• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian interaksi masyarakat desa sekitar taman nasional gunung rinjani provinsi nusa tenggara barat (studi kasus di desa pengadangan, desa loloan dan desa sembalun lawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian interaksi masyarakat desa sekitar taman nasional gunung rinjani provinsi nusa tenggara barat (studi kasus di desa pengadangan, desa loloan dan desa sembalun lawang)"

Copied!
378
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 11 April 2006

Baharuddin

(3)

© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(4)

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi

: Baharuddin : E. 051040345

: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas

Disetujui; Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc

(6)

Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.

(7)

Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.

(8)

kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian

Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa

Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa

Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat

mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui

akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan

bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan

dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang

tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi

pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing

dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak

memberikan bantuan tersebut.

Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai

TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.

Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program

Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua

keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak

membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka

terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.

Bogor, April 2006

(9)

tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm)

dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di

Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB,

lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan

Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat

sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis

diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi

Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar

pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok

Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan

telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.

(10)

Hal

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ………

Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ………

Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………...

Partis ipasi Masyarakat ………

Kemiskinan dan Petani Miskin ……….………..

Kemiskinan masyarakat Hutan ………...

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... …

Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………...

Karakteristik Sosial Budaya ………

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………...

Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………...

Profil Desa Lokasi Penelitian ...

(11)

BAHARUDDIN

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Kajian Interaksi Masyarakat Desa Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa Tenggara Barat (studi kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 11 April 2006

Baharuddin

(13)

© Hak cipta Milik Baharuddin, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(14)

(Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan, Desa Sembalun Lawang)

BAHARUDDIN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

N a m a Nomor Pokok Program Studi Sub Program Studi

: Baharuddin : E. 051040345

: Ilmu Pengetahuan Kehutanan : Konservasi Biodiversitas

Disetujui; Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F Ir. Haryanto R. Putro, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dede Hermawan, MSc.F Prof. Dr. Ir. Safrida Manuwoto ,MSc

(16)

Desa Loloan dan Desa Sembalun Lawang). Dibimbing oleh RINEKSO SOEKMADI dan HARYANTO R. PUTRO.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya hutan telah berakibat pada hilangnya sumber mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik selama 15 tahun terakhir. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka beberapa tahun ke depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok, mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah pendekatan kualitatif dengan didukung oleh pengumpulan data kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabulasi selanjutnya diinterpretasikan. Data kualitatif diolah dan dianalisis dengan tahapan melakukan verifikasi data, penggolongan, penyederhanaan, penelurusan dan pengaitan antar tema dan disajikan secara deskriptif sesuai dengan tema pembahasan guna mendukung dalam penarikan kesimpulan atau penentuan rekomendasi tindak lanjut.

Hasil kajian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki pola pemanfaatan lahan kawasan konservasi dalam bentuk pertanian intensif untuk tanaman pangan dan dalam bentuk kebun tanaman tahunan. Pola pemanfaatan hasil hutan dilakukan secara musiman, tergantung keberadaan sumberdaya dalam hutan. Ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya dalam kawasan taman nasional sangat tinggi hal ini ditunjukkan dengan tingginya kontribusi pendapatan dari kawasan taman nasional terhadap pendapatan total mencapai 54,5%. Interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR yang menonjol adalah pengambilan kayu bakar dan kayu bangunan, pengembalaan ternak dalam kawasan dan perambahan hutan untuk pertanian. Tekanan ini sebagai dampak dari tuntutan kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Di samping itu masyarakat memiliki pengetahuan dan norma- norma sosial dalam berinteraksi dengan kawasan yang bernilai positif untuk dikembangkan dan diakomodasi dalam pengelolaan kawasan TNGR antara lain pengetahuan memproduksi madu.

(17)

Park Province of West Nusa Tenggara (Case studies in Villages of Pengadangan, Loloan, Sembalun Lawang). Under Direction of RINEKSO SOEKMADI and HARYANTO R. PUTRO.

(18)

kita semua, khususnya kepada penulis sehingga tesis yang berjudul “ Kajian

Interaksi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Gunung Rinjani Provinsi Nusa

Tenggara Barat (Studi Kasus di Desa Pengadangan, Desa Loloan dan Desa

Sembalun Lawang)” dapat diselesaikan dengan baik. Tema ini dipilih untuk dapat

mengidentifikasi pola pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan dan mengetahui

akar permasalahan ya ng ada pada masyarakat yang dapat dijadikan salah satu acuan

bagi stakeholders dalam penyusunan program pengelolaan TNGR dan pembinaan masyarakat desa sekitar TNGR.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memperoleh banyak bimbingan, arahan

dan masukan yang sangat berguna. Oleh karenanya diucapkan terimakasih yang

tulus kepada bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi MSc.F selaku ketua komisi

pembimbing, bapak Ir. Haryanto R Putro MS selaku anggota komisi pembimbing

dan bapak Dr. Ir. Hardjanto MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak

memberikan bantuan tersebut.

Selanjutnya ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pihak Balai

TNGR, Participatory Action Research Rinjani (PAR Rinjani), World Wide Fund for Nature Nusa Tenggara (WWF Nusa Tenggara), Dinas Kehutana n Nusa Tenggara Barat, Lombok Barat dan Lombok Timur, yang telah memberikan

kesempatan untuk melakukan observasi dan menunjang penelitian ini.

Terima kasih penulis juga sampaikan kepada Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Penge tahuan Kehutanan Sub Program

Studi Konservasi Biodiversitas tempat penulis menempuh studi. Kepada semua

keluarga khususnya istri dan anak tercinta, serta pihak lain yang telah banyak

membantu, dan tidak dapat untuk disebutkan satu persatu.

Tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis sangat terbuka

terhadap kritik dan saran konstruktif dari pembaca guna penyempurnaannya.

Bogor, April 2006

(19)

tanggal 31 Januari 1970 sebagai anak kedua dari pasangan Achmad Cuma (Alm)

dan I Nanno. Pendidikan Dasar sampai Pendidikan Menengah penulis selesaikan di

Sidrap. Pendidikan Diploma III ditempuh di Fakultas Teknologi Pertania n IPB,

lulus pada tahun 1992. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian dan

Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus pada tahun 1996. Pada tahun 2004, lewat

sponsor Direktorat Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional, penulis

diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Sub Program Studi

Konservasi Biodiversitas Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2006.

Sejak tahun 1998 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai staf pengajar

pada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri I Kuripan Kabupaten Lombok

Barat. Pada tahun 1999 penulis menikah dengan Baiq Aprina Rohmawiyanti dan

telah dikaruniai putra Ahmad Dzaky Ghalib Akbar.

(20)

Hal

Taman Nasional, Fungsi dan Sistem Pengelolaannya ………

Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya ………

Kawasan Konservasi dan Permasalahannya ………...

Partis ipasi Masyarakat ………

Kemiskinan dan Petani Miskin ……….………..

Kemiskinan masyarakat Hutan ………...

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan ………... …

Pembinaan Daerah Penyangga Taman Nasional ………...

Karakteristik Sosial Budaya ………

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Letak Geografis dan Aksesibilitas………...………...

Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani ...………...

Profil Desa Lokasi Penelitian ...

(21)

Pola Pemanfaatan Hasil Hutan ………..……..

Distribusi/Pemasaran Hasil Pemanfaatan Kawasan Hutan …….………

Nilai Pemanfaatan Hasil Hutan dan Lahan Hutan ………..……

Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan ..………..………..

Perbandingan Kontribusi di Dalam dengan di Luar Kawasan Hutan….

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ………...………..…….

Saran ………...

DAFTAR PUSTAKA ………...………

LAMPIRAN ………..………… 56

67

72

75

79

82

83

84

(22)

Halaman

1 Jumlah KK Responden Tiap Desa ... 37

2 Rata-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga

Responden pada Masing-Masing Desa Pemelitian ... 41

3 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Pengadangan ... 45

4 Pemanfaan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Pengadangan………. 47

5 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Loloan ………... 50

6 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Loloan ………..…… 52

7 Pemanfaatan Lahan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ……….. 55

8 Kalender Musim Kegiatan Bertani Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ... 56

9 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Pengadangan ... 57

10 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Loloan ... 59

11 Kalender Musim Pengambilan Hasil Hutan Responden Masyarakat Desa Sembalun Lawang ... 62

12 Nilai Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden Masyarakat Desa Penelitian ... 72

13 Kontribusi Pemanfaatan Kawasan Hutan oleh Responden

Masyarakat Desa Penelitian... 75

(23)

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2 Letak Administrasi Taman Nasional Gunung Rinjani .. ... 28

3 Hubungan Antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Ekonomi, Barang

Sumberdaya Alam dan Lingkungan ... 44

4 Aktivitas Pertanian Masyarakat di Luar Kawasan Hutan ... 46

5 Kebun Masyarakat di dalam Kawasan Hutan ... 49

6 Pembersihan Lahan (Land clearing) ... 53

7 Lahan Siap ditanami ... 54

8 Pemeliharaan dan Panen Padi Ladang ... 54

9 Sekumpulan Sapi Masyarakat yang Diliarkan dalam kawasan TNGR 67

10 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Pengadangan ... 70

11 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Loloan ... ... 71

12 Distribusi/Pemasaran Hasil Hutan di Desa Sembalun Lawang ... 72

13 Aktivitas Masyarakat di Dalam Kawasan TNGR Sektor Pariwisata... 81

(24)

Halaman

1 Profil Penduduk Desa Penelitian ... 102

2 Potensi Desa Sektor Pertanian ... 104

3 Pedoman dan Daftar Pertanyaan...

4 Kuesioner Penelitian ...

5 Identitas Responden Desa Pengadangan ... 105

6 Identitas Responden Desa Loloan ... 106

7 Identitas Responden Desa Sembalun Lawang... 107

8 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Pengadangan ... 108

9 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Loloan... 109

10 Rekapitulasi Pendapatan Responden Desa Sembalun Lawang ... 110

11 Jadwal Kegiatan Bertani Masyarakat ... 111

(25)

mempertahankan sumber plasma nutfah, habitat berbagai jenis flora dan fauna yang beberapa diantaranya endemik. TNGR mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok mengingat Pulau Lombok termasuk kategori pulau kecil (5656 km2) yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal disekitar Gunung Rinjani. Untuk mengurangi dampak negatif dari interaksi tersebut, maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh tentang interaksi masyarakat dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Keywords : taman nasional, interaksi, masyarakat sekitar hutan, sumberdaya hutan

Growth of resident, abundant exploitation and existence of ketidakadilan in accessing to natural sumberdaya have come to cause the happening of degradation of amount and quality of sumberdaya natural,

like damage of forest which progressively extend fastly damage 20.000 ha / year and have caused critical farm [in] tired NTB 161.193 ha.

Destroy him of sumberdaya forest have caused [at] loss of wellspring source counted 440 dots from 702 dot during 15 the last year. If this condition continue to take place, hence some years forwards Lombok islands will experience of water crisis.

National Park Mount of Rinjani ( TNGR) is one of [the] conservation area and potency development of especial to specified Provinsi NTB with a purpose to maintain function of hidrologi micro climate and [of] Lombok island, maintaining the source of plasma of nutfah, habitat various flora type and fauna which some endemic among others. TNGR have vital role for ecological system [of] Lombok island remember Lombok island of[is including isle category ( 5656 km2) dwelt ± 3 million

[soul/ head] 600.000 [soul/ head] among others remain around Mount of Rinjani. To lessen negative impact of interaction. hence needing studies which totally

concerning society interaction with forest area and remain to pay attention isn't it prosperity of society [about/around].

Technique which used in intake of data is approach qualitative pickaback by quantitative data collecting. Approach qualitative [pass/through] field observation, interview. Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted.

Quantitative data presented in the form of tabulation is hereinafter interpreted.

Data is qualitative processed [by] lah and analysed with step [do/conduct] data verification, classification, moderation, and penelurusan of pengaitan between theme and presented descriptively as according to solution theme to support in withdrawal of conclusion or determination of follow-up recommendation.

(26)

valuable area to be developed and accommodated in management of area of TNGR for example knowledge produce honey.

(27)

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial

politik sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya

alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan

konservasi. Di sisi lain keberadaan kawasan konservasi harus tetap dipertahankan

karena memegang peranan yang strategis sebagai penyangga kehidupan,

perlindungan keanekaragaman hayati dan segala ekosistemnya, dan menunjang

pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan segala ekosistemnya.

Dalam mempertahankan keberadaan potensi kawasan konservasi, maka salah satu

konsep pengelolaan yang diterapkan adalah mengeluarkan segala kegiatan

masyarakat dari kawasan konservasi, terutama yang berkaitan dengan pemanfaatan

hasil hutan dan lahan hutan. Konsep mengeluarkan aktivitas masyarakat tersebut

banyak dipilih oleh pengelola kawasan konservasi karena dinilai memiliki dampak

yang lebih kecil terhadap kerusakan ekosistem hutan. Akan tetapi konsep tersebut

juga memiliki banyak kekurangan yaitu tertutupnya akses masyarakat sekitar

terhadap kawasan hutan yang selama ini menjadi sumber penghasilan guna

memenuhi kebutuhan sehari- hari. Dampak dari terputusnya akses tersebut adalah

masyarakat mencoba merambah hutan/kawasan konservasi dan memanfaatkan

sumberdaya hutan secara illegal yang berakibat pada semakin rusaknya kawasan konservasi.

Keberhasilan pelestarian kawasan konservasi dengan konsep ini sangat

tergantung pada keberhasilan dalam menangani masalah sosial ekonomi masyarakat

di sekitarnya. Gangguan terhadap kawasan konservasi akan berkurang bila

kesejahteraan masyarakat sekitar sudah dapat dipenuhi dari hasil usaha di luar

pemanfaatan hutan. Untuk itu diperlukan solusi-solusi terhadap berkurangnya/

tertutupnya akses masyarakat terhadap kawasan hutan/konservasi, sebab

masyarakat telah hidup di sekitar kawasan konservasi tersebut jauh sebelum

kawasan ini dijadikan kawasan konservasi. Pemahaman terhadap kepentingan

masyarakat secara sosial ekonomi perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab

(28)

terhadap upaya konservasi. Daerah dimana kawasan konservasi sebagai penghalang

dan tidak mendatangkan manfaat bagi masyarakat, maka masyarakat sekitar akan

menjadi ancaman. Sebaliknya jika kawasan pelestarian alam dianggap sesuatu yang

mendatangkan manfaat bagi masyarakat sekitar, maka masyarakat menjadi

pendukung dalam usaha pelestarian kawasan.

Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merupakan salah satu kawasan

konservasi dan potensi pembangunan Provinsi NTB yang ditetapkan dengan tujuan

utama mempertahankan fungsi hidrologi dan iklim mikro Pulau Lombok,

mengingat hampir semua sungai di Lombok berhulu pada TNGR. Fungsi lainnya

adalah mempertahankan sumber plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan

fauna yang beberapa diantaranya endemik. Kekayaan biodiversitas yang dimiliki

TNGR berupa fauna dan flora yang telah diinventarisasi 66 jenis flora dan 126

jenis fauna (Kitchner et al. 1990; Haryono et al. 1994; Coates BJ and Bishop 1997). Flora yang terdapat di TNGR antara lain adalah beringin (Ficus sp), jelateng (Laportea stimulan), jambu-jambuan (Syzigium spp), randu hutan (Gossampinus heptophylla), anggrek (Vandan, sp), bunga abadi (Anaphalis viscida). Sedangkan fauna yang terdapat dalam kawasan TNGR diantaranya babi hutan, kera abu-abu

(Macaca fascicularis), lutung (Tracyphitecus auratus cristatus), Rusa timor (Cervus timorensis), landak (Hystrix javanica), kakatua jambul kuning (Cacatua shulphurea parvula) dan masih banyak ya ng lainnya (Dinas Kehutanan NTB 1997).

TNGR sebagai salah satu aset daerah yang bernilai estetika, ilmiah, ekologis

dan ekonomis yang harus dikelola untuk kepentingan pembangunan daerah. Dilihat

dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa TNGR mempunyai

peranan vital bagi sistem ekologis Pulau Lombok. Kerusakan atau degradasi sekecil

apapun kawasan TNGR akan berdampak negatif pada sistem ekologis Pulau

Lombok yang selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial

budaya masyarakat. Keberadaan dan kelestarian TNGR menjadi semakin penting

mengingat Pulau Lombok dikategorikan sebagai pulau kecil (5656 km2), sehingga

sangat rentan dan labil akan perubahan. Gambaran mengenai labil dan rentannya

Pulau Lombok (yang dihuni ± 3 juta jiwa, 600.000 jiwa diantaranya tinggal di

sekitar Gunung Rinjani) sebagai pulau kecil dapat diabstraksikan sebagai sebuah

(29)

saling tergantung. Perubahan yang terjadi terhadap sumberdaya hutan akan

berdampak luas pada sumberdaya yang lainnya seperti air, tanah dan udara.

Namun demikian dalam pengelolaannya masih dijumpai beberapa

permasalahan pokok yang merupakan potensi konflik. Sebagaimana disebutkan

dalam Rencana Pengelolaan Taman Nasional Gunung Rinjani (RPTNGR

1998-2023), bahwa issue konflik dalam pengelolaan kawasan terdiri atas permasalahan kawasan seperti perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar, pengembalaan ternak dalam kawasan, tumpang tindih kawasan di Pesugulan untuk jalan

Pesugulan-Sembalun dan permasalahan pengelolaan yaitu masalah institusional (organisasi yang belum tertata dengan baik, belum ditetapkannya pembagian

zonasi), sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, database yang minim,

pendanaan dan masalah teknis lainnya.

Pertumbuhan penduduk, eksploitasi yang berlebihan dan adanya

ketidakadilan dalam akses terhadap sumberdaya alam telah menjadi penyebab

terjadi penurunan kualitas dan kuantitas sumberdaya alam, seperti kerusakan hutan

yang semakin meluas dengan laju kerusakan 20.000 ha/tahun dan telah

menyebabkan lahan kritis di NTB mencapai 161.193 ha. Rusaknya sumberdaya

hutan telah berakibat pada hilangnya sejumlah mata air. Data Bappeda NTB (2003)

menyebutkan bahwa dalam kurung waktu 15 tahun telah terjadi kehilangan titik

mata air sebanyak 440 titik dari 702 titik. Jika kondisi ini terus berlangsung, tanpa

ada usaha nyata untuk menahan laju kerusakan hutan, maka beberapa tahun ke

depan Pulau Lombok akan mengalami krisis air.

Permasalahan kawasan yang dihadapi TNGR seperti yang disebutkan di

atas semakin meningkat volume dan intensitasnya sebagai dampak dari interaksi

masyarakat sekitar hutan dengan kawasan hutan, sehingga akan mengancam

kelestarian fungsi- fungsi tersebut dan mengancan kelangsungan ekologis Pulau

Lombok secara keseluruhan. Untuk dapat mengurangi dampak negatif dari interaksi

tersebut maka perlu kajian-kajian yang menyeluruh terhadap interaksi masyarakat

dengan kawasan hutan dan tetap memperhatikan peningkatkan kesejahteraan

(30)

Perumusan Masalah

Perencanaan taman nasional dapat mengarah pada dua kemungkinan yakni

pertama, meningkatkan manfaat taman dan melestarikan ekosistem jika perencanaannya tepat, serta kedua menimbulkan dampak negatif pada tama n dan masyarakat yang selanjutnya berdampak pada ketidaklestarian jika perencanaannya

kurang tepat. Tolok ukur yang menjadi pedoman keberhasilan adalah seperti yang

disebutkan dalam UU no 5/1990 yakni keberlanjutan fungsi taman nasional dalam

menunjang kehidupan manusia. Keadaan saat ini adalah banyaknya terjadi

penurunan kualitas taman nasional, di sisi lain juga kurang terlihat peningkatan

kesejahteraan masyarakat sekitar dengan keberadaan taman sehingga untuk ke

depan, manajemen partisipatif dan menyeluruh sangat diperlukan untuk

memperbaiki kondisi taman nasional (MacKinnon et al. 1993; Wells et al. 1992) Tujuan pengelolaan TNGR yang dituangkan dalam RPTN 1998-2023 adalah

mempertahankan keutuhan dan fungsi kawasan serta keanekaragaman hayatinya,

meningkatkan upaya penelitian dan pendidikan konservasi, meningkatkan peran

TNGR bagi kegiatan budidaya dan pariwisata, meningkatkan kesejahteraan

masyarakat sekitar dan me ngintegrasikan pengembangan taman nasional dengan

pembangunan daerah. Tujuan ini mengacu pada tujuan penetapan taman nasional

yang diamanatkan oleh IUCN dan UU no 5/1990. Namun demikian dalam RPTN

belum tertuang secara jelas tentang peranserta masyarakat dan belum

mengakomodir kepentingan masyarakat sekitar kawasan. Pengelolaan terlihat hanya

dilakukan oleh taman nasional saja sehingga terkesan bersifat top down, searah, kurang memotivasi/ membangkitkan partisipasi masyarakat dan kurang terintegrasi.

Permasalahan yang sering menjadi penyebab gagalnya atau kurang

berhasilnya upaya mengurangi ketergantungan masyarakat atau mengurangi

dampak negatif dari interaksi masyarakat dengan kawasan konservasi adalah

kurang memadainya pemahaman dan informasi tentang karakteristik interaksi

masyarakat sekitar kawasan dengan kawasan konservasi atau kawasan hutan secara

umum.

Sebagai indikator kegagalan program pembinaan yang selama ini

diterapkan adalah tetap tingginya tingkat pencurian kayu, perambahan hutan

(31)

masyarakat sekitar. Sebelum membuat program pemberdayaan masyarakat, maka

terlebih dahulu dilakukan upaya pemahaman karakteristik interaksi masyarakat

dengan kawasan untuk mencari bentuk interaksi yang ideal bagi masyarakat dan

bagi taman nasional untuk menjamin terciptanya kondisi ideal bagi taman nasional.

Dengan demikian secara umum permasalahan penelitian dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1. Bagaimana interaksi masyarakat dengan kawasan TNGR dalam hal

pemanfaatan lahan hutan dan hasil hutan ditinjau dari segi bentuk

pemanfaatan, jenis, motivasi dan nilai ekonomi sumberdaya yang

dimanfaatkan, dan kontribusinya terhadap pendapatan masyarakat

2. Bagaimana kalender musim kegiatan masyarakat dalam berinteraksi dengan

kawasan TNGR.

Kerangka Pemikiran

Kemampuan untuk menggali semua potensi desa seperti potensi

sumberdaya manusia, potensi sosial budaya, sumberdaya alam dan memaksimalkan

potensi tersebut akan sangat mendukung dalam menyusun suatu program

pemberdayaan (Kristian, 2004). Dalam menggali potensi ini berbagai pihak dapat

dilibatkan seperti Pemerintah Daerah, LSM dan Perguruan tinggi, serta masyarakat

itu sendiri. Potensi yang perlu digali adalah karakteristik interaksi masyarakat

dengan kawasan konservasi. Pada umumnya bentuk interaksi masyarakat dengan

kawasan konservasi berupa pemanfaatan hasil hutan dan lahan hutan kawasan

konservasi. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, dapat diketahui

kecenderungan bentuk pemanfaatan kawasan konservasi, motivasi pemanfaatan,

jenis dan volume hasil hutan, waktu pemanfaatan. Dengan demikian pengelola

kawasan dapat mengetahui sumberdaya hutan yang dimanfaatkan/ dibutuhkan

masyarakat sekitar, sehingga dapat mengupayakan program pengadaan jenis

sumberdaya tersebut. Program pengadaan dapat dilakukan di dalam kawasan

ataupun di luar kawasan. Di samping itu dengan mengatahui karakteristik interaksi

masyarakat dengan kawasan, pengelola kawasan dapat menyusun jadwal

pengaturan pemanfaatan serta melakukan pengamanan terhadap kawasan dan

(32)

Penelitian ini difokuskan pada analisis interaksi masyarakat desa sekitar

taman nasional dengan kawasan taman nasional dalam memanfaatkan sumberdaya

dalam kawasan taman nasional. Tahapan-tahapan penelitian adalah sebagai berikut :

inventarisasi kegiatan masyarakat baik di dalam maupun di luar kawasan, analisis

dan pengelompokan data, analisis interaksi. Kerangka pemikiran ini dapat

diilustrasikan sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Tahapan Penelitian Sintesis Interaksi

Masyarakat Sekitar Taman Nasional TNGR

Kondisi faktual Interaksi

Upaya Penanggulangan

Pilihan-Pilihan Program

Analisis Interaksi

Akses pemanfaatan

Peningkatan kesejahteraan

(33)

Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi yang terjadi

antara masyarakat sekitar TNGR dengan sumber daya alam yang terdapat di dalam

kawasan taman nasional khususnya dalam hal pemanfaatan lahan hutan dan hasil

hutan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan

hasil hutan dan lahan hutan oleh masyarakat desa sekitar TNGR ditinjau dari segi

jenis pemanfaatan, waktu pemanfaatan, intensitas pemanfaatan, volume dan nilai

ekonomi dari hasil hutan yang diambil, kontribusinya terhadap pendapatan

masyarakat.

Manfaat

1. Bagi pengelola kawasan konservasi dapat digunakan sebagai bahan masukan

dalam menentukan bentuk atau jenis dan waktu pelaksanaan program

pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi.

2. Bagi masyarakat sekitar adalah memberikan motivasi untuk meningkatkan

kesejahteraannya berdasarkan potensi sumber daya yang mereka miliki, dan

dapat merupakan suatu pembelajaran bagi masyarakat untuk memahami arti

(34)

Istilah dan konsep taman nasional sudah diterima oleh hampir seluruh

negara di dunia. IUCN (1985) mendefinisikan taman nasional sebagai areal yang

cukup luas dimana: 1) Satu atau beberapa ekosistem tidak berubah oleh kegiatan

eksploitasi atau pemilikan lahan; spesies flora dan fauna, kondisi geomorfologi dan

kondisi habitatnya memiliki nilai ilmiah, pendidikan dan nilai rekreasi atau yang

memiliki nilai lanskap alam dengan keindahan yang tinggi, 2) Pemerintah

memandang perlu dan memberikan perhatian untuk mencegah kegiatan eksploitasi

atau penyerobotan lahan serta mencari upaya yang efektif untuk mempertahankan

kepentingan ekologi, geomorfologi atau keindahan alamnya, dan 3) Pengunjung

diperbolehkan masuk dalam kondisi tertentu dengan tujuan mendapatkan inspirasi,

pendidikan, kebudayaan dan rekreasi.

Definisi tersebut sejalan dengan definisi taman nasional Indonesia yang

dinyatakan dalam UU no 5/1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan

Ekosistemnya. Dalam UU no 5/1990 dinyatakan bahwa taman nasional merupakan

kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi”.

Dilihat dari kedua definisi di atas, maka beberapa kegiatan pengelolaan

dimungkinkan untuk dilakukan pada taman nasional. Oleh karenanya diperlukan

kehati-hatian karena beberapa kegiatan mempunyai peluang eksploitatif seperti

pariwisata dan kegiatan budidaya walaupun harus dilakukan secara terbatas.

Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya memberikan pengaruh lanjutan dari sisi

ekonomis maupun ekologis dalam berbagai aspek. Kegiatan pengelolaan harus

benar-benar mempertimbangkan peranan ekologis dan potensi taman nasional

dengan kata lain harus dijaga kesesuaian antara tujuan perlindungan dengan pilihan

pemanfaatannya.

Dari sisi sejarah, pembentukan taman nasional dimulai dengan tujuan

sebagai penyangga kawasan produktif sehingga keseimbangan ekologis dalam suatu

(35)

dilakukan pada lahan- lahan marginal yang tidak atau belum terjangkau oleh

pembangunan intensif. Beberapa dasar yang umum digunakan untuk menetapkan

suatu kawasan sebagai taman nasional adalah (MacKinnon et al. 1993 : 1) Kharakteristik atau keunikan ekosistem, 2) Mempunyai keanekaragaman spesies

atau spesies khusus yang ‘bernilai’, 3) Mempunyai lanskap dengan ciri geofisik atau estetik yang ‘bernilai’, 4) Mempunyai fungsi perlindungan hidrologi (tanah, air, iklim lokal), 5) Mempunyai sarana untuk rekreasi alam dan kegiatan wisata, dan

6) Mempunyai tempat peninggalan budaya yang tinggi (candi, peninggalan

purbakala dan lain sebagainya).

Fungsi taman nasional sangat beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan

manusia terutama kaitannya yang relevan dengan tujuan pembangunan ekonomi,

sosial dan pengelolaan lingkungan antara lain berupa: 1) Pemeliharaan contoh yang

memiliki unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem, 2)

Pemeliharaan keragaman ekologi dan hukum lingkungan, 3) Pemeliharaan

sumberdaya genetika, 4) Pemeliharaan obyek, struktur dan tapak warisan

kebudayaan, 5) Perlindungan keindahan panorama alam, 6) Penyediaan fasilitas

pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan dalam areal alamiah, 7)

Penyediaan fasilitas rekreasi dan turisme, 8) Pendukung pembangunan dan

pengembangan daerah pedesaan serta penggunaan laha n marginal secara rasional,

9) Pemeliharaan produksi daerah aliran sungai, dan 10) Pengendalian erosi dan

sedimentasi serta melindungi investasi daerah hilir (Miller 1978).

Berkenaan dengan hal tersebut, Alikodra (1987) menyatakan bahwa tujuan

pengelolaan taman nasional dapat dikelompokkan menjadi empat aspek utama yaitu

konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan. Tujuan diatas selanjutnya harus dituangkan dalam kebijaksanaan pengelolaan yang memperhatikan

kepentingan masyarakat sekitarnya. Dengan demikian maka sistem taman nasional

memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan sistem kawasan konservasi

lainnya yakni dibentuk untuk kepentingan masyarakat, konsep pelestarian

didasarkan atas perlindungan ekosistem sehingga mampu menjamin eksistensi

unsur-unsur pembentuknya dan dapat dimasuki oleh pengunjung sehingga

pendidikan cinta alam, kegiatan rekreasi dan fungsi- fungsi lainnya dapat

(36)

Bentuk pengelolaan yang cocok dan efektif dengan tujuan pembentukan

taman nasional sampai saat ini adalah sistem zonasi atau permintakatan yakni pembagia n kawasan taman nasional berdasarkan fungsi dan tujuan pengelolaannya

(Alikodra 1987). Menurut UU no 5/1990, beberapa zona yang dimungkinkan

terdapat dalam suatu taman nasional adalah zona pemanfaatan yakni daerah dalam kawasan taman nasional yang menjadi pusat kegiatan (terutama rekreasi).

Berikutnya adalah zona inti yakni bagian dari kawasan taman nasional yang mutlak untuk dilindungi dan memiliki kemurnian hewan dan tumbuh-tumbuhan secara

alamiah, daerah ini tidak boleh diganggu kecuali untuk penelitian.

Selanjutnya adalah zona penyangga, yakni wilayah-wilayah yang berada di luar kawasan taman nasional yang penggunaan tanahnya terbatas untuk lapisan

perlindungan tambahan bagi kawasan taman nasional dan sekaligus bermanfaat

bagi masyarakat sekitarnya (kegiatan budidaya seperti pertanian, perkebunan, atau

pemanfaatan hutan produksi). Ada juga yang menetapkan zona rimba dalam taman nasional yakni kawasan hutan yang berperan atau berfungsi sebagai pelindung

daerah inti dari perusakan, fungsinya hanya sebagai kawasan lindung.

Tujuan perencanaan taman nasional sendiri relatif luas dan mencakup

kegiatan yang beraneka ragam seringkali merepotkan organisasi pengelola taman

nasional. Akibatnya seringkali pengelola tidak mungkin untuk melaksanakan

sendiri seluruh kegiatan yang menjadi tujuan perencanaan tersebut karena berbagai

macam keterbatasan. Untuk menunjang keberhasilannya, maka partisipasi

masyarakat sangat dibutuhkan. Pentingnya partisipasi masyarakat tersebut sejalan

dengan pendapat McNelly (1988) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat

sekitar kawasan taman nasional perlu dikembangkan dan memperoleh prioritas di

dalam kawasan tersebut, karena masyarakat sekitar memberikan sumbangan yang

besar bagi kesinambungan sumberdaya alam yang terdapat dalam kawasan.

Sayangnya hal ini sering menimbulkan konflik penggunaan ruang dalam taman

nasional. Untuk mengatasi hal ini diperlukan adanya inovasi perencanaan dan

sistem pengelolaan yang meningkatkan sistem perlindungan sumberdaya alam

(37)

Paradigma Kerjasama Pengelolaan Sumberdaya

Dilihat dari sejarahnya pengelolaan sumberdaya telah mengalami beberapa

pergeseran model dari yang bersifat sederhana menuju pada kolaborasi pengelolaan

antar stakeholder (Nikijuluw 2002). Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengelolaan

sumberdaya milik bersama merupakan model pengelolaan pertama atau yang paling tradisional. Kondisi ini memungkinkan karena kelimpahan sumberdaya

dengan jumlah pengelola yang relatif sedikit sehingga setiap orang memiliki akses

terbuka terhadap sumberdaya tersebut. Paradigma kedua adalah pengelolaan sumberdaya berbasis masyarakat (PSBM) yang secara definitif terjemahkan sebagai

suatu proses pemberian wewenang, tanggungjawab dan kesempatan pada

masyarakat untuk mengelola sumberdayanya sendiri dengan terlebih dahulu

mendefinisikan kebutuhan dan keinginan, tujuan dan aspirasinya. PSBM

menyangkut pula pemberian tanggungjawab kepada masyarakat sehingga mereka

dapat mengambil keputusan yang pada akhirnya menentukan dan berpengaruh pada

kesejahteraan mereka.

Masyarakat dalam konteks ini adalah komunitas atau kelompok dengan

tujuan yang sama. Peran pemerintah adalah mendorong dan memberikan fasilitas

kepada masyarakat dan memproses gagasan- gagasan masyarakat kedala m bentuk

kelembagaan. Keberhasilan pelaksanaan PSBM dapat ditentukan oleh beberapa hal

pokok yaitu (Nikijuluw 2002: 1) Adanya kepercayaan diantara anggota masyarakat.

Kepercayaan ini biasanya sangat kuat karena umumnya merupakan tradisi, 2)

Tertulis atau tercatatnya aturan agar dapat memperkenalkannya pada generasi

berikut, 3) Teknologi yang digunakan merupakan teknologi lokal yang telah umum

difahami dan dipraktekkan, 5) Otonomi pengelolaan oleh masyarakat anggota

Keunggulan PSBM adalah mudah dijalankan karena sesuai aspirasi dan

budaya lokal, diterima masyarakat lokal dan lebih mudah pengawasannya. Namun

demikian terdapat juga beberapa kelemahan didalamnya yaitu tidak mengatasi

masalah interkomunitas, bersifat lokal, mudah dipengaruhi faktor eksternal (seperti

migrasi, perubahan komposisi usia penduduk, perkembangan perdagangan dan

perubahan pemerintahan), sulit mencapai skala ekonomi karena hanya melibatkan

(38)

dan sosialisasi PSBM, pembentukan aturan, pembentukan organisasi dan lain

sebagainya).

Paradigma ketiga adalah pengelolaan sumberdaya oleh pemerintah (POP) yang dilakukan dengan alasan efisiensi, keadilan dan alasan administratif. POP

dilaksanakan karena pada prinsipnya seluruh negara melakukan pengelolaan

sumberdaya diwilayahnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam

pelaksanaannya selain keuntungan berupa efisiensi terdapat beberapa kelemahan

POP yang umum terjadi antara lain kegagalan pemerintah dalam mencegah over exploitation sumberdaya karena kelambatan regulasi, kesulitan dalam penegakan hukum, kebijakan yang kurang tepat atau saling bertentangan satu dengan lainnya,

wewenang yang terbagi dalam beberapa lembaga atau departemen, data dan

informasi yang kurang tepat/akurat dan kegagalan dalam merumuskan keputusan

manajemen.

Paradigma pengelolaan keempat adalah kolaborasi pengelolaan atau co-management yang didefinisikan sebagai pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat lokal dalam

mengelola sumberdaya (Nikijuluw 2002). Definisi lain dikemukakan oleh NRTEE

(1998) yang menyatakan bahwa co-management merupakan pembagian atau pendistribusian tanggungjawab dan wewenang antara pemerintah dan masyarakat,

dunia usaha dengan masyarakat ataupun LSM dengan masyarakat dalam mengelola

sumberdaya. Berdasarkan definisi tersebut maka masyarakat dengan mitra co-management-nya harus secara bersama-sama bertanggungjawab dalam melakukan seluruh tahapan pengelolaan. Feyerabend et al. (2000), bahwa co-management

adalah suatu situasi dimana dua aktor atan lebih bernegosiasi untuk mendefinisikan

dan menjamin pembagian yang adil (fair sharing) terhadap fungsi management, pembagian hak dan tanggung jawab pada wilayah atau erea tertentu atau

sumberdaya alam tertentu. Co-management memiliki empat elemen penting yaitu : Multi aktor dengan kepentingan masing- masing, ada konsensus/ kesepakatan dan

komitmen , ada proses negosiasi antar pihak, memegang prinsip-prinsip transpansi

dan berkeadilan. Diperlukan kejujuran dan transparansi untuk memunculkan

kepercayaan dari masyarakat (Fukuyama 1999). Konsep co-management terdapat prinsip tanggung jawab yang harus dilakukan, hal ini memungkinkan setiap

(39)

Apa yang menjadi tanggungjawab dan wewenang masing- masing pihak

menentukan tipe atau bentuk kolaborasi yang dianut. Dalam hal ini, kerjasama

merupakan inti dari co-management. Dari beberapa praktek yang telah dilakukan, secara hirarki co-management dapat ditentukan sebagai berikut (Nikijuluw 2002): 1. Instruktif. Dalam bentuk ini tidak banyak informasi yang saling dipertukarkan

diantara pemerintah dan masyarakat. Hanya sedikit dialog antar kedua pihak

namun dialog yang terjadi lebih kepada instruksi karena pemerintah lebih

dominan peranannya.

2. Konsultatif. Menempatkan masyarakat pada posisi yang hampir sama dengan pemerintah. Masyarakat mendampingi pemerintah dalam co-management. Oleh karenanya ada mekanisme yang membuat pemerintah berkonsultasi dengan

masyarakat. Walaupun demikian keputusan ada di pemerintah.

3. Kooperatif. Menempatkan pemerintah dan masyarakat pada posisi yang sama atau sederajat.

4. Advokasi atau pendampingan. Peran masyarakat cenderung lebih besar dari pemerintah. Masyarakat memberikan masukan pada pemerintah untuk

merumuskan suatu kebijakan. Masyarakat juga dapat mengajukan usul

rancangan keputusan yang hanya tinggal dilegalisir oleh pemerintah, kemudian

pemerintah mengambil keputusan serta menentukan sikap resminya berdasarkan

usulan atau inisiatif masyarakat. Peran pemerintah lebih bersifat mendampingi

masyarakat.atau memberikan advokasi kepada masyarakat tentang apa yang

mereka kerjakan.

5. Informatif. Pada satu pihak pemerintah perannya makin berkurang dan pada pihak lain masyarakat memiliki peran yang lebih besar dibandingkan dengan

empat bentuk kolaborasi lainnya. Pemerintah hanya memberikan informasi

kepada masyarakat tentang apa yang sepatutnya dikerjakan oleh masyarakat.

Dalam kontribusi yang lebih nyata, pemerintah me netapkan delegasinya untuk

bekerjasama dengan masyarakat dalam seluruh tahapan pengelolaan

(40)

Kawasan Konservasi dan Permasalahannya

Konservasi adalah suatu upaya untuk untuk menjamin suatu sumberdaya

agar tetap tersedia baik dalam kua ntitas dan kualitas yang tidak terkurangi sebagai

suatu alat pemuas kebutuhan dalam jangka panjang. Sehingga dalam konsep

konservasi terkandung unsur pemeliharaan dan pemanfaatan secara lestari.

Kawasan pelestarian jika dikelola dengan baik akan memegang peranan penting

dalam meningkatkan sosial ekonomi masyarakat sekitar (MacKinnon et al. 1993) Permasalahan yang dialami oleh hampir semua kawasan konservasi di

Indonesia adalah permasalahan interen pengelolaan dan permasalahan dengan

keberadaan masyakarakat sekitar kawasan. Permasalahan interen pengelolaan

kawasan biasanya berkaitan dengan manajemen populasi tumbuhan dan satwaliar,

peningkatan kualitas habitat, manajemen wisata, dan profesionalisme pengelolaan

kawasan. Permasalahan yang diakibatkan dengan keberadaan masyarakat sekitar

kawasan dapat berupa pemukiman penduduk di dalam kawasan, penggunaaan

kawasan untuk kepentingan lain, pengembalaan ternak dalam kawasan,

pengambilan dan perburuan hasil hutan secara tidak terkendali. Permasalahan yang

datang dari luar kawasan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah

penduduk. Masuknya seseorang ke kawasan hutan untuk mengambil hasil hutan

disebabkan oleh terdesak kebutuhan sehari-hari, sumberdaya alam tersebut tidak

tersedia disekitar mereka, tingkat kepemilikan tanah yang rendah, kesempatan kerja

dan produk tivitas lahan rendah (Soekmadi 2004).

Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan TNGR dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu permasalahan kawasan dan permasalahan

pengelolaan. Permasalahan kawasan berupa kondisi tapal batas kawasan taman

nasional tidak jelas, perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar,

pengembalaan ternak, penanggulangan kebakaran. Jika dilihat permasalahan ini

semua merupakan tekanan yang dihadapi TNGR dari masyarakat sekitar.

Permasalahan kedua adalah pengelolaan berupa sumberdaya manusia pengelola

yang masih terbatas, kordinasi pengelolaan yang tidak berjalan dan tumpang tindih

pengelolaan, minimnya sarana dan prasarana, minimnya pendanaan dan belum

adanya perencanaan yang mantap terhadap kawasan secara terpadu (Dinas

(41)

Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dalam pembangunan berarti peranserta seseorang atau

sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan

maupun dalam bentuk kegiatan yang memberikan masukan berupa pikiran, tenaga,

waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan atau menikmati

hasil-hasil pembangunan (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut dikemukakan

bahwa partisipasi masyarakat dalam pembangunan bukan ha nya berarti pengerahan

tenaga kerja masyarakat secara sukarela, tetapi justru yang lebih penting adalah

tergeraknya masyarakat untuk mau memanfaatkan kesempatan memperbaiki

kualitas hidup mereka.

Partisipasi masyarakat menjadi sangat penting karena (1) me lalui partisipasi

masyarakat, dapat diperoleh informasi mangenai kondisi, kebutuhan dan sikap

masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan akan gagal,

(2) bahwa masyarakat lebih mempercayai program pembangunan jika dilibatkan

dalam proses persiapan dan perencanaan, karena mereka lebih mengerti seluk beluk

program tersebut dan akan memiliki program tersebut, (3) adanya anggapan bahwa

merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan

masyarakat mereka sendiri (Saharuddin dan Sumardjo, 2004). Lebih lanjut

disebutkan bahwa seseorang akan berpartisipasi jika prasyarat untuk berpartisipasi

terpenuhi yaitu (1) kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang

disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi, (2)

kemauan, adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap

mereka untuk untuk termotivasi untuk berpartisipasi, misalnya manfaat yang dapat

dirasakan atas partisipanya, (3) kemampuan, adanya kesadaran atau kenyakinan

pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, baik berupa

pikiran, tenaga, waktu, biaya ataupum materi lainnya. Jika salah satu dari prasyarat

tersebut tidak dipenuhi, maka partisipasi dalam arti sebenarnya tidak akan terjadi

(Arimbi dan Santoso, 1994)

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan mengenai dua hal yaitu

hubungan-hubungan struktural dan pentingnya pengembangan keterampilan dalam

rangka memperbaiki kehidupan mereka, metode dan teknik dimana masyarakat

(42)

pembangungan. Hal ini dapat menjamin bahwa persepsi masyarakat lokal, pola

sikap dan pola pikir serta nilai- nilai dan pengetahuannya ikut dihargai dan

dipertimbangkan secara penuh, hal ini berangkat dari satu pemahaman bahwa

pendekatan pembangunan partisipatif harus dimulai dari masyarakat yang paling

mengetahui tentang sistem kehidupan mereka sendiri (Arimbi dan Santoso, 1994).

Dalam pemberdayaan masyarakat, partisipasi masyarakat merupakan suatu proses

ketika masyarakat itu sendiri atau bersama dengan pihak luar terlibat dalam suatu

proses belajar satu dengan yang lainnya yang dilandasi semangat kesetaraan dan

saling memberi. Proses belajar ini harusnya masyarakat yang aktif dan mengacu

sepenuhnya kepada kebutuhan masyarakat. Melalui proses belajar yang partisipatif

dalam semangat kesetaraan, saling belajar dan memberi, maka masyarakat berdaya

dapat dicapai.

Kemiskinan dan Petani Miskin

Kemiskinan penduduk atau rumah tangga dapat ditimbulkan oleh

faktor-faktor dari dalam masyarakat sendiri (internal factors) seperti rendahnya pendidikan dan keterampilan yang menyebabkan rendahnya tingkat upah dan gaji

yang dapat mereka terima. Kemiskinan dapat juga disebabkan oleh eksternal factors seperti buruknya sarana dan prasarana, rendahnya aksesibilitas terhadap modal, rendahnya kualitas sumberdaya alam, penggunaan teknologi yang terbatas,

sistem kelembagaan yang kurang sesuai dengan kondisi masyarakat, sehingga

menyebabkan rendahnya pendapatan yang diterima masyarakat (Sutomo 1995).

Di kalangan ilmuwan sosial terdapat 3 kelompok besar pemikiran yang

pernah berkembang untuk mengidentifikasi kemiskinan, yaitu kolempok

konservatif, kelompok liberal dan kelompok radikal. Kelompok konservatif

memandang kemiskinan masyarakat tidak bermula dari struktur sosial, tetapi

berasal dari karakteristik khas dari masyarakat itu sendiri. Menurut pemikiran ini,

ada semacam budaya kemiskinan, sehingga suatu kelompok masyarakat tertentu

tetap melarat. Kelompok liberal sebaliknya memandang manus ia sebagai ma hkluk yang baik namun dipengaruhi oleh lingkungan. Menurut asumsi ini, bila kondisi

sosial ekonomi diperbaiki dengan menghilangkan diskriminasi dan memberikan

(43)

Sementara kaum radikal memandang munculnya kemiskinan masya rakat adalah karena struktur sosial, ekonomi dan politik memang melestarikan kondisi

kemiskinan pada sebagaian penduduk, orang menjadi miskin karena dieksploitasi

oleh kelompok dominan atau kelas capitalis (Sarman 1997). Terdapat lima ketidakberuntungan pada kelompok masyarakat miskin adalah yaitu keterbatasan

kepemilikan asset (poor), kondisi fisik yang lemah (physically weak), keterisolasian

(isolation), kerentanan (vulnerable) dan ketidakberdayaan (powerless). Dalam kaitan ini fenomena kemiskinan dilihat dalam perspektif ya ng lebih konprehensif

(Chambers 1983).

Berbagai sudut pandang dalam memahami kemiskinan di Indonesia pada

dasarnya merupakan upaya orang luar untuk memahami tentang kemiskinan. Hal

yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mengkaji masalah kemiskinan dari sudut

pandang kelompok miskin itu sendiri. Sampai saat ini belum ada keriteria yang

baku dalam mengidentifikasi penduduk miskin. Pengertian dan keriteria kemiskinan

begitu beragam sesuai badan/instansi/dinas yang menangani masalah kemiskinan.

Misalnya bagi dinas sosial, mereka yang dianggap miskin adalah mereka yang sama

sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak mampu memenuhi

kebutuhan dasar mereka yang layak bagi kemanusiaan; mereka yang sudah

mempunyai mata pencaharian tetapi tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar yang

layak bagi kemanusiaan; mereka yang termasuk kelompok marginal yang berada

disekitar garis kemiskinan (Saharudin dan Nomba 2002).

Pengertian kemiskinan disampaikan oleh beberapa ahli atau lembaga

diantaranya; Marsuki (1997) menyatakan bahwa secara ekonomis, kemiskinan

menggambarkan keadaan rumah tangga atau penduduk yang tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan ya ng digunakan sebagai ukuran, sekalipun

bersifat objektif tetap mengandung kenisbian, kerena kebutuhan hidup bisa berbeda

menurut ruang, waktu dan kebiasaan hidup masyarakat. Karena itu pembatasan

kemiskinan merupakan hasil persepsi dan kesepakatan yang bisa berbeda antara

seseorang dengan orang lainnya di masyarakat dan dalam waktu yang sama.

BAPPENAS (1993) mendefinisikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan

yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan

yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Faturochman dan

(44)

dan atau rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Sarman (1997),

kemiskinan sebagai suatu kondisi hidup serba kekurangan dalam pemenuhan

kebutuhan dasar manusia, yaitu kebut uhan akan sandang-pangan-papan, kebutuhan

akan hidup sehat dan kebutuhan akan pendidikan dasar anak-anak.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu rumusan bahwa

kemiskinan adalah suatu keadaan dimana terdapat ketidakberdayaan dan

keterbatasan individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Kriteria petani miskin sebagaimana yang dikeluarkan ADB (2002) diacu

dalam Deptan (2002) adalah petani yang memiliki tanah produksi kurang dari 0,1

ha dan pada umumnya menanam hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan

sering menggunakan sumberdaya alam terbuka “open access” seperti laut dan hutan untuk menambah pendapatan mereka yang seringkali tidak bisa memenuhi

kebutuhan dasar mereka. Marzuki (1997), ciri petani miskin adalah pendapatannya

rendah, luas tanah garapannya sempit (kurang dari 0,5 ha), produktivitas tenaga

kerja rendah, modalnya kecil dan keterampilannya rendah.

Departemen Pertanian (1989), bahwa petani miskin adalah petani pemilik

pengelola lahan yang sempit, petani penggarap, buruh tani yang mengelola

usahataninya dengan peralatan sederhana. Mereka biasanya dikenal dengan ciri-ciri

sebagai berikut : rumah dan barang-barang yang dimilikinya terbatas dan sangat

sederhana dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya, tingkat kesehatan dan

pendidikan rendah, produktivitas tenaga kerja rendah, keterampilan dibidang usaha

kurang, kurang tanggap terhadap pembaharuan dan kurang memperoleh

kesempatan turut serta dalam pembangunan.

Dari berbagai pengertian tersebut, yang dimaksud dengan penduduk petani

miskin dalam kajian ini adalah petani pemilik pengelola lahan sempit kurang dari

0,5 ha atau petani tidak punya lahan (petani penggarap/buruh tani), tingkat

pendidikan dan keterampilannya rendah, produktivitas kerja rendah dengan modal

kecil dan pendapatannya rendah, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

(45)

Kemiskinan Masyarakat Hutan

Penduduk pulau lombok saat ini berjumlah ± 3 juta jiwa, dan 27,7%

termasuk kategori miskin. Keberadaannya menyebar pada berbagai wilayah, namun

pada umumnya terkonsentrasi pada kantong-kantong kemiskinan, yaitu pada

pinggiran hutan, daerah tanah kering dan daerah pesisir. Penduduk yang tinggal

pada tiga kawasan ini hidupnya tergantung pada sumber daya alam setempat (BPS

NTB 2004). Penduduk yang tinggal dikawasan rinjani sekitar 600 ribu jiwa atau

19% yang sebagian besar termasuk kategori miskin.

Masyarakat sekitar kawasan gunung rinjani merupakan suatu komunitas

sosial yang sangat besar interaksinya terhadap kawasan taman nasional. Interaksi

ini didasari oleh desakan kebutuhan hidup yang semakin meningkat sejalan dengan

peningkatan jumlah penduduk, di pihak lain kemampuan produksi hutan semakin

terbatas. Tingginya interaksi ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat pengambilan

kayu, perladangan liar, dan penyerobotan kawasan (occupation) untuk berbagai kepentingan yang kesemuanya itu merupakan fenomena sosial yang menjadi

tekanan bagi kelestarian kawasan rinjani.

Kemiskinan yang melekat pada masyarakat sekitar kawasan rinjani,

memiliki kecenderungan lebih kompleks jika dibandingkan dengan komunitas di

kawasan lain, karena secara fisik kondisi masyarakatnya lebih terisolir, sehingga rendah dalam memperoleh kesempatan pelayanan publik dan memanfaatkan akses

lainnya. Di samping itu kawasan hutan adalah kawasan yang sarat dengan nuansa

konflik kepentingan yang dapat bermuara pada munculnya konflik hukum dan

kebijakan dalam pengelolaan hutan. Artinya masyarakat hutan memiliki hambatan

yang lebih tinggi dalam memanfaatkan sumberdaya disekitarnya dibandingkan

dengan masyarakat yang berada dikawasan pesisir dan lahan kering, sebagai akibat

banyaknya rambu-rambu yang menjadi penekan dan pembatas dalam pengelolaan

sumberdaya yang ada disekitarnya (Markum et al. 2004).

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Hutan

Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang

disebabkan oleh adanya perbedaan nilai, status, kekuasaan dan kelangkaan

(46)

lembaga. Konflik pengelolaan sumberdaya hutan yang sering terjadi yakni konflik

antara masyarakat di dalam atau pinggir hutan dengan berbagai pihak di luar hutan

yang dianggap memiliki otoritas dalam mengelola sumberdaya hutan. Konflik antar

kelompok masyarakat jarang terjadi karena dalam kelompok masyarakat pada

dasarnya sudah mengenal batas-batas wilayah masing- masing dalam mengambil

sumberdaya hutan (Markum et al. 2004). Sedangkan Shris Mitchel (1981) diacu dalam Fisher et al. (2000), mengemukakan bahwa konflik adalah hubungan antara dua belah pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa

memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.

Hugo van der Merwe (1997) diacu dalam Fisher et al. (2000)

mengemukakan teori mengenai penyebab konflik yaitu ; 1) Teori Hubungan Masyarakat: teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda

dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah meningkatkan

komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik,

mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima

keragaman yang ada, 2) Teori Negosiasi Prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik

oleh pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah

membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan

berbagai masalah dan isu dan melakukan negosiasi berdasarkan

kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap, melancarkan proses

pencapaian kesepatan yang menguntungkan semua pihak, 3) Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik,mental,sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi, sasaran

yang ingin dicapai teori ini adalah membantu untuk mengidentifikasi dan

mengupayakan kebutuhan bersama yang tidak terpenuhi dan menghasilkan

pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, 4) Teori Transformasi Konflik

berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah- masalah ketidaksetaraan dan

ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran

yang ingin dicapai teori ini adalah mengubah struktur dan kerangka kerja yang

(47)

meningkatkan jalinan hubungan dan mengembangkan berbagai proses dan sistem

untuk mempromosikan pemberdayaan-perdamaian-keadilan-pengakuan.

Menurut Fisher et al. (2000), terdapat lima pemicu konflik yaitu : Pertama

konflik hubungan adalah konflik yang terjadi karena adanya hubungan yang

disharmonis yang disebabkan oleh beberapa faktor seperti salah paham, tidak ada

komunikasi, perilaku emosional; Kedua adalah konflik data adalah suatu keadaan dimana pihak-pihak yang bersangkutan tidak mempunyai data dan informasi

tentang prihal yang dipertentangkan yang dapat diterima pihak yang berkonflik;

Ketiga, konflik nilai (value conflict) adalah suatu kondisi dimana pihak yang berkonflik mempunyai menganut nilai- nilai yang berbeda yang melandasi tingkah

laku masing- masing yang tidak diakui kebenarannya oleh pihak lain; Keempat, konflik kepentingan (interest conflict) adalah pertentangan mengenai substansi yang diperkarakan; Kelima, konflik struktural (structural conflict) adalah keadaan dimana secara struktural atau suatu keadaan di luar kemampuan kontrol dari

pihak-pihak yang berurusan mempunyai perbedaan status, kekuatan, otoritas yang tidak

berimbang.

Penanganan konflik dapat dilakukan melalui pembagian tugas dan

wewenang yang jelas, penentuan prioritas serta pengenalan prosedur yang lebih

baik dari yang sebelumnya. Sedangkan konflik kepentingan umumnya yang

dipermasalahkan adalah pembagian barang atau sumberdaya yang langka. Metode

penanganan konflik yang dapat digunakan adalah menyerahkan persoalan kepada

lembaga atau kelompok yang lebih tinggi tingkatan hirarkinya serta menciptakan

kesadaran dan pengertian pihak yang terlibat bahwa sumberdaya tersebut untuk

kepentingan bersama, dan menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga

kelestariannya ( Markum 2001 )

Konflik antar pelaku yang berkepentingan pada derajat tertentu akan

merusak interaksi antar pelaku yang bersangkutan. Dalam hampir semua kasus, hal

ini bermuara pada pembagian terhadap aspek pelestarian sumberdaya hutan yang

bersangkutan. Karena itu pengadaptasian praktek manajemen kolaboratif

merupakan bentuk yang perlu dikembangkan. Pemerintah dan masyarakat lokal

memiliki kepentingan yang sama dalam pengelolaan sumberdaya hutan, yaitu

menginginkan produktivitas, kelestarian dan tidak ada konflik (Tadjudin 2000).

Gambar

Gambar 1. Kerangka Tahapan Penelitian
Gambar 2  Tata Letak Administratif Taman Nasional Gunung Rinjani (Sumber Bakosurtanal, 2000)
Tabel 2 Rara-Rata Umur, Pendidikan dan Jumlah Anggota Keluarga Responden pada Masing-Masing Desa Penelitian
Gambar 3 Hubungan antara Jumlah Penduduk, Pertumbuhan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanah kas desa yang berupa tanah pertanian dapat dilakukan perubahan peruntukan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 15 Peraturan Gubernur Daerah Istimewa

(6) 4 (empat) buah sampul sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dimaksudkan untuk arsip Menteri, Penyelenggara Pos Milik Negara, museum pos, dan Pemohon atau instansi

Pada penulisan skripsi ini, penulis ingin membandingkan hak kewarisan harta pusaka kepada anak perempuan menurut adat dan fiqih karena ingin mencari kesimpulan atau jawaban

Tidak adanya hubungan antara sikap dalam pemeliharaan anjing dengan ke- jadian rabies pada anjing, secara teoritis dise- babkan sikap responden yang baik tidak selalu

Edema paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular yang patologis pada jaringan parenkim paru tiba-tiba akibat peningkatan tekanan intravascular. Edema paru terjadi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Peran Ganda Perempuan Pedagang di Pasar Jalan Trem Pangkalpinang menunjukkan sudah terjadi begitu saja dan tanpa ada

Rerata semua butir variabel status penggunaan informasi sebesar 2,80; menunjukkan rendahnya keterpakaian statistik Sipus V3 untuk pengambilan keputusan yaitu penyusunan

Untuk perinciannya, penjualan mamin naik 100% dari bulan-bulan biasa ke Rp 140 triliun, sedangkan penjualan ritel modern meningkat 20% ke Rp 35 triliun.. Puasa dan Lebaran