• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis prospek pengembangan tanaman jeruk (Citrus nobilis var.microcarpa) di Kabupaten Tapin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis prospek pengembangan tanaman jeruk (Citrus nobilis var.microcarpa) di Kabupaten Tapin"

Copied!
226
0
0

Teks penuh

(1)

ANALI SI S PROSPEK PENGEMBANGAN

TANAMAN JERUK

( Citrus nobilis var. microcarpa)

DI KABUPATEN TAPI

N

ANI SAH

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(2)

microcarpa) di Kabupaten Tapin dibimbing oleh DJUNAEDI A. RACHIM, MUHAMMAD ARDIANSYAH dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam perekonomian Kabupaten Tapin. Salah satu komoditi unggulan Kabupaten Tapin adalah ‘jeruk siam banjar’. Kenyataan saat ini peta kesesuaian lahan dan informasi kelayakan ekonomi usaha jeruk belum ada. Karena itu dilakukan penelitian tentang analisis prospek pengembangan tanaman jeruk di Kabupaten Tapin agar bisa menjadi acuan dalam pengembangan jeruk ke depan.

Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini diawali dengan mengumpulkan berbagai data dan peta mengenai sumberdaya lahan daerah yang ada. Tahap berikutnya adalah pembentukan Satuan Lahan Homogen. Kemudian menyusun model evaluasi lahan menggunakan perangkat lunak ALES versi 4.65d yang memakai acuan dari A Frame Work for Land Evaluation (FAO 1976) dan penilaian secara komputerisasi mengacu pada Land Evaluation Computer System (Wood & Dent, 1983) yang dikembangkan FAO dan Pusat Penelitian Tanah Indonesia. Berikutnya adalah menyusun peta dalam format GIS dan terakhir menyusun naskah laporan.

Hasil analisis menunjukan bahwa lahan di Kabupaten Tapin sebagian besar adalah sesuai untuk tanaman jeruk (S!, S2 dan S3). Hasil analisis ekonomi usaha tani jeruk di Kabupaten Tapin termasuk layak (Tidak ada BCR < 1 dan IRR<15%). Arah pengembangan jeruk secara garis besar di bagi menjadi 2 kriteria yaitu kawasan prioritas dan bukan prioritas. Arah pengembangan jeruk kedepan pada lahan prioritas I yang tersedia seluas 10.997,89 Ha.

(3)

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN

TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa)

DI KABUPATEN TAPIN

ANISAH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magíster Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul Tesis : Analisis Prospek Pengembangan Tanaman Jeruk (Citrus nobilis var microcarpa) di Kabupaten Tapin

Nama : Anisah

NIM : A253050194

Program Studi : Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, M.S. Ketua

Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Perencanaan Wilayah,

Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(5)

selesainya tesis yang berjudul “Analisis Prospek Pengembangan Tanaman Jeruk (Citrus nobilis var. microcarpa) di Kabupaten Tapin” ini.

Tesis ini dapat selesai dengan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Djunaedi A. Rachim, M.S., bapak Dr. Ir. Muhammad Ardiansyah dan bapak Dr. Ir. Muhammad Nur Aidi, M.S. atas bimbingan dan arahannya, Ketua Program Studi Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana IPB beserta semua staf pengajar khususnya bapak Dr.Ir. Setia Hadi, M.S. selaku penguji luar komisi dan semua staf administrasi atas bantuan dan kerjasamanya.

Terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedy S Priatna selaku kepala Pusbindiklatren-Bappenas beserta seluruh staf atas pengalokasian beasiswanya. Terimakasih kepada Bupati Tapin, atas pemberian ijin belajar dan sharing bantuan selama pendidikan, juga kepada segenap jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin yang banyak membantu penulis.

Tak lupa terimakasih kepada Bapak Marwan Hendrisman, SP.I peneliti pada Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya. Kepada teman-teman satu kost yang selama ini telah berbagi banyak hal; Bu Kendah, Asri, 2 Niken, Yati, Diana, Fahriya dan semua teman PWL angkatan 2005 yang meski tak kusebut nama namun kuingat dalam kenangan.

Ucapan terimakasih secara khusus untuk bunda terkasih yang telah memberi begitu banyak dukungan dalam doa dan kasih sayang sehingga penulis bisa melewati semua tahap kehidupan baik susah maupun senang.

Akhirnya, sebagai sebuah karya manusia tentu saja tesis ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik serta saran sangat diperlukan agar tesis ini bisa lebih bermanfaat.

Bogor, Desember 2006

(6)

(alm) dan ibu Hj. Faridah Rais. Jenjang pendidikan dari SD sampai SMTA diselesaikan di Kota Banjarmasin dengan tahapan sebagai berikut : SDN Bina Banua Lulus tahun 1981, SMPN 3 Banjarmasin lulus tahun 1984, SMAN 4 Banjarmasin lulus tahun 1987. Kemudian melanjutkan ke Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru Program Studi Budi Daya Pertanian dan lulus tahun 1993.

Diterima sebagai PNS di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin pada tahun 1998 dan ditempatkan sebagai Staf Bina Program Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin. Tahun 2002-2003 sebagai Kasi Evaluasi dan Pelaporan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin. Selanjutnya pada tahun 2003-2005 sebagai Kasubag Program dan Keuangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin.

(7)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis Prospek Pengembangan Tanaman Jeruk (Citrus nobilis var. microcarpa) di Kabupaten Tapin adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Desember 2006

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Jeruk (Citrus nobilis LOUR var. microcarpa Hassk)... 5

Syarat Tumbuh Jeruk Siam ... 6

Evaluasi Kesesuaian Lahan... 8

Klasifikasi Kesesuaian Lahan ... 9

Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 12

Automated Land Evaluation System (ALES) ... 13

Prospek Pasar Buah Jeruk ... 14

METODE PENELITIAN... 17

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

Pengumpulan Bahan dan Data ... 17

Alat... 18

Kerangka Pemikiran... 18

Kerangka Pendekatan... 19

Metode Penelitian ... 20

Keterbatasan Penelitian... 25

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 27

Situasi Wilayah ... 27

Struktur Perekonomian Daerah Tahun 2004... 32

HASIL DAN PEMBAHASAN... 34

Evaluasi Kondisi Fisik Wilayah... 34

Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Jeruk ... 42

1. Kesesuaian Lahan secara Fisik... 42

2. Kelayakan Usaha Jeruk Secara Ekonomi di Kabupaten Tapin... 47

Prioritas dan Arah Pengembangan Jeruk ... 49

Masalah dan Faktor Pendukung Pengembangan Jeruk di Kabupaten Tapin ... 54

SIMPULAN DAN SARAN ... 66

Simpulan ... 66

Saran... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 68

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk jeruk... 11

2. Jenis data yang dipakai dalam penelitian ... 17

3. Penentuan prioritas arah pengembangan jeruk ... 23

4. Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas pemanfaatan dan yang belum dimanfaatkan di Kabupaten Tapin tahun 2004 ... 28

5. Tingkat pemanfaatan lahan usaha tani untuk tanaman pangan ... 29

6. Jumlah curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Tapin tahun 2004 31 7. Banyaknya penduduk Kabupaten Tapin tahun 2004 ... 31

8. Distribusi persentase atas dasar harga berlaku... 32

9. PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku... 33

10. Perhitungan luasan kemiringan lereng ... 37

11. Hasil perhitungan digital bentuk lahan wilayah Tapin ... 41

12. Kelas kesesuaian lahan aktual Kabupaten Tapin untuk jeruk... 42

13. Kelas kesesuaian lahan potensial Kabupaten Tapin untuk jeruk ... 43

14. Luas lahan berdasarkan kelas kesesuaian untuk jeruk jeruk di Kabupaten Tapin ... 44

15. Hasil perhitungan analisis kelayakan ekonomi usaha tani jeruk di Kabupaten Tapin ... 47

16. Hasil analisis perhitungan kelayakan ekonomi beberapa sentra jeruk di Indonesia ... 49

17. Hasil perhitungan luas arahan pengembangan jeruk di Kabupaten Tapin ... 49

18. Jenis penggunaan lahan Kabupaten Tapin, luas dan kriteria ketersediaan untuk jeruk ... 51

19. Luas lahan arahan dan luas lahan tersedia untuk jeruk ... 53

20. Jumlah tanaman jeruk yang terserang penyakit Diplodia tahun 2004 dan 2003 di Kabupaten Tapin ... 54

21. Keragaan luas pertanaman jeruk di Kabupaten Tapin sampai tahun 2004... 60

22. Keragaan Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) yang diberikan pada petani jeruk di Kabupaten Tapin ... 61

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Bagan kerangka pemikiran... 19

2. Diagram alir tahap-tahap penelitian ... 25

3. Peta lokasi Penelitian Kabupaten Tapin Propinsi kalimantan Selatan 26 4. Grafik curah Hujan rata-rata per bulan di Kabupaten Tapin dari tahun1986-2005 ... 30

5. Peta satuan lahan Kabupaten Tapin ... 36

6. Peta kemiringan lereng Kabuupaten Tapin ... 38

7. Peta bentuk lahan Kabupaten Tapin... 40

8. Peta kesesuaian aktual untuk jeruk di Kabupaten Tapin... 43

9. Peta kesesuaian lahan potensial untuk jeruk di Kabupaten Tapin .... 45

10. Peta arahan pengembangan tanaman jeruk di Kabupaten Tapin ... 49

11. Peta penutupan/ penggunaan lahan Kabupaten Tapin ... 51

12. Peta ketersediaan lahan prioritas untuk jeruk di Kabupaten Tapin.. 52

13. Rantai tata niaga jeruk di DKI Jakarta (Pasar Jabotabek)... 57

14. Saluran pemasaran jeruk di Kalimantan Selatan... 58

15. Peta jaringan jalan di Kabupaten Tapin ... 64

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Legenda peta satuan lahan Kabupaten Tapin... 72 2. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Candi Laras Utara ... 76 3. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Candi Laras Utara ... 76 4. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Tapin Utara... 77 5. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Tapin Utara ... 77 6. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Bakarangan... 78 7. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Bakarangan... 78 8. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Candi Laras Selatan... 79 9. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Candi Laras Selatan ... 79 10. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Tapin Selatan... 80 11. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Tapin Selatan ... 80 12. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Bungur... 81 13. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Bungur ... 81 14. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Lokpaikat... 82 15 Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Lokpaikat ... 82 16. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Piani... 83 17. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Piani ... 83 18. Input dan output usaha tani tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

Binuang ... 84 19. Hasil analisis ekonomik usaha tanaman jeruk per hektar di Kecamatan

(12)

Dengan diberlakukannya UU Nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah maka proses perencanaan pembangunan telah mengalami perubahan. Menurut Nugraha & Dahuri (2004) pembangunan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh daerah diyakini mampu menyederhanakan kompleksitas pengelolaan sumberdaya dan memberikan pilihan sesuai keragaman karakteristik wilayah dan masyarakat setempat. Untuk itu daerah juga dituntut mampu menyediakan data dan informasi yang akurat tentang sumberdaya yang ada sesuai karakteristik wilayahnya untuk bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan wilayah tersebut.

Struktur perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya

kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Di Kabupaten Tapin sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor

yang paling dominan dalam pembentukan modal. Pada tahun 2002 sektor ini mempunyai kontribusi sebesar 46,91% naik ditahun 2003 menjadi 47,29% namun pada tahun 2004 turun menjadi 44,60 %. Pada tahun 2004 distribusi persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut lapangan usaha atas dasar harga yang berlaku untuk sektor pertanian sumbangannya sebesar 44,60% atau Rp.399.517.118.000,- dari total Kabupaten Tapin sebesar Rp 895.860.195.000,- dimana di dalamnya subsektor tanaman pangan sebesar 30,20 % atau sebesar Rp 270.591.537.000,-

Dalam Rencana Strategis Kabupaten Tapin tahun 2003-2008 disebutkan bahwa kebijakan pembangunan pertanian di Kabupaten Tapin diarahkan pada dua fokus kegiatan yaitu 1) Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis pada kemampuan produksi, keragaman sumber daya bahan pangan, kelembagaan dan budaya lokal dan 2) Mengembangkan agribisnis yang beroerientasi global dengan membangun keunggulan komperatif dan kompetitif sumber daya alam dan sumber daya manusia di daerah.

(13)

mulai mengembangkan tanaman “jeruk siam banjar” sebagai salah satu komoditas andalan kabupaten. Tahun 2004 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin mencatat bahwa tanaman jeruk di Kabupaten Tapin telah mencapai seluas 1.356 ha atau sebanyak 435.498 pohon dan tanaman yang telah menghasilkan seluas 718,38 ha atau baru sekitar 52% dari seluruh tanaman dengan produksi sebesar 5.610 ton dalam bentuk buah segar.

Tahun 2004 Indonesia mempunyai luas panen jeruk 70.000 ha dan total produksi 1.600.000 ton yang merupakan negara penghasil jeruk ke 13 di dunia. Tetapi Indonesia juga negara pengimpor jeruk terbesar kedua di ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton; sedangkan ekspornya hanya

sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunai Darusalam, dan Timur

Tengah (Litbang Deptan 2006).

Meski termasuk penghasil jeruk dan juga pengimpor jeruk kenyataannya konsumsi jeruk per kapita per tahun untuk Indonesia saat ini baru 2,2 kg. Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), rata-rata konsumsi jeruk per kapita per tahun untuk negara berkembang sebanyak 6,9 kg, dan 32,9 kg per kapita per tahun untuk negara maju (Masyarakat Jeruk Indonesia 2002).

Berdasarkan hasil proyeksi, defisit akan komoditas ini akan terus berlangsung bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Dari segi konsumsi gambaran di masa datang cukup prospektif karena diproyeksikan konsumsi jeruk masih akan bertumbuh. Hanya saja seringkali hal ini belum dapat respon secara bersamaan dari segi produksi. Untuk itu program pembinaan dan pengembangan untuk komoditas ini perlu difokuskan pada aspek peningkatan luas areal budidayanya (Syafa’at et al. 2005).

(14)

Melihat animo masyarakat yang cukup besar dalam bertanam jeruk, juga lahan kosong yang tersedia cukup luas ditambah bahwa Kabupaten Tapin adalah daerah yang dinyatakan bebas CVPD (Citrus Vein Phloem Degeration) oleh Balai Karantina dan Proteksi Tanaman Propinsi Kalimantan Selatan maka diperlukan data dan informasi yang akurat tentang potensi lahan yang ada berikut kondisi sosial ekonomi dari masyarakat sehingga pengembangan tanaman jeruk benar-benar bisa memberikan produksi yang optimal dan berkelanjutan sehingga mampu memberikan peningkatan pendapatan dan kesejateraan bagi petani.

Dalam suatu usaha pertanian lahan merupakan salah satu dimensi fisik yang penting bagi keberhasilan usaha tersebut. Setiap lahan memiliki karakteristik tertentu yang berbeda pada setiap lokasi. Begitu pula setiap tanaman memerlukan suatu persyaratan tumbuh yang spesifik pada kondisi lahan tertentu. Dengan demikian maka dipandang perlu melakukan suatu analisis kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk di Kabupaten Tapin. Meski analisis dilakukan secara fisik namun juga tidak mengesampingkan aspek sosial ekonomi yang turut menentukan prospek dari pengembangan tanaman jeruk itu sendiri.

Perumusan Masalah

Dalam pengembangan tanaman jeruk di Kabupaten Tapin agar lebih terarah dan memberikan hasil yang optimal perlu adanya informasi potensi sumberdaya wilayah yang akurat sebagai dasar penyusunan perencanaan pengembangan wilayah. Dalam hal ini beberapa masalah yang perlu dipikirkan solusinya adalah :

1. Belum tersedianya peta kelas kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk di Kabupaten Tapin

2. Apakah pengembangan tanaman jeruk yang ada di Kabupaten Tapin telah sesuai dengan karakteristik fisik lahan dan potensi sosial ekonomi wilayah yang sebenarnya?

(15)

Tujuan Penelitian

Sehubungan uraian diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Melakukan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk di Kabupaten Tapin 2. Menentukan arahan spasial yang sesuai untuk pengembangan tanaman jeruk di

Kabupaten Tapin.

3. Menginventarisasi hambatan yang ada dalam pengembangan tanaman jeruk khususnya dalam aspek finansial.

Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan analisis kesesuaian lahan untuk tanaman jeruk dapat diketahui di mana saja wilayah yang sesuai untuk pengembangan jeruk di Kabupaten Tapin dan dapat dimanfaatkan oleh para perencana atau investor dalam menyusun rencana keruangan untuk pengembangan tanaman jeruk di Kabupaten Tapin.

(16)

Jeruk siam merupakan anggota jeruk keprok dari keluarga Rutaceae yang di negara asalnya Siam (Muangthai) dikenal dengan nama “som kin wan”. Sampai saat ini sebenarnya belum ada data resmi tentang kapan dan dimana tepatnya jeruk siam pertama kali didatangkan ke Indonesia (Tim PS 1995).

Spesies jeruk dan varietasnya yang telah dikenal dan dibudidayakan di Indonesia antara lain jeruk keprok (Citrus nobilis Lour) dan jeruk manis (Citrus sinensis Lour osbeek) dengan nama ilmiah yang lain Citrus aurantium L.Var. Sinews L. Jeruk manis dan jeruk keprok merupakan jeruk yang paling penting dalam perdagangan dunia dan menempati 7% dari semua jeruk yang dihasilkan dunia ( Tawali et al. 2004).

Jeruk keprok merupakan jenis jeruk yang paling populer di Indonesia. Jenis ini banyak varietasnya di antaranya adalah jeruk mandarin (Citrus nobilis Lour.var.Chrisocarpa) dan jeruk siam (Citrus nobilis Lour.var.Microcarpa). .(Anonim,1990). Di Indonesia 60% pasaran jeruk dikuasai jeruk siam dan sekali bikin ulah (kasus tata niaga jeruk siam pontianak) bisa jadi isu nasional (Tim PS 1995).

Di Tebas, Pontianak pada tahun 1952-1953 luas penanaman jeruk telah mencapai 1.000 ha. Lima tahun berikutnya jeruk Pontianak dihadang jeruk garut, akibat persaingan yang tidak teratasi banyak petani membongkar tanaman jeruknya sehingga pada tahun 1972-1973 tanaman jeruk tercatat tinggal 350 ha dan dalam kondisi tidak terawat. Tetapi kemudian jeruk garut dihantam CVPD (Citrus Vein Phloem Degeration) dan menimbulkan bangkitnya kembali

penanaman jeruk siam di daerah lain seperti Pontianak, Pemangkat dan daerah lainnya (Tim PS 1995).

(17)

Secara sistimatis klasifikasi jeruk siam adalah sebagai berikut : Famili : Rutaceae

Subfamili : Aurantioidae Tribe : Citriae Subtribe : Citriae Genus : Citrus

Subgenus : Eucitrus, Papeda Species : Citrus nobilis

Varietas : Citrus nobilis LOUR var. Microcarpa Hassk

Sekarang kita mengenal jeruk siam garut, siam pontianak, siam palembang, siam klaten , siam banjar dan siam lainnya. Munculnya nama tersebut mungkin untuk memudahkan orang mengetahui daerah tumbuhnya. Yang jelas keanekaragaman nama tersebut menggambarkan luasnya penyebaran jeruk siam. Perbedaannya sendiri tidak terlalu jelas, kalaupun ada merupakan akibat proses adaptasi terhadap tempat tumbuhnya (Tim PS 1995).

Pemerintah akan mengembangkan jeruk dari Aceh sampai Irian Jaya. Restu pemerintah ini sepertinya menjadi suatu jaminan masa depan jeruk karena pemerintah juga terlibat membantu penanganan jeruk dari masalah penyakit sampai tata niaganya. Di sisi lain industri pengolahan jeruk tampak mulai dilirik orang. Keadaan ini merupakan peluang dalam mengembangkan tanaman jeruk (Tim PS 1995)

Selain peluang, dunia usaha jeruk juga punya memiliki masalah. Awal tahun 1992 masalah tata niaga jeruk di Pontianak menjadi isu nasional, masalahnya bukan pada mencari pasar tapi pada teknik pelaksanaan tata niaganya. Selain itu jeruk siam juga harus waspada terhadap vonis mematikan dari penyakit CVPD (Citrus Vein Phloem Degeration). Begitupun masalah kualitas jeruk siam

masih perlu dibenahi untuk mempertahankan dan memperluas pasar (Tim PS 1995).

Syarat Tumbuh Jeruk Siam

(18)

syarat tumbuh tertentu meliputi ketinggian tempat, jenis tanah, pH dan iklim yang terdiri dari suhu, kelembaban, curah hujan dan lain-lain. Memang jeruk siam bisa tumbuh di mana saja tetapi hasilnya tidak akan memuaskan seperti jika ditanam di lokasi yang sesuai dengan syarat tumbuhnya. Karena itu pemilihan lokasi tanam merupakan tahap yang sangat penting sebelum dilakukan penanaman. (Tim PS 1995).

Jeruk siam memerlukan ketinggian tempat yang hampir sama dengan daerah asalnya. Di Muangthai jeruk ini ditanam di dataran rendah. Hal ini berlaku juga di Indonesia, untuk mendapatkan hasil terbaik jeruk sebaiknya ditanam pada ketinggian kurang dari 700 m dpl (diatas permukaan laut). Ketinggian tempat berpengaruh jelas pada rasa, pada penanaman di atas 900 m dpl menyebabkan rasa jeruk siam menjadi sedikit asam (Tim PS 1995)

Tanah yang disukai jeruk siam adalah tanah yang gembur (banyak mengandung pasir) dan subur (banyak mengandung oksigen dan bahan organik). Selain itu jeruk siam juga menyukai air tanah yang tidak terlalu dalam (tidak lebih dari 150 m). Kedalaman air tanah paling baik sekitar 50 cm pada musim hujan dan 150 cm pada musim kemarau. Jeruk siam tidak tahan terhadap air yang tergenang karena akan mudah terserang penyakit akar. Walaupun demikian jeruk siam memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan dan pembentukan bunga dan buah. Apabila kekurangan air maka pertumbuhannya mudah sekali terganggu karena perakarannya sangat halus. Jeruk siam juga dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur asal pemupukan lebih diperhatikan (Tim PS 1995)

(19)

Evaluasi Kesesuaian Lahan

Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas, dan sementara itu juga melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang. Kecenderungan seperti itu mendorong pemikiran para ahli akan perlunya suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus 2004)

Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh salah satu hal pokok yang diperlukan adalah tersedianya informasi faktor fisik lingkungan yang meliputi sifat dan potensi lahan. Keterangan ini dapat diperoleh antara lain dengan melalui kegiatan survei tanah yang diikuti pengevaluasian lahan. Pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan yang menyangkut tiga aspek utama yaitu Lahan, Penggunaan Lahan dan aspek ekonomis (Sitorus 2004).

Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi di mana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Termasuk di dalamnya adalah akibat-akibat kegiatan manusia baik pada masa lalu maupun masa sekarang. Faktor-faktor sosial ekonomi secara murni tidak masuk dalam konsep ini (FAO 1976).

Lahan sangat bervariasi dalam berbagai faktor seperti keadaan topografi, iklim, geologi, tanah dan vegetasi yang menutupinya. Berbagai keterangan tentang kemungkinan pemanfaatan dan pembatas-pembatas dari faktor lingkungan yang relatif permanen seperti di atas penting dalam membicarakan perencanaan dan perubahan penggunaan lahan (Sitorus 2004).

(20)

pertumbuhan tanaman dan komoditas lain yang berbasis lahan (Djaenudin et al. 2003).

Fungsi evaluasi sumberdaya alam adalah memberikan pengertian tentang hubungan –hubungan antara kondisi lahan dan penggunaannya serta memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan yang dapat diharapkan berhasil. Dengan demikian manfaat mendasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah untuk menilai kesesuaian lahan bagi suatu penggunaan tertentu serta memprediksi konsekuensi dari perubahan penggunaaan lahan yang dilakukan (Sitorus 2004).

Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas penggunaan lahan semusim, tahunan dan permanen. Sifat-sifat penggunaan lahan mencakup data dan atau asumsi yang berkaitan dengan aspek hasil, orientasi pasar, intensitas modal, buruh, sumber tenaga, pengetahuan teknologi penggunaan lahan, pemilikan lahan dan tingkat pendapatan per unit produksi atau per unit areal (Djaenudin et al. 2003).

Semua jenis komoditas pertanian untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk memudahkan dalam evaluasi persyaratan penggunaan lahan dikaitkan dengan kualitas lahan dan karakteristik lahan (Djaenudin et al. 2003).

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau atribut yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur langsung dilapangan tetapi pada umumnya ditetapkan dari pengertian karekteristik lahan (FAO 1976). Sedangkan karektiristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi seperti temperatur, curah hujan, lamanya musim kering, kedalaman tanah, drainase, lereng, bahaya erosi dan lain-lain (Djaenudin et al. 2003).

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

(21)

yang produktif. Dalam menilai kesesuaian lahan ada beberapa cara antara lain dengan perkalian parameter, penjumlahan atau menggunakan hukum minimum yaitu mencocokan (matching) antara kualitas lahan dengan karakteristik lahan sebagai parameter dengan kriteria kelas kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan atau persyaratan tumbuh tanaman atau komoditas lain yang dievaluasi (Djaenudin et al. 2003).

Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) adalah :

1. Ordo : keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan atas sesuai (S) dan tidak sesuai (N).

2. Kelas S1 sangat sesuai artinya lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan.

Kelas S2 cukup sesuai artinya lahan mempunyai faktor pembatas dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitas sehingga memerlukan tambahan masukan (input)

S3 sesuai marginal artinya lahan mempunyai faktor pembatas yang berat sehingga memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2.

N tidak sesuai artinya lahan tidak sesuai karena memiliki faktor pembatas yang sangat berat dan sulit diatasi.

3. Subkelas : keadaan tingkatan dalam kelas kesesuian lahan. Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi faktor pembatas. Tergantung peranan faktor pembatas pada masing-masing subkelas, kemungkinan kelas kesesuain lahan yang dihasilkan bisa diperbaiki dan ditingkatkan kelasnya sesuai masukan yang diberikan. 4. Unit : keadaan tingkatan dalam subkelas kesesuaian lahan yang didasarkan

(22)

Tabel 1 Penentuan kelas kesesuaian lahan untuk jeruk

(23)

Sistem Informasi Geografis (SIG)

Dalam pembangunan pertanian moderen dicirikan antara lain oleh penggunaan teknologi tinggi, akrab lingkungan dan pemilihan komoditas yang berorientasi pasar. Untuk menunjang hal tersebut data dan informasi sumberdaya lahan dan lingkungannya sangat diperlukan dalam waktu cepat, mudah dan akurat. Hal tersebut hanya dapat diwujudkan jika data dan informasi tersebut tersimpan dalam suatu sistem basis data yang mampu bekerja dan menganalisa data secara cepat dan menampilkan hasilnya dalam berbagai format sesuai pilihan yang diinginkan pengguna baik dalam bentuk tabular maupun data kartigrafik (Suharta et al. 1996).

Dalam hal ini SIG memiliki kemampuan dalam menangani data sumberdaya lahan tersebut menjadi lebih aktraktif dan informatif diantaranya dengan menghasilkan peta-peta digital. Secara harfiah SIG dapat diartikan sebagai suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data geografis dan sumberdaya manusia yang bekerja bersama secara efektif untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola, memanipulasi, mengintegrasikan, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu informasi berbasis geografis (Puntodewo et al. 2003).

Produk yang dihasilkan SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakaiannya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka, teks dibuat di atas kertas atau media lain (hardcopy) atau di dalam cetak lunak (softcopy) seperti file elektronik. Fungsi-fungsi yang dibutuhkan di sini ditentukan oleh pemakai sehingga keterlibatan pemakai sangat penting dalam menentukan spesifikasi kebutuhan output (baik desain maupun pencetakan) ( Barus dan Wiradisastra 2000).

(24)

menyebabkan diperlukannya operasi SIG yang bersifat khusus ( Barus dan Wiradisastra 2000).

Sejak pertengahan tahun 1970an expert system telah dipakai di berbagai tempat, salah satunya untuk evaluasi sumber daya alam. Pada saat hampir bersamaan GIS juga berkembang penggunaannya dalam mengolah dan menyajikan data spasial. Menurut Yialouris et al. 1997 ; Expert GIS lebih

murah dari segi biaya tetapi bentuk sistem dasarnya sangat mendukung untuk pekerjaan evaluasi lahan. Desain modularnya memungkinkan kemudahan aplikasi pada berbagai kondisi tanah, iklim dan pekerjaan lingkungan lainnya. Sejak persyaratan setiap tanaman disimpan dalam KB (Knowledge Base) yang berbeda, aplikasi expert GIS untuk tanaman yang baru adalah sangat mungkin dan tidak ada hukum software sebagai persyaratan. EXGIS berisi lebih dari 600 rules yang masing-masing telah diformat untuk evaluasi lahan. Evaluasi dengan sistem ini telah memberikan hasil yang sangat memuaskan. Terakhir juga bisa mengggantikan sejumlah pekerjaan yang substansial.

Automated Land Evaluation System (ALES)

Salah satu perkembangan teknologi dalam bidang evaluasi lahan yaitu pemanfaatan perangkat lunak komputer diantaranya yaitu Sistem Otomatisasi Penilaian Lahan (Automated Land Evaluation System) yang disingkat ALES (Hendrisman et al. 2000b).

Program ALES merupakan suatu alat yang bersifat pakar dan dapat dimanfaatkan dengan pengetahuan yang dimiliki pengguna menyangkut keterkaitan evaluasi lahan yaitu mengenai tanah, agronomi, sosial ekonomi dan disiplin ilmu lainnya ( Hendrisman et al. 2000a).

ALES mempunyai 7 komponen sebagai berikut :

1. Kerangka pengetahuan dasar yang menggambarkan arahan penggunaan lahan, baik secara fisik dan ekonomi.

2. Kerangka pengetahuan dasar yang menggambarkan lokasi lahan yang dievaluasi

(25)

4. Fasilitas yang menjelaskan model yang dibangun agar bisa dipahami 5. Konsultasi yang memungkinkan pengguna mudah mengquery tentang

suatu penggunaan lahan pada waktu tertentu.

6. Laporan yang umum (dilayar, dicetak atau dalam bentuk file)

7. Modul yang bisa mengimport atau mengeksport yang memungkinkan data dipertukarkan dengan data base eksternal informasi geografi dan lembar kerja.

ALES bukan GIS dan tidak bisa menampilkan peta sendiri. ALES hanya bisa menganalisa karakteristik geografi lahan jika tiap unit pada peta didefinisikan (Rossiter and Wambeke 1997).

Prospek Pasar Buah Jeruk

Pemasaran jeruk saat ini nampaknya belum menjadi masalah yang berarti bagi petani karena pada masa panen para pedagang datang dengan sendirinya ke kebun petani. Harga jualnyapun cukup memuaskan dimana untuk 1 keranjang penuh (60 kg) jeruk ukuran AB dihargai Rp. 130.000,-. (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika 2004).

Tujuan utama pasar jeruk adalah kota-kota besar di pulau jawa seperti Surabaya dan Jakarta. Harga buah di tingkat petani sangat bervariasi dan berfluktuasi terutama pada saat beberapa sentra produksi panen bersamaan waktunya, kisaran harga jeruk di tingkat produsen antara Rp.1000 - Rp.3000,-. per kg. Pada kegiatan panen ini, sistem ijon juga masih banyak terjadi di daerah sentra produksi (Litbang Deptan 2006).

Nilai ekonomis jeruk dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan petaninya yang relatif tinggi. Keuntungan usaha tani jeruk biasanya mulai diperoleh pada tahun ke-4, dengan besar yang bervariasi tergantung jenis maupun lokasi. Analisis usahatani jeruk di lahan pasang surut di Lampung dan Kalimantan Selatan yang memberikan nilai B/C sebesar 1,6 – 2,92, dengan nilai NPV sebesar Rp.6.676.812 – Rp. 9.982.250 dan IRR sekitar 39,4%. Secara umum, hasil analisis terhadap rataan biaya produksi usaha tani jeruk per hektar, diperoleh tingkat keuntungan usahatani sebesar Rp 369,57 juta/ha/siklus tanaman atau Rp 33,60 juta/ha/tahun

(26)

Saat ini Indonesia termasuk negara pengimpor jeruk terbesar kedua di

ASEAN setelah Malaysia, dengan volume impor sebesar 94.696 ton; sedangkan

ekspornya hanya sebesar 1.261 ton dengan tujuan ke Malaysia, Brunai Darusalam,

dan Timur Tengah. Impor buah jeruk segar yang terus meningkat,

mengindikasikan adanya segmen pasar (konsumen) tertentu yang menghendaki

jenis dan mutu buah jeruk prima yang belum bisa dipenuhi produsen dalam negeri

(Litbang Deptan 2006).

Bila dilihat dari sisi ekspornya, tampak bahwa ekspor jeruk nasional masih

sangat kecil dibanding dengan negara produsen jeruk lainnya seperti Spanyol,

Afrika Selatan, Yunani, Maroko, Belanda, Turki dan Mesir. Oleh karena itu,

pemacuan produksi jeruk nasional akan memiliki urgensi penting karena

disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja,

konsumsi buah dan juga untuk meningkatkan devisa ekspor nasional (Litbang

Deptan 2006).

Selanjutnya, dilihat dari segi harga Free On Board (FOB) sesungguhnya

komoditas jeruk nasional masih mampu bersaing jika ditingkatkan produksinya

dibandingkan dengan negara-negara produsen lainnya. FOB jeruk nasional

sebesar 328,95 US$/ton, sementara FOB jeruk dari negara Spanyol, Italia, USA,

dan Meksiko diatas FOB Indonesia. Hal yang perlu diperhatikan dalam ekspor

buah jeruk ini adalah bahwa kualitas buah jeruk nasional harus tinggi dan dapat

bersaing dengan kualitas jeruk sejenis dari negara produsen lainnya (Litbang

Deptan 2006).

Dari segi permintaan jeruk meningkat sebesar 14,3% pertahun. Pertumbuhan permintaan ini berasal dari pertumbuhan penduduk sebesar 1,8% pertahun dan dari pertumbuhan konsumsi perkapita meningkat sebesar 12%. Sementara produksi jeruk meningkat sebesar 8,34% pertahun disumbang oleh pertumbuhan produktivitas sebesar 5,79% dan luas areal sebesar 2,42% pertahun (Syafa’at et al. 2005).

(27)

bersaing dengan jeruk dari negara-negara lain sehingga impor terus mengalir. Hal ini diduga karena Indonesia tidak mampu memenuhi kriteria kualitas terutama dalam hal warna, keseragaman bentuk dan ukuran serta cita rasa. Dengan demikian ke depan produksi jeruk dalam negeri perlu terus dipacu agar mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri (Syafa’at et al. 2005).

Produksi jeruk diproyeksikan akan meningkat sangat lambat yaitu sekitar 0,14% per tahun dan konsumsi jeruk juga diproyeksikan meningkat sedikit lebih cepat dibandingkan produksi tetapi sebenarnya masih sangat lambat yaitu 0,57% per tahun. Pada tahun 2005 defisit sudah mencapai 12 ribu ton dan naik menjadi 18,65 ribu ton pada tahun 2006 lalu menjadi menjadi 45,7 ribu ton pada tahun 2010 kemudian menjadi 116,6 ribu ton pada tahun 2020 (Syafa’at et al. 2005).

Defisit produksi akan terus meningkat, menguras devisa negara untuk impor. Untuk mengurangi hal tersebut maka perlu terobosan dalam upaya peningkatan produksi baik melalui perluasan tanam, peremajaan maupun intensifikasi tanaman produktif yang sudah ada (Syafa’at et al. 2005).

Dengan makin meningkatnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan, dan kesadaran kebutuhan gizi masyarakat, maka permintaan buah jeruk yang kaya mineral dan vitamin ini akan terus meningkat. Pada tahun 2010, kebutuhan produksi buah jeruk diprediksi sebesar 2.355.550 ton dan jika produktivitasnya 17 - 20 ton per ha, maka pada tahun tersebut diperlukan luas panen kurang lebih 127.327 ha dari 70.000 ha luas panen yang tersedia pada tahun 2004. Penambahan luas areal untuk mencapai total produksi yang telah ditetapkan hingga tahun 2010 diprediksikan minimal 27.327 ha diluar tanaman yang belum berproduksi saat itu. Hingga tahun 2010 diperkirakan kebutuhan pengembangan areal baru seluas 30.060 ha. Dari luasan ini, maka keperluan bibit jeruk yang bebas penyakit diperkirakan sebanyak 15.030.000 apabila populasi 500 bibit/ha

(28)

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2006 meliputi tahap persiapan, pengumpulan data, identifikasi, pengecekan lapangan, analisis dan pengolahan data sampai penulisan laporan.

Lokasi penelitian berada di Kabupaten Tapin Propinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten Tapin berjarak 113 km dari kota Banjarmasin yang secara geografis terletak antara koordinat 2o 11’ 40’’ LS s.d. 3o 11’ 50’’ LS. dan 114o 4’ 27’’ BT s.d. 115o 3’ 20’’ BT. Sebelah Utara berbatasan dengan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Banjar, sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Kuala dan sebelah Timur dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Untuk peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 3 halaman 26.

Pengumpulan Bahan dan Data

Dalam penelitian ini bahan dan data yang dikumpulkan dari berbagai sumber yang antara lain sebagaimana tercantum pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Jenis data yang dipakai dalam penelitian

No. Jenis Data Sumber Data

1 Peta rupa bumi Kabupaten Tapin skala 1: 50.000

Bakosurtanal(1991) 2 Peta digital Wilayah Administrasi Kabupaten

Tapin skala 1 : 50.000

Bapeda Kab.Tapin - Bakosurtanal (2003) 3 Peta Bentuk Lahan, Peta Ketinggian, Peta

Kemiringan Lereng, Peta Kawasan Lindung dan Peta Landuse skala 1 : 50.000

Bapeda Kab. Tapin - Bakosurtanal (2003) 4 Peta Tanah dan Satuan Lahan Kabupaten

Tapin Skala 1 : 250.000 7 Laporan Akhir Pewilayahan Komoditas

Pertanian

UNLAM - BAPPEDA Kab. Tapin (2000) 8 Data Keragaan Perkembangan Jeruk (luas

tanam, luas panen, produksi dan produktivitas)

(29)

Tabel 2 lanjutan

No. Jenis Data Sumber Data

9 Data iklim terutama curah hujan 10 tahun

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Tapin 10 Data petani dan lokasi jeruk Dinas Pertanian Tanaman

Pangan Kab. Tapin (2004) 11 Data kelembagaan petani jeruk di

Kabupaten Tapin

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Tapin (2004) 12 Data hasil analisis usaha tani jeruk di

lahan basah dan di lahan kering

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kab. Tapin (2004) dan data hasil wawancara dengan responden.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer dengan software utama Arcview 3.3 dan program pendukung lain seperti ALES versi 4.65d.

Komputer dengan program pendukung Arc View digunakan untuk pengolahan data atribut dan peta-peta digital baik untuk persiapan, pengolahan, analisis dan penyajian hasil penelitian. Sementara ALES digunakan dalam evaluasi kelas kesesuaian lahan.

Kerangka Pemikiran

Dengan diberlakukan otonomi daerah maka paradigma perencanaan pembangunan juga mengalami perubahan. Perencanaan pembangunan telah bersifat desentralisasi sehingga dengan demikian tiap daerah harus bisa merencanakan sendiri pembangunan di wilayahnya. Untuk itu diperlukan data dan informasi yang akurat tentang potensi sumberdaya yang ada untuk bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan tersebut.

(30)

komoditi yang selama ini tumbuh dan berkembang menjadi komoditi andalan daerah seperti jeruk, belum tersedia peta kelas kesesuaian lahannya.

Dengan demikian diperlukan suatu penelitian tentang kelas kesesuaian lahan untuk jeruk yang bisa digunakan dalam penyusunan arahan pengembangan tanaman jeruk ke depan. Disamping itu juga diperlukan informasi tentang masalah dan faktor pendukung dalam pengembangan jeruk, sehingga produk bisa optimal dan berkelanjutan dan pada gilirannya mampu memberikan peningkatan pendapatan bagi petani jeruk di Kabupaten Tapin. Kerangka pemikiran tersebut secara ringkas dituangkan dalam bagan pada Gambar 1 berikut ini.

Otonomi Daerah

Data dan informasi akurat : 1. Peta kelas kesesuaian

Lahan

2. Arah pengembangan

Tanaman Jeruk 3. Inventarisir masalah KomoditiUnggulan ;

Jeruk

Pertanian Sektor-sektor perekonomian

Daerah merencanakan sendiri pembangunan di Wilayahnya

dan pendukung Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran

Kerangka Pendekatan

(31)

Informasi Geografi (SIG). Dengan menggunakan teknik ini data yang dihasilkan dalam bentuk data keruangan yang berupa peta.

Dengan penyajian data dalam bentuk peta maka selain dapat diketahui besaran data juga akan dapat diketahui sebaran keruangan dimana data tersebut berada. Diharapkan dengan penyajian data seperti ini akan lebih mudah bagi para perencana dan stakeholder di Kabupaten Tapin untuk mengambil kebijakan secara spasial.

Penentuan kesesuaian lahan untuk jeruk dilakukan dengan kompilasi peta-peta tematik. Berdasarkan kompilasi dan pemaduan tersebut akan didapat satuan-satuan kesesuaian lahan menurut kriteria penilaian yang dipilih. Setiap tanaman mempunyai syarat tumbuh yang spesifik pada kondisi bentuk lahan, landsystem, tanah dan curah hujan tertentu. Syarat tumbuh pada setiap faktor tersebut selanjutnya dilakukan skoring untuk mendapatkan kelas-kelas kesesuaian.

Syarat tumbuh untuk penetapan kelas kesesuaian didasarkan pada kelas S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3 (sesuai marginal) dan N (tidak sesuai) menurut kriteria Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian dalam buku Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian tahun 2003.

Kelayakan ekonomi akan didekati dengan melihat analisis kelayakan usaha tani jeruk di tiap kecamatan/tipe lahan dan dengan melihat peluang pasar yang ada. Hasil analisis ini akan dikombinasikan dengan analisis keseseuaian lahan secara fisik.

Metode Penelitian

Pengumpulan dan KompilasiData

Penelitian fisik lahan dimulai dengan mengumpulkan berbagai data dan peta mengenai sumberdaya lahan daerah yang tersedia di Dinas dan Instansi yang terkait seperti peta tanah, peta lereng, peta ketinggian tempat, peta bentuk lahan dan peta jaringan jalan.

(32)

seperti tanah, topografi dan curah hujan yang sama. SLH diperoleh dengan cara overlay peta-peta tematik seperti peta tanah, peta lereng dan peta penyebaran hujan.

Evaluasi Lahan

Menurut Montanarella dan Negre (2001) bekerja di daerah dengan data tanah yang sudah ada adalah dengan menyaring, mengumpulkan dan menggunakan data yang ada tersebut. Penyaringan data ini dilakukan dengan mengevaluasi peta-peta berdasarkan legenda, skala, kesesuaian dan keharmonisan serta dengan membandingkan data berdasarkan jumlah yang diperlukan. Dalam hal penelitian ini digunakan peta tanah yang tersedia dari puslittanak dengan skala 1 : 250.000 tahun 1991. dilengkapi dengan peta-peta digital tematik hasil kerjasama Bappeda Kabupaten Tapin dengan Bakosurtanal tahun 2003.

Tahap penelitian selanjutnya adalah menyusun model evaluasi lahan (Litbang deptan, 2003), komputasi, penyusunan peta dan pembuatan laporan hasil penelitian yang dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Menetapkan Tipe penggunaan lahan (LUT) yaitu jenis penggunaan lahan yang dirinci sesuai dengan syarat-syarat teknis untuk daerah yang mempunyai sifat-sifat fisik dan sosial ekonomi tertentu (FAO 1976).

b. Menentukan persyaratan penggunaan lahan/LUR (persyaratan tumbuh jeruk) dengan mengacu kepada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian oleh Djaenudin et al. (2003).

c. Mengecek beberapa titik di lapangan untuk hal-hal yang masih meragukan. d. Data karakteristik lahan Kabupaten Tapin dianalisis dengan satuan unit peta

tanah yang disiapkan dalam format database dan diimport ke program ALES e. Entri data parameter ekonomi yang telah dianalisis ke dalam program ALES

dan menetapkan score untuk setiap input.

f. Selanjutnya membuat pohon keputusan dimana setiap karakteristik lahan akan dinilai sesuai dengan kualitas lahan yang dimiliki. Lahan yang direkomendasikan adalah lahan yang mempunyai faktor pembatas terkecil.

(33)

Lampiran 4) dengan kriteria persyaratan tumbuh untuk jeruk ( lihat Tabel 1 pada bab Tinjauan Pustaka).

Tahap berikutnya evaluasi potensial lahan dimana evaluasi dilakukan dengan asumsi masukan (input) “sedang”, yaitu dengan penerapan teknologi petani yang ada saat ini (existing) serta didukung oleh bantuan kredit permodalan untuk penyediaan prasarana dan sarana produksi (saprodi) dan teknik pengelolaan lahan, seperti pemupukan dan konservasi tanah. Dalam penilaian kesesuaian lahan ini, parameter kualitas lahan yang dipertimbangkan untuk dievaluasi adalah bahaya erosi (eh), media perakaran (rc), kondisi suhu untuk pertumbuhan (tc), ketersediaan oksigen (oa), ketersediaan air (wa), bahaya sulfidik (xs) dan bahaya garam/salinitas (xc). Sedangkan parameter kualitas lahan retensi hara (nr) dan ketersediaan hara (na) tidak dipertimbangkan, karena relatif lebih mudah untuk diatasi melalui penerapan teknologi tingkat “sedang” tersebut berupa memberikan pemupukan.

Penyusunan Arahan Pengembangan Jeruk

Semua data hasil pengamatan lapangan dan analisis dengan SIG dimasukkan dan disimpan dalam format basis data dengan menggunakan program Excel dan dBase IV untuk selanjutnya dihubungkan dengan Soil Data Processing for Land Evaluation (SDPLE). Selanjutnya penilaian kesesuaian lahan secara fisik. Evalusi lahan menggunakan kerangka FAO (1976) dengan kriteria penilaian kesesuaian lahan seperti dikemukakan sebelumnya dan proses dengan program Automated Land Evaluation System (ALES) versi 4.65d (Rossiter dan Wambeke, 1997).

(34)

Tabel 3 Penentuan prioritas arah pengembangan jeruk

Kriteria Kesesuaian Kelas Lahan

Kelas Kelayakan

ekonomi Aksesibilitas Prioritas 1 S1 , S2 BCR > 1 dan IRR>15% Tersedia dan kondisi baik Prioritas 2 S2, S3 BCR > 1 dan IRR>15% Tersedia tapi tidak cukup baik Prioritas 3 S2, S3 BCR > 1 dan IRR>15% Tidak tersedia Bukan Prioritas

- Hutan - Pemukiman

atau pada

N td td

Keterangan : td = tidak dihitung

Arah pengembangan awalnya dibagi prioritas dan bukan prioritas, dengan memperhatikan kesesuaian lahan dengan prioritas lahan-lahan yang sesuai (S1, S2 dan S3) dan bukan prioritas pada lahan kelas N, hutan dan pemukiman. Berikutnya dengan memperhatikan kelayakan ekonomi dan kemudian juga memperhatikan kemudahan aksesibilitas baik dengan jalur darat (jaringan jalan) maupun air (jaringan sungai).

Untuk fisik kriteria S1, S2, S3 dan N seperti pada Tabel 1 bab Tinjauan Pustaka. Sedangkan kriteria kelayakan ekonomi dengan melihat nilai BCR dan IRR. Nilai BCR > 1 dan IRR lebih besar dari suku bunga bank yang dalam penelitian ini dipakai 15% maka termasuk layak, jika BCR< 1 dan atau IRR < 15% maka termasuk tidak layak.

Untuk aksesibilitas tersedia dan kondisi baik jika ada jalan, untuk jalan darat adalah jalan aspal sampai jalan berbatu dan untuk jalan air tersedia sungai besar yang dimanfaatkan masyarakat untuk sarana transportasi. Aksesibiltas tersedia tapi tidak cukup baik jika jalan hanya ada jalan setapak atau sungai kecil yang tidak digunakan masyarakat untuk sarana transportasi. Dan kriteria tidak tersedia jika tidak ada jalan dan tidak ada sungai.

Inventaris Hambatan Finansial Pengembangan Jeruk

(35)

berwenang mengeluarkan atau menerbitkan data dan informasi yang dibutuhkan tersebut. Selain itu juga dilakukan diskusi sebelum survei dilakukan maupun setelah survei dilakukan untuk membahas dan melengkapi data yang telah dikumpulkan dan dianalisis.

Untuk data primer diperoleh dengan melakukan survei langsung pada responden petani dan pedagang jeruk diwilayah studi melalui wawancara. Disamping melalui kuesioner juga dilakukan pengumpulan informasi secara non formal termasuk kunjungan lapang melihat langsung usaha tani yang dilakukan oleh petani responden.

Metoda analisis data adalah dengan analisis deskriptif dan tabulasi silang digunakan untuk memperoleh informasi yang komprehensif tentang data hasil penelitian ini. Analisis finansial usahatani yang digunakan untuk mengukur tingkat kelayakan usaha dari pola tanam yang diupayakan dengan menggunakan : (1) Gross margin ; (2) Benefit cost ratio (B/C) ; (3) Net present value (NPV) dan (4) Internal Rate of Return (IRR).

Analisis usaha tani tersebut di atas, merupakan bagian dari analisis kesesuaian lahan yang sudah diformulasikan dalam program ALES. Analisis finansial digunakan untuk melihat gambaran kasar kelayakan usahatani secara keseluruhan. Berdasarkan analisis ekonomi dengan program ALES (Rossiter and Wambeke, 1997) formulasi perhitungan ekonomi tersebut sebagai berikut:

(1) Gross margin : keuntungan ekonomi, yaitu jumlah pendapatan dikurangi jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan pada suatu luasan lahan tertentu (misalnya per hektar) dalam jangka waktu tertentu (misalnya per tahun). Merupakan pendapatan hasil pertanian (produksi x harga) dikurangi biaya.

2). Benefit - Cost Rasio : nilai pendapatan sekarang (PV in) dibagi dengan nilai biaya sekarang (PV out).

3). Net Present Value (NPV) : merupakan nilai pendapatan sekarang di akhir usaha (PV in) dikurangi nilai biaya sekarang (PV out). Merupakan nilai uang sekarang yang didapat sebagai hasil penerapan suatu penggunaan lahan (TPL) pada suatu luasan tertentu selama waktu penggunaan lahan tersebut bukan per tahun pembukuan seperti pada gross margin.

(36)

4). Internal Rate of Return (IRR) : besarnya potongan agar nilai pendapatan sekarang = nilai biaya sekarang. Kalau IRR lebih tinggi dari bunga bank maka TPL yang diterapkan akan menguntungkan. Secara matematis IRR adalah discount rate (suku bunga) di mana IRR merupakan positif risiko keuangan suatu TPL, makin tinggi IRR risiko makin berkurang, karena pendapatan lebih pasti.

Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini antara lain adalah data tanah yang digunakan terbatas pada informasi dari peta satuan lahan skala 1 : 250.000 (cukup kecil untuk digunakan secara aplikatif).

• PETA TANAH KAB TAPIN

• PETA BENTUK LAHAN KAB TAPIN • PETA LERENG KAB TAPIN

• PETA KETINGGIAN KAB TAPIN

• DATA IKLIM KAB TAPIN

Kompilasi/ Pemaduan

PETA ARAHAN PENGEMBANGAN JERUK

Cek Lapang

ALES

LUR Parameter

Sosial Ekonomi

Kuesioner/ wawancara

PETA LANDUSE, JARINGAN JALAN DAN SUNGAI

Overlay

PETA KESESUAIAN LAHAN

Overlay

SATUAN LAHAN HOMOGEN (SLH)

(37)

Situasi Wilayah Letak Geografi

Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2o 11’ 40’’ LS - 3o 11’ 50’’ LS dan 114o 4’ 27’’ BT - 115o 3’ 20’’ BT. Dengan tinggi dari permukaan laut antara 500 – 1.030 m. Di sebelah Utara Kabupaten Tapin berbatasan dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, sebelah Selatan dengan Kabupaten Banjar, sebelah Timur dengan Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan sebelah Barat dengan Kabupaten Barito Kuala.

Secara geologis Kabupaten Tapin terdiri dari tanah dataran tinggi dan pegunungan yang memanjang dari arah Timur ke Selatan. Dari arah Utara ke Barat kebanyakan terdapat dataran rendah (rawa).

Fisik wilayah

Geologi. Secara geologi, jenis batuan utama di wilayah Tapin berupa batuan berumur quarter. Wilayah yang mempunyai jenis batuan ini hampir di seluruh wilayah yaitu sekitar 80,01% dari luas wilayah. Selain jenis batuan berumur quarter, sebagian kecil wilayah Tapin mempunyai batuan berumur mezoikum. Wilayah dengan batuan ini berada di Kecamatan Binuang dan Piani.

Ketinggian wilayah. Sebagian besar wilayah Tapin terletak pada ketinggian kurang dari 500 m dpl . Kondisi ini memberikan implikasi bahwa faktor ketinggian tempat bukan merupakan kendala dalam usaha mengembangkan wilayah ini di sektor pertanian. Wilayah yang ketinggiannya lebih dari 500 m dpl hanya terdapat disebagian kecil Kecamatan Piani.

Kelerengan lahan. Wilayah Tapin didominasi oleh lahan dengan kemiringan lahan antara 0 – 2% kecuali di Kecamatan Piani ada terdapat kemiringan yang > 40% .

(38)

Drainase tanah. Sebagian besar wilayah Tapin kondisinya tergenang baik secara terus menerus atau secara periodik. Kondisi ini memerlukan perbaikan drinase agar wilayah ini dapat dimanfaatkan untuk pertanian.

Daerah Aliran Sungai (DAS). Keadaan air suatu daerah aliran sungai dipengaruhi oleh unsur-unsur hidrologi yaitu aliran sungai, curah hujan, rawa, danau dan lain-lain yang dapat mempengaruhi neraca air suatu daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai yang paling luas di Tapin adalah DAS Tapin sebesar 131.134 ha sedangkan DAS paling sempit adalah DAS Mangkauk sebesar 5.450 ha.

Potensi Sumber Daya Alam

Luas potensi lahan, baik berupa lahan sawah maupun lahan kering di Kabupaten Tapin tahun 2004 yang dapat digunakan untuk tanaman pangan telah mencapai kurang lebih 135.734 Ha, namun yang dimanfaatkan/difungsikan baru mencapai seluas 82.635 Ha atau baru 60,8 %. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Potensi lahan untuk tanaman pangan, luas pemanfaatan dan belum dimanfaatkan di Kabupaten Tapin Tahun 2004.

NO KECAMATAN POTENSI ( HA )

LUAS PEMANFAAT AN

( HA )

BELUM DIMAN-FAATKAN ( HA )

1. Tapin Utara 4.165 4.165 0

2. Bungur 5.240 4.534 706

3. Lokpaikat 5.607 3.337 2.270

4. Piani 3.730 3.521 209

5 Binuang 13.647 8.255 5.392

6 Tapin Selatan 9.984 7.794 2.140

7 Tapin Tengah 14.344 14.344 0

8. Bakarangan 9.428 6.705 2.723

9. Candi Laras Selatan 19.478 9.877 9.601 10. Candi Laras Utara 50.111 20.103 30.008

J U M L A H 135.734 82.635 53.099

(39)

Luas lahan yang dimanfaatkan untuk tanaman padi selama Tahun 2004 adalah 74.217 Ha, lahan sawah irigasi yang dapat ditanami padi dua kali setahun 4.499 Ha dan satu kali setahun 69.718 Ha. Untuk sawah tadah hujan yang dapat ditanami padi dua kali setahun seluas 1.631 Ha dan satu kali setahun 11.951 Ha, sedangkan lahan rawa yang dapat ditanami padi dua kali setahun seluas 4.281 Ha satu kali setahun seluas 32.375 Ha. Lahan kering yang ditanami padi sekali setahun 17.516 Ha. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Tingkat pemanfaatan lahan usaha tani untuk tanaman pangan di Kabupaten Tapin tahun 2004

Padi ( Ha )

No Jenis Lahan 2 kaliTanam 1 KaliTanam

1. Sawah Irigasi :

- Irigasi Teknis 620 3.787

- Irigasi ½ Teknis - -

-Irigasi Sederhana PU 85 1.465

- Irigasi Non PU. 497 2.624

2. Tadah Hujan 1.631 11.951

3. Rawa :

- Pasang Surut 2.615 13.058

- Lebak 1.666 19.317

4. Reklamasi - -

5. Lahan Kering - 17.516

J U M L A H 4.499 69.718

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin tahun 2005

(40)

rangkaian perbukitan tipis memanjang arah barat daya – timur laut. Total cadangan gamping sekitar 462.466.950 m³ sedangkan marmer 6.920.100 m³. Granit yang dapat ditambang di gunung Hantayang Kecamatan Binuang sekitar 200 juta m³ dan cadangan di Kecamatan Piani sekitar 687.654.000 m³.

Iklim

Berdasarkan klasifikasi Schimit-Ferguson wilayah Tapin termasuk iklim tipe B. Jika berdasarkan klasifikasi Oldeman termasuk tipe C2 dengan 5 – 6 bulan basah (CH > 200mm) dan 2 – 3 bulan kering (CH< 100mm) setahun.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin dari tahun 1986 sampai 2005 diketahui bahwa rata-rata curah hujan di Kabupaten Tapin adalah 2.241 mm/tahun dan rata-rata curah hujan adalah 188 mm/bulan. Untuk curah hujan rata-rata per bulan dapat dilihat pada Gambar 2 Dari grafik tersebut terlihat bahwa curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan Januari sedangkan curah hujan terendah pada bulan Juli-Agustus dan September. Jumlah curah hujan di Kabupaten Tapin tahun 1986-2005 secara lengkap lihat pada lampiran 20. Untuk suhu rata-rata tahunan menurut laporan fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat tahun 2000 adalah 27℃.

Curah Hujan Rata-Rata Per Bulan di Kabupaten Tapin Tahun 1986-2005

0 50 100 150 200 250 300 350

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Bulan

mm

(41)

Data curah hujan dan hari hujan Kabupaten Tapin pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini.

Tabel 6 Jumlah curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Tapin tahun 2004 Bulan Jumlah curah hujan

(mm)

Jumlah hari hujan Rata-rata curah hujan /hari

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Tapin, 2005. Diolah.

Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tapin tahun 2004 adalah 149.155 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 73.905 jiwa dan perempuan 75.250 jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Banyaknya penduduk Kabupaten Tapin tahun 2004

Jenis Kelamin

Jumlah Kabupaten 73.905 75.250 149.155 40.134

(42)

Struktur Perekonomian Daerah Tahun 2004

Struktur Perekonomian suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya kontribusi sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Untuk Kabupaten Tapin sampai saat ini sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam pembentukan modal.

Pada tahun 2002 sektor ini mempunyai kontribusi sebesar 46,91 % naik ditahun 2003 menjadi 47,29 % namun pada tahun 2004 turun menjadi 44,60 %. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan sebesar 2,69%. Sektor ini mempunyai kontribusi sebesar 47,29% pada tahun 2003, turun menjadi

44,60% pada tahun 2004. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Distribusi persentase atas dasar harga berlaku

No Sektor 2002 2003 2004

Sumber data : BPS Kabupaten Tapin, 2004.

(43)

Tabel 9 PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku VI.Perdagangan, Restoran dan

Hotel

PDRB 730.778.712 807.300.022 895.860.195

(44)

Kondisi tanah Kabupaten Tapin.

Dari peta satuan lahan digital yang dibuat Puslittanak Bogor maka tanah di

Kabupaten Tapin dapat diklasifikasikan kedalam 6 ordo tanah yaitu Histosol, Inceptisol, Oxisol, Ultisol, Entisol dan Spodosol.

Menurut Hardjowigeno (1985) : Histosol merupakan tanah dengan kandungan bahan organik lebih dari 20% (tekstur pasir) atau lebih 30% (tekstur

liat). Lapisan yang mengandung bahan organik tersebut tebalnya 40 cm atau

lebih. Tanah ini sehari-hari disebut tanah gambut, tanah organik atau organosol.

Jenis tanah dalam ordo ini yang terdapat di Tapin adalah Haplohemist, Haplosaprist dan sulfisaprits.

Inceptisol merupakan tanah muda tetapi sudah menunjukkan adanya perkembangan dengan susunan horison A-Bw-C pada lahan kering dengan

drainase baik, atau susunan horison A-Bg-C pada lahan basah dengan drainase

terhambat. Tanah terbentuk dari berbagai macam bahan induk aluvium dan

koluvium. Penampang tanah pada lahan kering berbukit mempunyai solum sedang

sampai dangkal, berwarna coklat kemerahan sampai coklat, tekstur lempung

berliat sampai liat, pada lahan basah solum dalam, dan struktur cukup baik,

konsistensi teguh, reaksi tanah netral. Jenis tanah yang masuk dalam ordo ini yang

terdapat di Tapin adalah Endoaquepts (sulfic), Dystrudept, Sulfaquept dan

Eutrudept (lithic),

Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal sedikit (10%). Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation

rendah dan banyak mengandung oksida-oksida besi dan Al. Dilapangan tanah ini

tidak menunjukan batas horison yang jelas. Tanah ini didahulu disebut Latosol

(umumnya Latosol merah atau merah kekuningan, Lateritik atau juga Podzolik

Merah Kuning. Jenis tanah yang masuk dalam ordo ini yang terdapat di Tapin

adalah Acrudox, Hapludox, Eutrodox, dan Kandiudox (skeletal).

Ultisol merupakan tanah dimana terjadi penimbunan liat dihorison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa kurang dari 35%. Tanah ini dahulu disebut juga

(45)

Hidromof kelabu. Jenis tanah yang masuk dalam ordo ini yang terdapat di Tapin

adalah Epiaqult, Kanhapludult, Hapludult dan Kandiudult .

Entisol merupakan tanah yang masih sangat muda yaitu baru tingkat permulaan dari perkembangan. Tidak ada horizon penciri lain kecuali epipedon

ochrik, albik atau histik (Ent dari kata recent = baru) dulu tanah ini disebut

Alluvial atau Regosol. Jenis tanah yang masuk dalam ordo ini yang terdapat di Tapin adalah Sulfaquent, Udifluvent dan endoaquent (sulfic).

Spodosol adalah tanah dimana di horison bawah terjadi penimbunan Fe dan Al oksida dan humus (horison spodik) sedang dilapisan atas terdapat horison

eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albik). Tanah ini dulu disebut Podzol.

Jenis tanah yang masuk dalam ordo ini yang terdapat di Tapin adalah

Endoaquods.

Berdasarkan peta satuan lahan digital yang dibuat Puslittanak Bogor juga

diketahui terdapat 28 satuan peta tanah (Gambar 5). Klasifikasi jenis tanah masih

dalam satuan asosiasi dan kompleks. Dari peta tersebut diketahui bahwa jenis

tanah yang paling banyak terdapat di Kabupaten Tapin adalah Endoaquept yaitu seluas 45.436,90 atau sekitar 20,87% Tanah terluas kedua Haplosaprit yaitu seluas 43.752,4 ha atau 20,09% dan jenis-jenis lain dalam jumlah lebih kecil

seperti Dystrudept, Halodux, Kandiudox dan Oxisol lain Secara lengkap tentang satuan peta tanah ini lihat Lampiran 1 legenda peta satuan lahan Kabupaten Tapin.

Kedalaman efektif tanah. Kondisi kedalaman efektif tanah (effective deep soil) di Kabupaten Tapin tidak terlalu bervariasi. Kedalaman efektif tanah di sebagian besar wilayah Kabupaten Tapin lebih dari 90 cm yaitu seluas 186.842

hektar atau setara dengan 86 % dari total luas wilayah Kabupaten Tapin.

Sedangkan kedalaman efektif tanah sekitar 30 – 60 cm terdapat di sebagian kecil

Kecamatan Bungur, Lokpaikat dan Tapin Selatan. Luas wilayah dengan

kedalaman efektif tanah 30 – 60 cm ini sekitar 4.700 hektar atau setara dengan

2 % dari total luas wilayah Kabupaten Tapin (Bappeda Tapin-Bakosurtanal,

(46)

Tekstur tanah. Tekstur tanah di wilayah Kabupaten Tapin sebagian besar bertekstur sedang. Artinya komponen pasir, debu dan liat (clay) mempunyai komposisi seimbang. Wilayah dengan tanah bertekstur sedang di wilayah

Kabupaten Tapin seluas 191.891 Hektar atau 88% dari total luas wilayah

Kabupaten Tapin. Wilayah dengan tekstur kasar atau komponen pasir yang

dominan dalam satuan tanah hanya seluas 0,45% dari total luas wilayah

Kabupaten Tapin ( Bappeda Tapin-Bakosurtanal 2003).

Kondisi Lereng dan Topografi Wilayah Kabupaten Tapin.

Dari peta lereng digital yang dibuat oleh Bakosurtanal (Gambar 6)

diketahui secara umum wilayah Kabupaten Tapin relatif datar yaitu berkisar

antara 0-2%. Daerah dengan kemiringan lereng 0-2% ini seluas 180.376 ha atau

83% dari total luas wilayah Tapin. Secara lengkap disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Perhitungan luasan kemiringan lereng

Kelas Kemiringan Luas (Ha) %

0% - 2% (datar) 178.470,06 81,27

2% - 8% ( landai) 15.697,84 7,15

8% - 16% (miring) 8.665,87 3,95

16% - 25% (agak terjal) 7.462,93 3,40

25% - 40% (terjal) 6.486,39 2,95

> 40% (curam) 2.826,32 1,29

Total Luas Area 219.609,41 100

Sumber : Penghitungan secara digital peta kemiringan lereng dari Bakosurtanal 2003

Wilayah dengan kondisi relatif datar ini terdapat di Kecamatan Candi

Laras Utara, Candi Laras Selatan, Tapin Selatan dan Binuang. Kota Rantau

sebagai ibukota Kabupaten Tapin mempunyai kemiringan lereng yang relatif

datar. Wilayah dengan tingkat kemiringan lereng terjal sampai curam terdapat di

bagian timur wilayah Tapin yaitu di Kecamatan Piani, Kecamatan Bungur,

Kecamatan Tapin Selatan Bagian Timur dan Kecamatan Binuang bagian Timur.

Desa-desa yang berada pada kemiringan lereng terjal di Kecamatan Piani

meliputi Desa Balawaian, Danau Darah, Batung, Harakit, Mancabung, Pipitak

(47)

Sebagian besar wilayah Tapin terletak di dataran rendah dengan

ketinggian antara 0 - 7 m dpl yakni seluas 147.884,97 Ha atau 67,34%.

Selanjutnya wilayah dengan ketinggian antara 7 – 500 m dpl seluas 69.067,15 ha

atau 31,45% dan sisanya 1,21% ada wilayah yang ketinggiannya diatas 500 m dpl.

Bentuk Lahan.

Berdasarkan peta landform yang dibuat oleh Bakosurtanal (Gambar 7) diperoleh 4 kelas bentuk lahan utama di Kabupaten Tapin yaitu Fluvial, Denudasional, Struktural dan Karst. Sebagian besar wilayah Tapin merupakan wilayah yang lahannya dibentuk oleh proses air atau fluvial. Wilayah fluvial ini seluas 164,707,05 ha atau 75%, sedangkan bentuk lahan asal struktural seluas 35,137,5 ha atau 16% dan wilayah bentuk asal denudasional seluas 5% dan sisanya 4% bentuk karst (Bakosurtanal, 2004).

Jika dilihat sebaran kelas bentuk lahan di wilayah Tapin, Kecamatan Candi

Laras Utara didominasi oleh bentuk lahan rawa dan dataran banjir. Ini artinya,

bentuk lahan yang ada di wilayah Kecamatan Candi Laras Utara merupakan

bentuk lahan yang proses genesisnya dipengaruhi oleh faktor air. Kondisi ini

dipengaruhi oleh sungai besar yang ada berikut anak-anak sungai yang ada di

wilayah ini. Bentukan asal fluvial dominan juga terdapat di wilayah Kecamatan Tapin Tengah. Kelas bentuk lahan dominan yang ada di Tapin Tengah ini berupa

rawa, dataran banjir musiman serta kipas aluvial. Di beberapa tempat khususnya di sekitar meandering sungai-sungai yang ada terdapat bentuk lahan berupa tanggul fluvial. Kecamatan yang didominasi kipas aluvial meliputi Kecamatan Bakarangan, Tapin Utara serta Lokpaikat . Bentuk lahan kipas aluvial ini sangat penting karena bentuk lahan ini mempunyai potensi untuk tanaman pangan yang

relatif lebih baik dibanding bentuk lahan yang lain.

Bentuk lahan struktural terdapat di bagian timur wilayah Tapin. Bentukan

struktural terluas berupa bentuk lahan sayap antiklinal serta gugusan perbukitan

sinklinal dan antiklinal. Kedua bentuk lahan terdapat di Kecamatan Binuang,

Piani dan Kecamatan Bungur. Bentuk lahan asal struktural yang lain adalah

perbukitan dengan alur-alur memanjang, berombak sampai bergelombang serta

perbukitan atau pegunungan memanjang diselingi lembah-lembah dengan system

(48)

Bentuk lahan asal denudasional juga merupakan bentuk lahan penting

yang ada di Tapin. Bentuk lahan ini mengindikasikan intensitas dan lokasi

terjadinya erosi di wilayah Tapin. Bentuk lahan asal denudasional berupa

perbukitan terkikis dengan erosi sedang sampai berat bentuk lahan

perbukitan/pegunungan terkikis. Kedua bentuk lahan ini terdapat di wilayah

paling timur yaitu Kecamatan Piani. Dengan kondisi ini Kecamatan Piani harus

mendapatkan perhatian yang memadai untuk mewaspadai erosi yang mungkin

terjadi. Luas masing-masing bentuk lahan lihat selengkapnya pada Tabel 11

Tabel 11 Hasil perhitungan digital bentuk lahan Wilayah Tapin

Kode Kelas Bentuk Lahan Luas (Ha)

F Bentuk Lahan Asal Fluvial

166.33,22

F2 Danau, rawa-rawa, rawa belakang 79.671,59

F3 Dataran banjir musiman 22.338,92

F4 Cekung fluvial/rawa berlakang atau dasar danau tua 55,58

F5 Tanggul fluvial, gugusan aluvial 15.101,69

F12 Kipas aluvial 33.982,79

F13 Dataran aluvial 15.382,63

D Bentuk Lahan Asal Denudasional

10.187,01

D1 Perbukitan terkikis dan tererosi ringan 172,67

D2 Perbukitan terkikis dengan erosi 7.363,45

D3 Perbukitan dan pegunungan terkikis 2.650,88

S Bentuk Lahan Asal Struktural 34.871,20

S2 Perbukitan & alur2 memanjang, berombak - bergelombang 3.818,45

S4 Gugusan peg memanjang diselingi lembah 62,35

S6 Sayap Antiklinal 16.550,30

S9 Gugusan perbukitan singklinal dan antiklinal 14.440,09

K Bentuk Lahan Asal Karst 8.017,97

K2 Perbukitan monoclinal karst terdenudasi 6.292,24

K3 Batuan marls 198,71

K10 Poljes 1.527,01

Total Luas Wilayah Tapin 219.609,41

Sumber : Penghitungan secara digital peta bentuk lahan dari Bakosurtanal 2003

Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Jeruk

1. Kesesuaian Lahan secara Fisik

Dari hasil evaluasi dengan ALES diperoleh bahwa sebagaian besar lahan

Gambar

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran
Gambar 2  Diagram alir tahap-tahap penelitian
Tabel 5  Tingkat pemanfaatan lahan usaha tani untuk tanaman pangan
Gambar 2 Dari grafik tersebut terlihat bahwa curah hujan tertinggi pada bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan agama Islam merupakan suatu usaha pemberian bimbingan atau asuhan terhadap peserta didik agar nantinya

Hasil-hasil penelitian lain juga menunjukkan semakin tinggi konsentrasi Fe dalam larutan semakin tinggi kemungkinan keracunan besi pada tanaman dan bahwa skor

Disarankan penjahit dengan durasi kerja &gt;8 jam harus merubah waktu kerjanya guna menghindari terjadinya keluhan musculoskeletal disorders (MSDs) menjadi lebih tinggi yang

Teknik sampling yang digunakan adalah proportionate startified random sampling, sampel diambil 10% dari jumlah siswa dengan besar sampel (n=232). Pengumpulan data menggunakan

Description : Internet lab will discuss about the basic knowledge about internet and internet programming include HTML and CSS as well as an introduction

Nama Ilmiah : Justicia paniculata Burm atau Justicia latebrosa Russ. Keterangan : Agak

Mempertegas tujuan Pendidikan Kewarganegaraan tersebut, Cholisin (Samsuri, 2011) berpandangan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan politik yang yang

Untuk mengetahui dan menganalisis model analisis prediksi yang paling akurat dalam memprediksi financial distress pada PT Bank QNB Indonesia Tbk periode 2009-2016 antara