(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)
BAHARUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 11 April 2006
Baharuddin
© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)
BAHARUDDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi
: Baharuddin : E. 051040345
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas
Disetujui; Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc
Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.
Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.
Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.
Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.
kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian
Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa
Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat
mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui
akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan
bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.
Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan
dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang
tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi
pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing
dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberikan bantuan tersebut.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai
TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.
Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program
Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua
keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak
membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.
Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka
terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.
Bogor, April 2006
tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm)
dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di
Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB,
lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan
Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat
sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis
diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi
Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.
Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar
pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok
Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan
telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.
Hal
Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ………
Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ………
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………...
Partis ipasi Masyarakat ………
Kemiskinan dan Petani Miskin ……….………..
Kemiskinan masyarakat Hutan ………...
Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... …
Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………...
Karakteristik Sosial Budaya ………
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………...
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………...
Profil Desa Lokasi Penelitian ...
BAHARUDDIN
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, 11 April 2006
Baharuddin
© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)
BAHARUDDIN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi
: Baharuddin : E. 051040345
: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas
Disetujui; Komisi Pembimbing
Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc
Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.
Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.
Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.
Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.
kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian
Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa
Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa
Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat
mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui
akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan
bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.
Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan
dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang
tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi
pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing
dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberikan bantuan tersebut.
Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai
TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.
Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program
Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua
keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak
membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.
Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka
terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.
Bogor, April 2006
tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm)
dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di
Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB,
lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan
Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat
sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis
diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi
Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.
Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar
pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok
Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan
telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.
Hal
Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ………
Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ………
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………...
Partis ipasi Masyarakat ………
Kemiskinan dan Petani Miskin ……….………..
Kemiskinan masyarakat Hutan ………...
Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... …
Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………...
Karakteristik Sosial Budaya ………
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………...
Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………...
Profil Desa Lokasi Penelitian ...
Pola Pemanfaatan Hasil Hutan ………..……..
Distribusi/Pemasaran Hasil Pemanfaatan Kawasan Hutan …….………
Nilai Pemanfaatan Hasil Hutan dan Lahan Hutan ………..……
Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan ..………..………..
Perbandingan Kontribusi di Dalam dengan di Luar Kawasan Hutan….
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ………...………..…….
Saran ………...
DAFTAR PUSTAKA ………...………
LAMPIRAN ………..………… 56
67
72
75
79
82
83
84
Halaman
1 Jumlah KK Responden Tiap Desa ... 37
2 Rata-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga
Responden pada Masing-Masing Desa Pemelitian ... 41
3 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Pengadangan ... 45
4 Pemanfaan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Pengadangan………. 47
5 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Loloan ………... 50
6 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Loloan ………..…… 52
7 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ……….. 55
8 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ... 56
9 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Pengadangan ... 57
10 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Loloan ... 59
11 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ... 62
12 Nilai Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Penelitian ... 72
13 Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden
Masyarakat Desa Penelitian... 75
Halaman
1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6
2 Letak Administrasi Taman Nasional Gunung Rinjani .. ... 28
3 Hubungan Antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Barang
Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 44
4 Aktivitas Pertanian Masyarakat di Luar Kawasan Hutan ... 46
5 Kebun Masyarakat di dalam Kawasan Hutan ... 49
6 Pembersihan Lahan (Land clearing) ... 53
7 Lahan Siap ditanami ... 54
8 Pemeliharaan dan Panen Padi Ladang ... 54
9 Sekumpulan Sapi Masyarakat yang Diliarkan dalam kawasan TNGR 67
10 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Pengadangan ... 70
11 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Loloan ... ... 71
12 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Sembalun Lawang ... 72
13 Aktivitas Masyarakat di Dalam Kawasan TNGR Sektor Pariwisata... 81
Halaman
1 Profil Penduduk Desa Penelitian ... 102
2 Potensi Desa Sektor Pertanian ... 104
3 Pedoman dan Daftar Pertanyaan...
4 Kuesioner Penelitian ...
5 Identitas Responden Desa Pengadangan ... 105
6 Identitas Responden Desa Loloan ... 106
7 Identitas Responden Desa Sembalun Lawang... 107
8 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Pengadangan ... 108
9 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Loloan... 109
10 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Sembalun Lawang ... 110
11 Jadwal Kegiatan Bertani Masyarakat ... 111
mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Keywords : taman nasional, interaksi, masyarakat sekitar hutan, sumberdaya hutan
Growth of resident, abundant exploitation and existence of ketidakadilan in accessing to natural sumberdaya have come to cause the happening of degradation of amount and quality of sumberdaya natural,
like damage of forest which progressively extend fastly damage 20.000 ha / year and have caused critical farm [in] tired NTB 161.193 ha.
Destroy him of sumberdaya forest have caused [at] loss of wellspring source counted 440 dots from 702 dot during 15 the last year. If this condition continue to take place, hence some years forwards Lombok islands will experience of water crisis.
National Park Mount of Rinjani ( TNGR) is one of [the] conservation area and potency development of especial to specified Provinsi NTB with a purpose to maintain function of hidrologi micro climate and [of] Lombok island, maintaining the source of plasma of nutfah, habitat various flora type and fauna which some endemic among others. TNGR have vital role for ecological system [of] Lombok island remember Lombok island of[is including isle category ( 5656 km2) dwelt ± 3 million
[soul/ head] 600.000 [soul/ head] among others remain around Mount of Rinjani. To lessen negative impact of interaction. hence needing studies which totally
concerning society interaction with forest area and remain to pay attention isn't it prosperity of society [about/around].
Technique which used in intake of data is approach qualitative pickaback by quantitative data collecting. Approach qualitative [pass/through] field observation, interview. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted.
Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted.
Data is qualitative processed [by] lah and analysed with step [do/conduct] data verification, classification, moderation, and penelurusan of pengaitan between theme and presented descriptively as according to solution theme to support in withdrawal of conclusion or determination of follow-up recommendation.
valuable area to be developed and accommodated in management of area of TNGR for example knowledge produce honey.
Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial
politik sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya
alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan
konservasi. Di sisi lain keberadaan kawasan konservasi harus tetap dipertahankan
karena memegang peranan yang strategis sebagai penyangga kehidupan,
perlindungan keanekaragaman hayati dan segala ekosistemnya, dan menunjang
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya.
Dalam mempertahankan keberadaan potensi kawasan konservasi, maka salah satu
konsep pengelolaan yang diterapkan adalah mengeluarkan segala kegiatan
masyarakat dari kawasan konservasi, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan
hasil hutan dan lahan hutan. Konsep mengeluarkan aktivitas masyarakat tersebut
banyak dipilih oleh pengelola kawasan konservasi karena dinilai memiliki dampak
yang lebih kecil terhadap kerusakan ekosistem hutan. Akan tetapi konsep tersebut
juga memiliki banyak kekurangan yaitu tertutupnya akses masyarakat sekitar
terhadap kawasan hutan yang selama ini menjadi sumber penghasilan guna
memenuhi kebutuhan sehari- hari. Dampak dari terputusnya akses tersebut adalah
masyarakat mencoba merambah hutan/kawasan konservasi dan memanfaatkan
sumberdaya hutan secara illegal yang berakibat pada semakin rusaknya kawasan konservasi.
Keberhasilan pelestarian kawasan konservasi dengan konsep ini sangat
tergantung pada keberhasilan dalam menangani masalah sosial ekonomi masyarakat
di sekitarnya. Gangguan terhadap kawasan konservasi akan berkurang bila
kesejahteraan masyarakat sekitar sudah dapat dipenuhi dari hasil usaha di luar
pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi-solusi terhadap berkurangnya/
tertutupnya akses masyarakat terhadap kawasan hutan/konservasi, sebab
masyarakat telah hidup di sekitar kawasan konservasi tersebut jauh sebelum
kawasan ini dijadikan kawasan konservasi. Pemahaman terhadap kepentingan
masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab
terhadap upaya konservasi. Daerah dimana kawasan konservasi sebagai penghalang
dan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar akan
menjadi ancaman. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang
mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi
pendukung dalam usaha pelestarian kawasan.
Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan
konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan
utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok,
mengingat hampir semua sungai di Lombok berhulu pada TNGR. Fungsi lainnya
adalah mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan
fauna yang beberapa diantaranya endemik. Kekayaan biodiversitas yang dimiliki
TNGR berupa fauna dan flora yang telah diinventarisasi 66 jenis flora dan 126
jenis fauna (Kitchner et al. 1990; Haryono et al. 1994; Coates BJ and Bishop 1997). Flora yang terdapat di TNGR antara lain adalah beringin (Ficus sp), jelateng (Laportea stimulan), jambu-jambuan (Syzigium spp), randu hutan (Gossampinus heptophylla), anggrek (Vandan, sp), bunga abadi (Anaphalis viscida). Sedangkan fauna yang terdapat dalam kawasan TNGR diantaranya babi hutan, kera abu-abu
(Macaca fascicularis), lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Rusa timor (Cervus timorensis), landak (Hystrix javanica), kakatua jambul kuning (Cacatua shulphurea parvula) dan masih banyak ya ng lainnya (Dinas Kehutanan NTB 1997).
TNGR sebagai salah satu aset daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis
dan ekonomis yang harus dikelola untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat
dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa TNGR mempunyai
peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok. Kerusakan atau degradasi sekecil
apapun kawasan TNGR akan berdampak negatif pada sistem ekologis Pulau
Lombok yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial
budaya masyarakat. Keberadaan dan kelestarian TNGR menjadi semakin penting
mengingat Pulau Lombok dikategorikan sebagai pulau kecil (5656 km2), sehingga
sangat rentan dan labil akan perubahan. Gambaran mengenai labil dan rentannya
Pulau Lombok (yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal di
sekitar Gunung Rinjani) sebagai pulau kecil dapat diabstraksikan sebagai sebuah
saling tergantung. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan
berdampak luas pada sumberdaya yang lainnya seperti air, tanah dan udara.
Namun demikian dalam pengelolaannya masih dijumpai beberapa
permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik. Sebagaimana disebutkan
dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (RPTNGR
1998-2023), bahwa issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak dalam kawasan, tumpang tindih kawasan di Pesugulan untuk jalan
Pesugulan-Sembalun dan permasalahan pengelolaan yaitu masalah institusional (organisasi yang belum tertata dengan baik, belum ditetapkannya pembagian
zonasi), sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, database yang minim,
pendanaan dan masalah teknis lainnya.
Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya
ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab
terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan
yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah
menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya
hutan telah berakibat pada hilangnya sejumlah mata air. Data Bappeda NTB (2003)
menyebutkan bahwa dalam kurung waktu 15 tahun telah terjadi kehilangan titik
mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik. Jika kondisi ini terus berlangsung, tanpa
ada usaha nyata untuk menahan laju kerusakan hutan, maka beberapa tahun ke
depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.
Permasalahan kawasan yang dihadapi TNGR seperti yang disebutkan di
atas semakin meningkat volume dan intensitasnya sebagai dampak dari interaksi
masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan, sehingga akan mengancam
kelestarian fungsi- fungsi tersebut dan mengancan kelangsungan ekologis Pulau
Lombok secara keseluruhan. Untuk dapat mengurangi dampak negatif dari interaksi
tersebut maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh terhadap interaksi masyarakat
dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan
Perumusan Masalah
Perencanaan taman nasional dapat mengarah pada dua kemungkinan yakni
pertama, meningkatkan manfaat taman dan melestarikan ekosistem jika perencanaannya tepat, serta kedua menimbulkan dampak negatif pada tama n dan masyarakat yang selanjutnya berdampak pada ketidaklestarian jika perencanaannya
kurang tepat. Tolok ukur yang menjadi pedoman keberhasilan adalah seperti yang
disebutkan dalam UU no 5/1990 yakni keberlanjutan fungsi taman nasional dalam
menunjang kehidupan manusia. Keadaan saat ini adalah banyaknya terjadi
penurunan kualitas taman nasional, di sisi lain juga kurang terlihat peningkatan
kesejahteraan masyarakat sekitar dengan keberadaan taman sehingga untuk ke
depan, manajemen partisipatif dan menyeluruh sangat diperlukan untuk
memperbaiki kondisi taman nasional (MacKinnon et al. 1993; Wells et al. 1992) Tujuan pengelolaan TNGR yang dituangkan dalam RPTN 1998-2023 adalah
mempertahankan keutuhan dan fungsi kawasan serta keanekaragaman hayatinya,
meningkatkan upaya penelitian dan pendidikan konservasi, meningkatkan peran
TNGR bagi kegiatan budidaya dan pariwisata, meningkatkan kesejahteraan
masyarakat sekitar dan me ngintegrasikan pengembangan taman nasional dengan
pembangunan daerah. Tujuan ini mengacu pada tujuan penetapan taman nasional
yang diamanatkan oleh IUCN dan UU no 5/1990. Namun demikian dalam RPTN
belum tertuang secara jelas tentang peranserta masyarakat dan belum
mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan terlihat hanya
dilakukan oleh taman nasional saja sehingga terkesan bersifat top down, searah, kurang memotivasi/ membangkitkan partisipasi masyarakat dan kurang terintegrasi.
Permasalahan yang sering menjadi penyebab gagalnya atau kurang
berhasilnya upaya mengurangi ketergantungan masyarakat atau mengurangi
dampak negatif dari interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi adalah
kurang memadainya pemahaman dan informasi tentang karakteristik interaksi
masyarakat sekitar kawasan dengan kawasan konservasi atau kawasan hutan secara
umum.
Sebagai indikator kegagalan program pembinaan yang selama ini
diterapkan adalah tetap tingginya tingkat pencurian kayu, perambahan hutan
masyarakat sekitar. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, maka
terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik interaksi masyarakat
dengan kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan
bagi taman nasional untuk menjamin terciptanya kondisi ideal bagi taman nasional.
Dengan demikian secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR dalam hal
pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan ditinjau dari segi bentuk
pemanfaatan, jenis, motivasi dan nilai ekonomi sumberdaya yang
dimanfaatkan, dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat
2. Bagaimana kalender musim kegiatan masyarakat dalam berinteraksi dengan
kawasan TNGR.
Kerangka Pemikiran
Kemampuan untuk menggali semua potensi desa seperti potensi
sumberdaya manusia, potensi sosial budaya, sumberdaya alam dan memaksimalkan
potensi tersebut akan sangat mendukung dalam menyusun suatu program
pemberdayaan (Kristian, 2004). Dalam menggali potensi ini berbagai pihak dapat
dilibatkan seperti Pemerintah Daerah, LSM dan Perguruan tinggi, serta masyarakat
itu sendiri. Potensi yang perlu digali adalah karakteristik interaksi masyarakat
dengan kawasan konservasi. Pada umumnya bentuk interaksi masyarakat dengan
kawasan konservasi berupa pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan kawasan
konservasi. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, dapat diketahui
kecenderungan bentuk pemanfaatan kawasan konservasi, motivasi pemanfaatan,
jenis dan volume hasil hutan, waktu pemanfaatan. Dengan demikian pengelola
kawasan dapat mengetahui sumberdaya hutan yang dimanfaatkan/ dibutuhkan
masyarakat sekitar, sehingga dapat mengupayakan program pengadaan jenis
sumberdaya tersebut. Program pengadaan dapat dilakukan di dalam kawasan
ataupun di luar kawasan. Di samping itu dengan mengatahui karakteristik interaksi
masyarakat dengan kawasan, pengelola kawasan dapat menyusun jadwal
pengaturan pemanfaatan serta melakukan pengamanan terhadap kawasan dan
Penelitian ini difokuskan pada analisis interaksi masyarakat desa sekitar
taman nasional dengan kawasan taman nasional dalam memanfaatkan sumberdaya
dalam kawasan taman nasional. Tahapan-tahapan penelitian adalah sebagai berikut :
inventarisasi kegiatan masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan, analisis
dan pengelompokan data, analisis interaksi. Kerangka pemikiran ini dapat
diilustrasikan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Tahapan Penelitian Sintesis Interaksi
Masyarakat Sekitar Taman Nasional TNGR
Kondisi faktual Interaksi
Upaya Penanggulangan
Pilihan-Pilihan Program
Analisis Interaksi
Akses pemanfaatan
Peningkatan kesejahteraan
Tujuan
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi yang terjadi
antara masyarakat sekitar TNGR dengan sumber daya alam yang terdapat di dalam
kawasan taman nasional khususnya dalam hal pemanfaatan lahan hutan dan hasil
hutan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan
hasil hutan dan lahan hutan oleh masyarakat desa sekitar TNGR ditinjau dari segi
jenis pemanfaatan, waktu pemanfaatan, intensitas pemanfaatan, volume dan nilai
ekonomi dari hasil hutan yang diambil, kontribusinya terhadap pendapatan
masyarakat.
Manfaat
1. Bagi pengelola kawasan konservasi dapat digunakan sebagai bahan masukan
dalam menentukan bentuk atau jenis dan waktu pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi.
2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan motivasi untuk meningkatkan
kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang mereka miliki, dan
dapat merupakan suatu pembelajaran bagi masyarakat untuk memahami arti
Istilah dan konsep taman nasional sudah diterima oleh hampir seluruh
negara di dunia. IUCN (1985) mendefinisikan taman nasional sebagai areal yang
cukup luas dimana: 1) Satu atau beberapa ekosistem tidak berubah oleh kegiatan
eksploitasi atau pemilikan lahan; spesies flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan
kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang
memiliki nilai lanskap alam dengan keindahan yang tinggi, 2) Pemerintah
memandang perlu dan memberikan perhatian untuk mencegah kegiatan eksploitasi
atau penyerobotan lahan serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan
kepentingan ekologi, geomorfologi atau keindahan alamnya, dan 3) Pengunjung
diperbolehkan masuk dalam kondisi tertentu dengan tujuan mendapatkan inspirasi,
pendidikan, kebudayaan dan rekreasi.
Definisi tersebut sejalan dengan definisi taman nasional Indonesia yang
dinyatakan dalam UU no 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan
Ekosistemnya. Dalam UU no 5/1990 dinyatakan bahwa taman nasional merupakan
“kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi”.
Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa kegiatan pengelolaan
dimungkinkan untuk dilakukan pada taman nasional. Oleh karenanya diperlukan
kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang eksploitatif seperti
pariwisata dan kegiatan budidaya walaupun harus dilakukan secara terbatas.
Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh lanjutan dari sisi
ekonomis maupun ekologis dalam berbagai aspek. Kegiatan pengelolaan harus
benar-benar mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi taman nasional
dengan kata lain harus dijaga kesesuaian antara tujuan perlindungan dengan pilihan
pemanfaatannya.
Dari sisi sejarah, pembentukan taman nasional dimulai dengan tujuan
sebagai penyangga kawasan produktif sehingga keseimbangan ekologis dalam suatu
dilakukan pada lahan- lahan marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh
pembangunan intensif. Beberapa dasar yang umum digunakan untuk menetapkan
suatu kawasan sebagai taman nasional adalah (MacKinnon et al. 1993 : 1) Kharakteristik atau keunikan ekosistem, 2) Mempunyai keanekaragaman spesies
atau spesies khusus yang ‘bernilai’, 3) Mempunyai lanskap dengan ciri geofisik atau estetik yang ‘bernilai’, 4) Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air, iklim lokal), 5) Mempunyai sarana untuk rekreasi alam dan kegiatan wisata, dan
6) Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan
purbakala dan lain sebagainya).
Fungsi taman nasional sangat beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan
manusia terutama kaitannya yang relevan dengan tujuan pembangunan ekonomi,
sosial dan pengelolaan lingkungan antara lain berupa: 1) Pemeliharaan contoh yang
memiliki unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2)
Pemeliharaan keragaman ekologi dan hukum lingkungan, 3) Pemeliharaan
sumberdaya genetika, 4) Pemeliharaan obyek, struktur dan tapak warisan
kebudayaan, 5) Perlindungan keindahan panorama alam, 6) Penyediaan fasilitas
pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan dalam areal alamiah, 7)
Penyediaan fasilitas rekreasi dan turisme, 8) Pendukung pembangunan dan
pengembangan daerah pedesaan serta penggunaan laha n marginal secara rasional,
9) Pemeliharaan produksi daerah aliran sungai, dan 10) Pengendalian erosi dan
sedimentasi serta melindungi investasi daerah hilir (Miller 1978).
Berkenaan dengan hal tersebut, Alikodra (1987) menyatakan bahwa tujuan
pengelolaan taman nasional dapat dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu
konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan. Tujuan diatas selanjutnya harus dituangkan dalam kebijaksanaan pengelolaan yang memperhatikan
kepentingan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian maka sistem taman nasional
memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi
lainnya yakni dibentuk untuk kepentingan masyarakat, konsep pelestarian
didasarkan atas perlindungan ekosistem sehingga mampu menjamin eksistensi
unsur-unsur pembentuknya dan dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga
pendidikan cinta alam, kegiatan rekreasi dan fungsi- fungsi lainnya dapat
Bentuk pengelolaan yang cocok dan efektif dengan tujuan pembentukan
taman nasional sampai saat ini adalah sistem zonasi atau permintakatan yakni pembagia n kawasan taman nasional berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya
(Alikodra 1987). Menurut UU no 5/1990, beberapa zona yang dimungkinkan
terdapat dalam suatu taman nasional adalah zona pemanfaatan yakni daerah dalam kawasan taman nasional yang menjadi pusat kegiatan (terutama rekreasi).
Berikutnya adalah zona inti yakni bagian dari kawasan taman nasional yang mutlak untuk dilindungi dan memiliki kemurnian hewan dan tumbuh-tumbuhan secara
alamiah, daerah ini tidak boleh diganggu kecuali untuk penelitian.
Selanjutnya adalah zona penyangga, yakni wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional yang penggunaan tanahnya terbatas untuk lapisan
perlindungan tambahan bagi kawasan taman nasional dan sekaligus bermanfaat
bagi masyarakat sekitarnya (kegiatan budidaya seperti pertanian, perkebunan, atau
pemanfaatan hutan produksi). Ada juga yang menetapkan zona rimba dalam taman nasional yakni kawasan hutan yang berperan atau berfungsi sebagai pelindung
daerah inti dari perusakan, fungsinya hanya sebagai kawasan lindung.
Tujuan perencanaan taman nasional sendiri relatif luas dan mencakup
kegiatan yang beraneka ragam seringkali merepotkan organisasi pengelola taman
nasional. Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan
sendiri seluruh kegiatan yang menjadi tujuan perencanaan tersebut karena berbagai
macam keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan. Pentingnya partisipasi masyarakat tersebut sejalan
dengan pendapat McNelly (1988) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat
sekitar kawasan taman nasional perlu dikembangkan dan memperoleh prioritas di
dalam kawasan tersebut, karena masyarakat sekitar memberikan sumbangan yang
besar bagi kesinambungan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan.
Sayangnya hal ini sering menimbulkan konflik penggunaan ruang dalam taman
nasional. Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya inovasi perencanaan dan
sistem pengelolaan yang meningkatkan sistem perlindungan sumberdaya alam
Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya
Dilihat dari sejarahnya pengelolaan sumberdaya telah mengalami beberapa
pergeseran model dari yang bersifat sederhana menuju pada kolaborasi pengelolaan
antar stakeholder (Nikijuluw 2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengelolaan
sumberdaya milik bersama merupakan model pengelolaan pertama atau yang paling tradisional. Kondisi ini memungkinkan karena kelimpahan sumberdaya
dengan jumlah pengelola yang relatif sedikit sehingga setiap orang memiliki akses
terbuka terhadap sumberdaya tersebut. Paradigma kedua adalah pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (PSBM) yang secara definitif terjemahkan sebagai
suatu proses pemberian wewenang, tanggungjawab dan kesempatan pada
masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu
mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan dan aspirasinya. PSBM
menyangkut pula pemberian tanggungjawab kepada masyarakat sehingga mereka
dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada
kesejahteraan mereka.
Masyarakat dalam konteks ini adalah komunitas atau kelompok dengan
tujuan yang sama. Peran pemerintah adalah mendorong dan memberikan fasilitas
kepada masyarakat dan memproses gagasan- gagasan masyarakat kedala m bentuk
kelembagaan. Keberhasilan pelaksanaan PSBM dapat ditentukan oleh beberapa hal
pokok yaitu (Nikijuluw 2002: 1) Adanya kepercayaan diantara anggota masyarakat.
Kepercayaan ini biasanya sangat kuat karena umumnya merupakan tradisi, 2)
Tertulis atau tercatatnya aturan agar dapat memperkenalkannya pada generasi
berikut, 3) Teknologi yang digunakan merupakan teknologi lokal yang telah umum
difahami dan dipraktekkan, 5) Otonomi pengelolaan oleh masyarakat anggota
Keunggulan PSBM adalah mudah dijalankan karena sesuai aspirasi dan
budaya lokal, diterima masyarakat lokal dan lebih mudah pengawasannya. Namun
demikian terdapat juga beberapa kelemahan didalamnya yaitu tidak mengatasi
masalah interkomunitas, bersifat lokal, mudah dipengaruhi faktor eksternal (seperti
migrasi, perubahan komposisi usia penduduk, perkembangan perdagangan dan
perubahan pemerintahan), sulit mencapai skala ekonomi karena hanya melibatkan
dan sosialisasi PSBM, pembentukan aturan, pembentukan organisasi dan lain
sebagainya).
Paradigma ketiga adalah pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah (POP) yang dilakukan dengan alasan efisiensi, keadilan dan alasan administratif. POP
dilaksanakan karena pada prinsipnya seluruh negara melakukan pengelolaan
sumberdaya diwilayahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam
pelaksanaannya selain keuntungan berupa efisiensi terdapat beberapa kelemahan
POP yang umum terjadi antara lain kegagalan pemerintah dalam mencegah over exploitation sumberdaya karena kelambatan regulasi, kesulitan dalam penegakan hukum, kebijakan yang kurang tepat atau saling bertentangan satu dengan lainnya,
wewenang yang terbagi dalam beberapa lembaga atau departemen, data dan
informasi yang kurang tepat/akurat dan kegagalan dalam merumuskan keputusan
manajemen.
Paradigma pengelolaan keempat adalah kolaborasi pengelolaan atau co-management yang didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam
mengelola sumberdaya (Nikijuluw 2002). Definisi lain dikemukakan oleh NRTEE
(1998) yang menyatakan bahwa co-management merupakan pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat,
dunia usaha dengan masyarakat ataupun LSM dengan masyarakat dalam mengelola
sumberdaya. Berdasarkan definisi tersebut maka masyarakat dengan mitra co-management-nya harus secara bersama-sama bertanggungjawab dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan. Feyerabend et al. (2000), bahwa co-management
adalah suatu situasi dimana dua aktor atan lebih bernegosiasi untuk mendefinisikan
dan menjamin pembagian yang adil (fair sharing) terhadap fungsi management, pembagian hak dan tanggung jawab pada wilayah atau erea tertentu atau
sumberdaya alam tertentu. Co-management memiliki empat elemen penting yaitu : Multi aktor dengan kepentingan masing- masing, ada konsensus/ kesepakatan dan
komitmen , ada proses negosiasi antar pihak, memegang prinsip-prinsip transpansi
dan berkeadilan. Diperlukan kejujuran dan transparansi untuk memunculkan
kepercayaan dari masyarakat (Fukuyama 1999). Konsep co-management terdapat prinsip tanggung jawab yang harus dilakukan, hal ini memungkinkan setiap
Apa yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing- masing pihak
menentukan tipe atau bentuk kolaborasi yang dianut. Dalam hal ini, kerjasama
merupakan inti dari co-management. Dari beberapa praktek yang telah dilakukan, secara hirarki co-management dapat ditentukan sebagai berikut (Nikijuluw 2002): 1. Instruktif. Dalam bentuk ini tidak banyak informasi yang saling dipertukarkan
diantara pemerintah dan masyarakat. Hanya sedikit dialog antar kedua pihak
namun dialog yang terjadi lebih kepada instruksi karena pemerintah lebih
dominan peranannya.
2. Konsultatif. Menempatkan masyarakat pada posisi yang hampir sama dengan pemerintah. Masyarakat mendampingi pemerintah dalam co-management. Oleh karenanya ada mekanisme yang membuat pemerintah berkonsultasi dengan
masyarakat. Walaupun demikian keputusan ada di pemerintah.
3. Kooperatif. Menempatkan pemerintah dan masyarakat pada posisi yang sama atau sederajat.
4. Advokasi atau pendampingan. Peran masyarakat cenderung lebih besar dari pemerintah. Masyarakat memberikan masukan pada pemerintah untuk
merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat juga dapat mengajukan usul
rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh pemerintah, kemudian
pemerintah mengambil keputusan serta menentukan sikap resminya berdasarkan
usulan atau inisiatif masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat mendampingi
masyarakat.atau memberikan advokasi kepada masyarakat tentang apa yang
mereka kerjakan.
5. Informatif. Pada satu pihak pemerintah perannya makin berkurang dan pada pihak lain masyarakat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan
empat bentuk kolaborasi lainnya. Pemerintah hanya memberikan informasi
kepada masyarakat tentang apa yang sepatutnya dikerjakan oleh masyarakat.
Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah me netapkan delegasinya untuk
bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan
Kawasan Konservasi dan Permasalahannya
Konservasi adalah suatu upaya untuk untuk menjamin suatu sumberdaya
agar tetap tersedia baik dalam kua ntitas dan kualitas yang tidak terkurangi sebagai
suatu alat pemuas kebutuhan dalam jangka panjang. Sehingga dalam konsep
konservasi terkandung unsur pemeliharaan dan pemanfaatan secara lestari.
Kawasan pelestarian jika dikelola dengan baik akan memegang peranan penting
dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993) Permasalahan yang dialami oleh hampir semua kawasan konservasi di
Indonesia adalah permasalahan interen pengelolaan dan permasalahan dengan
keberadaan masyakarakat sekitar kawasan. Permasalahan interen pengelolaan
kawasan biasanya berkaitan dengan manajemen populasi tumbuhan dan satwaliar,
peningkatan kualitas habitat, manajemen wisata, dan profesionalisme pengelolaan
kawasan. Permasalahan yang diakibatkan dengan keberadaan masyarakat sekitar
kawasan dapat berupa pemukiman penduduk di dalam kawasan, penggunaaan
kawasan untuk kepentingan lain, pengembalaan ternak dalam kawasan,
pengambilan dan perburuan hasil hutan secara tidak terkendali. Permasalahan yang
datang dari luar kawasan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah
penduduk. Masuknya seseorang ke kawasan hutan untuk mengambil hasil hutan
disebabkan oleh terdesak kebutuhan sehari-hari, sumberdaya alam tersebut tidak
tersedia disekitar mereka, tingkat kepemilikan tanah yang rendah, kesempatan kerja
dan produk tivitas lahan rendah (Soekmadi 2004).
Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TNGR dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan kawasan dan permasalahan
pengelolaan. Permasalahan kawasan berupa kondisi tapal batas kawasan taman
nasional tidak jelas, perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar,
pengembalaan ternak, penanggulangan kebakaran. Jika dilihat permasalahan ini
semua merupakan tekanan yang dihadapi TNGR dari masyarakat sekitar.
Permasalahan kedua adalah pengelolaan berupa sumberdaya manusia pengelola
yang masih terbatas, kordinasi pengelolaan yang tidak berjalan dan tumpang tindih
pengelolaan, minimnya sarana dan prasarana, minimnya pendanaan dan belum
adanya perencanaan yang mantap terhadap kawasan secara terpadu (Dinas
Partisipasi Masyarakat
Partisipasi dalam pembangunan berarti peranserta seseorang atau
sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan
maupun dalam bentuk kegiatan yang memberikan masukan berupa pikiran, tenaga,
waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan atau menikmati
hasil-hasil pembangunan (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut dikemukakan
bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan ha nya berarti pengerahan
tenaga kerja masyarakat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah
tergeraknya masyarakat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki
kualitas hidup mereka.
Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena (1) me lalui partisipasi
masyarakat, dapat diperoleh informasi mangenai kondisi, kebutuhan dan sikap
masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan akan gagal,
(2) bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan
dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengerti seluk beluk
program tersebut dan akan memiliki program tersebut, (3) adanya anggapan bahwa
merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan
masyarakat mereka sendiri (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut
disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika prasyarat untuk berpartisipasi
terpenuhi yaitu (1) kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang
disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2)
kemauan, adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap
mereka untuk untuk termotivasi untuk berpartisipasi, misalnya manfaat yang dapat
dirasakan atas partisipanya, (3) kemampuan, adanya kesadaran atau kenyakinan
pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik berupa
pikiran, tenaga, waktu, biaya ataupum materi lainnya. Jika salah satu dari prasyarat
tersebut tidak dipenuhi, maka partisipasi dalam arti sebenarnya tidak akan terjadi
(Arimbi dan Santoso, 1994)
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mengenai dua hal yaitu
hubungan-hubungan struktural dan pentingnya pengembangan keterampilan dalam
rangka memperbaiki kehidupan mereka, metode dan teknik dimana masyarakat
pembangungan. Hal ini dapat menjamin bahwa persepsi masyarakat lokal, pola
sikap dan pola pikir serta nilai- nilai dan pengetahuannya ikut dihargai dan
dipertimbangkan secara penuh, hal ini berangkat dari satu pemahaman bahwa
pendekatan pembangunan partisipatif harus dimulai dari masyarakat yang paling
mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri (Arimbi dan Santoso, 1994).
Dalam pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat merupakan suatu proses
ketika masyarakat itu sendiri atau bersama dengan pihak luar terlibat dalam suatu
proses belajar satu dengan yang lainnya yang dilandasi semangat kesetaraan dan
saling memberi. Proses belajar ini harusnya masyarakat yang aktif dan mengacu
sepenuhnya kepada kebutuhan masyarakat. Melalui proses belajar yang partisipatif
dalam semangat kesetaraan, saling belajar dan memberi, maka masyarakat berdaya
dapat dicapai.
Kemiskinan dan Petani Miskin
Kemiskinan penduduk atau rumah tangga dapat ditimbulkan oleh
faktor-faktor dari dalam masyarakat sendiri (internal factors) seperti rendahnya pendidikan dan keterampilan yang menyebabkan rendahnya tingkat upah dan gaji
yang dapat mereka terima. Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh eksternal factors seperti buruknya sarana dan prasarana, rendahnya aksesibilitas terhadap modal, rendahnya kualitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi yang terbatas,
sistem kelembagaan yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga
menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima masyarakat (Sutomo 1995).
Di kalangan ilmuwan sosial terdapat 3 kelompok besar pemikiran yang
pernah berkembang untuk mengidentifikasi kemiskinan, yaitu kolempok
konservatif, kelompok liberal dan kelompok radikal. Kelompok konservatif
memandang kemiskinan masyarakat tidak bermula dari struktur sosial, tetapi
berasal dari karakteristik khas dari masyarakat itu sendiri. Menurut pemikiran ini,
ada semacam budaya kemiskinan, sehingga suatu kelompok masyarakat tertentu
tetap melarat. Kelompok liberal sebaliknya memandang manus ia sebagai ma hkluk yang baik namun dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut asumsi ini, bila kondisi
sosial ekonomi diperbaiki dengan menghilangkan diskriminasi dan memberikan
Sementara kaum radikal memandang munculnya kemiskinan masya rakat adalah karena struktur sosial, ekonomi dan politik memang melestarikan kondisi
kemiskinan pada sebagaian penduduk, orang menjadi miskin karena dieksploitasi
oleh kelompok dominan atau kelas capitalis (Sarman 1997). Terdapat lima ketidakberuntungan pada kelompok masyarakat miskin adalah yaitu keterbatasan
kepemilikan asset (poor), kondisi fisik yang lemah (physically weak), keterisolasian
(isolation), kerentanan (vulnerable) dan ketidakberdayaan (powerless). Dalam kaitan ini fenomena kemiskinan dilihat dalam perspektif ya ng lebih konprehensif
(Chambers 1983).
Berbagai sudut pandang dalam memahami kemiskinan di Indonesia pada
dasarnya merupakan upaya orang luar untuk memahami tentang kemiskinan. Hal
yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengkaji masalah kemiskinan dari sudut
pandang kelompok miskin itu sendiri. Sampai saat ini belum ada keriteria yang
baku dalam mengidentifikasi penduduk miskin. Pengertian dan keriteria kemiskinan
begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan.
Misalnya bagi dinas sosial, mereka yang dianggap miskin adalah mereka yang sama
sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi
kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah
mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang
layak bagi kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada
disekitar garis kemiskinan (Saharudin dan Nomba 2002).
Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga
diantaranya; Marsuki (1997) menyatakan bahwa secara ekonomis, kemiskinan
menggambarkan keadaan rumah tangga atau penduduk yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan ya ng digunakan sebagai ukuran, sekalipun
bersifat objektif tetap mengandung kenisbian, kerena kebutuhan hidup bisa berbeda
menurut ruang, waktu dan kebiasaan hidup masyarakat. Karena itu pembatasan
kemiskinan merupakan hasil persepsi dan kesepakatan yang bisa berbeda antara
seseorang dengan orang lainnya di masyarakat dan dalam waktu yang sama.
BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan
yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan
yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Faturochman dan
dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sarman (1997),
kemiskinan sebagai suatu kondisi hidup serba kekurangan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, yaitu kebut uhan akan sandang-pangan-papan, kebutuhan
akan hidup sehat dan kebutuhan akan pendidikan dasar anak-anak.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu rumusan bahwa
kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidakberdayaan dan
keterbatasan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Kriteria petani miskin sebagaimana yang dikeluarkan ADB (2002) diacu
dalam Deptan (2002) adalah petani yang memiliki tanah produksi kurang dari 0,1
ha dan pada umumnya menanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan
sering menggunakan sumberdaya alam terbuka “open access” seperti laut dan hutan untuk menambah pendapatan mereka yang seringkali tidak bisa memenuhi
kebutuhan dasar mereka. Marzuki (1997), ciri petani miskin adalah pendapatannya
rendah, luas tanah garapannya sempit (kurang dari 0,5 ha), produktivitas tenaga
kerja rendah, modalnya kecil dan keterampilannya rendah.
Departemen Pertanian (1989), bahwa petani miskin adalah petani pemilik
pengelola lahan yang sempit, petani penggarap, buruh tani yang mengelola
usahataninya dengan peralatan sederhana. Mereka biasanya dikenal dengan ciri-ciri
sebagai berikut : rumah dan barang-barang yang dimilikinya terbatas dan sangat
sederhana dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, tingkat kesehatan dan
pendidikan rendah, produktivitas tenaga kerja rendah, keterampilan dibidang usaha
kurang, kurang tanggap terhadap pembaharuan dan kurang memperoleh
kesempatan turut serta dalam pembangunan.
Dari berbagai pengertian tersebut, yang dimaksud dengan penduduk petani
miskin dalam kajian ini adalah petani pemilik pengelola lahan sempit kurang dari
0,5 ha atau petani tidak punya lahan (petani penggarap/buruh tani), tingkat
pendidikan dan keterampilannya rendah, produktivitas kerja rendah dengan modal
kecil dan pendapatannya rendah, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
Kemiskinan Masyarakat Hutan
Penduduk pulau lombok saat ini berjumlah ± 3 juta jiwa, dan 27,7%
termasuk kategori miskin. Keberadaannya menyebar pada berbagai wilayah, namun
pada umumnya terkonsentrasi pada kantong-kantong kemiskinan, yaitu pada
pinggiran hutan, daerah tanah kering dan daerah pesisir. Penduduk yang tinggal
pada tiga kawasan ini hidupnya tergantung pada sumber daya alam setempat (BPS
NTB 2004). Penduduk yang tinggal dikawasan rinjani sekitar 600 ribu jiwa atau
19% yang sebagian besar termasuk kategori miskin.
Masyarakat sekitar kawasan gunung rinjani merupakan suatu komunitas
sosial yang sangat besar interaksinya terhadap kawasan taman nasional. Interaksi
ini didasari oleh desakan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sejalan dengan
peningkatan jumlah penduduk, di pihak lain kemampuan produksi hutan semakin
terbatas. Tingginya interaksi ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengambilan
kayu, perladangan liar, dan penyerobotan kawasan (occupation) untuk berbagai kepentingan yang kesemuanya itu merupakan fenomena sosial yang menjadi
tekanan bagi kelestarian kawasan rinjani.
Kemiskinan yang melekat pada masyarakat sekitar kawasan rinjani,
memiliki kecenderungan lebih kompleks jika dibandingkan dengan komunitas di
kawasan lain, karena secara fisik kondisi masyarakatnya lebih terisolir, sehingga rendah dalam memperoleh kesempatan pelayanan publik dan memanfaatkan akses
lainnya. Di samping itu kawasan hutan adalah kawasan yang sarat dengan nuansa
konflik kepentingan yang dapat bermuara pada munculnya konflik hukum dan
kebijakan dalam pengelolaan hutan. Artinya masyarakat hutan memiliki hambatan
yang lebih tinggi dalam memanfaatkan sumberdaya disekitarnya dibandingkan
dengan masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan lahan kering, sebagai akibat
banyaknya rambu-rambu yang menjadi penekan dan pembatas dalam pengelolaan
sumberdaya yang ada disekitarnya (Markum et al. 2004).
Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang
disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan
lembaga. Konflik pengelolaan sumberdaya hutan yang sering terjadi yakni konflik
antara masyarakat di dalam atau pinggir hutan dengan berbagai pihak di luar hutan
yang dianggap memiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan. Konflik antar
kelompok masyarakat jarang terjadi karena dalam kelompok masyarakat pada
dasarnya sudah mengenal batas-batas wilayah masing- masing dalam mengambil
sumberdaya hutan (Markum et al. 2004). Sedangkan Shris Mitchel (1981) diacu dalam Fisher et al. (2000), mengemukakan bahwa konflik adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa
memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.
Hugo van der Merwe (1997) diacu dalam Fisher et al. (2000)
mengemukakan teori mengenai penyebab konflik yaitu ; 1) Teori Hubungan Masyarakat: teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda
dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah meningkatkan
komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik,
mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima
keragaman yang ada, 2) Teori Negosiasi Prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik
oleh pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah
membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu dan melakukan negosiasi berdasarkan
kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, melancarkan proses
pencapaian kesepatan yang menguntungkan semua pihak, 3) Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,mental,sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi, sasaran
yang ingin dicapai teori ini adalah membantu untuk mengidentifikasi dan
mengupayakan kebutuhan bersama yang tidak terpenuhi dan menghasilkan
pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 4) Teori Transformasi Konflik
berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah- masalah ketidaksetaraan dan
ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran
yang ingin dicapai teori ini adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang
meningkatkan jalinan hubungan dan mengembangkan berbagai proses dan sistem
untuk mempromosikan pemberdayaan-perdamaian-keadilan-pengakuan.
Menurut Fisher et al. (2000), terdapat lima pemicu konflik yaitu : Pertama
konflik hubungan adalah konflik yang terjadi karena adanya hubungan yang
disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah paham, tidak ada
komunikasi, perilaku emosional; Kedua adalah konflik data adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan informasi
tentang prihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak yang berkonflik;
Ketiga, konflik nilai (value conflict) adalah suatu kondisi dimana pihak yang berkonflik mempunyai menganut nilai- nilai yang berbeda yang melandasi tingkah
laku masing- masing yang tidak diakui kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan (interest conflict) adalah pertentangan mengenai substansi yang diperkarakan; Kelima, konflik struktural (structural conflict) adalah keadaan dimana secara struktural atau suatu keadaan di luar kemampuan kontrol dari
pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status, kekuatan, otoritas yang tidak
berimbang.
Penanganan konflik dapat dilakukan melalui pembagian tugas dan
wewenang yang jelas, penentuan prioritas serta pengenalan prosedur yang lebih
baik dari yang sebelumnya. Sedangkan konflik kepentingan umumnya yang
dipermasalahkan adalah pembagian barang atau sumberdaya yang langka. Metode
penanganan konflik yang dapat digunakan adalah menyerahkan persoalan kepada
lembaga atau kelompok yang lebih tinggi tingkatan hirarkinya serta menciptakan
kesadaran dan pengertian pihak yang terlibat bahwa sumberdaya tersebut untuk
kepentingan bersama, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga
kelestariannya ( Markum 2001 )
Konflik antar pelaku yang berkepentingan pada derajat tertentu akan
merusak interaksi antar pelaku yang bersangkutan. Dalam hampir semua kasus, hal
ini bermuara pada pembagian terhadap aspek pelestarian sumberdaya hutan yang
bersangkutan. Karena itu pengadaptasian praktek manajemen kolaboratif
merupakan bentuk yang perlu dikembangkan. Pemerintah dan masyarakat lokal
memiliki kepentingan yang sama dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu
menginginkan produktivitas, kelestarian dan tidak ada konflik (Tadjudin 2000).