ABSTRAK
RESPONS PERTUMBUHAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK
Oleh
Maria Apriani L Simbolon
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons pertumbuhan jahe merah
(Zingiber officinale Rosc.) terhadap penambahan berbagai jenis bahan organik. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2014 sampai dengan April 2015
di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian ini disusun
dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan perlakuan tunggal
yang diulang sebanyak 3 kali yang terdiri dari P0=kontrol (tanpa bahan organik),
P1=pupuk kandang ayam, P2=pupuk kandang kambing, P3=pupuk kandang sapi,
P4=pupuk trichokompos jerami. Homogenitas ragam diuji dengan uji Barlet, uji
aditivitas data dengan uji Tukey, data dianalisis ragam dengan Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian bahan organik jenis pupuk
kandang kambing memberikan pertumbuhan lebih rendah daripada kontrol, tetapi
dengan kontrol. Pemberian bahan organik jenis trichokompos menghasilkan
pertumbuhan dan bobot rimpang jahe merah yang nyata lebih baik dibandingkan
perlakuan lainnya. Perlakuan kontrol dan pupuk kandang kambing menghasilkan
warna rimpang Dark Red, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam, pupuk
kandang sapi dan trichokompos menghasilkan warna Red. Pemberian pupuk
trichokompos menghasilkan tingkat kepedasan yang paling tinggi.
RESPONS PERTUMBUHAN JAHE MERAH (Zingiber officinale Rosc.) TERHADAP PENAMBAHAN BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK
Oleh
MARIA APRIANI L SIMBOLON Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Karang, pada tanggal 01 April 1993. Penulis
merupakan anak kedua dari enam bersaudara dari pasangan Bapak L. Simbolon
dan Ibu E. Tampubolon.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SDN 173739
Pangururan, Samosir pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di
SMPN1 Pangururan, Samosir pada tahun 2008, Sekolah Menengah Atas (SMA)
di SMAN1 Pangururan, Samosir pada tahun 2011. Pada tahun yang sama, penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung melalui jalur undangan Seleksi Nasional Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNMPTN).
Tahun 2011, penulis aktif menjadi anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Kristen
(UKM-K), Ikatan Mahasiswa Batak Toba Bandar Lampung (IMABATOBA),
Persekutuan Oikumene Kristen Pertanian (POMPERTA), dan Komunitas
Mahasiswa Katolik Lampung (KMK-L). Pada tahun 2013-2014 penulis pernah
menjadi pengurus divisi Olahraga dan Kebudayaan IMABATOBA. Pada
2014/2015 menjadi asisten Mata Kuliah Pengelolaan Kebun Tebu D3 Perkebunan
2013, Aneka Tanaman Perkebunan D3 Perkebunan 2014, Produksi Tanaman
Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di Balai Proteksi
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTP-H) Gadingrejo Kabupaten Lampung
Selatan. Pada tahun 2015, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di
Kupersembahkan hasil karya yang diiringi rasa syukur dan bangga ini kepada
kalian yang tulus dan ikhlas menyayangiku: Ayah, Ibu, Kakak, serta Adik-adik
sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan hormat kepada kalian yang kucintai.
Berikan yang terbaik dari apa yang engkau miliki dan itu mungkin tidak akan
pernah cukup. Tetapi tetaplah berikan yang terbaik. Jangan pedulikan apa yang
orang lain pikirkan atas perbuatan baik yang engkau lakukan. Percayalah bahwa
mata TUHAN tertuju pada orang-orang yang jujur dan DIA melihat ketulusan
hatimu.
(Mother Teresa)
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang
tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan
membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia
akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.
SANWACANA
Puji syukur dan terima kasih atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya yang diberikan kepada penulis, sehingga skripsi
diselesaikan tepat pada waktunya.
Skripsi ini disusun sesuai dengan yang telah dilakukan dengan judul “Respons
Pertumbuhan Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap Pemberian
Berbagai Jenis Bahan Organik”. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan semua pihak, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr.Ir. Rusdi Evizal, M.S., selaku Pembimbing Utama sekaligus sebagai
Pembimbing Akademik yang telah memberikan waktu, bimbingan,
pengajaran, serta motivasi yang diberikan kepada penulis sehingga selesai
tepat pada waktunya.
2. Ibu Ir. Rugayah, M.P., selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan
waktu, bimbingan, pengajaran, serta motivasi yang diberikan kepada penulis
sehingga selesai tepat pada waktunya.
3. Bapak Dr. Ir. Darwin Pangaribuan, M.Sc., selaku Penguji yang telah
memberikan masukan-masukan dan motivasi kepada penulis.
4. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat. M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
5. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
6. Kedua orangtua: Bapak L. Simbolon dan Ibu E. Tampubolon karena berkat
doa, motivasi, serta pengarahan-pengarahan yang baik diberikan kepada
penulis.
7. Adik Fransisco Simbolon yang telah memberikan banyak waktu dan tenaga
dalam penelitian.
8. Teman-teman yang telah membantu: Mutia Kusuma Wardani, M. Rizki
Zakkaria, Peni Yulianti, Husna, Nikmatul Amaliyah, Maulana Malik, Ismuaji
Khoirul Anam, Irma Bajarnahor, Rahmad Firdaus, Eka Simarmata, atas
waktu, tenaga, pikiran, dan motivasi-motivasi yang diberikan kepada penulis.
9. Kakak Nova dan adik-adik atas kasih sayang, motivasi dan bimbingannya
selama ini.
10.Teman-teman Agroteknologi (2011) atas persahabatan dan persaudaraan
selama ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua kebaikan yang diberikan
penulis. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi kita semua dan dapat
dipergunakan dengan sebaik-baiknya.
Bandar Lampung, Oktober 2015
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 5
1.3 Landasan Teori ... 5
1.4 Kerangka Pemikiran ... 7
1.5 Hipotesis ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Jahe ... 9
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jahe ... 12
2.3 Hama dan Penyakit Tanaman Jahe ... 12
2.4 Pupuk Kandang ... 14
2.5 Pupuk Trichokompos ... 15
2.6 Media Tanam ... 16
2.7 Budidaya Jahe Merah di Polibag ... 18
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 19
3.2 Bahan dan Alat ... 19
3.3 Metode Penelitian ... 20
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 20
ii
3.4.2 Persiapan media tanam ... 21
3.4.3 Persiapan trichokompos ... 22
3.4.4 Penyiapan bibit ... 25
3.4.5 Penanaman bibit di media tanam ... 26
3.4.6 Pemeliharaan tanaman ... 26
3.5 Pengamatan ... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Pertumbuhan Tajuk ... 31
4.1.1.1Tinggi tanaman (cm) ... 31
4.1.1.2Jumlah daun (helai) ... 33
4.1.1.3Jumlah anakan (batang) ... 35
4.1.1.4Diameter batang (cm) ... 36
4.1.1.5Jumlah bunga per polibag ... 37
4.1.1.6Bobot kering tajuk (g) ... 39
4.1.1.7Bobot kering akar (g) ... 40
4.1.2 Bobot Rimpang ... 41
4.1.3 Warna Rimpang ... 42
4.1.4 Tingkat Kepedasan ... 43
4.2 Pembahasan ... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 51
5.2 Saran ... 51
PUSTAKA ACUAN ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan media tanam sebagai perlakuan dalam satuan
volume. . ... 22
2. Rekapitulasi hasil analisis ragam respons pertumbuhan jahe
merah (Zingiber officinale Rosc.) terhadap penambahan
berbagai jenis bahan organik. ... 30
3. Respons jahe merah terhadap pemberian berbagai jenis bahan
organik pada pertumbuhan tinggi tanaman pada 14-17 minggu. ... 32
4. Respons jahe merah terhadap pemberian berbagai jenis bahan
organik pada penambahan jumlah daun pada 14-17 minggu. ... 35
5. Respons jahe merah terhadap pemberian berbagai jenis bahan
organik pada warna rimpang saat panen. ... 42
6. Respoms jahe merah terhadap pemberian berbagai jenis bahan
organik pada tingkat kepedasan. ... 43
7. Data tinggi tanaman jahe merah pada umur 6 Minggu. ... 56
8. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
6 Minggu . ... 56
9. Uji aditivitas ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
6 Minggu. ... 57
10. Uji analisis ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
6 Minggu. ... 57
11. Data tinggi tanaman jahe merah pada umur 12 Minggu. ... 58
12. Uji homogenitas ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
iv
13. Uji aditivitas ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
12 Minggu. ... 59
14. Uji analisis ragam tinggi tanaman jahe merah pada umur
12 Minggu. ... 59
15. Data jumlah daun jahe merah pada umur 10 Minggu. ... 60
16. Uji homogenitas ragam jumlah daun jahe merah pada umur
10 Minggu . ... 60
17. Uji aditivitas ragam jumlah daun jahe merah pada umur
10 Minggu. ... 61
18. Uji analisis ragam jumlah daun jahe merah pada umur
10 Minggu. ... 61
19. Data jumlah daun jahe merah pada umur 14 Minggu. ... 62
20. Uji homogenitas ragam jumlah daun jahe merah pada umur
14 Minggu . ... 62
21. Uji aditivitas ragam jumlah daun jahe merah pada umur
14 Minggu. ... 63
22. Uji analisis ragam jumlah daun jahe merah pada umur
14 Minggu. ... 63
23. Data jumlah anakan jahe merah pada saat panen. ... 64
24. Uji homogenitas ragam jumlah anakan jahe merah pada saat
panen . ... 64
25. Uji aditivitas ragam jumlah anakan jahe merah pada saat
panen. ... 65
26. Uji analisis ragam jumlah anakan jahe merah pada saat
panen. ... 65
27. Data diameter batang jahe merah pada saat panen. ... 66
28. Uji homogenitas ragam diameter batang jahe merah pada saat
panen . ... 66
29. Uji aditivitas ragam diameter batang jahe merah pada saat
v
30. Uji analisis ragam diameter batang jahe merah pada saat
panen. ... 67
31. Data jumlah bunga jahe merah pada saat panen. ... 68
32. Uji homogenitas ragam jumlah bunga jahe merah pada saat
panen . ... 68
33. Uji aditivitas ragam jumlah bunga jahe merah pada saat
panen. ... 69
34. Uji analisis ragam jumlah bunga jahe merah pada saat
panen. ... 69
35. Data bobot kering tajuk jahe merah pada saat panen. ... 70
36. Uji homogenitas ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen . ... 70
37. Uji aditivitas ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen. ... 71
38. Uji analisis ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen. ... 71
39. Data bobot kering tajuk jahe merah pada saat panen dengan
transformasi log x. ... 72
40. Uji homogenitas ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen dengan transformasi log x . ... 72
41. Uji aditivitas ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen dengan transformasi log x. ... 73
42. Uji analisis ragam bobot kering tajuk jahe merah pada saat
panen dengan transformasi log x. ... 73 43. Data bobot kering akar jahe merah pada saat panen. ... 74
44. Uji homogenitas ragam bobot kering akar jahe merah pada saat
panen . ... 74
45. Uji aditivitas ragam bobot kering akar jahe merah pada saat
panen. ... 75
46. Uji analisis ragam bobot kering akar jahe merah pada saat
vi
47. Data bobot rimpang jahe merah pada saat panen. ... 76
48. Uji homogenitas ragam bobot rimpang jahe merah pada saat
panen . ... 76
49. Uji aditivitas ragam bobot rimpang jahe merah pada saat
panen. ... 77
50. Uji analisis ragam bobot rimpang jahe merah pada saat
panen. ... 77
51. Pengaruh berbagai jenis bahan organik pada warna rimpang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Penampilan (a) jahe gajah (b) jahe empirit dan (c) jahe merah. ... 12
2. Denah percobaan. ... 21
3. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat trichokompos. ... 22
4. Proses pembuatan trichokompos. ... 24
5. Bibit jahe merah yang digunakan dalam penelitian. ... 25
6. Bahan tanam yang disemai (a), dan bibit yang sudah dipindah tanam ke media perlakuan (b). ... 26
7. Rimpang jahe merah yang sudah dipanen. ... 27
8. Pengukuran warna rimpang dengan Munsell Soil Colour Chart. ... 30
9. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman jahe merah selama umur 0 minggi sampai umur 17 minggu dengan perlakuan berbagai jenis bahan organik. ... 31
10. Grafik penambahan jumlah daun jahe merah selama umur 0 minggi sampai umur 17 minggu dengan perlakuan berbagai jenis bahan organik. ... 33
11. Tampilan pertumbuhan tajuk dan akar pada jahe merah dengan penambahan berbagai jenis bahan organik. ... 34
12. Respons jahe merah terhadap penambahan berbagai jenis bahan organik pada jumlah anakan jahe merah saat panen. ... 36
13. Respons jahe merah terhadap penambahan berbagai jenis bahan organik pada diameter batang jahe merah saat panen. ... 37
viii
15. Respons jahe merah terhadap penambahan berbagai jenis
bahan organik pada bobot kering tajuk jahe merah saat panen. ... 39
16. Respons jahe merah terhadap penambahan berbagai jenis
bahan organik pada bobot kering akar jahe merah saat panen. ... 40
17. Respons jahe merah terhadap penambahan berbagai jenis
2
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang dan Masalah
Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang
mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah,
bahan minyak atsiri, bahkan akhir - akhir ini menjadi fitofarmaka. Salah satu
khasiat jahe yang paling sering dibicarakan adalah untuk meningkatkan kekebalan
tubuh atau penangkal masuk angin, sehingga jahe sering dimasukkan dalam
ramuan jamu atau obat-obatan tradisional (Januwati, 1999).
Prospek perkembangan jahe merah di Indonesia cukup cerah, terutama untuk
ekspor, industri obat tradisional, industri makanan dan minuman serta bumbu
masak. Berdasarkan khasiatnya, ada lima komoditi tanaman obat potensial yang
dapat dikembangkan yaitu temulawak, kunyit, kencur, jahe, dan purwoceng. Jahe
merupakan salah satu komoditas ekspor rempah-rempah Indonesia yang
memberikan peranan cukup berarti dalam penerimaan devisa negara (Rostiana
dkk., 2005).
Jahe merah sudah lama dikenal dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit,
dibandingkan dengan jahe gajah dan jahe empirit. Meskipun demikian,
kebanyakan orang umumnya lebih mengenal jahe gajah, yakni sebagai bumbu
2 jahe merah yang lebih banyak digunakan sebagai obat, karena kandungan minyak
atsiri dan oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain
sehingga lebih ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit. Karena kadar
minyak atsiri dan oleoresin jahe merah lebih tinggi dibandingkan kedua tipe jahe
lainnya maka tanaman ini sangat cocok digunakan sebagai bahan baku
obat-obatan atau jamu.
Menurut Rostiana dkk. (2005), di Indonesia dikenal 3 tipe jahe, yaitu jahe putih
besar, jahe emprit dan jahe merah. Jahe putih besar mempunyai rimpang besar
berbuku, berwarna putih kekuningan dengan diameter 8,47-8,50 cm, aroma
kurang tajam, tinggi dan panjang rimpang 6,20-11,30 cm dan 15,83-32,75 cm,
warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri di dalam
rimpang 0,82-2,8%. Jahe putih kecil mempunyai rimpang kecil berlapis-lapis,
aroma tajam, berwarna putih kekuningan dengan diameter 3,27-4,05 cm, tinggi
dan panjang rimpang 6,38-11,10 cm dan 6,13-31,70 cm, warna daun hijau muda,
batang hijau muda dengan kadar minyak atsiri 1,50-3,50%. Jahe merah
mempunyai rimpang kecil, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai
merah dengan diameter 4,20-4,26 cm, tinggi dan panjang rimpang 5,26-10,40 cm
dan 12,33-12,60 cm, warna daun hijau muda, batang hijau kemerahan dengan
kadar minyak atsiri 2,58-3,90%.
Tanaman jahe telah lama dibudidayakan sebagai komoditas ekspor, namun
pengembangan jahe skala luas belum didukung dengan budidaya yang optimal
dan berkesinambungan sehingga produktivitas dan mutunya rendah. Luas areal
pertanaman jahe di Indonesia pada tahun 2006 yaitu 89.041.808 ha dengan total
3 Tahun 2007 meningkat mencapai 99.652.007 ha dengan total produksi
178.502.542 kg dan produktivitas rata-rata sekitar 2,66 t/ha (BPS, 2009).
Berbagai tindakan budidaya untuk meningkatkan hasil tanaman jahe telah banyak
dilakukan, begitu pula berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas dan hasil tanaman. Selama pertumbuhan, sejak saat penanaman
hingga dipanen, tanaman jahe membutuhkan sejumlah unsur hara. Ini berarti
bahwa tanpa adanya usaha penambahan unsur hara, kondisi tanaman akan kurus
dan akibatnya pertumbuhan tanaman akan terganggu. Oleh karena itu, perlu
usaha memelihara, menambah dan mempertinggi kesuburan tanah antara lain
dengan pemupukan (Santoso, 1994).
Pemupukan bertujuan untuk menyediakan unsur unsur hara yang dibutuhkan oleh
tanaman dan menjaga kelestarian kesuburan atau produktivitas tanah. Pemupukan
dapat dilakukan melalui tanah maupun melalui daun. Mengingat ketersediaan
pupuk kimia pada saat ini semakin sulit dan harganya semakin mahal akibat
adanya pengurangan subsidi oleh pemerintah, maka penggunaannya harus
diusahakan seefisien mungkin. Pemupukan yang kurang dari kebutuhan tanaman
akan menjadikan tidak optimalnya produksi. Peningkatan efisiensi pemupukan
dapat dilakukan dengan pemberian bahan organik. Salah satu sumber bahan
organik yang banyak tersedia di sekitar petani adalah pupuk kandang. Pemberian
pupuk kandang selain dapat memberi unsur hara juga dapat memperbaiki sifat
tanah, yaitu meningkatkan kapasitas tanah menahan air, kerapatan masa tanah,
dan porositas total, memperbaiki stabilitas agregat tanah dan meningkatkan
4 Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah. Penggunaan
pupuk kandang sapi atau kambing, berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
produksi jahe minimal 2 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa perlakuan.
Menurut penelitian, pupuk kandang sapi memberikan pengaruh yang lebih baik
dalam peningkatan hasil rimpang segar dibandingkan dengan pupuk kandang
ayam dalam peningkatan hasil rimpang segar yaitu sebesar 20,48% dan 14,96%
dibandingkan dengan yang tidak diberi pupuk kandang (Wiroatmodjo dkk., 1990).
Bahan alternatif berupa pupuk organik selain pupuk kandang adalah pupuk
trichokompos. Kelebihan pupuk organik dibandingkan pupuk anorganik antara
lain tidak menimbulkan resiko pada hewan maupun manusia, mudah didapatkan,
memberikan pengaruh positif terhadap tanaman terutama pada musim kemarau,
serta meningkatkan aktivitas mikroorganisme menguntungkan yang ada di dalam
tanah. Pupuk trichokompos dengan bahan dasar jerami padi yang didekomposisi
dengan Trichoderma sp. sehingga nutrisi tanaman lebih mudah tersedia dan
diserap oleh tanaman. Teknologi ini sudah banyak dilakukan untuk berbagai
tanaman pertanian seperti pada padi yang ternyata pertumbuhan vegetatif tanaman
yang diberi trichokompos meningkat 2 x lipat dibanding yang tidak diberi
trichokompos (Elfina dkk., 2011).
Rosita dkk. (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman semakin meningkat
dengan bertambahnya umur tanaman. Meningkatnya pertumbuhan tanaman ini
diduga karena adanya penambahan unsur hara dengan penambahan bahan
5 Peluang budidaya jahe merah dalam pot untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dalam hal :
(1) Menciptakan konsep pekarangan rumah pangan lestarsi yaitu sebagai hiasan
supaya terlihat lebih kompak dan hijau, sebagai penyejuk, sebagai tanaman
rempah yang sekaligus dapat digunakan sebagai tanaman herbal.
(2) Ditinjau dari harga di pasar tingkat petani harga jual jahe merah paling tinggi
berkisar Rp. 10.000 yaitu sekitar 3 polibag/kg. Jika dijual dalam pot dapat
mencapai Rp. 15.000/polibag.
1.2Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
(1) Untuk mengetahui respons pertumbuhan dan produksi tanaman jahe merah
terhadap pemberian berbagai jenis bahan organik.
(2) Untuk mengetahui pengaruh jenis bahan organik yang terbaik pada
pertumbuhan dan perkembangan jahe merah.
1.3 Landasan Teori
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman tropis yang dapat mudah
tumbuh di Indonesia dan merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak
kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak atsiri, dan
sebagai fitofarmaka. Khasiat jahe yang paling sering dibicarakan adalah untuk
meningkatkan kekebalan tubuh sering dimasukkan dalam ramuan jamu atau
6 Selama ini di Indonesia, berdasarkan pada bentuk, warna, dan aroma rimpang
serta komposisi kimianya dikenal 3 tipe jahe, yaitu jahe putih besar, jahe emprit
dan jahe merah. Jahe putih besar (gajah/badak), rasanya tidak terlalu pedas,
umumnya digunakan sebagai bahan makanan seperti manisan, dan juga untuk
minuman segar. Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai rasa lebih pedas dari
jahe putih besar, umumnya digunakan untuk bumbu masak, sumber minyak atsiri
dan pembuatan oleoresin serta bubuknya banyak dimanfaatkan dalam ramuan
obat tradisional (jamu). Jahe merah mempunyai kandungan minyak atsiri yang
tinggi. Karena jahe merah yang lebih banyak kandungan minyak atsiri dan
oleoresinnya paling tinggi dibandingkan dengan jenis jahe yang lain sehingga
lebih ampuh menyembuhkan berbagai macam penyakit.
Menurut Herlina dkk. (2002), jahe merah mempunyai banyak keunggulan
dibandingkan dengan jenis jahe lainnya, terutama ditinjau dari segi kandungan
senyawa kimia dalam rimpang yang terdiri dari zat gingerol, oleoresin, dan
minyak atsiri yang tinggi sehingga lebih banyak digunakan sebagai obat.
Namun pengembangan jahe skala luas belum didukung dengan budidaya yang
optimal dan berkesinambungan sehingga produktivitas dan mutunya rendah.
Berbagai tindakan budidaya untuk meningkatkan hasil tanaman jahe telah banyak
dilakukan dengan berbagai penelitian, salah satunya adalah penelitian penggunaan
berbagai media tanam juga dengan pemupukan. Pemupukan bertujuan untuk
menyediakan unsur unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman dan menjaga
kelestarian kesuburan atau produktivitas tanah. Namun mengingat ketersediaan
pupuk kimia pada saat ini semakin sulit, dan harganya semakin mahal, maka
7
dari kebutuhan tanaman akan menjadikan tidak optimalnya produksi. Pemberian
bahan organik yang banyak tersedia adalah pupuk yang dapat memperbaiki sifat
fisik, biologi dan kimia tanah. Bahan alternatif lain dari penggunaan bahan
organik adalah dengan pupuk kandang dan trichokompos.
1.4 Kerangka Pemikiran
Pada umumnya untuk tanaman berimpang, pupuk organik diperlukan dalam
jumlah yang relatif banyak untuk memperbaiki sifat fisik tanah untuk membantu
dalam penetrasi akar serabut dan pembesaran rimpang. Salah satu jenis bahan
organik adalah pupuk kandang. Pupuk kandang adalah pupuk organik yang
berasal dari kotoran hewan yang menambah tersedianya unsur hara, juga dapat
mendukung mikroorganisme serta mampu memperbaiki struktur tanah.
Pemberian pupuk kandang dapat mengurangi penggunaan, meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk kimia dan menyumbangkan unsur hara bagi tanaman serta
meningkatkan serapan unsur hara oleh tanaman. Selain itu pemberian pupuk
kandang juga dapat memperbaiki sifat tanah, yaitu kapasitas tanah menahan air,
kerapatan masa tanah, dan porositas total memperbaiki stabilitas agregat tanah,
dan meningkatkan kandungan humus tanah. Pemberian pupuk kandang juga dapat
memperbaiki kondisi lingkungan pertumbuhan tanaman yang mampu
meningkatkan hasil produksi suatu tanaman. Bahan organik dapat memperbaiki
sifat fisik dan kimia tanah juga dapat meningkatkan jumlah dan aktifitas
mikroorganisme tanah.
Jenis pupuk organik yang lain adalah pupuk trichokompos yang merupakan
8 trichoderma yang mampu menghambat perkembangan hama dan penyakit pada tanaman, karena berpotensi sebagai agensia hayati yang bersifat antagonis tehadap
beberapa patogen tanaman. Trichokompos merupakan bahan organik yang
mengandung unsur hara utama N, P, K dan Mg. Trichokompos memiliki
kelebihan dibandingkan dengan kompos biasa karena selain mengandung unsur
hara yang tersedia bagi tanaman untuk menjaga kualitas tanah, juga dapat
berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan OPT (organisme pengganggu
tanaman) dan juga sebagai biokontrol (pengendali hayati) penyakit tanaman yang
menyerang tanaman pangan dan hortikultura.
Pupuk Trichokompos belum banyak ditemukan penelitian dengan pemberian
berbagai jenis bahan organik akan tetapi memberikan respons yang berbeda-beda
yang diduga pada media tanam yang dicampur dengan pupuk trichokompos
pertumbuhannya paling bagus.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan dari kerangka pemikiran yang telah dijelaskan, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
(1) Terdapat respons pertumbuhan dan produksi tanaman jahe merah terhadap
pemberian berbagai jenis bahan organik.
(2) Terdapat jenis bahan organik yang terbaik dalam mempengaruhi pertumbuhan
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Morfologi Tanaman Jahe
Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan
rumpun berbatang semu. Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (zingiberaceae),
satu famili dangan Temu-temuan lainnya seperti temu lawak (Cucuma
xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit, (Curcuma domestica),
kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas galanga), dan lain-lain.
Jahe merupakan rempah-rempah Indonesia yang sangat penting dalam kehidupan
sehari-hari, terutama dalam bidang kesehatan. Jahe berasal dari Asia Pasifik yang
tersebar dari India sampai Cina ( Paimin dan Murhanato, 2008).
Sistematika Tanaman Rimpang Jahe :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Musales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
10 Akar merupakan bagian terpenting dari tanaman jahe. Pada bagian ini tumbuh
tunas-tunas baru yang kelak akan menjadi tanaman. Akar tunggal (rimpang)
tertanam kuat didalam tanah dan makin membesar dengan pertambahan usia serta
membentuk rhizoma-rhizoma baru (Rukmana, 2000).
Jahe tumbuh merumpun, berupa tanaman tahunan berbatang semu. Tanaman
tumbuh tegak setinggi 30-75 cm. Batang semu jahe merah berbentuk bulat kecil,
berwarna hijau kemerahan dan agak keras karena diselubungi oleh pelepah daun
(Tim Lentera, 2002).
Panjang daunnya 15-23 cm dan lebar 0,8-2,5 cm. Tangkainya berbulu atau
gundul. Ketika daun mengering dan mati, pangkal tangkainya (rimpang) tetap
hidup dalam tanah. Rimpang tersebut akan bertunas dan tumbuh menjadi
tanaman baru setelah terkena hujan . Rimpang jahe berbuku-buku, gemuk, agak
pipih, membentuk akar serabut. Rimpang tersebut tertanam dalam tanah dan
semakin membesar sesuai dengan bertambahnya usia dengan membentuk
rimpang-rimpang baru. Di dalam sel-sel rimpang tersimpan minyak atsiri yang
aromatis dan oleoresin khas jahe (Harmono dan Andoko, 2005).
Rimpang yang akan digunakan untuk bibit harus sudah tua minimal berumur 10
bulan. Ciri-ciri rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit
licin dan keras tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan
tanda bernas. Rimpang yang terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya
mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang baik dengan bobot sekitar 25 -60 g
untuk jahe putih besar, 20 - 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah.
11 jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan bibit 2-3 ton/ha dan 5 ton/ha
untuk jahe putih besar yang dipanen muda (Rostiana dkk., 2005).
Menurut Harmono dan Andoko (2005), jahe dibedakan menjadi 3 jenis
berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas
jahe, yaitu :
(1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak,
rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung
dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur
muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan.
(2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit, ruasnya
kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen
setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe
gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini
cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak
atsirinya.
(3) Jahe merah, rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih
kecil sama seperti jahe kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga
memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga
12 Perbedaan rimpang pada masing-masing jenis jahe di atas dapat dilihat pada
Gambar 1.
a) (b) (c)
Gambar 1. Penampilan (a) jahe gajah (b) jahe empirit dan (c) jahe merah.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jahe
Tanaman jahe mempunyai daya adaptasi yang luas di daerah tropis, sehingga
dapat tumbuh di daratan rendah sampai pegunungan. Namun, untuk tumbuh dan
berproduksi secara optimal, tanaman jahe membutuhkan kondisi lingkungan
tumbuh yang sesuai. Jahe cocok ditanam di daerah tropis dengan kisaran suhu
20-35 oC, suhu optimum 25-30oC.
2.3 Hama dan Penyakit Tanaman Jahe
Serangan hama dan penyakit menjadi kendala dalam budidaya tanaman jahe.
Berbagai jenis hama menyerang dan menimbulkan kerusakan pada akar, rimpang,
pangkal batang, batang, dan daun. Menurut Balittro (2011), beberapa hama yang
menyerang jahe antara lain :
(1) Lalat rimpang (Mimegralla coeruleifrons dan Eumerus figurans). Kedua lalat
13 gudang. Serangan kedua lalat ini berasosiasi dengan serangan penyakit. Lalat
menyerang rimpang yang telah terinfeksi oleh penyakit layu bakteri.
(2) Kutu perisai (Aspidiella hartii). Kerusakan akibat kutu ini secara individual
adalah kecil, akan tetapi pada populasi tinggi, tanaman terlihat menguning,
defoliasi, berkurangnya rimpang, dan menurunnya vigor tanaman.
(3) Lalat penggerek batang. Hasil pengamatan pada tanaman jahe yang terserang
mengidinkasikan bahwa serangan terjadi mulai dari pucuk atau tunas daun
yang masih menggulung. Selanjutnya larva makan jaringan batang jahe dari
atas ke arah bawah hingga pangkal batang. Gejala nyang ditimbulkan adalah
batang jahe hingga tunas menjadi kering dan mati.
Penyakit yang menyerang tanaman jahe adalah sebagai berikut :
(1) Penyakit layu bakteri. Penyebab penyakit layu pada tanaman jahe adalah
bakteri R. solanacearum. Pada umumnya gejala penyakit mulai muncul pada
tanaman berumur 3 atau 4 bulan yang diawali dengan terjadinya daun-daun
yang menguning dan menggulung hingga seluruh bagian daun dan tanaman
menjadi mati.
(2) Bercak daun. Penyebabnya adalah cendawan Phyllosticta sp. serangan di
awal pertumbuhan dapat menyebabkan produksi turun karena banyak daun
yang tidak dapat berfungsi secara optimal. Infeksi diduga terjadi saat daun
baru pada awal membuka penuh.
(3) Busuk rimpang. Penyebabnya adalah beberapa jenis cendawan antara lain :
kelompok Rhizoctonia sp., Fusarium sp., Fusarium oxysporum. Gejala yang
14 secara acak dalam populasi. Cara yang biasa dilakukan untuk mengenal gejala
ini adalah mencabut batang yang menunjukkan gejala.
2.4 Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah salah satu pupuk organik yang memiliki kandungan hara
yang dapat mendukung kesuburan tanah dan pertumbuhan mikroorganisme dalam
tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara,
juga dapat mendukung mikroorganisme serta mampu memperbaiki struktur tanah
(Mayadewi, 2007).
Penggunaan humus dan pupuk kandang sapi atau kambing, berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan dan produksi jahe minimal 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan kontrol (Gusmaini dan Trisilawati, 1998). Pupuk kandang dari kotoran
kambing memiliki kandungan unsur hara relatif lebih seimbang dibandingkan
pupuk alam lainnya karena kotoran kambing bercampur dengan air seninya
(mengandung unsur hara), hal tersebut biasanya tidak terjadi pada jenis pupuk
kandang lain seperti kotoran sapi (Parnata, 2010).
Pemakaian pupuk kandang yang belum masak dapat menjadi sumber inokulum
yang mengakibatkan busuknya akar jahe. Menurut penelitian, pupuk kandang
sapi memberikan pengaruh yang lebih baik dalam peningkatan hasil rimpang
segar dibandingkan dengan pupuk kandang ayam dalam peningkatan hasil
rimpang segar yaitu sebesar 20,48% dan 14,96%, dibandingkan dengan yang tidak
diberi pupuk kandang (Wiroatmodjo dkk., 1990). Pupuk kandang berasal dari
15 kalium (K) dan unsur hara mikro. Pupuk kandang juga memiliki kandungan
mikroorganisme yang mampu merombak bahan organik.
Dosis anjuran umum pemberian pupuk organik untuk tanaman jahe adalah sekitar
20 – 30 ton/ha berupa pupuk kandang. Untuk daerah yang sulit memperoleh
pupuk kandang, penggunaannya dapat dikombinasikan dengan bahan organik
lainnya. Pemberian pupuk kandang yang dikombinasikan dengan limbah kulit
kopi masing-masing sebanyak 250 g/rumpun dapat meningkatkan jumlah anakan
dan jumlah daun jahe putih besar masing-masing sebesar 81,72 % dan 57,93 %,
sedangkan pemberian 125 g pupuk kandang, 250 g limbah kulit kopi dan 125 g
sekam padi per rumpun dapat meningkatkan rimpang segar sebesar 117,85 %.
(Gusmaini dan Maslahah, 2002).
2.5 Pupuk Trichokompos
Trichokompos merupakan gabungan antara trichoderma dan kompos atau pupuk
organik yang mengandung trihoderma. Jamur trichoderma mampu menghambat
perkembangan hama dan penyakit pada tanaman, karena berpotensi sebagai
agensia hayati yang bersifat antagonis terhadap beberapa patogen tanaman.
Trichokompos memiliki kelebihan dibanding dengan kompos biasa karena selain
mengandung unsur hara yang tersedia bagi tanaman untuk menjaga kualitas tanah,
juga dapat berfungsi untuk melindungi tanaman dari serangan OPT, dan juga
sebagai biokontrol (pengendali hayati) penyakit tanaman yang menyerang
tanaman pangan, hortikultura (Dinas Pertanian Jambi, 2009). Trichokompos
16 Selain diperkirakan mampu memperbaiki sifat fisik tanah, trichokompos
diperkirakan mampu meningkatkan efisiensi pemupukan.
2.6 Media Tanam
Media tanam berfungsi sebagai tempat tumbuh akar tanaman yang ditanam dan
untuk menyerap larutan nutrisi saat disiram atau diteteskan kemudian larutan
nutrisi tersebut diserap oleh perakaran. Syarat yang digunakan untuk media
tanam antara lain steril, porus ringan, mudah didapat dan murah. Tanaman
membutuhkan unsur hara yang tepat untuk mencukupi kebutuhan tanaman. Selain
itu tanaman juga membutuhkan air dan sinar matahari untuk dapat melangsungkan
daur hidupnya. Menurut Iswanto (2002), media tanam yang baik harus
memenuhi kriteria antara lain; tidak mudah lapuk, tidak mudah menjadi sumber
penyakit, aerasi baik, mampu mengikat air dan unsur hara dengan baik mudah
didapat dan harga relatif murah.
Media tanam dapat didefinisikan sebagai kumpulan bahan atau substrat tempat
tumbuh benih yang disebarkan atau ditanam. Media tanam banyak macam
ragamnya, dapat merupakan campuran dari bermacam-macam bahan atau satu
jenis bahan saja asalkan memenuhi beberapa persyaratan, antara lain cukup baik
dalam memegang air, bersifat porous sehingga air siraman tidak menggenang
(becek), tidak bersifat toksik (racun) bagi tanaman, dan yang paling penting media
tanam tersebut cukup mengandung unsur-unsur hara yang diperlukan bagi
pertumbuhan tanaman.
Media tanam yang digunakan untuk dapat dipilih komposisi media yang sesuai
17 berupa top soil : pupuk kandang : sekam (3 : 1 : 1). Ditanam di jenis tanah
apapun, jahe bisa tumbuh. Namun, untuk mendapatkan hasil yang optimal
tanaman ini menghendaki tanah yang subur gembur, dan berdrainase baik
(Harmono dan Andoko, 2005).
Sekam yang digunakan berupa sekam bakar. Penggunaan sekam bakar untuk
media tanam tidak perlu disterilisasi lagi karena mikroba patogen telah mati
selama proses pembakaran. Selain itu, sekam bakar juga memiliki kandungan
karbon (C) yang tinggi sehingga membuat media tanam ini menjadi gembur.
(Tim Dosen Dasar Budidaya Tanaman, 2013). Sekam bakar mempunyai sifat
yang mudah mengikat air, tidak mudah menggumpal, harganya relatif murah,
bahannya mudah didapat, ringan, steril dan mempunyai porositas yang baik
(Prihmantoro dan Indriani, 2003).
Menurut Tim Penulis PS (2009), sekam bakar adalah media tanam yang porous
dan steril dari sekam padi yang hanya dapat dipakai untuk satu musim tanam
dengan cara membakar kulit padi kering di atas tungku pembakaran, dan sebelum
bara sekam menjadi abu disiram dengan air bersih. Hasil yang diperoleh berupa
arang sekam (sekam bakar). Selanjutnya Supriati dan Ersi (2011) mengemukakan
bahwa arang sekam adalah sekam padi yang telah dibakar dengan pembakaran
tidak sempurna. Cara pembuatannya dapat dilakukan dengan menyangrai atau
membakar.
Penggunaan sekam bakar karena memiliki keunggulan antara lain dapat
memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta melindungi tanaman. Penggunaan
18 patogen (Gustia, 2013). Tumanggor (2006) menambahkan sekam padi memiliki
aerasi dan drainasi yang baik, tetapi masih mengandung organisme-organisme
pathogen atau organisme yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh
sebab itu sebelum menggunakan sekam sebagai media tanam, maka untuk
menghancurkan patogen sekam tersebut dibakar terlebih dahulu.
2.7 Budidaya Jahe Merah di Polibag
Penanaman jahe merah di polibag merupakan modifikasi teknik budidaya
tanaman jahe dengan tujuan mengkondisikan agar media tanam tetap gembur,
mempermudah manajemen produksi tanaman, pertumbuhan dan perkembangan
tanaman jahe merah sehingga potensi produksi lebih tinggi jika dibandingkan
penanaman jahe merah secara konvensional pada lahan. Budidaya jahe merah
merupakan budidaya tanaman yang memerlukan syarat tumbuh pada fase kritis
tertentu yang jika tidak terpenuhi maka akan mengalami gangguan dari segi
19
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Hortikultura Fakultas Pertanian
Universitas Lampung yang dimulai pada bulan November 2014 sampai April
2015.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah bibit jahe merah berupa
rimpang, polybag, meteran, bahan organik yang terdiri dari pupuk trichokompos
dan pupuk kandang (ayam, kambing, sapi), sekam bakar dan tanah sebagai media
tanam.
Alat yang digunakan adalah koret untuk mengolah dan mencampur tanah, meteran
untuk mengukur tinggi tanaman, gembor untuk menyiram tanaman, oven untuk
mengeringkan tanaman, knapsack untuk menyemprot tanaman, timbangan,
20 3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga
ulangan. Pengelompokkan berdasarkan bobot rimpang jahe merah yaitu :
kelompok rimpang kecil ( < 10 gram), kelompok rimpang sedang (10-20 gram)
dan kelompok rimpang besar (> 20 gram). Seteleah tumbuh kemudian dipilih
yang seragam. Perlakuan yang diterapkan yaitu jenis bahan organik yang terdiri
dari : P0 (tanpa bahan organik), P1 (pupuk ayam), P2 (pupuk kambing), P3 (pupuk
sapi) dan P4 (pupuk trichokompos jerami). Bahan yang diberikan dengan
perbandingan 3: 2 : 1 yaitu tanah : bahan organik : sekam bakar. Setiap perlakuan
terdiri atas 2 tanaman jahe merah. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet
dan aditivitas data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi data dianalisis
dengan sidik ragam, perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Denah Percobaan
Denah percobaan yang terdiri dari 5 perlakuan dengan ulangan sebanyak 3 kali
21
P4S3 P2S2 P0S1 P3S3 P1S2
P4S1 P2S3 P0S2 P3S1 P1S3
P4S2 P2S1 P0S3 P3S2 P1S1
Kelompok 1
P2S3 P0S2 P3S1 P1S3 P4S2
P2S1 P0S3 P3S2 P1S1 P4S3
P2S2 P0S1 P3S3 P1S2 P4S1
Kelompok 2
P0S3 P3S2 P1S1 P4S3 P2S2
P0S1 P3S3 P1S2 P4S1 P2S3
P0S2 P3S1 P1S3 P4S2 P2S1
[image:42.595.106.450.80.389.2]Kelompok 3
Gambar 2. Denah percobaan.
Keterangan P0 = Perlakuan tanpa diberi bahan organik S1= Sampel 1
P1 = Perlakuan diberi pupuk kandang ayam S2 = Sampel 2
P2 = Perlakuan diberi pupuk kandang kambing S3 = Sampel 3
P3 = Perlakuan diberi pupuk kandang sapi
P4 = Perlakuan diberi pupuk trichokompos
3.4.2 Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan berupa campuran tanah : bahan organik : sekam
bakar ( 3 : 2 : 1 ). Media dicampur secara merata dengan menggunakan cangkul,
lalu diisikan ke dalam polybag yang telah disusun. Persiapan media tanam yang
22 Tabel 1. Perbandingan media tanam sebagai perlakuan dalam satuan volume.
Perlakuan Perbandingan Volume Media
Tanah Bahan Organik Sekam bakar
Kontrol 3 0 1
PK Ayam 3 2 1
PK Kambing 3 2 1
PK Sapi 3 2 1
Trichokompos 3 2 1
3.4.3 Persiapan Trichokompos
Cendawan Trichoderma sp. selain dapat dikembangbiakan pada media agar dan
media padat beras, dapat juga dikembangkan pada media kompos. Kompos inilah
yang akan diaplikasikan di lahan dan aplikasinya bersamaan dengan saat
penanaman. Adapun cara pembuatan trichokompos yaitu dengan mencampurkan
beberapa bahan berupa : 100 kg jerami, 100 kg pupuk kandang campuran kotoran
sapi dan kambing, 500 g dolomit, 1500 g biakan cendawan Trichoderma sp.
dalam media beras setengah matang (Gambar 3).
Gambar 3. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat trichokompos.
Bahan-bahan tersebut seperti Gambar 3, dibuat tumpukan dalam bentuk
berlapis-lapis. Jerami dipotong-potong menjadi ukuran yang kecil-kecil agar
[image:43.595.119.502.491.633.2]23 50 kg nya dari permukaan dibasahi dengan air, kemudian ditaburkan dolomit dan
cendawan Trichoderma sp. dan ditutup dengan campuran kotoran hewan.
Kemudian di atas campuran kotoran hewan disusun lagi sisa potongan jerami
dengan dibasahi air secukupnya, kemudian ditaburkan kembali dolomit dan
cendawan Trichoderma sp. hingga berlapis-lapis.
Pemberian kapur pertanian (dolomit) bertujuan untuk menaikkan pH pada kompos
karena pada pH yang tinggi mikroba akan tumbuh dengan baik tujuannya untuk
menurunkan kadar keasaman pada komposisi. Untuk menjaga penyiraman
dilakukan penyiraman secukupnya dan ditutup rapat dengan terpal plastik. Amati
proses fermentasi kompos, proses akan berjalan sempurna dengan indikator
timbulnya suhu panas hingga 700C. Untuk menjaga proses fermentasi secara
berkala, dilakukan pembalikan kompos selama 3 kali setiap 15 hari sekali
(Gambar 4).
Kompos telah matang dalam waktu sekitar 1,5 bulan. Pertumbuhan Trichoderma
sp. pada kompos dapat dilihat dengan adanya miselium Trichoderma sp. pada
24
(a) Jerami yang sudah dipotong kecil (b) Diberi air secukupnya
(c). Ditaburi dolomit (d) Ditaburi cendawan trichoderma
[image:45.595.349.509.75.464.2]
(e) Ditutup dengan terpal (f) Dilakukan pembalikan
25 Pertumbuhan spora dapat juga dilihat di mikroskop dengan menggunakan
Haemocytometer dengan melakukan pengenceran terhadap kompos. Pengamatan dilakukan pada hari ke-15 dan hari ke-45. Pengenceran dilakukan dengan
memasukkan 1 g kompos dicampur dengan 9 ml aquades ke dalam tabung reaksi.
Kemudian larutan dari tabung reaksi tersebut diambil 1 ml dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang lain dan dicampur dengan 9 ml aquades. Kemudian diamati
menggunakan Haemocytometer di bawah mikroskop.
3.4.4 Penyiapan Bibit
Bibit yang digunakan berupa rimpang yang sudah tua dengan ciri-ciri kulit licin
dan keras, tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda
bernas. Kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kelompok yaitu : kelompok
rimpang kecil dengan bobot < 10 g, kelompok rimpang sedang dengan bobot
10-20 g dan kelompok rimpang besar dengan bobot >10-20 g. Bibit jahe dicuci,
kemudian direndam dengan air selama 1 malam untuk memacu tumbuh tunas lalu
[image:46.595.226.400.556.719.2]ditiriskan (Gambar 5), setelah itu rimpang siap untuk disemai pada media.
26 3.4.5 Penanaman Bibit di Media Tanam
Rimpang yang telah disemaikan dan telah berumur 4 minggu dipindahkan ke
dalam polybag yang telah diisi media tanam sesuai dengan perlakuan (Gambar 6).
Jumlah bibit pada setiap polybag sebanyak 1 rimpang. Media tanam yang
digunakan untuk menyemai adalah tanah.
[image:47.595.115.502.262.440.2]
(a) (b)
Gambar 6. Bahan tanam dari rimpang yang disemai (a), dan bibit yang sudah dipindah tanam ke media perlakuan (b).
3.4.6 Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan meliputi : penyiraman dilakukan setiap
pagi dan sore hari, disesuaikan dengan kondisi cuaca. Penyulaman dilakukan
paling lama 2 minggu setelah tanam dengan cara menggantikan tanaman yang
mati atau pertumbuhannya abnormal dengan tanaman cadangan. Pembumbunan
dilakukan dengan cara membuat gundukan tanah di sekeliling tanaman.
Pembubunan mulai dilakukan 2 minggu setelah pindah tanam saat telah terbentuk
rumpun dengan 4-5 anakan, agar rimpang selalu tertutup tanah. Tujuan lainnya
27 mencabuti gulma yang tumbuh di sekitar polybag, untuk menghindari persaingan
dalam mendapatkan unsur hara.
Panen dilakukan pada saat jahe merah berumur 5 bulan/panen muda (untuk
konsumsi). Panen dilakukan dengan cara membongkar tanaman dari dalam
polybag, lalu dibersihkan dari tanah yang masih melekat pada rimpang jahe
merah. Kriteria rimpang yang siap dipanen dapat dilihat pada Gambar 7 dengan
ciri-ciri : daun dan batangnya berubah menjadi kuning dan mengering. Panen
jahe dilakukan dengan cara membongkar seluruh tanaman denga hati-hati,
[image:48.595.231.392.353.532.2]kemudian rimpang dibersihkan dari kotoran dan tanah yang menempel.
Gambar 7. Rimpang jahe merah yang sudah dipanen.
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian meliputi:
(1) Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dari pangkal batang sampai bagian
28 jahe merah berumur satu bulan setelah pindah tanam sampai panen dengan
interval setiap satu minggu.
(2) Jumlah daun (helai)
Seluruh daun yang ada dihitung, dilakukan pada saat tanaman jahe berumur satu
bulan setelah pindah tanam. Pengamatan dilakukan satu kali dalam seminggu.
(3) Diameter batang (cm)
Diameter batang diukur dengan menggunakan alat jangka sorong, dilakukan pada
saat panen.
(4) Jumlah anakan (batang)
Jumlah anakan dihitung kemudian dirata-ratakan, dilakukan pada saat panen.
(5) Jumlah bunga per polibag
Jumlah bunga dihitung kemudian dirata-ratakan, dilakukan pada saat panen.
(6) Bobot rimpang (g)
Bobot rimpang dihitung per sampel dengan cara ditimbang, dilakukan pada saat
panen.
(7) Bobot kering tajuk tanaman (g)
Tajuk tanaman yang masih basah dikeringanginkan dimasukkan kedalam amplop
coklat kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 70° C selama 3 x 24
jam, lalu tajuk tersebut dikeluarkan dari oven dan ditimbang.
(8) Bobot kering akar tanaman (g)
Akar tanaman yang masih basah dikeringanginkan terlebih dahulu kemudian
dimasukkan ke dalam amplop coklat dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu
29 (9) Warna rimpang
Warna rimpang dilakukan sesudah panen dengan menggunakan Munsell Soil
[image:50.595.230.395.204.372.2]Colour Charts (Gambar 8).
Gambar 8. Pengukuran warna rimpang dengan Munsell Soil Color Charts
(Munsell color, 1975).
Rimpang yang sudah diukur dengan Munsell Soil Color Chart kemudian dihitung
dengan cara modus atau warna yang paling banyak muncul lalu dibuat skor
dengan ketentuan, 3 (Dark Red), 4 (Red), dan 6 (Light Red).
(10) Tingkat kepedasan
Tingkat kepedasan rimpang dilakukan sesudah panen dengan cara mengambil
rimpang kemudian digerus dan diberikan kepada responden dengan cara dibuat
skoring 1-5 dengan ketentuan :
a. Skor 1 = kurang pedas atau setara dengan jahe gajah
b. Skor 2 = cukup pedas atau setara dengan jahe empirit
c. Skor 3 = pedas
d. Skor 4 = sangat pedas
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pemberian bahan organik jenis pupuk kandang kambing memberikan
pertumbuhan lebih rendah daripada kontrol, tetapi pemberian pupuk kandang
sapi dan ayam memberikan pertumbuhan yang sama dengan kontrol.
2. Pemberian bahan organik jenis trichokompos menghasilkan pertumbuhan dan
bobot rimpang jahe merah yang nyata lebih baik dibandingkan perlakuan
lainnya. Perlakuan kontrol dan pupuk kandang kambing menghasilkan warna
rimpang Dark Red, sedangkan perlakuan pupuk kandang ayam, pupuk
kandang sapi dan trichokompos menghasilkan warna Red. Pemberian pupuk
trichokompos menghasilkan tingkat kepedasan yang paling tinggi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka disarankan untuk
menggunakan pupuk trichokompos pada tingkat dosis yang berbeda-beda pada
PUSTAKA ACUAN
Adnan, A, A. Arsyad, dan Armaini. 2013. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kangkung Darat (Ipomea reptans Poir) diberi Trichokompos Jerami Padi. Departemen Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Riau.
Afdaliah, A. A. 2014. Pengaruh Penambahan Jahe (Zingiber officinale Rosc.) dengan Level yang Berbeda Terhadap Kualitas Organoleptik dan Aktivitas Antioksidan Susu
Pasteurisasi. (Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makassar.
Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Universitas Sebelas Maret.
Ayub, M. dan Y. Elfina. 2011. Penggunaan Trichokompos Jerami Padi dengan Berbagai
Stater Trichoderma sp untuk Pertumbuhan dan Mengendalikan Penyakit Busuk
Pelepah dan Blas pada Padi Muda. (Skripsi). Fakultas pertanian. Universitas Riau.
Riau.
Badan Pusat Statistik. 2009. Harvested Area, Production and Yield of Ginger Plants. http://www.bps.co.id page 10 [25 Agustus 2014].
Balittro (Balai Penelitian Rempah dan Obat). 2011. Jahe (Zingiber offficinale Rosc.). Bogor.
Barus, B. Ichwan, dan Rinaldi. 2014. Pertumbuhan bibit duku (Cansium domesticum Corr.)
pada berbagai komposisi media tumbuh. Jurnal Universitas Jambi Seri Sains. XVI (1): 23-30.
Dinas pertanian Jambi. 2009. Show, Artikel dan Category, Nasional, Trichokompos http://disperta Pemprobjamb.go.id/content.php.[24 Agustus 2014].
Elfina, Y, A. Rasyad dan Rustam. 2011. Penggunaan Agens Hayati Trichoderma Lokal Riau Sebagai Biofertilizer dan Biopestisida dalam PHT untuk Mengendalikan Penyakit dan Meningkatkan Produksi Padi. Laporan Penelitian Universitas Riau dan Litbang Pertanian.
Gusmaini dan O. Trisilawati, 1998. Pertumbuhan dan produksi jahe muda pada media humus
dan pupuk kandang. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. IV(2): 42-48.
Gusmaini dan N. Maslahah. 2002. Pengaruh dosis dan komposisi bahan organik terhadap
Gustia, H. 2013. Pengaruh penambahan sekam bakar pada media tanam terhadap
pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica juncea L.). Jurnal Kesehatan dan Lingkungan. V(1) : 12-17.
Harmono dan A. Andoko. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis jahe. Agromedia. Pustaka.
Jakarta. 74 hal.
Hartatik, W. 2009. Jerami dapat mensubstitusi pupuk kcl. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. XXXI (1): 1-3.
Herlina, R. Murhananto, J. Endah, T. Listyarini dan S. Pribadi. 2002. Khasiat Manfaat Jahe
Merah Si Rimpang Ajaib. Agromedia Pustaka. Jakarta. 98 hal.
Ichwan, B. 2007. Pengaruh dosis trichokompos terhadap pertumbuhan dan hasil cabai
merah (Capsicum annum L.). Jurnal Agronomi. V (1) : 47-50.
Iswanto H. 2002. Petunjuk Perawatan Anggrek. Agromedia Pustaka. Jakarta. 66 hal.
Januwati, M. 1999. Optimalisasi Usaha Tani Tanaman Jahe. Makalah Disampaikan pada
Semi Orasi di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Bogor, 23 Juni 1993. 31 hal.
Jasminarni. 2008. Pengaruh jumlah pemberian air terhadap pertumbuhan dan hasil selada
(Lactuca sativa L.) di polibag. Jurnal Agronomi. XII (1) : 30-32.
Mayadewi, N. N. A. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap
pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Jurnal Agritrop Universitas Udayana.
XXVI (4) : 153 – 159.
Munsell Color. 1975. Munsell Soil Color Charts. Machbet division of kollmorgen
corporation: USA. 34 pgs.
Notohadiprawiro, Soeprapto, dan E. Sukana. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan
Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Ilmu Tanah UGM. Yogyakarta.
Novizan, 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta. 116 hal.
Nur, A. F. 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk Kotoran Ayam dan Pupuk Kotoran Kambing
terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Merah Besar (Capsicum annum L.). (Skripsi).
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammad Surakarta. Surakarta.
Paimin, F . B, dan Murhanato, 2008. Budidaya, Pengelolaan, Perdagangan Jahe. Penebar
Swadaya. Jakarta. 120 hal.
Parnata, A. S. 2010. Meningkatkan Hasil Panen dengan Pupuk Organik. Agromedia
Prihmantoro, H. dan Y. H. Indriani. 2003. Hidroponik Sayuran Semusim untuk Hobi dan Bisnis. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal.
Rosita, S, M. D. Raharjo, M. Kosasih. 2007. Pola Pertumbuhan dan Serapan Hara N, P, K Tanaman Bangle. Balai Pelatihan Tanaman Rempah dan Obat.
http.//digiliblipi.go.id/view.html?idm=39615.[16 September 2014].
Rostiana, O. Nurliani dan R. Mono. 2005. Budidaya Tanaman Jahe. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. Sirkuler No. 11.
Rukmana, R. 2000. Usaha Tani Jahe. Kanisius. Yogyakarta. 64 hal.
Santoso, H. B. 1994. Jahe Gajah. Kanisius. Yogyakarta. 88 hal.
Supriati Y. dan E. Herliana. 2011. Bertanam 15 Sayuran Organik dalam Pot. Penebar
Swadaya. Jakarta. 128 hal.
Susetyo, F. D. 2009. Respons Pertumbuhan dan Produksi Jahe (Zingiber officinale Rosc.)
Sistem Keranjang terhadap Jumlah Bibit dan Pemberian Pupuk Majemuk NPK. (Skripsi). Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan.
Tumanggor, T. P. 2006. Potensi Sisa Media Jamur Kuping sebagai Pupuk Organik
pada Tanaman Tapak Dara (Chataranthus roseus (L.) G.DON). (Skripsi) . Fakultas
PertanianUniversitas Muhammadiyah Jakarta. Jakarta.
Tim Dosen Dasar Budidaya Tanaman. 2013. Modul Praktikum Dasar Budidaya Tanaman.
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.
Tim lentera, 2002. Khasiat dan Manfaat Jahe Merah Si Rimpang Ajaib. Agromedia Pustaka,
Jakarta. 88 hal.
Tim Penulis PS. 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta. 96 hal.
Trisilawati O. dan Gusmaini 1999. Penggunaan pupuk organik bagi pertumbuhan dan
produksi jahe. Buletin Ilmiah Gakuryoku. V (4) : 251-257.
Wigati, E. S, A. Syukur, dan D. Bambang. 2006. Pengaruh takaran bahan organik dan
tingkat kelengasan tanah terhadap serapan fosfor oleh kacang tunggak di tanah pasir pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. VI (2): 52-58.
Wiroatmodjo, J. Anas dan Sugihmoro, 1990. Penggunaan effective microorganisms 4
(EM4) dan bahan organik terhadap pertumbuhan dan produksi jahe (Zingiber officinale Rosc.) Jenis Badak. Buletin Peragi (1-2): 22-31.
Yuliarti, N. 2007. Media Tanam dan Pupuk untuk Anthurium Daun. Agromedia Pustaka.