• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh RENI SOFIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Reni Sofiani

ABSTRAK

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh

RENI SOFIANI

Masalah dalam penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian

Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa

Indonesia di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola kalimat

dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya

terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Sumber data

penelitian ini pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari

2013. Sumber data berjumlah tujuh eksemplar dengan penggunaan teknik

purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu

(kejadian yang terjadi di Lampung yang menyesuaikan dengan tema/KD

pembelajaran di SMP kelas VIII semester genap).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalimat yang diperoleh berjumlah 158. Pola

(3)

kalimat dengan persentase 13,92%, pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan

persentase 10,76%, pola S-P-Ket berjumlah 34 kalimat dengan persentase

21,51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12 kalimat dengan persentase 7,60%, dan pola

S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat dengan persentase 6,33%. Sementara untuk pola

kalimat berdasarkan hasil temuan yang tidak sama dengan indikator berjumlah 61

kalimat dengan persentase 38,61%. Kajian variasi pola kalimat berimplikasi

terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia terutama pada materi pembelajaran.

Kajian penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran khususnya

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik ... 23

2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers ... 27

(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 32

3.2 Sumber Data ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4 Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 37

4.2 Bahasan Penelitian ... 40

4.2.1 Pola S-P (subjek-predikat) ... 40

4.2.2 Pola S-P-O (subjek-predikat-objek) ... 41

4.2.3 Pola S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap) ... 43

4.2.4 Pola S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan) ... 44

4.2.5 Pola S-P-O-Pel (subjek-predikat-objek-pelengkap) ... 46

4.2.6 Pola S-P-O-Ket (subjek-predikat-objek-keterangan) ... 47

4.2.7 Pola Kalimat Berdasarkan Hasil Temuan Peneliti ... 49

4.3 Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi

oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas

ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah variasi bahasa yang

menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya

dapat ditangkap melalui indera pendengaran) untuk berinteraksi atau

berkomunikasi dengan orang lain. Adapun ragam tulis adalah variasi bahasa yang

menggunakan huruf dan tanda baca (unsur bahasa yang dapat ditangkap melalui

indera penglihatan atau perabaan/penggunaan huruf Braille). Ragam tulis ini

biasanya digunakan dalam media cetak atau surat kabar.

Surat kabar menggunakan bahasa tulis dalam penyampaian informasinya. Dengan

menggunakan bahasa tulis artinya penulis tidak berhubungan langsung dengan

pembaca. Untuk itu, bahasa yang digunakan dalam surat kabar harus terang dan

jelas, lebih eksplisit karena dalam bahasa tulis tidak dapat disertai oleh gerak

isyarat, pandangan atau anggukan sebagai tanda penegasan dipihak penulis atau

pemahaman dipihak pembaca. Itulah sebabnya, kalimat dalam ragam tulis harus

lebih cermat sifatnya. Fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, dan objek, dan

(10)

2

(2011: 32) ragam bahasa tulis ditandai oleh (1) penyajian materi/pesan yang

bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat universal, (2) penggunaan

fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten, (3) penggunaan bentuk lengkap,

bentuk yang tidak disingkat, (4) penggunaan imbuhan secara eksplisit dan

konsisten, (5) penggunaan kata ganti resmi dan menghindari kata ganti tidak

resmi, (6) penggunaan pola frase yang baku, (7) penggunaan ejaan yang baku

pada bahasa tulis, dan lafal yang baku pada bahasa lisan, dan (8) tidak

menggunakan unsur tidak baku, misalnya unsur kedaerahan dan asing. Bahasa

tulis yang lazim dipakai media cetak berkala yakni surat kabar disebut bahasa pers

jurnalistik. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa jurnalistik tunduk kepada

kaidah dan etika bahasa baku (Sumadiria, 2008: 53). Untuk itu, bahasa dalam

surat kabar harus menaati kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia, baik surat

kabar regional maupun surat kabar nasional. Salah satu surat kabar yang beredar

di provinsi Lampung adalah Lampung Post.

Lampung Post merupakan surat kabar yang memuat informasi yang bersifat

internasional, nasional, dan regional (daerah), dan dapat dibaca oleh sebagian

besar masyarakat Lampung, baik dari kalangan bawah, menengah, maupun

kalangan atas. Oleh karena itu, Lampung Post mempunyai lebih banyak peluang

dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia bagi para pelajar di SD,

SMP, dan SMA. Selain itu, Lampung Post merupakan anggota Media Group,

salah satu usaha penerbitan yang pernah mendapat penghargaan dari pusat bahasa

karena penggunaan bahasanya yang dinilai baik. Lampung Post memuat berbagai

kolom berita, seperti berita utama, tajuk, artikel, iklan, dan sebagainya. Lampung

Post selalu menyuguhkan informasi terhangatnya lewat kolom berita utama untuk

(11)

Berita utama dalam sebuah surat kabar menjadi sorotan utama bagi pembaca, hal

ini karena berita utama letaknya selalu di halaman pertama yang tengah menjadi

topik hangat dalam masyarakat. Setiap peristiwa yang tengah bergejolak baik

yang bersifat regional (daerah), nasional, maupun internasional selalu menarik

perhatian masyarakat untuk mengetahui lebih jauh lewat media cetak yang selalu

menyuguhkan informasi terhangat dari peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh sebab

besarnya antusias pembaca, setiap penerbit surat kabar berlomba untuk

menyajikan informasi-informasi terhangat dan menjadikannya sebagai fokus

utama dalam sajian beritanya. Untuk menarik perhatian pembaca, berita utama

berada di halaman awal surat kabar, penyajiannya didukung dengan ukuran huruf

judul berita yang lebih besar dari huruf lainnya serta gambar yang mendukung

berita utama tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah untuk

mengetahui polemik yang terjadi dalam masyarakat. Untuk dapat menarik

perhatian pembaca, penulisan berita dalam surat kabar juga harus memperhatikan

cara menulis yang baik.

Seseorang akan dapat menulis dengan baik apabila ia juga seorang pembaca yang

baik. Akan tetapi pembaca yang baik tidak berarti ia juga penulis yang baik.

Seorang penulis harus menyadari bahwa tulisan yang dibuatnya akan dibaca orang

lain. Sebuah bacaan atau tulisan yang baik merupakan suatu komposisi yang dapat

memikat pembacanya untuk terus membaca sampai selesai. Agar dapat membuat

pembaca terpikat tidaklah dapat dilakukan begitu saja. Hal ini memerlukan

pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menulis. Menulis memerlukan

ketekunan, latihan, dan pengalaman. Kelincahan dalam penulisan tergambar

(12)

4

Ada kalimat yang dimulai dengan subjek, ada pula yang dimulai dengan predikat

atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan ada kalimat yang panjang. Tulisan

yang mempergunakan pola serta bentuk kalimat yang terus-menerus sama akan

membuat suasana menjadi kaku dan monoton atau datar sehingga membaca

menjadi kegiatan yang membosankan. Oleh sebab itu, untuk menghindari suasana

monoton dan rasa bosan, suatu paragraf dalam tulisan memerlukan bentuk, pola,

dan jenis kalimat yang bervariasi. Kevariasian ini tidak kita temukan dalam

kalimat demi kalimat, atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai struktur

bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu

dibandingkan dengan kalimat yang lain. Salah satu ciri bervariasinya suatu

paragraf bisa dilihat dari pola kalimat yang digunakan.

Pola kalimat adalah susunan konstituen kalimat yang terdiri atas subjek, predikat,

objek, pelengkap, dan keterangan. Pola kalimat ini bukan harga mati sebuah

komposisi kalimat, artinya kalimat tidak harus berpola subjek-predikat-objek.

Kalimat bisa berpola subjek-predikat-pelengkap/keterangan. Dengan adanya

variasi pola kalimat pembaca akan mengetahui bahwa kalimat tidak selalu

menggunakan pola yang sama. Variasi pola kalimat ini penting dalam penyajian

sebuah berita. Berita dalam surat kabar didominasi kalimat-kalimat panjang yang

menjenuhkan pembaca. Untuk mengurangi kejenuhan, penerbit bisa

menggunakan variasi pola kalimat dalam menyajikan berita. Perhatikan contoh

berikut.

(1)Satu unit gedung SMP Darma Bakti, sebelas sepeda motor, dan tiga mobil S

terbakar. (Lampung Post, 23 November 2012) P

(2)Polda masih menunggu hasil penyelesaian masalah tersebut.

S P O

(13)

Kalimat (1) berpola S-P, sedangkan kalimat (2) berpola S-P-O. Dengan adanya

variasi pola kalimat penerbit dapat memikat pembaca untuk terus membaca berita

sampai selesai. Variasi pola kalimat merupakan salah satu ciri kalimat yang

efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan

dapat menyampaikan informasi secara tepat. Kalimat dikatakan singkat karena

hanya menggunakan unsur yang diperlukan saja. Sedangkan sifat padat

mengandung makna sarat dengan informasi yang terkandung di dalamnya. Sifat

jelas ditandai dengan kejelasan struktur kalimat dan makna yang terkandung di

dalamnya. Sifat lengkap mengandung makna kelengkapan struktur kalimat secara

gramatikal, dan kelengkapan konsep atau gagasan yang terkandung di dalam

kalimat tersebut (Widjono, 2011: 160). Pembelajaran mengenai variasi pola

kalimat dan media berita sudah tercantum dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan

pendidikan).

Dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII

semester genap tercantum hal-hal yang berkaitan dengan variasi kalimat dan

berita, seperti dalam SK (standar kompetensi) mengungkapkan informasi dalam

bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar)

menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat

yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK (standar kompetensi) memahami

ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca

nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai

(14)

6

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa penting untuk mengkaji penggunaan

variasi pola kalimat dalam berita utama surat kabar harian Lampung Post. Selain

untuk pembelajaran dengan penelitian ini pembaca juga akan mengetahui

karakteristik pola kalimat dalam ragam bahasa berita khususnya di Lampung post.

Dengan demikian, judul penelitian ini adalah Pola Kalimat dalam Berita Utama

Harian Lampung Post Edisi Januari 2013 dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut “Bagaimanakah pola kalimat dalam berita utama

harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran

Bahasa Indonesia di SMP?”

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan pola kalimat dalam berita

utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap

pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan

manfaat praktis.

(1) Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi mengenai pola kalimat.

(2) Manfaat Praktis

(15)

a. informasi dan masukan, khususnya bagi guru sekolah menengah pertama

mengenai pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari

2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

b. informasi kepada pembaca mengenai pola kalimat dalam berita utama harian

Lampung Post edisi 2013 serta karakteristik pola kalimat ragam jurnalistik.

1.5Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Subjek penelitian ini adalah berita utama harian Lampung Post edisi Januari

2013.

(2) Objek penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian Lampung

Post edisi Januari 2013, yang meliputi:

(a) S-P

(b) S-P-O

(c) S-P-Pel

(d) S-P-Ket

(e) S-P-O-Pel

(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kalimat

Bahasa terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan makna yang

dinyatakan oleh lapisan bentuk tersebut. Bentuk bahasa terdiri atas satuan-satuan

yang dapat dibedakan menjadi dua satuan, yaitu satuan fonologi dan satuan

gramatikal. Satuan fonologi meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan

gramatikal meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, dan morfem.

Kalimat biasanya didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang memiliki

pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam kalimat itu ada unsur subjek (S),

yakni unsur yang dibicarakan. Ada unsur predikat (P), yakni unsur yang

menyatakan apa yang dilakukan oleh unsur S atau apa yang dialami oleh unsur S

itu. Mungkin ada unsur objek (O), yakni unsur sasaran dari tindakan yang

dilakukan oleh unsur S. Lalu mungkin juga ada unsur keterangan (K), yakni unsur

yang menerangkan tentang waktu, tempat, cara, dan sebagainya. (Chaer, 2010: 36)

Dalam bukunya yang lain Chaer (2008: 5) menambahkan bahwa kalimat adalah

satuan sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar (biasanya berupa klausa),

dilengkapi dengan konjungsi (bila diperlukan), disertai dengan intonasi final

(17)

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang

mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan

suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir

yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun

asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf

Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.),

tanda tanya (?), atau tanda seru (!). Sementara itu, di dalamnya disertakan pula

berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda

titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda

baca lain sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan

tanda seru melambangkan kesenyapan. (Alwi, dkk. 2003: 311). Sedangkan

menurut Putrayasa (2008: 20), kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi

oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.

Dari beberapa pendapat pakar di atas, penulis mengacu pada pendapat Alwi dkk.,

dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang mengemukakan bahwa

kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang

mengungkapkan pikiran yang utuh. Menurut penulis pendapat Alwi dkk. sangat

lengkap dan jelas. Hal itu karena Alwi dkk. memberikan batasan dari segi lisan

dan tulisan serta mengungkapkan cara penulisan sebuah kalimat.

2.1.1 Unsur-unsur Kalimat

Kalimat terdiri atas beberapa unsur yang membentuknya. Berikut akan dijelaskan

mengenai unsur-unsur kalimat menurut Alwi (2003: 326), Widjono (2011: 148),

(18)

10

2.1.1.1 Subjek

Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan

kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat dapat mengaburkan

makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi (1) membentuk

kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk, (2) memperjelas

makna, (3) menjadi pokok pikiran, (4) menegaskan/memfokuskan makna, (5)

memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk kesatuan pikiran (Widjono,

2011: 148).

Ciri-ciri subjek menurut Widjono (2011: 148) dan Mulyono (2012: 47) yaitu

sebagai berikut.

(1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa,

Contoh:

a. Pemimpin itu jujur sekali.

Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan siapa, “Siapa yang jujur sekali?” Jawabannya adalah pemimpin itu.

b. Menulis puisi itu mudah.

Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan apa, “Apa yang mudah?” jawabannya adalah menulis puisi.

(2) berupa kata atau frase benda (nomina),

subjek berupa kata, contohnya:

a. Saya belajar Semantik dibangku kuliah. b. Kami akan wisuda bulan Desember tahun ini.

Subjek berupa frase, contohnya:

(19)

(3) disertai kata tunjuk ini atau itu,

Contoh:

a. Kucing ini lucu sekali.

b. Mobil itu menabrak pembatas jalan.

(4) disertai pewatas yang,

Contoh:

a. Gadis yang memakai baju merah cantik sekali. b. Pemimpin yang jujur disenangi masyarakat.

(5) tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari,

menurut, berdasarkan, dan lain-lain,

Contoh:

a. Dalam rapat itu terjadi perdebatan sengit antaranggota. b. Menurut kami, merekalah penyebab terjadinya kerusuhan itu.

(kata yang dicetak miring bukan merupakan subjek karena didahului kata dalam dan berdasarkan).

(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,

Contoh:

a. Bukan Rita yang menanam bunga itu. (benar) b. Tidak Rita yang menanam bunga itu. (salah)

(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,

Contoh:

a. Perempuan itu cantik sekali. b. Anggun menanam bunga di taman.

(20)

12

(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,

Contoh:

a. Pantun ialah bentuk puisi yang berpola akhir a-b-a-b. b. Beliau menjadi presiden sejak tahun 2004.

(9) berpartikel –nya.

Contoh:

a. Membacanya cukup cepat. b. Dinginnya menusuk tulang.

2.1.1.2 Predikat

Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara

eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi (1) membentuk kalimat

dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk, (2) menjadi unsur

penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan

menentukan kejelasan makna kalimat, (3) menegaskan makna, (4) membentuk

kesatuan pikiran, dan (5) sebagai sebutan (Widjono, 2011: 148).

Ciri-ciri predikat menurut Widjono (2011: 149) yaitu sebagai berikut.

(1) jawaban atas pertanyaan mengapa (melakukan apa), bagaimana, berapa, dan

apa sang subjek itu,

Contoh:

a. Burung itu berkicau indah sekali. (“Apa yang dilakukan burung itu? Jawabannya berkicauindah sekali”)

b. Peserta rapatnya 20 orang. (“Berapa jumlah peserta rapat? Jawabannya 20

orang”)

(21)

Contoh:

a. Aisyah bukan pramugari. b. Delia tidak menanam bunga.

(3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang, selalu, hampir,

Contoh:

a. Kami akan berangkat ke Bandung bulan depan. b. Paman sudah pulang dari Bali.

(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya,

mesti, selayaknya, dan lain-lain,

Contoh:

a. Saya sebaiknya pulang lebih awal.

b. Kamu seharusnya tidak bermalas-malasan.

(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi

menjadi perluasan subjek,

Contoh:

a. Wanita yang memakai jilbab ungu itu cantik sekali. b. Laki-laki yang berjalan di atas trotoar itu tampan sekali.

(frase yang bergaris bawah merupakan perluasan subjek, bukan predikat, frase yang dicetak miring merupakan predikat berupa kata sifat)

(6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,

Contoh:

a. Saya adalah mahasiswa Unila.

b. Peserta seminar yakni kalangan dosen.

(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,

Contoh:

a. Saya mahasiswa. (predikat kata benda)

(22)

14

2.1.1.3 Objek

Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri

khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek.

Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya

mengambilkan, mengumpulkan, mengambili, melempari, mendekati. Dalam

kalimat, objek berfungsi (1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat

transitif, (2) memperjelas makna kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau

kelengkapan pikiran (Widjono, 2011: 149).

Ciri-ciri objek menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut.

(1) berupa kata benda,

Contoh:

a. Nola menulis puisi.

b. Bunda ke kampus mengendarai motor.

(2) tidak didahului kata depan,

Contoh:

a. Ibu membeli di pasar buah mangga itu.

(kata di pasar yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu buah mangga itu)

b. Paman membawa dari Palembang pempek yang lezat itu.

(kata dari Palembang yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu pempek yang lezat)

(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,

Contoh:

a. Anak-anak melempari orang gila dengan kerikil tajam. b. Sanny mengumpulkan perangko sejak sekolah dasar.

(23)

Contoh:

a. Ayah membeli mobil-mobilan di pasar.

(“Apa yang dibeli ayah di pasar? Jawabannya mobil-mobilan”)

b. Ayah membelikan adik mobil-mobilan di pasar.

(“Siapa yang dibelikan mobil-mobilan oleh ayah? Jawabannya adik”)

(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.

Contoh:

a. Pembantu membersihkan rumah saya. (aktif) b. Rumah saya dibersihkan oleh pembantu. (pasif)

(kalimat (5)a objeknya rumah saya, pada kalimat (5)b rumah saya menduduki fungsi subjek, dan yang menjadi objeknya adalah oleh pembantu)

2.1.1.4 Pelengkap

Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,

mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat (Widjono, 2011: 150).

Ciri-ciri pelengkap menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut.

(1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak

lengkap informasinya,

Contoh:

a. Tabitha belajar.

b. Tabitha belajar bahasa Indonesia.

(kalimat (1)a terdiri atas subjek dan predikat, namun kalimat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas mengenai hal yang dipelajari Tabitha, sedangkan kalimat (1)b terdiri atas subjek-predikat-pelengkap sehingga memberikan informasi yang lebih jelas tentang yang dipelajari Tabitha, yaitu bahasa Indonesia)

(2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif.

Contoh:

(24)

16

Untuk memperjelas pemahaman tentang objek dan pelengkap, berikut akan

disajikan tabel yang menguraikan perbedaan antara objek dan pelengkap.

Tabel 2.1 Perbedaan Objek dan Pelengkap (Alwi dkk., 2003: 329)

No. Objek Pelengkap

1.

2.

3.

4.

Berwujud frase nominal atau klausa

Berada langsung di belakang predikat

Menjadi subjek akibat pemasifan kalimat

Dapat diganti dengan pronomina –nya

Berwujud frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase proposisional, atau klausa

Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir

Tak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat

Tidak dapat diganti dengan –nya kecuali kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan.

2.1.1.5 Keterangan

Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi

pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat

dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan penelitian, dan

informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain (Widjono, 2011:

150)

Ciri-ciri keterangan menurut Widjono (2011: 151) yaitu sebagai berikut.

(1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi

tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan

(25)

Contoh:

a. Kakek datang bersama nenek. (tanpa keterangan)

b. Kakek datang dari Yogyakarta bersama nenek. (ada keterangan asal)

(kalimat (1)a tidak memberikan informasi dengan jelas tanpa memberikan keterangan, sedangkan kalimat (1)b menjadi jelas dengan adanya keterangan asal)

(2) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,

Contoh:

a Kemarin saya mengerjakan skripsi di kampus. b Saya kemarin mengerjakan skripsi di kampus. c Saya mengerjakan skripsi di kampus kemarin.

(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara,

posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun, misalnya:

Saya berupaya meningkatkan kualitas kerja meskipun sulit diwujudkan, dan

pengganti nomina (menggunakan kata bahwa, misalnya: Mahasiswa

berpendapat bahwa sekarang ini sulit mencari pekerjaan).

Contoh:

a. Darius membeli toyota avanza kemarin. (keterangan waktu) b. Dona tampil cantik untuk acara AMI awards. (keterangan tujuan)

(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi, misalnya keterangan

tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat

menggantikan subjek.

Contoh:

a. Megawati, yang menjabat Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (keterangan tambahan)

(kata „yang menjabat‟ memberi keterangan status subjek pada kalimat tersebut)

b. Megawati, Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (aposisi)

(26)

18

2.1.1.6 Konjungsi

Menurut Widjono, konjungsi adalah bagian kalimat yang berfungsi

menghubungkan (merangkai) unsur-unsur kalimat dalam sebuah kalimat (yaitu

subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan), sebuah kalimat dengan

kalimat lain, dan sebuah paragraf dengan paragraf lain.

Konjungsi dibagi menjadi dua, yakni perangkai intrakalimat dan perangkai

antarkalimat. Perangkai intrakalimat berfungsi menghubungkan unsur atau bagian

dengan unsur atau bagian kalimat yang lain di dalam sebuah kalimat. Adapun

perangkai antarkalimat berfungsi menghubungkan kalimat atau paragraf yang satu

dengan kalimat atau paragraf yang lain. Bagian perangkai antarkalimat sering juga

disebut dengan istilah transisi. Kata-kata transisi sangat membantu dalam

menghubungkan gagasan sebelum dan sesudahnya baik antarkalimat maupun

antarparagraf.

Contoh bentuk perangkai yang sering ditemukan dalam karangan antara lain:

adalah, andaikata, apabila, atau, bahwa, bilamana, daripada, di samping itu,

sehingga, ialah, jika, kalau, kemudian, melainkan, meskipun, misalnya, padahal,

seandainya, sedangkan, seolah-olah, supaya, umpamanya, bahkan, tetapi, karena

itu, oleh sebab itu, jadi, maka, lagipula, sebaliknya, sementara itu, selanjutnya,

dan tambah pula.

Contoh:

a. Saya membaca novel, sedangkan Aisyah menulis cerpen.

(27)

2.1.1.7 Modalitas

Menurut Widjono, modalitas dalam sebuah kalimat sering disebut keterangan

predikat. Modalitas dapat mengubah keseluruhan makna sebuah kalimat. Dengan

modalitas tertentu makna kalimat dapat berubah menjadi sebuah pernyataan yang

tegas, ragu, lembut, pasti, dan sebagainya.

Fungsi modalitas dalam kalimat:

(1) mengubah nada: dari nada tegas menjadi ragu-ragu atau sebaliknya, dari nada

keras menjadi lembut atau sebaliknya. Ungkapan yang dapat digunakan

antara lain: barangkali, tentu, mungkin, sering, sungguh.

Contoh:

a. Teman saya mungkin seorang politikus. b. Saya sungguh beruntung bisa kuliah di Unila.

(2) menyatakan sikap, misal jika ingin mengungkapkan kalimat dengan nada

kepastian dapat digunakan ungkapan: pasti, pernah, tentu, sering, jarang,

kerapkali.

Contoh:

a. Dia pasti datang ke acara ini. b. Saya jarang datang terlambat.

2.1.2 Pola Kalimat

Kalimat yang jumlah dan ragamnya begitu banyak, pada hakikatnya disusun

berdasarkan pola-pola tertentu yang amat sedikit jumlahnya. Penguasaan pola

kalimat akan memudahkan pemakai bahasa dalam membuat kalimat yang benar

secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat dapat menyederhanakan kalimat

(28)

20

Kemudahan itu dapat dirasakan pemakai bahasa dalam mengekspresikan

ide-idenya dan dalam memahami informasi yang diungkapkan oleh orang lain

sehingga dapat memperkecil kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

2.1.2.1 Pola Dasar Kalimat

Kalimat dasar adalah kalimat yang (i) terdiri atas satu klausa, (ii) unsur-unsurnya

lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (iv)

tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Pola kalimat dasar memiliki

ciri-ciri:

(1) berupa kalimat tunggal (satu S, satu P, satu O, satu Pel, dan satu Ket),

Contoh:

a. Keluar! b. Hari ini.

(kalimat yang terdiri atas satu unsur tersebut biasa disebut kalimat minor)

(2) sekurang-kurangnya terdiri atas satu subjek dan satu predikat,

Contoh:

a. Saya cantik. (S-P)

b. Ayah sedang membaca. (S-P)

(kalimat di atas terdiri atas satu subjek dan satu predikat)

(3) selalu di awali dengan subjek,

Contoh:

a. Raminra membersihkan rumah. (tepat) b. Membersihkan rumah Raminra. (tidak tepat)

(4) berbentuk kalimat aktif,

Contoh:

(29)

(5) unsur tersebut ada yang berupa kata dan ada yang berupa frase,

Contoh:

a. Ayah berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa kata)

b. Ayah dan ibu berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa frase)

(6) dapat dikembangkan menjadi kalimat luas dengan memperluas subjek,

predikat, objek, dan keterangan.

Contoh:

a. Reni belajar. (kalimat dasar)

b. Reni yang berparas cantik belajar di rumah yang baru direnovasi. (perluasan subjek dan keterangan)

Untuk lebih memahami tentang unsur-unsur kalimat dalam pola kalimat dasar,

berikut ini akan disajikan tabel pola kalimat dasar beserta contoh dan fungsi

unsur-unsur tersebut sesuai dengan pendapat Alwi dkk. (2003: 322) dalam buku

Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Tabel 2.2 Pola Kalimat Dasar

No Fungsi Contoh kalimat

1. S-P

Pancasila merupakan dasar negara kita. S P Pel

(30)

22

Rangga mengambilkan adiknya air minum. S P O Pel

6. S-P-O-Ket

Mereka makan soto di kantin. S P O Ket

Bu Wetty mendidik mahasiswa dengan baik. S P O Ket

Pola kalimat dasar tersebut tidak mutlak, artinya kalimat bisa disusun sedemikian

rupa untuk mengurangi kejenuhan membaca, terutama untuk teks-teks panjang

seperti dalam surat kabar.

2.2 Pengertian Berita

Semua orang tentu pernah mendengar kata berita dan tahu apa itu berita. Di dalam

masyarakat hampir setiap hari ada peristiwa atau kejadian, seperti kebakaran,

kebanjiran, perampokan, tawuran pelajar, gempa bumi, dan sebagainya. Ras

Siregar (dalam Chaer, 2010: 11) mendefinisikan berita sebagai kejadian yang

diulang dengan menggunakan kata-kata. Sering juga ditambah dengan gambar,

atau hanya berupa gambar-gambar saja.

Menurut Dean M. Lyle Spencer (dalam Karomani, 2011: 24) berita adalah suatu

kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian pembaca.

Selanjutnya, Dr. Willard C Bleyer (dalam Karomani, 2011: 24) menjelaskan

pengertian berita adalah sesuatu yang termasa yang terpilih oleh wartawan untuk

dimuat dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi

pembaca surat kabar.

Menurut Chaer (2010: 11), berita adalah suatu peristiwa atau kejadian di dalam

masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam bentuk kata-kata yang

disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar, majalah, dll.), atau dalam

(31)

Dari beberapa pengertian di atas, penulis mengacu pada pendapat Chaer dalam

buku Bahasa Jurnalistik yang mengemukakan berita sebagai suatu peristiwa atau

kejadian di dalam masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam

bentuk kata-kata yang disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar,

majalah, dll.), atau dalam media suara (radio, dsb.), atau juga dalam media suara

dan gambar (televisi). Pengertian di atas sangat jelas dipahami karena Chaer

memberikan penjelasan mengenai media penyampaian berita.

2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik

Ragam bahasa jurnalistik lazim digunakan dalam pemberitaan: media eletronik

(televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa berita

menyajikan fakta secara utuh dan objektif. Untuk menjamin objektivitas berita,

penyaji berita perlu memperhatikan hal-hal berikut.

(1) tidak menambah atau mengurangi fakta yang disajikan,

(2) tidak mengubah fakta berdasarkan pendapat penyaji,

(3) tidak menambah tanggapan pribadi,

(4) tidak memihak kepada siapa pun,

(5) tidak menggunakan perasaan suka atau tidak suka.

Bahasa berita yang lazim disebut bahasa jurnalistik pers harus tunduk kepada

kaidah dan etika bahasa baku. Ciri-ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya

(1) Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang

(32)

24

rumit, yang hanya dipahami oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa

jurnalistik.

Contoh:

Kehidupan artis selalu menjadi sorotan masyarakat. (tepat) Kehidupan entertainer selalu menjadi sorotan publik. (tidak tepat)

(2) Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele,

tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang berharga.

Contoh:

SBY segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tepat)

Presiden RI sekaligus ketua umum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tidak tepat)

(3) Padat

Menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan, padat dalam bahasa

jurnalistik berarti sarat makna. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat

banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.

Contoh:

BBM naik, rakyat menjerit!

(pernyataan tersebut mengandung banyak informasi, dengan kenaikan harga BBM rakyat kecil merasa hidupnya semakin sulit, karena semua harga kebutuhan pokok menjadi semakin mahal dan sulit terjangkau)

(4) Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufimisme atau

penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca

(33)

Contoh:

Basmi tuntas koruptor di negeri ini!

Basmi tuntas tikus berdasi di negeri ini! (menggunakan eufimisme)

(5) Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas susunan

kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan

(S-P-O-K), dan jelas sasaran atau maksudnya.

Contoh:

Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. (S-P-O) Mengumumkan kenaikan harga BBM pemerintah. (P-O-S)

(6) Jernih

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak

menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau

fitnah. Pers di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun.

Contoh:

Pembatalan malam final Miss World di Bogor karena alasan keamanan adalah bukti lemahnya pemerintah.

(pernyataan ini memojokkan pemerintah, karena menganggap pemerintah tidak mampu menjamin keamanan dalam kompetisi tingkat dunia tersebut, masyarakat yang membaca pernyataan di atas menjadi terpengaruh untuk membenci dan menyalahkan pemerintah)

(7) Menarik

Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca.

Bahasa jurnalistik berpihak pada prinsip menarik, benar, dan baku.

Contoh:

Sepak terjang Gubernur DKI tak diragukan lagi.

Angin segar menyapa terpidana mati di rutan Pondok Bambu.

(34)

26

(8) Demokratis

Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta

atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Secara ideologis,

bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di

depan hukum sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan

yang berbeda.

Contoh:

Presiden duduk dikursi. Pengemis duduk dikursi.

(kedua kalimat tersebut menjunjung asas demokratis, artinya tidak memandang subjeknya, baik presiden maupun pengemis sama-sama duduk dikursi, tidak boleh menulis „Presiden duduk disinggasana, pengemis duduk dikursi‟ kalimat ini tidak menjunjung asas demokratis karena memperlakukan subjeknya berbeda)

(9) Mengutamakan Kalimat Aktif

Kalimat aktif lebih disukai pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih

memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman.

Contoh:

Pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian. (aktif)

Diambilnya perhiasan itu dari dalam lemari pakaian oleh pencuri. (pasif)

(10)Menghindari Kata atau Istilah Teknis

Bahasa jurnalistik ditujukan untuk umum, untuk itu bahasa yang digunakan harus

sederhana dan mudah dipahami. Untuk itu bahasa jurnalistik harus menghindari

kata atau istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok

yang homogen. Hal ini bertentangan dengan pembaca yang heterogen.

Contoh:

Indonesia mengalami inflasi saat krisis moneter beberapa tahun silam.

(35)

(11)Tunduk Kepada Kaidah dan Etika Bahasa Baku

Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib

menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers

harus baku, benar, dan baik.

Contoh:

Negara kita antikomunis. (baku) Negara kita anti komunis. (tidak baku)

2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam kegiatan yang digelar di Jakarta, 10

November 1978, mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa pers.

(1) Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan

Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh

korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini

ialah kesalahan ejaan.

(2) Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.

Kalaupun harus menulis akronim, maka harus dijelaskan dalam tanda kurung

kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami khalayak

ramai.

(3) Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix.

Pemenggalan kata awalan me- dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat

keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan sampai

(36)

28

(4) Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan

pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata

tujuan (subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak

kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat

dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah “satu gagasan atau satu

ide dalam satu kalimat”.

(5) Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype

yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu,

dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka. Dengan demikian, akan

menghilangkan monotomi (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan

sekaligus menerapkan penghematan dalam bahasa.

(6) Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja

kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam

bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa

(sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.

(7) Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk

dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).

(8) Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang

terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka

(37)

(9) Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.

(10)Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif

dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi,

bahasa, dan teknik persembahan.

2.3Implikasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Dasar Pendidikan (KTSP) sejak tahun

2006 merupakan salah satu bentuk upaya konkrit dari pemerintah dalam

menyikapi permasalahan pendidikan nasional, terutama mengenai input dan

output pendidikan. Kurikulum tersebut membekali peserta didik dengan berbagai

kemampuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi guna

menjawab tantangan arus globalisasi. Oleh sebab itu, pembelajaran harus

mencapai standar untuk siswa agar mampu bersaing dengan dunia luar.

Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek keterampilan berbahasa yang

meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada

dasarnya, pembelajaran bahasa ini bertujuan agar siswa mampu berbahasa secara

baik dan benar. Dalam salah satu aspek keterampilan berbahasa, terdapat materi

pembelajaran yang berkaitan dengan variasi kalimat dan berita, khususnya untuk

kelas VIII SMP semester genap, misalnya dalam SK (standar kompetensi) yaitu

mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster

dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan

dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK

(standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif,

membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar)

(38)

30

membaca ekstensif. Pencapaian SK dan KD yang telah ditentukan melewati

proses pemberian materi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.

Pemberian materi pembelajaran yang masuk dalam tahap instruksional,

mengharuskan seorang guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang

sesuai dengan materi serta didukung penggunaan alat/media pembelajaran yang

dapat menunjang proses belajar mengajar. Untuk pembelajaran mengenai variasi

kalimat dan materi berita guru dapat menggunakan media cetak seperti surat kabar

yang mudah didapat. Variasi pola kalimat adalah salah satu ciri dari kalimat

efektif yang penting untuk dikuasai siswa dalam pembelajaran bahasa. Dengan

variasi pola kalimat, siswa dapat membuat sebuah wacana yang menarik perhatian

pembaca. Dengan membaca berita, pembelajaran diarahkan untuk mengenal

lambang-lambang visual dan mengidentifikasi masalah yang terjadi di lingkungan

sekitar peserta didik.

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang

melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta

didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka

pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat

diwujudkan melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan

berpusat pada peserta didik.

Dalam penelitian ini hal yang dibelajarkan adalah variasi pola kalimat dengan

memanfaatkan media cetak/surat kabar sebagai media pembelajaran. Media cetak

dipilih karena menuntut siswa untuk mengasah kemampuan membaca yang

dimilikinya. Media ini mudah didapat, efisien, sesuai dengan kemampuan guru

dan siswa, serta tepat guna. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan membaca

(39)

digunakan. Dengan metode diskusi, siswa diminta untuk mendata pola kalimat

yang digunakan. Jika ada hal yang tidak dipahami siswa dapat mengadakan tanya

jawab dengan guru tentang materi pembelajaran.

Setelah memahami materi yang diajarkan, siswa ditugasi untuk membuat sebuah

wacana/paragraf dengan pola kalimat yang bervariasi. Tugas dapat dikerjakan

secara individu/kelompok. Selanjutnya, guru menugasi siswa untuk berdiskusi

dalam memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok lain. Dengan strategi

pembelajaran seperti ini, siswa tidak hanya mampu mengidentifikasi pola kalimat

yang digunakan, namun juga mampu membuat wacana/paragraf dengan kalimat

yang bervariasi. Tidak hanya itu, siswa juga dilibatkan dalam proses evaluasi.

Siswa dapat menilai hasil kerja temannya. Dengan demikian, siswa dapat

(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Rancangan ini

adalah rancangan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Dalam penelitian deskriptif tidak

menekankan pada generalisasi, tetapi menekankan pada makna (Sugiyono, 2010:

15). Rancangan deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat

fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu (Margono, 2010: 8). Selanjutnya

menurut Suryabrata (2011: 75) tujuan rancangan deskriptif adalah untuk membuat

pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan

sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah penggunaan pola kalimat dalam berita

utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Berita utama harian Lampung

Post edisi Januari 2013 berjumlah 31 eksemplar. Dalam penelitian ini, teknik

sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini adalah teknik

pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Hal yang

dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah kejadian yang terjadi di Lampung

dengan pilihan tema peristiwa dan kesehatan yang menyesuaikan dengan tema

(41)

sehingga diperoleh tujuh sampel berita dengan tema peristiwa (3 sampel) dan

tema kesehatan (4 sampel).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dokumentasi, karena sumber data yang digunakan penulis berupa dokumen

tertulis, yakni berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Penulis

mengumpulkan semua berita utama edisi Januari 2013, kemudian menyeleksi

berita yang akan dijadikan sumber data untuk diteliti lebih lanjut dengan memilih

tema berita sesuai dengan tema pembelajaran di SMP. Setelah memperoleh

sumber data penulis melakukan analisis terhadap sumber data tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori

yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 18). Analisis dilakukan

secara bersamaan yang mencakup tiga kegiatan, yaitu (1) reduksi data, (2)

penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data model ini

dinamai Miles dan Huberman dengan analisis data model air. Untuk jelasnya

perhatikan gambar berikut.

Masa pengumpulan data

REDUKSI DATA

Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA

= ANALISIS

Selama Pasca

PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI

(42)

34

Dari komponen-komponen analisis data model air pada gambar di atas,

penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses memilih, pemusatan perhatian dengan

penyederhanaan (berpusat pada sampel yang telah ditentukan sebelumnya),

pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang

muncul di lapangan. Pemilihan data sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

mendeskripsikan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi

Januari 2013.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi

kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian

data dalam penelitian ini lebih banyak mengacu pada teks naratif untuk

memaparkan informasi yang menjadi fokus penelitian. Prosesnya dilakukan

dengan cara memaparkan hasil penelitian yang disertai dengan contoh temuan,

yang kemudian dijelaskan dalam pembahasan. Dalam penyajian data digunakan

indikator pola kalimat yang mengacu pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa

Indonesia. Berikut disajikan indikator yang digunakan peneliti dalam penyajian

data hasil penelitian.

Tabel 3.1 Indikator Unsur-unsur Kalimat

No. Indikator Deskriptor

1. Subjek (1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa,

(2) berupa kata atau frase benda (nomina), (3) disertai kata tunjuk ini atau itu,

(4) disertai pewatas yang,

(43)

bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain,

(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,

(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,

(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,

(9) berpartikel –nya.

2. Predikat (1) jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana,

berapa, dan apa sang subjek itu,

(2) dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan, (3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah,

sedang, selalu, hampir,

(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain,

(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek, (6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,

(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,

3. Objek (1) berupa kata benda,

(2) tidak didahului kata depan,

(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,

(4) jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif,

(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.

4. Pelengkap (1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat

itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya, (2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja

transitif.

5. Keterangan (1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa

keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,

(44)

36

(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun.

(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa

aposisi, misalnya keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Untuk menarik kesimpulan dari penggunaan pola kalimat, peneliti menjumlahkan

hasil penelitian dari setiap unsur. Kemudian untuk variasi pola kalimat, peneliti

menjumlahkan penggunaan, kemudian mempersentasekan dengan menggunakan

rumus berikut.

Jumlah Penggunaan

X 100 = ...% Jumlah Kalimat

Rumus di atas digunakan untuk mengetahui persentase penggunaan variasi pola

kalimat yang ada dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013.

Setelah mendapat jumlah dan persentase, peneliti mengimplikasikan hasil

(45)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pola kalimat

dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 sangat bervariasi,

sehingga tidak menimbulkan kesan monoton dan rasa bosan pembaca. Pola umum

yang digunakan yaitu S-P (subjek-predikat), O (subjek-predikat-objek),

S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap), S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan), S-P-O-S-P-Pel

(subjek-predikat-objek-pelengkap), dan S-P-O-Ket

(subjek-predikat-objek-keterangan). Ditemukan pula pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen

penilaian, diantaranya S-P-Pel-Ket (subjek-predikat-pelengkap-keterangan),

Ket-S-P-O predikat-objek), dan Ket-S-P-Ket

(keterangan-subjek-predikat-keterangan).

Secara keseluruhan, penggunaan pola kalimat S-P berjumlah 2 kalimat dengan

persentase 1, 27%, pola S-P-O berjumlah 22 kalimat dengan persentase 13, 92%,

pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan persentase 10, 76%, pola S-P-Ket

berjumlah 34 kalimat dengan persentase 21, 51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12

kalimat dengan persentase 7, 60%, dan pola S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat

dengan persentase 6, 33%. Sedangkan pola lain yang tidak sesuai dengan

(46)

62

Hasil penelitian dapat dijadikan media pembelajaran oleh guru untuk mengajarkan

materi pembelajaran variasi kalimat. Seperti yang tercantum dalam KTSP

(kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII semester genap,

standar kompetensi dan kompetensi dasar mengungkapkan informasi dalam

bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar)

menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat

yang bervariasi, serta persuasif dan dalam SK (standar kompetensi) memahami

ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca

nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai

berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif. Dengan adanya variasi

kalimat sebuah wacana atau karangan menjadi tidak monoton dan tidak

menimbulkan rasa bosan pada diri pembaca.

5.2 Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

a. Bagi guru bahasa Indonesia pola kalimat dalam berita utama dalam surat kabar

dapat dijadikan media pembelajaran dalam aspek keterampilan menulis, yaitu

untuk materi pembelajaran variasi pola kalimat agar wacana atau karangan

yang dibuat tidak monoton.

b. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian yang sama, disarankan

untuk meneliti hasil karangan siswa di sekolah untuk mengetahui tingkat

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk.. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Emilia, Eka. 2012. “Majas Pada Karikatur Surat Kabar Harian Kompas dan Lampung Post Edisi Juli-Agustus 2011 dan Pemanfaatannya Sebagai Media pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Karomani. 2011. Pengantar Praktik Menulis Jurnalistik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mulyono, Iyo. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematika

Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT. Refika Aditama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian: Bandung:Alfabeta.

Suharma, dkk.. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Yudistira.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Suyanto, Edi dkk.. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah.

(48)

Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar. Yogyakarta: Ardana media.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Bandar Lampung: Universitas lampung.

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Objek dan Pelengkap (Alwi dkk., 2003: 329)
Tabel 2.2 Pola Kalimat Dasar
Tabel 3.1 Indikator Unsur-unsur Kalimat

Referensi

Dokumen terkait

Selain menghadirkan Xpander dan melakukan peluncuran kepada masyarakat Semarang dan Jawa Tengah, dalam pameran ini PT MMKSI juga menghadirkan 9 unit display dan 4 unit

Bahwa untuk kelanjutan Program Pendidikan Tinggi yang diselenggarakan oleh STIBA Makassar, perlu ditetapkan para Calon Mahasiswa Baru yang dinyatakan lulus

Fenomena-fenomena yang terjadi dalam masyarakat, khususnya dalam batasan orang Kristen, memperlihatkan hal yang secara normatif kurang sesuai. Perilaku-perilaku yang

  Jl. Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat Harap Hadir 15 menit sebelum waktu yang ditentukan

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk mernberikan Hak Bebas Royalti Non-eksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) kepada Pusat Perpustakaan

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian yang dilakukan adalah

Diantara wakaf yang berkembang ialah wakaf uang atau bisa dikatakan juga sebagai wakaf produktif yang dimana dapat dimanfaatkan oleh kita untuk membangun suatu

Artinya jika setiap karyawan memiliki sikap komitmen, memiliki motivasi kerja dan mendapatkan kompensasi yang layak maka ia akan merasa senang sebagai karyawan, senang