• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Kondisi Lingkungan

Wilayah Kecamatan Bogor Barat Kelurahan Situ Gede memiliki kondisi geografis yang berbatasan dengan wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Semplak Barat - Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Bubulak - Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Cikarawang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Balumbang Jaya

Wilayah kelurahan Situgede memiliki total luas wilayah 232.47 ha dengan luas areal sawah 67.9 ha atau 30 % dari total luas wilayah Situgede, berada pada ketinggian 250 m diatas permukaan laut. Rata-rata curah hujan yang tercatat di wilayah Kelurahan Situgede 3 219 - 4 671 mm/tahun (Sys, 1985 dalam Sinaga, 2009). Rata-rata suhu dan kelembaban yang tercatat pada saat pengambilan data berkisar 23.6 – 33.2 0C dan 50 – 97 %. Ketersediaan air dari curah hujan dan saluran irigasi untuk budidaya tanaman padi di Kelurahan Situgede ini merupakan salah satu faktor yang mendukung pola tanam padi sepanjang tahun. Varietas padi yang dibudidayakan adalah varietas lokal Mekonga.

Tanaman padi sawah memerlukan media lumpur untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan yang baik bagi tanaman padi yaitu pada seluruh lapisan permukaan tanah harus berada dalam keadaan lumpur yang lunak, sehingga akar padi dapat tumbuh dengan bebas tanpa dihambat oleh lapisan tanah keras (De Datta, 1981 dalam Sinaga, 2009). Selain itu lapisan lumpur akan memudahkan dalam kegiatan penyiangan, gulma yang tersiangi akan terangkat sampai pada perakarannya.

Kondisi lahan sawah yang digunakan pada penelitian ini merupakan lahan tadah hujan dan irigasi dengan jenis tanah Ultisol (mengandung sedikit lempung) berwarna merah dan memiliki kedalaman tanah (lapisan lumpur) berkisar antara 6–25cm. Lahan sawah memiliki kemiringan yang berbeda, sehingga lahan terbagi dalam luasan petak kecil. Topografi dan tekstur tanah antar petakan lahan berbeda. Hal ini terlihat saat air tergenang atau digenangi secara bersamaan maka ketinggian genangan di setiap petakan lahan berbeda yang akhirnya akan membentuk kondisi pelumpuran yang berbeda pula. Pada beberapa petakan sawah

(2)

masih terdapat lahan dengan kondisi tanah sedikit keras (lapisan lumpur tipis) yang akan mengakibatkan penyiangan kurang sempurna. Sementara itu syarat kondisi tanah sawah untuk dapat dilakukan penyiangan sempurna (secara manual, semi-mekanis dan mekanis) yaitu kondisi tanah berlumpur dengan genangan air macak-macak.

Kondisi lahan sawah di lokasi pengujian berbentuk terasering, sehingga mengakibatkan kondisi tanah antar petak berbeda. Pada petak lahan yang berada dekat dengan sumber air memiliki genangan air tinggi sehingga kondisi tanah memiliki lapisan lumpur tinggi sedangkan pada petak lahan yang sangat jauh dari sumber air dan air sulit untuk mengalir memiliki genangan air sedikit serta lapisan lumpur menjadi tipis.

Analisa Teknis Ergonomika

- Kalibrasi Subjek/operator dengan Metode Step Test

Sebelum dilakukan pengukuran beban kerja pada setiap subjek, perlu dilakukan proses kalibrasi menggunakan metode step test dengan tujuan untuk mengetahui korelasi antara denyut jantung dengan peningkatan beban kerja masing-masing subjek karena tiap subjek memiliki karakteristik dan kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) yang berbeda-beda.

A. Subjek Laki-laki

Pada Gambar 20 terlihat hasil pengukuran denyut jantung pada saat step test untuk subjek laki-laki (M2). Di dalam gambar terlihat bahwa grafik denyut jantung pada step test pertama kali mengalami fluktuatif sangat besar. Hal ini dapat diindikasikan bahwa subjek tersebut mengalami kondisi yang tidak stabil, seperti merasa tegang ataupun merasa salah tingkah akibat menyesuaikan diri dengan instrumentasi yang digunakan pada tubuhnya. Namun demikian, grafik denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek M2

(3)

sesuai dengan pola step test di mana denyut jantung subjek semakin meningkat seiring dengan meningkatnya ritme/frekuensi step test.

ST M2 70 80 90 100 110 120 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Waktu (menit) H e a rt R a te ( b p m ) Keterangan:

Rn : Rest/Istirahat ke-n ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/mnt

ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/mnt ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit

Gambar 20. Grafik pemetaan denyut jantung subjek M2 pada saat step test

Di dalam setiap kegiatan step test harus diawali dan diselingi istirahat untuk setiap satu siklus untuk menormalisasikan kembali denyut jantung yang kemudian melakukan satu siklus step test lanjutan pada frekuensi yang lebih cepat. Secara umum untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat istirahat diambil rata-rata data yang memiliki nilai terendah dan dianggap stabil setelah menit ke-3 pada saat mulai istirahat. Demikian pula sebaliknya untuk mendapatkan nilai denyut jantung (HR) pada saat bekerja diambil nilai rata-rata data setelah menit ketiga (pada saat kondisi sudah mencapai masa aerob). Pengambilan nilai rata-rata data juga tidak diperkenankan pada waktu akhir melakukan pekerjaan. Karena pada kondisi tersebut sudah mencapai masa anaerob dan faktor psikis dari pengaruh lingkungan juga sangat mempengaruhi denyut jantung yang dihasilkan.

ST1 ST2 ST4

(4)

B. Subjek Perempuan

Pada Gambar 21, grafik pemetaan denyut jantung subjek perempuan (F2) terlihat bahwa pada saat awal istirahat setelah menjalani step test mengalami denyut jantung yang sangat fluktuatif. Hal ini dikarenakan subjek masih terpengaruh oleh kondisi sekitarnya serta berusaha untuk menyesuaikan dengan instrumentasi yang digunakan. Pola denyut jantung yang terekam dari subjek sesuai dengan pola denyut jantung hasil step test yaitu meningkat mengikuti peningkatan ritme/frekuensi step test.

STF2 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 Waktu (menit) He a rt Ra te ( b p m ) Keterangan:

Rn : Rest/Istirahat ke-n ST1 : Step test dengan ritme 15 siklus/menit ST2 : Step test dengan ritme 20 siklus/menit ST3 : Step test dengan ritme 25 siklus/menit ST4 : Step test dengan ritme 30 siklus/menit

Gambar 21. Grafik pemetaan denyut jantung subjek F2 pada saat step test

Nilai denyut jantung (HR) yang diperoleh pada waktu melakukan masing-masing step test kemudian dibandingkan dengan nilai HR pada saat istirahat untuk memperoleh nilai IRHR (Increase ratio of heart rate) pada saat kalibrasi. Hasil IRHR terdapat pada Tabel 7.

ST1 ST2 ST4

(5)

Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi

Pada Tabel 7 terlihat bahwa untuk beban kerja yang relatif sama diperoleh nilai IRHR yang berbeda untuk masing-masing subjek. Perbedaan nilai terjadi karena kemampuan fisiologis masing-masing subjek berbeda dalam merespon beban kerja. Kemampuan fisiologis ini berkaitan dengan kemampuan cardio-vaskuler (jantung) dan anatomi serat otot masing-masing subjek. Nilai denyut jantung yang dihasilkan masing-masing subjek pada setiap step test dengan frekuensi yang berbeda terlihat bahwa semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi tingkat denyut jantung yang dihasilkan. Terlihat dari data denyut jantung laki-laki saat step test pada ritme yang lebih tinggi semakin besar. Hal ini akan berpengaruh pada nilai korelasi yang akan dihasilkan antara IRHR dan TEC saat step test untuk menghasilkan nilai total energi (TEC) pada saat bekerja (penyiangan). Nilai total energi yang dihasilkan saat step test, selain dipengaruhi oleh frekuensi siklus juga dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan masing-masing subjek.

Adanya perbedaan respon fisiologis pada subjek yang berbeda maka perlu dilakukan pemetaan hubungan antara IRHR dengan TECst yang diterima masing-masing subjek. Hubungan antar nilai IRHR dengan TECst dari subjek laki-laki M3 menghasilkan sebuah persamaan grafik seperti terlihat pada Gambar 22. Sedangkan persamaan grafik subjek lainnya disajikan dalam lampiran.

IRHR TECst (kkal/menit)

Subjek Kelamin Berat Badan (Kg) Tinggi Badan (cm) ST1 ST2 ST3 ST4 ST1 ST2 ST3 ST4 F1 W 63 153.6 1.29 1.35 1.46 1.60 1.10 1.47 1.84 2.21 F2 W 55 137.6 1.38 1.40 1.42 1.60 0.96 1.28 1.60 1.93 F3 W 48 148 1.12 1.19 1.26 1.34 0.84 1.12 1.40 1.68 M1 P 50 150 1.45 1.76 1.93 2.05 0.88 1.17 1.46 1.75 M2 P 48 150 1.24 1.27 1.51 1.61 0.84 1.12 1.40 1.68 M3 P 36 144.2 1.19 1.25 1.33 1.42 0.63 0.84 1.05 1.26

(6)

subjek M3 y = 0.3667x + 0.951 R2 = 0.9923 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 2,0 0 0,5 1 1,5 2 TEC IRHR

Gambar 22. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek laki-laki M3

subjek F3 y = 0.2592x + 0.9014 R2 = 0.999 1 1,2 1,4 1,6 1,8 2 0 0,5 1 1,5 2 TEC IRHR

Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan

Pada Gambar 23 menunjukkan grafik respon denyut jantung (IRHR) subjek perempuan F3 akibat adanya beban kerja yang diterima. Persamaan grafik yang dihasilkan oleh masing-masing subjek akan berbeda karena dipengaruhi oleh kemampuan fisiologis (kemampuan cardio-vaskuler dan serat otot) masing-masing subjek. Secara umum persamaan yang dihasilkan

(7)

adalah y = aX + b dimana nilai a menunjukkan gradien/kemiringan grafik yang artinya setiap perubahan nilai y disebabkan oleh adanya perubahan nilai a terhadap satuan nilai X. Grafik tersebut memiliki batas maksimal untuk nilai IRHR dan TEC tergantung kapasitas maksimal jantung masing-masing subjeknya. Dari hasil penelitian diperoleh nilai maksimal IRHR 2.05 sedangkan nilai TEC maksimal saat step test diperoleh 2.21 kkal/menit.

- Pengukuran Beban Kerja Fisik Beban Kerja Kuantitatif

Sebagai kontrol terhadap kondisi denyut jantung subjek, sebelum pengukuran denyut jantung saat bekerja terlebih dahulu melakukan istirahat awal dan step test pada ritme 20 siklus/menit selama 5 menit. Apabila nilai HR step test sebelum bekerja tidak jauh berbeda dengan step test saat kalibrasi dapat dipastikan bahwa kondisi denyut jantung subjek kurang lebih sama.

Pada masing-masing subjek memiliki karakteristik fisik dan respon fisiologis yang berbeda-beda terhadap beban kerja sehingga diperlukan suatu fungsi hubungan antara respon fisiologis dengan beban kerja yang diterima oleh subjek dengan cara mengetahui nilai IRHR dan TEC saat step test. Dari hasil pengukuran untuk masing-masing subjek laki-laki dan perempuan diperoleh persamaan hubungan antara nilai IRHR dan TEC saat step test seperti yang terdapat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persamaan korelasi nilai IRHR dan TEC step test

Dari persamaan-persamaan yang diperoleh dari grafik linier hubungan denyut jantung dan beban kerja saat step test kemudian digunakan untuk mengetahui konsumsi energi yang dikeluarkan pada saat bekerja (penyiangan)

Subjek Persamaan grafik

M1 y = 0.686x + 0.896 M2 y = 0.482x + 0.799 M3 y = 0.367x + 0.951 F1 y = 0.281x + 0.959 F2 y = 0.214x + 1.140 F3 y = 0.259x + 0.901

(8)

dengan memasukkan nilai IRHR saat bekerja masing-masing subjek kedalam persamaan. Sehingga diperoleh nilai konsumsi energi sebagai berikut :

Penyiangan Manual (Hand Weeding)

Nilai kebutuhan energi yang diperlukan untuk kegiatan penyiangan secara manual pada subjek perempuan diperoleh dengan cara menginterpolasi nilai IRHR saat bekerja kedalam masing-masing fungsi persamaan. Hasil perhitungan nilai kebutuhan energi untuk subjek perempuan tercantum pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) subjek Perempuan

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min F1 63 1.56 1.73 1.74 1.42 1.61

F2 55 1.40 1.40 1.56 1.41 1.44 1.52 2.04 1.17 21.65 F3 48 1.56 1.60 1.44 1.48 1.52

Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 1.17 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.04 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 21.65 kal/kg menit. Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan secara manual termasuk dalam kategori pekerjaan berat bagi subyek wanita.

Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.32 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.16 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 7.13 kal/kg menit (Tabel 10). Dari nilai rata-rata IRHR yang diperoleh dapat dikategorikan sebagai pekerjaan ringan bagi subyek laki-laki.

(9)

Tabel 10. Analisa Beban Kerja Penyiangan Manual (Hand Weeding) Subjek Laki-laki

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min M1 50 1.58 1.70 1.65 1.62 1.64

M2 48 1.48 1.54 1.41 1.42 1.46 1.48 1.16 0.32 7.13 M3 36 1.35 1.35 1.29 1.31 1.33

Penyiangan menggunakan penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan tipe gasrok (Tabel 11) terlihat bahwa pada subjek perempuan nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) diperoleh sebesar 2.32 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 3.19 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 42.79 kal/kg menit. Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk subyek wanita pekerjaan penyiangan menggunakan tipe gasrok dikategorikan sebagai pekerjaan berat.

Tabel 11. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Perempuan

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min F1 63 2.04 1.83 1.74 1.81 1.85

F2 55 1.91 1.69 1.75 1.69 1.76 1.81 3.19 2.32 42.79 F3 48 1.82 1.91 1.77 1.71 1.80

Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.43 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.27 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 9.86 kal/kg menit (Tabel 12). Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh, dikategorikan sebagai pekerjaan ringan sampai sedang bagi subyek laki-laki.

(10)

Tabel 12. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe Gasrok (Indonesian Weeder) Subjek Laki-laki

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min M1 50 1.63 1.59 1.55 1.53 1.58

M2 48 1.43 1.60 1.50 1.77 1.58 1.51 1.27 0.43 9.86 M3 36 1.41 1.43 1.33 - 1.39

Penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Japanese Weeder)

Dari data pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada kegiatan penyiangan menggunakan penyiang tipe roller (Tabel 13) menunjukkan bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.69 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.56 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 31.67 kal/kg menit.

Tabel 13. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese weeder) Subjek Perempuan

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min F1 63 1.87 1.65 1.49 1.69 1.68

F2 55 1.71 1.45 1.50 1.48 1.54 1.65 2.56 1.69 31.67 F3 48 1.68 1.92 1.71 1.68 1.75

Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.66 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.50 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 14.76 kal/kg menit (Tabel 14). Berdasarkan nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan tipe roller dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki.

(11)

Tabel 14. Analisa Beban Kerja Penyiang tipe roller (Japanese Weeder) Subjek Laki-laki

SubjekBB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min M1 50 1,97 1,77 1,99 1,97 1,92

M2 48 1,41 1,74 1,66 1,74 1,64 1.66 1.50 0.66 14.76 M3 36 1,40 1,40 1,36 1,50 1,42

Penyiangan menggunakan penyiang bermotor (Power Weeder)

Dari hasil pengukuran denyut jantung yang dilakukan masing-masing subjek pada saat melakukan kegiatan penyiangan menggunakan penyiang bermotor diperoleh hasil (Tabel 15) bahwa pada subjek perempuan diperoleh nilai rata-rata untuk kebutuhan energi (WEC) sebesar 1.23 kkal/menit, total energi (TEC) sebesar 2.09 kkal/menit, dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') adalah sebesar 22.58 kal/kg menit.

Tabel 15. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Perempuan

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min F1 63 1.65 1.57 1.48 1.73 1.61

F2 55 1.64 1.39 1.38 1.52 1.48 1.54 2.09 1.23 22.58 F3 48 1.69 1.42 1.46 1.46 1.51

Sedangkan untuk pekerjaan yang sama dan dilakukan oleh subjek laki-laki diperoleh nilai rata-rata kebutuhan energi (WEC) sebesar 0.48 kkal/menit, total energi (TEC) rata-rata sebesar 1.32 kkal/menit dan nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') sebesar 10.36 kal/kg menit (Tabel 16). Nilai rata-rata IRHR yang diperoleh untuk penyiangan menggunakan alat mekanis dikategorikan sebagai pekerjaan sedang bagi subyek perempuan maupun laki-laki.

(12)

Tabel 16. Analisa Beban Kerja Penyiang Bermotor (Power Weeder) Subjek Laki-laki

Subjek BB IRHR work Avg. Avg. Avg.WEC'

kg 1 2 3 4 IRHR Avg. IRHR TEC kkal/min WEC

kkal/min kal/kg min M1 50 1.93 1.64 1.54 1.69 1.70

M2 48 1.89 1.62 1.62 1.48 1.65 1.55 1.32 0.48 10.36 M3 36 1.31 1.30 1.39 1.27 1.32

Nilai normalisasi kebutuhan energi (WEC') dari seluruh subjek (laki-laki dan perempuan) pada masing-masing tipe penyiangan yang digunakan diperoleh bahwa nilai WEC' subjek perempuan lebih besar dibanding laki-laki. Hal ini disebabkan karena berat badan seseorang juga mempengaruhi beban kerja yang diterimanya.

Berdasarkan hasil pengukuran seluruh kegiatan penyiangan menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan untuk melakukan semua kegiatan penyiangan bagi subjek/operator perempuan membutuhkan energi yang lebih besar dibandingkan operator laki-laki (Tabel 18). Hal ini disebabkan karena laki-laki memiliki kemampuan fisik dan kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding perempuan (Tabel 17). Hal ini dipertegas dalam hasil analisa Hendra (2005), bahwa laki-laki dan wanita berbeda dalam kemampuan fisik, serta kekuatan kerja ototnya. Pada saat wanita diberi beban dengan berat yang sama dengan laki-laki maka perempuan akan mengeluarkan kekuatan otot lebih besar dibanding subjek/operator laki-laki. Sehingga perempuan akan membutuhkan energi lebih besar dalam melakukan pekerjaan yang sama.

Perbedaan yang besar antara nilai total kebutuhan energi subjek laki-laki dan perempuan (Tabel 18) disebabkan karena nilai denyut jantung subjek laki-laki saat step test setiap kali peningkatan beban kerja lebih besar dibanding subjek perempuan. Sehingga mengakibatkan persamaan korelasi yang diperoleh dari grafik pemetaan titik-titik TEC dan IRHR saat step test memiliki nilai "a" yang lebih besar (Tabel 8). Hal ini sangat berpengaruhi pada nilai WEC yang dihasilkan. Nilai "a" yang dihasilkan pada persamaan grafik (Tabel 8) menunjukkan kemiringan garis linier yang terbentuk berarti perubahan nilai TEC yang dipengaruhi oleh nilai IRHR, semakin besar nilai "a" maka semakin kecil perubahan nilai TEC ketika nilai IRHR bertambah

(13)

maupun berkurang. Sehingga nilai WEC yang dihasilkan lebih kecil, hal ini juga dipengaruhi oleh nilai basal metabolik yang dihasilkan oleh masing-msing subjek.

Faktor luar (misal: kondisi tanah sawah) diduga juga mempengaruhi kebutuhan besarnya energi yang diperlukan oleh seorang operator untuk melakukan penyiangan. Jenis tanah sawah yang berlumpur dan liat atau keras akan mengakibatkan subjek/operator akan mengeluarkan energi lebih besar untuk mencabut gulma. Selain itu kondisi psikis seseorang juga akan sangat mempengaruhi tingkat beban kerja yang dihasilkan.

Berdasarkan Tabel 18 nilai kebutuhan energi yang diperoleh dengan menggunakan alat lebih besar dibandingkan penyiangan secara manual. Hal ini selain disebabkan karena beban fisik yang ditimbulkan, beban psikis subjek di dalam mengendalikan suatu alat juga mempengaruhi kebutuhan energi yang dihasilkan.

Beban Kerja Kualitatif

Pengukuran nilai beban kerja kualitatif dilakukan berdasarkan rasio nilai denyut jantung pada saat bekerja dengan nilai denyut jantung pada saat istirahat (IRHR). Berdasarkan hasil pengukuran pada masing-masing subjek diperoleh nilai denyut jantung dan tingkat beban kerja seperti pada Tabel 17.

Tabel 17. Nilai Rata-rata IRHR subjek pada masing-masing tipe penyiang

Pada Tabel 17 terlihat bahwa nilai rata-rata denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan lebih besar dibanding subjek laki-laki. Hal ini disebabkan karena tingkat denyut jantung dipengaruhi oleh kekuatan kerja otot

Tipe penyiangan IRHR Tingkat

Perempuan Laki-laki Beban kerja Hand Weeding 1.52 1.48 Ringan - Sedang Indonesian Weeder 1.81 1.51 Sedang - Berat Japanese Weeder 1.65 1.66 Sedang Power Weeder 1.54 1.55 Sedang

(14)

manusia. Seseorang yang memiliki kekuatan kerja otot besar maka akan menghasilkan tingkat denyut jantung yang rendah. Sehingga dari Tabel 17 dapat dikatakan bahwa subjek laki-laki memiliki kekuatan kerja otot yang lebih besar dibanding subjek perempuan.

Nilai denyut jantung yang dihasilkan oleh subjek perempuan maupun laki-laki pada penggunaan alat penyiang mekanis termasuk dalam kategori pekerjaan dengan tingkat beban kerja sedang. Hal ini berarti bahwa dalam penggunaan alat penyiang mekanis ini, pada prinsipnya mampu dikendalikan/ digunakan oleh semua subjek (laki-laki dan perempuan).

Tabel 18. Tabulasi nilai rata-rata denyut jantung dan konsumsi energi subjek Tipe penyiangan Laki-laki Perempuan

IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min IRHR TEC kkal/min WEC kkal/min Hand weeding 1.48 1.16 0.32 1.52 2.04 1.17 Indonesian weeder 1.51 1.27 0.43 1.81 3.19 2.32 Japanese weeder 1.66 1.50 0.66 1.65 2.56 1.69 Power weeder 1.55 1.32 0.48 1.54 2.09 1.23

- Tingkat Kebisingan dan Getaran yang ditimbulkan alat mekanis Kebisingan dan getaran yang dihasilkan oleh alat dan mesin pertanian pada saat dioperasikan dikhawatirkan akan menimbulkan efek negatif bagi kesehatan dan kenyamanan kerja operatornya, khususnya pada bagian anatomi organ tubuh manusia yang sensitif terhadap pengaruh getaran dan kebisingan. Akibat yang timbul dapat berupa kelelahan tubuh yang terakumulasi.

Penyiangan menggunakan Power Weeder juga akan menghasilkan getaran dan kebisingan, oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran. Pengukuran dilakukan pada kondisi alat tersebut mampu berjalan di lahan dengan kecepatan konstan.

Pengamatan di lahan pada saat power weeder dioperasikan pada putaran mesin 6350 rpm dengan kedalaman lapisan lumpur antara 10 cm – 25 cm menghasilkan tingkat kebisingan yang diterima oleh operator sebesar 45 – 48

(15)

dB. Sedangkan tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh motor penggerak berkisar 83 – 86 dB.

Atas dasar standar tingkat kebisingan yang dikeluarkan oleh DOD (The U.S Department of Defense Standard) maka untuk kisaran kebisingan 83 – 86 dB, maka operator hanya diijinkan untuk mengoperasikannya maksimal selama 5 – 9 jam/hari. Kondisi tempat kerja juga mempengaruhi tingkat kebisingan, artinya pada saat bekerja di dalam ruangan dan luar ruangan tingkat kebisingan juga akan memberikan efek yang berbeda di telinga operator.

Getaran yang dihasilkan oleh power weeder pada saat dioperasikan dengan kecepatan putaran mesin 6350 rpm mencapai ukuran getaran antara 0.8 sampai dengan 4,4m/s2 (Tabel 19). Sedangkan nilai kebisingan dan tingkat getaran yang dihasilkan untuk seluruh perlakuan penyiangan dengan power weeder terdapat pada Tabel 19.

Tabel 19. Nilai kebisingan dan getaran akibat oleh alat mekanis (power weeder)

Subjek Kebisingan (dB) Getaran

operator m/s2 F1 45 0.8 F2 47 2.7 F3 48 1.4 M1 46 1.5 M2 47 1.2 M3 48 4.4

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan, getaran yang dihasilkan oleh alat mekanis tersebut masih berada pada kondisi yang tidak membahayakan atau kondisi yang tidak menyebabkan kelelahan. Untuk menghindari akibat negatif dari penggunaan alat mekanis, dalam pengoperasiannya sebaiknya dilakukan istirahat selang waktu 2 – 4 jam selama 15 menit terutama untuk relaksasi otot-otot tangan.

(16)

Kapasitas Kerja

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh masing-masing subjek/operator diperoleh waktu efektif masing-masing alat pada kegiatan penyiangan secara manual, tipe gasrok, tipe roller, mekanis berturut-turut adalah 7.51 menit, 7.24 menit, 8.12 menit, 2.58 menit. Sehingga diperoleh nilai kapasitas kerja seperti pada Tabel 20.

Tabel 20. Nilai kapasitas kerja (ha/jam) pada beberapa tipe penyiangan Tipe penyiangan Perempuan Laki-laki

Hand Weeding 0.030 0.034 Indonesian Weeder 0.027 0.021 Japanese Weeder 0.026 0.031 Power Weeder 0.065 0.116

Tabel 20 menunjukkan bahwa masing-masing subjek/operator memiliki kapasitas kerja yang berbeda untuk penggunaan alat yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi fisik, tingkat kemampuan, keterampilan dan kebiasaan kerja masing-masing subjek/operatornya. Faktor lain yang juga diduga mempengaruhi kapasitas kerja yaitu kondisi lahan (jenis tanah, lapisan lumpur) dan nilai kerapatan gulma. Hal ini terlihat pada penyiangan secara manual yang memiliki nilai kapasitas kerja rata-rata terbesar dibandingkan penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Dalam hal ini, penyiangan secara manual memiliki lapisan lumpur yang lebih tinggi dan genangan air lebih banyak karena berada dekat sumber air dibanding lahan pada penyiangan menggunakan alat semi mekanis. Genangan air yang sedikit akan mangakibatkan tanah menjadi keras dengan lapisan lumpur tipis dan nilai kerapatan gulma akan semakin kecil. Kondisi tersebut akan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan untuk mengangkat gulma semakin lama sehingga nilai kapasitas kerja yang dihasilkan menjadi semakin kecil (Tabel 20).

Berdasarkan Tabel 20 terlihat bahwa nilai kapasitas kerja tertinggi yaitu dihasilkan oleh alat penyiang mekanis yang dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam menggunakan alat penyiang mekanis ini pada prinsipnya dapat dilakukan oleh subjek laki-laki maupun perempuan. Namun untuk dapat menghasilkan kapasitas yang lebih

(17)

tinggi menggunakan alat mekanis, dilakukan oleh subjek laki-laki. Hal ini juga dapat menjawab pertanyaan bahwa "mengapa penggunaan alat mekanis sebagian besar dilakukan oleh subjek laki-laki?". Ini disebabkan karena subjek laki-laki memiliki tenaga/otot yang besar dan mampu menghasilkan kapasitas kerja lebih tinggi.

Nilai kapasitas kerja rata-rata tertinggi di antara alat penyiang yang diuji dicapai oleh penyiang mekanis/power weeder (Gambar 24). Hal ini disebabkan karena alat tersebut bekerja dibantu oleh motor penggerak. Berbeda dengan alat penyiang lainnya, mekanisme pergerakan sangat ditentukan oleh daya dan kemampuan operatornya. Namun demikian, berdasarkan spesifikasi alat yang tersedia pada power weeder kapasitas kerja yang dihasilkan berbeda. Hal ini dikarenakan tingkat keterampilan dan faktor penyesuaian/kebiasaan subjek. Tingkat kebiasaan dalam penggunaan alat untuk waktu yang lama/sering menggunakan alat berbeda dengan tingkat kebiasaan untuk waktu yang singkat dan tidak pernah menggunakan alat.

0.091 0.029 0.024 0.032 0,00 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,06 0,07 0,08 0,09 0,10 HW IW JW PW Tipe penyiangan Ka pa sita s ke rj a ( h a/ja m)

Gambar 24. Grafik nilai kapasitas kerja (ha/jam) rata-rata masing-masing alat

Kapasitas kerja yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh luasan lahan olah, luasan lahan yang optimal akan menghasilkan kapasitas kerja yang optimal pula.

(18)

Efektivitas Penyiangan

Nilai efektivitas penyiangan dipergunakan untuk melihat pengaruh kinerja alat terhadap prosentase gulma yang tersiangi. Dalam hal ini efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan dalam kegiatan penyiangan. Dari hasil analisa vegetatif gulma diperoleh nilai rata-rata efektivitas penyiangan masing-masing alat yaitu 61.87%; 79.19%; 63.25%; 69.83% berturut-turut untuk alat Japanese weeder; Power weeder; Hand weeding; dan Indonesian weeder (Gambar 25). Berdasarkan hasil analisa tersebut maka nilai efektivitas penyiangan yang terendah dihasilkan oleh alat penyiang tipe roller (Japanese weeder). Faktor yang mempengaruhi rendahnya efektivitas yang dicapai diperkirakan oleh bobot alat yang terlalu ringan dengan memperhatikan kondisi lahan serta desain cakar penyiang terlalu pendek sehingga kemampuan untuk mengangkat gulma rendah.

Namun nilai efektivitas penyiangan yang dihasilkan oleh alat mekanis belum mencapai nilai maksimum. Hal ini disebabkan karena luasan plot percobaan yang digunakan sempit dan terbatas dengan memperhatikan kontur lahan sawah yang berbentuk terasering. Sehingga pada penggunaan alat mekanis untuk menghasilkan nilai kapasitas kerja dan efektivitas penyiangan yang maksimum, dibutuhkan luasan lahan yang optimum.

Faktor kemampuan dan keterampilan kerja subjek dalam melakukan pekerjaan penyiangan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penyiangan, selain dipengaruhi oleh kerapatan gulma dan kondisi lahan. Nilai efektivitas memiliki korelasi yang tinggi dengan presentase pertambahan jumlah anakan. Efektivitas penyiangan semakin besar maka pertambahan jumlah anakan semakin banyak, artinya semakin banyak jumlah gulma yang dapat diberantas maka semakin banyak pertambahan jumlah anakan karena persaingan gulma dan tanaman pokok kecil.

(19)

79.19 61.87 69.83 63.25 50 55 60 65 70 75 80 HW IW JW PW Alat ef ekt ivit as rat a-rat a ( % )

Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat

Aspek Lingkungan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pertumbuhan anakan diperoleh hasil bahwa pertambahan jumlah anakan jika menggunakan 3 alat (gasrok, Japanese weeder dan power weeder) dibandingkan secara manual berkisar 28 – 31% (Gambar 26). Pertambahan jumlah anakan yang tinggi setelah dan sebelum penyiangan menyebabkan persentase pertambahan jumlah anakan yang lebih besar bahkan melebihi 100%. Perbedaan ini disebabkan selain faktor kemampuan dan keterampilan subjek dalam membersihkan gulma juga diduga dipengaruhi perbedaan kandungan nutrisi makanan yang ada di dalam tanah. Selain itu penyiangan yang efektif akan menghasilkan pertambahan jumlah anakan yang semakin banyak. Sedangkan dari kondisi kerusakan tanaman padi, kerusakan rata-rata yang dialami terutama jika dilakukan menggunakan alat mekanis yaitu sebesar 2 %. Namun kerusakan tersebut bukan merupakan kerusakan permanen, artinya tanaman padi tersebut tidak mengalami kematian (tanaman hanya merunduk) dan dalam waktu tertentu tanaman tersebut akan kembali tumbuh dengan baik.

(20)

133.58 130.10 127.56 91.36 80 85 90 95 100 105 110 115 120 125 130 135 HW IW JW PW Alat Per sen tase r ata-r ata p er tamb ah an j ml an akan (%)

Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada berbagai alat

Analisa Ekonomi

Hasil analisis ekonomi masing-masing alat yang diuji tersaji pada Tabel 21. Pada penyiangan secara manual (Hand weeding) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.032 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 130 208.33/ha. Sedangkan analisa yang dilakukan menggunakan alat gasrok (Indonesian weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.024 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 193

718.25/ha.

Analisa ekonomi yang dilakukan pada penyiang tipe roller (Japanese weeder) dengan kapasitas kerja rata-rata 0.029 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 220 091.95/ha. Sedangkan analisa yang dilakukan pada alat penyiang bermotor (Power weeder) dengan kapasitas kerja alat 0.091 ha/jam diperoleh total biaya operasi sebesar Rp 213 300.03/ha. Nilai biaya operasional masing-masing alat sudah termasuk biaya pajak, asuransi dan garasi. Besarnya persentase nilai-nilai tersebut ditentukan berdasarkan ketentuan yang telah dilakukan di beberapa negara.

Pada analisa ekonomi, biaya yang dikeluarkan bila menggunakan alat mekanis menghasilkan biaya operasi (cost) lebih besar dibandingkan secara manual. Hal ini dikarenakan biaya untuk investasi alat mekanis lebih besar. Tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh masing-masing tipe penyiangan

(21)

dipengaruhi oleh nilai kapasitas kerja yang dihasilkan untuk menyelesaikan pekerjaan penyiangan dan tingginya biaya operasi yang dikeluarkan oleh alat mekanis ini, diimbangi dengan tingginya kapasitas kerja, efektivitas dan persentase pertambahan jumlah anakan yang dihasilkan. Sehingga dengan diimbangi nilai yang diperoleh tersebut akan dapat menghasilkan produktivitas yang optimum.

Tabel 21. Analisa ekonomi masing-masing alat Parameter

data/asumsi

Hand weeding Indonesian weeder Japanese weeder Power weeder

Kapasitas kerja (ha/jam) Umur ekonomis (thn) Bunga bank (%) Asuransi (%) Pajak alsin (%) Garasi alsin (%) Biaya garasi dan pajak (Rp/thn) Bunga modal dan asuransi (Rp/thn) Upah operator (Rp/orang/hari) Jumlah operator (orang) Harga alat (Rp) Kebutuhan bbm (liter/jam) 0.032 - - - - - - - 25 000 1 - - 0.024 5 10 3 2 1 15 000 39 000 25 000 1 500 000 - 0.029 5 10 3 2 1 60 000 156 000 25 000 1 2 000 000 - 0.091 5 10 3 2 1 180 000 468 000 35 000 1 6 000 000 0.98 Biaya operasi (Rp/ha) 130 208.33 193 718.25 220 091.95 213 300.03

Analisis Pemilihan Alat

Tahapan analisis pemilihan alat mencakup : 1) analisis berdasarkan uji teknis yang dilakukan pada masing-masing alat, seperti: kapasitas kerja, beban kerja (kebutuhan energi), dan nilai efektivitas penyiangan; 2) analisis vegetatif dari lingkungan yang dilihat dari persentase pertambahan jumlah anakan; dan 3) analisis kelayakan finansial, dilihat berdasarkan biaya operasi yang dikeluarkan. Hasil analisa dari parameter getaran dan kebisingan yang ditimbulkan oleh alat

(22)

mekanis masih dalam kategori aman, artinya tidak membahayakan dan tidak menimbulkan kelelahan dan dianggap memenuhi untuk dapat digunakan terutama di lingkungan luar. Sehingga pada analisis pemilihan alternatif alat penyiang ini, parameter tersebut tidak dimasukkan sebagai variabel input.

Analisa pemilihan alternatif alat menggunakan metode fuzzy logic yang merupakan pemetaan sebuah ruang input ke dalam ruang output dengan metode FIS (Fuzzy Inference System) menggunakan IF-THEN rules. Input variabel menggunakan tujuh parameter input yaitu efektivitas penyiangan, jumlah anakan, kapasitas kerja, beban kerja, dan biaya. Nilai masing-masing variabel tersebut kemudian dilakukan fuzzifikasi (diklasifikasikan) dengan memberikan nilai kisaran (range) dari data tunggal yang telah diperoleh dari hasil pengukuran. Proses fuzzifikasi dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel-variabel sebagai berikut:

Tabel 22. Klasifikasi variabel berdasarkan nilai input Efektifitas

Klasifikasi

nilai minimum nilai maksimum

baik 70.42 79.19 sedang 64.64 73.42 buruk 61.87 67.64 Jumlah anakan banyak 109.47 133.58 sedikit 91.36 112.47 Kapasitas baik 0.06 0.12 sedang 0.03 0.08 buruk 0.02 0.05 Beban Kerja berat 1.35 2.32 sedang 0.68 1.65 ringan 0.32 0.98 Biaya buruk 1.70 2.20 sedang 1.40 1.90 baik 1.30 1.60

(23)

Nilai variabel-variabel tersebut dimasukkan kedalam box variabel input membership function editor begitu juga dengan variabel nilai output/mutu (Gambar 27 dan 28).

Gambar 27. Membership function variabel input

Output yang ingin dicapai yaitu nilai mutu dengan nilai interval [0 1] yang didefinisikan pada mutu buruk nilai range yang diberikan [0 0.5] dan mutu baik nilai range yang diberikan [0.5 1]. Semakin besar nilai mutu maka semakin baik alat tersebut.

(24)

Tahapan lanjut proses operasi fuzzy set yaitu mendefinisikan aturan (rule) yang digunakan. Rule yang disediakan berdasarkan analisis masukan para pakar terdapat 17 rule (Tabel 23) kemudian dilakukan pengujian/percobaan dengan berbagai kemungkinan rule yang dilakukan sebanyak 17 kali. Rules inilah yang digunakan untuk mengkombinasikan variabel-variabel input yang telah diberikan pada operasi FIS. Berdasarkan deskripsi variabel-variabel masukan dan keluaran dalam FIS editor, rule editor digunakan untuk menyusun rule-rule yang tersedia dengan pernyataan IF-THEN rule (Gambar 29). Pada tahap rule editor, operasi fuzzy logic menggunakan korespondensi OR yang merupakan nilai fungsi maksimum. Bobot rule diset 1 secara default, nilai (1) yang berada pada belakang pernyataan rule menunjukkan bobot rule tersebut. Berikut adalah gambar rule editor yang telah dilakukan secara bertahap.

(25)

Tabel 23. Rule yang disediakan berdasarkan masukan para pakar No. efektifitas penyiangan jumlah anakan kapasitas

kerja beban kerja biaya mutu alat 1 baik banyak baik ringan baik baik 2 baik banyak baik ringan buruk baik 3 baik banyak sedang sedang sedang baik 4 sedang banyak sedang ringan baik baik 5 sedang sedikit buruk berat sedang buruk 6 sedang sedikit buruk berat buruk buruk 7 sedang sedikit sedang sedang baik baik 8 baik sedikit sedang berat buruk buruk 9 baik sedikit buruk berat sedang buruk 10 baik banyak buruk berat buruk buruk 11 sedang banyak baik ringan sedang baik 12 sedang sedikit sedang berat baik baik 13 buruk banyak sedang sedang sedang buruk 14 buruk sedikit buruk berat buruk buruk 15 buruk sedikit sedang berat sedang buruk 16 buruk sedikit buruk sedang baik buruk 17 buruk banyak baik berat buruk buruk

Pada tahapan untuk memperoleh nilai output, perlu dilakukan dengan memberikan nilai rata-rata parameter input (Tabel 24) masing-masing alat. Nilai rata-rata parameter input tersebut dimasukkan ke dalam sebuah rule viewer box pada masing-masing alat (Gambar 30). Nilai output adalah nilai mutu yang dihasilkan berdasarkan gabungan antara analisa logika, aturan yang diberikan dan nilai dari pengukuran masing-masing parameter input. Nilai terbaik adalah mutu yang memiliki nilai lebih besar atau mendekati nilai satu.

Tabel 24. Nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat

Parameter JW PW HW IW Efektivitas (%) 61.865 79.192 63.251 69.827 Jumlah anakan (%) 130.102 133.580 91.355 127.558 Kapasitas kerja (ha/jam) 0.029 0.091 0.032 0.024 Beban kerja (kkal/menit) 1.177 0.852 0.743 1.375 Biaya (Rp/ha) (x100.000) 2.20 2.13 1.30 1.94

(26)

Gambar 30. Box nilai output/mutu berdasarkan tahapan rules

Nilai output yang dihasilkan dari beberapa percobaan kombinasi aturan pada masing-masing alat diperoleh nilai mutu yang terlihat pada Gambar 30. Nilai tersebut merupakan nilai agregasi yang diperoleh dari hasil kombinasi atau gabungan nilai implikasi.

Tabel 25. Nilai output/mutu masing-masing alat menggunakan sistem fuzzy dengan kombinasi rule yang diberikan.

No. Rule yang digunakan JW PW HW IW

1 1 - 2 0.837 0.837 0.837 0.828 2 1 - 3 0.837 0.837 0.837 0.828 3 1 - 4 0.837 0.837 0.837 0.832 4 1 - 5 0.522 0.837 0.500 0.496 5 1 - 6 0.500 0.505 0.500 0.496 6 1 - 7 0.500 0.505 0.500 0.496 7 1 - 8 0.500 0.500 0.500 0.496 8 1 - 9 0.500 0.500 0.500 0.496 9 1 - 10 0.500 0.500 0.500 0.496 10 1 - 11 0.500 0.500 0.500 0.496 11 1 - 12 0.500 0.500 0.500 0.496 12 1 - 13 0.500 0.500 0.500 0.496 13 1 - 14 0.500 0.500 0.500 0.496 14 1 - 15 0.500 0.500 0.500 0.496 15 1 - 16 0.500 0.500 0.500 0.496 16 1 - 17 0.500 0.500 0.500 0.496 17 1 - 5, 12, 16, 17 0.500 0.500 0.500 0.496 Rata-rata 0.561 0.580 0.559 0.555

(27)

Dari hasil percobaan yang dilakukan sebanyak 17 kali (Tabel 27) dengan memasukkan nilai rata-rata parameter input pada masing-masing alat dan mengkombinasikan beberapa aturan yang diberikan maka diperoleh bahwa alat yang terbaik untuk digunakan pada kegiatan penyiangan didasarkan nilai mutu rata-rata maksimum yaitu penyiang mekanis (power weeder). Pada penggunaan alat mekanis ini, kondisi yang memungkinkan dalam pengoperasiannya yaitu pada kondisi lahan datar, lahan dalam keadaan tergenang air minimal 6 cm (kondisi tanah macak-macak) dan memiliki lapisan lumpur maksimal 25 cm. Syarat jarak tanam yang memiliki jarak alur yang sama antara 20 - 30 cm pada luasan yang optimal agar diperoleh kapasitas kerja maksimum. Perbaikan desain terhadap bobot alat, dilakukan pada pemilihan material yang lebih ringan sehingga akan dapat meningkatkan nilai tambah pada kinerja alat tersebut dan dapat dioperasikan dengan mudah oleh operator perempuan.

Gambar

Tabel 7. Nilai IRHR dan TEC masing-masing subjek pada saat kalibrasi
Gambar 23. Grafik korelasi IRHR dengan TECst pada subjek perempuan
Gambar 25. Grafik nilai efektivitas rata-rata penyiangan pada masing-masing alat
Gambar 26. Grafik nilai persentase rata-rata pertambahan jumlah anakan (%) pada  berbagai alat
+4

Referensi

Dokumen terkait

luar lembaganya. KU7 Mampu bertanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok dan melakukan supervise dan evaluasi terhadap penyelesaian pekerjaan yang ditugaskan kepada

Kasein merupakan hasil pengolahan susu yang larut dalam larutan alkali dan asam pekat, mengendap dalam asam lemak, dan tidak larut dalam air, digunakan dalam

a) Inflasi dapat mendorong terjadinya redistribusi pendapatan diantara anggota masyarakat. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota.. masyarakat, sebab

Materi yang disajikan sesuai dengan RPP yang ada. Guru menyampaikan materi dengan sangat komunikatif dan di sisipi dengan lelucon sehingga membuat siswa tidak terlalu kaku

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa manfaat Customer Relationship Management dalam wujud membership yang meliputi financial benefits, social benefits dan structural

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam SKRIPSI saya yang berjudul Pengaruh Proporsi Tapioka dan Maizena Terhadap Sifat Fisikokimia dan Organoleptik.. Nugget Daging Bebek

‫وفقاً لفيسياك ‪ ،‬فإن التحليل البنّاء هو فرع من اللغويات اليت تدرس مقارنة لغتني أو أكثر ‪ ،‬أو أنظمة فرعية للغة ‪،‬‬ ‫هبدف

14/06/2016 Salinan informasi nilai hasil SBMPTN 2014, a.n Julian Hadi Prasetyo, Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas