• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai cituis dengan peningkatan kesejahteraan sosial di Desa surya bahari kecamatan pakuhaji kabupaten tangerang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai cituis dengan peningkatan kesejahteraan sosial di Desa surya bahari kecamatan pakuhaji kabupaten tangerang"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI

KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Yanis Sarohmah

NIM. 106054002058

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Agustus 2010

(3)

SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI

KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

Yanis Sarohmah

NIM. 106054002058

Di bawah bimbingan

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si

NIP. 19690607 199503 2 003

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(4)

Yanis Sarohmah

Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis Dengan Peningkatan Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang

Sebagai negara maritim Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kawasan inilah yang disebut kawasan pesisir yang memiliki potensi dan Sumber Daya Alam yang berlimpah. Walaupun wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang serta memiliki potensi yang besar, namun banyak orang yang gagal memanfaatkannya. Maka wilayah pesisir sering dikatakan sebagai kantung-kantung kemiskinan yang struktural dan potensial. Masalah kemiskinan ini sungguh menarik, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya potensi kelautan Indonesia sangat beragam dan melimpah. Namun mengapa justru para penduduk pantai khususnya petani dan nelayan tradisional justru terlilit masalah kemiskinan. Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini peranan agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk etos kerja produktif dan mandiri.

Penelitian ini dilakukan di Pesisir Pantai Cituis Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Dan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis? serta bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan mereka?

Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survai, adapun desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriftif analitis. Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penduduk sekitar pesisir pantai Cituis Tangerang yang berjumlah 204 orang. Adapun penetapan sample dilakukan dengan cara mengundi unit-unit populasi, sehingga didpat hasil hitung bahwa sample yang diambil 67 responden. Sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis yang digunakan adalah rataan, standar deviasi, regresi dan korelasi.

Hasil dari pengolahan data menggambarkan bahwa etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis berada pada tingkat yang sedang. Selanjutnya hasil uji data menyatakan bahwa keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut bernilai sedang, yang dilihat dari angka korelasi sebesar 0,255. Dan angka signifikan sebesar 0,037. Maka antara etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial memiliki hubungan yang signifikan.

(5)

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan nikmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang”. Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:

1. Almarhumah Ibundaku tercinta, yang mesti sudah tiada namun sosok dan kasih sayangnya tetap memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Dan Ayahanda tercinta yang tidak pernah lelah mencurahkan doa dan memberikan semangat untuk selalu mensuport penulis hingga mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Dra. Rini Laili Prihatini. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah rela meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. “Terimakasih Ibu atas kesediaan dan kesabarannya membimbing, serta memotivasi penulis.” Sehingga karena kebaikan itu smua skripsi ini dapat penulis selesaikan.

3. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Dr. H. Arief Subhan. M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan

Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Wati Nilamsari, M.Si dan Hudri, MA selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

(6)

7. Seluruh staff dan Karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu penulis dalam urusan administrasi dan kepustakaan selama perkuliahan dan proses penelitian skripsi ini.

8. Seluruh staff Kantor Desa Surya Bahari dan Staff Kantor Kecamatan Pakuhaji, yang telah membantu penulis dalam memperoleh izin dan data penelitian.

9. Kakak-kakak dan keponakan-keponakanku sekalian yang tidak henti memberikan doa dan dukungannya, serta senantiasa menghadirkan keramaian dikala sepi dan memberikan semangat dikala putus asa.

10.Rifki Indrawan yang telah menemani penulis melewati saat-saat sulit dalam melakukan penelitian, terimaksih atas pengertian dan kesediannya.

11.Sahabatku yang telah 18 tahun bersama Aulia Nur Hamdiah, yang selalu berjuang bersama dan berbagi dalam suka dan duka. Terimaksih atas persahabatan ini.

12.Teman-teman seperjuangan di PMI, khususnya angkatan 2006.

13.Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Ika Lestari dan Adila yang tiada pernah lelah untuk saling mensupport.

14.Teman-teman kost yang selalu menghibur penulis dikala sepi dan senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.

15.Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

(7)

kepada penulis. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi segenap keluarga besar Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Tangerang, 26 Juli 2010

Yanis Sarohmah

(8)

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ………. ii

DAFTAR ISI ………... v

DAFTAR TABEL ……….. vii

DAFTAR LAMPIRAN ………. viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ………. 1

B. Pembatasan Masalah ……….. 9

C. Perumusan Masalah ………... 9

D. Tujuan Penelitian ....………... 10

E. Manfaat Penelitian ………. 10

F. Penelitian Sebelumnya .……….. 11

G. Sistematika Penulisan ……… 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Etos Kerja 1. Pengertian Etos Kerja ……….. 14

2. Terbentuknya Etos Kerja Islami ………... 16

3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi …………. 18

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja ………… 19

5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam ……….. 22

B. Masyarakat Pesisir 1. Pengertian Masyarakat Pesisir ………... 25

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ……….. 26

3. Gaya Hidup Nelayan ……… 27

4. Strategi Pemberdayaan Nelayan ……… 29

C. Kesejahteraan Sosial 1. Pengertian Kesejahteraan Sosial ……… 32

2. Kesejahteraan Sosial dalam Pembangunan ……….. 33

(9)

1. Pengertian Pengembangan Masyarakat ……… 36

2. Model-model Pengembangan Masyarakat ……… 37

BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Pendekatan dan Desain Penelitian ……… 41

B. Lokasi Penelitian ………... 42

C. Populasi dan Sampel ………... 42

D. Variabel Penelitian ………. 44

E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ………….... 46

F. Teknik Pengumpulan Data ………... 50

G. Uji Validitas ……… 51

H. Uji Realibilitas ……… 52

I. Teknik Analisis Data ………. 53

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Gambaran Umum Wilayah Desa Surya Bahari …………. 57

B. Deskrifsi Data Responden ………. 69

C. Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis ……….. 60

D. Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pesisir Pantai Cituis … 72 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………. 80

B. Saran ……… 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

1. Tabel 1 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur …… 57

2. Tabel 2 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama ….. 58

3. Tabel 3 Lapangan Kerja Penduduk Desa Surya Bahari ………….. 59

4. Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ……… 60

5. Tabel 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan …….. 60

6. Tabel 6 Bekerja keras……….. 61

7. Tabel 7 Percaya diri ……… 62

8. Tabel 8 Disiplin ……….. 64

9. Tabel 9 Kreatif ……… 65

10. Tabel 10 Jujur ………66

11. Tabel 11 Sehat jasmani dan psikis ……….. . 67

12. Tabel 12 Visioner ………. 68

13. Tabel 13 Teamwork ……….. 70

14. Tabel 14 Profesional ……….. 71

15. Tabel 15 Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan …… 72

16. Tabel 16 Kemampuan Ekonomi ………... 73

17. Tabel 17 Kondisi Kesehatan ……… 74

18. Tabel 18 Hubungan etos kerja masyarakat pesisir Pantai Cituis terhadap upaya peningkatan kesejahteraan social ………. 76

(11)

viii 1. Output Reliabilitas

2. Table validitas

3. Tabulasi data penelitian

4. Surat Permohonan Bimbingan Skirpsi 5. Surat Izin Penelitian

(12)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai Negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dari 67.439 desa di Indonesia kurang lebih 9.261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Yang sebagian besar penduduknya miskin.1

Sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, kawasan pesisir merupakan kawasan yang unik ditinjau dari karakteristik ekososio-sistemnya, yakni: (a) kawasan pesisir merupakan multiple-use zone yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki open access untuk semua yang berkepentingan, (b) beberapa habitat di kawasan pesisir mempunyai “atribut ekologis” (spesies endemic, spesies langka, dll) dan “proses-proses ekologis” (daerah pemijahan, daerah asuhan, alur migrasi biodata, dll) yang menentukan daya dukung lingkungan kawasan pesisir dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan, dan (c) seluruh limbah dan sediment yang berasal dari daratan (kawasan hulu) akan mengalir dan terakumulasi di kawasan pesisir.2

Jika ditinjau dari fungsinya, ekosistem pesisir memiliki empat fungsi utama bagi kehidupan manusia, yaitu (a) sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, (b) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, (c) sebagai penyedia

1

Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h-1.

2

Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h-29

(13)

sumber daya alam, dan (d) sebagai penerima (penyerap) limbah. Sebagai pendukung eksistensi kehidupan manusia. Wilayah pesisir menyediakan jasa-jasa pendukung kehidupan seperti udara yang segar, air yang bersih dan juga ruang bagi berbagai kegiatan manusia.3

”Wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia. Wilayah ini merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting sebagai sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai daya tarik yang besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat menghasilkan banyak keuntungan financial. Karena itu tidaklah mengherankan jika wilayah pesisir dihuni oleh lebih dari setengah penduduk dunia.”4

Berdasarkan pada potensi wilayah tersebut, sumber daya kelautan akan menjadi tumpuan harapan bangsa di masa depan. Di dalam wilayah laut dan pesisir tersebut terkandung sejumlah potensi pembangunan yang besar dan beragam, antara lain sumber daya yang bisa diperbaharui, sumber daya yang tidak bisa diperbaharui, environmental service, dan lagi temuan benda-benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam dibawah permukaan laut yang memiliki nilai ekonomi dan sejarah yang tinggi.5

3

Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h.27

4

Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-13.

5

(14)

Atas dasar potensi dan sumber daya kelautan yang telah dibahas diatas, prospek pembangunan kelautan dimasa depan diharapkan semakin cerah. Namun semua ini juga menyisakan beragam permasalahan yang besar dan mengancam kesinambungan pembangunan. Permasalahan tersebut antara lain berupa pencemaran, penangkapan yang berlebihan (overfishing), degradasi fisik habitat pesisir (mangrove, trumbu karang, padang lamun, estoria), konflik penggunaan ruang dan sumber daya, pencurian ikan dan pembuangan limbah, secara ilegal oleh pihak asing, serta kemiskinan yang masih melilit sebagian besar penduduk pesisir pantai khususnya petani dan nelayan tradisional.6

Sebagaimana yang kita ketahui pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia. Wilayah ini adalah kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting sebagai sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai daya tarik yang besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat menghasilkan banyak keuntungan finansial. Karena itu tidaklah mengherankan jika wilayah pesisir dihuni oleh lebih dari setengah penduduk dunia.7

Mereka yang menghuni wilayah pesisir disebut sebagai masyarakat pesisir. Masyarakat pesisir diartikan sebagai kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau

6

Ibid, h.134.

7

(15)

pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and engineering.8

Walaupun di wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang serta memiliki potensi yang sangat besar, namun tidak sedikit orang yang gagal memanfaatkannya. Sebagi contoh masyarakat pesisir nelayan kecil, umumnya masih sangat miskin, dengan tingkat pendapatan rendah, posisi tawar mereka sangat rendah dan permasalahan hidup lainnya.9

Oleh karena banyak orang yang gagal memanfaatkan wilayah pesisir maka wilayah pesisir sering di katakan sebagai kantong-kantong kemiskinan struktural yang potensial. Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan pemilik (alat produksi) dan nelayan buruh. Dalam kegiatan produksi nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi dalam nelayan modern dan nelayan tradisional. Jumlah nelayan modern relatif kecil dibandingkan nelayan tradisional.10

8

Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14

9

Ibid, h-14

10

(16)

Dalam masa-masa sepi penghasilan, biasanya istri dan anak-anak nelayan buruh harus berjuang keras ikut mencari nafkah dengan melakukan segala pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Demikian juga ketika sedang tidak melaut, nelayan buruh dapat bekerja apa saja di darat untuk memperoleh penghasilan sehingga kelangsungan hidup rumah tanagganya dapat terjamin. Akan tetapi, sejauh mana peluang-peluang kerja tersebut bisa diperoleh anggota-anggota rumah tangga nelayan buruh sangat ditentukan juga oleh karakteristik struktur sumber ekonomi desa setempat.11

Oleh sebab itu keadaan seperti ini akan mengakibatkan keadaan mereka menjadi terpuruk. Sebagai mana yang dikatakan oleh Yussuf Solichien Martadiningrat Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di Medan, Sumatra Utara, belum lama ini, data yang ia miliki menyatakan bahwa sedikitnya 14,58 juta atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan di Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.12

Sedangkan kemiskinan sendiri menurut Parsudi Suparlan dapat didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu suatu tingkat kekuranagan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.13

Masalah kemiskinan ini sungguh menjadi menarik, karena sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya potensi kelautan Indonesia sangat beragam dan melimpah. Namun mengapa justru para penduduk pesisir pantai khususnya petani dan nelayan tradisional justru terlilit masalah kemiskinan.

11

Kusnadi, MA, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.7.

12

http://www.menkokesra.go.id/content/view/9794/39/

13

(17)

Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini peranan agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk suatu etos kerja produktif dan mandiri. Jika agama dipahami secara sempit dan kemudian menegaskan bahwa kemiskinan adalah ketentuan (takdir) dari Tuhan kepada umatnya maka kemiskinan tidak akan bisa diubah karena hanya Tuhan sendiri yang dapat mengubahnya.14

Dalam Al-Quran ar-Ra’d: 11

☯ ⌧

Artinya:

Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di

muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767].

Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka

merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah

menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat

menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Dan secara normatif mestinya Islam mampu menjadi sumber motivasi yang kuat dalam mewujudkan etos kerja. Dr. Mustaq Ahmad dalam bukunya yang berjudul “Etika Bisnis Dalam Islam” menggambarkan bahwa Islam memberikan

14

(18)

ruang yang demikian luas dan memandang penting semua bentuk kerja yang produktif. 15

Dalam QS. AT-Taubah:105

☺ ⌧

Artinya:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta

orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan

kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu

diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.

Sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Isa Abduh dalam perspektif Islam, kerja merupakan kodrat hidup manusia sekaligus cara memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kerja juga menjadi jalan utama mendekatkan diri kepada Tuhan. Kedudukannya dalam Islam amat tinggi, yakni menempati peringkat kedua setelah iman. Kerja juga dapat menghapus dosa. Jadi setiap kerja yang mendapat ridha Allah, mestinya diposisikan sebagai ibadah dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari karakteristik sikap hidup muslim dan muslimah. Disamping itu bekerja dan meningkatkan penghasilan adalah ibadah, bahkan termasuk ibadah yang punya nilai tambah diantara beberapa jenis ibadah. Dengan

15

(19)

demikian Islam memandang amat tinggi terhadap usaha dan kerja yang halal dalam rangka memperoleh rizki atau harta yang digunakan untuk amal kebaikan.16

Dengan demikian etos kerja Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari konsep Islam tentang manusia karena etos kerja adalah bagian dari proses eksistensi diri manusia dalam lapangan kehidupannya yang amat luas dan kompleks.17

Atas dasar hal-hal yang telah dibahas maka sepertinya menjadi penting bagi kita untuk mengetahui sudahkah etos kerja diterapkan oleh masyarakat dalam meningkatkan taraf kesejahteraannya, yang khususnya dalam hal ini adalah masyarakat pesisir.

Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana etos kerja yang diterapkan oleh masyarakat pesisir serta bagaimana kaitannya dengan peningkatan taraf kesejahteraannya. Untuk itu penulis memilih judul “Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Peningkatan

Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten

Tangerang”.

B. Pembatasan Masalah

Bekerja merupakan cara manusia untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Untuk mencapai hal itu maka diperlukan sikap yang baik terhadap pekerjaan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitan tentang etos kerja yang

16

Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2004), h. 7.

17

(20)

dimiliki masyarakat, terutama pada masyarakat pesisir yang wilayahnya merupakan peralihan antara daratan dan lautan yang kaya akan sumber daya potensial, serta mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks. Menjadi penting untuk melihat taraf kesejahteraan social masyarakat tersebut, karena kesejahteraan sosial yang meliputi bidang ekonomi, penddidikan, kesehatan, serta cara interaksi mereka dengan masyarakat sekitar bisa dijadikan gambaran keberhasilan kerja mereka.

Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi permasalahan yang akan diteliti ini pada bagaiman etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat pesisir pantai Cituis dan keterkaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan social.

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana etos kerja masyarakat pesisir di Pantai Cituis?

2. Bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis tersebut dengan Peningkatan Kesejahteraan mereka?

D. Tujuan Penelitian

(21)

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat pesisir Pantai Cituis.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis tersebut dengan Peningkatan Kesejahteraan mereka?

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan, baik bagi para pembacanya maupun bagi para praktisi pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu social. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi

universitas yang membidangi ilmu social, khususnya jurusan pengembangan masyarakat, dalam rangka menciptakan program pendidikan, kurikulum, serta network untuk pendidikan.

(22)

F. Tinjauan Pustaka

Sebelumnya pernah ada penulis yang melakukan penelitian serupa dengan judul penelitian “Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama Dalam Meningkatkan kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang”, yang dilakukan oleh Gatot Subroto. Dalam pembahasan tersebut penelitinya lebih mengarah kepada pengkajian tentang pengetahuan agama masyarakat pemulung serta perjuangan pemulung dalam bekerja keras untuk memperoleh perbaikan ekonomi.18

Dan penelitian dari Asis Muslimin, Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta. Dengan judul penelitian “Hubungan Antara Etos Kerja dengan Ketaatan Terhadap Protan K3 Pada Profesi Perawat”. Dalam kajiannya skripsi tersebut lebih mengarah kepada pengkajian etos kerja perawat dalam menjalankan tugasnya yang diatur oleh suatu mekanisme yang ditetapkan untuk kelancaran dan keefektifan kerja ayang kemudian mekanismenya disebut Protan atau Prosedur Tetap yang mengatur urutan-urutan kerja baik dalam tindakan medik ataupun tindakan non medik.19

Serta penelitian yang dilakukan oleh Puri Rahayu, Fakultas Psikologi Universitas Muhamadiyah Surakarta, yang berjudul “Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan dengan Etos Kerja”. Dalam penelitiannya ia mengkaji pemahaman perusahaan dan karyawan tentang karakteristik pekerjaan yang harus dikuasai dengan benar oleh suatu perusahaan bila ingin dikatakan berhasil. Perbedaan etos kerja disebabkan oleh perbedaan karakteristik pekerjaan.

18

Skripsi Gatot Subroto, Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang.

19

(23)

Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih berarti, dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan.20

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan ini meneliti tentang hubungan etos kerja masyarakat pesisir dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka. Adapun output yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah mengetahui bagaimana etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis serta keterkaitannya dengan upaya peningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

G. Sistematika Penulisan

Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab dirinci dalam beberapa sub bab sebagai berikut:

BAB IPendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis, yang meliputi pengertian etos kerja, terbentuknya etos kerja Islami, indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi, factor-faktor yang mempengaruhi etos kerja, karakteristik etos kerja dalam Islam, pengertian masyarakat pesisir, karakteristik masyarakat pesisir, gaya hidup masyarakat pesisir, strategi pemberdayaan nelayan, pengertian kesejahteraan sosial, kesejahteraan sosial dalam pembangunan, focus

20

(24)

pembangunan kesejahteraan social, pengertian pengembangan masyarakat dan model-model pengembangan masyarakat.

BAB III Metodelogi Penelitian, yang meliputi pendekatan dan desain penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sample, variable penelitian, devinisi operasional dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, uji validitas, uji realibilitas, dan teknik analisis data.

BAB IV Temuan dan Hasil, meliputi gambaran umum desa Surya Bahari, batas wilayah, kependudukan, deskrifsi data responden, deskrifsi etos kerja masyarakat pesisir pantai cituis, deskripsi kesejahteraan masyarakat pesisir pantai cituis, analisis hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan.

(25)

TINJAUAN TEORITIS

A. Etos Kerja

1. Pengertian Etos Kerja

a. Pengertian Etos

Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta system nilai yang diyakininya.1

Menurut Nurcholis Madjid, etos berasal dari bahasa Yunani (ethos), artinya watak atau karakter. Secara etos adalah karater dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tantang seorang individu atau sekelompok manusia.2

Sedangkan menerut Geertz, etos suatu bangsa adalah sifat, watak, kualitas kehidupan mereka, moral, gaya, estetis, dan suasana-suasana hati mereka. Etos adalah sikap mendasar terhadap diri mereka dan terhadap dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupan.3

Berdasarkan definisi etos diatas, maka peneliti mendefinisikan etos sebagi sikap atau pola prilaku seseorang terhadap sesuatu.

1

K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.15.

2

Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004), h. 26.

3

Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), h.102.

(26)

b. Pengertian Kerja

Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian.4

Dalam buku Membudayakan Etos Kerja Islami, makna bekerja bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan mengerahkan seluruh asset, pikir, dan zkirnya untuk mengaktualisasikan atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga kita katakana bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan dirinya.5

Berdasarkan defini kerja diatas, maka peneliti mendefinisikan kerja sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan tenaga, pikiran, dan kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan.

c. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri-ciri atau sifat-sifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok manusia atau suatu bangsa.6

4

Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.266.

5

K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.25.

6

(27)

Sedangkan dalam buku Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, etos kerja pada hakikatnya dibentuk dan dipengaruhi oleh system nilai-nilai yang dianut oleh seseorang dalam bekerja, yang kemudian membentuk semangat yang membedakannya, antara yang satu dan yang lainnya.7

Dengan demikian etos kerja Islam merupakan refleksi pribadi seorang khalifah yang bekerja dengan bertumpu pada kemampuan konseptual yang dimilikinya, bersifat kreatif dan inovatif.8

Sedangkan etos kerja nelayan sendiri diartikan sebagai sifat, nilai, semangat, atau sikap nelayan terhadap pekerjaan mereka.9

Berdasarkan definisi etos kerja diatas, maka peneliti mendefinisikan etos kerja sebagi suatu sikap atau cara kerja seseorang dalam mencapai tujuannya.

2. Terbentuknya Etos Kerja Islami

Manusia bukan entitas homogen, melainkan suatu realitas heterogen yang tidak jarang merupakan carut-marut yang tak teratur. Menurut Hanna Djumhana Bastaman (seorang psikolog yang serius mengkaji keterkaitan psikologi dengan Islam) ciri manusia antara lain, ia merupakan kesatuan dari empat dimensi, yakni: fisik-biologis, mental-psikis, sosio-kultural, dan spiritual. Sehingga untuk memahami tingkah

7

Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2005), h.35.

8

Ibid, h.35.

9

(28)

laku seseorang perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan, harapan dan aspirasinya.10

Sehingga penelitian dan pembahasan cara terbentuknya etos kerja manusia tidak boleh tidak boleh mengabaikan kenyataan-kenyataan seperti tersebut diatas. Salah satu karakteristik yang melekat pada etos kerja manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya terhadap kerja. Dikarenakan latar belakang keyakinan dan motivasi berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja yang tidak bersangkut paut dengan agama (non agama) dengan sendirinya mengandung perbedaan dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam hal ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya bukan sesuatu yang mudah. Sebab, realitas kehidupan manusia bersifat dinamis, majemuk, berubah-ubah, dan antara satu dengan lainnya punya latar belakang, kondisi social dan lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial-ekonomi seseorang dalam hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. Disamping terpengaruh oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik, lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan, ternyata etos kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor intern bersifat psikis yang begitu dinamis dan sebagian diantaranya merupakan dorongan alamiah seperti

basic needs dengan berbagai hambatannya. Ringkasnya, etos kerja seseorang tidak terentuk oleh hanya satu dua variable. Proses terbentuknya etos kerja (termasuk etos kerja islami), seiring dengan kompleksitas

10

(29)

manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktor-faktor yang banyak: fisik biologis, mental-psikis, sosio-kultural dan mungkin spiritual transendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta dinamis.11

Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencari Tuhan. Ia berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan kerjanya sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal, datangnya dari luar seperti factor fisik, lingkungan alam, pergaulan, budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Serta kesehatan pun memainkan peranan amat penting.12

3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi

Indikasi-indikasi etos kerja yang terefleksi dari pendapat-pendapat para ahli yang dikemukakan berdasarkan konteks daerah, isme, atau Negara-negara tertentu, namun secara universal kiranya cukup menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari

11

Ibid, h.30-31.

12

(30)

kualitas diri, diwujudkan berdaasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Adapun indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat:13

1) Aktif dan suka bekerja keras 2) Bersemangat dan hemat 3) Tekun dan professional 4) Efisien dan kreatif

5) Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab 6) Mandiri

7) Rasional serta mempunyai visi yang jauh kedepan

8) Percaya diri namun mampu bekerjasama dengan orang lain 9) Sederhana, tabah dan ulet

10) Sehat jasmani dan rohani14

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja

Factor-faktor yang potensial mempengaruhi proses terbentuknya etos kerja selain banyak, tidak jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka, tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dapat

13

(31)

ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu social. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang berlokasi didaerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya Negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas, menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah. David C. McCelland menyatakan teori ini mengandung banyak kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa negara-negara yang iklimnya relative tidak berbeda, ternyata pertumbuhan ekonominya berbeda. Kalau dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form, mungkin mengandung kebenaran maskipun tidak seluruhnya. Apa yang dikemukakan McCellend juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang melatarbelakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak terbatas pada hanya satu, dua, atau tiga factor. Demikian pula berkenaan dengan teori-teori lain yang menonjolkan factor ras, penyebaran budaya, dan sebagainya. Masing-masing tidak ada yang menjadi factor satu-satunya penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja.15

Manusia memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa suka, benci, marah, gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia juga

15

(32)

mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau tempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara langsung atau tidak. Sebagai missal rasa benci yang terdapat pada seorang pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada semangat, konszentrasi, dan stabilitas kerja orang bersangkutan. Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan sosio kultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja. Orang yang bekerja sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang bekerja diluar bidang dan kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing.16

Disamping itu faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam, iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu,. Sedangkan dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui batas-batas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi ini kerja dipandang sebagai ibadah. Jalaludin secara lebih tegas mengemukakan agama dapat menjadi sumber motivasi kerja, karena didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah. Etos kerja terpancar dari sikap hidup mendasar manusia terhadap kerja. Konsekuensinya pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya sikap itu. Nilai-nilai transenden akan menjadi landasan bagi

16

(33)

berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu factor yang efektif membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas pendidikan dan kemampuan semata. Faktor-faktor yang berhubungan dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari keyakinan dan keimanan ikut menentukan pula. Oleh karena itu, agama (Islam) jelas dapat menjadi sumber nilai dan sumber motivasi yang mendasari aktivitas hidup, termasuk etos kerja pemeluknya.17

5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam

a) Kerja Merupakan Penjabaran Aqidah

Ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar yang menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud. Maka etoskerja dalam Islam merupakan pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa kerja berkaitan dengan tujuan mencari ridha Allah, yakni dalam rangka ibadah. Dan bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh ridha Allah, seorang hamba harus melakukan amal saleh yang dikerjakan dengan ikhlas hanya karena Dia, yakni dengan memurnikan tauhid. Definisi ibadah mencakup perkataan dan perbuatan apa saja yang disukai dan di ridhai oleh Allah SWT baik yang bersifat lahir maupun batin. Yang bersifat lahir atau nampak misalnya pengamalan rukun Islam, berbicara benar, menunaikan amanah, dan silaturahmi. Adapun yang bersifat batin seperti ikhlas, sabar, bersyukur tawakal berusaha mencintai keadilan dan

17

(34)

kebenaran, dan kegiatan-kegiatan batin lain yang disukai dan mendapat ridha Allah. Maka kerja dan perbuatan positif yang (pada mulanya) bernilai sekuler dan bersifat duniawi belaka dapat berubah menjadi bernilai ibadah seperti kegiatan dibidang pertanian, bisnis, pekerjaan rumah tangga, dan olah raga yang dilakukan secara baik-baik, dengan syarat didasari niat, motivasi, atau komitmen ibadah.18

b) Kerja Dilandasi Ilmu

Tanpa iman kerja hanya dapat berorientasi pada pengejaran materi. Kemungkinan besar hal itu akan melahirkan keserakahan, sikap terlalu mementingkan diri sendiri, merugikan diri sendiri dan orang lain. Kerja tanpa iman dapat mendorong prilaku manusia tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan dan melahirkan alienated man. Oleh karena itu, tanpa ilmu iman mudah menjadi salah arah dan tergelincir, karena dilandasi pemahaman yang tidak proporsional. Keadaan begitu akan mengakibatkan keyakinan dan sikap keliru pada orang yang bersangkutan. Jadi iman, ilmu dan kerja dalam rangka mewujudkan amal ibadah, ternyata masing-masing memegang memainkan peranan urgen bagi yang lain. Keistimewaan sekaligus kelebihan manusia terutama bertolak dari akal yang dianugrahkan Tuhan kepadanya. Dan karena mempunyai akallah, manusia berhasil menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mencapai kebudayaan dan peradaban tinggi. Karenanya, manusia juga dapat

18

(35)

mengatur dan memanfaatkan alam sekitar bagi kesejahteraannya baik untuk masa kini maupun mendatang.19

c) Kerja Dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi Serta Mengikuti

Petunjuk-petunjukNya

Kalau dikaji lebih jauh, memang banyak sifat-sifat manusia yang mempunyai nama, sebutan, bahkan indikasi yang serupa dengan al-Asma’ ul-Husna dan sifat-sifat Allah. Namun demikian, tentu saja dalam bentuk serta kualitas yang sangat jauh berbeda karena tidak ada satupun yang bisa menyerupaiNya. Namun dari meneladani sifat-sifat Ilahi dapat digali sikap kerja aktif, kreatif, tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu pengetahuan dan teknologi, visioner, berusaha efektif dan efisien, percaya diri, dan mandiri. Allah menunjuk betapa Dia memiliki sifat Maha sempurna dalam bekerja. Maka, manusia juga dapat mengembangkan aktivitas dan prestasinya sampai tingkat tinggi menurut ukuran manusiawi, kalau dia berusaha sungguh-sungguh. Manusia punya potensi untuk mengembangkan karakteristik etos kerja tinggi seperti aktif, berencana, efisien, efektif, disiplin, professional, ilmiah, kritis konstruktif, dan indikasi-indikasi etos kerja tinggi lainnya. Allah Maha Kuasa (al-Malik) dengan kekuasaan tak terbatas dan Maha Pengatur (al-Mudabbir), manusia juga punya potensi untuk menguasai memimpin, dan mengembangkan manajemen di bidang usaha, politik, sosial, dan lain-lain.20

19

Ibid, h. 112-113.

20

(36)

B. Masyarakat Pesisir

1. Pengertian Masyarakat Pesisir

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan: pergaulan hidup manusia; sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu, orang banyak; khlayak ramai.21

Sedangkan pesisir diartikan sebagai tanah dasar berpasir dipantai ditepi laut.22

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritime misalnya galangan kapal, dan

coastal and engineering.23

Berdasarkan definisi masyarakat pesisir diatas, maka peneliti mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan orang yang bertempat tinggal di tepi pantai dan bermatapencaharian dari sumber daya laut dan pantai tersebut.

21

Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.336.

22

Ibid, h.384.

23

(37)

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam atau jasa-jasa lingkungan pesisir laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau pekerja pertambangan di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and ocean engineering. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan mereka. Menurut Fachrudin (I997) bahwa masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dari latar belakang budaya mereka. Sifat dan karakteristik nelayan berbeda dengan pedagang. Nelayan memiliki dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan, musim dan pasar, sehingga kehidupannya tidak menentu.24

Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama dari segi penguasaan alat-alat produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang lain). Struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan pemilik (alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi. Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan

24

(38)

besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam usaha perikanan relative banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan modern dan nelayan traditional. .25

Yang dimaksud nelayan tradisional adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang relatif sederhana.26

Jumlah nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan nelayan tradisional. Perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan social-ekonomi. Baik nelayan besar atau nelayan modern maupun nelayan kecil atau nelayan traditional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial ekonomi yang relatif sama, dengan orientasi usaha dan prilaku yang berbeda-beda.27

3. Gaya Hidup Nelayan

Dalam konteks ini, ada tiga jenis capital yang berpengaruh besar terhadap penentuan kualitas status social seorang nelayan, yaitu:28

1) Kapital Politik

25

Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.1-4.

26

Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h.31.

27

Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKiS, 2006), h.1-4.

28

(39)

Kapital politik berkaitan dengan pemilikan akses kekuasaan oleh seseorang terhadap pusat-pusat kebijakan local, seperti ditingkat desa dan kecamatan. Misalnya, eksistensi seseorang senantiasa diperhitungkan aspirasi dan pemikiran dalam penentuan kebijakan politik local atau ia bisa mempengaruhi perubahan kebijakan pembangunan setempat.29

2) Kapital Ekonomi

Kapital ekonomiberhubungan dengan pemilikan usaha ekonomi yang berskala besar dan beragam, misalnya memiliki beberapa perahu, usaha pengolahan hasil tangkap, rumah yang bagus, mobil, emas yang berat, ternak yang banyak, dan memiliki tanah persawahan-tegal yang luas.30

3) Kapital Budaya

Kapital budaya berkaitan dengan pemilikan simbol-simbol kesalehan beragama, misalnya sudah menunaikan haji, suka beramal atau dermawan, memiliki kepedulian besar terhadap berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat, dan bergaya hidup yang lebih dari kebiasaan lokal.31

29

Ibid, h.107.

30

Ibid, h.107.

31

(40)

4. Strategi Pemberdayaan Nelayan

Dalam rangka memperbaiki taraf hidup dan memberi peluang kepada nelayan tradisional agar dapat melakukan mobilitas vertikal, paling tidak ada dua jalan yang bisa ditempuh, yaitu:32

1) Adalah dengan cara mendorong pergeseran status nelayan tradisional menjadi nelayan modern.

2) Dengan cara tetap membiarkan nelayan tradisional dalam status tradisional, tetapi memfasilitasi mereka agar lebih berdaya dan memiliki kemampuan penyangga ekonomi keluarga yang kenyal terhadap tekanan krisis.

Pilihan manapun yang diambil yang jelas, pertimbangan utama yang semestinya dijadikan dasar pengambilan keputusan adalah kepentingan dan nasib nelayan tradisional itu sendiri sebagai subjek pembangunan. Berikut ini, beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan program pemberantasan kemiskinan struktural nelayan tradisional adalah:33

1) Pemberdayaan nelayan tradisional seyogyanya mempertimbangkan, dan bahkan lurus bertumpu pada keberadaan pranata sosial-budaya di masing-masing komunitas local nelayan tradisional.34

32

Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005), h.72.

33

Ibid, h.72.

34

(41)

2) Apapun bantuan yang diberikan kepada kelompok nelayan tradisional seyogyanya tidak berorientasi pada kepentingan jangka pendek, sekedar menekankan pada kepentingan efisiensi pengambilan dana. Padahal semestinya, harus lebih berorientasi pada pemupukan investasi social yang berjangka panjang dan bersifat strategis.35

3) Mencoba memberdayakan dan meningkatkan kadar kekenyalan, serta sekaligus mengurangi kadar kerentanan nelayan tradisional yang miskin dengan cara mendorong terjadinya proses deversifikasi hasil tangkapan dan deversifikasi usaha non-perikanan.36

4) Berusaha mengurangi kadar kerentanan keluarga nelayan tradisional dengan cara meningkatkan daya tahan dan nilai tawar dari produk yang mereka hasilkan.37

5) Pemberdayan perempuan dan lansia untuk mendukung proses penguatan penyangga ekonomi keluarga nelayan tradisional.38

6) Bagaimana memutus mata rantai eksploitasi yang selama ini merugikan posisi nelayan tradisional. Caranya tidak semata-mata mengandalkan kebijakan regulatif dan pemerintah atau pemerintah daerah, tetapi yang utama harus bertumpu pada pemberdayaan

35

(42)

komunitas nelayan tradisional itu sendiri sebagai sebuah kelompok sosial.39

7) Perlu disadari bahwa yang namanya nelayan atau komunitas desa pantai sebetulnya bukanlah kelompok yang homogen. Buruh nelayan dan nelayan tradisional umumnya adalah golongan masyarakat pesisir yang berada pada lapisan sosial paling bawah, yang dalam banyak hal ini memiliki kadar kerentanan, ketidakberdayaan, kelemahan jasmani, kemiskinan, dan keterisolasian yang lebih parah dibandingkan nelayan modern. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah spesifikasi program, terutama program yang bertujuan untuk memberdayakan nelayan tradisional.40

8) Sebagai tindak lanjut dari program perlindungan dan pemberdayaan keluarga nelayan tradisional melaui program pengembangan diversifikasi usaha, tahap berikutnya yang tak kalah penting untuk dikembangkan di lingkungan komunitas pesisir adalah bagaimana mendorong nelayan tradisional agar dapat lebih produktif, efisien, dan lebih mampu berkompetisi di sector perikanan atau sector non-perikanan yang ditekuninya.41

39

Ibid, h. 77.

40

Ibid, h.78.

41

(43)

C. Kesejahteraan Sosial

1. Pengertian Kesejahteraan

Menurut Midgley Kesejahteraan Sosial memiliki arti mulia dengan merujuk lebih luas pada keadaan yang baik, bahagia, dan kemakmuran.42

Kesejahteraan sosial dapat didefinisikan sebagai sesuatu kondisi kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan standar kelayakan hidup dipersepsi masyarakat.43

PBB memberikan batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan masyarakat. Definisi ini menekankan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintahan maupun swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas hidup individu, kelompok dan masyarakat.44

Kesejahteraan sosial dapat diperoleh dengan berbagai cara. Midgley (1997) mengulas beberapa usaha yang dilakukan masyarakat guna mencapai taraf kesejahteraan, antara lain pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan

42

Jmes Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: DITPERTA Depag RI, 2005), h.18.

43

Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h.32.

44

(44)

dan penciptaan kebijakan-kebijakan social yang memberi jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat.45

Secara umum, istilah kesejahteraan social sering diartikan sebagai kondisi sejahtera (konsepsi utama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan.46

Berdasarkan pada definisi kesejahteraan diatas, maka peneliti mendefinisikan kesejahteraan social sebagai suatu kondisi dimana masyarakat merasa aman dan makmur serta terlepas dari gangguan, ancaman, dan berbagai kesukaran.

2. Kesejahteraan Sosial dalam Pembangunan Sosial

Kesejahteraan social dalam arti yang sangat luas mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik. Taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi kehidupan spiritual. Bila mengutip dari apa yang dikemukakan oleh Adi bahwa kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa, sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu: 47

1) Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi)

45

Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h.33.

46

Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakya, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2005), h.3.

47

(45)

Sebagai suatu kondisi kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok keseahteraan sosial, pasal 2 ayat 1:48

”Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan social materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila”49

2) Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu

Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat, baik dilevel mikro, mezzo maupun makro.50

3) Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan

Kesejahteraan sosial dikatakan seagai sutu kegiatan karena kesejahteraan social merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu

48

Ibid h. 41.

49

Ibid, h.41.

50

(46)

ataupun kelompok agar mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan.51

4) Kesejahteraan social sebagai suatu gerakan

Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan social sudah menyebar luas hampir keseluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan tersendiri yang bertujuan memberi tahukan kepada dunia bahwa masalah kesejahteraan social merupakan hal yang perlu diperhatikan. Secara seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh karena itu munculah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi local, regional, maupun internasional yang berusaha mengenai isu kesejahteraan sosial ini.52

3. Konsep Kesejahteraan Sosial

Konsep ini memiliki aspek subjektif juga objektif, ia juga dapat didefinisikan baik dengan istilah kualitatif deskriptif atau menggunakan ukuran-ukuran empiris. Para pakar ilmu sosial yang telah mencoba untuk mengembangkan ukuran-ukuran kuantitatif dalam kesejahteraan social dalam usaha memahami konsep ini dalam berbagai teknik. Satu teknik membandingkan indikasi kunci juga statistic dilakukan untuk mengukur kondisi social. Ukuran statistic ini diketahui sebagai indikator karena sumbangannya dalam memberikan indikator tentang kondisi social pada

51

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2003), h.45

52

(47)

suatu masyarakat. Contoh yang sering kali digunakan adalah tingkat pengangguran, angka kematian bayi, angka kriminalitas, tingkat buta huruf, dan angka statistic tentang ekspekatsi hidup, pendaftaran murid pada sekolah, kemiskinan dan kondisi social yang lain. Tingginya angka kriminalitas, pengangguran, kemiskinan dan masalah serupa mnjadi indikasi rendahnya tingkat kesejahteraan sosial. Sebaliknya, masyarakat yang memiliki angka pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas yang rendah, serta angka ekpektansi hidup dan tingginya orang yang dapat membaca dikatakan memiliki taraf kesejahteraan social yang tinggi.

Kondisi kesejahteraan sosial diciptakan atas kompromi tiga elemen. Pertama,sejauh mana masalah-masalah social ini diatur. Kedua,

sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi dan ketiga, sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat ditingkatkan.53

D. Pengembangan Masyarakat

1. Pengertian Pengembangan Masyarakat

Menurut asal katanya, pengembangan masyarakat terdiri dari dua konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.54

Sedangkan pengertian masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat

53

Jmes Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: DITPERTA Depag RI, 2005), h.18-21.

54

(48)

mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas.55

Pengembangan masyarakat adalah usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan terorganisasi, berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya. Manusia didorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil inisitiatif dan mampu berdiri sendiri.56

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengembangan masyarakat adalah usaha atau cara untuk mengembangkan sekumpulan orang-orang yang hidup dalam suatu tempat tertentu dengan cara membantu mendorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil inisiatif dan mampu berdiri sendiri.

2. Model-model Pengembangan Masyarakat

Ada tiga model pengembangan masyarakat :

a. Pengembangan Masyarakt Lokal

Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri. Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang

55

Nasrul Effendi, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi Kedua (Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran), h.16

56

(49)

bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki potensi, hanya potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan.57

Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi pada ”tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal, meningkatkan strategi kemandirian, peningkatan informasi, komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottom-up

ini.58

b. Perencanaan Sosial

Perencanaan sosial disini menunjuk pada proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk (rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi, kekurangan gizi), dll. Berbeda dengan pengembangan masyarakat lokal, perencanaan sosial lebih berorientasi pada ”tujuan tugas” (task

57

Edi Suharto, Membangun Masyarakat memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h.42-45

58

(50)

goal). Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompok-kelompok yang kurang beruntung (disavantaged groups) atau kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat, janda, yatim piatu, wanita tuna sosial. Pekerja sosial berperan sebagai perencana sosial yang memandang mereka sebagai ”konsumen” atau ”penerima pelayanan” (beneficiaries). Keterlibatan para penerima pelayanan dalam proses pembuatan kebijakan, penentuan tujuan, dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas, karena pengambilan keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga formal, semisal lembaga lembaga kesejahteraan sosial pemerintah (Depsos) atau swasta (LSM). Para perencana sosial dipandang sebagai ahli (expert) dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan kebutuhan masyarakat serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan.59

c. Aksi Sosial

Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber (distribution of resources) dan pengambilan keputusan (distribution of decision making). Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi ”korban” ketidakadilan struktur. Mereka miskin karena kemiskinan, mereka lemah karena sistem dilemahkan, dan tidak berdaya karena

59

(51)

tidak diberdayakan, oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai sumber-sumber ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Aksi sosial berorientasi baik pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakay diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan dan tindakan-tindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih memenuhi prinsip demokrai, kemerataan (equality) dan keadilan (equity).60

60

(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)

TEMUAN DAN ANALISIS

A. Gambaran Umum Desa Surya Bahari

1. Nama wilayah : Desa Surya Bahari 2. Kecamatan : Pakuhaji

3. Kabupaten : Tangerang 4. Luas wilayah : 272 Ha 5. Batas wilayah :

• Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa

• Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukawali

• Sebelah barat berbatasan dengan Laut Karang Serang

• Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Buaran Mangga 6. Kependudukan

• Jumlah Dusun : 6

• Jumlah RT : 13

• Jumlah Penduduk : 6.968

• Terdiri dari : Laki-laki 3.479

Perempuan 3.483

• Jumlah Kepala Keluarga : 1.951

Laki-laki 1.667 Perempuan 284

(74)

7. Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Tabel 1.

Klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur

Sumber: Diolah berdasarkan data kependudukan Kelurahan Desa Surya Bahari tahun 2010.

Usia Jumlah

0-4 425

5-9 517

10-14 623

15-19 875

20-24 691

25-29 544

30-34 405

35-39 503

40-44 402

45-49 503

50-54 201

55-59 425

60-64 375

65-69 378

70- 95

Jumlah 6962

(75)

yaitu usia 15-60 tahun.1 Sehingga dapat diketahui bahwa 70,7% penduduk desa Surya Bahari ada pada usia produktif.

8. Klasifikasi penduduk berdasarkan agama Tabel 2.

Klasifikasi penduduk berdasarkan agama

No Agama Jumlah

1 Islam 6.951

2 Kristen 2

3 Katolik -

4 Budha 5

5 Hindu -

Sumber: Diolah berdasarkan data kependudukan Kelurahan Desa Surya Bahari tahun 2010.

Dari table klasifikasi penduduk berdasarkan agama ini dapat diketahui bahwa 99,89% penduduk Surya Bahari beragama Islam. Dan dalam konteks ini konteks agama islam menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk suatu etos kerja produktif dan mandiri.

1

(76)

9. Lapangan Kerja Penduduk

Dari sejumlah penduduk tersebut, angkatan kerja sebanyak 2.683 orang, dengan lapangan pekerjaan sebagai berikut :

Table 3.

Lapangan kerja penduduk Desa Surya Bahari

No. Jenis Pekerjaan Jumlah

1. Petani 45

2. Petani penggarap/penyekap 100

3. Buruh tani 75

4. Nelayan 1750

5. Pedagang 300

6. Industri rakyat 100

7. Buruh industri 45

8. Pertukangan 16

9. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 8

10. ABRI -

11. Pensiun PNS 1

12. Purnawirawan ABRI -

13. Perangkat Desa 18

14. Pengamgguran 150

15. Pengangguran tak kentara 75

(77)

Mayoritas penduduk di Desa Surya Bahari bekerja di sector non formal yaitu sebagai nelayan, yang artinya perekonomian di Desa Surya Bahari ditopang oleh sector perikanan.

B. Deskrifsi Data Responden Penelitian

1. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tabel 4.

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

No Jenjang Pendidikan Frekuensi

1 > SD 5 orang

2 SD 38 orang

3 SLTP 17 orang

4 SLTA 7 orang

Sumber : berdasarkan data hasil penelitian

Dari table karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat diketahui bahwa 56,7 % berada pada pendidikan yang terbilang rendah yang hanya menempuh hingga jenjang pendidikan dasar. Hal ini yang memungkinkan penduduk mayoritas bekerja di sector non formal.

2. Karakteristik responden berdasarkan penghasilan Tabel 5.

Karakteristik responden berdasarkan penghasilan

Sumber: berdasarkan data hasil penelitian

No. Skala Penghasilan Frekuensi 1. 10.000 – 50.000 26 orang

Gambar

Tabel 1 Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur …… 57
Gambaran Umum Desa Surya Bahari
Tabel 1.  Klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur
Tabel 2.  Klasifikasi penduduk berdasarkan agama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, obat-obatan perlu dilakukan kontrol kualitas secara rutin yang melibatkan analisis kimia dan mikrobiologi untuk memastikan bahwa obat-obatan

Jenis ikan laut dianalisis adalah ikan kembung (Rastrelliger faughni ) ikan tongkol (Acanthocybium solandri), ikan tengiri (Authis thazard) dan ikan air tawar adalah ikan

Sumber: http://melileanetwork.wordpress.com/category/02-susu-kedelai-organic/ Dalam hal ini terkait dengan kelebihan susu kedelai yang memiliki kandungan – kandungan yang kaya

Sehingga berdasarkan pengertian-pengertian yang telah disajikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan bahwa konstitusi merupakan seperangkat kaidah-kaidah dalam rangka

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa agar proses ekstraksi tekstur dapat menghasilkan bentuk tekstur citra yang mudah diidentifikasi, sangat bergantung

Tulisan yang berjudul Analisis Dampak Migrasi Sirkuler Terhadap Pembangunan Ekonomi Perdesaan (Studi kasus pada rumahtangga sektor informal perdagangan di dua kecamatan

Pada periode triwulan IV-2007, perekonomian di Zona Padang tumbuh lebih ekspansif daripada triwulan sebelumnya. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan PDRB Zona Padang pada