• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Glasgow Coma Scale Pada Pasien Trauma Kapitis Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Glasgow Coma Scale Pada Pasien Trauma Kapitis Di RSUP H. Adam Malik Medan Pada Tahun 2009"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN GLASGOW COMA SCALE PADA PASIEN TRAUMA KAPITIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009

Oleh :

KAMAL KHARRAZI ILYAS

070100123

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

GAMBARAN GLASGOW COMA SCALE PADA PASIEN TRAUMA KAPITIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

KAMAL KHARRAZI ILYAS

070100123

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

GAMBARAN GLASGOW COMA SCALE PADA PASIEN TRAUMA KAPITIS DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN PADA TAHUN 2009

Nama : KAMAL KHARRAZI ILYAS NIM : 070100123

Pembimbing Penguji I

(dr. Cut Aria Arina, Sp. S) (dr. Soekimin, Sp.PA) NIP: 19771020 200212 2 001 NIP: 19480801 198003 1 002

Penguji II

(dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D ) NIP: 19550807 198503 2 001

Medan, 30 November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(4)

ABSTRAK

Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000 populasi. Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi. Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari Traumatic Brain Injury. Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara menentukan keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. Glasgow Coma Scale didasari pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan respon motorik terhadap berbagai stimulus.

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang dilakukan di RSUP H Adam Malik Medan. Sampel yang digunakan seluruh pasien trauma kapitis yang dirawat inap di bagian ilmu penyakit saraf pada tahun 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Glasgow Coma Scale pada pasien trauma kapitis dengan cara melihat skor GCS yang tercantum pada rekam medis pasien

Dari 303 sampel yang dianalisis, didapati gambaran terbanyak skor GCS adalah skor GCS 15 yaitu 120 (39.6%) sampel yang diikuti oleh skor GCS 14 yaitu 47 (15.5%) sampel. Skor GCS dengan frekuensi paling rendah adalah skor GCS 4 yaitu sebanyak satu (0.3%) sampel. Pada penelitian ini juga didapati gambaran trauma kapitis yaitu 167 (55.1 %) sampel mengalami trauma kapitis ringan, 91 (30 %) sampel mengalami trauma kapitis sedang, dan 45 (14,9 %) sampel mengalami trauma kapitis berat.

Gambaran GCS pada pasien trauma kapitis pada penelitian ini rata-rata memiliki skor GCS 15 dan 14, yang di klasifikasikan sebagai trauma kapitis ringan.

(5)

ABSTRACT

Traumatic Brain Injury (TBI) is one of the leading cause of mortality, morbidity, disability and responsible for a significance proportion of death because of trauma in the United States. The incidence of head trauma is about 600 to 900 per 100.000 population. In Indonesia, injury is one of the primary cause of death after stroke, tuberculosis and hypertension. There are many ways to classify the severity of traumatic brain injury. Glasgow coma scale is one of the methods to classify the severity of TBI and the most widely used method clinically. Glasgow coma scale is based on patients response of eye opening, verbal function, and motoric response to various stimuli.

This is a retrospective study that conducted at H. Adam Malik General Hospital Medan. The samples are patients who had head injuries and hospitalized in neurology department in 2009.This study purpose is to know the overview of GCS score in head injury patient by looking at the patient GCS score in the medical record.

From 303 samples analyzed, 120 (39.6%) samples had GCS score of 15 followed by 47 (15,5%) samples that had GCS score of 14. The less frequent GCS score is GCS score of 4 (0.3%). In this study, it is found that 167 (55.1%) samples had mild head injury, 91 (30%) samples had moderate head injury, and 45 (14.9%) samples had severe head injury .

The average score of GCS score found in head injury patient are GCS score of 15 and 14, which is classified as mild head injury

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah

dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan, kesempatan, dan

kemudahan selama menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini sampai penulis menyusun

Laporan Karya Ilmiah ini hingga selesai.

Dalam menyusun Laporan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis akan membahas

tentang “Gambaran Glasgow Coma Scale pada Pasien Trauma Kapitis di RSUP H.

Adam Malik Medan pada Tahun 2009 ”. Karya Tulis Ilmiah ini merupakan syarat

untuk menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan laporan ini penulis banyak mendapat bimbingan, bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak baik secara materil, moril maupun spiritual. Untuk

itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp. PD-KGEH sebagai Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Cut Aria Arina, Sp.S sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing saya dalam

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

3. dr. Yahwardiah Siregar, Ph. D dan dr. Soekimin Sp, PA selaku dosen

penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk memperbaiki karya

tulis ilmiah ini.

4. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang

bermanfaat selama saya mengikuti pendidikan sarjana kedokteran.

5. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) dan Bagian

(7)

6. Kepala Instalasi Rekam Medis beserta seluruh staf bagian rekam medis

yang telah berkerja sama dengan baik.

7. Ayahanda Syafrudin Ilyas dan Ibunda Liza Rafina Rauf yang telah

melahirkan, membesarkan dan mendidik saya, serta saudara saya Fauzan

Azizi Ilyas dan Siti Azizia Ilyas yang telah memberikan banyak dukungan

selama saya mengerjakan penulisan karya ilmiah ini

8. Teman-teman yang tergabung dalam kelompok bimbingan dr. Cut Aria

Arina, Sp. S – Petrus Suranta Pinem, Septi N. M. Ginting dan Wen Pau

Min – yang telah bekerjasama dengan baik dalam semua proses penulisan

karya tulis ilmiah ini

9. Teman-teman saya, Ella Rhinsilva, Nurina, Yan Indra Fajar Sitepu, Vitri

Alya, Rini M. Nasution, Krisnarta Sembiring, Jeffry Nugraha dan

teman-teman yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu, yang telah

membantu saya dalam pengerjaan karya tulis ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, saya berharap semoga karya tulis

ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang menggunakannya.

Medan, 30 November 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN…..……….………...……… i

ABSTRAK ……… ii

ABSTRACT ………. iii

KATA PENGANTAR……….. iv

DAFTAR ISI………. vi

DAFTAR TABEL..………...…… viii

DAFTAR GAMBAR..………..……… ix

DAFTAR LAMPIRAN ……… x

BAB 1 PENDAHULUAN………. 1

1.1. Latar Belakang……….. 1

1.2. Rumusan Masalah………. 3

1.3. Tujuan Penelitian……….. 3

1.4. Manfaat Penelitian……… 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………... 5

2.1. ... Definisi Trauma Kapitis ... …... 5

2.2. Anatomi ... ... 5

2.3. Fisiologi ... ... 8

2.4. Patofisiologi Trauma Kapitis ... ... 9

2.5. Klasifikasi Trauma Kapitis ... ... 10

2.6. Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis... ... 14

2.7. Glasgow Coma Scale sebagai Indikator Dini dalam Cedera Kepala ... ... 17

2.8. Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kepala ... ... 18

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL…… 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………... 21

3.2. Defenisi Operasional……….……….. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN………. 23

4.1. Jenis Penelitian ... …. 23

4.2. Waktu dan Tempat Pengumpulan Data ... …. 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... …. 23

4.3.1. Populasi ... …. 23

4.3.2. Sampel ... …. 23

4.4. Metode Pengumpulan Data ... …. 24

4.5. Metode Analisis Data ... …. 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 25

5.1. Hasil Penelitian………. 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 25

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel……….. 25

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin…………... 25

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur……… 26

5.1.5. Gambaran Glasgow Coma Scale……… 27

5.2. Pembahasan……….. 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN……….. 31

6.1. Kesimpulan………... 31

6.2. Saran……….. 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury... 11

2.2.

2.3.

5.1.

5.2.

5.3.

5.4.

Glasgow Coma Scale...………

Saraf Kranial……….

Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin……….

Distribusi Sampel Berdasarkan Umur………..

Gambaran Glasgow Coma Scale………..

Gambaran Trauma Kapitis………

14

17

25

26

27

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1 Relasi antara GCS dengan mortalitas pada 14

hari………..……….. 20

Gambar 3.1 Kerangka Konsep gambaran GCS pada trauma

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Surat Izin Penelitian

Ethical Clearance

Lembar Check List

Lampiran 5

Lampiran 6

Data Induk Penelitian

Output SPSS

(13)

ABSTRAK

Traumatic Brain Injury (TBI) merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan terhadap kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000 populasi. Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi. Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari Traumatic Brain Injury. Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara menentukan keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. Glasgow Coma Scale didasari pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan respon motorik terhadap berbagai stimulus.

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif yang dilakukan di RSUP H Adam Malik Medan. Sampel yang digunakan seluruh pasien trauma kapitis yang dirawat inap di bagian ilmu penyakit saraf pada tahun 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Glasgow Coma Scale pada pasien trauma kapitis dengan cara melihat skor GCS yang tercantum pada rekam medis pasien

Dari 303 sampel yang dianalisis, didapati gambaran terbanyak skor GCS adalah skor GCS 15 yaitu 120 (39.6%) sampel yang diikuti oleh skor GCS 14 yaitu 47 (15.5%) sampel. Skor GCS dengan frekuensi paling rendah adalah skor GCS 4 yaitu sebanyak satu (0.3%) sampel. Pada penelitian ini juga didapati gambaran trauma kapitis yaitu 167 (55.1 %) sampel mengalami trauma kapitis ringan, 91 (30 %) sampel mengalami trauma kapitis sedang, dan 45 (14,9 %) sampel mengalami trauma kapitis berat.

Gambaran GCS pada pasien trauma kapitis pada penelitian ini rata-rata memiliki skor GCS 15 dan 14, yang di klasifikasikan sebagai trauma kapitis ringan.

(14)

ABSTRACT

Traumatic Brain Injury (TBI) is one of the leading cause of mortality, morbidity, disability and responsible for a significance proportion of death because of trauma in the United States. The incidence of head trauma is about 600 to 900 per 100.000 population. In Indonesia, injury is one of the primary cause of death after stroke, tuberculosis and hypertension. There are many ways to classify the severity of traumatic brain injury. Glasgow coma scale is one of the methods to classify the severity of TBI and the most widely used method clinically. Glasgow coma scale is based on patients response of eye opening, verbal function, and motoric response to various stimuli.

This is a retrospective study that conducted at H. Adam Malik General Hospital Medan. The samples are patients who had head injuries and hospitalized in neurology department in 2009.This study purpose is to know the overview of GCS score in head injury patient by looking at the patient GCS score in the medical record.

From 303 samples analyzed, 120 (39.6%) samples had GCS score of 15 followed by 47 (15,5%) samples that had GCS score of 14. The less frequent GCS score is GCS score of 4 (0.3%). In this study, it is found that 167 (55.1%) samples had mild head injury, 91 (30%) samples had moderate head injury, and 45 (14.9%) samples had severe head injury .

The average score of GCS score found in head injury patient are GCS score of 15 and 14, which is classified as mild head injury

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Traumatic Brain Injury merupakan salah satu penyebab kematian, kesakitan

dan kecacatan serta bertanggung jawab pada proporsi yang signifikan terhadap

kematian akibat trauma di Amerika Serikat. Insidensi tahunan dari trauma kepala

yaitu sekitar 600 hingga 900 orang per 100.000 populasi. Terdapat 200 hingga 500

orang dirawat di unit gawat darurat, 150 hingga 250 orang dirawat di rumah sakit

dengan Traumatic Brain Injury, dan 20 hingga 30 orang meninggal ( 50% di rumah

sakit dan 50% di luar rumah sakit) per tahunnya (Bruns and Hauser, 2003). Data

menunjukkan bahwa, rata-rata sekitar 1.400.000 orang mengalami Traumatic Brain

Injury setiap tahun di Amerika Serikat, dimana 50.000 orang meninggal dan 235.000

orang dirawat di rumah sakit. Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara

lain akibat jatuh (28%), kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor

(20%), bertubrukan dengan benda yang bergerak maupun diam (19%), dan penyebab

lainnya (CDC, 2007).

Puncak insidensi dari Traumatic Brain Injury yaitu antara umur 15 - 24 tahun

dan orang yang berumur > 64 tahun. Laki-laki memiliki kemungkinan mengalami

Traumatic Brain Injury dua kali lipat lebih besar daripada wanita. Pada populasi

warga sipil, alkohol terlibat pada lebih dari setengah kasus Traumatic Brain Injury.

Menurut penelitian, kecelakaan kendaraan bermotor terutama kecelakaan sepeda

motor, terhitung sebagai salah satu penyebab traumatic brain injury terbanyak pada

(16)

Di Indonesia sendiri, cedera merupakan salah satu penyebab kematian utama

setelah stroke, tuberkulosis, dan hipertensi ( Depkes RI, 2009 ). Proporsi bagian

tubuh yang terkena cedera akibat jatuh dan kecelakaan lalu lintas salah satunya

adalah kepala yaitu 6.036 (13,1%) dari 45.987 orang yang mengalami cedera jatuh

dan 4.089 (19,6%) dari 20.289 orang yang mengalami kecelakaan lalu lintas

(Riskesdas, 2007 dalam Riyadina, 2009).

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari Traumatic

Brain Injury. Glasgow Coma Scale adalah salah satu cara menentukan keparahan dan

paling sering digunakan secara klinis. Glasgow Coma Scale didasari pada respon

pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan berbagai fungsi atau respon

motorik terhadap berbagai stimulus (Bruns and Hauser, 2003). Glasgow Coma Scale

diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974. Sejak saat itu GCS merupakan

tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS

seharusnya telah diperiksa pada penderita-penderita pada awal cedera terutama

sebelum mendapat obat-obat paralitik dan sebelum intubasi. (Sastrodiningrat, 2007).

Glasgow Coma Scale merupakan suatu sistem skoring yang telah distandarisasi

untuk menilai status neurologis pasien dengan trauma kapitis. Nilai GCS yang akurat

dipergunakan untuk pengobatan langsung dan untuk prediksi outcome pasien. Nilai

GCS yang akurat hanya bisa didapat setelah resusitasi tetapi sebelum diberikan sedasi

ataupun intubasi (Tintinalli et al, 2004). GCS juga merupakan faktor prediksi yang

kuat dalam menentukan prognosa, dimana suatu skor GCS yang rendah pada awal

cedera berhubungan dengan prognosa yang buruk (Sastrodiningrat, 2007).

Nilai tertinggi dari pemeriksaan Glasgow Coma Scale adalah 15 dan terendah adalah

3. Berdasarkan nilai Glasgow Coma Scale, cedera kepala dapat dibagi atas : Cedera

kepala ringan yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera kepala sedang yang

dinyatakan dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang dinyatakan dengan GCS ≤ 8 ( Japardi, 2004 ).

Kelemahan dalam penentuan skor GCS terdapat pada waktu penilaian awal yang

(17)

hilangnya informasi, dan urutan penilaian GCS yang tidak konsisten. Kelemahan

tersebut dapat mengurangi reliabilitas GCS baik secara klinis maupun dalam konteks

ilmiah. (Zuercher et al, 2009).

Penentuan Glasgow Coma Ccale secara cepat dan tepat sangat membantu dalam

menentukan keparahan dari Traumatic Brain Injury dan menentukan tindakan lebih

lanjut terhadap pasien. Dikarenakan pentingnya Glasgow Coma Scale maka

diperlukan pengetahuan tentang gambaran Glasgow Coma Scale pada trauma kapitis.

Selain itu, belum terdapat adanya data yang lengkap mengenai kejadian trauma

kapitis sehingga insidensinya dapat dinilai.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang didapat adalah

bagaimanakah gambaran Glasgow Coma Scale pada kejadian trauma kapitis di RSUP

H. Adam Malik Medan pada tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1.Tujuan Umum

Mengetahui gambaran Glasgow Coma Scale pada pasien trauma kapitis di RSUP H.

Adam Malik Medan pada tahun 2009.

1.3.2.Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1.Mengetahui jumlah kejadian trauma kapitis ringan, sedang, dan berat.

2.Mengetahui jumlah kejadian trauma kapitis berdasarkan jenis kelamin.

3.Mengetahui jumlah kejadian trauma kapitis berdasarkan kelompok umur.

1.4. Manfaat Penelitian

(18)

a. Sebagai sarana informasi bagi tenaga medis mengenai pentingnya GCS

dalam menentukan penanganan terhadap pasien trauma kapitis.

b. Sebagai sarana informasi tambahan mengenai jenis-jenis trauma kapitis

yang sering terjadi.

c. Sebagai sarana informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Trauma Kapitis

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun

tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik,

kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen ( PERDOSSI, 2006

dalam Asrini, 2008 ).

2.2. Anatomi

Berdasarkan ATLS (2004), anatomi yang bersangkutan antara lain :

1. Kulit Kepala (Scalp)

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu :

a.Skin atau kulit

b. Connective Tissue atau jaringan penyambung

c. Aponeurosis atau galea aponeurotika

d. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar

e. Perikranium.

Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan

merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal).

Kulit kepala memiliki banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat

laserasi kulit kepala akan menyebabkan banyak kehilangan darah, terutama pada bayi

(20)

2. Tulang Tengkorak

Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya di

bagian temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporal. Basis kranii

berbentuk tidak rata sehinga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat

proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu :

fosa anterior, fosa media, dan fosa posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus

frontalis, fosa media adalah tempat lobus temporalis, dan fosa posterior adalah ruang

bagian bawah batang otak dan serebelum.

3. Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

duramater, araknoid dan piamater. Duramater adalah selaput yang keras, terdiri atas

jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena

tidak melekat pada selaput araknoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang

potensial (ruang subdural) yang terletak antara duramater dan araknoid, dimana

sering dijumpai perdarahan subdural.

Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak

menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat

mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior

mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari

sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.

Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium

(ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada

arteri-arteri ini dan dapat menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering

mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis

(fosa media).

Dibawah duramater terdapat lapisan kedua dari meningen, yang tipis dan tembus

(21)

pada permukaan korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang sub

araknoid.

4. Otak

Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak. Serebrum terdiri atas

hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri yaitu lipatan duramater

dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat

bicara manusia. Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai

hemisfer dominan.

Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fiungsi motorik, dan pada sisi dominan

mengandung pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi

sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori. Lobus

oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan.

Batang otak terdiri dari mesensefalon (mid brain), pons, dan medula oblongata.

Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi

dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik, yang terus memanjang sampai medulla spinalis dibawahnya. Lesi

yang kecil saja pada batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang

berat.

Serebelum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak

dalam fosa posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak, dan juga

kedua hemisfer serebri.

5. Cairan serebrospinal

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan

produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen

monro menuju ventrikel III kemudian melalui aquaductus sylvii menuju ventrikel IV.

Selanjutnya CSS keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subaraknoid

yang berada di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi

(22)

6. Tentorium

Tentorium serebelli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supra tentorial (terdiri

atas fossa kranii anterior dan fossa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa

kranii posterior).

2.3. Fisiologi

Mekanisme fisiologis yang berperan antara lain :

1. Tekanan Intra Kranial

Biasanya ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan

serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan

suatu tekanan intra kranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15

mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intra kranial (TIK) dipengaruhi oleh

aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh

lebih tinggi dari normal.

Ruang intra kranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai kapasitasnya

dengan unsur yang tidak dapat ditekan, yaitu : otak ( 1400 g), cairan serebrospinal (

sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada salah satu dari

ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati oleh unsur

lainnya dan menaikkan tekanan intra kranial (Lombardo,2003 ).

2. Hipotesa Monro-Kellie

Teori ini menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah

satu dari ketiga komponennya membesar, dua komponen lainnya harus

mengkompensasi dengan mengurangi volumenya ( bila TIK masih konstan ).

Mekanisme kompensasi intra kranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural

dapat menjadi parah bila mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya

aliran cairan serebrospinal ke dalam kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap

(23)

berpotensi mengakibatkan kematian adalah penurunan aliran darah ke otak dan

pergeseran otak ke arah bawah ( herniasi ) bila TIK makin meningkat. Dua

mekanisme terakhir dapat berakibat langsung pada fungsi saraf. Apabila peningkatan

TIK berat dan menetap, mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan

tekanan dapat menyebabkan kematian neuronal (Lombardo, 2003).

2.4. Patofisiologi Trauma Kapitis

Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer

dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat

langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan langsung kepala

dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi gerakan kepala (

Gennarelli, 1996 dalam Israr dkk, 2009 ).

Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa perdarahan pada

permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa kerusakan pada

duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Lesi kontusio di bawah area benturan

disebut lesi kontusio “coup”, di seberang area benturan tidak terdapat gaya kompresi,

sehingga tidak terdapat lesi. Jika terdapat lesi, maka lesi tersebut dinamakan lesi

kontusio “countercoup”. Kepala tidak selalu mengalami akselerasi linear, bahkan

akselerasi yang sering dialami oleh kepala akibat trauma kapitis adalah akselerasi

rotatorik. Bagaimana caranya terjadi lesi pada akselerasi rotatorik adalah sukar untuk

dijelaskan secara terinci. Tetapi faktanya ialah, bahwa akibat akselerasi linear dan

rotatorik terdapat lesi kontusio coup, countercoup dan intermediate. Yang disebut lesi

kontusio intermediate adalah lesi yang berada di antara lesi kontusio coup dan

countrecoup ( Mardjono dan Sidharta, 2008 ).

Akselerasi-deselerasi terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak

dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi

solid) dan otak (substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat

(24)

membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan

(countrecoup) (Hickey, 2003 dalam Israr dkk,2009).

Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan dan iskemia

otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya merusak otak. Cedera

sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam setelah cedera awal. Setiap

kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini berespon dalam pola tertentu yang

dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya kompartemen intrasel dan ekstrasel.

Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya glutamin secara berlebihan, kelainan

aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan pompa natrium pada dinding sel yang

berperan dalam terjadinya kerusakan tambahan dan pembengkakan jaringan otak.

Neuron atau sel-sel fungsional dalam otak, bergantung dari menit ke menit pada

suplai nutrien yang konstan dalam bentuk glukosa dan oksigen, dan sangat rentan

terhadap cedera metabolik bila suplai terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya

kemampuan sirkulasi otak untuk mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia,

menyebabkan iskemia pada beberapa daerah tertentu dalam otak ( Lombardo, 2003 ).

2.5. Klasifikasi Trauma Kapitis

Berdasarkan ATLS (2004) cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek.

Secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi, yaitu berdasarkan; mekanisme,

beratnya cedera, dan morfologi.

1. Mekanisme Cedera Kepala

Cedera otak dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera tumpul biasanya

berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh, atau pukulan benda tumpul.

Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak ataupun tusukan.

2. Beratnya Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya

penderita cedera otak. Penderita yang mampu membuka kedua matanya secara

spontan, mematuhi perintah, dan berorientasi mempunyai nilai GCS total sebesar 15,

(25)

membuka mata ataupun tidak bersuara maka nilai GCS-nya minimal atau sama

dengan 3. Nilai GCS sama atau kurang dari 8 didefinisikan sebagai koma atau cedera

otak berat. Berdasarkan nilai GCS, maka penderita cedera otak dengan nilai GCS

9-13 dikategorikan sebagai cedera otak sedang, dan penderita dengan nilai GCS 14-15

dikategorikan sebagai cedera otak ringan.

Menurut Brain Injury Association of Michigan (2005), klasifikasi keparahan dari

Traumatic Brain Injury yaitu :

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury

Ringan Kehilangan kesadaran < 20 menit

Amnesia post traumatik < 24 jam

GCS = 13 – 15

Sedang Kehilangan kesadaran ≥ 20 menit dan ≤ 36 jam

Amnesia post traumatik ≥ 24 jam dan ≤ 7 hari

GCS = 9 - 12

Berat Kehilangan kesadaran > 36 jam

Amnesia post traumatik > 7 hari

GCS = 3 – 8

( Sumber : Brain Injury Association of Michigan , 2005)

3. Morfologi

a. Fraktur Kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dapat berbentuk

garis/linear atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Fraktur

(26)

window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar

tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Fraktur kranium terbuka dapat mengakibatkan adanya hubungan antara laserasi kulit

kepala dengan permukaan otak karena robeknya selaput dura. Adanya fraktur

tengkorak tidak dapat diremehkan, karena menunjukkan bahwa benturan yang terjadi

cukup berat.

Menurut Japardi (2004), klasifikasi fraktur tulang tengkorak sebagai berikut;

1. Gambaran fraktur, dibedakan atas :

a. Linier

b. Diastase

c. Comminuted d. Depressed

2. Lokasi Anatomis, dibedakan atas :

a. Calvarium / Konveksitas ( kubah / atap tengkorak )

b. Basis cranii ( dasar tengkorak )

3. Keadaan luka, dibedakan atas :

a. Terbuka

b. Tertutup

b. Lesi Intra Kranial

1. Cedera otak difus

Mulai dari konkusi ringan, dimana gambaran CT scan normal sampai kondisi yang

sangat buruk. Pada konkusi, penderita biasanya kehilangan kesadaran dan mungkin

mengalami amnesia retro/anterograd.

Cedera otak difus yang berat biasanya diakibatkan hipoksia, iskemi dari otak karena

syok yang berkepanjangan atau periode apnoe yang terjadi segera setelah trauma.

Pada beberapa kasus, CT scan sering menunjukkan gambaran normal, atau gambaran

edema dengan batas area putih dan abu-abu yang kabur. Selama ini dikenal istilah

(27)

prognosis yang buruk. Penelitian secara mikroskopis menunjukkan adanya kerusakan

pada akson dan terlihat pada manifestasi klinisnya.

2. Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak di luar dura tetapi di dalam rongga tengkorak dan

gambarannya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung. Sering terletak di

area temporal atau temporo parietal yang biasanya disebabkan oleh robeknya arteri

meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.

3. Perdarahan Subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural. Perdarahan ini

terjadi akibat robeknya vena-vena kecil di permukaan korteks serebri. Perdarahan

subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak. Biasanya kerusakan

otak lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dibandingkan perdarahan epidural.

4. Kontusio dan perdarahan intraserebral

Kontusio serebri sering terjadi dan sebagian besar terjadi di lobus frontal dan lobus

temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian dari otak. Kontusio serebri

dapat, dalam waktu beberapa jam atau hari, berubah menjadi perdarahan intra

serebral yang membutuhkan tindakan operasi.

2.6. Pemeriksaan Awal pada Trauma Kapitis

Pemeriksaan pada trauma kapitis menurut Greaves dan Johnson (2002) antara lain:

1. Pemeriksaan kesadaran

Pemeriksaan kesadaran paling baik dicapai dengan menggunakan Glasgow Coma

Scale (GCS). GCS merupakan sistem skoring yang didasari pada tiga pengukuran,

(28)

komponen dijumlahkan dan memberikan total nilai GCS. Nilai terendah adalah 3

sedangkan nilai tertinggi adalah 15.

Menurut Japardi (2004), GCS bisa digunakan untuk mengkategorikan pasien menjadi • GCS < 9 : pasien koma dan cedera kepala berat

• GCS 9 – 13 : cedera kepala sedang • GCS > 13 : cedera kepala ringan

Fungsi utama dari GCS bukan sekedar merupakan interpretasi pada satu kali

pengukuran, tetapi skala ini menyediakan penilaian objektif terhadap tingkat

kesadaran dan dengan melakukan pengulangan dalam penilaian dapat dinilai apakah

terjadi perkembangan ke arah yang lebih baik atau lebih buruk.

Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale

Eye Opening

Commands Follows simple

commands

M 6

Pain Pulls examiner’s

hand away upon

pressure

5

(29)

away upon pressure

Speech Seems confused or

disoriented

4

Speech Talks so examiner

can understand

victim but makes no

sense

3

(30)

examiner cannot

understand

Speech Makes no noise 1

( Sumber : Brain Injury Association of Michigan, 2005 )

2. Pemeriksaan Pupil

Pupil harus diperiksa untuk mengetahui ukuran dan reaksi terhadap cahaya.

Perbedaan diameter antara dua pupil yang lebih besar dari 1 mm adalah abnormal.

Pupil yang terfiksir untuk dilatasi menunjukkan adanya penekanan terhadap saraf

okulomotor ipsilateral. Respon yang terganggu terhadap cahaya bisa merupakan

akibat dari cedera kepala.

3. Pemeriksaan Neurologis

Pemeriksaan neurologis dilaksanakan terhadap saraf kranial dan saraf perifer. Tonus,

kekuatan, koordinasi, sensasi dan refleks harus diperiksa dan semua hasilnya harus

dicatat

(31)

( sumber ; Greaves dan Johnson, 2002 )

4. Pemeriksaan Scalp dan Tengkorak

Scalp harus diperiksa untuk laserasi, pembengkakan, dan memar. Kedalaman

leaserasi dan ditemukannya benda asing harus dicatat. Pemeriksaan tengkorak

dilakukan untuk menemukan fraktur yang bisa diduga dengan nyeri, pembengkakan,

dan memar.

2.7. Glasgow Coma Scale sebagai Indikator Dini dalam Cedera Kepala

Glasgow Coma Scale (GCS) diciptakan oleh Jennet dan Teasdale pada tahun 1974

(Jennet dan Teasdale, 1974 dalam Sastrodiningrat, 2007 ). Sejak itu GCS merupakan

tolak ukur klinis yang digunakan untuk menilai beratnya cedera kepala. GCS

seharusnya telah diperiksa pada penderita-penderita awal cedera terutama sebelum

mendapat obat-obat paralitik dan sebelum intubasi. Derajat kesadaran tampaknya

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kesempatan hidup dan penyembuhan. GCS

juga merupakan faktor prediksi yang kuat dalam menentukan prognosa ( Alberico

dkk, 1987 dalam Sastrodiningrat, 2007).

Terdapat beberapa kontroversi saat menentukan GCS. Penentuan skor GCS sesudah

(32)

penderita, skor mata dan skor verbal sulit ditentukan pada mata yang bengkak dan

setelah tindakan intubasi endotrakeal. Skor motorik dapat menjadi prediksi yang kuat;

penderita dengan skor mototrik 1 ( bilateral flaksid ) mempunyai mortalitas 90 %.

Adanya skor motorik yang rendah pada awal cedera dan usia di atas 60 tahun

merupakan kombinasi yang mematikan (Kelly dkk., 1996 dalam Sastrodiningrat,

2007).

Penentuan skor awal GCS yang dapat dipercaya dan belum diberi pengobatan apapun

atau sebelum tindakan intubasi mempunyai nilai yang sangat penting (American

Association of Neurological Surgeons, 2000 dalam Sastrodiningrat, 2007).

2.8. Prosedur Imaging dalam Diagnosa Trauma Kapitis a. X-ray Tengkorak

Peralatan diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi fraktur dari dasar tengkorak

atau rongga tengkorak. CT scan lebih dipilih bila dicurigai terjadi fraktur karena CT

scan bisa mengidentifikasi fraktur dan adanya kontusio atau perdarahan. X-Ray

tengkorak dapat digunakan bila CT scan tidak ada ( State of Colorado Department of

Labor and Employment, 2006).

b. CT-Scan

Penemuan awal computed tomography scanner ( CT Scan ) penting dalam

memperkirakan prognosa cedera kepala berat (Alberico dkk, 1987 dalam

Sastrodiningrat,, 2007). Suatu CT scan yang normal pada waktu masuk dirawat pada

penderita-penderita cedera kepala berat berhubungan dengan mortalitas yang lebih

rendah dan penyembuhan fungsional yang lebih baik bila dibandingkan dengan

penderita-penderita yang mempunyai CT scan abno rmal.

Hal di atas tidaklah berarti bahwa semua penderita dengan CT scan yang relatif

(33)

dapat berkembang lesi baru pada 40% dari penderita (Roberson dkk, 1997 dalam

Sastrodiningrat, 2007). Di samping itu pemeriksaan CT scan tidak sensitif untuk lesi

di batang otak karena kecilnya struktur area yang cedera dan dekatnya struktur

tersebut dengan tulang di sekitarnya. Lesi seperti ini sering berhubungan dengan

outcome yang buruk (Sastrodiningrat, 2007 ).

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga sangat berguna di dalam menilai prognosa.

MRI mampu menunjukkan lesi di substantia alba dan batang otak yang sering luput

pada pemeriksaan CT Scan. Ditemukan bahwa penderita dengan lesi yang luas pada

hemisfer, atau terdapat lesi batang otak pada pemeriksaan MRI, mempunyai

prognosa yang buruk untuk pemulihan kesadaran, walaupun hasil pemeriksaan CT

Scan awal normal dan tekanan intrakranial terkontrol baik (Wilberger dkk., 1983

dalam Sastrodiningrat, 2007).

Pemeriksaan Proton Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) menambah dimensi

baru pada MRI dan telah terbukti merupakan metode yang sensitif untuk mendeteksi

Cedera Akson Difus (CAD). Mayoritas penderita dengan cedera kepala ringan

sebagaimana halnya dengan penderita cedera kepala yang lebih berat, pada

pemeriksaan MRS ditemukan adanya CAD di korpus kalosum dan substantia alba.

Kepentingan yang nyata dari MRS di dalam menjajaki prognosa cedera kepala berat

masih harus ditentukan, tetapi hasilnya sampai saat ini dapat menolong menjelaskan

berlangsungnya defisit neurologik dan gangguan kognitif pada penderita cedera

kepala ringan ( Cecil dkk, 1998 dalam Sastrodiningrat, 2007 ).

2.9. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prognosis Cedera Kepala

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborators

(2008), Umur yang tua, Glasgow Coma Scale yang rendah, pupil tidak reaktif, dan

(34)

Skor Glasgow Coma Scale menunjukkan suatu hubungan linier yang jelas terhadap

mortalitas pasien. Adapun ditemukannya angka mortalitas yang lebih rendah pada

GCS 3 dibandingkan dengan GCS 4 mungkin disebabkan skor pasien yang di sedasi

dianggap sebagai 3.

(35)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASONAL

3.1. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang gambaran Glasgow Coma Scale pada

trauma kapitis dapat dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka konsep gambaran Glasgow Coma Scale pada trauma

kapitis.

Glasgow Coma

Scale

Trauma

Kapitis

• Ringan (Skor GCS 14-15)

• Sedang (Skor GCS 9-13)

• Berat (Skor GCS 3 8)

Eye opening

Motor response

(36)

3.2. Definisi Operasional 3.2.1. Glasgow Coma Scale

Definisi : Glasgow Coma Scale adalah skala yang digunakan untuk pengukuran

derajat kesadaran ataupun pada penelitian ini digunakan untuk menilai beratnya

cedera kepala.

Cara ukur : Observasi pasien dan menilai langsung respon pembukaan mata (E),

respon verbal (V), dan respon motorik (M). Pada penelitian ini nilai EVM tersebut

dapat dilihat dari kartu status pasien atau rekam medik.

Alat ukur : Kartu status pasien atau rekam medik.

Hasil : Skor GCS, yaitu skor GCS 3 hingga skor GCS 15.

Skala : Skala interval.

3.2.2. Trauma Kapitis

Definisi : Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara

langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologi yaitu

gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

Cara ukur : Cara mengukur tingkat keparahan trauma kapitis adalah dengan

menggunakan skor GCS

Alat ukur : Kartu status pasien atau rekam medik.

Hasil : Kategori trauma kapitis yaitu trauma kapitis ringan (skor GCS 14-15),

trauma kapitis sedang (skor GCS 9-13), dan trauma kapitis berat ( skor GCS 3-8).

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penilitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan retrospektif

untuk mengetahui gambaran Glasgow Coma Scale pada trauma kapitis.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Adapun pertimbangan

memilih lokasi tersebut adalah dikarenakan RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah

sakit tipe A yang merupakan pusat pelayanan kesehatan pemerintah yang menjadi

tempat rujukan di Sumatera Utara.

Pengumpulan data telah dilaksanakan pada 22 Juli 2010 sampai dengan 25 Juli 2010,

dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien trauma kapitis yang dirawat inap di Bagian

Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari sampai

Desember 2009.

(38)

Besar sampel pada penelititan ini ditentukan dengan metode total sampling dimana

jumlah sampel adalah seluruh populasi , yaitu pasien trauma kapitis yang di rawat

inap di Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan pada

tahun 2009.

4.4. Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan melihat kartu status atau rekam medik pasien trauma kapitis

yang di rawat inap pada tahun 2009 yang berasal dari Bagian Ilmu Penyakit Saraf

FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan.

Data yang dicatat ke dalam lembaran pencatatan adalah nomor rekam medis, nama

pasien, tanggal lahir atau umur pasien, jenis kelamin pasien, skor GCS, dan kategori

keparahan trauma kapitis yang tercantum pada rekam medis.

4.5. Metode Analisis Data

Data telah dikumpulkan dan telah diolah dengan menggunakan bantuan SPSS (

Statistical Package for the Social Science ), dan di analisa secara deskriptif dengan

(39)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlangsung di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik yang

beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17 Kecamatan Medan Tuntungan Kotamadya

Medan Provinsi Sumatera Utara. Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No.

335/Menkes/SK/VII/1990 dan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes

/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai pusat rujukan wilayah

Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darussalam,

Sumatera Barat dan Riau.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Jumlah kasus trauma kapitis yang dirawat inap di RSUP H. Adam Malik Medan pada

januari 2009 - desember 2009 tercatat 395 kasus. Dari 395 kasus tersebut hanya 303

kasus yang dapat digunakan untuk penelitian ini.

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

(40)

Jumlah sampel perempuan adalah 63 ( 20.8 % ) sampel, sedangkan jumlah sampel

laki-laki adalah 240 ( 79.2 % ) sampel.

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Kelompok Umur

Umur rata-rata sampel yang menderita trauma kapitis pada penelitian ini adalah 27,84

(SD 15,44) tahun, dimana umur sampel yang paling tua adalah 90 tahun dan yang

paling muda adalah 2 tahun. Pada tabel 5.2 terlihat distribusi terbanyak penderita

trauma kapitis yang diteliti adalah pada kelompok umur 11-20 tahun, yaitu sebanyak

94 (31.0%) sampel sedangkan kelompok umur yang paling jarang mengalami trauma

kapitis adalah kelompok umur > 60 tahun, yaitu sebanyak 11 (3.6%) sampel.

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

(41)

5.1.5. Gambaran Glasgow Coma Scale

Tabel 5.3. Gambaran Glasgow Coma Scale

Skor GCS Jumlah Persentase

3 7 2.3

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat gambaran terbanyak skor GCS adalah skor

GCS 15 yaitu 120 (39.6%) sampel yang diikuti oleh skor GCS 14 yaitu 47 (15.5%)

sampel. Skor GCS dengan frekuensi paling rendah adalah skor GCS 4 yaitu sebanyak

(42)

Tabel 5.4. Gambaran Trauma Kapitis

Trauma Kapitis Jumlah Persentase

Ringan 167 55.1

Sedang 91 30.0

Berat 45 14.9

Total 303 100.0

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat 167 (55.1 %) sampel mengalami trauma kapitis

ringan, 91 (30 %) sampel mengalami trauma kapitis sedang, dan 45 (14,9 %) sampel

mengalami trauma kapitis berat.

5.2. Pembahasan

MRC CRASH Trial Collaborator (2007) menyatakan dalam penelitiannya bahwa 81

% pasien yang mengalami trauma kapitis adalah laki-laki. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang dilakukan oleh Bruns and Hauser (2003) yang menyatakan bahwa

rasio laki-laki dibandingkan dengan perempuan dalam mengalami trauma kapitis

adalah 1.5 : 1 bahkan dapat mencapai 2.8 : 1. Pada penelitian ini didapati hasil yang

sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yaitu laki-laki lebih sering

mengalami trauma kapitis dibandingkan dengan perempuan. Menurut Farghaly et al

(2005) dan Dawodu (2009), hal ini dapat dijelaskan berdasarkan fakta bahwa laki-laki

lebih terpapar terhadap trauma dan merupakan populasi dengan faktor resiko tinggi

(43)

Menurut Nicholl and LaFrance (2009), Puncak insidensi trauma kapitis adalah antara

umur 15 - 24 tahun. Penelitian lainnya oleh Farghaly et al (2005) menyatakan bahwa

insiden trauma kapitis tertinggi adalah antara umur 20 - 30 tahun dan diikuti oleh

umur 10 - 20 tahun. Pada penelitian ini didapati hasil yang sesuai yaitu, insidensi

tertinggi pada umur 11 - 20 tahun yang diikuti oleh kelompok umur 21 - 30 tahun

sedangkan insidensi terendah adalah pada kelompok umur > 60 tahun. Hal ini

mungkin disebabkan tingginya tingkat kekerasan dan kecelakaan kendaraan bermotor

pada masa-masa remaja dan dewasa muda. ( Bruns and Hauser, 2003).

Pada penelitian ini ditemukan bahwa gambaran nilai GCS terbanyak adalah nilai

GCS 15 diikuti dengan nilai GCS 14. Hal ini mungkin dapat disebabkan karena

pemeriksaan GCS dilakukan setelah resusitasi kardiopulmonal, dimana resusitasi

kardiopulmonal merupakan kontroversi dalam melakukan penilaian sehingga dapat

mengurangi prediksi nilai GCS (Sastrodiningrat,2007). Pada penelitian ini juga

dijumpai nilai GCS terendah yaitu 3 sebanyak 7 orang. Hal ini mungkin dapat

disebabkan karena pada beberapa orang skor mata dan skor verbal sulit ditentukan

pada mata yang bengkak dan setelah dilakukan intubasi endotrakeal

(Sastrodiningrat,2007).

Skor GCS 14 dan 15 diklasifikasikan menjadi trauma kapitis ringan, dimana pada

penelitian ini ditemukan bahwa trauma kapitis yang paling sering terjadi adalah

trauma kapitis ringan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bruns

dan Hauser (2003) yang menyatakan bahwa insidensi trauma kapitis yang paling

sering terjadi adalah trauma kapitis ringan. Hal yang sama juga dinyatakan oleh

Nicholl dan LaFrance (2009). Sedangkan menurut MRC CRASH Trial Collaborator

(2007) didapati persentase kejadian trauma kapitis yang sama antara trauma kapitis

ringan, sedang, maupun berat. Perbedaan hasil yang didapat pada penelitian ini

dengan penelitian yang dilakukan oleh MRC CRASH Trial Collaborator ini mungkin

dapat disebabkan karena penelitian tersebut sengaja memilih sampel yang terbagi rata

dari ketiga derajat keparahan trauma kapitis tersebut. Pada penelitian ini, perbedaan

(44)

disebabkan tidak tepatnya waktu penilaian GCS awal yang tentunya sangat

berpengaruh.

Jennet (2005) menyatakan bahwa semakin cepat GCS dinilai maka hasil yang didapat

akan semakin akurat, akan tetapi harus diperhatikan bahwa dapat terjadi berbagai

perubahan yang biasanya timbul 24 jam setelah terjadi trauma kapitis. Waktu yang

paling tepat untuk menilai GCS adalah setelah resusitasi dan stabilisasi, akan tetapi

banyak pasien telah diintubasi ataupun disedasi sehingga penilaian lengkap tidak

mungkin dilakukan. Bila hal ini terjadi, skor motorik merupakan penilaian yang

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini adalah :

1. Sebagian besar sampel yang mengalami trauma kapitis berjenis kelamin

laki-laki yaitu sebanyak 240 (79,2%) sampel.

2. Kelompok umur sampel yang paling sering mengalami trauma kapitis

adalah kelompok umur 11-20 tahun yaitu sebanyak 94 (31%) sampel.

3. Gambaran skor GCS terbanyak adalah skor GCS 15 yaitu 120 (39,6%)

sampel.

4. Gambaran trauma kapitis tersering adalah trauma kapitis ringan yaitu

sebanyak 167 (55,1%) sampel.

6.2. Saran

Saran yang dapat diberikan adalah :

1. Diharapkan data pasien di RSUP H. Adam Malik dicantumkan lebih

lengkap agar dapat mempermudah penelitian yang akan dilakukan lebih

lanjut.

2. Diharapkan data pasien yang berada di bagian rekam medis disesuaikan

dengan data yang terdapat di komputer agar dapat memperlengkap data.

3. Diharapkan data-data yang terdapat pada penelitian ini dapat dikembangkan

(46)

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeons, 2004. Cedera Kepala dalam : American College of Surgeons. Advanced Trauma Life Support Untuk Dokter. IKABI, 167 – 186.

Asrini,S., 2008. Peranan Post Traumatic Amnesia (PTA) dan Parameter Laboratorium sebagai Prediktor Terhadap Outcome pada Penderita Trauma Kapitis Akut Ringan – Sedang. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran USU/RSUP H.

Adam Malik. Available from :

[Accessed 1 April 2010]

Brain Injury Association of Michigan, 2005. Traumatic Brain Injury Provider Training Manual. Michigan Department Of Community Health

Burns, J.Jr., and Hauser, W.A., 2003. The Epidemiology of Traumatic Brain Injury : A Review. Epilepsia, Suppl 10 : 2-10.

Dahlan, M. Sopiyudin., 2008. Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Sagung Seto.

Dawodu, S., T., 2009. Traumatic Brain Injury (TBI)-Definition, Epidemiology,

Pathopysiology.Available fro

20 Nov 2010 ]

Division of Workers Compensation, 2006. Traumatic Brain Injury Medical Treatment Guidelines. State of Colorado Department of Labor and Employment

Farghaly, A., El-Khayat, R., Awad, W., George, S., 2007. Head Injury in Road Traffic Accidents. Faculty of Medicine Assiut University.

(47)

Israr, Y.A., Christopher, A.P., Julianti,R., Tambunan, R., Hasriani, A., 2009. Cedera Kepala dan Fraktur Kruris. Faculty of Medicine – University of Riau. Available from : http://www.Files-of-DrsMed.tk. [ Accessed 12 April 2010 ]

Japardi, I.,2004. Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer.

Jennet, B., 2005. Development of Glasgow Coma and Outcome Scale. Nepal Journal of Neuroscience 2 : 24-28, 2005.

Kirsch, T.D., and Lipinski, C.A., 2004. Head Injury. Dalam : Tintinalli, J.E., Kelen, G.D., and Stapczynski, J.S., Emergency Medicine A Compeherensive Study Guide. McGraw-Hill, 1557 – 1569.

Lombardo, M.C.,2006. Cedera Sistem Saraf Pusat. Dalam : Price, S.A., dan Wilson,L.M. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Mardjono, M., dan Sidharta, P.,2008.Mekanisme Trauma Susunan Saraf Pusat. Dalam : Mardjono, M., dan Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 250 - 260.

MRC CRASH Trial Collaborator, 2008. Predicting Outcome After Traumatic Brain Injury : practical prognostic models based on large cohort of international patients.

BMJ, 336 : 425 – 429. Available from :

National Center for Injury Prevention and Control, 2007. Traumatic Brain Injury. Center for Disease Control and Prevention. Available from :

Nicholl, J., and LaFrance, W.C., 2009. Neuropsychiatric Sequelae of Traumatic

Brain Injury. Semin Neurol ,29(3) : 247–255. Available from :

Notoatmodjo, S., 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Riyadina, W., 2009. Profil Cedera Akibat Jatuh, Kecelakaan Lalu Lintas dan Terluka Benda Tajam/Tumpul pada Masyarakat Indonesia. Jur. Peny Tdk Mlr Indo, Vol.1.1.2009 : 1-11.

(48)

Sastrodiningrat, A.G., 2007. Pemahaman Indikator-Indikator Dini dalam Menentukan Prognosa Cedera Kepala Berat. Universitas Sumatera Utara. Available

from :

Zuercher, M., Ummenhofer, W., Baltussen, A., Walder, B., 2009. The Use Of Glasgow Coma Scale in Injury Assesment : A Critical Review. Brain Injury, Vol.23, No.5. 2009 : 371-384.

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kamal Kharrazi Ilyas

Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 24 Februari 1991

Agama : Islam

Riwayat Pendidikan : 1. SD Bhayangkari Medan

2. SMP Harapan 2 Medan

3. SMA Harapan 1 Medan

Riwayat Pelatihan : -

(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)

LAMPIRAN 6

OUTPUT SPSS

Statistics

JenisKelamin

N Valid 303

Missing 0

Mode 1

JenisKelamin

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 240 79.2 79.2 79.2

Perempuan 63 20.8 20.8 100.0

Total 303 100.0 100.0

Statistics

Umur

N Valid 303

(62)

Mean 27.84 Std. Deviation 15.444

Minimum 2

Maximum 90

KelUmur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 - 10 tahun 28 9.2 9.2 9.2

11 - 20 tahun 94 31.0 31.0 40.3

21 - 30 tahun 83 27.4 27.4 67.7

31 - 40 tahun 37 12.2 12.2 79.9

41 - 50 tahun 31 10.2 10.2 90.1

51 - 60 tahun 19 6.3 6.3 96.4

> 60 tahun 11 3.6 3.6 100.0

Total 303 100.0 100.0

Statistics

SkorGCS

N Valid 303

Missing 0

Mode 15

SkorGCS

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

(63)

4 1 .3 .3 2.6

5 5 1.7 1.7 4.3

6 8 2.6 2.6 6.9

7 11 3.6 3.6 10.6

8 13 4.3 4.3 14.9

9 8 2.6 2.6 17.5

10 30 9.9 9.9 27.4

11 8 2.6 2.6 30.0

12 22 7.3 7.3 37.3

13 23 7.6 7.6 44.9

14 47 15.5 15.5 60.4

15 120 39.6 39.6 100.0

Total 303 100.0 100.0

Statistics

TraumaKapitis

N Valid 303

Missing 0

Mode 3

TraumaKapitis

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Trauma Kapitis Berat 45 14.9 14.9 14.9

Trauma Kapitis Sedang 91 30.0 30.0 44.9

Trauma Kapitis Ringan 167 55.1 55.1 100.0

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Keparahan Traumatic Brain Injury
Tabel 2.2 Glasgow Coma Scale
Tabel 2.3 Saraf Kranial
Gambar 2.1 Relasi antara GCS dengan mortalitas pada 14 hari
+5

Referensi

Dokumen terkait

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Intellectual Capital, Good Corporate Governance Dan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan

Derajat Desentralisasi = X 100% Total Pendapatan Daerah.. menunjukan bahwa derajat desentralisasi kota Tomohon cukup rendah atau sangat kurang. Dengan perhitungan ini

Industri produk mainan sedang menggeliat dan menjadi salah satu major company dalam dunia Identitas adalah suatu ciri atau ke khasan dari suatu tempat, yang membuat

As mentioned in the preamble weighing the decision of the President mentions that &#34;that in order to realize national reconciliation in order to strengthen

33 Oleh sebab itu, sepertinya gagasan-gagasan rekonstruksi ushul fiqh yang digagas Hasan al-Turabi hanya dapat berlaku di negara-negara yang sudah punya niat kuat

Faktor yang mempengaruhi perlindungan bagi korban penipuan jual beli online terfokus pada minimnya sarana dan prasarana yang memadai, belum maksimalnya sosialisasi

Disertasi Bagyo Prasetyo membahas kepurbakalaan dalam lingkup lembah Bondowoso-Jember yang diapit Pegunungan Iyang-Argopuro dan Raung- Ijen, sedangkan penelitian ini difokuskan

Karena tegangan permukaan turun dengan naiknya suhu, entropi kelebihan permukaan   adalah positif; dengan lain perkataan, entropi untuk satuan luas cairan dalam daerah