• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG SIMPANG (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG SIMPANG (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

ETNOBOTANI MASYARAKAT SEKITAR KAWASAN CAGAR ALAM GUNUNG SIMPANG

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(2)

(Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

AISYAH HANDAYANI

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

(3)

SUMMARY

AISYAH HANDAYANI. E34062810. Ethnobotany of Community Around Gunung Simpang Nature Reserve (A Case Study in the Village Balegede, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java). Under Supervision of AGUS HIKMAT and EDHI SANDRA

The relationship between human and their environment, especially related to the use of plants known as ethnobotany. Plants utilization by local communities that based on local culture produced typical knowledge known as traditional knowledge. A change in lifestyle of a society can threaten the existence of traditional knowledge held by the community. This study aimed to determine the type of plants utilization and traditional knowledge in the form of plants used by communities in the surrounding area of Gunung Simpang Nature Reserve.

This research was conducted at Miduana Hamlet, Balegede Village, Naringgul Subdistrict, Cianjur Regency, West Java in January, February, and May 2010. Tools and materials used in this study include questionnaires, digital camera, transparent plastic size 40x60 cm, newspapers, hanging labels, plant identification books, alcohol 70%, the data area of Gunung Simpang Nature Reserve, and demography of Balegede Village, while the object was Miduana Hamlet’s community and surrounding vegetation. Data collected include primary and secondary data. Primary data included the data of plants used by the respondents. This data was collected through semi-structured interviews on 30 respondents, direct observation, and making herbarium. Respondents selected using snowball sampling technique. The secondary data included the condition of Gunung Simpang Nature Reserve and demography of Balegede Village. Data analysis was performed by classifying the use of plants to 13 groups of usage, calculating the percentage of habitus and the percentage of parts used, and analyzes preference ranking and use value.

The communities of Miduana Hamlet used 191 plant species from 69 families that classified into 13 group of usage. They used 62 species for food, 74 species for medicinal purpose, 43 species for ornament purpose, 19 species for indigenous utility, 14 species for building materials, 12 species for cattle feeding, 12 species for aromatic purpose, 9 species for firewood, 14 species for ropes, wickerwork, and crafts, 4 species for dyes, 4 species to exceed pest, 4 species for beverage, and other uses as many as 7 species. Although traditional knowledge of plants used in Miduana Hamlet already decrease, there were some people who still keep the values of traditional knowledge that was visible from the activities of plants used, conservation efforts to utilized plant, and still doing some traditions related to respect for the rice (Oryza sativa).

Key words: ethnobotany, traditional knowledge, snowball sampling, Gunung Simpang Nature Reserve

(4)

Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Dibimbing oleh AGUS HIKMAT dan EDHI SANDRA

Hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya terutama terkait pemanfaatan tumbuhan dikenal dengan etnobotani. Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat berbasis kebudayaan lokal menghasilkan pengetahuan khas yang disebut kearifan tradisional. Adanya perubahan pola hidup pada suatu kelompok masyarakat dapat mengancam keberadaan kearifan tradisional yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan serta bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

Penelitian ini dilakukan di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah kuesioner, kamera digital, plastik bening ukuran 40x60 cm, koran, label gantung, buku identifikasi tumbuhan, alkohol 70%, data kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, dan dokumen kependudukan Desa Balegede, sedangkan objeknya adalah masyarakat Dusun Miduana beserta tumbuhan di sekitarnya. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan masyarakat. Data ini dikumpulkan melalui wawancara semi terstruktur pada 30 orang responden, pengamatan langsung, serta pembuatan herbarium. Responden dipilih dengan menggunakan teknik snowball sampling. Data sekunder meliputi kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang dan kependudukan Desa Balegede. Analisis data dilakukan dengan mengklasifikasikan kegunaan tumbuhan kepada 13 kelompok kegunaan, perhitungan persentase habitus dan persentase bagian yang digunakan, serta analisis tingkat kesukaan dan nilai kegunaan.

Masyarakat Dusun Miduana memanfaatkan 191 spesies tumbuhan dari 69 famili yang digolongkan kedalam 13 kelompok kegunaan yakni sebagai pangan 62 spesies, obat 74 spesies, hias 43 spesies, keperluan adat 19 spesies, bahan bangunan 14 spesies, pakan ternak 12 spesies, aromatik 12 spesies, kayu bakar 9 spesies, tali, anyaman, dan kerajinan 14 spesies, pewarna 4 spesies, 5 spesies untuk mengatasi hama, minuman sebanyak 4 spesies, dan kegunaan lain sebanyak 7 spesies. Meskipun pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan di Dusun Miduana sudah mulai berkurang, masih ada sebagian masyarakat yang menjalankan nilai-nilai kearifan tradisional yang terlihat dari kegiatan pemanfaatan tumbuhan, adanya upaya konservasi tumbuhan yang dimanfaatkan, serta masih dilakukannya sejumlah tradisi terkait penghormatan terhadap padi (Oryza sativa).

Kata kunci: etnobotani, kearifan tradisional, snowball sampling, Cagar Alam Gunung Simpang

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2010

Aisyah Handayani NRP E34062810

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari, Febuari, dan Mei 2010 ini adalah etnobotani dengan judul Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur Jawa Barat).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan dan bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang, khususnya masyarakat Desa Balegede. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi untuk konservasi tumbuhan berguna bagi masyarakat yang berdasarkan kearifan tradisional masyarakat Desa Balegede.

Penulis menyadari karya ilmiah ini tidak sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik demi penyempurnaan dan pengembangan penelitian yang sama pada waktu yang akan datang. Harapan penulis, karya kecil ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama masyarakat Desa Balegede, pengelola Cagar Alam Gunung Simpang, serta pihak lain yang membutuhkannya. Amin.

Bogor, Agustus 2010

(8)

1988. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Endang Sukarna dan Ooy Rokayah. Jenjang pendidikan formal yang ditempuh penulis, yaitu pendidikan Sekolah Dasar di SDN Cigunungsari I Karawang selama 3 tahun yakni 1994-1997 dan dilanjutkan di SDN Nanggala 02 Cianjur dari tahun 1997-2000. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Ciranjang pada tahun 2000–2003 dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Ciranjang tahun 2003–2006 dan pada tahun yang sama lulus masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama kuliah di Fakultas Kehutanan, penulis mengikuti berbagai kegiatan organisasi, diantaranya Anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) “Rafflesia” dan menjadi sekretaris selama satu periode (2008-2009) serta Anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) “Tapak” dan menjadi bendahara selama satu periode (2008-2009). Penulis pernah mengikuti kegiatan HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) yakni Eksplorasi Flora Fauna serta Sosial Budaya Masyarakat di Cagar Alam Gunung Simpang (2008) dan pada tahun yang sama mengikuti SURILI (Studi Konservasi Lingkungan) di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (2008). Penulis juga pernah menjadi pemandu wisata di Agroedutourisme IPB (2008-2009) dan asisten lapang praktikum Rekreasi Alam dan Ekowisata. Selain itu penulis juga pernah menjadi volunteer di International Animal Rescue Indonesia (2009) sebagai staf pendidikan lingkungan. Saat ini penulis masih aktif sebagai bendahara dari organisasi lingkungan hidup yang bernama Voluntary Action Society (VAS) serta asisten praktikum Interpretasi Alam dan Konservasi Tumbuhan Obat Tropika di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata.

Pada tahun 2008 penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan jalur Sancang-Kamojang di Kabupaten Garut. Pada tahun 2009 mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi. Pada tahun 2010 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Ciremai. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Etnobotani Masyarakat Sekitar Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang (Studi Kasus di Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat)” dibawah bimbingan Dr. Ir Agus hikmat MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, MSi.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia terbesar-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar Sarjana Kehutanan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1) Kedua orang tua penulis (mamah dan bapak), Ari, mimi, serta semua keluarga besar yang telah memberikan limpahan kasih sayang, dukungan moril dan materil sehingga penulis bisa menyelesaikan pendidikan sarjana. 2) Dosen pembimbing Dr. Ir. Agus Hikmat, MSc.F dan Ir. Edhi Sandra, MSi atas semua nasehat, bimbingan, dan bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

3) Dosen Penguji; Prof. Dr. Ir. Hardjanto, MS sebagai perwakilan dari Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. I Wayan Darmawan, MSc sebagai perwakilan dari Departemen Hasil Hutan, dan Ir. Andi Sukendro, MSi sebagai perwakilan dari Departemen Silvikultur atas semua nasehat dan saran yang telah diberikan.

4) Seluruh staf pengajar DKSHE atas ilmu dan pengetahuan yang telah diterima penulis selama belajar di KSHE.

5) Kepala Resort Cagar Alam Gunung Simpang (Pak Odang) dan Kepala Desa Balegede (Pak Edi) atas izin, bantuan dan kerjasamanya selama penulis melakukan penelitian di lapangan.

6) Masyarakat Dusun Miduana terutama para responden atas semua pengetahuan yang diperoleh selama penulis melakukan penelitian.

7) Keluarga Teh Enyi dan Keluarga Pak Isep atas bantuan akomodasi selama penulis di lapangan.

8) Mas Cepi dan keluarga yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dari mulai masuk ke DKSHE sampai penulis menyelesaikan skripsi.

9) PILI (Pusat Informasi Lingkungan Indonesia) terutama Mbak Panca atas bantuan sejumlah literaturnya.

(10)

11) Kelurga besar KPF terutama KPF 43 (Arga, Catur, Bang Amin, Dian, Junef dan lainnya) atas semangat kebersamaan dan pengalaman pertama dalam melakukan etnobotani pada Rafflesia di CA Gunung Simpang. 12) Keluarga besar KSHE 43 terutama untuk Breti, atas bantuan, doa dan

dukungannya.

13) Teman-teman di VAS (Voluntary Action Society); Mbak Omah, Kang Duduy, Indan, Kiska, Mas Mono, Azis, dan lainnya atas doa dan dukungannya selama penulis menyusun skripsi sampai selesai.

14) Semua pihak yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu atas bantuan, dukungan, dan doa selama penulis belajar di IPB.

(11)

i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ………..………. i DAFTAR TABEL ...……… iv DAFTAR GAMBAR ……….. v DAFTAR LAMPIRAN .………. vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……… 1.2 Tujuan ………. 1.3 Manfaat ………... 1 2 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etnobotani ……….………….. 2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional ……….……… 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ..……… 3 3 4 2.3.1 Tumbuhan obat ………...……. 2.3.2 Tumbuhan penghasil pangan ……….……..… 2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………... 4 5 5 2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ………..… 2.3.5 Tumbuhan hias ……… 2.3.6 Tumbuhan aromatik ……… 5 6 6 2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ……….……….. 2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ……….……… 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ………. 2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan ……. 6 6 7 7 2.4 Cagar Alam ……….……...… 8 BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu ……… 3.2 Alat dan Bahan ..……….. 3.3 Metode Pengumpulan Data ……….………

9 9 10 3.3.1 Jenis data ………..…….. 3.3.2 Tahapan penelitian ..………... 3.3.3 Teknik pengambilan data ..……….

10 10 11 3.4 Metode Analisis Data ………..…

3.4.1. Klasifikasi penggunaan ………. 3.4.2. Persen habitus ..………. 3.4.3. Persen bagian yang digunakan ..………

12 13 13 14 3.4.4. Tingkat kesukaan (Preferensi rangking) ….………. 3.4.5. Nilai kegunaan (Use value) ..……….

14 15

(12)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

4. 1 Letak dan Luas ….………... 4. 2 Kondisi Fisik ………... 16 17 4.2.1 Topografi ………. 4.2.2 Tanah ………... 4.2.3 Hidrologi ………. 4.2.4 Iklim ……….... 17 17 17 18 4. 3 Kondisi Biologi ………... 4.3.1 Flora ……….…... 4.3.2 Fauna ………... 18 18 18 4. 4 Kondisi Masyarakat Desa Balegede ………

4.4.1 Lokasi Desa Balegede ………. 4.4.2 Sejarah, budaya, dan agama ……… 4.4.3 Kependudukan ……… 4.4.4 Penggunaan lahan ……… 19 19 19 20 21

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ………. 5.2 Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan ……….

22 23 5.2.1 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan habitus ………... 5.2.2 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan bagian yang

digunakan ……… 5.2.3 Keanekaragam tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ...

27 28 29 5.3 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kegunaan ………...

5.3.1 Tumbuhan penghasil pangan ……….. 5.3.2 Tumbuhan obat ………... 5.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna ………..

30 30 31 34 5.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak ………. 5.3.5 Tumbuhan hias ……… 5.3.6 Tumbuhan aromatik ……… 5.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama ………..

34 35 35 36 5.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat ………. 5.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar ……… 5.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan …….

37 38 38 5.3.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan ……… 5.3.12 Tumbuhan penghasil bahan minuman ……… 5.3.13 Tumbuhan dengan kegunaan lainnya ………..

40 40 41 5.4 Tingkat Kesukaan Masyarakat Terhadap Tumbuhan …………. 5.5 Nilai Kegunaan Tumbuhan ………. 5.6 Kearifan Tradisional dalam Pemanfaatan Tumbuhan ………….

42 43 44 5.5.1 Pembuatan gula aren ………... 5.5.2 Kegiatan budidaya spesies tumbuhan berguna ………... 5.5.3 Tradisi lain yang masih dijalankan ………. 5.7 Status Kearifan Tradisional ……….

44 46 47 51

(13)

iii

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ………. 6.2 Saran ……… 54 54 DAFTAR PUSTAKA ………. 55 LAMPIRAN ……… 60      

(14)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode dalam kajian etnobotani di Desa Balegede ……….….. 2. Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden ………….. 3. Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang ……….……….. 4. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede ……… 5. Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede ………..

11 13 17 20 21 6. Penggunaan lahan di Desa Balegede ………. 7. Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi 8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus ………. 9. Persentase bagian tumbuhan yang digunakan ………... 10. Beberapa spesies tumbuhan obat yang sering digunakan responden ……

21 26 28 29 32 11. Spesies tumbuhan penghasil zat warna ………. 12. Beberapa spesies tumbuhan yang sering digunakan sebagai hiasan ……. 13. Spesies tumbuhan penghasil pestisida nabati ……… 14. Spesies tumbuhan sebagai bahan minuman ……….. 15. Spesies tumbuhan dengan kegunaan lainnya ……… 16. Tingkat kesukaan responden terhadap spesies tumbuhan yang digunakan

……… 17. Nilai kegunaan spesies tumbuhan berguna ………...

34 35 36 41 41 42 43

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi penelitian ……… 2. Kondisi lokasi penelitian ……….. 3. Persentase mata pencaharian responden ………...

9 19 22 4. Persentase tingkat pendidikan responden ………. 5. Kelompok responden berdasarkan usia ……… 6. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan kelompok kegunaan ………...

23 23 24 7. Keanekaragaman tumbuhan dari 20 famili yang mempunyai spesies

terbanyak dimanfaatkan ……….……….…………. 8. Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan asal tumbuhan ………. 9. Spesies tumbuhan pangan hasil budidaya ……… 10. Winahong (Anredera cordifolia) yang merambat di pagar rumah ……...

25 30 31 33 11. Ganggeng (Ceratophyllum demersum) ………. 12. Tantang angin, salah satu perlengkapan upacara adat dari daun bambu

tali (Gigantochloa apus) ……….. 13. Penyimpanan kayu bakar di atas tungku ………..…… 14. Peralatan rumah tangga hasil anyaman dan kerajinan ………. 15. Seorang pengrajin yang sedang membuat sapu dari tamiyang cangkir

(Thysanolaena maxima) ……….………... 37 37 38 39 39 16. Rumah dengan atap lapisan ijuk dan daun tepus (Amomum coccineum).. 17. Gula yang dibungkus dengan daun cangkuang (Pandanus furcatus) …... 18. Tumbuhan dari hutan yang dibudidayakan ……….……….. 19. Hanjuang (Cordyline fruticosa) yang ditancapkan di pembenihan padi ... 20. Indung, lima ikatan padi kecil digabung jadi satu ………. 21. Rata-rata jumlah spesies yang dimanfaatkan berdasarkan kelompok usia

responden ……… 40 45 46 48 49 51      

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar nama tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Dusun Miduana ……… 2. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan ………... 3. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai obat ……….. 4. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil zat warna …. 5. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak ………….

60 65 67 74 74 6. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan hias ……….. 7. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan aromatik ….. 8. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai penghasil pestisida

nabati ..………... 9. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai keperluan adat ……….. 10. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai kayu bakar ………

75 76

77 77 78 11. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan tali, anyaman,

dan kerajinan ..………..…. 12. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan ……... 13. Daftar nama tumbuhan yang digunakan sebagai bahan minuman ……… 14. Daftar nama tumbuhan dengan kegunaan lainnya ……… 15. Daftar responden kajian etnobotani masyarakat Dusun Miduana Desa

Balegede ……… 16. Lembar kuisioner yang digunakan dalam wawancara etnobotani ………

79 79 80 80 81 82  

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dimulainya peradaban, manusia sudah menggunakan tumbuhan dan berinteraksi dengan alam sekitarnya. Dalam perkembangan kehidupan manusia, tumbuhan telah memainkan peranan yang sangat penting dalam perkembangan budaya mereka. Tumbuhan tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber bahan pangan, papan, sandang, obat, kerajinan, kegiatan sosial dan sebagainya. Adanya interaksi antara masyarakat lokal dengan lingkungan alamnya, terutama mengenai penggunaan tumbuhan dikenal dengan etnobotani (Martin 1998).

Pemanfaatan tumbuhan tidak hanya untuk kepentingan ekonomi tetapi juga untuk kepentingan budaya pada suatu kelompok masyarakat lokal. Setiap masyarakat lokal memiliki pengetahuan yang berbeda dalam kegiatan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam sesuai adat dan budayanya. Kegiatan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam berbasis budaya yang dilakukan oleh masyarakat lokal disebut juga dengan kearifan tradisional. Melalui kearifan tradisional yang dimiliki, masyarakat lokal secara langsung maupun tidak langsung telah ikut berkontribusi dalam melaksanakan kegiatan konservasi terhadap alam sekitarnya.

Dampak negatif dari modernisasi berupa perkembangan teknologi dan peningkatan pendidikan membuat sebagian masyarakat terutama generasi mudanya mengubah pola hidup mereka ke arah yang lebih modern. Masyarakat lebih tertarik terhadap produk di luar budayanya dan meninggalkan pola kehidupan mereka yang tradisional akibat adanya rasa rendah diri akan kebudayaannya yang dipandang terbelakang (Attamimi 1997). Hal ini membuat pengetahuan tradisional, antara lain mengenai pemanfaatan tumbuhan akan hilang sebelum sempat didokumentasikan.

Proses hilangnya pengetahuan mengenai kegiatan pemanfaatan tumbuhan akan semakin cepat karena proses transfer ilmu pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan pada masyarakat tradisional umumnya dilakukan secara oral dari

(18)

generasi ke generasi (Soekarman & Riswan 1992). Laju kerusakan hutan yang semakin cepat juga membuat sejumlah spesies tumbuhan yang bermanfaat bagi masyarakat menjadi langka.

Masyarakat Desa Balegede Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu masyarakat daerah penyangga kawasan Cagar Alam Gunung Simpang. Potensi sumberdaya alam Cagar Alam Gunung Simpang, khususnya tumbuhan tidak lepas dari kepentingan masyarakat sekitar kawasan untuk berbagai kegunaan. Data mengenai pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung Simpang belum terdokumentasi dengan baik. Oleh karena itu kajian etnobotani (pemanfaatan tumbuhan) penting dilakukan untuk mendokumentasikan pengetahuan masyarakat Desa Balegede mengenai pemanfaatan tumbuhan agar pengetahuan tersebut tidak hilang seiring berkurangnya hutan dan akibat bergesernya pola hidup masyarakat tersebut.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang

2. Mengetahui bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan Cagar Alam Gunung Simpang.

1.3 Manfaat

Data hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pihak pengelola CA Gunung Simpang, serta sebagai langkah awal dalam upaya penyelamatan pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan. Selain itu, kajian ini juga diharapkan dapat membantu upaya konservasi terhadap tumbuhan agar tidak menjadi langka ataupun punah terutama spesies-spesies tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat.

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Etnobotani

Salah satu bentuk pengetahuan tradisional masyarakat diantaranya adalah pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya yang dikenal dengan istilah etnobotani (Dharmono 2007). Etnobotani berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, Ethnos yang artinya bangsa dan Botany yang artinya tumbuhan, sehingga etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan dalam bentuk pemanfaatan secara tradisional (Soekarman & Riswan 1992).

Etnobotani merupakan ilmu yang kompleks karena banyak bagian dari ilmu lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaannya, misalnya taksonomi, ekologi dan geografi tumbuhan, kehutanan, antropologi, dan ilmu lainnya (Soekarman & Riswan 1992). Oleh karena itu studi etnobotani tidak hanya mengenai data botani taksonomis saja, tetapi juga menyangkut pengetahuan botani lokal yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dengan tumbuhan, serta pemanfaatan tumbuhan yang lebih diutamakan untuk kepentingan budaya dan kelestarian sumberdaya alam (Dharmono 2007).

Hal yang membuat etnobotani menjadi penting dilakukan adalah semakin cepatnya laju erosi sumber daya alam terutama tumbuhan serta berkurangnya pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan pada sejumlah suku. Padahal melalui etnobotani dapat diketahui sejumlah tumbuhan liar yang berguna bagi manusia dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik sandang, pangan, maupun papan yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk di Indonesia (Soekarman & Riswan 1992).

2.2 Sistem Pengetahuan Tradisional

Indonesia memiliki 931 suku bangsa mulai dari Asmat di Papua sampai Aceh di Sumatra yang memiliki kebudayaan dengan adat-istiadat, tradisi dan kesenian yang beragam (Taum 2006). Masyarakat lokal merupakan suatu komunitas yang memiliki asal-usul leluhur secara turun-temurun, hidup di wilayah tertentu, memiliki sistem nilai, ideologi, sistem politik, budaya dan sosial

(20)

yang khas (Affandi 2002). Mereka bukan merupakan bagian yang dominan dari masyarakat dan bertekad untuk memelihara, mengembangkan, dan mewariskan daerah leluhur dan identitas etnik mereka kepada generasi selanjutnya sebagai dasar bagi kelangsungan keberadaan mereka sebagai suatu suku, sesuai dengan pola budaya, lembaga sosial dan sistem hukum mereka (ILO 1989).

Manusia sebagai makhluk hidup tentunya mempunyai hubungan yang erat dengan mahkluk hidup yang lainnya. Menurut Mansoben (2003) bentuk-bentuk hubungan yang terjalin antara manusia dengan mahluk hidup lainnya dalam rangka mempertahankan eksistensinya dan apa yang terwujud sebagai hasil dari proses interaksi tersebut amat bervariasi sesuai ekosistemnya. Variasi inilah yang membedakan setiap kebudayaan yang dimiliki oleh setiap kelompok masyarakat.

Oleh karena itu Ridwan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan lokal atau kearifan tradisional dapat diartikan sebagai usaha manusia dalam menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap suatu objek atau peristiwa pada suatu kondisi tertentu. Selain itu menurut Gunawan (2008) pengetahuan tradisional (kearifan tradisional) merupakan hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi, sehingga dianut dalam jangka waktu yang cukup lama. 2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Sebagian besar masyarakat Indonesia ataupun dunia yang tinggal di pedesaan atau berdekatan dengan hutan, pada umumnya memiliki pengetahuan tentang spesies-spesies tumbuhan liar yang dapat dimakan. Menurut Soekarman dan Riswan (1992) baru sekitar 3-4% tumbuhan yang ada di Indonesia yang sudah dibudidayakan dan ditanam, sedangkan sisanya berada di hutan. Kartawinata (2004) menambahkan, masyarakat sekitar areal hutan hanya memanfaatkan sebesar 17% saja dari sejumlah besar spesies tumbuhan yang ada. Pemanfaatan tersebut meliputi keperluan pangan, upacara adat, pengobatan, pakan ternak, dan lainnya.

2.3.1 Tumbuhan penghasil pangan

Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukan sebagai makanan atau

(21)

5

minuman bagi konsumsi manusia (UU No 7 Tahun 1996). Pangan yang bersumber dari tumbuhan dapat berupa buah-buahan, sayuran, dan makanan pokok. Siswoyo et al. (2004) menyebutkan bagian tumbuhan yang digunakan adalah buah, daun, umbut, batang, bunga, biji, getah, dan tubuh buah (untuk jamur).

2.3.2 Tumbuhan obat

Rostiana et al. (1990) menyatakan bahwa tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan dan belum dibudidayakan. Obat-obatan dalam konteks ini meliputi obat tradisional yang daya penyembuhannya belum dapat dibuktikan secara medis, obat fitoterapi, serta obat modern yang secara medis sudah diakui daya penyembuhannya.

Menurut Zuhud dan Haryanto (1990), jumlah tumbuhan obat yang dijadikan obat tradisional mencapai 10.000 spesies dan 74% dari tumbuhan tersebut tumbuh liar di hutan. Dalam Sutarjadi (1992) disebutkan kegiatan pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber obat telah dilakukan sejak dulu oleh berbagai suku di seluruh Indonesia. Pengetahuan tentang kegiatan pemanfaatan tumbuhan obat antar suku memiliki perbedaan sesuai adat dan budayanya masing-masing karena memiliki ekologi yang berbeda serta keragaman spesies tumbuhan yang digunakan oleh masing- masing suku juga berbeda.

2.3.3 Tumbuhan penghasil zat warna

Zat pewarna alam adalah zat warna yang dipoleh dari alam seperti binatang, mineral-mineral dan tumbuhan baik secara langsung maupun tidak langsung (Sutara 2009). Tumbuhan penghasil zat warna adalah tumbuhan yang memiliki sejumlah kecil zat kimia tertentu dalam jaringannya yang merupakan kandungan bahan pewarna nabati yang dapat diekstrak melalui proses fermentasi, direbus, atau secara kimiawi (Arafah 2005). Menurut Sutara (2009) bagian- bagian tanaman yang dapat dipergunakan untuk zat pewarna alam adalah kulit kayu, batang, daun, akar, bunga, biji dan getah. Setiap tanaman dapat merupakan sumber zat warna alam karena mengandung pigmen alam.

2.3.4 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan pakan ternak merupakan tumbuhan yang dijadikan sebagai makanan bagi hewan ternak. Temu (1992) menyebutkan spesies-spesies tumbuhan

(22)

yang sering digunakan yang sering dijadikan pakan ternak diantaranya adalah daun lamtoro, gamal, reo, kelapa, beringin, mengkudu, kapas, dan kemiri.

2.3.5 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias adalah tumbuhan yang dipergunakan sebagai dekorasi baik ruangan ataupun luar ruangan (Dunia Tanaman 2009). Tanaman adalah tumbuhan yang telah dibudidayakan. Tanaman hias memiliki berbagai macam spesies mulai dari tanaman berbunga sampai tanaman yang berbentuk unik. Bentuk tanaman ini sangat beraneka ragam dan masing-masing tanaman memiliki daya tarik tersendiri untuk layak dikoleksi.

2.3.6 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik juga dikenal dengan sebutan tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan ini memiliki ciri mempunyai bau dan aroma yang khas. Biasanya berfungsi sebagai pewangi, pemberi rasa, dan lainnya (Arafah 2005). Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor non migas yang dibutuhkan diberbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, industri farmasi/obat-obatan, industri makanan dan minuman. 2.3.7 Tumbuhan untuk mengatasi hama (pestisida nabati)

Pestisida nabati merupakan pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan yang relatif mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas (Lestari 2005). Jenis pestisida ini mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia maupun ternak peliharaan karena residunya mudah hilang. Lestari (2005) menyatakan bahwa tumbuhan untuk mengatasi hama atau penghasil pestisida nabati biasanya mempunyai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk organisme pengganggu tumbuhan, baik berupa hama dan penyakit tumbuhan maupun tumbuhan pengganggu (gulma).

2.3.8 Tumbuhan untuk kegunaan adat

Diantara pengetahuan tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat spiritual, magis, dan ritual (Kartiwa & Martowikrido 1992). Hal ini terlihat dari banyaknya spesies tumbuhan yang digunakan dalam upacara-upacara adat. Upacara adat merupakan sebuah upacara-upacara yang dilaksanakan secara turun-temurun, yang tidak diketahui siapa yang melaksanakan untuk pertama

(23)

7

kalinya (Asnawi 1992). Bentuknya bermacam-macam, tetapi tetap berkaitan dengan kepercayaan dan religi.

Menurut Kartiwa dan Martowikrido (1992), spesies tumbuh-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing di berbagai etnis atau daerah. Kemudian Kartiwa dan Martowikrido (1992) juga menyebutkan tumbuhan yang dipakai dalam upacara adalah tumbuhan yang memiliki sejumlah ciri berikut:

1. Sifat-sifat dari tumbuhan tertentu yang menjadi simbol sesuatu hal. 2. Sifat dan nama tumbuhan yang diasosiasikan dengan kata-kata yang

mengadung nilai baik.

3. Memiliki sifat-sifat yang berguna

4. Memiliki keindahan karena warna-warnanya

5. Tumbuhan yang digunakan sebagai pengharum dan zat pengawet. 2.3.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Pada dasarnya semua spesies tumbuhan berkayu atau yang berbentuk pohon dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Rahayu et al. (2007) menyebutkan pada masyarakat lokal sekitar Kawasan Konservasi PT. Wira Karya Sakti Sungai Tapa Jambi mempunyai kriteria tertentu dalam memilih kayu, antara lain kayunya “kering”, awet atau tidak cepat habis dan energi panas yang dihasilkan cukup tinggi. Hasil penelitian Djamalui (1998) menyebutkan suku Sougb di Manokwari umumnya memilih kayu untuk kayu bakar adalah kayu yang memiliki sifat mudah terbakar, mudah dibelah, menghasilkan bara yang cepat, tidak cepat habis terbakar, tidak berasap banyak, dan penghasil panas yang baik.

2.3.10 Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan

Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajian merupakan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan tali, anyaman, dan kerajinan. Menurut Isdijoso (1992), tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber bahan tali dan anyaman dianataranya adalah kapas (Gossypium hirsutum L), kenaf (Hibiscus cannabinus L), rosella (Hibiscus sabdariffa L), yute (Chorcorus capsularis L), rami (C. olitorius L), abaca (Musa textilis L), dan sisal (Agave sisalana Perr dan Agave cantula Roxb).

(24)

2.4 Cagar Alam

Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami (UU No 5 Tahun 1990). Menurut Undang-Undang No 5 Tahun 1990, kawasan yang termasuk ke dalam kawasan suaka alam mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragam tumbuhan dan satwa, beserta ekosistemnya, selain itu kawasan ini juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Adapun kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam menurut Ditjen PHKA (2009):

1. Mempunyai keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;

2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan di kawasan cagar alam adalah kegiatan yang bermanfaat untuk (UU No 5 Tahun 1990):

1. Penelitian dan pengembangan 2. Ilmu pengetahuan

3. Pendidikan

(25)

BAB III METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan terhadap masyarakat sekitar Cagar Alam Gunung Simpang yang berada di Dusun Miduana, Desa Balegede, Kecamatan Naringgul, Kabupaten Cianjur. Penelitian dilaksanakan di Dusun Miduana karena dusun ini berbatasan langsung dengan kawasan Cagar Alam Gunung Simpang dan interaksi masyarakat dengan hutan di kawasan cagar alam lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat dusun lainnya di Desa Balegede. Pengambilan data dilakukan pada Januari, Februari, dan Mei 2010.

Gambar 1 Lokasi penelitian(sumber: upload.wikimedia.org)

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, alat perekam, kamera digital, pedoman wawancara dalam pengambilan data (kuisioner), buku identifikasi spesies tumbuhan, tally sheet, kantung plastik warna bening ukuran 40x60 cm, selotip, double tape, staples, alkohol 70%, label gantung, dan kertas

(26)

koran. Objek penelitian adalah masyarakat Dusun Miduana serta sejumlah spesies tumbuhan yang terdapat di lingkungan sekitarnya.

3.3 Metode Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis data

Data yang diambil terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data penggunaan tumbuhan oleh masyarakat yang meliputi nama lokal tumbuhan, manfaatnya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaannya, habitus, teknik pemanenannya, serta adanya upaya budidaya terhadap spesies tumbuhan yang dimanfaatkan atau mengambil secara langsung dari hutan. Selain itu dilakukan pengambilan sampel tumbuhan sebagai bahan pembuatan herbarium untuk memudahkan identifikasi. Kemudian dilakukan juga penilaian untuk memperoleh nilai kegunaan suatu spesies tumbuhan dan tingkat kesukaan responden terhadap suatu spesies tumbuhan. Data sekunder merupakan catatan mengenai kondisi masyarakat Desa Balegede khususnya masyarakat Dusun Miduana, kondisi umum Cagar Alam Gunung Simpang, serta sejumlah literatur atau catatan lain yang terkait.

3.3.2 Tahapan penelitian

Tahapan penelitian dan aspek yang dikaji dalam kajian etnobotani dilakukan secara bertahap dalam 3 tahapan utama, yaitu:

Tahap 1 : Kajian pustaka terhadap sejumlah literatur, catatan, laporan-laporan dan dokumen lainnya yang ada di kantor Desa Balegede, Balai Konservasi Sumberdaya Alam, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) dan Pemda Kabupaten Cianjur.

Tahap 2 : Kajian etnobotani/survei lapangan dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap sejumlah responden di Desa Balegede dan pengambilan sampel tumbuhan.

Tahap 3 : Pengolahan dan analisis data terhadap semua data dan informasi yang diperoleh dari tahap I dan II.

Setiap tahapan mempunyai beberapa aspek yang harus dikaji (Tabel 1). Aspek yang dikaji disesuaikan dengan kelompok tahapan kegiatan yang dilakukan. Selain itu ditentukan pula sumber data dan metode untuk melakukan kajian terhadap aspek tersebut.

(27)

11

Tabel 1 Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode dalam kajian etnobotani di desa Balegede

No. Tahapan kegiatan Aspek Kajian Sumber Data Metode 1. Kajian pustaka - Kondisi umum lokasi

penelitian

- Topografi dan geologi - Iklim dan hidrologi - Flora dan fauna - Kondisi sosial budaya

masyarakat Kantor Desa Balegede, BKSDA, Dirjen PHKA, Pemda Kabupaten Cianjur. Menelaah laporan, dokumen, dan sejumlah literatur lainnya. 2. Kajian etnobotani/ survei lapangan

- Spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat - Bentuk kearifan tradisional dalam pemanfaatan tumbuhan Key person, responden, lingkungan sekitar masyarakat. Wawancara, dokumentasi, pengambilan sampel. 3. Pengolahan dan analisis data - Pengolahan data - Analisis data

Data hasil kajian lapangan dan sejumlah dokumen atau catatan penting lainnya. Pengolahan secara kuantitatif dan analisis kualitatif/ deskriptif.

3.3.3 Teknik pengambilan data 3.3.3.1 Penentuan responden

Pemilihan reponden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu menentukan responden kunci (key person) untuk kemudian menentukan responden yang lain berdasarkan informasi dari responden sebelumnya. Responden kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan dari tumbuhan tersebut serta memiliki intensitas tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan. Jumlah responden yang diwawancarai pada penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.3.3.2 Wawancara dan pengamatan langsung

Kajian etnobotani ini dilakukan melalui wawancara semi terstruktur atau pengisian kuisioner dengan pendalaman pertanyaan sesuai keperluan. Hal-hal yang ditanyakan kepada responden meliputi spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat serta bentuk kearifan tradisional yang ada di masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan. Selain itu dilakukan juga pengamatan langsung untuk mengetahui kearifan tradisional yang ada di

(28)

masyarakat dalam upaya konservasi tumbuhan serta jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat.

3.3.3.3 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri atas begian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun-daun dan kuncup yang utuh, serta lebih baik apabila ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum diketahui jenisnya serta dokumentasi spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil wawancara. Adapun tahapan dalam pembuatan herbarium adalah sebagai berikut: 1. Pengambilan contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan

daunnya, jika ada bunga dan buahnya.

2. Contoh herbarium dipotong dengan panjang sekitar 40 cm.

3. Contoh herbarium diberi label gantung yang berukuran 3x5 cm. Label gantung berisi tentang nomor koleksi, inisial nama kolektor, tanggal pengambilan spesimen, nama lokal spesimen, dan lokasi pengambilan spesimen.

4. Contoh herbarium yang telah diberi label gantung kemudian dirapikan dan dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran yang dilipat dua. Satu lipatan kertas koran untuk satu spesimen.

5. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dan dimasukkan kedalam kantong plastik bening berukuran 40x60 cm. 6. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian

tumpukan tersiram merata, kemudian kantong plastik ditutup rapat agar alkohol tidak menguap keluar kantong.

7. Setelah sampai di tempat koleksi herbarium, tumpukan contoh herbarium dipres dalam sasak, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 550C selama 5 hari.

8. Setelah kering, herbarium kemudian diidentifikasi di Herbarium Bogoriense, LIPI Bogor.

3.4 Metode Analisis Data

Data hasil wawancara dan identifikasi tersebut disusun secara berkelompok sesuai klasifikasi penggunaan berdasarkan nama lokal spesies,

(29)

13

famili, manfaat, bagian tumbuhan yang digunakan, cara penggunaan, dan habitusnya untuk memudahkan analisis selanjutnya. Selain itu dihitung pula nilai dari tingkat kesukaan serta nilai kegunaan dari 20 spesies yang paling sering dimanfaatkan oleh masyarakat. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif kualitatif.

3.4.1 Klasifikasi penggunaan

Spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara dengan sejumlah responden kemudian diklasifikasikan berdasarkan penggunaannya yang meliputi 12 kelompok kegunaan (Tabel 2). Identifikasi tumbuhan secara keseluruhan menggunakan buku Tumbuhan Beguna Indonesia jilid I-IV (Heyne 1982). Beberapa spesies tumbuhan yang tidak teridentifikasi, diidentifikasi lebih lanjut dengan menggunakan buku lainnya yakni Tumbuhan Obat Taman Nasional Gunung Halimun (Harada et al. 2006) untuk spesies tumbuhan obat dan pangan, Galeri Tanaman Hias Lanskap (Lestari & Kencana 2008) dan Anggrek Alam di Kawasan Konservasi Pulau Jawa (Puspitaningtyas 2003) untuk spesies tumbuhan hias, Beberapa Jenis Bambu (Sastrapradja et al. 1980) dan Identifikasi Jenis-jenis Bambu di Kepulauan Sunda Kecil (Widjaja & Elizabeth 2001) untuk spesies bambu, Palem Indonesia (Sastrapradja et al. 1980) untuk spesies palem, serta Tumbuhan Air (Sastrapradja 1981) untuk spesies tumbuhan air.

Tabel 2 Klasifikasi kelompok penggunaan tumbuhan oleh responden

No. Klasifikasi penggunaan tumbuhan

1. Tumbuhan obat

2. Tumbuhan penghasil pangan 3. Tumbuhan penghasil zat warna 4. Tumbuhan penghasil pakan ternak 5. Tumbuhan hias

6. Tumbuhan aromatik

7. Tumbuhan penghasil pestisida nabati 8. Tumbuhan untuk kegunaan adat 9. Tumbuhan penghasil kayu bakar

10. Tumbuhan penghasil tali, anyaman, dan kerajinan 11. Tumbuhan penghasil bahan bangunan

12. Tumbuhan penghasil bahan minuman Sumber: Arafah (2005)

3.4.2 Persen habitus

Persen habitus (perawakan) dihitung untuk melihat persentase setiap habitus dari spesies tumbuhan yang diperoleh dari hasil wawancara. Kelompok

(30)

habitus yang digunakan adalah pohon, perdu, herba, liana, epifit, lumut, dan tumbuhan air. Perhitungan persentase habitus dilakukan secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara.

Hasil perhitungan akan memperlihatkan habitus mana yang memiliki jumlah terbanyak sampai jumlah yang paling sedikit secara keseluruhan. Analisis ini dilakukan melalui perhitungan dengan rumus sebagai berikut:

Persen habitus tertentu = Σ habitus tertentu Σ seluruh habitus x 100%

3.4.3 Persen bagian yang digunakan

Perhitungan ini dilakukan untuk mengetahui persentase setiap bagian tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dalam kegiatan pemanfaatan tumbuhan. Bagian tumbuhan yang digunakan dapat meliputi daun, batang, buah, bunga, biji, akar, batang, kulit batang, rimpang, umbi, getah, tunas, seluruh bagian, dan bagian lainnya. Perhitungan persen bagian yang digunakan dilakukan secara umum terhadap semua spesies tumbuhan yang diperoleh dari wawancara. Persen bagian tumbuhan yang digunakan diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut:

Persen bagian yang digunakan = Σ bagian tumbuhan yang digunakan Σ seluruh bagian yang digunakan x 100%

3.4.4 Tingkat kesukaan

Analisis tingkat kesukaan dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan (Preferensi ranking) responden terhadap spesies tumbuhan yang mereka manfaatkan sehingga dapat terlihat spesies tumbuhan apa yang paling disukai di masyarakat. Analisis ini dilakukan dengan meminta responden untuk mengurutkan sejumlah spesies yang diberikan berdasarkan kesukaannya terhadap spesies tumbuhan tersebut (Cotton 1997). Jumlah spesies tumbuhan yang diberikan dalam penelitian ini dibatasi pada 20 spesies tumbuhan yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat, sehingga nilai maksimal yang diberikan oleh responden sesuai jumlah spesies tumbuhan yang dinilai yakni 20 dan nilai minimal adalah 1.

(31)

15

Data yang diperoleh dari semua responden kemudian digabungkan untuk melihat nilai secara keseluruhan pada setiap spesies (Cotton 1997). Berikut ini merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya nilai kesukaan responden terhadap suatu spesies:

TSSs = (R1S+R2S+R3S+ …… + RiS) 

Keterangan:

Tsss = total nilai spesies ke-S

R1s = nilai yang diberikan oleh responden ke-1 untuk spesies ke-S R2s = nilai yang diberikan oleh responden ke-2 untuk spesies ke-S Ris = nilai yang diberikan oleh responden ke-i untuk spesies ke-S 3.4.5 Nilai kegunaan

Nilai kegunaan (use value) diperoleh untuk mengetahui spesies tumbuhan yang memiliki kegunaan tinggi di masyarakat. Pada penelitian ini spesies tumbuhan yang dinilai sebanyak 20 spesies yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada waktu yang berbeda. Pengulangan ini dilakukan untuk melihat konsistensi responden dalam menyebutkan kegunaan suatu spesies tumbuhan.

Semakin besar nilai yang diperoleh artinya spesies tumbuhan tersebut sangat berguna di masyarakat. Nilai kegunaan dihitung berdasarkan rumus berikut ini (Philips & Gentry 1993, diacu dalam Cotton 1997):

UVs = Σ UVi is s Keterangan:

UVs = nilai seluruh penggunaan spesies s

UVis = nilai penggunaan responden i atas spesies s

(32)

4. 1 Letak dan Luas

Kawasan hutan Gunung Simpang ditetapkan sebagai cagar alam berdasarkan Surat Keputusan Mentri Pertanian Nomor: 41/Kpts/Um/1/179 tanggal 11-1-1979 (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Luas Cagar Alam Gunung Simpang adalah ±15.000 ha. Cagar alam ini terletak di dua kabupaten yakni Kabupaten Bandung dan Kabupaten Cianjur Propinsi Jawa Barat, serta pada koordinat 107º 25' 15" BT – 107º 26' 12" BT dan 7º 20' 21" LS – 7º21' 13" LS (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010). Kawasan Cagar Alam Gunung Simpang dibagi menjadi 4 resort, yaitu Resort Simpang Barat, Resort Simpang Selatan, Resort Simpang Timur dan Resort Simpang Utara. Kawasan tersebut dikelilingi oleh 12 desa yang secara administrasi termasuk wilayah Kecamatan Naringgul dan Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur (Puspitaningtyas 2005).

Adapun batas kawasan Cagar Alam Gunung Simpang adalah (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010):

Sebelah utara : Perkebunan teh Paranggong dan Patuha serta Cagar Alam Gunung Tilu yang secara administrasi pemerintahan termasuk Desa Sugihmukti Kecamatan Pasir Jambu Kabupaten Bandung

Sebelah barat : Kawasan hutan lindung, hutan Perum Perhutani dan tanh milik/lahan pertanian di Desa Balegede, Sukabakti, Naringgul, dan Malati, Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur

Sebelah timur : Tanah milik/lahan pertanian Desa Mekarjaya, Puncak baru, dan Cibuluh, Kecamatan Cidaun Kabupaten Cianjur

Sebelah selatan : Tanah milik Desa Neglasari, Gelarpawitan, Kecamatan Cidaun dan Desa Wangunsari Kecamatan Naringgul Kabupaten Cianjur

(33)

17

4. 2 Kondisi Fisik 4.2.1 Topografi

Topografi kawasan Cagar Alam Gunung Simpang bergelombang, berbukit terjal serta bergunung dengan ketinggian tempat berkisar antara 800-1823 mdpl (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Puncak tertinggi adalah Gunung Simpang dengan ketinggian sekitar 1823 mdpl. Kemiringan lereng di punggung gunung hanya berkisar antara 20-300, tetapi di bagian tengah gunung kemiringan dapat mencapai 60-700 (Puspitaningtyas 2005). Pada sisi-sisi lereng tertentu, lerengnya sangat curam dan berbatu cadas sehingga sangat sulit didaki. 4.2.2 Tanah

Spesies tanahnya berupa tanah lempung liat hingga lempung berpasir yang gembur dan berwarna coklat. Ketebalan serasah dan akar-akar pohon cukup tebal sehingga membantu untuk mempertahankan struktur tanah yang gembur. Berdasarkan pengukuran pH meter, derajat kemasaman tanahnya masih tergolong agak asam yaitu berkisar antara 4.5–5.5. Hal tersebut dikarenakan bahan organik di dalam tanah cukup banyak sehingga tanahnya cenderung bersifat asam (Puspitaningtyas 2005).

4.2.3 Hidrologi

Kawasan Gunung Simpang memiliki sumber air yang cukup berlimpah sehingga di sela-sela pegunungan akan tampak beberapa air terjun yang cukup tinggi dan deras. Danau alam di CA Gunung Simpang umumnya kecil, di antaranya Kubang Parigi, Kubang Karet, Kubang Gede, Kubang Citugu dan Situ Kubang Urug yang terbesar luas 5 ha. Secara hidrologis kawasan ini mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia disekitarnya.

Tabel 3 Sungai yang ada di Cagar Alam Gunung Simpang

No. Nama Sungai Lokasi Muara Keterangan

1. Cipandak Simpang Barat Laut Pantai Selatan

2. Cidaun Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan 3. Ciogong Simpang Barat Sungai Cidamar Pantai Selatan

4. Cidamar Simpang Selatan Laut Pantai Selatan

5. Cimaragang Simpang Utara

Simpang Timur Sungai Cidamar Pantai Selatan Sumber: Resort Cagar Alam Gunung Simpang (2010)

(34)

4.2.4 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson iklim kawasan ini termasuk tipe iklim B dengan curah hujan rata-rata per tahun antara 2000-3500 mm. Suhu rata-rata antara 15-25°C dengan kelembaban udara dapat mencapai 80% (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008). Bulan basah di daerah ini terjadi antara bulan Oktober s/d Februari, sedang bulan kering terjadi pada bulan April s/d September (Resort Cagar Alam Gunung Simpang 2010).

4. 3 Kondisi Biologi

Cagar Alam Gunung Simpang merupakan salah satu kawasan konservasi yang masih memiliki hutan alami yang cukup luas di wilayah Bandung Selatan sampai wilayah Cianjur Selatan. Kawasan ini memiliki tipe hutan dataran rendah sampai pengunungan sangat yang mendukung keberadaan keanekaragaman hayati yang penting. Beberapa spesies flora dan fauna yang terdapat di Cagar Alam Gunung Simpang adalah:

4.3.1 Flora

CA Gunung Simpang memiliki formasi Lauro-Fagaceous yang khas Jawa Barat. Formasi ini didominasi species tumbuhan dari keluarga Lauraceae, seperti Litsea sp. dan Crytocaria sp., bersama spesies tumbuhan dari keluarga Fagaceae seperti kihuru (Quercus sp.) dan saninten (Castanopsis sp.) (HIMAKOVA 2008). Tipe ekosistem Cagar Alam ini termasuk tipe hutan hujan pegunungan yang ditumbuhi juga beberapa spesies liana dan epifit seperti owar (Fagellaria indica), kasungka (Dnetum neglectum), kibarece (Vitis compressa), anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), kadaka (Drynaria sp.), benalu (Diplazium esculentum) dan lain-lain (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008).

4.3.2 Fauna

Spesies-spesies satwa liar yang terdapat di cagar alam ini adalah lutung (Trachypithechus auratus), kijang (Muntiacus muntjak), ayam hutan (Gallus gallus), kadal (Mabouya sp), bunglon (Conycephalus dilophus), tokek (Gecko gecko) dan lain-lain (Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2008).

(35)

4 4 l y s l k M a k S d K 4 p m G p d d p k 4. 4 Ko 4.4.1 Lok Des langsung de yang berbat salah satu d luas sekitar kedusunan Miduana. D alam adalah Seb kabupaten B Simpang dan dengan Des Kecamatan C 4.4.2 Sej Ma pribadi deng menyebutka Gunung Sim penjajahan B dan bersemb dari kata “ny para pekerja kelompok y ndisi Masya kasi Desa B sa Balegede engan Cagar tasan langsu aerah penya 3791 Ha da Babakan, D Dari kelima d Dusun Midu G belah utara Bandung. S n Desa Wan sa Sukabakti Cibinong, ka arah, buday asyarakat De gan pengelol an asal usul mpang (Od Belanda, sej bunyi di ka yimpang” y a paksa tad yang berjalan arakat Desa Balegede e terletak d r Alam Gun ung dengan angga kawas an terbagi k Dusun Pasir dusun ini, d uana. Gambar 2 K desa berbat Sebelah timu ngunsari Kec i. Sebelah b abupaten Cia ya dan agam esa Baleged la cagar alam masyarakat dang 18 Me jumlah oran awasan hutan yang artinya di beristirah n ke arah y a Balegede di Resort S nung Simpa cagar alam, san konserva kedalam 5 ke r Baru, Du dusun yang b Kondisi lokas tasan dengan ur berbatasa camatan Nar barat berbat anjur. ma de merupaka m sekaligus t Desa Baleg ei 2010, k ng yang men n Gunung S mampir. Di hat dan kem yang berbeda

impang Bar ang di bagia

maka Desa asi ini. Desa edusunan, y usun Sindan berbatasan l si penelitian n perkebuna an dengan ringgul. Sebe tasan dengan an Suku Sun tokoh masy gede terkait omunikasi njadi pekerja Simpang. Si i puncang G mudian terb a. Salah satu rat karena an barat. Seb a Balegede m a Balegede m yakni Dusun ng Kasih, d angsung den an teh yang Cagar Alam elah selatan n Desa Wa nda. Hasil k yarakat Desa t dengan sej pribadi). Pa a paksa mel impang send Gunung Simp agi menjadi u kelompok 19 berbatasan bagai desa merupakan mempunyai n Balegede, dan Dusun ngan cagar g termasuk m Gunung berbatasan anasari dan komunikasi a Balegede jarah nama ada jaman larikan diri diri berasal pang inilah i beberapa k kemudian

(36)

pergi ke arah yang sekarang menjadi Desa Balegede dan membuat kelompok masyarakat baru sehingga berkembang menjadi Desa Balegede.

Kebudayaan masyarakat Balegede saat ini memang sudah tidak seperti dulu. Banyak tradisi-tradisi yang sudah tidak dilakukan lagi di masyarakat. Pada jaman dahulu, masih banyak kesenian tradisional yang dipentaskan, baik itu ketika ada upacara pernikahan, upacara panen padi, bahkan pada kegiatan penyambutan pejabat atau orang penting lainnya. Saat ini banyak orang lebih memilih mementaskan dangdut untuk meramaikan acara pernikahan atau acara lainnya.

Saat ini tradisi yang masih dilakukan di masyarakat tidak terlalu mencolok dan tidak semua masyarakat bersedia memberikan informasi mengenai hal tersebut. Dari hasil wawancara akhirnya diketahui bahwa beberapa masyarakat merasa takut jika tradisi yang selama ini mereka laksanakan dipandang menyalahi aturan agama oleh orang luar. Menurut data kependudukan Pemda Kabupaten Cianjur (2007) seluruh masyarakat Desa Balegede adalah pemeluk agama Islam. Karena itulah saat ini tidak semua warga masih menjalankan tradisi, beberapa ada yang sudah sama sekali tidak menjalankannya karena pertimbangan agama. Selain itu ada semacam aturan tidak tertulis bahwa dalam menjalankan tradisi tidak boleh dilakukan setengah setengah, yang artinya jika akan menjalankan maka lakukan sepenuhnya dan jika akan meninggalkan maka tinggalkan sepenuhnya.

4.4.3 Kependudukan

Berdasarkan data kependudukan Desa Balegede tahun 2009 jumlah penduduk Desa Balegede sebanyak 5.542 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak 2.765 jiwa dan perempuan sebanyak 2.777 jiwa. Tingkat pendidikan masyarakat kebanyakan adalah SD sebanyak 60,23% (Tabel 4). Mata pencaharian didominasi oleh petani, yakni sebesar 78,74% dari total keseluruhan (Tabel 5).

Tabel 4 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Balegede

No Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Tidak tamat SD 815 23,10 2 SD 2125 60,23 3 Sekolah Agama 85 2,41 4 SMP 416 11,79 5 SMA 56 1,59 6 Perguruan Tinggi 31 0,88

(37)

21

Tabel 5 Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede

No Mata Pencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%)

1 Petani 1415 78,74

2 Pedagang 70 3,89

3 PNS/TNI/POLRI 56 3,12

4 Lain-lain 256 14,25

Sumber: Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009) 4.4.4 Penggunaan lahan

Penggunaan lahan di Desa Balegede meliputi sawah, kebun atau ladang, pekarangan, kolam, dan lainnya. Penggunaan lahan lainnya yakni sebagai pemukiman, sejumlah fasilitas umum seperti sekolah, mesjid, serta penggunaan lain yang tidak termasuk kepada kategori yang telah disebutkan. Sebagian besar lahan digunakan untuk lainnya sekitar 51% dari luas keseluruhan (Tabel 6). Tabel 6 Penggunaan lahan di Desa Balegede

No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)

1 Sawah 497 13,11

2 Kebun/ladang 1.088 28,70

3 Pekarangan 12 0,32

4 Kolam 251,5 6,63

5 Lainnya 1.942,5 51,24

Sumber : Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (2009)

(38)

5 D s ( g d h a b b ( l m m i p 17% 5.1 Ka Res Dusun Midu sisanya pere 19 orang ( (Gambar 3). gula aren ha dilakukan. H hidup lebih aren (Areng berbunga pa bulan saja. Tin (SD) yakni lulusan SMA menuju seko memilih sek itu masih b penting. 10% rakteristik sponden yan uana. Seban empuan. Seb 63%), sisan . Pada masy anya sebaga Hal ini dise bergantung ga pinnata) j ada waktu t Gambar ngkat pendid sebanyak 1 A, dan tidak olah cukup j kolah sampai banyak pula 10% Responden ng diwawan nyak 60% at bagian besar nya merupa yarakat Dusu ai mata penc ebabkan pen g kepada has juga tidak d tertentu dan 3 Persentas dikan respon 7 orang atau k tamat SD jauh, sehing i tingkat SD a yang berp ncarai seba tau 18 orang r responden akan wirasw un Miduana, caharian sam nghasilan ut sil pertanian dilakukan se n waktu pen se mata penc nden didom u 56% dan (Gambar 4) gga membua D saja, bahka pikir bahwa 63% anyak 30 o g diantarany merupakan wasta, pedag sebagian be mpingan me tama untuk n. Selain itu panjang tah nyadapannya caharian resp minasi oleh sisanya mer ). Hal ini di at sebagian b an ada yang a sekolah bu pet wir ped bur rang dari m ya adalah lak petani yakn gang, dan b esar kegiatan eskipun cuku memenuhi u kegiatan p un, karena a a pun hanya ponden lulusan sek rupakan lulu isebabkan ak besar masya tidak tamat ukanlah ses tani raswasta dagang ruh tani masyarakat ki-laki dan ni sebanyak buruh tani n membuat up intensif kebutuhan penyadapan aren hanya a beberapa kolah dasar usan SMP, ksesibilitas arakat lebih SD. Selain suatu yang

(39)

l p j m m k p ( . 5 m S k m 34% Seb lebih didom pada kalang jaman, sehin mereka keta masyarakat karena perg pada penelit (Gambar 5) . 5.2 Pem Ma masih terga Sebagian be kawasan hut masyarakat 15% % Gambar bagian besar minasi oleh gan generas ngga penget ahui hanya yang berusi i merantau k tian ini sebag

Gambar manfaatan K asyarakat D antung terha esar tumbuh tan yang me untuk mem 13% 3% 13% 4 Persentas r informasi m masyarakat si muda sud tahuan meng sebatas un ia produktif ke luar daer gian besar be r 5 Kelompo Keanekarag esa Baleged adap tumbuh han tidak d erupakan kaw masuki kaw 21% 51% % 20 e tingkat pen mengenai pe yang berus dah berkura genai peman ntuk pangan f sekitar 15-rah untuk be erusia antara ok responden gaman Tum de, khususn han yang te diperoleh la wasan cagar wasan hutan 0% 30% ndidikan res engetahuan p sia lanjut. P ang karena nfaatan tumb n dan hiasa -30 tahun ja ekerja. Oleh a 50-60 tahu n berdasarka mbuhan nya masyar erdapat di l angsung dar r alam. Hal i n cukup te tidak tam tamat S tamat S tamat S <30 t 30-<4 40-<5 50-<6 ≥60 t sponden pemanfaatan Pemanfaatan dianggap k buhan yang an. Selain i arang berada h karena itu un yakni men an usia rakat Dusun lingkungan ri hutan kar ini menyebab erbatas dan 23 mat SD D MP MA tahun 40 tahun 50 tahun 60 tahun tahun n tumbuhan tumbuhan ketinggalan umumnya itu jumlah a di rumah responden ncapai 34% n Miduana sekitarnya. rena status bkan akses n sebagian

(40)

m h i s j t K d m k m d b b p i s masyarakat hutan sehing itu pada um sudah berus jauh. Kaw tepi yang Kebanyakan digunakan u mengambil kerajinan. B meskipun sa dilakukan, k Tin bahan pang budidaya. M pangan tidak intensitas pe sebagai baha Ga 0 10 20 30 40 50 60 70 80 J u mlah spesies ada yang s gga intensita mumnya mas ia lanjut, di wasan hutan berbatasan n masyarak untuk kayu tumbuhan y Bahkan ada angat jarang karena kegiat ngginya pem gan membua Meskipun jum k sebanyak s emanfaatan an pangan. ambar 6 Pem 62 74 4 sudah memi as pengambi syarakat yan samping ake n yang masih langsung kat hanya u bakar dan yang bergun a juga yan g. Untuk pe tan ini merup manfaatan tu at masyarak mlah spesies spesies yang yang paling manfaatan tum 4 43 12 K iliki kesadar ilan tumbuha ng dulunya a esibilitas me h sering dik dengan lah melakukan n pakan ter a sebagai ob ng melakuk engambilan k pakan kegia umbuhan te kat lebih ter s tumbuhan g dimanfaatk g tinggi terl mbuhan berdas 2 14 12 Kegunaan tu ran untuk i an dari huta aktif keluar enuju ke dal kunjungi mas han pertania pengambi rnak. Selain bat serta bah kan pengam

kayu saat in atan yang dil

erutama yan rgantung ke yang diman kan sebagai o etak pada p sarkan kelom 14 9 umbuhan ikut menjag an cukup jara masuk hutan lam hutan y syarakat ada an milik m ilan tumbu n itu ada j

han tali, any mbilan tumb ni sudah ha arang. ng digunaka epada tumb nfaatkan seb obat (Gamba pemanfaatan mpok kegunaan 19 4 a kawasan ang. Selain n sekarang yang cukup alah bagian masyarakat. uhan yang juga yang yaman dan buhan hias ampir tidak an sebagai uhan hasil agai bahan ar 6), tetapi tumbuhan n 5 7

(41)

d F k m P p d d G Has dari 69 fam Famili deng kemudian d masing seba Poaceae mem pangan, oba dan kerajina dimanfaatka Gambar 7 K di Zingi Verb So R Pi M M M L F Eupho Cucu Beg A A A Famili sil wawanca mili yang ma gan jumlah diikuti oleh f anyak 11 sp mang bergun at, pakan tern an. Hal ini an oleh masy eanekaragam manfaatkan 0 iberaceae benaceae olanaceae Rutaceae Rubiaceae Poaceae iperaceae Myrtaceae Meliaceae Malvaceae Liliaceae Lauraceae Fabaceae orbiaceae urbitaceae goniaceae steraceae Arecaceae Araceae Apiaceae ara dengan asih dimanfa spesies terb famili Fabac esies (Gamb na untuk ham nak, aromati menyebabk yarakat. man tumbuhan 3 3 3 3 3 3 3 4 3 5 J masyarakat aatkan untuk banyak adal ceae, Solana bar 7). Berb mpir seluruh ik, keperluan kan banyakn n dari 20 fami 5 6 6 6 6 5 5 Jumlah spe diperoleh 1 k berbagai ke ah Poaceae aceae, dan Z bagai spesies h keperluan m n upacara ad nya spesies

ili yang memp 11 11 9 11 10 esies 191 spesies eperluan (La sebanyak 1 Zingiberacea s tumbuhan masyarakat, dat, serta any

dari famil punyai spesie 15 25 tumbuhan ampiran 1). 19 spesies, ae masing-dari famili mulai dari yaman, tali i ini yang es terbanyak 19 20

(42)

Apabila dibandingkan dengan sejumlah penelitian yang sama pada masyarakat di sekitar kawasan konservasi lainnya, jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun Miduana tidak terlalu banyak (Tabel 7). Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain tingkat pengetahuan masyarakat mengenai manfaat tumbuhan, luas areal penelitian, kondisi sosial budaya masyarakat, serta status kawasan konservasinya.

Pada penelitian Harada et al (2001) dan Setyowati (2007) penelitian dilakukan di tiga lokasi yang termasuk ke dalam tiga desa yang berbeda. Inama (2008) dan Fakhrozi (2009) melakukan kajian etnobotani pada masyarakat adat Suku Marind Sendawi Anim dan Suku Melayu Tradisional yang masih memiliki ketergantungan sangat tinggi terhadap alam sekitarnya. Begitu pula dengan Hamidu (2009), objek penelitiannya pada masyarakat Suku Buton yang masih tradisional dengan jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan lebih tinggi dibandingkan penelitian ini.

Tabel 7 Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi No Lokasi Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)* Sumber

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 1 TN Gunung Halimun 169 153 5 - 4 71 5 335 218 272 41 1 26 Harada al (2001) et 2 TN Gunung Leuser 46 69 9 - - - - 7 - - 2 - 2 Setyowati (2007) 3 TN Wasur 97 125 6 8 4 14 18 59 30 20 25 21 36 Inama (2008) 4 TN Bukit Tigapuluh 73 138 6 4 1 9 18 22 47 5 13 - 16 Fakhrozi (2009) 5 Suaka Alam Lambusango 80 83 17 8 - 12 55 11 37 36 41 12 - Hamidu (2009) 6 CA Gunung

Simpang 62 74 12 4 5 12 43 14 14 9 19 4 7 Penelitian ini (2010) *) Keterangan kelompok pemanfaatan: 1) pangan; 2) obat; 3) aromatik; 4) pewarna; 5) pestisida

nabati; 6) pakan ternak; 7) hiasan; 8) tali, anyaman, dan kerajinan; 9) bahan bangunan; 10) kayu bakar; 11) kegunaan adat; 12) penghasil minuman; 13) lainnya.

Selain itu, status kawasan dapat mempengaruhi banyaknya pemanfaatan tumbuhan. Pada kawasan taman nasional biasanya memiliki zona pemanfaatan tradisional yang dapat digunakan untuk memenuhi kepentingan masyarakat setempat melalui pengaturan pemanfaatan agar tetap lestari (Widada 2008). Hal ini membuat masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan. Pada kebanyakan kawasan suaka alam misalnya cagar alam, pemanfaatan terhadap hasil hutan sangat dibatasi. Sesuai dengan Undang-Undang no. 50 Tahun 1990,

(43)

27

kegiatan yang boleh dilakukan di dalam kawasan cagar alam hanya terbatas untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budidaya. Hal ini membuat tidak adanya ruang pemanfaatan bagi kepentingan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Akan tetapi sebenarnya di kawasan Cagar Alam Gunung Simpang sendiri, kegiatan pemanfaatan hasil hutan tidak dilarang secara sepenuhnya. Ada pengaturan tersendiri terkait pemanfaatan hasil hutan. Salah satu bentuk pengelolaan kawasan cagar alam ini adalah dengan pengamanan partisipatif bersama masyarakat, sehingga masyarakat masih dapat memanfaatkan hasil hutan terutama non kayu, tetapi dengan ikut menjaga kawasan hutan dan melakukan pemanfaatan secara lestari.

Selain itu pengetahuan masyarakat mengenai pemanfaatan tumbuhan di Dusun Miduana sudah mulai berkurang akibat adanya perubahan pola hidup yang lebih modern. Pengetahuan mengenai pemanfaatan tumbuhan terutama yang terkait dengan kebudayaan atau tradisi sudah sangat sedikit, karena sudah banyak tradisi yang ditinggalkan. Pada umumnya pengetahuan tentang pemanfaatan tumbuhan yang masih sering dilakukan biasanya terkait dengan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti untuk pangan, bumbu masakan, minuman, obat untuk sakit yang ringan, hiasan, kayu bakar, serta keperluan sandang seperti tali, peralatan rumah tangga, dan bangunan.

Sebagian besar hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies tumbuhan yang paling banyak digunakan sebagai obat, setelah itu penggunaan terbanyak kedua adalah untuk pangan (Setyowati 2007; Inama 2008; Fakhrozi 2009; Hamidu 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pola penggunaan tumbuhan yang dilakukan masyarakat tidak jauh berbeda meskipun berada pada lokasi yang berbeda serta memiliki adat istiadat berbeda pula.

5.2.1 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus

Berdasarkan habitusnya tumbuhan dikelompokkan ke dalam delapan kelompok yaitu herba, perdu, liana, bambu, pohon, epifit, tumbuhan air, dan lumut. Kelompok habitus terbesar adalah herba yakni sebanyak 82 spesies atau 43% dari keseluruhan habitus yang ada (Tabel 8).

Gambar

Gambar 1 Lokasi penelitian (sumber: upload.wikimedia.org)
Tabel 1  Tahapan kegiatan penelitian, aspek yang dikaji, sumber data, dan metode  dalam kajian etnobotani di desa Balegede
Tabel 5  Mata pencaharian masyarakat Desa Balegede
Tabel 7  Perbandingan hasil penelitian etnobotani di sekitar kawasan konservasi  No Lokasi  Kelompok pemanfaatan tumbuhan (jumlah spesies)*  Sumber
+7

Referensi

Dokumen terkait

Program latihan beban yang baik harus dilakukan hati-hati, progresif, bersifat individual, beban disesuaikan, berkelanjutan, menghindari bagian tubuh yang lemah,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan fungisida sebagai perlakuan benih pada pertanaman jagung dapat menurunkan kelimpahan nematoda parasit tumbuhan yang

Memperlengkapi orang lain bias membebaskan kita secara pribadi untuk memiliki lebih banyak waktu mengerjakan hal-hal penting dalam hidup kita, meningkatkan efektivitas

Di paragraf empat, kamu dapat menjelaskan bagaimana jurusan yang akan kamu ambil kamu gunakan untuk menjawab apa yang kamu tulis di paragraf tiga.. Paragraf empat adalah bentuk

Objek penelitian ini adalah Lembaga Pengumpul Zakat (LPZ) BAZDA Provinsi Jambi dan LAZ RSIM serta 150 Orang Masyarakat Muslim pemberi derma. Pengumpulan data

terbaik untuk perusahaan, menciptakan rasa untuk memperjuangkan perusahaan menjadi lebih baik dari dalam diri mereka sehingga tercipta rasa persatuan, sesuai dengan

Perencanaan Stasiun Kereta Api dengan pendekatan Transit Oriented Development kawasan Duku, Kecamatan Batang Anai, Kabupaten Padang Pariaman ini merupakan fasilitas

Input : Jumlah Dana Sekretariat KORPRI 5.000.000,00 -.. Output :