ETNOBOTANI MASYARAKAT SUKU MELAYU DARATAN
(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
ELIA ERNAWATI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
RINGKASAN
ELIA ERNAWATI. Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Dibimbing oleh ERVIZAL A. M. ZUHUD dan AGUS HIKMAT.
Penelitian ini dilakukan pada Masyarakat Suku Melayu Daratan yang terdapat di daerah Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan kearifan tradisional masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan dan mengetahui praktik konservasi yang dilakukan masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan. Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam program pengembangan potensi tumbuhan berguna di daerah Desa Aur Kuning.
Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan melakukan wawancara dan observasi lapang. Data yang dikumpulkan diperoleh dari 1) studi literatur, 2) wawancara, 3) survei lapangan, dan 4) pembuatan herbarium. Setelah pengumpulan data, dilakukan pengolahan dan analisis data dengan cara mengklasifikasikan kelompok kegunaan, menghitung persentase habitus, persentase bagian yang digunakan, tingkat kesukaan responden terhadap tumbuhan, nilai kegunaan (Use value), dan melakukan analisis tindakan konservasi yang dilakukan masyarakat.
Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 168 spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Melayu Daratan yang berasal dari 67 famili. Tumbuhan ini diklasifikasikan ke dalam kelompok kegunaan yaitu penghasil pangan sebanyak 47 spesies, bahan pewarna sebanyak 7 spesies, pakan ternak sebanyak 11 spesies, tumbuhan obat sebanyak 98 spesies, tumbuhan hias sebanyak 10 spesies, aromatik sebanyak 11 spesies, pestisida nabati sebanyak 4 spesies, bahan upacara adat sebanyak 11 spesies, kayu bakar sebanyak 12 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan sebanyak 11 spesies. Persentase habitus yang paling banyak digunakan yaitu pohon dan bagian yang banyak digunakan adalah daun. Dilihat dari tingkat kegunaan terhadap tumbuhan diketahui bahwa kelapa (Cocos nucifera) memiliki nilai kegunaan yang tinggi bagi kehidupan masyarakat namun spesies yang sering digunakan masyarakat adalah karet (Hevea brasiliensis) yaitu sebagai kayu bakar.
SUMMARY
ELIA ERNAWATI. The Ethnobotany of Malayu Daratan Community (Case Study at Aur Kuning Village, Kampar Kiri Hulu Subdistrict, Kampar Regency, the Province of Riau). Under Supervision of ERVIZAL A. M. ZUHUD and AGUS HIKMAT.
This study was conducted to Melayu Daratan community who lives at Aur Kuning village, Kampar Hulu Subdistric, Kampar Regency, Riau. This study is aimed to understand and explore traditional knowledge of Melayu Daratan ethnic in using plants. Hopefully, this study can be the base in developing program of potency beneficial plants in Aur Kuning village.
The methods of this study were interview and field observation. The collected data were from 1) Literature study, 2) interview, 3) field survey and 4) herbarium making. After the data was collected, it was processed and analyzed by classifying the plants based on their usefulness, calculating the percentage of plants’ parts that can be used, the level of plants’ usages and doing the analysis of conservation action that is done by local people.
Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan
(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
ELIA ERNAWATI
DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan
(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri
Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Nama : Elia Ernawati
NIM : E34050147
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan dari keluarga bahagia Bapak H. Muhammad
Amin dan Ibu Hj. Ernawati. di Kota Pekanbaru, Riau pada tanggal
26 Januari 1987. Penulis merupakan anak ke tiga dari lima
bersaudara.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal yaitu TK Annur Pekanbaru
pada tahun 1992, pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Pekanbaru pada tahun 1999
kemudian penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTPN 13
Pekanbaru pada tahun 2002 dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 8 Pekanbaru
pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis di terima di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan IPB.
Tahun 2007 penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
di Cilacap dan Baturraden dan pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek
Umum Konservasi Eksitu (PUKES) di Kebun Raya Bogor dan Jonggol. Pada tahun
2009 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional
Bukit Tigapuluh, Provinsi Riau.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, maka penulis melaksanakan penelitian
Judul Penelitian : Etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan
(Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri
Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau)
Nama : Elia Ernawati
NIM : E34050147
Menyetujui :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS NIP. 195906181985031003
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP. 196209181989031002
Mengetahui,
Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor,
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS NIP. 195809151984031003
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Etnobotani
Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi Kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan
Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau) adalah benar-benar karya saya
sendiri dibawah bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai
karya ilmiah pada Perguruan Tinggi atau lembaga lainnya. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2009
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmaanirrahiim
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ➇Etnobotani
Masyarakat Suku Melayu Daratan (Studi kasus di Desa Aur Kuning, Kecamatan
Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau). Skripsi ini diajukan untuk
memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :
1. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud, MS selaku pembimbing pertama dan Dr. Ir. Agus
Hikmat, M.Sc.F selaku pembimbing kedua atas kesabaran dan keikhlasan
dalam memberikan ilmu,bimbingan dan nasehat kepada penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Andry Indrawan,MS selaku penguji dari Departemen Silvikultur,
Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS selaku penguji dari Departemen Manajemen
Hutan, dan Ir. Sucahyo Sadiyo, MS selaku penguji dari Departemen Hasil
Hutan atas masukan dan saran dalam perbaikan karya ilmiah.
3. Seluruh dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor yang telah
memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah di Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
4. Ayah tercinta dan Ibu tersayang atas semua do’a, dukungan, dan perjuangan demi memenuhi setiap harapan penulis.
5. Abang, kakak, dan adik-adik tersayang serta seluruh keluarga untuk semua
do’a dan semangat yang diberikan.
6. Semua masyarakat Desa Aur Kuning yang membantu dalam proses
pengambilan data sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata.
9. Bapak dan Ibu Guru TK Annur Pekanbaru, SDN 013 Pekanbaru, SLTPN 13
Pekanbaru, dan SMAN 8 Pekanbaru atas segala ilmu yang diberikan sehingga
dapat mengantarkan penulis menyelesaikan jenjang pendidikan S1.
10.Teman-teman seperjuangan di KSHE’42 (Tarsius 42) atas semua kebersamaan, pengalaman, suka, duka yang telah dilewati bersama.
11.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata (HIMAKOVA) atas segala kebersamaan dan rasa kekeluargaan.
12.Para sahabat, teman dan rekan-rekan seperjuangan di Lab. Konservasi
tumbuhan obat atas bantuan, semangat dan do’a yang selalu diberikan.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam
pengembangan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya potensi tumbuhan
berguna demi mencapai kesejahteraan masyarakat setempat. Akhirnya penulis
berharap melalui karya ini dapat berbagi ilmu dan semoga bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.
Amiin.
Bogor, Desember 2009
i
3.3.2 Pengolahan dan analisis data...
ii
3.3.2.3 Bagian yang digunakan...
3.3.2.4 Tingkat kegunaan tumbuhan...
3.3.2.5 Analisis tindakan konservasi yang
dilakukan masyarakat... 15
15
16
BAB IV KONDISI UMUM KAWASAN
4.1 Letak, Luas Wilayah dan Aksesibilitas...
4.2 Kondisi Geografis...
4.3 Keadaan Alam...
4.4 Kondisi Penduduk Desa Aur Kuning... 17
18
18
19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sosial Budaya Masyarakat...
5.1.1 Sistem pemerintahan adat...
5.1.2 Agama dan sistem nilai...
5.1.3 Sistem kekeluargaan...
5.1.4 Bahasa...
5.1.5 Kesenian...
5.1.6 Sistem pengetahuan dan teknologi...
5.1.7 Sistem mata pencaharian...
5.1.8 Hukum adat...
5.1.9 Rumah adat Melayu...
5.2 PotensiTumbuhan...
5.2.1 Keanekaragaman spesies tumbuhan...
5.2.2 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus...
5.2.3 Keanekaragaman berdasarkan bagian
iii
5.3.4 Bahan pewarna...
5.3.5 Pakan ternak...
5.3.6 Tumbuhan hias (ornamen)...
5.3.7 Aromatik...
5.3.8 Pestisida nabati...
5.3.9 Bahan upacara adat...
5.3.10 Tali, anyaman, dan kerajinan...
5.4 Tingkat Kegunaan Tumbuhan...
5.5 Pola Pemanfaatan Lahan...
5.6 Tindakan Konservasi yang Dilakukan
Masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning... 45
46
48
49
51
52
53
54
55
57
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan...
6.2 Saran... 60
60
DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...
61
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Pelabuhan perahu mesin dan alat transportasi... 17
2. 3. Desa Aur Kuning... Datuk Pucuk, Datuk Lelo Bangso dan Datuk Mangkoto Jalelo sebagai ketua adat... 6. Lemang merupakan makanan tradisional masyarakat Desa Aur Kuning... 29
7. Bentuk rumah dan dapur... 31
8. Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan tipe tempat tumbuh... 32
9. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok famili... 33
10. Persentase jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok habitus... 34
11. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan bagian yang digunakan... 35
12. Jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan... 37
13. Ubi kayu (Manihot esculenta) dan labu air (Spinacia oleracea)... 40
14. Penggunaan kayu bakar... 40
15. Spesies tumbuhan obat jangau (Acorus calamus) dan gelinggang laut (Cassia alata)... 43
16. Jumlah spesies tumbuhan obat berdasarkan jenis penyakit... 44
17. Kembang pukul empat (Mirabilis jalapa)... 46
18. Rumput Pait (Axonopus compressus) dan penggembalaan ternak... 47
19. Spesies keladi hias (Colocasia sp.) dan lidah mertua (Sanseviera trifasciata)... 49
20. Tumbuhan aromatik spesies sereh (Cymbopogon nardus)... 50
21. Gadung (Dioscorea hispida) (a), Kegiatan menangkap ikan (b)... 51
v
23. Kombut (a), Tikar (b), Ambung (c)... 54
24.
25.
Profil pemanfaatan lahan...
Areal kebun masyarakat... 56
vi
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji pada penelitian
kajian etnobotani Masyarakat Suku Melayu Daratan... 12
2. Jumlah penduduk per kecamatan di wilayah Kabupaten Kampar Hulu... 19
3. Spesies tumbuhan pangan sebagai makanan pokok... 38
4. Beberapa spesies tumbuhan penghasil buah dan sayuran... 39
5. Spesies tumbuhan kayu bakar... 41
6. Sebelas spesies tumbuhan obat yang sering digunakan Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning... 42
7. Spesies tumbuhan pewarna... 45
8. Spesies tumbuhan penghasil pakan ternak... 47
9. Daftar spesies tumbuhan hias... 48
10. Spesies tumbuhan aromatik... 49
11. Tumbuhan pestisida nabati... 51
12. Tumbuhan bahan upacara adat... 52
13. Tumbuhan tali, anyaman dan kerajinan... 53
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Peta Lokasi Penelitian... 65
2. Spesies Tumbuhan yang Digunakan Masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning... 66
3.
4.
Spesies Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan...
Cara Racik Tumbuhan Obat... 70
76
The Ethnobotany of Malayu Daratan Community (Case Study at Aur Kuning Village, Kampar Kiri Hulu Subdistrict,
Kampar Regency, the Province of Riau) Author : Elia Ernawati1
Supervisor : Dr.Ir. Ervizal A.M.Zuhud,MS2 and Dr.Ir. Agus Hikmat,M.Sc.F3
Introduction : The science that studies relation between human and plants is called ethnobotany. The traditionally usage of plants by local people is one of knowledge that always develops. It has been inherited from generations to generations. An example of plants usage by local people can be shown from plants usage of Melayu Daratan ethnic ate Aur Kuning village, Kampar Kiri subdistrict, Kampar regency, the province of Riau. The quick development of science and the change of social lifestyle have effected traditional people leave their main tradition in using the plants. The utilization of plants without traditional wisdom may threaten the species sustainability of plants. On the other hands, the traditional knowledge which was conveyed orally may be lost. The study on ethnobotany is very needed in order to document traditional knowledge well.
Method : The method of this study were interview and field observation. The data was collected from 1) literature study, 2) interview, 3) field survey and 4) herbariums. After the data was collected, it was processed and analyzed by classifying the plants based on their usefulness, calculating the percentage of plants’ parts that can be used, the level of plants’ usages and doing the analysis of conservation action that is done by local people.
Result and discussion : Based on the data collection, there are 168 plants species used by local people of Melayu Daratan ethnic. Those species come from 67 families. Those plants then were classified into usefulness category. Those consisted of medicinal plants (98 species), food plants, coloring material, cattle feeding, ornamental plants, aromatic plant, biological pesticide, ritual purpose-plants, firewood and rope, plaited and handicraft materials. Tree is the habitus that mostly used while leaves are part of plants that mostly used. Coconut (Cocos nucifera) has the highest usefulness value to people’s life but the rubber (Hevea brasiliensis) is more commonly used for firewood. The conservation practice that has been done by local people until now is cultivating the plants which have high economic and use values in their life.
Conclusions : Plants give important benefit to people of Melayu Daratan in fulfilling their need. It can be proved from many species of plants that are used by people there for their daily need especially for medicinal purpose. It also can be concluded that the conservation action has been done by the local people both consciously or un-consciously. They use the plants resources carefully to save the sustainability of natural resources.
1 student of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University. 2: lecturer of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University. 3: lecturer of forest resources conservation and ecotourism, forestry faculty, Bogor Agriculture University
✶
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat adat merupakan
salah satu pengetahuan yang berkembang dan diwariskan secara turun temurun.
Masyarakat-masyarakat tradisional telah mengembangkan dan beradaptasi secara
langsung terhadap lingkungannya yang bertujuan untuk mempertahankan hidup,
karena baik disadari maupun tidak, dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya,
manusia akan selalu bergantung terhadap lingkungannya dan begitu pula sebaliknya.
Ilmu yang mempelajari mengenai hubungan antara manusia dengan
tumbuh-tumbuhan disebut etnobotani.
Sikap kemandirian tumbuh dan mengakar dalam diri setiap masyarakat adat
karena dalam kehidupan sehari-hari masyarakat ini senantiasa selalu memanfaatkan
segala sesuatu dari alam sekitarnya. Salah satu pemanfaatan terhadap sumberdaya
alam yang dilakukan oleh masyarakat adat adalah pemanfaatan terhadap tumbuhan.
Pemanfaatan tumbuhan dilakukan demi memenuhi segala kebutuhan mulai dari
pangan hingga kebutuhan lainnya. Hal ini menjadikan masyarakat tersebut selalu
menyelaraskan hidup dengan alam dan selalu menjaga kelestariannya agar kebutuhan
mereka tetap terpenuhi secara berkelanjutan.
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan berubahnya gaya hidup manusia yang
cepat karena intervensi global mengakibatkan masyarakat tradisional mulai
perlahan-lahan meninggalkan tradisinya terutama dalam pemanfaatan tumbuhan. Tersedianya
sebagian komoditi yang diperlukan masyarakat dari luar untuk pemenuhan kebutuhan
hidup menjadikan kehidupan masyarakat tradisional tidak lagi memiliki interaksi
yang baik dengan alam. Hal ini dapat menjadikan terancamnya kelestarian
spesies-spesies tumbuhan yang memiliki potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup
terutama untuk spesies tumbuhan obat dan menjadikan nilai-nilai kearifan tradisional
✷
Salah satu masyarakat tradisional yang masih mempertahankan adat dan
tradisi dalam penggunaan sumberdaya alam khususnya tumbuhan adalah Masyarakat
Adat Melayu Daratan di daerah Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Walaupun di daerah ini sudah dimasuki oleh
kebudayaan modern namun dalam kesehariannya masyarakat masih mempertahankan
segala tradisi dari leluhurnya.
Disamping itu, pewarisan pengetahuan pada masyarakat tradisional bersifat
oral sehingga sangat dimungkinkan kekayaan pengetahuan masyarakat dalam
pemanfaatan tumbuhan lambat laun akan hilang apabila tidak didokumentasikan
secara tertulis. Oleh karena itu, penelitian tentang etnobotani (pengetahuan
masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan) menjadi penting untuk dilakukan
sehingga pengetahuan tersebut dapat didokumentasikan dengan baik.
1.2Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggali pengetahuan
tradisional masyarakat Suku Melayu Daratan dalam pemanfaatan tumbuhan.
1.3Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi dokumentasi informasi
pengetahuan masyarakat Suku Melayu Daratan yang dapat dijadikan sebagai dasar
dalam program pengembangan potensi tumbuhan berguna di daerah tersebut sehingga
tetap mempertahankan dan dapat membangun masyarakat yang mandiri dan sejahtera
✸
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobotani 2.1.1 Definisi
Etnobotani dewasa ini merupakan istilah populer karena ini adalah salah satu
cara pandang orang terhadap sekitar. Apabila digunakan di awal nama satu disiplin
ilmu seperti botani atau farmakologi, kalimat ini menunjukkan bahwa peneliti sedang
meneliti persepsi masyarakat tradisional tentang pengetahuan budaya dan teknologi.
Etnobotani sebagai salah satu jembatan pengetahuan tradisional dan modern pada saat
ini menjadi topik yang makin berkembang, hal ini memerlukan dukungan dari
berbagai bidang ilmu antara lain arkeologi, linguistik, biologi, farmasi, fitokimia,
pertanian, kehutanan, ekologi, dan lain-lain (Purnomo 1995).
Istilah etnobotani pertama kalinya diusulkan oleh Harsberger pada tahun
1985. Etnobotani telah didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pemanfaatan
tumbuhan secara tradisional oleh suku bangsa yang primitif atau terkebelakang.
Etnobotani berasal dari dua buah kata yaitu ethnos dan botany. Ethnos (berasal dari
bahasa Yunani) berarti bangsa dan botany artinya tumbuh-tumbuhan (Soekarman dan
Riswan 1992).
Pengertian etnobotani memiliki arti yang bervariasi dikalangan para ahli
etnobotani, diantaranya :
1. Hough (1898) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari tumbuh-tumbuhan dalam hubungannya dengan budaya manusia.
2. Jones (1941) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia yang primitif dengan
tumbuh-tumbuhan.
3. Schultes (1967) diacu dalamSoekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang
✹
4. Ford (1980) diacu dalam Soekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang
mempelajari penempatan tumbuhan secara keseluruhan di dalam budaya dan
interaksi langsung manusia dengan tumbuhan.
5. Sheng-Ji et al. (1990) diacu dalamSoekarman (1992), etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara manusia dan
tumbuhan untuk apa saja kegunaannya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan secara singkat bahwa etnobotani
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan
tumbuhan dalam pemanfaatannya secara tradisional.
2.1.2 Ruang lingkup
Martin (1998) menjelaskan istilah-istilah yang berkaitan dengan etnobotani
secara lebih lanjut, yaitu :
1. Masyarakat pribumi adalah penduduk satu kawasan yang telah dikaji dan
mendapat pengetahuan ekologi mereka secara turun menurun dalam budaya
mereka sendiri.
2. Penyelidik/peneliti adalah orang yang biasanya terlatih pada sebuah perguruan
tinggi, yang mendokumentasikan pengetahuan tradisional ini dan bekerjasama
dengan masyarakat pribumi.
3. Pengetahuan tradisional atau pengetahuan lokal adalah apa yang diketahui
oleh masyarakat mengenai alam sekitarnya.
Dokumentasi sebagai salah satu usaha utama dalam etnobotani merupakan
pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan (Adimiwarta 1983). Dalam
Chamber’s Encylopedia (1950) disebutkan bahwa dokumentasi dapat berupa dokumen tertulis, rekaman foto, majalah, film dokumenter. Dalam hal botani,
dokumentasi dilakukan juga dengan cara pengumpulan spesimen. Baru sekitar 3-4 %
tumbuhan yang tumbuh di Indonesia yang sudah dibudidayakan dan ditanam, sisanya
masih tumbuh liar di hutan-hutan. Disinilah pentingnya etnobotani guna menggali
pengetahuan tradisional pemanfaatan tumbuhan oleh penduduk setempat.
✺
kegunaannya bagi manusia dalam usaha menanggulangi meningkatnya keperluan
akan sandang, papan, dan pangan yang berkaitan dengan jumlah penduduk di
Indonesia (Riswan dalamSoekarman 1992).
2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional
Pengetahuan merupakan kapasitas manusia untuk memahami dan
menginterpretasikan baik hasil pengamatan langsung maupun pengalaman sehingga
bisa digunakan untuk meramalkan ataupun sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan (Kartikawati 2004).
Tradisional knowledge atau pengetahuan tradisional mencakup pengetahuan, inovasi, praktek masyarakat adat, dan komunitas lokal dalam kehidupan mereka.
Pengetahuan tradisional telah berkembang sejak berabad-abad, diwariskan dari
generasi ke generasi selanjutnya secara lisan beradaptasi dengan budaya setempat
dalam bentuk cerita, lagu, dongeng, nilai budaya, kepercayaan, ritual, hukum adat,
bahasa, dan praktek pertanian (Adimihardja 1996).
Nasaban diacu dalam Adimihardja (2002) menyatakan kearifan tradisional
yang tercermin dalam sistem pengetahuan dan teknologi lokal di berbagai daerah
secara dominan masih diwarnai nilai-nilai adat sebagaimana tampak dan cara-cara
mereka melakukan prinsip-prinsip konservasi, manajemen, dan eksploitasi
sumberdaya. Hal ini tampak jelas dari perilaku mereka yang memiliki rasa hormat
yang begitu tinggi terhadap lingkungan alam yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari kehidupan mereka.
2.3 Masyarakat Adat
Masyarakat adat adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul
leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem
nilai, ideologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan wilayah sendiri (Sangaji 2001).
Selanjutnya, Keraf (2002) memberikan ciri-ciri pembeda antara masyarakat adat
✻
a) Mendiami tanah milik nenek moyangnya, baik seluruhnya ataupun
sebagiannya.
b) Mempunyai garis keturunan yang sama yang berasal dari penduduk asli
daerah tersebut.
c) Mempunyai budaya yang khas, yang menyangkut agama, sistem suku,
pakaian, tarian, cara hidup, peralatan hidup sehari-hari, termasuk untuk
mencari nafkah.
d) Mempunyai bahasa tersendiri.
e) Biasanya hidup terpisah dari kelompok masyarakat lain dan menolak atau
bersikap hati-hati terhadap hal-hal baru yang berasal dari luar komunitasnya.
2.4 Kearifan Tradisional
Kearifan lokal merupakan sistem nilai dan norma yang disusun, dianut,
dipahami dan diaplikasikan masyarakat lokal berdasarkan pemahaman dan
pengalaman mereka dalam berinteraksi dengan lingkungan (Tjahjono et al 2000). Menurut Saini KM (2005) mendefinisikan kearifan lokal adalah sikap, pandangan dan
kemampuan suatu komunitas di dalam mengelola lingkungan, baik secara jasmani
maupun rohani, yang memberikan daya tahan dan daya tumbuh bagi komunitas
tersebut. Sedangkan Soemarwoto (1982) mengartikan kearifan tradisional sebagai
ilmu pengetahuan yang mampu menghadapi kondisi suatu lingkungan.
2.5 Keanekaragaman Manfaat Tumbuhan
Bagi masyarakat Indonesia khususnya yang bertempat tinggal di daerah
pedesaan di sekitar hutan maka pemanfaatan tumbuhan obat untuk kepentingan
kesehatannya bukan merupakan hal yang baru namun sudah berlangsung cukup lama
(Wiriadinata et al diacu dalamSoekarman 1992).
Diantara sumberdaya hayati yang sering dimanfaatkan oleh manusia adalah
tumbuhan. Pengelompokan penggunaan tumbuhan oleh Purwanto dan Walujo (1992)
✼
tangga dan alat pertanian, tali temali, anyam-anyaman, pelengkap upacara adat,
obat-obatan dan kosmetik, kegiatan sosial dan kegiatan lain.
2.5.1 Obat
Menurut Departemen Kesehatan RI dalam surat Keputusan Menteri
Kesehatan No.149/SK/Menseknes/IV/1978 diacu dalam Kartikawati (2004) definisi
tumbuhan obat adalah tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan baku obat (prokursor), atau tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat.
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan yang diketahui mempunyai
khasiat obat, yang dikelompokkan menjadi : (1) Tumbuhan obat tradisional, yaitu
spesies tumbuhan yang diketahui dan dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat
dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional; (2) Tumbuhan obat modern,
yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa
atau bahan bioaktif dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis;
dan (3) Tumbuhan obat potensial, yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung
senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum secara ilmiah atau
penggunaannya sebagai bahan obat tradisional sulit ditelusuri (Zuhud 2004).
Tumbuhan obat terdiri dari beberapa macam habitus. Habitus berbagai spesies
tumbuhan (Tjitrosoepomo 1988 diacu dalam Damayanti 1999) adalah sebagai
berikut :
a) Pohon adalah tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu batang yang
jelas dan bercabang jauh dari permukaan.
b) Perdu adalah tumbuhan berkayu yang tidak seberapa besar dan bercabang
dekat dengan permukaan.
c) Herba adalah tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan berair.
d) Liana adalah tumbuhan berkayu dengan batang menjalar/memanjat pada
tumbuhan lain.
e) Tumbuhan memanjat adalah herba yang memanjat pada tumbuhan lain atau
✽
f) Semak adalah tumbuhan yang tidak seberapa besar, batang berkayu,
bercabang-cabang dekat permukaan tanah atau di dalam tanah.
g) Rumput adalah tumbuhan dengan batang yang tidak keras, mempunyai
ruas-ruas yang nyata dan seringkali berongga.
2.5.2 Pangan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu
yang tumbuh, hidup, berbatang, berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau
dikonsumsi oleh manusia (apabila dimakan oleh hewan disebut pakan). Misalnya
buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, dan tumbuhan yang mengandung sumber
karbohidrat.
Buah-buahan adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik
dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan, umumnya dikonsumsi dalam
keadaan mentah (Kartikawati 2004).
2.5.3 Bahan pewarna
Hasil ekstrak dari tumbuhan bisa menjadi pewarna alami bagi makanan dan
bersifat aman bagi kesehatan. Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang
memiliki zat warna seperti kunyit (Curcuma domestica) yang digunakan sebagai pewarna makanan sehingga berwarna kuning atau oranye dan daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna hijau (Kartikawati 2004). Selain untuk pewarna makanan, tumbuhan juga dapat digunakan untuk mewarnai rotan atau bahan lain.
2.5.4 Pakan ternak
Pakan ternak adalah makanan yang diberikan kepada hewan ternak. Menurut
Kartikawati (2004), tumbuhan pakan ternak adalah tumbuhan yang memiliki
konsentrasi nutrisi rendah dan mudah dicerna yang merupakan sumber pakan bagi
satwa herbivora. Tumbuhan ini dapat diolah dan dibudidayakan meskipun adapula
✾
2.5.5 Tumbuhan hias (ornamen)
Tumbuhan hias merupakan salah satu komoditi hortikultura non pangan yang
digolongkan sebagai hortikultur. Dalam kehidupan sehari-hari, komoditas ini
dibudidayakan untuk dinikmati keindahannya (Arafah 2005).
2.5.6 Aromatik
Tumbuhan aromatik disebut juga dengan tumbuhan penghasil minyak atsiri
karena hasil ekstraksi atau penyulingan dari bagian-bagian tumbuhan berupa minyak
atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena
fungsinya yang paling luas dan umum diminati adalah sebagai pengharum, baik
sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pengharum sabun, pasta gigi,
pemberi rasa pada makanan maupun pada produk rumah tangga lainnya (Kartikawati
2004). Jenis tumbuhan yang menghasilkan minyak atsiri misalnya jahe (Zingiber officinale), cendana (Santalum album), kenanga (Cananga odorata), dan jenis tumbuhan lainnya.
2.5.7 Pestisida nabati
Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari
tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan. Pestisida nabati ini juga berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. Secara umum pestisida nabati diartikan
sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif
mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Arafah 2005).
2.5.8 Bahan upacara adat
Beberapa tumbuhan memiliki sifat spiritual, magis, dan ritual. Penggunaan
tumbuhan untuk adat dapat berupa bentuk penggunaan dalam berbagai upacara adat
maupun kegiatan adat lainnya. Jenis tumbuhan yang biasanya sering digunakan dalam
✵
2.5.9 Kayu bakar
Menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005), jenis pohon yang
ditujukan untuk pemenuhan kayu bakar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a) Beradaptasi pada rentangan kondisi yang luas.
b) Pertumbuhan cepat, volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang
singkat.
c) Tidak merusak tanah dan menjaga kesuburannya.
d) Tahan penyakit dan hama.
e) Pengelolaannya memerlukan waktu yang singkat.
f) Tahan terhadap kekeringan dan toleran terhadap iklim yang lain.
g) Pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan yang baru.
h) Memiliki manfaat lain yang menguntungkan pertanian.
i) Menghasilkan percabangan dengan diameter yang cukup kecil untuk dipotong
dengan peralatan tangan dan mudah pengangkutannya.
j) Menghasilkan kayu yang mudah dibelah.
k) Kadar air rendah dan relatif cepat dikeringkan.
l) Menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar.
m) Tidak memercikkan api dan cukup aman bila dibakar.
n) Menghasilkan kayu yang padat dan lebih lama dibakar.
2.5.10 Tali, anyaman, dan kerajinan
Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan adalah tumbuhan yang
biasa digunakan untuk membuat tali, anyaman, maupun kerajinan. Beberapa jenis
tumbuhan yang sering digunakan oleh masyarakat untuk membuat anyaman adalah
jenis rotan dan bambu. Sedangkan jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk
✁✁
BAB III
METODOLOGI
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Desa Aur Kuning yang terletak di dalam wilayah
administrasi Kecamatan Kampar kiri Hulu dengan ibu kota pemerintahan Kecamatan
Gema, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh
minggu yaitu pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2009.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tumbuhan yang terdapat di
hutan alam Desa Aur Kuning dan masyarakat Suku Melayu Daratan di lokasi
penelitian. Sedangkan alat yang digunakan adalah kamera, kertas koran, alkohol 70%,
gunting, kantong plastik, field guide tumbuhan obat, kuisioner, label gantung, dan alat tulis menulis.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data berupa data primer dan
data sekunder. Data primer dikumpulkan dengan metode sebagai berikut :
1. Wawancara terhadap responden sebagai narasumber pengguna tumbuhan pada
masyarakat Suku Melayu Daratan di Desa Aur Kuning.
2. Observasi lapang yang dilakukan dengan melihat langsung ke lapang spesies
tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat.
Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari pustaka dan pihak yang terkait
dengan topik penelitian, dalam hal ini masyarakat setempat. Data sekunder diperoleh
melalui metode studi literatur pustaka, diskusi dan publikasi yang diperoleh dari :
1. Laporan kondisi umum lokasi penelitian.
2. Laporan-laporan terdahulu yang pernah dilakukan di lokasi penelitian.
Adapun tahapan yang dilakukan dan aspek yang dikaji dalam penelitian ini
✂✄
Tabel 1. Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji pada penelitian kajian etnobotani masyarakat Suku Melayu Daratan
Tahapan kegiatan Data / aspek yang dikaji Metode A. Kajian Kondisi Umum
Lokasi Desa Aur Kuning,
f) Bagian yang digunakan 3. Tingkat kegunaan
C. Pengolahan Data dan Analisis Data
1. Pengolahan data 2. Analisis data
3.3.1 Pengumpulan data 3.3.1.1 Studi literatur
Kegiatan studi literatur dilakukan sebelum penelitian dilaksanakan dan
sesudah penelitian dilaksanakan. Kegiatan studi literatur sebelum penelitian
☎✆
(mencakup fisik, penduduk, dan sosial budaya masyarakat) dan data mengenai
spesies tumbuhan berguna yang ada di lokasi penelitian. Sedangkan studi literatur
yang dilakukan setelah penelitian dilakukan untuk verifikasi (cek silang)
spesies-spesies tumbuhan yang diperoleh di lapangan.
3.3.1.2 Wawancara
Wawancara ditujukan pada masyarakat yang mengetahui dan masih
menggunakan spesies-spesies tumbuhan dari alam. Metode yang dapat digunakan
dalam menentukan sasaran wawancara (key person) ini yaitu dengan cara snow ball
dimana pemilihan responden berdasarkan informasi responden sebelumnya dengan
jumlah 30 orang, adapun data responden dapat dilihat pada Lampiran 4. Responden
kunci terdiri dari para ketua adat dan dukun pengobatan. Pengambilan responden
dilakukan dengan memilih responden berdasarkan pada pengetahuan responden
terhadap manfaat tumbuhan dan intensitas pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan
oleh responden. Pemilihan responden ini dilakukan berdasarkan survei yang telah
dilakukan terhadap seluruh masyarakat hingga didapatkan 30 orang responden untuk
menggali data mengenai pemanfaatan tumbuhan lokal bagi pemenuhan kebutuhan
masyarakat. Wawancara dilakukan mendalam dengan pertanyaan sesuai kebutuhan
dan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner atau daftar pertanyaan
yang telah disiapkan.
3.3.1.3 Survei lapangan
Survei lapangan dilakukan untuk mengenali spesies tumbuhan yang
digunakan dari hasil wawancara. Pengenalan spesies ini dilakukan dengan mencari
spesies tumbuhan yang digunakan dari hasil wawancara ke dalam hutan dan membuat
dokumentasi kemudian diidentifikasi dengan literatur.
3.3.1.4 Pembuatan herbarium
Pembuatan herbarium ini dilakukan untuk memudahkan dalam identifikasi
✝✞
hasil dokumentasi. Herbarium merupakan koleksi spesies tumbuhan yang terdiri dari
bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, serta bunga dan buah jika
ada), dengan tahapan pembuatan herbarium sebagai berikut :
1. Mengambil bahan contoh untuk herbarium berupa ranting dengan daun
(diusahakan daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua) beserta bunga dan
buah jika ada.
2. Bahan contoh tersebut digunting dengan menggunakan gunting daun dengan
panjang ± 40 cm.
3. Contoh herbarium kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran dan diberi
label. Label berisi keterangan tentang nomor spesies, nama lokal, lokasi
pengambilan, dan nama kolektor.
4. Selanjutnya beberapa contoh herbarium disusun di atas rak dan disemprot
dengan alkohol 70% untuk kemudian dibawa ke tempat istirahat dan dijemur
di bawah sinar matahari.
5. Herbarium yang sudah kering dan belum teridentifikasi nama ilmiahnya
kemudian dilakukan identifikasi dengan menggunakan buku panduan
tumbuhan obat atau dibawa ke petugas Balai Diklat Kehutanan Pekanbaru
yang berperan sebagai ahli dendrologi.
3.3.2 Pengolahan dan analisis data
Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif
dengan cara deskriptif. Pengolahan data secara kuantitatif dilakukan untuk
mengetahui data mengenai nilai kegunaan setiap spesies tumbuhan yang
dimanfaatkan. Selain itu juga digunakan untuk memperoleh data mengenai nama
spesies, famili, habitus, bagian tumbuhan yang digunakan, manfaat/kegunaan, dan
informasi lain yang terkait. Hasil identifikasi jenis tumbuhan disusun berdasarkan
famili dan spesies. Setiap spesies dianalisis secara kualitatif mengenai klasifikasi
kegunaan, cara penggunaan dan bagian apa yang dimanfaatkan. Kemudian data yang
diperoleh secara deskriptif dipaparkan untuk mengetahui tindakan konservasi spesies
✟✠
3.3.2.1 Kelompok kegunaan
Hasil identifikasi jenis tumbuhan disusun dengan mengelompokkan
berdasarkan kelompok kegunaan untuk memudahkan dalam penyajian.
3.3.2.2 Persentasehabitus
Persentase habitus merupakan persentase besarnya habitus yang dijumpai
terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, perdu, herba,
liana, tumbuhan memanjat, semak, dan rumput. Adapun rumus perhitungan yang
digunakan sebagai berikut :
ܲ݁ݎݏ݁݊ݐܽݏ݄ܾ݁ܽ݅ݐݑݏݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑ ൌ σ ݄ܾܽ݅ݐݑݏݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑ
σ ݏ݈݁ݑݎݑ݄݄ܾܽ݅ݐݑݏ ൈ ͳͲͲΨ
3.3.2.3 Bagian yang digunakan
Persentase bagian tumbuhan yang digunakan adalah bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan mulai dari bagian daun, bunga, buah, batang hingga bagian akar.
Rumus perhitungan yang digunakan yaitu :
ܲ݁ݎݏ݁݊ݐܽݏܾ݁ܽ݃݅ܽ݊ݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊
ൌ σ ܾܽ݃݅ܽ݊ݐ݁ݎݐ݁݊ݐݑݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊
σ ݏ݈݁ݑݎݑ݄ܾܽ݃݅ܽ݊ݕ݂ܽ݊݃݀݅݉ܽ݊ܽܽݐ݇ܽ݊ ൈ ͳͲͲΨ
3.3.2.4Tingkat kegunaan tumbuhan
Tingkat kegunaan tumbuhan merupakan analisis sederhana dimana tingkat
kegunaan suatu spesies tumbuhan dihitung berdasarkan pada berapa jumlah kegunaan
yang diperoleh dari suatu spesies tumbuhan.
✡☛
3.3.2.5 Analisis tindakan konservasi yang dilakukan masyarakat
Spesies-spesies tumbuhan yang telah dikelompokkan kemudian ditelaah
dengan menggunakan stimulus trilogi AMAR (alamiah, manfaat, dan religius) yang
kemudian dapat diketahui tindakan konservasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam
pemanfaatan tumbuhan. Stimulus alamiah yaitu berupa pengetahuan alami
masyarakat terhadap tumbuhan, stimulus manfaat berkaitan dengan manfaat atau
kepentingan masyarakat terhadap tumbuhan, dan stimulus religius/spiritual
☞✌
BAB IV
KONDISI UMUM KAWASAN
4.1 Letak, Luas Wilayah, dan Aksesibilitas
Desa Aur Kuning merupakan bagian dari Kecamatan Kampar Kiri Hulu,
Kabupaten Kampar Hulu, Provinsi Riau. Luas wilayah Desa Aur Kuning hanya
sekitar ± 3 km2. Pencapaian ke Desa Aur Kuning ini ditempuh dengan melewati beberapa daerah. Jarak tempuh dari Kota Pekanbaru ke Kecamatan Lipat Kain sekitar
75 km, kemudian diteruskan ke Kecamatan Gema dengan jarak tempuh 28 km. Untuk
mencapai Desa Aur Kuning, perjalanan ditempuh sekitar 30 km. Lokasi ini harus
ditempuh dengan jalur darat dan air yang melintasi Sungai Kampar. Jalur darat dapat
ditempuh dengan menggunakan kendaraan bermotor dari Kota Pekanbaru ke ibu kota
Kecamatan Kampar Kiri Hulu yaitu Kecamatan Gema dengan waktu tempuh sekitar
empat jam. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan perahu mesin dari
Kecamatan Gema ke Desa Aur Kuning dengan waktu tempuh sekitar 1,5 - 2 jam.
Waktu tempuh dengan jalur air ini tergantung dari keadaan air, jika keadaan air
sedang pasang maka waktu tempuh bisa lebih singkat. Gambar 1 merupakan gambar
sarana transportasi yang biasa digunakan oleh masyarakat dan Gambar 2 merupakan
lokasi daerah penelitian yaitu Desa Aur Kuning.
✍✎
Gambar 2 Desa Aur Kuning
4.2 Kondisi Geografis
Wilayah Kabupaten Kampar Kiri Hulu terletak di sebelah selatan Kabupaten
Kampar. Secara astronomis wilayah ini terletak antara 1002’ Lintang Utara dan 0020’ Lintang Selatan serta 100023’➊ 101
0
40’ Bujur Timur dengan batas wilayah :
o Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten 50 Kota Propinsi
Sumatera Barat.
o Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan XIII Koto Kampar,
Kecamatan Bangkinang, Kecamatan Kampar, dan Kota Pekanbaru.
o Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kuantan Singingi.
o Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kota
Pekanbaru.
4.3 Keadaan Alam
Sebagian besar wilayah Kabupaten Kampar Hulu merupakan daerah
perbukitan yang berada di kaki Bukit Barisan dengan ketinggian 0 ➊ 500 meter dpl.
Struktur tanah adalah arganosol, gleihumus alluvial, hidromorfik kelabu, padzolik
merah kuning, litosol dan regosol. Jenis tanah argosol ini merupakan jenis tanah yang
✏✑
Di wilayah Kabupaten Kampar Hulu terdapat delapan sungai besar yaitu :
1. Sungai Kampar Kanan yang melintasi wilayah Kecaman Siak Hulu dan
Kecamatan Perhentian Raja.
2. Sungai Kampar Kiri yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri, Kampar
Kiri Tengah, Kecamatan Gunung Sahilan, dan Kecamatan Kampar Kiri Hilir.
3. Sungai Subayang yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
4. Sungai Lipai yang melintasi wilayah Kecamatan Gunung Sahilan.
5. Sungai Setingkai yang melintasi wilayah Kecamatan Kampar Kiri.
6. Sungai Paku yang melintasi sebagian desa-desa di Kecamatan Kampar Kiri.
7. Batang Bio yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
8. Batang Lipai yang melintasi Kecamatan Kampar Kiri Hulu.
4.4 Kondisi Penduduk Desa Aur Kuning
Jumlah penduduk Desa Aur Kuning hingga tahun 2009 ± 875 jiwa yang terdiri dari 171 kepala keluarga. Namun tidak semua jumlah ini bertempat tinggal di
Desa Aur Kuning, sebagian masyarakat sudah ada yang hidup merantau ke luar desa
misalnya ke daerah Kecamatan Lipat Kain hingga Kota Pekanbaru. Hal ini
disebabkan mata pencaharian masyarakat yaitu sebagai pedagang dan penyadap karet
yang dalam bahas setempat disebut ✒menakik➈. Sedangkan untuk Kampar Kiri Hulu
berdasarkan data statistik Kabupaten Kampar tahun 2004 jumlah penduduk yang
tercatat 151.274 jiwa, dengan rincian tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah penduduk per kecamatan di wilayah Kabupaten Kampar Hulu
No Kecamatan Penduduk Jumlah Rumah L P tangga 1 Kampar Kiri 13.679 12.520 26.217 5.754 2 Kampar kiri Hulu 5.720 5.705 11.427 2.193 3 Kampar Kiri Hilir 4.202 3.780 7.982 1.912 4 Kampar Kiri Tengah 9.256 8.413 17.669 3.953 5 Siak Hulu 29.279 29.279 59.233 13.803 6 Gunung Sahilan 7.068 6.153 13.221 3.055 7 Perhentian Raja 7.683 7.842 15.525 3.463
Jumlah 76.905 74.369 151.274 34.115
✓✔
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Sosial Budaya Masyarakat
Secara garis besar kehidupan masyarakat Suku Melayu Daratan merupakan
suatu akulturasi dari budaya Melayu dan budaya Minang. Hal ini karena letak daerah
ini berbatasan dengan daerah Sumatera Barat sehingga dapat diasumsikan bahwa
dahulunya daerah ini mendapatkan pengaruh dari budaya Minang yang kemudian
diadaptasi ke budaya Melayu.
5.1.1 Sistem pemerintahan adat
Desa Aur Kuning memiliki pemimpin yaitu ketua adat. Ketua adat pada
daerah ini disebut dengan ninik mamak. Ketua adat disini bertindak sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi dan dapat menentukan segala peraturan yang berlaku
dalam masyarakat. Pada wilayah adat Desa Aur Kuning terdapat tiga suku orang
pemuka adat sesuai dengan jumlah suku yang terdapat di desa ini, yaitu Suku Melayu
dengan pemuka adat bergelar Datuk Pucuk, Suku Domo dengan pemuka adat yang
bergelar Datuk Lelo Bangso, dan Suku Kampar dengan pemuka adat yang bergelar
Datuk Mangkoto Jalelo (Gambar 3). Peranan ketiga Datuk ini adalah sebagai mamak
godang untuk menyelesaikan masalah dalam adat, namun jika terdapat masalah antara
Datuk Pucuk dan Datuk Lelo Bangso maka yang dapat menyelesaikan masalah
selisih paham adalah Datuk Mangkoto Jalelo. Oleh karena itu Datuk Mangkoto Jalelo
merupakan kesayangan oleh Datuk nan berdua, ibaratnya beliau adalah ibu oleh
Datuk Pucuk dan bapak oleh Datuk Lelo Bangso. Gelar tersebut diwariskan kepada
kemenakan atau cucu yang memiliki tanda-tanda atau disebut ✕butung tumbuh di
mata✖ yang maksudnya, orang yang menjadi pewaris gelar tersebut sudah dapat
dilihat dari ciri-ciri pribadi orang tersebut dan tidak sembarangan orang yang bisa
✗✘
Gambar 3 Datuk Pucuk (kiri), Datuk Lelo Bangso (tengah), Datuk Mangkoto Jalelo (kanan) sebagai ketua adat
Perbedaan ketiga Datuk ini terletak pada baju dan daerah kekuasaan mereka.
Pakaian Datuk Pucuk berwarna hitam polos dimana kebesarannya yaitu di nagari
(berkuasa di daratan), pakaian Datuk Lelo Bangso terdapat garis kuning dengan
kebesaran rantau Kampar Kiri, sedangkan Datuk Mangkoto Jalelo terdapat garis
merah, kuning, dan putih dengan peranan paling besar di negeri. Ungkapan untuk
Datuk Mangkoto Jalelo ✙suluhnya bendang, cerminnya terus✚, yaitu tempat bertanya
kedua suku, kusut diselesaikan, keruh dijernihkan.
5.1.2 Agama dan sistem nilai
Penduduk desa ini beragama Islam sehingga unsur-unsur kebudayaan Islam
hampir berpengaruh disemua segi kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dalam
bentuk tulisan lama yang disebut tulisan Arab Melayu, upacara ritual, dan bentuk
keseniannya. Disamping itu, pengaruh ajaran Islam juga terlihat dari ketaatan
masyarakat dalam melaksanakan kewajiban agama seperti sholat lima waktu, puasa
Ramadhan, dan dalam setiap perayaan hari besar agama Islam. Dominannya
pengaruh ajaran Islam ini tercermin dalam pepatah adat Melayu yang berbunyi
✙Tungku tiga sejerangan, tali tiga sepilin” yang maksudnya ✙Adat bersendi syarak,
✛✛
5.1.3 Sistem kekeluargaan
Sistem kekerabatan yang dimiliki oleh masyarakat Melayu Riau sangat erat.
Kaum kerabat disebut saudara. Pada dasarnya kekerabatan orang Melayu adalah bilateral atau parental yaitu prinsip yang menghubungkan kekerabatan melalui orang
laki-laki dan orang perempuan. Biasanya urusan ekonomi menjadi tanggungjawab
suami dan sekaligus sebagai kepala keluarga, atau dengan kata lain suami sebagai
pencari nafkah utama. Sedangkan istri mempunyai kewajiban mengurus rumah
tangga untuk keperluan bersama, seperti mengurus dapur serta anak-anak. Suami istri
mengelola harta benda, baik harta benda bawaan maupun yang diperoleh setelah
menikah (Winoto et al 1993).
Dalam sistem kekerabatan orang Melayu dikenal istilah kekerabatan dan cara
menyebutnya sebagai berikut :
1. Datuk atau Tuk, untuk orang tua laki-laki dari ayah atau ibu.
2. Ninik atau Nek, untuk orang tua perempuan dari ayah atau ibu.
3. Bapak tua atau Paktu, untuk saudara laki-laki ayah tertua ataupun suami
istrinya.
4. Mamak atau Mak, untuk saudara perempuan ibu atau ayah yang tertua
ataupun suami istrinya.
5. Bapak tengah atau Pak Ngah, untuk saudara laki-laki ibu atau ayah yang lebih
muda.
6. Mamak tengah atau Mak Ngah, untuk saudara perempuan ibu atau ayah yang
lebih muda.
7. Bapak bungsu atau Pak Usu, untuk saudara laki-laki ibu atau ayah yang
termuda.
8. Mamak bungsu atau Mak Usu, untuk saudara perempuan ibu yang lebih
muda.
9. Abang atau Bang, untuk saudara laki-laki tertua.
10.Kakak atau Kak, untuk saudara perempuan yang lebih muda.
11.Adik atau sebut nama, untuk saudara laki-laki atau perempuan yang lebih
✜✢
Disamping itu ada juga cara menyebut dan memanggil berdasarkan keadaan
fisik, sebagai berikut :
1. Bapak Panjang ✣ Pak Anjang.
2. Mamak Panjang ✣ Mak Anjang.
3. Bapak Pendek ✣ Pak Adek.
4. Mamak Pendek ✣ Mak Adek.
5. Bapak Hitam ✣ Pak Itam.
6. Bapak Putih ✣ Pak Uteh.
7. Bapak Kecil ✣ Pak Cik
5.1.4 Bahasa
Bahasa dalam kehidupan sehari-hari merupakan salah satu alat komunikasi yang
sangat efektif. Oleh karena tanpa bahasa, tidak mungkin orang dapat mengadakan
hubungan dengan orang lain. Provinsi Riau berdasarkan keadaan alamnya terbagi
menjadi dua bagian yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan dengan dialek
masing-masing. Sub-dialek daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan
Bahasa Melayu Minangkabau, sedangkan sub-dialek kepulauan mempunyai ciri-ciri
fonologis yang berdekatan dengan Bahasa Melayu Malaysia. Disamping berbagai ciri
khas lain, kedua sub-dialek ini ditandai ; kata-kata yang dalam Bahasa Indonesia
merupakan kata-kata yag berakhiran vokal a, pada sub-dialek Riau Daratan diucapkan
dengan vokal o, sedangkan pada sub-dialek Riau Kepulauan diucapkan e (pepet)
(Winoto et al 1993).
5.1.5 Kesenian
Kesenian Melayu adalah perihal keahlian orang Melayu dalam
mengekspresikan ide-ide estetika, sehingga menghasilkan benda, suasana, atau karya
lainnya yang menimbulkan rasa indah dan decak kagum. Kesenian ini diciptakan
sendiri oleh masyarakat Melayu dan menjadi milik mereka secara bersama. Oleh
sebab itu, kesenian Melayu merupakan representasi budaya Melayu. Bisa dikatakan
✤✥
merespon, memahami, menafsirkan dan menjawab permasalahan yang mereka
hadapi, yang membedakan kesenian Melayu dari kesenian lainnya adalah latar
belakang tradisi dan sistem budaya yang melahirkan kesenian tersebut. Latar
belakang tradisi dan sistem budaya berkaitan dengan pengetahuan, gagasan,
kepercayaan, nilai, norma dan lain-lain.
Salah satu kesenian yang terdapat di daerah ini adalah seni bela diri. Seni bela
diri ditandai dengan adanya pencak silat. Di daerah Riau terdapat beberapa jenis silat,
yang dipelajari secara turun temurun menurut tata cara tertentu. Silat yang terkenal
antara lain adalah:
Silat Pangean,
Silat Tumbuk,
Silat Kampar,
Silat Cekak.
Berdasarkan penggunaannya, silat ini dibagi menjadi:
Silat Permainan, yaitu silat yang digunakan dalam upacara-upacara. Silat ini
umumnya terlihat indah. Contohnya adalah silat pedang, silat parisai, dan silat
sembah.
Silat sebenar silat, adalah silat yang benar-benar digunakan untuk membela
diri dalam menghadapi lawan. Silat ini dipelajari dengan persyaratan tertentu
dan dibagi dalam beberapa tingkatan.
Selain seni bela diri terdapat pula beberapa alat musik yang biasa digunakan
oleh masyarakat dalam berbagai kegiatan. Alat musik yang digunakan antara lain
kompang, gendang, rebana, gong, dan bedug. Gambar 4 merupakan beberapa alat
✦✧
(a) (b) (c) Gambar 4 Rebana (a), Gong (b), Bedug (c)
5.1.6 Sistem pengetahuan dan teknologi
Masyarakat Melayu merupakan masyarakat pribumi yang bertutur dalam
bahasa Melayu, beragama Islam, dan menjalani tradisi dan adat istiadat Melayu.
Masyarakat yang tinggal di daerah Desa Aur Kuning merupakan masyarakat yang
hidup dalam kesederhanaan dengan memanfaatkan apa adanya segala sumberdaya
alam termasuk flora dan fauna setempat. Dalam kehidupan sehari-hari, di daerah ini
belum terdapat listrik yang berasal dari pemerintah (PLN), sehingga masyarakat
menggunakan gainset sebagai sumber listrik dan hanya digunakan pada waktu tertentu. Sedangkan jika tidak ada listrik maka masyarakat menggunakan sumber
penerangan sederhana (Gambar 5).
★✩
5.1.7 Sistem mata pencaharian
Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Desa Aur Kuning adalah
menyadap karet atau dalam bahasa setempat disebut ✪nakik✫, berdagang, dan bertani.
Mata pencaharian nakik dan berdagang merupakan mata pencaharian pokok yang
menunjang sebagian besar perekonomian masyarakat. Sedangkan untuk sistem
bertani masyarakat masih bersifat sangat tradisional dan kegiatan bertani ini hanya
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga bukan untuk komersil. Namun
terdapat juga spesies tumbuhan yang dijadikan sebagai komoditi perdagangan seperti
pinang (Areca catechu) dan cokelat (Theobrema cacao). Kedua spesies ini dijadikan sebagai salah satu komoditi yang diperjualbelikan oleh sebagian masyarakat untuk
meningkatkan perekonomian mereka. Dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari
masyarakat biasa mengambil sumberdaya yang berasal dari alam mereka misalnya
untuk tumbuhan pangan, obat, dan ikan sebagai sumber protein hewani. Oleh karena
itu, masyarakat ini senantiasa hidup selaras dengan alam karena sebagian besar hidup
mereka sangat bergantung terhadap apa yang disediakan oleh alam mereka.
5.1.8 Hukum adat
Hukum adat merupakan hukum yang tidak tertulis yang hidup dan
berkembang sejak dahulu serta sudah berakar di dalam masyarakat. Walaupun tidak
tertulis namun hukum adat mempunyai akibat hukum terhadap siapa saja yang
melanggarnya. Norma-norma dan nilai-nilai yang ada di dalam hukum adat sangat
dipatuhi dan dipegang teguh oleh masyarakat adat Desa Aur Kuning.
Hukum adat bagi masyarakat berfungsi sebagai neraca yang dapat menimbang
baik atau buruk, salah atau benar, patut atau tidak patut, pantas atau tidak pantas suatu
perbuatan atau peristiwa dalam masyarakat. Sehingga hukum adat lebih sebagai
pedoman untuk menegakkan dan menjamin terpeliharanya etika kesopanan, tata
tertib, moral dan nilai adat dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini berarti bahwa
walaupun hukum adat itu tidak tertulis tetapi di dalamnya sudah diatur dan disepakati
bagaimana seseorang bertindak, berperilaku baik dalam lingkungan keluarga maupun
✬✭
Di dalam hukum adat apabila masyarakat untuk memutuskan sesuatu harus
melalui musyawarah dan mufakat oleh Nenek Mamak, Tuo-tuo Tengganai, Alim
Ulama dan Cerdik Pandai yang berhak untuk menolak atau menerima suatu putusan
yang apakah bertentangan atau tidak dengan kepentingan rakyat, dan inilah yang
disebut dalam seloko adat " Raja adil raja disembah, Raja zalim raja disanggah". Untuk menghindari hal demikian menurut hukum adat hendaklah setiap
keputusan yang menyangkut kepentingan orang banyak dapat diuji kebenarannya dan
bebas menurut hukuman adil dan patut atau pantas. Sehingga pemimpin tidak
kehilangan kepercayaan dari masyarakat, maka seorang pemimpin/penguasa yang
adil dan patut atau pantas dalam memutuskan disebutkan dalam adat "Kalau bulat dapat digulingkan, pipih dapat dilayangkan, putih berkeadaan, merah dapat dilihat, panjang dapat diukur, berat dapat ditimbang". Seandainya keputusan-keputusan yang diambil bertentangan dengan ungkapan-ungkapan seperti ungkapan-ungkapan
tersebut, berarti keputusan tersebut tidak boleh dikatakan adil dan patut menurut
hukum adat. Untuk menentukan salah dan benar menurut hukum adat sesuatu
perbuatan harus diteliti (disimak) dalam petatah petitih adat adalah " Terpijak benang arang hitam tapak kaki, tersuruk di gunung kapur putih tengkuk, sia-sia negeri alah, tateko hutang tumbuh, pinjam memulangkan, sumbing menitip, hilang menggantikan". Ungkapan tersebut apabila terjadi sulit bahkan sangat sulit untuk menolak kebenarannya, serta dipatuhi oleh masyarakat karena adil dan patut, adil
menurut orang yang tahu pada hukum adat dan patut menurut orang yang tahu pada
nilai sesuatu. Oleh karenanya proses peradilan yang demikian setiap keputusannya
akan mudah dapat dipahami dan diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa serta
dapat dengan mudah menghabiskan segala dendam kesumat sebagaimana dalam
seloko adat berbunyi " Rumah sudah pahat tidak berbunyi, api padam puntung tidak berasap, yang terkucil sudah tertinggal, yang terpijak sudah luluh".
Untuk menguatkan keputusan yang berat dan rumit dikuatkan dengan gantung
pauh-pauh (setih-setiah) atau janji-janji antara pihak-pihak yang berdamai di depan
sidang Ninik Mamak. Hukum adat disebut hukum asli karena lahir dari bawah atau
✮✯
kaku seperti disebut dalam seloko adat " Adat diatas tumbuh, lembago diatas tuang, memahat di atas batu, mengukir diatas baris" atau juga disebut " Adat selingkung koto, undang selingkung alam, lain lubuk lain ikannyo, lain padang lain belalang". Adat sebagai ujung tombak yang langsung berhubungan dengan masyarakat
sehari-hari memiliki wibawa dan wibawa inilah sebagai modal utama dalam
pemerintahan adat. Hukum adat tidak mengenal adanya rumah tahanan atau penjara
sehingga bagi yang dinyatakan bersalah, hukum adat mempunyai sanksi moral dan
material, sanksi material jika tidak sanggup dibayarkan oleh yang bersalah, sanksi
tersebut diambil alih oleh keluarga atau ahli waris dari orang yang berbuat salah
tersebut.
Pepatah adat : Negeri samo dihuni Tepian samo dipakai Jalan samo ditempuh Ke bukit samo didaki Ke lurah samo menurun
Adat yang dipakai dalam kehidupan masyarakat di Desa Aur Kuning adalah
adat Datuk Parpati nan Sebatang. Dalam adat ini terdapat larangan atau pantangan
bagi masyarakat dan sanksi yang diberikan antara lain : menikah dalam satu suku
didenda satu ekor kerbau, menikah dengan janda namun masih dalam satu suku kena
denda satu ekor kambing, jika kemenakan dipanggil oleh mamak tapi tidak mau
datang didenda sirih satu careno, laki-laki mandi di tepian perempuan atau sebaliknya
didenda satu helai kain panjang, dan sebagainya.
Menurut adat istiadat di daerah ini, jika akan dilakukan suatu pernikahan
maka harus melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1) Bertanya, yaitu pihak orang tua laki-laki bertanya kepada pihak orang tua
perempuan apakah anaknya sudah ada yang mengikat dalam suatu hubungan.
2) Kabar risik, yaitu kata pendahuluan kepada ninik mamak perempuan yang
terdekat.
3) Kumpulkan keluarga dekat pihak perempuan hingga tercapai kata sepakat.
4) Kumpulkan keluarga dekat pihak laki-laki hingga tercapai kata sepakat.
✰✱
Bulatlah boleh digolekkan
Picaklah boleh digolekkan
Kedua belah pihak laki-laki dan perempuan
Maka dipanggillah semua ninik mamak dalam negeri
Untuk menyaksikan pernikahan kedua belah pihak
5) Antar tanda, biasanya disimbolkan dengan sehelai kain panjang.
6) Antar belanja kepada pihak perempuan hingga pesta pernikahan
dilangsungkan.
7) Akad nikah.
8) Tepuk tepung tawar.
9) Makan sepiring bersua/suap-suapan.
10)Jelang mertua, yaitu ambil pakaian laki-laki dan dibawa ke rumah perempuan.
Pepatah adat setelah nikah ✲niat sampai, benazar la lopeh✳, maksudnya
semua tahapan kegiatan sudah terlaksana.
Dalam kegiatan adat makanan yang biasanya tersedia adalah lemang. Lemang
merupakan makanan yang terbuat dari beras pulut ditambah air santan yang kemudian
dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dilapisi dengan daun pisang dan kemudian
dibakar di atas bara api (Gambar 6).
Gambar 6 Lemang merupakan makanan tradisional masyarakat Desa Aur Kuning
5.1.9 Rumah adat Melayu
Rumah Lancang atau Pencalang merupakan nama salah satu Rumah