• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas Trenggiling (Manis javanica)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas Trenggiling (Manis javanica)"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA

(Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas

maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK

DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

RANI OCTALIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

RANI OCTALIA. 2007. Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas. Dibimbing oleh SRI UTAMI HANDAYANI dan DEDI CANDRA.

(3)

PROTOZOA PARASITIK PADA TINJA BADAK SUMATERA

(Dicerorhinus sumatrensis), GAJAH SUMATERA (Elephas

maximus sumatranus), DAN HEWAN TERNAK

DI TAMAN NASIONAL WAY KAMBAS

Rani Octalia

B04103098

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan

Institut Pertanian Bogor

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Protozoa Parasitik

pada Tinja Badak Sumatera (

Dicerorhinus sumatrensis

), Gajah Sumatera

(

Elephas maximus sumatranus

), dan Hewan Ternak di Taman Nasional

Way Kambas adalah hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam

bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang

berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2007

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

:

Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera

(

Dicerorhinus sumatrensis

), Gajah Sumatera

(

Elephas maximus sumatranus

), dan Hewan

Ternak di Taman Nasional Way Kambas

Nama

:

Rani Octalia

NRP

:

B04103098

Program Studi :

Kedokteran Hewan

Menyetujui,

Dr. drh. Sri Utami Handayani, MS.

Drh. Dedi Candra

Pembimbing I

Pembimbing II

Mengesahkan,

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS

Wakil Dekan I

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Protozoa Parasitik pada Tinja

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), Gajah Sumatera (Elephas

maximus sumatranus), dan Hewan Ternak di Taman Nasional Way Kambas yang disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas

Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih

kepada:

1 Dr. Drh. Sri Utami Handayani, MS dan drh. Dedi Candra atas bantuan,

bimbingan dan arahannya selama penulisan skripsi ini.

2 Dr. drh. Risa Tiuria, MS atas kritik, saran, dan koreksinya sehingga skripsi

ini menjadi lebih baik.

3 Kepala Taman Nasional Way Kambas atas perizinan dan fasilitas selama

penelitian.

4 Ketua Yayasan Suaka Rhino Sumatera, Prof. Dr. Hadi S. Alikodra, staf

Suaka Rhino Sumatra, Bpk Juus Rustandi, Ir. Sectionov, Mas Rusdianto

dan Mas Yanky.

5

Seluruh staf Suaka Rhino Sumatera di lapangan, drh Marcelius Adi CTR, drh Andriansyah, Bpk Sumadi, Keepers (Mang Dede, Mas Lamijo, Mas

Rakimin, Mas Rois, Mas Sugiono, Pak Yohadi, Pak Sarno, Mas Sunar),

pegawai (Mas Ratno, Mas Surono, Bu Sholehah), dan Polisi Hutan (Pak

Harno, Mas Warji, Pak Pardi dan Pak Firman)

6 Seluruh staf dosen, pegawai, dan laboran di Laboratorium Protozoologi

Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor, Dr. drh. Umi

Cahyaningsih, MS, drh Hj Tutuk Astyawati, MS, Bu Nani, Pak Qomar dan

Pak Saryo.

7 John M. Kinsella, Lihua Xiao, Maria Soledad Gomez Lopez, Marcus

Clauss for the scientific journals and support.

8 Tim Way Kambas 2006, Astri, Cepi, Silvi, Adam, Laura dan Erin atas

persahabatan, dukungan dan kerjasamanya.

9 Rhino Team 2005, Mba Nia, Mba Yenny, Mba Lia, Kak Rikki, Mas Eri,

(7)

10 Gymnolaemata 40, teman-teman seperjuangan semasa kuliah.

11 Keluarga besar Uni Konservasi Fauna atas kehangatan dan

kekeluargaannya selama ini, serta pengalaman-pengalaman berharga

yang tak terlupakan.

12 Orangtua, M. Hadran Marzuki, Rukiah Mastur, dan kakak, Dini Fardila di

Ciputat dan Riau atas dukungan dan kasih sayangnya.

13 Keluarga besar Wisma Asri atas dukungannya.

14 Rhama Budhiana, Namira Syarah, Daniel Ibrahim, dan Winny

Pramesywari atas kasih sayang, dukungan dan persahabatan selama ini.

15 Semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama di dunia satwaliar.

Bogor, September 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

1 PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 1

1.3 Manfaat... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA... 3

2.1 Taman Nasional Way Kambas... 3

2.2 Protozoa Parasitik... 5

2.3 Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan Ternak... 6

3 METODOLOGI PENELITIAN... 8

3.1 Waktu dan Tempat... 8

3.2 Pengambilan Sampel... 8

3.3 Bahan dan Alat... 9

3.3.1 Bahan dan Alat di Lapangan... 9

3.3.2 Bahan dan Alat di Laboratorium... 9

3.4 Identifikasi Protozoa... 9

3.5 Penghitungan Jumlah Protozoa... 10

3.6 Analisis Data... 10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 11

4.1 Protozoa Parasitik... 11

4.1.1 Filum Sarcomastigophora... 11

4.1.2 Filum Apicomplexa... 15

4.1.3 Filum Ciliophora... 21

4.2 Perbandingan Keberadaan Protozoa Parasitik... 31

4.3 Protozoa Parasitik pada Tinja Badak Sumatera... 35

4.4 Protozoa Parasitik pada Tinja Gajah Sumatera... 36

4.5 Protozoa Parasitik pada Tinja Hewan Ternak... 36

5 KESIMPULAN DAN SARAN... 39

5.1 Kesimpulan... 39

5.2 Saran……… 39

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Keberadaan Protozoa Parasitik pada Badak, Gajah, dan Hewan

Ternak...

.

32

(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Genus Rhinozeta dari Badak Afrika... 7 2 Elephantophilus zeta dan Polydinium mysareum pada gajah India……… 7 3a Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Badak dengan Kista

Entamoeba... 12 3b Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Gajah dengan Kista

Entamoeba... 12 3c Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Sapi dengan Kista Entamoeba 13 3d Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kerbau dengan Kista

Entamoeba... 13 3e Perbandingan Foto Protozoa pada Tinja Kambing dengan Kista

(11)

POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL

HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING

(Manis javanica)

SKRIPSI

Abdul Gofur

FAKUTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

POLA DISTRIBUSI SEL-SEL PENGHASIL

HORMON PADA PANKREAS TRENGGILING

(Manis javanica)

ABDUL GOFUR

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

Judul Skripsi : Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas Trenggiling (Manis javanica)

Nama : Abdul Gofur NRP : B04103126

Disetujui

Dr. drh. Chairun Nisa , MSi. Pembimbing

Diketahui

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan FKH IPB

(14)

RINGKASAN

ABDUL GOFUR. Pola Distribusi Sel-Sel Penghasil Hormon pada Pankreas Trenggiling (Manis javanica). Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Dibimbing oleh Chairun Nisa .

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari morfologi pankreas trenggiling (Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang terdapat di dalamnya. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengertian yang lebih baik tentang pankreas trenggiling serta untuk menambah data biologi mengenai pankreas satwa liar di Indonesia.

Penelitian ini menggunakan dua ekor trenggiling, jantan dan betina. Untuk mengetahui struktur umum digunakan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE), sedangkan untuk mengetahui lebih jelas mengenai distribusi sel-sel penghasil hormon digunakan teknik pewarnaan impregnasi perak Grimelius.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pankreas M. javanica terbagi menjadi tiga bagian yaitu: kepala (head), dorsal dan ventral. Bagian kepala merupakan bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambung dan di depan os vertebrae lumbalis pertama. Bagian ventral merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum. Sedangkan bagian dorsal merupakan bagian yang paling panjang terletak di sebelah kiri rongga abdomen yang berbatasan dengan limpa.

Pankreas trenggiling terbagi menjadi bagian eksokrin dan bagian endokrin. Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan alat penyalur (duktus). Kelenjar eksokrin terdiri atas kumpulan sel-sel sereous yang berbentuk piramid dengan sel sentro asinarnya. Kelenjar ini terdiri dari gabungan kelenjar asinus yang membentuk lobulus dan digabungkan masing-masing oleh jaringan ikat longgar yang dilalui oleh pembuluh darah, pembuluh limfe, serabut syaraf dan saluran keluar kelenjar-kelenjarnya (duktus). Alat penyalur bagian eksokrin ini terdiri dari

duktus interkalatus, duktus interlobularis, duktus interlobaris dan duktus pankreatikus.

Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna sedikit lebih muda dari bagian eksokrin dan tersebar di antara sel-sel asinar. Dengan pewarnaan impregnasi perak Grimelius, sel-sel pulau Langerhans yang merupakan bagian endokrin dari pankreas trenggiling, tersusun secara tidak teratur. Pembuluh darah kapiler banyak ditemukan di dalam pulau Langerhans. Sel-sel penghasil glukagon (sel A) berdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel insulin (sel B) bersifat non-argirofil sehingga tidak terwarnai pada pewarnaan Grimelius.

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 15 juni 1984 dari Ayahanda H. Abdul Mukti dan Ibunda Hj. Solihat. Penulis merupakan putra ketujuh dari sembilan bersaudara.

Pada tahun 1991 penulis masuk SD Negeri II Caringin Bogor dan lulus pada tahun 1997. Selanjutnya penulis melanjutkan ke SMP Negeri I Cijeruk Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri I Cijeruk Bogor.

(16)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Alloh SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Hewan (S1) pada Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Drh. Chairun Nisa , MSi. sebagai pembimbing atas segala perhatian, bimbingan dan pengarahan dengan penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Drh. Adi Winarto PhD sebagai dosen penguji. Terima kasih kepada Dr. Drh. H. Idwan Sudirman sebagai pembimbing akademik selama penulis menjalani studi. Terima kasih kepada seluruh dosen dan staf Anatomi khususnya Prof. Dr. Drh. Koeswinarning Sigit, MS., Dr. Drh. Nurhidayat MS., Drh. Savitri Novelina, MSi. dan Drh. Supratikno atas segala bantuan dan nasehatnya. Terima kasih juga kepada teman-teman sepenelitian, teman-teman FKH angkatan 40 dan teman-teman semua yang tidak dapat penulis tuliskan satu persatu.

Dengan rasa hormat penulis sampaikan terima kasih kepada orang tua yang telah mendidik dengan sabar, penuh pengorbanan dan do a tulus ikhlas. Terima kasih kepada kakakku beserta keluarga, kedua adikku atas segala bantuan dan kerja samanya. Terima kasih juga kepada Aa Sasmita dan Teh Ii atas segalanya. Tak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Yayi Zulfiah beserta keluarga yang selalu memberikan dorongan dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga masukkan dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat, amiiin.

Bogor, September 2007

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... vii

RIWAYAT HIDUP ... vi

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... i

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Trenggiling... 3

Pankreas ... 3

Bagian Eksokrin ... 5

Bagian Endokrin ... 7

Sel-Sel (A) penghasil Glukagon ... 8

Sel-Sel (B) penghasil Insulin... 9

Sel-Sel (D) penghasil Somatostatin ... 11

Sel-Sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas ... 11

Sel-Sel D1 ... 12

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat penelitian ... 13

Bahan dan Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 13

HASIL ... 15

Pengamatan Makroskopis ... 15

Pengamatan Mikroskopis ... 16

PEMBAHASAN ... 19

KESIMPULAN DAN SARAN ... 22

Kesimpulan ... 22

Saran ... 22

DAFTAR PUSTAKA ... 23

(18)

DAFTAR TABEL

(19)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Gambar perkembangan pankreas ... 4

2. Gambar skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ... 6

3. Gambar skematis pankreas dan populasinya ... 12

4. Gambar Organ pankreas trenggiling ... 15

5. Gambar duktus pankreas trenggiling ... 17

6. Gambar struktur umum pankreas trenggiling ... 17

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

(21)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang kaya akan keragaman hayati yang melimpah namun belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan sejumlah flora dan fauna Indonesia dalam kondisi memprihatinkan. Oleh karena itu, berbagai upaya dilakukan untuk melindunginya dari kepunahan. Salah satu fauna yang kini termasuk satwa langka dan dilindungi adalah trenggiling jawa. Menurut CITES (Convention of international Trade in Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora) trenggiling terdaftar dalam Apendix II yang berarti dilarang diperdagangkan karena populasinya sedikit dan hampir punah (Soehartono dan Mardiastuti 2002).

Trenggiling (Manis javanica) merupakan mamalia yang unik dan menarik. Tubuh bagian dorsal ditutupi oleh sisik yang membuatnya mirip reptil. Hewan ini memiliki cakar panjang dan tidak memiliki gigi, namun memiliki lidah yang panjang untuk menangkap pakannya yang berupa semut dan rayap. Trenggiling memiliki senjata ampuh berupa bau busuk dari zat yang dihasilkan oleh kelenjar anus (Rahm 1990).

Daging dan sisik trenggiling terutama oleh masyarakat Cina dipercaya dapat berkhasiat sebagai obat. Oleh karena itu, populasi trenggiling diduga terus menurun dan terancam punah akibat maraknya perburuan liar ditambah rusaknya habitat.

(22)

Pankreas merupakan kelenjar yang terdiri dari bagian eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin pankreas mensekresikan natrium bikarbonat dan enzim-enzim pencernaan. Natrium bikarbonat berperan dalam menetralkan kimus asam yang disalurkan oleh lambung ke dalam duodenum. Sementara enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan berperan dalam mencerna karbohidrat, protein dan lemak. Adapun bagian endokrin pankreas mensekresikan hormon-hormon metabolisme terutama insulin dan glukagon. Insulin berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Selain itu, insulin berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologi memiliki peranan yang berlawanan dengan glukagon. Kerusakan pada pankreas dapat menyebabkan penyakit diabetes mellitus yang jika berjalan kronis dapat mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ lain, sehingga menyebabkan kematian (Guyton 1990). Sejauh ini informasi mengenai pankreas trenggiling dan berbagai aspek yang terkait belum dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian mengenai morfologi pankreas trenggiling perlu dilakukan untuk memberikan dasar bagi penelitian-penelitian lain yang terkait dengan upaya pelestariannya.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari morfologi pankreas trenggiling (Manis javanica) dan pola distribusi sel-sel penghasil hormon yang terdapat di dalamnya.

Manfaat Penelitian

(23)

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling

Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).

Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam : Ordo : Pholidota

Famili : Manidae Genus : Manis

Spesies :Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).

Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial, kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).

Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan (Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).

Pankreas

(24)

menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan Hakanson 1988).

Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita

et.al. 2000).

Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung, 7. duodenum (Modifikasi dari : Dyceet. al2003).

(25)

Bagian Eksokrin

Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan. Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik (Colville and Bassert 2002).

(26)

Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).

Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum

(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Bagian Endokrin

Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi, tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang disebut pulau Langerhans (Gambar 3). Pada pulau Langerhans mengandung setidaknya empat tipe sel endokrin yang berbeda, yang dapat dibedakan dari ciri morfologi dan pewarnaannya. Empat tipe sel ini adalah sel insulin, sel glukagon, sel somatostatin dan sel polipeptida pankreas (PP) yang telah diidentifikasi

pankreas permuaraan

duktus pankreatikus

duodenum

yeyunum

aorta abdominalis permuaraan

duktus asesorius

(27)

dengan kandungan hormon peptidanya. Sampai saat ini diketahui bahwa peptida dihasilkan oleh lima tipe sel. Pankreas manusia normal mempunyai hampir satu juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter seratus mikron atau lebih. Sel beta merupakan sel yang terbanyak jumlahnya, kira-kira 62% dari seluruh sel Pulau Langerhans dan berfungsi mensekresikan insulin. Sel alfa yang mensekresikan glukagon berjumlah sekitar 15%, sel delta yang mensekresikan somatostatin sekitar 10%, sel PP sekitar 12% dan sel D1 mungkin kurang dari 1%

(Rahieret al. 1983;cf. Lemmark 1985 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobulus pankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya. Pulau Langerhans disusun oleh sel-sel alfa, beta dan delta.

(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Susunan topografi sel-sel endokrin pada manusia adalah sel-sel insulin berada di tengah-tengah, sedangkan sel-sel glukagon dan sel polipeptida pankreas (PP) berada di parifer atau disepanjang tepi pulau Langerhans, adapun sel-sel somatostatin berada pada posisi yang cukup strategis, yaitu diantara sel-sel glukagon, sel-sel insulin serta sel-sel PP (Sundler dan Hakanson 1988). Susunan topografi dari sel-sel endokrin ini ternyata berbeda pada spesies hewan yang berbeda (Grimelius 1968). Pada pankreas sapi sel-sel glukagon berdistribusi di

saluran kelenjar

sel delta

buluh darah

sel asinar

sel alfa sel

beta pulau

(28)

bagian perifer dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993) seperti halnya pada manusia (Grimelius 1968). Sebaliknya pada pankreas kuda sel-sel glukagon berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993). Pada kebanyakan spesies termasuk manusia, sel PP tidak hanya ditemukan di dalam pulau Langerhans, tetapi dapat pula ditemukan sebagai sel tunggal atau membentuk kelompok kecil pada parenkim bagian eksokrin (Larsson

et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Distribusi sel-sel endokrin tertentu yang tidak merata, khususnya sel PP dan glukagon mungkin disebabkan oleh asal usul embrional pankreas yang berasal dari dua cikal tunas yang berbeda, yaitu satu (cabang ventral) membentuk bagian duodenal dan lainnya (cabang dorsal) membentuk bagian limpa. Pulau-pulau Langerhans yang kaya akan sel A secara embrional berasal dari tunas pankreas dorsal, sedangkan pulau yang kaya akan sel F (polipeptida pankreas) berasal dari tunas pankreas ventral. Kedua tunas ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum (Orci dan Grasso 1982; Alumetset al. 1983 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Di dalam pulau-pulau Langerhans banyak terdapat kapiler dan umumnya suplai buluh darah arteri pertama kali mencapai sel-sel insulin kemudian melalui jaringan kapiler baru ke sel-sel yang terletak lebih perifer. Adanya pembuluh portal insulo-asinar sebagai pintu gerbang yang berfungsi dalam komunikasi vaskuler antara pulau dengan jaringan eksokrin di sekitarnya telah dilaporkan (Fujitaet al. 1981).

(29)

Sel-sel (A) penghasil Glukagon

Sel-sel A pada pulau Langerhans merupakan sel yang mensekresikan glukagon sewaktu glukosa darah berkurang. Pankreas bagian limpa (dorsal) mengandung lebih banyak sel glukagon daripada bagian duodenum (ventral) (Orci

et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Pada umumnya sel-sel penghasil hormon glukagon pada pankreas berbentuk polimorfik, bulat, oval atau hampir segitiga dengan butir-butir sitoplasma yang terletak bipolar. Sel-sel ini berdistribusi pada bagian perifer dari pulau Langerhans. Sel-sel ini sangat bersifat argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Jumlah sel-sel glukagon berbanding lurus dengan pulau Langerhans. Penelitian tentang distribusi, frekuensi dan morfologi dari sel-sel penghasil hormon pada saluran pencernaan hewan telah banyak dilaporkan (Oomori et al. 1980). Sel-sel yang mengandung glukagon dan memilki gambaran ultrastruktur yang sama dengan sel glukagon pankreas, ditemukan agak banyak pada lambung anjing dan kucing (Larssonet al.

1975 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Glukagon memiliki beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah dapat meningkatkan besarnya konsentrasi glukosa darah. Efek utama dari glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek ini akan menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya (Guyton 1990).

Glukagon merupakan polipeptida yang memiliki rantai tunggal dan tersusun atas 29 asam amino. Seperti hormon polipeptida yang lain, sintesis glukagon diawali di dalam retikulum endoplasma dan sintesis akhir terjadi di dalam granul sekretori. Glukagon dilepaskan secara eksositosis dan sebagian besar metabolisme glukagon dilakukan oleh hati dan ginjal (Cunningham 2002).

Sel-sel (B) penghasil Insulin

(30)
[image:30.612.126.516.329.660.2]

Sel beta di pulau Langerhans memproduksi hormon insulin yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologis memiliki peranan yang berlawanan dengan glukagon. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari: pemecahan glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenesis. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel, khususnya serabut otot rangka. Glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis dan glukoneogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein (Cunningham 2002). Insulin memiliki efek terhadap berbagai jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, otot dan hati (Tabel 1).

Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan

Jaringan Efek

Jaringan Adiposa • Meningkatkan masuknya glukosa

• Meningkatkan sintesis asam lemak

• Meningkatkan sintesis gliserol fospat

• Meningkatkan pengendapan trigliserida

• Mengaktifkan lipoprotein lipase

• Menghambat lipase peka hormon

• Meningkatkan penggunaan K+ Otot • Meningkatkan masuknya glukosa

• Meningkatkan sintesis glikogen

• Meningkatkan penggunaan asam amino

• Meningkatkan sintesis protein di ribosom

• Menurunkan katabolisme protein

• Menurunkan pelepasan asam-asam amino glukoneogenik

• Meningkatkan penggunaan keton

• Meningkatkan penggunaan K+ Hati • Menurunkan ketogenesis

• Meningkatkan sintesis protein

• Meningkatkan sintesis lemak

• Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa

Umum • Meningkatkan pertumbuhan sel

(31)

Insulin merupakan protein kecil yang terdiri atas dua rantai asam amino. Rantai satu dengan rantai lainnya dihubungkan dengan rantai disulfida. Bila dua rantai dipisah maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang (Guyton 1990).

Sel-sel (D) penghasil Somatostatin

Sel D merupakan sel yang mensekresikan somatostatin. Sel ini menyusun sekitar 10% sel-sel pulau Langerhans dan seringkali dilengkapi dengan penjuluran sitoplasma, memberikan penampilan sebagai parakrin (Sundler and Hakanson 1988).

Sel-sel D umumnya tersebar tidak beraturan di luar kumpulan sel-sel di bagian tengah pulau yang tersusun oleh sel insulin. Oleh karena itu sebuah sel ini dapat berhubungan dengan sel insulin maupun gukagon melalui penjuluran sitoplasmanya. Sel-sel somatostatin terwarnai dengan pewarnaan argirofil Davenport dan Hellerstrom-Hellman, tetapi tidak terwarnai dengan Grimelius atau Sevier-Munger. Granul-granul sekretori memiliki kerapatan elektron lemah sampai sedang dengan membran pembatas melekat ke inti. Ukuran granul sangat bervariasi di antara spesies, seperti pada kucing dan manusia berukuran besar, sementara pada tikus kecil. Penelitian pada tikus, telah menemukan adanya peptida CGRP-like (Calcitonin Gene Related Peptide-like) pada sel-sel somatostatin pankreas (Pettersonet al. 1986 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Sel D terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh sangat singkat hanya dua menit. Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi somatostatin. Faktor-faktor tersebut adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino, naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa macam hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna (Guyton 1990).

Sel-sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas

(32)

Polipeptida pankreas merupakan hormon pankreas yang memiliki 36 asam amino yang pertama kali ditemukan sebagai kontaminan insulin. Fungsi fisiologis PP masih belum banyak diketahui. Sel-sel penyimpan PP tersebar tidak merata pada pankreas. (Larssonet al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Sel-sel D1

Sel-sel D1 kadang-kadang ditemukan pada pulau Langerhans dan

dikenali dengan gambaran ultrastruktur granul-granul sekretorinya yang sangat mirip dengan sel D kecuali ukurannya. Granul-granul tersebut berukuran kecil dan bulat dengan inti yang umumnya memiliki kerapatan elektron lemah sampai sedang serta membran yang melekat erat. Hormon peptida yang dihasilkan oleh sel D1 masih belum diidentifikasi (Larssonet al. 1976; Solcia et al. 1987 dalam

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Trenggiling

Trenggiling (Manis javanica) merupakan spesies mamalia yang unik dan menarik, karena sisik yang menutupi bagian dorsal tubuhnya seperti reptil dan tidak memiliki gigi seperti unggas. Hewan ini menggunakan lidahnya yang panjang dan lengket oleh sekreta kelenjar ludah untuk menangkap pakannya yang berupa semut dan rayap. Trenggiling Jawa (M. javanica) mempunyai panjang tubuh 50-60 cm, panjang ekor 50-80 cm, dengan warna sisik kuning sawo sampai cokelat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih (Amir 1978).

Dalam sistem klasifikasi trenggiling jawa termasuk kedalam : Ordo : Pholidota

Famili : Manidae Genus : Manis

Spesies :Manis javanica (Corbet dan Hill 1992).

Pada umumnya trenggiling merupakan hewan nokturnal dan terestrial, kecuali M. tetradactyla yaitu diurnal dan arboreal. Pada siang hari trenggiling lebih banyak menghabiskan waktunya untuk tidur di dalam lubang-lubang atau di bawah dedaunan atau dicelah-celah pohon (Rahm 1990).

Trenggiling termasuk mamalia pemakan semut sehingga sering disebut dengan myrmecophagous (Feldhamer et al. 1999) atau anteater. Trenggiling memakan semut dan rayap dengan menggali sarang rayap yang ada di bawah atau permukaan tanah dan di atas pohon dengan menggunakan cakar dari kaki depan (Rahm 1990). Karena trenggiling tidak mempunyai gigi, maka makanan tidak dihancurkan di dalam mulut melainkan makanan digiling di dalam lambungnya dengan bantuan batu kerikil yang tertelan (Nisa 2005).

Pankreas

(34)

menghasilkan hormon-hormon seperti glukagon, insulin, somatostatin dan polipeptida pankreas (PP). Fungsi endokrin pankreas dilakukan oleh pulau-pulau Langerhans yang tersebar dibagian eksokrin pankreas (Guyton 1990; Sundler dan Hakanson 1988).

Organogenesis kelenjar pankreas diawali sebagai tunas pankreas dorsal dan ventral. Tunas pankreas dorsal berkembang dari duodenum dekat dengan tunas hati, sedangkan tunas ventral berkembang dari pangkal tunas hati. Dalam perkembangannya tunas pankreas ventral akan bermigrasi menyilang duodenum dan bersatu dengan tunas pankreas dorsal. Tunas ventral akan membentuk bagian kanan, sedangkan tunas dorsal akan membentuk bagian kiri. Saluran pankreas ventral akan menjadi duktus pankreatikus dan saluran pankreas dorsal akan menjadi duktus pankreas aksesoris (Gambar 1). Epitel endoderm tunas pankreas berproliferasi dan bercabang-cabang, dimana ujung cabangnya membentuk sel-sel asinar yang berfungsi sebagai kelenjar eksokrin yang akan menghasilkan enzim pencernaan. Diantara sel-sel asinar terdapat kumpulan sel-sel yang tidak memiliki saluran yaitu sel-sel pulau Langerhans. Pulau Langerhans berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang akan menghasilkan hormon insulin dan glukagon (Djuwita

[image:34.612.137.504.448.588.2]

et.al. 2000).

Gambar 1 Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkan pemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C. kedua tunas bersatu setelah pankreas ventral bermigrasi, 1. tunas hati., 1 . duktus hepatikus, 2. kantung empedu, 2 . duktus koledokus 3. tunas pankreas ventral, 4. tunas pankreas dorsal, 5. pankreas dorsal dan ventral yang telah menyatu, 6. lambung, 7. duodenum (Modifikasi dari : Dyceet. al2003).

(35)

Bagian Eksokrin

Bagian eksokrin merupakan bagian yang utama dari pankreas. Bagian eksokrin terdiri atas sel-sel asinar yang mensekresikan enzim-enzim pencernaan. Selain itu, sel asinar juga mensekresikan natrium bikarbonat yang berfungsi menetralkan asam kimus yang dikeluarkan lambung ke dalam duodenum. Produk kombinasi dari zat-zat yang dihasilkan tersebut dialirkan melalui duktus pankreatikus yang panjang dan duktus asesorius (Gambar 2). Pada beberapa spesies saluran ini akan bergabung dengan duktus sistikus sebelum bermuara ke duodenum. Enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh bagian eksokrin memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pencernaan secara enzimatik (Colville and Bassert 2002).

(36)
[image:36.612.132.506.248.519.2]

Bila terjadi kerusakan yang berat pada pankreas atau terjadi penyumbatan pada saluran, maka sejumlah besar sekresi pankreas tertimbun dalam daerah yang rusak tersebut. Dalam keadaan ini, efek tripsin inhibitor kadang-kadang menjadi kewalahan dan sekresi pankreas dengan cepat menjadi aktif selanjutnya akan mencerna seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan keadaan yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering menimbulkan kematian karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat mengakibatkan insufisiensi pankreas selama hidup (Guyton 1990).

Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum

(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Bagian Endokrin

Bagian endokrin dari pankreas terdiri atas sel-sel pucat yang terisolasi, tersebar diantara sel-sel asinar. Sel-sel ini bergabung menyerupai pulau yang disebut pulau Langerhans (Gambar 3). Pada pulau Langerhans mengandung setidaknya empat tipe sel endokrin yang berbeda, yang dapat dibedakan dari ciri morfologi dan pewarnaannya. Empat tipe sel ini adalah sel insulin, sel glukagon, sel somatostatin dan sel polipeptida pankreas (PP) yang telah diidentifikasi

pankreas permuaraan

duktus pankreatikus

duodenum

yeyunum

aorta abdominalis permuaraan

duktus asesorius

(37)

dengan kandungan hormon peptidanya. Sampai saat ini diketahui bahwa peptida dihasilkan oleh lima tipe sel. Pankreas manusia normal mempunyai hampir satu juta pulau Langerhans, setiap pulau Langerhans hanya berdiameter seratus mikron atau lebih. Sel beta merupakan sel yang terbanyak jumlahnya, kira-kira 62% dari seluruh sel Pulau Langerhans dan berfungsi mensekresikan insulin. Sel alfa yang mensekresikan glukagon berjumlah sekitar 15%, sel delta yang mensekresikan somatostatin sekitar 10%, sel PP sekitar 12% dan sel D1 mungkin kurang dari 1%

[image:37.612.135.507.251.495.2]

(Rahieret al. 1983;cf. Lemmark 1985 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobulus pankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya. Pulau Langerhans disusun oleh sel-sel alfa, beta dan delta.

(Modifikasi dari : http://www.google.com/pankreas/index.html)

Susunan topografi sel-sel endokrin pada manusia adalah sel-sel insulin berada di tengah-tengah, sedangkan sel-sel glukagon dan sel polipeptida pankreas (PP) berada di parifer atau disepanjang tepi pulau Langerhans, adapun sel-sel somatostatin berada pada posisi yang cukup strategis, yaitu diantara sel-sel glukagon, sel-sel insulin serta sel-sel PP (Sundler dan Hakanson 1988). Susunan topografi dari sel-sel endokrin ini ternyata berbeda pada spesies hewan yang berbeda (Grimelius 1968). Pada pankreas sapi sel-sel glukagon berdistribusi di

saluran kelenjar

sel delta

buluh darah

sel asinar

sel alfa sel

beta pulau

(38)

bagian perifer dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993) seperti halnya pada manusia (Grimelius 1968). Sebaliknya pada pankreas kuda sel-sel glukagon berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993). Pada kebanyakan spesies termasuk manusia, sel PP tidak hanya ditemukan di dalam pulau Langerhans, tetapi dapat pula ditemukan sebagai sel tunggal atau membentuk kelompok kecil pada parenkim bagian eksokrin (Larsson

et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Distribusi sel-sel endokrin tertentu yang tidak merata, khususnya sel PP dan glukagon mungkin disebabkan oleh asal usul embrional pankreas yang berasal dari dua cikal tunas yang berbeda, yaitu satu (cabang ventral) membentuk bagian duodenal dan lainnya (cabang dorsal) membentuk bagian limpa. Pulau-pulau Langerhans yang kaya akan sel A secara embrional berasal dari tunas pankreas dorsal, sedangkan pulau yang kaya akan sel F (polipeptida pankreas) berasal dari tunas pankreas ventral. Kedua tunas ini berasal dari tempat yang berbeda di duodenum (Orci dan Grasso 1982; Alumetset al. 1983 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Di dalam pulau-pulau Langerhans banyak terdapat kapiler dan umumnya suplai buluh darah arteri pertama kali mencapai sel-sel insulin kemudian melalui jaringan kapiler baru ke sel-sel yang terletak lebih perifer. Adanya pembuluh portal insulo-asinar sebagai pintu gerbang yang berfungsi dalam komunikasi vaskuler antara pulau dengan jaringan eksokrin di sekitarnya telah dilaporkan (Fujitaet al. 1981).

(39)

Sel-sel (A) penghasil Glukagon

Sel-sel A pada pulau Langerhans merupakan sel yang mensekresikan glukagon sewaktu glukosa darah berkurang. Pankreas bagian limpa (dorsal) mengandung lebih banyak sel glukagon daripada bagian duodenum (ventral) (Orci

et al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988). Pada umumnya sel-sel penghasil hormon glukagon pada pankreas berbentuk polimorfik, bulat, oval atau hampir segitiga dengan butir-butir sitoplasma yang terletak bipolar. Sel-sel ini berdistribusi pada bagian perifer dari pulau Langerhans. Sel-sel ini sangat bersifat argirofil pada pewarnaan Grimelius dan non-argentafin. Jumlah sel-sel glukagon berbanding lurus dengan pulau Langerhans. Penelitian tentang distribusi, frekuensi dan morfologi dari sel-sel penghasil hormon pada saluran pencernaan hewan telah banyak dilaporkan (Oomori et al. 1980). Sel-sel yang mengandung glukagon dan memilki gambaran ultrastruktur yang sama dengan sel glukagon pankreas, ditemukan agak banyak pada lambung anjing dan kucing (Larssonet al.

1975 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Glukagon memiliki beberapa fungsi yang bertentangan dengan fungsi insulin. Fungsi yang paling penting dari hormon ini adalah dapat meningkatkan besarnya konsentrasi glukosa darah. Efek utama dari glukagon terhadap metabolisme glukosa adalah pemecahan glikogen hati (glikogenolisis) dan meningkatkan proses glukoneogenesis di dalam hati. Kedua efek ini akan menambah persediaan glukosa di organ-organ tubuh lainnya (Guyton 1990).

Glukagon merupakan polipeptida yang memiliki rantai tunggal dan tersusun atas 29 asam amino. Seperti hormon polipeptida yang lain, sintesis glukagon diawali di dalam retikulum endoplasma dan sintesis akhir terjadi di dalam granul sekretori. Glukagon dilepaskan secara eksositosis dan sebagian besar metabolisme glukagon dilakukan oleh hati dan ginjal (Cunningham 2002).

Sel-sel (B) penghasil Insulin

(40)
[image:40.612.126.516.329.660.2]

Sel beta di pulau Langerhans memproduksi hormon insulin yang berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dan secara fisiologis memiliki peranan yang berlawanan dengan glukagon. Pengaturan fisiologis kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari: pemecahan glukosa, sintesis glikogen, dan glikogenesis. Insulin mempercepat transportasi glukosa dari darah ke dalam sel, khususnya serabut otot rangka. Glukosa masuk ke dalam sel tergantung dari keberadaan reseptor insulin yang ada di permukaan sel target. Insulin juga mempercepat perubahan glukosa menjadi glikogen, menurunkan glycogenolysis dan glukoneogenesis, menstimulasi perubahan glukosa atau zat gizi lainnya ke dalam asam lemak (lipogenesis), dan membantu menstimulasi sintesis protein (Cunningham 2002). Insulin memiliki efek terhadap berbagai jaringan tubuh seperti jaringan adiposa, otot dan hati (Tabel 1).

Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan

Jaringan Efek

Jaringan Adiposa • Meningkatkan masuknya glukosa

• Meningkatkan sintesis asam lemak

• Meningkatkan sintesis gliserol fospat

• Meningkatkan pengendapan trigliserida

• Mengaktifkan lipoprotein lipase

• Menghambat lipase peka hormon

• Meningkatkan penggunaan K+ Otot • Meningkatkan masuknya glukosa

• Meningkatkan sintesis glikogen

• Meningkatkan penggunaan asam amino

• Meningkatkan sintesis protein di ribosom

• Menurunkan katabolisme protein

• Menurunkan pelepasan asam-asam amino glukoneogenik

• Meningkatkan penggunaan keton

• Meningkatkan penggunaan K+ Hati • Menurunkan ketogenesis

• Meningkatkan sintesis protein

• Meningkatkan sintesis lemak

• Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan peningkatan sintesis glukosa

Umum • Meningkatkan pertumbuhan sel

(41)

Insulin merupakan protein kecil yang terdiri atas dua rantai asam amino. Rantai satu dengan rantai lainnya dihubungkan dengan rantai disulfida. Bila dua rantai dipisah maka aktivitas fungsional dari insulin akan hilang (Guyton 1990).

Sel-sel (D) penghasil Somatostatin

Sel D merupakan sel yang mensekresikan somatostatin. Sel ini menyusun sekitar 10% sel-sel pulau Langerhans dan seringkali dilengkapi dengan penjuluran sitoplasma, memberikan penampilan sebagai parakrin (Sundler and Hakanson 1988).

Sel-sel D umumnya tersebar tidak beraturan di luar kumpulan sel-sel di bagian tengah pulau yang tersusun oleh sel insulin. Oleh karena itu sebuah sel ini dapat berhubungan dengan sel insulin maupun gukagon melalui penjuluran sitoplasmanya. Sel-sel somatostatin terwarnai dengan pewarnaan argirofil Davenport dan Hellerstrom-Hellman, tetapi tidak terwarnai dengan Grimelius atau Sevier-Munger. Granul-granul sekretori memiliki kerapatan elektron lemah sampai sedang dengan membran pembatas melekat ke inti. Ukuran granul sangat bervariasi di antara spesies, seperti pada kucing dan manusia berukuran besar, sementara pada tikus kecil. Penelitian pada tikus, telah menemukan adanya peptida CGRP-like (Calcitonin Gene Related Peptide-like) pada sel-sel somatostatin pankreas (Pettersonet al. 1986 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Sel D terdiri atas 14 asam amino yang mempunyai waktu paruh sangat singkat hanya dua menit. Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi somatostatin. Faktor-faktor tersebut adalah naiknya kadar glukosa darah, naiknya kadar asam amino, naiknya kadar asam lemak, dan naiknya konsentrasi beberapa macam hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna (Guyton 1990).

Sel-sel (F) penghasil Polipeptida Pankreas

(42)

Polipeptida pankreas merupakan hormon pankreas yang memiliki 36 asam amino yang pertama kali ditemukan sebagai kontaminan insulin. Fungsi fisiologis PP masih belum banyak diketahui. Sel-sel penyimpan PP tersebar tidak merata pada pankreas. (Larssonet al. 1976 dalam Sundler and Hakanson 1988).

Sel-sel D1

Sel-sel D1 kadang-kadang ditemukan pada pulau Langerhans dan

dikenali dengan gambaran ultrastruktur granul-granul sekretorinya yang sangat mirip dengan sel D kecuali ukurannya. Granul-granul tersebut berukuran kecil dan bulat dengan inti yang umumnya memiliki kerapatan elektron lemah sampai sedang serta membran yang melekat erat. Hormon peptida yang dihasilkan oleh sel D1 masih belum diidentifikasi (Larssonet al. 1976; Solcia et al. 1987 dalam

(43)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Anatomi, Bagian Anatomi, Histologi dan Embriologi (AHE), Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi (AFF), Fakultas Kedokteran Hewan, Instistut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2006 sampai dengan bulan Juli 2007.

Bahan dan Alamat Penelitian

Penelitian ini menggunakan spesimen dua ekor trenggiling Jawa (Manis javanica) yang sama dengan bahan penelitian disertai Nisa (2005). Spesimen telah diawetkan dalam larutan Bouin dan disimpan dalam alkohol 70%.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70%, 80%,90%,95%,100% untuk dehidrasi, Xylol untuk penjernihan, parafin p.a (56-58°C) untuk infiltrasi dan embedding, zat-zat warna Hematoksilin-Eosin (HE), bahan-bahan untuk impregnasi perak (Grimelius 1968) dan larutan resin (Entelan® , Merck) untuk mounting.

Peralatan yang digunakan adalah peralatan bedah seperti pisau bedah, gunting, pinset, mikrotom, mikroskop dan peralatan fotografi.

Metode Penelitian

(44)

Organ pankreas dari berbagai lobus dipotong kira-kira 1 x 0,5 cm. Kemudian dilakukan proses dehidrasi untuk menarik air dalam jaringan dengan menggunakan alkohol dengan konsentrasi bertingkat yaitu: Alkohol 70% 12 jam), Alkohol 80% 12 jam), Alkohol 90% 12 jam), Alkohol 95% (6-12 jam), Absolut I (3-6 jam), Absolut II (3-6 jam), Absolut III (3-6 jam). Kemudian dilakukan penjernihan (clearning) untuk mengeliminir sisa-sisa bahan yang akan mengganggu. Penjernihan ini dilakukan dengan menggunakan xylol

(45)

HASIL

Pengamatan Makroskopis

Pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa pankeas trenggiling terbagi menjadi tiga bagian yaitu : Kepala (head), dorsal dan ventral. Pankreas bagian kepala merupakan bagian utama pada pankreas yang terletak di kaudal lambung dan di anterior vertebrae lumbalis pertama. Bagian ventral merupakan bagian yang paling lebar, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan duodenum. Sedangkan bagian dorsal merupakan bagian yang paling panjang terletak di sebelah kiri rongga abdomen dan ujungnya berbatasan dengan limpa (Gambar 4).

[image:45.612.132.507.372.606.2]

Pankreas memiliki saluran untuk mengalirkan hasil sekretanya yaitu duktus pankreatikus yang akan bergabung dengan duktus sistikus dari hati dan bermuara ke duodenum.

Gambar 4 Organ pankreas trenggiling (M. javanica). Bagian-bagian pankreas trenggiling terdiri atas bagian head terletak di kaudal lambung (A), bagian dorsal merupakan bagian yang paling panjang tetapi sempit (B), dan bagian ventral merupakan bagian yang paling lebar tetapi pendek (C) serta duodenum tempat permuaraan duktus pankreatikus (D). Bar = 1cm

A B

C

(46)
[image:46.612.126.511.231.350.2]

Ukuran panjang, lebar dan berat organ pankreas trenggiling bervariasi dipengaruhi oleh jenis kelamin dan bobot badan. Panjang dan lebar bagian head dan dorsal pankreas trenggiling jantan lebih besar dibanding trenggiling betina, namun ukuran bagian ventral pankreas betina lebih besar (Tabel 2). Begitu pula proporsi berat pankreas trenggiling jantan (0,31%) lebih besar daripada betina (0,16%) (Tabel 3).

Tabel 2. Data ukuran panjang dan lebar bagian head, dorsal dan ventral pankreas trenggiling (M. javanica).*

No jenis Panjang (cm) Lebar (cm)

kelamin Head Dorsal Ventral Head Dorsal Ventral

1 2,40 7,50 5,40 0,80 1,20 2,20

2 3,70 8,70 4,10 2,50 1,50 1,40

Rata-rata 3,05±0,9 2 8,10±0,8 5 4,75±0,9 2 1,65±1,20 1,35±0,2 1 1,80±0,5 7

Tabel 3. Persentase berat organ pankreas trenggiling (M. javanica) terhadap bobot badan.* No Jenis Kelamin Berat Badan (gram) Berat Pankreas (gram)

% Berat Pankreas

1 3200 5,26 0,16

2 2200 6,83 0,31

Rata-Rata 2700±707,11 6,04±1,11 0,24±0,11

* Pengukuran dan penimbangan organ pankreas trenggiling dilakukan setelah organ difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin.

Pengamatan Mikroskopis

[image:46.612.129.509.401.494.2]
(47)
[image:47.612.157.490.147.369.2]

atas kumpulan sel-sel serous yang berbentuk piramid dengan inti bulat terletak di basal, sedangkan pulau Langerhans disusun oleh sel-sel berbentuk bulat dengan inti bulat terletak di tengah dan memiliki sitoplasma yang lebih cerah (Gambar 6).

Gambar 5 Struktur pankreas trenggilingM. javanicadengan lobulasi yang jelas dibatasi oleh jaringan ikat longgar (a), duktus pankreatikus (b), duktus interlobularis (c), duktus interkalatus (anak panah), serta pembuluh darah arteri (d) dan vena (e). Batas antara bagian eksokrin dan endokrin tidak terlalu jelas (Pewarnaan hematoksilin eosin; Bar = 100 µm).

Gambar 6 Struktur pankreas trenggiling M. javanica. (A) pulau Langerhans (a) tidak memiliki batas yang jelas di antara sel-sel asinar (b), (B) sel-sel pada pulau Langerhans memperlihatkan sitoplasma yang lebih cerah dibandingkan sel-sel asinar disekitarnya (Pewarnaan hematoksilin eosin; Bar A = 50 µ m. B = 30 µm).

a

b

c

d

e

a

a

a

A

B

b

(48)

Pada pankreas trenggiling terlihat bahwa bagian inti dari sel-sel asinar maupun pada pulau Langerhans mengambil warna biru atau bersifat basofilik dan sitoplasmanya mengambil warna merah atau bersifat eosinofilik. Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna sedikit lebih muda dari bagian eksokrin. Tetapi tidak begitu terlihat perbedaan warna yang signifikan, sehingga batas antara bagian endokrin dengan bagian eksokrin tidak terlalu jelas.

Pada pankreas trenggiling distribusi pulau Langerhans terbanyak ditemukan pada bagian dorsal dan distribusi paling sedikit pada bagian kepala. Di dalam pulau Langerhans ditemukan pembuluh-pembuluh darah kapiler.

[image:48.612.129.507.431.560.2]

Dengan menggunakan tekhnik pewarnaan impregnasi perak Grimelius terlihat sel-sel pada pulau Langerhans bereaksi positif mengambil warna coklat muda sampai dengan coklat tua. Jaringan sekitarnya mengambil warna kuning muda sampai dengan coklat muda. Dengan tekhnik pewarnaan ini dapat terlihat sel-sel penghasil hormon glukagon (sel alfa) sedangkan sel-sel penghasil hormon insulin (sel beta) tidak terwarnai. Sel-sel penghasil hormon glukagon ini berbentuk bulat, granul sekretori berbentuk bulat agak besar, polimorfik, dan berdistribusi menyebar pada pulau Langerhans (Gambar 7A).

Gambar 7 Susunan sel-sel pada pulau Langerhans, memperlihatkan sel-sel penghasil hormon yang bersifat argirofil dengan granul sitoplasma berwarna coklat (A). Sel-sel glukagon (anak panah) berbentuk polimorfik, bulat, oval, segitiga, menyebar pada bagian pulau (B). (Pewarnaan impregnasi perak Grimelius, Bar A = 50 µ m, Bar B = 30 µm).

(49)

PEMBAHASAN

Pengamatan makroskopis menunjukkan bahwa secara umum pankreas trenggiling memiliki gambaran makroskopis yang hampir sama dengan gambaran makroskopis pankreas mamalia lain seperti manusia (Guyton 1990), domba, sapi (Dellman and Brown 1993), dan kambing (Adnyane 1998).

Pengamatan dengan mengunakan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) terlihat bahwa kapsula jaringan ikat membentuk sekat-sekat, membagi pankreas menjadi lobulus-lobulus. Dalam jaringan ikat interlobularis ditemukan pembuluh darah, syaraf dan saluran kelenjar. Pankreas trenggiling mempunyai batas lobulus-lobulus yang jelas, yang ditandai dengan adanya septa interlobularis yang relatif tebal. Gambaran ini mirip dengan pankreas domba, namun berbeda dengan kambing (Adnyane 1998).

Pankreas trenggiling terbagi menjadi bagian eksokrin dan bagian endokrin, tetapi batas keduanya tidak jelas. Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) sitoplasma sel-selnya mengambil warna sedikit lebih muda dari bagian eksokrin. Hal ini sesuai dengan gambaran umum pankreas, yaitu bagian endokrin pankreas (pulau Langerhans) mengambil warna lebih muda daripada bagian eksokrin (Wheateret al. 1982).

Komponen eksokrin terdiri dari kelenjar dan alat penyalur (duktus). Kelenjar eksokrin ini terdiri atas kumpulan sel-sel serous yang berbentuk piramid dengan sel sentro asinarnya. Alat penyalur bagian eksokrin ini terdiri dariduktus interkalatus, duktus interlobularis, duktus interlobaris dan duktus pankreatikus.

(50)

Tiap asinus dibentuk oleh selapis sel yang berbentuk piramidal yang pada bagian basalnya bertumpu pada anyaman retikuler. Bagian puncaknya membatasi lumen membesar berisi sekret. Diantara sel asini tadi terdapat kapiler sekretoris yang bermuara dalam lumen kelenjar. Keberadaan kapiler sekretoris ini berkaitan dengan fungsinya untuk menyalurkan sekreta dari sel-sel asinar tersebut.

Pada pankreas bagian endokrin pulau-pulau Langerhans tersebar di antara sel-sel asinar. Sel dari pulau-pulau Langerhans yang merupakan bagian endokrin dari pankreas trenggiling, tersusun secara tidak teratur. Pembuluh darah kapiler banyak ditemukannya di dalam pulau Langerhans. Keberadaan pembuluh-pembuluh darah kapiler dalam pulau Langerhans berkaitan dengan fungsinya untuk menyalurkan sekreta hormon. Sel-sel endokrin menyalurkan hormon-hormon yang dihasilkan melalui pembuluh darah kapiler dan serabut syaraf yang tidak bermyelin (Fujitaet al. 1981).

Sel-sel penghasil glukagon (sel A) pada pankreas trenggiling terdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Hal tersebut menunjukkan bahwa pankreas trenggiling memiliki tipe pulau Langerhans yang berbeda dengan mamalia lain seperti sapi dan manusia. Telah dilaporkan bahwa sel-sel penghasil glukagon (sel A) pada pankreas sapi (Dellmann dan Brown 1993) dan manusia (Grimelius 1968) berdistribusi pada bagian perifer pulau dan sel-sel penghasil insulin (sel B) berdistribusi pada bagian tengah pulau, sedangkan pada pankreas kuda terjadi sebaliknya yaitu sel-sel glukagon berdistribusi di bagian tengah dari pulau Langerhans dan sel-sel insulin berdistribusi di bagian perifer dari pulau Langerhans (Dellmann dan Brown 1993).

(51)
(52)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pankreas trenggiling terdiri dari tiga bagian yaitu bagian kepala, dorsal dan ventral, yang dilengkapi dengan alat penyalurnya (duktus). Pulau Langerhans pada pankreas trenggiling mengambil warna sedikit lebih muda, akan tetapi tidak terlalu jelas perbedaannya, sehingga batas antara bagian endokrin dengan bagian eksokrin tidak terlalu jelas. Pembuluh darah banyak ditemukan di dalam pulau Langerhans. Sel-sel penghasil glukagon (sel A) pada pankreas trenggiling terdistribusi menyebar pada pulau Langerhans. Sel-sel penghasil insulin (sel B) bersifat non-argirofil sehingga tidak terwarnai pada pewarnaan grimelius.

Saran

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Adnyane IKM. 1998.Studi Mikro Anatomi Pankreas Kambing dan Domba Lokal dengan Tinjauan Khusus pada Distribusi dan Frekuensi Sel-Sel Glukagon pada Bagian Endokrin Pankreas. Fakultas Kedokteran Hewan IPB. [Skripsi].

Amir H. 1978. Mamalia di Indonesia, Pedoman Inventarisasi Satwa. Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam, Direktorat Jendral Kehutanan. Bogor.

Anonimus. 2007. Pankreas. http://www.google.com/pankreas/index.html. (8 Desember 2005).

Calingasan NY, N Kitmura, J Yamada, Y Oomori, dan T Yamashita. 1984.

Immunochemical Study of Gastroenteropancreatic Endocrine Cells of the Sheep. Acta. Anat, 118: 171-180.

Colville T dan JM Bassert. 2002. Clinical Anatomy & Physiology for Veterinary Technicians. Mosby. Philadelphia.

Corbet G dan J Hill. 1992. Mammals of Indoalayan Region. Oxford: Natural History Museum, London and Oxford University Press.

Cunningham JG. 2002. Textbook of Veterinary Physiology. 3rd Edition. WB. Saunders. Philadelphia.

Delmann HD dan EM Brown. 1993.Texbook of Veterinary Histology. 4th ed. Lea and Fiebiger. Philadelphia.

Djuwita I, A Budiono, K Mohammad. 2000. Embriologi Organogenesis. Bogor: Laboratorium Embriologi Bagian Anatomi FKH IPB. hlm. VIII-1.

Dyce KM, WO Sack, CJ Wansing. 2003. Text Book of Veterinary Anatomy. 3rd Edition. Philadelphia: WB. Saunders.

Feldhamer GA, CL Drickamer, SH Vessey, JF Merritt. 1999. Adaptation, Diversity, and Ecology Mamalogy. Boston : The McGraw-Hill Companies. Hlm. 85, 252.

Fujita T, T Kano dan S Kobayashi. 1981. Gastroenteropankreatic Endocrin System.In Paraneuron. Springer-Verlag, Tokyo. Japan. P: 165-184.

Ganong WF. 1999. Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.

(54)

Guyton AC. 1990. Buku Teks Fisiologi Kedokteran. Bagian 2 Edisi 5. EGC. Jakarta.

Gremelius L. 1968.A Silver Nitrate Stain for -2 Cell in Human Pancreatic Islet. Acta Soc. Med. Upsal. 73:234-270.

Kiernan JA. 1990. Histological & Histochemical Methods. Theory and Practice.

2rd edition. Pergamon Press. Oxford.

Nisa C. 2005. Morphological Studies of The Stomach of Malayan Pangolin

(Manis javanica) [disertasi]. Graduate School Bogor Agricultural University, Bogor.

Oomori Y, Y Yamashita, J Yamada dan M Misu. 1980.Light Microscopic Study on Endocrine Cells in the Gastrointestinal Tract of Sheep. Res. Bull. Obihiro Univ. 11:541-553.

Rahm U. 1990. Modern Pangolin. Dalam Parker, S.P. (Eds). Gizimek sEncyclopedia of Mammal. Vol. 2. Mc Graw-Hill Publishing Company, New York. Pp. 630-641.

Robinson PT. 2005 .Zoo and Wild Animal Medicine Fifth Edition.Saunders.

Sundler F dan R. Hakanson. 1988. Peptide Hormone Producing Endocrine/Paracrine Cell in the gastro-entero-pancreatic region. In: Handbook of chemical Neuroanatomy. Vol.6 : The Periperal Nervous System. A. Bjorklud, T. Hokfelt and C. Owman (eds). Elsevier Sciece Publishers BV. Pp : 219-278.

(55)

Lampiran 1

Prosedur pewarnaan hematoksilin-eosin (HE)

1. Proses penghilangan parafin (deparafinisasi), diikuti dengan proses rehidrasi dalam alkohol bertingkat 100%-70% masing-masing 1-3 menit.

2. Pembilasan dengan air mengalir selama 15 menit diikuti dengan pembilasan dengan akuades selam 5 menit.

3. Perendaman dalam larutan hematoksilin selama 5-7 menit.

4. Pembilasan dengan air mengalir selama 30-60 menit diikuti dengan pembilasan menggunakan akuades selama 5 menit.

5. Perendaman dalam larutan eosin selama 30 menit. 6. Pembilasan dengan akuades selama 1 menit.

7. Pengeluaran air dari jaringan (dehidrasi) dengan alkohol bertingkat 70%-100%, proses penjernihan jaringan (clearing) dengan larutan silol.

(56)

Lampiran 2

Tekhnik Pewarnaan Impregnasi Perak Grimelius

1. Deparafinisasi (penghilangan parafinisasi), kemudian direndam dalam air mengalir 15menit

2. Untuk preparat yang tidak difiksasi dengan larutan Bouin :

Rendam dalam larutan Bouin 37oC 1 jam 3. Pencucian dalam aquades 3 kali @15 menit

4. Proses Impregnasi :

Peredaman dalam larutan 0,07% AgNO3 60oC 3 jam atau

37oC 24 jam 5. proses reduksi :

Peredaman dalam larutan pengembang (develover)

1% hidroquinon + 5% NaSulfit (dalam aquades) 45oC 1 menit 6. pencucian dalam aquades 3 kali @15 menit

Jika reaksi positif masih lemah, maka sebaiknya dilakukan (Langkah 7-11)

7. Rendam dalam 2% Na tiosulfat 2x pada suhu ruang 2x2 menit

8. Cuci dalam aquabides 5 menit 9. Impregnasi dalam larutan perak nitrat baru pada suhu ruang 10 menit

10. Reduksi dalam larutan pengembang baru 45oC 1 menit 11. Pencucian dalam aquades 3x @ 15menit

Gambar

Gambar  1  Perkembangan pankreas. A. tahap awal, B. tahap berikutnya memperlihatkanpemisahan saluran pada dua tunas pankreas, C
Gambar 2 skema organ pankreas dan permuaraan duktus pankreatikus ke duodenum
Gambar 3 Gambar skematis pankreas dan lobulasinya. Inset menunjukkan sebuah lobuluspankreas dengan pulau Langerhans dan sel-sel asinar di sekitarnya
Tabel 1. Efek insulin terhadap berbagai jaringan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidak pengaruh signifikan dari variabel bebas belanja pemerintah di sektor kesehatan (GH)

 J' Imam Sa*+" No ,- Sem&u.. 

Saya mampu menyelesaikan tugas sesuai dengan jumlah yang ditetapkan.. Hasil pekerjaan yang telah saya kerjakan sesuai dengan standar yang ditentukan

Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab...,10.. yang mengatakan bahwa hadis baru dinyatakan mengandung shadh bila hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi thiqah bertentangan

Jika diperhatikan dari Tabel 31 diatas, terlihat bahwa golongan rumahtangga di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, baik rumah tangga berpendapatan tinggi di

Pengaruh negatif dan signifikan kohesivitas kelompok terhadap senjangan anggaran menunjukkan bahwa terjadinya senjangan anggaran yang diakibatkan oleh adanya proses

Dari kedua laju alir yang dicoba ternyata laju alir 180 ml/menit yang mempunyai daya penyerapan logam kromium heksavalen, hal ini dikarenakan laju alir yang

Solusi yang akan diterapkan dalam kegiatan ini adalah pembangunan unit pengelolaan air minum dengan menggunakan metode gabungan filtrasi-adsorpsi (saringan pasir lambat,