SIFAT DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING KAMBING
DENGAN PERLAKUAN LEACHING
DAN METODE KOMINUSI
SKRIPSI
LUKMAN NURHAKIM
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING
KAMBING DENGAN PERLAKUAN LEACHING
DAN METODE KOMINUSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Lukman Nurhakim D14201082
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING
KAMBING DENGAN PERLAKUAN LEACHING DAN
METODE KOMINUSI Nama : Lukman Nurhakim NRP : D.14201082
Menyetujui,
Pembimbing I
(Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP 131 622 682
Pembimbing II
(Ir. Maman Duldjaman, MS.) NIP 130 427 709
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur., Sc) NIP 131 624 188
RINGKASAN
LUKMAN NURHAKIM. D14201082. 2005. Sifat Kimia dan Organoleptik Pasta Daging Kambing dengan Perlakuan Leaching dan Metode Kominusi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS
Kambing merupakan salah satu hewan ternak penghasil daging yang telah dibudidayakan di Indonesia. Namun penggunaannya masih sangat terbatas karena sifat dari daging kambing yang kurang disukai, yaitu bau prengus yang tajam. Bau
prengus tersebut berasal dari komponen protein larut air dan konsentrasi asam lemak yang tinggi. Usaha untuk meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap daging kambing adalah menghilangkan bau prengus dari daging kambing. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan metode leaching (pencucian).
Leaching (pencucian) adalah proses pencucian yang umum dilakukan pada daging ikan pada pembuatan surimi. Proses pencucian yang dilakukan pada daging kambing, diharapkan mampu mengurangi bau prengus daging kambing. Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pencucian menyebabkan penurunan kandungan gizi bahan (protein) yang relatif tinggi. Penurunan nilai gizi tersebut bisa diminimalkan dengan cara kominusi daging yang berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sifat kimia (protein, lemak, abu, kadar air dan karbohidrat) pasta daging kambing dengan perlakuan leaching dan metode kominusi yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Produksi Ternak Ruminansia Besar, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan menggunakan tiga ulangan. Faktor pertama adalah daging kominusi yang terdiri dari daging yang digiling dan yang dipotong dengan ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm3. Faktor kedua adalah perlakuan leaching, yang terdiri dari non-leaching dan leaching..
Hasil penelitian terhadap sifat kimia pasta (air, abu, lemak, protein dan karbohidrat) menunjukan tidak ada interaksi yang nyata antara perlakuan kominusi dan leaching. Sifat palatabilitas pasta, berupa warna, menunjukan ada interaksi yang nyata (P<0,05) antara kominusi giling dengan perlakuan leaching tiga kali. Metode kominusi dengan cara potong kecil-kecil (sectioning) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penampakan kilap minyak pasta, dimana penampakan kilap minyak lebih banyak dari pada kominusi giling (grinding).
ABSTRACT
The Chemical Properties and Organoleptic Characteristics of Goat Meat Paste with Leaching and Comminution Treatments
Nurhakim, L., R. Priyanto, and M. Duldjaman
Goat is small ruminant raised for meat production. However, the meat is less favorable due to its off-odour which comes from water soluable protein and contain fatty acids. Leaching ground goat meat before further processing may reduce the off-odour, but it can result in severaly reduced nutrition content of the meat. Comminution technique to a larger particle size is expectedly prevent high nutrition less. This study was aimed to examined to influence of comminution techniques and leaching frequency on nutrition composition and organoleptic properties of goat meat paste.
The experiment used randomized block factorial design, with two levels of comminution technique and two levels leaching frequency as the factor. The result showed that there were no interaction effects between comminution and leaching on nutrition composition of goat meat paste. An interaction effect between comminution and leaching was significant (P<0.05) on the color of the goat meat paste. The paste from the ground meat and theree times leaching possessed brighter color than that from the other treatment combination. Comminution to a larger particle size resulted in significantly more oily appearance if compared to grinding comminution.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 1 Februari 1983.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Abdul
Syukur dan Ibu Hj. Kurniasih.
Pendidikan formal penulis diawali tahun 1989 di SDN II Pagerageung
Tasikmalaya, lulus tahun 1995. Tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri I
Pagerageung, Tasikmalaya hingga lulus tahun 1998. Kemudian pada tahun 1998
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Ciawi , Tasikmalaya dan lulus
pada tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
melalui jalur UMPTN dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan, Program
Studi Teknologi Hasil Ternak. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti
kegiatan internal kampus yang tergabung dalam keanggotaan BEM Fakultas
Peternakan. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan eksternal kampus yang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis diberikan kemampuan untuk mneyelesaikan tugas akhir
penyusunan skripsi dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahlimpahkan
pada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi dengan judul Sifat Kimia dan Organoleptik Pasta Daging Kambing dengan Perlakuan Leaching dan Metode Kominusi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat pada penulis
dan semua yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
Sifat Kimia Pasta Daging Kambing ... 25
Kadar Protein ... 25
Kadar Air ... 26
Kadar Abu ... 27
Kadar Lemak ... 27
Kadar Karbohidrat ... 28
Sifat Organoleptik Pasta Daging Kambing ... 29
Warna ... 29
Aroma ... 30
Kilap Minyak ... 31
Daya Oles ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
UCAPAN TERIMA KASIH ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
SIFAT DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING KAMBING
DENGAN PERLAKUAN LEACHING
DAN METODE KOMINUSI
SKRIPSI
LUKMAN NURHAKIM
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING
KAMBING DENGAN PERLAKUAN LEACHING
DAN METODE KOMINUSI
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Oleh:
Lukman Nurhakim D14201082
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN
Judul : SIFAT KIMIA DAN ORGANOLEPTIK PASTA DAGING
KAMBING DENGAN PERLAKUAN LEACHING DAN
METODE KOMINUSI Nama : Lukman Nurhakim NRP : D.14201082
Menyetujui,
Pembimbing I
(Dr. Ir. Rudy Priyanto) NIP 131 622 682
Pembimbing II
(Ir. Maman Duldjaman, MS.) NIP 130 427 709
Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, MRur., Sc) NIP 131 624 188
RINGKASAN
LUKMAN NURHAKIM. D14201082. 2005. Sifat Kimia dan Organoleptik Pasta Daging Kambing dengan Perlakuan Leaching dan Metode Kominusi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rudy Priyanto Pembimbing Anggota : Ir. Maman Duldjaman, MS
Kambing merupakan salah satu hewan ternak penghasil daging yang telah dibudidayakan di Indonesia. Namun penggunaannya masih sangat terbatas karena sifat dari daging kambing yang kurang disukai, yaitu bau prengus yang tajam. Bau
prengus tersebut berasal dari komponen protein larut air dan konsentrasi asam lemak yang tinggi. Usaha untuk meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap daging kambing adalah menghilangkan bau prengus dari daging kambing. Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan metode leaching (pencucian).
Leaching (pencucian) adalah proses pencucian yang umum dilakukan pada daging ikan pada pembuatan surimi. Proses pencucian yang dilakukan pada daging kambing, diharapkan mampu mengurangi bau prengus daging kambing. Namun beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pencucian menyebabkan penurunan kandungan gizi bahan (protein) yang relatif tinggi. Penurunan nilai gizi tersebut bisa diminimalkan dengan cara kominusi daging yang berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sifat kimia (protein, lemak, abu, kadar air dan karbohidrat) pasta daging kambing dengan perlakuan leaching dan metode kominusi yang berbeda.
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Produksi Ternak Ruminansia Besar, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan menggunakan tiga ulangan. Faktor pertama adalah daging kominusi yang terdiri dari daging yang digiling dan yang dipotong dengan ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm3. Faktor kedua adalah perlakuan leaching, yang terdiri dari non-leaching dan leaching..
Hasil penelitian terhadap sifat kimia pasta (air, abu, lemak, protein dan karbohidrat) menunjukan tidak ada interaksi yang nyata antara perlakuan kominusi dan leaching. Sifat palatabilitas pasta, berupa warna, menunjukan ada interaksi yang nyata (P<0,05) antara kominusi giling dengan perlakuan leaching tiga kali. Metode kominusi dengan cara potong kecil-kecil (sectioning) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap penampakan kilap minyak pasta, dimana penampakan kilap minyak lebih banyak dari pada kominusi giling (grinding).
ABSTRACT
The Chemical Properties and Organoleptic Characteristics of Goat Meat Paste with Leaching and Comminution Treatments
Nurhakim, L., R. Priyanto, and M. Duldjaman
Goat is small ruminant raised for meat production. However, the meat is less favorable due to its off-odour which comes from water soluable protein and contain fatty acids. Leaching ground goat meat before further processing may reduce the off-odour, but it can result in severaly reduced nutrition content of the meat. Comminution technique to a larger particle size is expectedly prevent high nutrition less. This study was aimed to examined to influence of comminution techniques and leaching frequency on nutrition composition and organoleptic properties of goat meat paste.
The experiment used randomized block factorial design, with two levels of comminution technique and two levels leaching frequency as the factor. The result showed that there were no interaction effects between comminution and leaching on nutrition composition of goat meat paste. An interaction effect between comminution and leaching was significant (P<0.05) on the color of the goat meat paste. The paste from the ground meat and theree times leaching possessed brighter color than that from the other treatment combination. Comminution to a larger particle size resulted in significantly more oily appearance if compared to grinding comminution.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 1 Februari 1983.
Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Abdul
Syukur dan Ibu Hj. Kurniasih.
Pendidikan formal penulis diawali tahun 1989 di SDN II Pagerageung
Tasikmalaya, lulus tahun 1995. Tahun yang sama melanjutkan ke SMP Negeri I
Pagerageung, Tasikmalaya hingga lulus tahun 1998. Kemudian pada tahun 1998
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri I Ciawi , Tasikmalaya dan lulus
pada tahun 2001.
Tahun 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor
melalui jalur UMPTN dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan, Program
Studi Teknologi Hasil Ternak. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti
kegiatan internal kampus yang tergabung dalam keanggotaan BEM Fakultas
Peternakan. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan eksternal kampus yang
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis diberikan kemampuan untuk mneyelesaikan tugas akhir
penyusunan skripsi dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap dicurahlimpahkan
pada Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi dengan judul Sifat Kimia dan Organoleptik Pasta Daging Kambing dengan Perlakuan Leaching dan Metode Kominusi dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat pada penulis
dan semua yang membutuhkan.
Bogor, Oktober 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25
Sifat Kimia Pasta Daging Kambing ... 25
Kadar Protein ... 25
Kadar Air ... 26
Kadar Abu ... 27
Kadar Lemak ... 27
Kadar Karbohidrat ... 28
Sifat Organoleptik Pasta Daging Kambing ... 29
Warna ... 29
Aroma ... 30
Kilap Minyak ... 31
Daya Oles ... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
Kesimpulan ... 33
Saran ... 33
UCAPAN TERIMA KASIH ... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Daging ... 3
2. Umur Pergantian Gigi Seri Kambing ... 4
3. Konsentrasi Asam Lemak dari Beberapa Jenis Ternak ... 6
4. Klasifikasi dan Komposisi Protein Jaringan Otot Rangka ... 8
5. Jumlah Berbagai Jenis Komponen Volatil dari Berbagai Kelas Mamalia pada Flavor Daging Olahan ... 10
6. Komposisi Bahan Pasta Daging Kambing ... 22
7. Kandungan Proksimat Pasta Daging Kambing ... 25
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1.Bagan Proses Leaching (Pencucian) ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Format Uji Mutu Hedonik Pasta Daging Kambing ... 38
2. Hasil Analisis Proksimat Pasta Daging Kambing ... 39
3. Analisis Ragam Kadar Air Pasta ... 39
4. Analisis Ragam Kadar Abu Pasta ... 39
5. Analisis Ragam Kadar Lemak Pasta ... 39
6. Analisis Ragam Kadar Protein Pasta ... 40
7. Analisis Ragam Kadar Karbohidrat Pasta ... 40
8. Analisis Ragam Uji Warna Pasta ... 40
9. Analisis Ragam Uji Aroma Pasta ... 40
10.Analisis Ragam Uji Kilap Minyak Pasta ... 41
11.Analisis Ragam Uji Daya Oles Pasta ... 41
12.Uji Lanjut LSMEANS terhadap Warna Pasta ... 41
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kekurangan protein merupakan permasalahan umum di negara berkembang.
Oleh karena itu konsumsi pangan sumber protein harus ditingkatkan, baik pangan
hewani ataupun nabati. Daging merupakan salah satu hasil ternak yang memiliki
nilai gizi tinggi, dengan nilai biologis, kelengkapan asam aminonya maupun nilai
cernanya. Di Indonesia, ternak sumber penghasil daging yang telah dibudidayakan
diantaranya adalah sapi, domba, babi dan kambing. Kambing merupakan sumber
perotein hewani yang tidak kalah kandungan gizinya jika dibandingkan dengan
daging sapi, domba ataupun babi.
Kambing (Capra sp) merupakan hewan ruminansia kecil penghasil daging
yang telah dibudidayakan di Indonesia. Kambing mempunyai potensi yang cukup
besar untuk dikembangkan sebagai penghasil daging, karena sudah teruji
kemampuan adaptasi terhadap lingkungan dan prolifikasi yang cukup tinggi.
Populasi kambing tahun 1999-2003 lebih menyebar di seluruh propinsi di Indonesia
dibandingkan dengan sapi, kerbau ataupun domba. Namun penggunaan daging
kambing sebagai bahan baku olahan hasil ternak masih sangat terbatas. Terbukti
masih jarang pangan olahan daging yang berasal dari daging kambing, seperti sosis,
bakso, nugget dan lain-lain. Hal ini dikarenakan bau prengus dari daging kambing
yang tajam yang kurang disukai oleh beberapa kalangan masyarakat. Bau prengus
tersebut berasal dari komponen protein yang larut dalam air dan konsentrasi lipid
yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ternak lainya. Salah satu cara yang bisa
ditempuh untuk mengurangi bau prengus daging kambing adalah dengan cara
leaching (pencucian) dengan air dingin.
Leaching (pencucian) merupakan metode yang sudah umum digunakan untuk
membersihkan daging ikan dalam teknologi pembuatan surimi, dengan tujuan untuk
memisahkan lemak, darah, pigmen, garam-garam anorganik, protein dan enzim yang
larut air serta bahan kontaminan (Peranginangin et al., 1999). Manfaat dari leaching
adalah meningkatkan konsentrasi aktomiosin yang berguna sebagai bahan emulsifier,
yang dibutuhkan pada produk emulsi. Adopsi teknik pencucian pada daging
kambing, diharapkan mampu meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap
2 Permasalahan yang timbul pada proses leaching adalah terjadinya penurunan
kandungan protein daging hingga 25%. Alternatif metode leaching perlu
dikembangkan untuk mengurangi pelepasan kandungan gizi yang besar akibat
pencucian tersebut. Salah satu metode yang bisa diterapkan adalah dengan
mengurangi luasan daging yang dileaching melalui teknik kominusi untuk
mendapatkan ukuran daging kominusi yang lebih besar.
Daging merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakan tersebut bisa
disebabkan oleh faktor lingkungan (kontaminan) atau kandungan zat yang
terkandung dalam daging itu sendiri. Pengolahan daging diperlukan dengan tujuan
untuk memperpanjang daya simpan daging. Selain itu pengolahan daging juga
ditujukan untuk memperbaiki sifat organoleptik dan menambah variasi bentuk
olahan daging.
Salah satu produk olahan daging yang dapat dikembangkan adalah pasta
daging. Pasta daging merupakan produk pangan yang berbentuk emulsi yang
bersifat plastis, yaitu memiliki sifat dapat dioleskan. Bahan utama pasta daging
adalah daging dan lemak.
Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh metode
kominusi dan frekuensi leaching yang berbeda terhadap sifat kimia (kadar air, abu,
lemak, protein, dan karbohidrat) dan organoleptik pasta daging kambing.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai
produk pasta daging kambing, sebagai salah satu diversifikasi produk olahan daging,
sehingga konsumsi daging kambing meningkat.
Hipotesis
1. Perlakuan leaching (pencucian) terhadap daging lumat menyebabkan
penurunan kandungan gizi (protein) yang besar.
2. Adanya perlakuan kominusi daging dengan ukuran partikel daging yang lebih
3 TINJAUAN PUSTAKA
Daging
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan, daging merupakan urat daging
(otot) yang melekat pada kerangka, kecuali urat daging bagian bibir, hidung dan
telinga, yang berasal dari hewan yang sehat sewaktu dipotong. Daging terdiri dari
tiga komponen utama yaitu jaringan otot (muscle tissue), jaringan lemak (adipose
tissue) dan jaringan ikat (connective tissue).
Menurut Soeparno (1994) daging dalam hal kandungan gizinya dapat
berbeda-beda dipengaruhi oleh jenis kelamin, pakan, umur, jenis ternak serta letak
dan fungsi bagian daging tersebut di dalam tubuh. Daging sebagai sumber protein
hewani, mempunyai nilai hayati (biological value) yang tinggi yaitu, mengandung
19% protein, 5% lemak, 70% air, 3,5% zat-zat non protein, mineral dan bahan
lainnya 2,5% (Forest et al., 1975). Komposisi kimia daging lebih spesifik pada
berbagai hewan ternak, diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daging
Macam daging
Komposisi Sapi *Kambing Domba Babi Air (%) 66,0 70,3 66,3 42,0 Protein (%) 18,8 16,6 17,1 11,9 Lemak (%) 14,0 9,2 14,8 45,0 Ca (mg/gram) 11,0 11,0 10,0 7,0 Fe (mg/gram) 170,0 1 19,0 117,0 P (mg/gram) 2,8 124 2,6 1,8 Vit. A (SI) 30,0 - - - Vit B1 (mg/gram) 0,1 0,09 0,2 0,6
Sumber : Muchtadi dan Sugiyono (1992), *Dep Kes RI (1981)
Daging terbagi atas tipe daging merah dan daging putih, tergantung histologi
dan biokimianya. Daging merah yaitu daging yang memiliki proporsi besar, serat
yang sempit, kaya mioglobin, mitokondria, enzim respirasi yang berhubungan
dengan aktivitas otot yang tinggi dan kandungan glikogen yang rendah. Daging putih
yaitu daging yang memiliki serat yang lebih besar dan lebar, mengandung sedikit
4 singkat dan cepat dengan frekuensi yang lebih sering serta kandungan glikogen yang
tinggi (Lawrie, 1991).
Daging Kambing
Bukti-bukti purbakala menunjukkan bahwa kambing merupakan hewan
domestikasi tertua yang telah bersosialisasi dengan manusia lebih dari 10.000 tahun.
Kambing adalah hewan ruminansia yang bertanduk melengkung, termasuk ke dalam
mamlia ordo Artiodactyla, subordo Ruminansia, famili Bovidae dan genus Capra
(Sumoprastowo, 1980). Berdasarkan ukuran tubuhnya, kambing dibedakan menjadi
tiga kelompok, yaitu kambing besar (lebih dari 65 cm), kecil (51-65 cm) dan sangat
kecil (kurang dari 50 cm) (Devendra dan Burns, 1983). Menurut Buckle et al. (1985),
jenis kambing ditujukan dari segi ekonominya terdiri dari kambing Kacang, Merica,
Etawah, Bali, dan hasil persilangan Etawah.
Penentuan umur kambing ditentukan dari kondisi giginya. Gigi seri kambing
berubah menjadi gigi dewasa dengan bentuk lebih besar, lebih kuat dan warnanya
kekuningan (Sarwono, 1993). Umur pergantian gigi seri kambing diperlihatkan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Umur Pergantian Gigi Seri Kambing
Umur Gigi Seri yang Berganti
Kurang dari 1 tahun Belum ada
1-1,5 tahun Gigi seri dalam (I1)
1,5-2 tahun Gigi seri tengah dalam (I2)
2,5- 3 tahun Gigi seri tengah luar (I3)
3-4 tahun Gigi seri luar (I4) atau semua gigi susu telah berganti
Lebih dari 4 tahun Penentu umur berdasarkan gigi geligi
Umur 4-6 bulan kambing sudah mencapai dewasa kelamin, tetapi untuk
menjaga agar produktivitas betina tetap tinggi maka perkawinan sebaiknya dilakukan
ketika kambing mendekati dewasa tubuh untuk menghindari kebuntingan pada masa
pertumbuhan (Devendra, 1988). Menurut Sarwono (1993), umur kawin pertama
kambing betina adalah 15 bulan, sedangkan kambing jantan dikawinkan setelah
mencapai 12 bulan. Hasil penelitian Sukendar et al. (2005) menyatakan bahwa
5 kurang baik, karena kambing dalam dua tahun dapat beranak tiga kali. Ditambahkan
pula, hasil penelitian yang dilakukannya di Hegarmanah, Sukabumi, terhadap 47
kasus kelahiran kambing diperoleh 29,78% kelahiran tunggal, 61,70% kelahiran
kembar dua, serta 4,26% kelahiran kembar tiga dan kembar empat.
Menurut Palupi (1986), Departemen Perindustrian dan Perdagangan
menggolongkan daging kambing dan domba menjadi dua kelas berdasarkan standar
perdagangan:
1. Golongan (kelas) I yang meliputi bagian has dan paha belakang.
2. Golongan (kelas) II meliputi daging lainya yang tidak termasuk golongan I.
Naude dan Hofmeyr (1981) menyatakan, berdasarkan hasil tes panel di Sudan
daging domba lebih empuk dibandingkan daging kambing. Bau spesifik daging
berasal dari jaringan lemak, tanpa lemak atau keduanya. Lemak subkutan adalah
sumber utamanya. Komponen-komponen yang dominan dalam pembentukan bau
daging domba adalah hasil oksidasi lemak, cabang rantai asam lemak, penol,
komponen dasar dan sulfur (Young dan Braggins, 1998).
Ciri daging kambing (Capra sp) yang mencolok adalah baunya yang tajam
(sangat prengus), sehingga di beberapa tempat daging kambing kurang disukai.
Ditambahkan pula bahwa senyawa prekursor yang bertanggung jawab terhadap jenis
sheepy flavor adalah senyawa yang larut air yang terdapat dalam jaringan adipose
(Patterson, 1974).
Sumber bau dari cabang asam lemak adalah methyloktanoat, dan
4-methyloctanoanoic. Kedua asam lemak tersebut ditentukan oleh konsentrasi tertentu
dalam lemak domba yang digambarkan oleh panelis sangat mutton (Young dan
Braggins, 1998). Konsentrasi asam lemak pada berbagai jenis ternak diperlihatkan
6 Tabel 3. Konsentrasi Asam Lemak dari Beberapa Jenis Ternak
Domba Sapi
Asam lemak Bucky
Ram Ewe Lamb Veal Beef
Kuda Babi
4-methyloctanoic 26 18 10 0.7 - - - -
4-Ethyloctanoic 13 12 15 7 - - - -
4-Methyloctanoanoic - 38 - - 8 3 37 -
Sumber : Ha dan Lindstay (1990)
Bau kambing yang tajam ini sering digunakan untuk membedakan daging
kambing dan domba. Bau yang terdapat pada kambing dipengaruhi oleh umur,
bangsa, makanan serta komposisi kimia dari daging tersebut (Devendra, 1988).
Berdasarkan studi yang dilakukan terhadap konsumen daging kambing di Amerika
Serikat, diketahui bahwa flavor ternak kambing yang lebih tua mempunyai tingkat
penerimaan yang lebih rendah (Caporaso et al., 1977).
Protein Otot
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat ini juga berfungsi sebagai
zat pembangun dan pengatur (Winarno, 1997). Sementara itu dengan keberadaan
komponen ini dalam daging menjadikan daging sebagai salah satu produk sumber
penyedia protein yang sering digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
(Price dan Schweigert, 1971).
Unit struktural dari jaringan otot rangka adalah sel yang sangat khusus
dikenal sebagai muscle fiber, miofibril atau muscle cell. Membran yang
menyelubungi muscle fiber disebut sarkolemma yang terdiri atas protein dan lipid.
Sitoplasma dari muscle fiber disebut sarkoplasma. Sarkoplasma mengandung air
sebanyak 75-80 %, lipid, glikogen, ribosom, sejumlah protein, senyawa nitrogen non
protein, dan sejumlah unsur anorganik (Aberle et al., 2001).
Menurut Wilson et al. (1981), adanya protein daging dapat menjadi zat
pengemulsi alamiah karena mempunyai sisi rantai asam amino yang bersifat lipolitik
dan hidrofilik serta fleksibel dalam mengubah konformasinya dibawah kondisi
tertentu. Selain itu stabilitas dispersi yang terbentuk ditentukan oleh elastisitas, sifat
7 Protein otot secara umum dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan
karakteristik kelarutannya, yaitu sarkoplasmik, myofibrilar, dan stromal atau protein
jaringan ikat (Nakai dan Modler, 2000). Ditambahkan protein sarkoplasmik larut
dalam air atau larutan garam lemah, protein miofibrilar larut dalam larutan ion kuat
seperti pada penggunaan konsentrasi garam pada pengolahan daging (lebih dari 1,5%
NaCL), sedangkan stromal protein tidak larut dalam larutan garam tetapi dapat larut
dengan perlakuan asam alkali. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan protein
adalah pH, kekuatan ionik, efek pemanasan, dan kondisi dari pengolahan (Zayas,
1997).
Protein larut dalam garam lebih efisien sebagai emulsifier dari pada protein
larut air, karena protein larut garam mempunyai luas permukaan 50 kali lebih besar
untuk mengelilingi partikel-partikel dibanding protein larut air (Muchtadi dan
Budiatman, 1991). Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan dispersi daging
adalah jenis protein yang terdapat dalam campuran dispersi, konsentrasi protein,
temperatur emulsifikasi, laju penambahan lemak dan kecepatan pencampuran, pH,
tipe lemak, dan peralatan emulsifikasi (Muchtadi dan Budiatman, 1991).
Secara umum kandungan protein otot rangka terdiri dari sarkoplasma 30%,
myofibril 55%, dan stromal 15%. Kandungan terbanyak dari protein sarkoplasma
adalah enzim Gliseraldehid Fosfat Dehidrogenase sebanyak 22% dan terkecil
Catepsin (1%). Kandungan terbesar protein miofibrilar adalah myosin sebanyak 43%
dan terkecil desmin (1%). Sedangkan kandungan protein stromal terbesar adalah
kolagen (60%) dan terkecil retikulin (1%). Klasifikasi protein jaringan otot rangka
8 Tabel 4. Klasifikasi dan Komposisi Protein Jaringan Otot Rangka
Protein Berat molekul Lokasi Persentase
Sarkoplasma
9 Flavor
Flavor merupakan gabungan dari berbagai karakteristik bahan di dalam mulut
yang dirasakan oleh indera pembau, indera perasa dan reseptor umum serta reseptor
taktil di dalam mulut dan diinterpretasikan di dalam otak (IFT, 1989). Flavor daging
secara alami merupakan flavor yang terbentuk melalui sistem prekursor dengan
adanya panas (Tyrell, 1990). Penelitian awal mengenai prekursor flavor daging,
Hornstein et al. (1960) menemukan bahwa prekursor flavor daging terdapat pada
ekstrak daging mentah dan berupa komponen-komponen yang larut air. Prekursor
daging tersebut memiliki berat molekul yang rendah yaitu kurang dari 200.
Selama proses pemanasan terjadi beberapa reaksi fisika dan kimia yang
sangat kompleks dari prekursor-prekursor nonvolatil pada jaringan lemak maupun
jaringan tanpa lemak daging. Komponen-komponen yang dihasilkan saling
berinteraksi lebih lanjut dalam berbagai reaksi sekunder dan tertier yang
menghasilkan komponen-komponen volatil pembentuk flavor daging (Mottram,
1991). Wasserman et al. (1965) menyatakan, pembentukan flavor daging disebabkan
oleh reaksi Maillard antara asam amino dan gula. Peranan asam amino dalam
pembentukan flavor daging selain dalam reaksi Maillard juga sebagai sumber sulfur.
Asam amino bersulfur dapat menghasilkan hidrogen sulfida maupun
senyawa-senyawa volatil bersulfur lainya yang berkontribusi terhadap flavor daging (Pippen,
1967). Ditambahkan pula, peranan lemak sangat penting terhadap pembentukan
flavor daging lainya, yaitu reaksi antara komponen-komponen lemak atau degradasi
lemak dengan komponen dari jaringan tanpa lemak. Hasil-hasil degradasi
diperkirakan berinteraksi dengan komponen hasil reaksi Maillard.
Menurut Wasserman et al. (1965), terdapat beberapa faktor lain yang
mempengaruhi flavor daging. Faktor-faktor tersebut diantaranya spesies hewan dan
jenis organ atau jaringan tubuh hewan.
Flavor daging dari beberapa spesies terdiri atas komponen-komponen volatil
yang berbeda secara kualitatif. Berbagai kelas komponen volatil pembentuk flavor
10 Tabel 5. Jumlah Berbagai Jenis Komponen Volatil dari Berbagai Kelas
Mamalia yang Terdapat pada Flavor Daging Olahan.
Babi Komponen Sapi
Non Kuring Kuring
Kambing Ayam
Kominusi adalah proses mengurangi ukuran partikel untuk penyatuan daging
mentah menjadi produk akhir. Metode yang digunakan untuk menghasilkan ukuran
partikel memberikan pengaruh terhadap tekstur, penampilan dan penerimaan produk
(Lawrie, 1991). Metode dan derajat kominusi ditentukan oleh penggunaan alat dan
jaringan ikat dari bahan mentah. Daging mengandung jaringan ikat yang tinggi, maka
perlu dikurangi menjadi ukuran partikel yang lebih baik guna penerimaan yang
11
grinding atau chopping. Perbedaan metode kominusi menyebabkan tekstur yang
berbeda yang akan dijadikan produk akhir.
Sectioning. Sectioning adalah pemisahan semua sistem otot dengan cara mengiris antara otot dengan pisau. Sectioning biasanya digunakan secara luas pada industri
ham untuk memproduksi sectioned dan formed ham. Cara ini digunakan untuk
jaringan ikat yang kuat, seperti pada serratus ventralis.
Flaking. Flaking adalah proses mengurangi ukuran partikel dengan menggunakan Urschel Comitrol atau alat sejenis. Daging yang akan digunakan harus dibekukan
pada suhu (24-26oF) terlebih dahulu untuk memastikan keseragaman ukuran partikel.
Suhu lean dan fraksi lemak menjadi titik kritis untuk menghasilkan ekstrak protein
yang diinginkan guna mengikat lemak pada produk akhir.
Grinding. Grinding dilakukan dengan cara melewatkan daging ke grinder plate dan daging akan terpotong oleh pisau grinder. Grinder plate menggunakan variasi
ukuran yang beragam dari 1/16 inch sampai tiga inch. Grinding merupakan kominusi
langkah awal dalam pembuatan sosis dan produk pengolahan yang sejenis.
Chopping. Chopping dilakukan pada mangkuk chopper. Mesin ini terdapat kubah vakum, dan beberapa model memiliki kemampuan untuk memotong dan memasak.
Mangkuk chopper yang besar berputar juga berfungsi untuk mencampurkan adonan.
Keuntungan dari kominusi adalah meningkatkan keseragaman ukuran partikel
dan penyebaran bahan serta peningkatan keempukan (Aberle et al., 2001). Selama
proses kominusi harus diperhatikan suhu bahan, karena suhu yang tinggi dapat
menyebabkan denaturasi protein yang dapat mengurangi kestabilan dari adonan
daging.
Leaching
Leaching atau pencucian umumnya dilakukan pada pembuatan surimi, yaitu
produk antara pengolahan ikan. Tujuan leaching adalah pemisahan daging dari
bahan yang larut dalam air, sebagian lemak dan darah (pigmen), protein dan
kontaminan (Peranginangin et al., 1999). Ditambahkan oleh Suzuki (1981), tujuan
proses leaching adalah menghilangkan water-soluble protein yang mengganggu
12 pembentukan gel, karena terjadinya agregasi antara aktin dan myosin pada saat
diekstrak.
Menurut Suzuki (1981), pada prinsipnya ada empat tahap proses pencucian
dalam pembuatan surimi, yaitu pencucian, penggilingan, pengemasan dan
pembekuan. Ikan yang telah dicuci disiangi dan dibuat fillet dimasukkan ke dalam
mesin penggiling untuk mendapatkan daging yang lembut dan homogen (Amano,
1962). Fillet ikan ditekan ke dalam lubang dan diberi tekanan dengan tangan agar
menuju lempengan yang berlubang. Hal ini mengakibatkan daging lembut akan
tertekan ke dalam lubang (Suzuki, 1981). Ditambahkan oleh Tanikawa (1985),
pelumatan daging dapat pula dilakukan dengan menggunakan dua buah pisau yang
besar di atas meja, sehingga jaringan ikat menjadi hancur.
Pencucianbiasanya dilakukan berkali-kali dengan menggunakan air dingin
(5-10°C) sebanyak 2-4 kali volume daging (Peranginangin et al., 1999). Hancuran
daging yang diperoleh dimasukkan ke dalam bak perendaman yang telah diisi air, es,
dan garam 0,2-0,3 %. Selama pencucian dilakukan pengadukan secara periodik 2-3
kali (Anonymous, 1987). Suzuki (1981) menyatakan pencucian dengan air akran
(suhu kamar) akan merusak tekstur dan mempercepat degradasi lemak, sedangkan
pencucian dengan air laut dapat meningkatkan kehilangan protein (Grantham, 1981).
Penggunaan larutan garam 0,01-0,3 % pada pencucian terakhir akan memudahkan
pengurangan kadar air pada saat pemerasan (Suzuki, 1981). Setelah pencucian sisa
air pada daging dibuang dengan cara dipress atau disentrifuse sehingga kandungan
air berkisar antara 80-82 %. Pengepresan dilakukan dengan menggunakan mesin
“screw press” atau dengan “hydraulic press” sehingga diperoleh daging press
(Anonymous, 1987). Menurut Mitchell (1986), kualitas surimi yang baik adalah yang
putih, bersih, tinggi kekuatan gelnya dan lain-lain.
Sistem Emulsi
Protein otot secara umum dibagi dalam tiga kelompok berdasarkan
karakteristik kelarutannya, yaitu sarkoplasmik, myofibrilar dan stromal atau protein
jaringan ikat. Dinyatakan pula bahwa protein sarkoplasmik larut dalam air atau
larutan garam lemah (kurang dari 0,15%), protein miofibrilar larut dalam larutan ion
kuat seperti pada penggunaan konsentrasi garam pada pengolahan daging (lebih dari
13 larut dengan perlakuan asam alkali (Aberle et al., 2001). Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan protein adalah pH, kekuatan ionik, efek pemanasan, dan
kondisi dari pengolahan (Zayas, 1997).
Menurut Wilson et al. (1981), adanya protein daging dapat menjadi zat
pengemulsi alamiah karena mempunyai sisi rantai asam amino yang bersifat lipolitik
dan hidrofilik serta fleksibel dalam mengubah konformasinya dibawah kondisi
tertentu. Stabilitas dispersi yang terbentuk ditentukan oleh elastisitas, sifat ionik dan
tegangan-tegangan osmotik yang ditimbulkan oleh molekul protein.
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri dari suatu dispersi dua cairan
atau senyawa (molekul) yang tidak dapat bercampur (antagonistik), antara satu
senyawa dengan senyawa lainnya (Winarno, 1997). Pada suatu emulsi biasanya
terdapat tiga bagian utama yakni ; 1) bagian yang terdispersi yang terdiri dari
butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, 2) bagian yang disebut dengan media
pendispersi yang dikenal pula dengan continous phase, biasanya terdiri dari air, dan
3) adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir lemak tadi tetap tersuspensi
di dalam air (Winarno, 1997).
Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan
membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi. Emulsi
distabilkan oleh berbagai senyawa terutama makromolekul seperti protein, pati dan
lain-lain. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi,
ukuran partikel lemak, pH, jumlah dan tipe protein yang larut dan viskositas emulsi
(Forrest et al., 1975).
Stabilitas emulsi yang maksimum diperoleh dengan pencacahan dan
pelumatan pada temperatur 3-11 °C. Temperatur diatas 22°C dapat menyebabkan
pecahnya emulsi atau pemisahan antara lemak dan air (Kramlich, 1971).
Pasta
Pasta adalah produk emulsi yang bersifat plastis, yaitu makanan yang dapat
dioleskan (Rimbawan, 1976). Terdapat dua bentuk pasta, yaitu berbentuk koloid
encer seperti cream, dan berbentuk kental dan hampir padat seperti liver pasta
(Sherman, 1969). Ada dua jenis makanan yang penting yaitu sistem emulsi yang
bersifat elastis dan yang bersifat plastis. Emulsi makanan yang bersifat elastis adalah
14 Emulsi makanan yang bersifat plastis adalah jenis makanan yang dapat dioleskan
contohnya mentega, pasta ikan dan “liver pasta”, dan umumnya dimakan
bersama-sama roti.
Peraturan mengenai fish and meat spreadable di Inggris menyatakan bahwa
pasta ikan adalah suatu produk yang dapat dioleskan dan ditujukan untuk konsumsi
manusia dan dibuat dari ikan sebagai bahan baku utama (Sahrial, 1991). Pasta ikan
dibuat dari campuran antara hot hardened protein dengan strach gel melalui
pengadukan dan pencampuran merata (Burrel, 1948).
Pengolahan pasta buah dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu
pensortiran, pencucian, trimming, pembuangan biji dan pengupasan, pemblansiran,
penghancuran, pemasakan bubur, dan terakhir proses evaporasi. Tahap pencucian
dilakukan untuk membersihkan kotoran yang menempel pada buah, misalnya tanah
dan debu (Gould, 1974). Suhu evaporasi juga merupakan faktor penting dalam proses
produksi pasta. Proses evaporasi menunjukkan pengaruh nyata terhadap kadar air
pasta, dimana air akan hilang karena penguapan yang terjadi selama proses evaporasi
berlangsung (Sari, 2000). Hal terpenting dalam menjaga kestabilan pasta adalah
memepertahankan sistem emulsi produk, sehingga meskipun melalui beberapa tahap
pengolahan, sistem emulsi pada produk akhir dapat dipertahankan. Menurut Burrel
(1948), kestabilan pasta ikan dipengaruhi oleh protein, air, lemak, jenis dan jumlah
bahan pengikat yang ditambahkan, pengadukan serta penggilingan.
Mutu pasta ditentukan oleh warna dan kadar air yang dihasilkan oleh pasta.
Warna merupakan salah satu karakteristik mutu yang penting, karena hal pertama
yang dilihat konsumen biasanya adalah warna.
Bahan Pengikat
Menurut Kramlich (1971), bahan pengikat dan pengisi merupakan bagian
bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan produk emulsi daging. Bahan
pengikat memiliki kemampuan mengemulsi lemak karena memiliki kandungan
protein yang tinggi. Sunarlim (1992) menambahkan, bahan pengikat merupakan
bahan bukan daging yang mempunyai kemampuan mengikat air dan sekaligus
mengemulsi lemak, contohnya susu skim, soy protein isolate. Sedangkan bahan
15 misalnya tepung serealia seperti gandum, jagung, beras atau tepung umbi misalnya
kentang, tapioka, tepung ubi jalar dan sebagainya (Forrest et al., 2001).
Susu skim adalah bagian susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian
atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat dari susu kecuali lemak dan
vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al., 1985).
Yuceer et al. (2001) menyebutkan bahwa susu skim mengandung kadar air
5% dan lemak 1,5%. susu dapat digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat
adhesif dan menambah nilai gizi. Aroma produk yang ditambah susu skim dapat
meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim. Susu skim bubuk
mengandung laktosa 28,3%, protein 62,7% dan lemak sebesar 1,3% dari berat
kering.
Lemak
Minyak dan lemak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid yang
merupakan lipid netral. Komponen lemak atau minyak selain trigliserida terutama
terdiri atas 1) Lipid kompleks (lesitin, cepalin, fosfatida, lainnya serta glikolipid),
2) Sterol (dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak), 3) Asam lemak
bebas, 4) Lilin, 5) Pigmen yang larut dalam lemak, dan 6) Hidrokarbon (Ketaren,
1986).
Lemak merupakan unsur pokok dalam pengolahan produk daging dan mampu
meningkatkan keempukan (Aberle et al., 2001). Kandungan lemak dalam daging
berkisar antara 1,5-13 %, yang terdiri dari neutral lipid dan phospolipid. Perbedaan
kandungan lemak daging dipengaruhi oleh bangsa, umur, spesies, lokasi otot dan
pakan (Lawrie, 1979). Dilihat secara seksama, lemak terdiri dari kristal-kristal yang
tidak saling berhubungan, bersatu untuk menjadi struktur yang kontinu, tetapi antar
partikelnya terpisah. Apabila ditekan akan bersifat plastis (Bailey, 1951).
Ketaren (1989) menyatakan, yang membedakan minyak nabati dan lemak
hewani adalah pada kandungan sterolnya, lemak hewani mengandung kolesterol
sedangkan minyak nabati mengandung fitosterol. Minyak nabati lebih banyak
mengandung asam lemak tak jenuh (oleat dan linoleat) dari pada lemak hewani.
Ditambahkan pula bahwa dalam pengolahan bahan pangan minyak atau lemak
16 Karboksimetilselulosa (CMC)
Karboksimetilselulosa adalah polisakarida linear dengan rantai panjang,
anionik dan larut dalam air serta merupakan gum alami yang dimodifikasi secara
kimia. Warnanya putih sampai krem, tidak berasa dan berbau (Gliksman, 1982).
Karboksimetilselulosa dibentuk dari selulosa yang dimurnikan ditambah dengan
sodium hidroksida yang berguna untuk mengembangkan serat-serat selulosa. Hasil
reaksi di atas direaksikan lagi dengan sodium monokloroasetat dan menghasilkan
sodium karboksimetilselulosa (CMC) (Winarno, 1997).
CMC digunakan dalam industri pangan untuk memberi bentuk, konsistensi
dan tekstur produk. CMC juga berperan sebagai pengikat air, pengental, dan sebagai
stabilisator emulsi. CMC menjalankan fungsinya melalui interaksi antara gugus polar
dengan air dan gugus non polar dengan lemak (Ganz, 1977). Jumlah CMC yang bisa
diterima tubuh tiap hari 30 mg/kg bobot badan.
Bumbu-bumbu
Menurut Forrest et al. (1975), pebumbuan adalah penambahan bahan untuk
meningkatkan atau memodifikasi flavor dari bahan daging olahan. Bahan penyedap
atau bumbu yang ditambahkan umumnya terdiri dari campuran beberapa
rempah-rempah antara lain lada, bawang putih, cengkih, jahe, pala yang berpengaruh untuk
meningkatkan flavor (Aberle et al., 2001). Dinyatakan pula, garam berfungsi untuk
memberikan flavor, mengawetkan dan melarutkan protein myosin yang berperan
sebagai emulsifier utama dan meningkatkan daya mengikat air. Disamping itu
penambahan bumbu dapat meningkatkan daya simpan produk, melarutkan dan
meningkatkan daya ikat air.
Sifat Organoleptik Pasta
Suatu produk pangan disamping mempunyai mutu objektif juga mempunyai
sifat mutu subjektif. Sifat mutu subjektif pangan lebih umum disebut sifat
organoleptik atau sifat indrawi karena penilaiannya menggunakan organ indra
manusia, kadang-kadang disebut sifat sensorik karena penilaiannya didasarkan pada
rangsangan sensorik pada organ indra (Soekarto, 1990).
Pelaksanaan penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel adalah
17 kesan subjektif. Menurut Soekarto (1981), penilaian organoleptik yang biasa
digunakan terdiri dari 5 macam panel, yaitu:
1. Pencicip perorangan
2. Panel pencicip terbatas
3. Panel terlatih
4. Panel tak terlatih
5. Panel konsumen
6. Panel agak terlatih
Termasuk dalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa
dan atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya
kadang-kadang. Kalau akan digunakan, mereka dikumpulkan dan dilatih sebentar atau diberi
penjelasan secukupnya. Panelis untuk panel agak terlatih terletak antara panelis
terlatih dan panelis tidak terlatih. Jumlah itu berkisar antara 15-25 orang.
Uji skalar adalah suatu uji yang menggunakan garis sebagai parameter
penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan. Garis itu mempunyai titik pangkal dan
mempunyai arah. Pengujian dilakukan dengan menyatakan besaran kesan dan
menempatkannya pada suatu lokasi di garis skalar (Soekarto, 1981).
Warna, tekstur, rasa dan aroma memegang peranan penting dalam
menentukan daya terima dari suatu produk makanan. Warna dapat memberi petunjuk
mengenai perubahan kimia yang terjadi pada makanan. Tekstur makanan
berhubungan dengan sifat aliran dan deformasi produk serta cara berbagai unsur
struktur dan unsur komponen ditata dan digabung menjadi mikro dan makro struktur.
Rasa merupakan respon yang dihasilkan oleh sesuatu yang dimasukkan ke dalam
mulut, sedangkan aroma adalah perasaan yang dihasilkan oleh indra bau atau
18 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Bagian Produksi Ternak Ruminansia Besar,
Bagian Teknologi Hasil Ternak, Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Analisis Kimia Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan
selama empat bulan, dimulai dari bulan Februari 2005 sampai bulan Mei 2005.
Materi Penelitian
Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan pasta daging kambing adalah
daging kambing chilling yang berumur lebih dari satu tahun, minyak nabati, air, air
dingin, susu skim, CMC, bumbu-bumbu (merica, bawang putih, garam, gula jawa),
roti (untuk uji organoleptik) dan bahan-bahan lain yang digunakan untuk analisis
kimia.
Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan pasta antara lain penggiling daging
(food processor), grinder, thermometer, blander, timbangan, kompor, pisau,
autoclave, wadah plastik, kain kasa serta peralatan lain yang digunakan dalam
analisis.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 2 x 2 dengan menggunakan tiga ulangan. Faktor
pertama adalah daging kominusi yang terdiri dari daging yang digiling dan yang
dipotong ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm3. Faktor kedua adalah daging non-leaching dan
yang leaching. Pengaruh perlakuan dianalisis dengan metode statistik dengan model
matematika yang digunakan menurut Steel dan Torrie (1995). Model matematika
menurut Steel dan Torrie (1995) adalah sebagai berikut:
19 Keterangan :
Yijk : Hasil pengamatan untuk faktor ukuran partikel daging pada taraf ke-i,
leaching ke-j dan ulangan ke-k
µ : Nilai rata-rata pengamatan yang sebenarnya
ái : Pengaruh kominusi ke-i (1, 2)
âj : Pengaruh leaching pada taraf ke-j (1, 2)
áâij : I nteraksi áâ pada taraf ke-i, taraf ke-j
åijk : Galat percobaan untuk á taraf ke-i, â taraf ke-j dan ulangan ke-k
Analisis Data
Digunakan analisis ragam dengan prosedur General Linier Models (GLM)
dari program Statistical Analysis System (SAS, 1985) untuk menganalisis pengaruh
perlakuan terhadap respon yang diamati. Jika hasil analisis menunjukan perbedaan
yang nyata maka dilakukan uji lanjut Least Square Means (LSMeans).
Prosedur Prosedur Perlakuan Leaching
Daging diambil dari seekor kambing, lalu dihomogenkan. Daging yang telah
dihomogenkan dibagi dalam dua untuk dilakukan kominusi. Daging I (daging yang
diberi perlakuan kominusi giling dengan alat grinder) dan Daging II (daging dengan
perlakuan kominusi potong ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm3). Masing-masing ukuran
partikel daging dibagi dua, bagian pertama tidak diberi perlakuan leaching (
non-leaching) dan bagian kedua diberi perlakuan leaching sebanyak tiga kali. Perlakuan
leaching adalah sebagai berikut :
1. Perlakuan non-leaching : tidak dilakukan leaching.
2. Perlakuan leaching tiga kali : dicuci dengan air dingin dua kali dilanjutkan
dengan air garam satu kali.
Pembuangan air dalam daging dengan cara pemerasan secara manual dengan
menggunakan kain kasa. Diagram proses leaching dapat dilihat pada Gambar 1.
Prosedur Pembuatan Pasta
Pembuatan pasta dilakukan dengan menggunakan bahan dasar daging
kambing yang sudah diberi perlakuan pada tahap I. Dipersiapkan bumbu sesuai
20 dicampurkan di dalam food processor selama dua menit. Adonan dimasukkan ke
dalam botol dan dikukus selama 20 menit. Lalu dioven selama 30 menit pada suhu
konstan 121oC. Pasta didinginkan.
Prosedur Analisis Sifat Kimia Pasta
Kadar Air (AOAC, 1995). Air merupakan komponen terpenting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, cita rasa, tekstur dan daya
simpan dari suatu produk olahan. Kadar air ditentukan dengan menggunakan oven
pada suhu 105oC. Sampel sebanyak tiga gram dikeringkan selama 13 jam dalam oven
sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :
A-B
Kadar air (%) = x 100 % C
Keterangan :
A : Berat wadah dan sampel awal
B : Berat wadah dan sampel setelah dikeringkan
C : Berat sampel awal
Kadar Abu (AOAC, 1995). Sampel sebanyak tiga gram dibakar dengan api bunsen sampai asapnya habis, kemudian diabukan dalam tanur pada suhu 600oC selama
empat jam sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Kadar abu dihitung
dengan menggunakan rumus :
A-B
Kadar abu (%) = x 100 % C
Keterangan :
A : Berat wadah dan sampel setelah diabukan
B : Berat wadah kosong
C : Berat contoh mula-mula
Kadar Lemak (AOAC, 1995). Sampel sebanyak lima gram dan dihancurkan, kemudian dibungkus dengan kertas saring. Selanjutnya dimasukkan kedalam alat
“Ekstrak Soxhlet”. Kemudian diekstraksi dengan pelarut petroleum eter selama
empat jam. Lemak atau minyak yang tertampung dalam soxhlet dikeringkan dalam
oven dengan suhu 105oC sampai mencapai berat tetap.
A-B
21 Keterangan :
A : Berat labu dan lemak setelah diekstraksi
B : Berat labu sebelum diekstraksi
C : Berat sampel awal
Kadar Protein (AOAC, 1995). Kadar protein diukur dengan metode makro Kjeldahl. Sebanyak satu gram sampel didestruksi dengan H2SO4, HgO dan K2SO4.
Beberapa butir batu didih ditambahkan dan dipanaskan sampai mendidih selama
1-1,5 jam sampai cairan menjadi jernih, kemudian didinginkan. Destilasi dilakukan
setelah cairan tersebut ditambahkan 2 ml air destilasi dan 10 ml NaOH-Na2S2O3.
sebagai penampung digunakan 2 ml larutan asam borat 5,5% dan 2-3 tetes indikator
campuran metil merah 0,2% dalam alkohol dan campuran metilen blue dalam 0,2%
alkohol. Air bilasan dalam tabung kondensor ditampung dalam erlenmeyer tempat
destilasi. Isi erlenmeyer diencerkan hingga 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0,2
N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Kadar N dihitung dengan
rumus:
(HCl – Blangko) ml x HCl x 14.07
N(%)= x 100% Mg Sampel
Protein = 6,25 x N
Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997). Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan cara by differences dengan rumus :
% Karbohidrat = 100% - (air + abu + lemak + protein) %
% Kadar Karbohidrat (BK) = 100% x % Karbohidrat Bahan Kering
Prosedur Uji Sifat Organoleptik
Uji organoleptik (mutu hedonik) terhadap pasta dilakukan dengan metode
skalar (skala 1-10 cm). Empat sampel pasta yang diamati diujikan kepada 25 orang
panelis semi terlatih. Penilaian panelis dilakukan terhadap warna, aroma,
penampakan kilap minyak dan daya oles pasta.
Warna. Sifat pasta ini diujikan kepada panelis dengan cara memberikan empat sampel pasta. Panelis sebelumnya diberikan sampel pea nut butter untuk
22 coklat. Setelah itu panelis diberikan sampel pasta untuk diuji warna sesuai persepsi
mereka, yang dinyatakan pada skala garis yang tersedia dalam format uji.
Aroma. Sifat aroma prengus pasta yang menggunakan daging kambing ini diujikan bersamaan dengan sifat organoleptik lainnya. Panelis sebelumnya diberikan sampel
daging kambing mentah guna menyamakan persepsi aroma prengus kambing.
Persamaan persepsi tersebut adalah daging kambing mentah tersebut beraroma
prengus. Kemudian panelis mencium sampel pasta yang tersedia dan memberikan
respon penilaiannya pada format uji yang tersedia.
Penampakan Kilap Minyak. Penampakan kilap minyak dilakukan dengan cara panelis melihat tingkat keluaran minyak dari produk pasta. Sebelum dilakukan
pengujian, guna menyamakan persepsi, panelis diberikan sampel pea nut dengan
level bahwa pea nut butter tidak berminyak. Kemudian panelis menguji pasta dan
menyatakan responnya ke dalam format yang telah tersedia.
Daya oles. Sifat pasta ini diujikan kepada panelis dengan cara memberikan empat sampel pasta. Guna menyamakan persepsi tingkat kemudahan daya oles, panelis
sebelumnya diberikan sampel pea nut butter dengan level bahwa pea nut butter itu
mudah dioleskan. Kemudian panelis mengoleskan sampel pasta yang tersedia di atas
permukaan roti yang selanjutnya dilakukan penilaian respon dari panelis pada skala
garis yang tersedia dalam format uji.
Tabel 6. Komposisi Bahan Pasta Daging Kambing.
23
Gambar 1. Bagan Proses Leaching (Pencucian) Daging
leaching
↑ 0, 3 kali leaching
↑ Suhu 5-10 oC
↑ Volume air:daging = 3:1 ↑ Konsentrasi 0,3% Daging
Kominusi Potong Daging
Kominusi Giling
Pengukusan Pengemasan
Pencucian
Pengepresan Daging Kambing
Digiling dengan Grinder
24 Gambar 2. Bagan Proses Pembuatan Pasta Daging Kambing
Sumber : Mega (2005) yang sudah dimodifikasi* Dimasukkan ke
dalam botol
Pengukusan 20 menit
Pengovenan 30 menit suhu 121 0C
Pendinginan dicampurkan
Daging
leaching
Emulsi air dan minyak Bumbu
Adonan
25 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sifat kimia Pasta Daging Kambing
Peubah yang diamati terhadap pasta daging kambing adalah kandungan
proksimat, yang terdiri dari kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Nilai
proksimat pasta disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Kandungan Proksimat Pasta Daging Kambing
Peubah Kominusi Leaching Rataan
Non-leaching Leaching
Air (%BB) Giling 57,10 57,27 57,18
Potong 56,85 57,20 57,02
Rataan 56,97 57,23 57,10
Abu (%BK) Giling 5,26 5,31 5,29
Potong 5,50 4,67 5,08
Rataan 5,38 4,99 5,18
Lemak (%BK) Giling 8,77 9,95 9,18
Potong 9,64 9,85 9,74
Rataan 9,20 9,72 9,46
Protein (%BK) Giling 37,74 37,63 37,68
Potong 38,97 37,21 38,09
Rataan 38,35 37,42 37,89
Karbohidrat (%BK) Giling 48,22 47,48 47,85
Potong 45,89 48,27 47,08
Rataan 47,05 47,87 47,46
Keterangan: - Non-leaching : Tidak diberi perlakuan leaching - Leaching : Diberi perlakuan leaching tiga kali
Kadar Protein
Protein merupakan zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini
berguna sebagai bahan bakar, zat pengatur dan pembangun dalam tubuh (Winarno,
1997). Protein daging terbagi menjadi tiga bagian, yaitu protein sarkoplasma,
26 Penghitungan analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi kominusi dan
leaching tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar protein. Perlakuan
kominusi dan leaching pun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar protein.
Hasil analisis ragam pada pasta yang diamati tidak menunjukkan adanya
perbedaan yang nyata karena pencucian terhadap kandungan protein pasta. Hasil
yang didapatkan berbeda dengan penelitian Mega (2005). Hal ini dikarenakan
perbedaan bahan dan frekuensi leaching, dimana Mega (2005) menggunakan daging
sapi dengan frekuensi leaching yang mencapai sembilan kali. Selain itu, pemerasan
secara manual tidak cukup untuk melepaskan protein larut dalam air secara
sempurna. Sehingga protein yang larut dalam air masih tersisa sebagian dalam
daging leaching.
Proses pencucian menyebabkan sebagian protein daging larut air akan
terlepas, sehingga terjadi penurunan kadar protein bahan. Semakin banyak frekuensi
pencucian akan menyebabkan penurunan protein yang semakin besar.
Kadar Air
Molekul air terdiri dari sebuah atom oksigen yang berikatan kovalen dengan
dua atom hidrogen. Air dalam tubuh berfungsi untuk transportasi nutrisi,
metabolisme hormon, dan mengeluarkan zat sisa tubuh (Aberle et al., 2001). Dalam
bahan pangan, air merupakan komponen penting karena dapat mempengaruhi
penampakan, tekstur dan cita rasa dari makanan yang kita makan (Winarno, 1997).
Penghitungan analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi kominusi dan
leaching tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar air. Perlakuan kominusi
dan leaching pun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air.
Kominusi yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap kadar air. Hal ini
dikarenakan penggilingan tidak menyebabkan terjadinya denaturasi protein yang
besar oleh panas penggilingan. Sehingga protein daging yang digiling ataupun yang
dipotong memiliki kemampuan yang sama (tidak berbeda nyata) dalam mengikat air
daging.
Pengukuran kadar protein bahan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
antara pasta non-leaching dan leaching. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
protein kedua bahan relatif sama. Sehingga pengikatan air oleh protein relatif sama.
27 pencucian tiga kali tidak menyebabkan kandungan air pasta yang berbeda nyata
dengan yang tidak dicuci.
Kadar Abu
Abu merupakan zat-zat anorganik yang tidak ikut terbakar pada proses
pembakaran. Kadar abu dalam daging ini umumya terdiri atas kalsium, fosforus,
potassium, sulfur, sodium, clorin, magnesium dan besi.
Penghitungan analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi kominusi dan
leaching tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar abu. Perlakuan kominusi
dan leaching pun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar abu.
Kandungan abu (mineral) daging non-leaching dan leaching tiga kali tidak
menunjukan perbedaan yang nyata. Sebagian besar dari elemen mineral terdapat
dalam bentuk garam yang terikat pada protein. Mineral tersebut Ca, Mg, Cl yang
berbentuk garam yang larut dalam air dan terdapat dalam protein sarkoplasma.
Sehingga dengan pencucian sarkoplasma akan menurun dan menyebabkan kadar abu
menurun (Tabel 7). Adanya perlakuan pencucian terakhir dengan menggunakan air
garam, maka mineral yang terbuang sebagian akan tergantikan oleh masuknya
mineral yang berasal dari garam. Komposisi garam terdiri dari 39,39% Na dan
60,61% Cl. Ditambahkan pula oleh Mandigo (1982), garam dapur umumnya
mengandung sedikit tembaga, besi dan krom. Sehingga daging non-leaching ataupun
leaching tiga kali tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan abu
pasta. Tingginya kandungan abu pasta daging kambing (5,18%) dibandingkan pasta
daging domba pada penelitian Jaelani (2005) yang hanya mencapai 4,2%,
dikarenakan kandungan abu daging kambing lebih besar dibandingkan daging
domba.
Kadar Lemak
Lemak dalam tubuh berfungsi sebagai sumber energi bagi sel, sedangkan
lemak di dalam bahan pangan merupakan unsur pokok yang mampu meningkatkan
keempukkan pangan, memperbaiki tekstur dan cita rasa bahan pangan (Aberle et al.,
2001).
Penghitungan analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi kominusi dan
leaching tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak. Perlakuan
28 Hasil analisis ragam terhadap kandungan lemak tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Hal ini dikarenakan tujuan kominusi adalah mengurangi
ukuran partikel daging, sehingga kandungan lemak daging yang digiling ataupun
dipotong tidak banyak dipengaruhi oleh perlakuan kominusi. Perbedaan kominusi
daging tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan lemak pasta.
Hasil analisis kandungan lemak pasta daging kambing, baik non-leaching
ataupun leaching tiga kali tidak menyebabkan perbedaan kandungan lemak daging
yang besar. Hal ini dikarenakan lemak memiliki sifat tidak larut air (Winarno, 1997).
Sehingga selama perlakuan leaching, lemak tidak larut dalam air dan tidak terbuang
bersamaan dengan air leaching. Alhasil, kandungan lemak daging non-leaching dan
leaching tiga kali tidak menyebabkan perbedaan kandungan lemak yang nyata
terhadap kandungan lemak pasta. Kadar lemak pasta daging kambing rata-rata 9,46%
jauh lebih kecil dibandingkan penelitian Jaelani (2005) yang mencapai 33,61%. Hal
ini dikarenakan bahan baku yang digunakan berbeda, dimana kadar lemak daging
kambing jauh lebih kecil dibandingkan dengan domba.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, disakarida dan
polisakarida. Kandungan karbohidrat dalam daging segar kurang dari satu persen.
Glikogen merupakan “pati hewani” yang banyak terdapat pada hati dan otot, bersifat
larut air, serta bila bereaksi dengan iodin akan menghasilkan warna merah (Winarno,
1992). Kandungan karbohidrat suatu bahan pangan dapat dihitung berdasarkan
perhitungan by difference (Winarno, 1997).
Penghitungan analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi kominusi dan
leaching tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat. Perlakuan
kominusi dan leaching pun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar karbohidrat.
Analisis ragam terhadap kandungan karbohidrat pasta menunjukkan bahwa
pasta non-leaching dan leaching tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan
karbohidrat pasta. Hal ini dikarenakan karbohidrat daging berupa glikogen terdapat
di dalam sel otot daging, sehingga dengan perlakuan leaching tidak akan
menyebabkan karbohidrat daging terlepas. Selain itu kandungan glikogen daging
yang sangat kecil (1%) mengakibatkan perhitungan terhadap kadar karbohidrat tidak
29 Kandungan karbohidrat yang besar dalam produk pasta diakibatkan oleh
penambahan bahan yang mengandung karbohidrat pada waktu pembuatan pasta,
yaitu gula dan CMC.
Sifat Organoleptik Pasta Daging Kambing
Sifat mutu pasta yang diujikan pada penelitian ini adalah warna, aroma,
penampakan kilap minyak dan daya oles. Hasil analisis uji organoleptik ditampilkan
pada Tabel 8.
Tabel 8. Sifat Organoleptik Pasta Daging Kambing
Peubah Kominusi Leaching Rataan
Non-leaching Leaching
Warna Giling 2,28A 4,33B 3,30
Potong 2,62A 3,11A 2,86
Rataan 2,45 3,72 3,08
Aroma Giling 5,10 5,50 5,30
Potong 5,70 5,07 5,38
Rataan 5,40 5,28 5,34
Kilap Minyak Giling 5,42 5,29 5,35A
Potong 4,53 3,69 4,11B
Rataan 4,97 4,49 4,73
Daya Oles Giling 6,14 6,08 6,11
Potong 6,17 4,74 5,45
Rataan 6,15 5,41 5,78
Keterangan : - Angka yang diikuti superskrip huruf kecil berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
- Non-leaching : tidak diberi perlakuan leaching - Leaching : diberi perlakuan leaching tiga kali
Warna
Warna makanan merupakan refleksi cahaya pada permukaan makanan yang
ditangkap oleh indera penglihatan dan ditransmisi dalam sistem syaraf. Warna sangat
mempengaruhi terhadap daya terima pangan, karena umumnya penerimaan bahan
yang pertama kali dilirik adalah warna. Warna yang menarik akan meningkatkan