• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI SARI RINGGUNG, DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN PESAWARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI SARI RINGGUNG, DESA SIDODADI, KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN PESAWARAN"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERENCANAAN LANSKAP EKOWISATA HUTAN MANGROVE DI PANTAI RINGGUNG, DESA SIDODADI,

KECAMATAN PADANG CERMIN, KABUPATEN PESAWARAN

Oleh

BAGUS NUGRAHA

Ekowisata merupakan suatu pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari melalui kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Penerapan konsep ekowisata pada kawasan hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran diharapkan dapat mengurangi kerusakan ekosistem mangrove dengan meningkatkan kepedulian masyarakat umum tentang keberadaan mangrove. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rencana ekowisata hutan mangrove melalui eksplorasi potensi lanskap berupa unsur-unsur biofisik dan sosial masyarakat.

(2)

Bagus Nugraha sirkulasi yaitu: jalur paving blok untuk jalan setapak di jalur darat, jalur boardwalk untuk melintasi lahan basah, dan jalur kapal untuk melintasi perairan terbuka. Kelapa dan Cemara dipilih sebagai tanaman pengisi ruang serta berbagai jenis mangrove sebagai tanaman untuk rehabilitasi lahan basah.

Atraksi utama yang dapat dinikmati di hutan mangrove Pantai Sari Ringgung oleh pengunjung adalah spesies burung Alcedo sp. dan dominansi mangrove dari spesies Rhizopora apiculata. Pengunjung juga dapat melakukan aktivitas pengenalan, pengamatan, dan mengikuti kegiatan penanaman tumbuhan mangrove.

(3)

ABSTRACT

ECOTOURISM LANDCAPE PLANNING OF MANGROVE FOREST IN SARI RINGGUNG BEACH SIDODADI VILAGE

PADANG CERMIN PESAWARAN

Oleh

BAGUS NUGRAHA

Ecotourism is a utilization of mangrove forest ecosystems in a sustainable manner through tourism activities that are responsible to environment. The application of the ecotourism concept in the mangrove forest area in Sari Ringgung Beach Sidodadi Village of Padang Cermin Pesawaran is expected to reduce the damage to mangrove ecosystems by increasing public awareness of the mangroves existence. This research objectives are to develop a plan of mangrove forest ecotourism through the exploration landscape potential in the form of biophysical elements and social community.

(4)

Bagus Nugraha boardwalk path to cross the wetlands, and ships route to cross the open beach. Coconut and Pine selected as a space filler plants and various types of mangrove as wetlands rehabilitation plants.

The main attractions that can be enjoyed in the mangrove forest Sari Ringgung each by visitors are Alcedo sp. birds species and dominance of the mangrove species Rhizophora apiculata. Visitors also can perform activity recognition, observation, and follow the mangrove planting activities.

(5)
(6)
(7)
(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Yogyakarta pada 9 Maret 1992. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Bapak Hidayat Sofyan dan Ibu Siti Khotiyah, Kakak dari Muklis Aditya dan Khresna Laksiana. Penulis memulai pendidikan dari Taman Kanak-kanak Pertiwi Way Jepara Lampung Timur dan lulus pada 1998. Selanjutnya, penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 1 Labuhan Ratu Dua Way Jepara Lampung Timur pada 2004, SMPN 1 Way Jepara Lampung Timur pada 2007, serta SMAN 1 Way Jepara Lampung Timur pada 2010. Semasa Pendidikan SMA, penulis aktif dalam organisasi dan menjadi atlet olah raga karate hingga meraih Juara I Nasional Karate Lemkari di Kota Jembrana Bali pada 2008.

(9)

Kendari Sulewesi Tenggara yang diselenggarakan oleh Sylva Indonesia (SI). Penulis juga merupakan pendiri Forum Penyelam Mahasiswa Lampung (FOPMALA) pada 2012 dan di 2014 penulis mendapat Sertifikat Internasional Izin Menyelam A.1 dari Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI).

(10)

PERSEMBAHAN

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis persembahkan karya ini kepada:

1. Kedua Orang tua Hidayat Sofyan dan Siti Khotiyah tersayang, yang telah

sepenuh hati membesarkan, mendidik, dan mendo’akan

2. Kedua adikku Muklis Aditya dan Khresna Laksiana, yang turut memberi

semangat dan do’a dalam setiap langkah.

3. Para Guru dan Pendidik yang telah mengajarkan banyak hal, baik ilmu pengetahuan, ilmu hidup, maupun ilmu akherat dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.

(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Perencanaan Lanskap Ekowisata Hutan Mangrove di Pantai Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

di Universitas Lampung.

Kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa M.Si., selaku Pembimbing I yang selalu memberikan nasehat, motivasi, dukungan, dan arahan dalam menyusun skripsi.

2. Ir. Setyo Widagdo M.S., selaku Pembimbing II yang juga telah memberikan nasehat, motivasi, dukungan, dan arahan dalam menyusun skripsi.

3. Dr. Ir. Slamet Budi Yuwono M.S., selaku Pembahas Skripsi yang banyak memberikan masukan serta kritik yang membangun.

4. Bapak Rudi Hilmanto, S.Hut, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan nasehat, motivasi, dukungan, dan arahan semasa perkuliahan.

(12)

7. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, akan tetapi semoga berguna bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Manfaat Penelitian ... 4

1.4 Kerangka Pemikiran ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove ... 7

2.2 Ekowisata ... 14

2.3 Perencanaan Lanskap ... 16

III. METODOLOGI PENELTIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

3.2 Alat dan Objek Penelitian ... 18

3.3 Batasan Penelitian ... 18

(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Inventarisasi ... 32 4.2 Pembahasan ... 45

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 92 5.2 Saran ... 93

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis, bentuk, sumber data, dan cara pengambilan ... 19

2. Data curah hujan 2009-2013 di Desa Sidodadi ... 38

3. Jenis tumbuhan di hutan mangrove Pantai Sari Ringgung ... 42

4. Jenis satwa di hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung ... 43

5. Hasil sintesis potensi dan kendala tapak sebagai ekowisata hutan mangrove ... 63

6. Keaneragaman dan struktur vegetasi mangrove fase pohon ... 98

7. Keaneragaman vegetasi mangrove fase semai ... 99

8. Morfologi Mangrove (Noor, dkk., 2006) ... 100

9. Keanekaragaman dan populasi satwa ... 109

10. Ilustrasi Burung (Mac Kinnon, Philipps, dan Van Balen, 1998) ... 110

11. Hasil wawancara terhadap identitas pengunjung Pantai Sari Ringgung ... 114

12. Hasil wawancara terhadap motivasi dan penilaian pengunjung Pantai Sari Ringgung Sidodadi ... 114

13. Hasil wawancara terhadap identitas masyarakat Desa Sidodadi ... 115

14. Hasil wawancara terhadap penerimaan masyarakat Desa Sidodadi ... 115

(16)

i

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka pemikiran perencanaan pengembangan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin

Kabupaten Pesawaran ... 5

2. Peta lokasi penelitian hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran ... 17

3. Tahapan kegiatan perencanaan lanskap ... 19

4. Desain kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak ... 22

5. Desain metode transek pengamatan satwa liar ... 22

6. Diagram alur perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove... 31

7. Peta tata guna lahan di Pantai Sari Ringgung ... 33

8. Kondisi tata guna lahan di Pantai Sari Ringgung ... 34

9. Aksesibilitas di Pantai Sari Ringgung... 35

10. Kondisi aksesibilitas di Pantai Sari Ringgung ... 35

11. Foto citra satelit Lansat 2014 dan View (Pemandangan) di Pantai Sari Ringgung ... 37

12. Topografi di Pantai Sari Ringgung ... 39

13. Kondisi topografi di Pantai Sari Ringgung ... 39

(17)

ii 15. Pasang air laut di Pantai Sari Ringgung ... 42 16. Kondisi hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung ... 41 17. Lokasi plot sampel vegetasi di Pantai Sari Ringgung ... 42 18. Lokasi genangan air pasang di hutan mangrove di Pantai

Sari Ringgung ... 47 19. Kesesuaian lahan untuk pembangunan infrastruktur

pendukung ruang ekowisata di Pantai Sari Ringgung ... 49 20. Tingkat kerapatan hutan mangrove di Pantai

Sari Ringgung ... 54 21. Kategori tingkat kerapatan hutan mangrove di Pantai Sari

Ringgung ... 54 22. Burung aja udang biru (Alcaedo coerulescens) di hutan

mangrove Pantai Sari Ringgung ... 56 23. Penentuan lokasi birdwatching di Pantai Sari Ringgung ... 57 24. Tata ruang ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari

Ringgung Desa Sidodadi... 70 25. Rencana sirkulasi ekowisata hutan mangrove di Pantai

Sari Ringgung ... 74 26. Rancangan ruang penerimaan ekowisata di Pantai Sari

Ringgung Desa Sidodadi... 76 27. Rancangan ruang pelayanan ekowisata di Pantai Sari

Ringgung Desa Sidodadi... 78 28. Rancangan ruang penyangga ekowisata di Pantai Sari

Ringgung Desa Sidodadi... 79 29. lustrasi aktivitas penanaman mangrove, tracking, dan

interpretasi di hutan mangrove Pantai Sari Ringgung ... 80 30. Rancangan ruang wisata ekowisata di Pantai Sari

Ringgung Desa Sidodadi... 81 31. Rancangan sirkulasi ekowisata hutan mangrove di pantai

(18)

iii 32. Lokasi hutan angrove bagian dalam dan luar untuk rute

boardwalk. ... 84 33. Ilustrasi lahan basah dan lahan miring di ruang

penyangga yang memerlukan rehabilitasi. ... 86 34. Penataan tanaman kelapa (Cocos nucifera) dan cemara laut

(Casuarina Equisetifolia) penyusun ruang wisata. ... 87 35. Ilustrasi penataan tanaman kelapa (Cocos Nucifera) sebagai

dan tumbuhan Rhizopora apiculata sebagai peneduh tempat

parkir di ruang pelayanan... 88 36. Penataan tanaman cemara susun (Araucaria Exelxa) sebagai

tanaman peneduh dan pengarah di ruang penerimaan ke ruang

pelayanan. ... 89 37. Ilustrasi jalur sirkulasi di ruang penyangga yang ditumbuhi

mangrove pada jalur boardwalk dan jalur jalan setapak ... 90 38. Penataan tanaman kelapa (Cocos Nucifera) sebagai pengisi

dan pengarah pada jalur sirkulasi pada ruang wisata. ... 90 39. Peta perencanaan lanskap ekowisata hutan mangrove di

Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang

Cermin Kabupaten Pesawaran ... 118 40. Ilustrasi ruang penerimaan ekowisata di hutan mangrove

Pantai Sari Ringgung. ... 119 41. Ilustrasi ruang pelayanan ekowisata di hutan mangrove

Pantai Sari Ringgung ... 119 42. Ilustrasi ruang pelayanan ekowisata di hutan mangrove

Pantai Sari Ringgung ... 120 43. Ilustrasi ruang pelayanan ekowisata di hutan mangrove

(19)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan selalu atau secara teratur digenangi oleh air laut atau dipengaruhi oleh pasang surut air laut, dengan kondisi tanah berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir (Indriyanto, 2008). Hutan mangrove merupakan ekosistem yang memiliki sifat yang khas dan unik. Tumbuhan mangrove mempunyai kemampuan khusus untuk beradaptasi di lingkungan yang ekstrem, misalnya kondisi tanah yang tergenang, kadar garam yang tinggi, serta kondisi tanah berlumpur yang tidak stabil (Noor, Khazali, dan Suryadiputra, 1999).

(20)

2 Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran memiliki potensi sumberdaya hutan mangrove yang meliputi 22 jenis mangrove mayor, 4 jenis mangrove minor, dan 8 mangrove asosiai (Muklisi, Hendrarto, Purnaweni, 2013). Tekanan terhadap ekosistem hutan mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi saat ini terus meningkat, sebagian besar telah dikonversikan menjadi areal pertambakan dan wisata pantai. Hutan mangrove yang tersisa kini berada di antara kawasan dari wisata pantai, pelabuhan perahu nelayan, tambak udang, dan pemukiman penduduk lokal. Menurut Rahmayanti (2009), dari 27,28 ha total luas hutan mangrove di Desa Sidodadi, seluas 3,69 ha mangrove masih dalam kondisi baik, sisanya 21,48 ha terancam rusak dan 2,21 ha dengan kondisi rusak.

Pendekatan yang rasional dalam pemanfaatan hutan mangrove dengan melibatkan masyarakat sekitar kawasan diperlukan untuk mengurangi kerusakan dan melestarikan fungsi ekologis ekosistem mangrove. Hutan mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata yang menarik. Penerapan ekowisata di kawasan hutan mangrove merupakan salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem hutan mangrove secara lestari (Sudiarta, 2006).

(21)

3 diharapkan dapat mengurangi dampak pengerusakan lingkungan kawasan tersebut oleh masyarakat dan berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi. Ekowisata akan memberikan alternatif wisata dan pendapatan bagi masyarakat.

Hutan mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi ekowisata karena memiliki pantai dengan pemandangan menarik yang telah ramai didatangi pengunjung. Desa Sidodadi juga memiliki kelompok masyarakat desa peduli lingkungan yang aktif melestarikan hutan mangrove hingga mendapatkan penghargaan Kalpataru dan berhasil meningkatkan pendapatan ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat dalam pengadaan bibit mangrove. Namun hingga saat ini, pengelolaan ekowisata di hutan mangrove belum berjalan dengan baik karena minimnya fasilitas sarana dan prasarana serta keterbatasan masyarakat dalam melaksanakan penyusunan rencana pengelolaan ekowisata di hutan mangrove.

(22)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

(1) Mengetahui potensi hutan mangrove sebagai ekowisata di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi.

(2) Menentukan rencana pengembangan ekowisata melalui perancangan lanskap di kawasan hutan mangrove Pantai Ringgung, Desa Sidodadi.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi antara lain:

(1) Memberikan informasi bagi pengambil keputusan dan masyarakat mengenai potensi ekowisata hutan mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi.

(2) Memberikan informasi kepada berbagai pihak mengenai perencanaan pengembangan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Ringgung, Desa Sidodadi.

(3) Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

1.4 Kerangka Pemikiran

(23)

aspek-5 aspek yang saling berhubungan dan menentukan keberhasilan untuk mencapai tujuan ekowisata.

Keseimbangan dalam menempatkan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial menjadi penting untuk dikaji dalam pengembangan ekowisata (Damamik dan Weber, 2006). Pengembangan ekowisata ditujukan untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui kegiatan rekresasi yang dapat menumbuhkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan. Di sisi lain, ekowisata ditujukan juga untuk meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dan mempertahankan kebudayaannya. Konsep tersebut merupakan prinsip dari pembangunan berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka pemikiran perencanaan pengembangan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.

Pengunjung

Hutan Mangrove di Pantai Ringgung Desa Sidodadi

Inventarisasi Potensi

Analisis

Sintesis

Perencanaan Pengembangan Lanskap Ekowisata

Masyarakat Biologis

(24)
(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

2. 1. 1 Pengertian Hutan Mangrove

Kata mangrove dalam bahasa Inggris dapat digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut maupun individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut (Kustanti, 2011). Menurut Indriyanto (2008), ekosistem hutan mangrove disebut juga ekosistem hutan payau karena terdapat pada daerah payau (estuarin) serta disebut juga ekosistem hutan pasang surut karena terdapat di daerah yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Ekosistem hutan mangrove muncul pada daerah yang terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan-bahan organik pada daerah yang terlindung dari arus/gelombang air laut. Kondisi ekosistem mangrove tergolong ekstrem, aerasi tanah yang kurang, kadar garam/salinitas yang tinggi, serta mengalami daur penggenangan akibat pasang surut air laut (Tjandra dan Siagian, 2011).

(26)

8 menghindari penyerapan garam dari media tumbuhnya, sementara beberapa jenis yang lainnya mampu mengeluarkan garam dari kelenjar khusus pada daunnya. (Noor, dkk., 2006).

2. 1. 2 Habitat Hutan Mangrove

2. 1. 2. 1 Suksesi Ekosistem Mangrove

Suksesi adalah proses kolonisasi daerah pantai oleh tumbuhan mangrove, yaitu wilayah pantai ditumbuhi oleh jenis tumbuhan mangrove secara perlahan dan bertahap. Suksesi disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan secara perlahan dan bertahap (Tuwo, 2011). Kolonisasi tersebut umumnya diawali oleh jenis pionir yang lebih toleran terhadap perubahan lingkungan, misalnya Avicennia sp. dan Rhizophora sp. Setelah kondisi lingkungan menjadi lebih baik, maka tumbuhan lebih sensitif akan tumbuh pada daerah belakang seperti Brugueira sp. dan Sonneratia sp. Umumnya Avicenia sp. berkembang lebih awal, kemudian disusul oleh Rhizopora sp., Bruguiera sp., Sonneratia sp. Namun pada daerah tertentu Rhizopora sp. berkembang lebih awal, kemudian disusul oleh Avecennia sp., Bruguiera., Sonneratia sp. (Tuwo, 2011).

2.1.2.2 Zonasi Hutan Mangrove

(27)

9 pengendapan sedimen, pengaruh gelombang, pasang, aliran air tawar yang masuk ke daerah mangrove, suplai sedimen dari lahan atas, pelapukan tanah dan sedimen secara biologi di dasar laut (bioturbasi), dan akumulasi humus.

Zonasi mangrove tidak memiliki bentuk umum. Bentuk zonasi sangat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Zonasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya topografi dan karakteristik tanah (Tuwo, 2011).

2.1.2.3 Tipe Vegetasi Mangrove

Secara umum mangrove umumnya tumbuh pada empat zona, yaitu pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar (Noor, dkk., 2006).

Karakteristik dari masing-masing zona tersebut menurut Noor, dkk. (2006) adalah sebagai berikut:

(1) Mangrove terbuka, yaitu mangrove yang berada pada bagian yang berhadapan dengan laut.

(2) Mangrove tengah, yaitu mangrove yang terletak di belakang zona terbuka. (3) Mangrove payau, yaitu mangrove yang berada di sepanjang sungai berair

payau hingga hampir tawar.

(28)

10 2. 1. 2. 4 Flora pada Ekosistem Mangrove

Mangrove berkaitan erat dengan tumbuhan tropik yang komunitas tumbuhnya di daerah pasang surut, garis pantai, muara, maupun danau yang berada di pinggir laut (laguna) yang juga dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Kustanti, 2011). Flora hutan mangrove terdiri dari pohon, epifit, liana, alga, dan fungi. Kustanti (2011) menjelaskan bahwa komunitas di hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu flora mangrove inti dan flora mangrove peripheral. Flora mangrove inti adalah flora yang memiliki peran ekologi utama dalam formasi mangrove, sedangkan flora mangrove peripheral adalah flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi hutan mangrove, tetapi flora tersebut juga berperan dalam formasi hutan lainnya.

(29)

11 2.1.2.5 Fauna pada Ekosistem Mangrove

Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial (daratan), peralihan, dan perairan. Fauna terestrial sebagian besar hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang mangrove, akar mangrove, dan di air. Berbagai macam fauna hidup di hutan mangrove misalnya serangga, udang, siput, kerang, reptilian, ikan, burung, dan mamalia (Tjandra dan Siagian, 2011).

Fauna yang hidup di hutan mangrove menurut Tjandra dan Siagian (2011) antara adalah:

(1) Serangga: nyamuk (Family Culcidae), semut rangrang (Oecophylla sp.), ngengat (Attacus atlas), dan laba-laba (Pardosa sp.)

(2) Crustacea dan moluska: kepiting uca (Uca sp.), kepiting tapal kuda (Limulus polyphemus), keong rawa (Littoria irorata), keong pemangsa (Thais sp. dan Murex sp.)

(3) Ikan: ikan gelodok (Periophthalmus sp.) dan mangrove rivulus (Rivulus marmoratus).

(4) Reptilia dan amfibi: ular pohon (Chrysopelata sp.), ular air (Cerberus sp.), biawak air (Varanus salvator), buaya muara (Crocodilus porosus), dan katak sawah (Fejervarya cancrivora).

(30)

12 (6) Mamalia: berang-berang (Lutrogale perspicillata), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Trachypitheus auratus), dan bekantan (Nasalis larvatus).

2. 1. 3 Manfaat, Peran, dan Fungsi Hutan Mangrove

Mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif. Beberapa manfaat mangrove dapat dihasilkan baik secara langsung maupun tidak langsung, antara lain: kayu bakar, kertas, obat-obatan, serta perikanan. Mengingat keberagaman manfaat mangrove, maka tingkat dan laju perekonomian pedesaan yang berada di kawasan pesisir seringkali bergantung pada habitat mangrove (Kustanti, 2011).

Mangrove mempunyai peranan penting dalam melindungi daerah pesisir dan pantai dari angin dan gelombang laut termasuk badai. Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman, bangunan, dan lahan pertanian dari angin kencang atau intrusi air laut. Mangrove juga berperan penting sebagai habitat, tempat mencari makan (feeding ground), tempat pengasuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup di padang lamun ataupun terumbu karang (Noor, dkk. , 2006).

(31)

13

2. 1. 4 Kerusakan Ekosistem Hutan Mangrove

Hilangnya sumberdaya hutan mangrove di dunia saat ini terus mengalami peningkatan yang disebabkan oleh adanya pemanfaatan tidak berkelanjutan dan peralihan peruntukan lahan (Noor, dkk., 2006). Hal yang sama juga terjadi di

Indonesia. Luas wilayah hutan mangrove mencapai 2.236.984,38 ha dan sekitar 50%-nya telah mengalami kerusakan (Kementerian Kehutanan, 2011). Kegiatan pembangunan yang memberikan sumbangan terbesar terhadap menurunnya luasan mangrove di Indonesia diduga adalah pengambilan kayu untuk kepentingan komersial serta peralihan peruntukan untuk tambak dan areal pertanian (Noor, dkk., 2006).

2. 1. 5 Pengelolaan Hutan Mangrove Secara Berkelanjutan

Hutan mangrove memiliki ekosistem yang unik dan berperan penting bagi keberlangsungan hidup manusia, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial. Keberhasilan pengelolaan hutan mangrove sangat ditentukan oleh bagaimana cara mengelola hutan mangrove agar setiap status hutan mangrove dapat berfungsi secara optimal dan lestari (Kustanti, 2011).

(32)

14 ekosistemnya harus memperhatikan berbagai aspek misalnya bioekologi, sosial ekonomi, dan lingkungan fisik (Kustanti, 2011).

2. 2 Ekowisata

2. 2. 1 Pengertian Ekowisata

Hasil pertemuan anggota TIES (The International Ecotourism Society) pada Deklarasi Quebec di Canada tahun 2002 menyatakan bahwa ekowisata sebagai sustainable tourism. Menurut Nugroho (2011) secara spesifik, ekowisata sebagai sustainable tourism memuat upaya-upaya: 1) konservasi sumber daya alam, 2) transfer pengetahuan tentang warisan budaya dan alam kepada pengunjung, 3) partisipasi penduduk lokal dalam perencanaan, pembangunan, dan operasional kegiatan wisata serta menikmati kesejahteraan yang dihasilkan, dan 4) bentuk wisata independen atau kelompok wisata berukuran kecil.

Tujuan ekowisata menurut Nugroho (2011) dibahas dalam sidang United Nations Comission on Sustainable Development sesi tahun ke delapan tahun 2000, yang menyatakan bahwa ekowisata bertujuan: 1) menjamin partisipasi setara, aktif, dan efektif dari seluruh stakeholder, 2) menjamin partisipasi dan persetujuan penduduk lokal dalam kegiatan pengembangan masyarakat, lahan, dan wilayah, dan 3) mengangkat mekanisme penduduk lokal dalam hal kontrol dan pemeliharaan sumber daya.

(33)

15 penduduk lokal serta upaya-upaya konservasi sumberdaya alam dan lingkungan (Nugroho, 2011).

2. 2. 2 Perencanaan Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan

Perencanaan ekowisata sangat penting dilakukan karena saat ini dan di masa depan akan terus terjadi pergeseran pasar wisata. Motif, minat, selera, tuntutan, dan prilaku wisatawan terus berubah dan hal tersebut perlu direspon dengan tepat. Ketersediaan produk yang berkualitas akan semakin berkurang serta persaingan produk dan jasa di pasar wisata cenderung meningkat dengan derajat kualitas yang lebih baik. Perencanaan yang baik akan menghasilkan suatu strategi peningkatan daya saing (competitiveness) produk dan keuntungan di tingkat perusahaan atau pelaku wisata. Perencanaan ekowisata harus tergambar dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan fungsi yang perlu dijalankan oleh pelaku (Damamik dan Weber, 2006)

(34)

16

2. 3 Perencanaan Lanskap (Landscape planning)

Perencanaan lanskap (landscape planning) mengkhususkan diri pada studi pengkajian secara sistematik area lahan yang luas untuk ketetapan penggunaan bagi berbagai kebutuhan di masa yang akan datang. Pengamatan masalah ekologi dan lingkungan alam sangat diperhatikan pada kegiatan tersebut. Kerjasama lintas disiplin merupakan syarat mutlak untuk bisa sampai kepada produk kebijakan atau tata guna tanah (Hakim, 2012).

Perencanaan lanskap adalah proses kolaboratif untuk memberdayakan peran masyarakat dalam pengambilan keputusan, pembebasan lahan pengembangan, konektivitas, pendanaan, dan pengelolaan sebuah ruang terbuka. Perencanaan lanskap antara lain diharapkan akan mempromosikan, mengadvokasi, serta menjamin peran pengunjung dalam hal penciptaan serta pelestarian alam sebagai sumber daya lingkungan, sosial, dan ekonomi (Hakim, 2012).

Perancangan tapak (site planning) pada desain lanskap merupakan usaha penanganan tapak (site) secara optimal melalui proses keterpaduan penganalisaan dari suatu tapak dan kebutuhan program penggunaan tapak, menjadi suatu sintesa yang kreatif. Dengan demikian, setiap elemen dan fasilitas akan diletakkan di atas tapak dalam keterpaduan fungsi dan selaras dengan karakterisitik tapak dan lingkungan alamnya (Hakim, 2012).

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

[image:35.595.113.511.350.627.2]

Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran.

(36)

18

3.2 Alat dan Objek Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: Global Position System (GPS), komputer, block note, tally sheet, kuesioner, serta aplikasi Arc.GIS, AutoCAD, dan SkecthUP. Objek dalam penelitian ini adalah hutan mangrove, masyarakat, dan pengunjung wisata di Pantai Sari Ringgung, Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.

3.3 Batasan Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada inventarisasi potensi sampai hingga tahap perancangan lanskap di kawasan hutan mangrove, yaitu lahan seluas 97 ha yang terdiri dari 75 ha daratan dan 22 ha lahan basah, di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.

3.4 Metode Penelitian

(37)
[image:37.595.112.510.84.239.2]

19

Gambar 3. Tahapan kegiatan perencanaan lanskap (Zain, 2008).

3. 4. 1 Jenis Data

Data meliputi data ekologis dan data fisik yang mempengaruhi tapak yang direncanakan sebagai kawasan ekowisata. Data tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapang dan hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka dan informasi dari dinas terkait. Jenis, bentuk, sumber data, dan cara pengambilan data disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis, bentuk, sumber, dan cara pengambilan data

No Jenis data Bentuk

data Sumber data

Cara pengembilan

data

1 Lahan

 Lokasi  Batas  Luasan Primer, Sekunder Monografi Desa, Lapang Survey lapang, Studi pustaka.

2 Topografi

 Ketinggian

 Kemiringan

Sekunder Badan Informasi Geospasial (BIG)

Studi pustaka

Pengembangan konsep Hasil berupa konsep ruang,

konsep sirkulasi, dan konsep tata hijau

Hasil berupa data potensi ekowisata

Hasil berupa penjabaran potensi dan kendala

Hasil berupa gambar rencana tapak (site plan)

INVENTARISASI

ANALISIS

PERENCANAAN

[image:37.595.115.518.553.726.2]
(38)

20

Tabel 1. (lanjutan)

No Jenis data Bentuk

data Sumber data

Cara pengembilan

data

3 Hidrologi

 Sirkulasi air

 Sumber air

 Aliran sungai

Primer, Sekunder

Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BPDAS), Lapang

Survey lapang,

Studi pustaka.

4 Lahan

 Kondisi  Karakteristik Primer, Sekunder Badan Informasi Geospasial (BIG) Survey lapang, Studi pustaka.

5 Iklim

 Curah hujan

 Suhu rata-rata

Sekunder Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG)

Studi pustaka

6 Vegetasi

 Keanekaragaman

 Struktur vegetasi

Primer Lapang Survey lapang.

7 Satwa

 Keanekaragaman

 Penyebaran

Primer Lapang Survey lapang.

8 Citra

Foto udara/citra

Foto View

Primer, Sekunder

Citra Satelit Lansat, Lapang

Survey lapang,

Studi pustaka.

9 Aksesibilitas

Jaringan transportasi

Sirkulasi

Primer, Lapang Survey lapang,

Studi pustaka.

10 Pengunjung

Identitas

Motivasi

Aktivitas

Minat

Primer Lapang Kuisioner

11 Masyarakat

Identitas

Pemahaman

Persetujuan

Minat

[image:38.595.112.521.103.725.2]
(39)

21

3. 4. 2 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan bersifat eksploratif dengan tujuan untuk menggali fakta yang ada. Arah penelitian adalah untuk mendapatkan data potensi sumber daya untuk pengembangan ekowisata hutan mangrove.

3.4.2.1 Pengumpulan Data Vegetasi

Pengumpulan data mengenai vegetasi dilakukan untuk mengetahui kerapatan, jumlah, dan penyebaran spesies mangrove guna menilai kondisi ekologi dari hutan mangrove. Pengamatan vegetasi di kawasan hutan mangrove dilakukan dengan cara mengambil contoh bagian-bagian tumbuhan, mencatat nama daerah, ciri-ciri, tempat tumbuhnya, yang kemudian diidentifikasi dengan melihat buku petunjuk yang ada, serta menghitung kerapatannya.

Inventarisasi vegetasi menggunakan metode garis berpetak, dengan arah jalur pengamatan tegak lurus terhadap pantai ke arah darat (Onrizal, 2008). Petak-petak contoh (plot) diletakkan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter >10 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang (diameter 1,5 – 4 cm), dan 2 x 2 untuk semai atau tumbuhan bawah di setiap zona mangrove yang berada di setiap transek garis (Gambar 4).

3. 4. 2. 2 Pengumpulan Data Satwa

(40)

22 metode transek garis minimal 2 km sebanyak 2 jalur dan observasi secara acak (random walk) pada daerah sekitarnya (Gambar 5).

[image:40.595.116.506.163.290.2]

Gambar 4. Desain kombinasi metode jalur dan metode garis berpetak (Onrizal, 2008).

Gambar 5. Desain metode transek pengamatan satwa liar (Onrizal, 2008).

Pengamatan transek dilakukan pada pagi hingga siang hari antara jam enam pagi hingga jam satu siang. Setelah pengamatan transek selesai, maka dilakukan pengamatan secara acak atau random. Data yang dicatat dalam pengamatan transek ini antara lain waktu perjumpaan dengan satwa, jumlah satwa yang ditemui, jarak terpendek satwa dengan transek, sebaran kelompok, dan aktivitas dari satwa.

D1

Y1

Di

Yi

D2 Y2

Keterangan: = posisi pencatat; = posisi satwa

Garis transek 10 m

Arah rintis

2 m

[image:40.595.115.510.371.523.2]
(41)

23 3.4.2.3 Pengambilan Data Pengunjung

Data pengunjung meliputi identitas, motivasi, dan aktivitas yang diminati, serta saran dari pengunujung yang dapat digunakan sebagai data pendukung. Data tersebut dapat menjadi rekomendasi dalam melakukan perencanaan lanskap ekowisata. Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview) menggunakan kuisioner.

Responden yang diwawancarai adalah pengunjung yang berwisata di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi. Penentuan responden sebagai unit penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu memilih responden yang diambil keterangannya/datanya dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu (memiliki umur di atas 12 tahun) dan dapat memberikan pendapat dan harapan terhadap pengembangan ekowisata hutan mangrove. Jumlah pengunjung wisata di Pantai Sari Ringgung per tahun berdasarkan wawancara dengan pengelola adalah 18.250.

Berdasarkan formula Slovin (1960. Dikutip oleh Arikunto, 2010), didapatkan jumlah responden adalah sebagai berikut:

Keterangan:

(42)

24 Maka,

sehingga jumlah responden pengunjung pada penelitian ini adalah 45 responden.

3. 4. 2. 4 Pengambilan Data Masyarakat Lokal

Data masyarakat meliputi identitas, pemahaman, persetujuan, minat, dan harapan dari masyarakat yang digunakan sebagai data pendukung. Data tersebut menjadi rekomendasi dalam melakukan perencanaan lanskap ekowisata. Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara dengan responden (interview) dan wawancara mendalam (depth-interview) menggunakan kuisioner.

(43)

25 Berdasarkan formula Slovin (1960. Dikutip oleh Arikunto, 2010), didapatkan jumlah responden pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

=

Keterangan:

n : Jumlah sampel N : Jumlah populasi E : Batas error 15% 1 : Bilangan konstant

Maka,

= 40,699 => 41

sehingga jumlah responden masyarakat pada penelitian ini adalah 41 responden.

3.4.3 Metode Analisis Ekosistem Mangrove

3. 4. 3. 1 Analisis Kondisi Tumbuhan Mangrove

(44)

26 penting, dan penutupan jenis (Onrizal, 2008). Parameter kuantitatif dalam analisis komunitas mangrove adalah sebagai berikut:

(1) Kerapatan suatu jenis (K) dalam satuan (ind/Ha) dihitung sesuai persamaan:

(2) Kerapatan relatif suatu jenis (KR) dalam satuan (%) dihitung sesuai persamaan:

(3) Frekuensi suatu jenis (F) dihitung sesuai persamaan:

(4) Frekuensi relatif suatu jenis (FR) dalam satuan (%) dihitung sesuai persamaan:

(5) Dominansi suatu jenis (D) dalam satuan (m²/ha). D hanya dihitung untuk tingkat pohon sesuai dengan persamaan:

(6) Dominansi relatif suatu jenis (DR) dalam satuan (%) dihitung sesuai persamaan:

(45)

27 (7) Indeks Nilai Penting (INP) dalam satuan (%) dihitung sesuai persamaan:

A) Untuk tingkat pohon adalah:

INP = KR + FR + DR

B) Sedangkan untuk tingkat semai, pancang, dan tumbuhan bawah adalah: INP = KR + FR

(8) Luas Bidang Dasar (LBD) suatu pohon digunakan dalam menghitung dominansi jenis dihitung berdasarkan persamaan:

Keterangan:

R : Jari-jari lingkaran dari diameter batang

D : DBH (diameter batang pada ketinggian 1,3 m)

(9) Indeks keanekaragaman Shannon (Shannon’s index) digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis di setiap tingkat pertumbuhan dengan rumus (Ludwig dan Reynold, 1988).

H = - Ʃ (pi In pi) dengan pi = (ni/n) Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman Shannon

ni : Jumlah individu suatu jenis ke-I dalam bentuk petak ukur (PU) dan n adalah total jumlah individu dalam PU

3.4.3.2 Analisis Kondisi Satwa Mangrove

(46)

28 mendapatkan beberapa parameter tumbuhan seperti populasi, lokasi, dan indeks nilai penting (Onrizal, 2008).

Setelah pengamatan transek selesai, populasi (P) satwa dapat dihitung berdasarkan persamaan:

dengan jarak terpendek satwa (Y) satwa dengan transek adalah:

Keterangan:

A : Luas wilayah yang disensus X : Panjang transek

Ni : Jumlah satwa yang terlihat

Z : Jumlah total satwa liar yang dijumpai

Indeks keanekaragaman Shannon (Shannon’s index) digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis satwa dengan rumus (Ludwig dan Reynold, 1988).

H = - Ʃ (pi In pi) dengan pi = (ni/n) Keterangan:

H’ : indeks keanekaragaman Shannon

ni : jumlah individu suatu jenis ke-i dalam bentuk petak ukur (PU) dan n adalah total jumlah individu dalam PU

3.4.4 Perencanaan Lanskap Ekowisata

3.4.4.1 Analisis

(47)

29 pemandangan (view), fasilitas, vegetasi, dan satwa hutan mangrove. Berdasarkan kondisi dan karakter tapak tersebut, maka alternatif aktivitas yang direncanakan selanjutnya disusun secara logis dan obyektif serta sesuai dengan kebutuhan dengan pertimbangan keadaan sosial.

3.4.4.2 Sintesis

Hasil yang diperoleh di tahap analisis dikembangkan sebagai masukan untuk memperoleh hasil sintesis yang sesuai dengan tujuan site plan. Potensi dikembangkan pemanfaatannya, sedangkan kendala dicari pemecahannya pada tahap ini. Hasilnya berupa alternatif tindakan pemanfaatan dan pemecahaan masalah, dengan mempertimbangkan dampak dari kegiatan tersebut.

Hasil dari kegiatan inventarisasi, analisis, dan sintesis disajikan secara spasial, dengan memanfaatkan berbagai teknik komputerisasi dengan memanfaatkan teknik Geographic Information System (GIS) menggunakan aplikasi ArcGIS, yaitu kegiatan analisis dan overlay dari berbagai data yang sudah dikumpulkan, dan dilakukan lebih akurat.

3.4.4.3 Perencanaan Lanskap

(48)

30 Tahap perencanaan menggunakan konsep pengembangan yang mengacu pada tujuan serta fungsi yang telah ditetapkan. Konsep tersebut dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk ruang, tata hijau, letak fasilitas, dan aktivitas tapak. Hasil dari tahap ini adalah rencana tapak yang menggambarkan aktivitas dan fasilitas yang dapat dikembangkan, serta penataan penghijauan dalam pengembangan kawasan wisata.

(49)

31

Keterangan:

[image:49.595.117.507.81.638.2]

: Data : Proses : Keputusan

(50)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan penelitian ini adalah:

(1) Hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung memiliki banyak potensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata. Pantai Sari Ringgung memiliki potensi fisik antara lain lokasinya yang strategis dan dekat dengan dari pusat kota, kondisi visual tapak yang sangat bervariasi, dan terdapat area wisata pantai yang indah. Pantai Sari Ringgung merupakan habitat bagi 14 jenis spesies burung antara lain adalah Alcedo sp. yang merupakan burung yang unik dan langka untuk diamati, serta 15 jenis spesies mangrove Rhizopora apiculata menjadi jenis yang paling dominan hingga membentuk struktur vegetasi yang rapat dan menarik sebagai atraksi utama dari potensi biologis. Kegiatan ekowisata juga didukung oleh minat dan partisapasi masyarakat lokal yang baik serta pengunjung yang mulai ramai. (2) Perencanaan ekowisata di Pantai Sari Ringgung ditujukan untuk menarik

(51)

93 pelayanan seluas 2 ha, ruang penyangga seluas 68 ha, dan ruang ekowisata seluas 12 ha. Sebagai akses ekowisata dikembangkan 3 jalur sirkulasi yaitu: jalur paving blok untuk jalan setapak di jalur darat, jalur boardwalk untuk melintasi lahan basah di hutan mangrove, jalur kapal untuk melintasi perairan terbuka. Kegiatan penataan tanaman pengisi ruang dipilih kelapa (Cocos nucifera), cemara laut (Casuarina equisetifolia), serta cemara susun (Araucaria exelxa) sebagai tanaman peneduh dan pengarah. Spesies mangrove yang dipakai untuk kegiatan rehabilitasi adalah jenis yang terdapat pada tapak ditambah jenis lainnya antara lain: Avicenia officinalis, Brugueira hainesii, Brugueira parviflora, Brugueira sexangula, Xylocarpus mekogensis, Lumnitzera racemosa, Soneratia caseolaris, dan Soneratia ovate. Aktivitas ekowisata yang ditawarkan kepada pengunjung di Pantai Sari Ringgung antara lain fotografi, menikmati pemandangan, pengenalan, pengamatan, dan kegiatan penanaman mangrove.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah:

(1) Penyuluhan dan pelatihan mengenai ekowisata untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pengelolaan hutan mangrove berbasis ekowisata. Kegiatan tersebut juga diperlukan untuk meningkatkan minat masyarakat dalam berpartisipasi dan peran dalam pengelolaan ekowisata hutan mangrove tersebut. (2) Pembentukan kerjasama antara pengelola ekowisata dan masyarakat dalam

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Arieta, S. 2010. Community based tourism pada masyarakat pesisir: dampaknya terhadap lingkungan dan pemberdayaan ekonomi. Jurnal Dinamika Maritim. Vol 2: 71-79.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta. 413 p.

Chiara, J dan L.E. Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak. Penerbit Airlangga. Jakarta. 379 p.

Damamik, J. dan H.F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari Teori ke Aplikasi. Pusat Studi Pariwisata UGM dan ANDI Yogyakarta. Yogyakarta. 142 p.

Duke, N.C., M C. Ball, dan J.C. Ellison. 1998. Factors influencing biodiversity and distributional gradients in mangroves. Global Ecology and Biogeography Letters . New York. Vol 7: 24 – 47.

Febrian, Ardi. 2008. Identifikasi spesies burung untuk pengembangan wisata birdwatching di hutan mangrove Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kaupaten Pesawaran. Program Sarjana Universitas Lampung. Lampung.

Hakim, R. 2012. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip-Unsur dan Aplikasi Deasin. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 384 p.

Mac Kinnon, J., K. Phillipps, dan B. Van Balen. 1998. Seri Panduan Lapangan Burung-Burung di Sumatera, Jawa, Bali, dan Kalimantan. LIPI. Bogor. 498 p.

Muklisi, B. Hendrarto, H. Purnaweni. 2013. Keanekaragaman jenis dan struktur vegetasi mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal 218 – 225.

(53)

Kementerian Kehutanan, 2011. Statistik Pembangunan Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I. Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial. Denpasar.

Kustanti, A. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press. Bogor. 248 p.

Laurie, M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. American Elsevier Publishing Co, Inc. New York. 134 p.

Ludwig, J.A., dan J.F. Reynold. 1988. Statistical Ecology: a Primer on Methods and Computing. John Wiley & Sons. New York. 201 p.

Muntasib, E.K.S. H. 2005. Pengembangan ekowisata Indonesia dalam rangka meningkatkan devisa negara dari sektor pariwisata. Prosiding Seminar Ekowisata, Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional. Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 39 p.

Noor, Y.R., M. Khazali., I N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Wetlands International. Bogor. 220 p.

Nugroho, I. 2011. Ekowisata dan Pembangunan Berkelanjutan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 362 p.

Onrizal. 2008. Teknik survei dan analisa data sumberdaya mangrove. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Hutan Mangrove Berkelanjutan oleh Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah II dan dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara. Riau. 10 p.

Profil Desa. 2013. Profil Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran. Lampung.

Purnobasuki, H. 2013. Perlunya mangrove center dan perda pesisir. Bulletin PSL Universitas Surabaya. Vol 29: 3 – 5.

Rahmayanti, R.A. 2009. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sudiarta, M. 2006. Ekowisata hutan mangrove: wahana pelestarian alam dan pendidikan lingkungan. Jurnal Managemen Pariwisata. Bali. Vol 5: 1 – 5. Sunarto. 2011. Pemakaian filsafati kearifan lokal untuk adaptasi masyarakat

(54)

Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut: Pendekatan Ekologi, Sosial-Ekonomi, Kelembagaan dan Sarana Wilayah. Brilian International. Surabaya. 412 p.

Tjandra, E; Y.R. Siagian. 2011. Mengenal Hutan Mangrove. Cita Insan Madani: Pakar Media. Bogor. 60 p.

Tomlinson, P.B. 1994. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press. Cambridge. United Kindom. 170 p.

Walters, B.B. P. Ronnback, J.M. Kovack, S.A. Hussain, R. Badola, J.H. Primavera, E. Barbier, dan F.D. Guebas. 2008. Ethnobiology, socio-economics and management of mangrove forests: A Review Aquatic Botany. Mangrove Ecology – Aplication in Forestry and Coastal Zone Management. New York. Vol 89: 220 – 236.

Gambar

Tabel
Gambar
Gambar 1. Kerangka pemikiran perencanaan pengembangan lanskap ekowisata hutan mangrove di Pantai Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran
Gambar 2.  Peta lokasi penelitian hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung Desa Sidodadi Kecamatan Padang Cermin Kabupaten Pesawaran
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 1999, mendapat kesempatan mehnjutkan pendidikm Program Pascasajana S2, pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan hutan (SPL), Institut Pertanian

Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove terutama dalam hal merawat dan menyediakan bibit tergolong rendah,

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Magister Ilmu Lingkungan seluruhnya

Strategi pengelolaan yang dapat dijalankan adalah berdasarkan skenario optimis yang dapat meningkatkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 12,28% dari saat ini dengan

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan