• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH

Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field

NOVI SULISTYOSARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah (Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir dari tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Novi Sulistyosari

(3)

ABSTRACT

NOVI SULISTYOSARI. Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field. Under advisory of SAM HERODIAN and M. FAIZ SYUAIB

One of the major problems in organic rice farming is weed eradication activity, or commonly called weeding. Conventional weeding is extremely time consuming work and require a lot of labor. Contrarily, the number of population working in agriculture sector has been decreasing over time in comparison to the industrial sector. To cope with this existing problem, switching from conventional to mechanical or semi-mechanical tools is needed for most agricultureal areas. However, the use of these tools should also take the human factor into consideration so that optimal human-machine system may be possible to be applied. In addition, the design of the equipment should also consider the safety and health as well as ergonomic factors of operator. The objective of the research was to find out the operator workload value and work effectiveness resulting from three weeding activities i.e. hand weeding, semi mechanical weeding and mechanical weeding.

Research was conducted in the organic farmers rice fields in Situgede, West Bogor prefecture, Bogor city, West Java. Semi-mechanical weeding involved two types of weeder, namely local gasrok-weeder type (Indonesian weeder) and Japanese roller-weeder type. In order to determine the most appropriate weeding type, the technical (including ergonomics), economic and environmental aspects of each weeding types were investigated. Various data were collected during the experiment such as: (i) weeding performance (manually, semi-mechanical and mechanical/power operated weeder); (ii) ergonomic parameters data (work load factor). Data processing was implemented in fuzzy logic–fuzzy inference system (FIS) for generating fuzzy rules operation. Model input consists of five parameters i.e. work capacity, weeding effectiveness, energy consumption, environment aspect and cost. A Mamdani FIS type with OR fuzzy operator (maximum function) was used to generate the rules for each treatment. The output is the maximum value resulted from 17 combinations rules for each weeder type.

Based on the experimental results, the highest weeding performance was achieved by power weeder under flooded and muddy soil conditions. Workload measurements indicated energy requirement of all type (hand weeding, local gasrok weeder type, roller type and mechanical) that a value of energy consumption by female operator is highest than male operator. This is influences with heart rate value each operator. A value of heart rate by female operator is highest than male operator. It is mean that the muscular work of male operator is stronght. The muscular work is influences heart rate levels. For work capacity and weeding effectivity, the largest was achieved by power weeder. Based on weeding selection model using fuzy-FIS, the maximum output value was achieved by mechanical (Power weeder). However, their use should be adjusted to the level of ability, needs and goals to be achieved by user.

(4)

RINGKASAN

NOVI SULISTYOSARI. Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan M. FAIZ SYUAIB

Salah satu upaya penting yang dilakukan dalam budidaya padi yaitu pemberantasan gulma atau biasa disebut penyiangan. Penyiangan secara konvensional memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara itu jumlah penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun semakin berkurang dibandingkan sektor industri yaitu 42,05% (BPS, 2007). Penyiangan yang dilakukan dengan menggunakan alat baik semi mekanis maupun mekanis diharapkan mampu menangani permasalahan yang ada. Namun dalam penggunaan alat-alat tersebut perlu diperhatikan faktor manusia dan aktivitasnya sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem manusia-mesin yang optimal. Selain fungsional, desain alat harus memperhatikan faktor keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kenyamanan bagi manusia (operator).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai beban kerja dan efektivitas kerja masing-masing operator yang ditimbulkan oleh beberapa tipe penyiangan yang digunakan, yaitu manual (hand weeding), semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller/Japanese weeder), serta mekanis (power weeder). Penentuan metode pemilihan teknologi yang tepat untuk mendapatkan tipe penyiangan yang terbaik ditinjau dari beberapa aspek yaitu: aspek teknis (termasuk ergonomika), aspek ekonomi, dan aspek lingkungan. Penelitian dilakukan di lahan milik petani di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat. Pengambilan data meliputi unjuk kerja teknis dan beban fisiologi (physiological load) petani penggarap. Pengambilan data unjuk kerja teknis menggunakan alat ukur jarak, waktu dan kamera video, sedangkan pengukuran beban kerja fisiologis dilakukan dengan menggunakan Heart Rate Monitor. Metode analisis untuk pemilihan tipe penyiangan terbaik menggunakan analisa fuzzy logic, dalam operasi fuzzy menggunakan aturan IF-THEN terdiri dari 17 rule. Rules yang digunakan pada proses tersebut berdasarkan pengetahuan dan pengalaman para pakar. Input variabel terdiri dari 5 parameter yaitu efektivitas penyiangan, kapasitas kerja, nilai beban kerja (kebutuhan energi), jumlah pertambahan anakan tanaman, dan biaya. Nilai output merupakan alat terbaik berdasarkan nilai maksimum yang dihasilkan masing-masing alat. Proses untuk menghasilkan

output dilakukan percobaan dengan memasukkan kombinasi rule secara bertahap sebanyak 17 kali pada setiap alat. Nilai output adalah nilai mutu yang memiliki nilai maksimum.

(5)

untuk penyiangan secara manual dapat dikategorikan sebagai pekerjaan ringan bagi subyek laki-laki. Nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok oleh subjek perempuan diperoleh sebesar 2.32 kkal/menit, dan nilai rata-rata energi total (TEC) sebesar 3.19 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk subyek wanita pekerjaan penyiangan menggunakan tipe gasrok dikategorikan sebagai pekerjaan berat. Sedangkan yang dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.43 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.27 kkal/menit. Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok, dikategorikan sebagai pekerjaan ringan sampai sedang bagi subyek laki-laki. Nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) kegiatan penyiangan menggunakan penyiang tipe roller oleh subjek perempuan diperoleh sebesar 1.69 kkal/menit, dan total energi (TEC) sebesar 2.56 kkal/menit. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.66 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.50 kkal/menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan tipe roller dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki. Pada kegiatan penyiangan menggunakan alat mekanis yang dilakukan oleh subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.23 kkal/menit, dan total energi (TEC) sebesar 2.09 kkal/menit. Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.48 kkal/menit, dan total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.32 kkal/menit. Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan alat mekanis dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki.

Hasil pengukuran nilai kebutuhan energi yang diperoleh dari seluruh tipe penyiangan yang digunakan, subjek perempuan membutuhkan energi lebih besar dibandingkan subjek laki-laki. Hal ini berpengaruh pada nilai denyut jantung yang dihasilkan. Pada masing-masing subjek, nilai denyut jantung (IRHR) subjek perempuan memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini berarti bahwa subjek laki-laki memiliki kekuatan otot yang lebih besar karena tingkat denyut jantung dipengaruhi oleh kekuatan kerja otot.

Hasil pengukuran nilai kapasitas kerja terbesar diperoleh dengan menggunakan penyiang mekanis baik yang dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Nilai kapasitas kerja rata-rata yang diperoleh penyiang secara manual, tipe gasrok, tipe roller dan mekanis berturut-turut adalah 0.032 ha/jam, 0.024 ha/jam, 0.029 ha/jam dan 0.091 ha/jam. Tingkat kebisingan yang diterima subjek akibat alat mekanis berkisar 45–48 dB dan getaran yang dihasilkan berkisar 0.8-4.4 m/s2. Penggunaan alat mekanis ini masih berada pada nilai ambang batas yang tidak membahayakan dan tidak menimbulkan kelelahan. Efektivitas dan kapasitas kerja maksimum akan tercapai apabila dilakukan pada luasan yang maksimum.

(6)

Berdasarkan model pemilihan alat menggunakan analisa fuzzy logic dengan metode FIS berdasarkan operasi fuzzy OR (fungsi maksimum) maka pemilihan alat yang terbaik diperoleh output yang memiliki nilai mutu maksimum yaitu penyiang mekanis (Power weeder). Namun didalam penggunaannya harus disesuaikan dengan tingkat kemampuan, kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai oleh masing-masing pengguna.

(7)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(8)

KAJIAN PEMILIHAN ALTERNATIF PENYIANGAN GULMA PADI SAWAH

Study on Selection of Weeding Activities Alternatives in Wetland Paddy Field

NOVI SULISTYOSARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul Thesis : Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah Nama : Novi Sulistyosari

NRP : F151070111

Mayor : Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sam Herodian, MS Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr. Ir. Radite P.A. Setiawan,M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan tesis dengan judul "Kajian Pemilihan Alternatif Penyiangan Gulma Padi Sawah" ini sesuai dengan yang diharapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih Bapak Dr. Ir. Sam Herodian, M.S., sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. M. Faiz Syuaib, M.Agr., sebagai anggota komisi pembimbing yang selalu memberikan masukan dan bimbingan selama pendidikan, penelitian dan penyelesaian tesis ini.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian sebagai sponsor dalam studi penulis, bapak Dr. Ir. Trip Alihamsyah, M.Sc. sebagai Kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan dukungannya kepada penulis dalam melaksanakan tugas belajar; Bapak Ir. Joko Pitoyo, Msi; Dr.Ir. Abi Prabowo, MS; Ir. Koes Sulistiadji, MS; Dr. Ir. Suparlan, M.Agr; Dr. Ir. Teguh Wikan Widodo, M.Agr; Dr. Ir. Dedy A. Nasution, MS dan Dr. Ir. Muhammad Aqil, M.Agr yang telah membantu dan memberikan saran serta ucapan terima kasih untuk suami tercinta Firman Gaffar, ST beserta kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa, semangat dan inspirasi selama menyelesaikan studi juga teman-teman TMP angkatan 2007 yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan rasa kekeluargaan yang telah dibina selama menyelesaikan studi. Ucapan terima kasih juga diberikan untuk Bapak Acep sebagai ketua kelompok tani di Desa Situgede yang telah mengijinkan/menyediakan lahan percobaan serta untuk I. Wayan Arnata, S.Si., M.Si; Windu Purnomo; Dadang; Insan; mas Ari; mas Hehen dan mas Ahmad Mulyana yang dengan sabar telah meluangkan waktu membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian serta membantu dalam administrasi.

Semoga tesis dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan pada pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Novi Sulistyosari dilahirkan di Jakarta pada tanggal 05 November 1977, adalah putri kedua dari empat bersaudara dari Alm. Bapak Letkol CHK (Purn.) Subali, S.H., M.Hum. dan Ibu Lestari Ningsih.

Penulis lulus dari SMAN 43 Jakarta pada tahun 1995 dan melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar. Pada Juni 2000 penulis menyelesaikan pendidikan S1 dan kemudian Desember 2001 – sekarang mengabdi sebagai Perekayasa pertama di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

(12)

DAFTAR ISI

Tujuan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam ... 5

Gulma Tanaman Padi... 6

Penyiangan ... 7

Efektivitas Penyiangan... 8

Pertanian Organik... 10

Perkembangan Alat Penyiang ... 11

Penyiangan Manual (Handweeding) ... 11

Alat Penyiang Semi Mekanis ... 12

Alat Penyiang Mekanis ... 14

Ergonomika ... 18

Beban Kerja... 19

Metode Step Test... 21

Getaran Mekanis (vibration) ... 23

Kebisingan (Noise)... 25

Analisis... 27

Analisa Logika Fuzzy ... 27

METODOLOGI PENELITIAN... 29

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 29

Peralatan dan Instrumen Penelitian... 29

Karakteristik Subjek Penelitian... 29

Pelaksanaan Penelitian ... 30

Penyiapan Plot Pengamatan ... 30

Persiapan Alat ... 31

Pengoperasian Alat ... 32

Pengambilan Data dan Analisis ... 34

Pengambilan Data ... 34

Aspek Teknis... 34

Aspek Ekonomi... 41

Aspek Lingkungan ... 45

Analisa Vegetatif... 45

Analisis... 46

Analisa Logika Fuzzy ... 46

HASIL DAN PEMBAHASAN... 49

Pengamatan Kondisi Lingkungan ... 49

(13)

Ergonomika ... 50

- Kalibrasi Subjek/operator dengan Metode Step Test... 50

- Pengukuran Beban Kerja Fisik... 55

- Tingkat Kebisingan dan Getaran yang ditimbulkan alat mekanis ... 62

Kapasitas Kerja ... 64

Efektivitas Penyiangan... 66

Aspek Lingkungan ... 67

Analisa Ekonomi... 68

Analisis Pemilihan Alat ... 69

SIMPULAN DAN SARAN ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan

tubuh... 23

Tabel 2. Nilai ambang batas getaran untuk lengan dan tangan... 25

Tabel 3. Standar tingkat kebisingan ... 26

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian... 30

Tabel 5. Spesifikasi masing-masing alat... 32

Tabel 6. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR ... 39

Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi ... 53

Tabel 8. Persamaan korelasi nilai IRHR dan TEC step test... 55

Tabel 9. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) subjek Perempuan... 56

Tabel 10. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) Subjek Laki-laki... 57

Tabel 11. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Perempuan... 57

Tabel 12. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Laki-laki ... 58

Tabel 13. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek Perempuan... 58

Tabel 14. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Subjek Laki-laki ... 59

Tabel 15. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Perempuan... 59

Tabel 16. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Laki-laki... 60

Tabel 17. Nilai Rata-rata IRHR subjek pada masing-masing tipe penyiang ... 61

Tabel 18. Tabulasi nilai rata-rata denyut jantung dan konsumsi energi subjek .... 62

Tabel 19. Nilai kebisingan dan getaran akibat oleh alat mekanis (power weeder)63 Tabel 20. Nilai kapasitas kerja (ha/jam) pada beberapa tipe penyiangan ... 64

Tabel 21. Analisa ekonomi masing-masing alat ... 69

Tabel 22. Klasifikasi variabel berdasarkan nilai input... 70

Tabel 23. Rule yang disediakan berdasarkan masukan para pakar... 73

Tabel 24. Nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat ... 73

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gulma jenis rerumputan ... 7

Gambar 2. Penyiangan secara manual (hand weeding) ... 11

Gambar 3. Alat penyiang gasrok... 12

Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007) ... 13

Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang... 14

Gambar 6. Alat penyiang mekanis ... 14

Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah ... 16

Gambar 8. Mesin penyiang padi sawah model YA-1 (Pitoyo et al. 2008) ... 17

Gambar 9.Pola kerja pengoperasian Power Weeder di lahan sawah ... 17

Gambar 10. Konsep Umum Fuzzy Logic ... 28

Gambar 11. Heart rate monitor dan metronome/pengukur denyut jantung (a); Pocketable Vibration Meter/pengukur getaran, Tachometer/pengukur kecepatan dan Sound Level Meter/pengukur kebisingan (b)... 29

Gambar 12. Luasan plot pengamatan masing-masing perlakuan... 30

Gambar 13. Kondisi petak lahan percobaan ... 31

Gambar 14. Jenis-jenis alat penyiang yang digunakan (a) Gasrok; (b) power weeder; (c) Japanese’s weeder ... 32

Gambar 15. Cara-cara penyiangan pengoperasian : (a) manual/hand weeding; (b) mekanis/power weeder; (c) semi mekanis tipe roller/Japanese weeder; (d) Tipe gasrok/Indonesian weeder... 33

Gambar 16. Metode step test... 37

Gambar 17. Diagram prosedur pengukuran beban kerja ... 38

Gambar 18. Pengukuran getaran ... 40

Gambar 19. Skema system pemilihan alat ... 47

Gambar 20. Grafik pemetaan denyut jantung subjek M2 pada saat step test... 51

Gambar 21. Grafik pemetaan denyut jantung subjek F2 pada saat step test... 52

Gambar 22. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek laki-laki M3... 54

Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan... 54

Gambar 24. Grafik nilai kapasitas kerja (ha/jam) rata-rata masing-masing alat... 65

Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat ... 67

Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada berbagai alat ... 68

Gambar 27. Membership function variabel input ... 71

Gambar 28. Membership function variabel output ... 71

Gambar 29. Rule editor yang telah dilakukan secara bertahap... 72

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja secara manual ... 81 Lampiran 2. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja

menggunakan penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) ... 82 Lampiran 3. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja

menggunakan penyiang tipe roller (Japanese weeder)... 83 Lampiran 4. Nilai denyut jantung masing-masing subjek pada saat bekerja

menggunakan penyiang mekanis (power weeder) ... 84 Lampiran 5. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek

Perempuan... 85 Lampiran 6. Grafik korelasi IRHR dengan TEC pada masing-masing subjek

laki-laki... 86 Lampiran 7. Analisa ekonomi penyiangan manual... 87 Lampiran 8. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe gasrok (Indonesian weeder) ... 88 Lampiran 9. Analisa Ekonomi alat penyiang tipe roller (Japanese weeder) ... 89 Lampiran 10. Analisa Ekonomi alat penyiang mekanis (Power weeder)... 90 Lampiran 11. Proses pada sistem fuzzy logic dengan kombinasi rule secara

bertahap masing-masing alat... 91 Lampiran 12. Perintah pemrograman Fuzzy logic berdasarkan masing-masing alat

(17)

DAFTAR SIMBOL

Latin

Simbol Satuan

(18)

Subskrip

Simbol

IRHR Increase Ratio of Heart Rate

HR Heart Rate

HW Hand Weeding

IW Indonesian Weeder

JW Japanese Weeder

PW Power Weeder

F Subjek wanita (Female) M Subjek Laki-laki (Male)

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan komoditi utama bagi bangsa Indonesia, karena hampir 90% penduduk Indonesia mengkonsumsi beras. Komoditas yang penting dan strategis ini setiap saat harus dapat dipenuhi. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dari tahun ketahun maka kebutuhan pangan harus diupayakan ketersediaannya dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman dikonsumsi, dan mudah diperoleh dengan harga yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa budidaya padi sawah merupakan kegiatan utama penyedia kebutuhan beras nasional.

Menurut Statistik Indonesia (2009), bahwa pertambahan jumlah penduduk meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 mencapai 219.85 juta jiwa, tahun 2008 mencapai 228.52 juta jiwa dan tahun 2009 mencapai 231.36 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk tiap tahunnya meningkat sebesar 1.35%. Hal ini didukung pula dengan meningkatnya pertumbuhan produksi padi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 sampai dengan 2009 secara berturut-turut produksi padi yang dihasilkan 54.15 juta ton, 54.45 juta ton, 57.16 juta ton, 60.33 juta ton dan 62.56 juta ton. Sementara itu kebutuhan konsumsi beras tiap orang sebesar 125 – 130 kg/tahun (Siswono, 2006). Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, laju pertambahan jumlah penduduk diiringi dengan meningkatnya produksi padi bahkan dapat dikatakan bahwa negara kita mencapai surplus beras.

(20)

peningkatan pendapatan petani yaitu dengan menerapkan beberapa sistem, salah satu diantaranya yaitu: menerapkan sistem pertanian organik yang merupakan budidaya pertanian yang menekankan pada manajemen pengelolaan tanah, tanaman dan air berbasis kegiatan ramah lingkungan. Artinya kegiatan budidaya padi yang selain memperhatikan kesuburan tanah juga harus memperhatikan kesehatan yaitu dengan menerapkan pada penggunaan pupuk dan pestisida/herbisida organik. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat dan berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur-ulang limbah pertanian. Sehingga tren pertanian organik akan semakin diminati.

Salah satu masalah yang dihadapi dalam budidaya pertanian adalah pertumbuhan gulma yang akan menimbulkan persaingan dengan tanaman utama dalam hal penyerapan air, cahaya matahari dan unsur hara serta dapat juga merupakan tumbuh-tumbuhan inang bagi berkembangnya hama dan penyakit. Menurut Pitoyo (2006) penurunan hasil padi akibat gulma berkisar 6 – 87%. Data yang lebih rinci penurunan hasil padi secara nasional akibat gangguan gulma 15 – 42% untuk padi sawah dan padi gogo 47 – 87%. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus dilakukan secara terpadu dengan mengkombinasikan berbagai metoda yang ada. Dalam prinsip-prinsip budidaya padi organik terdapat salah satu kegiatan pertanian yang harus dilakukan, yaitu kegiatan pemberantasan gulma atau yang biasa disebut penyiangan.

(21)

Penyiangan yang dilakukan secara konvensional memerlukan banyak tenaga kerja. Sementara itu jumlah penduduk Indonesian yang bekerja di sektor pertanian dari tahun ke tahun semakin berkurang dibandingkan sektor industri yaitu 42.05% (BPS, 2007). Menurut Nag and Dutta (1979) dalam Pitoyo et al. (2008), kegiatan penyiangan membutuhkan ± 25 % tenaga kerja pertanian (900 – 1200 orang pria- jam/ha) selama musim budidaya. Selain itu biaya tenaga kerja pun semakin mahal dan efisiensi rendah. Menurut Haryono (2007), pengendalian gulma tanaman padi sawah secara manual (menggunakan tangan) membutuhkan waktu 172 jam/ha dan penyiangan secara semi mekanis (menggunakan landak/gasrok) membujur melintang membutuhkan waktu 132 jam/ha.

Penggunaan alat penyiang sistem manual dan semi mekanis seperti menggunakan tangan dan landak banyak digunakan di beberapa wilayah hanya saja masih memiliki banyak kekurangan, baik dilihat dari segi kinerja dan efisiensi alat maupun dari segi ergonomika yang akan menimbulkan kejerihan cukup tinggi serta kendala kapasitas yang rendah. Namun dari segi biaya sangat murah dan mudah dalam pengoperasiannya. Sedangkan alat penyiang secara mekanis seperti power weeder yang memiliki kapasitas kerja 15 – 27 jam/ha (Pitoyo dkk, 2008) diharapkan dapat meningkatkan kinerja lebih efektif dan efisien dalam peningkatan aerasi tanah walaupun dengan biaya yang sedikit lebih mahal, karena produktivitas tinggi merupakan suatu target pencapaian yang sangat diharapkan dari suatu aktivitas produksi. Produktivitas dapat diperoleh secara maksimal jika memperhatikan 3 faktor (lingkungan-manusia-mesin) dan faktor manusia (human) yang merupakan faktor penting dalam menghasilkan produktivitas maksimal. Untuk peningkatan produktivitas, perbaikan prestasi kerja operator merupakan salah satu syarat penting. Beban kerja yang terlalu berat, melebihi kapasitas kemampuan tubuh manusia akan menimbulkan kelelahan yang terakumulasi. Kelelahan ini juga merupakan faktor penghambat dalam peningkatan produktivitas.

(22)

untuk dapat menciptakan produktivitas yang tinggi dibutuhkan suatu alat penyiang yang sesuai dari berbagai aspek. Pemilihan alat yang sesuai untuk diaplikasikan diharapkan akan mampu meningkatkan produktivitas padi.

Hasil dari penelitian akan sangat bermanfaat kepada pengguna/konsumen sebagai alternatif pemilihan alat untuk penyiangan yang terbaik dan sesuai dalam aplikasinya di lahan yang akan dapat meningkatkan produktivitas.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui nilai beban kerja dan efektivitas kerja masing-masing operator yang ditimbulkan oleh beberapa tipe penyiangan yang digunakan secara manual (hand weeding), semi mekanis (tipe gasrok dan tipe roller), serta mekanis (power weeder) untuk kegiatan budidaya padi sawah.

2. Mendapatkan metode analisis pemilihan teknologi yang tepat untuk kegiatan penyiangan.

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Lahan Sawah dan Jarak Tanam

Tanah sawah bukan merupakan terminologi klasifikasi untuk suatu jenis tanah tertentu, melainkan istilah yang menunjukkan cara pengelolaan berbagai jenis tanah untuk budidaya padi sawah. Pengelolaan lahan yang tepat akan menghasilkan kondisi sawah yang kaya akan unsur hara didalamnya dan menjadi tanaman tumbuh subur. Salah satu diantara cara pengelolaan lahan sawah yaitu dengan melakukan kegiatan penyiangan. Penyiangan yang baik dilakukan ketika gulma tercabut bersama akarnya. Namun untuk dapat tercabut sampai keperakaran gulma, kondisi tanah harus tercukupi oleh air dan mengandung fraksi pasir, debu dan lempung. Sehingga dalam kegiatan penyiangan, kondisi tanah sawah harus berada pada kondisi macak-macak (cukup tergenang) selama masa pertumbuhan. Syarat kondisi lahan sawah yang sesuai untuk kegiatan penyiang dicirikan sebagai berikut :

- Tanah sawah beririgasi/tadah hujan, yang memiliki permukaan lahan datar dan tergenang dangkal dengan kondisi tanah aerobik sampai anaerobik - Dibatasi oleh pematang dengan tata air terkontrol

- Ketinggian air minimal 6 cm

- Kedalaman lapisan lumpur sawah (diukur dengan cara orang berdiri di lumpur) maksimum 25 cm

(24)

Gulma Tanaman Padi

Padi sawah tumbuh pada kondisi tanah yang basah (tergenang air), maka tumbuh-tumbuhan pengganggu yang tumbuh adalah termasuk ke dalam jenis tumbuhan air (Aquatic weeds) dan semi aquatic weeds. Gulma Fimbristylis miliaceae (Cyperaceae), disusul Echinochloa crusgalli (Gramineae) merupakan gulma yang sangat dominan pada lahan persawahan yang tergolong jenis gulma rerumputan seperti pada Gambar 1 (anonim, 2009).

Fimbristylis miliaceae (L.) Vahl (cyperaceae) sebangsa rumput teki dikenal dengan nama lesser fimbristylis (Inggris), panon munding, babawangan (Sunda), sunduk welut, sriwit, tumburan (Jawa), naleung sengko (Aceh). F. miliaceae merupakan tumbuhan setahun, tumbuh berumpun, dengan tinggi 20 – 60 cm. Batangnya ramping, tidak berbulu-bulu, bersegi empat, dan tumbuh tegak. Daunnya terdapat di bagian pangkal, bentuk bergaris, menyebar lateral, tepi luar tipis, panjang sampai 40 cm. Bunganya berkarang dan bercabang banyak. Anak bulir kecil dan banyak sekali, warna cokelat dengan punggung berwarna hijau, bentuk bola sampai jorong, dengan ukuran 2 – 5 mm x 1.5 – 2 mm. Buahnya berwarna kuning pucat atau hampir putih, bentuk bulat telur terbalik. Biasanya terdapat di tempat-tempat basah, berlumpur sampai semi basah, umumnya terdapat pada lahan sawah (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009).

(25)

terdapat juga di tempat setengah basah. Di sawah tumbuh bersama padi, akan tetapi umumnya lebih tinggi dan berbunga lebih dulu dari pada padi (Sundaru et al. 1976 dalam Anonim, 2009).

Gambar 1. Gulma jenis rerumputan

Jenis gulma yang tergolong rerumputan biasanya berdaun sempit, tumbuh tegak, dan berakar serabut (monocotyledonae). Jenis gulma yang tergolong daun lebar, biasanya tumbuh secara horizontal, bertitik tumbuh terbuka, juga berakar serabut. Sedangkan jenis yang cukup sulit untuk diberantas adalah gulma yang tergolong rumput teki. Jenis ini memiliki karakter yang mirip dengan rumput, tetapi daunnya agak berbeda yakni bentuk daun rumput teki adalah segitiga. Rumput teki mempunyai umbi atau akar tinggal, sehingga sukar sekali diberantas, bila daunnya terpotong maka akan cepat sekali tumbuh lagi dari bawah (Soesanto, 1986; Sempaja, 2007).

Penyiangan

Penyiangan merupakan salah satu tahap yang sangat penting dari proses budidaya padi. Hal ini karena kehadiran gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman padi dalam mendapatkan bahan-bahan yang diperlukan dan pada gilirannya akan menurunkan produksi. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya.

Di dalam usaha pengendalian/penyiangan gulma sebaiknya dilakukan sebelum pemupukan agar penggunaan pupuk untuk tanaman padi tidak sia-sia.

(26)

Biasanya pengendalian gulma di lahan irigasi atau lahan sawah lebih mudah dibandingkan di lahan kering, karena pada lahan kering kelembaban tanahnya sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan gulma, terutama pada periode awal pertumbuhan tanaman padi. Sedangkan pada lahan irigasi (digenangi air) persoalan gulma tidak terlalu berat karena penggenangan merupakan cara yang sangat efektif untuk menekan perkembangan gulma.

Namun penyiangan yang dilakukan secara terus menerus akan memunculkan gulma yang dominan terhadap penyiangan (Sukma dan Yakup, 2002). Sehingga penyiangan yang baik dilakukan dua kali yaitu pada saat padi berumur 3 dan 6 minggu guna menjaga dan mencegah agar ketersedian air dan makanan yang seharusnya diserap oleh padi diambil oleh gulma yang dapat menyebabkan kurusnya padi karena kekurangan air dan usur-unsur lainnya. Selain untuk mengendalikan gulma, penyiangan juga ditujukan untuk mengaduk tanah di sekitar daerah perakaran sehingga meningkatkan aerasi udara di dalamnya (Haryanto et al. 2002).

Proses penyiangan cukup sulit karena pencabutan rumput yang berada diselah-selah padi perlu keterampilan tertentu agar tidak merusak tanaman. Untuk itu diperlukan suatu alat penyiang semi mekanis ataupun mekanis. Selain itu pengguna alat penyiang juga akan meningkatkan nilai kapasitas kerja. Menurut Haryono (2007), pengendalian gulma tanaman padi sawah secara manual dengan menggunakan tangan membutuhkan waktu 172 jam/ha dan penyiangan secara semi mekanis dengan menggunakan landak membujur melintang 132 jam/ha sedangkan penyiangan secara mekanis dengan menggunakan power weeder membutuhkan waktu 15 – 27 jam/ha.

Efektivitas Penyiangan

(27)

tanaman pokok. Adanya persaingan gulma dapat mengurangi kemampuan tanaman untuk berproduksi. Persaingan antara gulma dengan tanaman dalam mengambil unsur-unsur hara dan air dari dalam tanah dan penerimaan cahaya matahari untuk proses fotosintesis, menimbulkan kerugian-kerugian dalam produksi baik kualitas maupun kuantitas. Besar kecilnya (derajad) persaingan gulma terhadap tanaman pokok akan berpengaruh terhadap baik buruknya pertumbuhan tanaman pokok dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tinggi rendahnya hasil tanaman pokok. Besar kecilnya persaingan antara gulma dan tanaman pokok di dalam memperebutkan air, hara dan cahaya atau tinggi rendahnya hambatan terhadap pertumbuhan atau hasil tanaman pokok jika dilihat dari segi gulmanya, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti berikut ini (Subagiya, 2009):

Kerapatan gulma

Semakin rapat gulmanya, persaingan yang terjadi antara gulma dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Hubungan antara kerapatan gulma dan pertumbuhan atau hasil tanaman pokok merupakan suatu korelasi negatif.

Macam gulma

Masing-masing gulma mempunyai kemampuan bersaing yang berbeda, hambatan terhadap pertumbuhan tanaman pokok berbeda, penurunan hasil tanaman pokok juga berbeda. Sebagai contoh kemampuan bersaing jawan (Echinochloa crusgalli) dan tuton (Echinochloa colonum) terhadap tanaman padi tidak sama atau berbeda.

Saat kemunculan gulma

Semakin awal saat kemunculan gulma, persaingan yang terjadi semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun. Oleh karena itu penyiangan sebaiknya dilakukan pada saat awal pertumbuhannya.

Lama keberadaan gulma

(28)

hasilnya semakin menurun. Sehingga penyiangan sebaiknya dilakukan sebanyak 2 kali.

Kecepatan tumbuh gulma

Semakin cepat gulma tumbuh, semakin hebat persaingannya, pertumbuhan tanaman pokok semakin terhambat, dan hasilnya semakin menurun.

Habitus gulma

Gulma yang lebih tinggi dan lebih lebat daunnya, serta lebih luas dan dalam sistem perakarannya memiliki kemampuan bersaing yang lebih, sehingga akan lebih menghambat pertumbuhan dan menurunkan hasil tanaman pokok

.

Efektivitas penyiangan ditentukan antara lain dari kerapatan pertumbuhan gulma. Kerapatan pertumbuhan gulma terdiri dari beberapa kategori : pertumbuhan gulma ringan (kurang dari 10% weed cover), pertumbuhan gulma sedang (antara 10 – 20% weed cover) dan 100% weed cover apabila seluruh areal ditutupi gulma (anonim). Apabila sebelum dilakukan penyiangan, weed cover mencapai 100% dan setelah dilakukan penyiangan pertumbuhan gulma menjadi 50% (weed cover), maka dapat dikatakan bahwa efektivitas penyiangan tersebut masih rendah. Penyiangan yang efektif juga ditandai dengan pertumbuhan tanaman padi, yaitu pertumbuhan anakan semakin banyak karena tidak terjadi persaingan perebutan unsur hara dengan gulma.

Pertanian Organik

(29)

Dalam prinsip-prinsip budidaya padi organik terdapat salah satu kegiatan pertanian yang harus dilakukan, yaitu pemberantasan gulma. Kegiatan pemberantasan gulma ini juga harus dilakukan secara konvensional atau tanpa menggunakan bahan kimia. Pemberantasan gulma menggunakan alat (semi mekanis sampai mekanis) telah dilakukan sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan dukungan teknologi tersebut diharapkan penggunaan herbisida kimia tidak dipergunakan lagi sehingga akan tercapai ketahanan pangan nasional.

Prospek pertanian organik di masa mendatang mempunyai peluang usaha yang sangat baik dan cerah, karena kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi sumber makanan yang sehat dan bergizi semakin meningkat. Hasil produksi dari pertanian organik ternyata lebih bermutu dibanding dengan budidaya pertanian biasa. Melalui pertanian organik keberlanjutan produksi dapat dicapai.

Perkembangan Alat Penyiang

Penyiangan Manual (Handweeding)

Di Indonesian pemberantasan gulma masih banyak dilakukan dengan cara manual yaitu mencabut gulma dengan tangan (Gambar 2). Selama masa pertumbuhan padi biasanya dilakukan 2 kali penyiangan yaitu penyiangan pertama pada waktu padi berumur 15 -17 hari dan penyiangan kedua pada waktu padi berumur 30 - 40 hari setelah tanam. Kegiatan penyiangan yang dilakukan secara manual (hand weeding) membutuhkan waktu 172 jam/ha dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 25 orang/ha (Haryono, 2007).

Sistem penyiangan manual yang biasa dilakukan masyarakat yaitu dengan mencabuti rerumputan yang tumbuh subur diantara tanaman padi kemudian membuangnya dari areal persawahan atau dibenamkan ke dalam tanah.

(30)

Alat Penyiang Semi Mekanis

Sejak 20 tahun yang lalu penyiangan sudah dilakukan dengan menggunakan alat. Alat penyiang gulma sederhana yang banyak digunakan oleh petani yaitu alat penyiang gasrok/landak terbuat dari kayu dan cakar penyiangan menggunakan beberapa kumpulan paku yang terletak pada dasar penyiang. Pengoperasian alat ini dengan cara didorong menggunakan tenaga manusia melalui tangkai pendorong. Cara pengoperasian alat penyiang gasrok dapat dilihat pada Gambar 3. Penyiang landak ini membutuhkan tenaga kerja sebanyak 7 orang dan waktu 3 hari dalam luasan 1 ha sawah. Disini membutuhkan tenaga manusia untuk mendorong tangkai penyiang.

Gambar 3. Alat penyiang gasrok

Bila penyiangan dilakukan dengan alat penyiang landak, di samping memberantas gulma juga berfungsi penggemburan tanah

(31)

Gambar 4. Alat penyiang semi mekanis (Rajvir Yadav et al. 2007)

Dari hasil penelitiannya diperoleh bahwa weeder ini dapat bekerja pada kedalaman di atas 3 cm dengan efisiensi lapang 0.048 ha/jam dan efisiensi penyiangan tertinggi mencapai 92.5 %. Waktu istirahat operator setelah bekerja dan untuk memperoleh kondisi normal kembali selama 14 menit. Nilai heart rate tertinggi diperoleh 142 sampai 150 beats per menit (Rajvir Yadav at al. 2007).

Singh (1992) juga telah mengembangkan dengan memperhatikan aspek ergonomik pada desain jari penyiang, dari hasil penelitian diperoleh kapasitas kerja penyiangan 60 – 110 man-jam/ha pada lahan sawah black heavy soil dan 25 man-jam/ha pada lahan light soil.

Semua studi tentang ergonomik beberapa alat penyiang telah banyak dilakukan, namun itu juga harus merupakan teknologi yang spesifik disesuaikan dengan kondisi wilayah; jenis tanah, tanaman, areal jangkauan gulma dan ketersediaan sumber daya lokal.

(32)

Gambar 5. Alat penyiang semi mekanis buatan Jepang

Cara pengoperasian alat penyiang semi mekanis buatan Jepang sama seperti penyiangan menggunakan gasrok yaitu dengan menggasrok atau mendorong ke depan dan belakang sehingga gulma tercabut dan terpendam dalam tanah.

Alat Penyiang Mekanis

Salah satu alternatif pengembangan alat penyiang yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan mesin pemotong rumput dimana selain dapat memotong rumput alat ini bisa dimodifikasi dan dikembangkan menjadi alat penyiang padi sawah (Gambar 6). Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam penyiang padi sawah maka diperlukan suatu mata penyiang yang paling efektif guna meringankan kerja petani. Penyiangan menggunakan alat penyiang padi dengan penggerak mesin potong rumput ini memiliki satu buah mata penyiang dengan kapasitas kerjanya 0.020 ha/jam (Imran et al. 2006).

(33)

Cara kerja alat ini sama dengan mesin pemotong rumput, hanya dengan mengganti pisau pemotong menjadi piring atau mata penyiang yang terdapat paku-paku berupa mur dan baut. Pada saat operasional mata penyiang alat penyiang padi berputar, paku-paku penyiang yang terdapat pada piring penyiang akan memotong, mencongkel, memutar, dan menghancurkan gulma beserta tanah yang ada dibawahnya. Sehingga gulma yang hancur bisa menjadi pupuk bagi tanaman padi dan diperoleh tanah yang mempunyai porositas yang baik bagi pertumbuhan tanaman padi. Jumlah operator penyiangan padi di sawah dengan menggunakan alat penyiang dengan tenaga mesin potong rumput tipe sandang terdiri dari satu orang (Imran et al. 2006).

(34)

Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah (Pitoyo et al. 2008)

Uji coba dan sosialisasi penggunaan mesin penyiang padi sawah telah dilakukan tahun 2005 di Kec. Delanggu kabupaten Klaten Jawa Tengah selama 1 musim tanam pada padi MK. Pengembangan power weeder ini telah dicoba diterapkan di beberapa wilayah di daerah Jawa Tengah yaitu : Tegalgondo, Delanggu dan Sragen. Sebagian besar telah mendapat respon positif dan telah di pabrikasikan oleh pengrajin lokal. Penggunaan alat power weeder juga dapat bertujuan untuk meningkatkan aerasi tanah, yang diakibatkan oleh roda penyiangan. Power weeder ini memiliki ciri khas yaitu pada bagian yang aktif untuk penyiangan (sebagai roda) menggunakan hexagonal rotor (bentuk segi enam) yang pada keenam sisinya terpasang cakar-cakar penyiang, hexagonal inilah yang mengaduk tanah sampai pada perakaran gulma saat bekerja di lahan sawah sehingga aerasi tanah meningkat serta cukup efektif untuk mengurangi pertumbuhan gulma. Berdasarkan data teknis yang diperoleh, alat penyiang bermotor mampu melakukan pekerjaan rata-rata 12.24 jam/ha (Pitoyo et al. 2008). Sehingga membutuhkan 2 hari untuk melakukan penyiangan dengan luasan 1 hektar. Jika dibandingkan dengan penyiangan secara manual membutuhkan banyak tenaga kerja dan waktu selama 5 hari bahkan lebih.

(35)

musim tanam dengan waktu pengoperasian selama 30 – 40 hari masih dijumpai beberapa beberapa kelemahan kecil diantaranya; cakar penyiang masih terlalu panjang, sistem transmisi dan rangka masih diperlukan modifikasi untuk mendapatkan kontruksi yang lebih kokoh dan rigid namun cukup ringan. Evaluasi dari segi eknomi pada beberapa area dengan pertumbuhan gulma padat cukup dan mampu bersaing dengan upah penyiangan secara manual maupun dengan alat gasrok/landak (Pitoyo et al. 2008).

Gambar 8. Mesin penyiang padi sawah model YA-1 (Pitoyo et al. 2008)

(36)

Ergonomika

Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergo yang artinya kerja dan nomos

yang artinya ilmu. Sehingga kata ergonomi berarti ilmu kerja atau ilmu yang mempelajari manusia hubungannya dengan lingkungan kerjanya. Ilmu ergonomi bertujuan untuk mempelajari batas-batas kemampuan manusia dalam lingkungan kerja untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja dengan menyesuaikan interaksi manusia dengan produk, sistem dan lingkungan (Syuaib, 2003).

Dalam ilmu ergonomika, kerja diartikan sebagai suatu aktivitas untuk menghasilkan sesuatu. Manusia menggunakan otot hampir untuk seluruh jenis pekerjaan, otot manusia sendiri memerlukan energi untuk melakukan kerja fisik. Energi yang diperlukan otot untuk melakukan kerja berasal dari proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh.

Menurut Syuaib (2003), fisiologi kerja adalah salah satu sub disiplin dalam ilmu ergonomika yang mengkaji tentang kondisi/reaksi fisiologi yang disebabkan beban atau tekanan (stress) eksternal saat melakukan suatu aktivitas kerja. Kajian fisiologi kerja sangat terkait dengan indikator-indikator metabolik, yang diantaranya adalah :

1. Cardiovasculer (Denyut jantung) 2. Respiratory (Pernapasan)

3. Body Temperatur (Suhu tubuh) 4. Muscular Act (Aktivitas otot)

Faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan kerja. Suatu alat atau mesin dapat dikatakan berkualitas tinggi jika nyaman digunakan, yang berarti memiliki kesesuaian antara alat dan manusia yaitu mudah dioperasikan dan ramah terhadap pemakai.

(37)

berpengaruh pada desain dalam meningkatkan produktivitas kerja manusia untuk mencapai tujuan yang efektif, sehat, aman dan nyaman.

Untuk melaksanakan kajian atau evaluasi (pengujian) bahwa desain sudah memenuhi persyaratan ergonomis adalah dengan mempertimbangkan faktor manusia. Karena desain yang baik yaitu memiliki keseimbangan antara lingkungan, manusia, alat-alat atau perangkat kerja, dengan produk fasilitas kerjanya. Satu sama lain saling berinteraksi dan memberi pengaruh signifikan terhadap peningkatan produktivitas, efisiensi, keselamatan, kesehatan, kenyamanan maupun ketenangan orang bekerja sehingga menghindarkan diri dari segala bentuk kesalahan manusiawi (human error) yang berakibat kecelakaan kerja.

Penerapan ergonomika dapat menghasilkan perbaikan kerja, menurunkan potensi kecelakaan kerja, dan menurunkan resiko penyakit serta peningkatan kondisi dasar pekerjaan. Oleh karena peranan ergonomi begitu besar dalam meningkatkan perbaikan lingkungan kerja, maka semestinya dalam proses perancangan suatu peralatan, mesin, ataupun sistem kerja, faktor manusia harus dipertimbangkan dengan cermat. Perhatian yang mendalam mengenai faktor manusia merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dan keselamatan. Lingkungan fisik tempat kerja bagi manusia dipengaruhi antara lain oleh : cahaya, kebisingan, getaran mekanis, beban kerja, kelembaban, warna. Namun dalam penelitian ini yang akan dikaji seberapa besar efek-efek yang disebabkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi di dalam melakukan kegiatan penyiangan diantaranya yaitu beban kerja, getaran mekanis, dan kebisingan.

Beban Kerja

(38)

Aktifitas fisik dan faktor lingkungan merupakan sumber ketegangan fisiologis bagi pekerja yang sangat mempengaruhi kebutuhan energi. Pengeluaran energi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengeluaran tenaga total tubuh atau lebih dikenal dengan laju metabolisme dan pengeluaran tenaga mekanis yang merupakan tenaga yang dihasilkan oleh otot dalam melakukan kerja fisik (Sanders, 1987; dalam Akbar, 2005). Semakin berat suatu beban kerja yang diterima maka semakin tinggi energi yang dibutuhkan, sehingga akan mengakibatkan pernapasan semakin cepat dalam rangka memenuhi kebutuhan oksigen yang semakin meningkat.

Energi yang diperlukan untuk melakukan kerja dihasilkan melalui proses metabolisme yaitu melalui proses oksidasi glukosa yang terjadi di dalam tubuh. Kebutuhan energi untuk melakukan kerja disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkan menggunakan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Di dalam pengukuran beban kerja fisik dapat dilakukan dengan empat cara yaitu : konsumsi oksigen, frekuensi pernafasan, suhu tubuh dan denyut jantung. Denyut jantung akan meningkat sesuai dengan fungsi dari beban kerja dan konsumsi oksigen.

Sanders (1987) dalam Akbar (2005); menyatakan bahwa beban fisik yang dilakukan dapat diukur berdasarkan tiga variabel, yaitu banyaknya konsumsi O2, denyut jantung dan suhu tubuh.

Cara termudah untuk melakukan pengukuran beban kerja fisik di lapangan adalah melalui pengukuran denyut jantung. Denyut jantung mempunyai korelasi yang tinggi dengan penggunaan energi (konsumsi oksigen), tetapi denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi (mental), sehingga penggunaan metode pengukuran denyut jantung untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi. Salah satu metode yang dapat dipergunakan untuk kalibrasi denyut jantung adalah dengan menggunakan metode step test, yang memiliki komponen pengukuran yang mudah, selalu tersedia di mana saja dan kapan saja (Herodian, 1997).

(39)

psikologis dan lingkungan, maka perhitungan nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi nilai denyut jantung dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat kerja terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan HR tersebut dinamakan IRHR (Increase Ratio of Heart Rate), atau dengan persamaan (Syuaib, 2003) :

)

HR work = denyut jantung saat melakukan pekerjaan (beats/minute) HR rest = denyut jantung saat istirahat (beats/minute)

Metode Step Test

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk kalibrasi pengukuran denyut jantung adalah menggunakan metode step test (metode langkah), selain dari pengukuran menggunakan sepeda ergonometer. Metode ini dapat diusahakan suatu selang yang pasti dari beban kerja dengan hanya mengubah tinggi bangku step test dan intensitas langkah. Metode ini juga lebih mudah, karena dapat dilakukan dilapang. Denyut jantung sebanding dengan konsumsi oksigen. Beban kerja dapat diketahui dengan mengkalibrasi antara kurva denyut jantung saat bekerja dengan denyut jantung pada saat step test. Dengan metode ini, beberapa faktor individual seperti : umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan harus diperhatikan sebagai faktor untuk menentukan karakteristik individu yang diukur. Untuk memperoleh Total Energy Cost Step Test (TECST) yaitu total energi yang digunakan pada step test digunakan persamaan berikut (Irawan, 2008) :

(40)

4.2*103 = Faktor kalibrasi satuan dari joule menjadi kilokalori

Dari nilai TEC dan IRHR saat step test kemudian dibuat grafik korelasi sehingga diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut :

Persamaan ini kemudian digunakan untuk menginterpolasi nilai total energi (TECw) dengan memasukkan nilai IRHR pada saat melakukan aktivitas (penyiangan). Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan (penyiangan) dilakukan perhitungan nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan sebagai berikut (Irawan, 2008)

)

WEC = Work Energy Cost (kkal/min) TEC = Total Energy Cost (kkal/min) BME = Basal Metabolic Energy (kkal/min)

Basal Metabolic Energy

(41)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Numanjiru (1969) dalam Syuaib (2003) terdapat korelasi linier antara luas permukaan tubuh (A) dengan laju konsumsi oksigen (VO2). Korelasi VO2 terhadap luas permukaan tubuh tersebut disajikan pada Tabel 1. Sanders et.al. (1993), konsumsi oksigen merupakan salah satu indikasi kebutuhan energi dalam tubuh. Di mana, konsumsi 1 liter oksigen ekuivalen dengan konsumsi tenaga sebesar 5 kal.

Irawan (2008), berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, maka untuk mengetahui nilai beban kerja yang sebenarnya (WEC’) yang diterima oleh operator pada saat melakukan kerja maka pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan di bawah ini (Irawan, 2008):

)

Tabel1. Tabel konversi BME ekuivalen dengan VO2 berdasarkan luas permukaan tubuh

1/100 (*) untuk perempuan, nilai VO2 harus dikalikan 0.95

Sumber : Syuaib M.F., 2003

Getaran Mekanis (vibration)

(42)

kondisi bekerja, mempercepat datangnya kelelahan dan menyebabkan timbulnya beberapa penyakit. Besaran getaran ditentukan oleh lama, intensitas, dan frekuensi getaran. Sedangkan anggota tubuh mempunyai frekuensi getaran sendiri sehingga jika frekuensi alami ini beresonansi dengan frekuensi getaran mekanis akan mempengaruhi konsentrasi kerja, mempercepat kelelahan, gangguan pada anggota tubuh seperti mata, syaraf dan otot.

Getaran umumnya terjadi karena adanya efek-efek dinamis dari kerenggangan, kontak-kontak berputar dan bergesek antara elemen-elemen mesin serta gaya-gaya yang menimbulkan suatu momen yang tidak seimbang pada bagian-bagian yang berputar. Salah satu fenomena yang tampak akibat getaran mekanis adalah yang disebut ”Vibration induced finger” atau pemucatan telapak tangan karena pengecilan pembuluh darah (Mc Cornick, 1972 dalam Mahmudah, 2005).

Menurut Wilson (1989) dalam Mahmudah (2005) getaran dengan tingkat tinggi dapat menyebabkan kerusakan tulang-tulang sendi, sistem peredaran darah dan organ-organ lain. Masa getaran yang lama pada semua bagian tubuh atau getaran pada lengan tangan dapat menyebabkan kelumpuhan atau cacat, masa getaran yang pendek dapat menyebabkan kehilangan rasa, ketajaman penglihatan dan lain-lain yang dapat menyebabkan kecelakaan kerja. Getaran pada seluruh tubuh memberikan efek yang lebih komplek mulai dari jantung, peredaran darah hingga penurunan daya ingat dan konsentrasi seseorang. Batas getaran mekanis yang boleh diterima operator dibedakan pada titik kontak subyek dengan getaran tersebut.

Batas nilai percepatan getaran yang aman sebagaimana yang direkomendasikan OSHA (Occupational Safety and Health Administration) dan WHO (World Health Organization) adalah 4 m/s2, tetapi belum diketahui berapa lama waktu bekerja yang aman bagi operator (Adinata, 2003).

(43)

Tabel 2. Nilai ambang batas getaran untuk lengan dan tangan Nilai percepatan getaran

(m/s2)

Waktu kerja yang diijinkan per hari Sumber : Menaker, 1999

Dampak atau pengaruh getaran terhadap operator adalah timbulnya sindroma getaran (vibration sindrome) atau lebih populer dengan istilah mati rasa pada tangan atau jari yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jari-jari tangan atau tangan operator. Untuk mengurangi efek negatif akibat penggunaan peralatan yang bergetar dianjurkan agar tidak melakukan kontak dengan getaran maksimum 50 % dari waktu kerja atau direkomendasikan untuk beristirahat setiap 1 – 1.5 jam dengan gemastik tangan antara 5 – 10 menit (Istigno, 1971 diacu dalam Satrio, 1991).

Kebisingan (Noise)

Penggunaan alat mekanis akan menimbulkan kebisingan. Menurut Akbar (2005); Faktor fisik yang berpengaruh terhadap beban kerja adalah kebisingan yang diterima oleh pekerja (operator). Kebisingan adalah bunyi-bunyi yang tidak dikehendaki yang didengar sebagai rangsangan pada telinga atau getaran-getaran melalui media yang elastis. Bunyi dikatakan sebagai bising jika memenuhi kriteria mengganggu pembicaraan, membahayakan pendengaran dan mengurangi efisiensi kerja.

(44)

waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya ketulian sementara atau permanen. Kebisingan dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Pengaruhnya berupa peningkatan sensitivitas tubuh seperti peningkatan sistem kardiovaskular dalam bentuk kenaikan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Apabila kondisi tersebut tetap berlangsung dalam waktu yang lama, akan muncul reaksi analogis berupa penurunan konsentrasi dan kelelahan .

Pada umumnya kebisingan sangat mengganggu dan mempengaruhi kerja operator. Standar tingkat kebisingan yang diperbolehkan oleh lembaga OSHA

(Occupational Safety and Health Administration) dan Keputusan Menaker

ditampilkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar tingkat kebisingan

OSHA (dBA) MENAKER (dBA) waktu kerja yang diijinkan (jam)

90 85 8

Sumber : Sudirman, 1992 dalam Wijaya, 2005; Menaker, 1999

Dalam menghitung waktu maksimum yang diperbolehkan bagi pekerja untuk berada pada tempat kerja dengan tingkat kebisingan yang dianggap tidak aman dapat menggunakan Formula DOD (The U.S. Department of Defense Standard) :

(45)

Standar - standar dari ISO dan Masyarakat Jepang untuk Kesehatan Pekerjaan men-spesifikasikan bahwa 90 dBA adalah sebagai tingkat toleransi untuk 8 jam terekspose terhadap getaran-getaran di lingkungan kerja.

Analisis

Analisa Logika Fuzzy

Dalam proses pemilihan, pengambilan keputusan seringkali dihadapkan pada kondisi ketidak-pastian dan ketidak-jelasan (fuzzy). Keadaan ini agaknya cukup menyulitkan bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif pilihan yang terbaik terutama bila dalam persoalannya terkandung data yang sifatnya kualitatif.

Schmoldt cit. Center dan Verma (1997) dalam Akbar (2005), menyatakan bahwa model kualitatif memiliki sifat-sifat yang analog dengan model kuantitatif, dimana keduanya menghasilkan nilai peubah tertentu (dependent variable) melalui keterkaitan diantara peubah model. Hanya pada model kualitatif, peubah model harus dideskripsikan lebih umum.

Salah satu cara untuk memecahkan persoalan sistem yang komplek adalah menggunakan teknik pemodelan fuzzy. Metode tersebut walaupun dalam aplikasinya cukup rumit namun mengacu kepada konsep bahwa metode pengambilan keputusan yang baik salah satunya dimaksudkan untuk mendapatkan keunikan dan konsistensi dalam mengambil keputusan.

(46)

Gambar 10. Konsep Umum Fuzzy Logic

Logika fuzzy atau seringkali disebut dengan Fuzzy Logic merupakan suatu sistem yang dapat digunakan dalam menangani konsep kebenaran parsial, yaitu kebenaran yang ada diantara sepenuhnya benar atau sepenuhnya salah. Jika pada logika klasik dikenal dua nilai 0 dan 1, maka pada logika fuzzy yang digunakan adalah nilai dalam interval [0 1], jadi konsep ini merupakan perluasan dari konsep kebenaran mutlak boolean 0 dan 1. Logika fuzzy yang merupakan bagian dari

Artificial Intelligence juga banyak memberikan kontribusi di bidang manajemen. Adanya sistem penunjang keputusan atau lebih sering disebut dengan Decision

Support System dan sistem informasi manajemen juga menjadi bagian dari

kecerdasan buatan. Dalam hal sistem penunjang keputusan, logika fuzzy

(47)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Juni 2009 di lahan petani, Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Jawa Barat.

Peralatan dan Instrumen Penelitian

Peralatan dan instrumen yang digunakan : penyiang semi-mekanis (tipe gasrok/Indonesian weeder dan tipe roller/Japanese weeder), penyiang mekanis (Power weeder), Heart rate monitor, metronome, Vibration meter VM-63A, Sound level meter, stopwatch, meteran, step bench dan tachometer.

(a)

(b)

Gambar 11. Heart rate monitor dan metronome/pengukur denyut jantung (a);

Pocketable Vibration Meter/pengukur getaran, Tachometer/pengukur kecepatan dan Sound Level Meter/pengukur kebisingan (b)

Karakteristik Subjek Penelitian

(48)

sawah, namun dalam penggunaan alat dan mesin ada beberapa subjek yang belum terbiasa. Untuk mengkondisikan keseragaman skill, maka semua subjek penelitian dilatih dalam penggunaan alat dan mesin penyiang sehingga dalam pengambilan data diharapkan semua dalam kondisi seragam.

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek Umur

(Tahun) Kelamin Berat Badan (kg)

Tinggi Badan (cm)

F1 43 W 63 153.6

F2 47 W 55 137.6

F3 49 W 48 148

M1 16 P 50 150

M2 48 P 48 150

M3 57 P 36 144.2

Pelaksanaan Penelitian

Penyiapan Plot Pengamatan

Pelaksanaan penelitian dilakukan terhadap 4 metode penyiangan yaitu manual (hand weeding); semi-mekanis tipe gasrok (Indonesian weeder) dan tipe roller (Japanese weeder); dan mekanis (power weeder). Pengujian dan pengamatan dilakukan dalam 4 kali ulangan dengan luasan masing-masing plot adalah 15m x 2.5m. Dengan demikian total luas plot pengamatan yang dibutuhkan 4 x 4 x 6 x 15m x 2.5m. Layout plot pengamatan terlihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Luasan plot pengamatan masing-masing perlakuan

U 1 2.5m

15 m

U 2 U 3 U 4

(49)

Perlakuan:

HW = Manual (Hand Weeding)

IW = Semi mekanis tipe gasrok (Indonesian Weeder) JW = Semi mekanis tipe roller (Japanese Weeder) PW = Mekanis (Power Weeder)

F = Subjek wanita (Female) M = Subjek Laki-laki (Male)

Un = Ulangan pengujian/percobaan ke-n

Gambar 13. Kondisi petak lahan percobaan

Masing-masing subjek (6 operator) melakukan penyiangan dengan menggunakan 4 jenis alat dan setiap perlakuan sebanyak 4 kali ulangan sehingga diperlukan sebanyak 96 plot uji. Jarak penyiangan padi mengikuti jarak tanam padi sesuai dengan metode organik yaitu jarak tanam 25 x 25 cm (Gambar 13).

Persiapan Alat

(50)

(a) (b)

(c)

Gambar 14. Jenis-jenis alat penyiang yang digunakan (a) Gasrok; (b) power weeder; (c) Japanese’s weeder

Tabel 5. Spesifikasi masing-masing alat

Parameter Power weeder Japaneseese

weeder Indonesian weeder

Panjang (mm) 1 083 1 340 1 485

Lebar stang kemudi (mm) 536 470 315

Tinggi stang kemudi (mm) 930 (min) 810 775

Berat (kg) 22 5 10

Lebar alat (mm) 653 215 140

Pengoperasian Alat

(51)

2 stopwatch. Stopwatch pertama digunakan untuk mengukur waktu yang dibutuhkan untuk 1 luasan plot dan stopwatch yang lainnya digunakan untuk menghitung waktu yang terjadi pada saat melakukan belokan. Dengan memperhatikan waktu belokan ini, maka dapat diketahui faktor yang berpengaruh pada saat kondisi heart rate mengalami fluktuatif. Pengoperasian penyiangan dilakukan pada satu alur memanjang searah dengan pergerakan sinar matahari, karena persaingan antara gulma dan tanaman pokok selain dalam hal memperebutkan nutrisi makanan juga persaingan dalam hal memperebutkan cahaya. Pada alur yang searah dengan cahaya matahari terdapat lebih banyak gulma. Selain itu penyiangan yang dilakukan pada alur memanjang lebih efisien dalam hal waktu, banyaknya belokan akan mengakibatkan banyaknya waktu yang terbuang.

(a) (b)

(c) (d)

(52)

Pengambilan Data dan Analisis

Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dari beberapa aspek yaitu :

Aspek Teknis

Dari aspek teknis, dapat diambil suatu kajian teknis untuk mengetahui dan memperoleh performance dari masing-masing tipe penyiangan, yang dapat dilihat dari beberapa parameter :

Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja merupakan suatu parameter penting dalam melihat performance suatu alat sehingga dapat diketahui kinerja dari alat tersebut. Dalam memperoleh kapasitas kerja ini diperlukan suatu metode pengambilan dan pengukuran data di lapangan. Pengamatan dilakukan dengan menghitung waktu total yang digunakan untuk mengoperasikan alat pada satuan luas tertentu. Kapasitas kerja efektif dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Imran et al. 2006) :

TW TL

Ke = ... (8) di mana :

Ke = Kapasitas kerja efektif (ha/jam) TL = Total luas lahan yang disiangi (ha)

TW = Total waktu kerja (jam)

Ergonomika

Kajian ergonomika bertujuan untuk mengetahui nilai kenyamanan dan kesesuaian antara manusia dan alat yang digunakan dari aspek anatomi (struktur), fisiologi dan psikologi.

Konsumsi Energi Subjek/Operator

(53)

berbeda namun dalam kegiatan pengukuran beban kerja fisik pada saat penelitian ini, subjek dikondisikan pada kemampuan mengoperasikan alat pertanian yang sama. Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja fisik, tiap subjek diberikan suatu pelatihan dalam pengoperasian alat pertanian yang akan diuji agar diperoleh kemampuan kerja yang seragam.

Kegiatan step test dilakukan dengan ketinggian pijakan yang sama yaitu 25 cm. Step test dilakukan dengan 4 ritme/frekuensi disesuaikan dengan kemampuan rata-rata subjek, secara berurutan 15, 20, 25 dan 30 siklus per menit masing subjek dan selama 5 menit pada masing-masing frekuensi. Kebutuhan energi bagi tubuh untuk melakukan gerak disalurkan oleh darah melalui pembuluh-pembuluh darah ke seluruh tubuh yang membutuhkannya dengan jantung sebagai pemompanya. Setiap peningkatan penggunaan tenaga berarti akan meningkatkan kerja jantung. Pengukuran konsumsi energi dilakukan dengan metode beban kerja. Pengambilan data beban kerja dimulai dengan mengukur denyut jantung yang kemudian menghitung konsumsi energi yang dibutuhkan pada masing-masing operator, sehingga diketahui tingkat beban kerja fisik tiap operator saat penyiangan. Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan prosedur berikut :

- Melakukan kalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan metode

step test, yaitu melakukan aktivitas naik turun bangku setinggi 25 cm dan ritme kecepatan langkah dengan frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus per menit (menggunakan irama dari metronome) di mana satu siklus adalah sekali naik dan sekali turun bangku. Pengukuran laju denyut jantung pada step test dilakukan tiap 5 menit dengan istirahat duduk selama 10 menit (Gambar 16).

- Pemasangan heart rate monitor pada operator, sedangkan receiver nya dipasang di pergelangan tangan.

(54)

melakukan istirahat duduk selama 10 menit, waktu dan aktivitas pekerjaan dicatat dalam timesheet.

a. Kalibrasi step test

Denyut jantung dipengaruhi juga oleh beban psikologi sehingga untuk mengetahui beban kerja membutuhkan suatu kalibrasi pada masing-masing operator. Kalibrasi pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan metode step test. Ritme kecepatan langkah diukur pada frekuensi 15, 20, 25, dan 30 siklus/menit. Step test dilakukan oleh masing-masing operator dengan prosedur sebagai berikut: istirahat 1 (awal) selama 10 menit – step test 1 pada frekuensi 15 – istirahat 2 selama 10 menit – step test 2 pada frekuensi 20 – istirahat 3 selama 10 menit – step test 3 pada frekuensi 25 – istirahat 4 selama 10 menit – step test 4 pada frekuensi 30 – istirahat 5 (akhir) selama 10 menit. Denyut jantung direkam secara kontinyu pada interval 5 detik. Kemudian pada tahapan kalibrasi dihitung tenaga masing-masing operator yang dibutuhkan pada saat step test, dengan menggunakan persamaan (2).

Kemudian, untuk menghindari subyektifitas nilai denyut jantung (HR), maka nilai HR harus dinormalisasikan agar diperoleh nilai HR yang lebih obyektif. Normalisasi dilakukan dengan cara perbandingan HR relatif saat step test terhadap HR saat istirahat. Nilai perbandingan tersebut dinamakan IRHR dengan persamaan (1).

(55)

Gambar 16. Metode step test

b. Beban kerja Kuantitatif

Beban kerja berdasarkan nilai perhitungan dari parameter yang diperoleh pada saat melakukan pekerjaan, terdiri dari perhitungan nilai total energi (TEC), IRHR (nilai perbandingan denyut jantung), WEC (nilai energi efektif dalam melakukan pekerjaan) dan WEC' (nilai energi sebenarnya yang diterima seseorang).

(56)

Gambar 17. Diagram prosedur pengukuran beban kerja

Setelah diperoleh nilai TEC dan IRHR pada saat step test yang dilakukan masing-masing subjek kemudian dibuat grafik korelasi, diperoleh persamaan dengan bentuk umum untuk masing-masing subjek sebagai berikut :

)

Persamaan linier yang didapat, digunakan untuk mencari besarnya beban kerja pada saat operator mengoperasikan alat penyiang dengan memasukkan nilai rata-rata denyut jantung pekerja pada saat penyiangan ke dalam persamaan tersebut. Dengan memasukkan nilai

Pengambilan data subjek

- TEC kerja (kkal/menit) - IRHR

- WEC (kal/menit) - WEC’ (kal/kg menit)

Rest 3 5 - 10 menit

Kualitatif : tingkat beban kerja seseorang

(57)

IRHR subjek saat melakukan kerja maka diperoleh nilai daya yang dikeluarkan oleh subjek tersebut. Persamaan ini kemudian digunakan untuk mengkonversi nilai IRHR menjadi TECw pada saat melakukan aktivitas. Untuk mengetahui nilai energi yang dikeluarkan untuk melakukan pekerjaan perlu dihitung nilai WEC (Work Energy Cost) dengan persamaan (4). Kemudian dilakukan perhitungan nilai energi sebenarnya yang diterima subjek (WEC') saat melakukan kerja. Hal ini dikarenakan berat badan seseorang mempengaruhi beban kerja yang diterima, sehingga pengaruh berat badan harus ditiadakan. Untuk mendapatkan nilai WEC’ (Work Energy Cost per Weight) digunakan persamaan (6).

c. Beban Kerja Kualitatif

Pengukuran beban kerja ini dilakukan dengan melihat tingkat beban kerja seseorang berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh masing-masing subjek. Nilai kategori masing-masing tingkat beban kerja dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kategori pekerjaan berdasarkan IRHR

Kategori Nilai IRHR

Sangat Ringan Ringan Sedang Berat Sangat berat

1.0 < IRHR < 1.25 1.25 < IRHR < 1.50 1.50 < IRHR < 1.75 1.75 < IRHR < 2.00

IRHR > 2.00 Sumber : Syuaib dalam Irawan (2008)

Getaran

(58)

VM-63A) pada kondisi stasioner (Gambar 18). Getaran yang diukur yaitu getaran pada hand arm dan tingkat getaran yang diukur adalah percepatan (Acceleration) dalam m/s2. Pengukuran pada akselerasi perlu diperhatikan frekuensi getaran yang dihasilkan oleh engine yang digunakan (antara 10 Hz – 1000 Hz atau 1 kHz – 15 kHz). Pengukuran getaran ini kemudian disesuaikan dengan nilai percepatan yang direkomendasikan oleh OSHA dan WHO yaitu 4 m/s2 (Adinata, 2003).

Gambar 18. Pengukuran getaran

Kebisingan

Gambar

Gambar 3. Alat penyiang gasrok
Gambar 6. Alat penyiang mekanis
Gambar 7. Desain alat penyiang gulma (Power Weeder) padi sawah (Pitoyo et al. 2008)
Gambar 9.Pola kerja pengoperasian Power Weeder di lahan sawah
+7

Referensi

Dokumen terkait