FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Dea Maharamya 0613010062/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi
Diajukan oleh :
Dea Maharamya 0613010062/FE/EA
Kepada
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan judul
“ANALISIS PENGARUH TANGIBILITY, SIZE, GROWTH OPPORTUNITY DAN
PROFITABILITY TERHADAP LEVERAGE PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
(CONSUMER GOOD, APPAREL AND OTHER TEXTILE PRODUCT, DAN FOOD
AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA. Skripsi ini diajukan untuk
memenuhi sebagai persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana ekonomi jurusan
akuntansi.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini seringkali menghadapi
hambatan dan keterbatasan dalam berbagai hal. Namun, karena dorongan dan bimbingan
yan diberikan berbagai pihak akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis menyampaikan TERIMA KASIH yang tak terhingga dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP Selaku Rektor Universitas Pembangunan
Nasional “ Veteran ” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. H. Dhani Ichsanuddin Nur, SE,MM. Selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
3. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, MSi. Selaku Ketua Progdi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
terselesaikan.
5. Para dosen dan asisten yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama
menjadi mahasiswa Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jawa Timur.
6. Ibu tercinta, penulis menyampaikan sujud yang tulus atas do’a dan segala jerih
payah serta pengorbanannya dalam mendidik penulis hingga saat ini, dan segala
nasehat-nasehat dan dukungan penuh baik materiil dan spiritual.
7. Semua pihak yang turut membantu dan menyediakan waktunya demi
terselesainya skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih
banyak.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dalam
isi maupun penulisannya, oleh karena itu semua kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Sebagai akhir kata, semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca baik sebagai bahan kajian maupun sumber
informasi, serta bermanfaat bagi semua pihak.
Surabaya, 2010
Penulis
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL...vii
DAFTAR GAMBAR ....viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
ABSTRAKSI...x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah ...1
1.2. Perumusan Masalah ...8
1.3. Tujuan Penelitian ...8
1.4. Manfaat Penelitian ...9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu...10
2.2. Landasan Teori...12
2.2.1. Teori Struktur Modal ...12
2.2.2. Pecking Order Theory...16
2.2.3. Keputusan Pendanaan ...21
2.2.4. Leverage...22
2.2.5.2 Size...25
2.2.5.3 Growth Opportunity...26
2.2.5.4 Profitability ...28
2.2.6. Hubungan Antar Konsep...30
2.2.6.1 Hubungan Tangibility Terhadap Leverage ...30
2.2.6.2 Hubungan Size terhadap leverage...30
2.2.6.3 Hubungan Growth Opportunity terhadap leverage...31
2.2.6.4Hubungan Profitability terhadap leverage...31
2.3.Kerangka Pikir...32
2.4.Hipotesis...33
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional Dan Pengukuran Variabel...34
3.1.1.Variabel terikat (Y)………..………..34
3.1.2.Variabel bebas (X)……….35
3.2. Tehnik Penentuan Sampel...40
3.2.1. Populasi...40
3.2.2. Sampel...43
3.3. Tehnik Pengumpulan Data...45
3.3.1. Jenis Data ...45
3.4.1. Analisis Structural Equation Model (SEM)...46
3.4.2. Asumsi Model (Structur Equation Modelling) ...47
3.4.3. Pengujian Hipotesis Dan Hubungan Kausal ...49
3.4.4. Pengujian Model Dengan One-Step Approach...49
3.4.5. Pengujian Model Dengan Two-Step Approach ...50
3.4.6. Uji Goodnes Of Fit...51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian...56
4.1.1. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Good Consumer ...56
4.1.1.1. PT. Mustika Ratu, Tbk………..56
4.1.1.2. PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk………...56
4.1.1.3. PT. Unilever Indonesia, Tbk……….57
4.1.1.4. PT. Mandom Indonesia, Tbk………58
4.1.2. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Apparel And Other Textile Product...58
4.1.2.1. PT. Sepatu Bata, Tbk………58
4.1.2.2. PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk………..59
4.1.2.3. PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk………59
4.1.2.4. PT. Evershine Textile Indonesia, Tbk………60
4.1.2.8. PT. Hanson International, Tbk………...61
4.1.2.9. PT. Apac Citra Centertex, Tbk………...62
4.1.2.10.PT. Pan Brother, Tbk……….62
4.1.2.11.PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk………..63
4.1.2.12.PT. Indo Acidatama, Tbk………..63
4.1.3. Gambaran Umum Mengenai Perusahaan Food and Beverages………64
4.1.3.1. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk………64
4.1.3.2. PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk…………..………..64
4.1.3.3. PT. Cahaya Kalbar, Tbk……….65
4.1.3.4. PT. Davomas Abadi, Tbk………...65
4.1.3.5. PT. Fast Food Indonesia, Tbk………66
4.1.3.6. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk………...66
4.1.3.7. PT. Mayora Indah, Tbk………..66
4.1.3.8. PT. Siantar Top, Tbk………..67
4.1.3.9. PT. Ultra Jaya Milk, Tbk………67
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian...68
4.2.1. Asset Tangibility (X1) Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indoesia Tahun 2006 – 2009………...68
4.2.2. Size (X2) Perusahaan Food and Beverages di Bursa Efek
2009...79
4.2.4.Profitability (X4) Perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia Tahun 2003-2007……...87
4.3. Analisa dan Pengujian Hipotesis ...94
4.3.1. Evaluasi Outlier ...94
4.3.2. Evaluasi Normalitas ...96
4.3.3. Analisis Model One-Step Approach to SEM...97
4.3.4. Uji Kausalitas...100
4.4. Pembahasan...102
4.4.1Pengaruh Tangibility Terhadap Leverage…………...102
4.4.2.Pengaruh Growth Opportunity Terhadap Leverage…………103
4.4.3.Pengaruh Size Terhadap Leverage………..104
4.4.4.Pengaruh Profitability Terhadap Leverage………..105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan……….. .106
5.2 Saran………..107
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Tabel 4.1. Asset Tangibility of Asset Perusahaan Food and Beverages...69
Tabel 4.2. Tangible Asset Debt Coverage Perusahaan Food and Beverages ...72
Tabel 4.3. Natural log of salePerusahaan Food and Beverages.. ………..74
Tabel 4.4. Market ValuePerusahaan Food and Beverages ...77
Tabel 4.5. Total AktivaPerusahaan Food and Beverages ………...80
Tabel 4.6. Nilai buku ekuitasPerusahaan Food and Beverages... …………. ..82
Tabel 4.7 Market to book ratioPerusahaan Food and Beverages………..85
Tabel 4.8 GPMPerusahaan Food and Beverages………..87
Tabel 4.9 ROAPerusahaan Food and Beverages………..90
Tabel 4.10 ROEPerusahaan Food and Beverages………...92
Tabel 4.11 Outlier Data...95
Tabel 4.12. Normalitas Data ...96
Tabel 4.13. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices (Base Model) ...99
Tabel 4.14. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices (Modifikasi)…………...100
Tabel 4.15. Hasil Uji Kausalitas………..101
Gambar 4.2. Model Pengukuran & Struktural :
One Step Approach – Modifikasi ...99
x Lampiran 2 Data Uji Outlier
Lampiran 3 Data Normalitas
Lampiran 4 Data Uji Hipotesis Kausal, Data Uji Multicollinerity dan
DAN FOOD AND BEVERAGES) DI BURSA EFEK INDONESIA
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997 berpangkal pada kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan bisnis oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Salah satu permasalahan dominan yang melanda perusahaan-perusahaan di Indonesia adalah persoalan hutang. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat melunasi hutang-hutang luar negeri karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Sejumlah perusahaan besar di luar perbankan mengandalkan pinjaman lebih dari 100% dibandingkan ekuitas, padahal komposisi dana eksternal yang sehat umumnya di bawah 50% dari ekuitasnya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor dalam teori struktur modal seperti : Tangibility, Size, Growth Opportunity, dan Profitability yang berpengaruh terhadap Leverage perusahaan untuk menentukan model atau Teori Struktur Modal yang dapat menjelaskan perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Perusahaan yang menjadi sampel adalah perusahaan consumer good, apparel and other textile product, dan food and beverages yang ada di Bursa Efek Indonesia. Dan periode penelitian yang digunakan yaitu pada tahun 2006-2009.
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Variabel terikat yang digunakan adalah Tangibility, Size , Growth opportunity, dan Profitability. Alat uji yang digunakan yaitu alat uji SEM.
Berdasarkan hasil analisa menunjukan bahwa Faktor Tangibility berpengaruh positif terhadap leverage tidak dapat diterima (tidak signikan (positif)), Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap leverage dapat diterima (signifikan (positif)), Faktor Size berpengaruh positif terhadap faktor leverage dapat diterima (signifikan (positif)), Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap faktor leverage tidak dapat diterima (tidak signifikan (positif))
1
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak akhir 1997 berpangkal pada
kurangnya profesionalitas dalam pengelolaan bisnis oleh perusahaan-perusahaan di
Indonesia. Salah satu permasalahan dominan yang melanda perusahaan-perusahaan
di Indonesia adalah persoalan hutang. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak dapat
melunasi hutang-hutang luar negeri karena melemahnya nilai tukar rupiah terhadap
dolar. Sejumlah perusahaan besar di luar perbankan mengandalkan pinjaman lebih
dari 100% dibandingkan ekuitas, padahal komposisi dana eksternal yang sehat
umumnya di bawah 50% dari ekuitasnya. Memang tidak hanya sektor swasta yang
terlibat dalam permasalahan hutang luar negeri, namun fakta menunjukkan bahwa
pada tahun 1998 merupakan tahun klimaks terjadinya krisis dimana sektor swasta
memiliki kontribusi besar dalam penggunaan hutang luar negeri tersebut.
Manajer harus mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber dana yang
dipilih dalam melakukan pengambilan keputusan pendanaan (Yuniningsih, 2002).
Sumber dana yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan dapat berasal dari dalam
(internal) maupun luar perusahaan (eksternal). Masing-masing sumber dana tersebut
eksternal terbagi atas dua kategori, yaitu pembelanjan dengan hutang (debt financing) dan pembelanjaan sendiri (external equity) dengan cara menerbitkan saham biasa maupun saham preferen.
Pengembangan perusahaan dalam upaya untuk mengantisipasi persaingan
yang semakin tajam dalam pasar yang semakin global seperti sekarang ini akan
selalu dilakukan baik oleh perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Upaya
tersebut merupakan permasalahan tersendiri bagi perusahaan, karena menyangkut
pemenuhan dananya yang diperlukan. Apabila suatu perusahaan dalam memenuhi
kebutuhan dananya mengutamakan sumber dari dalam perusahaan, maka akan sangat
mengurangi ketergantungannya kepada pihak luar. Oleh karena itu, pada prinsipnya
setiap perusahaan membutuhkan dana yang berasal dari sumber internal maupun
eksternal untuk pengembangan bisnisnya. Karena itu, para manajer keuangan dengan
tetap memperhatikan cost of capital perlu menentukan struktur modal dalam upaya menetapkan apakah kebutuhan dana perusahaan dipenuhi dengan modal sendiri
ataukah dipenuhi dengan modal asing.
Perusahaan yang akan melakukan keputusan pendanaan juga perlu
mempertimbangkan dan menganalisis kombinasi sumber-sumber dana ekonomis
guna membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. Struktur
modal yang optimal adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan
antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham. Untuk itu,
berbagai variabel yang mempengaruhinya. Penelitian mengenai struktur modal
mempunyai tujuan untuk menetukan model atau teori struktur modal yang dapat
menjelaskan perilaku keputusan pendanaan perusahaan. Walaupun secara teori
faktor – faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal sulit untuk diukur,
berbagai penelitian empiris yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor – faktor
yang mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan telah dilakukan. Rajan dan
Zingales (1995) yang mengukur perilaku keputusan pendanaan dengan
menggunakan leverage, dan faktor – faktor dalam teori struktur modal seperti, assets tangibility, firm size, growth opportunity dan profitability.
Namun, hasil penelitian di atas belum bisa menentukan faktor – faktor yang
secara tepat dapat mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan karena hasilnya
tidak konsisten. Hal yang sama juga ditemukan pada hasil penelitian empiris
selanjutnya (Medeiros dan Daher, 2004). Tong dan Green (2004) yang juga
menggunakan leverage dan faktor – faktor penentu perilaku keputusan struktur modal perusahaan. Hasil penelitian ini pun masih belum konsisten sehingga belum
bisa diambil kesimpulan mengenai faktor – faktor apa saja yang secara tepat dalam
mempengaruhi keputusan pendanaan perusahaan. Opler dan Titman (2000) secara
eksplisit menyatakan bahwa keputusan pendanaan berubah sepanjang waktu.
Artinya, keputusan pendanaan berubah seiring dengan perubahan kondisi keuangan
perusahaan. Dengan demikian, keputusan struktur modal di masa lalu sangat
Masalah struktur modal merupakan masalah penting bagi setiap perusahaan,
karena baik buruknya struktur modal perusahaan akan mempunyai efek yang
langsung terhadap posisi finansialnya. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur
modal yang tidak baik, dimana mempunyai hutang yang sangat besar akan
memberikan beban yang berat kepada perusahaan tersebut. Struktur modal
merupakan cermin dari kebijaksanaan perusahaan dalam menentukan jenis sekuritas
yang dikeluarkan, karena masalah struktur modal adalah erat hubungannya dengan
masalah kapitalisasi, dimana disusun dari jenis-jenis funds yang membentuk kapitalisasi adalah struktur modalnya (Riyanto,1992).
Krisis moneter yang melanda Indonesia tahun 1997 juga menjadikan
perekonomian Indonesia semakin memburuk. Tingkat suku bunga yang tinggi
dengan menurunnya daya beli masyarakat menjadikan dunia bisnis ikut terpuruk.
Banyak perusahaan mengalami kebangkrutan karena terlilit hutang. Mereka tidak
mampu membayar hutang yang telah jatuh tempo dikarenakan nilai tukar Rupiah
yang sangat melemah terhadap Dollar pada saat itu. Berdasarkan kondisi tersebut,
perusahaan dalam menentukan struktur modalnya akan sangat memperhitungkan
untung rugi yang akan didapatkan jika mereka menambah jumlah hutangnya.
Dengan mengetahui apa dan bagaimana faktor-faktor yang paling mempengaruhi
struktur modal perusahaan Industri di Bursa Efek Indonesia, dapat membantu
khususnya pihak manajemen perusahaan yang ada dalam perusahaan tersebut dalam
struktur modal yang optimal harus dilakukan dan juga para investor di pasar modal
pada umumnya. Dengan demikian tujuan pihak manajemen perusahaan untuk
memaksimumkan kemakmuran pemegang saham (pemilik) dapat tecapai.
Menurut Myers dan Majluf (1984) hipotesis pecking order theory didasarkan pada keputusan pendanaan secara hirearki dari pendanaan yang bersumber pada laba,
hutang, sampai pada saham (dimulai dari sumber dana dengan biaya termurah).
Penelitian ini difokuskan pada pecking order theory dengan didasarkan pada duo argumentasi. Pertama, pecking order theory didasarkan pada urutan sumber pendanaan dari laba ditahan, hutang, dan yang terakhir adalah penerbitan ekuitas
baru. Urutan pendanaan tersebut didasarkan pada referensi logis investor terhadap
prospek perusahaan, penyimpangan kebijakan pendanaan dari urutan tersebut
ditangkap oleh investor luar sebagai sinyal negatif. Kedua, pecking order theory
konsisten dengan tujuan perusahaan yaitu manajer bertindak disiplin dalam
memaksimumkan kemakmuran pemilik (Shyam – Sunder dan Myers, 1999).
Penelitian ini menggunakan sampel Perusahaan manufaktur, karena
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang produksinya digunakan untuk
orang banyak dan mampu bertahan dalam kondisi kebijakan model apapun sehingga
seburuk apapun kebijakan yang dibuat hampir pasti produk perusahaan ini tetap
dibeli dan diminati oleh konsumen. Jadi, bisa dikatakan bahwa produk tersebut
sangat dibutuhkan oleh konsumen. Selain itu terdapat suatu permasalahan terhadap
Bursa Efek Indonesia. Hal ini mencerminkan bahwa ketergantungan para Perusahaan
Industri di Indonesia terhadap pihak luar sangatlah besar. Jika keadaan ini terus
bertahan dan tidak segera dibenahi maka akan membahayakan bagi kelangsungan
hidup perusahaan tersebut. Untuk itu perusahaan harus memperkuat faktor internal
agar dapat berkembang dan bertahan, salah satu usaha untuk memperkuat faktor
internalnya adalah dengan mengelola struktur modal dengan baik.
Kondisi struktur modal perusahaan manufaktur mengalami ketidakstabilan
karena perkembangan politik dan ekonomi yang tidak menentu sehingga
menyebabkan fluktuasi harga dan dalam tampilan laporan keuangan yang
dipublikasikan tampak adanya perubahan laba perusahaan yang mengalami fluktuasi
tajam. Penyebab masalah yang terjadi tersebut diduga karena struktur modal yang
dimiliki oleh manufaktur kurang stabil, sehingga menyebabkan kurangnya sumber
daya untuk membiayai usahanya.
Setiap mempertimbangkan kebijakan struktur modal ada satu permasalahan
yang sering timbul, yakni seberapa besar total hutang yang dimiliki oleh peusahaan
dalam membiayai asset-assetnya. Masalah yang dihadapi perusahan manufaktur
yang go public adalah tingginya leverage yang ditandai dengan besarnya total hutang dibanding total assets yang dimiliki oleh perusahan (debt/assets).
Penelitian ini menggunakan equity sebagai penyebut karena selama periode penelitian terdapat banyak perusahaan memiliki ekuitas negativ, sehingga istilah
Perusahaan dengan tingkat tangibility yang tinggi, maka semakin banyak
collateral assets untuk bisa mendapatkan sumber dana eksternal berupa hutang. Hal ini dikarenakan pihak kreditur akan menerima collateral assets untuk memback-up
hutang. Sesuai dengan pecking order theory perusahaan tidak akan menggunakan hutang untuk mendanai investasi. Perusahaan yang mempunyai size yang lebih besar dan kompleks tidak mempunyai kendala untuk mendapatkan dana eksternal
(hutang). Perusahaan dengan tingkat growth opportunity tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan growth oppurtunity yang rendah. Jadi, dapat disimpulkan perusahaan dengan growth opportunity cepat lebih banyak menggunakan hutang sehingga memperbesar struktur modal. Perusahaan dengan tingkat profitability yang tinggi, maka semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modalnya. Hal ini disebabkan karena
perusahaan yang mempunyai profitabilitas yang tinggi akan mempunyai dana
internal yang besar.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bagaimana pengaruh
tangibility, size, growth opportunity dan profitability dimana akan membantu perusahan dalam menentukan bagaimana sebaiknya pemenuhan dana harus
dilakukan oleh perusahaan di dalam perusahaan tersebut, hal ini dapat dilihat dari
data perusahaan manufaktur. Komposisi kenaikan hutang yang besar akan dinilai
negatif oleh para kreditor dan investor apabila tidak diimbangi dengan adanya
Secara ringkas dapat disimpulkan, penelitian ini dimaksudkan untuk
mengindentifikasi atau mengetahui pengaruh antara tangibility , size, growth opportunity, profitability terhadap leverage pada perusahan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan, permasalahan
yang akan dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Apakah tangibility, size, growth opportunity, dan profitability berpengauh positif terhadap leverage pada perusahaan manufaktur (Consumer Good, Apparel and Other Textile Product, dan Food and Beverages) yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2009 ?
1.3. Tujuan penelitian
Berdasar perumusan masalah diatas maka tujuan dalam penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui dan menguji secara empiris seberapa jauh faktor tangibility, size, growth opportunity, dan profitability terhadap leverage pada perusahaan manufaktur (Consumer Good, Apparel and Other Textile Product, dan
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diperoleh melalui penelitian ini
antara lain:
1. Bagi Praktisi
Dapat digunakan sebagai informasi atau masukan dalam pengambilan
keputusan tentang struktur modal yang optimal.
2. Bagi Peneliti
Untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dari bangku perkliahan ke dalam
masalah praktis.
3. Bagi Akademisi
Sebagai tambahan koleksi perpustakaan, bahan referensi, dan bahan masukan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian – penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan
terkait dengan pecking order theory sebagai acuan riset perbandingan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah :
1. Perminas Pangeran (2004) dengan judul ”Analisis Pengaruh Tangibility of Asset, Profitability, Growth Opportunity, Firm Size Dan Financial Defisit
Terhadap Leverage Pada Perusahaan Farmasi Yang List Di Bursa Efek
Indonesia ”.
Hipotesis:
(a) Tangibility of Assets berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
(b) Profitability berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
(c) Growth Opportunity berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
(e) Financial Defisit berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
Kesimpulan:
(a) Faktor Tangibility of Assets berpengaruh positif terhadap faktor
Leverage, dapat diterima.
(b) Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
(c) Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
(d) Faktor Firm Size berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
(e) Faktor Financial Defisit berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
2. Arya Eka Lestari (2008) dengan judul ” Analisis pengaruh Tangibility,
Growth Opportunity, dan Profitability terhadap Leverage pada Perusahaan
Farmasi di Bursa Efek Indonesia.”
Hipotesis :
(a) Tangibility of Assets berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
(c) Growth Opportunity berpengaruh terhadap Leverage pada perusahaan Farmasi yang list di Bursa Efek Indonesia.
Kesimpulan:
(a) Faktor Tangibility of Assets berpengaruh positif terhadap faktor
Leverage, dapat diterima.
(b) Faktor Profitability berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
(c) Faktor Growth Opportunity berpengaruh positif terhadap Leverage, dapat diterima.
Penelitian yang dilakukan sekarang ini berbeda dengan penelitian
terdahulu yaitu terletak pada waktu, sampel, dan metode penelitian. Sedangkan
persamaannya adalah sama meneliti tentang pengaruh Tangibility of Assets, Firm Size, Growth Opportunity, dan Profitability terhadap Leverage perusahaan. Oleh karena itu, penelitian sekarang bukan replikasi dari peneliti terdahulu.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Teori Struktur Modal
Sumber dana intern yang tidak mencukupi membuat perusahaan terpaksa
mencari sumber pembiayaan dari luar perusahaan dengan hutang, maka timbulah
persoalan yang disebutkan sebagai persoalan struktur modal, atau kapitalisasi.
hutang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham. Pendapat di
atas dapat dikatakan bahwa struktur modal adalah kombinasi dari pembiayaan
hutang dan modal sendiri yang digunakan oleh perusahaan (Weston dan Copeland,
1997).
Selama ini terdapat dua pendapat yang bertentangan berkaitan hubungan
antara struktur modal dan kinerja. Pendapat pertama menyatakan bahwa semakin
besar hutang yang digunakan, maka semakin besar kewajiban perusahaan membayar
angsuran dan biaya bunga. Apabila hal tersebut terus menerus dilakukan akan
mempersulit keuangan perusahaan dan membawa resiko kebangkrutan. Pendapat ini
konsisten dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik memilih laba ditahan sebagai sumber dana utama bagi dana investasi, jika laba
ditahan tidak mencukupi baru menggunakan alternatif hutang. Pendapat kedua
menyatakan bahwa bertambahnya sumber dana hutang mencerminkan
perkembangan perusahaan yang akan meningkatkan kinerja perusahaan.
Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara resiko dan tingkat pengembalian-penambahan hutang memperbesar tingkat pengembalian yang
diharapkan. Resiko yang makin tinggi akibatnya membesarnya hutang cenderung
menurunkan harga saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang
diharapkan akan menaikkan harga saham tersebut. Struktur modal yang optimal
adalah struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara resiko dan
Menurut Husnan (1996), teori struktur modal menjelaskan apakah ada
pengaruh perubahan struktur modal terhadap nilai perusahaan, seandainya keputusan
investasi dan kebijakan deviden dipegang konstan. Dengan kata lain jika perusahaan
mengganti sebagian modal sendiri dengan hutang atau sebaliknya apakah harga
saham akan berubah. Tetapi kalau dengan merubah struktur modalnya ternyata nilai
perusahaan berubah, maka akan diperoleh struktur modal yang terbaik. Struktur
modal yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau harga saham adalah
struktur modal yang terbaik. Setiap keputusan pendanaan mengharuskan manajer
keuangan untuk dapat mempertimbangkan manfaat dan biaya dari sumber-sumber
dana yang akan dipilih karena masing-masing sumber dana mempunyai konsekuensi
finansial yang berbeda.
Sumber pendanaan didalam suatu perusahaan dibagi kedalam dua kategori
yaitu pendanaan internal dan pendanaan eksternal. Pendanaan internal dapat
diperoleh dari sumber laba ditahan sedangkan pendanaan eksternal dapat diperoleh
para kreditor atau yang disebut dengan hutang dari pemilik, peserta atau pengambil
bagian dalam perusahaan atau yang disebut sebagai modal. Proporsi atau bauran dari
penggunaan modal sendiri dan hutang dalam memenuhi kebutuhan dana perusahaan
disebut struktur modal perusahaan.
Struktur modal menggambarkan proporsi antara utang jangka panjang dengan
modal sendiri. Teori tradisional atau teori klasik yang menyatakan bahwa ada
cara meminimumkan biaya modal rata – rata (average cost of capital). Salah satu versi teori ini seperti yang dikembangkan secara sistematis oleh Ezra Salomon .
Struktur modal yang optimal terjadi apabila kelebihan debt / equity ratio di atas
average cost of capital, dan dapat dikatakan minimum (Ezra Salomon).
Menurut Modligani dan Miller, pasar modal bersifat sempurna dan tidak ada
pajak. Dalam teori ini Modligani dan Miller (MM) menyatakan bahwa nilai
perusahaan dan posisi kemakmuran pemegang saham tidak dipengaruhi oleh struktur
modal. Dalam keputusan pembelanjaan ini akan ditentukan perimbangan yang
optimal dari berbagai sumber dana yang akan digunakan. Yang dimaksud dengan
struktur modal (capital structure) adalah perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (saham) (Modligani dan Miller).
Teori struktur modal yang dikembangkan oleh beberapa ahli akan dijelaskan
lebih mendetail pada bagian berikut ini, yaitu antara lain pendekatan Tradisional,
pendekatan Modigliani dan Miller, pendekatan Laba Bersih atau Net Income (NI),
pendekatan Laba Operasi Bersih atau Net Operating Income (NOI), Pecking Order
dan Balanced Theory. Selain itu, Myers (1984) mengklasifikasikan berbagai macam factor yang mempengaruhi struktur modal yaitu perusahaan yang mengikuti
2.2.2. Pecking Order Theory
Meskipun trade-off theory telah mendominasi teori-teori struktur modal dalam waktu yang lama, namun pada kenyataannya sering dijumpai fenomena yang
bertentangan dengan trade-off, yaitu banyaknya perusahaan yang mempunyai banyak profitabilitas tinggi, namun mempunyai debt ratio yang rendah (Brigham & Houston). Ada alternatif teori struktur modal lain yang banyak mendapat perhatian
untuk menjelaskan fenomena tersebut, yaitu pecking order theory yang dikemukakan oleh Myers (1984). Untuk memahami teori ini, dianggap bahwa seorang manajer
keuangan dihadapkan pada kenyataannya perusahan membutuhkan modal baru untuk
membiayai investasinya. Debt ratio merupakan perbandingan antara total hutang dan total aktiva yang mencerminkan langsung sumber pendanaan dan pemanfaatan
pendanaan atau kebijakan pembiayaan aktiva perusahaan dalam Setiawan (2006).
Pecking order theory adalah salah satu teori yang mendasari pendanaan perusahan. Myers (1989) mengemukakan argumentasi mengenai adanya
kecenderungan suatu perusahaan untuk menentukan pemilihan sumber pendanaan
yang berdasarkan pada pecking order theory. Baskin (1989) menemukan bahwa dari hasil pengamatan menunjukan bahwa pecking order theory yang diusulkan oleh Donaldson (1961) nampak bisa menggambarkan tentang praktek perusahaan
(Wibowo dan Erkaningrum)
pembiayaan internal terlebih dahulu dan (2) terbitkan surat berharga yang paling
aman terlebih dahulu. Dengan demikian, ketika perusahaan dihadapkan pada
masalah pembiayaan, maka sebaiknya perusahaan menggunakan pembiayaan dari
sumber internal terlebih dahulu, baru menggunakan utang dan terakhir menerbitkan
saham baru. Pembiayaan melalui sumber internal laba ditahan mempunyai biaya
modal paling rendah. Dari sudut pandang investor, hutang relatif lebih tidak beresiko
dibandingkan saham. Dengan demikian, biaya modal hutang yang ditanggung
perusahaan lebih rendah dibandingkan biaya modal saham yang dipandang lebih
beresiko (Ross, et. Al, 2002).
Pecking order theory ini didasarkan atas empat observasi atau asumsi tentang perilaku keuangan perusahaan. Empat asumsi tersebut yaitu : (1) kebijakan deviden
adalah kebijakan yang sulit, (2) perusahaan lebih menyukai pembiayaan internal dari
laba ditahan dan depresiasi dibandingkan pembiayaan eksternal baik dari hutang
maupun ekuitas baru, (3) jika sebuah perusahaan harus mengambil pembiayaan
eksternal, sebaiknya memilih sekuritas yang lebih aman terlebih dahulu, (4) jika
perusahaan diharuskan menggunakan pembiayaan eksternal, maka perusahaan
seharusnya memilih surat berharga berdasarkan urutan pecking order sebagai berikut : hutang yang sangat aman (very safe debt), hutang yang berisiko (risk debt), convertible securities, saham preferen dan saham biasa (Megginson, 1997).
dua asumsi kunci lagi, yaitu (1) manajer perusahaan tahu lebih banyak tentang laba
saat ini dan kesempatan investasi perusahaan dibandingkan dengan investor luar,dan
(2) manajer dianggap bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik bagi pemegang
saham. Implikasi dari dua asumsi ini adalah perusahaan akan sulit mendapatkan
sumber dana dari luar karena investor luar tidak percaya pada informasi yang
diberikan manajer tentang prospek perusahaan. Jika memang perusahaan harus
terpaksa mengambil dana dari sumbereksternal, maka perusahaan akan menanggung
biaya yang besar. Oleh karena itu perusahaan lebih menyukai financial slack, yaitu meliputi kas yang dipegang perusahaan dan surat-surat berharga jangka pendek
(Arifin, 2005).
Menurut Ross, et. al. (2002), ada 3 implikasi dari pecking order theory yaitu:
1. Tidak ada tingkat leverage yang ditargetkan oleh perusahaan. Berbeda dengan trade-off theory, dalam pecking order theory tidak terdapat tingkat
leverage yang ditarget perusahan. Masing-masing perusahaan menentukan tingkat leveragenya berdasarkan kebutuhan finansialnya,bukan berdasarkan target yang ingin dicapai. Jika perusahaan menggunakan hutang dalam jumlah
sedikit bukan berarti target leveragenya rendah melainkan karena kebutuhan dana eksternalnya rendah dikarenakan dana sumber internal yang dimiliknya
besar.
2. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi akan menggunakan hutang yang
membutuhkan pembiayaan dari luar. Akibatnya, perusahaan tersebut akan
mempunyai tingkat hutang yang rendah. Hal ini berbeda dengan implikasi
trade-off theory, yang menyatakan bahwa semakin tinggi profitabilitas perusahaan , semakin besar kapasitasnya untuk menggunakan hutang sehingga
akan cenderung memperbesar hutangnya untuk memperoleh manfaat
penghematan pajak.
3. Perusahaan menyukai financial slack pecking order theory didasarkan pada asumsi sulitnya kinerja mendapatkan pembiayaan dengan harga yang
masuk akal. Investor yang skeptis (curiga) berpikir bahwa harga saham over
valued jika manajer menerbitkan saham baru dalam jumlah besar, sehingga hal
ini akan menyebabkan harga saham turun. Karena itu, perusahaan terlebih
dahulu akan menggunakan hutang. Namun demikian, perusahaan hanya dapat
menggunakan pembiayaan dari uang sebelum ia menghadapi kesulitam
financial. Oleh karena itu, peerusahaan menyukai financial slack yaitu kondisi dimana perusahaan mempunyai jumlah kas internal yang besar, sehingga tidak
tergantung pada pembiayan eksternal.
Berdasarkan konsep dasar dari struktur modal, para manajer perusahaan
membuat keputusan pada jenis dana dan tingkat yang berkaitan untuk mendorong ke
arah meminimalkan dari keseluruhan biaya-biaya. Oleh karena itu, persedian dan
yang berbahaya jika dihubungkan dengan arus kas perusahan yang mempengaruhi
struktur modal itu.
Struktur modal yang diputuskan pada keputusan pembiayaan perusahaan,
yaitu dalam penggunaan arus kas yang dimiliki perusahan untuk memenuhi
kebutuhan modal pembelanjan dan modal kerja bersih.
Donaldson (1961) dan Brealey dan Myers (1984) dalam Chathoth (2002),
yang menyatakan bahwa perusahaan meningkat modal mereka dari tiga sumber itu
laba yang ditahan, hutang dan dengan pengeluaran modal baru. Titman dan Wessels
(1988) dalam Chathoth (2002) menyatakan bahwa ”Profitabilitas sebelumnya dari
suatu perusahaan digunakan untuk laba ditahan, merupakan faktor penting
dalam penentuan struktur modal sekarang”. Oleh karena itu, perusahaan dengan
laba ditahan yang tinggi akan menggunakan sumber dana terdebut dibanding dengan
hutang atau modal dari luar.
Donaldson (1961) dan Myers (1984) dalam Chathoth (2002), yang
mengemukakan bahwa dana internal yang digunakan sebagai sumber yang pertama
untuk membiayai proyek secara internal, terutama untuk proyek yang NPV-nya
bernilai positif. Penggunaan dan secara eksternal yang dihasilkan tidak pernah
dipertimbangkan pertama kali, dan didalam jenis dana eksternal yang dihasilkan,
hutang lebih disukai daripada saham biasa.
Walaupun pembiayan hutang lebih disukai daripada modal dari penjualan
kebangkrutan, perusahaan tidak akan membiayai investasi dengan hutang. Titman
dan Wessels (1988) menunjukan bahwa ”teori menyatakan bahwa pemilihan
struktur modal perusahaan tergantung pada atribut yang menentukan berbagai
manfaat dan biaya-biaya yang berhubungan dengan modal dari penjualan saham
dan hutang”.
2.2.3. Keputusan Pendanaan
Keputusan investasi dan keputusan pendanaan pada dasarnya bersifat
independen. Namun, setelah membicarakan keputusan investasi, berarti siap
menyeleksi proyek – proyek mana saja yang akan dipilih sesuai dengan berbagai
kriteria investasi. Oleh karena itu, melalui keputusan pendanaan maka sumber dana
akan digunakan untuk membiayai suatu investasi yang sudah dianggap layak.
Investasi dalam aktiva biasanya membutuhkan pendanaan jangka panjang.
Terdapat tiga sumber dana yang bersifat jangka panjang, yakni (1) penerbitan saham
baru, (2) penerbitan obligasi, dan (3) laba ditahan. Pendanaan yang bersumber pada
penerbitan saham dan obligasi baru sering disebut sebagai pendanaan ektern
(external financing), sedangkan yang bersumber pada laba ditahan disebut sebagai pendanaan intern (internal financing). Keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan kombinasi yang optimal dari penggunaan berbagai sumber dana yang
pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua : (1) Yang berhubungan dengan pendanaan
modal, yakni akan menentukan proporsi antara utang jangka panjang dan modal
sendiri. Hal ini akan tampak pada debt to equity ratio perusahaan tersebut. (2) yang berhubungan dengan pendanaan intern, aplikasinya adalah penentuan kebijakan
dividen yang digambarkan melalui divident payout ratio.
Keputusan pendanaan akan menyangkut penentuan secara optimal mengenai
(a) struktur modal dan (b) kebijakan deviden. Penentuan keputusan yang optimal
mengenai struktur modal dan kebijakan deviden ini berhubungan dengan upaya
pencapaian tujuan perusahaan. Dalam keputusan pendanaan yang optimal secara
teoritis akan dapat mengarah pada peningkatan kemakmuran / kekayaan para
pemegang saham. (Moeljadi, 2006)
2.2.4. Leverage
Leverage dan struktur modal merupakan konsep yang erat hubungannya, karena jumlah leverage perusahaan pada struktur modal perusahaan akan mempengaruhi nilai perusahaan.
Leverage merupakan rasio yang mengukur hubungan antara total aktiva dengan modal ekuitas biasa yang digunakan untuk mendanai aktiva. Faktor leverage
adalah rasio antara nilai buku seluruh hutang (debt=D) terhadap faktor aktiva (total assets=TA) atau nilai perusahaan (total value = V). Bila kita membahas total aktiva(TA), yang kita maksudkan adalah total nilai buku dari aktiva menurut catatan
struktur keuangan perusahaan. Meskipun nilai pasar lebih banyak digunakan untuk
mengembangkan teori keuangan, faktor leverage juga akan digunakan dalam hubungannya dengan nilai buku akuntansi. Misalnya, sebuah perusahaan yang total
nilai buku aktivanya adalah $100 juta dan total hutang $50juta akan mempunyai
faktor leverage 50%. Bila menetapkan hubungan leverage yang didasarkan pada ratio hutang terhadap total aktiva, maka akibatnya rasio antara hutang dan modal
pemegang saham dapat ditentukan. Jika kita merumuskan rasio hutang atas ekuitas
sebagai D/E (debt/ekuitas), maka kita lihat bahwa besarnya adalah sama dengan
D/TA : (1 – D/TA). Jadi bila rasio hutang atas total aktiva adalah 50% berati jumlah
hutang adalah persis sama dengan jumlah modal pemegang saham dan nilai D/E
adalah satu. Atau D/TA = 0,5 , sehingga D/E = [0,5 + (1-0,5)]= 1.
Secara umum kenaikan leverage, baik itu operating leverage, financial leverage maupun total leverage akan meningkatkan resiko dan tingkat pendapatan perusahaan, begitu juga sebaliknya penurunan leverage akan mengakibatkan
menurunnya resiko dan juga tingkat pendapatannya. Oleh karena itu manajer
keuangan penting untuk memahami bagaimana mengukur dan mengevaluasi
2.2.5 Faktor – Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Leverage Dalam
Perspektif Pecking Order Theory
2.2.5.1. Tangibility of Assets
Tangibility of Assets atau bisa juga disebut sebagai Collateral Value of Assets
(nilai jaminan dari aktiva) adalah bagian Tangible assets dari keseluruhan aktiva, yang merupakan sumber jaminan yang paling diterima oleh bank ketika perusahaan
meminjam uang dan meninggalkan hutangnya.
Bagi perusahaan yang total aktivanya sebagian besar tersusun atas aktiva
berwujud (tangible), memiliki kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pinjaman, seperti yang dinyatakan oleh Rajan dan Zingales (1995) ” The greater the
proportion of tangible assets on the balance sheet (fixed assets divided by total
assets), the more willing should lenders be supply loans and leverage should be
higher ”. Menurut peckingorder theory, perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah besar memiliki tingkat asymmetric information yang lebih rendah dibanding perusahaan yang memiliki aktiva berwujud dalam jumlah kecil sehingga
calon investor lebih mudah untuk memprediksi kondisi perusahan tesebut. Akibatnya
biaya ekuitas menjadi lebih rendah, sehingga perusahaan dengan aktiva berwujud
yang cenderung untuk lebih banyak menggunakan ekuitas sebagai sumber
pendanaan dibanding perusahaan dengan aktiva berwujud kecil. Menurut teori ini,
2.2.5.2. Size
Size atau ukuran menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat dari tingkat penjualan yang dimiliki perusahaan. Besar kecilnya perusahaan akan
berpengaruh terhadap kemampuannya dalam memperoleh dana yang dibutuhkan.
Marsh (1982) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung untuk memilih hutang
jangka panjang, sedangka perusahaan kecil lebih memilih hutang jangka pendek.
Perusahaan besar pada umumnya lebih diprirotaskan oleh pihak kreditor untuk
memperoleh pinjaman hutang, sehingga perusahaan besar mempunyai kesempatan
yang lebih luas dan mudah dalam memperoleh pinjaman hutang tersebut.
Menurut Huang dan Song (2002), perusahaan besar pada umumnya lebih
terdiversifikasi dan mempunyai arus kas yang stabil, maka kemungkinan perusahaan
besar mengalami kebangkrutan akan lebih kecil apabila dibandingkan perusahaan
kecil. Kondisi tersebut membuat perusahaan besar cenderung memiliki kapasitas
hutang yang besar. Sedangkan menurut Frank & Goyal (2003), sesuai dengan
pecking order theory, size mempunyai hubungan negatif terhadap leverage. Perusahaan besar mermiliki peluang kebangkrutan yang rendah dibandingkan
perusahaa kecil, karena perusahaan besar lebih terdiversifikasi. Sehingga pada saat
peluang kebangkrutan perusahaan rendah perusahaan besar cenderung untuk
meningkatkan penggunaan hutang.
Rajan dan Zingales (1995) menyatakan bahwa perusahaan besar cenderung
perusahaan daripada perusahaan kecil (Huang dan Song, 2002). Oleh karena itu,
perusahaan besar yang memiliki masalah asymetric information dengan tingkat yang lebih rendah daripada perusahaan kecil dan akan cenderung untuk mengunakan lebih
banyak ekuitas daripada hutang, sehingga tingkat debt to equity yang lebih rendah (Huang dan Song, 2002). Pernyataan Huang dan Song (2002) tersebut sesuai dengan
signaling model of corporate capital structure yang menyatakan bahwa dengan semakin rendah atau kecilnya masalah asymetric information yang dimiliki oleh suatu perusahaan, maka akan semakin kecil pula kebutuhan perusahaan tersebut
untuk melakukan signaling berupa pengadopsian kebijakan struktur modal dengan
tingkat debt to equity yang tinggi bagi para investor di luar perusahaan. Dengan demikian perusahaan besar cenderung mempunyai tingkat debt to equity yang lebih rendah, atau dapat dikatakan bahwa ukuran perusahaan mempunyai hubungan
negatif dengan debt to equity.
2.2.5.3. Growth Opportunity
Pada dasarnya growth opportunity bergantung pada peluang investasi perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh perusahaan yang dapat dilaksanakan oleh
perusahaan itu sendiri dan pelaksanaan investasi tersebut diharapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Mason dan Merton (1985) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki
ekspansi relatif besar, mempunyai kesempatan untuk mengembangkan produk baru,
berkesempatan untuk mengambil alih perusahaan lain, serta mampu untuk
memelihara dan mengganti aktiva perusahaan. Jika manajemen memiliki tujuan
untuk megejar sasaran pertumbuhan perusahaan, maka manajemen dan para
pemegang saham akan cenderung untuk lebih menyukai perusahaan yang memiliki
growth opportunity yang tinggi (Kim dan Stulz, 1996).
Rajan dan Zingales (1995) menunjukkan adanya hubungan negatif antara
tingkat pertumbuhan perusahaan dengan leverage. Hubungan yang negatif antara tingkat pertumbuhan dan leverage tersebut dikarenakan pertama, semakin meningkatnya growth opportunity perusahaan, maka cost of financial distress juga semakin meningkat. Yang kedua, perusahaan cenderung untuk menerbitkan ekuitas
ketika harga saham tinggi. Sebaliknya Brigham dan Daves (2004) menyatakan
”Other thinks the same, faster – growing firms must rely more heavily on external
capital. Further, the flotation cost in which encourages rapidly growing firms to
rely more heavily on debt. At the same time, however these firms often face greater
uncertainty, which tends to reduce their willingness to use debt”. Bahwa
perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung bergantung
pada modal eksternal. Lebih jauh lagi flotation costs pada saham biasa lebih besar daripada biaya penerbitan surat hutang. Karena itu perusahaan yang tumbuh dengan
pesat cenderung lebih banyak menggunakan hutang daripada pertumbuhan yang
Menurut pecking order theory terdapat hubungan positif antara growth opportunity dan penggunaan hutang, karena ketika peluang investasi perusahaan tinggi dan dana internal yang digunakan tidak mencukupi maka rasio penggunaan
hutang perusahaan akan meningkat. Sebaliknya, ketika peluang investasi lebih kecil
dibandingkan laba ditahan maka rasio penggunaan hutang akan semakin menurun
(Drobetz et.al.,2006).
Market to book ratio merupakan pengukuran yang paling sering digunakan untuk growth opportunity, karena mancerminkan potensi perusahaan di masa yang akan datang. Menurut Pandey (2001), neraca saldo tidak mencerminkan adanya
peluang investasi di masa yang akan datang, sedangkan harga saham mencerminkan
adanya peluang investasi tersebut.
2.2.5.4. Profitability
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba
selama periode tertentu. Menurut Riyanto (2001) rasio-rasio profitabilitas yaitu
rasio-rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan
keputusan-keputusan. Sedangkan menurut Moeljadi (2006) menggambarkan
kemampuan seluruh aktiva untuk menghasilkan laba dengan membagi laba bersih
sebelum pajak terhadap total aktiva. Pengukuran ini menghubungkan laba terhadap
investasi. Rasio ini menunjukkan pengukuran efektivitas manajemen dalam
hasil kegiatn atas penggunaan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva.
Tetapi rasio ini tidak mempersoalkan efektivitas kebijaksanaan pendanaan. Semakin
tinggi laba perusahaan maka dapat dinilai bahwa manajemen lebih berhasil
mengelola perusahaan, maka investor dapat menjadikan profitabilitas sebagai
indikator keberhasilan manajemen perusahaan. Semakin tinggi tingkat profitability
yang dimiliki oleh perusahaan maka akan memperbesar modal sendiri sebaliknya
semakin rendah tingkat profitability maka akan memperkecil modal sendiri. Jika suatu perusahaan mempunyai tingkat modal sendiri yang tinggi maka akan
mengurangi ketergantungan hutangnya, karena perusahaan dalam membiayai
kegiatan operasinya menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan.
Kahle & Shastri (2002) berpendapat bahwa pecking order theory
menyarankan agar perusahaan mendanai investasinya pertama dari retained earning,
kedua dari hutang dan ketiga dari ekuitas. Menurut pecking order theory, semakin tinggi profitability perusahaan semakin rendah tingkat penggunaan hutang dalam struktur modalnya, maka akan cenderung tidak menggunakan hutang untuk
membiayai investasinya. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang mempunyai
profitabilitas tinggi akan mempunyai dana internal yang besar. Sesuai dengan
pecking order theory, perusahaan akan menggunakan dana internalnya terlebih dahulu sebelum mengambil pembiayaan eksternal melalui hutang. Dengan demikian,
2.2.6. Hubungan antar konsep
Menurut Frank dan Goyal (2002) variabel – variabel yang memengaruhi
struktur keuangan berdasarkan pecking order theory di antaranya adalah tangibility of assets, size, growth opportunity, dan profitability. Masing – masing akan dijelaskan sebagai berikut :
2.1.6.1. Hubungan Tangibilityof assets terhadap leverage
Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang positif antara
tangibility of assets dengan tingkat hutang suatu perusahaan. Menurut Frank dan Goyal ( 2002 : 10 ) dalam pecking order theory, tangibility of assets sebagai jaminan atas hutang yang dibutuhkan, karena jaminan mendukung hutang. Dengan demikian
tingginya tangibility of asset dihubungkan dengan kenaikan hutang.
2.2.6.2. Hubungan Size terhadap leverage
Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang positif antara ukuran perusahaan dengan tingkat hutang yang dimiliki. Menurut Frank dan Goyal (2002 :
10) perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan lebih teridentifikasi,
memiliki reputasi yang baik pada pasar hutang, dan memiliki biaya informasi yang
lebih kecil ketika meminjam dana, sehingga perusahan dengan ukuran yang lebih
2.2.6.3. Hubungan Growth Opportunity terhadap leverage
Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang negatif antara growth opportunity dengan tingkat hutang perusahaan. Menurut Fama dan French (2005 : 5) sesuai dengan pecking order theory, perusahaan yang peduli dengan masa mendatang dan sejalan dengan pendanaan yang dilakukan, maka kesempatan
pertumbuhan akan tinggi sehingga perusahaan berusaha mengunakan hutang dengan
resiko yang rendah untuk mengantisipasi investasi di masa yang akan datang dengan
menerbitkan saham.
2.2.6.4 Hubungan Profitability terhadap leverage
Menurut pecking order theory, terdapat hubungan yang negatif antara tingkat
profitability suatu perusahaan dengan tingkat hutang. Perusahaan dengan tingkat
profitability yang tinggi akan cenderung menggunakan hutang yang rendah, karena cenderung menggunakan laba ditahan sebagai sumber pendanaan. Jadi, perusahaan
2.4. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu dugaan sementara yang kebenarannya membutuhkan
pembuktian. Berdasarkan perumusan masalah yang telah dilakukan di muka, maka
dapat diajukan hipotesis sebagai jawaban sementara berdasarkan latar belakang
tinjauan teori dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Assets Tangibility dapat berpengaruh positif terhadap Leverage
2. Growth Opportunity dapat berpengaruh positif terhadap Leverage
3. Size dapat berpengaruh positif terhadap Leverage
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan suatu variabel atau
konstrak dengan cara memberikan arti-arti menspesifikasi kegiatan ataupun
memberikan suatu operasional yang diperlukan untuk mengukur konstrak atau
variabel tersebut.
Variabel yang diukur dalam penenlitian ini adalah leverage sebagai variabel terikat (Y), sedangkan tangibility of assets (X1), firm size (X2), growth opportunity
(X3), dan profitability (X4) sebagai variabel bebas.
Definisi operasional masing-masing variabel tersebut dijelaskan sebagai
berikut:
a. Variabel terikat ( Y ) adalah leverage
Leverage adalah ratio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar perusahaan dibiayai dari hutang. Skala pengukuran
yang digunakan adalah skala rasio dengan satuan ukurannya adalah
persen ( % ). ( Drs. S . Munawir, 2002 : 239 ).
Indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah :
- Debt to equity ratio :
Formulasi matematisnya adalah sebagai berikut :
DER = Total Debt
Equity
- Book value long term debt:
Indikator ini menunjukkan antara nilai buku pada hutang jangka
panjang dengan nilai buku pada aktiva modal.
LEVBL = Book value of long term debt
Book value of capital assets
- Book value short term debt :
Indikator ini menunjukkan antara nilai buku pada hutang janka
pendek dengan nilai buku pada aktiva modal.
LEVBS = Book value of short term debt
Book value of capital assets
b. Variabel bebas ( X ) yang terdiri dari :
1. Tangibility ( X1 )
Tangibility of assets atau biasa disebut sebagai collateral value of assets (nilai jaminan dari aktiva) merupakan bagian tangible assets
dari keseluruhan aktiva, yang merupakan sumber jaminan yang paling
diterima oleh bank ketika perusahaan akan meminjam uang (Husnan,
1994:325).
- Tangibility of asset :
Total fixed asset adalah nilai total dari tanah, bangunan dan perlengkapan dari aktiva yang dapat dilihat dari neraca, sedangkan
total asset adalah nilai total aktiva perusahaan. Skala yang digunakan adalah skala rasio.
Tangibility of asset = Fixed Assets Total Assets
- Tangible assets debt coverage :
Ratio antara aktiva tetap berwujud dengan hutang jangka panjang.
Ratio ini menunjukkan besarnya setiap jumlah aktiva tetap berwujud
yang dipergunakan untuk menjamin hutang jangka panjang. Skala
yang digunakan adalah skala rasio.
Tangible assets debt coverage = Tangible asset
Long term debt
2. Size ( X2 )
Firm size didefinisikan sebagai cerminan besar kecilnya perusahaan (Rahmat Setiawan, 2006:325). Berdasarkan teori pecking order theory, Frank dan Goyal ( 2003 ) dalam hubungannya dengan ukuran perusahaan, size mempunyai pengaruh negative terhadap ukuran
perusahaan ( Simposium Nasional Akuntansi 9, Padang 2006 ). Skala
Indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah :
- Natural log of sales
Indikator ini digunakan untuk menghaluskan besarnya angka rupiah
dan manyamakan ukuran pada saat melakukan analisis. ( Moh’d Perry
dan Rimbey, 1995 ). Skala yang digunakan adalah skala rasio.
LnS = Ln ( Sales )
- Market Value
Besar ukuran perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva,
penjualan dan nilai pasar. Semakin besar nilai pasar maka semakin
besar pula perusahaan itu dikenal masyarakat (Sudarmadji, 2007).
Skala yang digunakan adalah skala rasio.
Market Value = Ln (Outstanding stocks value x Close price)
3. Growth Opportunity ( X3 )
Pertumbuhan penjulan mencerminkan tingkat produktivitas terpasang
yang siap beroperasi, selain itu juga dapat mencerminkan kapasitas
saat ini yang dapat diserap pasar dan dan mencerminkan daya saing
perusahaan dalam pasar. Peningkatan penjualanmencerminkan
peningkatan penerimaan. ( Kaaro, 2003 ).
- Market To Book Ratio
Market to book ratio didefinisikan sebagai rasio harga pasar per saham dibagi nilai buku per saham. Skala yang digunakan adalah
skala rasio. Pengukuran ini sesuai dengan pengukuran variabel
growth opportunity pada penelitian Zou & Xiao ( 2006 ), dilakukan dengan menggunakan rumus :
Market to book ratio = Harga pasar per lembar saham
Nilai buku per lembar saham
- Nilai Buku Ekuitas
Nilai buku ekuitas adalah perbandingan antara nilai buku terhadap
ekuitas. Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Nilai Buku Ekuitas = Ekuitas (t) – Ekuitas ( t-1)
Ekuitas (t-1)
- Total Aktiva
Growth Opportunity atau pertumbuhan penjualan dapat diukur dengan total assets ( total aktiva perusahaan ).
Total Assets = Total assets market value(t)-Total Market Value(t-1)
Dimana : Total Asset Market Value(t) = total asset pada tahun ke t
4. Profitability ( X4 )
Profitability adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba perusahaan (Weston dan Brigham, 1991:115). Profitability diukur dengan menggunakan rasio Return on Assets (ROA), Return on Assets
(ROA) merupakan rasio laba (rugi) sebelum bunga dan pajak
terhadap total aktiva. Skala pengukurannya adalah rasio dan
dinyatakan dalam prosentase.
Adapun indikator yang digunakan dalam variabel ini adalah:
- GPM ( Gross Profit Margin )
Gross profit margin adalah laba sebelum terkena pajak atau biasa disebut laba kotor. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Dapat dirumuskan
sebagai berikut :
GPM = Laba kotor
Penualan
- ROE ( Return on Equity )
Return on equity mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran
profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham (Mamduh dan Abdul
Halim, 2000:84). Skala yang digunakan adalah skala rasio.
ROE = EBIT
- ROA ( Return On Asset )
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat asset tertentu. Rasio ini menunjukkan efisiensi
manajemen asset perusahaan (Mamduh dan Abdul Halim, 2000:84).
Skala yang digunakan adalah skala rasio.
Profitabilitas dapat diukur menggunakan Return On Assets (ROA) :
ROA = Laba Bersih
Total Asset
3.2. Tehnik Penentuan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari obyek yang diteliti. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2006 sampai dengan
tahun 2009 yang memiliki laporan keuangan yang lengkap dan dipublikasikan
dalam Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Ada 4 Jenis perusahaan manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain perusahaan
Perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode hingga tahun 2009 sebanyak 36 perusahaan, yaitu :
Consumer Good
1. PT. Mustika Ratu, Tbk
2. PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk
3. PT. Unilever Indonesia, Tbk
4. PT. Mandom Indonesia, Tbk
Apparel and Other Textile Product
5. PT. Sepatu Bata, Tbk
6. PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk
7. PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk
8. PT. Ever Shine Textile Industry, Tbk
9. PT. Fortune Mate Indonesia, Tbk
10.PT. Indorama Syntetics, Tbk
11.PT. Karwell Indonesia, Tbk
12.PT. Hanson International, Tbk
13.PT. Apac Citra Centertex, Tbk
14.PT. Pan Brothers Tex, Tbk
15.PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk
17.PT. Indo Acidatama, Tbk
Food and Beverages
18.PT. Akasia Wira International, Tbk
19.PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk
20.PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk
21.PT. Cahaya Kalbar, Tbk
22.PT. Davomas Abadi, Tbk
23.PT. Delta Djakarta, Tbk
24.PT. Fast Food Indonesia, Tbk
25.PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk
26.PT. Multi Bintan Indonesia, Tbk
27.PT. Mayora Indah, Tbk
28.PT. Prasidha Aneka Niaga, Tbk
29.PT. Pioneerindo Gourmet International, Tbk
30.PT. Sierad Produce, Tbk
31.PT. Sekar Bumi, Tbk
32.PT. Sekar Laut, Tbk
33.PT. SMART, Tbk
34.PT. Siantar Top, Tbk
35.PT. Tunas Baru Lampung, Tbk
3.2.2 Sampel
Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan metode Purposive Sampling, yaitu pemilihan sampel saham perusahaan selama periode penelitian
berdasarkan kriteria tertentu. Adapun tujuan dari metode ini untuk
mendapatkan sampel yang reprensentatif sesuai dengan kriteria yang telah
ditentukan. Beberapa kriteria yang ditetapkan untuk memperoleh sampel
sebagai berikut:
1. Perusahaan industri jenis Consumer good, Apparel and other textile product, dan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta selama periode penelitian yaitu periode tahun 2006-2009.
2. Perusahaan industri jenis Consumer good, Apparel and other textile product, dan Food and Beverages yang telah menerbitkan laporan keuangan selama periode penelitian, yaitu periode tahun 2006-2009.
Berdasarkan kriteria di atas, 25 perusahaan memenuhi kriteria
sehingga peneliti menggunakan 25 sampel penelitian, diantaranya :
Consumer Good
1. PT. Mustika Ratu, Tbk
2 PT. Sara Lee Body Care Indonesia, Tbk
3 PT. Unilever Indonesia, Tbk
Apparel and other textile product
5 PT. Sepatu Bata, Tbk
6 PT. Primarindo Asia Infrastructure, Tbk
7 PT. Delta Dunia Petroindo, Tbk
8 PT. Ever Shine Textile Industry, Tbk
9 PT. Fortune Mate Indonesia, Tbk
10 PT. Indorama Syntetics, Tbk
11 PT. Karwell Indonesia, Tbk
12 PT. Hanson International, Tbk
13 PT. Apac Citra Centertex, Tbk
14 PT. Pan Brother Tex, Tbk
15 PT. Ricky Putra Globalindo, Tbk
16. PT. Indo Acidatama, Tbk
Food and Beverages
17. PT. Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk
18. PT. Aqua Golden Mississippi, Tbk
19. PT. Cahaya Kalbar, Tbk
20. PT. Davomas Abadi, Tbk
21. PT. Fast Food Indonesia, Tbk
22. PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk
24. PT. Siantar Top, Tbk
25. PT. Ultra Jaya Milk, Tbk
3.3 Tehnik Pengumpulan Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
berupa ringkasan laporan keuangan (summary financial of statement) perusahaan
Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan
Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode hingga tahun 2009. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan
disajikan pihak lain.
3.3.2 Sumber Data
Data tentang ringkasan laporan keuangan (summary financial of
statement) perusahaan Consumer Good, perusahaan Apparel and Other Textile Product, dan perusahaan Food and Beverages yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
3.3.3 Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah :
Pengumpulan data dengan cara menggunakan pengutipan atau
pencatatan atas dokumen dari data yang disediakan perusahaan yang
erat hubungannya dengan penelitian.
b. Studi Kepustakaan :
Yaitu pengumpulan data dengan membaca dan mempelajari hasil
penelitian serta literatur yang tersedia di perpustakaan.
3.4Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis
3.4.1 Analisis Struktural Equation Model (SEM)
Penelitian ini menggunakan pendekatan Structural Equation Model
(SEM) dengan menggunakan path diagram yang memungkinkan untuk
memasukkan semua variabel observed sesuai dengan model teori yang
dibangunnya. Adapun variabel endogen yang digunakan dalam penelitian ini
3.4.2 Asumsi Model (Structur Equation Modelling)
Pengujian model pengukuran dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut
Compatible atau tidak untuk digunakan. Untuk itu dalam pengujian digunakan metode Confirmatory Faktor Analysis (CFA) yang terdiri dari :
3.4.2.1 Uji Normalitas
1. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau
dapat diuji dengan metode-metode statistic.
2. Menggunakan Critical Ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart errornya dan Swekness value yang biasanya disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai tatistik
untuk menguji normalitas itu disebut sebagai Z-value. Pada tingkat
signifikan 10%, jika Z lebih besar dari nilai kritis, maka dapat diduga
bahwa distribusi data adalah tidak normal.
3. Normal Probability Plot ( SPSS 10.1 ).
4. Linieritas dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan
memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk
menduga ada tidaknya linieritas.
3.4.2.2 Evaluasi Atas Outliers
1. Mengamati nilai Z-score : ketentuannya diantara ± 3.0 non outlier.