SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
CUT NYA DHIEN
NIM 108046100173
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016.
Problem utama dalam hal ekonomi yang dihadapi Negara-negara saat ini adalah tidak meratanya distribusi kekayaan ditengah-tengah masyarakat. Hal ini menyebabkan berbagai masalah yang terjadi seperti kemiskinan dan kesenjangan sosial, kondisi ini pun terjadi di Indonesia. Ketidakmampuan sistem ekonomi kapitalis saat ini dalam mengelola kekayaan menyebabkan terjadinya disparitas yang nyata.
Sistem ekonomi Islam mempunyai konsep yang sempurna untuk mencapai tujuan politik ekonominya yaitu terpenuhinya kebutuhan pokok seluruh masyarakat dengan menerapkan konsep distribusi kekayaan.
Titik tolak penelitian ini adalah pemikiran Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra tentang konsep distribusi kekayaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji tentang mekanisme distribusi yang dirancang oleh kedua pemikir tersebut.
Penulisan skripsi ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan
(library research) dengan data dan cara analisa kualitatif dan sifat penelitiannya adalah deskriptif analitis.
Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa Taqiyuddin An-nabhani merumuskan konsep distribusi kekayaan yaitu dengan merumuskan pilar sistem ekonomi Islam yakni; klasifikasi jenis kepemilikan, pengelolaan kepemilikan dan konsep distribusi kekayaan yang dibagi menjadi dua bagian yaitu dengan cara mekanisme ekonomi dan mekanisme non ekonomi, serta penyelenggaraan Negara dalam membangun infrastruktur, industri-industri berat, industri strategis dan lain-lain. Sedangkan M. Umer Chapra dalam strategi distribusinya menekankan filter moral, didukung dengan strategi lainnya adanya motivasi yang benar, restrukturisasi sosio ekonomi dan financial serta maksimalisasi peran Negara.
Kata kunci: Distribusi kekayaan, Taqiyuddin An-Nabhani, M. Umer Chapra Pembimbing : A.M. Hasan Ali, MA
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas berkat rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini yang mengambil judul “KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA”. Sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para
pengikutnya hinga akhir zaman. Semoga kita tetap teguh dan giat dalam belajar
serta beribadah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak,
sehingga pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa
hormat penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya bagi semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil baik langsung maupun
tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang
saya hormati:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A, selaku Dekan Fakultas Syariah
danHukum Universitas Negeri Jakarta.
2. Bapak AM. Hassan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta dan
juga selaku dosen pembimbing skripsi saya yang telah memberikan
kritik dan saran bimbingan maupun arahan.yang sangat berguna dalam penyusunan skripsi ini.
3. Bapak DR. Abdurrouf, M.A, selaku sekretaris Program Studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Negeri Syarif
ilmunya kepada penulis selama masa kuliah. Serta Staf karyawan
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan Utama.
5. Kepada kedua orang tua, Ayahanda Kusmin Tarto Basuki dan Ibunda
Murifatun terima kasih telah mendidik, mengajarkan dan
membimbing sejak kecil. Dan Suami tercinta Muhammad Ranoval
Absanjaya yang selalu memberi semangat serta membantu dalam
kelancaran skripsi ini.
6. Sahabat-sahabat seperjuangan mahasiswa akhir Program Studi
Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta, Maret 2016
Penulis,
Cut Nya Dhien
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL...……….i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………..………ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN……….iii
LEMBAR PERNYATAAN..………iv
ABSTRAK...v
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR ISI...viii
DAFTAR GAMBAR………..x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1
B. Identifikasi Masalah...12
C. Pembatasan Dan Perumusan Masalah...14
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...14
E. Review Studi Terdahulu…...15
F. Metode Penelitian...16
G. Sistematika Penulisan...18
BAB II TINJAUAN TEORITIS DISTRIBUSI KEKAYAAN A. Definisi Distribusi Kekayaan...20
BAB III KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN UMER CHAPRA
A. Biografi Taqiyuddin An-Nabhani dan Umer Chapra
1. Biografi Singkat Taqiyuddin An-Nabhani………...36
2. Boigrafi Singkat M. Umer Chapra……...………42
B. Konsep Distribusi Kekayaan
1. Taqiyuddin An-Nabhani………..45
2. M. Umer Chapra………..………63
C. Analisa Komparatif Distribusi Kekayaan Menurut Taqiyuddin
An-Nabhani dan M.Umer Chapra……..………78
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan………..83
B. Saran……….84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Mekanisme Distribusi Kekayaan……….31
Gambar 3.1 Pilar-Pilar Sistem Ekonomi Islam………44
Gambar 3.2 Skema Kepemilikan Individu………...46
Gambar 3.3 Skema Kepemilikan Negara……….53
Gambar 3.4 Skema Distribusi Kekayaan……….57
A. Latar belakang masalah
Kesenjangan ekonomi merupakan salah satu persoalan berat yang dihadapi
oleh masyarakat sekarang. Banyak faktor yang menyebabkannya. Intinya ada dua,
yakni faktor ekonomi dan faktor alamiah. Faktor ekonomi adalah semua kebijakan
ekonomi, misalnya alokasi kredit, kesempatan usaha, pemberian izin atau lisensi
pada orang-orang tertentu dan sebagainya yang secara langsung bisa
menimbulkan kesenjangan. Adapun faktor alamiah adalah keadaan pada diri
manusia misalnya cacat fisik bawaan, rendahnya ilmu dan keahlian, rendahnya
etos kerja dan sebagainya; serta keadaan lingkungan seperti rendahnya potensi
sumber daya alam yang secara langsung bisa menimbulkan kesenjangan.1
Indonesia adalah sebuah Negara dengan penduduk ke-4 terbesar di dunia
yaitu dengan 253,60 juta jiwa,2 serta dianugerahi dengan sumber daya alam yang
melimpah. Berdasarkan data Indonesia Mining Asosiation, Indonesia menduduki peringkat ke-6 terbesar untuk Negara yang kaya akan sumber daya tambang.
Kekayaan hayati Indonesia seperti hutan, luasnya yang tersisa menurut Bank
Dunia sekitar 94.432.000 ha pada tahun 2010. Sekitar 31,065,846 ha di antaranya
adalah hutan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Indonesia memiliki 10% luas
1
M. Ismail Yusanto, Pengantar Ekonomi Islam, (Bogor : Al azhar Press, 2009), h. 165
2 Herdaru Purnomo, “
2
hutan tropis yang masih tersisa. Indonesia juga memiliki kekayaan laut yang
besar. Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km2 dengan panjang garis
pantai 81.000 km. Sekitar 7% (6,4 juta ton/tahun) dari potensi lestari total ikan
laut dunia berasal dari Indonesia. Kurang-lebih 24 juta ha perairan laut dangkal
Indonesia cocok untuk usaha budi daya laut dengan potensi produksi sekitar 47
juta ton/tahun. Kawasan pesisir yang sesuai untuk usaha budidaya tambak
diperkirakan lebih dari 1 juta ha dengan potensi produksi sekitar 4 juta ton/tahun.3
Ironisnya Negara dengan kekayaan yang melimpah ruah seperti itu, tingkat
kemiskinannya masih cukup tinggi. Berikut data tingkat kemiskinan di Indonesia
per maret 2015.
Jumlah dan Presentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Maret 2014 – Maret 20154
Daerah/Tahun Jumlah Penduduk
September 2014 17,37 13,76
Maret 2015 17,94 14,21
3Arim Nasim, “
Salah Kelola Kekayaan Alam Indonesia”, Artikel diakses pada kamis, 09 Juli 2015 dari http://hizbut-tahrir.or.id/2012/06/27/salah-kelola-kekayaan-alam-indonesia/
4 “
Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2015”, No. 86/09/Th. XVIII, 15 September
Perkotaan+Perdesaan
Maret 2014 28,28 11,25
September 2014 27,73 10,96
Maret 2015 28,59 11,22
Tabel tersebut menunjukan peningkatan jumlah penduduk miskin pada
tahun 2015. Yaitu pada bulan maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk
dengan pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan) di Indonesia
mencapai 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah sebesar 0,86 juta orang jika
dibandingkan dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang
(10,96 persen). Sementara apabila dibandingkan dengan bulan maret tahun
sebelumnya jumlah penduduk miskin mengalami kenaikan sebanyak 0,31 juta
orang dengan standar kemiskinan Rp 330.776,00 perkapita perbulan pada bulan
maret 2015, itu artinya Rp 11.025 perkapita per hari.
Sedangkan laporan dari bank dunia (World Bank) adalah bahwa setengahnya dari penduduk Indonesia hidup miskin atau rentan dibawah garis
kemiskinan, dengan kondisi hampir 42% US$1-US$2 per hari, terlalu banyak
rakyat Indonesia yang rentan jatuh ke kemiskinan.5
Perbandingan jumlah kekayaan alam dan kondisi rakyat Indonesia tersebut
menimbulkan suatu permasalahan besar, karena seharusnya dengan jumlah
kekayaan tersebut tidaklah layak apabila penduduk Indonesia mengalami
kemiskinan.
5 Nunung Nurwati, “
Kemiskinan : Model Pengukuran, Permasalahan dan Alternatif Kebijakan”, Jurnal Kependudukan Padjajaran, Vol. 10, No.1 (Januari 2008)
4
Kemiskinan memiliki arti yang lebih luas dari sekedar rendahnya tingkat
pendapatan atau konsumsi seseorang dari standar kesejahteraan terukur seperti
kebutuhan kalori minimum atau garis kemiskinan, akan tetapi kemiskinan
mempunyai arti yang lebih dalam karena berkaitan dengan ketidakmampuan
untuk mencapai aspek diluar pendapatan (non-income factors) seperti aspek kebutuhan minimum; kesehatan, pendidikan, air bersih dan sanitasi. Kompleksitas
kemiskinan tidak hanya berhubungan dengan pengertian dan dimensi saja namun
berkaitan dengan metode yang digunakan untuk mengukur garis kemiskinan.6
Masalah kemiskinan ini merupakan masalah sosial yang pasti terjadi di
setiap Negara, terutama di Negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Banyak faktor yang saling berkaitan yang menyebabkan kemiskinan ini terus
terjadi, antara lain tingkat pendapatan masyarakat, pengangguran, kesehatan,
pendidikan, akses terhadap barang dan jasa serta lokasi geografis seseorang.
Namun, masalah utama kemiskinan sebetulnya berpangkal pada buruknya
distribusi kekayaan di tengah masyarakat, hal ini terbukti pada fakta tersebut.
Yaitu Negara dengan kekayaan cukup besar namun tidak mampu mensejahterakan
masyarakatnya.
Bagi Afzalur Rahman jika terdapat masyarakat modern dan melimpahnya
sumber daya alam namun pembagian kekayaan belum merata sehingga masih
banyak warga Negara yang menderita kemiskinan maka hal itu disebabkan karena
6
distribusi kekayaan yang tidak tepat, yaitu ada sekelompok masyarakat yang
kehilangan hak bagiannya.7
Senada dengannya, Geoffery E. Schneider menyatakan bahwa persoalan
utama dalam ekonomi adalah pada distribusi bukan pada produksi. Hal ini
sebagaimana yang terjadi di Afrika Selatan, adanya perbedaan ras dan warna kulit
(apartheid) masih berpengaruh terhadap sistem perekonomian. Dimana sistem
ekonomi neoliberal lebih berperan di Afrika Selatan.8
Pemasalahan tentang pentingnya distribusi pun disoroti oleh Mannan,
menurutnya dalam suatu perekonomian Islam, inti masalah tidak terletak pada
harga yang ditawarkan oleh pasar, melainkan pada ketidakmerataan distribusi
pendapatan, hal inilah yang paling penting dalam ekonomi Islam.9
Menurut Monzer Khaf minimalisasi kesenjangan distributif adalah tujuan
utama kebijakan ekonomi di Negara Islam. Tujuan ini tidak hanya diambil dari
ajaran-ajaran AlQuran dan As-Sunnah yang berkaitan dengan prilaku konsumtif,
seperti larangan bermewah-mewah tetapi diambil juga dari dua prinsip Islam yaitu
prinsip kesamaan harga diri dan persaudaraan dan prinsip tidak dikehendakinya
pemusatan harta dan penghasilan pada sejumlah kecil orang tertentu.10
Gambaran ketimpangan distribusi pendapatan atau kekayaan di Indonesia
juga terkonfirmasi dari laporan mengenai distribusi kekayaan penduduk Indonesia
yang dirilis oleh Credit Suisse belum lama ini. Laporan tersebut menyebutkan
7
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, alih bahasa Suroyo dan Nastangin, (Yogyakarta : PT. Dhana Bhakti Prima Yasa, 2002), cet. II h. 92
8
Geoffrey E. Schneider, “Neoliberalism and Eonomic Justice in South Africa: Revisiting
the Debate on Economic Apartheide”, Journal Riview of Social Economic, Vol. 61 (New York:
Taylor and Franis Group, March 2003), h. 23
9
M. Abdul Mannan, The Making of An Islamic Economic Society, (Cairo: International Association Of Islamic Banks, 1984), h. 205
10
6
bahwa sekitar 88% penduduk Indonesia memiliki kekayaan kurang dari 10.000
dolar AS. Sementara itu, sekitar 77,2 persen dari total kekayaan nasional pada
2014 ternyata hanya dikuasai oleh 10% penduduk terkaya.11
Buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat selain
meningkatkan kemiskinan juga mengakibatkan masyarakat terkena bencana
kelaparan. Menurut Badan Pangan dan Pertanian PBB atau Food Agriculture Organization (FAO) menyatakan sebanyak 19,4 juta penduduk Indonesia tidur dengan perut lapar setiap hari.12
Ketimpangan distribusi kekayaan tidak hanya terjadi di Indonesia namun
juga terjadi di belahan dunia lain, seperti yang dilansir lembaga anti kemiskinan
OXAM yang berbasis di London, menerbitkan laporannya pada senin (20/1/2014)
dengan judul “working for the few” menyatakan bahwa total nilai harta 85 orang
ultrakaya dunia sama dengan jumlah kekayaan setengah penduduk dunia. Itu
berarti kekayaan 85 orang itu setara kekayaan 3,5 miliar penduduk dunia lainnya.
Dalam laporan itu juga disebutkan bahwa kekayaan 1 orang terkaya di dunia
bernilai sekitar 110 triliun dollar AS, atau 65 kali total nilai kekayaan separuh
penduduk dunia lainnya.13
Oleh sebab itu masalah ketimpangan distribusi ini harus dapat diselesaikan
dengan tuntas, sebab jika masalah ini terus berlanjut maka akan menyebabkan
timbulnya berbagai permasalahan sosial yang lain seperti gizi buruk,
11 “Separuh Kekayaan Dunia dikuasai 1% Populasi” Artikel diakses pada Sabtu, 17
oktober 2015 dari http://nasional.sindonews.com/read/971385/149/separuh-kekayaan-dunia-dikuasai-1-populasi-1425358580
12
Natalia Santi, ”19,4 juta penduduk Indonesia Kelaparan” Artikel diakses pada Sabtu 17 Oktober 2015 dari http://nasional.tempo.co/read/news/2015/05/30/173670847/fao-19-4-juta-penduduk-indonesia-kelaparan
13“Harta 85 Orang Terkaya Setara Separuh Kekayaan Penduduk Bumi” Artikel diakses
pengangguran, kriminalitas bahkan dapat membahayakan keimanan seorang
muslim.
Pada satu sisi kelebihan kekayaan dapat membahayakan keimanan dan
moral umat Islam. Pada posisi lain, kemiskinan dapat menyeret mereka dalam
kekufuran.14
Sehingga dengan cara menciptakan pola distribusi yang adil, dimana setiap
warga Negara dijamin pemenuhan kebutuhan pokoknya dan diberi kesempatan
yang luas untuk memenuhi kebutuhan sekundernya, maka permasalahan distribusi
tersebut dapat diatasi.
Namun, pola distribusi yang adil tersebut ternyata tidak dapat digunakan.
Karena sistem ekonomi kapitalisme yang saat ini diterapkan menggunakan upaya
penghapusan kemiskinan dengan memfokuskan hanya pada peningkatan produksi
total dan pendapatan per kapita bukan pada permasalahan distribusi.
Keyataannya sistem ekonomi kapitalisme telah gagal merealisasikan
keadilan distribusi yang berdampak pada penderitaan masyarakat yang
menjadikan kapitalisme sebagai pedoman dalam kehidupan ekonominya.15 Dalam
sistem ekonomi kapitalisme-sekuler ini terjadi dikotomi antara agama dan
kehidupan duniawi termasuk didalamnya aktivitas ekonomi. Terjadinya dikotomi
ini terjadi pada masa kegelapan (dark ages) yang terjadi di Eropa, namun hal tersebut tidak berlaku pada Islam, sebab Islam tidak mengenal pembedaan antara
14
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid I, (Yogyakarta : Dana Bhakti Wakaf, 1995), h. 35
15
8
ilmu agama dan duniawi.16 Namun saat ini masyarakat muslim tidak lagi
mencerminkan cahaya spiritual Islam, bahkan pada kenyataannya di kalangan
mayoritas masyarakat tidak terlihat adanya kesadaran dan karakteristik yang
dituntut sebagai seorang muslim atau mayarakat Islam. Karena ideologi yang
dominan di dunia ini bukanlah Islam namun kapitalisme dan sosialisme. Sistem
ekonomi Islam tidak berlaku dimanapun di dunia muslim. Negeri-negeri muslim
telah mencoba memecahkan problem-problem lewat kebijakan-kebijakan yang
dikembangkan dalam perspektif sekularis dari sistem-sistem yang sedang
berjalan. Kondisi mereka menjadi tambah buruk dan mereka makin bergerak
menjauhi realisasi maqashid.17
Dalam pandangan sistem kapitalisme, menurut Heilbroner cara utama
dalam pendistribusian adalah melalui persaingan pasar.18 Hargalah yang
memegang peranan penting dalam persaingan pasar ini, maka untuk mendapatkan
kekayaan Negara disesuaikan dengan jasa-jasa yang telah diinvestasikan.
Karena sistem kapitalisme yang diterapkan inilah mengakibatkan
pemerintahan yang datang silih berganti, termasuk di Indonesia, selalu
mengarahkan pandangan mereka pada pertumbuhan produksi serta peningkatan
pendapatan rata-rata penduduk, namun tidak pernah memberi perhatian pada
persoalan bagaimana kekayaan tersebut didistribusikan dengan adil di tengah
masyarakat. Padahal dari waktu ke waktu, seiring dengan meningkatnya produksi,
16
M. Nur Rianto Al Arif dan Euis Amalia, Teori Mikro Ekonomi : Suatu Perbandingan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, (Jakarta : Kencana, 2010), h. 1
17
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, , (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli
Islam and Economic Challenge, (Jakarta : Gema Insanni Press, 2000), h. 9
18
telah terjadi penumpukan kekayaan di tangan segelintir orang. Pihak yang kuat
meraih kekayaan lebih banyak melalui kekuatan yang mereka miliki. Sedangkan
yang lemah semakin kekurangan, karena kelemahan yang ada pada diri mereka.
Hal ini tak ayal semakin menambah angka kemiskinan.
Menurut Umer Chapra, bahwa salah satu masalah utama dalam kehidupan
sosial di masyarakat adalah mengenai cara melakukan pengalokasian dan
pendistribusian sumber daya yang langka tanpa harus bertentangan dengan tujuan
makro ekonominya. Kesenjangan dan kemiskinan pada dasarnya muncul karena
mekanisme yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Masalah ini tidak terjadi
karena perbedaan kuat dan lemahnya akal serta fisik manusia sehingga
menyebabkan terjadinya perbedaan perolehan kekayaan karena hal itu adalah
fitrah yang pasti terjadi. Permasalahan sesungguhnya terjadi karena
penyimpangan distribusi yang secara akumulatif berakibat pada kesenjangan
kesempatan memperoleh kekayaan. Yang kaya akan semakin kaya dan yang
miskin semakin tidak memiliki kesempatan bekerja.19
Sedangkan menurut Taqiyuddin An-Nabhani konsep distribusi kekayaan
dalam Islam dapat direalisasikan dengan menentukan tata cara kepemilikan, tata
cara pengelolaan kepemilikan, serta menyuplai orang yang tidak sanggup
mencukupi kebutuhan-kebutuhannya, dengan harta yang bisa menjamin hidupnya
sebanding dengan sesamanya dalam suatu masyarakat dalam rangka mewujudkan
keseimbangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.20
19
M. Sholahudin, Asas-asas Ekonomi Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), h. 198
20
10
Oleh sebab itu, mengentaskan masalah kemiskinan yang kompleks ini
tidak cukup hanya dengan memperbanyak produksi, tetapi juga harus membenahi
sistem distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat.
Selain itu, kesalahan menjalankan kebijakan sistem ekonomi termasuk
mekanisme distribusi inilah yang menyebabkan munculnya praktik monopoli dan
individualisme, sekaligus rusaknya pengelolaan hak milik pribadi, umum dan
Negara. Pada saat itulah akan terjadi kerusakan dalam distribusi kekayaan kepada
pribadi. Oleh karena itu keseimbangan ditengah anggota masyarakat tersebut
harus dijaga.
Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari
sistem ekonomi lainnya. Ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk
pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqashid asy-syari’ah), yang berbeda dari sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaran-sasaran
yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan materiil, mereka didasarkan pada
konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan spiritual manusia.21
Tujuan keadilan sosio-ekonomi dan pemerataan pendapatan serta
kesejahteraan sudah jelas dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari filsafat
moral Islam dan didasarkan pada komitmennya pada persaudaraaan manusia.
Sesungguhnya ada penekanan yang besar terhadap keadilan dan persaudaraan
dalam AlQuran dan As-Sunah. Dua tujan ini terintegrasi kuat dalam ajaran-ajaran
21
M. Umer Chapra, Islam dan tantangan ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari judul asli
Islam sehingga realisasinya menjadi komitmen spiritual dalam masyarakat
Islam.22
Dalam sejarah Islam aspek ekonomi politik yang dilakukan oleh khalifah
adalah dalam rangka mengurusi dan melayani umat, kemudian dilihat dari
bagaimana Islam memecahkan problematika ekonomi, maka berdasarkan kajian
fakta permasalahan ekonomi secara mendalam terungkap bahwa hakikat
permasalahan ekonomi terletak pada bagaimana distribusi harta dan jasa
di tengah-tengah masyarakat sehingga titik berat pemecahan masalah ekonomi
adalah bagaimana menciptakan suatu mekanisme distribusi yang adil. Allah SWT
mengingatkan tentang betapa urgennya masalah distribusi kekayaan ini dalam
Firmannya:
ْمكْنم ءاينْغ ْْا نْيب ًةلود نوكي َ ْيك
“Supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang kaya saja di antara kamu”
(Qs Al Hasyr :7)
Juga dalam hadits nabi SAW :
“Jika pada suatu pagi di suatu kampung terdapat seseorang yang kelaparan, maka
Allah berlepas diri dari mereka” dalam kesempatan lain “tidak beriman kepada
-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara itu ia tahu tetangganya
kelaparan”23
Dengan kesempurnaan Islam yang memiliki konsep kehidupan, baik
pemerintahan, sosial, pendidikan dan ekonomi, maka penulis ingin memaparkan
22
M. Umer Chapra, Al-Qur,an menuju Sistem Moneter Yang Adil, (Yogyakarta : Dhana Bhakti Prima Yasa, 1997), h. 5
23
12
konsep distribusi kekayaan dalam ekonomi Islam sehingga dapat digunakan untuk
mengentaskan berbagai permasalahan sosial yang terjadi terutama kemiskinan dan
pengangguran yang disebabkan ketidakmerataan distribusi kekayan sehingga pada
akhirnya dapat mewujudkan tatanan perekonomian ideal. Beberapa pemikir
ekonomi Islam telah merumuskan hal tersebut diantara intelektual muslim yang
menggagas distribusi kekayaan dalam konsep ekonomi Islam adalah seorang
pemikir muslim yang cerdas Taqiyuddin An-Nabhani serta pemikir dan pakar
ekonomi kekinian dengan pengalamannya yang luas dan kecemerlangan
akademisnya, M. Umer Chapra.
Dalam skripsi ini, penulis ingin membandingkan konsep distribusi
kekayaan yang telah dirancang dua cendikiawan tersebut, sehingga dapat
ditemukan konsep ideal yang nantinya dapat diterapkan untuk menyelesaikan
permasalahan ketidakmerataan distribusi kekayaan di Indonesia khususnya.
Pembahasan ini penulis tuangkan dalam skripsi dengan judul : “KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA”
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah menguraikan lebih jelas lagi tetang masalah
perumusan eksplisit dari masalah-masalah yang terkandung dalam suatu
fenomena.24
Identifikasi masalah diperlukan untuk menerangkan masalah-masalah
yang ada pada objek yang akan diteliti sebelum dibuat pembatasan dan
perumusannya, antara lain:
1. Apa yang dimaksud dengan distribusi kekayaan?
2. Bagaimana konsep distribusi kekayaan dalam Islam?
3. Melimpahnya jumlah alat pemuas kebutuhan dalam sebuah Negara tidak
serta-merta bisa membuat semua orang tercukupi. Kemiskinan akan tetap
terjadi jika sebagian besar kekayaan itu dikuasai segelintir orang. Padahal
kebutuhan primer manusia harus dipenuhi tiap-tiap orang. Oleh karena itu,
Distribusi kekayaan merupakan hal yang penting dalam sistem ekonomi,
karena dengan adanya konsep distribusi maka sistem pengaloksian harta
kekayaan oleh Negara menjadi jelas sehingga dibutuhkan mekanisme
distribusi yang komperhensif.
4. Selain terdapat mekanisme yang mendorong distribusi kekayaan Islam
juga memberikan sejumlah larangan yang dianggap dapat menghambat
distribusi.
5. Lantas faktor apa saja yang dapat menghambat distribusi kekayaan
ditengah-tengah masyarakat?
6. Bagaimanakah implementasi konsep distribusi kekayaan dalam Islam?
24
14
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Mengingat banyaknya para cendikiawan muslim yang menelurkan konsep
ekonomi Islam, maka dibutuhkan pembatasan masalah untuk mencapai karya
ilmiah yang sistematis dan terarah. Dalam skripsi ini pembahasan hanya dibatasi
pada konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer
Chapra.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah tersebut, maka yang
dikaji penulis dalam skripsi ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin
An-Nabhani dan M. Umer Chapra?
2. Apa saja persamaan dan perbedaan konsep distribusi kekayaan antara
keduanya?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini
adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui konsep distribusi kekayaan menurut Taqiyuddin An-Nabhani
dan M. Umer Chapra
2. Menganalisis persamaan dan perbedaan konsep distribusi kekayaan
menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra
Dari tujuan penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi
1. Menambah khazanah kepustakaan tentang konsep distribusi dalam Islam.
2. Dapat menjadi sumber informasi bagi penelitian selanjutnya dan sumber
litelatur ekonomi Islam.
3. Dapat memberikan gambaran yang komperhensif tentang konsep
distribusi kekayaan yang ideal.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini, penulis berharap dapat menjadi
alternatif solusi atas persoalan kemiskinan yang terjadi di Indonesia. Serta dapat
menjadi sarana mensosialisasikan konsep ekonomi Islam ke tengah-tengah
masyarakat.
E. Riview Studi Terdahulu
Penelitian ini menggunakan metode dengan menganalisa penelitian
sebelumnya yang berasal dari beberapa sumber, adapun penelitian terdahulu yaitu
16
Skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), dengan data dan cara analisa kualitatif 25 dengan cara mendeskripsikan data-data yang
diperoleh dari berbagai sumber dan kemudian dianalisa, proses analisa dimulai
25
dari membaca, menelaah dan mempelajari data-data tersebut secara seksama,
sehingga kemudian dapat dilaporkan dalam bentuk laporan tertulis. Skripsi ini
juga menggunakan metode analisa komparasi26 dengan membandingkan konsep
distribusi kekayaan Taqiyuddin An-Nabhani dan konsep distribusi kekayaan
menurut M. Umer Chapra sehingga dihasilkan pemahaman yang menyeluruh dan
objektif.
2. Sumber Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu :
a. Sumber Data Primer
Yang digunakan sebagai sumber primer dalam penelitian ini adalah buku
yang ditulis oleh Taqiyuddin An-Nabhani yang berjudul Sistem Ekonomi Islam
dan karya M. Umer Chapra dengan judul Islam dan Tantangan Ekonomi , dan beberapa buku lainnya dari kedua pemikir tersebut.
b. Sumber Data Sekunder
Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh dari pemikiran para tokoh
yang diulas oleh orang lain baik dalam bentuk essay, jurnal, buku atau karya ilmiah lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan studi kepustakaan (library research) dengan membaca, memahami dan menganalisa buku, jurnal, serta menelusuri berbagai litelatur yang berhubungan
dengan pembahasan ini.
26
18
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data penulis menggunakan metode deskriptif analitis
yaitu data yang dikumpulkan, dirumuskan, dijelaskan kemudian dianalisa. Selain
itu juga akan menjelaskan dan menafsirkan data-data yang ada, menjadi satu
rumusan yang sistematis dan analitis,27 peneliti dapat melakukan analisis data
dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan
pola atas dasar data aslinya28 yang pada akhirnya dapat di tarik kesimpulan yang
bersifat deduktif.29
5. Teknik Penarikan Kesimpulan
Teknik penarikan kesimpulan pada penelitian ini bersifat deduktif30 yaitu
penarikan kesimpulan yang pengolahan dan analisis bahan-bahannya tidak
diambil dari lapangan, melainkan dari keterangan-keterangan dan
pustaka-pustaka, dokumen serta hasil penelitian lainnya.
6. Teknik Penulisan Laporan
Penulisan dan penyusunan skripsi ini mengacu pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet 2012.
G. Sistematika Penulisan
Penulis menyajikan sistematika penelitian terdiri dari lima Bab untuk
mengalirkan gagasan serta mengetahui gambaran umum penelitian ini, penulis
menguraikan secara singkat sistematika penulisan ini, yaitu sebagai berikut :
27
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta : Ghalia Inonesia, 1988) Cet III, h. 63
28
Imam Gunawan, Metode penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), h. 87
29
Arief Subyantoro dan FX. Suwarto, Metode dan Teknik Penelitian Sosial, h. 76.
30
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang masalah yang
akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian serta
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Pada bab ini penulis akan memaparkan tentang teori distribusi kekayaan,
prinsip-prinsip dan tujuan distribusi, landasan normative distribusi kekayaan, nilai
dan moral dalam bidang distribusi kekayaan serta mekanisme distribusi kekayaan.
BAB III KONSEP DISTRIBUSI KEKAYAAN MENURUT TAQIYUDDIN AN-NABHANI DAN M. UMER CHAPRA
Pada bab ini penulis menjelaskan riwayat dan sejarah hidup Taqiyuddin
An-Nabhani dan Umer Chapra berikut sejarah politik, karir intelektual latar serta
belakang pemikiran tokoh tersebut. Selanjutnya bab ini akan menguraikan
pemikiran kedua tokoh tersebut serta menjelaskan perbedaan konsep distribusi
kekayaan antara Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir yang merupakan jawaban dari perumusan
masalah berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang dikemukakan dari
BAB II
TINJAUAN TEORITIS DISTRIBUSI KEKAYAAN
Banyak pakar ekonomi filsafat dan politik yang telah beberapa kali
membahas masalah distribusi kekayaan dalam berbagai kesempatan dan mencoba
untuk menyelesaikannya. Meski mereka telah mencoba upaya terbaik, namun
mereka tetap saja gagal menemukan penyelesaian yang tepat. Beberapa pemikir
berpendapat bahwa seseorang pribadi seharusnya memiliki kebebasan sepenuhnya
supaya bisa menghasilkan kekayaan yang maksimal dengan menggunakan
kemampuan yang dia miliki. Mereka juga mengingatkan agar tidak membatasi
hak pribadi atas hartanya dengan menganggap sebagai hak milik mutlak yang
tidak dapat dicampuri oleh Negara sekalipun. Sementara pemikir lain berpendapat
bahwa kebebasan secara individual akan tetap berbahaya bagi keselamatan
masyarakat. Oleh karena itu, hak individu atas harta yang dimilikinya sebaiknya
dihapuskan dan semua wewenang dipercayakan kepada masyarakat agar dapat
mempertahakan persamaan ekonomi di dalam masyarakat.1
A. Definisi Distribusi Kekayaan
Menurut Choudry Ilmu ekonomi tentang distribusi menjelaskan adanya
pembagian kekayaan yang dihasilkan oleh pelaku ekonomi atau para pemilik
pelaku ekonomi itu yang telah secara aktif memproduksinya. Namun menurutnya
permasalahan distribusi dalam sistem ekonomi adalah distribusi-sosial kekayaan
diantara anggota masyarakat. Jika distribusi kekayaan di dalam masyarakat itu
1
tidak adil atau tidak merata, maka kedamaian sosial selalu menjadi taruhan dan
konflik antara si kaya dan si miskin dapat berlanjut ke revolusi berdarah.2
Menurut Afzalur Rahman distribusi kekayaan adalah pembagian
kekayaan/keuntungan Negara kepada berbagai pihak yang terlibat dalam produksi
dan prinsip-prinsip dasar yang menentukan bagian yang mereka peroleh. Dengan
ruang lingkup pembahasan tentang bagian-bagian yang disalurkan serta tata cara
pembagian harta tersebut.3
Terdapat beberapa perbedaan dalam sistem ekonomi tentang makna
distribusi kekayaan. Sistem ekonomi kapitalisme memandang seorang individu
dapat secara bebas mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan dengan
menggunakan kemampuan yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk
memanfaatkan dan membagi harta yang dimiliki.4 Sedangkan sistem ekonomi
sosialis mengabaikan kepemilikan khusus bagi unsur-unsur produksi dan menilai
pekerjaan sebagai satu-satunya unsur bagi produksi,5 oleh karenanya sistem
distribusi dalam ekonomi sosialis dikendalikan sepenuhnya oleh Negara.
Adapun makna distribusi dalam ekonomi Islam maka jauh lebih luas lagi,
yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsur - unsur produksi dan
2
Muhammad Sharif Choudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, (Kencana: Jakarta, 2012), h. 77.
3
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, h.91.
4
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, ( Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004 ), h. 310
5
22
sumber kekayaan. Dimana Islam membolehkan kepemilikan namun didalam
Islam terdapat tatacara untuk memperoleh serta mempergunakannya.6
B. Landasan Normatif Distribusi kekayaan
Islam telah mewajibkan terjadinya sirkulasi kekayaan pada setiap lapisan
masyarakat dan melarang sirkulasi kekayaan hanya pada kelompok orang-orang
tertentu saja, sebagaimana firman Allah didalam QS. Al-Hasyr (59):7
لع هَ ءافأ ام
Artinya : ―Apa saja harta rampasan (fai’) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.‖
Sayyid Quthb dalam tafsirnya7 menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan
tentang hukum fai’ secara terperinci dan didalamnya terdapat penjelasan tentang
sebab-sebab pembagian itu serta meletakan kaidah besar dalam sistem ekonomi
dan sosial dalam masyarakat muslim ―supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu‖ sehingga sistem ekonomi yang bertujuan
agar harta benda beredar di antara orang-orang kaya saja adalah sistem yang
bertentangan dengan sistem ekonomi Islam. Islam telah membangun sistem
6
Ibid., h.212.
7
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an: Di Bawah Naungan Al-Qur’an Jilid 11,
ekonominya agar dapat merealisasikan kaidah besar tersebut, sehingga harta dapat
terdistribusi secara merata.
Muhammad menyatakan bahwa dulatan bainal agniya’ yang artinya
―beredar diantara orang –orang kaya‖. Sehingga disini dijelaskan agar harta tidak
beredar diantara orang – orang kaya saja, diperlukan adanya pemerataan harta
dalam kegiatan distribusi jadi harta itu bukan milik pribadi akan tetapi sebagian
harta kita itu ada hak milik orang muslim lainnya yg tidak mampu. Islam
menekankan perlunya membagi kekayaan kepada masyarakat melalui kewajiban
membayar zakat, mengeluarkan infaq, serta adanya hukum waris dan wasiat serta
hibah. Aturan ini diberlakukan agar tidak terjadi konsentrasi harta pada sebagian
kecil golongan saja. Hal ini berarti pula agar tidak terjadi monopoli dan
mendukung distribusi kekayaan serta memberikan latihan moral tentang
pembelanjaan harta secara benar.8
C. Tujuan Distribusi Kekayaan
Distribusi kekayaan merupakan suatu pembahasan yang sangat penting
dalam mewujudkan tujuan utama diterapkannya sistem ekonomi Islam yaitu
terciptanya kesejahteraan ditengah masyarakat. Diantara tujuan dari distribusi
kekayaan yaitu :
1. Terwujudnya pemerataan kekayaan ditengah-tengah masyarakat.
2. Terpenuhinya kebutuhan pokok setiap individu masyarakat.
8
24
3. Terdapatnya kesempatan bagi setiap individu untuk dapat memenuhi
kebutuhan kamaliyah.
4. Terealisasinya kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan
ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi. Sedangkan tingkat
konsumsi tidak hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja namun
berkaitan dengan cara pendistribusiannya diantara individu
masyarakat.9
5. Ketika distribusi ekonomi dilakukan secara adil maka individu
diberikan sebagian sumber-sumber kekayaan umum sesuai
kebutuhannya, dengan syarat dia memiliki kemampuan untuk
mengeksplorasinya.10
D. Nilai dan Moral Dalam Bidang Distribusi
Menurut Qardhawi11 distribusi pada sistem ekonomi kapitalis terfokus
pada pasca produksi, yaitu pada konsekuensi proses produksi bagi setiap objek
dalam bentuk uang ataupun nilai, lalu hasil tersebut didistribusikan pada
komponen-komponen produksi yang berandil dalam memproduksinya, yaitu
empat komponen berikut ini :
1. Upah, yaitu upah (wages) bagi para pekerja dan seringkali dalam hal upah para pekerja diperalat desakan kebutuhannya dan diberi upah dibawah
standar.
9
Jaribah bin Ahmad Al haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatab, h.218.
10
Ibid., h.219.
11
2. Bunga yaitu bunga sebagai imbalan dari uang modal (interest on capital) yang diharuskan pada pemilik proyek.
3. Ongkos, yaitu ongkos (cost) yang dipakai untuk sewa tanah yang digunakan untuk proyek.
4. Keuntungan, yaitu keuntungan (profit) bagi pengelola yang menjalankan praktek pengelolaan proyek dan manajemen proyek, dan ia bertanggung
jawab sepenuhnya.
Dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah
dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik Negara.
Prinsip dalam distrubusi pendapatan adalah sesuai yang ditetapkan oleh rakyat
yang diwakili oleh Negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang
merencanakan produksi nasional. Negara pula yang meletakan kebijakan umum
distribusi dengan segala macamnya baik berupa upah, gaji, bunga maupun ongkos
sewa.12
Sedangkan dalam ekonomi Islam pembagian distribusi kekayaan
didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu
nilai kebebasan dan nilai keadilan. Sehubungan dengan masalah distribusi ini,
Qardhawi13 menjelaskan sebagai berikut :
1. Nilai Kebebasan
a. Asas kebebasan
Kebebasan dalam melakukan aktivitas ekonomi harus dilandasi
12
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, h.348.
13
26
keimanan kepada Allah dan ke-Esaan-Nya serta keyakinan manusia kepada
Sang Pencipta. Allah-lah yang menciptakan dan Dia yang mengatur segala
urusan sehingga tidak layak lagi bagi manusia untuk menyombongkan diri serta
bertindak otoriter terhadap makhluk lainnya. Karena seluruh makhluk di
hadapan Tuhan adalah sama.14
Hal tersebut menjelaskan bahwa setiap perbuatan manusia termasuk
aktivitas ekonomi terikat dengan hukum syara‘. Manusia tidak diperkenankan
melakukan aktivitas ekonomi yang bertentangan dengan hukum syara‘ seperti
aktivitas ribawi, ikhtikar yang dapat menghambat distribusi kekayaan, tadlis dan lain-lain.
b. Bukti-bukti kebebasan
1) Hak Milik Pribadi
Kepemilikan adalah suatu bukti prinsip kebebasan. Seorang yang
memiliki suatu benda dapat menguasai dan memanfaatkannya. Ia dapat pula
mengembangkan hak miliknya dengan cara-cara yang dibenarkan Islam.15
Namun kebolehan kepemilikan pribadi dalam Islam berbeda dengan konsep
kepemilikan dalam sistem ekonomi kapitalis.16
Menurut Al-Maududi dalam Euis Amalia17 bahwa Islam tidak membagi
harta kepemilikan kepada produksi dan konsumsi. Tetapi, dibedakan berdasarkan
kriteria diperoleh secara halal atau haram dan dikeluarkan pada jalur yang halal
14
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, h.317.
atau haram.
Muhammad Arkam Khan dalam Chaudhry18 menyebutkan bahwa
dibawah ke-Mahakuasaan Allah, manusia diberi hak untuk memiliki kekayaan,
oleh karena itu manusia bukanlah pemilik yang sesungguhnya, maka cara
memanfatkannya telah ditetapkan oleh pemilik yang sesungguhnya.
Dari pendapat tersebut jelas bahwa konsep ekonomi Islam mengakui
adanya hak kepemilikan pribadi dan pemanfaatan harta kepemilikan pribadi
yang diatur hukum syara‘.
2) Warisan
Disyariatkannya warisan adalah pencerminan kebebasan. Dimana
seseorang dapat melestarikan dan mengelola secara berkesinambungan apa
yang menjadi miliknya. Perolehan hak milik dari pemilik yang lama kepada
penggantinya dapat terjadi dalam dua hal, yaitu : melalui warisan dan wasiat.19
2. Nilai keadilan
Menurut Deutsch terdapat tiga konsep dari keadilan sosial,20 tiga konsep
keadilan distribusi tersebut dapat diterapkan untuk menciptakan masyarakat yang
baik dan sejahtera berdasarkan prinsip-prinsip kerjasama; keadilan, kesamaan dan
kebutuhan. Keadilan berkenaan dengan distribusi barang, jasa dan nilai-nilai
secara proposional sesuai kebaikan-kebaikan individu dalam masyarakat.
Kesamaan menunjukan bentuk distribusi yang diasumsikan bahwa setiap orang
18
Muhammad Sharif Choudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, h.338.
19
Yusuf Qardhawy, Norma dan Etika Ekonomi Islam , (Jakarta : Gema Insani Press, 1997), h.212.
20 Morton Deutsch, ―Equity, quality and need: what determines which value will be used
28
memiliki hak yang sama dalam jumlah dan kualitas tanpa mempertimbangkan
kebaikan dan jasanya. Sedangkan kebutuhan menggambarkan distribusi yang
proposional terhadap kebutuhan setiap individu.
Menurut M. Anas Zarqa, sebagaimana dikutip oleh Euis Amalia21 bahwa
untuk dapat menerapkan keadilan distribusi dalam ekonomi Islam ada beberapa
prinsip keadilan yang harus diterapkan, yaitu : 1) Terpenuhinya kebutuhan bagi
semua makhluk; 2) membawa efek positif bagi pemberi itu sendiri seperti zakat
selain membersihkan diri dan harta muzakki juga meningkatkan keimanan dan
menumbuhkan kebiasaan berbagi dengan orang lain; 3) menciptakan kebaikan
diantara semua orang antara kaya dan miskin; 4) mengurangi kesenjangan
kekayaan dan pendapatan; 5) pemanfaatan lebih baik terhadap sumber daya alam
dan asset tetap; dan 6) memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian.
Dari sini dapat kita lihat betapa Islam memperhatikan kebutuhan manusia
dilihat dari penerapan nilai dan moral dengan membolehkan adanya kebebasan
kepemilikan yang diatur oleh batas syariat dan nilai keadilan, berbeda dengan
kedua sistem ekonomi lainnya seperti kapitalisme dimana sistem tersebut
membolehkan kebebasan kepemilikan tanpa batas juga sistem ekonomi sosialisme
yang meniadakan konsep kepemilikan harta individu.
Kapitalisme memandang seorang individu dapat secara bebas
mengumpulkan dan menghasilkan kekayaan dengan menggunakan kemampuan
yang dimiliki serta tidak ada batasan untuk memanfaatkan dan membagi harta
21
yang dimiliki.22 Sedangkan sistem ekonomi sosialis mengabaikan kepemilikan
khusus bagi unsur-unsur produksi dan menilai pekerjaan sebagai satu-satunya
unsur bagi produksi,23 oleh karenanya sistem distribusi dalam ekonomi sosialis
dikendalikan sepenuhnya oleh Negara.
E. Mekanisme Distribusi
Konsep distribusi menurut Shadr terbagi menjadi dua yaitu; distribusi pra
produksi yang meliputi konsep kebutuhan dan tujuan sentral kerja, dan distribusi
pasca produksi dimana distribusi merupakan kompensasi dari faktor-faktor
produksi.
Selain itu juga Shadr menyebutkan 3 elemen perangkat dasar distribusi
dalam Islam yaitu; 1) kerja, merupakan alat distribusi paling primer dari sudut
kepemilikan 2) kebutuhan, merupakan alat distribusi paling primer juga sebagai
pernyataan sebuah hak manusia yang bersifat essensial dalam kehidupan, 3)
property, merupakan alat distribusi sekunder melalui aktivitas komersial yang
diizinkan Islam dengan syarat-syarat yang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam mengenai keadilan sosial.24
Menurut Mannan mekanisme distribusi pendapatan dapat dilakukan
dengan mekanisme sebagai berikut; 1) pembayaran sewa umumnya mengacu pada
pengertian surplus yang diperoleh suatu unit tertentu dari suatu faktor produksi, 2)
22
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Prespektif Islam, ( Yogyakarta : BPFE-Yogyakarta, 2004 ), h. 310.
23
Jaribah bin Ahmad Al haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khatathab, h. 211
24
30
keahlian khusus yang akan membuat orang mempunyai perbedaan pendapatan
antara satu orang dengan orang yang lain. 3) pelarangan riba 4) adanya konsep
warisan dalam Islam.25
Menurut Chaudry, untuk mewujudkan distribusi kekayaan yang adil, jujur
dan merata, Islam menetapkan tindakan-tindakan yang positif dan prohibitif.
Tidakan positif mencakup zakat, hukum pewarisan dan kontribusinya yang
bersifat wajib maupun sukarela (sedekah). Tindakan prohibitif mencakup
dilarangnya bunga, dilarangnya menimbun, dilarangnya minum-minuman keras
dan judi. Selain itu juga terdapat pelarangan upaya mendapatkan harta secara tak
bermoral, tidak jujur, tidak adil dan haram yang ternyata merupakan sebab utama
terjadinya konsentrasi kekayaan ditangan sedikit orang.26
Dalam Islam, agar distribusi terhadap sumber daya atau kekayaan alam
tidak hanya beredar dan terkonsentrasi pada sekelompok kecil orang atau
golongan saja, maka dapat dapat dilakukan selain pola distribusi ekonomi juga
dapat melalui distribusi non-ekonomi guna mendistribusikan kekayaan pada
pihak-pihak yang secara ekonomi tetap belum mendapatkan kekayaan yakni
melalui instrument zakat, sedekah, wakaf dan lain sebagainya yang berfungsi
sebagai distributor aliran kekayaan dari tangan orang kaya kepada orang miskin,
dengan harapan taraf hidup masyarakat dapat ditingkatkan.27
25
M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta : Dhana Bhakti Wakaf, 1995), h.113-144.
26
Muhammad Sharif Chaudhry, Sistem Ekonomi Islam: Prinsip Dasar, h.79.
27 Muhammad Ma‘ruf, ―The Islamic Economic System: Appoarch to World Problems‖,
Berdasarkan hal tersebut maka dapat diilustrasikan mekanisme distribusi
kekayaan sebagai berikut :
1. Bekerja sama
2. Pengembangan kegiatan investasi 3. Larangan menimbun
4. Membuat kebijakan harta dan menggalakkan kegiatan syariah 5. Larangan kegiatan monopoli dan
berbagai penipuan
6. Larangan judi, riba, korupsi, pemberian kepada penguasa 7. Pemanfaatan secara optimal hasil
dari barang-barang milik umum
Dari penjelasan tersebut maka dapat dicermati bahwa agar harta dapat
terdistribusi secara merata dibutuhkan tidak hanya mekanisme ekonomi tetapi
dengan menjalankan mekanisme non ekonomi.
1. Mekanisme Ekonomi
Mekanisme ekonomi adalah mekanisme distribusi dengan
mengandalkan kegiatan ekonomi agar tercapai distribusi kekayaan. Mekanisme
dijalankan dengan cara membuat berbagai ketentuan dan mekanisme yang
berkaitan dengan distribusi kekayaan. Dengan berbagai kebijakan dan ketentuan
tentang kegiatan ekonomi tertentu, maka diyakini distribusi kekayaan itu akan ekonomi
Mekanisme Distribusi
Non ekonomi
1. Pemberian Negara kepada rakyat yang
membutuhkan 2. Zakat
32
berlangsung secara normal.28
Dalam mewujudkan distribusi kekayaan yang adil, maka mekanisme
yang ditempuh dalam sistem ekonomi Islam dengan cara sebagai berikut :
a) Membuka kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya
sebab-sebab hak milik (asbabu al-tamalluk) dalam hak milik pribadi ( al-milkiyyah al- fardiyyah).
Membuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi seluruh anggota
masyarakat adalah salah satu bentuk distribusi kekayaan melalui mekanisme
distribusi. Salah satu upaya yang biasa dilakukan manusia untuk memperoleh
harta kekayaan adalah dengan bekerja.29 Selain itu aktivitas bekerja termasuk
perwujudan dari pelaksanaan perintah syariah.30
b) Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi berlangsungnya
pengembangan hak milik (tanmiyatul al-milkiyah) melalui kegiatan investasi.
Pengembangan hak milik adalah mekanisme yang digunakan seseorang
untuk mendapatkan tambahan hak milik tersebut. Karena Islam mengatur serta
menjelaskan suatu mekanisme untuk mengembangkan hak milik. Maka
pengembangan hak milik itu harus terikat dengan hukum-hukum tertentu
yang telah dibuat oleh syara‘ dan tidak boleh melanggar ketentuan-ketentuan
syara’tersebut.20
28
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h. 205
29
Ibid., h. 208
30
c) Larangan menimbun harta benda walaupun telah dikeluarkan
zakatnya.
Al-Badri menjelaskan bahwa Islam mengharamkan menimbun harta
benda walaupun telah dikeluarkan zakatnya, dan mewajibkan pembelanjaan
terhadap harta tersebut, agar ia beredar ditengah masyarakat sehingga dapat
diambil manfaatnya.31 Adapun para pelaku penimbunan barang hanya berhak
mendapatkan modal pokok mereka saja.32
d) Membuat kebijakan agar harta beredar secara luas serta
menggalakkan berbagai kegiatan syirkah dan mendorong pusat-pusat pertumbuhan.
Islam mengajurkan agar harta benda beredar di seluruh anggota
masyarakat, dan tidak beredar dikalangan tertentu, sementara kelompok
lainnya tidak mendapat kesempatan. Caranya adalah dengan menggalakkan
kegiatan investasi dan pembangunan infrastruktur.33
e) Larangan kegiatan monopoli, serta berbagai penipuan yang dapat
mendistorsi pasar.
Islam melarang terjadinya monopoli terhadap produk-produk yang
merupakan jenis hak milik pribadi (private property). Sebab dengan adanya monopoli, maka seseorang dapat menentukan harga jual produk tidak sesuai
dengan pasarannya, sehingga dapat merugikan kebanyakan orang di muka
umum. Bahkan Negara tidak diperbolehkan turut terlibat dalam menetapkan
31
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h. 212.
32
Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam Dari Masa Klasik Hingga Kontemporer,
h. 161
33
34
harga jual suatu produk yang ada di pasar, sebab hal ini akan menyebabkan
terjadinya perubahan harga pasar.34
f) Larangan kegiatan judi, riba, korupsi, pemberian suap, dan hadiah
kepada penguasa
Judi dan riba merupakan penyebab utama uang hanya akan bertemu
dengan uang (bukan dengan barang dan jasa), dan beredar antara orang kaya
saja. Karena Islam melarang serta mengharamkan aktivitas tersebut
g) Pemanfaatan secara optimal (dengan harga murah atau cuma-cuma)
hasil dari barang-barang (SDA) milik umum (al-milkiyah al-amah) yang dikelola negara seperti hasil hutan, barang tambang, minyak,
listrik, air dan sebagainya demi kesejahteraan rakyat.
Dengan disiplinnya pengelolaan dan pemanfaatan harta-harta yang
menjadi milik umum, maka hasilnya dapat didistribusikan kepada seluruh
masyarakat secara cuma-cuma atau dengan harga yang murah. Dana yang
sebelumnya dibelanjakan untuk mendapatkan barang-barang yang menjadi milik
umum seperti air atau listrik dan lain-lain, bisa digunakan untuk keperluan
lain bagi peningkatan kualitas hidupnya.35
2. Mekanisme Non ekonomi
Mekanisme non ekonomi ini dapat dilakukan apabila mekanisme
ekonomi sudah dilakukan namun masih terjadi kesenjangan ditengah masyarakat
dengan tujuan agar tercipta keseimbangan di tengah masyarakat. Mekanisme non
ekonomi ini dapat dilakukan dengan cara berikut ini, diantaranya:
34
Ibid., h.214.
35
a) Pemberian negara kepada rakyat yang membutuhkan
Negara mempunyai peran besar dalam aktivitasnya melakukan distribusi
harta kekayaan, aktivitas pemerataan distribusi dapat pula dilakukan dengan cara
memberikan harta secara cuma-cuma kepada masyarakat sebagaimana yang
dilakukan oleh Nabi SAW yang menndistribusikan harta fa’i dari kaum Yahudi
Bani Nadhir kepada para Muhajirin tanpa membagikan kepada kaum Anshor
kecuali dua orang dari mereka yaitu Sahal bin Hanif dan Abu Dujanah karena
mereka termasuk orang yang fakir.36
b) Zakat
Pemberian harta zakat yang dibayarkan oleh Muzakki kepada Mustahik
adalah bentuk lain dari mekanisme non-ekonomi dalam hal distribusi harta.37
Dana zakat tidak bisa disalurkan untuk pembangunan jalan, gedung, dan lain
lain. Tetapi tujuannya ialah untuk memenuhi hak-hak orang yang telah
ditentukan oleh Allah (Mustahiq).38
36
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, h.440.
37
M. Sholahuddin, Asas-asas Ekonomi Islam, h.221
38
BAB III
Konsep Distribusi Kekayaan Menurut Taqiyuddin An-Nabhani dan M. Umer Chapra
A. Biografi Taqiyuddin An-Nabhani dan Umer Chapra
1. Biografi singkat Taqiyuddin An-Nabhani
Beliau adalah Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin
Ismail bin Yusuf An-Nabhani, dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang
termasuk orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di
daerah Ijzim yang termasuk wilayah Haifa di Palestina Utara.1 Saat ini beliau
dikenal sebagai pendiri partai politik berskala internasional berasaskan ideologi
Islam.
Taqiyuddin an-Nabhani dilahirkan pada tahun 1909. Beliau mendapatkan
didikan ilmu agama dirumah dari ayah beliau sendiri. Seorang Syaikh yang faqih fiddin. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syari‘ah di Kementrian
Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai cabang ilmu syari‘ah yang
diperoleh dari ayahnya Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani, ia adalah
seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.2 Sang kakek dan ayahnya juga berjasa dalam
1Hizbut Tahrir,― Syaikh Taqiyuddin An
-Nabhani: Pendiri Hizbut Tahrir‖, artikel diakses pada selasa 19 januari 2016 dari http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/
2M.‗Ali Dodiman,
mengajarkan hafalan Alquran, sehingga di usianya yang belum baligh, yakni di
bawah 13 tahun Taqiyuddin sudah hafal seluruh isi Alquran.3
Disamping itu, ia juga mendapatkan pendidikan umum ketika bersekolah
di sekolah dasar di daerah Ijzim. Kemudian ia pindah ke sebuah sekolah di Akko
untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum menamatkan
sekolahnya di Akko, atas dorongan kakeknya, Taqiyuddin memutuskan hijrah ke
Kairo untuk meneruskan pendidikannya di sana.4
Taqiyyuddin An-Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada
tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya dengan
predikat excellent di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al Azhar dan menghadiri
halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab, dan ilmu-ilmu syari‘ah seperti fiqih, ushul
fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.5 Taqiyuddin dikenal
sebagai sosok yang mencintai ilmu, bersungguh-sungguh dalam memanfaatkan
waktu, tekun dan giat dalam mencari ilmu.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Taqiyyuddin An-Nabhani kembali
ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai
seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu
beliau juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. Beliau sering
3 Republika.co.id, ―Hujjatul Islam: Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, Pendiri Hizbut Tahrir
(1)‖ artikel diakses pada selasa 19 januari 2016 dari http://www.republika.co.id/berita/dunia- islam/khazanah/12/02/27/m01yr3-hujjatul-islam-syekh-taqiyuddin-annabhani-pendiri-hizbut-tahrir-1
4
Ibid
5
38
berpindah-pindah lebih dari satu kota dan sekolah semenjak tahun 1932 sampai
tahun 1938, ketika beliau mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah
Syari‘ah. Beliau ternyata lebih mengutamakan bekerja di bidang peradilan
(qadha’) karena beliau menyaksikan pengaruh imperialis barat dalam bidang
pendidikan, yang ternyata lebih besar daripada bidang peradilan, terutama
peradilan syar‘iy.6
Pada tahun 1940, Taqiyuddin diangkat sebagai musyawir (pembantu qadhi). Jabatan ini terus diembannya hingga tahun 1945, yakni saat ia dipindah ke
Ramallah untuk menjadi qadhi di Mahkamah Ramallah hingga tahun 1948.7 Setelah itu, beliau keluar dari Ramallah menuju Syam sebagai akibat jatuhnya
Palestina ke tangan Yahudi.
Pada tahun 1948, sahabatnya Anwar Al-Khatib mengirim surat kepada
beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali ke Palestina untuk diangkat
sebagai qadhi di Mahkamah Syar‘iyah Al-Quds. Taqiyyuddin mengabulkan permintaan itu dan kemudian beliau diangkat sebagai qadhi di Mahkamah
Syar‘iyah Al-Quds pada tahun 1948. Kemudian, oleh Kepala Mahkamah
Syar‘iyah dan Kepala Mahkamah Isti‘naf saat itu -yakni Abdul Hamid As-Sa‘ih-
beliau lalu diangkat sebagai anggota Mahkamah Isti‘naf, dan beliau tetap
memegang kedudukan itu sampai tahun 1950. Pada tahun 1950 inilah, beliau lalu
6 M.‗Ali Dodiman
, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, h.15.
7Republika.co.id, ―Hujjatul Islam: Syekh Taqiyuddin An
mengajukan permohonan mengundurkan diri, karena beliau mencalonan diri
untuk menjadi anggota Majelis Niyabi (Majelis Perwakilan).8
Pada tahun 1951, An-Nabhani mendatangi kota Amman untuk
menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar Madrasah Tsanawiyah
di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Hal ini terus berlangsung sampai awal tahun 1953,
ketika beliau mulai sibuk dalam Hizbut Tahrir, yang telah beliau rintis antara
tahun 1949 hingga 1953.9 Setelah itu Taqiyuddin tidak lagi mengisi ceramah di
Kulliyah Ilmiyah Islamiyah beliau memfokuskan pada gerak politik yang sedang
ia jalani saat itu. Kiprahnya dalam dunia politik yang paling menonjol adalah
ketika ia mendirikan partai politik berasas Islam yaitu Hizbut Tahrir, yang secara
resmi dideklarasikan pada tahun 1953 di Al-Quds (Yerusalem).
Taqiyyuddin An-Nabhani wafat pada 1 Muharram 1398 H/11 Desember
1977 M. Jenazahnya dimakamkan di pemakaman Shuhada Al-Auza‘i, Beirut.
Taqiyuddin telah meninggalkan kitab-kitab penting yang dapat dianggap sebagai
kekayaan yang tidak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa
Taqiyyudin An-Nabhani mempunyai pemikiran yang briliant dan analisis yang cermat. Ia yang menulis seluruh pemikiran dan pemahaman Hizbut Tahrir, baik
yang berkenaan dengan hukum-hukum syara’, maupun yang lainnya seperti
8
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/
9
40
masalah ideologi, politik, ekonomi, dan sosial. Inilah yang mendorong sebagian
peneliti untuk mengatakan bahwa Hizbut Tahrir adalah Taqiyyudin An-Nabhani.10
Kebanyakan karya Taqiyyuddin An-Nabhani berupa kitab-kitab
tanzhiriyah (penetapan pemahaman/pandangan) dan tanzhimiyah (penetapan peraturan), atau kitab-kitab yang dimaksudkan untuk mengajak kaum muslimin
untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan mendirikan Daulah Islamiyah.11
Karena beraneka ragamnya bidang kajian dalam kitab-kitab yang ditulis
oleh Taqiyyuddin, maka tak aneh bila karya-karya beliau mencapai lebih dari 30
kitab. Ini belum termasuk memorandum-memorandum politik yang beliau tulis
untuk memecahkan problematika-problematika politik. Belum lagi banyak
selebaran-selebaran dan penjelasan-penjelasan mengenai masalah-masalah
pemikiran dan politik yang penting.12
Hasil pemikiran beliau yang komperhensif tersebut baik dalam bidang
hukum syara‘ politik pemerintahan, ekonomi, sosial disusun secara sistematis dan
cemerlang berdasarkan dalil syar’i yang terkandung dalam Alquran dan Assunnah. Sehingga siapapun yang menelaah pemikirannya, akan mendapati
Islam dapat menjadi problem solver segala permasalahan dunia saat ini, dan bahwa islam mengatur dengan sempurna seluruh aspek kehidupan tanpa
terkecuali.
10M.‗Ali Dodiman
, Memoar Pejuang Syariah dan Khilafah : Biografi Ringkas Tokoh Senior Hizbut Tahrir, h.39.
11
http://hizbut-tahrir.or.id/2007/05/20/syaikh-taqiyyuddin-an-nabhani-pendiri-hizbut-tahrir/
12