Lampiran 1. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur Kelarutan Oksigen
(DO)
1 ml MnSO4
1 ml KOH-KI Dikocok
Didiamkan
1ml H2SO4
Dikocok Didiamkan
Diambil sebanyak 100 ml Ditetesi Na2S2O3 0,0125 N
Ditambahkan 5 tetes amilum
Dititrasi dengan Na2S2O3 0,0125 N
Dihitung volume Na2S2O3 yang terpakai (= nilai DO akhir)
Sampel air
Larutan sampel berwarna coklat Sampel dengan
endapan putih/coklat
Sampel Berwarna Kuning Pucat
Sampel Bening
hasil Sampel Berwarna
Lampiran 2. Bagan Kerja Metode Winkler untuk Mengukur BOD5
diinkubasi selama 5 hari dihitung nilai DO awal
pada temperatur 20°C dihitung nilai DO akhir
Keterangan :
• Penghitungan nilai DO awal dan DO akhir sama dengan penghitungan Nilai DO
• Nilai BOD = Nilai awal – Nilai DO akhir
(Suin, 2002) Sampel air
DO awal
Sampel air Sampel air
Lampiran 3. Alat dan Bahan
Refraktometer Termommeter air
pH meter Luxmeter
Keping secchi Plankton net
Botol winkler Erlenmeyer
Lampiran 4. Foto Plankton
Cyclotella comta Cyclotella kutzingiana
Geminella sp. Gyrosigma attenuatum
Surirella ovata Tabellaria fenesirata
Ankistrodesmus acicularis Asterionella japonica
Biddulphia Chaetoceros decipien
Chromulina rossanofi Cymbella sp.
Hydropsysche sp. Paranema sp.
Proales werneckl Proales sp.
Lampiran 5. Perhitungan
a. Kelimpahan (K)
P V
N= (individu/ liter)
0,0196W
• Cyclotella comta (Stasiun 1) 3x 100 ml
N= =1632,65
0,0196x 25 L
b. Kelimpahan Relatif (KR)
Kepadatan suatu jenis
KR = x 100%
Jumlah kepadatan seluruh jenis
1632,65
KR= x 100%= 4,04%
40408,13
c. Frekuensi Relatif (FR)
Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
FK = x100%
Jumlah total plot 3
FK= x 100= 100%
3
d. Indeks Keanekaragaman (H’)
(H’) =-Σ pi ln pi'
e. Indeks Keseragaman (E)
H’ E=
Hmax
2,13
Lampiran 6. Peta Lokasi Sampling
Sumber: Google Earth
PETA LOKASI PENELITIAN PANTAI SUJONO,
Keterangan
:Lokasi pengambilan sampel
VENITHA SARI PURBA (1105058)
FMIPA UNIVERSITAS SUMATERA
DAFTAR PUSTAKA
Abe, H. Okoshi. W. S., Nishitani, G and Endo, Y. 2014. Vertical Distribution and Migration of Planktonic Polyhaeta Larvae in Onagawa Bay, North- eastern Japan. 71: 1-9.
Barus, T.A. 2004. Pengantar Limnologi Studi Tentang Ekosistem Air dan Daratan. USU Press. Medan.
Barus, T. A. 2009. Faktor- Faktor Lingkungan Abiotik dan Keanekaragaman Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan Danau Toba (Environtmental Abiotic Factors and The Diversity of Plankton as Water Quality Indicator in Lake Toba, North Sumatera, Indonesia. 11: 64- 72.
Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara. 2010. Kajian Potensi Pengembangan Jalan Kawasan Pantai Timur Untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi dan Wisata Sumatera Utara. 52-53.
Bonecker, S. L. C., Araujo, A. V. Carvalho, P. F., Dias, C. D., Fernandez, L. F. L., Miggoto, A. E and Oliviera, O. M. 2014. Horizontal and Vertical Distribution of Mesoplankton Species Richness and Composition Down to 2,300 m in the Southwest Antalntic Ocean. 31: 445-462.
Dahuri, R., Rais, J., Ginting, S.. dan Sitepu, M.J. 2004. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jilid ketiga. Ed ke-4. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Edward dan Tarigan, M. S. 2003. Pengaruh Musim Terhadap Fluktuasi Kadar Fospat dan Nitrat di Laut Banda. Makara Sains. 7: 82-90.
Ersa, S. M., Agung, S. Dan Suryanti. 2014. Analisa Stastus Pencemaran dengan Indeks Saprobitas di Sungai Klampisan Kawasan Industri Candi, Semarang. 3: 216-244.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.
Facta, M., Zainuri, M., Sudjadi dan Sakti, E.P. 2006. Pengaruh Pengaturan
Intensitas Cahaya yang Berbeda Terhadap Kelimpahan Dunaliella sp.
dan Oksigen Terlarut dengan Simulator TRIAC dan Mikrokontroller AT89S52. 11: 69.
Handayani, S. Dan Patria, M. 2005. Komunitas Zooplankton di Perairan Waduk Krenceng, Cilegon, Banten. 9: 75-80.
Handayani, S. Dan Tobing, I.S. 2008. Keanekaragaman Fitoplankton di Perairan Pantai Sekitar Merak Banten dan Pantai Panet Lampung. 1: 29-30.
Haninuna, E. D. N., Ricky. G. dan Ludji. M. 2015. Pemanfaatan Fitoplankton Sebagai Bioindikator Berbagai Jenis Polutan di Perairan Intertidal Kota Kupang. Jurnal Ilmu Lingkungan. 13: 72-85.
Hwang, J. S., Kumar, R., Hsieh, C. W. Kuo, A. Y. Soussi, S., Hsu, H. H., Wu, J. T., Liu, W. C., Wang, C. F and Chen, Q. C. 2010. Pattern of Zooplankton Distribution along the Marine, Estuarine and Riverine Portions of the Danshuel Ecosystem in Northern Taiwan. 49: 335-352.
Isnansetyo, A. & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan Zooplankton. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Kamilah, K. Rachmadiarti, F. Indah. K. N. 2014. Keanekaragaman Plankton yang Toleran Terhadap Kondisi Perairan Tercemar di Sumber Air Belerang, Sumber Beceng Sumenep, Madura. Jurnal Biologi. 1:1-6.
Krebs, C. J. 1985. Ecology Experimental Analysis of Distribution Abudance. Philadelphia. Harper & Row Publisher.
Krebs. 1978. Ecology.The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper and Row Distribution. New York.
Lampert, W. 1989. The Adaptive Significant of Diel Vertical Migration of Zooplankton. 3: 21-27.
Makmur, Rachmansyah dan Fahrur, M. 2011. Hubungan Antara Kualitas Air dan Plankton di Tambak Kabupaten Jabung Barat Provinsi Jambi. 1: 961- 968.
Michael, P. 1984. Metode Ekologi. Untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Universitas Indonesia. Jakarta.
Muylaert, K. And Sabbe, K. 1996. Cyclotella scaldensis Spcc. Nov. (Bacillariophyceae) a New Estuarine Datom. 63: 335.
Muhar, N. 2004. Keanekaragaman Phytoplankton di Beberapa Muara Sungai Kota Padang.4: 37.
Nybakken. J. W. 1998. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Odum, E. P. 1998. Dasar-dasar Ekologi: Terjemahan dari Fundamentals of Ecology. Alih Bahasa Samingan, T. Edisi ketiga. Universitas Gajah Mada. Press, Yogyakarta.
Ostos, E. M., Pizarro, L. C., Alves, A. B., Escot, C and George D.G. 2006. Algae in the Motion: Spatial Distribution of Phytoplankton in Thermally Stratified Reservoirs. 25: 205-216.
Panitia Pembangunan dan Teknologi Kelautan serta Industri maritim. 1996. Profil Kelautan Nasional. Bandung. 30-31.
Rahayu,S., Setyawati, T.R. dan Turnip, M. 2013. Struktur Komunitas Zooplankton di Muara Sungai Mempawah Kabupaten Pontianak Berdasarkan Pasang Surut Air Laut. 2: 53.
Rokhim, K., Arisandi, A dan Abida I.W. 2009. Analisa Kelimpahan Fitoplankton
dan Ketersediaan Nutrien (NO3 dan PO4) di Perairan Kecamatan
Kwanyar Kabupaten Bangkalan. 2: 8.
Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2009. Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Rudiyanti, S. 2009. Kualitas Perairan Sungai Banger Pekalongan Berdasarkan Indikator Biologis. 4: 46-47.
Simanjuntak, M. 2009. Hubungan Faktor Lingkungan Kimia, Fisika Terhadap Distribusi Plankton DiPerairan Belitung Timur, Bangka Belitung. 11: 33.
Sagala, E. P. 2012. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Saprobik Plankton dalam Menilai Kualitas Perairan Laut Bangka di Sekitar FSO Laksmiati PT. Medco E & P Indonesia, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi angka Belitung. Jurnal Maspari. 4: 23-32.
Soedibjo, B.S. 2006. Struktur Komunitas Fitoplankton dan Hubungannya dengan Beberapa Parameter Lingkunga di Perairan Teluk Jakarta. Oseanologi dan Limnologi. 40: 65-78.
Suhendar, Sachoemar dan Hendiarti, N. 2006. Struktur Komunitas dan Keragaman Plankton antara Perairan Laut di Selatan Jawa Timur, Bali dan Lombok.1: 21.
Syam. A. R. 2002. Produktivitas Primer Fitoplankton dan Perbandingan Beberapa Karakteristik Biofisikimia Perairan Teluk Jakarta dan Teluk Lampung. Program Pascasarjana. IPB.
Pirzan, A. M dan Pong-Masak. P R. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Baulang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Slatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. 9:217-221.
Prasetyanigtyas, T., Priyono, B. Dan Pribadi. 2009. Keanekaragaman Plankton di Perairan Tambak Ikan Bandeng di Tapak Tugurejo, Semarang. Unnes Journal of Life Science. 1: 56- 61.
Pednekar, S. M., Kerkar, V and Matondkar, S. G. Statiotemporal Distribution in Phytoplankton Community with Distinct Salinity Regimes Along The Mandovi Estuary, Goa, India. Jurnal Botani Turki. 38: 800-818.
Tindaon, E.N., Yunasfi dan Indra L. 2014. Keanekaragamn Plankton di Sungai Pelawi Desa Pelawi Utara Kabupaten Langkat Sumatera Utara. 1: 131-140.
Ulqodry, T.Z., Yulisman., Syahdan, M. dan Santoso.2010. Karakterisitik dan Sebaran Nitrat, Fosfat, dan Oksigen Terlarutdi Perairan Karimunjawa Jawa Tengah. 13: 36.
Umar, C. 2010. Struktur Komunitas dan Kelimpahan Plankton di Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. 10: 1-10.
Usman, M.S., Kusen, J.D. Dan Rimper, J. 2013. Struktur Komunitas Plankton di Perairan Pulau Bangka Kabupaten Minahasa Utara. 2: 52.
Utami, N. P., Yuniarti, M.S. dan Kiki, H. 2012. Pertumbuhan Chlorella sp. yang Dikultur Pada Perioditas Cahaya yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3: 237-244.
Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Penerbit PT. Grasindo. Jakarta.
Yazwar, 2008. Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya Dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba. [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara. Program Pascasarjana.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni - Juli 2015 di Pantai Pejuangan/
Sujono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara, Sumatera
Utara dan Laboratorium Ilmu Dasar Universitas Sumatera Utara.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, plankton net,
termometer, refraktometer, luxmeter, Global Positioning System (GPS), buku
identifikasi, buku tulis, ember 5 liter, spit 1 ml, spit 5 ml, spidol permanen,
mikroskop cahaya, kotak spesimen, alat tulis, penggaris, keping secchi, botol
sampel, botol film, cool box, tool box, botol winkler, Haemocytometer dan pH
meter.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik, lakban, tisu,
larutan Lugol 10%, KOH-KI, MnSO4, H2SO4, Amilum, dan Na2S2O3, es dan
kertas label.
3.3. Metode Penelitian
Penentuan titik sampling dilakukan dengan metode Purposive Random Sampling.
Ditentukan 3 stasiun dimana pada masing-masing stasiun dilakukan 3 kali
pengulangan.
a. Di lapangan
Sebanyak 25 liter sampel air diambil dengan menggunakan ember.
Sampel air kemudian dilewatkan ke dalam jaring plankton (plankton net)
yang pada bagian ujungnya dilengkapi dengan botol penampung selanjutnya
dipindahkan ke dalam botol film. Pengawetan plankton di dalam botol film
dilakukan dengan pemberian larutan lugol 10% sebanyak 2-3 tetes. Sebagai
kimia seperti pH, temperatur, DO, BOD5, penetrasi cahaya dan intensitas
cahaya, fosfat dan nitrat ( Yazwar, 2008).
b. Di laboratorium
Sampel kemudian dibawa dan diidentifikasi di laboratorium Ilmu
Dasar Universitas Sumatera Utara.
3.4. Deskripsi setiap stasiun sampling
3.4.1. Stasiun ke-1
Stasiun ke-1 merupakan titik sampling pertama dengan titik koordinat
30 23’ 18.7’’ LS dan 990 24’ 19.05’’ BT (Gambar 3.1). Pada titik sampling ini
tidak ada aktivitas manusia (merupakan stasiun kontrol), warna air bening
kecoklatan dengan dasar pantai berpasir dengan kedalaman air 1,25-1,30 meter.
Gambar 3.1. Stasiun 1(kontrol tanpa aktivitas)
3.4.2. Stasiun ke-2
Stasiun ke-2 dengan titik koordinat yaitu 30 23’ 14.37’’ LS dan 990 24’
38.14’’ BT (Gambar 3.2). Pada titik sampling ini terdapat pemukiman dan
pariwisata alam, serta adanya aktivitas masyrakat yang mencari kerang (kelas
Pelecypoda/Bivalvia). Warna air kecoklatan, dasar pantai berpasir dengan
Gambar 3.2. Stasiun 2 (Pemukiman dan Pariwisata)
3.4.3. Stasiun ke-3
Pada stasiun ke-3 dengan titik koordinat ketiga yaitu 30 22’ 49,87’’ LS dan
990 23’ 12,04’’BT (Gambar 3.3). Pada titik sampling ini terdapat areal pabrik.
Warna air keruh kecoklatan, dasar pantai berpasir dengan kedalaman air 1-1,5
meter. .
Gambar 3.3 Stasiun 3(Pabrik minyak)
3.5. Pengukuran Faktor Fisika-Kimia Perairan
3.5.1. Suhu
Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer dengan
skala 0-100°C, dicelupkan termometer ke air, dibiarkan beberapa saat lalu di baca
skala dari termometer tersebut dan dicatat hasil yang tertera pada skala
3.5.2. pH (Derajat keasaman)
pH air diukur menggunakan pH meter dengan langkah sebagai berikut :
- Sebelum dipergunakan pH meter dikalibrasi dengan aquades
- pH air diukur dengan cara memasukan ujung sensor pH meter ke dalam air dan
pH meter akan menunjukan angka/nilai pH terukur.
3.5.3. Penetrasi Cahaya
Dilakukan dengan menggunakan piringan secchi, yaitu piringan hitam dan
putih, Garis tengah (diameter) standar piringan adalah 20 cm dan ketebalan
0,3 cm. Pengukuran dilakukukan dengan memasukkan keping secchi ke dalam air
dengan posisi tegak lurus pada garis (titik pandang) sampai warna putih piringan
tepat hilang dari pandangan, catat kedalamannya. Kemudian turunkan sedikit
lebih jauh, kembali naikan perlahan-lahan sampai warna putih tepat muncul
kembali dan dicatat kedalamannya.
3.5.4. Intensitas Cahaya
Intensitas cahaya diukur dengan menggunakan luxmeter. Diarahkan lux
meter ke sumber cahaya, lalu di catat angka yang muncul pada lux-meter tersebut.
3.5.5. DO (Dissolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan menggunakan metode
Winkler. Sampel air dimasukkan ke dalam botol winkler 250 ml, kemudian di
tetesi 1 ml MNSO4 dan 1 ml KOH-KI Kemudian botol ditutup kembali, campuran
dengan cara dibolak balikan beberapa kali, dibiarkan sebentar hingga terbentuk
larutan bening dengan endapan berwarna coklat, dengan ditambahkan 1 ml H2SO4
melalui didnding botol. Endapan akan larut dan terbentuk Larutan berwarn coklat.
Air sampel diambil 100 ml kemudian dititrasi dengan Natrium thiosulfat 0,0125 N
sampai larutan berwarna kuning pucat, kemudian ditambahkan 5 tetes amilum
hingga larutan berwarna biru muda. Dititrasi kembali sampai warna menjadi
bening. Dihitung volume Natrium thiosulfat 0,0125 N yang terpakai, nilai
3.5.6. BOD5 (Biological Oxygen Demand )
Pengukuran BOD5 dengan metode Winkler (titrasi dilaboratorium).
Mula-mula dihitung nilai DO awal. Sampel air dimasukkan ke dalam botol berukuran
1L kemudian diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20o. Diukur nilai DO akhir
dengan menggunakan metode winkler. Nilai BOD5 sama dengan nilai DO awal-
nilai DO akhir.
3.5.7. Nitrat (NO3) dan Pospat (PO4)
Sampel air dimasukkan ke dalam botol berukuran 1Liter kemudian dibawa ke
laboratorium. Pengukuran nitrat dan pospat yaitu sebagai berikut:
a) Pengukuran Nitrat (NO3)
Pengukuran data nitrat menggunakan metode Brucine. 5 gram sampel
ditambahkan 50 amilum asetat dengan pH 4,8. Dikocok selam 30 menit kemudian
disaring. 5 ml hasil ekstraksi kemudian dipipet ke dalam tabung reaksi dan
ditambahkan 0,5 ml brucin dan ditambahkan 5 ml H2SO4 dikocok dengan
pengocok tabung sampai homogen lalu didiamkan selama 30 menit. Dimasukkan
ke dalam spektrofotometer dengan panjang gelombang 432 nm kemudian diamati.
b) Pengukuran Pospat (PO4)
Pengkuran pospat menggunakan metode asam askorbik. 5 g sampel
sedimen dimasukkan ke dalam botol polyethylen ditambahkan 2 g karbon aktif.
Dilarutkan dengan 2 ml pengestrak olsen dan dikocok selama 30 menit lalu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. 5 ml larutan jernih dari tabung reaksi dipipet
dan ditambahkan 5 ml peraksi Posfat. Dibuat larutan standar dengan kepekatan
0-10 ppm P2O5 dengan cara memipet: 1,0; 2,0; 4,0; 8,0; 10 ml larutan standar
P2O5 10 ml kemudian diencerkan dengan pengekstrak olsen menjadi 2 ml. Sampel
dan larutan standar masing-masing 5 ml pereaksi Posfat, kemudian dikocok dan
dibiarkan selama 30 menit. Sampel kemudian diukur dengan spektrofotometer
Tabel 3.1. Alat dan Satuan yang Dipergunakan dalam Pengukuran Faktor
2. Penetrasi cahaya Cm Kepingsecchi In-situ
3. Intensitas cahaya Candela Lux meter In-situ
4. pH air - pH meter In-situ
Jumlah plankton yang ditemukan dihitung jumlah individunya/ liter
dengan menggunakan alat haemocytometer lalu dihitung kelimpahannya
menggunakan rumus modifikasi menurut Isnansetyo dan Kurniastuty (1995),
yaitu:
T p V l N= x x x L P v W
Keterangan:
N= Jumlah plankton per liter
T= Luas penampang permukaan Haemocytometer (mm2) L= Luas satu lapang pandang (mm2)
P= Jumlah plankton yang dicacah P= Jumlah lapang yang diamati
V= Volume konsentrasi plankton pada bucket (ml) V= Volume konsentrasi dibawah gelas penutup
W= Volume air media yang disaring dengan plankton net
Karena sebagian besar dari unsur-unsur ini telah diketahui pada haemocytometer, yatu T= 196 mm2 dan V= 0,0196 ml (19,6 mm3) dan luas satu lapang pandang (L) sama dengan jumlah plankton yang dicacah (P) sehingga rumus menjadi:
P V
N= (individu/ liter)
3.6.2. Kelimpahan Relatif (KR)
Menurut Krebs (1985), perhitungan kelimpahan relatif dihitung
menggunakan rumus:
Kepadatan suatu jenis
KR = x 100%
Jumlah kepadatan seluruh jenis
3.6.3. Frekuensi Kehadiran (FK)
Menurut Michael (1984), frekuensi kehadiran merupakan nilai yang
menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam setiap sampling plot yang
ditentukan. Kelimpahan relatif dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Jumlah plot yang ditempati suatu jenis
FK = x100%
3.6.4. Indeks Keanekaragaman (H’)
Menurut Odum (1998), indeks keanekaragaman Shannon – Wienner
digunakan untuk mengetahui keanekaragaman jenis dengan rumus sebagai
berikut:
(H’) =-Σ pi ln pi
Keterangan :
H’ = Indeks keanekaragaman shannon-Wiener Pi = ni / N
Ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Kriteria :
H’< 1 = Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat 1<H’< 3= = Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar
sedang
H’> 3 = Stabilitas komunitas biota dalam kondisi prima (stabil) atau kualitas air bersih
3.6.5. Indeks Keseragaman (E)
Menurut Odum (1998), indeks keseragaman dapat dihitung menggunakan rumus
H’ S = Jumlah keseluruhan dari spesies
Hmax akan terjadi apabila ditemukan dalam suasana dimana semua
spesies adalah melimpah. Adapun nilai E kisaran antara 0 dan 1 yang mana 1
menggambarkan suatu keadaan dimana dimana semua spesies cukup melimpah.
3.6.6. Indeks Similaritas
Indeks ini digunakan untuk membandingkan kesamaan spesies organisme
yang ditemukan antara satu habitat dengan habitat yang lain (Krebs, 1978):
2C IS=
A+B
Keterangan:
IS= Indeks similaritas,
A= Jumlah spesies di stasiun A, B= Jumlah spesies di stasiun B
C= Jumlah spesies yang sama pada kedua A dan B.
3.6.7. Analisis Korelasi
Analisis statistik dilakukan sengan menggunakan korelasi pearson dengan
program SPSS versi 16. Uji statistik ini dilakukan untuk mengetahui antara faktor
fisika-kimia perairan dengan keanekaragaman plankton.
Tindaon et al. (2014) menyatakan, koefisien korelasi menunjukkan
kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak. Jika
koefisien korelasi positif, maka kedua variabel mempunyai hubungan searah
artinya jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan tinggi pula.
Sebaliknya, jika koefisien korelasi negatif, maka kedua variabel mempunyai
hubungan terbalik artinya, jika nilai variabel X tinggi, maka nilai variabel Y akan
menjadi rendah dan sebaliknya. Untuk memudahkan melakukan interpretasi
a. Jika 0 :Tidak ada korelasi antara dua variabel b. Jika r >0 − 0,25 : Korelasi sangat lemah
c. Jika r >0,25 − 0,5 : Korelasi cukup d. Jika r >0,5 − 0,75 : Korelasi kuat e. Jika r >0,75 − 0,99 : Korelasi sangat kuat
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Klasifikasi Plankton yang Ditemukan di Pantai Sujono
Dari penelitian yang telah dilakukan di Pantai Perjuangan/ Sujono, Desa
Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara,
Sumatera Utara didapatkan plankton yang cukup bervariasi diantara ke tiga
stasiun penelitian seperti terlihat pada Tabel 4.1.:
Tabel 4.1. Klasifikasi Plankton di Pantai Perjuangan/ Sujono
Filum/kelas Ordo Famili Genus Species
keterangan
a.Mediophyceae Stephanodiscales Stephanodiscaceae 1. Cyclotella 1. C. comta √ √ √
2. C kutzingiana √ √ √
Biddulphiophiales Attheyaceae
2. Attheya
3. A. Zachariasi √
3. Biddulphia 4. Biddulphia sp. √ √ √
Chaetocerotales Chaetocerotaceae 4. Chaetoceros 5. C. decipien √ - -
Lithodesmiales Litodesmiaceae
5. Ditylum
6. Ditylum sp. √ √ -
b.
Bacillariophyceae Cymbellales Cymbellaceae 6. Cymbella 7. Cymbella sp.
- √ √
Naviculales Naviculaceae 7. Gyrosigma 8. G.attenuatum √ √ -
Surirellales Surirellaceae 8. Surirela 9. S. ovatata - √ -
Fragilariophyceae Tabellariales Tabellariaceae
10. Tabellaria
Trebouxiophyceae Chlorellales Chlorellaceae 12. Geminella 15. Geminella sp.
√ √ √
b. Chlorophyceae Sphaeropleales Scenedesmaceae 13. Scendesmus 16. S.acuminatus √ √ √
Selenastraceae
14. Ankistrodes
--mus 17. A.acicularis
√ √ √
Ulotrichales Ulotrichaceae 15. Ulothrix 18. U. tenuissima √ √ - Chlamydomonadales Volvocaceae 16. Volvox 19. V. aureus √ √ √
3. Charophyta a.
Conjugatophyceae Zygnematales Mesotaeniaceae 17. Spirotaenia 20. S.obscura
√ √ -
Keterangan: ST = stasiun
Dari Tabel 4.1. terlihat bahwa dari hasil penelitian ditemukan 20 jenis plankton di
stasiun 1, 21 jenis plankton di stasiun 2 dan 17 jenis plankton di stasiun 3. Stasiun
3 memiliki jenis yang lebih rendah dibandingakn stasiun 1 dan 2 hal ini diduga
disebabkan oleh titik sampling stasiun 3 yang dekat dengan pabrik minyak
sehingga adanya limbah minyak dapat menutupi permukaan air dan menghalangi
fotosintesis. Menurut Syam (2002), minyak yang tergenang diatas permukaan laut
dapat menghalangi masuknya sinar matahari ke zona eufotik yang akan
menghambat fotosintesis. Selain itu, Haninuna et al. (2015), juga mengemukakan
bahwa masuknya minyak ke perairan dapat memberikan pengaruh pada
pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada seluruh biota air seperti plankton,
pengaruh dari minyak ini dapat bersifat letal (mematikan) dan subletal
(mematikan dengan cara tidak langsung) dengan cara mengubah pola makan,
reproduksi, dan menghambat pertumbuhan.
Jenis plankton yang paling banyak dan ditemukan di ketiga stasiun
sampling adalah Geminella sp. (stasiun 1 berjumlah 65 ind, stasiun 2 berjumlah
88 ind dan stasiun 3 berjumlah 39 ind) (Lampiran 6). Jenis fitoplankton ini dapat
mendominasi karena fitoplankton memiliki kemampuan lebih produktif sehingga
umumnya lebih banyak dijumpai di perairan manapun karena produsen dan
berkaitan dengan perbedaan alamiah dalam hal pertumbuhan dan perkembangan,
dimana produksi fitoplankton jauh lebih cepat daripada zooplankton (Umar,
2010).
Filum Bacillariophyta merupakan filum yang paling banyak dijumpai jenis
nya (14 jenis), hal ini dikarenakan Bacillariophyta umum ditemukan di perairan.
Nybakken (1992) menyatakan, komposisi plankton di laut umumnya didominasi
5. Euglenophyta
a. Euglenophyceae Euglenales Paranemataceae 19. Paranema 22. Paranema sp.
- √ -
Zooplankton
1.Rotifera
a. Eurotatoria Ploima Proalidae
20. Proales 23. P.werneckl
a. Citellata Airhynchobdellida Erpobdellidae
21. Erpobdella
25. E. octoculata √ - √ 3. Arthropoda
a. Insecta Trichoptera Hydropsychidae
22. Hydropsyche
26. Hydropsyche sp. √ - √
beradaptasi jauh lebih baik daripada zooplankton. Kamilah et al. (2014),
menyatakan kemampuan Baciilariophyta beradaptasi dengan lingkungannya yaitu
dengan memanfaatkan dinding selnya yang terbuat dari silika. Dinding sel ini kuat
dan masih tetap utuh walaupun berada di kondisi perairan yang kurang
menguntungkan, sehingga fitoplankton ini akan lebih banyak dijumpai
dibandingkan zooplankton.
Intensitas cahaya yang tinggi memungkinkan tinggi nya pertumbuhan
fitoplankton sehingga tingginya intensitas cahaya di perairan akan meningkatkan
laju pertumbuhhan dan perkembangan fitoplankton. Salinitas di stasiun sampling
berkisar antara 30-32 0/00, kisaran ini termasuk optimal untuk plankton, salinitas
yang lebih rendah seperti di daerah estuari membantu pertumbuhan fitoplankton
yang lebih besar dibandingkan dengan salinitas yang tinggi (Pednekar et al.
2014).
4.2. Kelimpahan (K), Kelimpahan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran
(FK) di Pantai Sujono
Perhitungan Kelimpahan (K), Kelimpahan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran
(FK) dapat dilihat pada Tabel 4.2.:
Tabel 4.2. Kelimpahan (K), Kelimpahan Relatif (KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK) di Pantai Sujono
Berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan paling tinggi pada stasiun 1,
stasiun 2 dan stasiun 3 adalah Geminella sp. dengan kelimpahan masing-masing
13265,31 ind/l, 17959,18 dan 7959, 18ind/l Geminella sp. yang termasuk ke
dalam jenis plankton dari famili Chlorellaceae, famili ini dapat berkembang
optimal di lingkungan yang mendapat cahaya matahari yang tinggi. Hal ini
didukung dengan nilai intensitas cahaya stasiun 2 yang lebih tinggi dari stasiun 1
dan 3 yaitu 1063 Candella. Menurut Fulk dan Main (1991), faktor penting dalam
mengkultur Chlorellaceae adalah intensitas cahaya, kelompok Chlorellaceae
memiliki tingkat reproduksi yang tinggi, setiap sel nya mampu berkembang
10.000 sel setiap 24 jam. Menurut hasil penelitian Utami et al. (2012), varian
pertumbuhan Chlorellaceae bahwa perioditas cahaya dengan perlakuan berbeda
akan memberikan pengaruh yang berbeda nyata atau signifikan, pemberian cahaya
selama 16 jam dan 8 jam gelap menunjukkan memberikan pengaruh yang terbaik
terhadap pertumbuhan Chlorella sp.
Berdasarkan hasil perhitungan kelimpahan yang paling tinggi adalah
Hydropsysche sp. di stasiun 2 dengan nilai kelimpahan 1224,48 ind/l. Keberadaan
zooplankton yang melimpah didukung oleh faktor makanannya, bila kita lihat di
pada tabel 4.2. stasiun 2 memiliki kelimpahan yang tertinggi. Menurut Yuliana
(2014), makanan zooplankton yaitu fitoplankton sehinggga nilai kelimpahan
fitoplankton yang tinggi menandakan banyaknya makanan untuk zooplankton dan
ideal untuk mendukung kehidupan zooplankton.
Berdasarkan Tabel 4.2., stasiun 1 kelimpahan relatif tertinggi yaitu
Geminella sp. sebesar 33% dan Cyclotella kutzingiana sebesar 12%. Kelimpahan
relatif tertinggi di stasiun 2 yaitu Geminella sp. sebesar 24% dan Ankistrodesmus
acuminatus sebesar 13%. Kelimpahan relatif tertinggi di stasiun 3 adalah
Geminella sp. sebesar 29%. Di ketiga lokasi penelitian menunjukkan adanya
dominansi kelimpahan relatif dari Geminella sp. jenis ini diduga mampu bertahan
hidup pada setiaap lokasi penelitan karena lingkungan abiotik di lokasi penelitian
mendukung pertumbuhan jenis ini.
Dari Tabel 4.2. stasiun 1 memiliki 4 jenis yang memiliki frekuensi
kehadiran 100% antara lain Cyclotella comta, Cyclotella kutzingiana, Geminella
sp., Tabellaria fenesirata dan Scendesmus acuminatus. Menurut Muylaert and
Sabbe (1996), Genus Cyclotella selalu dijumpai saat membuktikan bahwa
distribusi dari genus Cyclotella lebih merata di perairan, genus Cyclotella sering
mendominasi komunitas fitoplankton di perairan estuari.
Pada stasiun 2 ada 11 jenis plankton yang memiliki frekuensi kehadiran
absolut (100%) antara lain Cyclotella comta, Cyclotella kutzingiana, Geminiella
sp. Gyrosigma attenuatum, Scendesmus acuminatus, Tabellaria fenesirata,
Ulothrix tenuissima, Volvox aureus, Ankistrodesmus acicularis, Asterionella
japonica dan Rhizosolenia longiseta. Stasiun 2 merupakan lokasi penelitian
dimana terdapat areal pemukiman dan pariwisata alam yang nilai senyawa
organiknya tinggi, mengakibatkan banyaknya jenis plankton yang memiliki
frekuensi kehadirannya absolut (100%). Menurut Muhar (1990), dalam Muhar
(2004), terjadinya variasi fitoplankton sepanjang pantai Padang ditentukan oleh
berbagai faktor, baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Diantara faktor abiotik
yang menentukan kestabilan fitoplankton diperairan pantai adalah kandungan
senyawa organik, selanjutnya Menurut Michael (1984) dalam Muhar (2004),
menyatakan bahwa bervariasinya keberadaan phytoplankton disebabkan oleh
4.3. Indeks Keanekaragaman dan Keseragaman
Indeks Keanekaragaman dan keseragaman di Pantai Perjuangan/ Sujono Desa
Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten batubara, Sumatera Utara dapat
dilihat pada Tabel 4.3.:
Tabel 4.3. Indeks Keanekaragaman dan Indeks Keseragaman
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Indeks keanekaragaman di pantai Sujono berkisar antara 1,78 – 2,33. Kriteria ini
menunjukkan bahwa stabilitas di daerah ini relatif sedang atau kualitas air
tercemar sedang. Pencemaran terjadi oleh adanya aktivitas manusia di sekitar
pantai akan mempengaruhi keanekargaman plankton. Selain itu, Jumlah jenis dan
keseragaman yang tidak merata juga dapat mempengaruhi nilai keanekaragaman.
hal ini didukung oleh Handayani (2005), keanekaragaman tergantung pada
jumlah jenis yang ada dalam suatu komunitas dan pola penyebaran individu antar
jenis tetapi indeks keanekaragaman tidak hanya ditentukan oleh jumlah jenis dan
jumlah individu saja tetapi juga dipengaruhi oleh pola penyebaran jenis plankton.
Indeks keseragaman (E) paling tinggi di terdapat pada stasiun 2 dengan
nilai 0,72 tergolong kategori tinggi, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman di
Pantai Sujono memiliki penyebaran merata hal ini yang menyebabkan di stasiun 2
keanekaragaman menjadi yang paling tinggi. Keseragaman yang paling rendah
yaitu di stasiun 3 yaitu 0,55. Pada stasiun 3 dapat kita ketahui bahwa
keanekargaman nya yang terendah menandakan adanya dominansi Geminella sp.
Tabellaria fenesirata, adanya dominasi suatu jenis akan menurunkan nilai
keseragaman, nilai keseragaman akan ikut menentukan nilai keanekaragaman. Hal
ini sependapat dengan Rahayu (2013), nilai indeks keseragaman yang mendekati
nilai 1 menujukkan keseragaman antar jenis merata, nilai keseragaman merata
akan menunjukkan nilai keanekargaman yang tinggi pula.
4.4. Indeks Similaritas plankton antara 3 stasiun
Indeks similaritas untuk melihat kesamaan antara dua stasiun, dapat dilihat pada
Tabel 4.4. Indeks Similaritas Tiap Stasiun
Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
Stasiun 1 - 76,1% 55,5%
Stasiun 2 - - 79%
Stasiun 3 - - -
Berdasarkan tabel diatas stasiun 2 dan 3 memiliki kemiripan ekosistem yang
tinggi yaitu 79%. Kemiripan ekosistem antara Hal ini menunjukkan adannya
kesamaan jenis plankton yan dijumpai (Suin, 2002).
Menurut Nugraha et al. (2012) nilai indeks similaritas menunjukkan
kemiripan ekosistem. Nilai indeks similaritas antara stasiun 1 dan 3 yaitu 55,5%.
Nilai ini menunjukkan bahwa stasiun 1 dan 3 memiliki kemiripan ekosistem yang
paling rendah.
4.5. Analisis Korelasi Pearson Faktor fisika-kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman
Analisis korelasi pearson antara faktor fisika-kimia perairan dan indeks
keanekaragaman dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5. Analisa Korelasi Faktor fisika-kimia Perairan dengan Indeks Keanekaragaman
No Parameter Fisika-Kimia
Perairan
Korelasi Pearson (r)
1 Temperatur air -0.866
2 Penetrasi Cahaya -1.000
3 Intensitas Cahaya +0.966
4 pH(Derajat Keasaman) -.0999
5 Salinitas +1.000
6 DO -1.000
7 BOD -0.866
8 Nitrat +0.000
9 Pospat +0.492
Dari hasil analisis korelasi pearson antara faktor abiotik dengan indeks
keanekaragaman bahwa, penetrasi cahaya dengan nilai korelasi 1 artinya penetrasi
cahaya berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman plankton. Penetrasi
cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air yang berbeda. Bagi organisme air,
Nilai korelasi pearson antara salinitas dan indeks keanekaragaman dan DO
(Dissolve Oxygen) dengan Keanekaragaman masing masing bernilai 1, hal ini
menunjukkan bahwa salinitas dan oksigen terlarut berkorelasi sempurna terhadap
keanekaragaman plankton. Menurut Makmur et al. (2011), analisa korelasi antara
Salinitas dan oksigen telarut menunjukkan adanya korelasi signifikan positif
terhadap keanekaragaman, keduanya saling mempengaruhi satu sama lain.
Salinitas dapat mempengaruhi kadar oksigen di perairan, semakin tinggi kadar
salinitas maka oksigen terlarut juga semakin rendah. Plankton mempunyai kisaran
pertumbuhan optimum pada salinitas tinggi. Salinitas di pantai Perjuangan/
nSujono antara 30-32‰. Menurut Pirzan dan Pong- Masak (2008), bahwa
peningkatan 1 ppt akan meningkatkan jumlah genus sebanyak 0,08, peningkatan
1,25 ppt akan meningkatkan sebanyak 1 genus
Dari Tabel 4.5. dapat diketahui bahwa korelasi antara pH (Derajat
keasaman) dengan Indeks keanekaragaman yaitu 0,99 menunjukkan pH
mempengaruhi keanekaragaman plankton. Menurut Odum, 1994, dalam
Prasetyanigtyas (2012), kehidupan organisme akuatik sangat dipengaruhi oleh
fluktuasi nilai pH. Pada umumnya organisme akuatik toleran pada kisaran pH
yang netral. Kondisi perairan yang bersifat sangat asam maupun sangat basa akan
sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup suatu organisme, karena akan
menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi.
Intensitas cahaya berpengaruh sangat kuat terhadap nilai keanekaragaman
plankton hal ini didukung oleh, Menurut Facta (2006), intensitas cahaya akan
dimanfaatkan plankton pada kisaran gelombang 0,4-0,7 µm. Kondisi sudut
jatuhnya sinar matahari akan memainkan peran penting seberapa intensitas
optimal yang dapat menunjang proses fotosintesa yang optimal pula. Fitoplankton
merespon secara spesifik terhadap intensitas cahaya.
Temperatur air berkorelasi sangat kuat terhadap keanekaragaman. Tabel
4.5. menujukkan nilai korelasi sebesar 0,86 menunjukkan bahwa temperatur air
akan bepengaruh sangat kuat terhadap keanekaragaman. Temperatur air
mempengaruhi pertumbuhan dan mortalitas plankton, dimana plankton memiliki
BOD5 berkorelasi sangat kuat terhadap indeks keanekaragaman plankton.
korelasi BOD5 sangat dipengaruhi oleh kandungan senyawa organik yang masuk
ke perairan. Menurut Sagala (2012), bahan pencemar yang memasuki badan
perairan laut studi meskipun dalam konsentrasi yang kecil, sehingga memberikan
pengaruh terhadap kualitas air.
4.6. Faktor Fisika- Kimia Perairan
Faktor fisika- kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Faktor Fisika- Kimia Perairan
No Parameter Fisika- kimia Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3
1. Temperatur air (oC) 29 28 30
Pengukuran parameter temperatur air tiap stasiun berkisar antara 28-300C. Suhu
di stasiun ini masih optimal bagi mahluk hidup di perairan. Menurut Handayani et
al. (2005), temperatur akan mempengaruhi kadar oksigen terlarut, dimana suhu
yang tinggi dapat menurunkan kadar oksigen terlarut di perairan.
Pengukuran parameter Penetrasi cahaya di stasiun 1-3 berkisar antara
35-45 cm dimana hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan plankton karena
semakin tinggi kecerahan maka fitoplankton semakin aktif untuk melakukan
fotosintesis (Prasetyanigtyas et al. 2012).
Intensitas cahaya tertinggi di stasiun 2 dengan 1063 candella sedangkan
yang terendah di stasiun dengan 838 candella. Nilai intensitas pada stasiun 3
lebih rendah karena hal ini mungkin disebabkan pada saat pengukuran keadaan
cauaca sedang mendung, sehingga intensitas cahaya menjadi lebih rendah.
Menurut Ersa et al. (2014), intensitas cahaya dipengaruhi oleh kecerahan,
semakin tinggi kecerahan maka semakin besar nilai intensitas cahaya yang akan
pH di stasiun 1 dan 3 sama yaitu 8,5 sedangkan di stasiun 2 yaitu 6,6.
Peningkatan pH akan menurunkan konsentrasi CO2 terutama pada siang hari
dimana fotosintesis sedang berlangsung (Handayani et al. 2005).
Pengukuran parameter Salinitas di ketiga stasiun tidak jauh berbeda yaitu
berkisar antara 30-320
/00 pada konsentrasi ini plankton memiliki pertumbuhan
yang optimum. Menurut Makmur et al. (2010), plankton memiliki pertumbuhan
optimum pada salinitas 300/00, tetapi salinitas dapat mempengauhi kadar oksigen
terlarut di perairan, semakin tinggi salinitas maka oksigen terlarut akan rendah.
Hasil analisis DO (oksigen terlarut) antara 3,5-5 mg/l kadar oksigen di
perairan ini tergolong rendah, hal ini didukung oleh Menurut Simanjuntak (2009),
Oksigen terlarut alami di lapisan permukaan perairan indonesia berkisar antara
4,5-7,00 mg/l. Rendahnya oksigen terlarut akan berpengaruh langsung
memepengaruhi kelangsungan hidup organisme air.
Nilai BOD5 tertinggi pada stasiun 2 yaitu 2 mg/l dan terendah di stasiun 3
yaitu 1,3 mg/l. Nilai BOD5 di tiap stasiun masih di dalam kadar normal. Menurut
Ersa et al. (2014), Nilai BOD Baku Mutu Air (BMA) kelas II berdasarkan
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 yaitu angka batas maksimum
disyaratkan 3 mg/L.
Kadar nitrat berturut-turut dari stasiun 1-3 adalah 6,3 mg/l, 8,5 dan 7,6 dan
kadar pospat 0,19 mg/l, 0,37 mg/l dan 0,25 mg/l. Kedua zat hara ini penting,
peningkatan sebagai sumber nutrisi organisme. Menurut Edward dan Tarigan
(2003), beradasarkan US-EPA (Environmental Protection agency) kadar nitrat
yang normal di perairan laut adalah 5 µg/L dan kandungan pospat yang normal
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Pantai Sujono, Desa
Lalang Kecamatan, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera
Utara diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
a. Plankton yang ditemukan termasuk kedalam 11 kelas, 19 ordo, 20 famili
dan 26 spesies.
b. Keanekaragaman plankton berkisar antara 1,78 - 2,33 tergolong relatif
sedang.
c. Penetrasi cahaya, salinitas dan DO, pH, Intensitas cahaya, temperatur air
dan BOD5 menunjukkan hubungan korelasi paling kuat terhadap
keanekaragaman plankton.
5.2 Saran
a. Penelitian ini diharapkan digunakan sebagai informasi tambahan kepada
penelitian selanjutnya.
b. Penelitian selanjunya diharapkan melakukan penelitian lanjutan di stasiun
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai
Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan
langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut
paparan menyediakan suatu lingkungan alam yang kaya dengan sumber daya
untuk pengembangan ekonomi nasional. Berdasarkan pada kesuburan dan
potensinya maka perairan di sekitar pantai antara lain perairan pantai khususnya
muara dan daerah sekitarnya. Perairan ini kaya akan unsur hara karena bahannya
disuplai secara terus menerus dari darat melalui air sungai. Bahan tanah hasil
erosi, sisa pupuk pertanian, limbah peternakan dan bahan hara lainnya terbawa
oleh aliran sungai ke muara, hal ini dimungkinkan karena pengaruh bahan bawaan
ini akan menyuburkan perairan disekitar muara. Perairan yang dangkal
mempunyai kesempatan yang besar untuk bercampur baur antara air permukaan
dengan air bagian dasar yang biasanya kaya akan unsur hara. Hal ini
dimungkinkan karena adanya pengaruh ombak/ gelombang, arus, angin dan
pasang surut air laut. Oleh karena itu, perairan dangkal dapat mencapai tingkat
kesuburan yang tinggi. Perairan ini pada umumnya terdiri dari pantai yang landai
merupakan daerah pasang surut dengan dasar lumpur pasir yang subur dan iklim
yang relatif tenang sepanjang tahun (anitia Pembangunan dan Teknologi Kelautan
Serta Industri Maritim, 1996).
2.2. Plankton
Plankton adalah biota air yang hidupnya melayang-layang yang tidak dapat dilihat
dengan mata telanjang sehingga digunakan mikroskop untuk dapat
mengamatinya. Plankton dapat dibedakan menjadi fitoplankton dan zooplankton.
Menurut Suhendar et al. (2006), fitoplankton dan zooplankton merupakan
tumbuhan dan hewan mikroskopik bersel tunggal yang hidupmelayang-layang di
hidup ekosistem perairan dan memegang peranan pentingdalam mata rantai
jaringan makanan. Plankton memegang peranan penting sebagai penghasil
oksigen di air karena dapat berfotosintesis. Menurut Rokhim et al. (2009),
fitoplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting
terutama dalam rantai makanan di laut, karena fitoplankton merupakan produsen
utama yang memberikan sumbangan pada produksi primer total suatu perairan.
Dalam hal ini fitoplankton mempunyai peranan penting bagi produktivitas primer
perairan, karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis yang menghasilkan
bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang
tingkatannya lebih tinggi.
Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marin demikian penting,
yakni selain sebagai penyedia energi, beberapa jenis diantaranya Gymnodinium
mikroadriaticum (Dinoflagellata/ Pyrrophyta) membentuk symbiont sebagai zoox
(zooxanthelae). Zoox inilah yang memberi warna-warni exoticpada koral hidup.
Peranan lain dalam ekositem perairan marin adalah pada kasus-kasus kematian
ikan/ udang secara mendadak dalam jumlah besar di tambak-tambak di wilayah
pantai, tidak bisa dijawab hanya dengan analisis fis-kim kualitas air semata. Pada
umumnya perairan yang dalam kualitas kondisi eutrof (jenuh dengan kandungan
bahan organik) merupakan penyebab terjadinya blooming pada jenis-jenis tertentu
sehingga plankton tersebut mampu menghasilkan substansi toksin yang
mematikan ikan/udang (Wibisono, 2005).
Menurut Barus (2004), zooplankton disuatu perairan lebih sedikit
dibandingkan dengan kelompok fitoplankton karena zooplankton tidak
menghasilkan nutrisi sendiri sehingga kandungan nutrisi di perairan akan
mempengaruhi kepadatan zooplankton. Sebagian besar zooplankton
menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton
maupun detritus. Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat
dibandingkan pada fitoplankton oleh karena itu umumnya zooplankton banyak
ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus yang rendah serta
kekeruhan air yang sedikit. Disamping itu temperatur yang relatif hangat sangat
Beberapa dari bentos dan nekton memiliki daur hidup sebagai plankton
pada masa larva. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2009), banyak jenis hewan
yang menghabiskan sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton, khususnya
pada tingkat larva atau juwana. Plankton kelompok ini disebut meroplankton atau
plankton sementara karena setelah juwana atau dewasa mereka menetap di dasar
laut sebagai bentos atau berenang bebas sebagai nekton.
Keberadaan zooplankton di perairan memiliki manfaat yang berpengaruh
kepada perikanan dan bentos. Menurut Wibisono (2005), peranan plankton
hewani (zooplankton), kelimpahan marga Copepoda (misalnya: Calanus sp.,
Eucalanus sp.) dan jenis-jenis lainnya dari marga Rotatoria serta Chaetognata
dijadikan patokan untuk menilai produktivitas perairan mengingat kelompok
tersebut berperan sebagai penyediaan energi bagi perikanan. Peranan lain dari
zooplankton adalah dapat mempengaruhi daya tahan tubuh beberapa hewan laut
besar seperti zooplankton jenis Euphasia superba (marga Euphasida) yang
mengandung substansi mirip antibiotik terhadap bakteri gram positif.
2.3. Faktor fisika-kimia Perairan yang Mempengaruhi Plankton
Keberadaan plankton dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh variabel-variabel fisik, kimia dan biologi. Pertumbuhan
fitoplankton juga dipengaruhi oleh kimia hara yang berasal dari daratan. Karena
sifatnya yang sangat rentan terhadap perubahan fisika dan kimia, maka kajian
mengenai struktur keanekaragaman plankton sangat penting dalam memantau
kondisi lingkungan di suatu perairan. temperatur, kecerahan, nitrat-nitrit, fosfat
dan silikat memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan plankton
di perairan (Soedibjo, 2006).
2.3.1. Pasang Surut Air Laut
Menurut Dahuri et al. (2004), dilihat dari pola gerakan muka lautnya,
pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu pasang surut
harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), dan dua jenis
campuran. Pada jenis harian tunggal hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali
Kalimantan dan Sumatera. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan
bagian atas saja, melainkan seluruh massa air dan memiliki energi sangat besar.
Menurut Rahayu et al. (2013), kelimpahan total zooplankton saat pasang lebih
tinggi dibandingkan saat surut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap
perbedaan kelimpahan zooplankton saat pasang surut adalah tinggi muka air di
muara. Saat pasang kecepatan arus meningkat sehingga plankton laut akan
terbawa arus masuk ke muara menyebabkan kelimpahan plankton saat pasang
juga meningkat. Saat pasang, tinggi muka air berkisar 1,8-7,49 m dan pada saat
surut 1,1-6,35 m.
2.3.2. Intensitas Cahaya
Menurut Barus (2004), cahaya matahari masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air. Dengan
bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami
perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan
demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air
yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi
cahaya, yaitu dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum. Menurut Facta et
al. (2006), Dengan adanya cahaya maka fitoplankton cenderung naik ke
permukaan untuk mendapatkan cahaya guna proses fotosintesis sekaligus
menyerap zat-zat nutrien seperti nitrat, sulfat dan fosfat dan mengeluarkan
oksigen.
2.3.3. Suhu dan Densitas Air Laut
Pada permukaan air laut, air murni berada dalam keadaan cair pada suhu
tertinggi 1000C dan suhu terendah 00C. Karena adanya pengaruh salinitas dan
densitas maka air laut dapat tetap cair pada suhu dibawah 00C. Suhu alami air laut
00C sampai 330C. Dipermukaan laut, air laut membeku pada suhu -1,90C.
Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya
(Romimohtarto dan Juwana, 2009). Pengaruh suhu secara langsung terhadap
plankton adalah meningkatkan reaksi kimia sehingga laju fotosintesis meningkat
seiring dengan kenaikan suhu (dari 10 ºC – 20 ºC).Pengaruh suhu tidak langsung
adalah berkurangnya kelimpahan plankton akibat suhu semakin menurun dan ke
rapat an air semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman perairan
(Simanjuntak, 2009).
2.3.4. Oksigen Terlarut
Kondisi oksigen terlarut di perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu,
salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan
tingkat saturasi oksigen sekelilingnya serta adanya pengadukan massa air oleh
angin. Menurunnya kadar oksigenterlarut antara lain disebabkan pelepasan
oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang
disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air, respirasi biota dan dekomposisi
bahan or ganik. Plankton juga memiliki peranan terhadap oksigen terlarut seperti
menurunnya kadar oksigen terlarut pada malam hari karena oksigen terlarut
digunakan untuk respirasi dan bertambahnya oksigen terlarut karena terjadinya
proses fotosintesis pada siang hari. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam
jumlah yang sedang akan menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air
(Simanjuntak, 2009).
2.3.5. BOD dan COD
Nilai BOD (Biochemical Oxygen demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa
organik yang diukur pada temperatur 200C. Pengukuran BOD didasarkan kepada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya
terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang
umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Disamping mengukur nilai BOD
pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi
kimia yang dikenal dengan COD (Chemical Oxygen Demand) yang dinyatakan
dalam mgO2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang
senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap
yang sukar/tidak bisa diuraikan (Barus, 2004).
2.3.6. Nitrat dan pospat
Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh
terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton,
terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap
sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi
rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan
zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Senyawa nitrat dan fosfat secara
alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian
pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan
buangan limbah baik limbah daratan seperti domestik, industri, pertanian, dan
limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi
zat hara. Parameter kimia oseanografi lainnya yang berperan penting dalam proses
dan perkembangan hidup organisme adalah oksigen terlarut. Sumber utama
oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dari hasil proses
fotosintesis fitoplankton (Ulqodry et al. 2010).
2.4. Distribusi Plankton
Zooplankton berada di dasar perairan di siang hari dan akan berpindah ke
permukaan perairaan pada saat malam hari, perpindahan ini disebut dengan
migrasi. Tujuan utama oseanografi biologi adalah untuk mengidentifikasi proses
mengendalikan distribusi dan kelimpahan hewan planktonik (Hwang et al. 2010).
Migrasi zooplakton menghabiskan hari di perairan dalam, tapi tinggal di dekat
permukaan pada malam hari. Amplitudo gerakan dan bentuk distribusi vertikal
populasi mungkin sangat berbeda antara spesies dan antara tahap ontogenetic dari
spesies yang sama dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kekeruhan dan
kelimpahan makanan. Zooplankton dapat bermigrasi secara vertikal (naik/ turun)
dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh kolom air di malam hari (Lampert,
Banyak dari invertebrata laut yang fase awal dari siklus hidupnya sebagai
larva plankton. Penyebaran larva dianggap sebagai proses pasif dan sebagian
besar larva tidak dapat mengatur penyebarannya secara horizontal, dengan
beberapa pengecualian seperti larva crustaceae. Namun kemampuan untuk
mengendalikan distribusi vertikal dalam kolom air telah dikenal dapat memiliki
hasil yang signifikan dalam hal transportasi larva dan distribusi horisontal, karena
kecepatan dan arah arus umumnya bervariasi dengan kedalaman. Migrasi vertikal
pola makan juga dikenal untuk zooplankton, termasuk larva invertebrata. tiga pola
migrasi pola makan (DMV) telah diamati untuk larva planktonik: (i) nokturnal
(normal) DMV, dengan pendakian ke kedalaman minimal di malam hari dan
keturunan untuk kedalaman maksimum siang hari. (ii) Mundur DMV, dengan
pendakian ke kedalaman minimum siang hari dan turun ke kedalaman maksimum
di malam hari. (iii) senja DMV, dengan pendakian ke permukaan saat matahari
terbenam, keturunan ke air yang lebih dalam sekitar tengah malam, pendakian
kedua ke permukaan di pagi hari, diikuti oleh keturunan akhir untuk air yang lebih
dalam saat matahari terbit (Abe et al. 2014).
Heterogenitas spasial dalam distribusi organisme di habitat mereka
dianggap sebagai kunci konsep untuk sejumlah teori ekologi seperti persaingan,
keragaman spesies, suksesi, evolusi, adaptasi, parasitisme, populasi genetika,
pertumbuhan penduduk, predator-mangsa interaksi dan perilaku sosial (Ostos et
al. 2006).
Pola vertikal mencerminkan penurunan ketersediaan pangan karena
produksi primer cahaya terbatas di perairan yang lebih dalam, dan penurunan suhu
dari permukaan ke lapisan meso dan batilpelagik (Bonecker et al. 2014).
Distribusi Vertikal fitoplankton secara fisik dikuasai oleh pergolakan
turbulensi dan iklim ringan dan secara biologis biologis ditentukan oleh
karakteristik hydromechanical dari masing-masing kelompok fungsional
mikroalga. Distribusi horizontal fitoplankton adalah hasil dari interaksi antara
angin yang disebabkan transportasi adveksi massa air dan distribusi vertikal
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan pantai merupakan perairan yang terhubung langsung ke laut. Ekosistem
pantai merupakan ekosistem besar yang di dalamnya terdapat interaksi antara
faktor biotik dan abiotik. Interaksi bersifat dinamis dan saling mempengaruhi.
Lingkungan menyediakan tempat hidup bagi organisme yang menempatinya dan
sebaliknya mahluk hidup dapat mengembalikan energi yang dimanfaatkan ke
dalam lingkungan (Usman et al. 2013).
Plankton memiliki peran penting di perairan tertama di rantai makanan.
Fitoplankton berperan dalam menyediakan oksigen di perairan dan sebagai
produsen primer di perairan. Zooplankton berperan besar dalam menjembatani
transfer energi dari produsen primer (Fitoplakton) ke organisme pada trophic level
lebih tinggi (golongan ikan dan udang).
Penilaian kualitas perairan dengan menggunakan pendekatan materi
biologi, khususnya organisme plankton, akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian
yang besar. Pendekatan aspek biologi sangat bermanfaat, karena organisme
tersebut mampu merefleksikan adanya perubahan yang disebabkan oleh
penurunan kualitas suatu perairan. Kondisi kualitas perairan yang berpengaruh
terhadap keberadaan jenis-jenis plankton. Berkurangnya fitoplankton di suatu
perairan akan mempengaruhi organisme lain mulai jenis-jenis hewan pemakan
fitoplankton sampai pada tingkat tropik berikutnya. Kualitas perairan yang buruk
menyebabkan keanekaragaman jenis plankton semakin kecil, karena semakin
sedikit jenis yang dapat toleran dan beradaptasi terhadap kondisi perairan tersebut.
Berdasarkan perbedaan daya toleransi dan kemampuan adaptasi jenis-jenis
plankton terhadap habitatnya, maka kelimpahan dan keanekaragaman plankton
dapat dijadikan untuk menilai kualitas suatu perairan (Handayani dan Tobing,
Pantai Sujono berada di Dusun mesjid, Desa Lalang, Kecamatan Medang
Deras, Kabupaten Batubara, pantai ini juga sering disebut dengan Pantai Jono.
Berdasarkan data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera
Utara tahun (2010), Pantai ini merupakan salah satu pantai terbesar yang memiliki
keindahan yang memiliki pasir putih sepanjang 800 meter menjadi salah satu
objek wisata yang berpotensi di kabupaten Batubara. Pantai ini tidak hanya
sebagai objek wisata, tetapi juga terdapat pemukiman dan pabrik. Adanya
berbagai aktivitas di sekitar pantai dapat mempengaruhi keanekaragaman
plankton.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
keanekaragaman plankton di Pantai Sujono Desa Lalang, Kecamatan Medang
Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
1.2. Permasalahan
Bagaimanakah keanekaragaman plankton di Pantai Sujono, Desa Lalang,
Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
a. Menganalisis keanekaragaman plankton di Pantai Sujono Desa Lalang,
Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
b. Menganalisis korelasi faktor fisika-kimia perairan yang berpengaruh paling
kuat terhadap keanekaragaman plankton.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai
keanekaragaman plankton di pantai Sujono Desa Lalang, Kecamatan Medang
Deras, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara dan untuk mengetahui analisis
korelasi faktor fisika-kimia perairan yang berpengaruh paling kuat terhadap
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PANTAI SUJONO DESA LALANG, KECAMATAN MEDANG DERAS, KABUPATEN BATUBARA,
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Keanekaragaman plankton dapat digunakan sebagai data dasar dalam menilai kualitas suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman plankton di Pantai Sujono, Desa lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Metode penentuan titik sampel dengan purposive random sampling. Pengambilan sampel dengan menyaring air sebanyak 25 liter ke dalam plankton net kemudian dipindahkan ke dalam botol sampel. Spesimen kemudian diidentifikasi di Laboratorium Ilmu Dasar, Universitas Sumatera Utara. Plankton yang ditemukan termasuk kedalam 11 kelas, 19 ordo, 20 famili dan 26 spesies. Keanekaragaman plankton berkisar antara 1,78 - 2,33 tergolong relatif sedang. Penetrasi cahaya, salinitas, DO, pH,
intensitas cahaya, temperatur air dan BOD5 menunjukkan hubungan korelasi
paling kuat terhadap keanekaragaman plankton.
DIVERSITY OF PLANKTON IN THE BEACH SUJONO, LALANG VILLAGE, MEDANG DERAS COUNTRY DISTRICT, OF NORTH
SUMATRA
ABSTRACT
Plankton diversity can be used as a baseline data to evaluate quality of water. This study was aimed to determine the plankton diversity in Sujono Beach, Lalang village, Medang Deras District of North Sumatra. The method of determining sampling points was purposive random sampling. Sampling was done by filtering as much as 25 litre of water into a plankton net then was transferred into the sample bottles. The specimen were identified in the Basic Science Laboratory, University of North Sumatra. Plankton that were found were belonged to the 11 classes, 19 orders, 20 families and 26 species. Plankton diversity ranged from 1.78 to 2.33 and classified as relatively moderate. The light penetration, salinity, dissolve oxygen, pH, light intensity, water temperature and BOD5 were strongly
correlated to the diversity of plankton.
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PANTAI SUJONO,
DESA LALANG, KECAMATAN MEDANG DERAS,
KABUPATEN BATUBARA, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
VENITHA SARI PURBA
110805058
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PANTAI SUJONO,
DESA LALANG, KECAMATAN MEDANG DERAS,
KABUPATEN BATUBARA, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Penelitian ini diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
VENITHA SARI PURBA
110805058
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Keanekaragaman Plankton di Pantai Sujono, Desa
Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara
Kategori : Skripsi
Nama : Venitha Sari Purba
Nomor Induk Mahasiswa : 110805058
Program Studi : Sarjana (S1) Biologi
Departemen : Biologi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2016
Komisi Pembimbing:
Pembimbing II Pembimbing I
Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si Dr. Miswar Budi Mulya, MSi
NIP.197211261998022002 NIP. 196510111995011001
Disetujui Oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
KEANEKARAGAMAN PlANKTON DI PANTAI SUJONO
DESA LALANG, KECAMATAN MEDAN, DERAS
KABUPATEN BATUBARA, SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2016
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Keanekaragaman Plankton di Pantai Sujono, Desa Lalang,
Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara” dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana sains pada departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku ketua penguji dan Ibu Mayang Sari Yeanny, S.Si, M.Si selaku sekretaris penguji atas segala bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga kepada Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih, M.Si selaku anggota penguji dan Bapak Drs. Arlen H.J, M.Si selaku anggota penguji atas segala masukan, arahan dan waktu yang telah diberikan sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan.
Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU. Ibu Dr. Saleha Hannum, M.Si selaku selaku sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Dr. Miswar Budi Mulya, M.Si selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan arahan dan motivasi mulai dari awal perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Bang Erwin dan Kak Ros selaku staf pegawai di Departemen Biologi. Kepada Laboratorium Ilmu Dasar (LIDA) dan Laboratorium Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan FMIPA USU yang telah membantu dalam proses penelitian hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih mempunyai kekurangan disebabkan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, walaupun penulis sudah berusaha untuk yang terbaik. Oleh sebab itu dengan kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan penulisan ini.
Medan, Juli 2016
KEANEKARAGAMAN PLANKTON DI PANTAI SUJONO DESA LALANG, KECAMATAN MEDANG DERAS, KABUPATEN BATUBARA,
SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Keanekaragaman plankton dapat digunakan sebagai data dasar dalam menilai kualitas suatu perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman plankton di Pantai Sujono, Desa lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara. Metode penentuan titik sampel dengan purposive random sampling. Pengambilan sampel dengan menyaring air sebanyak 25 liter ke dalam plankton net kemudian dipindahkan ke dalam botol sampel. Spesimen kemudian diidentifikasi di Laboratorium Ilmu Dasar, Universitas Sumatera Utara. Plankton yang ditemukan termasuk kedalam 11 kelas, 19 ordo, 20 famili dan 26 spesies. Keanekaragaman plankton berkisar antara 1,78 - 2,33 tergolong relatif sedang. Penetrasi cahaya, salinitas, DO, pH,
intensitas cahaya, temperatur air dan BOD5 menunjukkan hubungan korelasi
paling kuat terhadap keanekaragaman plankton.
DIVERSITY OF PLANKTON IN THE BEACH SUJONO, LALANG VILLAGE, MEDANG DERAS COUNTRY DISTRICT, OF NORTH
SUMATRA
ABSTRACT
Plankton diversity can be used as a baseline data to evaluate quality of water. This study was aimed to determine the plankton diversity in Sujono Beach, Lalang village, Medang Deras District of North Sumatra. The method of determining sampling points was purposive random sampling. Sampling was done by filtering as much as 25 litre of water into a plankton net then was transferred into the sample bottles. The specimen were identified in the Basic Science Laboratory, University of North Sumatra. Plankton that were found were belonged to the 11 classes, 19 orders, 20 families and 26 species. Plankton diversity ranged from 1.78 to 2.33 and classified as relatively moderate. The light penetration, salinity, dissolve oxygen, pH, light intensity, water temperature and BOD5 were strongly
correlated to the diversity of plankton.