• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMPOSISI KIMIA DAGING KAMBING KACANG, PERANAKAN ETAWAH DAN KEJOBONG JANTAN PADA UMUR SATU TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KOMPOSISI KIMIA DAGING KAMBING KACANG, PERANAKAN ETAWAH DAN KEJOBONG JANTAN PADA UMUR SATU TAHUN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIA DAGING KAMBING KACANG,

PERANAKAN ETAWAH DAN KEJOBONG JANTAN

PADA UMUR SATU TAHUN

(Meat Chemical Composition of Kacang Goats, Etawah Crossbred Goats,

and Kejobong Goats Male at One Year Old)

G.EL AQSHA,E.PURBOWATI danA.N.AL-BAARI

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang

ABSTRACT

One of many factors that give different chemical composition of meat was breed. The objective of the research was to study chemical composition of meat (moisture, ash, protein, fat and cholesterol content) from three different breed of goats.As many as 12 goats with the age of one year consisting of four Kacang goats, four Etawah Crossbred goats, and four Kejobong goats, respectively. The observed parameters were chemical composition of Longissimus dorsi (LD) and Biceps femoris (BF) muscle. The research using Independent Sample Comparison Methods.The F-test was used to analyze data and any differences among groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT).The results of research show that the moisture, ash, fat and protein content of three different breed of goats were not significantly different (P > 0.05), both in LD and BF muscle.The average of moisture, ash, protein, and fat content on LD muscle were 77.50, 1.30, 18.65 and 1.96%, respectively.The average of moisture, ash, protein, and fat content on BF muscle were 77.53, 1.05, 18.76 and 2.03%, respectively. Cholesterol content of Etawah Crossbred goats on LD muscle (90.87 mg/100 g of meat) was higher (P < 0.01) than Kacang goats (81.22 mg/100 g meat) and Kejobong goats (80.97mg/100 g meat).Cholesterol content of Etawah Crossbred goats on BF muscle (82.77mg/100 g meat) was higher (P < 0.05) than Kacang goats (71.77mg/100 g meat) and Kejobong goats (65.50 mg/100g of meat).It can be concluded that the moisture, ash, protein, and fat content of Kacang goats, Etawah Crossbred goats, and Kejobong goats were relatively similar, whereas cholesterol content of Etawah Crossbred goats was higher than Kacang goats and Kejobong goats.

Key Word: Chemical Composition, Meat, Goat

ABSTRAK

Salah satu faktor sebelum pemotongan yang mempengaruhi komposisi kimia daging adalah bangsa ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia daging (kadar air, abu, protein, lemak dan kolesterol) dari tiga bangsa kambing yang berbeda, yaitu kambing Kacang, Peranakan Etawah (PE) dan Kejobong. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 ekor kambing jantan dengan umur 1 tahun (poel 1) yang terdiri atas 4 ekor kambing Kacang, 4 ekor kambing Peranakan Etawah dan 3 ekor kambing Kejobong. Sampel daging diambil dari otot Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF). Penelitian menggunakan metode “Independent Sample Comparison”. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji F dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Wilayah-Berganda Duncan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar air, abu, lemak dan protein pada ketiga bangsa kambing tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar air, abu, protein, dan lemak daging kambing pada otot LD adalah 77,50; 1,30; 18,65 dan 1,96%, sedangkan pada otot BF adalah 77,53; 1,05; 18,76 dan 2,03%. Kadar kolesterol daging kambing PE pada otot LD (90,87 mg/100 g daging) sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi daripada daging kambing Kacang (81,22 mg/100 g daging) maupun kambing Kejobong (80,97 mg/100 g daging). Kadar kolesterol daging kambing PE pada otot BF (82,77 mg/100 g daging) nyata (P < 0,05) lebih tinggi daripada daging kambing Kacang (71,77 mg/100 g daging) maupun Kejobong (65,50 mg/100 g daging). Kesimpulan penelitian ini adalah kadar air, abu, protein, dan lemak daging kambing Kacang, PE, dan Kejobong relatif sama, sedangkan kadar kolesterol kambing PE lebih tinggi daripada kambing Kacang dan kambing Kejobong.

(2)

PENDAHULUAN

Provinsi Jawa Tengah kaya akan sumberdaya hayati komoditas ternak dan sebagian diantaranya merupakan plasma nutfah. Ternak-ternak tersebut menunjukkan produktivitas yang cukup tinggi dan mampu memberikan sumbangan pendapatan bagi keluarga petani di Jawa Tengah. Beberapa komoditas ternak kambing di Jawa Tengah adalah kambing Kacang, kambing Peranakan Etawah (PE) dan kambing Kejobong (DISNAK

BREBES dan BPTP JAWA TENGAH, 2005). Kambing Kacang banyak dijumpai di Indonesia, dengan ciri khas diantaranya adalah tubuhnya berukuran kecil dan pendek, bertanduk, telinga kecil dan tegak, lehernya pendek serta badan bagian belakang meninggi (SUTAMA dan BUDIARSANA, 2009). Kambing

Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing Kacang. Spesifikasi dari kambing ini adalah bentuk muka agak datar sampai cembung, hidung agak melengkung, telinga agak besar, panjang dan terkulai/menggantung (MURTIDJO, 1993; SUTAMA dan BUDIARSANA, 2009). Kambing Kejobong banyak dijumpai di kecamatan Kejobong, Kabupaten Purbalingga. Diduga kambing Kejobong merupakan hasil persilangan antara kambing dari India (Ettawa/Benggala) dengan kambing Kacang kemudian diseleksi oleh petani secara turun temurun, akhirnya terjadi keseragaman warna bulu yaitu hitam (BUDISATRIA, 2009). Hasil penelitian PURBOWATI dan RIANTO (2010) menyatakan bahwa warna kambing Kejobong sebagian besar hitam (91,1%), kombinasi hitam-putih (7,8%) dan coklat (1,1%).

Umumnya hasil utama yang diharapkan dari pemeliharaan kambing adalah dagingnya. Selain rasanya yang lezat, daging memiliki kandungan gizi yang lengkap. ROMANS et al.

(1994) menyatakan bahwa kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan perubahan komponen-komponen kimianya seperti kadar air, protein, lemak dan abu. Sifat kimia daging bervariasi tergantung spesies ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh. Menurut MAHMUD et al. (2009), komposisi zat gizi daging kambing per 100 g adalah air 70,3 g, protein 16,6 g, lemak 9,2 g, dan abu 3,9 g.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui komposisi kimia (kadar air, abu, protein, lemak dan kolesterol) daging kambing Kacang, Peranakan Ettawa dan Kejobong. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada masyarakat dalam memilih daging kambing berdasarkan komposisi kimianya.

MATERI DAN METODE

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 11 ekor kambing jantan dengan umur 1 tahun (poel 1) yang terdiri dari 4 ekor kambing Kacang, 4 ekor kambing Peranakan Etawah dan 3 ekor kambing Kejobong. Timbangan dan seperangkat alat untuk pemotongan ternak.

Metode penelitian yang digunakan adalah

Independent Sample Comparison yaitu,

membandingkan 3 kelompok kambing dengan bangsa yang berbeda dengan 4 kali ulangan (STEEL dan TORRIE, 1993).

Penelitian dilakukan dalam 2 periode, yaitu periode persiapan (5 minggu) dan pemotongan ternak serta analisis kimia daging (2 minggu). Periode persiapan yang dilakukan adalah persiapan alat-alat yang digunakan, persiapan kandang, dan pembelian ternak. Pada periode persiapan juga dilakukan penyeragaman isi saluran pencernaan dengan cara memberi pakan sebanyak 10% dari bobot badan berupa daun angsana (Pterocarpus indicus) sebanyak 50% dan daun ketepeng (Cassia alata) sebanyak 50% selama 2 (dua) minggu, serta air minum diberikan secara ad libitum.

Pada periode pemotongan ternak dilakukan secara bertahap, yaitu 3 ekor kambing dengan bangsa yang berbeda setiap 2 hari sekali yang diambil secara acak. Sebelum dipotong, ternak dipuasakan terhadap pakan selama 24 jam, tetapi air minum tetap diberikan secara ad

libitum, kemudian ditimbang untuk mengetahui

bobot potongnya. Tujuan pemuasaan kambing sebelum pemotongan adalah untuk memperkecil variasi bobot potong akibat isi saluran pencernaan dan untuk mempermudah pelaksanaan pemotongan.

Prosedur pemotongan ternak dilakukan secara Islam dengan memotong ternak pada bagian leher hingga vena jugularis, oesofagus dan trakea terputus agar terjadi pengeluaran darah yang sempurna dan darah yang keluar ditampung kemudian ditimbang. Setelah itu,

(3)

ternak digantung pada bagian kaki belakang dan dilakukan pengulitan. Kemudian proses pengeluaran alat reproduksi, limpa, hati, jantung, paru-paru, trakea, alat pencernaan, empedu dan pankreas kecuali ginjal agar diperoleh karkas segar. Setelah diperoleh karkas segar maka dilayukan selama 2 – 3 jam dengan suhu sekitar 16C. Setelah selesai pelayuan, karkas dibagi menjadi 2 bagian secara simetris menjadi bagian kanan dan kiri. Sampel daging diambil dari bagian karkas sebelah kanan yaitu pada otot longissimus dorsi (LD) yang diambil pada bagian loin dan otot biceps femoris (BF) yang diambil pada bagian paha. Otot LD merupakan otot yang jarang bergerak (pasif) dan otot BF merupakan otot yang sering bergerak (aktif). Berat sampel daging dari masing-masing otot untuk analisis kimia sekitar 100 gram. Sampel daging dimasukkan ke dalam plastik kemudian dibungkus dengan alumunium foil dan diberi label, kemudian dibawa ke Laboratorium untuk diuji komposisi kimianya.

Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi kadar air, abu, protein, lemak dan kolesterol dalam daging yang dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.

Metode yang digunakan dalam analisis kimia daging adalah metode Gravitimeter untuk analisis kadar air, metode tanur untuk analisis kadar abu, metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein, metode Soxhlet untuk analisis kadar lemak (AOAC, 1995) dan analisis metode Sacket dan CHOD-PAP untuk analisis kadar kolesterol.

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan uji F (ASTUTI, 2007), dan

apabila terdapat perbedaan yang nyata pada komposisi kimia daging dari 3 (tiga) bangsa kambing yang diamati, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan (GASPERZ, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kadar air, abu, lemak dan protein pada ketiga bangsa kambing tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada otot LD maupun BF. Kadar kolesterol daging kambing PE pada otot LD berbeda sangat nyata (P < 0,01) dengan kambing Kacang dan Kejobong, sedangkan kadar kolesterol daging kambing PE pada otot BF berbeda nyata (P < 0,05) dengan kambing Kacang dan Kejobong. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 1 dan 2.

Kadar air daging

Kadar air daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar air daging kambing hasil penelitian ini adalah 77,49% pada otot LD dan 77,53% pada otot BF. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar air daging adalah spesies ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh (ROMANS et al., 1994). Tidak berbedanya kadar air daging kambing pada penelitian ini kemungkinan karena kambing yang digunakan masih dalam pertumbuhan pasca pubertas. Dugaan ini sesuai dengan pernyataan SEARLE

Tabel 1. Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong pada otot longissimus dorsi (LD)

Bangsa kambing Parameter

Kacang Peranakan Etawah Kejobong

Rata-rata Air (%) 77,06a 77,66a 77,77a 77,49 Abu (%) 1,31a 1,30a 1,29a 1,30 Protein (%) 19,19a 18,68a 18,07a 18,65 Lemak (%) 2,02a 1,69a 2,16a 1,96 Kolesterol (mg/100 g daging) 81,22b 90,87a 80,97b 84,35 a,b

(4)

Tabel 2. Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong pada otot Biceps Femoris (BF)

Bangsa kambing Parameter

Kacang Peranakan Etawah Kejobong Rata-rata

Air (%) 77,34a 77,71a 77,55a 77,53 Abu (%) 1,20a 1,14a 0,82a 1,05 Protein (%) 18,72a 18,84a 18,83a 18,79 Lemak (%) 2,16a 1,70a 2,23a 2,03 Kolesterol (mg/100 g daging) 71,77b 82,77a 65,50b 73,34 a,b

Huruf yang berbeda pada baris yang sama menyatakan berbeda nyata (P < 0,05)

et al. dan BLAXTER et al. yang disitasi oleh

SOEPARNO (2005) bahwa pada umumnya

pertumbuhan pascapubertas menghasilkan komposisi karkas yaitu air, lemak, protein dan abu yang konstan. Hasil penelitian MAHMUDet

al. (2009), melaporkan bahwa kadar air daging kambing sekitar 70,3%. Dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut, kadar air daging kambing hasil penelitian ini lebih tinggi, kemungkinan karena umur kambing dalam penelitian ini lebih muda. Kadar air daging hasil penelitian ini masih dalam kisaran kadar air daging normal menurut SOEPARNO (2005) yang menyatakan bahwa kadar air daging berkisar antara 60 – 85%.

Kadar abu daging

Kadar abu daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar abu daging kambing hasil penelitian ini adalah 1,30% pada otot LD dan 1,05% pada otot BF. Tidak berbedanya kadar air daging kambing karena kadar abu pada daging menurut JUDGE et al. (1989) relatif konstan yaitu 1,0%. Hal ini sesuai dengan PURBOWATI et al. (2006), yang menyatakan

bahwa kadar abu meningkat dengan laju yang paling rendah dibandingkan dengan komposisi kimia yang lainnya. Menurut PURBOWATI dan SURYANTO (2000), kadar abu daging berkisar antara 2 – 3%.Hasil penelitian MAHMUD et al. (2009) melaporkan bahwa kadar abu pada daging kambing adalah 3,9%. Kadar abu daging kambing hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian MAHMUD et al. (2009).

Kadar protein daging

Kadar protein daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar protein daging kambing hasil penelitian ini adalah 18,79% pada otot LD dan 18,79% pada otot BF. Tidak berbedanya kadar protein daging kambing karena kadar protein daging relatif tetap dan tidak dipengaruhi oleh umur dan pakan (TILLMANet al., 1989). MAHMUDet al. (2009) menyatakan bahwa kadar protein pada daging kambing sebesar 16,6%. Kadar protein daging kambing hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian tersebut,. Kadar protein daging kambing hasil penelitian ini masih dalam kisaran normal menurut JUDGE

et al. (1989) yaitu antara 16 – 22%.

Kadar lemak daging

Kadar lemak daging hasil penelitian ini tidak berbeda nyata (P > 0,05) diantara ketiga bangsa kambing, baik pada otot LD maupun BF. Rata-rata kadar lemak daging kambing hasil penelitian ini adalah 1,96% pada otot LD dan 2,03% pada otot BF. Tidak berbedanya kadar lemak daging kambing hasil penelitian ini karena kemungkinan umur kambing masih muda sehingga laju penimbunan lemak belum maksimal. Sebagaimana pernyataan SOEPARNO

(2005), bahwa lemak merupakan jaringan tubuh yang laju pertumbuhan berada pada urutan terakhir setelah jaringan saraf, tulang dan otot. Hasil penelitian MAHMUD et al. (2009), melaporkan bahwa kadar lemak daging kambing sekitar 9,2%. Dibandingkan dengan

(5)

hasil penelitian tersebut, kadar lemak daging kambing hasil penelitian ini lebih rendah. Hal ini kemungkinan karena umur kambing yang digunakan dalam penelitian ini lebih muda daripada penelitian MAHMUD et al. (2009). Dugaan kambing penelitian ini masih muda berdasarkan kadar air daging hasil penelitian ini yang lebih tinggi daripada penelitian MAHMUD et al. (2009). Menurut MINISH dan FOX (1979), kadar lemak daging berkolerasi negatif dengan kadar air daging. Semakin rendah kadar lemak, maka semakin tinggi kadar air.

Kadar kolesterol daging

Kadar kolesterol daging kambing PE pada otot LD (90,87 mg/100 g daging) sangat nyata (P < 0,01) lebih tinggi daripada daging kambing Kacang (81,22 mg/100 g daging) maupun Kejobong (80,97 mg/100 g daging). Demikian pula dengan kadar kolesterol daging kambing PE pada otot BF (82,77 mg/100 g daging) nyata (P < 0,05) lebih tinggi daripada daging kambing Kacang (71,77 mg/100 g daging) maupun Kejobong (65,50 mg/100 g daging). Kadar kolesterol daging kambing PE lebih tinggi daripada kambing Kacang dan kambing Kejobong, dikarenakan perbedaan bangsa kambing. Hal ini sesuai dengan pendapat SOEPARNO (1992), bahwa kolesterol merupakan lemak jaringan yang terdapat dalam lemak intramuskuler (marbling) yang deposisinya berbeda dipengaruhi oleh spesies diantara ternak, umur dan lokasi otot. Kadar kolesterol daging kambing hasil penelitian ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian LIPI (2009) (kecuali kambing Kejobong pada otot BF).

KESIMPULAN

Kesimpulan penelitian ini adalah kadar air, abu, protein, dan lemak daging Kambing Kacang, PE, dan Kejobong relatif sama, sedangkan kadar kolesterol kambing PE lebih tinggi daripada kambing Kacang dan Kejobong. Bagi konsumen yang menginginkan daging kambing dengan kadar kolesterol lebih rendah, disarankan untuk memilih daging dari Kambing Kacang atau Kambing Kejobong.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Offical Methods of Analysis. 16thed. AOAC Int.,Washington D. C.

ASTUTI, M. 2007. Pengantar Ilmu Statistika Untuk Peternakan dan Kesehatan Hewan. Penerbit: BINASTI Publisher, Bogor.

BUDISATRIA, I.G.S. 2009. Plasma Nutfah Kambing di Indonesia. CV Bawah Sadar, Yogyakarta. DISNAK BREBES dan BPTP JAWA TENGAH. 2005.

Inventarisasi Sumberdaya Hayati Ternak Lokal Jawa Tengah. Dinas Peternakan Brebes Kerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah. Ungaran. GASPERZ, V. 1991. Teknis Analisis dalam Penelitian

Percobaan. Tarsito, Bandung.

JUDGE, M.D.,E. D.ABERLE, J.CFORREST, H.B. HEDRICK,andR.A.MERKEL. 1989. Principles of Meat Science. Kendall/Hunt Publishing Co., Iowa.

LIPI. 2009. Pangan dan Kesehatan. http://www. bit.lipi.go.id/pangan-kesehatan/documents/ artikel_kolesterol/gaya_hidup_sehat.pdf. (16 Maret 2011).

MAHMUD,M.K.,HERMANA,N.A.ZULFIANTO,R.R. APRIYANTONO, I. NGADIARTI, B. HARTATI, BERNADUS dan TINEXCELLY. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. PT Elex Media Komputindo, Jakarta.

MINISH,G.L. and D.G. FOX, 1979. Beef Production and management. Reston Publishing Co. Inc A. Prentice Hall Co. Reston, Virginia. MURTIDJO, B.A. 1993. Memelihara Kambing

Sebagai Ternak Potong dan Ternak Perah. Kanisius, Yogyakarta.

PURBOWATI,E. dan E.SURYANTO. 2000. Komposisi kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps fermoris domba yang diberi pakan dasar jeranmi padi dan avas konsentrat yang berbeda. J. Pengembangan Peternakan Tropis 25(2): 66 – 72.

PURBOWATI,E.,C.I.SUTRISNO,E.BALIARTI,S.P.S. BUDHI danW.LESTARIANA.2006. Komposisi Kimia otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J. Anim. Prod. 8 (1): 1 – 7.

PURBOWATI, E. dan E. RIANTO. 2010. Study of

Physical Characteristics and Performance of Kejobong Goats in Kejobong, Purbalingga, Central Java, Indonesia. AAPP Animal Science Congress 14th. Taiwan

(6)

ROMANS,J.R.,W.J.COSTELLO,C.W.CARLSON,M.L. GREASER andK.W.JONES.1994. The Meat We Eat. Interstate Publisher, Inc. Danville, Illnois. SOEPARNO. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan Ke-1. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

SOEPARNO. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

STEEL, R.G.Ddan J.H. TORRIE. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Cetakan ke-3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Diterjemahkan oleh: SUMANTRI,B.

SUTAMA, K. dan I-G.M. BUDIARSANA. 2009. Panduan Lengkap Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.

TILLMAN,A.D.,H.HARTADI,S.REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.  Komposisi kimia daging kambing Kacang, Peranakan Etawah dan Kejobong pada otot longissimus  dorsi (LD)
Tabel 2.  Komposisi  kimia  daging  kambing  Kacang,  Peranakan  Etawah  dan  Kejobong  pada  otot  Biceps  Femoris (BF)

Referensi

Dokumen terkait

Setelah diperoleh pemikiran desain, selanjutnya akan dikembangkan suatu nuansa yang tercipta dari pengaplikasian tema ramah lingkungan pada elemen pembentuk ruang maupun

Dari kedua sektor yang dilakukan oleh baitul maal KSPPS Binama Semarang dalam memberdayakan ekonomi dhuafa tersebut, penulis melakukan penelitian pada mustahik yang

Untuk mata pelajaran bahasa indonesia, didapatkan hasil penelitian untuk pemahaman guru terhadap kurikulum mendapat rata-rata skor sebesar 3,7 (kriteria baik), pemahaman

Meskipun proporsi cadangan C dalam tanaman terhadap total cadangan C pada lahan gambut relatif kecil, namun karena jenis tanaman sangat menentukan aspek pengelolaan (seperti

Penelitian ini menghasilkan bahwa physical capital (VACA), human capital (VAHU), sructural capital (STVA) merupakan indikator yang signifikan untuk intellectual

c) Meletakkan table asesories (flower vase, ashtray, table number). Dengan ketentuan flower vase diletakkan tepat ditengah meja makan sebagai patokan untuk meletakkan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalah pokok dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh gaya kepemimpinan kepala madrasah dan

Dalam rangka penyesuaian dengan perkembangan di bidang pengelolaan Perguruan Tinggi Swasta , Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan surat keputusan Nomor :