• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tampilan Imunoekspresi Carcinoembryonic Antigen (CEA) Pada Lesi Kolitis Ulserosa, Displasia Dan Adenokarsinoma Kolon

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tampilan Imunoekspresi Carcinoembryonic Antigen (CEA) Pada Lesi Kolitis Ulserosa, Displasia Dan Adenokarsinoma Kolon"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

TAMPILAN IMUNOEKSPRESI CARCINOEMBRYONIC

ANTIGEN (CEA) PADA LESI KOLITIS ULSEROSA,

DISPLASIA DAN ADENOKARSINOMA KOLON

TESIS

OLEH:

F A I S A L No. Reg: 16.962

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS

DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

(2)

PERNYATAAN

TAMPILAN IMUNOEKSPRESI CARCINOEMBRYONIC

ANTIGEN (CEA) PADA LESI KOLITIS ULSEROSA, DISPLASIA

DAN ADENOKARSINOMA KOLON

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 Februari 2010

(3)

CEA IMMUNOHISTOCHEMISTRY EXPRESSION IN

ULCERATIVE COLITIS, DYSPLASIA AND

ADENOCARCINOMA COLON

Faisal

Departement of Pathology Anatomy , Faculty Medicine of North Sumatera University

ABSTRACT

BACKGROUND:

Ulcerative colitis is an autoimmune and non specific inflamatory desease that has potencial to be malignancy. The incidence of ulceratve colitis increases in the last two decades. Twentyfive percent of ulcerative colitis cases can undergo dysplasia process after 20 years, and up to 43% become colorectal carcinoma after more than 25 years. Elevated CEA in ulcerative collitis as a preoperative marker implied bad prognosis in colorectal carcinoma. Immunoexpression of CEA was studied in tissue that diagnosed as colorectal carcinoma and shows strongly positive. The diagnosis of ulcerative colitis could be confirmed with CEA expression.

MATERIAL AND METHODS :

Fourtysix specimens from colon tissue diagnosed previously as ulcerative colitis, dysplasia and adenocacinoma colorectal by qualitative analyzing, were evaluated against CEA by immunohistochemistry and be classified in mild and strong intensity.

(4)

RESULT:

Positvely stained of cell membran and cytoplasm can be found in 40 of 46 cases (87%).This includes 20 cases of (+1), 5 cases (+2) and 15 cases (+3) stained.12 cases of all diffusely (+3) stained are adenocarcinoma and 3 were dysplasia.

Of all ulcerative colitis cases examined here, 20 cases are stained +1,but 6 of them are absently stained. From the statistical data, we found that lessions which were diagnosed earlier from histopathology related significantly with CEA immunoexpression.

CONCLUSIONS:

Adenocarcinoma and dysplasia were strong intensity shown poor prognose. Ulcerative colitis were moderate and low intensity shown better prognose.

KEY WORDS :

(5)

TAMPILAN IMUNOEKSPRESI CARCINOEMBRYONIC

ANTIGEN (CEA) PADA LESI KOLITIS ULSEROSA,

DISPLASIA DAN ADENOKARSINOMA KOLON

Faisal

Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar belakang :

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus,ulseratif dan sering kambuh .

Insiden kolitis ulserosa meningkat dalam dua dekade terakhir. Pada beberapa studi disebutkan bahwa 25% akan mendapatkan displasia setelah 20 tahun dan 43% menjadi kolorektal karsinoma setelah 25 tahun menderita penyakit kolitis ulserosa. Dengan pewarnaan imunohistokimia Carcinoembryonic antigen (CEA) akan diteliti kolitis ulserosa yang potensial menjadi kanker colorectal, dimana dalam hal ini jika pewarnaannya memberikan intensitas yang kuat, maka lebih potensial untuk menjadi karsinoma.

Bahan dan cara :

Pada studi ini, kita menilai tampilan CEA pada penderita kolitis ulserosa,displasia ringan – berat dan adenokarsinoma kolon. Pemeriksaan imunohistokimia akan melihat tampilan CEA pada 46 kasus yang diambil secara acak. Penelitian ini memakai metode Analisa Deskriptif dan dilihat dengan mikroskop Olympus CX-21.

(6)

Hasil :

Pewarnaan yang positif pada sitoplasma dan membran sel dapat kita temukan pada 40 dari 46 kasus (87%),yang termasuk 20 kasus +1, 5 kasus +2, dan 15 kasus yang terwarnai +3. Duabelas kasus yang terwarnai secara luas +3 adalah adenokarsinoma, dan 3 kasus adalah displasia. Pada kolitis ulserosa, terdapat 20 kasus yang terwarnai +1 dan 6 kasus sama sekali tidak terwarnai. Dari statistik, kami mendapatkan adanya hubungan yang signifikan antara lesi yang didiagnosa secara histopatologi dengan pewarnaan immunohistokimia CEA.

Kesimpulan :

Adenokarsinoma dan displasia tampil dengan intensitas kuat menujukkan prognosa yang buruk.

Kolitis ulserosa tampil dengan intensitas sedang dan lemah menunjukkan prognosa yang lebih baik.

Kata kunci:

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunianyaNya, saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis ini untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Patologi Anatomi. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan penulis kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

TAMPILAN IMUNOEKSPRESI CARCINOEMBRYONIC

ANTIGEN (CEA) PADA LESI KOLITIS ULSEROSA,

DISPLASIA DAN ADENOKARSINOMA KOLON

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof.Dr.Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A (K) dan seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan pada Penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU.

Dekan Fakultas Kedokteran USU, Prof. Dr. Gontar A.Siregar, Sp.PD (KGEH), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis

(8)

untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Soekimin, Sp.PA selaku Ketua Departemen Patologi Anatomi FK USU dan Dr. H. Joko S. Lukito, Sp.PA yang telah berkenan menerima, mendidik, membimbing serta senantiasa mengayomi penulis setiap hari dengan penuh kesabaran selama menjalani pendidikan.Sekretaris Departemen Patologi Anatomi, Dr.H.T.Ibnu Alferraly,Sp.PA, selaku Sekretaris Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan Dr.Betty,Sp.PA yang telah banyak memberi masukan, motivasi dan bimbingan kepada saya.

(9)

ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Prof.Dr.H.M.Najib Dahlan Lubis, Sp.PA (K), selaku Guru Besar Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak meluangkan waktu untuk mengarahkan, membimbing, serta memberi semangat kepada saya selama menjalankan masa pendidikan sampai pada penyelesaikan tesis ini. Demikian juga saya ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada guru saya Dr. Antonius Harkingto Wibisono, Sp.PA, walaupun telah menjalani masa purnabakti namun tetap semangat dan aktif dalam membimbing dan mendidik saya selama ini.

Saya juga ingin mengucapkan terima kasih saya yang sebesar-besarnya kepada para supervisor di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan, Dr.Sumondang Pardede, Sp.PA; Dr,Jamaludin Pane, Sp.PA; Dr.Lisdine, Sp.PA; Dr. T.Intan Kemala, M.Pd dan Dr.Stephen Udjung, Sp.PA yang telah banyak membimbing saya selama menjalani pendidikan. Terima kasih juga kepada Dr.Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes. yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan statistik untuk penelitian ini.

Persembahan terima kasih tulus, rasa hormat dan sembah sujud kepada ayahanda H. Sjahwam Ramin dan ibunda tercinta Hj.Nurbayani

(10)

yang telah membesarkan dengan susah payah dengan penuh kasih sayang sampai memberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini. Kepada yang saya hormati dan kasihi, ibu mertua, Hj. Siti Aisyah, yang telah banyak membantu dan memberi dorongan semangat selama mengikuti pendidikan, saya ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya.

Kepada istriku tercinta Ir.Munjiati, ananda tersayang Afif Muhammad; Khalis Rizqullah; Malik Falah dan Muhammad Hakim, tiada kata yang setara untuk mengutarakan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas cinta, kasih sayang, pengertian, pengorbanan, kesabaran dan dorongan serta doa yang diberikan kepada Penulis. Dan terima kasih saya ucapkan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun tidak langsung selama menjalani masa pendidikan yang tidak dapat saya tuliskan namanya satu persatu.

Akhirnya Penulis menyadari bahwa isi hasil penelitian ini masih perlu mendapat koreksi dan masukan untuk kesempurnaan. Oleh karena itu Penulis berharap adanya kritik serta saran untuk penyempurnaan tulisan ini. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, 1 Februari 2010

(11)

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR SINGKATAN... xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Hipotesa ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

(12)
(13)

2.5. Carcinoembryonic antigen dan Peranan pada kolitis ulserosa …….

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.1.1. Tempat Penelitian ... 22 3.1.2. Waktu Penelitian ... 22

(14)

3.8.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis ... 25

3.8.2. Prosedur Pulasan Imunohistokimia CEA ... 26

3.9. Alat Dan Bahan Penelitian ... 28

3.9.1. Alat-alat Penelitian ... 28

3.9.2. Bahan Penelitian ... 28 3.10.. Instrumen Penelitian ... 29

3.11 Teknik Analisa Data ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Hasil Penelitian ... 30

4.1.1.Data deskriptif ... 30

4.1.2.Data analitik ... 32

4.2. Pembahasan ... 32

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 34

5.2. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Anatomi kolon dan rektum

Gambar 2.2. Histologi kolon

Gambar 2.3. Gambaran klinis

Gambar 2.4. Mikroabses pada kripta

Gambar 2.5. Indefinite displasia

Gambar 2.6. Positif displasia

Gambar 2.7 Adenokarsinoma kolon

Gambar 2.8. Kontrol positip dari adenokarsinomakolon

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan klasifikasi kolitis ulserosa

Tabel 2.2. Who Ckassification of Colorectal Carcinoma

Tabel 2.3. Prognostik factor adenocarcinoma colon

Tabel 4.1. Distribusi kasus menurut umur

Tabel 4.2. Distribusi kasus menurut jenis kelamin

Tabel 4.3. Intesitas tampilan Imunohistokimia CEA

Tabel 4.4. Distribusi diagnosa histopatologi

(17)

DAFTAR SINGKATAN

CEA : Carcinoembryonic antigen

pCEA : polyclonal Carcinoembryonic antigen

mCEA : monoclonal Carcinoembryonic antigen

HE : Hematoxylin Eosin

(18)

CEA IMMUNOHISTOCHEMISTRY EXPRESSION IN

ULCERATIVE COLITIS, DYSPLASIA AND

ADENOCARCINOMA COLON

Faisal

Departement of Pathology Anatomy , Faculty Medicine of North Sumatera University

ABSTRACT

BACKGROUND:

Ulcerative colitis is an autoimmune and non specific inflamatory desease that has potencial to be malignancy. The incidence of ulceratve colitis increases in the last two decades. Twentyfive percent of ulcerative colitis cases can undergo dysplasia process after 20 years, and up to 43% become colorectal carcinoma after more than 25 years. Elevated CEA in ulcerative collitis as a preoperative marker implied bad prognosis in colorectal carcinoma. Immunoexpression of CEA was studied in tissue that diagnosed as colorectal carcinoma and shows strongly positive. The diagnosis of ulcerative colitis could be confirmed with CEA expression.

MATERIAL AND METHODS :

(19)

RESULT:

Positvely stained of cell membran and cytoplasm can be found in 40 of 46 cases (87%).This includes 20 cases of (+1), 5 cases (+2) and 15 cases (+3) stained.12 cases of all diffusely (+3) stained are adenocarcinoma and 3 were dysplasia.

Of all ulcerative colitis cases examined here, 20 cases are stained +1,but 6 of them are absently stained. From the statistical data, we found that lessions which were diagnosed earlier from histopathology related significantly with CEA immunoexpression.

CONCLUSIONS:

Adenocarcinoma and dysplasia were strong intensity shown poor prognose. Ulcerative colitis were moderate and low intensity shown better prognose.

KEY WORDS :

ulcerative colitis,CEA,dysplasia,adenocarcinoma,CEA.

(20)

TAMPILAN IMUNOEKSPRESI CARCINOEMBRYONIC

ANTIGEN (CEA) PADA LESI KOLITIS ULSEROSA,

DISPLASIA DAN ADENOKARSINOMA KOLON

Faisal

Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Latar belakang :

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus,ulseratif dan sering kambuh .

Insiden kolitis ulserosa meningkat dalam dua dekade terakhir. Pada beberapa studi disebutkan bahwa 25% akan mendapatkan displasia setelah 20 tahun dan 43% menjadi kolorektal karsinoma setelah 25 tahun menderita penyakit kolitis ulserosa. Dengan pewarnaan imunohistokimia Carcinoembryonic antigen (CEA) akan diteliti kolitis ulserosa yang potensial menjadi kanker colorectal, dimana dalam hal ini jika pewarnaannya memberikan intensitas yang kuat, maka lebih potensial untuk menjadi karsinoma.

Bahan dan cara :

(21)

Hasil :

Pewarnaan yang positif pada sitoplasma dan membran sel dapat kita temukan pada 40 dari 46 kasus (87%),yang termasuk 20 kasus +1, 5 kasus +2, dan 15 kasus yang terwarnai +3. Duabelas kasus yang terwarnai secara luas +3 adalah adenokarsinoma, dan 3 kasus adalah displasia. Pada kolitis ulserosa, terdapat 20 kasus yang terwarnai +1 dan 6 kasus sama sekali tidak terwarnai. Dari statistik, kami mendapatkan adanya hubungan yang signifikan antara lesi yang didiagnosa secara histopatologi dengan pewarnaan immunohistokimia CEA.

Kesimpulan :

Adenokarsinoma dan displasia tampil dengan intensitas kuat menujukkan prognosa yang buruk.

Kolitis ulserosa tampil dengan intensitas sedang dan lemah menunjukkan prognosa yang lebih baik.

Kata kunci:

kolitis ulserosa,displasia,adenokarsinoma,carcinoembryonic antigen(CEA)

(22)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal dan bersifat difus, ulseratif dan sering kambuh setelah dalam priode tertentu secara klinis tenang. Insiden kolitis ulserosa pada pria dan wanita adalah sama. Walaupun bisa mengenai semua umur namun paling sering pada umur 20-30 tahun dan 70-80 tahun.1

Insiden kolitis ulserosa tampaknya meningkat dalam dua dekade terakhir, sementara insiden terjadinya displasia pada kolitis ulcerosa sulit untuk diperkirakan, pada beberapa studi dikatakan bahwa 5% dari insiden terjadi setelah 10 tahun dan 25% terjadi setelah 20 tahun. Secara keseluruhan insiden karsinoma kolorektal didapati pada 3-43% penderita kolitis ulserosa setelah 25-30 tahun, maka resiko peningkatan terjadinya karsinoma kira-kira 1-2% setelah 10 tahun pertama terkena penyakit kolitis ulserosa.Kolitis ulserosa akan diteliti dengan pewarnaan imunohistokimia Carcinoembryonic antigen (CEA) dengan menilai tampilan imunoekspresinya.(2-6)

Carcinoembryonic antigen (CEA) disebut juga CD66e atau CEACAM5.

CEA adalah protein yang ditemukan pada jaringan normal yang terdapat pada usus, pankreas dan hati. Antibodi CEA tersedia dalam bentuk polyclonal (pCEA ) maupun monoclonal (mCEA).(7-11)

(23)

akan memberikan pewarnaan yang kuat pada adenokarsinoma. CEA memberikan intesitas yang lebih kuat pada karsinoma kolorektal dibandingkan karsinoma gaster. Intesitas pada jenis adenokarsinoma lebih kuat dibandingkan jenis kanker lain. Luasnya lesi tidak mempuyai hubungan dengan eratnya ekspresi pada kolon dan lambung. Tampilan CEA berhubungan dengan lokasi tumor di kolorektal, tetapi bukan pada karsinoma lambung. Pewarnaan CEA sangat penting, sebab pada adenokarsinoma kolorektal berhubungan dengan klinis tetapi secara histologi tidak terikat apakah tumor primer atau metastase. Pewarnaan CEA pada tumor primer biasanya menunjukkan peningkatan CEA, begitu pula pada yang rekuren dan progresif. Korelasi yang baik untuk melihat antara tumor primer dengan yang metastase (termasuk mikrometastase ke kelenjar limfoid) dapat diobservasi dengan baik. Biasanya CEA menunjukkan gambaran yang positif pada sepanjang sel di daerah lumen kelenjar. Pewarnaan CEA juga menunjukkan hasil yang positif pada karsinoma pankreas, tumor testis dan kandung kemih serta mioblastoma sel granular. Sedangkan pada tumor ganas otak, prostat, kulit, hepatoma, karsinoma sel skuamus eosopagus dan mesotelioma hasilnya negatif.(12-16)

Marker serologi CEA, tidak dapat digunakan untuk membedakan ganas dan jinak dari suatu lesi dikolon karena pada kebanyakan penyakit yang benign seperti kolitis ulserosa, pemeriksaan serologi CEA meningkat, hal ini kemungkinan didalam lesi tersebut sudah mulai mengalami proses malignansi.(14-17)

(24)

1.2. Identifikasi Masalah.

Pemeriksaan dengan kolonoskopi yang dilanjutkan dengan biopsi tidak cukup spesifik, oleh karena itu untuk pendekatan diagnosa dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan histopatologi dan dilanjutkan pemerksaan imunohistokimia dimana dilihat ekspresi (tampilan) Carcinoembryonic antigen

Kesulitan diagnosa dini pada kolitis ulserosa masih menjadi masalah oleh karena oleh karena gejala dini pada penyakit ini tidak begitu khas bahkan selama ini banyak pasien datang pada stadium lanjut bahkan menjadi karsinoma kolon. Awal tahun 1863, Virchow menemukan bahwa kanker cenderung muncul pada tempat-tempat inflamasi kronis. Banyak studi yang mendukung bahwa inflamasi kronik sering berhubungan dengan peningkatan kanker. Hubungan antara inflamasi dengan kanker seperti Intestinal bowel disease (IBD) dengan karsinoma kolorektal, dalam hal ini kontrol kolitis ulserosa dengan anti inflamasi mengurangi insiden adenokarsinoma kolon. Reactive oxygen dan nitrogen spesies yang dihasilkan sel-sel inflamasi mungkin menyebabkan mutasi dan merupakan faktor insiasi tumor. Sering sulit dibedakan displasia ringan-berat dan adenokarsinoma kolon.dan masalah ini akan diteliti dengan staining CEA..18,19

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

(25)

1.3.2.Tujuan khusus

Mengetahui perbedaan tampilan imunohistokimia CEA pada pemeriksaan histopatologi kolitis ulserosa, displasia ringan-berat dan adenokarsinoma kolon.

1.4. Hipotesa

Ada perbedaan intensitas tampilan CEA antara kolitis ulserosa, displasia dan adenokarsinoma kolorektal.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Pemeriksaan imunohistokimia CEA dapat digunakan untuk mempertajam diagnosa displasia.

2. Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dan pemikiran lebih lanjut, seperti tindakan yang akan dilakukan oleh klinisi.

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usus Besar dan rectum

2.1.1. Anatomi dan histologi normal

(27)

Gambar 2.1 Anatomi kolon dan rektum22

Gambar 2.2. Histologi kolon24

2.1.2. Fisiologi kolon

Kolon mengabsorpsi air sampai dengan 90% dan juga elektrolit, sehingga mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat,

(28)

disebut eses. Kolon tidak memproduksi enzim, tetapi hanya mukus. Terdapat sejumlah bakteri pada kolon, yang mampu mencerna sejumlah kecil selulosa, dan menghasilkan sedikit nutrien bagi tubuh. Bakteri juga memproduksi vitamin K dan juga gas, sehingga menimbulkan bau pada feses. Secara imunologis, oleh karena banyak limfonodus terutama di aappendiks dan rektum; dan sel imun dilamina propria. Feses juga bewarna coklat yang disebabkan pigmen empedu.(22-30)

2.2. Kolitis ulserosa

Kolitis ulserosa merupakan radang kronik non spesifik pada mukosa kolon yang dapat meluas ke bagian proksimal bersifat difus, ulseratif dan sering kambuh setelah dalam periode tertentu secara klinis tenang. Pada kolitis ulserosa berat, semua mukosa usus besar terkena dan ileum termanilis ikut meradang yang disebut “back wash

ileitis”. Kolitis ulcerosa terjadi pada garis antara rektum dan kolon yang

(29)

2.2.1. Epidemiologi

Kolitis ulserosa terjadi dengan frekuensi yang sama pada pria dan wanita. Paling sering pada usia 20-30 tahun dan 70-80 tahun, walaupun begitu dapat dijumpai pada semua umur. Dilaporkan bahwa 20% penderita kilitis ulcerosa mempunyai keluarga yang menderita penyakit kolitis ulcerosa dan Crohn disease. Insiden paling tinggi terdapat pada kulit putih dan Yahudi. Perkiraan insiden di Amerika Utara dan Eropa berkisar 4-20 orang/100.000 penduduk. Insiden kolitis ulserosa tampaknya meningkat dalam dua dekade terakhir insiden terjadinya displasia pada kolitis ulcerosa sulit untuk diperkirakan. Pada beberapa studi 5% dari insiden terjadi setelah 10 tahun dan 25% terjadi setelah 20 tahun. Secara keseluruhan dari karsinoma kolorektal terjadi insiden 3-43% pada penderita kolitis ulcerosa selama 25-30 tahun. Maka resiko peningkatan terjadinya karcinoma kira-kira 1-2% setalah 10 tahun pertama terkena penyakit kolitis ulserosa.11

2.2.2. Etiologi

Penderita biasanya mempunyai gangguan pada sistem auto immun, tetapi para ahli tidak mengetahui apakah abnormalitas ini adalah faktor penyebab atau akibat dari penyakit ini. Sistem kekebalan tubuh dipercaya memberikan reaksi kepada bakteri di dalam saluran pencernaan. Gangguan emosional atau sensivitas dari makanan tertentu mungkin sebagai pemicu pada beberapa orang. Banyaknya persoalan dalam kehidupan para penderita kolitis ulcerosa mungkin juga memberikan kontribusi untuk memperburuk penyakit ini. Satu teori mengatakan kemungkinan interaksi virus atau bakteri dengan sistem kekebalan tubuh menimbulkan reaksi peradangan sistem

(30)

dinding usus. Identifikasi pada beberapa gen tidak dapat dipastikan, tetapi pada beberapa studi tampak diturunkan pada kromosom 3, 5, 7 dan 12.

Para pakar memfokuskan penyebab pada 4 faktor genetik sebagai faktor predisposisi yaitu infeksi, gangguan immunologi dan psikosomatik. Prevalensi kolitis ulserosa lebih banyak pada kelompok keluarga dari populasi umum, merupakan petunjuk genetic mungkin sebagai predisposisi. Simptom diare yang tiba-tiba memberikan kesan bahwa kolitis ulserosa merupakan penyakit infeksi walaupun mikro organisme penyebab belum dapat diidentifikasi. Adanya antibodi makanan protein dalam sirkulasi darah penderita dan mekanisme “Immun mediated” merupakan petunjuk bahwa kolitis ulserosa mungkin ada kaitannya dengan faktor autoimmun. Selain dari penyakit ini sering disertai artritis reumatik dan uveitis. Hal ini menguatkan dugaan bahwa autoimmune merupakan faktor menyebab kolitis ulserosa. Etiologi dan patogenesis dari kolitis ulserosa juga diperkirakan dari banyak hal, contoh: merokok sebagai penghalang, apendektomi berisiko ringan terbentuknya penyakit ini.Secara signifikan peningkatan jumlah HLA-A11 dan HLA-A7 terjadi disini.(8-12)

2.2.3. Gambaran Klinis

(31)

Hanya sebagian pasien yang terdiagnosa dengan kolitis ulserosa yang mempunyai gejala, yang lain kadang-kadang menderita demam, diarrhea dengan perdarahan, nausea, rasa nyeri pada perut yang hebat. Kolitis ulcerosa juga dapat menimbulkan gejala seperti arthritis, radang pada mata (uveitis), hati (sclerossing cholangitis) dan osteoporosis. Hal ini tidak dapat diketahui bagaimana bisa terjadi di luar dari kolon, tetapi para ahli berfikir komplikasi ini dapat terjadi akibat pencetus dari peradangan yaitu sistem immune. Sebagian problem seperti ini tidak jadi masalah jika kolitis dapat diobati.

Gambar 2.3. Gambaran klinis16

2.2.4. Patologi

Makroskopis, kolitis ulserosa lebih banyak berjangkit pada daerah

rektum dan sigmoid namun dapat meluas ke mukosa kolon proksimal segmen berikutnya. Berbeda dengan penyakit Crohn dimana usus yang terjangkit adalah ileum terminalis dan sekum, batas antara mukosa yang kena dengan mukosa normal jelas, sedangkan pada kolitis ulserosa mukosa yang terkena sifatnya difus dan batas sulit ditentukan dengan jaringan yang normal. Kolitis ulserosa dimulai

(32)

dengan mikrobases pada kripta dan kemudian beberapa abses bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa dan submukosa.

Histopatologi, pada pinggir ulkus terdapat infiltrasi sel radang neutrofil,

limfosit dan sel plasma dan tidak dijumpai proses granulomatosa. Pada yang normal dijumpai juga sel radang dan untuk membedakannya secara histopatologi tampak distribusi sel radang pada kolitis ulserosa lebih dari setengah kelenjar mukosa dan adanya kongesti pembuluh darah. Pada stadium lanjut, kolitis ulserosa timbul penonjolan mukosa di antara ulkus yang disebut pseudopolip. Penyakit yang sudah lama dan berulang dengan kelainan mukosa yang luas disertai adanya pseudopolip merupakan resiko terhadap karsinoma.

Pada kasus yang sering berulang-ulang, karsinoma yang timbul sebagai komplikasi kolitis ulcerosa bersifat lebih ganas, cepat tumbuh dan metastase.

n dapat dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah

mencegh terjadinya terjadinya karsinoma dan menghindari penyaki

(33)

Rektum Ileum

Efek terapi

Potensial karsinoma Selalu terlibat

Tidak terlibat, kecuali “Back wash”

Positif

Kolitis ulserosa pada beberapa kasus akan menetap pada daerah rektum (proctitis ulceratif). Namun pada beberapa keadaan dapat menyebar kebagian proksimal dan kadang melibatkan seluruh kolon (pankolitis). Pada bentuk yang akut permukaan mukosa ditandai adanya perdarahan mucus, ptechia juga sering dijumpai. Bentuk ulkus bervariasi dengan konfigurasi yang irregular. Beberapa tukak merusak mukosa hingga sub mucosa. Tukak yang meluas secara longitudinal dan dijumpai juga yang transversal bukan gambaran kolitis ulcerosa tapi gambaran kolitis granulomatous). Nodul kemerahan (cecil) Pseudopolip sering dijumpai pada kolitis ulcerosa dengan permukaan yang rata. Secara khas bentuk kecil dan multipel, jarang mempunyai konfigurasi bentuk villiformis. Kadang-kadang bisa mencapai ukuran yang sangat besar yang mana secara klinik atau radiology dicurigai sebagai karsinoma. Pada stadium yang lebih kanjut seluruh usus akan mengalami pemendekan dan menyempit. Sterosis dan sikatriks yang dihubungkan dengan masa peradangan bisa menimbulkan masalah dalam diagnosa dari karsinoma. Sebagian besar dinding usus mengalami atrofi yang hebat dan peningkatan lemak-lemak di sekitar kolon. Pada stadium yang menetap (quissence), tukak tidak dijumpai, mukosa atrofi dan tampak penimbunan lemak yang luas. Pada beberapa kasus ini, gambaran mukosa secara macros tampak normal.Secara ringkas gambaran dari kripta simple dan tubular,sel

(34)

epitel absortif banyak,inti dibasal,goblet sel banyak dan clear epithel. Dalam perjalanan penyakit, kolitis ulserosa dibagi dalam 3 tahap yaitu: 1. Kolitis ulserosa dini aktif; 2. Kolitis ulserosa aktif kronik; dan 3. Kolitis ulseratif tenang.

2.2.5 Klasifikasi kolitis Ulserosa

A. Kolitis ulserosa dini aktif

Pada pemeriksaan endoskopik tampak mukosa rektum hipermia dan edema, erosif dan ulserasif kecil. Gambaran histopatologi biopsi, menunjukkan kelainan kombinasi antara erosi dan ulserasi. Kuantitas elemen kelenjar mukosa berkurang atau menghilang dan vaskularisasi pada lamina propria bertambah. Pada kripta tampak mikroabses yang terdiri dari kumpulan sel radang neutrofil dan limfosit. Mikroabses kemudian pecah dan proses radang meluas pada submukosa.

(35)

B. Kolitis ulserosa kronik aktif

Pada tahap ini, terdapat lesi kombinasi radang aktif dan proses penyembuhan dengan regenerasi mukosa. Mikroabses pada kripta jumlahnya berkurang atau menghilang, pada lamina propria jaringan limfoid mengalami hiperplasia. Kelenjar mukosa mengalami hiperplasia, muncul dalam bentuk psedopolip.

C. Kolitis Ulserosa Tenang

Pada stadium tenang, mukosa lebih tipis. Walaupun ada proses regenerasi kelenjar, menonjol, akan tetapi vaskularisasi sudah berkurang. Bila kolitis ulserosa sudah berlangsung lama, dapat dijumpai displasia atau prakanker. Itulah alasannya ulserosa dianggap sebagai resiko tinggi untuk karsinoma kolon dan rektum.

2.2.6 Diagnosa

Banyak cara yang digunakan untuk mendiagnosa kolitis ulserosa. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk pemeriksaan anemia yang disebabkan adanya perdarahan dari kolon atau rektum, juga peningkatan leukosit merupakan tanda adanya radang. Pemeriksaan feses dapat juga menunjukkan adanya leukosit, yang mana hal ini menunjukkan adanya indikasi kolitis ulserosa atau penyakit yang disebabkan oleh peradangan. Sebagai tambahan, sampel dari faeces menunjukkan bahwa perdarahan atau radang dari kolon/rektum disebabkan oleh bakteri, virus atau parasit.

Kolonoskopi atau sigmoidoskopi adalah pemeriksaan yang akurat untuk mendiagnosa kolitis ulserosa dan mengesampingkan kemungkinan seperti penyakit Crohn, divertikular dan kanker. Untuk pemeriksaan tersebut dimasukkan sebuah endoskopik yang panjang

(36)
(37)

Table 2.1(Fenoglio-Peiser, 1999)

Metaplasia pyloric ++

Metaplasia paneth cell

++

Lymphoid hyperplasia ++

Villiformis polyposis ++

(38)

2.3. Displasia pada kolitis ulserosa

(39)

peningkatan terjadi karsinoma kira-kira 1-2% setelah 10 tahun pertama terkena penyakit kolitis ulserosa.

Gambaran kelenjar pada displasia tampak distorsi, inti sel sudah tidak normal susunannya dilapisan membran basal,goblet sel menurun dan

dark purple epithelium

Secara makroskopis, dengan pemeriksan endoskopi displasia bisa tampak berupa lesi yang rata (flat) atau sedikit meninggi (DALM = Displasia Associated Lession of Mass). Secara mikroskopis, perubahan atipik pada kolitis ulcerosa dibedakan dalam 3 kategori yaitu : Negatif displasia, Indefinite displasia, dan positive displasia.

Gambar 2.5. Indefinite displasia2

(40)

Gambar 2.6. Positif displasia2

2.4. Adenokarsinoma kolorektal

Di dunia kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga pada tingkat insiden dan mortalitas. Pada tahun 2002 terdapat lebih dari 1 juta insiden kanker kolorektal dengan tingkat mortalitas lebih dari 50%. 9,5 persen pria penderita kanker terkena kanker kolorektal, sedangkan pada wanita angkanya mencapai 9,3 persen dari total jumlah penderita kanker.23

(41)

Tabel 2.2. World Health Organization Classification of Colorectal Carcinoma

Adenocarcinoma Medullary carcinoma

Mucinous (colloid) adenocarcinoma (_50% mucinous) Signet-ring cell carcinoma (_50% signet-ring cells) Squamous cell (epidermoid) carcinoma

Adenosquamous carcinoma Small-cell (oat cell) carcinoma Undifferentiated carcinoma Other (e.g., papillary carcinoma)

The term “carcinoma, NOS” (not otherwise specified) is not part of the WHO classification.

Tabel 2.3. Prognostik factor adenocarcinoma colon

(42)

sssssHHH

Secara mikroskopis tampak kelenjar distorsi, inti sel sudah berlapis-lapis, pleomorfik, mitotik lebih banyak dan goblet sel hampir tidak ada.

Gambar 2.7 7 Adenokarsinoma kolon13

2.5. Carcinoembryonic antigen dan Peranan pada kolitis ulserosa

(43)

karsinoma pankreas, testis, kandung kemih dan granular cell

myoblastoma, CEA akan memberikan hasil negatif pada tumor otak

,prostat ,kulit ,hati,esopagus dan mesothelioma. Pada pasien dengan kolitis ulserosa yang lama ,akan memberikan resiko untuk terjadinya displasia ringan-berat dan karsinoma kolorektal. Kolonoskopi adalah yang terbaik untuk menduga displasia atau kanker yang dilanjutkan dengan biopsi.(10-21)

2.6. Pewarnaan Imunohistokimia untuk CEA

Antibodi CEA dikenal juga sebagai CD66e, tersedia dalam bentuk

polyclonal (pCEA) atau monoclonal (Mcea ). Pada penelitian ini

dipakai monoclonal antibodi CEA. Simbol gen yaitu CEA-CAM5 dengan gene map locus : 19q13.1 –q13.2(manusia). Formulasi dari antibodi ini berisi cairan imunoglobulin terdiri dari 0.05% sodium azide sebagai bahan pengawet.CEA digunakan terutama untuk mengidentifikasi karsinoma pada saluran cerna bagian bawah dengan menggunakan mikroskop cahaya. Hal ini dapat dilakukan pada jaringan yang telah difiksasi dengan formalin, blok parafin. Pada adenokarsinoma kolorektal, CEA menampilkan warna coklat pada sitoplasma dan lumen membran sel, tetapi tidak tertampil pada

polymorphonuclear neutrophils (PMN) dan eritrosi. Hasil akhir dilihat

dengan memakai kontrol (intesitas kuat).

(44)

Gambar 2.8 Kontrol positip dari adenokarsinomakolon12

2.7. Kerangka Konsep

Normal

IBD Without IBD Mild /Normal Severe

( CEA ) ( CEA )

Inf.Polyp Polyp Adenoma

Dysplasia

Cance Cancer

(45)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1.Tempat Dan Waktu Penelitian

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sentra Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU , Laboratorium Patologi Anatomi RSU.H. Adam Malik dan praktek swasta di Medan.

3.1.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober 2009 hingga Desmber 2009 yang meliputi studi kepustakaan, pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian dan penulisan.

3.2. Metode Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan observasional dengan pendekatan analitik deskriptif, dimana pada tiap kasus tidak diberi perlakuan, namun hanya melihat hasil pulasan/ tampilan imunohistokimia CEA. Pengukuran variabelnya dilakukan hanya satu kali dan pada saat itu.

3.3. Populasi, Sampel dan Besar Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi

Populasi penelitian mencakup sediaan blok parafin yang didiagnosa sebagai kolitis ulserosa,displasia dan adenokarsinoma kolon pada

(46)

Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran USU dan praktek swasta di Medan

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari biopsi kolon yang diperoleh sejak Januari 2007 - Nopember 2009 (arsip).

3.3.3. Besar Sampel

Besar sampel yang diperkirakan pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus :

n = z.d2 .p (1-p) d2

Keterangan :

• n = jumlah populasi

• z = tingkat kepercayaan (95% Æ z-score = 1,96).

• p = proporsi (seluruh lesi) menurut Izhar N Baghwan 1996 50% Æ 0,25.

• d = ketepatan (0,5)

Hasil perhitungan : n = 1,96 x 0,52 x 0,5 (0,5)2

= 42,6

Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah > 43 sampel

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

(47)

Jaringan dari kolon yang telah didiagnosa kolitis ulserosa,displasia dan

adeno karsinoma kolorektal

3.4.2. Kriteria Eksklusi

• Penyakit Crohn

• Polip adenoma

• Adenoma vilosum

• Sediaan tidak adekuat

3.5. Kerangka Operasional

Kolonoskopi

Biopsi/ Operasi

Kriteria

eksklusi

Histopatologi

Kolitis ulerosa,displasia dan Adenokarsinoma kolorectal

Pewarnaan Imunohistokimia

CEA

Tampilan Imunoekspresi CEA

(48)

3.6. Defenisi Operasional Variabel

ƒ Kolitis ulserosa adalah penyakit autoimun dan penyakit infeksi non spesifik yang memiliki potensi menjadi keganasan. Insiden kolitis ulserosa meningkat dalam dua dekade terakhir. Kolitis Ulcerosa lebih banyak berjangkit pada daerah rectum dan sigmoid namun dapat meluas ke mukosa kolon proksimal segmen berikutnya. Berbeda dengan penyakit Crohn dimana usus yang terjangkit adalah ileum terminalis dan sekum, batas antara mukosa yang kena dengan mukosa normal jelas, sedang pada pada Kolitis Ulcerosa mukosa yang kena sifatnya difus dan batas sulit ditentukan. Kolitis Ulcerosa dimulai dengan mikroabsespada kripta dan kemudian beberapa abses bersatu membentuk ulkus melibatkan mukosa dan sub mukosa. Histopatologi pada pinggir ulkus terdapat infiltrasi sel radang neutrofil, limfosit dan sel plasma dan tidak dijumpai proses granulomatosa. Dalam perjalanan penyakit, Kolitis Ulserosa dibagi dalam 3 tahap: 1. Kolitis ulserosa dini aktif; 2. Kolitis ulserosa aktif kronik; dan 3. Kolitis ulseratif tenang

3.7. Variabel bebas dan variabel terikat

ƒ Variabel bebas adalah Kolitis ulserosa,displasia dan adenokarsinoma kolon.

ƒ Variabel terikat adalah tampilan imunohistokimia CEA (Carcinoembryonic antigen).

(49)

3.8.1. Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sediaan mikroskopis dibuat dengan cara sebagai berikut :

1. Blok parafin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer sampai cukup dingin, selanjutnya dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan tebal 4 μm. Setiap blok parafin, dipotong sebanyak 2 kali, masing-masing untuk pulasan HE dan pulasan imunohistokimia CEA

2. . Sampel blok paraffin yang sudah dipotong tipis (4 μm), selanjutnya ditempelkan pada objek gelas.

3. Untuk pulasan immunohistokimia CEA, digunakan kaca objek yang telah di coating agar jaringan dapat menempel pada kaca objek selama proses pulasan imunohistokimia.

Proses pembuatan coating kaca objek gelas adalah sebaerikut :

1. Kaca objek direndam seluruhnya dalam aseton selama 10 menit 2. Masukkan dalam larutan APES (3-Aminopropyltriethoxysilene, Cat

No.a 3548 sigma 5 ml + Aseton 195 ml) selama 10 menit. 3. Kaca objek selanjutnya dicuci dengan akuades

4. Keringkan dalam inkubator dengan suhu 37°C selama semalaman 5. Kaca objek siap digunakan.

Cara menempelkan potongan tipis pada kaca objek adalah menggunakan ujung pisau atau pinset yang runcing, potongan - potongan tipis dipisahkan dan diratakan dengan memasukkan potongan tersebut dalam air hangat, setelah mengembang pindahkan ke objek gelas. Selanjutnya, kaca objek yang mengandung potongan jaringan diletakkan diatas alat pemanas (hot plate) atau dimasukkan dalam air panas (floating bath) dengan temperatur 50-60°C. Setelah parafin melunak karena panas, potongan jaringan diletakkan dalam kaca objek

(50)

kembali dan dikeringkan dengan cara menyandarkan pada alat pemanasan. Setelah kering, potongan jaringan siap untuk dipulas.

3.8.2. Prosedur Pulasan Imunohistokimia CEA

1. Siapkan preparat berupa potongan tipis jaringan 4 μm yang sudah ditempelkan pada objek gelas yang telah dicoating .

2. Preparat yang siap dipulas dimasukkan dalam inkubator 1 mal8°c 3. Deparafinisasi dengan mencelupkan preparat ke dalam cairan Xylol

sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit

4. Rehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan dalam Etanol 98% sebanyak 3 kali, masing-masing selama 5 menit, Alkohol 90%, 80% dan 70%, masing-masing selama 5 menit

5. Bilas dengan air mengalir selama 5 menit

6. Masukkan ke dalam H2O2 0,3 % dalam metanol dingin selama 15 menit

7. Bilas dengan akuades selama 5 menit

8. Masukkan ke dalam larutan Buffer Sitrat ( yang telah dipanaskan sebelumnya dalam microwave selama 5 menit dan kemudian sebanyak 2 kali selama 5 menit)

9. Dinginkan selama 20 menit dalam suhu ruangan

10. Bilas dengan akuades selama 5 menit dan keringkan air di sekitar potongan jaringan

11. Tandai disekeliling potongan jaringan yang ingin dipulas dengan pap pen

12. Bilas dalam larutan PBS selama 5 menit 13. Bersihkan dari sisa cairan pencuci

14. Teteskan blocking serum pada sediaan yang telah ditandai dengan pap pen selama 5 menit

(51)

16. Bersihkan dari sisa cairan pencuci

17. Teteskan antibodi primer CEA (DAKO) dengan pengenceran 1:50, inkubasi dalam tempat tertutup dengan suhu ruangan selama 60 menit

18. Bilas dalam larutan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5 menit

19. Bersihkan dari sisa cairan pencuci

20. Teteskan dengan antibodi sekunder, biotinylated universal, inkubasi dalam tempat tertutup dengan suhu ruangan selama 10 menit

21. Bilas dalam larutan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5 menit

22. Bersihkan dari sisa cairan pencuci

23. Teteskan dengan streptavidin-peroxidase conjugate, inkubasi dalam tempat tertutup pada suhu ruangan selama 10 menit

24. Bilas dalam larutan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 5 menit

25. Bersihkan dari sisa cairan pencuci

26. Teteskan larutan kromogen dab selama 5-10 menit 27. Bilas degan air mengalir

28. Counterstain dengan hematoksilin mayer selama 2 menit 29. Bilas dengan air mengalir

30. Dehidrasi dengan cara mencelupkan secara berurutan pada cairan alkohol 70%, 80%, 90% dan etanol 98% masing-masing 20 celupan 31. Masukkan dalam cairan xylol selama 3 menit

32. Teteskan entelan dan tutup dengan kaca penutup.

(52)

3.9. Alat dan Bahan Penelitian

3.9.1. Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah : mikrotom, waterbath, hotplate, freezer, inkubator, staining jar, rak objek glass, rak inkubasi, pensil diamond, pipet mikro, timbangan bahan kimia, kertas saring, pengukur waktu, gelas erlenmeyer, gelas beker, tabungan sentrifuge 15 ml, microwave, spin master, thermolyte stirrer, gelas objek, kaca penutup, entelan dan mikroskop cahaya.

3.9.2. Bahan Penelitian

Pulasan imunohistokimia menggunakan metode Labelled Streptavidin Biotin Immunoperoxidase Complex, menggunakan Novostain Universal Detection Kit ( NCL-RTU-D) (Novocastra, Inggris). Antibodi primer yang digunakan adalah Monoclonal Mouse Anti-CEA ,Clone12-140-10 dengan pengenceran 1 :50 -1:100.

Novocastra Universal Detection Kit (NCL-RTU-D) terdiri dari : 1. 1 botol Blocking serum

2. 1 botol Biotinyllated Universal Secondary Antibody 3. 1 botol Streptavidin-Peroxidase Conjugate

Larutan kromogen dab yang digunakan adalah liquid dab substrate kit (ncl-l-dab) (novocastra, inggris) : 3,3’- diaminobenzidine.

Larutan PBS (Phosphate Buffered Saline) pH 7,2 ; terdiri dari :

• Na2HPO4 1,92 g

• Na2H2PO4H2O 1,92 g

• NaCl 5,90 g

(53)

Larutan Buffer Sitrat (Sodium Citrate Buffer) pH 6,0 terdiri dari :

• 1,92 g citric acid dalam akuades 1 L

• 0,5 ml tween 20 counterstain dengan menggunakan hematoksilin mayer.

3.10. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah hasil pulasan imunohistokimia CEA terhadap sampel sediaan jaringan kolitis ulserosa. Untuk penilaian terhadap pulasan imunohistokimia CEA adalah sebagai berikut :

1. Kontrol positif : karsinoma kolon yang telah diketahui positif

2. Kontrol negatif : kolitis ulserosa dengan antibodi primer yang digantikan dengan serum normal

3. Positif : pada sitoplasma dan membran sel berupa warna coklat.

Imunoekspresi dihitung secara semikuantitatif sebagai berikut : Skor 0 : negatif (bila tidak terwarnai)

Skor +1 : < 10% sel yang terpulas fokal Skor +2 : 10-50% sel yang terpulas fokal Skor +3 : > 50% sel yang terpulas difus

Sel-sel tumor dengan skor 0 dan +1 dinilai sebagai tampilan lemah sedangkan dengan skor +2 - +3 di nilai sebagai tampilan kuat.

3.10. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dilakukan secara analitik deskriptif. Pelaporan data penelitian secara deskriptif adalah dengan memaparkan hasil penilaian pulasan imunohistokimia CEA.

(54)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Penelitian

Dilakukan pemeriksaan terhadap 46 sampel sediaan jaringan kolorectal yang didapatkan secara biopsi dan operasi, dan dengan pewarnaan hematoksilin eosin didiagnosa sebagai kolitis ulserosa, displasia ( ringan –sedang – berat), dan adenokarsinoma kolon, selanjutnya dilakukan pemeriksaan immunohistokimia CEA.

Karakteristik subjek

4.1.1.Data deskriptif

Tabel 4.1. Distribusi kasus menurut umur

Umur (tahun) n %

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa insiden paling banyak kasus tersebut ditemukan pada kelompok usia >= 60 tahun, sebanyak 20 kasus (43,5%), 40 – 49 tahun sebanyak 11 kasus (23,9%) dan yang terkecil pada usia 20 – 29 tahun sebanyak 4 kasus (8,7%).

Tabel 4.2. Distribusi kasus menurut jenis kelamin

Sex n %

(55)

Permpuan 20 43,5

Jumlah 46 100

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan bahwa insiden paling banyak kasus tersebut ditemukan pada kelompok laki-laki, sebanyak 26 orang (56,5%) dan pada perempuan lebih sedikit yaitu 20 orang (43,5%).

Tabel 4.3. Intesitas tampilan Imunohistokimia CEA

Skor Luas tampilan CEA n %

Intesitas tampilan imunohistokimia yang positif adalah 40 kasus (87%), dan hasil skor positif 1 yang terbanyak 20 kasus (43,5%), sementara yang negatif 6 kasus (13,0%).

Tabel 4.4. Distribusi diagnosa histopatologi

(56)

Berdasarkan tabel diatas, diagnosa terbanyak adalah kolitis ulserosa yang berjumlah 26 kasus (56,5%), displasia 7 kasus (15,2%) dan adenokarsinoma kolon 13 kasus (28,3%).

4.1.2.Data Analitik

Tabel 4.5. Sebaran imunohistokimia CEA berdasarkan jenis penyakit

Diagnosa 0

Distribusi intesitas tampilan imunohistokimia skor 0 dan +1 terbanyak pada kolitis ulserosa yaitu 26 kasus (100%), skor +2 yang terbanyak pada displasia yaitu 4 kasus (80%), dan skor +3 yang terbanyak pada adenokarsinomakolon yaitu 12 kasus ( 80% ).

(57)

P=0.0001 Î p < 0.05 Æ Ho ditolak berarti ada hubungan antara diagnose dengan pewarnaan ihc

4.2. Pembahasan

Berdasarkan pemeriksaan histopatologi pada jaringan kolitis ulserosa,displasia dan adenokarsinoma kolon sebanyak 46 kasus, didapatkan bahwa penderita lebih banyak dijumpai pada usia lansia dan dekade ke 4. Menurut literatur kolitis ulserosa sering dijumpai pada dekade ke 2 dan lansia, kemungkinan faktor lain-lain seperti ras dan tempat tinggal berpengaruh. Tetapi walaupun demikian usia penderita pada sampel penelitian bervariasi dimulai dekade ke 2, dan tidak dijumpai usia dibawah 20 tahun.

Pada penelitian ini dijumpai jenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan perbandingan 1,3 : 1, sementara pada literatur dikatakan hampir sama banyak. Hal ini dapat terjadi oleh karena jumlah sampel penelitian tidak begitu signifikan.

Berdasarkan data analitik, tampilan imunohistokimia pada semua jaringan kolitis ulserosa yang tertampil pada membran dan sitoplasma yang terwarnai tidak ada yang melebihi 10%. Sementara pada adenokarsinoma kolon semuanya memberikan hasil yang positif. Dari 13 sampel yang diteliti, 12 kasus +3 ( 92,3%) dan hanya 1 kasus +2 (7,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan para ahli bahwa lesi kolitis ulserosa memberkan hasil negatif dengan pewarnaan CEA dan adenokarsinoma kolon akan terekspresi positif kuat.

(58)

Penelitian yang dilakukan pada jaringan displasia ringan - berat dengan jumlah 7 kasus, tampak semua sampel tersebut positif kuat. Dari 7 kasus yang diteliti, 4 kasus +2 dan 3 kasus +3.

Pewarnaan imunohistokimia mempunyai tujuan : mempertajam diagnosa. prognosa dan target terapi. Dalam hal ini pewarnaan CEA hanya mempunyai 2 tujuan yang disebut pertama tanpa target terapi, dan diharapkan dimasa yang akan datang para pakar menemukan target terapi.

Skor 0 menunjukkan bahwa pada sediaan tidak terdapat antigen CEA, sehingga tidak terjadi pengikatan terhadap antibodi CEA

Kemungkinan untuk terjadinya negatif palsu dalam prosedur sangat minimal karena setiap dilakukan pemeriksaan imunohistokimia selalu disertai dengan kontrol positif dengan skor +3, dan memberikan tampilan kuat.

(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Pewarnaan imunohistokimia CEA pada lesi kolitis ulserosa memberikan makna, karena negatif/ terexpresi lemah.

2. Displasia ringan - berat dengan pewarnaan CEA memperlihatkan tampilan yang kuat dan sulit membedakan dengan adenokarsinoma, karena intesitas yang sama kuatnya, dan hal ini menunjukkan bahwa displasia mempuyai prognosa yang buruk. Yang menjadi catatan pada penelitian ini jumlah populasi kasus displasia sangat sedikt sehingga tingkat kepercayaan juga kecil.

3. Imunohistokimia berguna untuk: mempertajam diagnosa,prognosa dan target terapi, dan pewarnaan CEA saat ini belum sampai pada tahap target terapi

.

5.2. Saran

Berdasarkan penelitian ini, disarankan agar penderita displasia pada kolon dan adenokarsinoma kolorektal dilakukan pemeriksaan imunohistokimia CEA sebagai alat penunjang penegakan diagnosa.Sementara itu, pada penderita kolitis ulserosa tidak terlalu dibutuhkan pewarnaan CEA

(60)

REFERENSI

1. Tambunan,GW , Usus Besar; Patologi Gastroenterology, EGC, 1994.p.97-103

2. Rosai.J .Surgical Pathology 8th Ed., Mosby, 1996.p.735-741

3. Odze Robert D. Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Billiary Tract, and Pancreas, Sunders, 2004, p.214-21

4. Reference Summary, Ulcerative Colitis. avaible at:http://www.x-plain.com/The patient Education Institute.INC. 5. Ulcerative Colitis.

avaible at: http://www.Orpha net/data/patho/GB/uk-UC.pdf

6. Francis A,Farraye ,Diagnosis and Management of Fllat and Polypoid

Dysplasia in Inflamatory Bowel Disease , available at: http ://www.x-plain.com/The patient Education Institute.INC

7. Hammarstrom S, Shively JE,et al,Carcinoembryonic antigen (CEA), Monoclonal Mouse Anti-CEA. available at:http://www.celerusdiagnostics.com

8. Albers et al.Monoclonal Antibody to CEA. available at:www.imgenex.com.

9. DGD Wight .CEA Levels inflamatory disease of the large bowel . available at : http:// www .proc.roy.soc.med.com.

10. Linda Cuningham et al ,Immunoperoksidase staining of

Carcinoembryonic antigen (CEA ) as a prognosis indicator in colorectal. Disease of the colon and rectum, Vol.29.1986,p.111 -16.

(61)

12. Hamilton.SR et al,Carcinoma of the colon and rectum in WHO Classification of Tumours: Pathology and Genetics Tumours of the Digestive System; Lyon,2003.p.48 – 52.

13. Isaacson.P. Tissue demonstration of carcinoembryonic antigen (CEA) in ulcerative colitis. Research Article 2009.

avaible at: http://gut.bmj.com/content/17/7/561.

14. Barwick et al. Immunoperoxidase Staining for CEA in Ulcerative Colitis in Journal of Clinical Gastroenterology.

avaible at: http://journals.lww.com/jcge

15. Osamu Kojimaet al. Comparative study of CEA staining in gastric and colorectal cancer tissues in in journal human antibodies, Volume 9,2000. 

available at: http://iospress.metapress.com/content/th89h7lr3a9pghv4/ Monoclonal antibody CIBCHTB1 defining an epitope on

carcinoembryonic antigen (CEA

16. Radovic.R. Carcinoembryonic Antigen (CEA) in Colonic Inflammatory-Regenerative and Dysplastic Epithelial Lesions

avaible at: http://www.cmj.hr/1998/39/1/9475801.pdf

17. Davidson.BR et al. Comparative study of carcinoembryonic antigen and epithelial membrane antigen expression in normal colon, adenomas and adenocarcinomas of the colon and rectum in Research Article avaible at: http://gut.bmj.com/content/30/9/1260

18. ulcerative Colitis and Crohn’s disease: moleculer genetics and clinical implication, avaible at:

http://www.-ermm.cbcu.cam.ac.mg

19. eMedicine- Ulcerative Colitis: Article by m Baskar Al- Ataie, MD

20. Ben Vainer,M.D, Intercellular adhesion molecules,AM J Surg pathol 2000;24:1115 – 24

(62)

21. Francis A,Farraye ,Diagnosis and Management of Fllat and Polypoid

Dysplasia in Inflamatory Bowel Disease , available at: -xplain.com/The patient Education Institute.INC

22. Hammarstrom S, Shively JE,et al,Carcinoembryonic antigen (CEA), Monoclonal Mouse Anti-CEA. Available at:www.celerusdiagnostics.com 23. Albers et al.Monoclonal Antibody to CEA. Available

at:www.imgenex.com

24. Harris.M.,Normal colon anatomy, available at:www.aboutconstipation.org/site.normal function.com.

25. Takatoshi Shimoyama et al ,Carcinoembryonic antigen ( CEA) in Portal

Blood in Colorectal cancer patients of Imunohistochemical staining. available at:www./hd.handle net/10069/15746.com.

26. Gary.R et al ,Colon (Anatomy), available at : www:wikipedia/colon-anatomy.htm.com

27. Friedman CJ and Mills SE ,Immunoperoksidase staining for CEA in

ulcerative colitis. available at : www .pubmed.com.

28. K.Kapsopoulu –Dominos and F.A.Anderer ,Circulating CEA

complexes in sera of patiens with carcinoma of the gastrointestinal tract ,Clinical Immunology,1979. p:190 -5.

29. Phil Gold et al ,The Carcinoembryonic antigen :Past , Present and Future. available at : www. CEA/springerlink journal article.htm.com. 30. Depkes. 2006. Gaya hidup penyebab kolorektalkarsinoma, (Online),

(http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid =2058&Itemid=2, diakses 13 desember 2006).

(63)

Lampiran 1.

Data klinis .histopatologi dan imunohistokimia CEA dari 46 kasus kolitis ulserosa,displasia dan adenokarsinoma kolon

(64)

33 861 NN 77 pr Col ul + Dys 2 34 09 2259 Ar 60 lk Adeno ca 3 35 09 091905B (3) Jo 30 lk Adeno ca 3 36 09 061261B (2) Ja 67 pr Adeno ca 3 37 09 061382B Su 39 pr Adeno ca 3 38 09 061469B Ka 73 pr Adeno ca 3 39 09 071629B HY 21 lk Adeno ca 3 40 09 102184B Du 80 lk Adeno ca 3 41 09 102108B Zu 55 lk Adeno ca 3 42 09 102145B Fa 45 pr Adeno ca 2 43 09 2128 (2) Hj.N 74 pr Adeno ca 3 44 09 1915 MP 70 lk Adeno ca 3 45 09 2053 MM 70 lk Adeno ca 3 46 703 NN 70 lk Adeno ca+

Col ul

(65)

Lampiran 2.

Kontrol + CEA.Adenokarsinoma Adenokarsinoma kolon skor +3 Kolon

(66)

Displasia berat skor +2 Kolitis ulserosa skor +1

Gambar

Gambaran Klinis
Gambar 2.1   Anatomi kolon dan rektum22
Gambar 2.3. Gambaran klinis16
Gambar 2.4.   Mikroabses pada kripta4
+7

Referensi

Dokumen terkait