• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA

Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural seharusnya diterapkan dengan prinsip-prinsip good governance, tetapi pada praktiknya masih didominasi oleh berbagai kepentingan politik, kekerabatan dan adanya intervensi dari luar sistem organisasi pemerintahan. Rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung?”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

(2)

yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung belum optimal diterapkan. Proses pengangkatan pejabat belum transparan karena proses pengusulan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), usulan pribadi maupun usul dari Tim Baperjakat sendiri sampai dengan penandatanganan Surat Keputusan merupakan rahasia langsung yang tidak disebarluaskan kepada pihak atau media lain. Hal ini baru diketahui setelah adanya pelantikan pejabat struktural eselon II namun tidak diterapkannya orang-orang tertentu ke dalam suatu jabatan struktural eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung. Proses Pengangkatan pejabat struktural eselon II juga belum mengacu pada aturan hukum perundang-undangan kepegawaian yang berlaku atau belum didasarkan pada supermasi hukum. Prinsip partisipasi masih belum optimal sebab masih ada melibatkan pihak-pihak di luar Baperjakat yang merekomendasikan calon pejabat tertentu.

(3)

ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF GOOD GOVERNANCE PRINCIPLES (Case Studies in Structural Echelon II Appointment Process

of Bandar Lampung Governments)

Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA

Appointment of civil servants in the structural positions should be applied to the principles of good governance, but in practice it is still dominated by various political interests, kinship and the intervention of any outside organization system of government. Formulation of the problem of this research is: "How is implementation of good governance principles on Structural Echelon II Appointment Process of Bandar Lampung Governments?”

The purpose of this research is to analyze the implementation of good governance principles on Structural Echelon II Appointment Process of Bandar Lampung Governments.

(4)

Governments is not optimal applied. Appointments process is not transparent because the nomination process of the regional work units, personal proposal and the proposal of its own Council of Positions and Consideration team up with the signing of the Decree is a secret that is not directly distributed to parties or other media. It was discovered after the official inauguration of echelon II but not the application of certain people in an office environment echelon II on Bandar Lampung. Appointment process echelon II officials did not comply with the rules of employment law legislation applicable or not based on the supremacy of law. The principle of participation is still not optimal because they involve parties outside of Council of Positions and Consideration which recommends candidates for elected officials.

(5)

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK

(Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)

(Tesis)

Oleh

ANDRE PEBRIAN PERDANA NPM 1226021020

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(6)
(7)
(8)
(9)

DAFTAR ISI

A. Tinjauan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 12

1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 12

2. Pilar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik ... 14

B. Tinjauan Birokrasi dan Aparatur Pemerintah ... 22

C. Tinjauan Manajemen Kepegawaian Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah ... 30

D. Tinjauan Pengangkatan Pejabat Struktural ... 31

1. Promosi dalam Birokrasi ... 31

2. Dasar Hukum Aturam Tentang Pengangkatan Pejabat Struktural... 35

E. Tinjauan Jabatan Struktural dan Eselonering ... 36

1. Konsep Jabatan Struktural ... 36

2. Konsep Eselon ... 39

F. Pembentukan Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Tim Baeperjakat) Pemerintah Kota Bandar Lampung ... 40

G. Kerangka Pikir ... 41

III METODE PENELITIAN ... 45

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian ... 45

B. Lokasi Penelitian ... 46

C. Fokus Penelitian ... 47

(10)

G. Teknik Analisa Data ... 53

H. Teknik Keabsahan (Validitas) Data ... 56

IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 57

A. Kedudukan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 57

B. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 58

C. Susunan Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung ... 59

V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance dalam Proses Pengangkatan Struktural Eselon II di Lingkungan Kota Bandar Lampung ... 63

1. Prinsip Transparansi ... 63

2. Prinsip Partisipasi ... 71

3. Prinsip Akuntabilitas ... 84

4. Prinsip Supremasi Hukum ... 92

VI SIMPULAN DAN SARAN ... 105

A. Kesimpulan ... 105

B. Saran ... 106

(11)

DAFTAR GAMBAR

(12)

i

MOTTO

Dalam sebuah perjalanan, jangan pernah takutkan

rintangan yang ada, tapi khawatirkan persiapan yang kau

punya untuk menghadapi rintangan tersebut (Andre

Pebrian P.).

Usaha tak akan pernah sampai jika hanya memiliki

keyakinan saja (Andre Pebrian P.).

Berani bermimpi, berani mencoba berani mencari

kesuksesan. (Andre Pebrian P.

Ligtning never strikes again and the same place never ask

what you will take but what you can give. (Andre Pebrian

P.).

(13)

i

RIWAYAT HIDUP

Dengan karunia Allah SWT peneliti dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 2 Februari 1989, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayah yang bernama H. Ali Husnan, S.H dan ibu yang bernama Hj. Dra. Mey Sriyani.

Peneliti menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak TK Persit pada tahun 1991, menyelesaikan Sekolah Dasar (SD) Kartika II/5 Persit Bandar Lampung pada tahun 2001, menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2004, kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2007. Kemudian pada tahun 2007 peneliti melanjutkan pendidikan S1 di Universitas Lampung dan lulus pada tahun 2012 dengan predikat memuaskan.

(14)

i

Persembahan

Karya ini kupersembahkan sebagai tanda hormat dan baktiku

kepada Ayah dan ibuku tercinta yang selalu mendoakan

dengan penuh kasih sayang, ketulusan, serta pengorbanan

untuk selalu memberikan yang terbaik bagi peneliti dalam

mencapai kesuksesan.

Adikku Bella Annisa Shakina, dan Keluarga Besar

Istri dan Anak-anakku kelak..

Semua pihak yang senantiasa mendoakan kebaikan untukku

(15)

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya semata maka penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung). Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Pemerintahan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian Tesis ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan masukan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Lampung.

2. Bapak Hi. Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

3. Ibu Dr. Ari Darmastuti, M.A., selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

(16)

ii penyelesaian Tesis.

6. Ibu Dr. Syarief Makhya, M.Si., selaku Penguji Tesis, yang telah banyak memberikan masukan, pendapat dan saran dalam perbaikan Tesis.

7. Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung atas ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan

8. Kepada kedua orangtuaku tercinta Ayah H. Ali Husnan SH. Dan Mama Hj. Dra. Mey Sriyani yang sejak peneliti kecil hingga sekarang selalu sabar dan senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil, (Aku tidak akan pernah mengecewakan kalian berdua).

9. Kepada Nenek tercinta, Om Anton, Om Beb, Makcie, Encis, Pakcie, Om Agus, Tante Nova, dan seluruh Keluarga Besar Lahat, Lampung Barat, dan Palembang. 10.Kepada Sepupu-Sepupu yang selalu memberikan keceriaan dalam keluarga ini

Gerry, Redo, Dio, Bima, Astri, Adit, Kiki Gendut dan sepupu tercinta di Palembang.

11.Kepada Adik semata wayang yang selalu buat ulah di rumah Bella Annisa Shakina, nama nya udah berat, jadi tanggung jawab nya besar ini.

12.Rekan-rekan MIP 2012 Bagus, Hinfa, Bang Dian, Mbak Naniek, Mbak Maulida, Mbak Lucy, Mbak Oca, dan lain-lain

(17)

iii

15.Kepada Wanita tercinta yang selalu ada disamping saat dulu skripsi sampai tesis saat ini dalam proses hingga selesai Revina Mariska Windiastry.

16.Kepada Calon Istriku kelak siapapun itu yang mungkin nanti akan membaca tesis ini.

17.Serta pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

18.Kemudian yang terakhir di sini peneliti sangat berterimakasih sekali kepada semua benda mati yang telah rela dibanting, dilempar demi selesainya Tesis ini.

Semoga kebaikan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan berupa kebaikan yang lebih besar dari sisi Allah SWT dan akhirnya penulis berharap bahwa Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiin.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis

(18)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dampak reformasi yang terjadi di Indonesia ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak monolitik sentralistik di Pemerintah Pusat ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik (demokrasi lokal) di Pemerintah Daerah. Pemerintahan semacam ini memberikan keleluasaan kepada daerah

dalam wujud “Otonomi Daerah” yang luas dan bertanggung jawab untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta, prakarsa dan aspirasi masyarakat sendiri atas dasar pemerataan dan keadilan serta sesuai dengan kondisi, potensi dan keragaman daerah.

(19)

Undang Undang Dasar 1945. Salah satu aparatur negara yang memiliki keberadaan sentral dalam membawa kebijaksaan-kebijaksanaan atau peraturan- peraturan pemerintah guna terlaksananya tujuan nasional yaitu Pegawai Negeri Sipil atau lebih dikenal dengan istilah PNS.

PNS sebagai sumber daya manusia yang bertugas dalam melayani kepentingan publik memiliki andil dalam merealisasikan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Terselenggaranya pembangunan nasional sangat tergantung pada kemampuan dan kesempurnaan aparatur negara yang pada pokoknya tergantung juga dari kesempurnaan Pegawai Negeri. Maka dari itu PNS sudah semestinya memiliki kualitas yang baik agar mampu menjalankan tugasnya secara profesional, adil, bertanggung jawab, tepat dan benar. Maka dari itu manajemen PNS diarahkan guna menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan yang berdaya guna dan berhasil guna. Manajemen PNS merupakan keseluruhan upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas dan derajat profesionalisme, penyelenggaraan tugas, fungsi dan kewajiban kepegawaian yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan dan pemberhentian.

Menurut Sondang P. Siagian (1992:194):

(20)

Pengangkatan PNS dalam jabatan merupakan salah satu bagian dari kebijaksanaan dalam manajemen PNS. Mengenai Pengangkatan PNS diatur dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimana di dalamnya menyebutkan bahwa pengangkatan PNS dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja dan jenjang pangkat untuk jabatan itu serta syarat objektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan. Pada penjelasan lebih lanjut, jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang PNS dalam suatu jabatan dalam suatu organisasi negara. Pada pengangkatan dalam jabatan dikenal dengan adanya istilah jabatan karier. Jabatan karier merupakan jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki oleh PNS setelah memenuhi syarat yang ditentukan.

(21)

Mengenai penetapan jabatan struktural, jabatan struktural Eselon I pada instansi pusat ditetapkan oleh presiden atas usul pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara, sedangkan jabatan struktural eselon II kebawah pada instansi pusat ditetapkan oleh pimpinan instansi setelah mendapat pertimbangan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab dibidang pendayagunaan aparatur negara.

Untuk jabatan struktural eselon I kebawah di Propinsi dan jabatan struktural eselon II kebawah di Kabupaten / Kota ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengenai tata cara ketentuan pengangkatan PNS dalam jabatan struktural telah diatur dalam Peraturan Perundang-Undangan oleh pemerintah mengenai pengangkatan PNS dalam jabatan struktural yakni Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002, yang selanjutnya juga telah diterbitkannya Keputusan Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam jabatan struktural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2002.

(22)

mempertimbangkan faktor-faktor pendidikan dan pelatihan jabatan, kompetensi, serta masa jabatan seorang PNS sejak pengangkatan pertama dalam jabatan tertentu sampai dengan pensiun, akan tetapi dalam kenyataannya pengangkatan pejabat dalam jabatan struktural tidak hanya murni berdasarkan syarat-syarat atau ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun terkadang justru malah lebih ditentukan faktor-faktor di luar hal tersebut. Seperti dalam pengangkatan PNS dalam jabatan struktural ataupun penempatannya masih saja didominasi kepentingan politik, kerabat, keluarga dan lain sebagainya.

Hal ini dapat dikatakan bahwa dalam prakteknya pengangkatan pegawai dalam jabatan struktural sering tidak sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam aturan perundang-undangan. Hal inilah yang sering menimbulkan masalah kepegawaian antara lain rasa tidak senang dengan pejabat yang diangkat karena merasa pengangkatan tersebut tidak adil. Rasa tidak senang ini seringkali berakibat menurunnya tingkat etos kerja dengan pejabat yang bersangkutan sehingga akhirnya pekerjaan yang menjadi tanggung jawab bersama antara pegawai yang bersangkutan dengan pejabat tersebut menjadi kurang baik hasilnya. Selain itu sering ada rasa kurang puas dari pegawai yang lain yang pada akhirnya berakibat pada menurunnya prestasi kerja pegawai.

(23)

struktural. Penerapan prinsip-prinsip good governance dalam penempatan jabatan struktural semakin penting disinergikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor13 Tahun 2003 tentang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS), mengenai syarat umum pengangkatan PNS. Realitas yang berkembang bahwa, penempatan aparatur dalam jabatan masih banyak yang tidak berpedoman kepada atau mengabaikan beberapa ketentuan pada kebijakan yang berlaku, atau belum sepenuhnya berpedoman kepada prinsip-prinsip good governance, kurang menerapkan job description dan job specification yang dipersyaratkan.

Menurut Tjokroaminoto (2000: 17):

Prinsip-prinsip good governance, adalah: partisipasi (participatory), aturan hukum (rule of law), transparansi (transparancy), responsif (responsive), berorientasi kesepakatan (consensus orientation), kesetaraan (equity), efektif dan efisien, akuntabilitas (accountability), tenggang gugat, dan visi strategis (strategic vision).

(24)

sukses bayangan/tidak resmi/non formal yang antara lain adalah salah satunya PNS. Akhirnya terjadilah fenomena terdapat persaingan tidak sehat untuk meraih jabatan struktural dengan pendekatan politik kepada pihak –pihak yang telah berjasa dan memiliki akses langsung yang sangat erat dengan kepala daerah terpilih karena telah memberikan kontribusi terhadap pemenangan kepala daerah terpilih dalam pilkada. Para tim sukses pilkada dari jajaran PNS sudah barang tentu mendapat imbalan/kompensasi dari yang telah dilakukannya.

Aspek loyalitas kepada penguasa merupakan faktor yang menjadi urutan terdepan dalam menentukan calon pejabat struktural yang akan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu, bahkan yang lebih tidak kondusif lagi adalah munculnya pejabat struktural baru yang tampil karena kedekatan dengan lingkaran kekuasaan. Berdasarkan lima hal tersebut di atas jelas masih memperlihatkan adanya unsur-unsur kedekatan politis yang masih mewarnai proses pengangktan dalam jabatan struktural.

(25)

hakikatnya kualifikasi dan tingkat pendidikan akan mendukung pelaksanaan tugas dalam jabatannya secara profesional, khususnya dalam upaya penerapan kerangka teori, analisis metodologi pelaksanaan tugas dalam jabatannya, akan tetapi pada kenyataan dilihat di lapangan masih ditemui kualifikasi dan tingkat pendidikan dalam pengangkatan dalam jabatan tidak sesuai dengan kebutuhan jabatan.

Pimpinan daerah atau oknum pengambil kebijakan seringkali sengaja memilih orang- orang yang disukai atau memiliki hubungan kedekatan/ kekerabatan dengannya untuk diangkat atau ditunjuk menempati suatu jabatan struktural strategis dengan mengabaikan prinsip job description dan job specification analyses. Sikap keputusan tersebut seringkali hanya dimaksudkan untuk melancarkan praktek kolusi dan nepotisme, termasuk kemungkinan melancarkan konspirasi bagi-bagi proyek dan perilaku korup.

(26)

Implikasi lainnya bahwa kinerja organisasi pemerintahan daerah semakin tidak efektif akibat inefisiensi atau salah kelola dalam penataan SDM aparatur pada formasi jabatan yang ada. Ketidakefektivan tersebut akan menimbulkan kesulitan bagi perwujudan visi dan misi organisasi pemerintahan daerah, sedangkan inefisiensi akan menimbulkan kerugian pada pembengkakan anggaran untuk membiayai SDM yang tidak profesional, kerugian uang negara akibat ketidakcakapan aparatur mengelola keuangan daerah bahkan akan semakin berpotensi menimbulkan perilaku korup.

Seperti dalam pengangkatan dalam jabatan struktural pada Pemerintah Kota Bandar Lampung. Sampai saat sekarang ini masih ada ditemui PNS yang ditempatkan pada suatu jabatan pada instansi pemerintah yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang ilmu yang dikuasai PNS yang bersangkutan. Padahal seharusnya PNS yang diangkat dalam jabatan struktural harus memiliki kualifikasi serta tingkat pendidikannya sesuai dengan jabatan yang diemban, sehingga nantinya tidak menimbulkan kesulitan baginya dalam melaksanakan tugas jabatannya, namun pada kenyataan pengangkatan dalam jabatan yang sesuai dengan disipilin ilmu atau kemampuan pejabat yang seharusnya menjadi persyaratan utama dalam pengangkatan pejabat strukutural menjadi persyaratan yang diabaikan. (Sumber: www.bandarlampungku.co.id/archive/2013/pengangkatan-pejabat-Kota-Bandar-Lampung.html/artikel)

(27)

2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS dalam Jabatan Strukutural sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 mengenai syarat untuk diangkat dalam jabatan strukutral.

Masalah-masalah di atas menjadi kendala struktural untuk mencapai atau menerapkan prinsip dasar secara profesional di Kota Bandar Lampung. Hal ini mengakibatkan terhambatnya efektifitas dan produktivitas dalam menjalankan pekerjaannya. Oleh karena itu berdasarkan ini juga tentu akan sulit munculnya efektifitas dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi serta kelancaran dalam penyelenggaraan pembangunan nasional.

Berdasarkan permasalahan yang ada di Pemerintah Kota Bandar Lampung terkait pengangkatan pejabat struktural di atas, penulis melakukan penelitian yang berjudul "Penerapan Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Studi Kasus dalam Proses Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung)".

B. Rumusan Masalah

(28)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II di Lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Kegunanaan teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai pengembangan keilmuan, khususnya Manajemen Pemerintahan dalam penerapan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam proses pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II.

2. Kegunaan praktis

(29)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

1. Konsep Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang baik (BAPENAS, 2008: 9) istilah good governance mengandung makna tata kelola pemerintahan yang baik, pengelolaan pemerintahan yang baik, tata kepemerintahan yang baik (good governance) merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan pemerintahan, tata kepemerintahan yang baik juga merupakan suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antar pemerintah, dunia usaha swasta dan masyarakat.

(30)

Menurut Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik-BAPPENAS (2008: 9) penerapan tata kepemerintahan yang baik di lingkungan pemerintahan tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan secara profesional dan konsisten. Penerapan sistem manajemen tersebut mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat Melalui hal tersebut, lingkungan instansi pemerintah diharapkan dapat memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.

(31)

Pengertian good governance berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan merupakan penyelenggaraan pemerintahan dengan menerapkan prinsip-prinsip tata kelola kepemerintahan yang baik dan penerapannya tidak terlepas dari penerapan sistem manajemen kepemerintahan yang merupakan rangkaian hasil dari pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen (planning, implementing, controlling, and evaluating) yang dilaksanakan sehingga mampu menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.

2. Pilar Tata Kelola Pemerintahan yang Baik

Menurut Mardiasmo (2004: 18), karakteristik pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) meliputi:

a. Participation. Keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta partisipasi secara konstruktif.

b. Rule of law. Kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.

(32)

d. Respowiveness. Lembaga-lembaga publik harus cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders.

e. Consensus of orientation. Berorientasi pada kepentingan masyarakat yang

f. lebih luas.

g. Equity. Setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.

h. Efficiency and effectiveness. Pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif). i. Accountability. Pertanggungjawaban kepada publik atas setiap

aktivitas yang dilakukan

j. Strategic vision. Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan.

(33)

a. Transparansi

Menurut Keban (2000: 51), transparansi adalah prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai.

Transparansi menuntut usaha kongkrit dari pemerintah untuk membuka dan menyebarluaskan informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Dengan kata lain transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

(34)

keuangan publik oleh pemerintah, (2) tersedianya hak masyarakat terhadap akses informasi, (3) adanya forum untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat untuk menyampaikan informasi mengenai keuangan publik (4) akomodasi kepentingan masyarakat dalam penyusunan anggaran publik. Hal-hal tersebut menuntut pemerintah untuk memperbaiki kinerjanya, sebagai titik awal yang baik dari pelaksanaan transparansi.

b. Partisipasi

Menurut Loina Lalolo Krina (2007), prinsip partisipasi mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Jewell dan Siegall partisipasi adalah keterlibatan anggota organisasi di dalam semua kegiatan organisasi. Di lain pihak Handoko menyatakan partisipasi merupakan tindakan ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan di dalam organisasi

(35)

untuk merangsang keterlibatan masyarakat adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu sektoral.

Instrumen dasar partisipasi adalah peraturan yang menjamin hak untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah pedoman-pedoman pemerintahan partisipatif yang mengakomodasi hak penyampaian pendapat dalam segala proses perumusan kebijakan dan peraturan, proses penyusunan strategi pembangunan, tata-ruang, program pembangunan, penganggaran, pengadaan dan pemantauan. Good governance digunakan untuk melihat partisipasi melalui Tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan daerah, tingkat kuantitas dan kualitas masukan (kritik dan saran) untuk pembangunan daerah dan terjadinya perubahan sikap masyarakat menjadi lebih peduli terhadap setiap langkah pembangunan.

c. Akuntabilitas

(36)

pada semua tingkatan harus memahami kebijakan yang diambil harus dipertanggung-jawabkan kepada masyarakat. Untuk mengukur kinerja secara obyektif perlu adanya indikator yang jelas. Sistem pengawasan perlu diperkuat dan hasil audit harus dipublikasikan, dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas. Akuntabilitas dapat meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat terhadap pemerintah, tumbuhnya kesadaran masyarakat, meningkatnya keterwakilan berdasarkan pilihan dan kepentingan masyarakat, dan berkurangnya kasus-kasus KKN.

(37)

pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi

Akuntabilitas publik adalah prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusan di dalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator dan para pelaksana di lapangan. Sedangkan dalam bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien.

(38)

aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal, melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.

d. Kepastian Hukum

Menurut Meutia Gani dan Rochman (2000: 12-13), hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan atau kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan berjalan mulus di atas sistem hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

(39)

nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Berdasarkan kewenangannya, pemerintah daerah harus mendukung tegaknya supremasi hukum dengan melakukan berbagai penyuluhan peraturan perundang-undangan dan menghidupkan kembali nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Instrumen dasar penegakan hukum adalah peraturan perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik terhadap penegakan hukum maupun keterpaduan dari sistem yuridis (kepolisian, pengadilan dan kejaksaan), sedangkan instrumen-instrumen pendukung adalah penyuluhan dan fasilitas

B. Tinjauan Birokrasi dan Aparatur Pemerintah

Sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh birokrasi Indonesia berkenaan dengan sumber daya manusia (SDM). SDM yang dimaksud adalah Pegawai Negeri Sipil yang ditempatkan dan bekerja di lingkungan birokrasi, untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi pemerintahan dan pelayanan. Thoha dalam Sedarmayanti (2007: 263) berpendapat bahwa "pelayanan masyarakat adalah usaha yang dilakukan oleh seseorang dan atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberi bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam mencapai tujuan".

(40)

memenuhi kebutuhan pokok minimal. Permasalahan lain yang dihadapi adalah soal penataan jabatan.

Otonomi daerah menuntut pemerintah daerah agar meningkatkan mutu sumber daya manusia PNS yang memiliki motivasi kerja, keterampilan kerja dan profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta politik di Indonesia menunjukkan bahwa seiring dengan otonomi daerah, terdapat Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi calon kepala daerah, meskipun pada dasarnya hal ini kurang relevan dengan salah satu tujuan otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan dan mendekatkan pelayanan publik dari PNS kepada masyarakat di daerah otonom.

Menurut Mohammad Ismail (2003: 32) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahi tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu perundang-undangan dan digaji menurut perundang-undangan yang berlaku

(41)

Pegawai Negeri merupakan aparatur negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan, dan pembangunan di Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri atas:

a. Pegawai Negeri Sipil Pusat (PNS Pusat), yaitu PNS yang gajinya dibebankan pada APBN, dan bekerja pada kementerian, lembaga non kementerian, kesekretariatan negara, lembaga-lembaga tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah, serta kepaniteraan di pengadilan.

b. Pegawai Negeri Sipil Daerah (PNS Daerah), yaitu PNS yang bekerja di Pemerintah Daerah dan gajinya dibebankan pada APBD. PNS Daerah terdiri atas PNS Daerah Provinsi dan PNS Daerah Kabupaten/Kota.

Pengaturan mengenai PNS mengalami perkembangan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (UUASN). Menurut Pasal 1 angka (3) UUASN, PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai ASN secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

(42)

kebutuhan dan kemampuan organisasi. PTT tidak berkedudukan sebagai pegawai negeri.

Menurut Sedarmayanti (2002: 23-24), dalam birokrasi pemerintah dikenal jabatan karir, yakni jabatan dalam lingkungan birokrasi yang hanya dapat diduduki oleh PNS. Jabatan karir dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

a. Jabatan Struktural, yaitu jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Kedudukan jabatan struktural bertingkat-tingkat dari tingkat yang terendah (eselon IV/b) hingga yang tertinggi (eselon I/a). Contoh jabatan struktural di PNS Pusat adalah: Sekretaris Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Biro, dan Staf Ahli. Sedangkan contoh jabatan struktural di PNS Daerah adalah: sekretaris daerah, kepala dinas/badan/kantor, kepala bagian, kepala bidang, kepala seksi, camat, sekretaris camat, lurah, dan sekretaris lurah.

b. Jabatan Fungsional, yaitu jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut pandang fungsinya diperlukan oleh organisasi, misalnya: auditor (Jabatan Fungsional Auditor atau JFA), guru, dosen, dokter, perawat, bidan, apoteker, peneliti, perencana, pranata komputer, statistisi, pranata laboratorium pendidikan, dan penguji kendaraan bermotor.

(43)

tertentu, menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa baiknya, atau menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi negara), kenaikan pangkat anumerta, dan kenaikan pangkat pengabdian. PNS yang menunjukkan prestasi kerja luar biasa baiknya bisa mendapatkan penghargaan yang disebut Satyalencana Karya Satya.

Hak Pegawai Negeri Sipil (PNS) menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian meliputi:

a. Memperoleh gaji yang layak sesuai dengan tanggung jawabnya b. Memperoleh cuti

c. Memperoleh perawatan bagi yang ditimpa oleh sesuatu kecelakaan dalam dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya

d. Memperoleh tunjangan bagi yang menderita cacat jasmani atau cacat rohani dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya yang mengakibatkan tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga

e. Memperoleh uang duka bagi keluarga pegawai yang tewas

f. Memperoleh pensiun bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan

g. Memperoleh kenaikan pangkat

h. Menjadi peserta TASPEN dan ASKES

(44)

1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan UUD 1945, Negara dan Pemerintah.

2) Mengutamakan kepcntingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri, atau pihak lain

3) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri Sipil

4) Mengangkat dan mentaati sumpah/janji Pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5) Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya

6) Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku secara umum

7) Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tangung jawab

8) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara

(45)

10)Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan, keuangan dan materiil.

11)Mentaati ketentuan jam kerja

12)Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik

13)Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan baik 14)Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat

menurut bidang tugasnya masing-masing.

15)Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya

16)Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya

17)Menjadi dan memberikan contoh serta teladan baik terhadap bawahannya 18)Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerja

19)Memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan kariernya

20)Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan 21)Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan berlaku sopan santun

terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan 22)Hormat menghormati antara sesama warganegara yang memeluk

agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan 23)Menjadi teladan sebagai warganegara yang baik bagi masyarakat

24)Mentaati segala peraturan perundang-undangan peraturan kedinasan yang berlaku

(46)

26)Memperhatikan dan menyelesaikan dengan baiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin.

Hak PNS menurut Pasal 21 UUASN adalah memperoleh: a) gaji, tunjangan, dan fasilitas;

b) cuti;

c) jaminan pensiun dan jaminan hari tua;

d) perlindungan; dan pengembangan kompetensi.

Kewajiban PNS menurut Pasal 23 UUASN adalah:

a) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yang sah

b) Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;

c) Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;

d) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

e) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab;

f) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada setiap orang, baik di dalam atau di luar kedinasan; g) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia

jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

(47)

C. Tinjauan Manajemen Kepegawaian Daerah dalam Konteks Otonomi Daerah

Kebijakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan otonomi, maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang salah satu diantaranya melalui peningkatan pelayanan. Dengan demikian pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Felix A. Nigro dan Lyod G. Nigro mengemukakan bahwa kegiatan manajemen kepegawaian adalah serangkaian kegiatan yang meliputi kegiatan pengangkatan dan eleksi, pengembangan yang meliputi latihan jabatan (in service Training) , promosi jabatan dan pemberhentian. Sedangkan Jucius menyatakan bahwa bidang kegiatan Manajemen kepegawaian meliputi pengembangan, pembinaan dan penggunaan (Miftah Thoha, 1983: 19).

(48)

Kemampuan tersebut merupakan bagian dari kinerja yang dapat diberikan pegawai kepada organisasinya, namun pada kenyataannya tantangan yang dihadapi aparatur negara cukup memprihatinkan terutama karena masih ada aparatur negara yang mengabaikan nilai-nilai moral dan budaya kerja. Oleh sebab itu perlu segera dikembangkan budaya kerja aparatur demi terwujudnya kesejahteraan dan pelayanan masyarakat.

Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Walikota melalui Sekretaris Kota. Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan pelayanan, Kepala BKD secara struktural di bantu oleh 1 (satu) orang Sekretaris, 4 (empat) orang Kepala Bidang, dan 6 (enam) orang Kepala Sub Bidang, yang memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing.

D. Tinjauan Pengangkatan Pejabat Struktural

1. Promosi dalam Birokrasi

(49)

Promosi adalah perpindahan dari suatu jabatan lain yang lebih mempunyai status dan tanggung jawab yang lebih tinggi, biasanya disertai dengan kenaikan upah, gaji dan hak-hak lainnya. (Heldjrachman, Suad Husnan 1991: 111).

Arun Manoppa dan Mirzas Saiyadim dalam Manulang merumuskan promosi adalah kenaikan jabatan dengan menerima kekuasaan dan tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya, meskipun tidak selalu diikuti oleh kenaikan gaji. (Manulang, 1983: 123). Sedangkan promosi adalah perpindahan yang memperbesar authority dan responsibility pegawai ke jabatan yang lebih tinggi di dalam satu organisasi sehingga kewajiban, hak, status, dan penghasilannya semakin besar (Hasibuan, 2000: 108).

Menurut Syarief Makhya (2010: 160), pemutasian pegawai memang dimungkinkan dan dibenarkan dalam sistem administrasi kepegawaian. Dalam konteks kebutuhan organisasi pemerintah daerah sekarang, konsep mutasi pegawai seharusnya tidak lagi diterjemahkan sebagai kebijakan pimpinan untuk memindahkan pegawai dengan tolok ukur suka atau tidak suka, tetapi harus ditujukan pada kebutuhan untuk mencapai prestasi atau produktivitas.

(50)

a. Manfaat Promosi

Promosi sangat penting dalam rangka pembinaan dan pengembangan pegawai, karena promosi dapat memberikan mamfaat hal-hal sebagai berikut:

1. Promosi merupakan motivasi bagi pegawai untuk maju dan lebih mengembangkan bakat, gairah dan kariernya.

2. Promosi merupakan usaha meningkatkan gairah kerja pegawai. 3. Promosi merupakan usaha mengisi formasi jabatan dengan

mempergunakan tenaga kerja dari dalam.

4. Bagi pegawai, promosi lebih penting dari pada kenaikan gaji meskipun pada umumnya promosi disertai dengan pemberiaan gaji yang lebih tinggi.

5. Promosi dapat menjamin keyakinan para pegawai, bahwa setiap pegawai selalu diberi kesempatan untuk maju dan mengembangkan karier, semangat, gairah dan prestasinya.

6. Promosi merupakan salah satu usaha menciptakan persaingan yang sehat di antara pegawai (Wursanto, 1989: 69).

b. Dasar-Dasar Promosi

Promosi merupakan insentif terbesar dari insentif pegawai. Promosi berarti perbaikan kedudukan dan atau pembayaran tambahan. Promosi biasanya didasarkan atas:

1. Kemampuan (sering tidaknya dinilai secara layak).

(51)

3. Ujian (lebih banyak menguji pengetahuan dari pada kemampuan). 4. Wawancara perseorangan (nienguji kepribadian dan sifat)

5. Rasa senang dan tidak senang perseorangan (dapat berarti penurunan gairah kerja dan pengurangan efesiensi).

6. Gabungan dari beberapa faktor di atas (Moekijat, 1991: 190).

Tahapan pembinaan. dan pengembangan pegawai sesuai dengan makna keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP nomor 100 Tahun 2000, PP nomor 13 Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Perpindahan dan jabatan struktural ke fungsional atau dari jabatan fungsional ke struktural baik secara horizontal maupun vertikal. 2. Perpindahan jabatan secara horizontal adalah perpindahan jabatan

pada tingkat eselon dan pangkat jabatan yang sama.

3. Perpindahan jabatan secara vertikal adalah perpindahan jabatan yang bersifat kenaikan jabatan. (Hardianto, 2004: 53).

c. Syarat-Syarat Promosi

(52)

1. Ada formasi atau lowongan jabatan, lowongan jabatan dapat terjadi karean ada pegawai yang menguadurkan diri, pindah pekerjaan, dipensiunkan atau meningal dunia,

2. Pegawai yang bersangkutan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan dalam analisis jabatan.

3. Pegawai yang bersangkutan lulus dari seleksi. (Wursanto, 1989: 70).

2. Dasar Hukum Aturan Tentang Pengangkatan Pejabat Struktural Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural di lingkungan Pemerintah Daerah dilaksanakan secara berjenjang berdasarkan sistem karier dan prestasi kerja. Lowongan jabatan pada suatu unit organisasi diutamakan diisi oleh pegawai yang memenuhi persyaratan pada unit organisasi yang bersangkutan. Pegawai Negeri Sipil yang akan dipromosikan dalam suatu jabatan yang lebih tinggi, diprioritaskan bagi yang sekurang-kurangnya yang setingkat dengan jabatan yang terakhir yang didudukinya.

(53)

mengeluarkan Keputusan Kepala BKN Nomor 13 tahun 2009 yang berisi tentang ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri sipil dalam Jabatan struktural. Dalam Keputusan Kepala BKN Nomor 13 Tahun 2009 tersebut, mengatur beberapa penjelasan terkait dengan pelaksanaan rekrutmen pejabat struktural pada Pemerintah Kabupaten/Kota.

E. Tinjauan Jabatan Struktural dan Eselonering

1. Konsep Jabatan Struktural

Jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam rangka memimpin suatu organisasi negara.

a. Pengangkatan Jabatan Struktural

Persyaratan Pegawai Negeri Sipil yang akan diangkat dalam jabatan struktural, antara lain:

1. Berstatus PNS.

2. Serendah-rendahnya memiliki pangkat satu tingkat dibawah jenjang pangkat yang ditentukan.

3. Memili kualifikasi dan tingkat pendidikan yang ditentukan. 4. Semua unsur penilaian prestasi kerja bernilai baik dalam dua

tahun terakhir.

(54)

Selain persyaratan tersebut, Pejabat Pembina Kepegawaian perlu memperhatikan faktor:

1. Senioritas dalam kepangkatan 2. Usia

3. Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) jabatan, pengalaman

b. Perangkapan Jabatan

Untuk optimalisasi kinerja, disiplin dan akuntabilitas pejabat struktural serta menyadari akan keterbatasan kemampuan manusia, Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik dengan jabatan struktural lain maupun jabatan fungsional. Rangkap jabatan hanya diperbolehkan apabila ketentuan perangkapan jabatan tersebut diatur dengan Undang-undang/ Peraturan Pemerintah.

c. Pemberhentian

Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dari Jabatan Struktural karena : 1. Mengundurkan diri dari jabatannya.

2. Mencapai batas usia pensiun diberhentikan sebagai pns.

3. Diangkat dalam jabatan struktural lainnya untuk jabatan fungsional.

4. Cuti diluartanggungan negara kecuali cuti di luar tanggungan negara karena persalinan.

(55)

7. Tidak memenuhi persyaratan kesehatan jasmani dan rohani. 8. Hal lain yang ditetapkan perundangan yang berlaku.

Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dari Jabatan Struktural ditetapkan dengan Keputusan Pejabat yang berwenang setelah melalui pertimbangan Komisi Kepegawaian Negara/Baperjakat disertai alasan yang jelas atas pemberhentiannya. PNS yang meninggal dunia dianggap telah diberhentikan dari jabatan strukruralnya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Penjelasan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pemberhentian PNS Daerah pada prinsipnya menjadi kewenangan Presiden, namun mengingat bahwa jumlah pegawai sangat besar maka agar tercipta efisiensi dan efektifitas maka sebagian kewenangan tersebut diserahkan kepada Pembina Kepegawaian Daerah.

d. Pelantikan

(56)

e. Pendidikan dan Pelatihan

Pegawai Negeri Sipil yang akan atau telah menduduki Jabatan Struktural harus mengikuti dan lulus Diklat Kepemimpinan (Diklatpim) sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan untuk jabatan tersebut. Artinya PNS dapat diangkat dalam jabatan struktural meskipun yang bersangkutan belum mengikuti dan lulus Diklatpim. Namun demikian untuk meningkatkan kemampuan kepemimpinan dan menambah wawasan, maka kepada Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tetap diharuskan untuk mengikuti dan lulus Diklatpim yang dipersyaratkan untuk jabatannya.

3. Konsep Eselon

(57)

Tabel 1. Eselon dalam Jabatan Struktural

No Eselon

Jenjang Pangkat, Golongan Ruang

Terendah Tertinggi

Pangkat Gol/ Ruang Pangkat Gol/Ruang

1 Ia Pembina Utama IV/e Pembina Utama IV/e

Sumber Data: PP Nomor 13 Tahun 2002

F. Pembentukan Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Tim Baeperjakat) Pemerintah Kota Bandar Lampung

(58)

Tim Baperjakat Pemerintah Kota Bandar Lampung beranggotakan 5(lima) orang dengan susunan sebagai berikut:

1. Ketua merangkap anggota : Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung 2. Sekretaris (bukan anggota) : Kepala Bidang Mutasi dan Pengembangan

Pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung 3. Anggota :

a. Asisten Bidang Pemerintahan Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung

b. Asiten Bidang Administrasi Umum Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung

c. Inspektur Kota Bandar Lampung

d. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandar Lampung

G. Kerangka Pikir

Kerangka pikir diperlukan untuk memahami pokok permasalahan secara sistematis pada sebuah penelitian. Sehingga kerangka pikir merupakan hal yang sangat penting untuk dijadikan bagian dalam penelitian ini. Kerangka pikir dapat membantu peneliti untuk memahami substansi dari permasalahan yang akan diteliti, sehingga peneliti akan terarah dalam melakukan penelitian.

(59)

yang dengan kemampuan dan kinerja yang memadai mampu menyelenggarakan pemerintah daerah dengan baik.

Hal selanjutnya yang harus dilihat dalam proses pengangkatan pejabat struktural eselon II adalah sejauh mana prinsip good governance (kepemerintahan yang baik) diterapkan. Kepemerintahan yang baik dapat terwujud apabila terdapat sistem yang saling mengawasi dan saling mengimbangi (check and balances).

Pelaksanaan perekrutan pejabat struktural di Pemerintah Kota Bandar Lampung faktanya masih banyak didapati persoalan ketidakterbukaan dalam proses perekrutan pejabat struktural eselon II, III, dan IV. Hal ini memunculkan pandangan yang menyatakan efektifitas Tim BAPERJAKAT dinilai kurang obyektif dan selektif dalam memberikan penilaian dan pertimbangan terhadap kinerja persyaratan pegawai yang akan direkrut (promosi/demosi/mutasi/rolling) untuk pengisian jabatan struktural, khusunya eselon II, karena disinyalir masih banyak penempatan pejabat yang tida sesuai denga latar belakang pendidikan, rnerekomendasikan pejabat yang belum mengikuti diklat kepemimpinan, sementara pegawai yang sudah megikuti diklat belum mendapat persetujuan walaupun dari segi kepangkatan jauh lebih senior dibanding pejabat yang direkomendasikan.

(60)

diterapkan dengan benar menghasilkan kemitraan positif antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.

Tindakan mutasi (rolling) di kalangan pejabat struktural yang dilakukan oleh Walikota Bandar Lampung dianggap dilakukan bukan hanya untuk mengisi jabatan kosong melainkan untuk alasan yang tidak jelas, sehingga menimbulkan keresahan/kepasrahan di kalangan pegawai dan dinilai banyak bernuansa kepentingan politik.

Dalam penelitian ini teori Good governance yang akan digunakan sebagai pisau analisis adalah teori prinsip good governance yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi sehingga sebagai langkah awal, instrumen ini akan berusaha untuk menelaah empat prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007: 38).

(61)

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir

Prinsip-Prinsip Tata Kelola Pemerintahan

yang Baik 1. Transparansi 2. Partisipasi 3. Akuntabilitas 4. Supremasi Hukum TIM BAPERJAKAT

KOTA BANDAR LAMPUNG

PROSES PENGANGKATAN

PEJABAT STRUKTURAL

(62)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Menurut Moh. Nazir (1988: 63) yang dimaksud dengan penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan secara sistematis bagaimana sifat serta hubungan antara fenomena sosial tertentu. Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian, maka tujuan dilakukannya penelitian deskripsi ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II.

(63)

dengan menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan, pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya, akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Melalui studi kasus peneliti yang menggunakan metoda penelitian studi kasus bertujuan untuk memahami obyek yang ditelitinya.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan berdasarkan lokasi yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung. Berkaitan dengan hal tersebut maka Sekretariat Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (BAPERJAKAT) Kota Bandar Lampung menjadi tempat lokasi penelitian yang penulis pilih, berdasarkan permasalahan tersebut di atas, penulis melakukan penelitian yang berkaitan dengan penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung.

(64)

C. Fokus Penelitian

Pentingnya fokus penelitian dalam penelitian kualitatif adalah untuk membatasi studi dan bidang kajian penelitian. Menurut (Sugiyono, 2006:233) "batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum". Tanpa adanya fokus penelitian, maka peneliti akan terjebak pada melimpahnya volume data yang diperolehnya di lapangan. Karena itu, fokus penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian. Melalui fokus penelitian ini, suatu informasi di lapangan dapat dipilah-pilah sesuai dengan konteks permasalahan. Sehingga rumusan masalah dan fokus penelitian saling berkaitan karena permasalahan penelitian dijadikan acuan penentuan fokus penelitian, meskipun fokus dapat berubah dan berkurang sesuai dengan data yang ditentukan di lapangan.

Penelitian ini di fokuskan pada Penerapan Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam Pengangkatan Pejabat Struktural Eselon II. Fokus penting yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah empat prinsip utama Tata kelola pemerintahan yang baik, yaitu transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan supremasi hukum. (Sedarmayanti, 2007:38), sebagai berikut:

1. Transparansi

(65)

2. Partisipasi

Keterlibatan unsur-unsur Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (BAPERJAKAT) baik secara langsung maupun melalui intuisi yang mewakili kepentingan publik dengan cara penyediaan aturan hukum yang menjamin keterlibatan, penyediaan wadah, pemberian informasi dan prosedur mekanisme keterlibatan dalam proses (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi).

3. Akuntabilitas

Adalah kemampuan menjawab (answerability) dan menerima konsekuensi (consequences) atas kinerja seluruh proses kebijakan publik. Kemampuan menjawab adalah berhubungan dengan tuntutan bagi aparat dalam menjawab dan menerangkan secara periodik setiap pertanyaan-pertanyaan dan komplain yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Sedangkan konsekuensi adalah adanya mekanisme pertanggungjawaban jika indikator dan target kinerja tidak terpenuhi.

4. Supremasi Hukum

(66)

D. Narasumber (Informan)

Menurut Lofland dan Moleong (dalam Sugiyono, 2009:157) narasumber utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Narasumber adalah benda, hal, atau orang maupun tempat yang dapat dijadikan sebagai acuan peneliti untuk melakukan analisis data. Untuk mendapatkan informasi yang akurat dengan fokus penelitian.

Secara umum sumber dalam penelitian ini didapatkan melalui wawancara langsung dengan informan yang ditentukan dari keterkaitan informan tersebut dengan masalah penelitian. Sedangkan dalam menentukan Informan menurut Sparadley dan Faisal (dalam Sugiyono, 2009:78), agar lebih terbukti perolehan informasinya, maka ia mengajukan beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan informan yaitu:

1. Subyek yang telah lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

2. Subyek yang masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subyek yang mempunyai cukup informasi banyak waktu dan kesempatan untuk dimintai keterangan.

(67)

Informasi tersebut yaitu sumber informasi yang mewakili data tentang proses pertimbangan dari pihak yang memiliki tugas pokok berkaitan dengan pengangkatan jabatan struktural adalah Walikota Bandar Lampung, Tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) Kota Bandar Lampung, yaitu sebagai berikut:

1. Nama : Drs. Badri Tamam Jenis Kelamin : Laki-laki

Pangkat : IV D

Golongan : Pembina Utama Madya

Jabatan : Sekretaris Daerah Kota Bandar Lampung

2. Nama : Drs. Muhammad Umar Jenis Kelamin : Laki-laki

Pangkat : IV C

Golongan : Pembina Utama Muda

Jabatan : Kepala BKD Kota Bandar Lampung

3. Nama : Wakhidi, S.H., M.Si. Jenis Kelamin : Laki-laki

Pangkat : III D

Golongan : Penata Tingkat I

(68)

4. Nama : Deddy Amarullah, S.H. Jenis Kelamin : Laki-laki

Pangkat : IV C

Golongan : Pembina Utama Muda

Jabatan : Asisten Bidang Pemerintahan

5. Nama : Drs. Eddy Santoso Jenis Kelamin : Laki-laki

Pangkat : IV C

Golongan : Pembina Utama Muda Jabatan : Asisten Bidang Umum

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Menggunakan panduan wawancara sehingga pertanyaan yang diajukan sejalan dengan penelitian yang sedang menjadi kajian. Dengan demikian peneliti terhindar dari pertanyaan yang nantinya menghasilkan jawaban yang tidak perlu dan tidak relevan. Wawancara ini dilakukan untuk melengkapi data yang tidak terdapat dalam dokumen atau literatur pendukung.

(69)

2. Dokumen dan Arsip

Dokumen dan arsip biasanya merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu. Menurut H. B. Sutopo, (2006:61) :

”Bila ia merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi sebagai bagian dari mekanisme kegiatannya, ia cenderung disebut arsip. Namun keduanya dapat dinyatakan sebagai rekaman atau sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa tertentu, dan dapat secara baik dimanfaatkan sebagai sumber data dalam penelitian”.

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data-data tertulis baik itu yang bersifat dokumen atau lebih cenderung sebagai arsip, baik itu berupa aturan hukum perundang-undangan yang berlaku mengenai pengangkatan pejabat struktural yang berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Walikota Bandar Lampung dan Berita Acara Tim Baperjakat Kota Bandar Lampung.

F. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah mengolah data tersebut. Adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data sebagaimana yang disebutkan (Lexy J. Moleong, 2006:151) meliputi : 1. Editing

(70)

berupa kalimat-kalimat yang kurang baku disajikan dengan menggunakan kalimat baku dan bahasa yang mudah dipaham.

2. Interpretasi

Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh di lapangan.

Pada tahapannya kegiatan editing dilakukan setelah penulis melakukan kegiatan turun lapangan dan mendapatkan sejumlah data melalui wawancara dan dokumentasi yang dilakukan. Data hasil wawancara terhadap beberapa informan dari Tim Baperjakat yang masih berupa kalimat belum baku tersebut kemudian disajikan dalam bab hasil dan pembahasan dengan menggunakan kalimat baku yang mudah dipahami.

Interpretasi yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pembahasan hasil penelitian mengenai penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung.

G. Teknik Analisis Data

(71)

sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Fenomena yang diteliti secara deskriptif tersebut dicari informasi mengenai hal-hal yang dianggap mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian.

Data yang diperoleh dari wawancara mendalam telah diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis yang dipaparkan oleh Matew Milles dan Huberman (1992:16) terdapat tiga komponen analisis yaitu: 1. Reduksi data

Yaitu proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan tranformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data mengenai dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data (Display data)

(72)

3. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi)

Penelitian ini dimulai dengan pengumpulan data, penganalisis kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Penelitian yang berkompeten telah menangani kesimpulan-kesimpulan itu dengan longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, kemudian lebih rinci dan mengakar dengan kokoh. Kesimpulan juga diverifikasi untuk diuji kebenaranya sehingga validitas data sudah tidak diragukan lagi.

Mereduksi data dalam penelitian ini peneliti memilih data yang dianggap penting seperti hasil-hasil wawancara dan dokumentasi dengan informan. Sedangkan data lain yang tidak penting akan dibuang, dengan proses tersebut telah memudahkan peneliti memaknai makna yang terkandung pada tahap analisis selanjutnya.

Penyajian data dalam penelitian ini dengan cara menampilkan dan membuat hubungan antar fenomena untuk memaknai apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang perlu ditindaklanjuti dalam proses pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung.

(73)

penerapan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dalam pengangkatan pejabat struktural eselon II di Kota Bandar Lampung.

H. Teknik Keabsahan (Validitas) Data

Gambar

Tabel 1. Eselon dalam Jabatan Struktural
Gambar 1.  Skema Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol serta peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dapat

Bentuk kerja sama antardaerah dalam sektor persampahan berbasis pembangunan berkelanjutan di Sekretariat Bersama Karta- mantul, DI Yogyakarta diharapkan terus

Hal ini sesuai dengan pendapat Hoffman et al., (2002) yang mengatakan bahwa suatu jenis usaha harus bisa menunjukkan suatu konsep dan strategi pemasaran yang mendasar

Pusat Pelatihan Musik Modern Di Surabaya ini mempunyai arti sebagai sarana atau tempat yang berhubungan tentang dunia musik yang sesuai dengan perkembangan jaman atau modern dan

3. Personil yang mendampingi pasien berdasarkan prosedur tetap rumah sakit yaitu pasien yang dalam kondisi stabil adalah satu orang perawat dengan sertfikat

menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul: “Kadar LDL dan HDL dalam Darah Model Tikus Periodontitis” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti dan pembaca dapat mengerti dan memahami mengenai analisa STRIDE menggunakan Microsoft Threat Modeling Tool 2016, memahami serangan

Inisiator balance scorecard di Serono adalah Andrew Gilbert dari departemen strategi  perencanaan bisnis perusahaan.  Balance scorecard dipilih karena perusahaan membutuhkan