ANALISIS KARAKTERISTIK PROFIL PDD
(PERCENTAGE DEPTH DOSE) BERKAS
FOTON 6 MV DAN 10 MV
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar SarjanaSains
Yuli Martha K. Damanik
NIM :
090821001DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
ANALISIS KARAKTERISTIK PROFIL PDD
(PERCENTAGE DEPTH DOSE) BERKAS
FOTON 6MV DAN 10MV
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juni 2011
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpah karunia-Nya, skripsi ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Drs. Mimpin Sitepu, M.Sc dan Bapak Martua Damanik, S.Si sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan masukkan dan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Marhaposan Situmorang selaku Ketua Jurusan Program Studi Fisika yang
memberikan masukan dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Dr. Eddy Marlianto, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU
4. Seluruh staf pengajar yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan bagi penulis dan seluruh pegawai di Departemen Fisika FMIPA USU.
5. Kedua orang tua penulis S. Damanik dan R V. Br Saragih yang telah memberikan bantuan baik materi, semangat dan doa yang tak putus-putusnya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
6. Keluarga besar penulis yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat penulis Kristian Sihaloho yang telah memberi inspirasi, semangat dan doa dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Serta seluruh teman-teman angkatan 2009 yang telah memberikan motifasi dalam
penyelesaian skripsi ini.
ABSTRAK
ANALYSIS OF PROFILE CHARACTERISTIC OF PERCENTAGE
DEPTH DOSE (PDD) OF PHOTON BEAM 6 MV AND 10 MV
ABSTRACT
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan... i
Pernyataan ... ii
Penghargaan ... iii
Abstrak ... iv
Abstract ... v
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Istilah ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 3
1.3. Rumusan Masalah ... 3
1.4. Batasan Masalah ... 3
1.5. Tujuan Penelitian ... 4
1.6. Manfaat Penelitian ... 4
1.7. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II DASAR TEORI ... 6
2.1. Sinar-x ... 6
2.2. Sifat-sifat sinar-x ... 7
2.3. Besaran dan Satuan Radiasi ... 8
2.4. Interaksi radiasi dengan materi ... 12
2.5. Interaksi elektron dengan zat... 15
2.6. Radioterapi ... 16
2.7. Pesawat pemercepat elektron ... 18
2.8. Distribusi dosis kedalaman ... 21
2.9. Persentase dosis kedalaman ... 22
2.10. Profil dosis ... 25
2.11. Kurva isodosis ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28
3.1. Lokasi Penelitian ... 28
3.2. Alat Dan Bahan Penelitian ... 28
3.3. Prosedur Penelitian ... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 32
4.1. Hasil pengukuran PDD pada berkas foton 6 MV ... 32
4.2. Grafik PDD 6 MV ... 34
4.3. Profil untuk PDD 6 MV ... 36
4.4. Hasil pengukuran PDD pada berkas foton 10 MV ... 36
4.5. Grafik PDD 10 MV ... 39
4.6. Profil untuk PDD 10 MV ... 42
BAB V PENUTUP ... 53
5.1. Kesimpulan ... 53
5.2. Saran ... 54
Daftar Pustaka ... xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1 Haraga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi ... 11
2. Tabel 2 Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton ... 25
3. Tabel 3 PDD 6 MV dengan berbagai luas lapangan dan kedalaman ... 32
4. Tabel 4 PDD 10 MV dengan berbagai luas lapangan dan kedalaman ... 37
5. Tabel 5 Beam setup pemakaian energi 6 MV ... 43
6. Tabel 6 Beam setup pemakaian energi 10 M ... 44
7. Tabel 7 Beam setup pemakaian energi 10 MV ... 48
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Gambar 1 Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Beiser, 2003) ... 7
2. Gambar 2 Efek foto listrik (Krane, 1992) ... 13
3. Gambar 3 Penghamburan compton (Beiser, 2003) ... 14
4. Gambar 4 Proses pembentukan pasangan (Beiser, 2003) ... 15
5. Gambar 5 Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996) ... 18
6. Gambar 6 Skema akselerator linier (Khan, 1994) ... 19
7. Gambar 7 Berkas sinar-x, dan berkas elektron (Khan, 1994) ... 21
8. Gambar 8 Perbandingan persentase dosis pada titik d0 maksimum dan titik d (Khan, 1994) ... 23
9. Gambar 9 Grafik PDD (Gunilla, 1996) ... 24
10. Gambar 10 Profil dosis (Gunilla, 1996) ... 26
11. Gambar 11 Kurva isodosis (R Susworo, 2007) ... 27
12. Gambar 12 Set-up pengukuran PDD ... 31
13. Gambar 13 Grafik PDD 6 MV dengan luas lapangan (5 x 5) ... 34
14. Gambar 14 Grafik PDD 6 MV dengan luas lapangan (10 x 10) ... 35
15. Gambar 15 Grafik PDD 6 MV dengan luas lapangan (15 x 15) ... 35
16. Gambar 16 Profil PDD 6 MV ... 36
17. Gambar 17 Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (5 x 5) ... 40
18. Gambar 18 Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (10 x 10) ... 40
19. Gambar 19 Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (15 x 15) ... 41
20. Gambar 20 Profil PDD 10 MV ... 42
21. Gambar 21 Kurva isodosis pada pemilihan energi 6 MV ... 45
22. Gambar 22 Kurva isodosis pada pemilihan energi 10 MV ... 46
23. Gambar 23 DVH pada pamakaian energi 6 MV ... 47
24. Gambar 24 DVH pada pamakaian energi 10 MV ... 47
25. Gambar 25 Kurva isodosis pada pemilihan energi 6 MV ... 50
26. Gambar 26 Kurva isodosis pada pemilihan energi 10 MV ... 51
27. Gambar 27 DVH pada pamakaian energi 6 MV ... 52
DAFTAR ISTILAH
Beam setup : Pengaturan arah sinar.
Build-up : Jarak antara permukaan sampai dengan titk dengan dosis maksimum.
CTV : Merupakan konsep klinik onkologi (Clinical Tumor Volume).
DVH : Tampilan volume dosis tumor dalam bentuk diagram (Dose Volume Histogram ).
Elektrometer : Alat untuk membaca hasil pengukuran detektor. Flattening filter : Plat penyaring.
Histopatologi : Ilmu tentang mempelajari jaringan tubuh. Ionization chamber : Kamar ionisasi (detektor)
Kemoterapi : Pengobatan yang menggunakan radiasi yangdimasukkan kedalam tubuh berupa injeksi
Kuratif : Tindakan medis untuk pengobatan.
Kurva isodosis : Garis- garis yang menghubungkan titik dosis yang seimbang yang memberikan representase plannar oleh distribusi.
Linac : Pemercepat elektron secara linier (Linear Accelerator).
Metastasis : Penyebaran penyakit.
Onkologi : Ilmu tentang kanker.
Paliatif : Tindakan untuk mengurangi rasa sakit.
PDD : Persentase dosis pada kedalaman (Percentage depth dose). Profil : Kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada
sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar
Radioterapi : Pengobatan dengan menggunakan radiasi
Radiosensitivitas : Kesensitipan terhadap radiasi. Scattering foil : Alat penghambur radiasi. Skin sparing : Efek radiasi pada kulit.
ABSTRAK
ANALYSIS OF PROFILE CHARACTERISTIC OF PERCENTAGE
DEPTH DOSE (PDD) OF PHOTON BEAM 6 MV AND 10 MV
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak ditemukannyaa sinar-X dari 100 tahun yang lampau oleh Wilhelm Condrad
Roentgen dan dikenalnyaa sifat radioaktif oleh Marie Curie dan Henri Becquerel,
penggunaan radiasi sebagai salah satu modalitas pengobatan penyakit kanker telah
berkembang dengan pesat. Perkembangan ini ditopang oleh majunya teknologi
dewasa ini dan makin berkembangnya ilmu dasar terutama dibidang biologi
molekuler. Aplikasi radiasi pada pengobatan penyakit kanker yang berlandaskan pada
aspek-aspek onkologi saat ini lebih diterima dengan terminologi radiasi onkologi.
Bersama-sama dengan bedah onkologi dan pengobatan dengan kemoterapi,
radioterapi telah berhasil meningkatkan angka kesembuhan penyakit kanker.
Aplikasi radiasi onkologi pada pengobatan kanker memerlukan pengetahuan
mengenai biologi yang mempelajari interaksi antara sinar yang diberikan dengan
jaringan tumor maupun jaringan sehat, histopatologi, onkologi itu sendiri dan juga
memerlukan pengetahuan fisika yang terutama mempelajari sifat berbagai sumber
radiasi medik (R. Susworo, 2007).
Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada tahun 1970-an pesawat
pemercepat elektron atau linac (linear accelerator), telah digunakan untuk terapi
berbagai jenis tumor. Pesawat linac tersebut dirancang untuk menghasilkan berkas
foton dan elektron. Berkas foton digunakan untuk menyinari tumor yang berada
dalam jaringan tubuh misalnya kanker payudara, kanker rahim dan lain - lain,
Linac dirasa sangat menguntungkan dan memberikan harapan bagi pasien kanker
untuk sembuh (Gunilla, 1996).
Radiasi pengion diketahui dapat merusak bahkan mematikan jaringan. Semua
jenis sel hidup dapat dirusak ataupun dimatikan dengan radiasi pengion, tetapi dosis
yang dibutuhkan untuk mencapai kematian sel sangatlah bervariasi karena setiap sel
memiliki radiosensitivitas yang berbeda-beda. Permasalahan yang timbul dalam
radioterapi adalah tidak terisolasinya jaringan kanker yang akan diterapi. Jaringan
kanker dikelilingi oleh jaringan sehat yang fungsinya harus dipertahankan. Karena itu,
pemberian dosis radiasi diharapkan seoptimal mungkin pada jaringan kanker (target
volume) dan memberikan efek atau kerusakan yang tidak berarti pada jaringan sehat
di sekitarnya.
Keberhasilan terapi kanker dengan radiasi sangat bergantung pada keakuratan
dosis yang diberikan ke jaringan kanker karena pemberian dosis yang berlebihan akan
menyebabkan kerusakan jaringan normal sedangkan pemberian dosis yang tidak
cukup untuk membunuh sel ganas akan menyebabkan kambuh/residif. Oleh karena itu
pemilihan energi radiasi yang akan dipergunakan sesuai kedalaman tumor atau target.
Pengukuran berkas foton yang keluar dari pesawat linac lebih akurat dapat
diketahui dengan memperhatikan data, grafik dan profil persentase kedalaman dosis,
dimana nilai persentase dosis pada suatu kedalaman tertentu dibandingkan dengan
dosis pada kedalaman maksimum yang dinamakan PDD (percentage depth dose).
Dosis serap pada suatu titik dibawah permukaan kulit semakin berkurang dengan
bertambahnya kedalaman dari permukaan kulit. Pada kedalaman maksimum
persentase dosis memiliki nilai 100%. Sedangkan profil adalah kurva yang
menunjukkan bentuk muka sinar pada sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah
datangnya sinar. Kurva profil menunjukkan intensitas pada suatu bidang radiasi
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Pemanfaatan suatu teknologi selain mempunyai dampak positif terdapat juga dampak
negatif. Dampak negatif akan muncul bila melakukan tindakan diluar prosedur yang
berlaku. Dampak negatif terburuk adalah terjadinya kecelakaan (kematian). Kasus
kecelakaan berkenaan dengan pesawat radioterapi linac (linear accelerator) biasanya
berawal dari berkas radiasi yang keluar tidak sesuai yang diinginkan pada saat akan
menyinari pasien (Soejoko Djarwani, 2002).
Penggunaan atau pemilihan energi radiasi pada penyinaran radioterapi sangat
perlu diperhatikan guna mencapai keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu perlu
dilakukan pengukuran dosis kedalaman pada berkas radiasi pada pesawat radioterapi
linac sebagai salah satu fungsi kendali kualitas dan jaminan kualitas.
1.3. RUMUSAN MASALAH
Mengingat radiasi pengion bisa merusak jaringan, maka apakah dosis radiasi yang
diberikan pada sel tumor nantinya sudah terdistribusi secara merata dan terukur
dengan menentukan besar energi yang akan diberikan sesuai kedalaman dengan
menganalisis profil PDD tanpa mengabaikan faktor – faktor koreksi yang ada?
1.4. BATASAN MASALAH
Penelitian ini dibatasi pada menganalisa data berkas radiasi foton 6 MV dan 10 MV
pada pesawat radioterapi linac dengan menggunakan alat ukur phantom air dan
detektor yaitu kamar ionisasi (ionization chamber) serta elektrometer. Pengukuran ini
juga memperhatikan faktor koreksi dan mengacu pada batas toleransi yang diberikan
1.5. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui sifat-sifat sinar-x sehingga sehingga dapat digunakan atau
dimanfaatkan untuk terapi (pengobatan) dan untuk menentukan panduan atau acuan
dalam pemilihan atau pemberian energi radiasi yang tepat sesuai dengan kedalaman
tumor (target) dengan lebih memperhatikan / menganalisis profil dan grafik PDD
sehingga pemberian dosis pada pasien nantinya tepat.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan dapat memberikan informasi tentang analisis berkas radiasi foton pada
pesawat terapi linac dengan memperhatikan lebih teliti lagi profil dan grafik
persentase kedalaman dosis untuk mendapatkan pemilihan energi radiasi yang tepat
sehingga pemberian dosis yang terukur pada pasien terapi nantinya dapat dilakukan.
Untuk maksud tersebut, penulis ingin mempelajari dan mendalami masalah ini
melalui kajian teori dan praktek yang tersaji dalam skripsi. Penulis berharap, semoga
pembaca dapat mengambil manfaat dan menambah wawasan mengenai grafik dan
profil persentase kedalaman dosis pada pesawat radioterapi linac, pengetahuan
tentang sinar-x sehingga dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan dan
kemajuan ilmu radiologi pada khususnya dan ilmu kedokteran pada umumnya.
Diharapkan juga dapat bermanfaat untuk semua pihak yang bermaksud memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi radioterapi.
1.7. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Berisi tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
BAB II Berisi tentang dasar-dasar teori yang meliputi: sinar-x, sifat-sifat sinar-x,
besaran dan satuan radiasi, interaksi radiasi dengan materi, interaksi
elektron dengan zat, radioterapi, pesawat pemercepat elektron, distribusi
dosis kedalaman, persentase dosis kedalaman, profil dosis, dan kurva
isodosis.
BAB III Berisi tentang metodelogi penelitian yang meliputi: lokasi penelitian,
alat dan bahan penelitian, serta prosedur penelitian.
BAB IV Berisi tentang hasil dan pembahasan yang meliputi: Hasil pengukuran
PDD pada berkas foton 6 MV, grafik PDD
6 MV, p
rofil untuk PDD 6MV, hasil pengukuran PDD pada berkas foton 10 MV, grafik PDD
10
MV, p
rofil untuk PDD 10 MV, dan aplikasi medis.
BAB V Berisi tentang kesimpulan dan saran untuk penyempurnaan penelitian
ini.
BAB II
DASAR TEORI
2.1. Sinar-X
Sinar-X adalah gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 10-9
sampai 10-8 m (0,1-100 Å). Berarti sinar-X ini mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih pendek daripada cahaya tampak, sehingga energinya lebih besar. Besar
energinya dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan:
(2.1)
E = energi (Joule)
h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)
c = kecepatan cahaya (3.108 m/detik)
λ = panjang gelombang (m/ Å)
Gelombang elektromagnetik terdiri atas radio, inframerah, ultraviolet,
sinar-X dan sinar gamma. Yang dibedakan atas panjang gelombang, besar energi dan
Gambar 1. Spektrum Gelombang Elektromagnetik (Beiser, 2003).
2.2. Sifat-Sifat Sinar-X
Sinar-X mempunyai sifat umum seperti dibawah ini:
1. Daya tembus
Sinar-X dapat menembus bahan atau massa yang padat dengan daya tembus yang
sangat besar. Semakin kecil panjang gelombang sinar-X, makin besar daya
2. Pertebaran
Apabila berkas Sinar-X melalui suatu bahan atau suatu zat, maka berkas Sinar
tersebut akan mengalami pertebaran keseluruh arah, menimbulkan radiasi
sekunder (radiasi hambur) pada bahan atau zat yang dilalui. Untuk mengurangi
akibat radiasi hambur ini maka pada pesawat linac digunakan scattering foil.
3. Penyerapan
Sinar-X akan diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan
bahan atau zat tersebut. Makin tinggi kepadatannya atau berat atomnya makin
besar penyerapannya.
4. Efek Ionisasi
Efek Ionisasi disebut juga efek primer dari Sinar-X yang apabila mengenai suatu
bahan atau zat dapat menimbulkan ionisasi pada partikel-partikel atau zat yang
dilaluinya.
5. Efek biologi
Sinar-X akan menimbulkan perubahan-perubahan biologi pada jaringan. Efek
biologi ini yang dipergunakan dalam pengobatan radioterapi (Sjahriar Rasad, dkk,
2001).
2.3. Besaran dan Satuan Radiasi
2.3.1. Paparan radiasi (exposure)
Paparan radiasi adalah kemampuan radiasi sinar-X atau gamma untuk
menimbulkan ionisasi di udara dan digunakan untuk mendeskripsikan sifat
emisi sinar-X atau sinar gamma dari sebuah sumber radiasi. Satuan ini
mendeskripsikan keluaran radiasi dari sebuah sumber radiasi namun tidak
mendeskripsikan energi yang diberikan pada sebuah objek yang disinari.
Satuannya adalah roentgen atau R.
1 Roentgen (R) = 2,58 x 10-4 Coulomb/Kg udara
1 Roentgen (R) = 1,610 x 1012 pasangan ion/gr udara
Dimana: ∆Q = Muatan listrik ion dalam udara (coulomb)
∆m = Massa (Kg)
2.3.2. Kecepatan pemaparan (exposure rate)
Kecepatan pemaparan (ER) adalah besar pemaparan persatuan waktu. Satuan
nya adalah R/jam
(2.3)
Dimana: ER = Kecepatan pemaparan (R/jam)
∆x = Pemaparan (R)
∆t = waktu lamanya pemaparan (Jam)
2.3.3. Dosis serap (absorbed dose)
Banyaknya energi yang diserap bahan persatuan massa bahan tersebut. Satuan
ini menggambarkan jumlah radiasi yang diterima oleh pasien. Satuannya
adalah rad (Roentgen Absorbed Dose) dan gray (Gy).
1 Gy = 1J/Kg = 100 rad
1 cGy = 1 rad
(2.4)
Dimana: D = Dosis serap (Gy)
E = Energi radiasi (Joule)
2.3.4. Linear energy transfer (LET)
Linear energy transfer adalah perbandingan energi rata-rata yang diberikan
setempat pada materi oleh partikel bermuatan dengan energi tertentu yang
melalui jarak.
(2.5)
Dimana: LET = linear energi transfer (erg/cm)
dE = energi rata-rata yang diberikan setempat pada materi
oleh partikel bemuatan (erg)
dl = jarak (cm)
2.3.5. Dosis ekivalen (DE)
Dosis ekivalen yang memperhitungkan efek radiasi sebagai akibat dari jenis
radiasi yang berbeda. Digunakan untuk menggambarkan jumlah radiasi yang
diterima oleh pekerja radiasi. Sejumlah energi serap yang sama dari berbagai
macam radiasi akan menimbulkan efek yang berbeda. Karenanya untuk
pengukuran digunakan terminologi RBE
( relative biological effectiveness) yang didefenisikan sebagai:
Efek biologi suatu macam radiasi jadinya tergantung pada dosis serap
dan RBE. Satuan radiologi yang baru didefenisikan ialah Rem (Roentge
equivalent man). Sebagai dosis serap radiasi yang secara biologi ekivalen
dengan dosis serap satu rad radiasi-x.
DE(rem)=D(rad)xRBE
(2.6)Faktor RBE biasanya digunakan dalam bidang radiologi, sedang
dalam bidang proteksi radiasi digunakan faktor-faktor modifikasi, ialah
faktor efek biologi distribusi zat radioaktif yang non uniform didalam
tubuh.
DE = D.QF.DF
(2.7)Dimana: DE = Dosis ekivalen (sv)
D = Dosis serap radiasi (Gy)
QF = Faktor kualitas
DF = Faktor distribusi
1 Sv = 100 rem
Berikut ini akan diperlihatkan harga-harga faktor kualitas untuk bermacam
radiasi, yaitu:
Tabel 1. Harga faktor kualitas (QF) untuk bermacam radiasi
(Roestan Roekmantara, 1978).
Radiasi QF
X, gamma, elektron dan β dengan > 30 KeV 1
β dengan > 30 KeV 1,7
Neutron cepat dan proton dengan energi sampai 10 MeV 10
Partikel α dar i peluruhan radioaktif 10
Inti recoil berat 20
Neutron termik 3
Proton dengan energi ≈ 50 MeV 3,2
2.3.6. Hubungan antara Roetgen dan Rad
Menurut Bragg Gray, energi radiasi di terima oleh materi sebesar :
Dimana:
Bila diambil harga W diudara = 34 eV/pasang ion, maka didapat :
D udara = 0,877 X rad
D = dosis serap
X = pemaparan dalam satuan roentgen (Roestan Roekmantara, 1978).
2.4. Interaksi radiasi dengan materi
2.4.1. Absorpsi energi
Pada saat berkas foton melewati medium, sebagian energi radiasi ditransfer
pada medium. Dosis absorpsi yang menyatakan jumlah energi yang diserap per
satuan massa jaringan merupakan besaran yang dipakai untuk memperkirakan
efek biologi terhadap radiasi. Secara sederhana proses penyerapan energi
radiasi sampai terjadinya efek biologi.
2.4.2. Koefesien atenuasi
Bila berkas foton melewati medium, sejumlah foton akan berinteraksi dengan
medium dan keluar dari berkas, sedangkan sebagian lain kemungkinan tidak
mengalami interaksi sama sekali. Akibatnya jumlah foton yang keluar dari
medium berkurang. Penurunan intensitas (I) dari sinar-X sebanding dengan
jarak (x) yang dilewatinya. Koefisien ateanuasi dinyatakan dengan µ.
(2.9)
Dimana: I = intensitas sinar-X
µ = koefisien atenuasi
Integrasi memberikan:
(2.10)
Dimana:
=
intensitas sinar-X yang diteruskan=
intensitas sinar-X yang datang2.4.3. Efek fotolistrik
Dalam proses fotolistrik energi foton diserap oleh atom yaitu elektron, sehingga
elektron tersebut dilepaskan dari ikatannya dengan atom. Elektron yang keluar
dari atom disebut fotoelektron. Peristiwa efek foto listrik ini terjadi pada energi
radiasi rendah (E < 1 MeV ) dan nomor atom besar.
Gambar 2. Efek fotolistrik (Krane, 1992).
Bila foton mengenai elektron dalam suatu orbit dalam atom seperti yang
ditunjukkan pada gambar diatas, sebagian energi foton (Q) digunakan untuk
mengeluarkan elektron dari atom dan sisanya dibawa oleh elektron sebagai
energi kinetiknya. Seluruh energi foton dipakai dalam proses tersebut.
E = hf = Q + EK
(2.11)
f = frekuensi (herzt)
h = konstanta plank (6,627 x 10-34 J.s)
Q = energi ikat elektron (Joule)
Ek = energi kinetik elektron (Joule)
2.4.3. Efek Compton
Foton berinteraksi dengan elektron yang dianggap bebas (tenaga ikat elektron
<< energi foton datang), seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini:
Gambar 3. Penghamburan compton (Beiser, 2003).
Dalam suatu tumbukan antara sebuah foton dan elektron bebas maka
tidak mungkin semua energi foton dapat dipindahkan ke elektron jika
momentum dan energi dibuat kekal. Hal ini dapat diperlihatkan dengan
berasumsi bahwa reaksi semakin dimungkinkan. Jika hal itu memang benar,
maka menurut hukum kekekalan semua energi foton diberikan kepada elektron
dan didapatkan:
(2.12)
Menurut hukum kekekalan momentum, semua momentum foton (p) harus
(2.13)
Dimana: E = energi (Joule)
m = massa (Kg)
c = Kecepatan cahaya (m/dtk)
p = momentum
ν = kecepatan elektron (m/dtk).
2.4.5. Produksi pasangan
Sebuah foton yang energinya lebih dari 1.02 MeV. Pada saat bergerak dekat
dengan sebuah inti, secara spontan akan menghilang dan energinya akan
muncul kembali sebagai suatu positron dan elektron seperti yang digambarkan
berikut:
Gambar 4. Proses pembentukan pasangan, dimana foton berubah menjadi energi positron dan elektron (Beiser, 2003)
2.5. Interaksi elektron dengan zat
Apabila sebuah elektron bergerak dalam suatu media maka kehilangan energinya
disebabkan oleh dua hal, yaitu :
Proses ionisasi seperti halnya pada partikel berat bermuatan, yakni tumbukan inelastik
antara elektron datang dengan elektron-elektron atom-atom media.
2. Radiasi (bremmstrahlung : apabila energi elektron tinggi)
Kehilangan energi karena radiasi hanya terjadi apabila energi elektron datang tinggi .
Hubungan antara kehilangan energi oleh ionisasi dan radiasi dapat dituliskan sebagai
berikut:
(2.14)
Dimana: E = energi (Joule)
Z = Nomor atom (Roestan Roekmantara, 1978) .
2.6. Radioterapi
Sejarah radioterapi dimulai sejak tahun 1920 oleh Regaud dengan kawan-kawan yang
menemukan pada hewan-hewan percobaan, bahwa spermatogenesis dapat dihentikan
secara permanen dengan pemberian radiasi di mana dosis yang diberikan merupakan
fraksi-fraksi. Sedangkan pemberian dosis tunggal gagal untuk menghasilkan
efek-biologik yang sama, dan kerusakan pada jaringan sehat yang ditimbulkannya adalah
lebih parah. Regaud dan Henri Coutard menerapkan teknik fraksionasi-dosis ini pada
pengobatan kanker dengan radiasi. Mula-mula mereka melakukannya pada kanker
mulut rahim dan tumor-tumor leher-kepala. Tidak lama kemudian mereka melaporkan
hasil-hasil pengobatan mereka lengkap dengan data-datanya. Setelah itu teknik radiasi
dengan fraksinasi-dosis ini diterima secara universal sampai saat ini.
Radioterapi adalah pengobatan dengan memberikan dosis radiasi yang terukur
terhadap penyakit seperti tumor atau kanker. Perkembangan teknologi di dunia
kedokteran tidak dapat dipungkiri telah membantu penderita penyakit untuk sembuh
dari sakit yang dideritanya dan meningkatkan kualitas hidup penderita tersebut. Salah
kalangan praktisi dunia kedokteran adalah kemajuan di bidang yang berkaitan dengan
perang terhadap penyakit yang digolongkan sebagai penyakit mematikan yaitu tumor
atau kanker. Metode penanganan kanker yang sarat dengan teknologi canggih yang
sedang dan terus berkembang secara pesat adalah radioterapi. Radioterapi atau juga
dikenal dengan istilah terapi radiasi, yang menggunakan radiasi untuk mematikan
sel-sel kanker atau melukai sel-sel-sel-sel tersebut sehingga tidak dapat membelah atau
memperbanyak diri. Radioterapi dapat digunakan untuk meradiasi kanker primer dan
gejala-gejala yang diakibatkan oleh kanker yang telah meluas yang disebut dengan
metastasis (Suhartono, 1990).
2.6.1. Tujuan radioterapi
Secara umum tujuan radioterapi terbagi menjadi 2, yakni:
1. Kuratif
Secara langsung mencegah kambuh lokal dan regional, dan secara tidak
langsung mencegah terjadinya metastasis jauh. Mengecilkan tumor agar
meningkatkan operabililitas. Dilakukan dengan cara meradiasi tumor dan
jaringan normal sekitarnya sampai pada batas maksimum yang dapat
ditoleransi.
2. Paliatif
Tujuannya untuk menghilangkan atau mengurangi nyeri, mengecilkan
tumor atau tukak, mengatasi pendarahan, menghilangkan gejala
neurologik akibat metastasis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup
pasien. Dilakukan dengan cara mengurangi efek samping yang akut.
Karena biasanya pasien memiliki angka harapan hidup yang tidak lama
maka efek samping jangka panjang tidak terlalu diperhatikan (R. Susworo,
2007).
2.7. Pesawat Pemercepat Elektron
Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi pada saat ini, tujuan tersebut dapat
yang menghasilkan radiasi pengion energi tinggi, sehingga bisa memberikan dosis
radiasi yang besar untuk didistribusikan ke jaringan kanker dan menurunkan efek
terhadap jaringan sehat. Akselerator linier medik termasuk pesawat yang
menghasilkan radiasi pengion energi tinggi dalam orde megavoltage. Pesawat
akselerator linier medik dapat menghasilkan berkas elektron atau berkas foton
[image:30.595.114.513.208.522.2](sinar-x).
Gambar 5. Rangkaian pesawat linear accelerator (Gunilla, 1996)
2.7.1. Cara Kerja Pesawat linier akselerator (linac)
Pesawat linier akselerator dapat menghasilkan berkas elektron dan berkas
foton energi tinggi. Tingkat energi tersebut dihasilkan melalui proses
percepatan elektron secara linier di dalam tabung pemandu gelombang
pemercepat (accelerating waveguide) yang hampa. Tabung ini merupakan
tabung penghantar, terdiri dari susunan sel-sel berupa rongga-rongga yang
terbuat dari tembaga. Ke dalam tabung disalurkan gelombang mikro yg
dibangkitkan oleh magnetron/klystron dengan panjang gelombang 10 cm dan
Gelombang mikro disalurkan melalui sirkulator dan tabung pemandu
gelombang pemercepat elektron. Ada 2 jenis pemandu gelombang yaitu:
travelling dan standing waveguide. Bila daya frekuensi gelombang mikro
melintasi rongga-rongga sel dari pemercepat mengakibatkan terjadi medan
elektromagnetik di dalam tabung pemercepat dan terjadi kuat medan listrik
dinamis yang mengakibatkan setiap sel berubah-ubah periodenya sesuai
perubahan amplitudo gelombang mikro. Hal ini akan mengakibatkan setiap sel
berubah-ubah pula muatannya. Perubahan periode muatan listrik tersebut
[image:31.595.156.485.274.445.2]dimanfaatkan untuk pemercepat lintasan elektron.
Gambar 6. Skema linier akselerator (Khan, 1994)
Elektron dihasilkan oleh elektron gun yang berupa tabung trioda,
kemudian ditembakkan dengan energi awal 15 KeV secara sinkron.Kecepatan
elektron tersebut secara berantai dipacu lintasannya dari satu sel ke sel
berikutnya sampai energi elektron tersebut sesuai dengan energi yang
dikehendaki. Semakin besar energi yang dihasilkan, semakin banyak jumlah
rongga dan semakin bertambah panjang tabung pemercepat. Elektron dengan
energi sedikit lebih tinggi atau lebih rendah dari yang dikehendaki akan
dibelokkan sedemikian rupa sehingga energi dan lintasannya dapat sesuai
dengan yang dikehendaki dan elektron dengan penyimpangan energi agak
besar akan dieleminir oleh sebuah filter. Dengan demikian dapat dicapai
pemfokusan berkas elektron yang sangat baik dengan energi yang
monokromatik. Bila dikehendaki pemakaian elektron, maka elektron energi
oleh pemercepat merupakan berkas pensil (2 - 3 cm diameter), maka untuk
mendapatkan distribusi dosis yang rata pada daerah penyinaran,
elektron-elektron tersebut perlu dilewatkan pada lapisan penghambur (scattering foil).
Bila dikehendaki adalah sinar-X, maka elektron-elektron berenergi tinggi
tersebut ditumbukkan ke bidang target penerus (transmision target). Hasil
pembangkitan sinar-X mempunyai intensitas yang tinggi pada arah sumbu
target. Sinar-X yang dihasilkan dilewatkan pada penyaring (flattening filter)
dengan tujuan agar profil sinar -X rata. (Khan, 2003). Proses keluaran sinar-X
[image:32.595.170.490.277.622.2]dan elektron dapat ditunjukkan pada gambar berikut:
2.8. Distribusi Dosis Kedalaman
Penyinaran dilakukan pada pasien atau phantom, dosis yang diserap akan bervariasi
sesuai dengan kedalaman. Variasi ini bergantung pada banyaknya kondisi seperti:
sinar, kedalaman, luas lapangan, jarak dari sumber dan sistem kolimasi sinar.
Demikian juga kalkulasi dosis pada pasien melibatkan pertimbangan dalam perhatian
parameter-parameter dan efek-efek lain pada distribusi dosis kedalaman (Khan, 2003).
2.9. Persentase Dosis kedalaman
Persentase dosis kedalaman adalah dosis serap yang diberikan pada kedalaman utama
sebagai persentase dari dosis serap pada kedalaman penunjuk pada daerah sumbu
utama (Gunilla, 1996).
Salah satu ciri dari karakteristik distribusi dosis pada daerah sumbu utama
adalah untuk menormaliasikan dosis pada kedalaman dengan pengaruh kedalaman
penunjuk. Banyaknya persentase dosis dosis kedalaman dapat ditentukan yaitu dosis
serap pada kedalaman terbesar d ke dosis serap pada kedalaman penunjuk tetap do,
selama penyinaran pada sumbu utama (seperti tampak pada gambar 5). persentase
dosis kedalaman (PDD) dapat dirumuskan sebagai berikut:
(2.15)
Dimana:
= Dosis serap pada titik dGambar 8. Perbandingan persentase dosis pada titik Dd0 maksimum
dan titik Dd (Khan, 1994).
Persentase dosis kedalaman dipengaruhi oleh energi, luas lapangan, SSD dan
komposisi medium yang diradiasi. Tentu saja persentase dosis kedalaman pun
berubah-ubah dengan kedalaman yang berbeda (Gunilla, 1996).
Dalam praktek kliniknya, puncak dosis serap pada sumbu utama disebut juga
dosis maksimum. Dosis maksimum dari dosis yang diberikan atau dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Gambar 9. Grafik PDD luas lapangan penyinaran 10X10 cm dari energi sinar
yang berbeda, yang direncanakan sebagai fungsi kedalaman di
dalam air (Gunilla, 1996).
Jarak antara pemukaan sampai dengan titik dengan dosis maksimum disebut
kedalaman build-up atau sering juga disebut kedalaman maksimum. Kedalaman
build-up dipengaruhi oleh lapangan radiasi dan energi radiasi. Sifat build-up pada
berkas foton energi tinggi memiliki keuntungan dalam radioterapi dimana dosis kulit
relatif rendah, sehingga reaksi kulit pasien juga rendah. Efek demikian disebut skin
sparing (Leung, 1990).
Karakteristik build-up ditemukan pada semua berkas foton. Perbedaan kualitas
sinar ditandai oleh karakteristik build-up mereka, tipikal nilai-nilai ini dapat
Tabel 2. Kedalaman build-up untuk berbagai variasi berkas foton (Leung,1990)
Photon Beam Max. Energy Mean Energy Buid-up Depth
100 KV 100 KeV 33 KeV App. 0
250 KV 250 KeV 80 KeV 0.2 mm
Cs-137 660 KeV 660 KeV 1.5 mm
Co-60 1.33 MeV 1.25 MeV 5 mm
6 MV 6MeV 2 MeV 1.5 cm
10 MV 10 MeV 3.3 MeV 2.0 cm
25 MV 25 MeV 7 MeV 4.0 cm
2.10. Profil Dosis
Profil bisa juga dikatakan sebagai kurva yang menunjukkan bentuk muka sinar pada
sumbu horizontal yang tegak lurus dari arah datangnya sinar. Profil berkas radiasi
merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas
radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan
kedalaman.
Profil dosis memperlihatkan dosis relatif pada suatu daerah atau sebuah
perencanaan perlakuan yang terdiri dari bermacam-macam penyinaran. Variasi dosis
pada sebuah daerah yang diberikan kedalaman dapat ditentukan dari kesesuaian kurva
isodosis dan adalah lebih baik lagi digambarkan oleh profil dosis seperti yang
diperlihatkan gambar berikut (Gunilla, 1996).
Gambar 10. Profil dosis sebuh daerah pada Dmax, kedalaman 10 cm, dan kedalaman
20 cm. Dosis dinormalisasikan ke 100% dalam sumbu utama pada
Dmax. Sinar diarahkan pada kedalaman yang terdalam kemudian pada
2.11. Kurva isodosis
Kurva isodosis adalah kurva yang menghubungkan dosis-dosis yang sama untuk
kedalaman tertentu di bawah kulit. Kurva ini didapatkan dengan mengalikan PDD
dengan profil sinar. Pembuatan kurva isodosis berfungsi untuk melihat seberapa besar
dosis radiasi yang akan diterima pada target volume maupun organ kritis yang berada
[image:38.595.140.392.280.648.2]disekelilingnya (Khan, 2003). Adapun contoh kurva isodosis dapat ditunjukkan pada
gambar berikut:
Gambar 11. Kurva isodosis untuk sinar-X 10 MV, SSD 100 cm dan luas
lapangan penyinaran (10 x 10) (R. Susworo, 2007).
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Unit Radioterapi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan.
3.2. Alat dan Bahan penelitian
a. Pesawat Linear Accelerator (LINAC)
Spesifikasi pesawat linac yang nanti akan digunakan di unit radioterapi RSUP. Adam
Malik Medan yaitu :
Type : Elekta
Megavoltage x-ray : 6 MV dan 10 MV
Electrons : 4 MeV,6 MeV, 8 MeV,10 MeV dan 12 MeV
b. Water Phantom atau phantom air
Karena mewakili jaringan tubuh manusia, maka phantom yang digunakan disini adalah
phantom air dimana phantom air ini diharapkan mempunyai syarat-syarat attenuasi dan
penyerapan secara fisik hampir sama dengan jaringan tubuh manusia.
c. Ionization Chamber atau kamar ionisasi
Kamar ionisasi atau ionization chamber adalah alat yang digunakan untuk mengukur
ionisasi yang terjadi didalam kamar ionisasi. Bagian utama dari kamar ionisasi adalah
Kamar ionisasi yang banyak digunakan saat ini adalah yang menggunakan
udara bebas sebagai gasnya. Yang cara kerjanya sebagai berikut: ketika partikel radiasi
ditembakan ke dalam tabung (chamber) ionisasi, dalam hal ini foto
tersebut akan mengionisasi gas yang terdapat dalam tabung. Proses tersebut akan
menghasilkan ion positif dan ion negatif. Dengan beda potensial tertentu maka Ion (-)
akan tertarik ke Anoda (+) dan ion (+) akan tertarik ke katoda (-). Ion (+) bergerak lebih
lambat karena lebih massif dari ion (-) atau elektron. Sebenarnya, pada ionization
chamber tidak terdapat ion atau elektron. Namun proses radiasi dari sumberlah yang
menyebabkan timbulnya ion tersebut dan tertarik ke elektroda sehingga dapat terdeteksi
oleh elektrometer. Sumber-sumber yang sangat radiokatif dapat menggantikan ion secara
cepat sehingga menghasilkan arus yang besar. Untuk menghitung perubahan tegangan
digunakan persamaan berikut:
∆V = =
(Cember, 1983) (3.1)
∆V = Tegangan yang dihasilkan (Volt) Q = Muatan (Coulomb)
C = Kapasitansi (Farad)
n = Jumlah pasangan ion yang terbentuk
e = Muatan 1 elektron (1,6 x 10-19 C)
Adapun spesifikasi detektor yang digunakan yaitu:
Type : Ionization chamber
Detektor : TM30013-2923, TM31010-2315 dan TM31010-2314
d. Elektrometer
Elektrometer adalah suatu alat ukur yang mengukur muatan listrik atau beda potensial.
Elektrometer berguna untuk membuat pengukuran tegangan dengan kebocoran arus
sangat rendah dan elektrometer menunjukkan besaran relatif voltase. Alat elektrometer
ini nantinya akan disambungkan pada komputer.
Adapun spesifikasi elektrometer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Penyimpangan disemua daerah dibawah 0.5℅
Tempat bocor selama kalibrasi adalah ≤ ±1.0 10ˉ¹⁴ A
Ketelitian antara hubungan antara bias voltage ≤ 0.5 ℅
e. Komputer
Tempat menampilkan data yang telah diukur, dilengkapi dengan program Mephysto.
3.3. Prosedur Penelitian
Pengukuran berkas foton dan elektron dilakukan pada ruangan linac dimana berkas foton
dari pesawat linac diarahkan pada phantom yang diisi dengan air kira- kira 4/5 bagian.
Bagian tengah dari pantom ini berlubang tempat detektor (ionisasi chamber) dimasukkan
sebanyak 3 buah, detektor pengion ini merupakan alat ukur radiasi yang mengukur jumlah
ionisasi yang terjadi didalam rongga detektor. Detektor bergerak dengan tiga dimensi (baik
arah sumbu x, y maupun z) secara otomatis. Supaya pengukuran yang dilakukan oleh
detektor dapat digunakan, dibutuhkan suatu alat yang dapat membaca jumlah ion yang
dikumpulkan, alat tersebut adalah elektrometer yang akan disambungkan dengan komputer.
Komputer tersebut dilengkapi dengan program mephysto yang akan digunakan untuk
mengolah data PDD nantinya dan komputer tersebut diletakkan di luar ruangan linac. Maka
akan didapat angka- angka yang disebut data PDD (percentage depth dose). Adapun set-up
pengukuran PDD ditunjukkan pada gambar berikut:
Gambar 12. Set-up pengukuran PDD
Y
Z X
Luas Lapangan Penyinaran
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil pengukuran PDD pada berkas foton 6 MV
Berdasarkan analisa karakteristik profil PDD pada berkas foton 6 MV penyerapan dosis
100 % pada kedalaman 16 mm. Persentase dosis kedalaman diukur pada luas lapangan
[image:43.595.101.444.331.759.2]tertentu, Adapun data yang diperoleh dapat ditampilkan berupa tabel seperti berikut:
Tabel 3. PDD 6 MV dengan berbagai luas lapangan dan kedalaman
DEPTH ( mm )
Luas Lapangan Penyinaran
(5X5) (10X10) (15X15)
0 45,04 48,51 53,69
4 66,21 72,99 71,67
8 86,57 91,86 90,47
12 97,79 98,36 98,88
16 100,00 100,00 100,00
20 99,35 99,41 99,11
24 97,54 98,36 97,63
28 95,59 96,72 95,82
32 94,03 94,88 94,44
36 92,07 93,08 92,94
40 90,11 91,27 91,44
44 88,28 89,65 89,88
48 86,46 88,03 88,31
52 84,63 86,41 86,74
56 82,81 84,79 85,18
60 80,98 83,17 83,61
64 79,15 81,55 82,04
68 77,50 80,06 80,70
72 75,85 78,57 79,35
76 74,21 77,08 78,01
84 70,91 74,11 75,32
88 68,89 72,23 73,37
92 66,96 70,48 71,74
96 65,74 69,38 70,75
100 64,20 67,91 69,33
104 62,81 66,71 67,96
108 61,68 65,61 66,76
112 60,02 63,91 65,39
116 58,43 62,27 63,60
120 57,53 61,41 62,92
124 56,19 60,14 61,65
128 54,85 58,88 60,39
132 53,60 57,66 59,27
136 52,35 56,44 58,14
140 51,13 55,23 57,04
144 49,95 54,04 55,97
148 48,77 52,84 54,89
152 47,65 51,69 53,77
156 46,53 50,55 52,64
160 45,45 49,44 51,57
164 44,41 48,39 50,57
168 43,36 47,34 49,57
172 42,36 46,35 48,51
176 41,36 45,37 47,45
180 40,40 44,41 46,46
184 39,48 43,47 45,52
188 38,56 42,53 44,58
192 37,71 41,64 43,70
196 36,86 40,75 42,82
200 36,03 39,87 41,96
204 35,22 39,00 41,14
208 34,41 38,14 40,31
212 33,64 37,32 39,45
216 32,86 36,50 38,59
220 32,10 35,70 37,78
224 31,35 34,93 37,02
228 30,61 34,15 36,27
232 29,92 33,45 35,51
240 28,56 32,07 34,04
244 27,94 31,41 33,36
248 27,31 30,76 32,68
252 26,73 30,12 32,03
256 26,15 29,49 31,37
260 25,58 28,88 30,75
4.2.GRAFIK PDD 6 MV
Data PDD tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk grafik di tiap-tiap luas lapangan
[image:45.595.100.443.70.178.2]yang berbeda seperti yang ditunjukkan sebagai berikut :
Gambar 13. Grafik PDD 6MV dengan luas lapangan (5 x 5)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
Gambar 14. Grafik PDD 6 MV dengan luas lapangan (10 x 10)
Gambar 15. Grafik PDD 6 MV dengan luas lapangan (15 x 15)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
PE RS EN TA SE D O SI S (% ) KEDALAMAN (mm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100110120130140150160170180190200210220230240250260
[image:46.595.102.504.424.681.2]4.3.Profil untuk data PDD 6 MV
Gambar 16. Profil PDD 6 MV
4.4.Hasil pengukuran PDD pada berkas foton 10 MV
Berdasarkan analisa karakteristik profil PDD pada berkas foton 10 MV penyerapan
dosis 100 % pada kedalaman 28 mm. Persentase dosis kedalaman diukur pada luas
lapangan tertentu, Adapun data yang diperoleh dapat ditampilkan berupa tabel seperti
berikut:
1,6 cm
5 cm
Tabel 4. PDD 10 MV dengan berbagai luas lapangan dan kedalaman
DEPTH ( mm )
Luas Lapangan Penyinaran
(5X5) (10X10) (15X15)
0 31,72 40,64 45,50
4 54,06 64,16 67,87
8 73,41 81,29 83,95
12 87,58 91,98 93,80
16 95,95 97,28 98,40
18 97,39 98,72 99,84
20 99,48 99,36 99,52
24 99,83 99,75 99,84
28 100,00 100,00 100,00
32 99,27 99,21 99,00
36 98.07 98,10 97,80
40 96,60 96,83 96,48
44 95,00 95,35 95,12
48 93,46 93,86 93,52
52 91,83 92,28 92,00
56 90,11 90,69 90,52
60 88,34 89,16 89,08
64 86,59 87,57 87,72
68 84,99 86,04 86,28
72 83,39 84,51 84,87
74 82,57 83,68 84,05
78 80,91 82,24 82,68
82 79,25 80,83 81,35
86 77,60 79,39 80,03
90 76,09 78,05 78,75
94 74,69 76,72 77,40
98 73,25 75,28 76,03
102 71,71 73,80 74,62
106 70,30 72,50 73,31
110 69,00 71,28 72,01
114 67,66 69,97 70,67
118 66,35 68,64 69,44
122 65,10 67,42 68,34
128 63,16 65,55 66,75
132 61,88 64,41 65,55
136 60,61 63,27 64,35
140 59,35 62,03 63,19
142 58,80 61,48 62,64
144 58,13 60,84 62,07
146 57,57 60,28 61,50
148 56,95 59,75 61,02
150 56,35 59,16 60,43
152 55,81 58,61 59,94
154 55,22 58,03 59,36
156 54,72 57,48 58,90
158 54,16 56,91 58,34
160 53,66 56,39 57,90
162 53,10 55,82 57,34
164 52,54 55,45 56,94
166 52,02 54,93 56,42
168 51,41 54,41 55,98
170 50,93 53,92 55,50
172 50,35 53,42 55,02
174 49,83 52,90 54,50
176 49,36 52,43 54,06
178 48,82 51,88 53,52
180 48,41 51,44 53,10
182 47,92 50,95 52,61
184 47,46 50,55 52,14
186 46,99 50,07 51,67
188 46,57 49,60 51,18
190 46,13 49,16 50,74
192 45,68 48,66 50,26
194 45,24 48,22 49,82
196 44,77 47,72 49,38
198 44,33 47,29 48,94
200 43,85 46,83 48,50
202 43,45 46,43 48,10
204 43,05 45,94 47,70
206 42,66 45,55 47,31
208 42,16 45,15 46,82
212 41,34 44,31 46,02
214 40,92 43,88 45,59
216 40,54 43,47 45,22
218 40,12 43,04 44,79
220 39,76 42,62 44,42
222 39,40 42,26 44,06
224 39,05 41,83 43,62
226 38,69 41,47 43,26
228 38,22 41,04 42,82
230 37,86 40,68 42,46
232 37,44 40,30 42,06
234 37,08 39,94 41,70
236 36,68 39,55 41,34
238 36,32 39,19 40,98
240 35,95 38,81 40,62
242 35,59 38,45 40,26
244 35,24 38,12 39,90
246 34,88 37,76 39,54
248 34,52 37,43 39,18
250 34,20 37,10 38,85
252 33,86 36,73 38,50
254 33,56 36,43 38,19
256 33,21 36,14 37,82
258 32,91 35,84 37,52
260 32,58 35,50 37,10
4.5. GRAFIK PDD 10 MV
Data PDD tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk grafik di tiap-tiap luas lapangan yang
Gambar 17. Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (5 x 5)
Gambar 18. Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (10 x 10)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
PE RS EN TA SE D O SIS (% ) KEDALAMAN (mm) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
[image:51.595.101.504.438.724.2]Gambar 19. Grafik PDD 10 MV dengan luas lapangan (15 x 15) 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240 250 260
4.6. Profil untuk PDD 10 MV
Gambar 20. profil untuk PDD 10 MV
4.7. Aplikasi Medis
Dengan memperhatikan profil dan grafik PDD maka pada pelaksanaan radioterapi
terhadap pasien dalam hal penentuan atau pemilihan energi radiasi seperti foton yaitu 6
MV dan 10 MV, dapat dibuat sebagai acuan untuk memberikan dosis. Adapun contoh
4.7.1. Data pasien dengan kasus tumor kepala, dengan memberikan energi radiasi
sebesar 6 MV dan 10 MV, maka didapat perbandingan data yang berbeda
seperti pada pengaturan sinar (Beam setup) dosis yang akan diberikan
perfraksi akan berbeda, kurva isodosis dan DVH (Dose volume histogram)
[image:54.595.149.473.205.707.2]seperti data yang ditampilkan berikut:
Tabel 5. Beam setup pemakaian energi 6 MV
Tabel 6. Beam setup pemakaian energi 10 MV
Pada pengaturan penyinaran (beam) pada pemilihan energi yang berbeda maka dosis
yang diberikan perfraksi berbeda pada tiap penyinaran seperti yang ditunjukkan pada
tabel beam setup diatas. Pada kasus ini seharusnya energi yang digunakan adalah 6 MV
dan dapat dilihat pada beam setup pemilihan energi 10 MV dosis yang akan diterima
Gambar 21. Kurva isodosis pada pemilihan energi 6 MV
Keterangan warna gambar:
CTV (clinical tumor volume) susunan saraf tulang belakang
CTVN2 (clinical tumor volume nodule 2) CTVN1 (CLINICAL TUMOR VOLUME 1)
Oesofagus Oral cavity
Tiroid kiri tiroid kanan
Parotis kiri Parotis kanan
Gambar 22. Kurva isodosis pada pemilihan energi 10 MV
Pada kurva isodosis yang terbentuk diatas persentase penyerapan dosis yang
dihasilkan berbeda pada pemilihan energi yang berbeda dan bentuk kurva isodosis
yang terbentuk juga berbeda. Ini menunjukkan penyerapan dosis yang tidak merata,
Gambar 23. DVH (Dose volume histogram) pada pemakaian energi 6 MV
[image:58.595.137.483.424.717.2]4.8.2. Data pasien dengan kasus kanker rahim, dengan memberikan energi radiasi sebesar 10
MV dan 6 MV, maka didapat perbandingan data yang berbeda seperti pada
pengaturan sinar (beam setup) dosis yang akan diberikan perfraksi akan berbeda,
kurva isodosis dan DVH (dose volume histogram) seperti data yang ditampilkan
[image:59.595.109.480.245.721.2]berikut:
Tabel 8. Beam setup pemakaian energi 6 MV
Pada pengaturan penyinaran (beam) pada pemilihan energi yang berbeda maka
dosis yang diberikan perfraksi berbeda pada tiap penyinaran seperti yang ditunjukkan
pada tabel beam setup diatas. Pada kasus ini seharusnya energi yang digunakan adalah
10 MV dan dapat dilihat pada beam setup pemilihan energi 6 MV dosis yang akan
Gambar 25. Kurva isodosis pada pemilihan energi 10 MV
Keterangan warna gambar
:
CTV (clinical tumor volume)
Rectum
Gambar 26. Kurva isodosis pada pemilihan energi 6 MV
Pada kurva isodosis yang terbentuk diatas persentase penyerapan dosis yang
dihasilkan berbeda pada pemilihan energi yang berbeda dan bentuk kurva isodosis
yang terbentuk juga berbeda. Ini menunjukkan peyerapan dosis yang tidak merata,
Gambar 27. DVH (Dose volume histogram) pada pemakaian energi 10 MV
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Dari hasil analisis persentase dosis kedalaman dan dengan memperhatikan data,
profil, grafik PDD didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Penggunaan energi radiasi sebesar 6 MV dengan luas lapangan penyinaran
standart (10 x 10) dosis radiasi yang diserap atau yang diterima 100 %
pada kedalaman 1,6 cm.
2. Dan pada penggunaan energi radiasi sebesar 10 MV dengan luas lapangan
penyinaran standart (10 x 10) dosis radiasi yang diserap 100 % pada
kedalaman 2,8 cm.
3. Penggunaan energi yang tidak sesuai dengan kedalaman tumor atau target pada
aplikasi medis, akan menimbulkan pemberian dosis tidak maksimal, sehingga
tumor atau target tidak akan menerima radiasi 100%.
4. Dan pemberian energi yang berlebihan maka jaringan disekitar tumor atau target
akan lebih besar lagi menerima radiasi dan ini akan memberikan efek yang tidak
5.2. SARAN
Sebaiknya penggunaan atau pemilihan energi radiasi yang dalam hal ini adalah energi
foton dilakukan dengan tepat sesuai dengan kedalaman tumor atau target dengan
pengukuran persentase kedalaman sehingga dosis yang diberikan kepada pasien
nantinya terukur. Dan pengukuran dosis kedalaman sebaiknya dilakukan secara rutin
dan memperhatikan data, profil dan grafik PDD untuk tiap-tiap energi yang akan
diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
BEISER, Konsep Fisika Modern, Erlangga, Jakarta, 2003.
CEMBER HERMAN, Introduction to Health Physics, second edition, Pergamon Press, New York, 1983.
GUNILLA CARLESON BENTLE, Radiation Therapy Planning, second edition, Mc Graw-Hill, New York, 1996.
KHAN M. FAIZ, PhD, The Physics of Radiation Therapy, third edition, Lippincott Williams and Wilkins, New York, 2003.
KRANE S. KENNETH., Fisika Modern, Universitas Indonesia, Jakarta, 1992.
LEUNG M. K. PHILIP, The Physical Basis of Radiotherapy, The Ontario Cancer Institute and The Princess Margaret Hospital, Canada, 1990.
MARSONGKOHADI, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta, 1978.
PODGORSAK B. ERVIN, Review of Radiation Oncology Physics: A Handbook for Teachers
and Students, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria, 2003.
RASAD SJAHRIAR; SUKANTO KARTOLEKSONO; IWAN EKAYUDA, Radiologi diagnostik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 2011.
ROESTAN ROEKMANTARA, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nuklir, Badan Tenaga Atom Nasional, J akarta, 1978.
R. SUSWORO, Radioterapi, Universitas Indonesia, Jakarta, 2007.
SOEJOKO DJARWANI, Jaminan Kualitas Dalam Radioterapi Khusus, Balara, Jakarta, 2002.
SUHARTONO Z, Dosimetri Radioterapi, Jakarta : PSPKR-BATAN, Jakarta, 1990.
WILLIAM, JR, and TWAITES, DI, Radiotherapy in Practice,second edition, Oxford University Press, New York, 2000.
Gambar water phantom
Y
Z X
Gambar. Ilustrasi penyinaran yang dilakukan pada phantom air
Luas Lapangan Penyinaran Kedalaman
Gambar Elektrometer yang digunakan
Gambar Ionisasi chamber yang digunakan