TUGAS AKHIR
PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI
TENTANG
PELAYANAN PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN YANG DILAKSANAKAN FISKUS DI LINGKUNGAN SETIA
BUDI KELURAHAN ASAM KUMBANG MEDAN
DIAJUKAN
O L E H
NAMA : NIA TRISNANING AYU
NIM : 062600047
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI DIPLOMA III ADMINISTRASI PERPAJAKAN MEDAN
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum wr.wb
Dengan mengucapkan Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan atas
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya serta shalawat
dan salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umatnya
ke alam yang penuh keimanan yang ditandai berbagai macam ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Adapun judul laporan PKLM yang dipilih penulis adalah “PELAYANAN
PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN YANG
DILAKSANAKAN FISKUS DI LINGKUNGAN SETIA BUDI KELURAHAN
ASAM KUMBANG MEDAN”.
Laporan PKLM ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan pada Program Studi Diploma III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada orang tua, Ayahanda dan Ibunda yang telah membesarkan,
Selama menyusun laporan PKLM ini penulis banyak menerima bantuan
dorongan, bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan
hati penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA Selaku Dekan Fakultas Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasutian, Msi Selaku Ketua Program Studi D-III
Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara dan Dosen pembimbing
yang bersedia meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan sehingga
dapat sehingga dapat selesai dengan baik.
3. Ibu Dra.Elita Dewi, MSP yang telah memberikan nasehat kepada penulis.
4. Seluruh staf pengajar terutama abang Faisal Eriza dan pegawai diprogram studi
Diploma III Administrasi Perpajakan yang telah memberikan pengajaran Ilmu
Pengetahuan kepada penulis.
5. Buat ke dua orangtuaku ayahanda Sutrisno dan ibunda Sri Rahartatik,
kakak-kakak ku kanda Novalia Mediana dan kanda Diana Amarilis, dan 2 keponakan
yang sangat ku sayang dava dan dika n for all my family.
6. Buat teman-temanku tersayang terutama Putri, Sheilla, Dona, yang selama ini
menjadi teman yang sangat luar biasa Thank’s atas semuanya, dan yang tidak
ketinggalan temen-temen FISIP USU terutama Jurusan Administrasi Perpajakan
7. Special thank’s Buat Deddy Azwarasyah yang telah banyak memberi semangat
dan dukungan semoga dirimu diberi yang terbaik oleh ALLAH SWT.
Penulis menyadari masih banyak kelemahan dan kekurangan dalam laporan
ini yang disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis.
Untuk itu penulis mengharapkan saran-saran dan kritik sehat yang sifatnya
membangun dari pembaca.
Akhirnya penulis berharap laporan PKLM ini bermanfaat bagi kita semua.
Semoga ALLAH SWT selalu berkenan memberikan tuntunan dan ridhonya kepada
kita semua. Amin
Medan, Juni 2009
Nia Trisnaning Ayu
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……… i
DAFTAR ISI……… ii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang………. 1
B. Tujuan dan Manfaat………. 4
C. Ruang Lingkup……….. 6
D. Metode PKLM………... 7
E. Metode Pengumpulan data.……… 8
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Umum KPP Pratama Medan Polonia………... 11
B. Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia.……… 14
C. Bagan Struktur Organisasi KPP Pratama Medan Polonia.……...… 19
D. Sumber Daya Manusia KPP Pratama Medan Polonia…...…...….. 20
BAB III : GAMBARAN DATA PAJAK A. Definisi dan Fungsi Pajak ………...……… 23
B. Jenis-Jenis Pajak ……….………. 24
C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan……… 25
D. Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan…..………...……... 29
BAB IV : PENYAJAIN DATA DAN ANALISA DATA
A. Pendataan dan Penyajian data………. 40
B. Cara Menentukan NJOP sebagai Dasar Penerima PBB..….………. 45
C. Sosialisasi Dalam Mengoptimalkan Penerimaan PBB…..….……… 57
D. Kendala dan Mengatasi Dalam Mementukan Indikator yang Benar
Untuk Penentuan NJOP PBB………...………. 58
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan……… 60
B Saran………... 61
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sesuai dengan peraturan yang terkandung dalam GBHN, perlu diadakan
pembaharuan yang lebih dikenal dengan reformasi/modernisasi sistem perpajakan
sehingga kemampuan Negara dan masyarakat untuk membiayai pembangunan dari
sumber-sumber dalam negeri makin meningkat, mendorong pemerataan
pembangunan serta memungkinkan pemanfaatan sumber alam secara optimal.
Dalam melaksanakan perpajakan, wajib pajak diberi kepercayaan untuk
menghitung, melaporkandan memperhitungkan sendiri besarnya pajak yang
terhutang, sementara pihak fiskus diberi kewajiban untuk melakukan
pengawasa,pembinaan terhadap wajib pajak dalam melakukan perpajakannya, jadi
penerimaan pajak berasal dari rakyat itu sendiri. Oleh karena itu pajak merupakan
salah satu bentuk partisipasi masyarakat untuk menunjang kelangsungan
penyelenggara kehidupan pemerintah dan pembangunan nasional.salah satu jenis
pajak yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional pada
umumnya dan daerah pada khususnya adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Dalam pelaksanaan perpajakan, wajib pajak tidak memperoleh imbalan secara
langsung atas pembayaran yang telah dilakukan, oleh karena itu pelayanan di bidang
yang telah dilakukan. Hal itu perlu disadari karena permintaan dan pelayanan atas hak
kewajiban perpajakan cenderung meningkat sejalan dengan kebijaksanaan perpajakan
dan laju pembangunan nasional.
Sebagai tindak lanjut dari pembaharuan sistem dari perpajakan tersebut maka
lahir lah beberapa Undang-undang tentang perpajakan yaitu UU No. 12 tahun 1985
tentang PBB yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986 yang diubah dengan UU No.
12 Tahun 1994. Bumi dan Bangunan tidak dapat disangkal lagi memberikan
keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau
badan yang mempunyai satu hak atasnya atau memperoleh manfaat daripadanya, oleh
karena itu perlu peran serta dan kegotong-royongan dari masyarakat dan wajar
apabila mereka diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang
diperolehkannya kepada Negara melalui pajak.
Tujuan pembaharuan sistem perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan tersebut
adalah untuk menghindari pengenaan pajak berganda mewujudkan adanya
kesederhanaan, kemudahan dan kepastian hukum bagi wajib pajak karena
Undang-Undang sistem perpajakan yang terdahulu disusun pada zaman kolonial sehingga
tudak dapat sesuai lagi dengan perkembangan zaman pembangunan sekarang.
Dengan adanya Pajak Bumi dan Bangunan diharapkan pendapatan pemerintah daerah
akan lebih meningkat. Dengan meningkatnya pendapatan daerah maka laju
pembangunan daerah akan meningkat pula, untuk itu dari pihak fiskus sendiri perlu
dalam pendaftaran, pendataan, dan penilaian objek dan subjek Pajak Bumi dan
Bangunan serta meningkatkan tertib administrasi, pokok ketetapan pelayanan pajak
kepada wajib pajak, penerimaan dan dan keadilan. Tapi mengingat jumlah objek
pajak yang sangat banyak dan menyebar di Indonesia, sedangkan jumlah tenaga
penilaian dan waktu yang sangat terbatas maka pemerintah melakukan supaya untuk
mempermudah pekerjaan bagi aparat sehingga fiskus dengan cepat dapat
melaksanakannya tugasnya.
Sistem penentuan nilai jual objek pajak dapat dilaksanakan dengan cara
pendataan objek Pajak Bumi dan Bangunan dalam suatu wilayah tertentu yang
dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama lain yang ditunjuk Oleh Direktorat
Jenderal Pajak,tetapi ada juga dengan cara pemutakhir data yaitu suatu kegiatan
memperbaharuan mutasi objek dan/atau subjek pajak dari pejabat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 UU No. 12 Tahun 1994. Sistem penentuan nilai jual objek
jual pajak juga meliputi semua kegiatan untuk memperkirakan nilai jual objek pajak
yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau pihak lain yang ditunjuk
oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal ini dibutuhkan data pendukung untuk
mendapatkan harga jual pasar wajar dan penganalisaan nilai jual objek pajak sebagai
dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Dari uraian di atas masalah yang diambil adalah: Sulit bagi Fiskus untuk
mencari indikator yang benar dalam penentuan nilai jual objek pajak, dalam
Hal ini yang mendasari dan melatarbelakangi saya membuat Proposal Praktik Kerja
Lapangan Mandiri dengan judul:
“PELAYANAN PENENTUAN NILAI JUAL OBJEK PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN YANG DILAKSANAKAN FISKUS DI LINGKUNGAN SETIA
BUDI KELURAHAN ASAM KUMBANG MEDAN”.
B. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
a. Adapun yang menjadi tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana cara yang dilakukan fiskus dalam
menentukan nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan dan menganalisa
data sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan di Lingkungan
Setia Budi Kelurahan Asam Kumbang, Medan.
2. Untuk mengetahui kendala dalam menentukan indikator yang benar dalam
penentuan nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan di Lingkungan Setia
Budi Kelurahan Asam Kumbang, Medan.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan fiskus untuk mengatasi
kendala dalam menentukan nilai jual objek Pajak Bumi dan Bangunan di
Lingkungan Setia Budi Kelurahan Asam Kumbang, Medan
b. Manfaat Penelitian
a) Untuk pengembangan ilmu dalam bidang perpajakan khususnya dalam
bidang penilaian dan penganalisaan data sebidang tanah atau bangunan
dalam satu nilai zona tanah.
b) Untuk menciptakan dan menanamkan rasa tanggung jawab dan
kedisiplinan yang nantinya hal-hal tersebut sangat dibutuhkan ketika
memasuki dunia kerja yang sebenarnya.
c) Untuk meningkatkan frekwensi komunikasi antara Program Studi
Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU dengan fiskus pada
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
d) Guna merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan
pekerjaan secara efisien dan efektif melalui Praktik Kerja Lapangan
Mandiri (PKLM).
e) Sebagai sarana latihan berfikir mahasiswa dalam menyusun suatu
karya ilmiah berdasarkan ilmu yang diperoleh selama dalam
perkuliahan.
2) Bagi Institusi tempat melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
a) Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan lembaga pendidikan
khususnya Universitas Sumatera Utara.
b) Dengan dilaksanakannya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bagi
maupun kritikan yang bersifat membangun yang menjadi sumber masukan
untuk meningkatkan kinerja lingkungan tersebut.
c) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai bahan informasi
mengenai prosedur pelaksanaan pendataan objek pajak yang mereka
miliki.
3) Bagi Lembaga Pendidikan Khususnya Universitas Sumater Utara
a) Membuka interaksi antara dosen dengan instansi yang bersangkutan dalam
memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima
mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).
b) Meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta memantapkan
keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu khususnya di bidang
perpajakan.
4) Bagi Masyarakat
a) Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk mengetahui
bagaimana cara pengukuran, penilaian dan penganalisaan data dari
sebidang tanah atau bangunan dalam suatu zona tanah yang menjadi
Objek Pajak Bumi dan Bangunan.
C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Pada Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini, Penulis memusatkan perhatian pada
upaya meningkatkan kesadaran yang dilaksanakan fiskus di Lingkungan Setia Budi,
Kelurahan Asam Kumbang Medan pada Kantor Pelayanan Kantor Pajak Pratama
Medan Polonia.
D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)
Metode yang digunakan dalam Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah :
a) Tahap Persiapan
Hal ini berkaitan dengan persetujuan dan pengesahan pelaksanaan PKLM baik
dari Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas
Sumatera Utara juga Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
b) Studi Literatur
Penulis mengumpulkan data-data yang menyangkut masalah yang akan
dibahas melalui buku-buku, majalah, Undang-undang, Keputusan Menteri
Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal Pajak dan bahan-bahan lainnya yang
berhubungan dengan objek pajak pembahasan.
c) Observasi Lapangan
Penulis langsung melakukan pengamatan terhadap sistem pelayanan nilai jual
objek pajak yang dilaksanaka di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan
Polonia dengan maksud untuk mendapatkan informasi.
d) Metode Laporan
Bentuk penelitian yang penulis gunakan dalam penilisan skripsi ini adalah
menguraikan kejadian atau peristiwa yang bersifat aktual yang terjadi pada
saat penelitian, menafsirkan dan menganalisa data yang diperoleh sehinnga
dapat ditarik kesimpulan.
e) Analisa dan Evaluasi Data
Setelah memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan
mengevaluasi data secara kualitatif sesuai dengan bentuk dan macam data
yang diperoleh sesuai tuntutan permasalahan Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM).
E. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data mengenai Praktik Kerja Lapangan Mandiri
(PKLM), Penulis mengumpulkan data dan informasi dengan mengunakan metode
sebagai berikut :
a) Metode Observasi
Dalam metode ini penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap objek
Pajak Bumi dan Bangunan yang telah didata oleh Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia dengan maksud mendapatkan informasi.
b) Metode Wawancara
Dalam metode ini penulis akan melakukan tanya jawab langsung denag fiskus
di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.
Dengan metode ini penulis meminta dan melampirkan data berupa
dokumen-dokumen yang berhubungan dengan laporan PKLM ini.
F. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Dimana hal ini penulis akan memaparkan latar belakang masalah,
perumusan masalah,tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan teoritis,
metodologi penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang sejarah singkat
tentang berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia,
struktur organisasi dan tugas serta fungsinya, keadaan pegawai,
tingkat pendidikan dan masa kerja serta golongan pegawai di
lingkungan fiskus.
Menguraikan pengertian-pengertian, dasar ketentuan, subjek dan
objek pajak, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan Pelayanan
Objek Pajak yang dilaksanakan fiskus di Kelurahan Asam Kumbang
BAB IV : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA
Pada bab ini penulis menguraikan berbagai kendala yang dihadapi
oleh fiskus untuk mendapatkan data dalam rangka menentukan harga
jual pasar,dan bagaimana menentukan serat menganalisa nilai jual
objek pajak yang dipergunakan sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini, penulis mengambil kesimpulan dari tugas akhir ini
serta memberikan beberapa saran yang mungkin akan bermanfaat
bagi masyarakat maupun pihak fiskus yang membaca Laporan
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah Singkat KantorPelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan
Sebelum Terjadi Modernisasi
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan merupakan kantor PBB
tipe A, yang terletak di Gedung Keuangan Negara Jl.Diponegoro no.30 A lanati dua,
didirikan pada Tahun 1989. Kantor ini didirikan dengan maksud untuk melayani
semua kepentingan masyarakat mengenai pajak bumi dan bangunan. Untuk lebih
jelasnya, berukut ini akan disampaikan secara singkat sejarah berdirinya Kantor
Sehubungan dengan dikeluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU) tahun 1959, maka sebagai tindak lanjutnya dibentuklah Kantor
Perwakilan Pajak Hasil Bumi di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), pada tahun
1960 kantor perwakilan ini mengendalikan pengolahan pajak hasil bumi untuk semua
daerah tingkat dua di Sumatera bagian utara.
Pada tahun 1965 Kantor Perwakilan Pajak Hasil Bumi diubah menjadi Kantor
Perwakilan Direktorat Iuran Pendapatan Dearah (IPEDA) Sumatera Utara, yang
kemudian pada tahun 1971 diganti namanya menhadi Kantor Inspeksi IPEDA
Sumatera Utara.
Pada tahun 1977direktorat IPEDA yang semula berbeda dibawah direktorat
jenderal moneter dialihkan kepada direktorat jenderal pajak dan dibawah naungan
departemen keuangan Republik Indonesia.
Pada tahun 1979 kantor inspeksi IPEDA Medan di pecah menjadi dua kantor
yaitu: 1. Kantor Inspeksi IPEDA Medan
2. Kantor Inspeksi IPEDA Pematang Siantar
Wilayah kerja kantor inspeksi IPEDA Medan Meliputi daerah tingkat dua sebagai
berikut :
a) Kotamadya Medan
b) Kotamadya Tebing Tinggi
d) Kabupaten Langkat
e) Kabupaten Sibolga
f) Kabupaten Tapanuli Utara
g) Kabupaten Tapanuli Selatan
h) Kabupaten Tapanuli Tengah
i) Kabupaten Nias
Dengan dikeluarnya UU no.12 tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan, maka
sejak tahun 1987 kantor inspeksi IPEDA Medan diubah menjadi Kantor Inspeksi
Pajak Bumi dan Bangunan Medan, yang selanjutnya tahun 1989 terjadi reorganisasi
pada Dirjen Pajak sehubungan dikeluarnya SK MenKeu RI no.276/KMK.04/1989
tanggal 25 Maret 1989; maka nama Kantor inspeksi Pajak berubah menhadi Kantor
Pajak (KP) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), dimana Kantor Pelayanan Pajak
Bumi dan Bangunan untuk Wilayah Sumatera bagian utara di mekarkan menjadi 6
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP-PBB) yaitu :
a) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Medan
b) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Tebing Tinggi
d) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Kisaran
e) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Padang Sidempuan
f) Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Gunung Sitoli
Dan sekarang Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Kantor Pelayanan
Pajak terjadi perubahan pada pertengahan tahun 2008 menjadi Kantor Pelayanan
Pratama, yang di bagi atas 8 Kantor Pelayanan Pajak Pratama yaitu:
a) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia
b) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan
c) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur
d) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota
e) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah
f) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai
g) Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam
B. Struktur Organisasi, Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia No: 55/PMK.01/2007 sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum
2. Seksi Ekstensifikasi
3. Seksi Pengolahan Data Informasi (PDI)
4. Seksi Penagihan
5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
6. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
9. Seksi Pemeriksaan
10.Kelompok Fungsional
11.Seksi Pelayanan
Adapun tugas pokok dan fungsi pada masing-masing seksi pada KPP Pratama
Medan Polonia adalah sebagai berikut:
Memiliki tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal
pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga
serta perlengkapan.
2. Seksi Pelayanan
Memiliki tugas dalam hal penetapan dan penerbitan produk hukum
perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan
dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan
perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan
sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi
Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi
perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan
perpajakan, pengalaokasian, dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan
Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan
dukungan teknis computer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filing dan
penyiapan laporan kinerja.
4. Seksi Pengawasan dan Konsultasi
Memiliki tugas melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak (PPH, PPN, PBB, BPHTB dan Pajak lainnya), bimbingan
/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan
dalam rangka melakukan intensifikasi, dan melakukan evaluasi hasil banding
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu KPP Pratama terdapat 4
(empat) Seksi Pengawasan dan Konsultasi yang pembagian tugasnya
didasarkan pada cakupan wilayah (territorial) tertentu.
5. Seksi Ekstensifikasi
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan pengamatan potensi
perpajakan, pendataan obyek dan subyek pajak, penilaian obyek pajak, dan
kegiatan ekstensifikasi perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
6. Seksi Pemeriksaan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan,
pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran
Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan
lainnya.
7. Seksi Penagihan
Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif,
piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan
penghapusan piutang pajak sesuai ketentuan yang berlaku.
8. Kelompok Fungsional
Kelompok Fungsional yang terdiri atas Pejabat Fungsional Pemeriksa dan
Kepala KPP Pratama Medan Kota. Dalam melaksanakan pekerjaannya,
Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan
sedangkan Pejabat Fungsional Penilai berkoordinasi dengan Seksi
Ekstensifikasi.
9. Unit Fiskal Luar Negeri
Unit Fiskal Luar Negeri bertugas member pelayanan fiscal luar negeri kepada
warga Negara yang hendak bepergian ke luar negeri. Unit ini berada di
Bandara Internasional Polonia Medan, dan bertugas setiap hari.
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia struktur organisasinya
terdiri dari :
1. Kepala Kantor ……….... = 1 orang
2. Kepala Seksi ……… = 10 orang
3. Supervisor ……. ……… = 1 orang
5. Pemeriksa Pajak ……….. = 5 orang
6. Pelaksana ……… = 54 orang
D. Sumber Daya Manusia (SDM)
a. Berdasarkan Golongan
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam tahun
2008 menurut golongan diperinci sebagai berikut :
1. Golongan I = --- orang
2. Golongan II = 48 orang
3. Golongan III = 33 orang
4. Golongan IV
3. SLTA = 14 orang
= 4 orang
Jumlah = 85 orang
b. Berdasarkan jenis Pendidikan
Pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dalam tahun
2008 menurut jenis pendidikan sebagai berikut :
1. SD = 2 orang
4. Program Diploma 1 (D1) = 30 orang
5. Sarjana Muda (D3) Progran Diploma = 4 orang
6. Sarjana ( S1 ) = 18 orang
7. Pasca Sarjana / Master ( S2 ) = 6 orang
8. Doktor ( S3 ) = - orang
Jumlah = 85 orang
c. Sumber Daya Manusia, yang ditempatkan di unit seksi
Jumlah pegawai Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia pada
Tahun 2008 secara keseluruhan mencapai 85 orang yang dibagi menurut
Seksi sebagai berikut :
1. Sub Bagian Umum = 6 orang
2. Seksi PDI = 11 orang
3. Seksi Pelayanan = 14 orang
4. Seksi Ekstensifikasi = 9 orang
6. Seksi Waskon I = 6 orang
7. Seksi Waskon II = 6 orang
8. Seksi Waskon III = 5 orang
9. Seksi Waskon IV = 5 orang
10. Seksi Pemeriksaan = 3 orang
11. Kelompok Fungsional = 6 orang
12. Unit Fiskal Luar Negeri = 8 orang
BAB III
GAMBARAN DATA
A. Definisi dan Fungsi Pajak
Pajak merupakan penerimaan Negara yang sangat penting. Membayar pajak
merupakan kewajiban setiap warga Negara. Besarnya pajak ditetapkan berdasarkan
undang-undang atau dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat 2 menyatakan bahwa “Segala
penerimaan pajak harus berdasarkan Undang-undang.” Namun demikian masih
banyak wajib pajak yang menghindarinya, karena kurang menyadari akan arti dan
fungsi pajak khususnya Pajak Bumi dan Bangunan.
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH yaitu
: Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Ada dua Fungsi pajak, yaitu ;
1. Fungsi Budgetter
Pajak senbagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
2. Fungsi Reguler
Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang social dan ekonomi.
B. Jenis-Jenis Pajak
1. Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan
tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Tidak Langsung yaitu pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahakan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan.
b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungutannya
a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak penjualan
atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b. Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak Daerah terdiri dari :
1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan
Bakar Kendaraan Bermotor
2) Pajak Kabupaten / Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak
Hiburan
C. Dasar Hukum Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang no.12
tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang no.12 tahun 1994.
D. Sistem Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Dasar sistem pemungutan yang dianut dalam Undang-undang Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) adalah sama dengan sistem yang dianut dalam Undang-undang
assessment. Pada PBB sistem ini terletak pada kerelaan Wajib Pajak untuk
memberitahukan data objek pajak yang dimilikinya dan / atau dikuasainya kepada
Fiskus sebagaimana tertuang dalam SPOP (Surat Pemberitahuan Objek Pajak)
E. Ketentuan Umum Pajak Bumi dan Bangunan
Menurut Undang-undang No.12 Tahun 1985 sebagaimana diubah menjadi
Undang-undang No.12 tahun 1994 terdapat pengertian dan pembagian mengenai
PBB, antara lain :
1. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk
rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut wilayah Republik Indinesia.
2. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap
pada tanah dan atau perairan.
Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan.
b. Jalan tol.
c. Kolam renang.
d. Pagar mewah.
e. Tempat olah raga.
f. Galangan kapal, dermaga.
h. Tempat penampungan / kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
i. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.
3. Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) adalah surat yang digunakan oleh
Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak menurut ketentuan
undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan.
4. Surat pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) adalah surat yang digunakan
oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak
terhutang kepada wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SPPT
berdasarkan SPOP wajib Pajak.
5. Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual – beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru atau Nilai Jual
Objek Pajak pengganti.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :
a. Objek Pajak Sektor Pedesaan dan Perkotaan
b. Objek Pajak Sektor Perkebunan
c. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan, Hak
Pengusahaan Hasil Hutan, Izin Pemanfaatan Kayu serta Izin Sah Lainnya
d. Objek Pajak Sektor Kehutanan atas Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri
e. Objek Pajak Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
f. Objek Pajak Sektor Pertambangan Energi Panas Bumi
g. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
Panas Bumi dan Galian C
h. Objek Pajak Sektor Pertambangan Non Migas Galian C
i. Objek Pajak sector pertambangan yang dikelola berdasarkan Kontrak
Karya atau Kontrak Kerjasama
j. Objek Pajak usaha bidang perikanan laut
k. Objek Pajak Usaha bidang perikanan darat
l. Objek Pajak yang bersifat khusus
6. Objek Pajak
a. Yang menjadi Objek Pajak adalah bumi dan atau bangunan
b. Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan
sebagai pedoman, serta untuk memudahkan perhitungan pajak yang
terhutang.
Dalam menetukan klasifikasi bumi / tanah diperhatikan faktor-faktor
sebagai berikut :
1) Peruntukan
2) Pemanfaatan
3) Kondisi lingkungan dan lain-lain
Dalam menetukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut :
1) Bahan yang digunakan
2) Rekayasa
3) Letak
4) Kondisi lingkungan dan lain-lain
c. Pengecualian Objek Pajak
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek
pajak yang :
1) Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan tidak
mencari keuntungan, antara lain :
a) Dibidang ibadah, contoh : mesjid, gereja, vihara.
b) Dibidang kesehatan, contoh : rumah sakit
c) Dibidang pendidikan, contoh : madrasah dan pesantren.
d) Dibidang Sosial, contoh : panti asuhan.
f) Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang
sejenis dengan itu.
2) Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah pengembalaan yang dikuasain oleh desa, dan tanah Negara
yang belum dibebani suatu hak.
2) Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik.
3) Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
dilakukan oleh menteri keuangan.
d. Objek pajak yang digunakan oleh Negara untuk penyelenggaraan
pemerintahan, penetuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Yang dimaksud dengan objek pajak adalah objek pajak yang dimilki /
dikuasai / digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Pmerintah Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan. Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak
Negara yang sebagian besar penerimaannya merupakan pendapatan daerah
yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga
dinikmati oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu
wajar Pemerintah Pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut
Bangunan milik perseorangan dan atau bukan yang digunakan oleh Negara,
kewajiban perpajakannya, tergantung pada perjanjian yang diadakan.
e. Besarnya Nilai Jual Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan untuk
masing-masing kabupaten / kota dengan besar setinggi-tingginya Rp.
12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang Wajib Pajak
mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah
satu objek pajak yang nilainya terbesar, sedangkan objek pajak lainnya tetap
dikenakan secara penuh tanpa dikurangi NJOPTKP.
7. Subjek Pajak
Yang menjadi Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
Dengan demikian tanda pembayaran / pelunasan pajak bukan merupakan
bukti pemilikan hak.
8. Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5%.
9. Dasar Pengenaan Pajak
a. Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak (NJOP)
b. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditetapkan setiap tiga tahun oleh
keuangan dengan mempertimbangkan pendapat
Gubernur/Bupati/Walikota (Pemerintah Daerah) setempat
c. Dasar perhitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-rendahnya 20%
dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)
d. Besarnya persentase ditetapkan dengan Peraturan Pmerintah dengan
memperhatikan kondisi ekonomi nasional.
Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah tiga tahun
sekali. Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena perkembangan
pembangunan mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar, maka
penetapan nilai jual ditetapkan satu tahun sekali.
10.Cara Menghitung Pajak
Besarnya pajak terhutang dihitung dengan cara mengkalikan tariff pajak
dengan NJKP.
Pajak Bumi dan Bangunan = Tarif Pajak x NJKP
= 0,5% x [Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)]
11.Tahun Pajak, Saat, dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang
a. Tahun pajak adalah jakngka waktu 1 tahun takwin, jangka waktu satu
b. Saat yang menentukan pajak yang terutang adalah menurut keadaan objek
pajak tanggal 1 Januari.
c. Tempat pajak yang terutang :
1) Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
2) Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota.
Tempat pajak yang terutang adalah Batam, di wilayah Propinsi Riau.
12.Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP), Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT), dan Surat Ketetapan Pajak (SKP)
a. Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan objek
pajaknya dengan mengisi SPOP.
Dalam rangka pendataan, wajib pajak akan diberikan SPOP untuk diisi
dan dikembalikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wajib Pajak yang
pernah dikenakan IPEDA tidak wajib mendaftarkan objek pajaknya
kecuali kalau ia menerima SPOP, maka dia wajib mengisinya dan
mengembalikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak.
b. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan tepat waktu serta
ditandatangani den disampaikan kepada Dirjen Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-lambatnya 30 hari setelah
Jelas dimaksudkan agar penulisan data yang diterima dalam SPOP dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat
merugikan Negara maupun wajib pajak sendiri.
Benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, seperi luas tanah dan atau bangunan, tahun dan harga
perolehan dan sesuai dengan kolom-kolom/pertanyaan yang ada pada
Surat PemberitahuanObjek Pajak(SPOP).
c. Dirjen Pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang
diterimanya.
SPPT diterbitkan atas dasar SPOP, namun untuk membantu wajib pajak
SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada
Direktorat Jenderal Pajak.
d. Dirjen Pajak dapat mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak dalam hal-hal
sebagai berikut :
1) Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis
tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
2) Apabila berdasarkanhasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata
jumlah pajak yang terutang (seharusnya) lebih besar dari jmlah pajak
Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya, walaupun
sudah ditegur secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka
waktu yang ditentukan dalam Surat Teguran itu, Dirjen Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) secara jabatan.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain yang ada pada
Direktorat Jenderal Pajak ternyata jumlah pajak yang terhutang lebih besar
dari jumlah pajak dala SPPT yang dihitung atas dasar SPOP yang
disampainkan wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan SKP
secara jabatan.
e. Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP sebagaimana dimaksud dalam
huruf d point pertama adala pokok pajak ditambah dengan denda
administrasi sebesar 25% dihitung dari pokok pajak.
Sanksi administrasi yang dikenakan terhadapa wajib pajak yang tidak
menyampainkan SPOP, dikenakan sanksi sebagai tambahan terhadap pokok
pajak yaitu sebesar 25% dari pokok pajak.
SKP ini bedasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak memuat
penetapan objek pajak dan besarnya pajak yang terhutang beserta denda
administrasi yang dikenakan kepada wajib pajak.
f. Jumlah pajak yang terhutang dalam SKPKB sebagaimana dimaksud dalam
pemeriksaan atau keterangan lain dengan pajak yang terhutang yang
dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi sebesar 25% dari
selisih pajak yang terhutang.
13.Tata Cara Pembayaran Dan Penagihan
a. Pajak yang terhutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.
b. Pajak yang terhutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya
1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak.
c. Pajak yang terhutang yang pada saat jatuh tempo pembayarannya tidak
dibayar atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua
persen) sebulan, yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan.
d. Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam huruf c di atas, ditambah
dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan surat
Tagihan Pajak (STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib Pajak.
e. Pajak yang terutang dapat di bayar di BANK, Kantor Pos, dan Giro, dan
tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
g. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak, dan
Surat Tagihan Pajak (SPT) merupakan dasar penagihan pajak.
h. Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada
waktunya dapat ditagih dengan surat paksa.
Dalam hal tagihan pajak yang terutang dibayar setelah jatuh tempo yang telah
ditentukan, penagihannya dilakukan dengan surat paksa yang saat ini
berdasarkan UU no.19 tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU
no.19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa.
14.Pembagian Hasil Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan penerimaan Negara
(dalam hal ini Pemerintah Pusat) dan disetor sepenuhnya ke rekening kas
Negara. Namun demikian, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan akan dibagi
untuk pemerintah Pusat dan Daerah dengan imbangan sebagai berikut :
a) 10% (sepuluh persen) untuk Pemerintah Pusat
b) 90% (sembilan puluh persen) untuk Perintah Daerah
Jumlah 10% bagian Pemerintah Pusat dibagikan kepada seluruh wilayah
kabupaten dan kota yang didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun
a. 65% dibagikan secara merata kepada selurh wilayah kabupaten dan kota,
dan
b. 35% dibagikan secara intensif kepada daerha kabupaten dan kota yang
realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan
sector tertentu
Jumlah 90% bagian Pemerintah daerah dibagi dengan rincian sebagai
berikut :
a. 16,5% untuk daerah Provinsi yang bersangkutan dan disalurkan ke
rekening Kas Umum Daerah Provinsi
b. 64,8% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan dan disalurkan
ke Rekening Kas Umum Daerah Kabupaten/Kota
c. 9% untuk Biaya Pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat Jenderal
Pajak dan Daerah
Khusus untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 90% dari hasil
penerimaan tersebut merupakan penerimaan bagian Daerah yang dibagikan
dengan rincian sebagai berikut :
a. 16,2% untuk Daerah Provinsi, yang dibagi dengan imbangan :
1) 30% untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan disalurkan melalui rekening khusus dana pendidikan
b. 64% untuk Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yang dibagi
dengan imbangan :
1) 30% untuk biaya pendidikan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
dan disalurkam melalui rekening khusus dana Pendidikan
2) 70% untuk Daerah Kabupaten/Kota dan disalurkanmelalui rekening
kas Daerah Kabupaten/Kota
c. 9% untuk biaya pemungutan yang dibagikan kepada Direktorat
BAB IV
PENYAJAIN DATA DAN ANALISA DATA
A. Pendataan dan Penyajian Data
1. Maksud dan tujuan dilaksnakannya pendataan dan penilaian didalam
menetukan Nilai Jual Objek Pajak.
Tujuan dilakukan pendataan dan penilaian adalah dimaksudkan untuk
menciptakan pengenaan pajak yang adil dan merata terhadap seluruh masyarakat
Wajib Pajak. Dalam hal pengenaan pajak PBB, pajak yang dikenakan terhadap objek
pajak yang dimiliki/dimanfaatkan oleh wajib pajak, hal ini dikarenakan PBB adalah
merupakan pajak yang hanya memperhatikan objek pajaknya saja, yang digunakan
sebagai dasar pengenaan pajak.
Mekanisme penentuan nilai jual Objek Pajak PBB nya berdasarkan
Pasal 1 ayat 3 Undang–undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang–undang Nomor 12 tahun 1994
yaitu Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata–rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan
harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Objek Pajak Pengganti.
a. Perbandingan harga dengan Objek Pajak lain yang sejenis adalah
suatu pendekatan/metode penentuan nilai jual objek dengan cara
membandingkannya dengan objek pajak lain yang sejenis, yang
letaknya berdekatan dan fungsinya sama, dan telah diketahui harga
jualnya.
b. Nilai perolehan baru adalah suatu pendekatan/metode penentuan
nilai jual suatu objek pajak dengan cara menghitung seluruh biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh objek tersebut pada saat penilaian
dilakukan, yang dikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik objek
tersebut.
c. Nilai jual pengganti adalah suatu pendekatan/metode penentuan
nialai jual suatu objek yang berdasarkan pada hasil produksi objek
pajak tersebut.
Untuk pelaksanaan penilaian nilai tanah di dapat dari Nilai Indikasi Rata–rata (NIR)
sedangkan nilai bangunan dari analisa BOW yang terangkum dalam DBKB (Daftar
Biaya Komponen Bangunan). Selanjutnya nilai tanah dan bangunan yang telah
2. Pendataan
Sebelum objek pajak didata terlebih dahulu wajaib pajak haruslah
mendaftar objek pajaknya dengan mengisi SPOP yang telah diberikan kepada wajib
pajak. Di dalam pengisian surat pemberitahuan ini harus di isi dengan jelas, benar dan
lengkap karena penulisan yang salah akan mengakibatkan adanya kerugian disalah
satu pihak. Setelah di isi lalu dikembalikan lagi kepada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama Medan Polonia. Pengembalian ini mempunyai batas waktu yang telah
ditetapkan yaitu selambat–lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh
wajib pajak. Setelah pendaftaran dilaksanakan oleh wajib pajak maka dilaksanakan
juga pendataan. Pendataan juga dilakukan oleh petugas Dirjen Pajak.
Ada 4 cara melakukan pendataan tersebut :
a. Penyebaran SPOP
Yaitu dengan cara membagi–bagikan SPOP kepada wajib agar di isi dengan
lengkap dan jelas mengenai objek pajaknya.
Yaitu dengan mengenali tentang subjek pajak baik pekerjaan atau
penghasilannya dan mengetahui dimana saja letak objek pajak yang
dimilikinya.
c. Verifikasi subjek dan objek pajak
Yaitu dengan cara menemui langsung objek pajak tersebut serta melihat
langsung objek pajaknya.
d. Pengukuran/penghitungan objek pajak
Yaitu dengan cara mengukur luas bumi dan bangunan yang dimiliki subjek
pajak. Secara manual maupun dengan bantuan komputer (melalui CAV
SISMIOP/Sistem ataupun DBKB 2000)
Ada juga data pendukung, yaitu:
a. Harga Material dan Upah pada tahun pajak yang akan digunakan
b. Data Pasar sebagai referensi nilai tanah seperti dari data penawaran,
laporan PPAT terbaru, analisa Assessment Sales Ratio dan data lain
yang relevan.
3. Penilaian
Setelah didata objek yang bersangkutan kemudian barulah dapat dinilai
harga rata–rata setiap objek pajak. Harga atau nilai jual dari pada objek pajak tersebut
termasuk kedalam dasar pengenaan PBB. Ada dua nilai jual yang termasuk kedalam
a. Nilai Jual Objek Pajak
Nilai Jual Objek Pajak adalah harga rata–rata transaksi jual beli secara wajar
maksudnya harga tersebut dapat berubah setiap tahunnya dan tidak bisa
ditetapkan harganya. Seperti misalnya harga tanah yang nilai jualnya tidak
menurun akan tetapi meningkat setiap tahunnya mengikuti perkembangan
Nilai Jual Objek Pajak ditentukan dengan cara:
1) Perbandingan harga dengan objek pajak lain yang sejenis yaitu:
dengan melihat dan membandingkan harga jual objek pajak yang lain
yang sejenis lalu ditetapkan setelah mendapatkan harga rata–ratanya.
2) Menilai perolehan baru: dengan cara menghitung seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh objek yang dimaksud dikurangi
penyusutan.
3) Nilai Jual Pengganti: menghitung nilai objek pajak berdasarkan hasil
produksi ataupun pendataan dari objek pajak tersebut.
b. Nilai Jual Kena Pajak
Berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1994 menetapkan
besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak yaitu 20%, kecuali untuk objek
perumahan dengan wajib pajak perseorangan dan Nilai Jual Objek Pajaknya
diatas 1 Miliar, persentase Nilai Jual Kena Pajaknya ditetapkan besar 40%
(tidak termasuk pegawai negeri sipil, ABRI, pensiunan, janda, dan duda yang
B. Cara Menentukan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Penerima PBB
Di dalam ilmu penilaian dikenal beberapa metode (pendekatan) penilaian
yang dapat digunakan oleh penilai dalam rangka penentuan nilai properti. Beberapa
pendekatan penilaian yang selama ini digunakan, diantaranya adalah yang di bawah
ini:
a. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach)
b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
c. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
d. Pendekatan Keuntungan (Profit Approach)
e. Pendekatan Sisa (Residual Approach)
f. Pendekatan Discounted Cash Flow (Discounted Cash Flow Approach)
Di antara pendekatan diatas,terdapat beberapa pendekatan yang kurang begitu
dikenal di Indonesia. Tiga pendekatan utama yang selama ini banyak digunakan oleh
para penilai di Indonesia adalah :
a. Pedekatan Data Pasar (Market Data Approach)
Suatu pendekatan yang digunakan untuk menentukan nilai suatu
properti berdasarkan perbandingan antara properti lain yang sejenis
atau mirip yang telah dijual/disewa (terjadi transaksi) di pasaran.
b. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Suatu pendekatan penilaian properti yang dilakukan dengan cara
memperkirakan biaya pembangunan baru bangunan kemudian
dikurangi penyusutan dan ditambah dengan nilai tanahnya. Pendekatan
biaya ini didasarkan pada prinsip bahwa seseorang yang mempunyai
pengetahuan didalam membangun suatu properti tidak akan sudi
membeli suatu properti yang lebih tinggi dari pada biaya untuk
membangun properti tersebut. Oleh karena itu, jika pembanguan
properti ( biaya pembelian tanah + biaya pembangunan gedungnya)
adalah Rp 150.000.000.- , maka berdasarkan pendekatan ini nilai
properti tersebut adalah Rp 150.000.000.- . Ini berlaku dalam keadaan
properti yang dinilai tersebut masih dalam keadaan baru selesai akan
dibangun. Kebayakannya properti yang dinilai adalah properti-properti
dipertimbangkan nilai penyusutan, yang dapat berakibat pada
penurunan nilai properti tersebut.
c. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Suatu pendekatan penilaian properti yang berdasarkan kepada
pendapatan bersih per tahun (yang diterima dari pengusaha properti
tersebut), yang kemudian dikapitalisasikan dengan suatu tingkat faktor
kapitalisasi tertentu untuk mendapatkan nilai pasar wajar properti
tersebut. Pendekatan tersebut digunakan untuk menilai
properti-properti komersial atau properti-properti yang mampu menghasilkan
pendapatan (Income Producing Properties) seperti pertokoan,
perkantoran, apartemen yang disewakan, dan lain–lain.
Properti–properti tersebut biasa nya tidak sesuai jika dinilai dengan
pendekatan biaya karena beberapa properti kadang – kadang
mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada biaya pembangunannya.
Dari ketiga pendekataan tersebut di atas yang dipakai Daerah Setia
Budi Medan adalah Pendekatan Data Pasar. Beberapa langkah yang
harus dilakukan oleh penilai didalam menerapkan Pendekatan Data
Pasar ini adalah sebagai berikut :
1. Mengumpulkan Data Pembanding
Dalam mrngumpulkan data pembanding hendaklah diperhatikan hal–
a. Properti pembanding hendaknya berada pada lokasi yang sama dengan
properti yang dinilai. Lokasi yang sama dalam hal ini adalah
dipandang dari segi zoningnya, sedangkan batas wilayah administratif
tidak digunakan sebagai batasan yang mutlak. Properti yang berada
dalam satu wilayah administratif tetapi berada dalam zoning yang
berbeda, maka dianggap tidak berada dalam satu lokasi yang sama.
b. Properti pembanding hendaknya mempunyai kegunaan yang sama
dengan properti yang dinilai. Maksudnya, jika properti yang adalah
rumah tinggal maka data pembanding juga harus rumah tinggal.
Begitu juga jika properti yang dinilai adalah pertokoan maka data
pembandingnya juga harus pertokoan dan sebagainya.
c. Telah terjadi transaksi pada properti pembanding tersebut property
yang digunakan sebagai data pembanding adalah properti – properti
yang terhadapnya telah dilakukan transaksi. Misalnya, properti
tersebut baru saja dijual/dibeli, disewakan, dan lain–lain. Data
transaksi properti pembanding inilah yang kemusian digunakan
sebagai dasar indikasi nilai properti yan dinilai, setelah disesuaikan
dengan menggunakan faktor–faktor penyesuaian tertentu.
d. Jangka waktu terjadinya transaksi masih baru jangka waktu ini terjadi
jika transaksi properti pembanding dengan tanggal penilaian
dengan tanggal penilaian maka semakin baik mutu data tersebut.
Walau bagaimanapun jangka waktu 1 atau 2 tahun masih merupakan
jangka waktu yang masih dapat diterima.
e. Karakteristik data pembanding hendaknya mempunyai kemiripan
dengan property yang dinilai. Jika yang dinilai adalah tanah kosong,
hendaknya data (tanah) yang digunakan sebagai pembanding
hendaknya mempunyai karakteristik fisik yang mirip dengan properti
yang dinilai. Misalnya : Luas tanah, bentuk tanah, permukaan (kontur)
tanah, elevasi tanah dan lain–lain. Jika yang dinilai adalah bangunan,
maka data (bangunan) yang dugunakan sebagai pembanding
hendaknya mempunyai karakteristik fisik yang mirip dengan properti
yang dinilai, seperti : Luas bangunan, jumlah tingkat, komponen
bangunan, dan lain-lain.
f. Jumlah data pembanding diusahakan sebanyak-banyaknya. Semakin
banyak data pembanding yang dikumpulkan, maka semakin baik hasil
penilaian yang dihasilkan dengan menggunakan pendekatan data pasar
ini. Jika keadaan memungkinkan, diusahakan untuk mengumpulkan
data sebanyak–banyaknya. Hanya saja keadaan ini jarang terpenuhi,
hal ini disebabkan managemen informasi data jual properti di negara
Penyusutan Informasi
Penyusutan informasi yang diperoleh dari data pembanding hendaknya
lengkap dan jelas. Data–data yang perlu dicatat dan dikumpulkan:
a.Jenis properti
b.Penjual
c.Pembeli
d.Tanggal penjualan/pembelian
e.Harga transaksi
f.Nomor sertifikat, dan data–data yuridis properti yang lain
g.Lokasi
h.Sifat fisik
i.Syarat pembayaran
j.Motivasi penjualan/pembelian
Sumber Data
Sumber–sumber pengumpulan data pembanding ini adalah antara lain :
a.Pejual
b.Pembeli
c.Notaris
d.Perantara, Broker, Agen
f.Iklan
g.Surat kabar, Majalah, dan lain–lain
h.Buku informasi harga properti
2. Analisa Data Pembanding
Data–data yang dikumpulkan pada langkah pertama diatas kemudian
dianalisis, untuk kemudian dipilih data–data yang baik dan memenuhi syarat. Analisis
data ini memperhatikan lokasi, waktu transaksi, jenis properti dan lain–lain.
3. Adjustment (Penyusutan)
Penentuan nilai Properti, dilakuakan dengan cara membuat perbandingan
antara properti yang dinilai dengan properti pembanding. di dalam membuat properti
perbandingan dilakukan dengan cara diberikan penyesuaian-penyesuaian terhadap
properti pembanding berdasarkan perbedaan- perbedaan yang dimiliki antara properti
pembanding dengan properti penilai. Faktor–faktor pembanding adalah Lokasi,
accessibility(pencapaian), waktu dan karakteristik properti. Sedangkan penyesuaian
dilakuakan dengan cara menggunakan metode rata-rata yaitu keseluruhan nilai jual
objek pajak yang telah dihitung ditambahkan kemudian dibagi dengan jumlah objek
yang diteliti.
Untuk daerah Setia Budi, cara menganalisa data pembanding dan penentuan
nilai jual objek pajak dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Komplek Taman Setia Budi Indah Blok X X No. 16
-Harga transaksi (penawaran tanah dan bangunan) Rp 70.000.000,-
-Nilai bangunan (ditentukan dengan menggunakan DBKB) Rp 14.000.000,-
-Nilai tanah (Transaksi – Harga Bangunan) Rp 56.000.000,-
-Nilai tanah/Meter (nilai tanah : luas tanah) Rp 288.000,-
-Penyesuian Rp 45.362,-
-Nilai indikasi rata–rata Rp 334.021,-
2. Komplek Taman Setia Budi Indah Blok V V No.147
-Harga transaksi ( penawaran tanah dan bangunan) Rp115.000.000,-
-Nilai Bangunan (ditentukan dengan menggunakan DBKB) Rp 23.000.000,-
-Nilai tanah (Transaksi – Harga bangunan) Rp 91.291.000,-
-Nilai tanah/meter(nilai tanah : Luas tanah) Rp 304.000,-
-Penyesuaian Rp ---
-Nilai Indikasi Rata–rata Rp 304.000.-
Jadi Nilai Jual Objek Pajak di daerah Setia Budi Medan adalah sebagai berikut:
Rp.334.021,- + Rp.304.000,-
= Rp. 319.010
Jadi nilai indikasi rata–rata pajak nya untuk daerah setia budi khusus zona
nilai tanah kelompok AB adalah Rp.319.010,- berada dikelas 23 yaitu antara
Rp.308.000 s/d Rp.362.000 =
Kelas
Rp.335.000,-
Klasifikasi, Penggolongan dan Ketentuan Nilai Jual Permukaan Bumi (tanah)
Penggolongan Nilai Jual Bangunan
(Rp/M2)
Nilai Jual Bangunan (Rp/M2)
1 2 3
1 2 3
> 3’000’000 s/d 3’200’000 > 2’850’000 s/d 3’000’000 > 2’708’000 s/d 2’850’000
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
> 2’573’000 s/d 2’708’000 > 2’444’000 s/d 2’573’000 > 2’261’000 s/d 2’444’000 > 2’091’000 s/d 2’261’000 > 1’934’000 s/d 2’091’000 > 1’789’000 s/d 1’934’000 > 1’655’000 s/d 1’789’000 > 1’490’000 s/d 1’566’000 > 1’341’000 s/d 1’490’000 > 1’207’000 s/d 1’341’000 > 1’086’000 s/d 1’207’000 > 977’000 s/d 1’086’000 > 855’000 s/d 977’000 > 748’000 s/d 855’000 > 655’000 s/d 748’000 > 573’000 s/d 655’000 > 501’000 s/d 573’000 > 426’000 s/d 501’000 > 362’000 s/d 426’000 > 308’000 s/d 362’000 > 262’000 s/d 308’000 > 223’000 s/d 262’000 > 178’000 s/d 223’000 > 142’000 s/d 178’000 > 114’000 s/d 142’000 > 91’000 s/d 114’000 > 73’000 s/d 91’000
2’640’000 2’508’000 2’352’000 2’176’000 2’013’000 1’862’000 1’722’000 1’573’000 1’416’000 1’274’000 1’147’000 1’032’000 916’000 802’000 702’000 614’000 537’000 464’000 394’000 335’000 285’000 243’000 200’000 160’000 128’000 103’000 82’000
Kelas Penggolongan
Nilai Jual Bangunan (Rp/M2)
Nilai Jual Bangunan (Rp/M2)
1 2 3
31 32 33 34
> 55’000 s/d 73’000 > 41’000 s/d 55’000 > 31’000 s/d 41’000 > 23’000 s/d 31’000
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
> 17’000 s/d 23’000 > 12’000 s/d 17’000 > 8’400 s/d 12’000 > 5’900 s/d 8’400 > 4’100 s/d 5’900 > 2’900 s/d 4’100 > 2’000 s/d 2’900 > 1’400 s/d 2’000 > 1’050 s/d 1’400 > 760 s/d 1’050
> 550 s/d 760
> 410 s/d 550
> 310 s/d 410
> 240 s/d 310
> 170 s/d 240 > 170 s/d
20’000 14’000 10’000 7’150 5’000 3’500 2’450 1’700 1’200 910 660 480 350 270 200 140
Klasifikasi, Penggolongan ketentuan Nilai Jual Bangunan
Kelas Penggolongan
Nilai Jual Bangunan (Rp/M2)
Nilai Jual Bangunan (Rp/M2)
1 2 3
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
> 902’000 s/d 1’034’000 > 744’000 s/d 902’000 > 656’000 s/d 744’000 > 534’000 s/d 656’000 > 476’000 s/d 534’000 > 382’000 s/d 476’000 > 348’000 s/d 382’000 > 272’000 s/d 348’000 > 256’000 s/d 272’000 > 194’000 s/d 256’000 > 188’000 s/d 194’000 > 136’000 s/d 188’000 > 128’000 s/d 136’000 > 104’000 s/d 128’000 > 92’000 s/d 104’000 > 74’000 s/d 92’000 > 68’000 s/d 74’000 > 52’000 s/d 68;000 > 52’000
968’000 823’000 700’000 595’000 505’000 429’000 365’000 310’000 264’000 225’000 191’000 162’000 132’000 116’000 98’000 83’000 71’000 60’000 50’000
C. Sosialisasi Dalam Mengoptimalkan Penerimaan PBB.
1. Bagaimana Sosialisasi Dalam Mengoptimalkan Penerimaan PBB di
Di dalam keputusan Menteri Keuangan Nomor 1007/KMK.04/1985 tanggal
28 Desember 1985 tentang pelimpahan wewenang penagihan Pajak Bumi dan
Bangunan kepada Gubernur Kepala Dearah Tk.I dan/atau Bupati/Walikotamadya
Kepala Daerah Tk.II.
a. Pasal 1 : Wewenang penagihan Pajak Bumi dan Bangunan, dengan
keputusan ini;dilimpahkan untuk masing–masing Dearah kepada;
1) Gubernur kepala Daerah Khusus Ibukota atau pejabat lain yang
ditunjuk untuk Daerah Khusus Ibukota;
2) Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II atau pejabat lain
yang ditunjuk, untuk Daerah lainnya.
b. Pasal 2 : Pelimpahan wewenang sebagaimana dimaksud pasal 1, tidak
meliputi penagihan Pajak Bumi dan Bangunan untuk Wajib Pajak
Perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Dalam sosialisasi untuk optimalkan penerimaan PBB sebagian besar dilakukan oleh
pemerintah daerah setempat dengan RT/Kepala Lingkungan sebagai ujung tombak
peneriamaan PBB.
2. Pihak Yang Dilibatkan Dalam Mengoptimalisasikan Penerimaan PBB
Pihak pihak yang dilibatkan dalam penerimaan ini adalah :
b. Pihak Aparat Kecamatan
c. Pihak Kelurahan
d. Pihak Kantor Pajak dalam Penagihan Aktif
D. Kendala dan Mengatasi Dalam Mementukan Indikator yang Benar Untuk
Penentuan NJOP PBB.
Di dalam menentukan penentuan Nilai Jual Objek Pajak PBB terdapat dua
kendala dan upaya untuk mengatasinya yaitu :
1. Data yang dikumpulkan terkadang tidak aktual
Data yang dikumpulkan kadang tidak actual seperti data jual beli yang
sudah lama terjadi, data PPAT yang menggunakan data NJOP, data iklan
Koran maupun majalah yang berupa data penawaran bukan data jual beli,
hal ini menyangkut kompotensi dari penilai sendiri yang melakuka n
penilaian NJOP tersebut dalam hal penyesuaian–penyesuaian untuk
memperoleh harga pasar yang wajar. Sebisa mungkin data yang
dikumpulkan adalah data haraga pasar yang wajar.
2. Pengisian SPOP yang dilakukan Wajib Pajak hanya sekali dan tidak di
muktakhirkan lagi oleh wajib pajak sedangkan perkembangan kota secara
objek pajak bersangkutan unuk memutakhirkan sesuai dengan keadaan
sebanarnya.
1. Target dan Realisasi PBB di Lingkungan Setia Budi Kelurahan Asam
Kumbang.
Target penerimaan PBB setiap tahun selalu meningkat diimbangi dengan
penerimaan yang juga setiap tahun nya meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Cara yang dilakukan fiskus dalam menentukan Nilai Jual Objek Pajak Bumi
dan Bangunan dan menganalisa data sebagai dasar pengenaan Pajak Bumi
dan Bangunan di lingkungan Setia Budi Kelurahan Asam Kumbang, Medan
adalah Berdasarkan pasal 1 ayat 3 Undang-undang nomer 12 tahun 1985
tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana terakhir telah diubah
dengan undang nomer 12 tahun 1994 tentang perubahan
undang-undang nomer 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan bahwa
yang dimaksud dengan :
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
transaksi jual beli yang secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi
jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual
Objek Pajak Pengganti.
2. Kendala dalam menentukan indikator yang benar dalam penentuan Nilai Jual
Objek Pajak Bumi dan Bangunan di Lingkungan Setia Budi Kelurahan Asam
Kumbang medan adalah data yang dikumpulkan tidak aktual dan pengisian
SPOP yang dilakukan Wajib Pajak hanya sekali dan tidak dimutakhirkan lagi
3. Upaya-upaya yang dilakukan fiskus untuk mengatasi kendala dalam
menentukan Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan di Lingkungan
Setia Budi Kelurahan Asam Kumbang, medan adalah
a. Data yang dikumpulkan kadang tidak actual seperti data jual beli yang
sudah lama terjadi, data PPAT yang menggunakan data NJOP, data iklan
Koran maupun majalah yang berupa