• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Pendekatan ECM)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Pendekatan ECM)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

(PENDEKATAN ECM )

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Fadli Hamonangan

060501087

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi

Medan

(2)

ii

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the factors which influences the economic growth in Indonesia. The variables employed in this research are export, Government expenditure, and inflation. Data used for this research is time series data from 1970 to 2007. The data is processed with program e-views 5.1 by using econometric model that is Error Correction Model (ECM).

The estimation showed R-square is 92%, it means that the independent variables are able to explain the dependent variable as much as 92%, while the rest 8% are explained by variables are not included in estimation model. Export and Government expenditure have positively influence on economic growth. inflation has negatively influence on economic growth. All the independent variables are significant in statistic estimation and according to hypothesis.

(3)

iii

ABSTRAK

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekspor, pengeluaran Pemerintah, dan inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yaitu dari tahun 1970 sampai 2007. Data diolah dengan menggunakan program e-views 5.1 dengan menggunakan model Error Correction Model (ECM).

Hasil estimasi menunjukkan nilai R-square yaitu 92%, yang berarti bahwa variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 92%, sisanya 8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi. Ekspor dan pengeluaran Pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Semua variabel bebas signifikan secara statistik dan sesuai hipotesis.

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan karunia

dan pertolongan-Nya, yang selalu menyertai penulis dalam melakukan segala

aktivitas penulis hingga sampai pada penyelesaian skripsi ini yang merupakan

salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas

Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Pendekatan ECM)”.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat, materil, maupun sumbangan

pemikiran. Oleh sebab itu pula pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih penulis yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan yang mendukung penyelesaian skripsi ini terutama kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, Selaku Ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD, sebagai sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan FE USU.

4. Bapak Paidi Hidayat, Msi, selaku Dosen pembimbing penulis yang telah

memberikan bantuan bimbingan, saran, masukan, kritikan dan petunjuk

(5)

v

5. Kasyful Mahalli, Msi, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak

memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun pada penulis.

6. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD, selaku Dosen Penguji II yang

telah banyak memberikan petunjuk, saran dan kritik yang membangun

pada penulis.

7. Ibu T Diana Bakti, Msi, selaku Dosen wali yang telah banyak membantu

penulis selama perkuliahan.

8. Serta seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi

USU yang selama ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan

baik.

9. Kedua Orangtua tercinta penulis Ayahanda Alimura Panggabean dan

Ibunda Rosmaini Sitompul, Dengan penghargaan dan kasih sayang yang

sedalam-dalamnya, terimakasih buat dukungan yang telah diberikan

kepada penulis baik dukungan materil maupun semangat dan doa yang tak

ternilai harganya.

10.Kakak/abang/Adik serta keponakan penulis : farida ningsih, reskianna, ali

guntur, heriandi, yarit, widia, dan denil yang telah banyak memberi

dukungan dan semangat bagi penulis.

11.Keluarga saya yang di marelan, Bapak (alm.), Ibu, abang tercinta rinaldi

rizal affandi, terima kasih atas kasih sayang yang sedalam-dalamnya,

terimakasih buat dukungan yang telah diberikan kepada penulis baik

dukungan materil maupun semangat dan doa yang tak ternilai harganya.

12.Buat Saudara-saudara penulis terima kasih buat motivasi dan dukungannya

(6)

vi

12 Buat senoir saya EP’04 (Bang Andry Lambok) terimakasih buat

bantuannya, doa dan semangat yang diberikan kepada penulis.

13.Buat sahabat penulis tersayang fitri sumayanti yang selalu memberikan

semangat dan doa selama penulisan skripsi ini, terimakasih yang

sebesar-besarnya.

14.Buat teman-teman terdekat penulis, M. hamdani, puad, ahmadi, fazli,

radifan, adit, lily, devi, vera, rini yang telah banyak membantu di dalam

pembuatan skripsi ini. Terimakasih untuk kehadiran kalian sebagai

teman-teman terbaik disetiap harinya yang begitu berkesan bagi penulis.

15.Buat teman-teman di Departemen Ekonomi pembangunan, khususnya

angkatan ’06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan warna dan kebersamaan pada setiap hari yang kita lewati

bersama.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih memiliki

kekurangan ataupun kelemahan dan keterbatasan dalam penyusunanya oleh sebab

itu penulis menerima segala masukan yang konstruktif dari para pembaca guna

penyempurnaan isi maupun teknik penulisan yang benar. Akhir kata, semoga

penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca, terimakasih.

Hormat Saya

Penulis,

(7)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hubungan Ekspor dengan Pertumbuhan Ekonomi ……… 8

(8)

viii

2.3 Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi ………. 16

2.4Penelitian Sebelumnya ……….... 18

2.5Kerangka Konseptual Penelitian ... 20

BAB III: METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 22

3.2 Jenis dan Sumber Data ... 22

3.3 Pengolahan Data ... 23

3.4 Metode Analisis ... 23

3.4.1 Uji Akar Unit (Unit Root-Test) ... 23

3.4.2 Uji Derajat Integrasi ………. 24

3.4.3 Error Correction Model (ECM) ……… 25

3.5 Test of Goodness of Fit (uji Kesesuaian) ………. 27

3.5.1 Koefisien Determinasi (R-squre) ……….. 27

3.6 Uji penyimpangan Asumsi Klasik ... 27

3.6.1 Multikolinearity ... 27

3.6.2 Autocorrelation (LM-Test) ... 28

3.7 Defenisi Variabel Operasional ………. 29

BAB IV: HASIL PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia ... 30

(9)

ix

4.3 Perkembangan ekspor di Indonesia ... 34

4.4 Perkembangan pengeluaran pemerintah di Indonesia... 37

4.5 Perkembangan Inflasi di Indonesia ... 41

4.6 Analisis Data ……… 44

4.6.1 Hasil Uji Akar-akar Unit dan Derajat Integrasi ………... 44

4.6.3 Analisis Model ECM ...47

4.6.3.1 Hasil Estimasi Model ……... ………....47

4.6.4 Test of Goodness of Fit (uji Kesesuaian) ………....49

4.6.4.1 Analisis Koefisien Determinasi (R-Square) ...49

4.6.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik …... 49

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...52

5.2 Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

x

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

4.1 : Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi indonesia 33

4.2 : Perkembangan Ekspor di Indonesia 36

4.3 : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia 38

4.4 : Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesia 42

4.5 : Hasil Estimasi ADF Dan Derajat Integrasi Untuk Uji Akar Unit 45 4.6 : Hasil Uji Derajat Integrasi dari Phillips-Perron 46

4.7 : Hasil Error Correction Model (ECM) 47

4.8 : Hasil Multikolienaritas 50

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 : Kerangka Konseptual 20

2.2 : Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 32

2.3 : Perkembangan Ekspor di Indonesia 35

2.4 : Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia 40

(12)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

1 : Hasil regres AdF Dan Derajat Integrasi

Untuk Uji Akar Unit Pada Pertumbuhan Ekonomi (Y)

2 : Hasil regres AdF Dan Derajat Integrasi

Untuk Uji Akar Unit Pada Ekspor (X1)

3 : Hasil regres AdF Dan Derajat Integrasi

Untuk Uji Akar Unit Pada Pengeluaran Pemerintah (X2)

4 : Hasil regres AdF Dan Derajat Integrasi

Untuk Uji Akar Unit Pada Inflasi (X3)

5 : Hasil Regres Error Correction Model (ECM)

6 : Hasil Regres Multikolienaritas

(13)

ii

ABSTRACT

The aim of this research is to analyze the factors which influences the economic growth in Indonesia. The variables employed in this research are export, Government expenditure, and inflation. Data used for this research is time series data from 1970 to 2007. The data is processed with program e-views 5.1 by using econometric model that is Error Correction Model (ECM).

The estimation showed R-square is 92%, it means that the independent variables are able to explain the dependent variable as much as 92%, while the rest 8% are explained by variables are not included in estimation model. Export and Government expenditure have positively influence on economic growth. inflation has negatively influence on economic growth. All the independent variables are significant in statistic estimation and according to hypothesis.

(14)

iii

ABSTRAK

Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekspor, pengeluaran Pemerintah, dan inflasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series yaitu dari tahun 1970 sampai 2007. Data diolah dengan menggunakan program e-views 5.1 dengan menggunakan model Error Correction Model (ECM).

Hasil estimasi menunjukkan nilai R-square yaitu 92%, yang berarti bahwa variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 92%, sisanya 8% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak disertakan dalam model estimasi. Ekspor dan pengeluaran Pemerintah mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sedangkan inflasi mempunyai pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Semua variabel bebas signifikan secara statistik dan sesuai hipotesis.

(15)

xiii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perekonomian dunia saat ini dihadapkan pada suatu perubahan drastis

yang tak terbayangkan sebelumnya. Krisis kredit macet perumahan beresiko

tinggi (suprime mortgage) di AS secara tiba-tiba berkembang menjadi krisis

keuangan global, dan kemudian Dalam hitungan bulan telah berubah menjadi

krisis ekonomi yang melanda seluruh dunia. Kuatnya intensitas krisis membuat

Negara Negara kawasan Asia, yang semula dianggap relative steril dari dampak

krisis, akhirnya sulit bertahan dan turut pula terkenan imbas krisis.

Sejalan dengan semakin dalamnya krisis global, kegiatan investasi juga

mulai menurun. Perlambatan investasi juga dialami beberapa industry seperti

industry logam dasar bukan besi, industry bambu, kayu dan rotan, industry

minyak dan lemak, industry mesin, tekstil dan Industri pengilangan minyak, serta

industry barang dari karet. Mengingat industryi–industri tersebut bersifat leading

dalam investasi (memiliki multiplier investasi yang tinggi), maka perlambatan

investasi yang dialami oleh sektor-sektor tersebut berpengaruh besar terhadap

kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Peran investasi terhadap PDB telah mengalami perubahan structural

setelah periode krisis moneter yang tercermin dari penurunan pangsa investasi

terhadap PDB secara drastis. Namun demikian sejak enam tahun terakhir peran

investasi mulai menunjukkan peningkatan yang tercermin dari perbaikan

(16)

xiv

Bahkan hingga kuartal III-2008, kinerja investasi telah menunjukkan

pertumbuhan mencapai lebih dari 12%. Namun demikian, memburuknya prospek

perekonomian dunia yang mulai terlihat di triwulan IV-2008 mendorong

pengusaha untuk menunda pengeluaran investasi dan melakukan efisiensi yang

pada akhirnya berdampak pada melambatnya pertumbuhan investasi dikuartal

tersebut sebesar 9,1%.

Bukan hanya kegiatan investasi tetapi juga kinerja ekspor mengalami

penurunan. Penurunan kinerja ekspor tidak terlepas dari struktur ekspor Indonesia

yang hingga saat ini mayoritas masih ditujukan untuk memenuhi permintaan

Negara maju terutama AS dan Jepang. Selain kedua Negara tersebut, ekspor

Indonesia ke China dan singapura juga menempati pangsa yang cukup besar.

Kondisi ini menyebabkan rentannya kinerja ekspor Indonesia terhadap

perkembangan ekonomi AS, Jepang dan juga china yang juga merupakan mitra

dagang AS. Selain factor tersebut, tingginya kontribusi sector primer dalam

struktur ekspor Indonesia yang tercatat hampir mencapai 50% dari total ekspor

turut mendorong pelemahan kinerja ekspor Indonesia.

Rentannya kinerja ekspor terhadap krisis global juga tidak terlepas dari

karakteristik ekspor Indonesia selama ini. Kurang teridentivikasinya Negara

tujuan ekspor, menyebabkan kinerja ekspor Indonesia langsung mendapat pukulan

berat. Selain itu komoditas ekspor Indonesia juga cenderung kurang

teridentivikasi dimana komoditas utama ekspor sebagian besar masih berbasis

sumber daya alam yang ternyata justru sangat rentan terhadap gejolak harga.

Melemahnya kinerja ini selanjutnya memberikan tekanan pada sector-sector

(17)

xv

Selain investasi dan ekspor, pengeluaran pemerintah juga memiliki

pengaruh yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal melalui

pengeluaran pemerintah dalam APBN diharapkan dapat menstimulus produk

domestik bruto. Pengeluaran pemerintah dapat menstimulus perekonomian

melalui peningkatan konsumsi dan investasi. Konsumsi dan investasi merupakan

komponen Produk Domestik Bruto (PDB). Pengeluaran rutin pemerintah

digunakan untuk pengeluaran yang tidak produktif dan mengarah kepada

konsumsi sedangkan pengeluaran pembangunan lebih bersifat investasi. Hal ini

menuntut produktivitas masing-masing komponen pengeluaran pemerintah untuk

dapat memberikan kontribusi kepada PDB untuk periode berikutnya secara

berkesinambungan. Tentunya pengeluaran komponen-komponen tersebut harus

dialokasikan kepada pengeluaran-pengeluaran yang bersifat produktif dan

investasi. Dapat juga dikatakan, anggaran belanja rutin memegang peranan yang

penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya

peningkatan efisiensi dan produktivitas yang pada gilirannya akan menunjang

tercapainya sasaran dan tujuan pembangunan. Sedangkan pengeluaran

pembangunan ditujukan untuk membiayai program pembangunan yang

anggarannya selalu disesuaikan dengan besarnya dana yang berhasil dimobilisasi.

Apabila dalam kondisi alokasi anggaran tidak memberikan arah perubahan

besar bagi terciptanya suatu suasana keadilan sebagai stimulasi pertumbuhan

ekonomi dan justru menunjukan ketidakseriusan pemerintah dalam

mengalokasikan anggaran untuk sektor vital dalam membangun suatu bangsa

yang maju dan beradab seperti pada sektor pendidikan, kesehatan dan peningkatan

(18)

xvi

anggaran negara yang dilakukan dengan mengarahkan alokasi belanja rutin yang

ditunjukan pada upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintah kepada

masyarakat. Sedangkan pengeluaran pembangunan diarahkan untuk program

proyek prasarana sosial dan program pemulihan perekonomian.

Dampak krisis global juga membuat tekanan inflasi pada tahun 2008

secara keseluruhan cukup tinggi. Inflasi pada tahun 2008 meningkat tajam

menjadi 11,06% (yoy) dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat

sebesar 6,59%. Sumber tekanan inflasi terutama berasal dari tingginya lonjakan

harga komoditas global terutama harga komditas minyak dan pangan ditambah

dengan beberapa permasalahan distribusi dan pasokan. Namun tekanan inflasi

mereda cukup signifikan pada triwulan IV-2008 terutama akibat merosotnya

harga komoditas global dan juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah untuk

menurunkan harga BBM pada desember 2008 seiring dengan turunnya harga

minyak dunia.

Selain krisis global di penghujung tahun 2007, Indonesia pernah

mengalami resesi ekonomi yang cukup besar. Dampak negatif dari resesi ekonomi

dunia pada tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama terasa dalam

laju pertumbuhan ekonomi yang rendah untuk periode 1982-1988 yaitu sekitar

3,62 persen. Selama periode 1993-1995 rata-rata pertumbuhan pertahun

meningkat menjadi 7,3 hingga 8,2 persen, tetapi akibat krisis yang melanda

Indonesia laju pertumbuhan ekonomi nasional menurun drastis. Pada tahun 1998

laju pertumbuhan ekonomi Indonesia minus 13,13 persen dengan laju inflasi

(19)

xvii

melambung tinggi sehingga masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya (Tambunan, 2001 :12-13).

Di Indonesia, perekonomian yang dalam 3 (tiga) triwulan terakhir

dipenuhi optimis dan tumbuh diatas 6%, tiba tiba harus mengalami perlambatan

dan hanya mampu tumbuh 5,2% pada triwulan IV-2008, jauh menurun

dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu yang mencapai 5,9%. Seiring dengan

meningkatnya intensitas krisis financial global, ketahanan perekonomian domestic

terhadap imbas krisi tersebut akan sangat bergantung pada karakteristik

perekonoian Indonesia yang tercermin dari perkembangan berbagai indicator

makro ekonomi dalam kurun waktu lima tahun sampai sepuluh tahun terakhir.

Maka berdasarkan uraian diatas penulis ingin menganalisa lebih lanjut

mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia dan juga mengetahui sejauh mana

faktor-faktor seperti ekspor, pengeluaran pemerintah, dan inflasi mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi Indonesia, maka penulis membuat skripsi dengan judul

“Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Indonesia : pendekatan Error Correction Model”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka

permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek jumlah Ekspor, dan

(20)

xviii

2. Bagaimana pengaruh keseimbangan jangka pendek tingkat inflasi terhadap

pertumbuhan ekonomi indonesia?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jangka pendek Jumlah Ekspor,

Pengeluaran Pemerintah dan tingkat inflasi terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jangka panjang Jumlah Ekspor,

Pengeluaran Pemerintah, dan tingkat inflasi terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberi sumbangan pemikiran bahan studi

atau tambahan ilmu pengetahuan khususnya bagi mahasiswa/i Departemen

Ekonomi Pembangunan.

2. Sebagai bahan studi atau tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas

Ekonomi khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

3. Sebagai bahan tambahan dan informasi bagi masyarakat dan mahasiswa

yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

4. Sebagai salah satu syarat bagi Penulis untuk menyelesaikan pendidikan

(21)

xix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu tujuan pembangunan sacara makro adalah meningkatnya

pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses

peningkatan produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat dan

dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ekonomi menyangkut perkembanganyang

berdimensi tunggal dan diukur dengan peningkatan hasil produksi dan

pendapatan.

Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan apabila tingkat

kegiatan ekonomi yang dicapai sekarang lebh tinggi dari pada yang dicapai pada

masa sebelumnya. Pertumbuhan tercapai apabila jumlah fisik barang-barangdan

jasa-jasa yang dihasilkan dalam perekonomian tersebut bertambah besar dari

tahun-tahun sebelumnya.

Dalam teori ekonomi pembangunan, dikemukakan ada enam karakteristik

pertumbuhan ekonomi, yaitu :

1. Terdapatnya laju kenaikan produksi perkapita yang tinggi untuk

mengimbangi laju pertumbuhan penduduk yang cepat.

2. Semakin meningkatnya laju produksi perkapita terutama akibat adanya

perbaikan teknologi dan kualitas input yang digunakan.

3. Adanya perubahan struktur ekonomi dari sector pertanian ke sector

(22)

xx

4. Meningkatnya jumlah penduduk yang berpindah dari pedesaan ke daerah

perkotaan (urbanisasi).

5. Pertumbuhan ekonomi terjadi akibat adanya ekspansi Negara maju dan

adanya kekuatan hubungan internasional.

6. Meningkatnya arus barang dan modal dalam perdagangan internasional.

(Jhingan : 1995)

2.1 Hubungan Ekspor dengan Pertumbuhan Ekonomi

Ekspor merupakan faktor penting dalam merangsang pertumbuhan

ekonomi suatu negara. Ekspor akan memperbesar kapasitas konsumsi suatu

negara meningkatkan output dunia, serta menyajikan akses ke sumber-sumber

daya yang langka dan pasar-pasar internasional yang potensial untuk berbagai

produk ekspor yang mana tanpa produk-produk tersebut, maka negara-negara

miskin tidak akan mampu mengembangkan kegiatan dan kehidupan

perekonomian nasionalnya. Ekspor juga dapat membantu semua negara dalam

menganbil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki (Michael P.

Todaro & Stephen C).

Fungsi penting komponen ekspor dari perdagangan luar negeri

adalah negara memperoleh keuntungan dan pendapatan nasional naik, yang

pada gilirannya menaikkan jumlah output dan laju pertumbuhan ekonomi.

Dengan tingkat output yang lebih tinggi lingkaran setan kemiskinan dapat

dipatahkan dan pembangunan ekonomi dapat ditingkatkan (Jhingan, 2000).

Ekspor maupun impor merupakan faktor penting dalam

(23)

xxi

memperbesar kapasitas konsumsi suatu negara meningkatkan output dunia, serta

menyajikan akses ke sumber-sumber daya yang langka dan pasar-pasar

internasional yang potensial untuk berbagai produk ekspor yang mana tanpa

produk-produk tersebut, maka negara-negara miskin tidak akan mampu

mengembangkan kegiatan dan kehidupan perekonomian nasionalnya. Ekspor

juga dapat membantu semua negara dalam menjalankan usaha-usaha

pembangunan mereka melalui promosi serta penguatan sektor-sektor ekonomi

yang mengandung keunggulan komparatif, baik itu berupa ketersediaan

faktor-faktor produksi tertentu dalam jumlah yang melimpah, atau keunggulan efisiensi

alias produktifitas tenaga kerja. Ekspor juga dapat membantu semua negara

dalam mengambil keuntungan dari skala ekonomi yang mereka miliki. Untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada umumnya, setiap

negara perlu merumuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan internasional

yang berorientasi ke luar. Dalam semua kasus, kemandirian yang didasarkan

pada isolasi, baik yang penuh maupun yang hanya sebagian, tetap saja secara

ekonomi akan lebih rendah nilainya daripada partisipasi ke dalam perdagangan

dunia yang benar-benar bebas tanpa batasan atau hambatan apapun (Todaro dan

Smith, 1993).

Ahli ekonomi telah menunjukkan berbagai kebaikan dari hubungan

ekonomi dengan luar negeri, terutama kegiatan mengekspor dan mengimpor.

Ahli ekonomi Klasik telah lama telah lama menunjukkan bahwa ekspor dapat

memperluas pasar (contoh : sumbangan ekspor karet dan minyak mentah kepada

ekonomi Indonesia) dan memungkinkan Negara yang mengekspor memperoleh

(24)

xxii

mengembangkan perekonomian tersebut lebih lanjut. Perkembangan

perdagangan dunia dalam dua tiga decade belakangan ini menunjukkan pula

bahwa perkembangan ekspor yang pesat telah dapat menciptakan percepatan

dalam pertumbuhan ekonomi di berbagai Negara. Perkembangan ekspor yang

pesat tersebut menyebabkan pertambahan pesat dalam perbelanjaan agregat,

yang pada akhirnya akan menimbulkan pertumbuhan pendapatan nasional dan

pertumbuhan ekonomi yang pesat (Sukirno : 87).

Menurut pendapat kaum merkantilis bahwa kemakmuran Negara

akan tercapai bilamana terjadi kelebihan ekspor disbanding impor. Kelebihan ini

dibayar dengna emas, dan emas inilah yang akan memakmurkan Negara atau

disebut dengan neraca pembayaran yang aktif. Adam Smith mengatakan bahwa

neraca pembayaran aktif tidak akan bias dipertahankan perekonomian Negara

karena neraca pembayaran selalu menuju proses keseimbangan . Keynes

mengatakan keseimbangan ekspor dan impor suatu Negara adalah pendapatan

nasional. Ekspor Negara A akan menambah pendapatan nasional Negara

tersebut dan penambahan ini akan bersifat inflatoir. Efek inflatoir ini akan

dihilangkan dengan menambah impor yang sebanding dengan ekspor (Nasution

: 35).

Menurut model basis ekspor, pertumbuhan suatu daerah adalah

tergantung dari pertumbuhan industri-industri ekspornya dan kenaikan

permintaan yang bersifat ekstrim bagi daerah yang bersangkutan adalah penentu

pokok dari pertumbuhan regional. Bertambah luasnya basis ekspor suatu daerah

(25)

xxiii

2.2 Hubungan Pengeluaran Pemerintah dengan Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu indikator untuk mengukur sejauh mana peran pemerintah lewat

kebjakan fiskalnya di dalam perekonomian Indonesia adalah tren perkembangan

jangka panjang dari rasio G-Y atau besarnya pengeluaran pemerintah sebagai

persentase dari pendapatan nasional atau PDB. Pentingnya pengeluaran

pemerintah khususnyasemas krisis adalah untuk menggairahkan kembali

perekonomian nasional ( Tambunan : 167 ).

Pengeluaran pemerintah yang diwujudkan dalam permintaan barang dan

jasa, anggaran pembnagunan, serta anggaran rutin harus disesuaikan dengan

perkembnagan perekonomian yang terjadi. Walaupun pada dasarnya pengeluaran

pemerintah untuk barang dan jasa, pengeluaran rutin relative stabil. Akan tetapi,

bila menghadapi perekonomian yang sedang mengalami kelesuhan harus

diusahakan untuk dapat ditingkatkan sesuai aktivitas perekonomian yang terjadi.

Bila perekonomian mengalami kelesuhan pengeluaran pemerintah akan

meningkat untuk dapat menciptakan lapangan kerja. Keynes mengatakan, bila

pendapatan masyarakat meningkat, tidak akan seluruhnya diwujudkan dalam

konsumsi. Kalau hal ini berlangsung secara terus-menerus akan menyebabkan

distorsi pada supply side (sisi penawaran), sehingga perusahaan menurunkan

aktivitas dan mengurangi tenaga kerja.bila ini berlangsung lama akan

menyebabkan kelesuhan perekonomian (resesi). Untuk mengatasi ini Keynes

mengatakan, pengeluaran pemerintah harus lebih besar dibandingkan penurunan

konsunsi yang terjadi, dengan demikian perekonomian bergerak secara dinamis.

(26)

xxiv

yang sedang mengalami kelesuhan, sehingga akan dapat menggerakkan

pertumbuhan ekonomi (Nasution : 175).

A. Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori

mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka

didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk

memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak

yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin

besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori

pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu

teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu

tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang

dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi

masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai

aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan

masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat toleransi pajak ini merupakan kendala

bagi pemerintah untuk menaikkan pemungutan pajak secara semena-mena. Teori

Peacock dan Wiseman adalah sebagai berikut:

Perkembangan eknomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin

meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah, dan meningkatnya penerimaan

pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh

karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan

pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah

(27)

xxv

B. Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang

menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap

pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menegnah, dan

tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi

pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus

menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana

transportasi, dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi,

investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan eknomi

agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini investasi swasta sudah semakin

membesar. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena

peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan

juga menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam

jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini

perkembangan eknomi menyebabkan terjadinya hubungan antarsektor yang

semakin rumit (complicated). Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan

oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat

pencemaran udara dan air., dan pemerintah harus turun tangan untuk mengatur

dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah

juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat

meningkatkan kesejahteraan mereka.

Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh

Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan

(28)

xxvi

didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu, tidak jelas, apakah tahap

pertumbuhan ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap

dapat terjadi secara stimultan.

C. Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran

pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap GNP yang juga

didasarkan pula pengamatan di negara-negara Eropa, U.S. dan Jepang pada abad

ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan

tetapi dalam pandangannya tersebut tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan

pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah pengertian dalam

pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut. Apabila yang dimaksud oleh

Wagner adalah perkembangan pengeluaran pemerintah secara relatif sebagaimana

teori Musgrave, maka hukum Wagner adalah sebagai berikut: dalam suatu

perekonomian, apabila pendapatan per kapita meningkat, secara relatif

pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.

Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara

maju (USA, German, Jepang), tetapi hukum tersebut memberi dasar akan

timbulnya kegagalan pasar dan eksternalitas. Wagner menyadari bahwa dengan

bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan

industri dengan masyarakat dan sebagainya menjadi semakin rumit atau

kompleks. Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah

menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus

mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum pendidikan, rekreasi,

(29)

xxvii

Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan

pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan

pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah

(organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang

bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

Apabila keadaan normal tersebut terganggu, misalnya karena adanya

perang, maka pemerintah harus memperbesar pengeluarannya untuk membiayai

perang. Karena itu penerimaan pemerintah dari pajak juga meningkat, dan

pemerintah meningkatkan penerimaannya tersebut dengan cara menaikkan tarif

pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi menjadi berkurang.

Keadaan ini disebut efek pengalihan (displacement effect) yaitu adanya suatu

gangguan sosial yang menyebabkan aktifitas swasta dialihkan pada ktifitas

pemerintah. Perang tidak bisa dibiayai dengan pajak, sehingga pemerintah juga

harus meminjam dari negara lain untuk pembiayaan perang.

Hipotesa yang dikemukakan oleh Peacock dan Wiseman mendapat

kritikan dari Bird. Bird menyatakan bahwa selama terjadinya gangguan sosial

memang terjadi pengalihan aktifitas pemerintah dari pengeluaran sebelum

gangguan ke aktifitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal ini akan

menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam persentasenya terhadap

GNP. Akan tetapi setelah terjadinya gangguan, persentase pengeluaran

pemerintah terhadap GNP perlahan-lahan akan menurun kembali pada tingkat

sebelum terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird, efek pengalihan hanya

(30)

xxviii

Suatu hal yang perlu dicatat dari teori Peacock dan Wiseman adalah

bahwa mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit

perpajakan, akan tetapi mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi

pajak tersebut. Clarke menyatakan bahwa limit perpajakan sebesar 25 persen dari

pendapatan nasional. Apabila limit tersebut dilampaui maka akan terjadi inflasi

dan gangguan sosial lainnya.

2.3 Hubungan Inflasi dengan Pertumbuhan Ekonomi

Peredaran uang yang terlalu banyak di masyarakat, mengakibatkan terlalu

banyak permintaan . jika produksi atau penawaran di pasar terbatas, maka tingkat

inflasi akan meningkat dan inflasi yang terlalu tinggi akan berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi. Jadi kebijakan moneter dan fiskal sangat

diperlukan dalam menjaga stabilitas peredaran uang, jangan terlalu banyak atau

terlalu sedikit, sehingga inflasi juga akan stabil. Stabilitas uang beredar berarti

stabilitas ekonomi (tambunan : 171).

Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan

ekonomi. Biaya yang terus-menerus naik menyebabkan kegitan produktif sangat

tidak menguntungkan. Kenaikan menimbulkan efek yang buruk terhadap

perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang Negara itu tidak dapat

bersaing di pasar internasional. Maka ekspor akan menurun. Sebaliknya,

harga-harga produksi dalam negeri yang semakin tinggi sebagai akibat inflasi

menyebabkan barang-barang impor menjadi relative murah. Maka lebih banyak

(31)

xxix

bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang asing yang

akibatnya kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.

Ada sebahagian ahli ekonomi yang berpendapat bahwa inflasi yang lunak

akan dapat menjadi gawat bila tidak dikendalikan dari pemerintah (sebagai

penegndali tunggal perekonomian). Ada pula ahli ekonomi yang berpendapat,

yaitu bila terjadi inflasi yang dapat dikendalikan (ukurannya tergantung setiap

Negara berapa inflasi yang dapat dikendalikan) atau resesi yang lunak

kadang-kadang dapat menguntungkan perekonomian. Hal ini dapat terjadi jika ada dugaan

akan terjadinya kenaikan harga yang lunak akan dapat mendorong tingkat

investasi yang tinggi. Karena investor akan terdorong mengadakan investasi untuk

menikmati kenakan harga yang terjadi di pasar. Kondisi ini sendiri akan dapat

menciptakan pertumbuhan ekonomi secara dinamis, secara langsung hal ini akan

meningkatkan kembali pendapatan nasional (Nasotion: 233).

Pada system Schumpeter, gerakan inflasi merupakan bagian integral dari

proses pembangunan, tetapi gerakan tersebut tidak mencakup inflasi jangka

panjang. Tingkat harga jangka panjang tetap stabil. Namun demikian, dalam

ekonomi terbelakang bebas inflasi sanagt kuat. Walaupun demikian, teori

Schumpeter menggarisbawahi pentingnya pembiayaan inflasioner dan inovasi

sebagai faktor utama dalam pembangunan ekonomi (M.L. Jhingan : 132).

Dikebanyakan Negara, inflasi bersifat inflasi merayap atau sederhana.

Kebijakan ekonomi, terutama kebijakan moneter suatu Negara biasanya akan

berusaha dengan inflasi tetap berada pada taraf inflasi merayap. Inflasi seperti ini

(32)

xxx

tersebut tidaklah begitu besar. Walau bagaimanapun inflasi seperti itu sering kali

menimbulkan efek yang baik dalam perekonomian. Keuntungan perusahaan

meningkat dan ini akan menggalakkan investasi. Lanjutan dari perkembanagan ini

kesempatan kerja dan pendapatan meningkat dan mendorong pada pertumbuhan

ekonomi (Sukirno : 11).

2.4 Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Rahmad Sumanjaya (2005) yang menganalisis

fakktor-faktor pertumbuhan ekonomi Indonesia, menunjukkan bahwa ekspor dan investasi

memiliki pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara nilai

tukar yang meningkat tajam, justru mempunyai hubungan yang negatif dan

bahkan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Inflasi sering meningkat sejalan

dengan kebijaksanaan. Temuan selanjutnya yang tidak kurang penting adalah

bahwa fluktuasi nilai tukar secara nyata kurang dapat mendorong pertumbuhan

ekonomi, tercermin dari pengalaman Indonesia yang hanya pernah mengalami dua

kali surplus neraca current account sejak 1969 sampai dengan saat ini. Sementara

tingkat inflasi tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi inddonesia.

Oktozuhri (2006), dalam “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN” memperlihatkan bahwa

pengeluaran pemerintah, investasi asing, dan ekspor di Negara-negara ASEAN

memiliki pengaruh yang positif dan signifikan untuk pertumbuhan ekonomi di

masing-masing Negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore, dan

Thailand). Tenaga kerja di Philippines dan Singapore memiliki pengaruh positif

(33)

xxxi

pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonominya. Tenaga kerja di

Indonesia, Malaysia, dan Thailand memiliki pengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di masing-masing Negara tersebut. Faktor

dominan dalam pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN adalah

pengeluaran pemerintah, sementara itu ekspor dan investasi asing memiliki

pengaruh yang relatif kecil dalam pertumbuhan ekonomi sesuai dari koefisien

regresi masing-masing variabel.

Penelitian yang dilakukan oleh Endy Dwi thahjono dan Donni Fajar

Anugrah (2006) yang berjudul “Faktor-faktor determinan pertumbuhan ekonomi

Indonesia” menemukan bahwa hasil pennelitian dengan model Solow-Swan

menunjukkan bahwa peran labor lebih besar dibandingkan capital, yang

ditunjukkan dengan capital share sebesar 0,4 dan labor share sebesar 0,6.

Sementara itu, dari Model Mankiw-Romer-Weil (MRW) yang memasukkan

faktor human capital pada model Solow-swan menyimpulkan human capital

berpengaruh positif pada pertumbuhan meskipun kecil dengan share 0,05%.

Selanjutnya beberapa variable makro yang secara empiris terbukti menjadi

sumber fluktuasi business cycle di Indonesia adalah inflasi, nilai tukar, kredit

(34)

xxxii

2.5 Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian

yang kebenarannya harus diuji secara empiris.

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka hipotesisnya adalah sebagai

berikut :

1. Jumlah Ekspor dan Pengeluaran Pemerintah memiliki pengaruh positif

dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Ceteris

Paribus.

2. Tingkat inflasi memiliki pengaruh yang negatif dalam jangka pendek

(35)

xxxiii

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam

pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan masalah dan

menguji hipotesis dari penelitian.

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Indonesia dengan mengamati

dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di

indonesia. Faktor-faktor itu adalah Ekspor, Pengeluaran Pemerintah, dan inflasi.

3.2. Jenis Dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder

dalam bentuk runtun waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data yang

berbentuk anga-angka.

Sumber data diperoleh dari berbagai sumber informasi yang berkaitan

dengan penelitian ini, yaitu Bank Indonesia (BI) Kota Medan dan Badan Pusat

Statistik. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dengan

(36)

xxxiv

Penulis menguji variabel-variabel bebas utama yang memiliki pengaruh

kuat terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia sebagai variabel tak bebas yang

berhubungan dengan model yang digunakan.

Disamping itu penulis melakukan studi literarur untuk mendapatkan

teori yang mendukung penelitian. Referensi studi kepustakaan diperoleh melalui

jurnal, Perpustakaan FE-USU, Perpustakaan pusat USU, dan Perpustakaan Bank

Indonesia.

3.3. Pengolahan Data

Dalam melakukan pengolahan data, penulis Menggunakan program

komputer Eviews 5.1 sebagai software utama untuk mengolah data dalam

penulisan skripsi ini. Selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai

software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan

oleh sumber kedalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada

software utama diatas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam

pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.4. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam analisis ini adalah model

ekonometrika untuk mengestimasi model penelitian dengan dua analisis yaitu

(37)

xxxv

dinamis jangka pendek dengan menggunakan ECM (Error Correction

Mechanism) dengan terlebih dahulu dilakukan uji akar-akar unit (unit root test).

3.4.1. Uji Akar-Akar Unit (Unit root test)

Uji akar unit dari Dickey Fuller maupun Phillips-Perron adalah untuk

melihat stasioneritas data time series yang diteliti dengan program Eviews 5.1.

Adapaun formula dari uji Augmented Dickey Fuller dapat dinyatakan sebagai

berikut :

ΔYt =a0 + γYt-1 +

=

p

i 2

βi ΔYt-1+1 + et

Sedangkan untuk uji Philip Perron adalah :

ΔYt =a0 + λYt-1 + et

Dimana Δ adalah perbedaan atau differensi.

Kedua uji dilakukan dengan hipotesis null γ=0 untuk ADF dan λ=1 untuk

PP. Satsioner tidaknya data didasarkan pada perbandingan nilai statistik ADF dan

Ppyang diperoleh dari nilai t hitung koefisien γ dan λ dengan nilai kritis sattistik

Mackinnon. Jika nilai absolut statistik ADF dan PP lebih besar dari nilai kritis

(38)

xxxvi

3.4.2. Uji Derajat Integrasi

Apabila data yang telah diamati pada uji akar unit ternyata “tidak

stasioner”, maka kita mempunyai regresi lancung (spurious regression). Untuk

menghindari regresi lancung ini, maka dilakukan transformasi data nonstasioner

menjadi data stsioner. Dalam uji ADF bila menghasilkan kesimpulan bahwa data

tidak stasioner , maka diperlukan langkah untuk membuat data stasioner melalui

proses diferensi data. Uji stasioner melalui proses diferensi disebut uji derajat

integrasi. Adapun formulasi uji derajat integrasi dari ADF sebagai berikut :

Δ2Yt =a0 + γΔYt-1 +

Seperti uji akar-akar unit sebelumnya, keputusan sampai pada derajat

keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingkan antar

nilai statistic ADF yang diperoleh dari koefisien γ dengan nilai kriris distribusi

statistic Mackinnon. Jika nilai absolute dari statistic ADF labih besar dari nilai

kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada

(39)

xxxvii

dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data yang

stasioner.

3.4.3 Error Correction Mechanism (ECM)

Teknik untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju

pada keseimbangan jangka panjang disebut dengan Error Correction Mechanism

(ECM). Metode ini pertama sekali dikenalkan oleh Sargan dan dikembangkan

oleh Engel dan Granger pada tahun 1987.

Metode ini adalah suatu regresi tunggal menghubungkan diferensi

pertama pada variabel bebas (Dy t )dan tingkatan variabel yang dimundurkan

(lagged level variables = Y t-1 ) untuk semua variabel dalam model serta EC term

lagged period (EC t-1) menggabungkan pergerakan short-run dan long-run pada

tingkat pertumbuhan ekonomi.

Bentuk umum metode ECM adalah sebagai berikut (Widarjono,2007:

358) :

ΔYt = α0 + α1 ΔXt + α2ECt + et

Dimana : ECt = (Yt-1 – β0 – β1Xt-1)

Untuk mengetahui spesifikasi model dengan ECM merupakan model yang

(40)

xxxviii

pengujian terhadap koefisien ECT signifikan, maka spesifikasi model yang

diamati valid.

Adapun persamaan model estimasinya adalah sebagai berikut :

Y t = f (X1 t , X2 t ,X3 t, e t )

Kemudian dibentuk dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linier

berganda :

Δ Yt = α + β1Δ X1t + β2Δ X2t + β3Δ X3t + β4 ECT + e t

Keterangan :

Y = Pertumbuhan ekonomi

α = Konstanta

β1,β2,β3, = Koefisien regresi ECM jangka pendek

β4 = koefisien ECT

Δ (X1)t = (Ekspor)t – (Ekspor)t-1

Δ (X2)t = (Pengeluaran Pemerintah)t – (pengeluaran pemerintah)t-1

Δ (X3)t = (Inflasi)t – (Inflasi)t-1

ΔYt = Yt – Yt-1

ECT = Error Correction Terms

(41)

xxxix

3.5. Test of goodness of fit (Uji Kesesuaian)

3.5.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa

besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi

penjelasan terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi (R-Square) yaitu

angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran dari

variabel-variabel independen yang menerangkan variabel dependen atau angka

yang menunjukkan seberapa besar variabel dependen dipengaruhi oleh

variabel-variabel independennya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0<R²<1),

dimana nilai koefisien mendekati 1, maka model tersebut dikatakan baik karena

semakin dekat hubungan antara variabel independen dengan variabel

dependennya.

3.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.6.1 Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan yang kuat (kombinasi) diantara independen variabel. Untuk mendeteksi

ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-hitung

serta standart error. Kemungkinan adanya multikolinearity jika nilai R-square dan

F-hitung tinggi, sedangkan nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan (uji tanda

(42)

xl

3.6.2 Autocorrelation / Serial korelasi

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari periode waktu yang

berbeda (observasi data cross section ) berkorelasi atau dapat juga dikatakan

adanya hubungan atau korelasi antara residual yang sekarang dengan masa lalu.

Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila :

Variabel (εij)≠0;untuk i ≠j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah

autokorelasi.

Ada beberapa cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan

autokorelasi, yaitu :

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan Durbin-Watson (Uji D-W test)

D-hitung = 2

Autokorelasi untuk model dinamis seperti ECM, uji D-W tidak bisa

digunakan untuk menguji ada tidaknya autokorelasi, karena DW statistik secara

asimtotik akan biasa mendekati nilai 2 (Sritua Arief, 1993 : 15). Oleh karena

alasan tersebut maka digunakan langrange Multiplier Test, yakni berupa regresi

atas semua variabel bebas dalam persamaan regresi ECM tersebut dan variabel lag

t dari nilai residual regresi ECM. Adapun hasil persamaan regresi ECM dapat

dituliskan sebagai berikut :

Residt = bo + b1 ΔX1t + b2 ΔX2 t + b3 ΔX3 + b4 X1t-1 + b5 X2t-1 + b6 X3t-1 +

(43)

xli

Dari model tersebut akan didapat nilai R2, kemudian nilai ini

dimasukkan dalarn rumus sebagai berikut : (n- 1)R2, dimana n adalah jumlah

observasi, kemudian dilakukan pengujian dengan hipotesa sebagai berikut :

Ho : ρ=0 berarti tidak ada masalah autokorelasi

Ho : ρ≠0 berarti ada masalah autokorelasi

Selanjutnya nilai (n-1)R2 diperbandingkan dengan χ2 (0,05). Dimana χ2 (0,05)

adalah nilai kritis Chi Square yang ada dalam tabel statistik Chi Square. Jika (n-1)

R2 lebih besar dari χ2, maka terdapat masalah autokorelasi, dan jika sebaliknya

maka tidak terjadi masalah autokorelasi.

3.7 Defenisi Variabel Operasional

1. Pertumbuhan Ekonomi adalah tingkat pertumbuhan perekonomian di

Indonesia dari tahun ke tahun yang diproxy dengan PDB menurut harga

berlaku dalam satuan milyar rupiah.

2. Ekspor adalah nilai barang dan jasa yang dikirim ke luar negeri dalam

satuan milyar rupiah.

3. Pengeluaran pemerintah adalah sutau realisasi pengeluaran rutin dan

pengeluaran pembangunan pemerintah yang disalurkan kepada

provinsi-provinsi di Indonesia dalam satuan milyar rupiah.

4. Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga-harga umum secara terus

(44)

xlii

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perekonomian Indonesia

Kondisi perekonomian Indonesia sejak kemerdekaan mengalami

perkembangan yang cukup menarik. Pada awal tahun 1960, pertumbuhan

ekonomi Indonesia tercatat 2% per tahun dan pada peride tahun 1984-1993,

pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan di atas 6% per tahun.

Dalam tahun 1988/1989, Neraca Pembayaran Internasional menunjukkan

perkembangan yang cukup mantap. Hal ini ditandai oleh terus meningkatnya

ekspor non migas dan terutama pada barang-barang manufaktur.

Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997

berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 13,1%. Hai

ini terlihat pada posisi neraca transaksi berjalan yang selalu defisit dari tahun ke

tahun. Disamping itu, kondisi makroekonomi Indonesia juga semakin kacau

dengan meningkatnya inflasi yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran

di Indonesia, lemahnya posisi sektor riil dan ;ain-lain. Sehingga keadaan

perekonomian Indonesia semakin parah.

Seiring dengan berjalannya waktu, kondisi perekonomian Indonesia

berangsur membaik. Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia

menekan laju inflasi pada tahun 1998 sebesar 77,6% melalui kenaikan tingkat

suku bunga SBI. Pada saat itu diharapkan uang yang beredar di masyarakat akan

(45)

xliii

juga ikut naik. Sehingga pada tahun 1999 inflasi mulai dapat di kendalikan dan

PDB Indonesia tumbuhsebesar 0,8%.

Sedangkan perekonomian makro Indonesia di tahun 2002 tidak terlepas dari

pengaruh perkembangan ekonomi global yang masih ditandai oleh melemahnya

perekonomian di negara-negara besar seperti: Jepang, Uni Eropa dan Amerika

Serikat. Dengan adanya permasalahan struktural, secara keseluruhan selama tahun

2002 perekonomian Indonesia hanya mampu tumbuh sebesar 4,2% dan masih

bertumpu pada konsumsi, sementara peranan investasi dan ekspor dalam

mendorong pertumbuhan masih terbatas. Terbatasnya investasi sebagai motor

penggerak utama tersebut disebabkan masih ada berbagai masalah dasar di sektor

riil, masih tinggi resiko dan ketidakpastian dalam perekonomian, serta

pembiayaan investasi akibat belum pulihnya intermediasi perbankan,

meningkatnya persaingan di Asia dalam menarik minat investasi asing dan mulai

menurunnya daya saing Indonesia berakibat memperburuk kinerja ekspor.

Kemudian pada tahun 2003 sampai tahun 2008, perekonomian Indonesia tumbuh

rata-rata sebesar 5,5%.

4.1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi di indonesia juga mengalami banyak perubahan

selama dekade 1970an dan 1980an, proses pembangunan di Indonesia mengalami

banyak hambatan yang terutama disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti

merosotnya harga minyak mentah internasional menjelang pertengahan tahun

(46)

xliv

pemerintah mulai menghilangkan hambatan terhadap aktivitas ekonomi.

Kebijakan ini ditujukan terutama pada sektor eksternal dan finansial, dan

dirancang untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan di bidang

ekspor non migas.

Gambar 4.1: Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1970 –

2007.

Pertumbuhan ekonomi di ukur dengan perubahan Produk Domestik Bruto

setiap tahunnya. Sejak tahun 1986 hingga tahun 1989, tingkat pertumbuhan

ekonomi Indonesia yang di ukur melalui PDB terus menerus mengalami

peningkatan, yaitu dari 5,9% di tahun 1986 menjadi 7,5% di tahun 1989. Pada

tahun 1990 dan tahun 1991, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar

7%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tahun 1992-1997 mendekati angka 7%

(47)

xlv

Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia

menjadi -13,1%. Namun, sejak tahun 1999 perekonomian Indonesia mengalami

peningkatan tiap tahunnya. Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi bertambah

0,8%, tahun 2000 sekitar 4,9%, tahun 2001 sekitar 3,5%, dan tahun 2002

bertambah menjadi 4,2%.

Peningkatan pertumbuhan ini memberikan harapan kepada bangsa

Indonesia agar bisa keluar dari krisis ekonomi, walaupun pertumbuhan masih

berada di bawah target yang diinginkan. Hal ini memperlihatkan pemulihan

perekonomian Indonesia sudah berjalan menuju apa yang di harapkan.

Tabel 4.1

PDB Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku tahun 1970-2007

(48)

xlvi

1981 54027 7,9 2000 1264919 4,9

1982 59632.6 2,2 2001 1467655 3,5

1983 73697.6 4,2 2002 1610565 4,2

1984 85914.4 7,0 2003 1786691 4,6

1985 96066.4 2,5 2004 2273142 4,9

1986 102545.9 5,9 2005 2774281 5,6

1987 124538.9 4,9 2006 3339480 5,5

1988 142104.8 5,8 2007 3957404 6,3

Sumber : Bank Indonesia Dalam Angka 2008.

Pada tabel 4.3 diatas dapat dilihat PDB Indonesia berdasarkan harga

berlaku mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Pada tahun 1970, PDB

Indonesia tercatat sebesar Rp. 3,33 triliun dan menjadi Rp. 45,44 triliun di tahun

1980. Pada tahun 1997, PDB Indonesia sebesar Rp. 627,69 triliun. Setahun

kemudian menjadi sebesar Rp. 955,75 triliun. Produk Domestik Bruto Indonesia

berdasarkan harga berlaku pada tahun 2002 menjadi Rp. 1.610,56 triliun. Hal ini

menunjukkan secara perlahan-lahan Indonesia berusaha memperbaiki kondisi

perekonomiannya. Dengan meningkatnya PDB, maka diharapkan akan

meningkatnya pertumbuhan ekonomi sehingga Indonesia dapat memiliki

pembangunan ekonomi yang sehat.

Selanjutnya pada tahun 2005 nilai PDB Indonesia sebesar Rp. 2.774,28

triliun, dengan pertumbuhan mencapai 22,04% dibanding tahun 2004.

Perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan terbaik selama periode

(49)

xlvii

mencapai 6,3% pada tahun 2007 dan meningkat menjadi 6,4% selama semester

I-2008.

4.1.2 Perkembangan Ekspor di Indonesia

Perkembangan ekspor di Indonesia mengalami pola yang terus menerus

berubah setiap tahunnya. Pada tahun 1970, ekspor Indonesia 1,1 milyar US $ dan

mengalami peningkatan sebesar 125,5 juta US $ pada tahun 1971. Peningkatan

pertumbuhan ekspor Indonesia terjadi dari tahun ke tahun. Namun, pada tahun

1975, pertumbuhan ekspor menurun sebesar 4,36%.

Begitu juga pada tahun 1997/1998, ekspor Indonesia juga mengalami

penurunan. Hal ini dikarenakan terjadinya krisis ekonomi pada saat itu yang

menyebabkan penurunan kinerja ekspor Indonesia. Penurunan nilai tukar rupiah

yang tajam disertai dengan terputusnya akses ke sumber dana luar negeri

menyebabkan turunnya kegiatan produksi secara drastis sebagai akibat tingginya

ketergantungan produsen domestik pada barang dan jasa impor. Para pengusaha

mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban luar negeri yang

segera harus dipenuhinya. Pemutusan hubungan kerja juga sangat mewarnai

ekonomi Indonesia pada saat itu sebagai dampak semakin banyaknya perusahaan

mengurangi aktivitas, atau bahkan menghentikan produksinya.Melemahnya

kinerja ekspor disebabkan oleh permintaan produk ekspor yang berkurang dan

atau menurunnya harga komoditas ekspor. Apabila penurunan kinerja ekspor

(50)

xlviii

Gambar 4.2 : Perkembangan Ekspor Indonesia, Tahun 1970 – 2007.

Ekspor non migas lebih mendominasi pertumbuhan ekspor di Indonesia

bila dibandingkan dengan ekspor migas. Pada tahun 2000, ekspor non migas

Indonesia sebesar 47,75 milyar US $, sedangkan ekspor migasnya sebesar 14,36

milyar US $. Begitu juga pada tahun 2003, peningkatan ekspor non migas di

dorong oleh peningkatan ekspor mesin-mesin/pesawat mekanik sebesar 135,1 juta

US $. Ekspor migas justru turun sebesar 7,45%. Ini menjelaskan bahwa ekspor

non migas lebih berperan dari pada ekspor migas. Perkembangan ekspor di

Indonesia pada tahun 1970 sampai 2008 dapat dilihat pada tabel 4.4 dibawah ini :

Tabel 4.2

Perkembangan Ekspor Indonesia tahun 1970-2007

Tahun

Ekspor

Pertumbuhan Ekspor

Tahun

Ekspor

Pertumbuhan Ekspor

(Rp Milliar) (%)

(Rp

(51)

xlix

Sumber : Bank Indonesia dalam Angka 2008.

Pada tabel 4.4 di atas menunjukan ekspor yang selalu mengalami

perubahan setiap tahunnya. Pada tahun 1978 tercatat sebesar 11,64 milyar US $

dan menjadi 25,67 milyar US $ di tahun 1990. Kemudian pada tahun 2003

pertumbuhan ekspor meningkat sebesar 6,82% dari tahun 2002. Laju

pertumbuhan ekspor yang tinggi dapat memperbesar proporsi dari nilai ekspor

(52)

l

Berdasarkan data diatas dapat dilihat nilai ekspor pada tahun 2008 sebesar

136,76 milyar US $ meningkat sebesar 19,86% dibanding ekspor dari tahun

sebelumnya. Sedangkan ekspor non migas mencapai 107,8 milyar US $ atau

meningkat 17,16%. Secara kumulatif ekspor selama lima tahun terakhir

menunjukkan trend yang meningkat setiap tahunnya, dan sampai dengan 2008 net

ekspor masih positif, walaupun semakin menipis. Penurunan ekspor migas lebih

disebabkan menurunnya harga migas di pasar internasional. Sedangkan

menipisnya net ekspor juga disebabkan menurunnya harga komoditas dan diiringi

penurunan permintaan internasional terhadap produk ekspor Indonesia sebagai

dampak melemahnya perekonomian di tahun 2008.

4.1.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia

Realisasi pengeluaran pemerintah pusat dan daerah adalah seluruh

pengeluaran negara yang dianggarkan pada APBN dan telah direalisasikan.

Realisasi pengeluaran ini digunakan untuk belanja rutin, pengeluaran

pembangunan dan pengeluaran untuk daerah yang jumlahnya dapat berbeda

dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Tabel 4.3

Perkembangan Pengeluaran Pemerintah di Indonesia tahun 1970-2007

Tahun

pengeluaran

pemerintah Tahun

(53)

li

Sumber : Bank Indonesia dalam Angka 2008

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2000 total

realisasi pengeluaran pemerintah mengalami penurunan menjadi Rp. 221.400

milliar dibandingkan pada tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp. 231.900 milliar.

(54)

lii

ketidakpastian dan berlanjutnya berbagai permasalahan dalam negeri yang terkait

dengan restrukturisasi hutang. Sehingga mengakibatkan menurunnya kepercayaan

dunia usaha untuk melakukan kegiatan produksi dan investasi. Maka pemerintah

menurunkan pengeluaran pembangunan sebesar Rp. 19,4 triliun dibanding tahun

sebelumnya.

Walaupun demikian, pada tahun 2001 realisasi pengeluaran total

pemerintah kembali meningkat menjadi Rp. 341.600 milliar sekitar 12,27% bila

dibandingkan dengan tahun lalu. Pada tahun 2002, realisasi pengeluaran

pemerintah menunjukan penurunan menjadi Rp. 322.200 milliar. Rasio

pengeluaran pemerintah yang disumbangkan terhadap PDB pada tahun 2001

sebesar 23,6%. Sedangkan pada tahun 2002, rasio yang disumbangkan terhadap

PDB mengalami sedikit penurunan menjadi 21,39% bila dibandingkan dengan

tahun lalu. Penurunan ini terjadi karena pada tahun 2001 merupakan masa

dimulainya penerapan desentralisasi atau otonomi daerah. Sehingga pemerintah

mengalokasikan sumber daya dalam jumlah besar pada daerah-daerah yang lebih

miskin sebagai upaya untuk menyeimbangkan disparitas di negeri ini. Pada saat

itu terjadi kenaikan alokasi pengeluaran untuk daerah menjadi Rp. 98.200 milliar

setelah terjadi otonomi daerah. Realisasi dalam pengeluaran rutin menjadi

menurun dari Rp. 218.900 menjadi Rp. 186.700 milliar dan pengeluaran

pembangunan menurun dari Rp. 41,600 milliar menjadi Rp. 37,300 milliar.

Perkembangan belanja negara secara nominal juga terus mengalami

peningkatan dari Rp. 322.200 milliar pada tahun 2002 menjadi Rp. 376.500

milliar pada tahun 2003. Peningkatan ini terutama dalam upaya perbaikan

(55)

liii

pemberian stimulus fiskal secara terbatas pada perekonomian dan peningkatan

alokasi anggaran ke daerah sejalan dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi

fiskal.

Gambar 4.3 : Perkembangan pengeluaran pemerintah di Indonesia, 1970 – 2007

Pada tahun 2005, arah kebijakan fiskal secara umum bersifat ekspansif

seperti tercermin dari perkembangan defisit anggaran yang mengalami

peningkatan. Pada tahun 2001- 2005 arah kebijakan defisit anggaran pemerintah

dilakukan melalui konsolidasi fiskal yang ditunjukkan oleh defisit dari sebesar

2,4% terhadap PDB pada 2001 menjadi 0,5% pada 2005. Sedangkan pada tahun

2006 dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi arah kebijakan defisit

mengalami perubahan orientasi menjadi stimulus melalui peningkatan target

defisit yaitu sebesar 0,9% terhadap PDB. Kebijakan defisit APBN yang cenderung

(56)

liv

Selama lebih dari 10 tahun terakhir telah terjadi transformasi yang luar

biasa pada pengelolaan dan pengalokasian berbagai sumber daya publik. Terdapat

tiga momen penting yang perlu diperhatikan:

1. 1997-1998 – Masa krisis ekonomi. Ekonomi lesu, pengeluaran publik

turun. Hutang dan subsidi meningkat, sementara itu pengeluaran

pembangunan menurun tajam.

2. 2001 – Desentralisasi. Sepertiga pengeluaran pemerintah pusat dialihkan

ke daerah.

3. 2006 – Dana sebesar US$15 milyar untuk dialokasikan kembali.

Pengurangan subdisi bahan bakar minyak (BBM) memberikan peluang

untuk dialokasikan kembali. Jumlah hutang menurun sampai di bawah

40% dari PDB, pengeluaran agregat meningkat sampai dengan 20 %, dan

transfer dana ke pemerintah daerah meningkat menjadi sebesar 32%.

Tabel berikut memberikan gambaran perkembangan pengeluaran

pemerintah di Indonesia selama periode 1970-2007 .

4.1.4 Perkembangan Inflasi di Indonesia

Angka inflasi sebagai salah satu indikator stabilitas ekonomi selalu

menjadi pusat perhatian orang. Inflasi menggambarkan gejolak ekonomi dan

selalu mengikuti perjalanan sebuah perekonomian Negara yang berkembang dan

dinamis. Inflasi bisa muncul jika suatu permintaan lebih tinggi dibandingkan

(57)

lv

menggambarkan seberapa besar kemampuan daya beli masyarakat terhadap

barang barang dipasaran

Tabel 4.4

Perkembangan Tingkat Inflasi di Indonesai tahun 1970-2007

Sumber : Bank Indonesia dalam Angka 2008.

Tahun Inflasi Tahun Inflasi

(58)

lvi

Tabel diatas memberikan gambaran perkembangan inflasi di Indonesia

selama periode 1970-2007. Besar kecilnya laju inflasi di Indonesia tidak terlepas

dari berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, meningkatnya inflasi dunia, dan

penyesuaian terhadapa harga BBM.

Tingkat inflasi di Indonesia dari tahun 1970 sampai 2007 sangat

berfluktuasi. Khususnya pada tahun 1998, dimana tingkat inflasi nya tertinggi

yaitu 77,63%. Inflasi terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu 2,01.

Pada tahun 1986-1987 inflasi terjadi karena tingginya ketergantungan

impor untuk memenuhi kebutuhan industri substitusi impor di Indonesia dan juga

terjadinya devaluasi. Pada tahun 1990-1997 inflasi terjadi karna adanya kenaikan

harga BBM yang mendorong meningkatnya harga barang-barang lainnya. Inflasi

tertinggi terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 77,63%.

Krisis moneter yank berkepanjangan dan keadaan politik serta keamanan

yang tidak stabil sehingga masyarakat lebih memilih untuk mengambil uangnya di

bank (bank rush) dan akibatnya jumlah uang beredar bertambah. Fluktuasi inflasi

yang tinggi selama tahun 1998-1999 disebabkan oleh kondisi ekonomi dan social

politik yang tidka menentu, terutama semenjak krisis ekonomi melanda Indonesia

dan juga terkait dengan serangkaian kebijakan pemerintah seperti pencabutan

Gambar

Gambar 4.1: Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Tahun 1970 –
Tabel 4.2
Gambar 4.3 : Perkembangan pengeluaran pemerintah di Indonesia, 1970 – 2007
Grafik 4.4 : Perkembangan tingkat inflasi di Indonesia tahun 1970-2007.
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel inflasi, investasi, dan pengangguran terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1986-2014.. Dalam penelitian

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah, variabel investasi, dan variabel jumlah angkatan kerja mempunyai pengaruh yang positif

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif

Utang luar negeri pemerintah mempunyai pengaruh yang positif. terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam

Analisis secara parsial menunjukkan hanya variabel pengeluaran daerah dan investasi yang memberi pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi NAD.. Sedangkan

Mengetahui pengaruh variabel pendapan asli daerah, pengeluaran pemerintah, jumlah penduduk, dan inflasi dalam jangka jangka panjang terhadap pertumbuhan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan penduduk berpengaruh positif namun tidak singnifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Thailand, sedangkan

Menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja, ekspor, inflasi terhadap pertumbuhan ekonomi sektor pertanian dan sektor industri baik secara simultan maupun secara parsial