RUMAH SAKIT UMUM ‘AISYIYAH PONOROGO
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2 pada
Program Studi Manajemen Rumah Sakit
Oleh :
WEGIG WIDJANARKO 20101030025
PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Rumah Sakit
dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa layanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan standart dan kode etik
profesi yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).
Rumah Sakit dalam menjalankan fungsinya sebagai institusi yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, menggunakan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan dengan beberapa kriteria. Secara mendasar terdapat
tiga kriteria dengan masing-masing tolok ukurnya yaitu kriteria yang berkaitan dengan penyelenggaraan manajemennya, misalnya efisiensinya, kriteria yang
berkaitan dengan jangkauan pelayanan kepada masyarakat antara lain cakupannya, dan kriteria yang berkaitan dengan mutu pelayanan medis dan perawatan (Respati T., 2001)
Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh
seriap warga secara minimal. SPM Rumah Sakit dalam pedoman ini meliputi
jenis-jenis pelayanan, indikator dan standar pencapaian kinerja pelayanan rumah sakit (Menkes, 2008). Jenis pelayanan rumah sakit yang minimal wajib
disediakan meliputi: pelayanan gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, bedah, persalinan dan perinatology serta pelayanan intensif yang seluruhnya
merupakan jenis pelayanan medik di rumah sakit. Selain itu terdapat pelayanan penunjang medis meliputi radiologi, laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi medis, farmasi, gizi, transfusi darah, keluarga miskin,
rekam medis, pengelolaan limbah, administrasi manajemen, ambulan dan kereta jenazah, pemulasaran jenazah, pemeliharaan rumah sakit, dan pencegah
pengendalian infeksi. Masing-masing pelayanan wajib dipenuhi oleh rumah sakit (Depkes RI, 2008)
Rumah sakit yang bagus akan dilihat dari mutu dan kualitasnya
beserta tenaga yang mengelola di dalamnya. Salah satu mutu yaitu pelayanan rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan sangat erat hubungan dengan
penyusunan standar pelayanan yang meliputi 4 langkah utama yaitu menentukan kebutuhan dan lingkup standar, menerapkan standar, evaluasi, dan pembaruan standar. Ada 3 pendekatan penilaian standar mutu : 1) Standar
struktur yang meliputi fisik, sarana organisasi dan sumber daya manusia, 2) standar proses yaitu tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan, 3)
Mutu pelayanan kesehatan Menurut Gemala R. Hatta (2008:7) disampaikan: Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu langkah kearah
peningkatan pelayanan kesehatan baik untuk individu maupun untuk populasi sesuai dengan keluaran (outcome) kesehatan yang diharapkan dan sesuai dengan pengetahuan profesional terkini. Pemberian pelayanan kesehatan harus mencerminkan ketepatan dari penggunaan pengetahuan terbaru secara ilmiah, klinis, teknis, interpersonal, manual, kognitif, organisasi dan unsur
manajemen pelayanan kesehatan.
Strategi Rumah Sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan
yaitu dengan memahami dan menghayati konsep dasar prinsip mutu pelayanan, sehingga dapat menyusun langkah-langkah untuk peningkatan mutu pelayanan. Dalam memberi prioritas peningkatan sumber daya manusia
termasuk kesejahteraan karyawan, memberikan imbalan yang layak, program keselamatan, kesehatan kerja, program pendidika dan pelatihan. Selanjutnya
untuk menciptakan budaya mutu di Rumah Sakit, dilakukan penyusunan program mutu dan menyusun tema yang akan digunakan sebagai pedoman untuk memilih pendekatan yang akan dipakai dalam penggunaan standar
prosedur mutu serta menetapkan mekanisme monitoring dan evaluasi (Depkes, 1998).
Berdasarkan Uraian tersebut menunjukkan bahwa rumah sakit diharapkan dapat menyiapkan sistem penjaminan mutu internal yang dipadukan dengan standar mutu secara umum. Selain itu pihak manajemen
daya manusia). Serta menyusun pedoman mutu tentang pelayanan dan pemasaran kepada konsumen, mengingat konsumen merupakan prioritas
utama dalam Rumah Sakit, agar mereka nyaman dan senang menerima pelayanan yang ada.
Salah satu mutu pelayanan Rumah Sakit yang harus di perhatikan adalah pelanyanan medis di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Mengingat IGD sebagai salah satu bagian yang menyediakan penanganan awal bagi pasien
yang menderita sakit dan cedera. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu ujung tombak pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang
memberikan pelayanan medis selama 24 jam dengan didampingi oleh beberapa dokter umum dan perawat.
Sebagaimana Rumah Sakit yang ada di Kabupaten Ponorogo,
sebagai kota kecil yang terletak di daerah Jawa Timur bagian Barat ini yang memiliki jumlah Rumah Sakit terbanyak, mulai dari Rumah Sakit
Pemerintahan, Rumah Sakit swasta dan juga Rumah Sakit ormas yang ada di Ponorogo. Masing-masing Rumah Sakit yang ada, berpacu dan berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan pasien termasuk memberikan pelayanan
medis yang berkualitas. Salah satu Rumah Sakit swasta yang ada di Ponorogo adalah Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.
Sejalan dengan perkembangan dan kemajuan Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah (RSUA) Ponorogo dalam menjalankan perannya sebagai pelayan kesehatan masyarakat, maka berikut disampaikan data kunjungan pasien
Tabel 1.1 Kunjungan Pasien IGD RSUA Ponorogo 2013/2015
Ruang Tahun
2013 2014 2015
IGD (Instalasi
Gawat Darurat) 33.973 32.527 29.362
Sumber : Humas RSU ‘Aisyiyah 2015.
Dari data tabel 1.1. bisa dilihat bahwa tingkat kunjungan pasien
ruang IGD RSUA Ponorogo menunjukkan penurunan sejak 2013 sampai tahun 2015. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya Rumah Sakit di Kabupaten Ponorogo, sehingga pasien dapat menentukan pilihan yang sesuai
dengan keinginannya untuk berobat di Rumah Sakit lainnya dengan berbagai alasan karena faktor lain termasuk yang berhubungan dengan mutu layanan
yang diberikan Rumah Sakit.
Kemudian untuk data keluhan pasien selama tahun 2011 – 2015 dapat disampaikan sebagai berikut:
Tabel 1.2. Data Keluhan Pasien IGD RSUA Ponorogo 2013 - 2015
Ket. Tahun masuk keluhan
2013 2014 2015
Jumlah keluhan 271 221 219
Prosentse keluhan 0,68 % 0,75 % 0,80 %
Sumber : Humas RSU ‘Aisyiyah 2015.
Selama menjalankan operasional dengan status sebagai Rumah
saran yang dipasang di Rumah Sakit yang sekiranya dapat dijangkau pasien ataupun keluarganya. Berkaitan dengan hal tersebut, sebenarnya selama ini
Rumah Sakit telah berupaya melakukan langkah-langkah yang bertujuan meningkatkan mutu layanan k es eh atan serta memenuhi apa yang
diinginkan pasien. Keluhan terbanyak dari surat pasien adalah kurang optimalnya pelayanan medis (Humas RSU ‘Aisyiyah Ponorogo).
Berbagai macam keluhan yang muncul dikotak saran RSU
‘Aisyiyah Ponorogo antara tahun 2013-2015 mengarah pada bentuk pelayanan terhadap pasien yang teralu lama. Hal ini disebabkan antrian yang
berada di IGD lama, sehingga menyebabkan pasien kurang nyaman ketika berkunjung. Disisi lain keluhan terhadap dokter jaga yang bertugas sering sulit ditemui pada saat konsultasi pasien (Sumber humas RSU ‘Aisyiyah Ponorogo th 2015)
Menyikapi adanya keluhan tersebut, maka perlu kiranya dilakukan
evaluasi atas faktor-faktor penyebab ketidak puasan pasien serta karakteristik jasa layanan kesehatan Rumah Sakit. Terjadinya keluhan adalah salah satu indikator atau gejala dan tanda adanya ketidak puasan layanan Rumah
Sakit kepada pasien, apakah itu layanan dokter, perawat, ataupun layanan administrasi (Supriyanto, 2010)
Adanya keluhan-keluhan pasien sehubungan dengan pelayanan medis di Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah (RSUA) Ponorogo, serta terjadinya penurunan tingkat kunjungan pasien IGD, maka pihak manajemen perlu
pasien yang sekecil apapun harus dicari akar permasalahannya agar tidak berlarut-larut, yang akhirnya dapat merugikan Rumah Sakit dimasa
yang akan datang.
Salah satu cara untuk menngatasi keluhan pasien tersebut adalah
dengan meningkatkan mutu pelayanan pada pasien. Berkaitan dengan jasa pelayanan kesehatan tersebut, maka Quality Funtion Deployment (QFD) merupakan salah satu cara yang tepat untuk digunakan, sebab fokus QFD
adalah pada konsumen atau pelanggan. Selain itu QFD merupakan metodologi yang terkenal yang didesain untuk pengembangan produk yang
berorientasi pelanggan (Cohen.1995).
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah serta identifikasi masalah, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat harapan/kepentingan pasien terhadap kualitas pelayanan di ruang Instalai Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo ?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Menyusun strategi peningkatan mutu layanan medis di Instalasi Gawat DaruratRSU ‘Aisyiyah Ponorogo dalam rangka mencapai mutu
layanan yang sesuai dengan harapan masyarakat. 2. Tujuan Khusus
a. Mengukur tingkat kepentingan (harapan) pasien terhadap layanan
medis di instalasi gawat darurat.
b. Menyususn strategi peningkatan mutu pelayanan medis di Instalasi
Gawat Darurat (IGD) sesuai harapan pasien RSU ‘Aisyiyah Ponorogo sesuai dengan QFD, dimana harapan pasien akan diterjemahkan dalam respon teknik.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Peneliti
a. Peneliti menerapkan ilmu yang di dapat selama mengikuti pendidikan Manajemen Rumah Sakit.
b. Dapat memperluas wawasan dan pengetahuan peneliti tentang upaya meningkatkan mutu layanan medis dengan metode QFD.
2. Manfaat bagi Rumah Sakit
a. Mengetahui harapan pasien terhadap mutu layanan Rumah Sakit.
b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai upaya rumah sakit untuk
3. Manfaat bagi Pihak lain
Bagi institusi pendidikan penelitian ini dapat dipakai untuk mengevaluasi
sampai sejauhmana ilmu yang diberikan dapat diterapkan dilapangan, khususnya Rumah Sakit.
E. Keaslian Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis penelitian yang dilakukan ini
belum pernah dilakukan sebelumnya atau mungkin sudah pernah dilakukan ditempat yang berbeda. Namun ada beberapa penelitian yang
serupa yang telah dilakukan berkaitan dengan mutu layanan yang menggunakan metode QFD.
1. Bari Hafidh Pramono (2013), Analisis Dimensi Pelayanan di Instalasi
Rawat Jalan RS PKU Muhammadiyah Nanggulan Dengan Metode Quality Function Deployment. Penelitian ini menggunakan metode QFD dalam bentuk matrik House of Quality dan ada 5 dimensi mutu pelayanan yang dinilai yakni tangibles, realibility, responsiveness, assurance, dan emphaty. Hasil penelitian ini adalah dibentuknya House of quality IRJ degan urutan tiga prioritas utama rincian respon teknik yakni sosialisasi hak dan kewajiban yang berlaku, penerapan dan evaluasi SOP yang ada,
dan dibentuknya supervise manager.
kasus dan pengambilan data secara Cross Sectional. Penelitian ini mengkombinasikan metode QFD dengan Anakitik Hirarchi Prcces(AHP).
Dimana AHP ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara harapan pelanggan dengan respone teknik manajemen yang tersusun
dalam House Of Quality. Dari analisa kedua metode tersebut disimpulkan bahwa layanan UGD yang harus diperbaiki sesuai harapan pelanggan adalah : Proses pendaftaran (harus cepat), Dokter UGD
(selalu siap siaga dan terampil), Perawat UGD (menanggapi keluhan dengan cepat), Penunjang Medis (harus cepat memberikan hasil), Alat
Medis (Harus Lengkap), Ruang Tindakan (Harus Bersih), Hasil Pelayanan (Pasien Sembuh), Administrasi dan Cara Pembayaran (mudah).
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut di atas adalah bahwa penelitian ini menganalisa produk layanan
jasa, dan medis Rumah Sakit. Walaupun metode yang digunakan sama yaitu peningkatan mutu layanan dengan menggunakan QFD namun pendekatan metode QFD disesuaikan dengan kondisi rumah sakit tempat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Instalasi Gawat darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian di Rumah Sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. Kementerian
kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi gawat darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kemenkes RI No.
856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisai pelayanan gawat darurat di rumah sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen pemerintah daerah untuk membantu pemerintah pusat dengan ikut memberikan
sosialisai kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat harus dilakukan 5 (lima) menit setelah pasien sampai di IGD.
1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Instalasi Gawat Darurat mempunyai tugas menyelenggarakan
pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara serta pelayanan pembedahan darurat, bagi pasien yang datang dengan gawat
darurat medis. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan
adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006).
Prosedur pelayanan du suatu rumah sakit, pasien yang akan berobat akan diterima oleh petugas kesehatan setempat baik yang berobat
di rawat inap, rawat jalan (poliklinik) maupun di IGD untuk yang penyakit darurat /emergency dalam suatu prosedur pelayanan rumah sakit. Prosedur ini merupakan kunci awal pelayanan petugas kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tangung jawab (Depkes RI,
2006).
Prinsip umum pelayanan instalasi gawat darurat rumah sakit
sesuai dengan Depkes RI tahun 2010 adalah sebagai berikut :
a. Setiap rumah sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki kemampuan : melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus
gawat darurat dan melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving). b. Pelayanan di Instalasi gawat darurat rumah sakit dapat memberikan
pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu. c. Berbagai nama untuk instansi/unit pelayanan gawat darurat di rumah
sakit diseragamkan menjadi Instalasi gawat Darurat (IDG).
d. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus gawat darurat.
f. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi striktir organisasi fungsional (unsur
pimpinan dan unsur pelaksana).
g. Setiap rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan
gawat daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi. 2. Mutu Pelayanan Instalasi Gawat Darurat
Kemampuan suatu rumah sakit secara keseluruhan dalam hal
mutu kesiapan untuk melayani pasien tercermin dari kemampuan IGD. Standarisasi IGD untuk mencapai mutu pelayanan saat ini menjadi salah
satu komponen penelitian penting dalam akreditasi rumah sakit. Penilaian mutu pelayanan IGD rumah sakit mengacu pada keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 Tahun 2009 tentang standar pelayanan minimal
Tabel 2.1. Key Performance Indicators Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit.
Jenis
pelayanan Indikator Standar
Gawat Darurat
Kemampuan menagani life saving 100% Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam Kesediaan tim penanggulangan
bencana
Satu tim
Waktu tanggap pelayanan gawat darurat
≤ 5 menit setelah pasien datang Pemberi pelayanan kegawat
daru-ratan yang bersertifikat yang masih berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD
100%
Kepuasan pelanggan ≥ 70%
Tidak adanya pasien yang diharus-kan membayar uang muka
100% Sumber: Standart Pelayanan Minimal Rumah Sakit, 2009.
IGD sebagai gerbang utama penanganan kasus gawat darurat di
rumah sakit memegang peranan penting dalam upaya penyelematan hidup klien. Kecepatan dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan standar sesuai dengan
3. Kriteria Instalasi Gawat Darurat
Kriteria Instalasi Gawat Darurat adalah : 1) Unit gawat darurat
harus buka 24 jam, 2) melayani penderita-penderita (false emergency) teteapi tidak boleh mengganggu/mengurangi mutu pelayanan penderita
gawat darurat, 3) sebaiknya hanya melakukan (primary care). Sedangkang definitive care dilakukanm ditempat lain dengan cara kerja sama yang baik, 4) harus meningkatkan mutu personalia maupun
masyarakat sekitarnya dalam penanggunakangan penderita gawat darurat, 5) IGD harus melakukan riset guna meningkatkan mutu/kualitas
pelayanan kesehatan masyarakat sekitarnya (Depkes RI, 1992).
Kriteria di atas menunjukkan bahwa IGD diharapkan selalu siap setiap saat jika di butuhkan pasien, maka IGD membuka pelayanan
selama 24 jam non-stop. Untuk memenuhi pelayanan 24 jam, maka IGD harus menyiapkan tenaga medis yang professional dalam bidangnya dan
berkualitas. Serta mengadakan riset kecil untuk mengetahui sejauh mana capaian dan kekurangan pelayanan yang ada di dalam IGD guna untuk mengatur strategi dan langkah berikutnya.
B. Pelayanan Rumah Sakit 1. Pelayanan Medis
Pelayanan medis merupakan satu jenis pelayanan rumah sakit yang diberikan oleh tenaga medis. Yang dimaksudkan dengan tenaga
memberikan layanan medis dan penunjang medis (Permenkes No : 262 / 1979).
Menurut Djuhaeni. H (1993) manajemen pelayanan medis di rumah sakit merupakan suatu pengelolaan yang meliputi perencanaan
berbagai sumber daya medis dengan mengorganisir serta menggerakkan sumber daya tersebut diikuti dengan evaluasi dan kontrol yang baik, sehingga dihasilkan suatu layanan medis yang
merupakan bagian dari system layanan di rumah sakit.
Hal penting yang mendasari pelayanan medis agar dihasilkan
suatu pelayanan yang optimal yaitu pelayanan medis yang diberikan harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir serta memanfaatkan kemampuan dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Tujuan pelayanan
medis adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang tepat yang dapat dipertanggung jawabkan
sesuai dengan standar profesi.
Menurut Djuhaeni. H (1993), output yang diharapkan dari layanan medis di rumah sakit adalah layanan yang bermutu, terjangkau
oleh masyarakat luas dengan berdasarkan etika profesi dan etika rumah sakit. Sehingga menghasilkan keberhasilan layanan di rumah
sakit yang ditandai dengan angka kematian yang rendah, tingginya tingkat kepuasan pasien, rendahnya angka infeksi.
Paparan di atas menunjukkan bahwa tenaga medis sangatlah
medis harus sesuai dengan bidangnya dan mengetahui ilmu kedokteran, karena yang dihadapi bukanlah benda biasa namun terkait dengan
keselamatan nyawa manusia. Tenaga medis juga perlu ada yang mengkoordinasikan agar tertata sesuai jobdic masing-masing sehingga
dalam melaksanakan tugas bisa tuntas, yang tujuan akhirnya adalah untuk memberikan pelayanan yang prima pada pasien/konsumen agar mendapatkan kepuasan. Terntunya untuk mencapai itu pihak rumah sakit
haruslah meningkatkan kualitas. Berkaitan dengan kualitas sudah barang tentu sangat erat dengan mutu rumah sakit harus ditingkatkan terutama
tenaga medis yang dimiliki rumah sakit. 2. Kecepatan dan Kemudahan Pelayanan
Menurut Jenson, Joyce (1987) Faktor yang penting dalam
memilih rumah sakit selain dokter dan staf medik yang kompeten juga keramahan personel rumah sakit yang peduli dan factor kecepatan
pelayanan. Dengan demikian hendaknya tempat layanan di rumah sakit diatur sebaik mungkin agar memberikan kenyamanan, kemudahan layanan, serta kecepatan layanan karena integrasi yang mudah antara
layanan satu dengan layanan yang lainnya.
Persepsi pasien tentang kualitas pelayanan kesehatan suatu
rumah sakit akan mempengaruhi kepuasan pasien, sehingga pengelola rumah sakit penting untuk memonitor persepsi ini, mengingat persepsi terhadap rumah sakit dibentuk selama pertemuan pelayanan. Persepsi
dua cara, yaitu dengan mengkomunikasikan harapan pasien kepada petugas pelayanan kesehatan yang kemudian dapat mengusahakannya
dan mengevaluasi pelayanan selanjutnya untuk menentukan penyim-pangan dalam kinerja pelayanan terhadap harapan pasien (Joby, 1996).
Sehingga untuk dapat memberikan pelayanan yang baik pada pasien atau pelanggan rumah sakit, maka harus dengan cermat dan mengetahui secara pasti kebutuhan dan tuntutan atau harapan dari pasien yang
berubah secara dinamis.
3. Dimensi Mutu dan Qualitas Pelayanan
Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuannya untuk memberikan kebutuhan kepuasan pelanggan (American Society For Quality Control). J.M. Juran mengemukakan Mutu adalah “Fitness For Use”. Atau kemampuan kecocokan penggunaan. Mutu adalah kesesuaian
terhadap permintaan persyaratan (The Conformance of Requirements-Philip B. Crosby, 1979).
Menurut Philip B. Crosby, ada empat hal yang mutlak (absolute) menjadi bagian integral dari manajemen mutu, yaitu bahwa :
a. Definisi mutu adalah kesesuaian terhadap persyaratan (The Definition of Quality is Conformance to Requirements).
b. System mutu adalah pencegahan (The System of Quality is Prevention).
Is Zero Defect).
d. Ukuran mutu adalah harga ketidak sesuaian (The Measurement Of Quality Is The Price Of Nonconformance).
Mutu adalah faktor keputusan mendasar dari pelanggan. Mutu
adalah penentuan pelanggan, bukan ketetapan pasar, ataupun ketetapan manajemen. Dengan demikian mutu terkait erat dengan pelanggan, hal ini dikemukakan oleh :
1) Dr. Armand V. Feigenbaum mengatakan bahwa mutu produk dan jasa adalah seluruh gabungan sifat-sifat produk atau jasa pelayanan dari
pemasaran, engineering, manufaktur dan pemeliharan, dimana produk atau jasa pelayanan dalam penggunaannya akan bertemu dengan harapan pelanggan.
2) J.M. Juran mengemukakan tentang mutu dan manfaatnya sebagai berikut : “Banyak arti tentang mutu namun dua diantaranya sangat
penting bagi manajer, meskipun tidak semua pelanggan menyadarinya, yaitu :
a. Mutu sebagai keistimewaan produk. Dimata pelanggan, semakin
baik keistimewaan produk semakin tinggi mutunya.
b. Mutu berarti bebas dari kekurangan (defisiensi). Dimata
pelanggan semakin sedikit kekurangan, semakin baik mutunya. Sehingga pengukuran mutu lebih difokuskan kepada pelanggan dalam hal ini salah satunya adalah kepuasannya. Kepuasan pelanggan
seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Dengan demikian tingkat kepuasan pelanggan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan harapan.
Ada 3 tingkat kepuasan pelanggan :
1) Bila penampilan kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. 2) Bila penampilan sebanding dengan harapan, pelanggan amat puas
atau senang.
3) Apabila penampilan melebihi harapan, pelanggan amat puas atau
senang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka selanjutnya dapat
diambil kesimpulan bahwa sesuatu institusi dikatakan bermutu jika
institusi tersebut mampu memenuhi kebutuhan kepuasan pelanggannya.
Mutu layanan rumah sakit menurut Aniroen. S ( 1994 ) adalah derajad kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan dari masyarakat konsumen terhadap pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio–budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
Donabedian ( 1980 ), mengatakan ada tiga dimensi pendekatan evaluasi kualitas jasa pelayanan, khususnya rumah sakit yang terdiri
dari aspek struktur, proses, dan keluaran yaitu :
1) Struktur, adalah : Sarana fisik, perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan, sumber daya manusia dan sumber daya lainnya.
2) Proses, adalah ; Semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga yang ada di rumah sakit serta interaksinya dengan pasien. Penilaian terhadap proses adalah evaluasi terhadap
profesi kesehatan dalam mengelola pasien dan derajad kepatuhan tenaga profesi terhadap standar yang diakui oleh masing – masing profesi.
3) Keluaran, adalah : Hasil akhir tindakan dan kegiatan yang dilaksanakan tenaga professional kepada pasien, dalam arti
terjadinya perubahan derajad kesehatan yang positif atau negatif. Penilaian terhadap keluaran adalah evaluasi hasil akhir dari tingkat kesembuhan dan kepuasan pasien.
Tjiptono ( 1996 ), mengatakan bahwa sikap petugas pelayanan merupakan aspek yang sangat penting dalam menetukan kualitas
jasa yang dihasilkan, sehingga dalam melayani pelanggan perlu pelayanan yang sempurna. Pengertian pelayanan sempurna adalah suatu sikap petugas dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Ada empat
merupakan satu kesatuan pelayanan terintegrasi, dalam arti pelayanan menjadi tidak sempurna bila ada komponen yang kurang, ke empat
unsur tersebut adalah kecepatan, ketepatan keramahan dan kenyamanan.
4. Harapan Pelanggan (Pasien)
Menurut Elbeck dan Bryanton, (1992) Dalam menetukan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, tolok ukurnya bukan hanya berdasarkan standar professional atau standar layanan saja,
tetapi sudah melibatkan harapan dan kenyataan dirasakan oleh konsumen.
Menurut Zeitham et all, (1993) Harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang akan di jadikan standar atau acuan dalam menilai
kerja produk tersebut. Apabila jasa yang diterima sesuai dengan yang diharapkan, maka mutu diinterpretasikan ideal, sedang bila jasa yang
diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka mutu dinterpretasikan buruk.
Agar rumah sakit dapat berkembang dan berhasil dengan baik
salah satu factor yang tidak dapat diabaikan adalah faktor klien atau pelanggan. hal ini sangat penting karena pelanggan sebagai individu
Harapan konsumen di bentuk oleh beberapa faktor, diantaranya pengalaman membeli jasa dimasa lampau, opini teman atau kerabat serta
informasi dan janji – janji pemberi jasa atau pesaing ( Kotler, 1997). Joby ( 1996 ), megemukakan bahwa harapan pasien dibentuk oleh
pengalaman sebelumnya, dan harapan pelanggan ditujukan terhadap perilaku petugas pemberi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada kualitas yang diharapkan dari pelayanan petugas kesehatan, sehingga
kepuasan pasien merupakan suatu sikap dan respon emosional yang ditentukan oleh harapan pasien.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa harapan konsumen dapat dijadikan sebagai standar prediksi atau standar ideal yang berperan dalam menentukan kualitas suatu produk atau jasa.
Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatarbelakangi mengapa dua organisasi pada bisnis yang sama dapat dinilai berbeda
oleh pelanggan.
5. Tingkat Kepentingan Pelanggan
Menurut Rangkuti (2003), tingkat kepentingan pelanggan
didefinisikan sebagai keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk jasa yang akan dijadikannya standar acuan dalam
Berry et all (1991) membuat satu model konseptual mengenai
tingkat kepentingan pelanggan, seperti tampak pada gambar berikut :
(Gambar 2.1).
Sumber : Rangkuti ( 2003 )
Gambar 2.1. Diagram model konseptual dari tingkat Kepentingan pelanggan. Menurut model tersebut, terdapat dua tingkat kepentingan pelanggan yaitu;
1. Adequate service adalah tingkat kinerja jasa minimal yang masih dapat diterima berdasarkan perkiraan jasa yang mungkin akan
diterima dan tergantung pada alternatif yang tersedia.
2. Desired service adalah tingkat kinerja jasa yang diharapkan pelanggan akan diterimanya, yang merupakan gabungan dari
Sedang Zone of tolerance adalah daerah di antara adequate service dan desired service, yaitu daerah dimana variasi pelayanan yang masih dapat diterima oleh pelanggan. Zone of tolerance dapat mengembang dan menyusut, serta berbeda – beda untuk setiap
individu, perusahaan, situasi dan aspek jasa.
Apabila p e l a y a n a n yang diterima pelanggan berada di bawah adequate service, maka pelanggan akan frustasi dan kecewa. Sedangkan apabila pelayanan yang diterima pelanggan melebihi desired service, maka pelanggan akan sangat puas dan terkejut.
6. Kepuasan Pelanggan
Menurut Kotler ( 2008 ), kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara
prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya. Pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara
tingkat kepentingan dan kinerja atau hasil yang dirasakan.
Engel (1990) dan Pawitra (1993) dalam Rangkuti (2003) mengatakan bahwa pengertian tersebut dapat diterapkan dalam penilaian
kepuasan atau ketidak puasan terhadap satu perusahaan tertentu karena keduanya berkaitan erat dengan konsep kepuasan pelanggan,
Sumber : Rangkuti ( 2003 )
Gambar 2.2. Diagram Konsep kepuasan pelanggan.
7. Strategi Kepuasan Pelanggan
Tujuan dari strategi kepuasan pelanggan adalah untuk membuat agar pelanggan tidak mudah pindah ke pesaing. Menurut
Rangkuti (2003), strategi – strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan adalah ;
a. Strategi relationship marketing. Disini transaksi antara pembeli dan penjual berlanjut setelah penjualan selesai. Perusahaan menjalin kemitraan dengan pelanggan secara terus – menerus yang pada
akhirnya akan menimbulkan kesetiaan pelanggan sehingga terjadi pembelian ulang. Perusahaan diharapkan dapat memuaskan pelanggannya secara lebih baik yang pada gilirannya dapat
menumbuhkan loyalitas pelanggan. Dampak kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan berbeda – beda untuk setiap
sebaliknya pelanggan yang puas cenderung untuk menjadi pelanggan yang loyal.
b. Strategi unconditional service guarantee, Strategi ini memberikan garansi atau jaminan istimewa secara mutlak untuk meringankan
resiko atau kerugian dipihak pelanggan. Garansi tersebut menjanjikan kualitas jasa yang prima dan kepuasan pelanggan yang optimal sehingga dapat menciptakan loyalitas pelanggan yang
tinggi.
c. Strategi superior customer service. Adalah strategi menawarkan pelayanan yang lebih baik dibandingkandengan yang ditawarkan pesaing. Diperlukan dana yang besar, sumber daya manusia yang andal dan usaha yang gigih agar perusahaan dapat menciptakan
pelayanan yang superior.
d. Strategi penanganan keluhan yang efektif, Adalah strategi menangani keluhan pelanggan dengan cepat dan tepat, dimana perusahan harus menunjukkan perhatian, keprihatinan dan penyesalannya atas kekecewaan pelanggan agar pelanggan tersebut
dapat kembali menjadi pelanggan yang puas dan kembali menggunakan produk atau jasa perusahaan lagi. Proses penanganan
e. Strategi peningkatan kinerja perusahaan, Perusahaan menerapkan strategi yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan secara
berkesinambungan, memberikan pendidikan dan pelatihan komunikasi, salesmanship dan public relations kepada manajemen dan karyawan memesukan unsur kemampuan pelanggan ke dalam system penilaian prestasi karyawan.
C. Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) dikembangkan pertama kali di
Jepang oleh Mitshubishi‟s Kobe shipyard pada tahu 1972, yang
kemudian diadopsi oleh Toyota. Ford Motor Company dan Xerox
membawa konsep ini ke Amerika Serikat pada tahun 1986. Semenjak itu Quality Function Deployment (QFD) banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan Jepang, Amerika Serikat dan Eropa. Perusahaan-perusahaan-perusahaan
besar seperti Procter & Gamble, General Motors, Digital Equipment Corporation, Hewlett Packard dan AT&T kini menggunakan konsep ini
untuk memperbaiki komunikasi, pengembangan produk serta proses dan sistem pengukuran.
Definisi Quality Function Deployment (penyebaran fungsi kualitas) merupakan suatu metode yang digunakan perusahaan untuk mengantisipasi dan menentukan prioritas kebutuhan dan keinginan konsumen, serta
mengimplementasikan Quality Function Deployment (QFD) dengan tepat, dapat meningkatkan pengetahuan rekayasa, kualitas dan mengurangi ongkos,
waktu pengembangan produk serta perubahan-perubahan rekayasa.
Cohen L (1995;11) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk untuk menetapkan spesifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu
produk atau jasa dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Fandy T (1996;113) Quality Function Deployment adalah merupakan praktik untuk merancang suatu proses sebagai tanggapan terhadap kebutuhan pelanggan. Quality Function Deployment (QFD) menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan
organisasi.
Menurut Vincent Gaspersz (2001; 41) Quality Function Deployment didefinisikan sebagai suatu proses atau mekanisme terstruktur untuk menentukan kebutuhan pelanggan dan menerjemahkan kebutuhan-kebutuhan itu ke dalam kebutuhan-kebutuhan teknis yang relevan, dimana
masing-masing area fungsional dan level organisasi dapat mengerti dan bertindak. Quality Function Deployment (QFD) merupakan alat perencanaan yang digunakan untuk memenuhi harapan-harapan customer. Pendekatan displin ilmu ini terletak pada desain produk, rekayasa dan produktivitas dan memberikan evaluasi yang mendalam terhadap suatu produk. Pada produk
atribut pelayanan menurut pelanggan serta persepsi kepuasan menurut pelanggan.
Quality Function Deployment (QFD) merupakan suatu perangkat manajemen dimana keinginan dari konsumen digunakan sebagai alat
pengembangan produk. Karakteristik masalah dan penerimaan diidentifikasi pada langkah awal Quality Function Deployment dan dapat dipecahkan sebelum proses produksi dimulai.
Suatu organisasi yang menerapkan Quality Function Deployment, langkah awal yang harus dilakukan pimpinan dan anggota proyek adalah
mendefisikan prioritas ruang lingkup dari proyek dengan baik dan disampaikan kepada semua departemen yang ada sehingga setiap anggota proyek dapat berusaha untuk mencapai tujuan yang ditentukan.
Tujuan dari QFD sendiri tidak hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan-harapan customer, tapi juga berusaha melampaui harapan-harapan
customer sebagai cara untuk berkompentensi dengan saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak complain tapi malah menginginkannya. Team QFD harus membuat produknya lebih menarik
daripada produk yang sudah ada atau lebih menarik dibandingkan produk pesaing- pesaingnya. Quality Function Deployment digunakan untuk memastikan bahwa sebuah perusahaan memusatkan perhatiannya terhadap kebutuhan pelanggan sebelum setiap pekerjaan perancanagan dilakukan. Ini mungkin memperpanjang tahap perencanaan desain proyek,
keseluruhan yang diperlukan untuk tahap perancangan maupun jumlah waktu secara keseluruhan yang diperlukan untuk tahap perancangan
maupun jumlah perubahan-perubahan rancangan setelah diluncurkan.
Manfaat-manfaat utama QFD adalah seperti berikut (Cohen L, 1995) :
a. Memusatkan perancangan produk dan jasa baru pada kebutuhan pelanggan. Memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dan proses desain didorong oleh kebutuhan pelanggan yang obyektif
daripada teknologi.
b. Mengutamakan kegiatan-kegiatan desain. Hal ini memastikan bahwa
proses desain dipusatkan pada kebutuhan pelanggan yang paling hirarki.
c. Menganalisa kinerja produk perusahaan terhadap kinerja pesaing-
pesaing perusahaan yang utama untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan utama.
d. Dengan berfokus pada upaya rancangan, hal ini akan mengurangi lamanya waktu yang diperlukan untuk mendaur rancangan secara keseluruhan sehingga dapat mengurangi waktu memasarkan produk-
produk baru. Perkiraan-perkiraan terbaru memperlihatakan adanya penghematan antara 1/3 sampai 1/2 dibandingkan sebelum dilakukan
QFD.
e. Mengurangi banyaknya perubahan desain setelah dilakukan dengan memastikan upaya ynag difokuskan pada tahap perencanaan. Hal yang
Penerapan n bagian-bagian dari matriks perencanaan te lity (rumah kualitas) dapat diuraikan seb
Cohen (dalam Fandy Tjiptono;2000;116) Gambar 2.3. House of Quality A : berisi data atau informasi yang diper r tentang kebutuhan dan keinginan konsume
disebut sebagai ang terdapat dalam planning matrik adalah s
o the customer, merupakan kolom yang me kebutuhan (yang terdaftar pada bagian A) bagi
tisfaction peformance, yaitu kolom yang ntang seberapa baik jasa yang ada saat ini d
ereka.
level dari customer perormance yang ing team untuk tiap kebutuhan pelanggan.
memberikan mum digunakan pada sales point adalah :
ales point
edium sales point rong sales poitn
= (importanceto customer) x (improvement ini menunjukkan tingkat kepentingan dari
gi development team. aw weight
raw weight =
C : berisi persyaratan-persyaratan teknis un g akan dikembangkan. Data ini diturunk g diperoleh mengenai kebutuhan dan keing
D : berisi penilaian manajemen meng tara elemen-elemen yang terdapat pada bag
s C) terhadap kebutuhan konsumen (ma
Kekuatan hubungan dinyatakan dengan Tingkat hubungan dinyatakan dengan lam
Tabel 2.2 Simbol Relationship Matrix
Symbol Nilai numeric Pengertian
(Blank) 0 Tidak ada hubungan
∆ 1 Mungkin ada hubungan
Ο 3 Hubungan sedang
Θ 9 Sangat kuat hubungan
Bagian E : menunjukkan korelasi antar persyaratan teknis yang satu dengan persyaratan-persyaratan teknis yang lain yang terdapat dalam
matriks C. korelasi antara kedua persyaratan teknis tersebut ditunjukkan dengan menggunakan simbol-simbol tertentu. Tingkat hubungan ini dinyatakan dengan simbol tertentu dan deskripsi tertentu pula, seperti
terlihat pada tabel.
Tabel 2.3 Derajat Hubungan Korelasi Teknis
Symbol Pengertian
Θ Hubungan positif sangat kuat
Ο Hubungan positif cukup kuat
(Blank) Tidak ada pengaruh
∆ Pengaruh negative cukup kuat
• Pengaruh negative sangat kuat
Bagian F : berisi tiga jenis data yaitu :
1) Urutan tingkat kepentingan (ranking) persyaratan teknis.
2) Informasi hasil perbandingan kinerja persyaratan teknis produk
atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan terhadap kinerja produk pesaing.
Tahap-tahap untuk menyusun rumah kualitas menurut Cohen yang berguna adalah sebagai berikut :
Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan Tahap ini meliputi kegiatan :
1) Memutuskan siapa pelanggannya.
2) Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan pelanggan. Metode ini dilakukan dengan wawancara (Contextual Inquery) pada pelanggan.
3) Menyusun kebutuhan tersebut.
Tahap II Matrik Perencanaan Tahap ini bertujuan :
1) Mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan. Disini kebutuhan-kebutuhan pelanggan dipertimbangkan tingkat kepentingan. Dapat dilakukan dengan debat dari team pelaksana atau dengan riset preferensi pasar dengan
melakukan survei. Pada survei ini pelanggan diminta mengurutkan data keinginan/kebutuhan pelanggan yang diperoleh dari survei sebelumnya.
2) Menentukan tujuan-tujuan performansi kepuasan. Setelah mengetahui performansi kepuasan pelanggan utnuk masing- masing kebutuhannya,
Tahap III. Respon Teknis
Tahap ini merupakan transformasi dari kebutuhan-kebutuhan yang
bersifat non teknis menjadi data yang bersifat teknis guna memenuhi kebutuhan- kebutuhan tersebut. Hal ini biasanya dilakukan oleh bagian
yang mengerti teknologi produk, misalnya bagian produksi atau penelitian dan pengembangan.
Tahap IV. Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan Pelanggan.
Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis
(tahap III) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggannya (tahap I). Hubungan antara keduanya dapat berupa hubungan yang sangat kuat, sedang, tidak kuat atau tidak ada korelasi antara keduanya. Hubungan
sangat kuat berarti jika respon teknis perusahaan dapat semakin baik berarti tingkat kepuasan pelanggan akan meningkat pula atau terpenuhi.
Tahap V. Korelasi Teknis
Tahap ini menetapkan hubungan dan ketergantungan antara karakteristik kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga bisa dilihat
apakah suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusulkan agar tidak
terjadi bottleneck.
Tahap VI. Benchmarking dan Penetapan Target
Benchmarking adalah sebuah cara sistematis untuk
pengembangan p performansi suatu organisasi. Strategi
pada penerapan dan performansi terbaik Tidak ada organisasi manapun mau menginv
persaingan yang ada untuk memastikan ngga pada tahap ini perusahaan perlu men ng ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jik
nis.
ri
y Djiptono (2003).
Gambar 2.4. Model Kualitas Jasa
Model ku
kualitas jasa tersebut diatas mengidentifi kegagalan Delivery Jasa. Dalam penelitian in gap antara harapan konsumen dan kenyataan ni nantinya akan digunakan sebagai acua
utu layanan medis rumah sakit dengan oyment (QFD).
nsep
Gambar 2.5. Konseptual Penelitian
arkan kerangka konsep, maka dalam dapat disa akan diarahkan pada permasalahan harapan p
dan kenyataan yang diterima pasien. Tangga elitian tentang adanya harapan pasien terhadap
yang diterima pasien, kemudian dilakukan
akah terjadi gap atau ketimpangan antara ting
dan kepuasan pasien tersebut. Hasil penilaian akan dapat diketahui berapa yang terjadi gap positif dan gap negatif.
Setelah diketahui gap positif dan gap negatif, maka langkah selanjutnya dari pihak manajemen akan melakukan penataan terhadap gap
yang negatif tersebut, sehingga dapat diperoleh keselarasan antara harapan pasien dan kenyataan yang yang diterima pasien. Penanganan yang akan dilakukan oleh manajemen layanan Rumah Sakit didasarkan pada urutan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini bersifat Mix Method (Qualitatif dan Quantitatif), Metode kualitatif pada tiga tahap penelitian awal dan menggunakan metode kuantitatif pada taha akhir penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum
‘Aisyiyah Ponorogo pada Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD).
B. Populasi penelitian
Populasi penelitian adalah pasien Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo. Jumlah pasien yang masuk di ruang Instalasi Gawat Darurat RSU ‘Aisyiyah Ponorogo selama bulan Juni 2016 sebanyak 963
orang, sehingga jumlah populasi dalam penelitian ini diambil dari bulan Juni 2016 yaitu sebanyak 963 pasien.
C. Sampel
1. Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari sebuah populasi yang dianggap dapat
mewakili dari populasi tersebut. Untuk menentukan besarnya sampel menurut Arikunto (2002: 112) apabila subjek kurang dari 100, lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya penelitian populasi. Jika ubjeknya lebih besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25 %. Dalam penelitian ini digunakan sampel penelitian y a n g diperoleh dari pasien yang
berkunjung di IGD pada kurun waktu 1 bulan yaitu bulan Juni 2016 dengan jumlah 963 orang pasien, selanjutnya sampel penelitian diambil
10 % dan diperoleh jumlah sampel 96 orang.
2. Kriteria Sampel
a. Inklusif yaitu Pasien IGD yang masuk dalam kategori P2, P3 dan P4 1) P2, yaitu pasien yang gawat tidak darurat, pasien dalam keadaan
sakit yang tidak mampu berjalan, dan dalam kondisi bahaya atau
penyakit yang parah tetapi tidak mengancam jiwa.
2) P3, yaitu pasien tidak gawat tetapi darurat, Pasien dengan
keluhan akut derajat ringan sampai sedang dimana pasien tersebut mampu berjalan.
3) P4 yaitu pasien tidak gawat darurat, Pasien dalam keadaan tidak
gawat darurat yang seharusnya secara tepat ditangani dilayani primer atau klinik.
b. Eksklusif yaitu Pasien termasuk dalam kategori P1
Pasien P1 adalah pasien gawat darurat dalam keadaan kegagalan pada sistem kardiovasculer atau dalam keadaan mengancam nyawa yang
membutuhkan pertolongan segera dan tidak bisa ditunda.
D. Variable Penelitian
Variable penelitian ini adalah Quality Function Deployment (QFD) mutu layanan medis Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo, dalam hal ini terdiri dari variabel tingkat kepentingan (harapan) pelayanan
E. Definisi Operasional Variable Penelitian
Quality Function Deployment (QFD) layanan medis di IGD dengan indikator sebagai berikut :
1. Kemampuan menangani life saving yang sudah memenuhi standar. 2. Jam buka pelayanan gawat darurat 24 jam
3. Kesediaan tim penanggulangan bencana minimal 1 tim.
4. Waktu tanggap pelayanan gawat darurat ≤ 5 menit setelah pasien datang. 5. Pemberi pelayanan kegawat daruratan yang bersertifikat yang masih
berlaku ATLS/BTLS/ACLS/PPGD. 6. Kepuasan pelanggan ≥ 70%
7. Tidak adanya pasien yang diharuskan membayar uang muka
8. Kematian pasien ≤ 24 jam 100%
F. Instrument Penelitian
Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Questioner untuk menganalisa tingkat kepentingan dan tingkat persepsi pasien terhadap layanan medis di instalasi gawat darurat Rumah Sakit
Umum ‘Aisyiyah Ponorogo.
2. Wawancara dengan dokter atau bagian manajemen Rumah Sakit
G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika
pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan menggunakan metode korelasi Matrix KMO
(Kaiser, Meiyer, Oikin) dan Bartlett’s Test Of Spericity yang diolah dengan SPSS. Data dikatakan valid bila :
a. Memiliki nilai KMO > 0.5
b. Nilai eugenvalue harus lebih dari 1 (>1) dan memiliki factor loading > 0.4 pada setiap pertanyaan.
c. Jika setiap kuisioner menunjukkan factor loading > 0.40 dan mengelompok di satu kelompok (kelompok 1 atau 2) maka
menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam suatu variable adalah valid.
2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Bila suatu
alat pengukur dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliable. Dengan kata lain reliabilitas menunjukkan
H. Analisis Data
Data yang sudah terkumpul akan diproses dan diolah. Hasilnya
akan disusun dalam bentuk tabulasi yang terdiri atas tabel tingkat kepentingan terhadap mutu layanan medis, tabel kenyataan yang diterima
(kepuasan) terhadap mutu layanan medis. Tabel- tabel tersebut diatas kemudian akan digunakan untuk penyusunan HOQ (House Of Quality ) dengan langkah-langkah penyusunan sebagai berikut :
1. Menentukan Customer Needs (WHATs), Tahap ini mengarahkan penelitian untuk mendapatkan data tentang customer needs (atribut
produk). Data tingkat kepentingan atribut produk ini diperoleh dari hasil kuisioner tentang harapan dan kenyataan yang diteriman pasien terhadap layanan medis.
2. Menentukan Technical Respon (HOWs), Respon teknis adalah respon yang diberikan oleh perusahaan untuk memenuhi customer needs.
Respon teknis ini diperoleh dengan cara wawancara dengan pihak perusahaan. Respon ini diberikan untuk meningkatkan kualitas layanan medis di Rumah Sakit sesuai dengan apa yang diinginkan pasien.
Table 3.1. Hubungan antara Tecninical Respone dengan Customer Need
Simbol Nilai Numerik Tingkat Hubungan
Blank 0 Tidak ada hubungan
∆ 1 Mungkin ada hubungan (lemah)
Ο 3 Ada hubungan (sedang)
ʘ 9 Sangat kua hubungannya
4. Menentukan Technical Correlation (Hubungan Antar Matrix HOWs) Teknikal korelasi digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara
masing – masing technical deskriptor.
Table 3.2. Hubungan antar Tecninical Respone
Simbol Tingkat Hubungan
ʘ Hubungan positif sangat kuat Ο Hubungan positif cukup kuat • Hubungan negatif cukup kuat ∆ Hubungan negatif sangat kuat
5. Menentukan Planning Matrix, Planning matrix merupakan analisa perhitungan yang dilihat dari Perusahaan yang nantinya perhitungan itu akan dimasukkan dalam House Of Quality (HOQ).
6. Technical Matric, merupakan matrik yang dibentuk dari penentuan technical respon.
I. Analisis Pengelohan Data
Tahap selanjutnya adalah menganalisa hasil pengolahan data seperti tingkat kepentingan atribut jasa pelayanan, kinerja atribut jasa
pelayanan, rasio perbaikan, nilai penjualan, bobot atribut jasa pelayanan dan normalisasi bobot.
J. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini kami akan menggunakan
langkah-langkah sebagai berikut :
1. Menghormati harkat dan martabat manusia.
2. Responden dijamin dan dilindungi dalam segala bentuk kerugian dalam
penelitian ini.
3. Responden diberitahu tentang keuntunggan dari penelitian ini.
4. Tidak ada pemaksaan dalam pengisian kuesioner. 5. Responden dijaga kerahasiannya.
6. Untuk melakukan penelitian di RSU ‘Aisyiyah Ponorogo terlebih dahulu
mendapat ijin dari pimpinan rumah sakit.
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Obyek Penelitian
Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Ponorogo (pada saat itu diketuai oleh
Ibu Hj. Asmibatan telah memiliki sebidang tanah dan bangunannya yang
terletak di Jalan Dr. Sutomo No. 18 Ponorogo, buku Tanah Hak Milik
Nomor 200/ Kelurahan Bangunsari, luas tanah 872 meter persegi, surat
ukur Nomor 1/ 1972 tanggal 19 Januari 1972, sertifikat tanggal 26 Juni
1972 tertulis atas nama Ny. Asminbatan, sebagai hak milik dan sekaligus
pemilik anah dan bangunannya tersebut.
Kemudian untuk Rumah Bersalin ‘Aisyiyah yang telah ada pada
saat itu adalah yang terletak di Jalan Diponegoro yang didirikan pada
tahun 1962, ternyata kurang mendapat pasaran. Hal itu disebabkan
karena kebanyakan anggota – anggota ‘Aisyiyah berdomisili dikota
bagian Timur Ponorogo, sehingga beberapa anggota Aisyiyah merasa
terlalu jauh kalau bersalin di Rumah Bersalin ‘Aisyiyah Jalan
Diponegoro. Selanjutnya Ibu – ibu ‘Aisyiyah mempunyai gagasan untuk
memanfaatkan tanah dan bangunan milik ‘Aisyiyah di Jalan Dr. Sutomo,
yang dirasakan cukup strategis dan berada di ditengah kota Ponorogo.
Penggunaan dan pemanfaatan tanah dan bangunan milik pimpinan
diurusi oleh Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Ponorogo Bagian PKU yang
pada saat itu diketuai Ibu Hj. Yahana Machfud Thohir.
Pada tahun 1994 mendapat Ijin Sementara Penyelenggaraan
Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah Ponorogo sebagai Transformasi dari
Rumah Sakit Anak dan Bersalin ‘Aisyiyah Ponorogo kepada Yayasan
Muhammadiyah Daerah Ponorogo Kabupaten Dati II Ponorogo Propinsi
Jawa Timur dengan Ijin Nomor 1889/ 10675/ 115.4/ 1994 tanggal 20
September 1994, diperpanjang lagi ijin penyelenggaraan pada tahun 1995
Dengan rahmat Allah SWT pada tahun 2010 RSU Aisyiyah
Ponorogo mengadakan penambahan bangunan untuk pelayanan rawat
inap pasien yang terdiri dari lantai 3. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan yang lebih luas dan sekaligus untuk memenuhi
permintaan masyarakat yang membutuhkan berobat rawat inap sering
terjadi penolakan dengan alasan adanya kamar pasien yang penuh.
Kemudian untuk memberikan pelayanan yang lebih maksimal, maka
pada tahun 2013 dilakukan pembangunan kembali untuk faslitas
perkantoran dan beberapa fasilitas farmasi. Hal ini dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan yang lebih luas dan pada akhir tahun 2014
fasilitas pelayanan umum, informasi dan ruang pendaftaran pasien serta
Motto RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
Layanan ku Ibadahku
Visi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
Terwujudnya Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang
islami dan menjadi pusat rujukan bagi masyarakat Ponorogo dan
sekitarnya.
Misi RSU ‘Aisyiyah Ponorogo
1. Memberikan pelayana kesehatan yang Islami sebagai sarana da'wah
2. Mewujudkan Sumber Daya Insani yang loyal dan profesional
3. Memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan
memuaskan serta terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
4. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien
dengan mengutamakan keselamatan pasien.
Tengaa medis yang berada di IGD Rumah Sakit Umum ‘Aisyiyah
Ponorogo meliputi sebagai berikut:
Tabel 4.1. Data Medis IGD RSU ‘Aisyiyah ponorogo
No Tenaga medis Jumlah Status
Dokter umum 6 Penuh waktu
Dokter umum 5 Paruh waktu
Gawat Darurat (IGD) RSU ‘Aisyiyah Ponorogo lebih dari 5 hari yang
diambil dalam kurun waktu satu bulan (10 April 2016 sampai dengan 10
Mei 2016), kemudian untuk pasien yang tidak komunikatif dan
anak-anak respondennya adalah keluarganya.
Berdasarkan dari data quisioner yang diperoleh menunjukkan
karakteristik–karakteristik responden yang ditunjukkan dalam tabel-tabel
berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Umur Responden
Umur Jumlah Prosentase
18-30 tahun 22 22,9 %
31-40 tahun 34 35.4 %
41-50 23 24.0 %
Diatas 51 17 17.7 %
Jumlah 96 100 %
Tabel 4.3 Distribusi Jenis Kelamin Responden.
Jenis Kelamin Jumlah Prosentase
Laki-laki 43 45 %
Perempuan 53 55 %
SD 20 20.8 %
SMP 24 25 %
SMA 29 30.2 %
Universitas 16 16.7 %
Jumlah 96 100 %
Tabel 4.5 Disribusi Pekerjaan Responden.
Pekerjaan Jumlah Prosentase
Tidak Bekerja -
PNS 21 21.9 %
Pegawai Swasta 42 43,8 %
Wiraswasta 33 34.4 %
Jumlah 96 100 %
Tabel 4.6 Distribusi penghasilan responden
Penghasilan / bulan (Rp) Jumlah Prosentase
< 500.000,- 8 8.3 %
> 500.000 – 1Juta 26 27.1 %
>1Juta – 2Juta 32 33,3 %
>2Juta – 3juta 21 21.9 %
>3Juta 9 9.4 %
Belum Menikah 8 18.3 %
Jumlah 60 100 %
3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji Validitas
Uji validitas dalam penelitian ini adalah menguji validitas
quisioner dengan cara mengolah jawaban 96 responden terhadap setiap
atribut pertanyaan dalam kuisioner untuk tingkat kepentingan dan
kenyataan yang diterima pasien dengan menggunakan metode KMO and
Bartlett͉s Test.
Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling (KMO) adalah indek
perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi
parsialnya. Jika jumlah kuadrat koefisen korelasi parsial di antara seluruh
pasangan variabel bernilai kecil jika dibandingkan dengan jumlah kuadrat
koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO mendekati 1.
Nilai KMO dianggap mencukupi jika lebih dari 0,5. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling
sebesar 0,580. Dengan demikian persyaratan KMO memenuhi
persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5.
setiap pertanyaan
c. Jika setiap kuisioner menunjukkan factor loading > 0,40 dan
mengelompok di satu kelompok (kelompok 1 atau 2) maka
menunjukkan bahwa pertanyaan-pertanyaan dalam suatu variabel
adalah valid.
d. Jika terdapat variabel yang tidak mengelompok pada salah satu
kelompok, dan memiliki factor loading < 0,40, maka variabel tersebut
harus dikeluarkan atau dibuang
Dari hasil analisa output dari kuesioner layaman medis antara
tingkat kepentingan yang ada didapatkan data sebagai berikut :
a. Nilai KMO Kuesioner adalah 0.68
b. Nilai Eigenvalue masing-masing pertanyaan adalah : 1
c. Terlihat bahwa data mengelompok di kelompok 1, dengan nilai
factor loading > 0.40.
KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. .784
Bartlett's Test of Sphericity Approx. Chi-Square 564.547
df 96
Sig. .000
Dengan demikian maka dapat dikelatahui bahwa nilai KMO kuisioner
Pertanyaan3 1.000 .712
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.
a. Rotation converged in 3 iterations.
Nilai Eigenvalue masing-masing
pertanyaan adalah 1 sesuai dengan
Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur keandalan dari hasil
pengukuran kuisioner. Reliabilitas diartikan bahwa beberapa kalipun
suatu atribut pertanyaan dalam kuisioner bila ditanyakan dalam respon
yang berbeda maka akan memberikan hasil yang sama dengan responden
sebelumnya. Dalam penelitian ini menggunakan nilai cronbrach yang
diolah dengan SPSS.
Suatu kuesioner dikatakan reliabilitas bila jawaban responden
konsisten dari waktu ke waktu dan memberikan nilai cronbach͉s alpha >
0.6, semakin tinggi nilai cronbach͉s alpha maka semakin tinggi pula
reliabilitas kuesioner tersebut. Berdasarkan data yang didapat nilai
cronbach͉s alpha seperti berikut:
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha Based on
Standardized
Items N of Items
.847 .781 14
Uji reliabilitas untuk layanan medis dapat disampaikan bahwa nilai
cronbach͉s alpha dari data yang didapat adalah 0,847 ( > 0.6) sehingga
hasil dari gap negatif tingkat kepentingan dan kenyataan yang diterima
oleh pasien. Voice of customer adalah tahapan awal untuk menyusun
House Of Quality dengan metode Quality Function Deployment (QFD).
Hasil tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut :
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Tingkat Kepentingan Layanan Medis.
No Atribut
Tingkat Kepentingan 1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan
pasien.
4,89
2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit.
4,67
3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit
4,92
4 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan. 4,96 5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien. 4,81 6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan
tepat.
4,65
7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.
4,91
8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya.
4,14
9 Perhatian kusus pada setiap pasien. 4,18
10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan pelayanan pada pasien.
3,98
11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan yang diberikan dokter.
4,05
12 Menghormati hak dan pendapat pasien 3,83
13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status sosial.
3.97
1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien.
4,27
2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit.
4,75
3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit
4,54
4 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan. 4,98 5 Kecepatan dokter dalam menangani pasien. 4,53 6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan
tepat.
4,83
7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.
4,21
8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya.
4,03
9 Perhatian kusus pada setiap pasien. 4,00
10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan pelayanan pada pasien.
4,09
11 Perasaan aman dan kepercayaan atas pelayanan yang diberikan dokter.
4,09
12 Menghormati hak dan pendapat pasien 3,88
13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa membedakan status sosial.
4.03
14 Penampilan fisik dokter saat bertugas. 3,96
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Gap Antara Tingkat Kepentingan (harapan)
dengan Tingkat Kepuasan Layanan Medis.
No Atribut
Tingkat Kepentingan
Tingkat
Kepuasan Gap
1 Dokter selalu siap dan ada saat dibutuhkan pasien.
4,89 4,27 -0,62
2 Prosedur pelayanan dokter mudah tidak berbelit-belit.
4,67 4,75 0,08
3 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit
6 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan tepat.
4,65 4,57 -0,08
7 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.
4,91 4,21 -0,70
8 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya.
4,14 4,03 -0,11
9 Perhatian kusus pada setiap pasien.
4,18 4,00 -0,18
10 Keramahan dan kesopanan dokter dalam memberikan
12 Menghormati hak dan pendapat pasien
3,83 3,88 0,05
13 Pelayanan yang sama kepada semua pasien tanpa
membedakan status sosial.
3,97 4,03 0,06
14 Penampilan fisik dokter saat bertugas.
3,91 3,96 0,05
Berdasar tabel 4.10, maka dapat diketahui bahwa telah terjadi gap
2 Pengetahuan, kemampuan dan kompetensi dokter dalam menetapkan diagnose penyakit
3 Keterampilan dokter dalam melakukan tindakan
4 Kecepatan dokter dalam menangani pasien
5 Pemeriksaan dan pengobatan dokter teliti dan tepat
6 Dokter memberikan keterangan yang jelas tentang penyakit pasien.
7 Perhatian terhadap keluhan pasien dan keluarganya
8 Perhatian kusus pada setiap pasien
b. Hasil dari Tehnical Respon (How’s)
Technical Respon merupakan sebuah rencana (upaya) yang
diberikan oleh manajemen (RS) untuk menyikapi Customer Voice yang
disampaikan pada pihak manajemen (dalam hal ini tim pengendali mutu
rumah sakit). Tehnical respon ini merupakan hasil wawancara dan
pembahasan dengan pihak manajemen tentang upaya apa yang akan
dilakukan oleh pihak manajemen untuk meningkatkan mutu pelayanan
medis terhadap yang dibutuhkan pasien, sesuai dengan gap negatip yang
disampaikan oleh peneliti ke pihak manajemen. Respon teknik yang
direncanakan pihak manajemen untuk meningkatkan mutu layanan