• Tidak ada hasil yang ditemukan

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2 PERSILANGAN TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

HERITABILITY AND GENETIC PROGRESS OF RESISTANT CHARACTER IN SOYBEAN SECOND GENERATION (F2)

TANGGAMUS AND B3570CROSSING INFECTED BY SOYBEAN MOSAIC VIRUS

By

Tety Maryenti

The need of soybean (Glycine max[L.] Merrill) in Indonesia increases in line with

the growth of population. However , the need of soybean in Indonesia has not

been fulfilled yet, due to the lack of soybean yield. One of the reason is an

infection caused bysoybean mosaic virus(SMV). The aim of this study was to

determine (1) the estimation of broad sense heritability for disease severity and

agronomy characters, (2) predictive value of genetic advanced for disease severity

and agronomy characters, (3) expectation numbers of genotype which are resistant

to SMV and high yield . The study was conducted in September 2013 until

January 2014 at the Integrated Field Laboratory of the College of Agriculture and

Seed and Plant Breeding Laboratory , University of Lampung . The seed which

was used in this study from Tanggamus and B3570crossing (F2). Each plant was

inoculated by SMV , and disease severity and agronomy characters were observed

(2)

replications . The results indicated that (1) the estimation of broad-sense

heritability were high for disease severity character , plant height , number of pods

, number of filled pods , the number of seeds , the percentage of healthy seeds ,

the percentage of diseased seeds, seed weight per plant , and day of harvesting, (2)

predictive value of high genetic progress were high for disease severity character ,

plant height , number of pods , number of filled pods , number of seeds , the

percentage of healthy seeds , and seed weight per plant , (3) there were 19 selected

genotypes which were resistant and tolerans to SMV and high yield.

(3)

ABSTRAK

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2PERSILANGAN

TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

Oleh

Tety Maryenti

Kebutuhan kedelai (Glycine max [L.] Merrill) di Indonesia terus meningkat

seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Namun, kebutuhan kedelai dalam

negeri masih belum terpenuhi karena produksi kedelai yang rendah. Salah satu

penyebab rendahnya produktivitas kedelai yaitu infeksi penyakit mosaik kedelai

yang disebabkan olehsoybean mosaic virus(SMV). Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui (1) besaran nilai duga heritabilitas arti luas pada berbagai karakter

keparahan penyakit dan agronomi (2) nilai duga kemajuan genetik pada berbagai

karakter keparahan penyakit dan agronomi, (3) nomor-nomor harapan benih yang

memiliki ketahanan terhadap SMV dan berproduksi tinggi. Penelitian

dilaksanakan pada bulan September 2013 sampai dengan Januari 2014 di

Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung,

kemudian pengamatan dilanjutkan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman

(4)

Tanggamus x B3570 generasi F2. Setiap tanaman diinokulasi dengan SMV.

Kemudian diamati keparahan penyakit dan karakter agronominya. Rancangan

percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan tanpa ulangan. Hasil

penelitian menunjukkan (1) besaran nilai duga heritabilitas arti luas yang tinggi

terdapat pada karakter keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah polong,

jumlah polong bernas, total jumlah biji, persentase biji sehat, persentase biji sakit,

bobot biji pertanaman, dan umur panen, (2) nilai duga kemajuan genetik yang

tinggi terdapat pada karakter keparahan penyakit, tinggi tanaman, total jumlah

polong, jumlah polong bernas, total jumlah biji, persentase biji sehat, dan bobot

biji per tanaman, (3) terdapat 19 genotipe terpilih yang memiliki sifat tahan dan

tolerans terhadap SMV dan berproduksi tinggi.

(5)

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2PERSILANGAN

TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

Oleh

TETY MARYENTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(6)

HERITABILITAS DAN KEMAJUAN GENETIK KARAKTER KETAHANAN KEDELAI GENERASI F2PERSILANGAN

TANGGAMUS x B3570TERHADAP SOYBEAN MOSAIC VIRUS

(Skripsi)

Oleh

TETY MARYENTI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan

Tanggamus x B3570dan kedua tetuanya...

37

2. Tahap-tahap inokulasisoybean mosaic virusdi lapangan... 38

(8)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 8

1.3 Kerangka Pemikiran... 9

1.4 Hipotesis... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai... 13

2.1.1 Sejarah tanaman kedelai... ... 13

2.1.2 Taksonomi tanaman kedelai... 13

2.1.3 Morfologi tanaman kedelai... 14

2.1.4 Syarat tumbuh tanaman kedelai... 20

2.2 Soybean Mosaic Virus (SMV) ... 20

2.2.1 Sejarah soybean mosaic virus... 20

2.2.2 Karakter soybean mosaic virus... 21

2.2.3 Penularan... 22

2.2.4 Gejala soybean mosaic virus... 22

2.2.5 Kisaran inang... 22

2.2.6 Pengendalian soybean mosaic virus... 23

2.3 Ketahanan Tanaman terhadap Penyakit... 23

2.3.1 Ketahanan horisontal... 23

2.3.2 Ketahanan vertikal... 24

2.3.3 Ketahanan tanaman terhadap infeksi virus... 25

2.4 Heritabilitas... ... 26

2.5 Kemajuan Genetik... 29

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 30

(9)

iv

3.3 Metode Penelitian... 31

3.4 Analisis Data... 32

3.5 Pelaksanaan Penelitian... 35

3.5.1 Pembuatan larutan buffer fosfat... 35

3.5.2 Perbanyakan inokulum soybean mosaic virus... 35

3.5.3 Persiapan lahan... 36

3.5.4 Penanaman... 36

3.5.5 Pemupukan... 37

3.5.6 Inokulasi soybean mosaic virus di lapangan... 38

3.5.7 Pelabelan... 38

3.5.8 Perawatan dan pemeliharaan tanaman... 38

3.5.9 Pemanenan... 39

3.5.10 Pengamatan... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 42

4.2 Pembahasan... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 53

5.2 Saran... 53

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Tabel intensitas seleksi pada kemajuan genetik... 34

2 Nilai tengah populasi F2hasil persilangan Tanggamus x B3570. 42 3 Nilai heritabilitas dalam arti luas populasi F2hasil persilangan Tanggamus dan B3570... 43 4 Nilai kemajuan genetik populasi F2hasil persilangan Tanggamus dan B3570... 44 5 Peringkat genotipe F2hasil persilangan Tanggamus dan B3570 berdasarkan keparahan penyakit (%), bobot biji sehat per tanaman (g), bobot biji sakit (g), dan persentase bobot biji sakit (%)…... 45 6 Persilangan Tanggamus x B3570... 62

7 Tetua Tanggamus... 66

8 Tetua B3570... 67

9 Keragaman dan heritabilitas... 68

(11)
(12)
(13)

Kebahagiaan tak selamanya terlahir dari apa yg kita miliki, melainkan juga dari

apa yg kita syukuri

(Anonim)

Bersyukur itu tidak berhenti pada menerima apa adanya saja, tapi terutama bekerja

keras untuk mendapatkan yang terbaik.

(Mario Teguh)

You are the person who chosen to live this life by God. Why God chose you?

Because you have the strength to cope with any difficulties that given

(Anonim)

The strength given to you, is the key for you to embrace and beatify the people

around you, so keep struggling for them.

(14)

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Kupersembahkan buah karya kecilku kepada Ayahanda Firdaus dan Ibunda Martini sebagai perwujudan rasa sayang dan cintaku kepada mereka yang

senantiasa memanjatkan doa untukku di setiap sujudnya.

Serta kakakku Elvi Sumarni dan adikku tersayang Habibur Rahman Hakim yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan mengharapkan keberhasilanku, serta adikku Alm. Eva Novita yang akan

selalu kusayangi. Terima kasih telah menjadi warna dalam hidupku.

Terima kasih untuk para Sahabat dan Teman-temanku atas semangat, kesabaran, doa, dan bantuannya serta Almamaterku Agroteknologi,

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung pada 16 Agustus 1992, sebagai anak

kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Firdaus dan Ibu Martini.

Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan di SD Negeri 1 Beringin Raya, Kecamatan

Kemiling, Kota Bandar Lampung tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama di SMP

Negeri 1 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas di SMA

Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi Agroteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswa penulis pernah

menjadi asisten praktikum Genetika Dasar, Pemuliaan Tanaman, Bahasa Inggris

untuk mahasiswa D3 dan S1, dan Aneka Tanaman Perkebunan. Tahun 2012/2013

penulis aktif sebagai Duta Fakultas Pertanian. Pada tahun 2013 penulis aktif pada

Lembaga Bahasa Jepang (Minna no Nihongo). Pada tahun 2014, penulis berperan

aktif dalam Organisasi Internasional AIESEC sebagaiExternal Relations Organizing

(16)

Lampung pada program pertukaran pelajar diTokyo University of Agriculture and

Technology.

Pada Januari sampai Februari 2013, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di

Desa Madaraya, Kecamatan Pagelaran Utara, Kabupaten Pringsewu. Penulis

melaksanakan Praktik Umum di PT DuPont Pioneer Indonesia dari bulan Juli—

(17)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Maimun Barmawi, M. S., selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat dan bimbingan dalam

penelitian.

2. Bapak Joko Prasetyo, M. S., selaku Pembimbing Kedua dan Pembimbing

Akademik yang telah memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat dan

bimbingan dalam proses perkuliahan dan penelitian.

3. Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M. P.,selaku Penguji atas saran, kritik, dan

bimbingan dalam penelitian ini.

4. Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P., selaku Ketua Program Studi

Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung.

6. Dosen-dosen di Fakultas Pertanian Universitas Lampung atas segala ilmu dan

(18)

7. Keluarga tercinta, Ayahanda Firdaus, Ibunda Martini, Kakak dan Adik penulis

Elvi Sumarni dan Habibur Rahman Hakim yang telah memberikan dorongan

serta bantuan moril maupun materil kepada penulis selama menyelesaikan

skripsi.

8. Sahabat penulis Riza Aprianti dan Windi Eka Pratiwi, terima kasih atas semangat

dan dukungan yang selalu diberikan selama kuliah.

9. Teman-teman seperjuangan penelitian (Wanda, Nurrul Vias, Amey, Dimas, Jefri,

Raymon) atas bantuan, kerja sama, saran, dan kritik selama penelitian

berlangsung.

10. Teman-teman yang membantu dalam proses penelitian (Intan, Mesa, Agung,

Ruby, Roki, dan Miandri).

11. Teman-teman Agroteknologi 2010, khususnya kelas C, terima kasih atas waktu

yang telah dilewati bersama selama perkuliahan di Universitas Lampung.

12. Teman-teman AIESEC, khususnyaOC Youth Entrepreneurial Projectdan

Exchanges Participants, terima kasih atas pengalaman organisasi yang luar biasa.

13. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang

tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, 03 Oktober 2015 Penulis,

(19)
(20)

iv DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1

1.2 Tujuan Penelitian... 8

1.3 Kerangka Pemikiran... 9

1.4 Hipotesis... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai... 13

2.1.1 Sejarah tanaman kedelai... ... 13

2.1.2 Taksonomi tanaman kedelai... 13

2.1.3 Morfologi tanaman kedelai... 14

2.1.4 Syarat tumbuh tanaman kedelai... 20

2.2 Soybean Mosaic Virus (SMV) ... 20

2.2.1 Sejarah soybean mosaic virus... 20

2.2.2 Karakter soybean mosaic virus... 21

2.2.3 Penularan... 22

2.2.4 Gejala soybean mosaic virus... 22

2.2.5 Kisaran inang... 22

2.2.6 Pengendalian soybean mosaic virus... 23

2.3 Ketahanan Tanaman terhadap Penyakit... 23

2.3.1 Ketahanan horisontal... 23

2.3.2 Ketahanan vertikal... 24

2.3.3 Ketahanan tanaman terhadap infeksi virus... 25

2.4 Heritabilitas... ... 26

2.5 Kemajuan Genetik... 29

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 30

(21)

iv

3.3 Metode Penelitian... 31

3.4 Analisis Data... 32

3.5 Pelaksanaan Penelitian... 35

3.5.1 Pembuatan larutan buffer fosfat... 35

3.5.2 Perbanyakan inokulum soybean mosaic virus... 35

3.5.3 Persiapan lahan... 36

3.5.4 Penanaman... 36

3.5.5 Pemupukan... 37

3.5.6 Inokulasi soybean mosaic virus di lapangan... 38

3.5.7 Pelabelan... 38

3.5.8 Perawatan dan pemeliharaan tanaman... 38

3.5.9 Pemanenan... 39

3.5.10 Pengamatan... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian... 42

4.2 Pembahasan... 46

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 53

5.2 Saran... 53

(22)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam mendukung

pembangunan Indonesia. Pembangunan negara dapat didukung oleh sektor

pertanian karena sektor pertanian merupakan sumber devisa negara. Dewasa ini,

permintaan komoditas tanaman pangan semakin banyak, seiring dengan

bertambahnya penduduk Indonesia. Salah satu tanaman yang merupakan

komoditas tanaman pangan adalah tanaman kedelai.

Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat

dibutuhkan masyarakat. Menurut Handayani et al. (2007), gizi yang dikandung

oleh biji kedelai sangat tinggi, terutama proteinnya (35—38%) yaitu hampir

mendekati protein susu sapi. Bahkan kandungan gizi hewani seperti daging, telur

dan ikan dapat digantikan oleh tahu dan tempe. Selain itu harganya terjangkau

dan rasanya enak (Haliza et al, 2010). Kedelai adalah jenis kacang-kacangan

yang sangat mudah dicerna oleh tubuh daripada jenis kacang-kacangan yang lain.

Kedelai mengandung senyawa fenolik dan asam lemak tak jenuh dan keduanya

berguna untuk menghalangi timbulnya senyawa nitrosamin yang menyebabkan

kanker. Oleh karena itu, kedelai menjadi salah satu tanaman pangan yang

(23)

2

Permintaan pasar terhadap kedelai terus meningkat sejalan dengan pertambahan

jumlah penduduk. Akan tetapi, permintaan tersebut tidak dapat dipenuhi karena

produksi kedelai di Indonesia masih rendah. Kebutuhan kedelai setiap tahun

diperkirakan sebanyak 2,5 juta ton/tahun, sedangkan produksi kedelai dalam

negeri hanya sekitar 800 ribu—900 ribu ton (Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-Umbian, 2011).

Indonesia hanya dapat memenuhi kebutuhan kedelai sebesar 40%, sedangkan 60%

kebutuhan kedelai dipenuhi melalui impor. Pada tahun 2012 total produksi

kedelai di Indonesia sebanyak 851.647 ton, sedangkan pada tahun 2013 sebanyak

807.568 ton. Penurunan produksi kedelai pada tahun 2013 mencapai 4,22%,

sehingga untuk memenuhi kebutuhan kedelai, pemerintah membuat kebijakan

dengan mengimpor kedelai (Badan Pusat Statistik, 2013).

Rendahnya produksi kedelai di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor.

Faktor pertama perbedaan kondisi lingkungan seperti lama penyinaran. Kedelai

merupakan tanaman berhari pendek sehingga membutuhkan lama penyinaran

sebesar 13,5 jam/hari. Akan tetapi di Indonesia lama penyinaran yang terjadi

hanya 12 jam/hari. Keadaan ini menyebabkan tanaman kedelai memasuki fase

generatif lebih awal, sehingga pembentukan polong kedelai lebih sedikit yang

mempengaruhi produksi kedelai (Martin et al.,2006).

Faktor kedua yaitu kondisi tanah di Indonesia. Tanah di Indonesia kebanyakan

berjenis Ultisol. Tanah Ultisol merupakan tanah tua yang mengandung unsur hara

(24)

3

Faktor ketiga yaitu serangan hama dan penyakit tanaman. Faktor hama dan

penyakit tanaman adalah salah satu penyebab yang dapat menurunkan

produktivitas tanaman. Kondisi di Indonesia yang beriklim tropis memberikan

keuntungan bagi penyakit untuk berkembang dan menyebar. Salah satu penyakit

penting utama yang menjadi kendala dalam budidaya kedelai adalah penyakit

yang disebabkan oleh virus (Sumarno et al., 1990).

Virus merupakan salah satu patogen yang dapat menyebabkan rendahnya produksi

kedelai. Virus yang menyebabkan penyakit mosaik dan kerdil minimal ada lima

belas jenis yang mengancam produksi kacang-kacangan di Indonesia di antaranya

adalah soybean mosaic virus dan cowpea mild mottle virus (Saleh, 2007).

Serangan virus tersebut dapat menurunkan produksi dan kualitas biji khususnya

kandungan protein dan lemak.

Soybean mosaic virus merupakan virus yang secara umum telah diketahui

keberadaannya dan dikenal sebagai virus yang paling serius, serta bermasalah

dalam kurun waktu yang lama di area produksi kedelai di dunia (Wang, 2009).

Virus ini dapat menyebar dengan mudah dan infeksi yang ditimbulkan oleh SMV

menyebabkan kehilangan hasil yang drastis dan penurunan kualitas benih.

Penurunan hasil yang telah dilaporkan sekitar 8—50% dalam kondisi

sub-optimum (Hill, 1999; Arif dan Hassan, 2002) dan dapat mencapai 100% pada

kondisi lingkungan yang tidak mendukung (Liao et al., 2002). Infeksi virus yang

terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat tanaman.

Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel serta organel, seperti

(25)

4

tanaman inang menunjukkan gejala di seluruh bagian tanaman seperti tanaman

menjadi bantut, perubahan warna daun, ukuran dan bentuk buah yang dihasilkan

(Akin, 2006).

Salah satu cara pengendalian virus SMV yaitu dengan menggunakan varietas

tahan dan berproduksi tinggi. Menurut Akin dan Barmawi (2005), genotipe

B3570 memiliki keunggulan yaitu tahan terhadap SSV (soybean stunt virus), akan

tetapi berproduksi rendah. Menurut Putri (2013), populasi F1 Tanggamus x

Yellow bean, dan Tanggamus x B3570 merupakan populasi yang tahan terhadap

SMV. Apabila gen ketahanan terdapat dalam plasma nutfah, maka teknik

pemuliaan tanaman konvensional dapat dilaksanakan, akan tetapi jika tidak

terdapat, maka melalui teknik rekayasa genetika (Akin dan Barmawi, 2005).

Penelitian ini menggunakan benih generasi F2 hasil persilangan varietas

Tanggamus x B3570. Populasi F1 Tanggamus x B3570 dengan genotipe nomor satu

merupakan hasil persilangan dialel setengah yang dilakukan oleh Maimun

Barmawi. Pengujian F1 dilakukan oleh Putri dan Jamil (2013) untuk mengetahui

tingkat ketahanan tanaman kedelai terhadap soybean mosaic virus pada generasi

F1.

Populasi F2 genotipe nomor satu hasil persilangan Tanggamus x B3570 dipilih

dengan mempertimbangkan jumlah biji sehat sebanyak 778 butir, jumlah biji sakit

sebanyak 83 butir, dan persentase keparahan penyakit (KP) sebesar 22,5% yang

termasuk ke dalam kriteria tahan. Dari hasil penelitian Putri (2013) menunjukkan

bahwa nilai estimasi heritabilitas dalam arti sempit untuk KP tersebut sebesar

(26)

5

persilangan Tanggamus x B3570 untuk karakter KP sebesar -0,67. Keadaan ini

menunjukkan bahwa karakter KP dikendalikan oleh aksi gen dominan sebagian

negatif. Berarti populasi F1 hasil persilangan Tanggamus x B3570 akan

menghasilkan tingkat KP yang berada di antara kedua tetuanya, tetapi lebih

dipengaruhi oleh tetua yang paling tahan. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui ketahanan tanaman kedelai terhadap infeksi SMV

pada generasi F2.

Penelitian tentang karakter tanaman yang menggunakan benih generasi F2 telah

banyak dilakukan. Menurut Poespodarsono (1988), generasi F2 merupakan

generasi yang memiliki keragaman yang luas dan paling tinggi. Semakin luas

keragaman genetik, semakin besar pula peluang untuk keberhasilan seleksi dalam

meningkatkan frekuensi gen/alel yang diinginkan dan sebaliknya. Hal ini

berkaitan dengan besaran beberapa parameter genetik. Beberapa parameter

genetik yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi efektif dan

efisien adalah keragaman genetik dan heritabilitas (Poehlman, 1991).

Besarnya nilai heritabilitas dapat memberikan informasi kepada pemulia

mengenai mudah tidaknya suatu karakter diwariskan kepada keturunannya.

Heritabilitas memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi faktor genetik

atau faktor lingkungan. Heritabilitas dalam arti luas merupakan suatu parameter

genetik yang mengukur kemampuan suatu genotipe dalam mewariskan

karakteristik-karakteristik yang dimilikinya yang melibatkan aksi gen dominan,

(27)

6

membandingkan besarnya ragam genetik total terhadap ragam fenotipik

(Borojevic, 1990).

Menurut Dahlan dan Slamet (1992), heritabilitas menentukan kemajuan genetik,

semakin besar nilai heritabiltas, semakin besar nilai kemajuan genetik dan

sebaliknya. Besarnya peningkatan yang diperoleh dari karakter yang diseleksi

akan memberikan nilai duga kemajuan genetik. Peningkatan akan dipengaruhi

oleh intensitas seleksi yang ditetapkan, ragam suatu karakter, dan heritabilitas arti

luasnya. Jika ragam suatu karakter dan heritabilitas besar maka akan berkorelasi

positif dengan kemajuan genetik.

Beberapa hasil penelitian mengenai berbagai karakter agronomi tanaman, nilai

duga heritabilitas dan kemajuan genetik tanaman kedelai pada karakter tinggi

tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman adalah tinggi

(Yantama, 2012). Pada tanaman wijen (Sesamum indicum L.), karakter tinggi

tanaman, jumlah polong per tanaman, jumlah biji per polong, dan hasil biji per

hektar memiliki nilai keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi (Sudarmadji

et al., 2007). Pada tanaman lentil (Lens culinaris Medik), Younis et al. (2008)

melaporkan bahwa umur berbunga, tinggi tanaman, jumlah cabang utama, hasil

biologi, indeks panen, dan umur masak memiliki nilai heritabilitas dan kemajuan

genetik yang tinggi. Raffi dan Nath (2004) melaporkan dengan analisis jalur,

hasil kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) dipengaruhi secara langsung oleh

jumlah polong per tanaman, panjang polong, jumlah biji per tanaman, dan bobot

20 biji. Keempat karakter tersebut memiliki nilai keragaman genetik, heritabilitas,

(28)

7

Sumarno dan Zuraida (2006) menyarankan bahwa karakter tinggi tanaman dan

jumlah polong isi pada tanaman kedelai merupakan kriteria seleksi yang mudah

dan cepat pada generasi awal, sedangkan Susanto dan Adie (2006), melaporkan

bahwa umur panen, jumlah polong, dan jumlah biji per tanaman kedelai

merupakan kriteria seleksi yang efektif.

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam

pertanyaan sebagai berikut:

1. Berapa besaran nilai duga heritabilitas dalam arti luas berbagai karakter

agronomi dan ketahanan terhadap penyakit SMV pada tanaman kedelai

populasi F2, hasil persilangan Tanggamus dan B3570 yang terinfeksi SMV?

2. Berapa besaran nilai kemajuan genetik berbagai karakter agronomi tanaman

dan ketahanan terhadap penyakit SMV pada tanaman kedelai populasi F2,

hasil persilangan Tanggamus dan B3570 yang terinfeksi SMV?

3. Apakah terdapat nomor-nomor harapan tanaman populasi F hasil persilangan

Tanggamus dan B3570 yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit

(29)

8

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang diungkapkan, dibuat tujuan penelitian sebagai

berikut:

1. Menduga besaran nilai heritabilitas dalam arti luas berbagai karakter agronomi

dan ketahanan terhadap penyakit SMV pada tanaman kedelai populasi F2 hasil

persilangan Tanggamus dan B3570 yang terinfeksi SMV.

2. Menduga besaran kemajuan seleksi berbagai karakter agronomi tanaman dan

ketahanan terhadap penyakit SMV pada tanaman kedelai populasi F2 hasil

persilangan Tanggamus dan B3570 yang terinfeksi SMV.

3. Mengetahui nomor-nomor harapan tanaman kedelai populasi F2 hasil

persilangan Tanggamus dan B3570 yang memiliki ketahanan terhadap SMV

(30)

9

1.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan yang telah dikemukakan, disusun

kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah.

Indonesia merupakan negara penghasil kedelai dengan urutan keenam. Namun

ironisnya Indonesia kerap mengalami krisis pangan. Permintaan pasar akan

kedelai semakin meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Akan tetapi

kebutuhan kedelai di dalam negeri tidak dapat dipenuhi oleh produksi lokal.

Akibatnya, Indonesia harus mengimpor kedelai dari negara lain contohnya

Amerika Serikat, Malaysia, Kanada, Ukraina, dan China.

Rendahnya produksi kedelai merupakan penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan

kedelai di Indonesia. Penyebab rendahnya produksi kedelai di dalam negeri

disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor pertama yaitu kondisi lingkungan yang

berbeda seperti lama penyinaran. Faktor kedua yaitu kondisi tanah di Indonesia

yang kesuburannya rendah. Pasokan unsur hara yang rendah membuat tanaman

kekurangan unsur hara baik makro maupun mikro. Faktor ketiga yaitu serangan

hama dan penyakit tanaman. Kondisi lingkungan Indonesia yang beriklim tropis

memberikan dampak positif bagi perkembangan hama dan penyakit tanaman.

Salah satu penyakit yang menyerang tanaman kedelai yaitu penyakit mosaik yang

disebabkan oleh virus. Penyakit yang ditimbulkan oleh virus dipengaruhi oleh

inang, virus dan lingkungan. Hal ini dapat terjadi apabila strain virus yang

menyerang bersifat virulen, tanaman yang diserang rentan, dan kondisi

(31)

10

Soybean mosaic virus adalah virus tanaman kedelai yang berbahaya karena dapat

mengurangi kualitas benih dan menurunkan produktivitas tanaman hingga 100%.

Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam

nukleat tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel

serta organel, seperti mitokhondria dan kloroplas. Tanaman inang yang terinfeksi

virus ini akan menunjukkan gejala seperti tanaman menjadi bantut, perubahan

warna daun, ukuran dan bentuk buah yang dihasilkan.

Pemuliaan tanaman merupakan suatu teknik yang dapat dilakukan dalam

mengembangkan varietas, sehingga dapat dirakit varietas yang tahan terhadap

SMV dan berproduksi tinggi. Langkah awal yang harus dilakukan dalam

pemuliaan tanaman adalah membuat persilangan antara tetua tahan tetapi

berproduksi rendah dengan tetua rentan namun berproduksi tinggi. Tujuan

dilakukan persilangan adalah menggabungkan sifat tetua yang disilangkan dan

meningkatkan keragaman genetik populasi yang bersangkutan.

Persilangan antara tetua-tetua kedelai telah dilakukan dengan menggunakan

persilangan dialel setengah. Penelitian tersebut melibatkan sebanyak 5 tetua

kedelai yaitu B3570 , Orba, Tanggamus, Taichung, dan Yellow Bean dan diperoleh

10 kombinasi persilangan. Benih kedelai generasi F2 hasil persilangan

Tanggamus x B3570 genotipe nomor satu memiliki tingkat KP sebesar 22,5%

(tahan), jumlah biji sehat 778 butir, dan biji sakit 83 butir. Genotipe tersebut

ditanam pada penelitian ini dan dipilih berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.

Generasi F2 merupakan generasi yang bersegregasi paling tinggi. Pada generasi

(32)

11

nilai tengah yang luas akan berdampak pada tingginya keragaman genetik. Nilai

keragaman genetik yang tinggi akan mempengaruhi nilai estimasi heritabilitas.

Heritabilitas merupakan rasio ragam genotipe terhadap ragam fenotipe. Estimasi

nilai heritabilitas berfungsi dalam menentukan karakter yang dikendalikan oleh

faktor genetik atau faktor lingkungan dan dapat mengetahui apakah karakter

tersebut mudah diwariskan atau tidak kepada keturunannya. Apabila nilai duga

heritabilitas tinggi, faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan karakter

yang dipelajari, sedangkan faktor lingkungan kurang berperan dan sebaliknya.

Mengingat penelitian ini menggunakan benih generai F2 yang memiliki tingkat

segregrasi tertinggi, kisaran nilai tengah dan keragaman genetik yang luas, maka

keadaan ini sejalan dengan tingginya nilai heritabilitas arti luas yang muncul pada

berbagai karakter agronomi dan ketahanan terhadap penyakit SMV.

Heritabilitas akan mempengaruhi keefektifan seleksi yang dilakukan. Seleksi

merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar

peluang mendapatkan genotipe unggul. Apabila nilai heritabilitas dalam arti luas

tinggi, seleksi atas karakter tersebut dapat dilakukan pada generasi awal,

sedangkan jika nilai heritabilitas dalam arti luas rendah maka seleksi dilakukan

pada generasi lanjut untuk memperoleh keragaman yang luas dan heritabilitas

yang tinggi.

Besaran keragaman genetik dan heritabilitas bermanfaat untuk menduga kemajuan

genetik yang didapat dari seleksi. Respons seleksi atau kemajuan genetik

merupakan suatu parameter yang menduga keberhasilan penerapan seleksi pada

(33)

12

pada intensitas seleksi tertentu. Besarnya peningkatan yang diperoleh dari

karakter yang diseleksi akan memberikan nilai duga kemajuan genetik.

Peningkatan akan dipengaruhi oleh intensitas seleksi yang ditetapkan, ragam suatu

karakter, dan heritabilitas arti luasnya. Apabila ragam suatu karakter luas dan

heritabilitas tinggi maka akan berkorelasi positif dengan kemajuan genetik. Oleh

karena itu, seleksi pada kedelai populasi F2 hasil persilangan Tanggamus dan

B3570 diharapkan akan menunjukkan kemajuan genetik yang tinggi untuk beberapa

karakter agronomi dan ketahanan terhadap penyakit SMV karena populasi yang

dilibatkan dalam seleksi memiliki keragaman genetik yang luas dan nilai

heritabilitas yang tinggi. Dengan demikian peluang diperoleh zuriat yang tahan

terhadap SMV dan berproduksi tinggi akan semakin besar.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Karakter agronomi dan ketahanan terhadap penyakit SMV generasi F2

persilangan Tanggamus x B3570 genotipe nomor satu mempunyai nilai

estimasi heritabilitas yang tinggi.

2. Karakter agronomi dan ketahanan terhadap penyakit SMV generasi F2

persilangan Tanggamus x B3570 genotipe nomor satu mempunyai nilai

kemajuan genetik yang tinggi.

3. Terdapat nomor-nomor harapan untuk karakter agronomi dan ketahanan

terhadap penyakit SMV generasi F2 hasil persilangan Tanggamus x B3570

(34)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Sejarah tanaman kedelai

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan

peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang

lalu di Asia Timur (Padjar, 2010). Menurut Sumarno et al. (1990) yang dikutip

oleh Cahyarini et al. (2004), tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill.)

merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Namun tanaman

ini bukan merupakan tanaman asli dari Indonesia. Diperkirakan kedelai

diperkenalkan oleh pendatang Cina pada permulaan abad 18. Oleh karena itu,

keragaman genetik relatif sempit hanya terbatas karena adanya seleksi alami dan

adaptasi.

2.1.2 Taksonomi tanaman kedelai

Klasifikasi tanaman kedelai di dalam buku Rukmana (1996) dan Gembong (2005)

adalah sebagai berikut :

(35)

14

Ordo : Rosales

Sub ordo : Leguminosineae Family : Leguminoseae Sub family : Papiolionaceae Genus : Glycine

Spesies : Glycine max (L.) Merill.

2.1.3 Morfologi tanaman kedelai

Kedelai merupakan tanaman dikotil semusim dengan percabangan sedikit, sistem

perakaran akar tunggang, dan batang berkambium. Kedelai dapat berubah

penampilan menjadi tumbuhan setengah merambat dalam keadaan pencahayaan

rendah (Rukmana dan Yuniarsih,1996).

Para ahli botani mencatat suku kacang-kacangan (Papilionacae) yang tumbuh di

dunia diperkirakan mencapai 18.000 spesies. Tanaman kedelai yang ditanam

secara komersial di dunia diperkirakan keturunan atau kerabat jenis kedelai liar

G. soya atau G. usuriensis (AAK, 1989).

Tanaman kedelai terdiri atas dua organ yaitu organ vegetatif dan organ generatif.

Organ vegetatif meliputi akar, batang, dan daun yang berfungsi sebagai alat

pengambil, pengangkut, pengedar, dan penyimpan makanan. Organ generatif

meliputi bunga, buah, dan biji yang fungsinya sebagai alat perkembangbiakan

(36)

15

Adapun bagian-bagian organ vegetatif tanaman kedelai:

a. Akar

Akar kedelai mulai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar misofil.

Calon akar tersebut kemudian tumbuh dengan cepat ke dalam tanah, sedangkan

kotiledon yang terdiri atas dua keping akan terangkat ke permukaan tanah akibat

pertumbuhan yang cepat dari hipokotil. Sistem perakaran kedelai terdiri atas dua

macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar

tunggang. Selain itu kedelai juga seringkali membentuk akar adventif yang

tumbuh dari bagian bawah hipokotil (Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max

[L.] Merril), 2009).

Tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen (N2) di atmosfer melalui aktivitas

bakteri pengikat nitrogen, yaitu Rhizobium japonicum. Bakteri ini terbentuk di

dalam akar tanaman yang diberi nama nodul atau bintil akar. Keberadaan

Rhizobium japonicum di dalam tanah ada karena tanah tersebut telah ditanami

kedelai atau sebelumnya telah ditambahkan ke dalam tanah. Bintil akar tanaman

kedelai umumnya dapat mengikat nitrogen dari udara pada umur 10—12 hari

setelah tanam, tergantung pada kondisi lingkungan tanah dan suhu.

Pemupukan nitrogen sebagai starter pada awal pertumbuhan kedelai perlu

dilakukan untuk pertumbuhan dalam satu minggu pertama. Pada keadaan

tersebut, akar tanaman belum berfungsi sehingga tambahan nitrogen diharapkan

dapat merangsang pembentukan akar. Hal ini akan membuka kesempatan

pembentukan bintil akar (Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max [L.] Merril),

(37)

16

b. Batang

Tanaman kedelai berbatang pendek (30 cm—100 cm) memiliki 3—6

percabangan dan berbentuk tanaman perdu. Pada pertanaman yang rapat

seringkali tidak terbentuk percabangan atau hanya bercabang sedikit. Batang

tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang

dibudidayakan di musim hujan atau tanaman yang hidup di tempat yang ternaungi

(Pitojo, 2003).

Tipe pertumbuhan batang kedelai dapat dibedakan menjadi tiga macam,yakni

determinate (terbatas), indeterminate (tidak terbatas), dan semi determinate

(setengah terbatas) (Suprapto, 1999). Menurut Adisarwanto (2005), perbedaan

sistem pertumbuhan batang ini didasarkan atas keberadaan bunga pada pucuk

batang. Tipe terbatas memiliki ciri khas berbunga serentak dan mengakhiri

pertumbuhan meninggi. Pertumbuhan batang tipe ini ditunjukkan dengan

pertumbuhan batang yang tidak tumbuh lagi pada saat tanaman mulai berbunga.

Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang

bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak

terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan

terus tumbuh. Pertumbuhan batang tipe ini dicirikan dengan pucuk batang

tanaman masih bisa tumbuh daun, walaupun tanaman sudah mulai berbunga.

Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian

(38)

17

c. Daun

Bentuk daun kedelai ada dua macam, yaitu bulat (oval) dan lancip (lanceolate)

yang diistilahkan dengan berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow

leaf) (Adisarwanto, 2008). Kedua bentuk daun tersebut dipengaruhi oleh faktor

genetik. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan

potensi produksi biji. Umumnya daerah yang mempunyai tingkat kesuburan tanah

tinggi sangat cocok untuk varietas kedelai yang mempunyai bentuk daun lebar.

Daun mempunyai stomata, berjumlah 190—320/m2 (Adisarwanto, 2005).

Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri atas tiga helai anak daun dan

pada umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning-kuningan. Bentuk daun

ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini

tergantung pada varietas masing-masing (AAK, 1989). Daun kedelai hampir

seluruhnya trifoliate (menjari tiga) dan jarang sekali mempunyai empat atau lima

daun.

Menurut Lamina (1990), daun pertama keluar dari buku sebelah atas kotiledon

(keping biji) yang disebut daun tunggal dengan bentuk sederhana dan letak

daunnya berseberangan. Daun ketiga pada daun profila terbentuk pada batang

utama dan cabang. Daun profila terbentuk pada batang utama dan cabang, dan

(39)

18

Adapun bagian-bagian organ generatif tanaman kedelai:

a. Bunga

Bunga kedelai berbentuk seperti kupu-kupu, terdiri atas kelopak, tajuk, benang

sari (anteredium) dan kepala putik (stigma). Warna mahkota bunga kedelai putih

atau ungu tergantung varietasnya. Bunga jantan pada kedelai terdiri atas sembilan

benang sari yang membentuk tabung benang sari. Bila bunga masih kuncup,

kedudukan kepala sari berada di bawah kepala putik, tetapi pada saat kepala sari

menjelang pecah, tangkai sari memanjang sehingga kepala sari menyentuh kepala

putik yang menyebabkan terjadi penyerbukan pada saat bunga masih tertutup

menjelang mekar (Kasno et al., 1992).

Bunga kedelai termasuk penyerbukan sendiri karena pembuahan telah terjadi

sebelum bunga mekar (kleistogami). Pada saat melakukan persilangan

(hibridisasi), mahkota daun dan benang sari dibuang atau dikastrasi, hanya

putiknya saja yang ditinggalkan. Jika mahkota dan benang sari tidak dibuang

maka akan tercampur benang sari dari tanaman lain sehingga proses persilangan

tidak berjalan dengan sempurna (AAK, 1989).

b. Buah (polong)

Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100—250

polong, namun pertanaman yang rapat mampu menghasilkan sekitar 30 polong

(Pitojo, 2003). Biji kedelai berada dalam polong, setiap polong berisi satu sampai

empat biji. Polong kedelai mempunyai rambut, berwarna kuningkecoklatan atau

kuning muda. Polong yang sudah masak berwarna lebih tua,warna hijau berubah

(40)

19

Jumlah polong per tanaman bervariasi tergantung sifat genetika yang

terekspresikan dalam bentuk sifat dan ciri morfologi, kemungkinan juga

disebabkan oleh keragaman tanah dan iklim pada masing-masing lokasi

penanaman, kesuburan tanah dan jarak tanam (Suprapto, 1999).

Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7—10 hari setelah muncul bunga

pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada

setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, 1—10 buah dalam setiap kelompok.

Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan.

Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah

proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi

maksimal pada awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti dengan

perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak.

Di dalam polong terdapat biji yang berjumlah 2—3 biji (Adisarwanto, 2005).

c. Biji

Setiap biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi, mulai dari kecil (sekitar 7—9

g/100 biji), sedang (10—13 g/100 biji), dan besar (>13 g/100 biji). Bentuk biji

bervariasi, tergantung pada varietas tanaman, yaitu bulat, agak gepeng, dan bulat

telur. Namun demikian, sebagian besar biji berbentuk bulat telur. Warna kulit

biji bervariasi, mulai dari kuning, hijau, coklat, hitam, atau kombinasi campuran

dari warna-warna tersebut. Biji kedelai tidak mengalami masa dormansi sehingga

setelah proses pembijian selesai, biji kedelai dapat langsung ditanam. Namun

(41)

20

2.1.4 Syarat tumbuh tanaman kedelai

Di Indonesia kedelai dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah

sampai ketinggian 900 meter di atas permukaan laut. Kondisi iklim yang paling

cocok yaitu daerah-daerah yang mempunyai suhu 25°—27°C, kelembaban udara

(RH) rata-rata 65%, penyinaran matahari 12 jam/hari atau minimal 10 jam/hari

dan curah hujan paling optimum 100—200 mm/bulan. Tanaman kedelai memilki

daya adaptasi yang luas pada berbagai jenis tanah. Hal yang paling penting dalam

pemilihan lokasi dan lahan untuk penanaman kedelai adalah tata air (drainase) dan

tata udara (aerasi) tanahnya baik, bebas dari kandungan wabah nematoda dan pH

tanah yang sesuai yaitu 5,0—7,0 (Rukmana dan Yuniarsih, 1996).

2.2 Soybean Mosaic Virus

2.2.1 Sejarah

Di antara 67 atau lebih virus yang dapat menginfeksi kedelai , 27 jenis virus

dianggap sebagai ancaman terhadap industri kedelai (Tolin dan Lacy, 2004;

Saghai et al., 2008). Virus mosaik kedelai adalah virus yang umum dan diakui

sebagai virus yang paling serius. Virus ini telah menjadi masalah lama di berbagai

daerah penghasil kedelai di dunia (Wang, 2009). Soybean mosaic virus adalah

anggota dari genus Potyvirus dalam keluarga Potyviridae. Penyakit yang

disebabkan oleh SMV pertama kali didokumentasikan di USA pada tahun 1915

oleh Clinton (1916) dan penamaan virus ini berasal dari Gardner dan Kendrick

(1921). Sejak saat itu, SMV kemudian ditemukan di China, Jepang, Korea

Selatan, Kanada, Brazil, Australia dan banyak negara lain di mana kedelai

(42)

21

penurunan kualitas benih. Telah dilaporkan bahwa kehilangan hasil berkisar

8—50% di bawah kondisi lapang alam ( Hill, 1999; Arif dan Hassan, 2002) dan

mencapai 100% pada kondisi lapang yang parah (Liao et al., 2002).

2.2.2 Karakter soybean mosaic virus

Menurut Sudjono et al. (1993) yang dikutip oleh Mulia (2008), soybean mosaic

virus termasuk genus potyvirus berbentuk batang lentur, rata-rata berukuran 750

nm dan lebar rata-rata 15—18 nm. Virion yang paling infektif berukuran panjang

lebih dari 656 nm. Infektifitas menurun bila terkena sinar ultraviolet atau berada

dalam larutan sangat asam (pH < 4) atau sangat basa (pH > 9). Pada suhu 26°C

translokasi dan replikasi virus cepat, tetapi pada suhu di bawah 10°C translokasi

virus terhenti.

Stabilitas SMV dalam cairan perasan antara lain suhu inaktivasi 55°C— 60 °C

(selama 10 menit). Titik batas pengenceran 1 : 1000 sampai 100.000 dan

ketahanannya dalam penyimpanan berkisar dua atau tiga hari pada suhu kamar

(Bos (1994), dikutip oleh Mulia, 2008). Menurut Matthews (1992) dikutip oleh

Mulia (2008), genom SMV terdiri atas RNA utas tunggal berukuran sekitar 10 kb

dan poli-A pada ujung tiganya. Tidak diperoleh subgenom RNA pada jaringan

tanaman terinfeksi. Genom SMV menyandikan delapan protein yang pada

awalnya merupakan satu protein besar yang kemudian mengalami pemotongan

(43)

22

2.2.3 Penularan soybean mosaic virus

Lebih dari 30% benih yang berasal dari tanaman kedelai yang terinfeksi SMV

membawa virus, tergantung pada kultivar dan waktu penularan sebelum

pembungaan. Benih yang terinfeksi SMV merupakan sumber inokulum utama,

akan tetapi gulma dan tanaman lainnya dapat juga sebagai sumber keberadaan

SMV. Penyebaran virus juga dapat disebabkan oleh kutu aphis. Kutu aphis

memiliki perbedaan spesies lebih dari 32 jenis dari 15 genus yang berbeda yang

juga memiliki perbedaan cara penularan (Arif dan Hassan, 2002; Steinlage et al.,

2002). Beberapa jenis aphis yang menjadi vektor soybean mosaic virus adalah

Acyrthosiphom pisum, Aphis craccivora, A. fabae, A. glycine, A gossypii, Myzus

persicae, Rhopalosiphum maidis dan R. padi.

2.2.4 Gejala soybean mosaic virus

Tanaman kedelai yang terinfeksi SMV pada awalnya menunjukkan gejala tulang

daun pada anak daun yang masih muda menjadi kuning jernih. Setelah itu daun

menjadi tidak rata (mengkerut) dan memiliki gambaran mosaik dengan warna

hijau gelap di sepanjang tulang daun dan tepi daun mengalami klorosis. Tanaman

sakit membentuk polong kecil, rata, kurang berbulu, dan lebih melengkung. Biji

lebih kecil dari biasanya dan daya kecambah menurun. Sebagian dari biji

tanaman sakit berbercak-bercak coklat, tetapi tergantung dari kultivar kedelai,

strain virus, dan umur tanaman pada waktu terjadi (Semangun, 1991).

2.2.5 Kisaran Inang

Perbedaan SMV dengan potyvirus lainnya yaitu SMV memiliki kisaran inang

(44)

23

Fabaceae (Leguminosae), Amaranthaceae, Chenopodiaceae, Passifloraceae,

Schropulariaceae dan Solanaceae. Tetapi yang paling sering terdapat pada famili

Leguminosae termasuk kedelai dan kedelai liar lainnya (Galvez, 1963; Hill,

1999).

2.2.6 Pengendalian soybean mosaic virus

Menurut Sudjono et al.(1983) yang dikutip oleh Semangun (1991), untuk

mengendalikan penyakit mosaik kedelai dapat dilakukan beberapa cara sebagai

berikut:

1. Menanam benih yang bebas virus.

2. Segera mencabut dan membinasakan kedelai yang terinfeksi.

3. Menanam varietas kedelai yang tahan terhadap infeksi virus.

4. Jika perlu gunakan insektisida untuk mengendalikan kutu daun yang menjadi

vektor virus.

5. Membasmi tumbuhan inang virus mosaik kedelai.

2.3 Ketahanan Tanaman Terhadap Penyakit

2.3.1 Ketahanan horisontal

Ketahanan yang dimiliki tanaman secara alamiah bersifat poligenik, yaitu

dikendalikan oleh banyak gen. Tanaman yang memiliki ketahanan yang

dikendalikan oleh banyak gen disebut juga tanaman yang memiliki ketahanan

(45)

24

Sifat ketahanan horisontal yaitu sebagai berikut (Nyoman, 1993):

1) Ketahananan yang dikendalikan oleh banyak gen;

2) Reaksinya tidak diferensial;

3) Tahan terhadap semua ras dari satu spesies patogen, terhadap spesies patogen

berbeda, atau genus;

4) Gen-gen tahan tidak dapat diidentifikasi;

5) Pewarisanya tidak mengikuti nisbah Mendel;

6) Ketahanannya relatif mantap.

2.3.2 Ketahanan vertikal

Ketahanan vertikal disebut juga ketahanan spesifik. Ketahanannya benar-benar

menghadapi gen virulen dari patogen itu. Jadi interaksinya adalah gen tahan

tanaman melawan gen virulen patogen.

Sifat-sifat ketahanan vertikal adalah sebagai berikut (Nyoman, 1993):

1) Ketahanannya dikendalikan oleh satu gen utama (mayor);

2) Reaksinya diferensial;

3) Tahan terhadap satu ras dari suatu spesies patogen,

4) Mengikuti nisbah Mendel;

5) Gennya dapat diidentifikasi;

6) Ketahanannya tidak mantap dalam menghadapi patogen yang bersifat

(46)

25

2.3.3. Ketahanan tanaman terhadap infeksi virus

Menurut Akin (2011), terdapat beberapa ketahanan tanaman terhadap infeksi virus

yaitu

1. Ketahanan melalui satelit RNA

Satelit RNA (satRNA) merupakan molekul kecil RNA, berukuran

200—1500 nt, yang berasosiasi dengan virus lain sebagai inang (helper) dan

berada bersama genom virus inang. Asosiasi satRNA dengan suatu virus

dapat menyebabkan ketidakmampuan isolat virus tersebut untuk menginduksi

gejala pada inangnya dan juga dapat menyebabkan isolate virus tersebut

bersifat antagonis terhadap isolat lainnya.

2. Ketahanan melalui proteksi silang

Proteksi silang merupakan hambatan super infeksi suatu virus akibat imbas

ketahanan dari infeksi virus sebelumnya.

3. Ketahanan melalui protein selubung virus

Mekanisme ketahanan ini dikenal dengan sebutan uncoating partikel virus

target dalam sitoplasma tanaman.

4. Ketahanan melalui antisense RNA

Antisense RNA adalah RNA yang ditranskripsi dari transgen yang urutan

nukleotida merupakan komplemen dari sebagian genom virus. Tanaman

transgen yang mengekspresikan antisense gen U1 RNA TMV mempunyai

ketahanan yang sangat tinggi terhadap strain- strain virus TMV.

5. Ketahananan virus melalui post transcriptional gene silencing

Penghentian atau supresi ekspresi gen dapat terjadi pada tahap transkripsi, dan

(47)

26

2.4 Heritabilitas

Terdapat dua tipe heritabilitas yaitu heritabilitas arti luas dan heritabilitas arti

sempit. Heritabilitas arti luas merupakan proporsi ragam genetik total terhadap

ragam fenotipe, sedangkan heritabilitas arti sempit merupakan proporsi ragam

aditif terhadap ragam fenotipe. Nilai heritabilitas dapat diduga secara langsung

melalui pendugaan komponen ragam dan secara tidak langsung melalui regresi

antara tetua dengan turunannya dan respon seleksi. Pendugaan komponen ragam

dapat dilakukan dengan menggunakan populasi dari berbagai rancangan

persilangan (Roy, 2000).

Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa heritabilitas arti luas adalah

proporsi ragam genetik total yang mempengaruhi keragaman fenotipe. Ragam

genetik terdiri atas ragam aditif, ragam dominan, dan ragam epistasis yang

masing-masing disebabkan oleh aksi gen aditif, aksi gen dominan dan aksi gen

epistasis. Ragam aditif adalah ragam yang disebabkan oleh alel yang terdapat

dalam lokus, ragam dominan adalah ragam yang disebabkan oleh interaksi antara

alel dalam satu lokus, sedangkan ragam epistasis adalah ragam yang disebabkan

oleh interaksi antara alel dari lokus yang berbeda (Falconer dan Mackay, 1996).

Heritabilitas dapat dijadikan landasan dalam menentukan program seleksi.

Apabila nilai heritabilitas tinggi, maka seleksi dapat dilakukan pada generasi awal,

sebaliknya apabila heritabilitas rendah, maka seleksi baik dilakukan pada generasi

lanjut, karena peluang terjadi peningkatan keragaman dalam populasi akan

semakin besar (Falconer, 1970). Metode seleksi yang cocok diterapkan apabila

heritabilitas bernilai rendah adalah metode pedigri, metode penurunan satu biji

(48)

27

Apabila nilai heritabilitas tinggi, metode seleksi massa atau galur murni dapat

digunakan. Dahlan dan Slamet (1992) menyatakan bahwa heritabilitas

menentukan kemajuan genetik, semakin besar nilai heritabilitas arti luas, semakin

besar pula nilai kemajuan genetik, sehingga semakin cepat varietas unggul dilepas.

Sebaliknya semakin rendah nilai heritabilitas arti luas, semakin kecil nilai

kemajuan genetik, dan semakin lama varietas unggul baru dilepas.

Menurut Rachmadi (2000), besarnya nilai heritabilitas suatu karakter dalam

populasi tergantung kepada beberapa hal :

1. Karakteristik populasi

Pendugaan heritabilitas suatu karakter dipengaruhi oleh besarnya nilai keragaman

genetik yang ada di dalam populasi. Suatu populasi yang berasal dari turunan

tetua yang berkerabat jauh akan memberikan harapan keragaman genetik yang

lebih besar dibandingkan dengan penggunaan tetua yang berkerabat dekat.

Jumlah generasi menyerbuk sendiri juga mempengaruhi besarnya nilai keragaman

genetik dalam populasi.

2. Sampel genotipe yang dievaluasi

Jumlah segregasi gen yang mungkin timbul dalam suatu populasi sangat

tergantung kepada konstitusi gen yang mengendalikannya. Konstitusi gen

kuantitatif akan memberikan jumlah segregasi yang sangat besar sehingga akan

memberikan nilai duga keragaman genetik besar yang mengarah kepada

diperolehnya pendugaan nilai heritabilitas yang besar. Hal tersebut ada

(49)

28

terbatas, sehingga menyebabkan hilangnya beberapa komponen segregasi gen

(segregan) yang terlibat dalam analisis ini.

3. Metode penghitungan

Pendugaan nilai heritabilitas suatu karakter dapat diperoleh melalui beberapa

metode penghitungan yang memberikan nilai pendugaan yang berbeda.

Penggunaan metode disesuaikan dengan karakteristik populasinya, ketersediaan

materi genetiknya, atau tujuan pendugaannya.

4. Keluasan evaluasi genotipe

Seleksi di antara genotipe-genotipe tanaman pada suatu spesies didasarkan pada

penampilan masing-masing individu tanaman atau terhadap penampilan rata-rata

keturunan dari genotipe-genotipe yang dievaluasi dalam satu atau lebih ulangan,

lokasi, dan musim.

5. Ketidakseimbangan pautan

Dua alel pada suatu lokus dapat terpaut (linked) secara coupling (AB/ab) atau

secara repulsion (Ab/aB). Suatu populasi dikatakan berada dalam

ketidakseimbangan pautan apabila frekuensi pautan coupling dan repulsion tidak

seimbang.

6. Pelaksanaan percobaan

Dalam suatu desain percobaan, peranan faktor lingkungan ditunjukkan oleh

komponen galat percobaan. Besarnya nilai galat percobaan menyebabkan

menurunnya pendugaan keragaman genetik suatu karakter. Galat percobaan yang

(50)

29

pengujian ketidaktepatan pengukuran yang diamati, atau konstitusi genetik yang

masih bersegregasi.

2.5 Kemajuan Genetik

Besarnya kemajuan genetik dipengaruhi oleh keragaman, nilai duga heritabilitas,

dan intensitas seleksi yang dilakukan. Intensitas seleksi tergantung dari

banyaknya individu keturunan yang akan diseleksi. Nilai duga heritabilitas yang

tinggi dan intensitas seleksi yang tinggi diharapkan memberikan nilai kemajuan

genetik yang tinggi. Kemajuan genetik harapan dapat diukur dengan kemajuan

genetik (Suharsono et al., 2006). Kemajuan genetik merupakan suatu parameter

yang menduga penerapan seleksi suatu karakter diharapkan akan memberikan

pengaruh kepada perbaikan suatu genotipe tanaman pada intensitas seleksi

tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut seleksi suatu karakter dalam populasi

tanaman yang diregenerasikan melalui biji dan populasi tanaman yang

bersegregasi bebas akan memperlihatkan kemajuan genetik yang diharapkan,

karena populasi F2 merupakan populasi yang memiliki tingkat keragaman yang

(51)

30

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas

Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai dengan

Januari 2014, sedangkan perbanyakan virus juga akan dilakukan di Laboratorium

Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian. Pengamatan kemudian dilanjutkan di

Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan yaitu alkohol 70%, zeolit, air, Furadan 3G, fungisida

berbahan aktif mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25 g/l

aquades, buffer fosfat, Urea 50 kg/ha, SP 36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha dan pupuk

kandang 10 ton/ha. Benih yang digunakan yaitu 100 butir dari satu populasi F2

hasil persilangan Tanggamus dan B3570 genotipe nomor satu dan 20 tetua kedelai

yang terdiri atas varietas Tanggamus dan B3570.

Alat yang digunakan yaitu mortal, korek api, alu, hand sprayer, mistar, gunting,

benang, kamera, cangkul, sabit, koret, golok, knapsack sprayer, polybag, cotton

bud, kertas label, botol aqua, gelas ukur, timbangan analitik, cangkul, patok,

(52)

31

Tanggamus dan B3570 merupakan hasil persilangan dengan metode dialel setengah

yang dilakukan oleh Maimun Barmawi dengan menggunakan lima tetua yaitu

B3570, Tanggamus, Orba, Taichung, dan Yellow Bean yang kemudian penelitian

tersebut dilanjutkan oleh Putri dan Jamil (2013) untuk mengetahui tingkat

ketahanan populasi F1 terhadap infeksi soybean mosaic virus. Dari 10 kombinasi

persilangan, dipilih satu kombinasi persilangan Tanggamus dan B3570 dengan

genotipe nomor satu. Persilangan ini memiliki persentase keparahan penyakit

rendah sebesar 22,5%, jumlah biji sehat sebanyak 778 butir, dan jumlah biji sakit

83 butir. Selanjutnya dari total keseluruhan biji, diambil 100 butir biji secara acak.

Pada generasi F2 rancangan percobaan yang digunakan tanpa ulangan karena

benih yang digunakan adalah benih F2 yang masih mengalami segregasi (Baihaki,

2000) dan benih belum homozigot secara genetik.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji

hipotesis maka rancangan perlakuan yang digunakan yaitu rancangan perlakuan

tunggal terstruktur bersarang, sedangkan rancangan percobaan yang digunakan

adalah rancangan percobaan tanpa ulangan. Dalam penelitian ini seluruh tanaman

(53)

32

3.4 Analisis Data

Menurut Suharsono et al.(2006 ), ragam fenotipe ( ) ditentukan dengan rumus:

σ2 f =

Keterangan:

σ2f = ragam fenotipe

Xi = nilai pengamatan tanaman ke –i µ = nilai tengah populasi

N = jumlah tanaman yang diamati

Ragam lingkungan ( ) ditentukan dengan rumus:

σ2 e =

Keterangan:

σp1 = simpangan baku tetua 1

σp2 = simpangan baku tetua 2

n1+n2 = jumlah tanaman tetua

Populasi tetua secara genetik adalah seragam sehingga ragam genotipe nol. Oleh

karena itu, ragam fenotipe yang diamati pada populasi tetua sama dengan ragam

lingkungan. Tetua dan populasi keturunannya ditanam pada lingkungan yang

sama, sehingga ragam lingkungan tetua sama dengan ragam lingkungan populasi

keturunan.

Dengan demikian ragam genetik (σ2g) dapat dihitung dengan rumus:

σ2

g= σ2p - σ2e

Keterangan : σ2

p = ragam fenotipe

σ2

(54)

33

Menurut Anderson dan Bancroft, 1952 dikutip Wahdah 1996, ragam fenotipe

dikatakan luas apabila ragam fenotipe lebih besar dua kali standar deviasi,

sedangkan ragam fenotipe dikatakan sempit apabila ragam fenotipe lebih kecil

dua kali standar deviasi.

Berdasarkan kriteria keragaman tersebut, untuk menghitung ragam lingkungan

maka diperlukan rumus penghitungan simpangan baku ( ), berdasarkan

Walpole (1992) yaitu sebagai berikut:

=

Keterangan:

= simpangan baku Xi = nilai pengamatan ke –i µ = nilai tengah populasi

N = jumlah tanaman yang diamati

Menurut Suharsono et al., 2006, pendugaan heritabilitas dalam arti luas (HL)

dengan menggunakan rumus:

HL =

Keterangan :

HL = heritabilitas arti luas

= ragam genotipe = ragam fenotipe

Penduga nilai heritabilitas menurut Mendez-Natera et al., 2012 yaitu

1. Heritabilitas tinggi apabila H ≥ 0,5

2. Heritabilitas sedang apabila 0,2 < H < 0,5

(55)

34

Menurut Suharsono et al. (2006), nilai duga kemajuan seleksi dapat dihitung

berdasarkan rumus:

R = i σx HL

Keterangan:

R = Respons terhadap seleksi

i = Intensitas seleksi yang diterapkan

HL = Pendugaan heritabilitas dalam arti luas suatu karakter

σx = Simpangan baku suatu karakter

Intensitas seleksi yang diterapkan yaitu sebesar 20%, sehingga nilai i yang

[image:55.595.107.370.353.454.2]

digunakan yaitu 1,40.

Tabel 1. Nilai intensitas seleksi (i) pada kemajuan genetik

Terpilih(%) Nilai i Terpilih (%) Nilai i

5 2,06 40 0,97

10 1,76 50 0,80

15 1,55 60 0,64

20 1,40 70 0,50

25 1,27 80 0,35

30 1,66 90 0,20

KGH (%) = R x 100% Nilai tengah

Kriteria nilai duga kemajuan genetik harapan berdasarkan Begun dan Sobhan

(1991) dikutip Hadiati et al. (2003) adalah

a. Tinggi apabila nilai KGH > 14%;

b. Sedang apabila nilai 7% ≤ KGH ≤ 14%

(56)

35

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1. Pembuatan larutan buffer fosfat

Bahan pembuatan larutan buffer fosfat terdiri atas KH2PO4 (larutan A: 1,36 g),

Na2HPO4 . 2H2O (larutan B: 1,78 g) dan akuades sebanyak dua liter. Alat yang

digunakan adalah timbangan elektrik, dua buah gelas ukur berukuran 1000 ml dan

satu buah berukuran 500 ml, pengaduk, dan botol berukuran dua liter. Pembuatan

buffer fosfat dapat dilakukan dengan menimbang 1,36 g KH2PO4 dan 1,78 g

Na2HPO4.2H2O. Pembuatan larutan A dilakukan dengan menimbang 1,36 g

KH2PO4 dan dilarutkan ke dalam satu liter akuades. Pembuatan larutan B

dilakukan dengan menimbang 1,78 g Na2HPO4 . 2H2O, kemudian dilarutkan ke

dalam satu liter akuades. Satu liter buffer fosfat diperoleh dengan cara

mencampur 510 ml larutan A dan 490 ml larutan B, kemudian dimasukkan ke

dalam botol dan ditutup rapat.

3.5.2. Perbanyakan inokulum soybean mosaic virus

Benih kedelai yang digunakan untuk perbanyakan SMV yaitu benih varietas Orba

karena merupakan benih yang rentan terhadap infeksi virus. Kegiatan pertama

yang dilakukan untuk perbanyakan inokulum SMV yaitu pembuatan sap/ekstrak

daun. Sap dibuat dengan cara menggerus daun kedelai yang telah terinfeksi

sebanyak 5 g dengan menggunakan mortal dan alu yang diencerkan dengan buffer

fosfat pH 7 sebanyak 5 ml. Inokulasi secara mekanik (mechanical inoculation)

dilakukan sesuai dengan prosedur Akin (2006) yaitu setelah daun berjumlah lebih

dari 4 helai atau berumur 10 hari. Langkah pertama yaitu taburkan zeolit ke

(57)

36

daun mengalami luka mikro (sublethal wounding or abrasi) sehingga virus dapat

masuk. Kemudian sap (ekstrak daun) dioleskan pada permukaan daun tanaman

dengan menggunakan cotton bud. Setelah sap dioleskan, dilakukan pencucian

menggunakan aquades dengan cara disemprot menggunakan hand sprayer.

3.5.3. Persiapan lahan

Lahan diolah dengan menggunakan cangkul sedalam 20—25 cm. Tujuan

pengolahan lahan yaitu untuk memperbaiki sifat fisik tanah dan untuk

membersihkan gulma. Kemudian tanah tersebut dicampur dengan pupuk kandang

dengan dosis 10 ton/ha secara merata untuk meningkatkan kesuburan tanah.

3.5.4. Penanaman

Penelitian ini dilakukan dengan menanam 100 benih F2 hasil persilangan

Tanggamus dan B3570 pada petak percobaan berukuran 3 m x 4 m. Benih tersebut

ditanam pada petak percobaan dengan jarak tanam 20 cm x 50 cm. Jarak

antarbaris 50 cm dan jarak tanam dalam baris 20 cm. Pada setiap baris ditanam

15 benih yang sama yang dipilih secara acak, sedangkan tetua ditanam pada baris

terluar. Tata letak penanaman kedelai F2 hasil persilangan Tanggamus dan B3570

(58)

37

x x x x x x x x x x x x x x

F2

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

P1

x x x x x x x x x x x x x x

x x x x x x x x x x x x x x

P2

[image:58.595.115.488.116.397.2]

x x x x x x x x x x x x x x

Gambar 1. Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x B3570 dan kedua tetuanya.

Keterangan:

P1 = Tetua Tanggamus P2 = Tetua B3570

F2 = Persilangan Tanggamus x B3570

3.5.5. Pemupukan

Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada awal tanam dan pada fase generatif.

Pupuk yang diaplikasikan yaitu KCl 100 kg/ha, SP-36 100 kg/ha, dan Urea 50

kg/ha. Pupuk diaplikasikan dengan jarak 5 cm dari lubang tanam tanaman

kedelai. 2m 3m

(59)

38

3.5.6. Inokulasi soybean mosaic virus di lapangan

Tanaman kedelai yang sudah memiliki daun terbuka sempurna (7—10 HST) dapat

diinokulasi dengan sap SMV yang sebelumnya telah ditaburi zeolit. Setelah daun

dinokulasi, daun tersebut dicuci kembali dengan aquades secukupnya

menggunakan hand sprayer. Tahapan inokulasi soybean mosaic virus di lapangan

[image:59.595.116.510.271.479.2]

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tahap-tahap inokulasi soybean mosaic virus di lapangan.

3.5.7 Pelabelan

Setiap tanaman yang telah diinokulasi masing-masing diberi label seperti waktu

penanaman dan tanggal inokulasi untuk mempermudah dalam pengamatan.

3.5.8 Perawatan dan pemeliharaan tanaman

Perawatan dan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman tanaman yang mati,

penyiangan gulma, penyiraman, pengendalian hama dan penyakit, perbaikan label

(60)

39

menggunakan koret. Penyemprotan dengan insektisida dan fungisida dilakukan

sesuai dengan kebutuhan. Insektisida yang digunakan yaitu Decis (Delmetrin)

dan fungisida yang digunakan yaitu Dithane (Mankozeb). Penyiraman dilakukan

setiap hari pada sore hari dengan menggunakan gembor dan selang.

3.5.9 Pemanenan

Ciri-ciri umum tanaman kedelai yang siap panen yaitu polong berwarna kuning

kecoklatan secara merata dan matang serta adanya degradasi klorofil pada daun

tanaman yang menyebabkan daun tanaman kedelai menguning. Pemanenan

dilakukan dengan memanen tanaman kedelai secara utuh dengan mencabut satu

per satu tanaman, kemudian dimasukkan ke dalam kantong panen yang telah

diberi label.

3.5.10 Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas pengamatan sebelum

panen dan pengamatan setelah panen. Pengamatan sebelum panen meliputi:

1. Periode inkubasi, dihitung dari waktu inokulasi sampai dengan timbulnya

gejala (Mulia, 2008).

2. Keparahan penyakit, diamati minggu ke enam setelah tanam dan dilakukan

terhadap 10 daun tanaman trifoliate, serta dihitung menurut Campbell dan

Madden yang dikutip Mulia (2008). Pengamatan dilakukan pada 10 daun

trifoliate pada batang utama. Hal ini dilakukan karena 6 MST dianggap dapat

(61)

40

KP = x 100%

Keterangan:

KP =Keparahan penyakit

n =Jumlah sampel yang diamati Z =Nilai skor tertinggi

N =Jumlah sampel untuk kategori serangan V =Nilai skor untuk kategori serangan

Menurut Akin (2006), gejala serangan setiap jenis virus yang muncul memiliki

[image:61.595.112.510.308.517.2]

rincian sebagai berikut:

Gambar 3. Skor gejala penyakit

Keterangan:

Tidak bergejala = 0 (A), klorosis dan tulang daun memucat = 1 (B), mosaik dengan klorosis pada tulang daun dan permukaan daun = 2 (C), mosaik berat, klorosis dan terjadi pembengkokan pada permukaan daun, daun melengkung ke bawah atau ke atas = 3 (D), dan malformasi daun = 4 (E).

A B C

(62)

41

Kategori keparahan penyakit (%):

1—10 = Sangat tahan 11—25 = Tahan 26—35 = Agak tahan 36—50 = Agak rentan 51—75 = Rentan 76—100 = Sangat rentan

Pengamatan yang dilakukan setelah panen meliputi:

1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai titik tumbuh tanaman.

Pengukuran dilakukan setelah panen dalam satuan cm;

2. Jumlah cabang produktif, dihitung berdasarkan jumlah cabang yang dapat

m

Gambar

Tabel intensitas seleksi pada kemajuan genetik........................
Tabel 1.  Nilai intensitas seleksi (i) pada kemajuan genetik
Gambar 1.   Tata letak penanaman benih kedelai hasil persilangan Tanggamus x    B3570 dan kedua tetuanya
Gambar 2.   Tahap-tahap inokulasi soybean mosaic virus di lapangan.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun strategi lebih sering digunakan dalam bidang militer yang didalamnya tersimpan sederet cara untuk mencapai kemenangan. Begitu juga pada proses pendidikan

Kepemimpinan, pengalaman kerja dan motivasi kerja berpengaruhsignifikan terhadap kinerja karyawan pada RSUD Kayen Kabupaten Pati secara berganda yang didasarkan pada hasil

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi konsep diri mantan penderita kusta mencakup dua hal, antara lain persepsi dalam dirinya (in self) yang berkaitan dengan bagaimana

[r]

Hasil estimasi akan menghasilkan nilai rata-rata yang digunakan untuk umpan balik ke sistem kontrol sehingga diharapkan temperatur pada ruang pengering gabah

Dia berfirman “apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui “ (Al Zumar : 9) karena itulah mulailah menjelajahi kekuatan pikiran yang positif..

Berdasarkan penampilan lima perubah, yaitu umur berbunga, umur panen tua, jumlah polong per tanaman, jarak lokul, dan jumlah benih.Jika arah pemuliaanya untuk

Agama Islam membuat peraturan-peraturan untuk manusia sebagai pedoman kehidupan,peraturan yang telah dibuat oleh Islam merupakan suatu kewajiban kepada seluruh