POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Oleh RENI SOFIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Reni Sofiani
ABSTRAK
POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP
Oleh
RENI SOFIANI
Masalah dalam penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian
Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa
Indonesia di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola kalimat
dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya
terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Sumber data
penelitian ini pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari
2013. Sumber data berjumlah tujuh eksemplar dengan penggunaan teknik
purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu
(kejadian yang terjadi di Lampung yang menyesuaikan dengan tema/KD
pembelajaran di SMP kelas VIII semester genap).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalimat yang diperoleh berjumlah 158. Pola
kalimat dengan persentase 13,92%, pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan
persentase 10,76%, pola S-P-Ket berjumlah 34 kalimat dengan persentase
21,51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12 kalimat dengan persentase 7,60%, dan pola
S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat dengan persentase 6,33%. Sementara untuk pola
kalimat berdasarkan hasil temuan yang tidak sama dengan indikator berjumlah 61
kalimat dengan persentase 38,61%. Kajian variasi pola kalimat berimplikasi
terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia terutama pada materi pembelajaran.
Kajian penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran khususnya
DAFTAR ISI
2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik ... 23
2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers ... 27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian ... 32
3.2 Sumber Data ... 32
3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 33
3.4 Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 37
4.2 Bahasan Penelitian ... 40
4.2.1 Pola S-P (subjek-predikat) ... 40
4.2.2 Pola S-P-O (subjek-predikat-objek) ... 41
4.2.3 Pola S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap) ... 43
4.2.4 Pola S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan) ... 44
4.2.5 Pola S-P-O-Pel (subjek-predikat-objek-pelengkap) ... 46
4.2.6 Pola S-P-O-Ket (subjek-predikat-objek-keterangan) ... 47
4.2.7 Pola Kalimat Berdasarkan Hasil Temuan Peneliti ... 49
4.3 Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ... 57
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61
5.2 Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi
oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas
ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah variasi bahasa yang
menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya
dapat ditangkap melalui indera pendengaran) untuk berinteraksi atau
berkomunikasi dengan orang lain. Adapun ragam tulis adalah variasi bahasa yang
menggunakan huruf dan tanda baca (unsur bahasa yang dapat ditangkap melalui
indera penglihatan atau perabaan/penggunaan huruf Braille). Ragam tulis ini
biasanya digunakan dalam media cetak atau surat kabar.
Surat kabar menggunakan bahasa tulis dalam penyampaian informasinya. Dengan
menggunakan bahasa tulis artinya penulis tidak berhubungan langsung dengan
pembaca. Untuk itu, bahasa yang digunakan dalam surat kabar harus terang dan
jelas, lebih eksplisit karena dalam bahasa tulis tidak dapat disertai oleh gerak
isyarat, pandangan atau anggukan sebagai tanda penegasan dipihak penulis atau
pemahaman dipihak pembaca. Itulah sebabnya, kalimat dalam ragam tulis harus
lebih cermat sifatnya. Fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, dan objek, dan
2
(2011: 32) ragam bahasa tulis ditandai oleh (1) penyajian materi/pesan yang
bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat universal, (2) penggunaan
fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten, (3) penggunaan bentuk lengkap,
bentuk yang tidak disingkat, (4) penggunaan imbuhan secara eksplisit dan
konsisten, (5) penggunaan kata ganti resmi dan menghindari kata ganti tidak
resmi, (6) penggunaan pola frase yang baku, (7) penggunaan ejaan yang baku
pada bahasa tulis, dan lafal yang baku pada bahasa lisan, dan (8) tidak
menggunakan unsur tidak baku, misalnya unsur kedaerahan dan asing. Bahasa
tulis yang lazim dipakai media cetak berkala yakni surat kabar disebut bahasa pers
jurnalistik. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa jurnalistik tunduk kepada
kaidah dan etika bahasa baku (Sumadiria, 2008: 53). Untuk itu, bahasa dalam
surat kabar harus menaati kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia, baik surat
kabar regional maupun surat kabar nasional. Salah satu surat kabar yang beredar
di provinsi Lampung adalah Lampung Post.
Lampung Post merupakan surat kabar yang memuat informasi yang bersifat
internasional, nasional, dan regional (daerah), dan dapat dibaca oleh sebagian
besar masyarakat Lampung, baik dari kalangan bawah, menengah, maupun
kalangan atas. Oleh karena itu, Lampung Post mempunyai lebih banyak peluang
dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia bagi para pelajar di SD,
SMP, dan SMA. Selain itu, Lampung Post merupakan anggota Media Group,
salah satu usaha penerbitan yang pernah mendapat penghargaan dari pusat bahasa
karena penggunaan bahasanya yang dinilai baik. Lampung Post memuat berbagai
kolom berita, seperti berita utama, tajuk, artikel, iklan, dan sebagainya. Lampung
Post selalu menyuguhkan informasi terhangatnya lewat kolom berita utama untuk
Berita utama dalam sebuah surat kabar menjadi sorotan utama bagi pembaca, hal
ini karena berita utama letaknya selalu di halaman pertama yang tengah menjadi
topik hangat dalam masyarakat. Setiap peristiwa yang tengah bergejolak baik
yang bersifat regional (daerah), nasional, maupun internasional selalu menarik
perhatian masyarakat untuk mengetahui lebih jauh lewat media cetak yang selalu
menyuguhkan informasi terhangat dari peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh sebab
besarnya antusias pembaca, setiap penerbit surat kabar berlomba untuk
menyajikan informasi-informasi terhangat dan menjadikannya sebagai fokus
utama dalam sajian beritanya. Untuk menarik perhatian pembaca, berita utama
berada di halaman awal surat kabar, penyajiannya didukung dengan ukuran huruf
judul berita yang lebih besar dari huruf lainnya serta gambar yang mendukung
berita utama tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah untuk
mengetahui polemik yang terjadi dalam masyarakat. Untuk dapat menarik
perhatian pembaca, penulisan berita dalam surat kabar juga harus memperhatikan
cara menulis yang baik.
Seseorang akan dapat menulis dengan baik apabila ia juga seorang pembaca yang
baik. Akan tetapi pembaca yang baik tidak berarti ia juga penulis yang baik.
Seorang penulis harus menyadari bahwa tulisan yang dibuatnya akan dibaca orang
lain. Sebuah bacaan atau tulisan yang baik merupakan suatu komposisi yang dapat
memikat pembacanya untuk terus membaca sampai selesai. Agar dapat membuat
pembaca terpikat tidaklah dapat dilakukan begitu saja. Hal ini memerlukan
pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menulis. Menulis memerlukan
ketekunan, latihan, dan pengalaman. Kelincahan dalam penulisan tergambar
4
Ada kalimat yang dimulai dengan subjek, ada pula yang dimulai dengan predikat
atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan ada kalimat yang panjang. Tulisan
yang mempergunakan pola serta bentuk kalimat yang terus-menerus sama akan
membuat suasana menjadi kaku dan monoton atau datar sehingga membaca
menjadi kegiatan yang membosankan. Oleh sebab itu, untuk menghindari suasana
monoton dan rasa bosan, suatu paragraf dalam tulisan memerlukan bentuk, pola,
dan jenis kalimat yang bervariasi. Kevariasian ini tidak kita temukan dalam
kalimat demi kalimat, atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai struktur
bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu
dibandingkan dengan kalimat yang lain. Salah satu ciri bervariasinya suatu
paragraf bisa dilihat dari pola kalimat yang digunakan.
Pola kalimat adalah susunan konstituen kalimat yang terdiri atas subjek, predikat,
objek, pelengkap, dan keterangan. Pola kalimat ini bukan harga mati sebuah
komposisi kalimat, artinya kalimat tidak harus berpola subjek-predikat-objek.
Kalimat bisa berpola subjek-predikat-pelengkap/keterangan. Dengan adanya
variasi pola kalimat pembaca akan mengetahui bahwa kalimat tidak selalu
menggunakan pola yang sama. Variasi pola kalimat ini penting dalam penyajian
sebuah berita. Berita dalam surat kabar didominasi kalimat-kalimat panjang yang
menjenuhkan pembaca. Untuk mengurangi kejenuhan, penerbit bisa
menggunakan variasi pola kalimat dalam menyajikan berita. Perhatikan contoh
berikut.
(1)Satu unit gedung SMP Darma Bakti, sebelas sepeda motor, dan tiga mobil S
terbakar. (Lampung Post, 23 November 2012) P
(2)Polda masih menunggu hasil penyelesaian masalah tersebut.
S P O
Kalimat (1) berpola S-P, sedangkan kalimat (2) berpola S-P-O. Dengan adanya
variasi pola kalimat penerbit dapat memikat pembaca untuk terus membaca berita
sampai selesai. Variasi pola kalimat merupakan salah satu ciri kalimat yang
efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan
dapat menyampaikan informasi secara tepat. Kalimat dikatakan singkat karena
hanya menggunakan unsur yang diperlukan saja. Sedangkan sifat padat
mengandung makna sarat dengan informasi yang terkandung di dalamnya. Sifat
jelas ditandai dengan kejelasan struktur kalimat dan makna yang terkandung di
dalamnya. Sifat lengkap mengandung makna kelengkapan struktur kalimat secara
gramatikal, dan kelengkapan konsep atau gagasan yang terkandung di dalam
kalimat tersebut (Widjono, 2011: 160). Pembelajaran mengenai variasi pola
kalimat dan media berita sudah tercantum dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan
pendidikan).
Dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII
semester genap tercantum hal-hal yang berkaitan dengan variasi kalimat dan
berita, seperti dalam SK (standar kompetensi) mengungkapkan informasi dalam
bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar)
menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat
yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK (standar kompetensi) memahami
ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca
nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai
6
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa penting untuk mengkaji penggunaan
variasi pola kalimat dalam berita utama surat kabar harian Lampung Post. Selain
untuk pembelajaran dengan penelitian ini pembaca juga akan mengetahui
karakteristik pola kalimat dalam ragam bahasa berita khususnya di Lampung post.
Dengan demikian, judul penelitian ini adalah Pola Kalimat dalam Berita Utama
Harian Lampung Post Edisi Januari 2013 dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat
dirumuskan sebagai berikut “Bagaimanakah pola kalimat dalam berita utama
harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran
Bahasa Indonesia di SMP?”
1.3Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan pola kalimat dalam berita
utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap
pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
1.4Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan
manfaat praktis.
(1) Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi mengenai pola kalimat.
(2) Manfaat Praktis
a. informasi dan masukan, khususnya bagi guru sekolah menengah pertama
mengenai pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari
2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
b. informasi kepada pembaca mengenai pola kalimat dalam berita utama harian
Lampung Post edisi 2013 serta karakteristik pola kalimat ragam jurnalistik.
1.5Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
(1) Subjek penelitian ini adalah berita utama harian Lampung Post edisi Januari
2013.
(2) Objek penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian Lampung
Post edisi Januari 2013, yang meliputi:
(a) S-P
(b) S-P-O
(c) S-P-Pel
(d) S-P-Ket
(e) S-P-O-Pel
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kalimat
Bahasa terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan makna yang
dinyatakan oleh lapisan bentuk tersebut. Bentuk bahasa terdiri atas satuan-satuan
yang dapat dibedakan menjadi dua satuan, yaitu satuan fonologi dan satuan
gramatikal. Satuan fonologi meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan
gramatikal meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, dan morfem.
Kalimat biasanya didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang memiliki
pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam kalimat itu ada unsur subjek (S),
yakni unsur yang dibicarakan. Ada unsur predikat (P), yakni unsur yang
menyatakan apa yang dilakukan oleh unsur S atau apa yang dialami oleh unsur S
itu. Mungkin ada unsur objek (O), yakni unsur sasaran dari tindakan yang
dilakukan oleh unsur S. Lalu mungkin juga ada unsur keterangan (K), yakni unsur
yang menerangkan tentang waktu, tempat, cara, dan sebagainya. (Chaer, 2010: 36)
Dalam bukunya yang lain Chaer (2008: 5) menambahkan bahwa kalimat adalah
satuan sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar (biasanya berupa klausa),
dilengkapi dengan konjungsi (bila diperlukan), disertai dengan intonasi final
Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan
suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir
yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun
asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf
Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.),
tanda tanya (?), atau tanda seru (!). Sementara itu, di dalamnya disertakan pula
berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda
titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda
baca lain sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan
tanda seru melambangkan kesenyapan. (Alwi, dkk. 2003: 311). Sedangkan
menurut Putrayasa (2008: 20), kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.
Dari beberapa pendapat pakar di atas, penulis mengacu pada pendapat Alwi dkk.,
dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang mengemukakan bahwa
kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang
mengungkapkan pikiran yang utuh. Menurut penulis pendapat Alwi dkk. sangat
lengkap dan jelas. Hal itu karena Alwi dkk. memberikan batasan dari segi lisan
dan tulisan serta mengungkapkan cara penulisan sebuah kalimat.
2.1.1 Unsur-unsur Kalimat
Kalimat terdiri atas beberapa unsur yang membentuknya. Berikut akan dijelaskan
mengenai unsur-unsur kalimat menurut Alwi (2003: 326), Widjono (2011: 148),
10
2.1.1.1 Subjek
Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan
kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat dapat mengaburkan
makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi (1) membentuk
kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk, (2) memperjelas
makna, (3) menjadi pokok pikiran, (4) menegaskan/memfokuskan makna, (5)
memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk kesatuan pikiran (Widjono,
2011: 148).
Ciri-ciri subjek menurut Widjono (2011: 148) dan Mulyono (2012: 47) yaitu
sebagai berikut.
(1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa,
Contoh:
a. Pemimpin itu jujur sekali.
Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan siapa, “Siapa yang jujur sekali?” Jawabannya adalah pemimpin itu.
b. Menulis puisi itu mudah.
Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan apa, “Apa yang mudah?” jawabannya adalah menulis puisi.
(2) berupa kata atau frase benda (nomina),
subjek berupa kata, contohnya:
a. Saya belajar Semantik dibangku kuliah. b. Kami akan wisuda bulan Desember tahun ini.
Subjek berupa frase, contohnya:
(3) disertai kata tunjuk ini atau itu,
Contoh:
a. Kucing ini lucu sekali.
b. Mobil itu menabrak pembatas jalan.
(4) disertai pewatas yang,
Contoh:
a. Gadis yang memakai baju merah cantik sekali. b. Pemimpin yang jujur disenangi masyarakat.
(5) tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari,
menurut, berdasarkan, dan lain-lain,
Contoh:
a. Dalam rapat itu terjadi perdebatan sengit antaranggota. b. Menurut kami, merekalah penyebab terjadinya kerusuhan itu.
(kata yang dicetak miring bukan merupakan subjek karena didahului kata dalam dan berdasarkan).
(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,
Contoh:
a. Bukan Rita yang menanam bunga itu. (benar) b. Tidak Rita yang menanam bunga itu. (salah)
(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,
Contoh:
a. Perempuan itu cantik sekali. b. Anggun menanam bunga di taman.
12
(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,
Contoh:
a. Pantun ialah bentuk puisi yang berpola akhir a-b-a-b. b. Beliau menjadi presiden sejak tahun 2004.
(9) berpartikel –nya.
Contoh:
a. Membacanya cukup cepat. b. Dinginnya menusuk tulang.
2.1.1.2 Predikat
Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara
eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi (1) membentuk kalimat
dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk, (2) menjadi unsur
penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan
menentukan kejelasan makna kalimat, (3) menegaskan makna, (4) membentuk
kesatuan pikiran, dan (5) sebagai sebutan (Widjono, 2011: 148).
Ciri-ciri predikat menurut Widjono (2011: 149) yaitu sebagai berikut.
(1) jawaban atas pertanyaan mengapa (melakukan apa), bagaimana, berapa, dan
apa sang subjek itu,
Contoh:
a. Burung itu berkicau indah sekali. (“Apa yang dilakukan burung itu? Jawabannya berkicauindah sekali”)
b. Peserta rapatnya 20 orang. (“Berapa jumlah peserta rapat? Jawabannya 20
orang”)
Contoh:
a. Aisyah bukan pramugari. b. Delia tidak menanam bunga.
(3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang, selalu, hampir,
Contoh:
a. Kami akan berangkat ke Bandung bulan depan. b. Paman sudah pulang dari Bali.
(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya,
mesti, selayaknya, dan lain-lain,
Contoh:
a. Saya sebaiknya pulang lebih awal.
b. Kamu seharusnya tidak bermalas-malasan.
(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi
menjadi perluasan subjek,
Contoh:
a. Wanita yang memakai jilbab ungu itu cantik sekali. b. Laki-laki yang berjalan di atas trotoar itu tampan sekali.
(frase yang bergaris bawah merupakan perluasan subjek, bukan predikat, frase yang dicetak miring merupakan predikat berupa kata sifat)
(6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,
Contoh:
a. Saya adalah mahasiswa Unila.
b. Peserta seminar yakni kalangan dosen.
(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,
Contoh:
a. Saya mahasiswa. (predikat kata benda)
14
2.1.1.3 Objek
Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri
khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek.
Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya
mengambilkan, mengumpulkan, mengambili, melempari, mendekati. Dalam
kalimat, objek berfungsi (1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat
transitif, (2) memperjelas makna kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau
kelengkapan pikiran (Widjono, 2011: 149).
Ciri-ciri objek menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut.
(1) berupa kata benda,
Contoh:
a. Nola menulis puisi.
b. Bunda ke kampus mengendarai motor.
(2) tidak didahului kata depan,
Contoh:
a. Ibu membeli di pasar buah mangga itu.
(kata di pasar yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu buah mangga itu)
b. Paman membawa dari Palembang pempek yang lezat itu.
(kata dari Palembang yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu pempek yang lezat)
(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,
Contoh:
a. Anak-anak melempari orang gila dengan kerikil tajam. b. Sanny mengumpulkan perangko sejak sekolah dasar.
Contoh:
a. Ayah membeli mobil-mobilan di pasar.
(“Apa yang dibeli ayah di pasar? Jawabannya mobil-mobilan”)
b. Ayah membelikan adik mobil-mobilan di pasar.
(“Siapa yang dibelikan mobil-mobilan oleh ayah? Jawabannya adik”)
(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.
Contoh:
a. Pembantu membersihkan rumah saya. (aktif) b. Rumah saya dibersihkan oleh pembantu. (pasif)
(kalimat (5)a objeknya rumah saya, pada kalimat (5)b rumah saya menduduki fungsi subjek, dan yang menjadi objeknya adalah oleh pembantu)
2.1.1.4 Pelengkap
Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi,
mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat (Widjono, 2011: 150).
Ciri-ciri pelengkap menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut.
(1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak
lengkap informasinya,
Contoh:
a. Tabitha belajar.
b. Tabitha belajar bahasa Indonesia.
(kalimat (1)a terdiri atas subjek dan predikat, namun kalimat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas mengenai hal yang dipelajari Tabitha, sedangkan kalimat (1)b terdiri atas subjek-predikat-pelengkap sehingga memberikan informasi yang lebih jelas tentang yang dipelajari Tabitha, yaitu bahasa Indonesia)
(2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif.
Contoh:
16
Untuk memperjelas pemahaman tentang objek dan pelengkap, berikut akan
disajikan tabel yang menguraikan perbedaan antara objek dan pelengkap.
Tabel 2.1 Perbedaan Objek dan Pelengkap (Alwi dkk., 2003: 329)
No. Objek Pelengkap
1.
2.
3.
4.
Berwujud frase nominal atau klausa
Berada langsung di belakang predikat
Menjadi subjek akibat pemasifan kalimat
Dapat diganti dengan pronomina –nya
Berwujud frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase proposisional, atau klausa
Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir
Tak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat
Tidak dapat diganti dengan –nya kecuali kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan.
2.1.1.5 Keterangan
Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi
pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat
dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan penelitian, dan
informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain (Widjono, 2011:
150)
Ciri-ciri keterangan menurut Widjono (2011: 151) yaitu sebagai berikut.
(1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi
tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan
Contoh:
a. Kakek datang bersama nenek. (tanpa keterangan)
b. Kakek datang dari Yogyakarta bersama nenek. (ada keterangan asal)
(kalimat (1)a tidak memberikan informasi dengan jelas tanpa memberikan keterangan, sedangkan kalimat (1)b menjadi jelas dengan adanya keterangan asal)
(2) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,
Contoh:
a Kemarin saya mengerjakan skripsi di kampus. b Saya kemarin mengerjakan skripsi di kampus. c Saya mengerjakan skripsi di kampus kemarin.
(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara,
posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun, misalnya:
Saya berupaya meningkatkan kualitas kerja meskipun sulit diwujudkan, dan
pengganti nomina (menggunakan kata bahwa, misalnya: Mahasiswa
berpendapat bahwa sekarang ini sulit mencari pekerjaan).
Contoh:
a. Darius membeli toyota avanza kemarin. (keterangan waktu) b. Dona tampil cantik untuk acara AMI awards. (keterangan tujuan)
(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi, misalnya keterangan
tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat
menggantikan subjek.
Contoh:
a. Megawati, yang menjabat Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (keterangan tambahan)
(kata „yang menjabat‟ memberi keterangan status subjek pada kalimat tersebut)
b. Megawati, Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (aposisi)
18
2.1.1.6 Konjungsi
Menurut Widjono, konjungsi adalah bagian kalimat yang berfungsi
menghubungkan (merangkai) unsur-unsur kalimat dalam sebuah kalimat (yaitu
subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan), sebuah kalimat dengan
kalimat lain, dan sebuah paragraf dengan paragraf lain.
Konjungsi dibagi menjadi dua, yakni perangkai intrakalimat dan perangkai
antarkalimat. Perangkai intrakalimat berfungsi menghubungkan unsur atau bagian
dengan unsur atau bagian kalimat yang lain di dalam sebuah kalimat. Adapun
perangkai antarkalimat berfungsi menghubungkan kalimat atau paragraf yang satu
dengan kalimat atau paragraf yang lain. Bagian perangkai antarkalimat sering juga
disebut dengan istilah transisi. Kata-kata transisi sangat membantu dalam
menghubungkan gagasan sebelum dan sesudahnya baik antarkalimat maupun
antarparagraf.
Contoh bentuk perangkai yang sering ditemukan dalam karangan antara lain:
adalah, andaikata, apabila, atau, bahwa, bilamana, daripada, di samping itu,
sehingga, ialah, jika, kalau, kemudian, melainkan, meskipun, misalnya, padahal,
seandainya, sedangkan, seolah-olah, supaya, umpamanya, bahkan, tetapi, karena
itu, oleh sebab itu, jadi, maka, lagipula, sebaliknya, sementara itu, selanjutnya,
dan tambah pula.
Contoh:
a. Saya membaca novel, sedangkan Aisyah menulis cerpen.
2.1.1.7 Modalitas
Menurut Widjono, modalitas dalam sebuah kalimat sering disebut keterangan
predikat. Modalitas dapat mengubah keseluruhan makna sebuah kalimat. Dengan
modalitas tertentu makna kalimat dapat berubah menjadi sebuah pernyataan yang
tegas, ragu, lembut, pasti, dan sebagainya.
Fungsi modalitas dalam kalimat:
(1) mengubah nada: dari nada tegas menjadi ragu-ragu atau sebaliknya, dari nada
keras menjadi lembut atau sebaliknya. Ungkapan yang dapat digunakan
antara lain: barangkali, tentu, mungkin, sering, sungguh.
Contoh:
a. Teman saya mungkin seorang politikus. b. Saya sungguh beruntung bisa kuliah di Unila.
(2) menyatakan sikap, misal jika ingin mengungkapkan kalimat dengan nada
kepastian dapat digunakan ungkapan: pasti, pernah, tentu, sering, jarang,
kerapkali.
Contoh:
a. Dia pasti datang ke acara ini. b. Saya jarang datang terlambat.
2.1.2 Pola Kalimat
Kalimat yang jumlah dan ragamnya begitu banyak, pada hakikatnya disusun
berdasarkan pola-pola tertentu yang amat sedikit jumlahnya. Penguasaan pola
kalimat akan memudahkan pemakai bahasa dalam membuat kalimat yang benar
secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat dapat menyederhanakan kalimat
20
Kemudahan itu dapat dirasakan pemakai bahasa dalam mengekspresikan
ide-idenya dan dalam memahami informasi yang diungkapkan oleh orang lain
sehingga dapat memperkecil kesalahpahaman dalam berkomunikasi.
2.1.2.1 Pola Dasar Kalimat
Kalimat dasar adalah kalimat yang (i) terdiri atas satu klausa, (ii) unsur-unsurnya
lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (iv)
tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Pola kalimat dasar memiliki
ciri-ciri:
(1) berupa kalimat tunggal (satu S, satu P, satu O, satu Pel, dan satu Ket),
Contoh:
a. Keluar! b. Hari ini.
(kalimat yang terdiri atas satu unsur tersebut biasa disebut kalimat minor)
(2) sekurang-kurangnya terdiri atas satu subjek dan satu predikat,
Contoh:
a. Saya cantik. (S-P)
b. Ayah sedang membaca. (S-P)
(kalimat di atas terdiri atas satu subjek dan satu predikat)
(3) selalu di awali dengan subjek,
Contoh:
a. Raminra membersihkan rumah. (tepat) b. Membersihkan rumah Raminra. (tidak tepat)
(4) berbentuk kalimat aktif,
Contoh:
(5) unsur tersebut ada yang berupa kata dan ada yang berupa frase,
Contoh:
a. Ayah berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa kata)
b. Ayah dan ibu berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa frase)
(6) dapat dikembangkan menjadi kalimat luas dengan memperluas subjek,
predikat, objek, dan keterangan.
Contoh:
a. Reni belajar. (kalimat dasar)
b. Reni yang berparas cantik belajar di rumah yang baru direnovasi. (perluasan subjek dan keterangan)
Untuk lebih memahami tentang unsur-unsur kalimat dalam pola kalimat dasar,
berikut ini akan disajikan tabel pola kalimat dasar beserta contoh dan fungsi
unsur-unsur tersebut sesuai dengan pendapat Alwi dkk. (2003: 322) dalam buku
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
Tabel 2.2 Pola Kalimat Dasar
No Fungsi Contoh kalimat
1. S-P
Pancasila merupakan dasar negara kita. S P Pel
22
Rangga mengambilkan adiknya air minum. S P O Pel
6. S-P-O-Ket
Mereka makan soto di kantin. S P O Ket
Bu Wetty mendidik mahasiswa dengan baik. S P O Ket
Pola kalimat dasar tersebut tidak mutlak, artinya kalimat bisa disusun sedemikian
rupa untuk mengurangi kejenuhan membaca, terutama untuk teks-teks panjang
seperti dalam surat kabar.
2.2 Pengertian Berita
Semua orang tentu pernah mendengar kata berita dan tahu apa itu berita. Di dalam
masyarakat hampir setiap hari ada peristiwa atau kejadian, seperti kebakaran,
kebanjiran, perampokan, tawuran pelajar, gempa bumi, dan sebagainya. Ras
Siregar (dalam Chaer, 2010: 11) mendefinisikan berita sebagai kejadian yang
diulang dengan menggunakan kata-kata. Sering juga ditambah dengan gambar,
atau hanya berupa gambar-gambar saja.
Menurut Dean M. Lyle Spencer (dalam Karomani, 2011: 24) berita adalah suatu
kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian pembaca.
Selanjutnya, Dr. Willard C Bleyer (dalam Karomani, 2011: 24) menjelaskan
pengertian berita adalah sesuatu yang termasa yang terpilih oleh wartawan untuk
dimuat dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi
pembaca surat kabar.
Menurut Chaer (2010: 11), berita adalah suatu peristiwa atau kejadian di dalam
masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam bentuk kata-kata yang
disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar, majalah, dll.), atau dalam
Dari beberapa pengertian di atas, penulis mengacu pada pendapat Chaer dalam
buku Bahasa Jurnalistik yang mengemukakan berita sebagai suatu peristiwa atau
kejadian di dalam masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam
bentuk kata-kata yang disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar,
majalah, dll.), atau dalam media suara (radio, dsb.), atau juga dalam media suara
dan gambar (televisi). Pengertian di atas sangat jelas dipahami karena Chaer
memberikan penjelasan mengenai media penyampaian berita.
2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik
Ragam bahasa jurnalistik lazim digunakan dalam pemberitaan: media eletronik
(televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa berita
menyajikan fakta secara utuh dan objektif. Untuk menjamin objektivitas berita,
penyaji berita perlu memperhatikan hal-hal berikut.
(1) tidak menambah atau mengurangi fakta yang disajikan,
(2) tidak mengubah fakta berdasarkan pendapat penyaji,
(3) tidak menambah tanggapan pribadi,
(4) tidak memihak kepada siapa pun,
(5) tidak menggunakan perasaan suka atau tidak suka.
Bahasa berita yang lazim disebut bahasa jurnalistik pers harus tunduk kepada
kaidah dan etika bahasa baku. Ciri-ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya
(1) Sederhana
Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang
24
rumit, yang hanya dipahami oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa
jurnalistik.
Contoh:
Kehidupan artis selalu menjadi sorotan masyarakat. (tepat) Kehidupan entertainer selalu menjadi sorotan publik. (tidak tepat)
(2) Singkat
Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele,
tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang berharga.
Contoh:
SBY segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tepat)
Presiden RI sekaligus ketua umum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tidak tepat)
(3) Padat
Menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan, padat dalam bahasa
jurnalistik berarti sarat makna. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat
banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
Contoh:
BBM naik, rakyat menjerit!
(pernyataan tersebut mengandung banyak informasi, dengan kenaikan harga BBM rakyat kecil merasa hidupnya semakin sulit, karena semua harga kebutuhan pokok menjadi semakin mahal dan sulit terjangkau)
(4) Lugas
Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufimisme atau
penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca
Contoh:
Basmi tuntas koruptor di negeri ini!
Basmi tuntas tikus berdasi di negeri ini! (menggunakan eufimisme)
(5) Jelas
Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas susunan
kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan
(S-P-O-K), dan jelas sasaran atau maksudnya.
Contoh:
Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. (S-P-O) Mengumumkan kenaikan harga BBM pemerintah. (P-O-S)
(6) Jernih
Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak
menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau
fitnah. Pers di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun.
Contoh:
Pembatalan malam final Miss World di Bogor karena alasan keamanan adalah bukti lemahnya pemerintah.
(pernyataan ini memojokkan pemerintah, karena menganggap pemerintah tidak mampu menjamin keamanan dalam kompetisi tingkat dunia tersebut, masyarakat yang membaca pernyataan di atas menjadi terpengaruh untuk membenci dan menyalahkan pemerintah)
(7) Menarik
Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca.
Bahasa jurnalistik berpihak pada prinsip menarik, benar, dan baku.
Contoh:
Sepak terjang Gubernur DKI tak diragukan lagi.
Angin segar menyapa terpidana mati di rutan Pondok Bambu.
26
(8) Demokratis
Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta
atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Secara ideologis,
bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di
depan hukum sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan
yang berbeda.
Contoh:
Presiden duduk dikursi. Pengemis duduk dikursi.
(kedua kalimat tersebut menjunjung asas demokratis, artinya tidak memandang subjeknya, baik presiden maupun pengemis sama-sama duduk dikursi, tidak boleh menulis „Presiden duduk disinggasana, pengemis duduk dikursi‟ kalimat ini tidak menjunjung asas demokratis karena memperlakukan subjeknya berbeda)
(9) Mengutamakan Kalimat Aktif
Kalimat aktif lebih disukai pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih
memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman.
Contoh:
Pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian. (aktif)
Diambilnya perhiasan itu dari dalam lemari pakaian oleh pencuri. (pasif)
(10)Menghindari Kata atau Istilah Teknis
Bahasa jurnalistik ditujukan untuk umum, untuk itu bahasa yang digunakan harus
sederhana dan mudah dipahami. Untuk itu bahasa jurnalistik harus menghindari
kata atau istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok
yang homogen. Hal ini bertentangan dengan pembaca yang heterogen.
Contoh:
Indonesia mengalami inflasi saat krisis moneter beberapa tahun silam.
(11)Tunduk Kepada Kaidah dan Etika Bahasa Baku
Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib
menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers
harus baku, benar, dan baik.
Contoh:
Negara kita antikomunis. (baku) Negara kita anti komunis. (tidak baku)
2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam kegiatan yang digelar di Jakarta, 10
November 1978, mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa pers.
(1) Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan
Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh
korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini
ialah kesalahan ejaan.
(2) Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.
Kalaupun harus menulis akronim, maka harus dijelaskan dalam tanda kurung
kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami khalayak
ramai.
(3) Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix.
Pemenggalan kata awalan me- dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat
keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan sampai
28
(4) Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan
pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata
tujuan (subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak
kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat
dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah “satu gagasan atau satu
ide dalam satu kalimat”.
(5) Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype
yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu,
dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka. Dengan demikian, akan
menghilangkan monotomi (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan
sekaligus menerapkan penghematan dalam bahasa.
(6) Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja
kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam
bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa
(sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.
(7) Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk
dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).
(8) Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang
terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka
(9) Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.
(10)Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif
dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi,
bahasa, dan teknik persembahan.
2.3Implikasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP
Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Dasar Pendidikan (KTSP) sejak tahun
2006 merupakan salah satu bentuk upaya konkrit dari pemerintah dalam
menyikapi permasalahan pendidikan nasional, terutama mengenai input dan
output pendidikan. Kurikulum tersebut membekali peserta didik dengan berbagai
kemampuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi guna
menjawab tantangan arus globalisasi. Oleh sebab itu, pembelajaran harus
mencapai standar untuk siswa agar mampu bersaing dengan dunia luar.
Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek keterampilan berbahasa yang
meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada
dasarnya, pembelajaran bahasa ini bertujuan agar siswa mampu berbahasa secara
baik dan benar. Dalam salah satu aspek keterampilan berbahasa, terdapat materi
pembelajaran yang berkaitan dengan variasi kalimat dan berita, khususnya untuk
kelas VIII SMP semester genap, misalnya dalam SK (standar kompetensi) yaitu
mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster
dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan
dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK
(standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif,
membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar)
30
membaca ekstensif. Pencapaian SK dan KD yang telah ditentukan melewati
proses pemberian materi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.
Pemberian materi pembelajaran yang masuk dalam tahap instruksional,
mengharuskan seorang guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang
sesuai dengan materi serta didukung penggunaan alat/media pembelajaran yang
dapat menunjang proses belajar mengajar. Untuk pembelajaran mengenai variasi
kalimat dan materi berita guru dapat menggunakan media cetak seperti surat kabar
yang mudah didapat. Variasi pola kalimat adalah salah satu ciri dari kalimat
efektif yang penting untuk dikuasai siswa dalam pembelajaran bahasa. Dengan
variasi pola kalimat, siswa dapat membuat sebuah wacana yang menarik perhatian
pembaca. Dengan membaca berita, pembelajaran diarahkan untuk mengenal
lambang-lambang visual dan mengidentifikasi masalah yang terjadi di lingkungan
sekitar peserta didik.
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang
melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta
didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka
pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat
diwujudkan melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan
berpusat pada peserta didik.
Dalam penelitian ini hal yang dibelajarkan adalah variasi pola kalimat dengan
memanfaatkan media cetak/surat kabar sebagai media pembelajaran. Media cetak
dipilih karena menuntut siswa untuk mengasah kemampuan membaca yang
dimilikinya. Media ini mudah didapat, efisien, sesuai dengan kemampuan guru
dan siswa, serta tepat guna. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan membaca
digunakan. Dengan metode diskusi, siswa diminta untuk mendata pola kalimat
yang digunakan. Jika ada hal yang tidak dipahami siswa dapat mengadakan tanya
jawab dengan guru tentang materi pembelajaran.
Setelah memahami materi yang diajarkan, siswa ditugasi untuk membuat sebuah
wacana/paragraf dengan pola kalimat yang bervariasi. Tugas dapat dikerjakan
secara individu/kelompok. Selanjutnya, guru menugasi siswa untuk berdiskusi
dalam memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok lain. Dengan strategi
pembelajaran seperti ini, siswa tidak hanya mampu mengidentifikasi pola kalimat
yang digunakan, namun juga mampu membuat wacana/paragraf dengan kalimat
yang bervariasi. Tidak hanya itu, siswa juga dilibatkan dalam proses evaluasi.
Siswa dapat menilai hasil kerja temannya. Dengan demikian, siswa dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Rancangan ini
adalah rancangan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Dalam penelitian deskriptif tidak
menekankan pada generalisasi, tetapi menekankan pada makna (Sugiyono, 2010:
15). Rancangan deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat
fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu (Margono, 2010: 8). Selanjutnya
menurut Suryabrata (2011: 75) tujuan rancangan deskriptif adalah untuk membuat
pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan
sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.
3.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah penggunaan pola kalimat dalam berita
utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Berita utama harian Lampung
Post edisi Januari 2013 berjumlah 31 eksemplar. Dalam penelitian ini, teknik
sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini adalah teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Hal yang
dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah kejadian yang terjadi di Lampung
dengan pilihan tema peristiwa dan kesehatan yang menyesuaikan dengan tema
sehingga diperoleh tujuh sampel berita dengan tema peristiwa (3 sampel) dan
tema kesehatan (4 sampel).
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi, karena sumber data yang digunakan penulis berupa dokumen
tertulis, yakni berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Penulis
mengumpulkan semua berita utama edisi Januari 2013, kemudian menyeleksi
berita yang akan dijadikan sumber data untuk diteliti lebih lanjut dengan memilih
tema berita sesuai dengan tema pembelajaran di SMP. Setelah memperoleh
sumber data penulis melakukan analisis terhadap sumber data tersebut.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori
yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 18). Analisis dilakukan
secara bersamaan yang mencakup tiga kegiatan, yaitu (1) reduksi data, (2)
penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data model ini
dinamai Miles dan Huberman dengan analisis data model air. Untuk jelasnya
perhatikan gambar berikut.
Masa pengumpulan data
REDUKSI DATA
Antisipasi Selama Pasca
PENYAJIAN DATA
= ANALISIS
Selama Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
34
Dari komponen-komponen analisis data model air pada gambar di atas,
penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses memilih, pemusatan perhatian dengan
penyederhanaan (berpusat pada sampel yang telah ditentukan sebelumnya),
pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang
muncul di lapangan. Pemilihan data sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu
mendeskripsikan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi
Januari 2013.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data dalam penelitian ini lebih banyak mengacu pada teks naratif untuk
memaparkan informasi yang menjadi fokus penelitian. Prosesnya dilakukan
dengan cara memaparkan hasil penelitian yang disertai dengan contoh temuan,
yang kemudian dijelaskan dalam pembahasan. Dalam penyajian data digunakan
indikator pola kalimat yang mengacu pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa
Indonesia. Berikut disajikan indikator yang digunakan peneliti dalam penyajian
data hasil penelitian.
Tabel 3.1 Indikator Unsur-unsur Kalimat
No. Indikator Deskriptor
1. Subjek (1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa,
(2) berupa kata atau frase benda (nomina), (3) disertai kata tunjuk ini atau itu,
(4) disertai pewatas yang,
bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain,
(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,
(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,
(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,
(9) berpartikel –nya.
2. Predikat (1) jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana,
berapa, dan apa sang subjek itu,
(2) dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan, (3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah,
sedang, selalu, hampir,
(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain,
(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek, (6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,
(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,
3. Objek (1) berupa kata benda,
(2) tidak didahului kata depan,
(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,
(4) jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif,
(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.
4. Pelengkap (1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat
itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya, (2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja
transitif.
5. Keterangan (1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa
keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,
36
(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun.
(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa
aposisi, misalnya keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Untuk menarik kesimpulan dari penggunaan pola kalimat, peneliti menjumlahkan
hasil penelitian dari setiap unsur. Kemudian untuk variasi pola kalimat, peneliti
menjumlahkan penggunaan, kemudian mempersentasekan dengan menggunakan
rumus berikut.
Jumlah Penggunaan
X 100 = ...% Jumlah Kalimat
Rumus di atas digunakan untuk mengetahui persentase penggunaan variasi pola
kalimat yang ada dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013.
Setelah mendapat jumlah dan persentase, peneliti mengimplikasikan hasil
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pola kalimat
dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 sangat bervariasi,
sehingga tidak menimbulkan kesan monoton dan rasa bosan pembaca. Pola umum
yang digunakan yaitu S-P (subjek-predikat), O (subjek-predikat-objek),
S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap), S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan), S-P-O-S-P-Pel
(subjek-predikat-objek-pelengkap), dan S-P-O-Ket
(subjek-predikat-objek-keterangan). Ditemukan pula pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen
penilaian, diantaranya S-P-Pel-Ket (subjek-predikat-pelengkap-keterangan),
Ket-S-P-O predikat-objek), dan Ket-S-P-Ket
(keterangan-subjek-predikat-keterangan).
Secara keseluruhan, penggunaan pola kalimat S-P berjumlah 2 kalimat dengan
persentase 1, 27%, pola S-P-O berjumlah 22 kalimat dengan persentase 13, 92%,
pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan persentase 10, 76%, pola S-P-Ket
berjumlah 34 kalimat dengan persentase 21, 51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12
kalimat dengan persentase 7, 60%, dan pola S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat
dengan persentase 6, 33%. Sedangkan pola lain yang tidak sesuai dengan
62
Hasil penelitian dapat dijadikan media pembelajaran oleh guru untuk mengajarkan
materi pembelajaran variasi kalimat. Seperti yang tercantum dalam KTSP
(kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII semester genap,
standar kompetensi dan kompetensi dasar mengungkapkan informasi dalam
bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar)
menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat
yang bervariasi, serta persuasif dan dalam SK (standar kompetensi) memahami
ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca
nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai
berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif. Dengan adanya variasi
kalimat sebuah wacana atau karangan menjadi tidak monoton dan tidak
menimbulkan rasa bosan pada diri pembaca.
5.2 Saran
Sehubungan dengan hasil penelitian, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.
a. Bagi guru bahasa Indonesia pola kalimat dalam berita utama dalam surat kabar
dapat dijadikan media pembelajaran dalam aspek keterampilan menulis, yaitu
untuk materi pembelajaran variasi pola kalimat agar wacana atau karangan
yang dibuat tidak monoton.
b. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian yang sama, disarankan
untuk meneliti hasil karangan siswa di sekolah untuk mengetahui tingkat
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk.. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.
Emilia, Eka. 2012. “Majas Pada Karikatur Surat Kabar Harian Kompas dan Lampung Post Edisi Juli-Agustus 2011 dan Pemanfaatannya Sebagai Media pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Karomani. 2011. Pengantar Praktik Menulis Jurnalistik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyono, Iyo. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematika
Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.
Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT. Refika Aditama.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian: Bandung:Alfabeta.
Suharma, dkk.. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Yudistira.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Suyanto, Edi dkk.. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah.
Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar. Yogyakarta: Ardana media.
Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.
Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas
Lampung. Bandar Lampung: Universitas lampung.