KARYA TULIS ILMIAH
HUBUNGAN TRAKEOSTOMI DINI
DENGAN PENINGKATAN GLASGOW COMA SCALE
DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
SHINTA DIAN MAHARANI 20120310213
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun oleh
SHINTA DIAN MAHARANI 20120310213
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii
HALAMAN PENGESAHAN KTI
HUBUNGAN TRAKEOSTOMI DINI
DENGAN PENINGKATAN GLASGOW COMA SCALE
DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT
PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Disusun oleh:
SHINTA DIAN MAHARANI
20120310213
Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 14 Mei 2016
Dosen pembimbing Dosen Penguji
dr. H. Adnan Abdullah, Sp.THT-KL, M.Kes dr. Asti Widuri, Sp.THT, M.Kes NIK: 1972 1210 2003 1017 3061
Mengetahui,
Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama : Shinta Dian Maharani
NIM : 20120310213
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
Karya Tulis Ilmiah ini.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
Yogyakarta, Mei 2016
Yang membuat pernyataan,
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang
berjudul “Hubungan Trakeostomi Dini Dengan Peningkatan Glasgow Coma Scale
Dan Percepatan Penyapihan Ventilator Mekanik Pada Pasien Cedera Otak Berat Di
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Kelancaran penyusunan proposal
ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan semua pihak, maka dari itu pada
kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. dr. H. Adnan Abdullah, Sp.THT-KL, M.Kes., selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, meluangkan waktu dan
tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
2. dr. Asti Widuri, Sp.THT., selaku dosen penguji yang telah memberikan
kritikan dan saran yang membangun sehingga membuat karya tulis ilmiah ini
menjadi lebih baik.
3. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah
memberikan kesempatan untuk menyelesaikan proposal KTI ini.
4. dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
v
5. Kedua orang tua saya tercinta, H. Marfa’i dan Hj. Dra. Woro Subaningsih,
M.Si., serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan
dalam setiap langkah meraih ridho Allah SWT.
6. Sahabat Freaking (Qurata, Ratul, Yunita Dwi, Nadia Nur, Immas, Teh Intan
dan Nasya) yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam setiap
langkah pembuatan karya tulis ini.
7. Sahabat Tutorial Enambelas yang selalu memberi semangat dalam
penyelesaian karya tulis ini.
8. Sahabat sepenelitian saya Try Ariditya Utomo, Sofyan Raharjo dan Lhola
Novelayang telah berjuang bersama-sama dari awal terbentuknya kelompok
penelitian ini, selalu memberikan semangat, berbagi seluruh pengalaman dan
ilmu dalam menyelesaikan pembuatan karya tulis ilmiah ini.
9. Official MMSA 2013/2014, rekan-rekan serta senior di MMSA yang telah
menjadi rumah sekaligus tempat penulis belajar banyak hal diluar perihal
akademik selama menempuh pendidikan di PSPD UMY.
10.Teman-teman sejawat “C12ANIUM” PSPD UMY 2012 yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini.
11.Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelesaian karya tulis ilmiah yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, masih
banyak kekurangan baik dalam segi isi maupun penulisan, untuk itu penulis
vi
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis
berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran dan
kesehatan. Aamiin
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Yogyakarta, Mei 2016
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
C. Tujuan Penelitian... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Keaslian Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Tinjauan Pustaka ... 7
1. Cedera kepala ... 7
2. Ventilator mekanik ... 11
3. Trakeostomi ... 14
B. Kerangka Konsep ... 21
C. Hipotesis ... 22
BAB III. METODE PENELITIAN ... 23
A. Desain Penelitian... 23
B. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 23
1. Populasi ... 23
2. Sampel ... 24
C. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 25
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26
1. Jenis Variabel ... 25
2. Definisi Operasional ... 26
E. Instrumen Penelitian ... 26
F. Cara Pengumpulan Data ... 27
1. Persiapan Penelitian ... 27
2. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 27
G. Kerangka Penelitian ... 28
H. Analisis Data ... 28
G. Etika Penelitian ... 28
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Karakteristik Subyek ... 30
B. Hasil Penelitian ... 31
C. Pembahasan... 35
viii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Karakteristik Umur Subyek ……… 30 Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin Subyek ………. 30 Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan Subyek ……… 31 Tabel 4. Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan Glasgow Coma Scale
pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi
dini dan trakeostomi lambat ……… 31
Tabel 5. Hasil analisis Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan
Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat ……… 32 Tabel 6. Hasil analisis rata-rata lama pemakaian ventilator mekanikpada
pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini
dan trakeostomi lambat……….……….. 33
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Trakea ……….……… 15
Gambar 2. Obstruksi jalur nafas ………..……… 16
xi ABSTRAK
Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan karena dapat menimbulkan trauma pada kepala dan otak bahkan menyebabkan kematian. Pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran, kemampuan mempertahankan jalan nafas juga berkurang sehingga pertolongan medis (trakeostomi) sangat dibutuhkan. Trakeostomi bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas atas dengan cara membuka dinding depan trakea. Trakeostomi digolongkan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan
glasgow coma scale dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.
Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan disain potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Sampel yang digunakan sebanyak 67 sampel dengan data diperoleh dari data sekunder berupa rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada Desember 2015–Februari 2016. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney Test
dan Fisher’s Exact Test.
Hasil: Dari 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat diantaranya 17 sampel dipasang ventilator mekanik. Waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test dan Fisher’s
Exact Test menunjukkan p=0,000. Lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test menunjukkan p=0,000, sedangkan yang dianalisis dengan menggunakan Fisher’s Exact Test menunjukkan p=0,003.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara trakeostomi dini dengan rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.
xii
ABSTRACT
Background: Head injury is a health problem because it can cause trauma to the head and brain with a variety of complications that can even lead to death. In head injury patients who experience a decrease of consciousness, the ability to maintain airway is also reduced so the medical help that can be given is a tracheostomy. Tracheostomy as a medical measures that aim to maintain the airway so that air can get into the lungs and bypasses the upper airway by opening the anterior trachea. Tracheostomy can be classified as early and late tracheostomy.
Aim: To determine the relationship between early tracheostomy with increased glasgow coma scale and acceleration of a mechanical ventilator weaning in patients with severe traumatic brain injury.
Method: This study was an observational analytic study with cross sectional design. Samples are collected with purposive sampling method. There are 67 samples that has been selected through inclusive and exclusive criteria. Data was gathered from medical record at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital within period December 2015 - February 2016. Data was analyzed with Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test.
Results: Of the total 67 samples, early tracheostomy was performed on 30 samples of which 19 samples are given a mechanical ventilator and slow tracheostomy was performed on 30 samples of which 17 samples are given a mechanical ventilator. Time of increased glasgow coma scale in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early tracheostomy and slow tracheostomy have been analyzed statistically using Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test showed p value = 0,000. In addition, the duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early and late tracheostomy that have been analyzed statistically using Mann Whitney Test showed p value = 0.000, whereas that have been statistically analyzed using Fisher's Exact Test showed p value = 0,003.
Conclusion: There was a significant correlation between early tracheostomy with the average time of an increase in the glasgow coma scale and duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury.
ABSTRAK
Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan karena dapat menimbulkan trauma pada kepala dan otak bahkan menyebabkan kematian. Pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran, kemampuan mempertahankan jalan nafas juga berkurang sehingga pertolongan medis (trakeostomi) sangat dibutuhkan. Trakeostomi bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas atas dengan cara membuka dinding depan trakea. Trakeostomi digolongkan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan
glasgow coma scale dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.
Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan disain potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Sampel yang digunakan sebanyak 67 sampel dengan data diperoleh dari data sekunder berupa rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada Desember 2015–Februari 2016. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney Test
dan Fisher’s Exact Test.
Hasil: Dari 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat diantaranya 17 sampel dipasang ventilator mekanik. Waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test dan Fisher’s
Exact Test menunjukkan p=0,000. Lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test menunjukkan p=0,000, sedangkan yang dianalisis dengan menggunakan Fisher’s Exact Test menunjukkan p=0,003.
Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara trakeostomi dini dengan rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.
injury patients who experience a decrease of consciousness, the ability to maintain airway is also reduced so the medical help that can be given is a tracheostomy. Tracheostomy as a medical measures that aim to maintain the airway so that air can get into the lungs and bypasses the upper airway by opening the anterior trachea. Tracheostomy can be classified as early and late tracheostomy.
Aim: To determine the relationship between early tracheostomy with increased glasgow coma scale and acceleration of a mechanical ventilator weaning in patients with severe traumatic brain injury.
Method: This study was an observational analytic study with cross sectional design. Samples are collected with purposive sampling method. There are 67 samples that has been selected through inclusive and exclusive criteria. Data was gathered from medical record at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital within period December 2015 - February 2016. Data was analyzed with Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test.
Results: Of the total 67 samples, early tracheostomy was performed on 30 samples of which 19 samples are given a mechanical ventilator and slow tracheostomy was performed on 30 samples of which 17 samples are given a mechanical ventilator. Time of increased glasgow coma scale in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early tracheostomy and slow tracheostomy have been analyzed statistically using Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test showed p value = 0,000. In addition, the duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early and late tracheostomy that have been analyzed statistically using Mann Whitney Test showed p value = 0.000, whereas that have been statistically analyzed using Fisher's Exact Test showed p value = 0,003.
Conclusion: There was a significant correlation between early tracheostomy with the average time of an increase in the glasgow coma scale and duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai negara berkembang Indonesia ikut merasakan kemajuan
teknologi, diantaranya bidang transportasi. Majunya transportasi
mengakibatkan mobilitas penduduk ikut meningkat. Namun kemajuan ini juga
mempunyai dampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan.
Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan sebanyak 1,24 juta korban yang
meninggal tiap tahunnya di seluruh dunia. Dari seluruh kecelakaan yang ada,
World Health Organization (WHO) mencatat bahwa 90% kecelakaan lalu
lintas dengan cedera kepala banyak terjadi di negara berkembang seperti
Indonesia (WHO, 2013).
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menimbulkan trauma dan berbagai komplikasi pada penderitanya, bahkan yang
lebih parahnya sampai penderitanya mengalami kematian. Oleh karena itu
kecelakaan lalu lintas dengan cedera kepala penting untuk diketahui. Cedera
kepala menjadi hampir sebagian penyebab kematian dari keseluruhan angka
kematian yang diakibatkan trauma dan merupakan penyebab utama yang
paling sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah kecelakaan dan
kecacatan tersebut dapat terjadi meskipun pada pasien dengan cedera kepala
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak
(Pierce & Neil, 2006). Di dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi
segala aktivitas manusia, bila terjadi kerusakan akan mengganggu semua
sistem tubuh. Cedera kepala sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas
sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok
usia produktif (Mansjoer, 2007).
Cedera otak adalah proses patologis jaringan otak yang bukan bersifat
degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar,
yang menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif, dan psikososial. Gangguan
ini dapat bersifat menetap atau sementara dan disertai hilangnya atau
berubahnya tingkat kesadaran (Valadka, 1996).
Cedera otak berat mengakibatkan hipoksia otak yang mempunyai andil
paling besar dalam kematian (BTF, 2007). Untuk menjamin bebasnya jalan
nafas, oksigenasi yang adekuat dan mencegah terjadinya hiperkapnea, pasien
cedera otak berat memerlukan intubasi endotrakeal, mesin ventilator dan
trakeostomi.
Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari cedera
kepala. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah salah satu cara menentukan
keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. GCS didasarkan pada
respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan berbagai fungsi
atau respon motorik terhadap berbagai stimulus (Bruns & Hauser, 2003).
3
yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera kepala sedang yang dinyatakan
dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang dinyatakan dengan GCS ≤ 8
(Japardi, 2004).
Cedera otak perlu mendapat pertolongan medis untuk membantu
meningkatkan kualitas hidup dari pasien yang bersangkutan. Dalam Al-Qur’an
Surat Al-Maidah ayat 32, Allah SWT berfirman:
Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani
Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan
dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka
seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya
telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” (
Dari ayat Al-Qur’an diatas dapat diambil maknanya untuk senantiasa
berupaya membantu pasien. Pada pasien cedera otak menyebabkan penurunan
kesadaran dan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) atau ketidakefektifan
bersihan jalan nafas yang menyebabkan laju mortalitas tinggi pada pasien
cedera otak berat (Smeltzer, 2001). Karena itu dibutuhkan tindakan medis yang
efektif untuk menangani pasien dengan indikasi gangguan pernafasan dan
penyakit kritis lainnya, yaitu dengan melakukan trakeostomi.
Trakeostomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang
mengalami obstruksi saluran nafas diatas trakea dan tidak dapat diatasi dengan
cara lain, misalnya intubasi. Saat ini, di berbagai pusat, intubasi dilakukan
pada kasus-kasus darurat, jika tuba dianggap dapat dilepaskan dalam satu
minggu. Setelah 72 jam apabila tuba masih dibutuhkan barulah
dilakukan trakeostomi (Robert, 1997).
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi
pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan
bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi
sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan
pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan
menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi
5
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang
diajukan adalah :
1. Apakah terdapat hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan
Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat?
2. Apakah terdapat hubungan antara trakeostomi dini dengan percepatan
penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Dari penelitian ini didapatkan hubungan antara trakeostomi dini dengan
peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) dan percepatan penyapihan
ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta.
Tujuan Khusus
1. Didapatkan waktu peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) mengalami
percepatan pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini.
2. Didapatkan waktu penyapihan ventilator mekanik mengalami percepatan
pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini.
D. Manfaat Penelitian
1. Dalam bidang akademik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan
percepatan peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) dan terhadap
percepatan waktu penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak
berat.
2. Dalam bidang pengembangan klinis dapat menyumbangkan saran
perbaikan terhadap penanganan pasien cedera otak berat dalam hal
penentuan waktu trakeostomi.
3. Dalam bidang pengembangan penelitian, hasil penelitian ini dapat menjadi
bahan dasar penelitian lebih lanjut.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti ditemukan beberapa jurnal yang
serupa dengan penelitian ini yaitu:
1. Arabi, Y., et al., 2004. Early tracheostomy in intensive care trauma
patients improves resource utilization: a cohort study and literature
review, dengan hasil pada trakeostomi dini waku pemakaian ventilator
mekanik dan lama rawat intensive care units (ICU) lebih pendek.
2. Mohamed, K.A.E., et al., 2014. Early versus late percutaneous
tracheostomy in critically ill adult mechanically ventilated patients,
dengan hasil pada trakeostomi dini waktu pemakaian ventilator mekanik
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Cedera Kepala
1. Definisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan
otak (Pierce & Neil, 2006). Cedera kepala sebagai penyakit neurologi yang
serius diantara penyakit neurologi yang disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas (60% kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan
akibat cedera kepala). Faktor kontribusi terjadinya kecelakaan seringkali
adalah konsumsi alkohol (Ginsberg, 2005).
Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan
otak akibat perdarahan atau pebengkakan otak sebagai respon terhadap
cedera dan menyebabkan peningkatan TIK (Smetlzer & Bare, 2006).
2. Klasifikasi
Cedera kepala digolongkan dengan berbagai macam klasifikasi
berdasarkan kepentingannya, namun disini akan dibahas penggolongan
menurut patologis yang terjadi dan gambaran cederanya. Terdapat empat
klasifikasi cedera kepala, yaitu (Satyanegara et al, 2010):
a. Cedera kepala primer, dapat berupa:
Merupakan rusaknya kontunuitas tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat terjadi dengan atau tanpa
kerusakan otak. Fraktur digolongkan menjadi fraktur terbuka
(kerusakan dura) dan fraktur tertutup bila dura tidak rusak
(Smetlzer & Bare, 2006).
2) Cedera fokal yang berupa coup dan countercoup, hemato epidural,
subdural atau intraserebral. Cedera fokal merupakan akibat
kerusakan setempat yang biasanya didapatkan pada kira-kira
setengah dari kasus cedera kepala berat (Satyanegara et al, 2010).
a) Coup adalah gerakan yang menyebabkan memar pada titik
benturan.
b) Countercoup adalah benturan pada tempat yang jauh dari
benturan/ ketika otak membentur permukaan tengkorak yang
tidak lentur.
c) Hemato epidural adalah kondisi setelah cedera, dimana darah
terkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara
tengkorak dan dura (Mallinckrodt Institute of Radiology,
2006).
d) Hemato subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan
dasar otak.
e) Hemato intraserebral adalah perdarahan yang terdapat di
9
3) Cedera difus yang berupa konkusi ringan atau klasik atau berupa
cedera aksional difusa yang ringan, moderat hingga berat. Cedera
difus berkaitan dengan disfungsi otak yang luas, serta biasanya
tidak tampak secara makroskopis. Mengingat bahwa kerusakan
yang terjadi kebanyakan melibatkan akson-akson, maka cedera ini
juga dikenal dengan nama cedera aksonal difusa.
4) Trauma tembak
Merupakan cedera yang timbul karena tembakan/ peluru.
b. Kerusakan otak sekunder, dapat berupa:
1) Gangguan sistemik: akibat hipoksia-hipotensi, gangguan
metabolisme energi dan kegagalan otoregulasi
2) Hematoma traumatik: epidural, subdural (akut dan kronis), atau
intraserebral
c. Edema serebral perifokal generalisata
d. Pergeseran otak (brain shift) - herniasi batang otak
3. Komplikasi
Komplikasi utama trauma kepala adalah perdarahan, infeksi, edema
dan herniasi melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang
berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma
jaringan (Wong, D.L. et al., 2009).
Pada cedera kepala terjadi perdarahan kecil-kecil pada permukaan
contusio besar akan menimbulkan efek massa yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Long, 1996).
Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan aliran darah ke
otak menurun dan terjadi henti aliran darah ke otak/ iskemik. Bila terjadi
iskemik komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita
kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada iskemik serebral, pusat
vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk
mempertahankan aliran darah yang disertai dengan lambatnya
denyutan nadi dan pernafasan yang tidak teratur. Dampak terhadap medula
oblongata yang merupakan pusat pengatur pernafasan terjadi gangguan
pola nafas (Brunner & Suddart, 2002).
4. Manifestasi Klinis
Orang yang mengalami cedera kepala akut memiliki beberapa tanda
dan gejala. Dengan mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala, dapat
dibedakan antara cedera kepala ringan dan berat (Wong, D.L. et al., 2009).
a. Cedera ringan
Dapat menimbulkan hilang kesadaran, periode konfusi
(kebingungan) transien, somnolen, gelisah, iritabilitas, pucat , muntah
(satu kali atau lebih).
b. Cedera berat
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan retina,
11
kuadriplegia, peningkatan suhu tubuh, cara berjalan yang goyah, dan
perdarahan retina.
B.Ventilator Mekanik
1. Definisi
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan
positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan
nafas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian
oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik
adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam
rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transpor oksigen (Iwan & Saryono, 2010).
2. Klasifikasi
Ventilator mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut
mendukung ventilasi, dua kategori umum yaitu (Shaila, 2010):
a. Ventilator Tekanan Negatif
Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada
dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intrathoraks selama
inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga
memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada
gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular
seperti poliomyelitis, distrofimuscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan
miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil
b. Ventilator Tekanan Positif
Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan
mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian
mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator
jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
3. Prinsip Kerja
Prinsip utama kerja ventilator dalam memberikan bantuan ventilasi
adalah hubungan timbal balik antara volume dan tekanan. Pemberian
volume udara ke dalam paru, mengakibatkan pertambahan volume udara
serta tekanan di dalam paru, begitupun sebaliknya apabila diberikan tekanan
udara ke dalam paru, maka akan mengakibatkan bertambahnya volume dan
juga tekanan udara di dalam ruang paru. Bantuan ventilasi yang diberikan
oleh mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan (pressure)
atau gabungan keduanya volume dan tekanan. Sesuai dengan prinsip kerja
dari ventilator adalah memberikan tekanan positif ke dalam paru yang akan
mengakibatkan pengembangan ruang di dalam paru sehingga volume dan
tekanan udara di dalam paru pun ikut bertambah (Sinderby & Brander,
2009).
4. Indikasi
a. Pasien dengan gagal nafas. Pasien dengan distres pernafasan gagal
nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan
pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya
13
sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi.
b. Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik
memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok
kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem
pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi
oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi
mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga
beban kerja jantung juga berkurang.
c. Disfungsi neurologis. Pasien dengan GCS ≤8 yang beresiko mengalami
apnu berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi
mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta
memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan
peningkatan tekanan intrakranial.
d. Tindakan operasi. Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan
anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini.
Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat
sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik.
5. Perbedaan antara pernapasan normal dengan ventilator
Pada pernapasan normal, udara dapat masuk ke paru disebabkan
adanya perbedaan tekanan negatif antara alveolus dengan atmosfir. Tekanan
di dalam paru-paru lebih rendah dari pada atmosfir, sehingga udara secara
udara masuk menuju paru-paru karena dimasukkan dengan paksa oleh
mesin ventilator sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Jumlah disini
meliputi besarnya tekanan udara inspirasi, besarnya volume udara (TV dan
MV), serta jumlah nafas dalam semenit (F) (Sundana, 2008).
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik
(Sundana, 2008): atelektasis, infeksi pulmonal, tension pneumothoraks,
hipertensi, obstruksi jalan nafas, kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi
susunan saraf pusat.
C.Trakeostomi
1. Anatomi trakea
Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin
kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin
stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di
mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh
darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan
terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di
sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior,
biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus
rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan
dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang
15
Gambar 1. Anatomi Trakea
Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014
2. Definisi
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta et
al, 2004).
3. Indikasi
Indikasi trakeostomi termasuk:
a. Mengatasi obstruksi jalan nafas atas seperti laring.
b. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas
seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya
stoma maka seluruh seluruh oksigen yang dihirupkan akan masuk ke
c. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien
dalam koma.
d. Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan).
e. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi.
f. Cedera parah pada wajah dan leher.
g. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga
mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi (Robert, 1997).
Gambar 2. Obstruksi jalur nafas
Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014
4. Pembagian trakeostomi
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi
penggunaan permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut
letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga (Soetjipto,
17
The simplified acute physiology score (SAPS II) 12 and the Sequential
Organ Failure Assessment score (SOFA) 13, membagi trakeostomi menurut
waktu dilakukannya tindakan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. early
tracheostomy(didefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan ≤4 hari
setelah intubasi endotrakeal), 2. late tracheostomy ( didefinisikan sebagai
trakeostomi yang dilakukan >4 hari setelah intubasi endotrakeal)
(Bickenbach, J. et al., 2011).
5. Jenis tindakan trakeostomi
a. Trakeostomi surgical, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan
dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea
kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
b. Trakeostomi percutaneous, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan
dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di
antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang
yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat
dan tidak meninggalkan skar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi
juga jauh lebih kecil.
c. Trakeostomi mini, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan
membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan
menggunakan kawat dan dilator (Bradley, 1997).
6. Prosedur trakeostomi
Sebelum dilakukan tindakan trakeostomi, maka alat-alat yang perlu
anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem
arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang
sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan
trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk
kematian selama prosedur tindakan.
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah
30° untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu
diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk
diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini
leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan
leher.
Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik
dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan
krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat
vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa
suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada
pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau
kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu
sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang
tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan
ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa
pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan
19
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke
lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea
jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan
dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat
kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika
perlu diikat.
Melakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran
antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Memuat stoma
dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam.
Kemudian memasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul
difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.
Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit
jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah
terjadinya emfisema kulit (Hadikawarta et al, 2004).
Gambar 3. Prosedur Trakeostomi
Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014
Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks
terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang
sulit, laserasi trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan
hipoksia terhadap respirasi dan paralisis saraf rekuren.
Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien,
perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks,
emfisema, infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan
stenosis trakea. Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia
dari respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi,
pada awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi
akibat deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari
peningkatan tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan (Spector &
21
Kerangka Konsep
Kecelakaan Lalu lintas/ Trauma
Cedera Kepala
Ringan Berat
Cedera otak
Ringan Sedang Berat
Jalan nafas tidak adekuat
GCS rendah
Ventilator mekanik + intubasi endotrakeal
Trakeostomi Prolonged ET
dan obstruksi
Trakeostomi Dini
Trakeostomi Lambat
Membaik Memburuk
Hipotesis
1. Terdapat hubungan yang bermakna antara trakeostomi dini dengan
peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara trakeostomi dini dalam
23
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Pada
penelitian observasional peneliti tidak memberikan perlakuan pada subyek
penelitian. Penelitian ini termasuk analitik karena peneliti mencoba mencari
keterkaitan antara variabel. Rancangan penelitian observasional yang
digunakan adalah cross sectional (Sopiyudin, 2009).
B. Populasi Dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek
yang diteliti (Notoarmodjo, 2012). Populasi dibagi menjadi dua macam
yaitu populasi tidak terjangkau (populasi target) dan populasi terjangkau
(sumber) (Riyanto, 2011).
a. Populasi target
Pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi
b. Populasi terjangkau
Pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di RS PKU
2. Sampel
Sampel penelitian yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam
medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta periode bulan Januari 2012 sampai bulan
Desember 2015.
a. Kriteria inklusi
1) Pasien cedera otak berat,
2) Jalan nafas tidak adekuat, dan
3) Glasgow Coma Scale (GCS) rendah (≤8).
b. Kriteria eksklusi
1) Sampel mengidap tumor saluran pernafasan.
c. Besar Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive sampling artinya bahwa penentuan sampel dipertimbangkan
kriteria-kriteria yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan
tujuan penelitian (Notoarmodjo, 2012).
Penetapan besar sampel pada penelitian ini dihitung dari
penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai
acuan untuk menentukan besar sampel adalah jurnal dengan judul
“Early tracheostomy in intensive care trauma patients improves
resource utilization: a cohort study and literature review”. Jurnal
tersebut menyatakan bahwa p= 0,019, sehingga jumlah sampel minimal
25
Jumlah sampel minimal sebanyak 29 rekam medis dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
n = � −α ⁄
d
Keterangan:
n = Besar sampel
Z1-�/2 = C (confidensi)/ tingkat keyakinan peneliti = 95% = 1,96.
p = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap = 0, 019
q = 1-p = 0, 981
d = sampling error (kesalahan dalam pengambilan sampel)
= 5% = 0,05
Maka:
n = , � , � ,
,
n = ,6
n =
Sehingga jumlah sampel minimal penelitian ini sebanyak 29 sampel.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta dengan kurun waktu pengambilan data pada bulan Desember 2015
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Jenis Variabel
a. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah trakeostomi
dini, trakeostomi lambat.
b. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah Glasgow Coma
Scale (GCS), ventilator mekanik.
2. Definisi Operasional
a. Trakeostomi dini didefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan ≤4
hari setelah intubasi endotrakeal (Bickenbach, J. et al., 2011).
b. Trakeostomi lambatdidefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan
>4 hari setelah intubasi endotrakeal (Bickenbach, J. et al., 2011).
c. Angka Glasgow Coma Scale (GCS) pasien cedera kepala berat ≤8
Rosjidi (2007).
d. Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan yang bertujuan
untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka
memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan
memaksimalkan transpor oksigen (Iwan & Saryono, 2010).
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa
rekam medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi (bulan Januari
2012 – bulan Desember 2015) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
27
F. Cara Pengumpulan Data
1. Persiapan penelitian
2. Pengumpulan dan pengolahan data
Studi Pendahuluan
Mengurus izin penelitian Seminar Proposal Penyusunan Proposal
Observasi Masalah
Kesimpulan dan pelaporan Mengolah data
Memisahkan data pasien yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat Mencatat data pasien cedera otak berat yang
dilakukan trakeostomi
G. Kerangka Penelitian
H. Analisis Data
Data yang diperoleh akan dideskripsikan dalam bentuk tabel yang terdiri
dari jenis kelamin, usia, pekerjaan, angka Glasgow Coma Scale, waktu
dilakukan trakeostomi serta lama penyapihan ventilator mekanik. Data akan
dianalisis menggunakan perhitungan statistik Chi-Square dan T-Test
menggunakan software SPSS versi 22.0 for windows.
I. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti telah mempertimbangkan prinsip-prinsip
etika dalam penelitian antara lain:
Populasi Penelitian
Inklusi Eksklusi
Sampel Penelitian
Trakeostomi dini Trakeostomi lambat
Waktu peningkatan
GCS
Waktu penyapihan
ventilator
Waktu peningkatan
GCS
Waktu penyapihan
29
1. Ethical Clearance
Penelitian ini telah mengajukan permohonan pengujian etik kepada
Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta karena menggunakan subjek data sekunder
berupa data rekam medis pasien.
2. Perizinan
Penelitian dilakukan atas izin yang diajukan oleh peneliti kepada
pihak terkait di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Anonymity (tanpa nama)
Anonimity merupakan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian
dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Confidentiality merupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh
peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dan tidak
30
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder dari
rekam medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2012 – Desember
2015. Dalam penelitian ini didapatkan total sebanyak 82 sampel dan yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 67 sampel.
A. Karakteristik Subyek
Tabel 1. Karakteristik Umur Subyek
Umur Jumlah %
<20 11 16,42
21-40 24 35,82
40-60 23 34,33
>60 9 13,43
Total 67 100
Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Pada tabel 1 dapat diketahui distribusi umur dari sampel yang ada.
Distribusi umur paling banyak nampak pada kelompok umur 21-40
sebanyak 24 orang (35,82%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur
>60 tahun yakni sebanyak 9 orang (13,43%).
Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin Subyek
Jenis Kelamin Jumlah %
Pria 38 56,72
43,28
Wanita 29
Total 67 100
31
Pada tabel 2 tentang distribusi jenis kelamin pada 67 sampel
menunjukkan jumlah responden berjenis kelamin pria sebanyak 38 orang
(56,72%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 29 orang (43,28%).
Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan Subyek
Pekerjaan Jumlah %
PNS 13 19,40
Pegawai Swasta 17 25,37
Buruh 22 25,37
Pelajar 6 32,84
Lain-Lain 9 8,96
Total 67 13,43
Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Pada tabel 3 dapat diketahui distribusi pekerjaan dari sampel yang
ada. Distribusi pekerjaan paling banyak nampak pada kelompok buruh
sebanyak 22 orang (32,84%) dan yang paling sedikit pada kelompok pelajar
yakni sebanyak 6 orang (8,96%).
B.Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data yang
akan dilakukan pengolahan serta analisis dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 4. Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat
Rata-rata p
Trakeostomi Dini 8,0 ± 2,67
0,000 Trakeostomi Lambat 14,8 ± 2,04
Tabel 4 menunjukkan analisis rata-rata waktu peningkatan glasgow
coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi
dini dan lambat menggunakan uji data numerik Mann Whitney Test.
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan rata-rata waktu peningkatan
glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan
trakeostomi dini adalah 8,0 ± 2,67 hari dan rata-rata waktu peningkatan
glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan
trakeostomi lambat adalah 14,8 ± 2,04 hari. Hasil analisis secara statistik
menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat
perbedaan signifikan antara rata-rata waktu peningkatan Glasgow Coma
Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini
dengan trakeostomi lambat.
Tabel 5. Hasil analisis perbandingan antara waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat
Waktu
Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tabel 5 menunjukkan analisis perbandingan antara waktu
peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah
dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat menggunakan uji data
33
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan 100% pasien trakeostomi dini
dengan kategori cepat sejumlah 7 pasien, 95,8% pasien trakeostomi dini
dengan kategori kategori sedang sejumlah 23 pasien dan 19,4% pasien
trakeostomi dini dengan kategori lambat sejumlah 7 pasien sedangkan pada
pasien trakeostomi lambat tidak terdapat pasien yang memiliki kategori
cepat, 4,2% pasien trakeostomi lambat dengan kategori sedang sejumlah 1
pasien dan 80,6 pasien trakeostomi dini dengan kategori lambat sejumlah
29 pasien. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,000
(p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara waktu
peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah
dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.
Tabel 6. Hasil analisis rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat
Rata-rata p
Trakeostomi Dini 5,7 ± 1,34
0,000 Trakeostomi Lambat 15,4 ± 3,24
Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tabel 6 menunjukkan analisis rata-rata lama pemakaian ventilator
mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi
dini dan trakeostomilambat menggunakan uji data numerik Mann Whitney
Test.
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan rata-rata lama pemakaian
ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan
trakeostomi dini adalah 5,7 ± 1,34 hari dan rata-rata lama pemakaian
trakeostomi lambat adalah 15,4 ± 3,24 hari. Hasil analisis secara statistik
menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat
perbedaan signifikan antara rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik
pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dengan
trakeostomi lambat.
Tabel 7. Hasil analisis perbandingan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat
Lama pemakaian
Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Tabel 7 menunjukkan analisis perbandingan antara lama pemakaian
ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan
trakeostomi dini dan trakeostomi lambat menggunakan uji data kategorikal
Fisher’s Exact Test.
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan 100% pasien trakeostomi dini
dengan kategori cepat sejumlah 8 pasien dan 39,3% pasien trakeostomi dini
dengan kategori kategori lambat sejumlah 11 pasien sedangkan pada pasien
trakeostomi lambat tidak terdapat pasien yang memiliki kategori cepat dan
60,7% pasien trakeostomi lambat dengan kategori lambat sejumlah 17
pasien. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,003
(p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara lama
pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah
35
C. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara
trakeostomi dini dengan peningkatan glasgow coma scale (GCS) dan
percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat di
rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Berdasarkan analisis menggunakan software SPSS versi 22.0 for
windows, pada penelitian ini trakeostomi dini terbukti benar lebih baik
dibandingkan dengan trakeostomi lambat yang dilakukan pada pasien
cedera otak berat dengan nilai p<0,05 untuk waktu peningkatan glasgow
coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak
berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dengan trakeostomi lambat.
Dari total 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini yang
diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel
dilakukan trakeostomi lambat yang diantaranya dipasang ventilator
mekanik sebanyak 17 sampel.
Arabi, pada tahun 2004, juga melaporkan bahwa trakeostomi
merupakan salah satu faktor penting dalam penyapihan ventilator mekanik.
Dengan trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik lebih pendek
dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat dengan rata-rata
9.6±1.2 hari dan 18.7±1.3 hari, dengan nilai p<0,0001. Penelitian Arabi juga
menemukan bahwa trakeostomi lambat adalah sebagai prediktor
Mohamed, pada tahun 2014, juga melaporkan bahwa dengan
trakeostomi dini waktu pemakaian ventilator mekanik dan waktu tinggal di
intensive care units (ICU) lebih pendek. Disamping hal tersebut pada
trakeostomi dini dan trakeostomi lambat tidak terdapat perbedaan signifikan
pada kejadian komplikasi seperti pneumothorak (p=0,548), sepsis (p=0,490)
dan pneumonia terkait ventilasi mekanik (p= 0,167).
Pada penelitian ini, didapatkan waktu peningkatan Glasgow Coma
Scale yang lebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan
trakeostomi dini rata-rata 8,0 ± 2,67 hari, sedangkan pada pasien yang
dilakukan trakeostomi lambat rata-rata 14,8 ± 2,04 hari dengan nilai p
sebesar 0,000. Pasien trakeostomi dini kategori lambat sebanyak 7 pasien,
kategori sedang sebanyak 23 pasien dan kategori cepat sebanyak 7 orang.
Sedangkan pada trakeostomi lambat kategori lambat sebanyak 29 pasien,
kategori sedang 1 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam kategori cepat
dengan nilai p sebesar 0,000. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian
Mohamed yaitu pada trakeostomi dini waktu tinggal di intensive care units
(ICU) lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi
lambat.
Pada penelitian ini, didapatkan waktu penyapihan ventlator
mekanik yanglebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan
trakeostomi dini rata-rata 5,7 ± 1,34 hari, sedangkan pada pasien yang
dilakukan trakeostomi lambat rata-rata 15,4 ± 3,24 hari dengan nilai p
37
dan kategori cepat sebanyak 8 orang. Sedangkan pada trakeostomi lambat
kategori lambat sebanyak 17 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam
kategori cepat, dengan nilai p sebesar 0,003. Hasil penelitian ini serupa
dengan penelitian Arabi yaitu pada trakeostomi dini waku pemakaian
ventilator mekanik lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan
trakeostomi lambat.
Sehingga dengan mempertimbangkan hal tersebut, pada titik ini
tindakan trakeostomi dini dapat menjadi pertimbangan yang besar dalam
pemilihan waktu dilakukannya trakeostomi karena terdapat perbedaan
signifikan antara peningkatan GCS dan lama pemakaian ventilator mekanik
pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan
trakeostomi lambat. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi terdapat
manfaat yang signifikan. Trakeostomi akan memfasilitasi penyapihan
dengan mengurangi dead space dan menurunkan resistensi saluran nafas
dengan cara meningkatkan pembersihan sekret, menurunkan kebutuhan
sedasi dan menurunkan resiko aspirasi. Bukti yang ada menyatakan bahwa
dead space dan resistensi saluran nafas berkurang, walaupun informasi
observasi klinis mengenai pengaruh besarnya penurunan ini terhadap
kecepatan penyapihan setelah trakeostomi masih belum pasti (Sugerman et
al, 1997).
Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagian atas,
sehingga dapat mengurangi tahanan terhadap aliran udara terutama bila
glotis. Trakeostomi dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas yang
penting bagi penderita dengan volume tidal yang sangat terbatas, dengan
adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirup akan masuk ke dalam
paru-paru sehingga dapat mengurangi ruang rugi (dead space) di saluran
nafas bagian atas hingga 150 ml atau 50 % (Pritchard, 1994). Anatomi dari
saluran nafas atas terdiri dari daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring.
Pernafasan adalah sistem vital dari tubuh manusia, terdapat obstruksi
dapat menyebabkan komplikasi bahkan henti nafas yang berujung pada
kematian. Sehingga apabila ditemukan pasien dengan obstruksi jalan nafas
harus segera dilakukan tindakan pertolongan pada pasien. Pada pasien koma
yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik juga harus dilakukan
tindakan pertolongan. Tindakan trakeostomi dengan bantuan selang
endotrakea mempermudah pengisapan sekret dari bronkus, dimana apabila
sekret sebagai salah satu penyebab obstruksi saluran nafas harus segera
dihilangkan sehingga pernafasan dapat lancar kembali dan oksigenasi ke
seluruh tubuh dapat terpenuhi.
Pada perjalanannya, terdapat beberapa hambatan yang penulis temui
dalam melakukan penelitian ini. Pertama, penelitian ini tidak mencapai
jumlah sampel minimal karena angka kejadian kasus di rumah sakit PKU
Muhammadiyah Yogyakarta cukup sedikit. Kedua, kurangnya informasi
untuk sampel dikarenakan tidak tersedianya data pada rekam medis pasien
sehingga variabel yang diteliti tidaklah luas untuk menggambarkan lebih
39 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara trakeostomi dinidengan
peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat.
2. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara trakeostomi dini dengan
percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.
B. Saran
Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam
penelitian selanjutnya maupun bagi pihak rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini
dengan peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat,
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini
dengan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak
berat,
3. Populasi yang digunakan terlalu sempit, sehingga dibutuhkan populasi yang
lebih besar yaitu dengan menggunakan lebih dari satu rumah sakit sebagai
4. Data rekam medis sebaiknya ditulis selengkap mungkin, sehingga apabila akan dilakukan penelitian kedepannya yang menggunalan rekam medis
41
DAFTAR PUSTAKA
Ballenger, John Jacob. Penyakit-penyakit Laring. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi XIII Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. Hal. 451, 454-460.
Bickenbach, J., et al., 2011. Impact of early vs. late tracheostomy on weaning: a retrospective analysis. Jerman. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21617598 diakses pada tanggal 14 Maret 2015
Brain Trauma Foundation. Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury. BTF. 2007;24:S1-S106.
Bradley, P.J., 1997. Management of Obstucted Airway and Tracheostomy in Laryngology and Head and Neck Surgery, Scott-Brown’s Otolaryngology, Volume 5, 6th Edition. London, Butterworth-Heinemann: 7 – 18.
Brunner & Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC.
Burns, J.Jr., and Hauser, W.A., 2003. The Epidemiology of Traumatic Brain Injury : A Review. Epilepsia, Suppl 10 : 2-10
Dahlan, M. Sopiyudin, 2009. Langkah-langkah membuat poposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
Davies, J. 1997. Embriology and Anatomy of The Larynx, Respiratory Apparatus, Diaphragma and Esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngology. Volume 1. Philadelphia: 52-58.
Endean et al., 2003. Tracheostomy. In: Logan Turner., Diseases of the nose, throat and ear. 5th ed. Bristol, John Wright and Sons: 1567-1573.
Feliciano DV, Mattox KL, Moore EE, 2008. Trauma Sixth Edition. New York: McGraw - Hill.
Fletcher, J. M., Cobbs, L. E., Miner, M. E., Levin, H. S., & Eisenberg, H. M., 1990. Behavioral changes after closed head injury in children. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 58, 93-98
Ginsberg, L., 2010. Lecture Notes : Neurology 9th edition. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd.
Hadikawarta, A., Rusmarjono, Soepardi, E., 2004. Penanggulangan Sumbatan Laring Dalam Soepardi E.A, Iskandar N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, dan Kepala – Leher. Edisi Kelima. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 201-212