• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN

PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI

Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar

F A D L I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2007 Yang menyatakan,

F a d l i

(3)

ABSTRAK

FADLI. Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami, Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar (Ernan Rustiadi sebagai Ketua dan D.S. Priyarsono sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Modal sosial merupakan faktor krusial yang mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, disamping modal manusia, modal fisik dan modal ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa, menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah dan menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami. Analisis data dilakukan secara deskriptif, uji beda nyata dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial berpengaruh terhadap percepatan pembangunan desa pasca tsunami di Aceh Besar, terutama terhadap pembangunan perumahan dan peningkatan pendapatan keluarga.

(4)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun,

(5)

PERAN MODAL SOSIAL DALAM PERCEPATAN

PEMBANGUNAN DESA PASCA TSUNAMI

Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar

F A D L I

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Tesis : Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di Kabupaten Aceh Besar)

Nama : F a d l i

NRP : A155030031

Program Studi : Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Ilmu-ilmu 3. Dekan Sekolah Pascasarjana Perencanaan Pembangunan Institut Pertanian Bogor Wilayah dan Perdesaan

Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

(7)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan tesis dengan judul: ”Peran Modal Sosial dalam Percepatan Pembangunan Desa Pasca Tsunami (Kasus Pembangunan

Perumahan dan Peningkatan Pendapatan Keluarga di Beberapa Desa di

Kabupaten Aceh Besar)”. Tesis ini merupakan tugas akhir pendidikan magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr dan Dr. Ir. D. S. Priyarsono, MS, selaku pembimbing sebagai penghargaan tertinggi atas bimbingan, arahan, dan luangan waktunya untuk penulis. Ucapan terima kasih juga kepada Prof. Ir. Isang Gonarsyah, Ph.D selaku ketua program studi dan para stafnya untuk kelancaran dalam proses peyelesaian penulisan tesis ini. Terimakasih kepada para staf pengajar pada PS PWD atas ilmunya, kepada masyarakat Desa Beurandeh, Desa Kajhu, Desa Lamkrut atas bantuannya dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan tesis ini.

Terima kasih tak terhingga kepada Ayahanda A.Jalil (alm) dan Ibunda Rukmini, kepada Bang Joni, ST, Bang Bukhari, Kakak Dra. Khairiah, Bang Ramli, S.Si, Kak Maryana, S.Si, Dek Zurriyati, S.Ag, Dek Ida Rasyidah, SPd, istri-istri atau suami-suaminya atas segala dorongan dan pengorbanannya, kepada Paman Bapak Ridwan T.A, SH, MM, istri dan anaknya yang telah direpotkan selama ini, kepada ”Adek’s” Nurmaulida, SPd yang telah bersedia mendampingi dan menunggu selama penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada ketua dan staf Yayasan Samudra Langsa, kepada Rektor, para Pembantu Rektor, Dekan dan para Pembantu Dekan, Staf SBAK Fakultas Pertanian, Universitas Samudra Langsa, atas konstribusi dan izin untuk melanjutkan studi. Terima kasih juga kepada DIKTI atas Beasiswa BPPS, Pemda NAD, Pemkot Langsa, Pemda Aceh Timur atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian dan melanjutkan studi di Institut Pertanian Bogor.

(8)

”sosial kapital” yang terbangun sejak sama-sama memulai kuliah di PS PWD, juga kepada rekan-rekan PWD 2002, PWD 2004, dan angkatan lainnya. Terima kasih juga kepada saudara-saudara yang tergabung dalam keluarga besar IKAMAPA-Aceh di Bogor.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, segala kontribusi pemikiran dan saran yang konstruktif sangat diharapkan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Agustus 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Idi Cut pada tanggal 31 Desember 1973 dari ayah A. Jalil (alm) dan ibu Rukmini. Penulis merupakan putra ke enam dari delapan bersaudara.

Jenjang pendidikan dasar sampai menengah atas ditamatkan di daerah kelahiran penulis, yaitu di Kecamatan Darul Aman Kabupaten Aceh Timur Nanggroe Aceh Darussalam. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Neg. I Darul Aman dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Univ. Syiah Kuala Banda Aceh melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Unsyiah. Penulis memilih Program Studi dan Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian dan menamatkannya pada tahun 2000. pada tahun 2003 penulis diterima di Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) dengan Beasiswa BPPS.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 5

Tujuan Penelitian ... 8

Manfaat Penelitian ... 8

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Modal Sosial ………. 9

Klasifikasi dan determinan Modal Sosial ... 11

Kepercayaan (Trust) ... 14

Jaringan (Network) ... 16

Norma (Share Value) ... 19

Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga ... 20

METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran ... 23

Metode Penelitian ... 26

Lokasi Penelitian ... 26

Metode Penarikan Sampel ... 26

Jenis dan Sumber Data ... 26

Metoda Analisis Data ... 26

Analisis Modal Sosial ……….. 26

Indeks Komposit Modal Sosial Masyarakat ………... 27

Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial ………. 28

Analisis korelasi ... 29

Analisis Peran Modal Sosial terhadap Peluang Masyarakat Memiliki Rumah ... 30

Analisis Peran Modal Sosial terhadap Pendapatan Keluarga... 32

Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Pengolahan Data ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 39

Kondisi Pembangunan Desa Pasca Tsunami ... 43

Modal Sosial Masyarakat ... 45

Modal Sosial Struktural ... 47

Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal ……… 50

Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal …….. 53

Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan ………. 55

Dukungan di dalam Situasi Krisis ……… 56

Derajat Pembatasan ………. 57

(11)

Derajat Kesetiakawanan ... 59

Kepercayaan ……….. 60

Kerjasama ……… 61

Penyelesaian Konflik ………. 61

Aksi Kolektif ... 62

Tingkat Aksi Kolektif ………. 63

Jenis Kegiatan Kolektif ……….. 64

Kesediaan untuk Berpartisipasi dalam Aksi Kolektif …… 64

Modal Sosial dan Peluang Memiliki Rumah ... 65

Modal Sosial dan Pendapatan Keluarga ... 71

Ikhtisar ... 74

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 81

Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/kota di Nanggroe Aceh Darussalam... 1 2 Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan

Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial ... 12 3 Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan

Data ... 33 4 Keadaan Umum Kabupaten Aceh Besar dengan Jumlah Desa dan

Katagori Kerusakannya. ………. 39

5 Kondisi Fasilitas Umum Penunjang Kebutuhan Dasar Masyarakat di

Setiap Desa Pasca Tsunami ……….………. 44

6 Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial Masyarakat dan

Komponen-komponennya antar Desa ………..………. 46

7 Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut ………..……… 49 8 Kepadatan Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di Desa Beurandeh,

Desa Kajhu dan Desa Lamkrut ………..……… 50

9 Keragaman Keanggotaan di dalam Asosiasi Lokal di setiap Desa …… 53 10 Uji Beda Rataan Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa

Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut ……….. 59 11 Uji Beda Rataan Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa

Kajhu dan Desa Lamkrut ………….………. 63

12 Indeks Modal Sosial Masyarakat Berdasarkan Status Kepemilikan

Rumah ………. 66

13 Korelasi antara Modal Sosial Masyarakat dengan Kepemilikan Rumah. ………. 66 14 Klasifikasi dan Kebenaran Prediksi ……… 69 15 Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status

Kepemilikan Rumah dan Tanpa Memasukkan Variabel Keterlibatan

NGO ………...………… 69

16 Hasil Analisis Regresi Logistik dengan Variabel Terikat Status Kepemilikan Rumah dan dengan Memasukkan Variabel Keterlibatan

NGO ……….. 71

17 Hasil Analisis Menggunakan Regresi Linier dengan Variabel Terikat

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25 2 Rata-rata Indeks Modal Sosial Masyarakat dan

Komponen-komponennya di tiap-tiap Desa. ..……….. 46 3 Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Struktural di Desa

Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. ……..……… 48 4 Rata-rata Indeks Unsur-unsur Modal Sosial Kognitif di Desa

Beurandeh, Desa Kajhu dan Desa Lamkrut. ………..……… 58 5 Rata-rata Indeks Unsur-unsur Aksi Kolektif di Desa Beurandeh, Desa

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Karakteristik Responden dan Pendapatannya ……… 85 2 Indeks Modal Sosial Masyarakat pada Level Rumah Tangga……… 87 3 Deskriptif Statistik Indeks Modal Sosial per Desa……… 89 4 Descriptive Statistics Indeks Modal Sosial Berdasarkan Kepemilikan

Rumah ………..… 99 5 Korelasi antara Variabel Modal Sosial dengan Kepemilikan Rumah…….. 103 6 Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial

Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah Tanpa Memasukkan Faktor NGO ………. 109 7 Hasil Analisis Regresi Logit (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial

Masyarakat terhadap Kepemilikan Rumah dengan Memasukkan Faktor NGO ………. 111 8 Hasil Analisis Regresi (SPSS 10) Pengaruh Modal Sosial Masyarakat

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten dari beberapa kabupaten di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) yang mengalami kerusakan akibat tsunami. Dari 204 desa yang ada, lebih dari 85 desa mengalami kerusakan (Tabel 1). Wilayah Aceh Besar juga termasuk wilayah dengan tingkat kerusakan desa yang paling banyak dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di NAD. Table 1. Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/Kota

di Nanggroe Aceh Darussalam.

Jumlah Desa No Kabupaten/Kota

Rusak Tidak Total 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Simeulue Aceh Singkil Aceh Selatan Aceh Tenggara Aceh Timur Aceh Tengah Aceh Barat Aceh Besar Pidie Bireuen Aceh Utara Aceh Barat Daya Gayo Lues Aceh Tamiang Nagan Raya Aceh Jaya Banda Aceh Sabang Langsa Lhokseumawe 66 20 60 - 57 - 59 88 71 63 23 16 - 7 13 57 26 15 2 7 15 14 187 - 373 - 103 116 361 325 191 87 - 92 93 101 16 3 35 61 81 34 247 DNA 430 DNA 162 204 432 388 214 103 DNA 99 106 158 42 18 37 68

Total 650 2.173 2.823

Sumber: Buku Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (2005) Keterangan: DNA = Daerah yang tidak Terkena Bencana Tsunami

(16)

(2) kebutuhan terhadap sarana pendidikan, dan (3) kebutuhan terhadap sarana kesehatan.

Sesuai dengan prioritas program rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana yang tertuang dalam Buku Induk Rencana Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias (Anonim 2005), rencana pembangunan di prioritaskan pada pembangunan kembali berbagai sektor kehidupan masyarakat yang telah hancur akibat tsunami. Kebijakan dan strategi dalam proses rehabilitasi pasca bencana didasarkan pada upaya mengentaskan permasalahan yang ditimbulkan oleh tsunami.

Dalam bidang fisik, tsunami telah menyebabkan kerusakan infrastruktur dan perumahan dalam skala besar. Hancurnya perumahan serta prasarana dan sarana pemukiman mengakibatkan ratusan ribu penduduk kehilangan tempat tinggal, menurunnya kualitas kesehatan masyarakat, serta rusaknya sistem lingkungan yang berpotensi menimbulkan bencana lingkungan (environment disaster).

Dalam bidang ekonomi, tsunami menyebabkan lumpuhnya kegiatan ekonomi. Hampir semua sarana kegiatan ekonomi masyarakat seperti sarana pelayanan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan nelayan dan pertanian yaitu pelabuhan ikan, pusat-pusat penjualan perikanan dan pertanian, serta saluran irigasi rusak. Rusaknya sarana produksi masyarakat antara lain perahu nelayan dan lahan pertanian. Tidak berfungsinya sistem keuangan termasuk perbankan yang disebabkan oleh rusaknya berbagai sarana perbankan serta hilangnya kegiatan ekonomi yang didukung oleh perbankan. Tidak berjalannya kegiatan usaha yang menyebabkan tingkat pengangguran meningkat. Dalam bidang sosial, kehilangan tokoh-tokoh masyarakat adat dan pemuka agama serta aparatur pemerintah menyebabkan rusaknya tatanan kehidupan sosial masyarakat yang telah terbentuk sebelum tsunami.

(17)

pembangunan kembali perumahan, air minum, sanitasi, dan drainase. Selain itu juga membantu dan melaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi perumahan beserta prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi para korban bencana, dengan membantu korban yang ingin kembali ke tempat tinggal semula dalam bentuk incash atau in-kind dan membantu penyediaan perumahan dan prasarana dan sarana dasar pendukungnya bagi korban bencana yang berkeinginan pindah ke tempat baru (resettlement). Kebijakan dan strategi dalam menjawab permasalahan di bidang ekonomi salah satunya adalah memulihkan pendapatan masyarakat melalui penyediaan lapangan kerja dan memberikan pelatihan-pelatihan bagi masyarakat yang kehilangan pekerjaan.

Untuk memperlancar proses rehabilitasi dan menjalankan kebijakan serta strategi yang telah ditetapkan, maka pemerintah membentuk Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias. BRR bertugas untuk membantu percepatan pembangunan kembali wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang rusak akibat tsunami. Dengan dibentuknya BRR, pemerintah berharap proses pembangunan dapat dilakukan secara lebih cepat dan efisien. Tugas BRR yaitu memberikan bantuan kepada masyarakat, mulai dari membantu membangun kembali rumah masyarakat yang telah hancur dan merehabilitasi rumah-rumah yang rusak baik rusak parah maupun rusak ringan, kemudian membantu menyediakan modal-modal usaha bagi masyarakat untuk pemulihan kondisi ekonomi disuatu wilayah serta membantu terhadap bidang-bidang lainnya yang rusak akibat tsunami. Selain itu, BRR juga berfungsi memfasilitasi lembaga-lembaga non pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri yang ingin membantu masyarakat di wilayah NAD.

(18)

dibangun kembali. Para nelayan yang sebelum tsunami bekerja sebagai pencari ikan dilaut, sekarang bekerja sebagai buruh-buruh bangunan yang tidak sesuai dengan profesinya. Belum tersedianya modal-modal usaha yang memadai untuk masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi menyebabkan masyarakat sulit untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya sehari-hari.

Pembangunan kembali pasca tsunami bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata untuk setiap wilayah yang mengalami kerusakan melalui pemenuhan kebutuhan hidupnya yang paling mendasar. Bawaan sumberdaya (resource endowment) yaitu sumberdaya alam (natural resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya buatan (man-made resources) atau infrastruktur dan sumberdaya sosial (social resources) menjadi sangat penting bagi tercapai tujuan pembangunan tersebut. Akan tetapi, pasca tsunami masyarakat hampir tidak lagi memiliki bawaan sumberdaya yang dimaksud. Namun demikian, stok modal sosial yang masih dimiliki dapat digunakan sebagai modal dalam proses percepatan pembangunan kembali desanya.

Percepatan pembangunan pasca tsunami sesungguhnya tidak hanya tergantung dari modal fisik saja namun juga dipengaruhi oleh modal non-fisik yang bersifat tangible maupun intangible. Kalau kapital manusia dan kapital fisik kurang tersedia, maka kapital sosial (modal sosial) menjadi andalan utama untuk pembangunan (Lawang 2004). Sementara itu, Bourdieu (1985) menyatakan bahwa modal sosial (social capital) dan modal budaya (cultural capital) juga merupakan modal pembangunan yang memiliki peran yang sama pentingnya dengan modal ekonomi (economic capital).

(19)

dilakukan Putnam (1993), Grootaert (1999), Sabatini (2005) menunjukkan bahwa modal sosial memberi kontribusi yang nyata terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga, menekan kemiskinan, meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu wilayah.

Penelitian tentang modal sosial di daerah pasca bencana belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah-daerah yang mengalami bencana alam khususnya bencana tsunami yang dasyat seperti NAD akan membantu dalam memahami pentingnya faktor-faktor sosial dalam pembangunan kembali masyarakat. Karena itu, sangat diperlukan informasi mengenai keberadaan dan peranan modal sosial dalam Pembangunan perdesaan di Wilayah Naggroe Aceh Darussalam pasca tsunami melalui sebuah penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Pemerintah baik pusat maupun daerah bersama-sama masyarakat telah melakukan berbagai upaya untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang rusak. Upaya yang dilakukan mulai dari tahap tanggap darurat yaitu menyediakan tempat-tempat untuk pengungsian, makanan, pakaian, membersihkan puing-puing bangunan yang berserakan dan lain sebagainya. Kemudian dalam tahap rehabilitasi pemerintah juga telah menetapkan kebijakan dan prioritas pembangunan pada pembangunan kembali infrastruktur dan perumahan dengan membantu membangun kembali seluruh rumah masyarakat disetiap desa yang hancur maupun yang hanya rusak. Selain itu pemerintah juga membantu menyediakan modal-modal usaha untuk menghidupkan kembali perekonomian masyarakat, sehingga masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

(20)

yang telah hancur dan membangun infrastruktur sebagai sarana pendukung wilayah permukiman tersebut.

Banyaknya bantuan dan lembaga/pihak yang membantu baik untuk perumahan maupun membantu menyediakan modal usaha yang digunakan dalam suatu kegiatan ekonomi di masyarakat tidak menjamin percepatan pembangunan desa-desa tersebut dapat terlaksana secara merata. Kesenjangan pembangunan antar desa tetap terjadi. Ada desa yang pembangunannya lebih cepat, ada juga desa-desa yang pembangunannya relatif lambat terutama dalam pembangunan kembali perumahannya. Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya Kabupaten Aceh Besar, merupakan salah satu desa yang pembangunan rumahnya relatif lebih cepat dibandingkan dengan desa lain. Hingga bulan juni 2006 semua rumah di desa tersebut sudah selesai dibangun kembali dan masyarakat sudah bisa menempatinya kembali. Sementara itu di desa lain masyarakat masih tinggal di barak-barak pengungsian karena rumah mereka belum selesai dibangun.

Desa Beurandeh termasuk dalam katagori rusak sedang (BRR, BPS dan ADB 2006), tetapi kalau dilihat dari kerusakan fisiknya, desa ini juga termasuk rusak parah. Sebahagian besar rumah penduduk hancur, hanya beberapa rumah yang selamat karena letaknya di perbukitan. Selain rumah infrastruktur-infrastruktur lain seperti fasilitas kesehatan yang ada juga ikut hancur. Tidak adanya korban jiwa di desa ini, menyebabkan struktur sosial masyarakat desa tidak mengalami banyak perubahan, karena tokoh-tokoh masyarakat adat, tokoh agama dan pemerintahan masih tetap seperti sebelum terjadi tsunami. Hal tersebut sangat berbeda dengan desa-desa lain yang tergolong dalam katagori rusak berat, dimana banyak terdapat korban jiwa termasuk kehilangan tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi pemuka adat dan agama, sehingga struktur sosial masyarakat yang tinggal pasca tsunami mengalami perubahan.

(21)

yaitu salah satunya adalah membentuk kelompok-kelompok usaha yang sesuai dengan bidang dan keahlian masing-masing masyarakat. Dengan telah terbentuknya kelompok-kelompok tersebut menyebabkan banyak pihak yang menawarkan bantuannya untuk percepatan pembangunan desa mereka. Kerjasama tersebut terjadi karena antar sesama masyarakat saling percaya mempercayai. Modal kepercayaan yang ada menjadi modal untuk menarik minat pihak-pihak yang mau memberi bantuan untuk membantu membangun rumah yang merupakan kebutuhan hidup yang paling mendasar bagi masyarakat di desa tersebut.

Kepercayaan dan kerjasama tentunya berimplikasi pada adanya modal sosial, karena kepercayaan adalah produk yang sangat penting dari norma-norma sosial kooperatif yang memunculkan modal sosial. Jika masyarakat bisa diandalkan untuk tetap menjaga komitmen, norma-norma saling menolong yang terhormat dan menghindari perilaku oportunistik, maka berbagai kelompok akan terbentuk secara lebih cepat, dan kelompok yang terbentuk itu akan mampu mencapai tujuan-tujuan bersama secara lebih efisien (Fukuyama 1995).

Penelitian Grootaert (1999) yang dilakukan di Indonesia juga menunjukkan bahwa modal sosial dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga dan akses masyarakat terhadap lembaga keuangan. Modal sosial terutama komponen rasa saling percaya dan partisispasi masyarakat, juga berperan untuk mencapai tingkat keberhasilan pelaksanaan program-program pembangunan yang lebih baik (Kirwen dan Pierce 2002). Dengan demikian modal sosial dapat berperan untuk mendorong percepatan pembangunan desa pasca tsunami.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan beberapa masalah yang menyangkut dengan keberadaan modal sosial dan percepatan pembangunan desa pasca tsunami yaitu sebagai berikut:

1. Mengapa terjadi kesenjangan pembangunan terutama pada pembangunan rumah pasca tsunami antara satu desa dengan desa lain. Apakah hal tersebut ada kaitannya dengan perbedaan stok modal sosial masyarakatnya.

(22)

3. Apakah modal sosial juga berpengaruh terhadap pemulihan pendapatan masyarakat sebagai upaya pengentasan masalah ekonomi yang ditimbulkan oleh tsunami.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk menjawab beberapa permasalahan yang terkait dengan percepatan pembangunan desa pasca tsunami dan mendapatkan informasi atau pengetahuan mengenai hubungan/konstribusi modal sosial masyarakat dalam kaitannya dengan proses percepatan pembangunan desa pasca tsunami. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguraikan perbedaan stok modal sosial masyarakat di masing-masing desa pasca tsunami.

2. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap percepatan pembangunan rumah pasca tsunami

3. Menganalisis pengaruh modal sosial terhadap peningkatan pendapatan masyarakat pasca tsunami.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian-penelitian lebih lanjut tentang modal sosial dan kaitannya dengan pembangunan wilayah terutama wilayah desa baik dalam bidang pembangunan fisik, pembangunan ekonomi, maupun sosial. Selain itu, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi bagi pemerintah daerah di dalam menetapkan kebijakan untuk proses percepatan pembangunan desa khususnya pasca tsunami dan pembangunan desa pada umumnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Modal Sosial

Konsep modal sosial memiliki pengertian yang berbeda-beda di kalangan pakar Ilmu Ekonomi dan pakar Ilmu Sosial. Masalah konsep kapital (modal dalam

(23)

mempertimbangkan referensi ekonomi, sehingga sulit untuk mencapai keseragaman pengertian (Lawang 2004).

Menurut Coleman dalam Eko (2004), modal sosial ditetapkan oleh fungsinya. Modal sosial bukan sebuah entitas tunggal, tetapi berbagai macam entitas yang berbeda-beda dengan dua elemen bersama yang terdiri dari beberapa aspek struktur sosial dan memfasilitasi tindakan pelaku-pelaku tertentu dalam struktur itu. Sebagaimana bentuk modal lain, modal sosial adalah produktif, memungkinkan pencapaian tujuan tertentu yang dalam ketiadaannya akan tidak mungkin. Sebagaimana modal fisik dan modal manusia, modal sosial sama sekali tidak fungible tetapi mungkin spesifik untuk aktivitas tertentu. Tidak seperti modal lain modal sosial melekat dalam struktur hubungan antar para pelaku dan di antara para pelaku. Walaupun definisi tersebut tidak begitu jelas, namun kumpulan tindakan, hasil dan hubungan yang berbeda ditetapkan sebagai modal sosial.

Modal sosial juga dapat dilihat sebagai sekumpulan asosiasi diantara orang-orang yang mempengaruhi produktivitas komunitas yang mencakup jaringan dan norma sosial. Jaringan dan norma secara empirik saling berhubungan dan memiliki konsekuensi ekonomi yang penting. Modal sosial berperan di dalam menfasilitasi kerjasama dan koordinasi untuk manfaat bersama bagi anggota-anggota asosiasi (Putnam 1993)

Paldam dalam Laba (2006), menggambarkan modal sosial sebagai perekat yang menyatukan masyarakat. Paldam membagi pendekatan teoritis terhadap modal sosial kedalam kepercayaan, kerjasama dan jaringan. Kepercayaan memudahkan kerelaan untuk bekerjasama, hubungan yang sama juga berlaku antara kepercayaan dan jaringan. Dalam hal ini definisi dari jaringan akan bermakna ketika ditempatkan dalam kepercayaan-kerjasama.

(24)

Leser (2000), mendefinisikan modal sosial sebagai kesejahteraan atau keuntungan yang terjadi karena adanya hubungan sosial antar individu. Ada tiga dimensi utama yang mempengaruhi perkembangan dari keuntungan itu yaitu struktur hubungan, dinamika interpersonal yang terjadi dalam struktur serta konteks dan bahasa umum yang digunakan individu dalam struktur.

Fukuyama (1995), menjelaskan social capital secara sederhana bisa didefinisikan sebagai serangkaian nilai-nilai atau norma-norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjalinnya kerjasama diantara mereka. Jika anggota-anggota kelompok itu mengharapkan para anggota yang lain akan berperilaku jujur dan terpercaya, maka mereka akan saling mempercayai.

Selanjutnya Bank Dunia mendefinisikan modal sosial dalam dua versi yaitu modal sosial merupakan norma, institusi, dan hubungan sosial yang membentuk kualitas interaksi sosial didalam masyarakat dan modal sosial adalah norma, institusi, dan hubungan sosial yang memungkinkan orang dapat bekerjasama (Bank Dunia 1998). Kedua definisi tersebut perbedaannya terletak pada variabel terikatnya. Definisi pertama kualitas interaksi sosial didalam masyarakat menjadi variabel terikat dan pada definisi yang kedua peluang orang untuk melakukan kerjasama sebagai variabel terikatnya.

Walaupun definisi modal sosial di kalangan pakar-pakar Ilmu Ekonomi dan pakar-pakar Ilmu Sosial berbeda-beda, akan tetapi secara umum modal sosial memiliki tiga unsur utama,yaitu; (1) Rasa percaya, (2) Norma dan (3) Jaringan kerja. Ketiga unsur utama tersebut dapat digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur tingkat modal sosial di dalam suatu wilayah.

2.2.Klasifikasi dan Determinan Modal Sosial

(25)

persahabatan. Unsur modal sosial kognitif mempengaruhi/mengarahkan orang pada aksi kolektif yang menghasilkan manfaat bersama, sedangkan unsur-unsur struktural berperan di dalam memperlancar/memfasilitasi aksi kolektif itu. Dimensi-dimensi dari modal sosial struktural dan kognitif harus dikombinasikan untuk mewakili potensi agregat dari aksi kolektif yang mendatangkan manfaat bersama yang telah ada di dalam suatu komunitas (Krishna 2000; Uphoff 1999,

diacu dalam Grootaert dan van Bastaeler 2002).

Modal sosial juga dapat dinilai pada level mikro, meso, dan makro. Pada level mikro, modal sosial dapat terlihat dalam bentuk jaringan horisontal antara individu dan rumah tangga serta norma-norma yang mengatur hubungan itu dan nilai-nilai yang melandasi jaringan horisontal ini. Pengamatan modal sosial pada level meso mencakup hubungan horisontal dan vertikal di antara kelompok, diilustrasikan dengan pengelompokan asosiasi lokal menurut wilayah. Sedangkan pada level makro, modal sosial dapat diamati di dalam bentuk lingkungan kelembagaan dan politik yang mempengaruhi seluruh kegiatan ekonomi dan sosial, serta kualitas dari pengaturan pemerintah. Pada level makro, modal sosial berkaitan dengan ekonomi kelembagaan yaitu kualitas insentif dan kelembagaan yang merupakan faktor penentu yang utama dari pertumbuhan ekonomi (Grootaert dan van Bastaeler 2002).

(26)

community network). Perspektif ini menganggap bahwa masyarakat dapat dicirikan oleh bawaan (endowment) mereka akan kedua dimensi modal sosial tersebut. Perbedaan kombinasi antar kedua dimensi akan mempengaruhi hasil yang diperoleh dari modal sosial, (3) pandangan kelembagaan (the institutionsl view), berpendapat bahwa jaringan kerja komunitas dan masyarakat sipil, secara luas adalah hasil dari keadaan politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan. Pandangan ini telah menghasilkan sejumlah metodologi dan fakta empiris yang kuat namun hanya untuk kebijakan makro, (4) pandangan sinergi (the synergy view), menggabungkan pandangan jaringan dan kelembagaan atas dasar asumsi bahwa tidak satupun pelaku pembangunan (pemerintah, swasta dan masyarakat) akan dapat berjalan sendiri di dalam mengakses sumberdaya yang dibutuhkan untuk menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dan berkeadilan. Modal sosial digunakan sebagai variabel penghubung.

Tabel 2. Kerangka Hubungan antara Pendapat Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial

Level /perspektif modal sosial Fokus Penilaian Grootaert dan

Van Bastaeler

Woolcock dan Narayan Hubungan Horisontal antar Individu atau

Asosiasi Lokal Mikro The Communitarian

view Hubungan Horisontal dan Vertikal antar

Asosiasi/Kelompok Meso The Network view

Jaringan Kerja Komunitas

Hasil Keadaan Politik, Hukum dan Kelembagaan.

Makro The Institutional view Hubungan antara Masyarakat, Pemerintah

dan Swasta The Synegry view

Sumber: Woolcock dan Narayan (2000); Grootaert dan Van Bastaeler (2002) dalam Vipriyanti (2007)

(27)

masyarakat tidak saling percaya maka kerjasama tidak akan terbangun. Resiproksitas dan pertukaran juga meningkatkan kepercayaan

Determinan modal sosial seperti jaringan kerja, norma dan rasa percaya mempengaruhi kinerja pembangunan desa. Jaringan kerja berpengaruh positif jika dampak proteksi terhadap perilaku rent-seeking lebih besar. Norma berdampak posistif jika peluang berkembangnya kreatifitas lebih besar dari peluang menipisnya etika dalam masyarakat. Rasa saling percaya akan mendorong peningkatan kinerja pembangunan bila mampu membangun kerjasama dan mengurangi konflik.

Untuk menentukan determinan dari modal sosial perlu memahami keputusan individu dalam melakukan investasi modal sosial. Modal sosial individu ditentukan oleh umur, mobilitas, jarak dan penghasilan dari tingkat ketrampilan. Modal sosial individu ini berkaitan erat dengan human capital. Ketika individu berinvestasi untuk dapat berkomunikasi secara baik maka individu tersebut meningkatkan modal sosial dirinya dan masyarakat. Akan tetapi jika individu tersebut meningkatkan kemampuan dirinya untuk menipu orang lain maka dia meningkatkan modal sosialnya sendiri dan mengurangi modal sosial masyarakat (Glaeser et al. 2001). Determinan modal sosial juga dapat mencakup instabilitas ekonomi dan politik, hubungan patron-client, pendidikan, jenis pekerjaan, adanya collective interest dan legitimasi pasar bagi nilai-nilai bersama (common value). Selain itu pengutan internal dan eksternal juga mempengruhi terjalinnya norma bersama dan jaringan kerja (Christoforou 2003).

(28)

Namun demikian ukuran tersebut masih sangat sederhana karena hanya melihat modal sosial dari kehidupan berkelompok saja.

Mengukur tingkat stok modal sosial masyarakat di suatu wilayah dapat dilakukan melalui pengukuran hasil (outcome) dari modal sosial itu sendiri. Hasil yang tercipta dari ketersediaan modal sosial yang umumnya digunakan sebagai indikator modal sosial dapat dikelompokkan dalam kelompok proximal indikator maupun distal indikator. Proximal indikator adalah hasil modal sosial yang berhubungan langsung dengan komponen inti dari jaringan kerjasama, rasa percaya dan resiproksitas seperti penggunaan civic engagement sebagai indikator dari jaringan kerja sosial. Distal indikator adalah hasil tidak langsung dari modal sosial seperti indeks harapan hidup, status kesehatan, tingkat kriminalitas, tingkat partisipasi dalam pendidikan, tingkat pengangguran dan tingkat pendapatan rumah tangga (Vipriyanti 2007).

2.3. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan adalah rasa percaya yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk saling berhubungan. Ada tiga hal inti yang saling terkait dalam kepercayaan, yaitu: (1) Hubungan antara dua orang atau lebih. Termasuk dalam hubungan tersebut adalah institusi, yang dalam hal ini diwakili oleh orang. Seseorang percaya pada institusi tertentu untuk kepentingannya, karena orang-orang dalam institusi itu bertindak. (2) Harapan yang akan terkandung dalam hubungan itu, yang kalau direalisasikan tidak akan merugikan salah satu atau kedua belah pihak. (3) Interaksi sosial yang memungkinkan hubungan dan harapan itu terwujud. Dengan ketiga dasar tersebut kepercayaan dapat diartikan sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih yang mengandung harapan yang menguntungkan salah satu atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial (Lawang 2004)

(29)

Rasa percaya merupakan dasar dari perilaku moral dimana modal sosial dibangun. Moralitas mengarahkan bagi kerjasama dan koordinasi sosial dari semua aktivitas sehingga manusia dapat hidup bersama dan berinteraksi satu sama lain. Sepanjang adanya rasa percaya, perilaku dan hubungan kekeluargaan maka akan terbangun prinsip-prinsip resiproksitas dan pertukaran. Sebagai alat untuk membangun hubungan, rasa percaya dapat menekan biaya-biaya transaksi yang muncul dalam proses kontak, kontrak dan kontrol. Dengan demikian semua orang tentunya akan lebih menyukai hubungan yang didasari oleh rasa saling percaya dibandingkan dengan hubungan yang oportunistik.

Rasa percaya akan mempermudah terbentuknya kerjasama. Semakin kuat rasa percaya pada orang lain semakin kuat juga kerjasama yang terjadi diantara mereka. Kepercayaan sosial muncul dari hubungan yang bersumber pada norma resiprositas dan jaringan kerja dari keterkaitan warga negara. Dengan adanya rasa saling percaya, tidak dibutuhkan aktivitas monitoring terhadap perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku sesuai dengan yang kita inginkan.

Kepercayaan dapat dibangun, akan tetapi dapat juga hancur. Demikian juga kepercayaan tidak dapat ditumbuhkan oleh salah satu sumber saja, tetapi seringkali tumbuh berdasarkan pada hubungan teman dan keluarga (Williamson

dalam Vipriyanti 2007). Rasa percaya ditentukan oleh homogenitas, komposisi populasi dan tingkat keberagaman. Rasa percaya yang tinggi ditemukan pada wilayah dengan ras dan komposisi populasi yang homogen serta tingkat kebergaman yang rendah.

(30)

apa yang diberikan oleh pemerintah dan pihak-pihak lain. Jika rasa saling mempercayai sudah lemah, maka yang akan terjadi adalah sikap-sikap yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku, kriminalitas akan meningkat, tindakan-tindakan destruktif dan anarkhis gampang mencuat, kekerasan dan kerusuhan massa akan cepat tersulut. Kurangnya rasa saling percaya juga membuat masyarakat cenderung pasif, sendiri-sendiri dan pada akhirnya muncul perasaan keterisolasian diri. Pada situasi yang demikian masyarakat akan gampang terserang berbagai penyakit kejiwaan seperti kecemasan, putus asa, dan kemungkinan akan melekukan tindakan-tindakan yang fatal bagi dirinya maupun bagi orang lain.

2.4. Jaringan (Network)

Lenggono (2004) menjelaskan, pengertian jaringan mengacu pada hubungan sosial yang teratur, konsisten dan berlangsung lama, hubungan tersebut bukan hanya melibatkan dua individu, melainkan juga banyak individu. Hubungan antar individu tersebut akan membentuk jaringan sosial yang sekaligus merefleksikan terjadinya pengelompokan sosial dalam kehidupan masyarakat. Mitchell dalam Lenggono (2004) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan seperangkat hubungan khusus atau spesifik yang terbentuk diantara kelompok orang, karakteristik hubungan tersebut dapat digunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan motif-motif perilaku sosial dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Sementara Suparlan (1995) mengemukakan, bahwa jaringan sosial merupakan proses pengelompokan yang terdiri atas sejumlah orang (sedikitnya tiga orang) yang masing-masing mempunyai indentitas tersendiri dan dihubungkan melalui hubungan sosial.

(31)

yang terbentuk tersebut, hubungan sosial dan keanggotaannya dapat melampaui batas teritorial (borderless) dan keberadaan masyarakat yang bersangkutan (Kusnadi 2000).

Jika individu mempunyai mobilitas diri yang tinggi untuk melakukan hubungan sosial yang lebih luas, ini berarti individu tersebut akan memasuki sejumlah pengelompokan dan kesatuan sosial sesuai dengan ruang, waktu, situasi dan kebutuhan atau tujuan yang hendak dicapainya. Keanggotaan individu dalam suatu jaringan bersifat fleksibel dan dinamis, karena pada dasarnya setiap individu sebagai makhluk sosial akan selalu terkait dengan jaringan sosial yang kompleks. Bila seorang individu memasuki sejumlah jaringan sosial yang berbeda-beda sesuai dengan konteks khusus atau fungsinya, ia akan merefleksikan struktur sosial yang berbeda pula. Struktur sosial bukan hanya pencerminan adanya keteraturan hubungan dalam suatu jaringan sosial, melainkan juga menjadi sarana untuk memahami batas-batas status dan peran, serta hak dan kewajiban individu yang terlibat dalam hubungan sosial tersebut.

Berdasarkan tinjauan hubungan sosial yang membentuk jaringan sosial dalam suatu masyarakat, maka jaringan sosial dapat dibedakan menjadi tiga jenis sebagai berikut:

1. Jaringan kekuasaan, dimana hubungan sosial yang terbentuk bermuatan kepentingan kekuasaan.

2. Jaringan kepentingan, dimana hubungan sosial yang membentuknya adalah hubungan sosial yang bermuatan kepentingan.

3. Jaringan perasaan, dimana jaringan sosial yang terbentuk atas dasar hubungan sosial yang bermuatan peran.

Masing-masing jenis jaringan sosial tersebut memiliki logika-situasional yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya (Agusyanto 1996).

(32)

tujuan tersebut tidak konkret dan spesifik atau hampir selalu berulang setiap saat, struktur yang tebentuk relatif stabil atau permanen (Agusyanto 1996).

Berdasarkan status sosial-ekonomi individu yang terlibat dalam suatu jaringan, terdapat dua jenis hubungan sosial, yaitu hubungan sosial yang bersifat horizontal dan vertikal. Hubungan yang bersifat horizontal terjadi jika individu yang terlibat di dalamnya memiliki status sosial-ekonomi yang relatif sama, dengan kewajiban dan sumberdaya yang dipertukarkan relatif sama. Sebaliknya, di dalam hubungan yang bersifat vertikal individu-individu yang terlibat di dalamnya tidak memiliki status sosial-ekonomi yang sama atau sepadan.

Dasgupta dan Serageldin (2002), mengansumsikan bahwa setiap orang mampu berinteraksi dengan orang lain tanpa harus memilih. Tetapi sesungguhnya, setiap orang memiliki pola tertentu dalam berinteraksi, melakukan pilihan dengan siapa berinteraksi dan dengan alasan tertentu. Jaringan kerja pada awalnya merupakan sistem dari saluran komunikasi (system of communication chanel) untuk melindungi dan mengembangkan hubungan interpersonal. Membangun saluran komunikasi ini membutuhkan biaya yang dikenal dengan biaya transaksi. Keinginan untuk bergabung dengan orang lain, sebagian disebabkan oleh adanya nilai-nilai bersama. Jaringan kerja juga berperan dalam membangun koalisi dan koordinasi. Secara umum dikatakan bahwa keputusan melakukan investasi dalam saluran tertentu disebabkan oleh adanya konstribusi saluran tersebut terhadap kesejahteraan ekonomi individu.

Jaringan kerja menekankan pada pentingnya asosiasi vertikal dan horizontal antar manusia dan hubungan inter dan antar asosiasi tersebut. Granovetter (1973), menyatakan bahwa ikatan inter masyarakat (strong ties) diperlukan untuk memberikan identitas pada keluarga dan masyarakat serta tujuan bersama. Pandangan ini juga menganggap bahwa tanpa ikatan antar masyarakat (weak ties) yang menghubungkan berbagai asosiasi sosial, maka ikatan horizontal yang kuat akan menjadi dasar untuk mewujudkan keinginan kelompok yang terbatas.

(33)

fungsi sosial menunjuk pada dampak partisipatif, kebersamaan yang diperoleh dari suatu pertumbuhan ekonomi. Jaringan sosial seperti itu sajalah yang disebut sebagai kapital sosial. Jadi, jaringan teroris, narkoba dan perampok, biarpun mendatangkan untung bagi mereka yang masuk dalam jaringan tersebut, tetap merupakan ancaman bagi masyarakat secara keseluruhan, sehingga jaringan seperti itu bukan merupakan kapital sosial

2.5. Norma (Share Value)

Hasbullah (2006), mengartikan norma sebagai sekumpulan aturan yang diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu. Norma-norma sosial akan sangat perperan dalam mengontrol bentuk-bentuk perilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Norma-norma tersebut biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung sangsi sosial yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis tetapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.

Lawang (2004), mengatakan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Kalau struktur jaringan itu terbentuk karena pertukaran sosial yang terjadi antara dua orang atau lebih, sifat norma kurang lebih sebagai berikut: 1. Norma itu muncul dari pertukaran yang saling menguntungkan, artinya kalau

pertukaran itu keuntungan hanya dinikmati oleh salah satu pihak saja, pertukaran sosial selanjutnya pasti tidak akan terjadi. Karena itu, norma yang muncul disini, bukan sekali jadi melalui satu pertukaran saja. Norma muncul karena beberapa kali pertukaran yang saling menguntungkan dan ini dipegang terus menerus menjadi sebuah kewajiban sosial yang harus dipelihara.

(34)

3. Jaringan yang terbina lama dan menjamin keuntungan kedua belah pihak secara merata, akan memunculkan norma keadilan, dan akan melanggar prinsip keadilan akan dikenakan sanksi yang keras juga.

2.6. Modal Sosial dan Kesejahteraan Rumah Tangga

Modal sosial berperan secara signifikan dalam berbagai aktivitas ekonomi rumah tangga, aktivitas produksi di bidang pertanian, pendapatan perkapita rumah tangga, ketersediaan lapangan kerja dan proses jual beli serta aktivitas sosial yang meliputi kegiatan kolektif pengawasan hutan, pengelolaan air tanah maupun peningkatan kesehatan anak.

Penelitian mengenai peran modal sosial terhadap kesejahteraan rumah tangga di Indonesia telah dilakukan pertama kali oleh Grootaert (1999) di tiga provinsi, yaitu Jambi, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Penelitian tersebut menganalisis modal sosial pada tingkat mikro (individual, rumah tangga) dan meso (komunitas). Batasan yang digunakan mencakup asosiasi horisontal dan vertikal yang ditujukan untuk menginvestigasi secara empiris hubungan antara modal sosial, kesejahteraan rumah tangga dan kemiskinan khusus untuk kasus di Indonesia, selain itu Grootaert juga memperbandingkan antara peran modal manusia dan modal sosial dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rumah tangga. Analisis yang digunakan adalah analisis peubah ganda (multivariate) untuk mengetahui peran institusi lokal dalam kesejahteraan rumah tangga dan kemiskinan serta akses terhadap sumber permodalan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran modal sosial dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga hampir sama dengan peran sumberdaya manusia, dan juga terdapat korelasi positif antara modal sosial dengan kesejahteraan rumah tangga. Rumah tangga dengan modal sosial yang tinggi memiliki pengeluaran perkapita lebih tinggi, memiliki aset dan tabungan lebih banyak dan akses kepada kredit yang lebih baik. Dalam penelitian tersebut determinan modal sosial masih terbatas pada jaringan kerja saja meliputi kepadatan keanggotaan dalam organisasi, heterogenitas, partisipasi, kehadiran dalam kegiatan kelompok dan orientasi individu.

(35)

mengetahui upaya membangun kembali rasa saling percaya antara masyarakat pasca konflik. Rasa percaya ternyata dapat dibangun melalui mediasi pihak ketiga dan penyediaan ruang-ruang publik untuk melakukan aktivitas bersama. Namun hal yang terpenting adalah penciptaan pengelolaan pemerintahan yang lebih demokratis dan transparan serta memiliki akuntabilitas yang tinggi.

Miguel et al. (2002) juga melakukan penelitian modal sosial di Indonesia dengan penekanan pada industrialisasi. Penelitian tersebut menguji dampak industrialisasi pada modal sosial selama kurun waktu 1985 hingg1997. modal sosial diukur berdasarkan aktivitas organisasi sukarela, tingkat rasa percaya, kerjasama informal atau outcome keluarga. Data yang dianalisis berasal dari BPS meliputi data PODES, SUSENAS dan SUPAS. Pengertian modal sosial ditekankan pada modal sosial informal (proporsi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan keagamaan dan persentase aturan adat yang masih ditaati), sedangkan hasilnya (outcome) meliputi indikator tempat tinggal dan tingkat penceraian. Semakin tinggi pengeluaran perkapita untuk aktivitas sosial dan keagamaan berarti semakin kuat hubungan antar individu tersebut. Penekanan khusus diberikan pada masalah migrasi penduduk yang sering kali menghambat upaya penguatan modal sosial. Dua model yang dibangun dibedakan atas model statik dan model dinamis. Model statik tidak mempertimbangkan faktor migrasi sedangkan model dinamik sebaliknya, mempertimbangkan faktor migrasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa modal sosial ternyata tidak berkaitan dengan industrialisasi sehingga tidak dapat dinyatakan bahwa industrialisasi akan menguatkan atau melemahkan modal sosial.

(36)

kesehatan mental. Kesehatan mental mencakup kesedihan, insomnia, kegelisahan dan sifat tempramental.

Penelitian Brata (2004), lebih menekankan pada keterkaitan antara modal sosial dan kredit perdesaan di Yogyakarta. Penelitian tersebut dilakukan di Dukuh Sanden, Prambanan, Yogyakarta dan menyimpulkan bahwa modal sosial memberi dampak yang berbeda-beda terhadap tipe kredit pedesaan yang dapat diakses oleh setiap individu. Aspek modal sosial yang diamati meliputi kepadatan organisasi (jumlah keanggotaan), kehadiran dalam rapat dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok berpengaruh positif terhadap jumlah kredit formal yang diperoleh, sedangkan kepadatan organisasi berpengaruh negatif. Selain itu, elit pedesaan memiliki akses yang lebih besar terhadap kredit formal. Penelitian ini bersifat sangat situasional karena tidak mempertimbangkan variabel karakteristik wilayah. Selain itu penggunaan OLS untuk menganalisis dampak sosial tidak mempertimbangkan kemungkinan adanya keterkaitan yang erat antara jumlah dan tipe kredit yang dipinjam dengan tingkat modal sosial seseorang (sifat endogeneity)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

(37)

Modal sosial yang terbangun dari rasa saling percaya, jaringan kerja dan norma yang kondusif akan mengurangi biaya kontak, kontrak dan kontrol sehingga dapat meniadakan biaya transaksi yang tinggi. Terbangunnya rasa saling percaya juga akan memudahkan adanya jaringan kerja yang efisien dimana jaringan kerja sosial memberi manfaat pada proses produktif dalam pembangunan wilayah. Modal sosial juga berperan dalam peningkatan pertumbuhan dan percepatan pembangunan desa melalui peningkatan penyediaan akses masyarakat terhadap bantuan rumah, modal usaha, pendidikan, kesehatan dan keamanan. Stok modal sosial yang besar akan memfasilitasi terjadinya transaksi antar individu, rumah tangga dan kelompok melalui tiga bentuk, yaitu: a). tersedianya informasi dengan biaya rendah; b). terdapat kemudahan bagi semua pihak untuk mencapai keputusan kolektif; c) berkurangnya perilaku oportunistik dari anggota masyarakat. Disamping itu interaksi sosial dalam suatu struktur sosial yang kuat dapat menjadi alat untuk meredam konflik yang mungkin terjadi di masyarakat yang dapat menghambat proses pembangunan (Narayan 1999).

Modal sosial yang kuat akan menekan berkembangnya perilaku oportunistik dari masyarakat. Perilaku oportunistik dapat menghambat proses pembangunan yang efisien dan berkeadilan. Modal sosial yang kuat mampu membangun sistem kontrol masyarakat, sehingga biaya yang akan ditimbulkan dari perilaku oportunistik dapat ditekan (Svendsen dan Svendsen 2004).

Stok modal sosial masyarakat dapat memfasilitasi aksi kolektif masyarakat yang kemudian memberikan pengaruh yang kuat terhadap proses percepatan pembanguna desa pasca tsunami. Percepatan pembangunan dapat dilihat dari tingkat pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat sehari-hari, seperti pembangunan rumah dan pemulihan pendapatan keluarga. Dalam hal ini, percepatan pembangunan sangat tergantung dari stok modal sosial serta investasi rumah tangga dalam struktur sosial yang ada di wilayah desanya.

(38)

lembaga non pemerintah dari dalam maupun luar negeri. Pasca tsunami masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya sendiri untuk membangun kembali rumah-rumahnya yang telah hancur. Pemerintah bekerjasama dengan lembaga-lembaga non pemerintah akan membantu membangun seluruh rumah yang dibutuhkan masyarakat. Disini masyarakat hanya dibutuhkan kemampuan untuk akses kepada sumber-sumber bantuan yang tersedia. Modal sosial yang tinggi memudahkan masyarakat untuk akses ke sumber-sumber bantuan untuk perumahan dan sumber-sumber pendapatan tersebut, seperti mudah mendapatkan modal usaha dan pekerjaan. Semakin tinggi stok modal sosial masyarakat disuatu wilayah, peluang masyarakat untuk memiliki rumah semakin besar dan cepat, begitu juga dengan pendapatan.

Kesenjangan pembangunan antar desa yang terjadi pasca tsunami diduga berkaitan erat dengan keberadaan modal sosial masyarakat di masing-masing desa tersebut. Desa yang laju pembangunan lebih cepat memiliki stok modal sosial masyarakatnya lebih tinggi, sebaliknya desa yang stok modal sosial masyarakatnya lebih rendah maka laju pembangunannya relatif lebih lamban.

(39)
[image:39.612.131.497.85.436.2]

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

3.2. Metode Penelitian.

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Besar, yaitu di Desa Beurandeh Kecamatan Mesjid Raya, Desa Kajhu Kecamatan Baitussalam dan Desa Lamkrut Kecamatan Lhoknga. Ke tiga desa tersebut sama-sama mengalami kerusakan akibat tsunami.

3.2.2. Metode Penarikan Sampel

Desa sampel dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan satu desa semua masyarakatnya sudah memiliki rumah, sedangkan desa yang lain masyarakatnya belum memiliki rumah. Selanjutnya

Modal Sosial

Akses terhadap sumber bantuan rumah dan pendapatan lebih cepat

Jaringan Kerja Rasa Percaya & Norma Aksi Kolektif

Dapat Lebih cepat memiliki rumah dan Peningkatan pendapatan keluarga

¾ Tingkat interaksi masyarakat tinggi

¾ Tersedia informasi dengan biaya rendah

¾ Jaringan kerja efisien

Mengurangi biaya transaksi

¾ Mudah mencapai keputusan kolektif

(40)

sampel penelitian adalah rumah tangga yang ditentukan secara eksidental yaitu rumah tangga yang dipilih adalah rumah tangga mana saja yang dijumpai dan bersedia diminta informasinya sesuai dengan data yang dibutuhkan pada saat pengambilan data (Mantra 2004). Jumlah sampel yang diambil yaitu 61 rumah tangga, masing-masing 21 rumah tangga di Desa Kajhu, 20 rumah tangga di Desa Lamkrut dan 20 Rumah tangga di Desa Beurandeh.

3.2.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis Data yang dikumpulkan meliputi Data Primer dan Data Sekunder. Data sekunder dikumpulkan dari lembaga/instansi yang berkaitan dengan penelitian ini. Sedangkan data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar kuesioner dengan kepala dan anggota rumah tangga. Selain itu juga melalui wawancara dengan pemimpin desa, tokoh masyarakat dan kelompok-kelompok masyarakat yang sedang berkumpul di suatu tempat.

3.3. Metode Analisis Data

3.3.1. Analisis Modal Sosial

(41)

3.3.1.1. Indeks Komposit Modal Sosial Masyarakat

Indeks modal sosial masyarakat (IMSM) diukur dari nilai rata-rata dari seluruh komponen pembentukan modal sosial yaitu: komponen modal sosial struktural (5 variabel), komponen modal sosial kognitif (4 variabel) dan komponen aksi kolektif (3 variabel). Indeks modal sosial struktural (MSDS) merupakan penjumlahan dari indeks kepadatan keanggotaan di dalam asosiasi lokal (DS1), indeks keragaman keanggotaan di dalam asosiasi lokal (DS2), indeks partisipasi dalam pembuatan keputusan (DS3), indeks dukungan di dalam situasi krisis (DS4) dan indeks derajat pembatasan (DS5). Indeks modal sosial kognitif (MSDK) yaitu jumlah dari indeks derajat kesetiakawanan (DK1), indeks kepercayaan (DK2), indeks kerjasama (DK3) dan indeks penyelasian konflik (DK4). Sedangkan indeks aksi kolektif (MSAK) adalah jumlah dari indeks tingkat aksi kolektif (AK1), indeks jenis kegiatan kolektif (AK2) dan indeks kesediaan berpartisipasi di dalam aksi kolektif (AK3). Penghitungan indeks secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Berdasarkan bentuk umum di atas, maka indeks komposit modal sosial masyarakat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

min max

min i

i

NPMSM

NPMSM

NPMSM

NPMSM

IMSM

-=

dimana:

IMSMi : Indeks modal sosial masyarakat pada individu (rumah tangga) ke-i

NPMSMi : Nilai pengamatan modal sosial individu (rumah tangga) ke-i

NPMSM max : Nilai pengamatan tertinggi dari modal sosial individu (rumah

tangga)

NPMSM min : Nilai pengamatan terendah dari modal sosial individu (rumah

tangga)

3.3.1.2. Uji Beda Rataan Indeks Modal Sosial

Data modal sosial masyarakat kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis non parametrik. Uji beda dua sampel yang tidak berhubungan dilakukan untuk mengetahui apakah dua populasi memiliki sifat-sifat yang identik, sehingga

(42)

dapat didiskripsikan secara rinci apakah ada perbedaan modal sosial masyarakat antara desa yang satu dengan desa lainnya secara agregat maupun disagregat. Selanjutnya uji beda tersebut juga dilakukan terhadap modal sosial pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah dengan rumah tangga yang belum memiliki rumah pasca tsunami, yaitu untuk melihat apakah modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi daripada modal sosial masyarakat pada rumah tangga yang belum meliliki rumah. Adapun hipotesis yang diuji dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Uji Beda Rataan antar Desa.

Hipotesis: Ho:

µ

dj

= µ

dk

Ha:

µ

dj

= µ

dk

Dimana:

µ

dj = rata-rata populasi di desa j

µ

dk = rata-rata populasi di desa k j = 1, 2 dan 3

k = 1, 2 dan 3

Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa rata-rata populasi di desa j identik dengan rata-rata populasi di desa k, artinya tidak ada perbedaan antara modal sosial masyarakat desa j dengan modal sosial masyarakat desa k. Hipotesis alternatifnya adalah rata-rata populasi di desa j tidak identik dengan rata-rata populasi di desa k, artinya modal sosial masyarakat desa j berbeda dengan modal sosial masyarakat desa k. Hipotesis tersebut digunakan untuk masing-masing komponen modal sosial yang diamati.

Dasar pengambilan keputusan:

- Jika p-value > α/2, maka Ho diterima.

- Jika p-value < α/2, maka tidak terdapat cukup bukti untuk menerima Ho.

2. Uji Beda Rataan antara Rumah Tangga yang Sudah Memiliki Rumah

dengan yang Belum Memiliki Rumah.

Hipotesis: Ho:

µ

r1

= µ

r0

Ha:

µ

r1

> µ

r0
(43)

µ

r1 = Rata-rata indeks modal sosial pada rumah tangga yang sudah

memiliki rumah

µ

r0 = Rata-rata indeks modal sosial pada rumah tangga yang belum

memiliki rumah Dasar pengambilan keputusan:

- Jika p-value > α, maka terima Ho, artinya modal sosial rumah tangga yang sudah memiliki rumah sama dengan modal sosial rumah tangga yang belum memiliki rumah.

- Jika p-value < α, maka tidak cukup bukti untuk menerima Ho, artinya modal sosial rumah tangga yang sudah memiliki rumah lebih tinggi dibandingkan dengan modal sosial rumah tangga yang belum memiliki rumah.

Sama halnya dengan uji beda rataan antar desa, hipotesis ini juga digunakan untuk masing-masing komponen modal sosial yang diamati.

3.3.1.3. Analisis korelasi

Selain uji beda nilai tengah dari indeks komposit modal sosial, untuk mendeskripsikan hubungan antara variabel modal sosial dengan variabel status kepemilikan rumah juga dilakukan analisis korelasi. Analisis korelasi merupakan alat analisis untuk melihat erat-tidaknya kaitan antara variabel modal sosial dengan variabel kepemilikan rumah. Hubungan tersebut di uji dengan menggunakan analisis Korelasi Spearman.

Hipotesis: Ho:

r

s = 0

Ha:

r

s = 0

Dimana:

r

s = nilai korelasi spearman

Dasar pengambilan keputusan:

- Jika p-value > α/2, maka terima Ho, artinya tidak ada hubungan antara modal sosial dengan status kepemilikan rumah

(44)

3.3.2. Analisis Peran Modal Sosial terhadap Peluang Masyarakat Memiliki Rumah.

Secara umum peluang masyarakat untuk lebih cepat memiliki rumah dipengaruhi oleh tingkat pendapatan keluarga dan juga jumlah aset yang dimilikinya. Masyarakat yang memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dan didukung oleh kepemilikan aset yang berlimpah akan mampu membangun kembali rumahnya dengan lebih cepat. Pasca tsunami, kedua faktor tersebut jelas kurang berpengaruh terhadap cepat tidaknya masyarakat memiliki rumah, karena kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi untuk membangun kembali infrastruktur dan perumahan adalah pemerintah dengan dibantu oleh lembaga-lembaga non pemerintah dari dalam maupun luar negeri akan membantu membangun kembali seluruh rumah yang hancur maupun yang rusak akibat tsunami, sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang sendiri untuk membangun rumahnya. Dengan demikian, modal sosial masyarakat merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi cepat tidaknya suatu komunitas (desa) untuk mendapatkan bantuan rumah tersebut. Selain itu keberadaan lembaga donor dari pihak luar yang memiliki program untuk membantu membangun rumah juga menjadi faktor penting lainnya. Keterlibatan lembaga non pemerintah (NGO) di suatu desa yaitu dilihat dari banyaknya lembaga NGO yang membantu masyarakat untuk membangun rumah.

Untuk mengetahui pengaruh modal sosial terhadap peluang masyarakat memiliki rumah pasca tsunami disamping faktor-faktor lainnya, dianalisis dengan menggunakan analisis regresi model logit. Bentuk umum dari analisa regresi model logit (Thomas 1997) adalah:

(

)

[

β

1

β

2

X

2i

β

3

X

3i

...

β

k

X

ki

ε

i

]

exp

1

1

Pi

+

+

+

+

+

+

=

(

)

[

]

(

)

[

1

β

1 2

β

2

X

2i2i 3

β

3

X

3i3i

...

k

β

k

X

kiki i

ε

i

]

exp

1

ε

X

β

...

X

β

X

β

β

exp

Pi

1

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

=

-maka: i ki k i 3 3 i 2 2

1

β

X

β

X

...

β

X

ε

β

Pi

1

Pi

ln

=

+

+

+

+

+

(45)

-Berdasarkan model umum di atas, maka model analisis data untuk menjelaskan pengaruh modal sosial terhadap peluang masyarakat memiliki rumah adalah sebagai berikut:

ε

R

_

NGO

β

ASET

β

RT

_

P

β

IMSM

β

β

Pi

1

Pi

ln

=

0

+

1

+

2

+

3

+

4

+

-Pi 1

Pi

- : Odds ratio yaitu perbandingan probabilitas sukses (terjadinya peristiwa y=1) dengan probabilitas gagal (terjadinya peristiwa Y = 0)

dimana:

Pi = Peluang rumah tangga memiliki rumah (1 = rumah tangga sudah memiliki rumah, 0 = rumah tangga belum memiliki rumah.)

β0 = Intersep

βj = Koefisien regresi (j=1,2,3 dan 4)

IMSM = Indeks modal sosial individu (rumah tangga)

P_RT = Pendapatan rumah tangga (Rp/bln)

ASET = Jumlah aset yang dimiliki rumah tangga (dalam rupiah)

NGO_R = Jumlah NGO yang terlibat di setiap desa yang bergerak dalam bidang pembangunan rumah bagi masyarakat.

Selanjutnya kelayakan model (goodness of fit test) dapat diukur dari nilai

chi square pada uji Hosmer and lemeshow.

Hipotesis:

H0 = tidak ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.

Ha = ada perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati

Keputusannya:

- Jika nilai probabilitas > 0,05 maka H0 diterima - Jika nilai probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak

3.3.3. Analisis Peran Modal Sosial terhadap Pendapatan Keluarga.

(46)

mengasumsikan bahwa modal sosial adalah benar-benar merupakan modal yang terukur yang dimiliki rumah tangga. Modal sosial dapat dikatakan modal karena memiliki ciri-ciri sebagai modal yaitu: modal sosial memerlukan sumberdaya untuk dihasilkan (terutama waktu) dan modal sosial mengalami akumulasi dan dekumulasi. Modal sosial juga dapat diperoleh dalam situasi formal atau informal, seperti modal manusia (sekolah vs belajar). Modal sosial juga dapat dilihat sebagai aset yang tersedia bagi rumah tangga untuk menciptakan pendapatan. Tiap-tiap keputusan di dalam menciptakan pendapatan, rumah tangga harus mengatur semua aset yang dimiliki seperti aset fisik (lahan, peralatan, gedung), modal manusia (tingkat pendidikan dan pengalaman kerja) dan modal sosial. Rumah tangga harus menggabungkan semua aset ini untuk digunakan dalam kegiatan-kegiatan produktif.

Pasca tsunami, keterlibatan NGO baik dalam maupun luar negreri dalam meningkatkan pendapatan rumah tangga juga tidak bisa diabaikan. Aset bawaan (endowment) dari rumah tangga hampir tidak ada, karena sudah hancur akibat tsunami. Masyarakat pasca tsunami praktis bergantung pada pihak donor untuk memenuhi segala kebutuhannya. Untuk menjalankan kembali usaha-usaha yang produktif diperlukan modal finansial, dan ini disediakan oleh lembaga-lembaga donor seperti NGO. Dalam hal ini, peranan NGO diukur dari banyaknya lembaga NGO dalam satu desa yang terlibat dalam kegiatan ekonomi langsung seperti membantu modal usaha, dan tidak langsung seperti membangun rumah. Asumsinya dengan membangun rumah sebagian masyarakat bisa bekerja sebagai buruh bangunan tersebut. Upah yang didapat menjadi sumber pendapatan keluarganya.

Hubungan antara modal sosial dan pendapatan rumah tangga di analisis dengan menggunakan regresi linier. Bentuk persamaannya adalah sebagai berikut:

ε

ER _ NGO

β

KR P _ d

β

KR P _ d

β

JAR

β

UKR

β

IMSM

β β

Y= 0 + 1 + 2 + 3 + 4 k + 5 d + 6 +

Dimana:

Y = Pendapatan rumah tangga (Rp)

β0 = Intersep

βj = Koefisien regresi (j=1,2,3,..6)

(47)

UKR = Umur kepala rumahtangga (tahun)

JAR = Jumlah anggota rumah tangga (jiwa)

d_PdKR = Pendidikan kepala keluarga (1= tamat SMA, 0 = tidak tamat SMA)

d_PkKR = Pekerjaan kepala keluarga (1 = sudah tetap, 0 = belum tetap)

NGO_ER = Banyaknya NGO dalam satu desa yang membantu dibidang ekonomi dan perumahan.

3.4. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Pengolahan Data

[image:47.612.135.508.286.700.2]

Definisi operasional, pengukuran variabel dan tahapan pengolahan data disajikan di dalam Tabel 3.

Tabel 3. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan Data.

Pengolahan Data Variabel Definisi Operasional Skala Pengukuran

Tahap 1 Tahap 2 I. Modal Sosial Indeks komposit dari

dimensi struktural, dimensi kognitif dan aksi kolektif

Skala 0-100

Indeks 0-1

A. Dimensi Struktural

Indeks komposit dari rata-rata proporsi A.1 s/d A.5

Skala 0-100

Indeks 0-1 1. Kepadatan

Keanggotaan

Jumlah anggota rumah tangga yang terlibat di dalam asosiasi lokal

Skala 1-15 Skala 0-100

Indeks 0-1 2. Keragaman

Keanggotaan

Rata-rata keragaman keanggotaan di dalam 3 asosiasi lokal yang paling penting bagi rumah tangga Skala 1-3 1=sedikit berbeda 2=cukup berbeda 3=sangat berbeda Skala 0-100 Indeks 0-1

3. Partisipasi di dalam pembuatan keputusan

Rata-rata dari proporsi tingkat partisipasi pembuatan keputusan di dalam 3 asosiasi lokal yang paling penting bagi rumah tangga

Skala 1-3 1= Pemimpin memutuskan dan menginformasikan kepada anggota 2= Pemimpin menanyakan kepada anggota, tetapi pemimpin yang membuat keputusan sendiri 3= Keputusan diputuskan bersama Skala 0-100 Indeks 0-1

4. Dukungan dalam situasi krisis

Rata-rata dari proporsi A.4.a dan A.4.b

Skala 0-100

Indeks 0-1 a. Rata-rata dari proporsi

pihak-pihak yang terlibat di dalam menyelesaikan masalah pendidikan

Skala 1-5

1= Tidak seorangpun 2= Pemerintah

kabupaten 3= Perkumpulan desa

(48)

4= Orang tua murid 5=seisi desa/lingkungan b Rata-rata dari proporsi

pihak-pihak yang terlibat di dalam menyelesaikan masalah gagal panen, penyakit dan pencurian

Skala 1-5 1= Rumah tangga

sendiri 2= Tetangga saja 3= Pemerintah

kabupaten 4= perkumpulan desa 5= seisi

desa/lingkungan

Skala 0-100

5. Derajat Pembatasan

Rata-rata dari proporsi A.5.a dan A.5.b

Skala 0-100

Indeks 0-1 a. Rata-rata dari proporsi

10 sumber perbedaan yang mengkotakkan orang di dalam desa/lingkungan

Interval, Skala 1-3 1= Perbedaan tidak

mengkotakkan orang di dalam

desa/lingkungan 2= Perbedaan sedikit

mengkotakkan orang di dalam

desa/lngkungan

Skala 0-100

3= Perbedaan sangat

mengkotakkan orang di dalam

desa/lingkungan b. Proporsi dari 11 jenis

fasilitas/jasa dimana anggota rumah tangga tidak dilayani atau dibatasi aksesnya

Ordinal, Skala 0 dan 1 0= Akses dibatasi/tidak

dilayani 1= Akses tidak

dibatasi/dilayani

Skala 0-100

B. Dimensi kognitif

Indeks komposit dari rata-rata proporsi B.1 s/d B.4

Skala 0-100

Indeks 0-1 1. Kesetiakawanan Rata-rata dari proporsi

B.1.a dan B.1.b

Skala 0-100

Indeks 0-1 a Proporsi dari 11 pihak

yang pertama sekali memberikan bantuan ketika rumah tangga mengalami musibah

Skala 1-11 Skala 0-100

b Proporsi dari 11 pihak yang pertama sekali memberikan bantuan ketika rumah tangga mengalami kerugian secara ekonomi

Skala 1-11 Skala 0-100

2. Kepercayaan Rata-rata proporsi dari B.2.a s/d B.2.d

Skala 0-100

Indeks 0-1 a Rata-rata dari proporsi

penilaian responden tentang saling percaya diantara warga desa dalam hal pinjam meminjam

Skala 0 dan 1

0=Tidak saling percaya 1=Saling percaya

Skala 0-100

b Rata-rata dari proporsi penilaian responden

Skala 1-3

1= Menjadi lebih buruk

(49)

tentang perkembangan saling percaya antar warga di dalam desa setelah tsunami

2= Sama Saja 3= Menjadi lebih baik

c Rata-rata dari proporsi penilaian responden tentang saling percaya antar warga

dibandingkan dengan desa lain

Skala 1-3

1= Lebih rendah dari desa lain

2= Sama dengan desa lain

3= Lebih tinggi dari desa lain

Skala 0-100

d Rata-rata dari proporsi kepercayaan responden

Gambar

Table 1. Jumlah Desa yang Rusak Akibat Tsunami dalam Setiap Kabupaten/Kota di Nanggroe Aceh Darussalam
Tabel  2. Kerangka Hubungan antara Pendapat  Woolcock dan Narayan dengan Pendapat Grootaert dan Van Bastaeler terhadap Modal Sosial
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Tabel 3. Definisi Operasional, Pengukuran Variabel dan Tahapan Pengolahan   Data.
+7

Referensi

Dokumen terkait