• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioecological Study of Eightband butterflyfish (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) to Detect Condition of Coral Reef Ecosystem in East Petondan Island, Seribu Islands, Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bioecological Study of Eightband butterflyfish (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) to Detect Condition of Coral Reef Ecosystem in East Petondan Island, Seribu Islands, Jakarta"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN EKOBIOLOGI IKAN KEPE-KEPE (

Chaetodon

octofasciatus,

BLOCH 1787) DALAM MENDETEKSI KONDISI

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU PETONDAN

TIMUR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

HAWIS H. MADDUPPA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

HAWIS H.MADDUPPA. Bioecological Study of Eight band butterflyfish (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) to Detect Condition of Coral Reef Ecosystem in East Petondan Island, Seribu Islands, Jakarta. Under the direction of NEVIATY P.ZAMANI and UNGGUL AKTANI

Monitoring the changes of coral reefs is an important task considering many of the world’s coral reefs have been destroyed or severely degraded. There are reliable ways to indirectly assess the changes of a coral reef and monitor it through time: certain members of an easily identifiable conspicuous family of fish, Chaetodontidae, have been considered to be reliable indicators of reef health. Data of Chaetodon octofasciatus are based on field observation using SCUBA set on the reef slope (3 and 10 meter) and food and feeding habit analysis conduct in the laboratory. The percent coverage of living corals was estimated on the reef slope (3 and 10 meter) at all sites. A 50 m line transect were laid at each site and depth. By using belt transect the abundance of C. octofasciatus and the occurrence of each coral genus were counted and recorded in data sheets. Feeding rates were calculated by observing randomly selected species at study area. Ivlev’s electivity index was used to measure feeding selectivity, comparing the utilization of food with respect to its availability. The feeding bites to be larger in rich reef corals with high percentage of live coral. The feeding rates in south, west and north site which have high percentage of live coral is highest comparing to east site which have low percentage of live coral. Based on food and feeding analysis, the fish stomach contain 94,1% coral nematocysts and 0,59% periphytic algae, which indicated C. octofasciatus as an obligate coralivores.

Keywords: Chaetodon octofasciatus, bioecological study, coral reef ecosystem, Seribu

(3)

KAJIAN EKOBIOLOGI IKAN KEPE-KEPE (

Chaetodon

octofasciatus,

BLOCH 1787) DALAM MENDETEKSI KONDISI

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU PETONDAN

TIMUR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

HAWIS H. MADDUPPA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Ekobiologi Ikan

Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta

adala h karya Saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2006

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(6)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Kajian Ekobiologi Ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta

Nama Mahasiswa : Hawis H. Madduppa

NRP : C651040121

Program Studi : Ilmu Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Ketua

Dr. Unggul Aktani Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. John I. Pariwono

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala limpahan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Kajian

Ekobiologi Ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur,

Kepulauan Seribu, Jakarta “.

Penelitian dan proses penulisan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas

prakarsa berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc.

selaku komisi pembimbing yang telah membantu memberikan masukan dan

saran dalam penyusunan tesis ini.

2. Yayasan Terumbu Karang Indonesia [TERANGI] beserta seluruh stafnya

yang telah memberikan kesempatan dan dukungan baik moril maupun

materil dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA yang telah bersedia menjadi

penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian thesis.

4. Ibu Murniati Brodjo, Ibu Siti Nur siyamah (Laboratorium Biomikro

Departemen MSP), dan adek-adek ITK-38 [Anti Yulianti, Rina Novianthy,

Fakhrizal Setiawan dan Elok] yang telah sangat membantu dalam proses

(8)

5. Bapak Mae dan nelayan Kepulauan Seribu yang telah membantu dalam

penangkapan ikan di lapangan.

6. Rekan-rekan kuliah Program Studi Ilmu Kelautan Angkatan 2004 [Riris

Aryawati, Beginer Subhan, Adriani Sunuddin, Hanifah Mutia, Heron

Surbakti, Iwan Setiabudi, La Ode Nurman Mbay, Meutia Samira Ismet,

Ristiana Eryati, Roni Fitrianto, Yunita Ramili] yang telah memberikan

inspirasi dan menjadi teman diskusi.

7. Bapak Sutikno, yang telah membantu dalam pengembangan proposal dan

memberikan pelajaran tentang pengolahan serta analisa statistika.

8. Teman-teman satu kos [Ramadian Bachtiar, Dede Suhendra, dan M.Yadjid]

9. Keluarga [Ayahanda H. Madduppa (Alm) dan Ibunda H. Mennung (Alm),

Kakanda H.Hamdan, Kakanda H.Hamzah, Kakanda Hj.Hasniar, Kakanda

Harman, Kakanda Haedar, Kakanda Hamka (Alm), Adinda Hasdar, tante

Nakirah] yang senantiasa memberikan doa dan restu selama penulis

menempuh pendidikan.

10. Serta orang-orang yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat Saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua

pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan

tesis ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu kelautan di masa yang akan datang.

Bogor, Juli 2006

(9)

RIWAYAT HIDUP

Hawis Madduppa dilahirkan di Watampone (Sulawesi Selatan) pada tanggal 26 Maret 1979 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara dari ayah H. Madduppa (Alm) dan ibu H. Mennung (Alm).

Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Aisyah Watampone pada tahun 1984 dan kemudian dilanjutkan di SD Negeri 22 Macege Watampone (1986-1992). Pada tahun 1992-1995 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 2 Watampone, dan pada tahun 1995-1998 dilanjutkan di SMU Negeri 2 Watampone. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 1998 dan memilih Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan tamat pada tahun 2003.

Selama di IPB, di bidang organisasi penulis aktif di himpunan profesi HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) , BEM-C (Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK), klub selam ilmiah Mahasiswa Perikanan dan Kelautan FDC (Fisheries Diving Club), MBC (Marine Biology Club) , Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO). Di bidang akademis penulis menjadi Asisten Luar Biasa pada beberapa mata kuliah seperti Biologi Laut, Avertebrata Air, Ekologi Perairan, Ekologi Laut Tropis, Dasar-Dasar Akustik, Akustik Perikanan dan Dasar-Dasar Akustik Kelautan. Untuk menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pendugaan Densitas Ikan Pelagis dengan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System) di Laut Sulawesi Pada Bulan Agustus – September 2001”. Penulis dinyatakan lulus ujian skripsi pada tanggal 17 Januari 2003.Setelah lulus S1, penulis mengikuti pelatihan Marine Science Special Training Course (MST) pada tahun 2003 dan mendapatkan

research fellowship dari kegiatan ini selama satu tahun.

(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

Hipotesis ... 6

Tujuan ... 6

Manfaat ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Terumbu Karang ... 7

Pengertian karang dan simbiotik alga ... 7

Struktur karang ... 8

Nematokis ... 9

Pertumbuhan karang batu ... 11

Organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang ... 12

Status ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu ... 13

Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) ... 15

Karakteristik dan Klasifikasi ... 15

Ekobiologi Chaetodontidae ... 16

Biogeografi Ikan Chaetodontidae di Dunia ... 18

Konsep Chaetodontidae sebagai bioindikator ... 19

(11)

KAJIAN EKOBIOLOGI IKAN KEPE-KEPE (

Chaetodon

octofasciatus,

BLOCH 1787) DALAM MENDETEKSI KONDISI

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU PETONDAN

TIMUR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

HAWIS H. MADDUPPA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

ABSTRACT

HAWIS H.MADDUPPA. Bioecological Study of Eight band butterflyfish (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) to Detect Condition of Coral Reef Ecosystem in East Petondan Island, Seribu Islands, Jakarta. Under the direction of NEVIATY P.ZAMANI and UNGGUL AKTANI

Monitoring the changes of coral reefs is an important task considering many of the world’s coral reefs have been destroyed or severely degraded. There are reliable ways to indirectly assess the changes of a coral reef and monitor it through time: certain members of an easily identifiable conspicuous family of fish, Chaetodontidae, have been considered to be reliable indicators of reef health. Data of Chaetodon octofasciatus are based on field observation using SCUBA set on the reef slope (3 and 10 meter) and food and feeding habit analysis conduct in the laboratory. The percent coverage of living corals was estimated on the reef slope (3 and 10 meter) at all sites. A 50 m line transect were laid at each site and depth. By using belt transect the abundance of C. octofasciatus and the occurrence of each coral genus were counted and recorded in data sheets. Feeding rates were calculated by observing randomly selected species at study area. Ivlev’s electivity index was used to measure feeding selectivity, comparing the utilization of food with respect to its availability. The feeding bites to be larger in rich reef corals with high percentage of live coral. The feeding rates in south, west and north site which have high percentage of live coral is highest comparing to east site which have low percentage of live coral. Based on food and feeding analysis, the fish stomach contain 94,1% coral nematocysts and 0,59% periphytic algae, which indicated C. octofasciatus as an obligate coralivores.

Keywords: Chaetodon octofasciatus, bioecological study, coral reef ecosystem, Seribu

(13)

KAJIAN EKOBIOLOGI IKAN KEPE-KEPE (

Chaetodon

octofasciatus,

BLOCH 1787) DALAM MENDETEKSI KONDISI

EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PULAU PETONDAN

TIMUR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

HAWIS H. MADDUPPA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Ekobiologi Ikan

Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta

adala h karya Saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan

dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2006

(15)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006

Hak cipta dilindungi

(16)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Kajian Ekobiologi Ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta

Nama Mahasiswa : Hawis H. Madduppa

NRP : C651040121

Program Studi : Ilmu Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc Ketua

Dr. Unggul Aktani Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. John I. Pariwono

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(17)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas segala limpahan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Kelautan

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Kajian

Ekobiologi Ikan Kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus, Bloch 1787) dalam Mendeteksi Kondisi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Petondan Timur,

Kepulauan Seribu, Jakarta “.

Penelitian dan proses penulisan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas

prakarsa berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Unggul Aktani, M.Sc.

selaku komisi pembimbing yang telah membantu memberikan masukan dan

saran dalam penyusunan tesis ini.

2. Yayasan Terumbu Karang Indonesia [TERANGI] beserta seluruh stafnya

yang telah memberikan kesempatan dan dukungan baik moril maupun

materil dalam pelaksanaan penelitian ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA yang telah bersedia menjadi

penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian thesis.

4. Ibu Murniati Brodjo, Ibu Siti Nur siyamah (Laboratorium Biomikro

Departemen MSP), dan adek-adek ITK-38 [Anti Yulianti, Rina Novianthy,

Fakhrizal Setiawan dan Elok] yang telah sangat membantu dalam proses

(18)

5. Bapak Mae dan nelayan Kepulauan Seribu yang telah membantu dalam

penangkapan ikan di lapangan.

6. Rekan-rekan kuliah Program Studi Ilmu Kelautan Angkatan 2004 [Riris

Aryawati, Beginer Subhan, Adriani Sunuddin, Hanifah Mutia, Heron

Surbakti, Iwan Setiabudi, La Ode Nurman Mbay, Meutia Samira Ismet,

Ristiana Eryati, Roni Fitrianto, Yunita Ramili] yang telah memberikan

inspirasi dan menjadi teman diskusi.

7. Bapak Sutikno, yang telah membantu dalam pengembangan proposal dan

memberikan pelajaran tentang pengolahan serta analisa statistika.

8. Teman-teman satu kos [Ramadian Bachtiar, Dede Suhendra, dan M.Yadjid]

9. Keluarga [Ayahanda H. Madduppa (Alm) dan Ibunda H. Mennung (Alm),

Kakanda H.Hamdan, Kakanda H.Hamzah, Kakanda Hj.Hasniar, Kakanda

Harman, Kakanda Haedar, Kakanda Hamka (Alm), Adinda Hasdar, tante

Nakirah] yang senantiasa memberikan doa dan restu selama penulis

menempuh pendidikan.

10. Serta orang-orang yang telah memberikan kontribusi dalam pelaksanaan

penelitian dan penulisan tesis yang tidak dapat Saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam tesis ini masih terdapat berbagai

kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua

pihak yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan

tesis ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan

ilmu kelautan di masa yang akan datang.

Bogor, Juli 2006

(19)

RIWAYAT HIDUP

Hawis Madduppa dilahirkan di Watampone (Sulawesi Selatan) pada tanggal 26 Maret 1979 sebagai anak ketujuh dari delapan bersaudara dari ayah H. Madduppa (Alm) dan ibu H. Mennung (Alm).

Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Aisyah Watampone pada tahun 1984 dan kemudian dilanjutkan di SD Negeri 22 Macege Watampone (1986-1992). Pada tahun 1992-1995 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 2 Watampone, dan pada tahun 1995-1998 dilanjutkan di SMU Negeri 2 Watampone. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 1998 dan memilih Program Studi Ilmu Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan tamat pada tahun 2003.

Selama di IPB, di bidang organisasi penulis aktif di himpunan profesi HIMITEKA (Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan) , BEM-C (Badan Eksekutif Mahasiswa FPIK), klub selam ilmiah Mahasiswa Perikanan dan Kelautan FDC (Fisheries Diving Club), MBC (Marine Biology Club) , Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO). Di bidang akademis penulis menjadi Asisten Luar Biasa pada beberapa mata kuliah seperti Biologi Laut, Avertebrata Air, Ekologi Perairan, Ekologi Laut Tropis, Dasar-Dasar Akustik, Akustik Perikanan dan Dasar-Dasar Akustik Kelautan. Untuk menyelesaikan studi di Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK-IPB, penulis melaksanakan penelitian yang berjudul “Pendugaan Densitas Ikan Pelagis dengan Sistem Akustik Bim Terbagi (Split Beam Acoustic System) di Laut Sulawesi Pada Bulan Agustus – September 2001”. Penulis dinyatakan lulus ujian skripsi pada tanggal 17 Januari 2003.Setelah lulus S1, penulis mengikuti pelatihan Marine Science Special Training Course (MST) pada tahun 2003 dan mendapatkan

research fellowship dari kegiatan ini selama satu tahun.

(20)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Permasalahan ... 3

Kerangka Pemikiran ... 4

Hipotesis ... 6

Tujuan ... 6

Manfaat ... 6

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Terumbu Karang ... 7

Pengertian karang dan simbiotik alga ... 7

Struktur karang ... 8

Nematokis ... 9

Pertumbuhan karang batu ... 11

Organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang ... 12

Status ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu ... 13

Ikan Kepe-Kepe (Chaetodontidae) ... 15

Karakteristik dan Klasifikasi ... 15

Ekobiologi Chaetodontidae ... 16

Biogeografi Ikan Chaetodontidae di Dunia ... 18

Konsep Chaetodontidae sebagai bioindikator ... 19

(21)

ii

BAHAN & METODE ... 24

Lokasi dan waktu penelitian ... 24

Alat dan bahan ... 26

Tahapan penelitian ... 26

Penentuan titik sampel ... 27

Waktu pengambilan data ... 27

Jenis data ... 29

Metode pengambilan data ... 29

Substrat dasar ... 29

Ikan kepe -kepe (Chaetodon octofasciatus) ... 31

Analis is data ... 34

Substrat dasar ... 34

Ikan kepe -kepe (Chaetodon octofasciatus) ... 35

Analisis statistika ... 37

Struktur data ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

Kondisi lokasi penelitian... 41

Penutupan substrat dasar ... 42

Kepadatan genera karang skleraktinia ... 44

Indeks mortalitas karang ... 46

Kelimpahan ikan Chaetodon octofasciatus ... 47

Tingkat pemangsaan oleh ikan Chaetodon octofasciatus ... 48

Selektivitas pemangsaan ... 53

Pola hubungan antara kelimpahan ikan Chaetodon octofasciatus dengan persentase penutupan karang batu ... 58

Analisis makanan dan kebiasaan makan ... 61

Kajian ekobiologi... 66

KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

Kesimpulan ... 70

(22)

iii DAFTAR PUSTAKA ... 72

(23)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia di daerah Terumbu

Karang di Kepulauan Seribu Jakarta (Brown 1986) ... 14

2 Daftar beberapa spesies ikan kepe -kepe (Chaetodontidae) beserta tipe kebiasaan makannya... 17

3 Posisi geografis stasiun penelitian... 24

4 Peralatan dan metode untuk pengambilan data parameter perairan ... 26

5 Contoh struktur data penelitian... 40

6 Kondisi perairan ...41

7 Nilai indeks mortalitas karang pada lokasi penelitian ( x ± SE)... ....46 8 Rerata kelimpahan (individu/250m3) Chaetodon octofasciatus pada lokasi

penelitian, data diambil dengan metode sensus visual (x ± SE)...47

9 Tingkat pemangsaan dari Chaetodon octofasciatus pada masing-masing lokasi penelitian pada kedalaman 3 dan 10 meter ...49

10 Uji taraf nyata tingkat pemangsaan Chaetodon octofasciatus pada masing- masing kedalaman dan lokasi penelitian...50

11 Indeks pilihan Ivlev Chaetodon octofasciatus pada masing-masing

lokasi penelitian di Pulau Petondan Timur ...55

12 Uji taraf nyata pada masing-masing kedalaman dan lokasi penelitian terhadap jumlah individu dan % HC (*0.05, **0.01, ***0.10, t.n. tidak nyata) ....59

(24)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka pemik iran ... 5

2 Anatomi polip karang dan kerangka kapur (Veron 1986)... 8

3 Tipe nematokis ... 10

4 Organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang (Castro & Huber 2000)... 12

5 Jenis ikan kepe-kepe Chaetodon octofasciatus (Chaetodontidae)

yang dijadikan spesies indikator dalam penelitian ini ... 15

6 Hubungan phylogenetik diantara genus dari famili Chaetodontidae

(Blum 1989) ... 18

7 Distribusi dari spesies Chaetodon octofasciatus (Chaetodontidae)

(modifikasi Blum 1989) ... 19

8 Peta lokasi penelitian: Pulau Petondan Timur, Kepulauan Seribu,

DKI Jakarta ... 25

9 Tahapan penelitian ... 28

10 Ilustrasi teknik pengumpulan data karang dengan menggunakan transek garis menyinggung ... 30

11 Ilustrasi teknik pengumpulan data karang dengan menggunakan transek sabuk... 30

12 Ilustrasi teknik pengumpulan data karang dengan menggunakan transek fotografi... 31

13 Ilustrasi teknik pengumpulan data ikan dengan menggunakan transek sabuk dan metode sensus ikan stasioner ... 31

14 Rerata persentase penutupan karang batu (hard coral) di perairan terumbu karang pada lokasi penelitian pada kedalaman 3 dan 10 meter ...42

15 Perbandingan penutupan substrat dasar di perairan terumbu karang pada lokasi penelitian selama periode penelitian di 3 meter ...43

(25)

vi 17 Perbandingan 10 jenis karang batu (hard coral) yang mempunyai kepadatan

dan persentase tertinggi di lokasi penelitian pada kedalaman 3 meter ...45

18 Perbandingan 10 jenis karang batu (hard coral) yang mempunyai kepadatan dan persentase tertinggi di lokasi penelitian pada kedalaman 10 meter ...45

19 Beberapa genera karang batu (hard coral) di lokasi penelitian (1:

Montipora, 2: Fungia, 3: Acropora, 4: Echinopora, 5: Pachyseris, 6:

Pavona, 7: Porites, 8: Seriatopora, 9: Favites, 10: Lobophylia)...46 20 Perbandingan tingkat pemangsaan (gigitan/5 menit) terhadap karang oleh

C. octofasciatus di kedalaman 3 dan 10 meter pada masing- masing stasiun selama penelitian...48

21 Perbandingan rerata jumlah gigitan(bites) per 5 menit pada karang oleh

Chaetodon octofasciatus dengan % penutupan jenis karang yang dimangsa

(% cover) di kedalaman 3 dan 10 meter di setiap stasiun (A: Barat, B: Timur, C: Selatan, D: Utara) pada bulan Juli 2005 ...51

22 Perbandingan rerata jumlah gigitan(bites) per 5 menit pada karang oleh

Chaetodon octofasciatus dengan % penutupan jenis karang yang dimangsa

(% cover) di kedalaman 3 dan 10 meter di setiap stasiun (A: Barat, B: Timur, C: Selatan, D: Utara) pada bulan Februari 2006 ...52

23 Perbandingan rerata jumlah gigitan(bites) per 5 menit pada karang oleh

Chaetodon octofasciatus dengan % penutupan jenis karang yang dimangsa

(% cover) di kedalaman 3 dan 10 meter di setiap stasiun (A: Barat, B: Timur, C: Selatan, D: Utara) pada bulan April 2006 ...53

24 Perbandingan rerata indeks elektivitas (E) pada bulan (I) Juli 2005, (II) Februari dan (III) April 2006 di semua kedalaman (3 dan 10 meter) ...56

25 Hubungan antara jumlah individu ikan indikator dengan persentase

penutupan karang batu (hard coral) pada kedalaman 3 meter...60 26 Hubungan antara jumlah individu ikan indikator dengan persentase

penutupan karang batu (hard coral) pada kedalaman 10 meter ...60 27 Jenis-jenis nematokis dan alga perifitik yang ditemukan dalam isi perut ikan

Chaetodon octofasciatus (bar = 10 µm)...63 28 Kandungan zat kapur (A) dan alga uniselular Zooxanthellae (B) di dalam

perut ikan Chaetodon octofasciatus (bar = 5 µm)...64 29 Bentuk mulut ikan strip delapan Chaetodon octofasciatus pada saat normal

(26)

vii 30 Pemangsaan ikan strip delapan Chaetodon octofasciatus terhadap beberapa

jenis karang yang ada pada lokasi penelitian ...67

31 Hubungan antara rerata kepadatan genus Acropora dengan tingkat pemangsaan Chaetotodon octofasciatus pada lokasi penelitian...68

(27)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Gambaran lokasi penelitian di setiap stasiun penelitian ... 79

2 Beberapa jenis-jenis karang di Pulau Petondan Timur ... 83

3 Kepadata n Genus Karang... 85

4 Persentase Penutupan Genus Karang ... 88

5 Persentase Penutupan Substrat dasar ... 91

6 Hasil a nalisa makanan Ikan Chaetodon octofasciatus... 92 7 Proses pengumpulan sampel ikan Chaetodon octofasciatus di lapangan... 93

8 Contoh pengolahan hasil transek kuadrat dengan ImageJ ... 94

9 Jenis-jenis Nematokis... 95

10 Jenis-jenis alga perifitik ... 97

11 Analisa statistik dengan Minitab v13 ... 98

12 Proses pengambilan data ... 100

(28)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Ekosistem terumbu karang terus terdegradasi di berbagai wilayah di Indonesia

termasuk di Kepulauan Seribu, Jakarta (Burke et al. 2002; Erdmann 1998). Hal ini terlihat dari hasil pemantauan kondisi terumbu karang Indonesia yang dilakukan

oleh Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

(PPO-LIPI) sampai dengan Desember 1999 diperoleh sekitar 6,69% terumbu karang

yang statusnya sangat baik dan 26,59% yang berstatus baik, berstatus sedang

mencapai 37,58% dan berstatus jelek mencapai 29,16% (Moosa 2001). Oleh

karena itu, dibutuhkan suatu metode monitoring yang murah dan efektif dalam

memprediksi dan mengamati perubahan kesehatan terumbu karang.

Pengamatan kondisi ekosistem terumbu karang merupakan kegiatan yang

sangat penting dilakukan mengingat banyaknya area terumbu karang dunia yang

telah hancur atau terdegradasi. Terdapat beberapa metode yang telah dipakai

untuk menduga komposisi bentik terumbu karang, misalnya menggunakan transek

garis menyinggung (line intercept transects), namun metode-metode tersebut memakan banyak waktu dan membutuhkan keterampilan tertentu untuk

mengaplikasikannya. Oleh karena itu, diperlukan cara lain yang bisa dipakai

untuk melengkapi pe ngamatan dan menduga perubahan ekosistem terumbu

karang menurut waktu yaitu dengan mengidentifikasi spesies indikator. Spesies

indikator dapat digunakan untuk menduga kesehatan, keanekaragaman,

produktivitas dan integritas sistem terumbu karang (Smith 2004; Hourigan et al.

(29)

2 Spesies di ekosistem terumbu karang yang bisa dipakai sebagai bioindikator

adalah ikan (Tanner et al. 1994; Markert et al. 2003) karena keberadaan ikan-ikan terumbu sangat tergantung pada kesehatan terumbu karang yang salah satunya

ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hourigan et al. 1988; Ohman 1998; Lowe-McConnell 1987). Selain itu, ikan terumbu hidup berasosiasi

dengan aneka bentuk dan jenis karang sebagai tempat tinggal, perlindungan dan

mencari makanan (Nybakken 1993; Barnes 1980; Sale 1991). Salah satu bentuk

asosiasi antara ikan dan terumbu yang dapat dilihat adalah ikan pemakan koral

(koralivor) seperti dari famili Chaetodontidae, Balistidae, dan Tetraodontidae

(Reese 1981; Soule & Kleppel 1988; Birkeland 1997; Ohman 1998) dengan

karang terumbu yang menjadi makanannya. P opulasi ikan koralivor sangat

tergantung pada ketersediaan karang hidup yang dapat dilihat dari penutupannya

(Berumen et al. 2005; Fishbase 2004; Nontji 1993; Burges 1978) . Ikan kepe-kepe dari famili Chaetodontidae merupakan penghuni habitat terumbu karang yang

mudah untuk diamati, umum dijumpai dan diidentifikasi secara langsung

(Nybakken 1993; Barnes 1980). Beberapa spesies yang sudah diteliti adalah

Chaetodon multicinctus, C. ornatissimus, C. trifasciatus, C. unimaculatus

(Hourigan et al. 1988; Ohman et al. 1998), C. lunulatus, C. baronessa (Berumen

et al. 2005), C. austriatus, dan C. trifascialis (Alwany et al. 2003).

Berdasarkan penelitian Bawole et al. (1999) dikemukakan bahwa kehadiran yang dominan dari Chaetodon octofasciatus mengindikasikan bahwa terumbu karang sudah mengalami perubahan. Dari penelitian tersebut disarankan perlu

adanya penelitian yang lebih lanjut tentang kebiasaan makan dan tingkah laku

(30)

3

octofasciatus, Chaetodon trifasciatus, Chaetodon trifascialis dan Chaetodon ornatissimus. Karena kelimpahan Chaetodon octofasciatus di Kepulauan seribu sangat tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya. Maka penelitian ini

memfokuskan kajian pada Chaetodon octofasciatus yang ditinjau dari aspek ekologis dan biologis.

Permasalahan

Beberapa permasalahan yang telah teridentifikasi berdasarkan hasil studi pustaka

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Belum adanya metode yang murah, mudah dan efektif untuk diaplikasikan di

lapangan dalam mendeteksi perubahan ekosistem terumbu karang mengingat

cepa tnya degradasi ekosistem tersebut

2. Belum ada penelitian tentang pola makan ikan koralivor kaitannya dengan

perubahan ekosistem terumbu karang di Pulau Petondan Timur Kepulauan

Seribu, Jakarta.

3. Belum adanya penelitian tentang efektivitas ikan koralivor untuk dapat

dijadikan indikator untuk kerusakan terumbu karang di Pulau Petondan Timur

Kepulauan Seribu, Jakarta

4. Belum adanya informasi perbedaan jumlah ikan indikator pada masing-masing

kategori kerusakan terumbu karang

5. Masih kurangnya informasi tentang hubungan antara persentase penutupan

karang hidup terhadap keberadaan ikan indikator

(31)

4 Dari permasalahan yang ada maka muncul beberapa pertanyaan-pertanyaan yang

menyangkut dengan penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pola makan ikan kepe-kepe jenis Chaetodon octofasciatus

berdasarkan analisa makanan dan kebiasaan makan serta tingkat pemangsaan

ikan kepe -kepe jenis Chaetodon octofasciatus terhadap karang?

2. Apakah ikan kepe-kepe jenis Chaetodon octofasciatus merupakan indikator untuk ekosistem terumbu karang yang sehat, rusak atau yang sedang

mengalami perubahan?

3. Bagaimana pola hubungan antara persentase penutupan karang hidup dengan

kelimpahan ikan kepe -kepe jenis Chaetodon octofasciatus?

Kerangka pemikiran

Untuk mencapai berbagai tujuan penelitian yang telah ditetapkan yang

didasari dari permasalahan yang ada maka disusun suatu kerangka pemikiran

(32)
[image:32.612.142.489.75.682.2]

5

Gambar 1 Kerangka pemikiran

Ikan kepe-kepe Chaetodon octofasciatus

dapat dipakai sebagai bioindikator dalam endeteksi kondisi pada ekosistem

terumbu karang Kajian Ekobiologi

Metode terumbu karang: a. Transek sabuk

b. Transek garis menyinggung c. Transek kuadrat

Metode ikan kepe-kepe: a. Sensus ikan stasioner

b. Analisa makanan dan kebiasaan makan Biologi Ekologi Ekosistem Terumbu Karang Tekanan Antropogenis Tekanan Alami Perubahan Ekosistem Ada perbedaan ? Barat Timur Selatan Utara

S t a s

i u n

ya tidak

Terumbu karang:

- Persentase penutupan karang hidup - Struktur komunitas karang - Indeks Mortalitas Karang (IMK) - Komposisi substrat dasar

Ikan Kepe-kepe: - Jenis

- Kelimpahan ikan - Tingkat pemangsaan - Makanan & kebiasan makan

Ikan kepe-kepe Chaetodon octofasciatus

belum dapat dipakai sebagai bioindikator dalam endeteksi kondisi

(33)

6

Hipotesis

Adapun hipote sis dalam penelitian ini adalah: Kelimpahan ikan kepe-kepe

(Chaetodon octofasciatus) ditentukan oleh besarnya persentase penutupan karang hidup.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui makanan dan kebiasaan makan Chaetodon octofasciatus melalui analisa isi perut;

2. Mengetahui perbedaan tingkat pemangsaan Chaetodon octofasciatus terhadap jenis koral yang dikonsumsi;

3. Didapatkannya pola hubungan antara kelimpahan Chaetodon octofasciatus dengan persentase penutupan karang hidup;

Manfaat

Penelitian ini diharapkan mempunyai berbagai manfaat, yaitu:

1. Mendapatkan indikator kerusakan terumbu karang berdasarkan jumlah

Chaetodon octofasciatus yang sangat murah, mudah dan efektif untuk diimplementasikan di lapangan khususnya di Pulau Petondan Timur

Kepulauan Seribu, Jakarta;

2. Memberikan tambahan informasi mengenai ekobiologi dari ikan indikator ini,

maka memberikan informasi kerusakan terumbu karang yang lebih dini dan

(34)

TINJAUAN PUSTAKA

Terumbu Karang

Pengertian Karang dan Simbiotik Alga

Karang merupakan nama lain dari ordo Scleractinia yang memiliki jaringan

batu kapur yang keras. Ordo Scleractinia dibagi menjadi dua kelompok yaitu

kelompok karang pembentuk terumbu (reef building) dan kelompok karang bukan pembentuk terumbu (non reef building). Karang pembentuk terumbu merupakan karang hermatipik yang memerlukan cahaya matahari untuk hidup, sedangkan

kelompok bukan pembentuk terumbu adalah karang ahermatip ik yang hidup tanpa

cahaya matahari di dasar laut (Veron 1993; Nybakken 1993; Tomascik et al.

1997).

Karang hermatipik hanya ditemukan di daerah tropis, sedangkan karang

ahermatipik tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama antara karang

hermatipik dan karang ahermatipik adalah terdapatnya simbiose mutualisma

dengan zooxanthellae, tumbuhan alga bersel tunggal (dinoflagellata uniselular) -

Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di dalam jaringan karang. Karang hermatipik bersimbiose dengan alga tersebut sedangkan hampir semua karang

ahermatipik tidak bersimbiose (Ditlev 1980; Nybakken 1993). Menurut Barnes

(1980) terdapat lebih dari 60 genera karang yang bersimbiose dengan

zooxanthellae.

Asosiasi simbiotik antara zooxanthellae dengan karang sedemikian eratnya

hingga sangat menentukan proses metabolisme, kemampuan untuk membentuk

kerangka dan sebaran vertikalnya hewan tersebut. Selain itu zooxanthellae juga

(35)

8 memberikan petunjuk bahwa peranan alga tersebut sangat penting dalam

ekosistem terumbu karang (Nybakken 1993; Nontji 1984). Oleh karena itu karang

hermatipik mempunyai sifat yang unik, yaitu perpaduan antara sifat hewan dan

tumbuhan, sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototropik positif.

Kebutuhan akan cahaya matahari adalah untuk kepentingan zooxanthellae

(Nybakken 1993).

Struktur Karang

Karang dapat hidup berkoloni maupun soliter. Individu karang terdiri dari

polip (bagian yang lunak) dan kerangka kapur (bagian yang ke ras). Polip karang

(Gambar 2), mulutnya terletak di bagian atas dan sekaligus berfungsi sebagai

anus. Makanan yang masuk dicerna oleh filamen mesentary dan sisa makanan

dikeluarkan melalui mulut. Jaringan tubuh karang terdiri dari ektoderm, mesoglea

[image:35.612.158.484.433.678.2]

dan endoderm (Veron 1986).

(36)

9 Ektoderm merupakan jaringan terluar yang mempunyai cilia, kantung lendir

(mucussac) dan sejumlah nematokis (nematocyst). Mesoglea adalah jaringan yang terletak anta ra ektoderm dan endoderm, bentuknya seperti agar-agar (jelly). Endoderm merupakan jaringan yang paling dalam dan sebagian besar berisi

zooxanthellae (Nybakken 1993), tetapi menurut Barnes (1980) zooxanthellae yang

bersimbiose juga berada di dalam jaringan gastroderm.

Ukuran diameter polip karang yang berbentuk koloni umumnya adalah 1- 3

mm, sedangkan jenis yang soliter ada yang mencapai 25 cm (Barnes 1980).

Rangka karang terdiri dari kristal kalsium karbonat dan disekresikan oleh

epidermis yang berada di pertengahan bawah polip . Proses sekresi ini

meghasilkan rangka cawan (skeletal cup), dimana polip Karang menetap. Cawan tersebut dinamakan calyx, dinding yang mengelilingi cawan disebut theca dan lantai cawan disebut lempeng basal (basal plate). Pada bagian lantai terdapat dinding septa yang terbuat dari kapur tipis (radiating calcareous septa) (Gambar 4). Disamping memberikan tempat hidup bagi polip karang, cangkang (terutama

sklerosepta/septa) juga memberikan perlindungan. Bila berkontraksi, polip

menja di kecil dan berada dalam cangkang sehingga menyulitkan predator yang

akan memangsanya (Barnes 1980).

Nematokis

Filum Coelenterata disebut juga Cnidaria yang dalam bahasa Yunani adalah

sengat. Anggota dari filum ini adalah hydra, ubur-ubur, anemone laut dan koral.

Coelenterata mempunyai rongga pencernaan dan mulut, tetapi tidak ada anus.

(37)

10 lapisan, yaitu epidermis (lapisan paling luar), gastrodermis (lapisan paling dalam

dan membatasi rongga pencernaan), dan mesoglea (lapisan yang terletak di antara

epidermis dan gastrodermis) (Suwignyo et al. 2005).

Pada lapisan epidermis terdiri dari lima macam sel yaitu sel epitel otot, sel

interstisial, sel cnidocyte, sel kelenjar lender, dan sel saraf indera. Di dalam

cnidocyte terdapat nematokis, yaitu suatu struktur seperti kapsul bulat atau

lonjong. Di dalam nematokis terdapat semacam benang atau pipa halus atau duri

melingkar-lingkar, dan pangkalnya menempel pada dasar nematokis. Bila ada

rangsangan dari luar, benang dalam nematokis ditembakkan keluar. Nematokis

paling banyak terdapat di tentakel dan ujung oral (Suwignyo et al. 2005) .

Gambar 3 Tipe nematokis: (A) Perekat; (B) Penggulung; (C) Penusuk (Suwignyo et al. 2005)

Terdapat tiga macam tipe nematokis berdasarkan fungsinya yaitu (Suwignyo

et al. 2005) :

a. Perekat (glutinant, isorhiza): mempunyai pipa halus yang ujungnya terbuka dan menghasilkan bahan perekat sebagai pertahanan diri dan untuk

melekatkan diri ke substrat.

A

B

(38)

11 b. Penggulung (volvent, demoneme): berukuran kecil dan berfungsi untuk

menggulung mangsa, berbentuk seperti tali lasso.

c. Penusuk (penetrant, stenotele): berukuran besar agak bulat mengandung 3 buah duri besar dan 3 deret duri-duri kecil, dan berfungsi untuk menyuntikkan

racun ke dalam tubuh mangsa

Sedangkan berdasarkan bentuknya terdapat 9 tipe nematokis yaitu:

1. Atrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang bulat tanpa

dasar (basal shaft) atau senapan (barbs).

2. Basitrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuknya yang bulat

tetapi sudah mempunyai senapan (barbs) pada dasar.

3. Holotrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh non-differensial basal

shaft dan sebuah senapan (barb) disepanjang tubuhnya.

4. Macrobasic amastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh

bentuknya yang bulat memanjang dan terdapat senapan di ujungnya.

5. Microbasic amastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh

bentuknya yang membulat panjang namun kecil dan hanya terdapat

senapan di ujungnya.

6. Microbasic b-mastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh

bentuknya yang membulat dan berongga, tetapi pemisah antara rongga

dan tabung tubule tidak ada tanda yang jelas.

7. Microbasic p-mastigophore: tipe nematokis yang didefinisikan oleh

bentuknya yang membulat dan mempunyai sebuah rongga dan tabung,

(39)

12 8. Spirocyst: tipe cnidae yang didefinisikan oleh bentuknya yang panjang,

spriral, tidak menyengat dan membulat.

9. Heterotrich: tipe nematokis yang didefinisikan oleh bentuk tubuhnya yang

panjang membulat dengan garis-garis melintang ditubuhnya.

Organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang

Kondisi fisik terumbu karang yang kompleks memberikan andil bagi

keragaman dan produktivitas biologinya. Banyaknya lubang dan celah di terumbu

karang memberikan tempat tinggal, perlindungan, tempat mencari makan dan

berkembangan biak bagi ikan dan invertebrata yang ada di perairan terumbu

karang maupun yang berasal dari lingkungan sekitarnya (Nybakken 1993).

Gambar 4 Organisme yang berasosiasi dengan terumbu karang (Castro & Huber 2000)

Biota yang hidup di daerah terumbu karang merupakan suatu komunitas yang

meliputi kumpulan kelompok biota dari berbagai tingkat trophik (Gambar 4).

Masing-masing komponen dalam komunitas ini mempunyai ketergantungan yang

(40)

13

Status Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu

Kondisi ekosistem terumbu karang di daerah tropis khususnya di Indonesia

saat ini sangat dipengaruhi oleh peningkatan populasi penduduk. Hal ini sesuai

yang dinyatakan oleh Wilkinson et al. (1993) bahwa pada tahun 1993 bahwa 10 sampai 20 tahun mendatang, 30% terumbu karang di dunia akan hancur dan rusak.

Pada tahun 1998, World Resources Institute di Washington mengestimasi bahwa

50% dari terumbu karang di dunia sangat terancam, dan 10% telah hancur dan

rusak (Bryant et al. 1998).

Terumbu karang di Indonesia bagian barat mendapatkan lebih banyak tekanan

dibandingkan dengan terumbu karang di bagian timur Indonesia (Chou 1998).

Khususnya di Kepulauan Seribu yang selama 25 tahun terakhir menanggung

beban limbah dari Jakarta (Cesar 1996). Limbah domestik, limbah industri, dan

penangkapan ikan yang merusak (termasuk bom sianida) merupakan faktor utama

yang membuat terumbu karang di Kepulauan Seribu semakin riskan (Bryant et al.

1998; Chou 1998; Erdmann 1996). Dampak negatif dari beberapa aktivitas

manusia dan alam di daerah terumbu karang di Kepulauan Seribu Jakarta

disajikan pada Tabel 1.

Pemboman (blast fishing), suatu teknik yang menggunakan ledakan untuk membunuh ikan dan hal ini sangat merusak ekosistem secara ekstrim. Terlebih

lagi kegiatan pemboman ini membunuh ikan target dan non-target serta hewan

invertebrate dari segala jenis kelas dan ukuran, dan juga ledakan merusak dan

menghancurkan struktur terumbu. Kegiatan pemboman ini menghasilkan

(41)

14 kemungkinannya sehubungan dengan hancurnya struktur terumbu dan substrat

[image:41.612.132.544.168.509.2]

dasar (Erdmann 1996).

Tabel 1 Dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia dan alam di daerah Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Jakarta

Faktor Kategori dampak

Kegiatan manusia dan alam Dampak negatif Referensi

Perikanan:

Pemboman (blast fishing) Sianida

Muroami

Patahan karang Karang mati Pengumpul ikan menginjak -injak karang

Sukarno et al. (1983),

Sukarno (1996), Erdmann

(1996), Bryant et al.

(1998), Chou (1998)

Pariwisata: Jangkar kapal

Berjalan diatas terumbu

Patahan karang Karang rusak

Sukarno et al. (1983),

Sukarno (1996), Erdmann (1996), Supriharyono (2000)

Penambangan: Penambangan karang Penambangan Kima Penambangan pasir laut

Karang rusak

Banyak bongkahan karang Pulau-pulau hilang

Sukarno et al. (1983), Sukarno (1996), Erdmann

(1996), de Vantier et al.

(1998), Ongkosongo & Natsir (1994 )

Manusia Pencemaran: Eksplorasi minyak Sedimentasi Sampah Mematikan karang Mematikan karang Mematikan karang Sukarno (1996), Supriharyono (2000), Cesar (1996)

Bulu seribu (Acanthaster planci) Memangsa karang secara

berlebihan karena tidak predatornya

de Vantier (1996)

Alam

El-nino Memutihkan karang dan

kematian karang secara massal

Brown & Suharsono 1990

Kerusakan terumbu karang di Kepulauan Seribu juga ditegaskan oleh de

Vantier (1996) bahwa penurunan penutupan karang dan kekayaan jenis

disebabkan oleh serangan populasi bintang laut berduri (Acanthaster planci), suhu tinggi akibat el-nino pada tahun 1991 dan 1993 (Brown & Suharsono 1990),

kualitas air yang tidak baik dan praktek perikanan tangkap yang merusak (racun

(42)

15 juga disebabkan oleh aktivitas reklamasi, jetty, dan bagan (liftnet) (Ongkosongo & Natsir 1994)

Ikan Kepe -Kepe (Chaetodontidae) Karakteristik dan Klasifikasi

Ikan kepe-kepe (Butterflyfishes) merupakan salah satu ikan terumbu yang mudah dikenali diperairan terumbu karang (Gambar 5). Kebanyakan ikan

kepe-kepe ditemukan di perairan tropis, dangkal, disekitar terumbu karang pada

kedalaman kurang dari 60 feet (18 m). Tetapi, beberapa penemuan terakhir telah

ditemukan spesies baru yang berada pada kedalaman 600 feet (180 m) (Fishbase

[image:42.612.249.386.364.488.2]

2005) .

Gambar 5 Jenis ikan kepe -kepe Chaetodon octofasciatus (Chaetodontidae) yang dijadikan spesies indikator da lam penelitian ini (bar = 1 cm)

Para ahli ikhtiologi mengklasifikasikan ikan kepe -kepe kedalam Famili

Chaetodontidae berdasarkan desain gigi mereka. Semuanya mempunyai gigi yang

mirip sisir. Umumnya mulutnya lancip dan rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi

kecil dan tajam untuk mencari makanannya di celah-celah karang batu.

Pergerakan yang cepat dan bentuk warna yang jelas juga merupakan salah satu

(43)

16 beberapa kemungkinan fungsi dari war na-warna dramatis dan bentuk pewarnaan

yang umumnya didominasi oleh kuning, hitam dan putih. Untuk beberapa ikan

kepe-kepe, khususnya spesies yang mempunyai hubungan yang dekat dengan

habitat yang sama, pengenalan spesies mungkin penting pada saat identifikasi

pasangan. Beberapa spesies hidup berpasangan dan mempunyai wilayah teritori

tertentu yang sesuai dengan pewarnaanya yang berguna untuk menyamar dari

pemangsaan. Beberapa lainnya, pewarnaan penting untuk perlindungan dari

predator. ikan kepe-kepe umumnya aktif pada siang hari (diurnal), dan mencari

tempat perlindungan di habitat terumbu pada malam hari (Fishbase 2005; Nontji

1993).

Berikut Klasifikasi dari ikan kepe -kepe Chaetodon octofasciatus: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Osteichthyes

Ordo : Perciformes

Famili : Chaetodontidae

Genus : Chaetodon

Spesies : Chaetodon octofasciatus

Ekobiologi Chaetodontidae

Ikan kepe-kepe mempunyai variasi makanan mulai dari karang, plankton,

invertebrata, alga, spons, dan beberapa tumbuhan laut lainnya (Fishbase 2005).

Namun, untuk mengetahui perannya sebagai bioindikator kesehatan karang maka

(44)
[image:44.612.137.536.130.576.2]

17

Tabel 2 Daftar beberapa spesies ikan kepe -kepe (Chaetodontidae) beserta tipe kebiasaan makannya (OC=Obligate corralivores, FC=Facultative corralivores)

No. Spesies Ikan OC FC Referensi

1 Chaetodon andamanensis + Fishbase (2005)

2 Chaetodon auriga + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 3 Chaetodon baronessa + Fishbase (2005)

4 Chaetodon bennetti + Fishbase (2005) 5 Chaetodon citrinellus + Fishbase (2005)

6 Chaetodon collare + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 7 Chaetodon decussatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 8 Chaetodon ephippium + Fishbase (2005)

9 Chaetodon kleinii + Fishbase (2005) 10 Chaetodon lunula + Fishbase (2005) 11 Chaetodon paucifasciatus + Fishbase (2005)

12 Chaetodon plebeius + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 13 Chaetodon rafflesii + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 14 Chaetodon striatus + Fishbase (2005)

15 Chaetodon trifascialis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005)

16 Chaetodon trifasciatus + Yusuf & Ali (2004), Reese (1977), Fishbase (2005) 17 Chaetodon aureofasciatus + Fishbase (2005)

18 Chaetodon austriacus + Fishbase (2005)

19 Chaetodon lineolatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 20 Chaetodon melannotus + Fishbase (2005)

21 Chaetodon multicinctus + Reese (1977), Fishbase (2005) 22 Chaetodon octofasciatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 23 Chaetodon ornatissimus + Reese (1977), Fishbase (2005) 24 Chaetodon punctatofasciatus + Reese (1977), Fishbase (2005) 25 Chaetodon quadrimaculatus + Reese (1977), Fishbase (2005) 26 Chaetodon reticulatus + Reese (1977), Fishbase (2005) 27 Chaetodon triangulum + Yusuf & Ali (2004), Reese (1977) 28 Chaetodon unimaculatus + Reese (1977), Fishbase (2005) 29 Chaetodon vagabundus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 30 Chelmon rostratum + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 31 Coradian altivelis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 32 Coradion chrysozonus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 33 Heniochus acuminatus + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 34 Heniochus plurotaenia + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 35 Heniochus singularis + Yusuf & Ali (2004), Fishbase (2005) 36 Megaprotodon striangulus + Reese (1977), Fishbase (2005)

Chaetodontidae hidup dekat dengan substrat dan makan secara diurnal.

Terdapat lima kategori pemangsaan ikan kepe-kepe yaitu pemangsa karang batu

(45)

18 (Nontji 1993; Fishbase 2005). Kebiasaan makan ikan kepe-kepe bervariasi sesuai

dengan wilayah geografis. Di Great Barrier Reef sekitar 80% bersifat koralivor,

Samudera Hindia bagian barat 72% sedangkan di Hawaii kurang dari 60% bersifat

koralivor (Fishbase 2005).

Ikan kepe-kepe biasanya ditemukan secara individual, berpasangan, atau

dalam kelompok kecil (Nontji 1993). Sumber makanan merupakan faktor penentu

utama yang membedakan kehidupan sosial dan sistem pertemanan diantara ikan

kepe-kepe. Ikan koralivor umumnya ditemukan berpasangan sedangkan ikan

planktivor biasanya ditemukan berkelompok (Fishbase 2005; Nontji 1993).

Biogeografi Ikan Kepe-kepe (Chaetodontidae) di Dunia

Ikan kepe -kepe mempunyai pola distribusi yang tertutup dalam suatu grup dan

pola variasi geografi yang berulang. Spesies ikan ini tersebar di sepanjang wilayah

Indo-Pasifik sebanyak 116 species dan 45 jenis berada di Indonesia (Allen &

[image:45.612.159.479.459.666.2]

Adrim 2003; Fishbase 2005; Nontji 1993; Burges 1978).

(46)

19 Hubungan kekerabatan diantara genus dari famili Chaetodontidae telah

dijabarkan oleh Blum (1989). Hubungan tersebut diperoleh dari analisa cladistik

dari 34 atribut karakteristik osteologi dan anatomi dalam ikan Chaetotontidae.

Hubungan phylogentik tersebut ditunjukan pada Gambar 6.

Distribusi dari spesies Chaetodontidae telah dilakukan oleh Allen (1980).

Penyebaran spesies Chaetodontidae sangat dipengaruhi hubungan

phylogenetiknya. Ikan Chaetodontidae tersebar di seluruh dunia dengan

penyebaran tertinggi di Indo-Pasifik. Khusus untuk jenis Chaetodon octofasciatus

hanya tersebar di wilayah Sri Langka, India, Great Barrier Reef Australia,

Malaysia, Indonesia, New Guinea, Filipina, Rykyu Islands, Sela tan Jepang,

Taiwan, dan Thailand (Blum 1988). Distribusi dari spesies Chaetodontidae

diperlihatkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Distribusi dari spesies Chaetodon octofasciatus (Chaetodontidae) (modifikasi Blum 1989).

Konsep Chaetodontidae sebagai bioindikator

Menurut Markert et al. (2003), terdapat tiga tipe utama bioindikator yaitu (1)

compliance indicator, yang dipilih untuk menduga ekosistem terumbu karang yang berhubungan dengan restorasi dan menjaga kualitas lingkungan, (2)

(47)

20 memberikan tanda kepada manajer untuk melakukan aksi sebelum kondisi

lingkungan menjadi parah.

Konsep penggunaan spesies kunci tertentu sebagai indikator kondisi ekologis

sekarang telah banyak dipakai untuk mendeteksi suatu kondisi lingkungan (Soule

& Kleppel 1988). Ikan kepe-kepe sangat mungkin untuk menjadi indikator

lingkungan terumbu karang karena hubungannya sangat erat dengan substrat

karang hidup (Hourigan et al. 1988). Reese (1981) merupakan peneliti pertama yang mengusulkan butterflyfishes yang bersifat koralivor untuk dijadikan sebagai organisme indikator. Namun, ada dua hal yang harus diperhatikan adalah (1)

biotik indikator yang sensitif lebih berguna untuk mendeteksi polusi pada level

rendah seperti polusi kimia level rendah atau perubahan kecil temperatur atau

tingkat nutrien, (2) tidak semua jenis Chaetodontidae dapat dijadikan spesies

indikator. Misalnya yang bersifat planktivor tidak sensitif terhadap perubahan

terumbu karang, atau omnivor memakan invertebrata selain karang dan alga

sehingga sangat susah untuk mendeteksi kebiasaan makannya yang selalu berubah

dan oportunis (Reese 1995).

Berbagai macam pertanyaan dan keraguan yang timbul terhadap penggunaan

ikan kepe-kepe (butterflyfishes) sebagai biomonitor dan bioindikator. Jawaban dari pertanyaan tersebut adalah terdapat banyak spesies dari famili

Chaetodontidae yang mempunyai hubungan kuat dengan karang dan mereka

banyak bersifat obligate corralivores (pemangsa karang) (Reese 1981;

Harmelin-Vivien & Bouchon-Navaro 1983). Selain itu, metabolisme atau kebutuhan energi

(48)

21 pemangsa karang tersebut merupakan calon potensial sebagai indikator perubahan

terhadap terumbu karang (Crosby & Reese 1996).

Crosby & Reese (1996) menyatakan empat alasan penting mengapa

Chaetodontidae merupakan indikator bagus yang sangat potensial:

(1) Nama ilmiah dari karang dan ikan bukan merupakan persyaratan utama

yang harus diketahui oleh pengambil data;

(2) Pengumpulan data dapat dilakukan bertahap, misalnya langkah pertama

dapat menghitung jumlah ikan Chaetodontidae di sepanjang transek dan

kemudian langkah selanjutnya dapat menghitung jumlah koloni karang.

Metode ini sangat seseuai apabila kurangnya sumberdaya manusia yang

tersedia;

(3) Chaetodontidae merupakan indikator terbaik yang digunakan dimana ada

perubahan secara waktu (gradual), gangguan kronis yang mana sulit untuk dihitung atau dilakukan oleh alternative metode lainnya, misalnya

pengumpulan data jaringan dan analisis kualitas air.

(4) Metode bioindikator ini sangat ramah lingkungan (environmentally friendly), relatif murah, tidak merusak dan tidak membutuhkan teknisi ilmiah yang sangat terampil.

Oleh karena itu, Chaetodontidae yang pemangsa karang merupakan indikator

ideal karena ikan ini memangsa karang secara langsung. Lebih lanjut, ikan

kepe-kepe menunjukkan tingkat kesukaan pada spesies karang tertentu sehingga akan

sangat sensitif apabila terjadi perubahan suatu sistem terumbu karang. Selain itu,

karena ikan kepe-kepe sangat teritoria l maka akan sangat mudah memantaunya

(49)

22 Ukuran teritori dari ikan kepe-kepe ditentukan oleh jumlah makanan karang

yang tersedia. Jika ketersediaan makanan karang sedikit di suatu area terumbu

karang maka ikan tersebut akan memperluas daerah teritorinya (Crosby & Reese

1996). Perubahan tingkah laku sosial tersebut menyediakan indikasi dini yang

sensitif bahwa terjadi ketidakstabilan dan perubahan di dalam ekosistem tersebut.

Penelitian tentang Chaetodontidae

Terdapat beberapa penelitian ya ng menggunakan ikan kepe-kepe sebagai

indikator keanekaragaman terumbu karang di Indonesia dan Filipina menunjukkan

hasil yang sangat bagus (Crosby et al. 1996). Beberapa jenis ikan kepe-kepe yang sudah diteliti sebagai indikator perubahan lingkungan adala h Chaetodon multicinctus, C. ornatissimus, C. trifasciatus, dan C. unimaculatus (Hourigan et al. 1988). White (1988) menyatakan jumlah total spesies Chaetodontidae menunjukkan korelasi yang signifikan terhadap penutupan karang keras (hard coral). Sedangkan di Kepulauan Seribu, Adrim et al. (1991) menyebutkan bahwa

Chaetodon octofasciatus memungkinkan untuk dijadikan indikator degradasi terumbu karang akibat tekanan lingkungan. Namun, tidak semua ikan

Chaetodontidae sebagai pemakan karang keras (scleractinian coral), ada juga

memakan octocoral (karang lunak) misalnya Chaetodon melannotus (Alino et al.

1988).

Berdasarkan penelitian Bawole et al. (1999) dikemukakan bahwa variasi ikan Chaetodontidae ditentukan oleh bentuk pertumbuhan Acropora bercabang,

non-acr opora bercabang, non-non-acropora massive, non-non-acropora encrusting dan habitat

(50)

23

Chaetodon octofasciatus mengindikasikan bahwa terumbu karang sudah mengalami perubahan, sedangkan kehadiran Chaetodon trifasciatus, Chaetodon trifascialis dan Chaetodon ornatissimus mengindikasikan bahwa kondisi karang belum mendapatkan gangguan yang berarti atau masih relatif baik. Dari penelitian

tersebut disarankan perlu adanya penelitian yang lebih lanjut tentang kebiasaan

makan dan tingkah laku ikan Chaetodontidae, dengan perhatian khusus pada jenis

Chaetodon octofasciatus, Chaetodon trifasciatus, Chaetodon trifascialis dan

Chaetodon ornatissimus. Dari penelitian Yusuf dan Ali (2004) menyatakan bahwa ditemukan kelimpahan yang tinggi dari Chaetodon octofasciatus dan Chaetodon collare di Pulau Mayar, Malaysia, meskipun penutupan karang di di daerah ini kurang beragam dan sehat.

Adrim dan Hutomo (1989) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara

ketiga yang mempunyai keanekaragaman ikan kepe-kepe (butterflyfishes) setelah Great Barrier Reef, Australia (50 spesies), dan Filipina (45 spesies). Namun,

kajian biologis dan ekologis dari kelompok ikan ini masih sangat jarang dan

biasanya hanya merupakan bagian kecil dari berbagai penelitian. Lebih lanjut

Adrim dan Hutomo (1989) menemukan adanya hubungan positif antara persen

penutupan karang hidup dengan jumlah dan jenis ikan Chaetodontidae di Laut

(51)

BAHAN & METODE

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pulau Petodan Timur, di dalam kawasan Taman

Nasional Laut Kepulauan Seribu Kepulauan Seribu, DKI Jakarta (Gambar 8).

Pulau ini mempunyai luas 7,38 ha dan berada di zonasi Rekreasi dan Pariwisata.

Secara administratif berada dalam Kelurahan Pulau Harapan Kecamatan

Kepulauan Seribu Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Stasiun pengambilan data ditetapkan di empat lokasi seperti disajikan pada Tabel

3.

Tabel 3 Posisi geografis stasiun penelitian

Posisi Geografis Stasiun

Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS)

Barat 106° 35.536” 05° 34.754”

Selatan 106° 35.747” 05° 34.937”

Utara 106° 35.701” 05° 34.730”

Timur 106° 35.101” 05° 34.977”

Penelitian ini berlangsung pada tanggal 25 – 29 Juli 2005, 4 – 8 Februari dan

17 – 22 April 2006. Analisa makanan dan kebiasaan makan ikan Chaetodon octofasciatus dilakukan di Laboratoriu m Biomikro I Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP). Identifikasi berlangsung dari tanggal 9 Maret

(52)
[image:52.792.89.711.107.511.2]

25

(53)

26

Alat dan b ahan

Peralatan yang digunakan dalam peneltian ini adalah alat selam Self Contained Underwater Buoyancy Apparatus (SCUBA), Global Positioning System (GPS), kapal, rollmeter 50 m, sabak dan pensil, kamera bawah air, buku identifikasi

karang (Suharsono 2004) dan buku identifikasi ikan (Allen 2000). Peralatan dan

metode untuk pengamatan kondisi perairan disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Peralatan dan metode untuk pengambilan data parameter perairan

Parameter Unit Metode/Alat Keterangan

Kecepatan arus m/dt Current-meter in situ

Suhu °C Thermometer Hg in situ

Kedalaman m Deep Gauge in situ

Kecerahan m Secchi disc in situ

Salinitas ppt Refraktometer in situ

Alat dan bahan yang digunakan untuk identifikasi makanan dan kebiasaan

makan adalah sampel usus ikan Chaetodon octofasciatus yang sudah diawetkan di lapangan, bahan pengawet (alkohol 95%), mikroskop, gelas objek, gelas penutup,

tissue/lap dan buku identifikasi.

Tahapan penelitian

Secara umum, dalam penelitian ini terdapat tiga tahap yaitu: (1)

mengidentifikasi jenis dan kelimpahan ikan indikator koralivor serta memilih

yang paling dominan, (2) mengukur tingkat pemangsaan ikan indikator terhadap

(54)

27 persentase penutupan karang hidup, (3) mengkaji pola hubungan antara kondisi

terumbu karang berdasarkan persentase penutupan karang hidup terhadap

keberadaan dan kelimpahan ikan indikator berdasarkan studi ekobiologinya,

seperti disajikan pada Gambar 9.

Penentuan titik sampel

Kondisi komunitas ikan indikator dan terumbu karang diamati pada empat

stasiun di sekitar perairan penelitian. Pada empat stasiun tersebut diletakkan

transek sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai di daerah reef crest (3 m) dan reef slope (10 m). Pene mpatan transek ini dilakukan setelah adanya pemantauan terumbu karang dengan metode manta tow/snorkeling. Setiap lokasi mempunyai titik koordinat yang diambil dengan alat GPS. Titik koordinat ini

yang menjadi patokan pengambilan data selain patok-patok yang telah

dipancangkan.

Waktu pengambilan data

Pengambilan data dilakukan antara pukul 07.00-17.00. Waktu ini di ambil

sesuai dengan waktu aktif mencari makan ikan Chaetodontidae yakni pada siang

(55)

28

Gambar 9 . Tahapan penelitian

Analisis Ragam

Mengetahui perbedaan tingkat pemangsaan terhadap koral pada masing-masing kategori terumbu

karang

Mengetahui karakteristik habitat terhadap jenis ikan C. octofasciatus

pada masing-masing stasiun

Analisis Deskriptif Analisis Ragam

Mengetahui perbedaan kelimpahan ikan C. octofasciatus dan persentase penutupan karang hidup

Analisis Korelasi

Mengetahui h ubungan antara kelimpahan ikan C. octofasciatus dan persentase

penutupan karang hidup

Hubungan? tidak ada

ada

Mengkaji pola hubungan antara kondisi terumbu karang berdasarkan persentase

penutupan karang hidup terhadap keberadaan dan kelimpahan ikan C.

octofasciatus berdasarkan studi bioekologinya

Membuat pengelompokan kelimpahan ikan C. octofasciatus berdasarkan kategori terumbu karang

Gomez & Yap (1998) Identifikasi jenis dan kelimpahan ikan karang termasuk ikan kepe-kepe pada

masing-masing kategori terumbu karang

Mengukur tingkat pemangsaan ikan C. octofasciatus yang paling

dominan terhadap jenis koral

Ekosistem Terumbu Karang: Mencari lokasi berdasarkan

penutupan karang hidup

Dipilih jenis ikan kepe-kepe koralivor yang paling dominan

Mulai

TAHAP I

TAHAP II

TAHAP III

Selesai

Analisa isi perut terhadap ikan C.

[image:55.612.134.538.70.713.2]
(56)

29

Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Dalam pengambilan data primer dibagi menjadi dua yaitu data ikan

indikator dan data terumbu karang. Data primer yang akan diambil adalah:

1. Kelimpahan ikan Chaetodon octofasciatus (x1)

2. Tingkat pemangsaan ikan Chaetodon octofasciatus pada jenis koral tertentu (x2)

3. Jenis karang batu yang dimangsa ikan Chaetodon octofasciatus (x3)

4. Persentase penutupan karang batu atau hard coral (x4)

5. Jenis makanan dari ikan Chaetodon octofasciatus berdasarkan analisa isi usus (x5)

Metode pengambilan data Substrat dasar

Metode pengambilan data yang digunakan dalam pengamatan substrat dasar

adalah transek garis menyinggung (line intercept transect) dan transek sabuk (belt transect) dan transek kuadrat (Quadrat transect) (Stoddart & Johannes 1978; English et a l. 1997; Rogers et al. 1994). Ketiga metode pengambalian data tersebut diletakkan pada transek permanen yang menggunakan pancang pada titik

0 meter sampai 50 meter yang dihubungkan dengan tali nylon.

a. Transek Garis Menyinggung (Line Intercept Transect)

Pengambilan data persen penutupan terumbu karang dengan transek garis

menyinggung dengan membentangkan rollmeter sepanjang 50 meter. Transek

(57)

30

crest (3 m) dan reef slope (10 m). Data diambil oleh satu orang penyelam (Gambar 10). Data yang diambil berupa transisi panjang koral yang menyinggung

transek, jenis dan bentuk pertumbuhan koral.

Gambar 1 0 Ilustrasi teknik pengumpulan data substrat dasar dengan menggunakan transek garis menyinggung

b. Transek Sabuk (Belt Transect)

Transek sabuk digunakan untuk mengetahui kelimpahan genus koral

disepanjang 50 meter dengan lebar 50 cm meter kiri dan kanan transek. Transek

sabuk ini juga diletakkan sejajar dengan garis pantai di daerah reef crest (3 m) dan

reef slope (10 m). Pengambilan data dilakukan oleh dua orang penyelam yang masing-masing mengapit transek (Gambar 11).

Gambar 1 1 Ilustrasi teknik pengumpulan data karang dengan menggunakan transek sabuk

c. Transek Kuadrat

Transek kuadrat (1 x 1 meter2) digunakan untuk mengetahui data persen

penutupan terumbu karang. Transek kuadrat yang digunakan dibagi-bagi lagi

menjadi 100 grid dimana setiap grid mewakili 10% penutupan. Transek kuadrat

ini juga diletakkan sejajar dengan garis pantai di daerah reef crest (3 m) dan reef

(58)

31

slope (10 m). Sebanyak 3 transek kuadrat yang diletakkan pada masing-masing kedalaman (3 dan 10 m). Transek kuadrat diletakkan pada meter ke 0, 30, dan 50.

Pengambilan data dilakukan oleh satu orang penyelam. (Gambar 12). Data yang

diambil berupa jenis dan bentuk pertumbuhan koral yang diolah menggunakan

program ImageJ (2003).

Gambar 1 2 Ilustrasi teknik pengumpulan data substrat dasar dengan menggunakan transek kuadrat

Ikan kepe-kepe Chaetodon octofasciatus a. Menghitung kelimpahan

Pengambilan data ikan Chaetodon octofasciatus berupa jenis (spesies) dan jumlah (kelimpahan) digunakan metode sensus transek sabuk (Belt Transect Census) (Brock 1982; English et al. 1997), yang dikombinasikan dengan metode sensus ikan stasioner (the Stationary Fish Census method) (Rogers et al. 1994). Dalam pendataan ini akan digunakan penomoran yang dicatat dalam lembar data.

Data diambil di sepanjang transek dengan lebar 2,5 m kanan dan kiri transek garis.

(59)

32

b. Mengukur tingkah laku pemangsaan

Untuk menguji

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran
Gambar 2 Anatomi polip Karang dan kerangka kapur (Veron 1986)
Tabel 1  Dampak negatif dari beberapa aktivitas manusia dan alam di daerah Terumbu Karang di Kepulauan Seribu Jakarta
Gambar 5 Jenis ikan kepe -kepe Chaetodon octofasciatus (Chaetodontidae) yang dijadikan spesies indikator dalam penelitian ini (bar = 1 cm)
+7

Referensi

Dokumen terkait