dengan demikian profil pantai yang ditinjau dalam satu periode panjang menunjukkan kondisi yang stabil dinamis.

(46)
(47)

Gambar 2.5 Proses pembentukan pantai (Triadmodjo, 1999)

(48)

kering tersebut ke arah darat di backshore atau lebih jauh lagi di pesisir dan membentuk sand dunes. Sand dunes ini dapat berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap serangan gelombang.

Profil pantai berpasir didominasi oleh pasir dalam ukuran yang besar hingga pasir ukuran yang kecil dimana sedimen dianggap tidak kohesif (diameter lebih besar dari 0,0625 mm).

Profil pantai berpasir didominasi oleh pasir dalam ukuran yang besar hingga pasir ukuran yang kecil di mana sedimen dianggap tidak kohesif (diameter > 0,064 mm). Persamaan profil pantai berpasir telah diberikan oleh Bruun (1954) dan Dean (1977) dan arah koordinat dari parameter pantai terdapat pada Gambar 2.6 sebagai berikut:

ℎ = IJC (2.18)

dimana h = kedalaman air (m) A = parameter skala profil y = jarak dari garis pantai (m) n = konstanta.

(49)

2.6.2 Profil pantai berlumpur

Pantai berlumpur terjadi di daerah pantai dimana terdapat banyak muara sungai yang membawa sedimen suspensi dalam jumlah besar kelaut. Selain itu kondisi gelombang di pantai tersebut relatif tenang sehingga tidak mampu membawa (dispersi) sedimen tersebut ke perairan dalam di laut lepas. Sedimen suspensi tersebut dapat menyebar pada suatu daerah perairan yang cukup luas sehingga membentuk pantai yang luas, datar, dan dangkal. Kemiringan dasar laut/pantai sangat kecil

Biasanya pantai berlumpur sangat rendah dan merupakan daerah rawa yang terendam air pada saat muka air tinggi (pasang). Daerah ini sangat subur bagi tumbuhan pantai seperti pohon bakau (mangrove). Mangrove adalah tumbuhan berwujud semak dan pohon dengan akar tunjang, yaitu akar yang banyak tumbuh dari batang menjadi penopang tumbuhan tersebut. Selain itu ada juga mangrove yang mempunyai akar pernapasan yang menyembul dari tanah. Magrove dengan akar tunjang dan akar pernapasan yang menyembul dari tanah. Mangrove dengan akar tunjang dan akar pernapasan tang begitu ruwet di pantai dapat menangkap lumpur sehingga terjadi sedimentasi. Hutan bakau ini dapat berfungsi sebagai peredam energi gelombang, sehingga pantai dapat terlindung terhadap erosi.

(50)

individu. Fenomena ini disebut dengan flukoasi. Sebagian besar sedimentasi yang terjadi di perairan pantai merupakan hasil flukoasi sedimen kohesif.

Lee (1995) mengemukakan bahwa gelombang pecah tidak selalu menjadi dasar dissipasi energi di daerah buih (surf zone) untuk profil pantai berlumpur, tetapi juga efek viskositas (kekentalan) mengakibatkan disipasi energi gelombang. Oleh karena itu, Lee (1995) mengembangkan persamaan untuk profil pantai berlumpur adalah sebagai berikut.

K(L)= K M GN(LO L) (2.19) dimana K = tinggi gelombang pada jarak J

J = jarak dari garis pantai sampai ke batas onshore k = koefisien

2.7 Bangunan Pelindung Pantai

Erosi pantai adalah proses mundurnya garis pantai dari kedudukan garis pantai semula yang antara lain disebabkan oleh :

a. Daya tahan erosi material dilampaui oleh kekuatan eksternal yang ditimbulkan oleh pengaruh hidrodinamika (arus dan gelombang).

b. Terganggunya atau tidak adanya keseimbangan antara suplai sedimen yang datang ke bagian pantai yang ditinjau dan kapasitas angkutan sedimen di bagian pantai tersebut.

(51)

lainnya, serta adanya gangguan yang diakibatkan oleh ulaah manusia yang mungkin berupa konstruksi bangunan pada pantai tersebut.

Salah satu metode penanggulangan erosi pantai adalah penggunaan struktur pelindung pantai, dimana struktur tersebut berfungsi sebagai peredam energi gelombang pada lokasi tertentu. Struktur pelindung pantai juga memicu adanya penumpukan sedimen.

2.7.1 Groin dan Jetty

(52)

yang terjadi di daerah

rah hilir krib juga dapat membahayakan keama isi estetis adanya krib menggangu keindahan da lain itu groin sama sekali tidak efektif untuk me

an oleh angkutan sedimen tegak lurus pantai (c akan bangunan tegak lurus pantai yang cukup Struktur ini dibangun untuk mengatasi masalah

(53)

2.7.2 Seawall dan R ratan di satu sisi dan perairan di sisi lainnya sep sinya adalah untuk melindungi/mempertahan ng serta untuk menahan tanah di belakang mbok laut diharapkan proses abrasi dapat dih truktur kuat yang diharapkan mampu menahan ent berupa struktur fleksibel susunan batu ko

(54)

2.7.3 Breakwater

atau dalam hal ini pemecah gelombang lepas p r pantai dan berada pada jarak tertentu dari g

un sebagai salah satu bentuk perlindungan rkan energi gelombang sebelum sampai ke pa g bangunan. Endapan ini dapat menghalan

breakwater atau pemecah gelombang dapat d ecah gelombang sambung pantai dan lepas

pada perlindungan perairan pelabuhan, sedang i terhadap erosi. Secara umum kondisi perencan tipe pertama perlu ditinjau karakteristik gelomb ecah gelombang, seperti halnya pada perenca inci mengenai pemecah gelombang sambung p

(55)

berkaitan dengan palabuhan dan bukan dengan perlindungan pantai terhadap erosi. pemecah gelombang lepas pantai dibuat sejajar pantai dan berada pada jarak tertentu dari garis pantai, maka tergantung pada panjang pantai yang dilindungi, pemecah gelombang lepas pantai dapat dibuat dari satu pemecah gelombang atau suatu seri bangunan yang terdiri dari beberapa ruas pemecah gelombang yang dipisahkan oleh celah.

Bangunan ini berfungsi untuk melindungi pantai yang terletak dibelakangnya dari serangan gelombang yang dapat mengakibatkan erosi pada pantai. Perlindungan oleh pemecahan gelombang lepas pantai terjadi karena berkurangnya energi gelombang yang sampai di perairan di belakang bangunan. Karena pemecah gelombang ini dibuat terpisah ke arah lepas pantai, tetapi masih di dalam zona gelombang pecah (breaking zone). Maka bagian sisi luar pemecah gelombang memberikan perlindungan dengan meredam energi gelombang sehingga gelombang dan arus di belakangnya dapat dikurangi.

(56)

Berkurangnya

ya energi gelombang di daerah terlindun n di daerah tersebut. Maka pengiriman sedim aerah di sekitarnya akan diendapkan dibelakan kan stabil dengan terbentuknya endapan sedime

Gambar 2.11 Breakwater

eadland

atan adalah struktur batuan yang dibangun di s kit untuk melindungi titik strategis, yang m melanjutkan sepanjang bagian depan yang te murah daripada melindungi seluruh bagia

dungan sementara atau jangka panjang denga njung sementara dapat dibentuk dari gabion asanya tidaklah panjang antara 1 sampai 5 tahu

atan berfungsi menstabilkandaerah pesisir pan bil, garis pantai menjadi lebih menjorok sehing

(57)

akan hilang pada dae

aerah shoreline dan akhirnya membentuk pesis erkembang. Stabilitas akan tergantung pada p

endek dengan celah panjang akan memberika in mengizinkan bentuk rencana stabil untuk dik menerus tanjung mungkin perlu diperpanjang a lan struktural, meskipun tanjung buatan aka

ai breakwaters perairan dekat pantai.

Gambar 2.12 Artificial Headland

rishment

rishment merupakan usaha yang dilakukan pantai ke daerah yang terjadi erosi, sehingga i erosi dapat terjadi jika di suatu pantai y pasir. Stabilitasi pantai dapat dilakukan denga

(58)

pasir ke daerah yang terjadi erosi itu. Apabila erosi terjadi secara terus menerus , maka suplai pasir harus dilakukan secara berkala dengan laju sama dengan kehilangan pasir . Untuk pantai yang cukup panjang maka penambahan pasir dengan cara pembelian kurang efektif sehingga digunakan alternatif pasir diambil dari hasil sedimentasi sisi lain dari pantai. Skematik dari aplikasi untuk Beach Nourishment pada Gambar 2.7 berikut:

Gambar 2.13 Skematik Beach Nourishment

2.7.6 Mangrove

Berbagai macam cara, baik tradisional maupun modern, bentuk dan bahan telah digunakan sebagai terumbu buatan untuk meningkatkan kualitas habitat ikan dan biota laut lainnya. Mangrove merupakan tumbuhan pantai yang dapat tumbuh baik di lingkungan tropis maupun subtropis. Hutan mangrove merupakan suatu ekosistem yang kompleks dan labil. Daerah pertumbuhan mangrove merupakan suatu ekosistem yang

erosi

(59)

spesifik, hal ini disebabkan oleh adanya proses kehidupan biota (flora dan fauna) yang berkaitan baik yang terdapat di daratan maupun di lautan.

Manfaat dan fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai habitat yang berperan penting sebagai tempat berpijah dan tempat asuhan berbagai jenis ikan, udang dan biota lainnya serts merupakan habitat berbagai jenis burung, mamalia dan reptil.

Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup di dalam kawasan yang lembab dan berlumpur serta dipengaruhi pasang dan surut. Ekosistem ini merupakan gabungan komponen daratan dan akuatik, termasuk tumbuh-tumbuhan yang terdapat di lumpur/pasir yang berair, sedangkan komponen hewan terdapat pada akar, batang-batang mangrove, lumpur, dan pada perairan yang melewati kawasan dan bagian daratannya. Ekosistem mangrove pada dasarnya memiliki nilai ekonomi, ekologi dan social. Secara ekonomis mangrove dimanfaatkan untuk kayu bakar, arang, penyamak kulit, bahan-bahan bangunnan, peralatan rumah tangga, obat-obatan dan bahan baku untuk pulp dan industry kertas. Selain itu mangrove juga dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata alam (ecotourism), baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan mangrove sebagai daerah tujuan wisata ilmu telah dilakukan oleh Pusat Riset Kelautan, Universitas Songkla, di Hat Yai, Thailand Selatan yang mengelola kawasan mangrove secara terpadu sebagai tempat rekreasi dan penelitian.

(60)

keuntungan yang be bahan bangunan dan p

2.8 Aplikasi dari 1. Incipient motion

d

weig

Gambar 2.1

besar,baik dalam mendukung perairan laut, n produk-produk lain bagi kebutuhan setempat.

Gambar 2.14 Mangrove

ri Persamaan-persamaan Kecepatan Jatuh

ν

D

νd

eight

r 2.15 Diagram dari partikel sedimen yang berg

terbuka

t, memberikan pasokan at.

(61)

Untuk menghitung incipient motion dilakukan dengan pendekatan kecepatan kriteria Yang. Perkembangan ditunjukkan secara detail untuk menggambarkan bagaimana beberapa teori dasar dari mekanika fluida dapat diaplikasikan pada studi incipient motion. Pengaruh yang kuat dari partikel sedimen berbentuk bola pada dasar saluran ditunjukkan pada Gambar 2.15. Untuk sebagian besar sungai dengan saluran miring kecil kemungkinan terjadi gravitasi yang kuat dari komponen pada aliran langsung dan dapat diabaikan dengan pergerakan yang kuat dari partikel sedimen berbentuk bola. Kuat hambat dapat ditunjukkan sebagai:

FD = CD &D5 P Vd2 (2.20)

Dimana Vd adalah kecepatan pada jarak d di atas dasar

Akhir kecepatan jatuh dari sebuah partikel berbentuk bola dapat dicapai ketika adanya keseimbangan antara kuat hambatan dan berat dari partikel di bawah permukaan, ketika:

CD’&D5 P w2 = &D

<

' (ρs – ρa) g (2.21)

Dimana CD’ merupakan koefisien hambatan pada w

Subtitusi CD’ dengan CD ψ1 dan eliminasi CD dari persamaan 2.20 dan 2.21 kuat hambat Jika kita asumsikan pada hukum logaritma untuk distribusi kecepatan jatuh dapat diaplikasikna pada kasus ini

R

S∗ = 5,75 log

L

(62)

Dimana Vy = kecepatan pada jarak y di atas dasar dan B adalah fungsi kekasaran Kemudian kecepatan pada y = d menjadi

Vd = BU* (2.24)

Kecepatan rata-rata dapat diperoleh dengan integrasi persamaan 2.23 dari y = ε ke y = D dengan ε→ 0:

V = U*T5,75 .XY7)D− 1/ + ]^ (2.25) Dari persamaan (2.22), (2.24) dan (2.25)

FD = &D<

'Q? (ρs – ρa) g.F/ _

`

a,ba T>c .,d/ ^ `e (2.26) Pergerakan kuat yang meningkat pada partikel dapat diperoleh:

FL = CL &D5 P Vd2 (2.27) Hubungan dantara koefisien gaya angkat CL dan koefisien hambatan CD dapat ditentukan dengan percobaan. Jika kita misalkan ψ2CL = CD dan mengikuti prosedur yang sama pada persamaan (2.26), kita dapat:

FL = 'Q&D<

?Q5 (ρs – ρa) g.F/ _

`

a,ba T>c .,d/ ^ `e (2.28) Berat dari partikel di bawah permukaan (suspensi)

(63)

Dimana ψ merupakan koefisien geser

Dimana Vcr merupakan kecepatan jatuh kritis rata-rata pada incipient motion dan Vcr/w adalah dimensi kecepatan jatuh kritis

Persamaan (2.31) adalah persamaan dasar spesifik kondisi aliran ketika partikel sedimen siap untuk bergerak pada dasar dari saluran terbuka. Nilai dari ψ1, ψ2, dan ψ3 harus ditentukan dengan percobaan. Fungsi kekasaran B tergantung pada apakah batas dalam hidrolik licin, transisi atau kasar sempurna.

Dalam area hidrolik yang licin, B hanya sebagai fungsi kecepatan geser dari bilangan Reynold U* d/v (schlichting, 1962) yaitu:

B = 5,5 + 5,75 log S6∗D, 0<S6∗D<5 (2.32)

Dimana ada pola semilog hiperbola antara Vcr/w dan U* d/v. Kekasaran relatif d/D tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada bentuk dari hiperbola area hidrolik yang licin.

Pada area kasar sempurna, ada bagian yang keluar dari sublapisan laminar. Pengaruh pergeseran laminar dapat diabaikan dan B tetap menjadi fungsi dari kekasaran relatif d/D;

B = 8.5, S∗D

(64)

Sehingga persamaan (2.31) menjadi berada pada garis horizontal. Posisi garis horizontal ini bergantung pada nilai kekasaran relatif ψ1, ψ2, dan ψ3.

Pada area transisi dengan kecepatan geser bilangan Reynold antara 5 dan 70, bagian yang sampai keluar dari sublapis laminar. Kedua pergeseran laminar dan pergerakan turbulen dapat dipertimbangkan. Pada kasus ini, B dipisahkan dari persamaan (2.32) dengan meningkatnya U* d/v. Ini sangat masuk akal karena pada dasarnya persamaan (2.33) masih berlaku tetapi dengan kekasarana relatif d/D memiliki peranan peningkatan yang penting sebagai meningkatnya U* d/v.

Kumpulan data laboratorium dari berbagai peneliti yang berbeda yang digunakan oleh Yang (1973) untuk koefisien determinan pada persamaan (2.33) dan (2.35) maka kriteria incipient motion diperoleh sebagai berikut:

hi

2. Resistensi terhadap aliran pada batas bergerak

(65)

diperoleh dari laboratorium. Hasil perhitungan dari pendekatan ini selalu berbeda satu sama lain dan dari ukuran pada sungai. Masalah utama adalah dari ketidakmampuan kita untuk memprediksi bentuk dasar dari teori sounding. Walaupun jika bentuk dasar diketahui, bentuk kekasaran tetap berubah secara signifikan.

Mengingat aliran seragam pada saluran alluvial di peroleh lebar W. Rumus sambungannnya adalah

Q = WDV (2.38)

dimana W merupakan lebar saluran dan D adalah kedalamannya serta V kecepatan arus Konsentrasi total dari material dapat dijelaskan sebagai

Ct = ɸ (V, S, D, d, v, w) (2.39)

Karena total kekasaran tidak diketahui, secara teori, rumus Manning tidak dapat dipecahkan tanpa mengandalkan beberapa metode empiris atau semiempiris untuk menentukan koefisien kekasaran.

Teori dari rata-rata minimum kehilangan energi (Yang, 1976) berdasarkan ketika sistem dinamik mencapai kondisi equilibrium merupakan kehilangan energi minimum. Nilai minimum tergantung pada batas sistem yang diterapkan. Untuk aliran seragam diketahui lebar saluran dimana kehilangan energi rata-rata untuk pengangkutan sedimen dapat diabaikan, maka kehilangan energi untuk setiapa berat dari air adalah

Dp

Dimana Y adalah energi potensial persatuan berat

Dengan demikian teori dari kekuatan minimum yang diperlukan adalah

(66)

Pada batasan yang diberikan yang membawa jumlah debit air yang diketahui Q dan konsentrasi sedimen C beserta ukuran butiran d. Subskrip m menunjukkan nilai yang diperoleh dengan kuat aliran minimum. Pemanfaatan dari persamaan 2.41 dalam konjungsi dengan persamaan 2.38 dan 2.39 dapat memberikan solusi atas variabel yang tidak diketahui V, D dan S tanpa pengetahuan dari total kekasaran. Persamaan pergerakan sedimen yang disarankan oleh Yang (1976) pada kuat aliran adalah

Log C = 5,435 – 0,268 log FD1 - 0,475 log SF

+ .1,799 − 0,409 logFD

1 − 0,314 log S∗

F/ log . y F − hi

y

F / (2.42) Dimana:

C = konsentrasi sedimen total (kg/m3) w = kecepatan jatuh (mm/s)

d = diameter saringan rata-rata (mm) v = viskositas kinematik

(67)

BAB III

METODOLOGI DAN KONDISI FISIK PANTAI BUNGA

3.1 Umum

Lokasi studi tugas akhir ini adalah di Pantai Bunga, Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara (Gambar 3.1). Kawasan pantai bunga terletak pada kawasan pantai timur Sumatera Utara. Kawasan Pesisir Timur Sumatera Utara ini memiliki tanah yang cukup subur, suhu udara, kelembaban dan curah hujan relatif tinggi. Topografi pantai umumnya landai dengan laut yang dangkal.

(68)

Gambar 3.1 Peta Lokasi Pantai Bunga Batubara

Pantai di kawasan pantai timur Sumatera Utara merupakan pantai dengan proses pengendapan yang dominan. Dengan demikian dapat dilakukan investigasi profil equilibrium di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara dengan mengambil lokasi studi yaitu Pantai Bunga yang berada di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.

3.2 Metode Penelitian

Tugas akhir ini disusun dalam ruang lingkup pekerjaan sebagai berikut : 3.2.1 Pengumpulan data

Data- data yang diperoleh meliputi: a. Observasi lapangan

Data yang didapatkan adalah data kecepatan arus dan temperatur dari air laut.

b. Eksperimen Laboratorium

Sedimen yang diambil dari lapangan kemudian di tes. Hasil dari tes laboratorium berupa analisa ayakan, data hydrometer, dan berat jenis dari sedimen.

c. Studi Pustaka

Dari literatur yang berhubungan dengan tugas akhir ini data yang diperoleh berupa nilai dari gravitasi bumi, berat jenis air laut, dan faktor bentuk dari sedimen.

(69)

Data-data yang diperoleh dari observasi lapangan, eksperimen laboratorium serta studi pustaka maka dapat ditentukan nilai dari viskositas kinematik, kerapatan relatif dalam air, bilangan Reynold dan koefisien hambatan serta kecepatan jatuh sedimen. Dan ditampilkan dalam bagan alir seperti berikut:

(70)

3.3 Pengolahan Data 3.3.1 Umum

Survey lapangan dilakukan terkait dengan data-data yang diperlukan untuk pemodelan profil pantai ekuilibrium. Pengambilan data-data tersebut dilakukan dengan survey lapangan, ada pun data – data yang di ambil adalah sebagai berikut

• Data sedimen • Data bathimetri • Data profil pantai • Data kecepatan arus

Data dengan bottom withdrawal tube

Data – data yang diperoleh akan di di stimulasikan sehingga akan tergambar kodisi fisik pantai tersebut.

3.3.2 Data Sedimen

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang di bawa oleh sungai dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai. Kondisi sedimen yang ada di Pantai Bunga Batubara berupa sedimen yang mengendap dari pergerakan pantai itu sendiri yang terjadi akibat gaya konstruktif maupun gaya destruktif. Sedimen yang ada pada pantai bunga umumnya campuran pasir dan lumpur.

Kesimpulan

(71)

Adapun pengambilan contoh sedimen di pantai bunga ini dilakukan dengan pengambilan di 4 titik pada kedalaman +1.5 , +1 , 0, dan -1. Yang berjarak interfal 10 Meter. Data sedimen berdasarkan analisa ayakan ditampilkan pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.1 data analisa ayakan 1

Sieves Retained Cumulative Retained Percent Cumulative No. Size Weight Ret.Weight Percent Retained Passing

(Inch/No) (gr) (gr) (%) (%) (%)

1. 3" 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 2. 3/4" 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 3. 3/8" 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00 4. No. 4 14.68 14.68 4.19 4.19 95.81 5. No. 10 81.94 96.62 23.41 27.61 72.39 6. No. 20 86.87 183.49 24.82 52.43 47.57 7. No. 40 64.30 247.79 18.37 70.80 29.20 8. No. 60 40.98 288.77 11.71 82.51 17.49 9. No. 100 26.70 315.47 7.63 90.13 9.87 10. No. 200 17.50 332.97 5.00 95.13 4.87

(72)

Gambar 3.2 Grafik analisa ayakan 1

Tabel 3.2 Persentase analisa ayakan 1

Clay and silt Sand Gravel

Tabel 3.3 data analisa ayakan 2

Sieves Retained Cumulative Retained Percent Cumulative No. Size Weight Ret.Weight Percent Retained Passing

(73)

1. 3" 0.00 0.00 0.00 0.00 100.00

Gambar 3.3 Grafik analisa ayakan 2

Tabel 3.4 Persentase analisa ayakan 2

(74)

3.3.3 Data Bathimetri

Pengambilan data bhatimetri dilakukan dengan menggunakan alat echosounding GPSmap420s (Gambar 3.1). Setiap titik marking dari alam di dapat kedalaman (h) dan suhu air (T). Untuk x adalah garis sejajar pantai, y merupakan garis tegak lurus pantai dan t menunjukkan waktu.

Gambar 3.4 Alat echosounding GPSmap420s

(75)
(76)
(77)
(78)

Gambar

Tabel 2.1 Parameter yang berpengaruh pada pengangkutan sedimen
Tabel 2.2 Skala Wenworth dari klasifikasi ukuran sedimen
Tabel 2.3 Standar ukuran saringan
Tabel 2.4 Batasan-batasan ukuran butiran tanah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Undur-undur laut yang ditemukan di pantai Pagak hidup pada jenis sedimen pasir, dan paling banyak ditemukan pada pasir dengan diameter butiran 0,25 – 1 mm.. Jenis

Berdasarkan ukuran butir sedimen tersebut menggabarkan bahwa kondisi perairan pada Kecamatan Brebes saat sedimen tersebut mengendap di pengaruhi oleh kecepatan

Terdapat pola yang hampir serupa antara sebaran ukuran magnetit dengan ukuran butiran sedimen, secara spesifik tampak pada modus yang ditemukan berada pada fraksi

Erosi pantai sendiri dapat terjadi karena akibat dari gelombang yang datang kemudian kembali lagi menuju laut dengan membawa sedimen yang ada di garis pantai dalam jumlah yang

Penentuan ukuran butiran sedimen dilakukan dengan menggunakan metode pengayakan kering ( dry sieving ). Metode ini digunakan untuk mengetahui ukuran butiran sedimen dan dominansi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa akibat adanya gaya sentrifugal pada aliran menikung, distribusi kecepatan dan distribusi konsentrasi sedimen suspensi mengalami perubahan

Sorted) mencirikan pada kedalaman pengambilan lapisan 10 cm ada ukuran butiran sedimen tertentu yang dominan, jika dilihat dari tektural sedimennya yang dominan

Berdasarkan ukuran butir sedimen tersebut menggambarkan bahwa kondisi perairan pada Kecamatan Brebes saat sedimen tersebut mengendap di pengaruhi oleh kecepatan arus kuat dicirikan