• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

KADAR

CARCINOEMBRIONIC ANTIGEN

(CEA)

PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

ADE RAHMAINI NIM 097107005

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN USU/SMF PARU RSUP H. ADAM MALIK

(2)

KADAR

CARCINOEMBRIONIC ANTIGEN

(CEA)

PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENDAPAT KEMOTERAPI

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Paru Dalam Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Pada Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

ADE RAHMAINI NIM 097107005

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK

DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

TESIS

PPDS MAGISTER KEDOKTERAN KLINIS DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA/ RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI

ADAM MALIK MEDAN

Judul Penelitian : Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama Peneliti : Ade Rahmaini

Fakultas : Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Program Studi : Program Magister Kedokteran Klinis Pendidikan Dokter Spesialis Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Jangka waktu : 3 (tiga bulan)

Lokasi Penelitian : Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Biaya yang dibutuhkan : Rp. 7.800.000,-

(5)

PERNYATAAN

Judul Penelitian : Kadar Carcinoembryonic Antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi di RSUP H. Adam Malik Medan

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat orang lain yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam rujukan.

Yang Menyatakan, Peneliti

(6)

Telah diuji pada Tanggal 03 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K) Prof. dr. Tamsil Syafiuddin, Sp.P (K)

dr. Hilaluddin Sembiring, Sp.P (K), DTM&H dr. Zainuddin Amir, M.Ked (Paru), Sp.P (K) dr. Pantas Hasibuan, M.Ked (Paru), Sp.P (K) dr. Widirahardjo, Sp.P(K)

dr. Pandiaman Pandia, M.Ked (Paru), Sp.P(K)

DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, M.Ked (Paru), Sp.P dr. Parluhutan Siagian, M.Ked (Paru), Sp.P

(7)

ABSTRAK

Objektif : Untuk monitoring/pemantauan kadar Carcynoembrionic antigen (CEA) pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi yang dirawat inap di RA3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif tentang

pemantauan kadar CEA pada pasien dengan stadium III dan IV

kanker paru yang mendapat kemoterapi, data berasal dari data

sekunder dari pasien kanker paru yang mendapat kemoterapi dari

Januari 2008 sampai Oktober 2012 .

Hasil : Penurunan kadar serum CEA pasien kanker paru-paru setelah

kemoterapi dengan nilai rata-rata tingkat CEA sebelum

kemoterapi adalah 16,043 ng / mL ( n = 201 ) . 201 pasien

mendapatkan kemoterapi pertama dengan rata-rata CEA 16,062

ng/mL. Setelah kemoterapi kedua CEA 9,481 ng / mL ( n =117).

Pada kemoterapi ketiga dengan CEA 2.826 ng / mL ( n= 67) dan

setelah kemoterapi keempat rata-rata rata-rata dari CEA 1,707

(8)

Kesimpulan : Terdapat penurunan kadar CEA serum secara serial pada pasien

kanker paru-paru yang mendapat kemoterapi . Uji ini bisa

menjadi salah satu alat untuk menilai efektivitas kemoterapi.

(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tulisan akhir ini yang berjudul “Kadar Carcinoembryonik Antigen (CEA) pada Pasien Kanker Paru yang dilakukan Kemoterapi di RSUP H. Adama Malik Medan”. Tulisan ini merupakan persyaratan dalam penyelesaian pendidikan keahlian di Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak baik dari guru-guru yang penulis hormati, teman sejawat asisten Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU, paramedis dan non medis serta dorongan dari pihak keluarga. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof. dr. H. Luhur Soeroso, Sp.P (K) sebagai Ketua Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang tiada henti-hentinya memberikan bimbingan Ilmu Pengetahuan, arahan, petunjuk serta nasehat dalam cara berpikir, bersikap dan berprilaku yang baik selama masa pendidikan, yang mana hal tersebut sangat berguna di masa yang akan datang.

(10)

Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, bimbingan, pengarahan dan masukan dalam rangka penyusunan dan penyempurnaan tulisan ini.

dr. H. Zainuddin Amir,Mked(Paru), Sp.P(K) sebagai Ketua TKP PPDS FK USU yang senantiasa tiada jemunya membantu, mendorong dan memotivasi serta membimbing dan menanamkan disiplin, ketelitian, berpikir dan berwawasan ilmiah serta selalu mendorong penulis dalam menyelesaikan tulisan ini.

dr. Pantas Hasibuan, Mked(Paru), Sp.P(K) sebagai salah satu pembimbing dalam tesis ini maupun sebagai Sekretaris Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan penulis bantuan, masukan dan arahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tulisan ini.

dr. Widirahardjo, Sp.P(K) sebagai pembimbing akademik penulis, yang telah banyak memberikan bantuan, masukan, arahan dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

DR. dr. Amira Permatasari Tarigan, Mked(Paru),Sp.P sebagai Ketua Program Studi Departemen Pulmonolgi & Ilmu Kedokteran Respirasi FK USU/ SMF Paru RSUP H Adam Malik Medan, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, dorongan dan nasehat yang sangat berguna selama penulis menjalani masa pendidikan.

(11)

memberi bimbingan, bantuan tehnis, masukan, dan dorongan dalam penyempurnaan penelitian bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

dr. Putri Chairani Eyanoer, MSEpid, PhD sebagai pembimbing statistik yang telah banyak membantu dan membuka wawasan penulis dalam bidang statistik dan dengan penuh kesabaran memberi bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini.

Penghargaan dan rasa terimakasih juga tak lupa penulis sampaikan kepada yang terhormat dr. H. Hilaluddin Sembiring, DTM&H, Sp P(K), dr. H. Pandiaman Pandia, Mked(Paru), Sp.P(K), dr Parluhutan Siagian,Mked(Paru) Sp.P, dr Bintang YM Sinaga, Mked(Paru) Sp.P, dr. Setia Putra Tarigan Sp P, dr. Syamsul Bihar, M.Ked(Paru), Sp.P yang telah banyak memberikan bantuan, masukan dan pengarahan selama menjalani pendidikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Medan, Direktur RSUP H Adam Malik Medan, Bagian Rekam Medik RSUP H Adam Malik Medan, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dalam melaksanakan dan menyelesaikan penelitian ini.

(12)

Dengan penuh rasa hormat tak terhingga dan terima kasih yang tiada terbalas penulis sampaikan kepada almarhum ayah saya yang dengan kesabaran memberikan dukungan dan kasih sayang selama menjalani pendidikan spesialis ini begitu juga dengan ibu dan kakak saya yang tetap memberikan dorongan, bantuan selama menjalani pendidikan spesialisasi ini serta memberikan doa pada saya. Penulis berterima kasih atas semuanya.

Akhirnya pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala kekurangan, kekhilafan dan kesalahan yang pernah diperbuat selama ini. Semoga ilmu, keterampilan dan pembinaan kepribadian yang penulis dapatkan selama ini dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa dan mendapat restu dari Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, Juli 2013

Penulis

(13)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Data Pribadi :

Nama Lengkap : dr. Ade Rahmaini Tempat/tgl lahir : Medan/ 27 April 1982

Agama : Islam

Alamat : Jl. Dorowati No. 29 Medan

Email

Riwayat Pendidikan :

SD 060856 tamat 1994 SMP N 10 Medan tamat 1997 SMU N 3 Medan tamat 2000 Dokter FK USU tamat 2006

Organisasi Profesi : Ikatan Dokter Indonesia

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Persetujuan ... i

Lembar Usulan Penelitian ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Riwayat Hidup ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Singkatan ... xiv

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1. Tujuan Umum ... 6

1.3.2. Tujuan Khusus ... 6

1.4. Manfaat Penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1. Kanker Paru ... 9

2.1.1 Klassifikasi Kanker Paru ... 11

2.1.2. Gejala Klinis Kanker Paru ... 16

(15)

2.1.4. Stadium Kanker Paru ... 18

2.1.5. Penatalaksanaan Kanker Paru ... 25

2.2. Kemoterapi Kanker Paru ... 25

2.3. Petanda Tumor ... 31

2.4. Petanda Tumor Carcinoembryonic antigen ... 34

2.5. Peran Petanda Tumor CEA pada Kanker Paru ... 38

2.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 41

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 42

3.1. Rancangan Penelitian ... 42

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

3.3. Subjek Penelitian ... 42

3.3.1. Populasi ... 42

3.3.2. Sampel ... 42

3.3.3. Kriteria inklusi dan Eksklusi ... 42

3.4. Kerangka Operasional Penelitian ... 43

3.5. Defenisi Operasional ... 43

3.6. Pengolahan data ... 44

3.7. Analisa data... ... 45

3.8. Jadwal Penelitian ... 45

3.9. Biaya Penelitian ... 45

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1. Hasil Penelitian ... 46

4.2. Pembahasan ... 55

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

(16)

5.2. Saran ... 68 DAFTAR PUSTAKA ... 69 LAMPIRAN

DAFTAR PASIEN

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : The American Joint on Cancer Commitee ATH : Angka Tahan Hidup

AUC : Area Under the Curve CEA : Carcynoembryonik Antigen

CR : Complete Response

CT-Scan : Computed Tomography Scan Cyfra 21-1 : Cytokeratin 19 fragment DNA : Deoxyribonucleic acid

ECOG : The Eastern Cooperative Oncology Group IUAC : International Union Against Cancer KPKBSK : Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil KPKSK : Kanker Paru Karsinoma Sel Kecil

MRI : Magnetic Resonance Imaging MTTH : Masa Tengah Tahan Hidup

NC : No Change

NSCLC : Non Small Cell Lung Cancer NSE : Neuron Specifik Enolase PG : Progressive Disease

PR : Partial Response

PS : Performance Status

RR : Response Risk

(18)

SD : Stable Disease

TNM : Tumor- Nodul –Metastais TPA : Tissue Polipeptide Antigen

TTP : Time to Progress

UICC : Universal Integrated Circuit Card USG : Ultrasonography

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1 Proses karsinogenesis, menunjukkan keuntungan

dari mengidentifikasi biomarker... 32 Gambar 4.2.1 Distribusi frekuensi penderita kanker paru

yang mendapatkan kemoterapi berdasarkan umur... 56 Gambar 4.2.2 Distribusi penderita kanker paru yang dilakukan

kemoterapi berdasarkan jenis kelamin... 57 Gambar 4.2.3. Distribusi penderita kanker paru yang mendapatkan

kemoterapi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkmann (IB) ... 58 Gambar 4.2.4 Distribusi penderita kanker paru yang dilakukan

kemoterapi berdasarkan jenis histologi... 59 Gambar 4.2.5 Distribusi frekuensi penderita kanker paru

yang dilakukan kemoterapi berdasarkan stadium... 60 Gambar 4.2.6 Distribusi penderita kanker paru yang dilakukan

kemoterapi berdasarkan rejimen kemoterapi yang diberikan ... 61 Gambar 4.2.7. Kadar CEA dengan kemoterapi ... 63 Gambar 4.2.8. Respon kemoterapi pada penderita pada penderita

kanker paru yang mendapat kemoterapi 4 siklus ... 64 Gambar 4.2.9. Nilai CEA dengan respon kemoterapi setelah mendapatkan

2 siklus kemoterapi ... 65 Gambar 4.2.10. Nilai CEA dengan respon kemoterapi setelah mendapatkan

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009)

dalam penderajatan KPKBSK ... 19 Tabel 2 Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma

Bukan Sel Kecil... 23 Tabel 3. . Anjuran pemeriksaan panel petanda ganas

pada kanker paru. ... 40 Tabel 4.1.1. Distribusi frekuensi penderita kanker paru

yang mendapatkan kemoterapi berdasarkan umur ... 46 Tabel 4.1.2. Nilai CEA dengan kelompok umur ... 47 Tabel 4.1.3 Distribusi penderita kanker paru yang dilakukan

kemoterapi berdasarkan jenis kelamin... 47 Tabel 4.1.4. Nilai CEA dengan jenis kelamin ... 47 Tabel 4.1.5. Distribusi penderita kanker paru yang mendapatkan

kemoterapi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkmann (IB) ... 48 Tabel 4.1.6. Nilai CEA dengan indeks brinkmann ... 48 Tabel 4.1.7 Distribusi penderita kanker paru yang dilakukan

kemoterapi berdasarkan jenis histologi ... 49 Tabel 4.1.8. Nilai CEA dengan jenis histologi kanker paru ... 49 Tabel 4.1.9 Distribusi frekuensi penderita kanker paru yang dilakukan

(21)

Tabel 4.1.11 Distribusi penderita kanker paru yang mendapat

kemoterapi berdasarkan rejimen kemoterapi yang diberikan... 51 Tabel 4.1.12. Nilai CEA dengan rejimen kemoterapi ... 51 Tabel 4.1.13. Kadar CEA pasien kanker paru sebelum

mendapatkan kemoterapi ... 52 Tabel 4.1.14. Nilai rerata CEA pasien kanker paru sebelum

mendapatkan kemoterapi... 52 Tabel 4.1.15. Kadar CEA penderita kanker paru selama kemoterapi ... 53 Tabel 4.1.16. Kadar CEA pasien kanker paru selama kemoterapi... 53 Tabel 4.1.17. Respon kemoterapi pada penderita kanker paru

yang mendapat kemoterapi 4 siklus ... 54 Tabel 4.1.18. Nilai CEA dengan respon kemoterapi setelah

mendapatkan 2 siklus kemoterapi ... 54 Tabel 4.1.19. Nilai CEA dengan respon kemoterapi setelah

(22)

ABSTRAK

Objektif : Untuk monitoring/pemantauan kadar Carcynoembrionic antigen (CEA) pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi yang dirawat inap di RA3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

Metode : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif tentang

pemantauan kadar CEA pada pasien dengan stadium III dan IV

kanker paru yang mendapat kemoterapi, data berasal dari data

sekunder dari pasien kanker paru yang mendapat kemoterapi dari

Januari 2008 sampai Oktober 2012 .

Hasil : Penurunan kadar serum CEA pasien kanker paru-paru setelah

kemoterapi dengan nilai rata-rata tingkat CEA sebelum

kemoterapi adalah 16,043 ng / mL ( n = 201 ) . 201 pasien

mendapatkan kemoterapi pertama dengan rata-rata CEA 16,062

ng/mL. Setelah kemoterapi kedua CEA 9,481 ng / mL ( n =117).

Pada kemoterapi ketiga dengan CEA 2.826 ng / mL ( n= 67) dan

setelah kemoterapi keempat rata-rata rata-rata dari CEA 1,707

(23)

Kesimpulan : Terdapat penurunan kadar CEA serum secara serial pada pasien

kanker paru-paru yang mendapat kemoterapi . Uji ini bisa

menjadi salah satu alat untuk menilai efektivitas kemoterapi.

(24)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kanker paru-paru adalah kanker yang mematikan dan merupakan tumor ganas terutama di dunia Barat, dan juga menjadi salah satu masalah kesehatan utama di negara-negara berkembang. Kanker yang banyak menimbulkan kematian di seluruh belahan dunia adalah kanker paru.

Kanker paru dibagi menjadi 2 jenis secara garis besar berdasarkan histologi, yakni kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK). 75-85% dari pasien kanker paru termasuk jenis kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang mana terdiri dari beberapa sub tipe dan yang paling sering dijumpai adalah karsinoma skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar. Jenis karsinoma bronkoalveolar merupakan subtipe dari adenokarsinoma juga sering ditemukan. Jenis kanker paru karsinoma sel kecil terdapat pada 15-25% penderita kanker paru.1,2

(25)

Tahun 2004 di RS Persahabatan di Indonesia dilaporkan bahwa keganasan di rongga toraks tercatat 448 kasus, 262 kasus diantaranya didiagnosis kanker paru. Ada 93.4% kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang terdiri dari 80% adenokarsinoma, 14.7% karsinoma sel skuamosa, 3.3% karsinoma sel besar dan 2% jenis lainnya dan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) sangat jarang ditemukan di Indonesia. Panderita kanker paru ketika datang berobat ke RS Persahabatan sebahagian besar telah berada pada stadium III dan IV dan hampir 90% penderita meninggal dalam 2 tahun.4

Tahun 2002 di RSU.H.Adam Malik Medan, penelitian Siagian P melaporkan dari 38 kasus keganasan yang ditemukan berdasarkan foto toraks, ada 24 kasus tumor terdapat di sentral (63.2%) dan sebanyak 14 kasus tumor terdapat di perifer (36.8%). Dari 24 kasus tumor yang terdapat disentral, sebanyak 36.8% adalah karsinoma sel skuamous dan sebanyak 21.1% adalah adenokarsinoma. Dari 14 kasus tumor yang terdapat di perifer, sebanyak 10.5% adalah karsinoma sel skuamous dan sebanyak 36,3% adalah adenokarsinoma. 5

Pada Januari 2007-2010 terdata ada 210 pasien yang didiagnosis kanker paru secara defenitif (sitologi/histopatologi) yang dirawat di RA3 RSUP HAM Medan.6

Penelitian terbaru tahun 2011 oleh Kasuma D dilaporkan bahwa dari 100 penderita kanker paru yang telah dilakukan bronkoskopi di Instalasi Diagnostik Terpadu (IDT) RSUP H.Adam Malik Medan, berdasarkan sitologi bronkus, adenokarsinoma menempati urutan pertama sebanyak 45%, yang kedua adalah karsinoma sel skuamous sebanyak 33%.7

(26)

Beberapa kanker dihubungkan dengan abnormalitas produksi enzim, protein, dan hormon yang dapat diukur di dalam plasma atau serum. Semua molekul ini dikenal sebagai penanda tumor (tumor marker).8

Petanda ganas atau tumor marker merupakan substansi yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi akibat kanker. Dewasa ini banyak diteliti dan dikembangkan pemeriksaan petanda ganas ideal yang dapat memberikan petunjuk tentang perkembangan kanker, baik di tingkat ekstraseluler, seluler maupun molekuler.8,9

Selama terapi aktif, penanda tumor dapat memberikan perkiraan yang akurat dari efektivitas pengobatan. Deteksi dini kekambuhan memungkinkan modifikasi terapi pada waktu yang mungkin mendahului klinis normal dari kekambuhan dalam beberapa minggu.10

Kombinasi kemoterapi telah menjadi standar perawatan untuk pasien dengan stadium lanjut pada kanker paru, karena telah terbukti efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan kualitas hidup. Dalam memantau efek dari kemoterapi digunakanlah penilaian CEA dan CYFRA 21-1 pada penelitian Ardizzoni dkk, yang mana dari 107 pasien kanker paru yang diberi 2 siklus kemoterapi terdapat pengurangan 20% dari nilai awal CEA dan cyfra 21-1. CEA dibandingkan dengan CYFRA 21-1, CYFRA 21-1 memiliki sensitivitas 81% dan CEA 55%.11

(27)

didapatkan pada tumor sel skuamosa. Carcinoembryonic antigen sebagai informasi nilai prognosis KPKBSK terutama adenokarsinoma paru. Pemeriksaan CEA sebagai diagnosis awal kekambuhan dan evaluasi terapi telah diketahui.12

Pada penelitian Soeroso NN, ditemukan kadar CEA serum mengalami peningkatan sekitar 63.4% pada penderita KPKBSK. Kadar CEA berdasarkan jenis sitologi/histopatologi menunjukkan perbedaan bermakna secara chi square test. Hasil CEA meningkat pada jenis adenokarsinoma sekitar 54 penderita (56.84%), sel skuamous 41 penderita (66.13%) dan sel besar sekitar 9 penderita (90%).13

Carcinoembryonic antigen dapat digunakan sebagai prognosis KPKBSK terutama untuk adenokarsinoma paru. Kegunaan CEA juga sebagai evaluasi terapi stadium lanjut dan mendeteksi kekambuhan dari adenokarsinoma.14

Ragab dkk dalam penelitiannya menunjukkan data bahwa baik CEA dan β2 meningkat pada pasien karsinoma bronkogenik bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai CEA menunjukkan elevasi yang signifikan pada pasien yang memiliki effusi pleura. CEA meningkat secara signifikan pada kanker paru stadium IV daripada pada stadium III. Serum CEA menurun secara signifikan dalam respon pengobatan.15

(28)

menunjukkan penurunan tingkat CEA dari CEA awal sebelum dilakukan terapi. Di sisi lain, pasien yang tidak respon dengan terapi menunjukkan peningkatan CEA oleh karena perkembangan tumor.16

Penelitian ini tidak dilanjutkan dengan evaluasi efek terapi yang diberikan pada pasien-pasien tersebut. Apakah peningkatan level serum CEA sejalan dengan progressifitas dari penyakit yang diderita pasien. Ataukah selama dilakukan terapi, level serum CEA mengalami penurunan dan ini dapat memberikan kesimpulan bahwa terapi yang diberikan respon pada pasien tersebut.

Vincent, dkk dalam penelitiannya tentang CEA pada 228 pasien dengan kanker paru, menemukan penurunan konsentrasi CEA dalam plasma pasien sebagai respon dari kemoterapi dan radioterapi.17

CEA tidak cukup sensitif untuk digunakan secara eksklusif dalam menyaring populasi risiko tinggi kanker paru.17 Walaupun CEA tidak menjadi salah satu yang digunakan untuk diagnosis kanker paru, namun sering digunakan untuk evaluasi pengobatan.

Pengukuran CEA pada pasien dengan kanker paru pada penelitian Dent dkk, menunjukkan peningkatan kadar CEA serum berhubungan dengan prognosis yang buruk, sehingga penilaian CEA ini dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan untuk menunjukkan prognosis pasien kanker paru.18

CEA merupakan serum tumor marker yang dapat digunakan dalam pemantauan KPKBSK. Dalam beberapa penelitian juga menguatkan tentang nilai prognostik dari

CEA.14,19 Dalam penelitian ini, CEA tinggi mengindikasikan prognosis yang buruk pada

(29)

skuamosa. Pada studi kohort peningkatan nilai CEA memprediksikan angka survival yang rendah pada karsinoma sel besar dan adenokarsinoma namun tidak dalam sel squamous.14

Di Indonesia, belum ada data penelitian tentang pemeriksaan serial atau berkala dari CEA dalam pengobatan kanker paru. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk memantau kadar CEA serial pada pasien kanker paru selama kemoterapi.

1.2. PERMASALAHAN

Berdasarkan hasil uraian dan latar belakang diatas, petanda tumor CEA dapat digunakan sebagai monitoring terapi dan belum adanya data di Indonesia tentang pemantauan nilai pemeriksaan CEA pada pasien kanker paru selama terapi terutama kemoterapi.

1.3. TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. TUJUAN UMUM

Pemantauan kadar CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi yang dirawat inap di RA3 RSUP Haji Adam Malik Medan.

1.3.2. TUJUAN KHUSUS

- Mengetahui karakteristik sosiodemografis pasien kanker paru yang mendapat kemoterapi

(30)

- Mengetahui deskripsi kadar CEA pada pasien kanker paru selama dilakukan kemoterapi.

- Mengetahui karakteristik sosiodemografi pasien kanker paru dihubungkan dengan nilai CEA pasien sebelum dan sesudah kemoterapi.

- Mengetahui distribusi penderita kanker paru yang mendapatkan kemoterapi berdasarkan derajat merokok/Indeks Brinkmann.

- Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan indeks brinkmann.

- Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan jenis histologi kanker paru.

- Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi dengan stadium kanker paru.

- Mengetahui respon kemoterapi pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi 4 siklus.

- Mengetahui nilai CEA pasien kanker paru yang mendapatkan kemoterapi 2 siklus dengan respon kemoterapi setelah mendapatkan 2 siklus kemoterapi.

1.4. MANFAAT PENELITIAN

(31)

1.4.2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan profil kadar CEA pasien kanker paru sebelum dilakukan terapi di RSUP H Adam Malik Medan.

1.4.3. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mengevaluasi pengobatan terutama evaluasi kemoterapi pada pasien kanker paru.

(32)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KANKER PARU

Tumor adalah hasil perkembangbiakan suatu sel tubuh yang tidak terkontrol, yang mana dalam keadaan normal perkembangbiakan sel hanya akan terjadi apabila dibutuhkan tubuh. Ada dua macam tumor yakni jinak dan ganas. Tumor ganas atau disebut juga kanker adalah sel tumor yang berkembangbiak secara tidak terkontrol dan menginvasi jaringan sekitar serta dapat menyebar ke bagian tubuh lain.21,22,23 Kanker paru adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus atau karsinoma bronkus (bronchogenic carcinoma).24

Titik tumbuh karsinoma paru berada di percabangan segmen atau subsegmen bronkus. Pada tempat pertumbuhan tumor tampak berupa nodul kecil kemudian tumbuh menjadi gumpalan dan meluas ke arah sentral atau sentripetal dan ke arah pleura. Paru merupakan tempat paling umum untuk metastatis kanker dari berbagai tempat. Penyebaran limfatik (karsinomatosa limfangitis) menyebabkan suatu perselubungan linier pada paru, biasanya disertai pembesaran kelenjar getah bening hilus.25

(33)

Kanker paru pada umumnya ditemui pada penderita yang berumur 55-60 tahun. Hanya sekitar 1% penderita di bawah 40 tahun. Di negara industri, usia terkena kanker paru lebih dari 40 tahun, terbanyak rentang usia 55-75 tahun dengan rata-rata usia 65 tahun. Pada 1 April-31 Juli 2002 di RSUP H Adam Malik Medan ditemukan semua kanker paru berusia lebih dari 40 tahun dan yang terbanyak dalam rentang usia 60-69 tahun dengan proporsi sebesar 44.7%.5

Pada stadium dini, kanker paru umumnya tidak menimbulkan keluhan. Ia baru memberikan keluhan apabila telah ada pendesakan atau ada invasi pada struktur sekitarnya (bronkus). Oleh karena itu, penemuan penderita kanker paru pada stadium dini sampai saat ini masih merupakan suatu masalah. Penderita datang ke dokter apabila sudah ada gejala, ini berarti penyakitnya sudah dalam stadium lanjut sehingga kemungkinan tidak dapat lagi dilakukan terapi pembedahan.

Merokok adalah penyebab nomor satu kanker paru. Hubungan antara kanker paru dan merokok telah banyak dilaporkan sebelumnya oleh para ilmuwan sejak 1960-an. Hampir 90 persen orang dengan kanker paru berkembang karena merokok. Jika seseorang merokok maka ia akan beresiko lebih tinggi untuk terjadinya kanker paru dibandingkan orang yang tidak merokok. Resiko kematian akibat kanker paru 23 kali lebih tinggi untuk pria yang merokok dan 13 kali lebih tinggi bagi perempuan yang merokok daripada orang yang tidak pernah merokok.26,27

(34)

mengandung sekitar 4000 zat kimia dan lebih dari 60 zat karsinogen, yang dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostasis alveolar normal dan sel-sel bronkial.27 Derajat berat merokok dapat ditentukan berdasarkan Indeks Brinkman (IB) yaitu perkiraan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap seharinya, dikalikan dengan lamanya merokok dalam tahun.26,27 Ringan antara 0-200, sedang 200-600 dan berat lebih dari 600. Terdapat literatur yang menyatakan bahwa indeks brinkmann lebih besar dari 400 merupakan kelompok resiko tinggi menderita kanker paru.27,28

2.1.1. KLASIFIKASI KANKER PARU

Klasifikasi kanker paru berdasarkan tujuan pengobatan dibedakan menjadi dua bagian yaitu.22-25

(35)

karboplatin dan etoposide.

Merupakan tumor paru yang paling ganas di antara semua jenis kanker paru. la juga disebut Oat cell carcinoma. Jenis tumor ini memberikan gejala-gejala klinik yang hampir sama dengan jenis tumor lainnya. Tumor ini mempunyai hubungan erat dengan intensitas beratnya seorang perokok, cepat bermetastasis jauh, dan biasanya terdapat di sentral. Hanya kira-kira 29% terdapat di perifer. Setelah diagnosis ditegakkan, biasanya penderita hidup paling lama 7 minggu. Jenis tumor ini lebih sensitif terhadap kemoterapi.

Kanker paru karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama bronkus. Kanker paru karsinoma sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan dengan semua karsinoma bronkogenik. Sekitar 70% dari semua pasien memiliki bukti-bukti penyakit yang ekstensif (metastatis ke distal) pada saat diagnosis, dan angka kelangsungan hidup 5 tahun kurang dari 5%.

Gambaran histologis kanker paru karsinoma sel kecil yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel bervariasi ada fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit.

2. Kanker Paru Karsinoma Bukan Sel Kecil (KPKBSK) atau Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC)

a. Karsinoma Epidermoid/ Karsinoma Sel skuamos

(36)

Frekuensi pada laki-laki lebih sering daripada wanita. Pada tahun-tahun terakhir ini di mana makin banyak wanita perokok berat, frekuensi squamous cell carsinoma pada wanita makin meningkat. Lokasi biasanya di sentral dekat hilus. Oleh karena itu, squamous cell carsinoma cepat menimbulkan gejala-gejala akibat penekanan pada bronkus yang menyebabkan penyempitan, dan gejala-gejala yang timbul biasanya batukbatuk, batuk darah, sesak nafas, atelektasis. Kira-kira 13% dari squamous cell carsinoma pada foto toraks menunjukkan adanya kavitas. Walaupun squamous cell carsinoma pada umumnya terdapat di sentral, kadang-kadang juga terdapat di perifer (kirakira 24%). Apabila lokasinya di apeks disebut Pancoast tumor. Biasanya jenis tumor ini lambat bermetastasis. Pasien yang masih mungkin dioperasi kuratif mempunyai five years survival rate 50%. Akan tetapi apabila sudah in operable, five years survival rate turun menjadi 0,5%. Jenis tumor ini lebih resisten terhadap radio terapi dan kemoterapi.

Perubahan karsinoma sel skuamos biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum. Karsinoma sel skuamosa seringkali disertai batuk dan hemoptisis akibat iritasi atau ulserasi, pneumonia, dan pembentukan abses akibat obstuksi dan infeksi sekunder.

b. Adenokarsinoma

(37)

carsinoma dan oat cell carsinoma relatif jarang terdapat pada wanita. 75% dari adenokarsinoma lokasinya di perifer pada parenkim paru. Oleh karena itu, gejala-gejala obstruksi saluran nafas jarang ditemukan. Tumor ini berkembang secara diam-diam tanpa menimbulkan keluhan. Biasanya tumor ditemukan secara kebetulan waktu diadakan check up. Bila tumor sudah cukup besar barulah memberi gejala-gejala batuk, batuk darah, sesak napas, dada sakit dan berat badan berkurang. Secara radiologik, biasanya nampak nodul yang soliter dan terletak di perifer dekat pleura. Sebagian dari adenokarsinoma kadang-kadang terdapat di daerah sentral dan akan memberi gejala-gejala seperti kanker paru lainnya. Adenokarsinoma mempunyai hubungan dengan jaringan sikatriks pada paru. Oleh karena itu, apabila ada, jaringan sikatriks pada paru yang tenang tapi tiba-tiba membesar, kita harus waspada kemungkinan adanya adenokarsinoma. Terapi pembedahan pada adenokarsinoma biasanya berhasil dengan baik, oleh karena bentuk soliter dan letaknya di perifer. Tetapi walaupun demikian, five years survival rate tetap rendah (sekitar10%). Adenokarsinoma termasuk jenis tumor yang cepat bermetastasis, walaupun tidak secepat oat cell carsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi tak dapat menaikkan persentase five years survival rate.

(38)

Bronchoalveolar carcinoma merupakan subtipe dari adeno-karsinoma, mengikuti/meliputi permukaan alveolar tanpa menginvasi atau merusak jaringan paru. Karsinoma sel alveolar berasal dari alveoli di dalam paru-paru. Kanker ini bisa merupakan pertumbuhan tunggal, tetapi seringkali menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru.

c. Karsinoma Sel Besar

Seperti namanya, jenis tumor ini didiagnosis apabila tanda-tanda dari jenis squamous cell carcinoma dan adenokarsinoma tidak ditemukan, dan apabila selnya lebih besar dai lekosit. Maka disebut large cell anaplastic carsinoma. Banyak penulis melaporkan jenis tumor ini mempunyai frekuensi sampai 4% dari seluruh tumor paru primer. Kira-kira 40% dari jenis tumor ini terdapat di sentral. Kalau terdapat di perifer, biasanya lesi yang nampak lebih besar dari lesi yang ditimbulkan oleh adenokarsinoma. Biasanya tumor yang lokalisasinya di perifer lebih lambat memberi gejala-gejala kiinis bila dibandingkan dengan tumor yang letaknya di sentral. Tumor ini termasuk tumor yang sangat ganas, cepat mengadakan invasi ke pembuluh-pembuluh darah dan limfe, dan sebagai akibatnya cepat bermetastasis jauh. Terapi pembedahan dengan reseksi hasilnya lebih jelek bila dibandingkan dengan squamous cell carsinoma, tetapi lebih baik bila dibandingkan dengan small cell carsinoma, dan kirakira sama dengan adenokarsinoma. Terapi radiasi dan kemoterapi terhadap jenis tumor ini tidak begitu menggembirakan.

(39)

penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh.

2.1.2. GEJALA KLINIS KANKER PARU

Beberapa gejala klinik ada hubungannya dengan jenis histologi kanker paru. Karsinoma epidermoid sering tumbuh sentral, memberikan gejala klinik yang sesuai dengan pertumbuhan endobronkial. Meliputi batuk, sesak napas akibat obstruksi, atelektasis, wheezing atau post obstuktif pneumonia. Berbeda dengan adenokarsinoma dan large cell carcinoma, yang sering terletak pada bagian perifer memberikan gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor di perifer seperti nyeri pleuritis, effuse pleura, atau nyeri dari dinding dada.23-25

Gejala klinik kanker paru beraneka ragam, secara garis besar dapat dibagi atas.23,24

1. Gejala Intrapulmonal

Gejala intrapulmonal disebabkan gejala lokal adanya tumor di paru, yaitu melalui gangguan pada pergerakan silia serta ulserasi bronkus yang memudahkan terjadinya radang berulang, disamping dapat mengakibatkan obstuksi saluran napas atau atelektasis.

Gejala dapat berupa batuk lama atau berulang lebih dari 2 minggu yang terjadi pada 70-90% kasus. Batuk darah yang terjadi sebagai akibat ulserasi terjadi pada 6-51% kasus. Nyeri dada terjadi pada 42-67% kasus, sesak nafas yang disebabkan oleh tumor atau obstruksi yang ditimbulkan tumor ataupun karena atelektasis. Keluhan sesak napas terdapat pada 58% kasus.

2. Gejala Intratorakal Ekstrapulmonal

(40)

melalui kelenjar limfe, atau akibat penyebaran langsung kanker paru ke mediastnum. Gejalanya berupa sindroma horner, paralisa diafragma, sesak napas, atelektasis, disfagia, sindrom vena kava superior, effusi pleura dan lain-lain.

3. Gejala Estratorakal Non Metastatik

Gejala estratorakal non metastatik terbagi atas manifestasi neuromuskuler ditemukan pada 4-15% kasus, manifestasi endokrin metabolik terjadi pada 5-12.1% kasus, manifestasi jaringan ikat dan tulang sering terdapat pada jenis karsinoma epidermoid, manifestasi vaskuler dan hematologik jarang ditemukan dan bila ditemukan biasanya berupa migratory thrombophlebitis, purpura dan anemia.

4. Gejala Ektratorakal Metastatik

Penyebaran kanker paru ekstratorakal dapat terjadi pada beberapa tempat baik secara hematogen maupun limfogen. Lebih dari 50% penderita kanker paru mengalami metastasis ekstra torakal, sering pada tempat yang berbeda dan sering ditemui kelainan neurologis fokal, nyeri tulang dan nyeri perut akibat metastasis pada hati atau metastasis pada kelenjar adrenal.

2.1.3. PEMERIKSAAN KANKER PARU Pemeriksaan kanker paru termasuk antara lain24:

A. Pemeriksaan Fisik

(41)

kanan disertai peningkatan tekanan vena jugularis dan tampak venektasi di dada. B. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dapat menjadi indikasi yang bermanfaat dalam menilai kemungkinan telah terjadi metastasis (misalnya fungsi hati meningkat, kemungkinan telah terjadi metastasis ke hati, peningkatan alkalin fosfatase kemungkinan menunjukkan telah terjadi metastasis ke tulang). Pemeriksaan laboratorium juga dapat menilai kelainan metabolik dan paraneoplastik. Penurunan laktat dehidrogenase dan albumin merupakan pertanda prognosa yang jelek pada kanker paru.

C. Pemeriksaan Radiologi

Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral, bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

2.1.4. STADIUM KANKER PARU

(42)

laboratorium, foto toraks, CT Toraks atau MRI (Magnetic Resonance Imaging), bronkoskopi dan biopsi merupakan pemeriksaan dalam menegakkan diagnosis kanker paru. Untuk melakukan staging kanker paru, pemeriksaan tambahan seperti CT ataupun MRI dari abdomen dan kepala, bone scan dan PET (Positron emission tomography) diperlukan. Pemeriksaan penanda tumor juga mempunyai peran penting pada diagnosis dan staging dari kanker paru.23,25

Pembagian stadium klinis kanker paru berdasarkan system TNM menurut International Union Againts Cancer (IUAC) The American Joint on Cancer Comitee (AJCC) adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan KPKBSK.29,30

Versi 6 Versi 7

TX Tumor primer sulit dinilai, atau terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik

Tx Tumor primer sulit dinilai, terdapat sel ganas pada sputum atau cairan bronchial lavage, tapi tidak tampak secara radiologis dan bronkoskopik

T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer

T0 Tidak ada bukti adanya tumor primer

Tis Karsinoma in situ Tis Karsinoma in situ

T1 Diameter tumor ukurannya ≤3cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau pleura viseral, tidak ada bukti secara bronkoskopik infiltrasi proximal ke bronkus

(43)

lobaris (belum sampai ke bronkus utama)

(belum sampai ke bronkus utama).

T1a Diameter tumor ≤ 2 cm

T1b Diameter tumor > 2cm tapi ≤ 3 cm

T2 Tumor > 3cm diikuti oleh satu dari gambaran berikut ini :

- tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

- invasi tumor ke pleura viseral

- berhubungan dengan atelektasis oleh satu dari gambaran berikut ini :

- tumor primer mengenai bronku utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina

- invasi tumor ke pleura viseral

- berhubungan dengan atelektasis atau

pneumonitis obstruktif yang meluas kedaerah hilus, tetapi belum mengenai seluruh paru.

T2a Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 5cm

T2b Diameter terbesar tumor > 3cm tetapi ≤ 7cm

T3 Tumor dengan berbagai ukuran dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini:

- dinding dada (termasuk

T3 Diameter tumor > 7cm atau tumor berbagai ukuran dengan invasi secara langsung pada salah satu struktur berikut ini:

(44)

tumor sulkus superior) - diafragma

- nervus frenikus - pleura mediastinum - perikardium parietal atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai atau tumor terdapat dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2cm sebelah distal karina, tetapi belum mengenai karina; atelektasis atau

pneumonitis obstruktif seluruh paru, atau nodul tumor satelit pada lobus yang sama. pada lobus yang sama atau tumor dengan efusi pleura ganas atau efusi perikardial

T4 Tumor berbagai ukuran yang menginvasi salah satu struktur

(45)

N X

Kelenjar getah bening regional belum dapat di evaluasi

NX Kelenjar getah bening regional belum dapat di evaluasi

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N0 Tidak ada metastasis kelenjar getah bening regional

N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk

perluasan tumor secara langsung.

N1 Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung.

N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dengan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina.

N2 Metastasis pada kelenjar getah bening mediastinum ipsilateral dangan atau tanpa metastasis pada kelenjar getah bening subkarina.

N3 Metastasis pada kelenjar getah bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB skalenus / supraklavikula ipsilateral atau kontralateral.

N3 Metastasis pada kelenjar getah bening hilus dan mediastinum kontralateral, atau KGB skalenus / supraklavikula ipsilateral atau kontralateral.

MX Metastasis tidak dapat dinilai MX Metastasis tidak dapat dinilai

M0 Tidak ditemukan metastase jauh M0 Tidak ditemukan metastase jauh

M1 Metastase jauh temasuk,

penyebaran nodul tumor ke lobus paru yang lain

M1 Metastasis jauh

M1a Penyebaran nodul tumor ke dalam lubus kontralateral, nodul pada pleura, efusi pleura ganas atau efusi perikardial

(46)

Tabel 2. Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil.22

Versi 6 Versi 7

T N M T N M

Occult Carcinoma

X 0 0 0 0 0

0 Is 0 0 Is 0 0

I IA 1 0 0 IA 1a,b 0 0

IB 2 0 0 IB 2a 0 0

II IIA 1 1 0 IIA 1a,b 1 0

2a 1 0

2b 0 0

IIB 2 1 0 IIB 2b 1 0

3 0 0 3 0 0

III IIIA 1-3 2 0 IIIA 1,2 2 0

3 1 0 3 1,2 0

4 1,0 0

IIIB 4 0-2 0 IIIB 4 2 0

Any 3 0 Any 3 0

IV Any Any 1 IV Any Any 1a,b

(47)

sel. Pertumbuhan sel secara tidak terkendali disertai diffrensiasi sel abnormal menghasilkan populasi sel dengan sifat-sifat baru. Sifat-sifat baru populasi sel yang mengalami transformasi itu diantaranya adalah kemampuan berproliferasi tanpa memerlukan rangsangan faktor pertumbuhan dari luar sel dan sifat-sifat lain.

Sifat-sifat baru tersebut diantaranya adalah sel dapat mengekspresikan antigen dengan densitas berlebihan, mengekspresikan antigen baru (neoantigen) atau fenotip yang tidak lazim untuk jenis dan stadium diffrensiasi sel bersangkutan. Mungkin pula sel-sel tersebut kehilangan molekul-molekul fungsional tertentu, menunjukkan perubahan struktur kromosom dan kandungan DNA abnormal (aneuploidi). Sel-sel memiliki kemampuan proliferasi meningkat, menjadi lebih invasif ke dalam jaringan sekitarnya bahkan mampu bermetastasis jauh, kehilangan kemampuan untuk apoptosis dan lain-lain.29

(48)

lebih mampu menggambarkan sifat biologis tumor, sehingga dapat digunakan untuk menentukan prognosis secara lebih tepat.25,30

2.1.5. PENATALAKSANAAN KANKER PARU

Penatalaksanaan kanker paru, berdasarkan jenis histologis kanker paru, stadium penyakit, tampilan umum dan keuangan. Modalitas terapi lokal adalah dengan pembedahan dan radioterapi. Terapi sistemik dengan kemoterapi secara konvensional dan target terapi. Dapat diberikan radiokemoterapi, dimana radioterapi dan kemoterapi diberikan secara bersamaan. Kemoterapi, radioterapi dan radiokemoterapi dapat diberikan sebelum dilakukan operasi (terapi neoajuvan) atau diberikan setelah pembedahan (terapi ajuvan). Jika histologi tumor gabungan diantara KPKBSK dan KPKSK maka seharusnya ditangani sebagai KPKSK.29

2.2. KEMOTERAPI KANKER PARU

Indikasi pemberian kemoterapi pada kanker paru adalah 31-34

1. Penderita kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK) tanpa atau dengan gejala.

2. Penderita kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK) yang tidak dapat dilakukan pembedahan (stadium IIIB dan IV), jika memenuhi syarat dapat dikombinasi dengan radioterapi, secara konkuren, sekuensial atau alternating kemoradioterapi.

(49)

4. Kemoterapi neoadjuvan yakni kemoterapi pada penderita kanker paru stadium IIIA dan beberapa kasus kanker paru stadium IIIB yang akan menjalani pembedahan. Dalam hal ini kemoterapi merupakan bagian terapi multimodaliti. Penderita yang akan mendapat kemoterapi terlebih dahulu harus menjalani pemeriksaan dan penilaian, sehingga terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Diagnosis histologis telah dipastikan

Pemilihan obat yang digunakan tergantung pada jenis histologis. Oleh karena itu diagnosis histologis perlu ditegakkan. Untuk kepentingan itu dianjurkan menggunakan klasifikasi histologis menurut WHO tahun 1997.

Apabila ahli patologi sulit menentukan jenis yang pasti, maka bagi kepentingan kemoterapi minimal harus dibedakan antara kanker paru jenis karsinoma sel kecil, jenis karsinoma bukan sel kecil, yaitu karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma dan karsinoma sel besar.

2. Tampilan/performance status menurut skala Karnofsky minimal 60 - 70 atau skala WHO 2

3. Pemeriksaan darah perifer untuk pemberian siklus pertama : • Leukosit > 4.000/mm3

• Trombosit > 100.000/mm3

• Hemoglobin > 10 g%. Bila perlu, transfusi darah diberikan sebelum pemberian obat.

(50)

4. Sebaiknya faal hati dalam batas normal

5. Faal ginjal dalam batas normal, terutama bila akan digunakan obat yang nefrotoksik. Untuk pemberian kemoterapi yang mengandung sisplatin, creatinine clearance harus lebih besar daripada 70 ml/menit. Apabila nilai ini lebih kecil, sedangkan kreatinin normal dan penderita tua sebaiknya digunakan karboplatin.

Dalam pemilihan obat kemoterapi ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan yakni mengetahui efikasi dan toksisiti obat yang akan digunakan. Masing-masing obat mempunyai keunggulan yang berbeda. Faktor-faktor untuk menilai efikasi obat antara lain:

• Respons objektif dan subjektif (response rate= RR) • Masa bebas penyakit (time to progressive= TTP)

• Masa tengah tahan hidup (MTTH =median survival rate) • Angka tahan hidup 1 tahun (ATH = 1-years survival).

Selain tergantung jenis histologis sel kanker, obat yang dipilih sebaiknya obat yang mempunyai efek samping paling rendah. Pengobatan dengan dosis suboptimal tidak memberikan hasil yang memuaskan sedangkan dosis yang berlebihan memberi efek toksik yang lebih berat. Karena itu harus ditentukan dosis optimal. Pada umumnya dosis obat ditentukan berdasarkan luas permukaan badan, yang dapat diperhitungkan dari tinggi dan berat badan penderita. Bila digunakan obat karboplatin, dosis perlu disesuaikan dengan kadar kreatinin atau kreatinin klirens, untuk menentukan area under the curve (AUC) tertentu.

(51)

agent atau second line drugs) dalam satu paduan obat memberikan efikasi yang lebih baik, dan bahkan beberapa obat itu mulai diuji coba untuk menjadi first line drugs.

Pengobatan kemoterapi perlu diberikan setidaktidaknya dua kali, sebelum ditentukan lebih lanjut berapa lama keseluruhan pengobatan akan berlangsung. Evaluasi dilakukan setelah 2 – 3 siklus kemoterapi. Pada umumnya kemoterapi dapat diberikan berturut-turut selama 4 – 6 siklus dengan masa tenggang antara satu siklus ke siklus berikutnya 21 – 28 hari ( 3 – 4 minggu) tergantung pada jenis obat yang digunakan.

Evaluasi hasil kemoterapi harus dilakukan untuk memutuskan apakah kemoterapi dapat atau tidak dapat diteruskan. Jika dapat diteruskan apakah paduan obat yang digunakan sama atau perlu diganti dengan paduan obat yang lain.

Evaluasi yang komprehensif meliputi aspek-aspek : 1. Evaluasi respons objektif dan subjektif

2. Evaluasi toksisiti

3. Angka tahan hidup (survival) dan masa tengah tahan hidup Evaluasi Respons Objektif

• Ukuran tumor

Ukuran tumor perlu dinilai pada foto toraks dan diambil garis tengah yang terbesar. UICC telah menetapkan kriteria respons objektif sbb:

Complete response (CR atau respons komplet), tumor menghilang sama sekali, ditentukan dengan dua observasi dengan jarak waktu sekurangkurangnya 4 minggu.

(52)

• No change (NC) atau stable disease, (SD, tidak berubah) pengurangan ukuran tumor kurang dari 50% atau penambahan ukuran tumor kurang dari 25%.

• Progressive disease (PD atau perburukan), penambahan ukuran tumor lebih dari 25% atau timbul lesi baru

Evaluasi Respons Subjektif / Semisubjektif 1. Keluhan/gejala

Dinilai apakah gejala berkurang, menetap atau bertambah 2. Tampilan (Performance Status=PS)

Setelah pemberian kemoterapi pada umumnya terjadi penurunan nilai tampilan, tetapi nilai tersebut harus kembali ke nilai sebelum pemberian obat. Bila tampilan berkurang sampai skala Karnofsky 50 atau skala WHO, maka pemberian obat yang berikutnya harus ditunda. Dianjurkan menggunakan ukuran tampilan menurut skala Karnofsky atau WHO atau ECOG

3. Berat Badan

Dinilai apakah berkurang, menetap atau bertambah Evaluasi Efek Samping

Secara umum toksisiti akibat kemoterapi dikelompokkan pada toksisiti hematologi dan non-hematologi. Masing-masing obat mempunyai efek samping yang berbeda sesuai dengan farmakokinetik dan farmakodinamik obat itu. Semua obat sitostatik mempunyai pengaruh depresi pada sumsum tulang Beberapa obat mempunyai efek samping yang berhubungan dengan dosis. Adriamisin mempunyai efek samping pada miokard berupa miokardiopati, bila telah tercapai dosis maksimal.

(53)

mempunyai efek samping hipersensitiviti serta gangguan susunan saraf pusat. Alopesia amat sering ditemukan. Gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah disertai rasa lemah dan anoreksia hampir selalu dirasakan sesudah pemberian kemoterapi. Gemsitabin termasuk obat sitostatik yang kurang menimbulkan gejala gastrointestinal dan alopesia, walaupun masih menunjukkan depresi sumsum tulang.

Angka Tahan Hidup dan Masa Tengah Tahan Hidup

Pada pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil, terutama pada stadium awal (stadium I sampai IIIA), pembedahan merupakan terapi utama. Terapi tambahan radioterapi atau kemoterapi adjuvant setelah dilakukan reseksi dari tumor hanya memiliki sedikit manfaat. Namun, dari data yang diperoleh ada peningkatan dari survival rate pada pasien-pasien kanker paru yang diberi kemoterapi adjuvant. Five year survival rates tergantung dari stadium tumor, five year survival dilaporkan pada pasien kanker paru stadium I sebanyak 60-70%, 40-50% kanker paru stadium II dan 15-30% pada kanker paru stadium IIIA. Sekarang ini beberapa pasien kanker paru karsinoma bukan sel kecil yang tidak dapat dilakukan pembedahan, stadium lanjut (IIIB dan IV) diberikan terapi pengobatan. Median survival untuk pasien kanker paru stadium Ivyang stabil adalah 8 sampai 10 tahun. Walaupun respon dari radioterapi dan kemoterapi rendah, beberapa studi telah menunjukkan adanya peningkatan angka tahan hidup, perjalanan penyakit yang tidak progressif dan kualitas dari hidup penderita kanker paru.3

(54)

dengan membuat kurva ketahanan hidup penderita yang diobati. Apabila secara periodik digambarkan jumlah penderita yang hidup setelah pengobatan, maka akan didapatkan kurva yang menggambarkan perjalanan penyakit penderita setelah kurun waktu tertentu sampai seluruh atau sebagian besar penderita meninggal. Kurva atau grafik yang curam menunjukkan hasil pengobatan yang kurang baik. Sedangkan hasil pengobatan yang baik tergambar dari grafik yang bentuknya landai atau tidak terlalu curam. Pada grafik yang lebih landai, masa tengah tahan hidup biasanya lebih panjang dan angka ketahanan hidup dapat diikuti sampai masa yang lebih lama, masanya 1, 2 atau 5 tahun.

2.3. PETANDA TUMOR

Setiap jenis sel memiliki tanda molekul yang unik, ini dikenal sebagai petanda tumor, yang mana menggambarkan karakteristik seperti tingkat atau jumlah maupun aktifitas dari gen (kemampuan gen atau protein untuk menjalankan fungsi mereka), protein atau molekul lainnya.35

Petanda tumor dapat memfasilitasi tentang penjelasan penyakit secara molekuler, memberikan prognosis informasi tentang perjalanan penyakit dan memprediksi respon terhadap terapi.32 Lebih dari 11 juta orang didiagnosis dengan kanker setiap tahun. Diperkirakan akan ada 16 juta kasus baru setiap tahun oleh 2020.36

(55)

apoptosis), ditambah dengan disregulasi peristiwa proliferasi sel (Gambar 1.).35 Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa kanker ini juga didorong oleh perubahan epigenetik seperti metilasi DNA dan pola histon bermodifikasi, yang menyebabkan perubahan dalam status kondensasi kromatin yang mengatur ekspresi gen spesifik tertentu.37

Gambar 1. Proses karsinogenesis, menunjukkan keuntungan dari mengidentifikasi biomarker.35

Sel-sel kanker menampilkan spektrum yang luas dari perubahan genetik yang mencakup penyusunan ulang gen, mutasi titik, dan amplifikasi gen, menyebabkan gangguan pada jalur molekuler yang mengatur pertumbuhan sel, kelangsungan hidup, dan metastasis. Saat perubahan tersebut terwujud dalam mayoritas pasien dengan jenis

(56)

tumor tertentu, ini dapat digunakan sebagai petanda tumor untuk deteksi dan target terapi yang sedang berkembang, selain memprediksi respon terhadap berbagai terapi yang diberikan.35,37

Petanda tumor adalah zat yang biasanya peptida, disekresikan oleh sel-sel tumor. Zat-zat tersebut biasanya tidak ada dalam serum (atau dijumpai dalam konsentrasi yang sangat rendah), karena mereka tidak disekresikan (atau disekresikan dalam jumlah yang sangat kecil) oleh sel-sel normal.10

Tumor marker diklasifikasikan dalam dua kelompok: cancer specific markers dan tissue specific markers. Contoh cancer specific markers adalah CEA atau antigen Carcinoembryonic. Petanda tumor adalah suatu substansi molekul biokimia yang dihasilkan oleh sel tumor itu sendiri atau sel tubuh sebagai respons terhadap sel tumor berupa protein, hormon dan antigen. Substansi biokimia tersebut akan meningkat kadarnya dan masuk ke dalam darah sejalan dengan makin berkembangnya sel-sel tumor dan kerusakan jaringan yang terjadi akibat invasi tumor. Petanda tumor tidak hanya bisa dideteksi dalam darah tetapi juga dalam urin atau jaringan tertentu bergantung jenis sel tumornya. Pengukuran kadar petanda tumor saja tidak dapat digunakan langsung untuk memastikan diagnosis, harus digunakan parameter lain yang menunjang karena banyak petanda tumor ditemukan meningkat kadarnya pada jenis tumor jinak dan tidak ada petanda tumor yang benar-benar spesifik untuk satu jenis kanker tertentu.38

(57)

Pemeriksaan petanda tumor yang paling sederhana adalah pemeriksaan atau pengukuran konsentrasi serum marker. Kadarnya dalam darah atau cairan tubuh lain berkorelasi dengan pertumbuhan tumor dapat diukur secara kuantitatif. Fragment yang dapat menjadi marker untuk kanker paru adalah Carcinoembryonic antigen (CEA), neuron Specific Enolase (NSE), cytokeratin-19 fragments (CYFRA 21-1) dan squamous Cell Carcinoma Antigen (SCCA).39

Petanda tumor dapat digunakan dengan tujuan untuk alat skrining populasi yang sehat dan populasi dengan resiko tinggi, dapat menentukan diagnosis kanker ataupun jenis kanker yang spesifik, dapat juga menentukan prognosis pasien dan evaluasi terapi.38

2.4. PETANDA TUMOR CARCINOEMBRYONIC ANTIGEN (CEA)

Proteome kanker mungkin berisi informasi tentang setiap proses biologis yang berlangsung dalam sel kanker, mikro jaringan kanker, dan interaksi kanker, sel dan lingkungan. Sel-sel kanker melepaskan banyak protein dan makromolekul lainnya ke dalam cairan ekstra seluler melalui sekresi-yang juga bisa berfungsi sebagai petanda tumor. Beberapa dari produk ini dapat berakhir dalam aliran darah dan karenanya berfungsi sebagai petanda tumor serum yang potensial, salah satunya adalah carcinoembryonic antigen.35

(58)

dewasa. Konsentrasi yang tinggi dari CEA dalam darah dan cairan tubuh lainnya adalah karena kombinasi dari faktor peningkatan jumlah sel penghasil CEA, peningkatan tingkat sintetis dalam sel-sel ganas, dan penurunan kemampuan untuk menggunakan jalur normal ekskresi dari tubuh. Pembersihan CEA dicapai terutama dalam hati. Dan konsentrasi tertinggi ditemukan pada pasien dengan metastasis hati dari karsinoma usus besar.10

Carcinoembryonic antigen (CEA) pertama kali ditemukan pada tahun 1965 oleh Phil Gold dan Samuel O. Freedman dari ekstrak kanker adenokarsinoma kolon manusia.10

Hubungan penanda biologis dengan kanker telah diakui selama beberapa dekade. Interes dari petanda tersebut muncul pada pertengahan 1960-an, dengan penemuan dari alpha-fetoprotein dan carcinoembryonic antigen yang mana merupakan protein onkofetal, CEA merupakan suatu komponen glikoprotein kompleks dengan berat molekul 200.000 yang berhubungan dengan plasma membran permukaan sel dari glikokaliks epitel entodermal, dimana dalam hal ini dapat dilepaskan ke dalam darah.10,35

Carcinoembryonic antigen (CEA) merupakan antigen karsinofetal yang berbentuk glikoprotein diproduksi selama embrional dan perkembangan fetus. Selain dihasilkan oleh sel tumor dan sel embrio, senyawa antigen onkofetal seperti CEA ini juga dihasilkan oleh sel normal yang tidak mengalami diffrensiasi dalam jumlah sangat kecil. Sehingga kadar CEA akan meningkat secara bermakna pada penderita kanker.35

(59)

tidak pernah meningkat lagi secara berarti.7 Para ahli sependapat bahwa kadar CEA normal adalah kurang dari 5 ng/ml.10,35

Penetapan kadar CEA pada kanker paru sering tumpang tindih dengan penyakit bukan kanker serta kanker jenis lain, menyebabkan penetapan kadar CEA mempunyai sensitifiti dan spesifisiti yang baik dalam menyaring keganasan pada populasi tanpa gejala karena banyak memberikan hasil positif dan negatif palsu, oleh karena itu penetapan CEA tidak dapat dipakai sebagai pemeriksaan penyaring kanker paru. Meskipun demikian CEA dapat memberi manfaat dalam menegakkan diagnosis bila dikombinasi dengan pemeriksaan diagnostik lainnya. Jika hasil CEA positif, gambaran ini seharusnya meiningkatkan perhatian klinisi bahwa kanker tersebut ada dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosisnya. Sebaliknya bila negatif, klinis menjadi kurang mempercayainya bahwa kanker tersebut ada.10,32 Penetapan kadar CEA pada saat menunjang diagnosis, dapat dipakai sebagai petunjuk menentukan prognosis kanker, makin tinggi kadar CEA makin jelek prognosisnya. Kadar CEA juga mempunyai korelasi dengan stadium kanker, makin lanjut stadiumnya makin tinggi kadar CEA pada saat diagnosis.35

(60)

ditemukan pada adenokarsinoma dan nilai terendah didapatkan pada tumor sel skuamosa. Carcinoembryonic antigen sebagai informasi nilai prognosis KPKBSK terutama adenokarsinoma paru. Pemeriksaan CEA sebagai diagnosis awal kekambuhan dan evaluasi terapi telah diketahui.10,35

Konsentrasi CEA sering tinggi dijumpai pada adenokarsinoma dan kanker paru sel besar tetapi peningkatan konsentrasi CEA juga ditemukan pada berbagai tumor jinak maupun ganas dan sedikit peningkatan CEA didapatkan pada perokok. Carcinoembryonik antigen berperan dalam mendiagnosis banding KPKBSK jika dikombinasikan dengan CYFRA 21-1. Carcinoembryonic antigen dapat digunakan sebagai prognosis KPKBSK terutama untuk adenokarsinoma paru. Kegunaan CEA juga sebagai evaluasi terapi stadium lanjut dan mendeteksi kekambuhan dari adenokarsinoma.31-35

Pengukuran berkala kadar CEA bermanfaat dalam memantau respons pengobatan dan sebagai prediksi terjadinya kekambuhan. Peningkatan kadar CEA terus menerus secara tajam pada suatu terapi menunjukkan respons terapi yang tidak baik atau resisten atau mengalami relaps. Sebaliknya penurunan kadar serum menunjukkan respons yang baik. CEA merupakan petanda ganas yang lebih sensitif untuk KPBKSK jenis adenokarsinoma dan sensitivitinya lebih meningkat bila dikombinasi dengan Cyfra 21-1.31

(61)

Dalam memonitor efek kemoterapi dengan penanda tumor, penurunan yang substansial sering dikorelasikan dengan respon pada terapi yang mana peningkatan maupun penurunan dari kadar penanda tumor tersebut dihubungkan dengan progressifitas dari penyakit.

2.5. PERAN PETANDA TUMOR CEA PADA KANKER PARU

Adanya hubungan antara tingkat CEA dan respon pengobatan telah dibuktikan baik pada KPKSK maupun KPKBSK. Umumnya, tingkat CEA bervariasi sesuai dengan perubahan jelas dalam status penyakit. CEA telah dipelajari sebagai prediksi dari angka tahan hidup KPKSK dan KPKBSK. Kebanyakan penelitian menggunakan univariat metode, menunjukkan hubungan yang signifikan antara CEA dan prognosis.17,40,41

Tidak ada laporan menunjukkan kegunaan penanda tunggal atau kombinasi dari penanda tumor untuk diagnosis dini kanker paru-paru pada populasi asimptomatik atau spesifik kelompok berisiko tinggi seperti perokok. Pemeriksaan CEA lebih bermanfaat dalam mengevaluasi terapi dibandingkan digunakan sebagai diagnostik. Carcinoembryonic antigen juga merupakan salah satu penanda tumor terbaik yang dapat mendeteksi kanker yang recurrent terutama pada kanker paru jenis adenokarsinoma.42

Konsentrasi CEA sangat tinggi dalam adenocarcinoma dan large cell, tetapi konsentrasi tinggi juga ditemukan dalam patologi jinak berbagai keganasan lainnya menghalangi penggunaannya dalam skrining dan membatasi penggunaan diagnostik. Namun, CEA dapat membantu dalam diagnosis diferensial kanker paru karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), sebaiknya dikombinasi dengan CYFRA 21-1.43,44

(62)

terapi pada stadium lanjut dan mendeteksi penyakit berulang non small cell adenocarcinoma.45

Dalam memonitor efek kemoterapi dengan penanda tumor, penurunan yang substansial sering dikorelasikan dengan respon pada terapi yang mana peningkatan maupun penurunan dari kadar penanda tumor tersebut dihubungkan dengan progressifitas dari penyakit sendiri maupun kombinasi untuk mendiagnosis dini kanker paru pada populasi yang asimtomatik atau pada kelompok risiko tinggi (perokok). Petanda tumor berperan untuk mendiagnosis banding dan menentukan jenis histologi terutama tumor paru yang tidak diketahui asalnya. Peningkatan konsentrasi CEA menunjukkan adanya keganasan. Peningkatan CEA terdapat pada adenokarsinoma. Carcinoembryonic antigen (CEA) > 10μg/L dan CA 125 > 100 U/Ml kemungkinan adenokarsinoma atau karsinoma sel besar. Kombinasi CYFRA 21-1 dan CEA dapat digunakan untuk mendiagnosis KPBSK.46

Petanda tumor untuk prognosis yang paling baik adalah CYFRA 21-1. Namun bagaimanapun peningkatan nilai CEA dapat menunjukkan terdapatnya keganasan.

Petanda tumor CEA merupakan indikator sensitif untuk menilai kekambuhan. Petanda tumor yang lain seperti NSE dan proGRP juga dapat mnilai kekambuhan pada KPKSK. Angka sensitiviti dari masing-masing tumor marker tersebut adalah : ProGRP 67%, CEA 38% dan NSE 20%. CEA juga dilaporkan mempunyai peran mendeteksi kekambuhan untuk adenokarsinoma.46,47

(63)

CEA terjadi lebih lambat dari petanda tumor lain (waktu paruhnya 1-4 hari). Bila dapat disingkirkan terjadi gangguan ginjal dan hati yang dapat memperpanjang waktu paruh petanda tumor maka bersihan petanda tumor menjadi lebih lambat atau peningkatan nilai petanda tumor mengindikasikan terdapatnya sisa sel tumor dan memprediksikan kekambuhan dini.43

Penelitian Moghadam menganjurkan pemeriksaan dan panel petanda ganas untuk kanker paru pada keadaan sebelum pengobatan dan untuk memantau respons (evaluasi) pengobatan. Panel tersebut dapat dilihat pada tabel 3.48

Pengukuran berkala kadar CEA bermanfaat dalam memantau respons pengobatan dan sebagai prediksi terjadinya kekambuhan. Peningkatan kadar CEA terus menerus secara tajam pada suatu terapi menunjukkan respons terapi yang tidak baik atau resisten atau mengalami relaps. Sebaliknya penurunan kadar serum menunjukkan respons yang baik. CEA merupakan petanda ganas yang lebih sensitif untuk KPBKSK jenis adenokarsinoma dan sensitivitinya lebih meningkat bila dikombinasi dengan Cyfra 21-1.48

Tabel 3. Anjuran pemeriksaan panel petanda ganas pada kanker paru.48

Jenis histologi Sebelum terapi Evaluasi (follow up) Tidak diketahui CYFRA 21-1, NSE, CEA Pascabedah : ikuti hasil

histologi

Tanpa bedah : ikuti hasil petanda ganas

Adenokarsinoma CYFRA 21-1 dan CEA CYFRA 21-1 dan atau CEA

Sel Skuamosa CYFRA 21-1 CYFRA 21-1

KPKSK NSE dan CYFRA 21-1 NSE dan CYFRA 21-1

(64)

2.6. KERANGKA KONSEP PENELITIAN

• Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)

• Radon dan asbes

• Lingkungan industri tertentu

• Zat kimia, seperti arsenik

• Beberapa zat kimia organik

• Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan

• Polusi udara Kanker Paru

Klassifikasi Kanker Paru

1. KPKBSK (Kanker Paru jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil) -adenokarsinoma

-karsinoma sel skuamous -karsinoma sel besar

(65)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan studi deskriptif tentang pemantauan kadar carcinoembryonic antigen (CEA) pada penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi yang mana data diambil dari data sekunder (rekam medis).

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian dilakukan di fasilitas kesehatan rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Data diperoleh dari rekam medik pasien penderita kanker paru yang mendapat kemoterapi mulai dari Januari 2008-Oktober 2012.

3.3. SUBJEK PENELITIAN 3.3.1. POPULASI

Semua penderita yang sudah didiagnosis kanker paru yang dilakukan kemoterapi yang dirawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.2. SAMPEL

Sampel adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.3. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI a. KRITERIA INKLUSI

(66)

Data rekam medik pasien kanker paru

Kemoterapi

Penilaian kadar CEA serum Sitologi/histopatologi kanker paru

Stadium kanker paru

2. Penderita yang menjalani kemoterapi dan memiliki data pemeriksaan kadar CEA pada saat kemoterapi.

3. Penderita dengan kanker paru stadium III dan IV yang dilakukan kemoterapi

b. KRITERIA EKSKLUSI

1. Pasien dengan tumor mediastinum 2. Pasien dengan tumor paru metastasis

3. Pasien kanker paru yang tidak dilakukan kemoterapi

3.4. KERANGKA OPERASIONAL PENELITIAN

3.5. DEFINISI OPERASIONAL

(67)

a. KPKBSK (kanker paru karsinoma bukan sel kecil) yaitu ketika hasil pemeriksaan menunjukkan jenis kanker paru adenokarsinoma, karsinoma bronkoalveolar, skuamous sel karsinoma atau karsinoma sel besar.

b. KPKSK (Kanker paru karsinoma sel kecil yaitu ketika hasil pemeriksaan menunjukkan jenis kanker paru karsinoma sel kecil (small cell lung cancer)

2. Carcinoembryonic antigen (CEA) Serum adalah nilai yang didapat dari pemeriksaan serum yang tertera pada rekam medik.

3. Kemoterapi adalah pengobatan kanker paru secara sistemik dengan obat-obat sitostatik Paklitaksel, Karboplatin dan Gemsitabin

3.6. PENGOLAHAN DATA

Pengolahan data hasil penelitian ini diformasikan menggunakan perangkat komputer dengan langkah - langkah berikut :

a. Editing : untuk melengkapi kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian antara kriteria yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian.

b. Coding : untuk mengkuatifikasi data kualitatif atau membedakan aneka karakter. Pemberian kode ini sangat diperlukan terutama dalam rangka pengolahan data, baik secara manual maupun dengan menggunakan komputer.

(68)

3.7.ANALISA DATA

Data yang dikumpulkan akan dianalisa secara deskriptif untuk melihat distribusi frekuensi dari variabel yang diteliti. Apabila data memungkinkan statistik analitik akan dilakukan untuk melihat kemungkinan adanya hubungan antara variabel jenis dan stadium kanker paru dengan kadar CEA.

3.8.JADWAL PENELITIAN

NO KEGIATAN I II III IV

1 Persiapan

2 Pengumpulan Data

3 Pengolahan Data

4 Penyusunan Laporan

5 Seminar Hasil

3.9.BIAYA PENELITIAN

a. Pengumpulan kepustakaan Rp 1.000.000,-

b. Pembuatan proposal Rp 800.000,-

c. Seminar proposal Rp 2.500.000,-

d. Pembuatan laporan penelitian Rp 500.000,-

e. Tim pendukung penelitian Rp 500.000,-

f. Seminar hasil penelitian Rp 2.500.000,-

Gambar

Tabel 1. Sistim TMN versi 6 (2002) dengan versi 7 (2009) dalam penderajatan
Tabel 2. Penderajatan Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil.22
Gambar 1. Proses karsinogenesis, menunjukkan keuntungan dari mengidentifikasi
Tabel 3. Anjuran pemeriksaan panel petanda ganas pada kanker paru.48
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghilangkan benturan tersebut maka digunakan algoritma fuzzy evolusi dengan menggunakan jumlah populasi 100 dan jumlah generasi 200, sehingga diperoleh jadwal

Caring memfalitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya, juga sebagai bentuk dasar dari praktek

Pendekatan kuantitatif merupakan pendekatan penelitian yang menekankan pada penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut,

Seperti yang telah kita ketahui, fungsi dari router adalah menghubungkan sebuah network yang berbeda atau ip class yang berbeda atau subnet atau gang

1) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah proksi variabel independen lain yang memiliki pengaruh terhadap return saham yang tidak dapat dijelaskan dalam model

Pada saat ini ikatan emosional menjadi berkurang dan remaja sangat membutuhkan kebebasan emosional dari orang tua.Sifat remaja yang ingin memperoleh

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Yayasan Sejati di 4 propinsi (Kalimantan Timur, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara Timur) menunjukkan bahwa walaupun sistem-sistem lokal ini

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang saku, usia, nilai rata-rata UN SMA, banyak organisasi, lama mahasiswa dalam menggunakan internet, lama waktu