• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik distribusi harta zakat di Selangor (suatu kajian penerapan Enakmen zakat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktik distribusi harta zakat di Selangor (suatu kajian penerapan Enakmen zakat)"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

OLEH

AZIDAH BINTI AHMAD ZAKI NIM: 109045200034

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Islam (S.Sy)

Oleh

Azidah binti Ahmad Zaki NIM: 109045200034

Di Bawah Bimbingan

Dr. Asep Saepudin Jahar MA NIP:

196912161996031001

KONSENTRASI SIYASAH SYAR’IYYAH PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(3)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperloleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta: 9 Maret 2011 M 4 Rabiul Tsani 1432 H

(4)
(5)

ii

Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah, Ibu Sri Hidayati M.Ag yang banyak membantu penulis dalam pengurusan akademik.

3. Dr. Asep Saepudin Jahar MA., selaku pembimbing yang sabar memberikan petunjuk ke arah perfeksi penulisan, meluang waktu dan banyak memberi masukan kepada penulis hingga tuntasnya skripsi ini.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan seluruh dosen serta semua staf di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta umumnya yang membantu penulis dalam setiap pengurusan hingga berhasil menyelesaikan penulisan ini.

5. Seluruh dosen Kolej Darul Quran Islamiyah yang tidak jemu memberi ilmu kepada penulis sebagai anak didik mereka dan semua staf di Kolej Darul Quran Islamiyah yang sering memberi tunjuk ajar secara langsung atau tidak langsung.

(6)

iii

serta seluruh staf Kedutaan Besar Malaysia di Indonesia atas pengawasan dan kebajikan yang diberikan.

8. Teristimewa buat Abi dan Ummi tercinta, Ahmad Zaki bin Arsad dan Hamidah binti Ismail, serta adik-adik yang disayangi, Bangah, Benbaz, Deklah dan Bashir yang tidak jemu memberi semangat dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan sempurna.

Barakallahhu Fikum Daiman Abadaa.

9. Mama Khalidah Amnah, Baba Abdul Kashaf, Ashraf Al-Fahmi, kakak Afeena, adik Ilham, adik Aiman, adik Nuha, Aunt Za juga saudara-mara penulis yang sering mendoakan kejayaan penulis dan sokongan moral yang diberikan hingga masa ini tidak penulis lupakan.

(7)

iv

Akhir kalam, Barakallahhu Fikum Daiman Abadaa Wa Jazakumullahhu Khairal Jaza dan semoga skripsi ini dapat memberikan masukan yang positif kepada pembaca sekalian, segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis hanya Allah yang selayaknya membalas. Dalam penulisan ini tentu tidak luput dari kekhilafan dan kesalahan, karenanya kritikan dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan dan akan diterima dengan baik.

Jakarta: 10 Maret 2011 M 5 Rabiul Tsani 1432 H

(8)

vii

TABLE 4.1 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin Tahun 2008 ... 71

TABLE 4.2 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin Tahun 2009 ... 72

TABLE 4.3 Pendistribusian Zakat Mengikut Asnaf (2008&2009) ... 80

TABLE 4.4 Pendistribusian Zakat Mengikut Program (2008&2009)... 80

TABLE 4.5 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin (2008&2009) ... 81

TABLE 4.6 Jumlah Pengumpulan Zakat Negeri Selangor Tahun (1995-2009) .. 98

TABLE 4.7 Jumlah Distribusi Zakat Selangor Tahun (1994-2009) ... 99

TABLE 4.8 Analisa Pengumpulan Zakat Perniagaan Antara Negeri-negeri di Malaysia (2006&2005) ... 100

TABLE 4.9 Analisa Pengumpulan Lain-lain Harta Zakat Antara Negeri-negeri di Malaysia (2006&2005) ... 101

[image:8.612.115.517.118.519.2]
(9)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABLE ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Tinjauan Kepustakaan ... 8

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II PENDISTRIBUSIAN ZAKAT MENURUT FIKIH A. Garis Panduan Agama Dalam Pendistribusian Zakat ... 13

B. Pendistribusian Zakat ... 17

C. Pola Penyaluran Zakat ... 24

D. Sejarah Pengelolaan Zakat ... 27

BAB III PENGELOLAAN ZAKAT DI MALAYSIA A. Pengelolaan Zakat di Malaysia ... 33

(10)

vi

A. Pengertian Umum Tentang Manajemen ... 57

B. Pengelolaan Pendistribusian Zakat di Selangor ... 59

C. Pendistribusian Terhadap Asnaf ... 61

D. Problematika Pendistribusian Zakat Selangor ... 82

E. Analisa Pendistribusian Zakat Oleh Lembaga Zakat Selangor ... 86

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran-saran ... 93 DAFTAR PUSTAKA

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat menurut bahasa berarti “berkembang”, “berkah”, “bertambahnya

kebaikan”, dan terkadang diartikan “menyucikan” seperti firman Allah SWT

dalam surah asy-Syams ayat 9, artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang

menyucikannya (jiwa itu). Yakni orang yang membersihkan dirinya dari segala

kotoran. Juga dapat diartikan “pujian” seperti firman Allah SWT dalam surah

an-Najm ayat 32, artinya: “Maka janganlah kalian menganggap diri kalian suci”.

Yakni jangan memuji diri kalian. Menurut syara’, zakat adalah sebutan untuk

sesuatu yang dikeluarkan dari kekayaan atau badan dengan cara tertentu atau

ungkapan untuk kadar tertentu yang diambil dari kekayaan tertentu, yang wajib

diberikan kepada golongan tertentu.1

Sebagaimana maklum, zakat adalah rukun Islam yang kelima. Tanpanya

Islam seseorang tidak sempurna. Mengingkari kewajibannya bisa menyebabkan

kekufuran. Ini suatu nilai yang ditegakkan oleh agama Islam sendiri dan

dijunjung tinggi oleh semua umat Islam.

Zakat adalah antara perkara terkait dengan hukum syara’yang telah mendapat

perhatian pihak pemerintah negara dalam penetapan perundang-undangannya.

Adalah tidak tepat untuk mengatakan bahwa urusan zakat itu hanyalah tuntutan

syara’ yang bersifat individu semata, bahkan ia menjadi tanggung jawab

pemerintah dalam pengurusannya. Karena itu pembahasan terkait dengan zakat

1

(12)

tidak hanya dibahas dalam kitab-kitab hukum syara’ tetapi juga menjadi

pembahasan dalam bagian ketatanegaraan sebagai salah satu sumber keuangan

Negara Islam.2 Al-Mawardi misalnya, membincangkan persoalan ini dalam bukunya Al-Ahkam Al-Sultaniyyah bagian kesebelas di bawah judul Fi Wilayah

Al-Sadaqat, yang berarti zakat3.

Zakat adalah instrumen penting dalam sektor ekonomi Islam dan pendorong

kemajuan serta kemakmuran umat Islam di seluruh dunia. Untuk itu, institusi

zakat perlu diatur dan diurus dengan efisien dan sistematik karena sejak sekian

lama zakat menjadi wilayah dan medium terpenting untuk pengaturan ekonomi

dalam masyarakat Islam. Melalui sistem penyebaran zakat yang baik dapat

menjadi alternatif kestabilan ekonomi yang sedang melanda dunia saat ini.

Menurut ulama kontemporer Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Musykilah

Al-Faqr Wakaifa 'Aalajaha Al-Islam, "Islam tidak menempatkan masalah zakat

sebagai urusan perorangan, melainkan sebagai salah satu tugas pemerintahan

Islam. Zakat bukanlah kewajiban individu yang pelaksanaannya bergantung

kepada hati nurani masing-masing orang. Tetapi zakat adalah suatu kewajiban

yang dilaksanakan di bawah pengawasan negara, di mana negaralah yang

mengatur sistem pemungutan dan pendistribusian zakat itu."4

Menurut ajaran Islam, zakat sebaiknya dipungut oleh negara atau lembaga

yang diberi mandat oleh negara dan atas nama pemerintah yang bertindak sebagai

2

Mahmood Zuhdi Hj. Ab. Majid, Kuasa-kuasa dan Kaedah Pentadbiran Zakat di Malaysia,

Jurnal Syariah, Januari 1994.

3

Di dalam al-Quran dan al-Hadis, perkataan zakat kadangkala juga disebut sebagai “sadaqah”.

4

(13)

wakil fakir miskin. Pengelolaan di bawah otoritas badan yang dibentuk oleh

negara akan jauh lebih efektif pelaksanaan fungsi dan dampaknya dalam

membangun kesejahteraan umat yang menjadi tujuan zakat itu sendiri, dibanding

zakat dikumpulkan dan didistribusikan oleh lembaga yang berjalan sendiri-sendiri

dan tidak ada koordinasi satu sama lain.5

Institusi zakat adalah salah satu institusi Islam yang sangat berperan dalam

menyusun dan membangun kekuatan sosio ekonomi ummah. Di Malaysia pada

umumnya hanya terdapat sebuah institusi keuangan dan pemegang harta dalam

Islam yang dinamakan Baitul Mal. Ia meliputi berbagai jenis harta seperti zakat,

harta wakaf, harta khairat (shadaqah), dan kebajikan serta lain lagi. Untuk

memudahkan urusan administrasi, Baitul Mal diberi kewenangan pada setiap

negeri-negeri di Malaysia dan pada dasarnya harta-harta yang terkumpul itu

mempunyai kepentingan masing-masing, baik untuk masyarakat malah untuk

negara. Maksud yang lebih jelas, institusi Baitul Mal ini adalah bagian terpenting

dalam struktur keuangan dan belanjawan (pengelolaan) dalam negara Islam.

Harta-harta yang terkumpul dalam khazanah Baitul Mal merupakan harta negara

yang dimiliki oleh semua rakyat yang tinggal dan menetap di negara tersebut.

Dengan kata lain, Baitul Mal berfungsi sebagai tempat menyimpan harta dalam

sebuah negara untuk faedah dan tujuan umum.6

Berdasarkan Dictionary of Islam yang dipetik dari buku Jurnal

Undang-undang IKIM, definisi Baitul Mal adalah Perbendaharaan Negara yang menerima

5

M. Arifin Purwakananta dan Noor Aflah, Southeast Asia Zakat Movement (Padang: Forum Zakat (FOZ), 2008), h. 36.

6

Institut Kefahaman Islam Malaysia (IKIM), Jurnal Undang-undang, IKIM Law Journal,

(14)

uang yang dikumpul oleh negara Islam dari berbagai sumber keuangan seperti

zakat, ghanimah, harta benda yang tiada pemiliknya serta derma dari

wilayah-wilayah pemerintahan Islam. Ia juga merupakan tempat menyimpan harta orang

Islam dalam sebuah negara dan pemerintah boleh menggunakan harta tersebut

untuk tujuan umum.7

Kesadaran terhadap tanggung jawab membayar zakat dalam masyarakat

Malaysia umumnya semakin meningkat. Pelbagai usaha telah dibuat untuk

memastikan zakat sebagai rukun Islam ke lima dilaksanakan dengan sempurna.

Pendirian institusi zakat yang formal adalah antara usaha yang telah dilakukan

oleh pemerintah Malaysia.8

Di Malaysia, zakat dikelolakan oleh 14 buah negeri (daerah) sesuai dengan

kuasa yang diperuntukkan oleh Perlembagaan Malaysia (konstitusi Malaysia)

yang antara lain menyatakan secara jelas bahwa pengurusan agama Islam yang

berada di bawah kuasa negeri-negeri. Praktek ini sudah sekian lama ada dan telah

menjadi tradisi yang disepakati oleh setiap negeri-negeri. Dengan itu setiap negeri

memiliki sebuah institusi zakat yang diberi otoritas oleh pemerintah atau kerajaan

negeri (pemerintah daerah) untuk mengelola harta zakat negerinya.

Dengan itu telah dibentuk Majlis Agama Islam Negeri (MAIN) bagi setiap

daerah. Maka pengurusan Baitul Mal adalah dibawah tanggung jawab MAIN.

Ada sebagian Majlis Agama Islam Negeri-negeri di Malaysia telah mendirikan

sebuah institusi atau lembaga zakat yang terpisah dan bersifat mandiri dalam

pengurusan harta zakat. Namun, ia masih bertanggungjawab untuk melaporkan

7

Jurnal Undang-undang IKIM, (IKIM), h. 97.

8

(15)

segala aktivitas dan kinerja organisasi ke Majlis Agama Islam. Antara organisasi

yang terbentuk, hanya Lembaga Zakat Selangor dan Pusat Urus Zakat (Pulau

Pinang) yang diberikan wewenang untuk mengelolakan zakat secara sepenuhnya

yaitu mengutip dan mengagihkan zakat.9

Negeri Selangor dengan wewenang yang dinyatakan dalam Enakmen

Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor 2003 telah memprivatisasi

pengurusan institusi zakatnya. Baitul Mal negeri Selangor yang bertanggung

jawab mengelola sumber keuangan masyarakat Islam Selangor telah diswastakan

dengan pendirian Pusat Pungutan Zakat (PPZ) atau Pusat Zakat Selangor (PZS)

pada tahun 1994. Perkara ini berlaku apabila Majlis Agama Islam Selangor

(MAIS), mendaftar Baitul Mal sebagai anak perusahaan di bawah MAIS dengan

nama PPZ atau PZS. Ide privatisasi PPZ/PZS dalam meningkatkan kinerja

pemungutan dan distribusi harta zakat Selangor telah berhasil hingga

menempatkan negeri Selangor di tempat paling atas dalam daftar pemungutan dan

distribusi harta zakat antara semua negeri di Malaysia. Contohnya, pada tahun

2004, PZS berhasil mengumpul dana zakat dengan jumlah RM 108,826,547.05

juta dan jumlah ini meningkat pada tahun 2005 dengan jumlah RM 131,121,829

juta. (Laporan Pengurusan Zakat Selangor 2005). Bersesuaian perubahan waktu,

PPZ/PZS telah dirubah nama kepada Lembaga Zakat Selangor (LZS) pada tahun

2006 bertujuan memberi imej baru dalam pengurusan harta zakat dikarenakan

pengumpulan zakat mencapai jumlah RM100 juta per tahun.

9

(16)

Selangor pada tahun 2003 telah menyatakan sebagai sebuah negeri yang maju

seharusnya seiring dengan pengentasan kemiskinan yang ada dalam masyarakat

negeri Selangor. Namun apa yang berlaku tidak seperti yang dinyatakan karena

isu kemiskinan masih menjadi obrolan utama antara masyarakat terutama media

massa yang akhir-akhir ini sering mengeluarkan isu kemiskinan pada umum.

Mayoritas masyarakat miskin adalah dari orang-orang Islam sendiri. Dan Islam

telah menetapkan bahwa keberadaan zakat adalah untuk menanggulangi masalah

kemiskinan orang-orang Islam. Di sini terlihatnya peran pengelolaan dana zakat

oleh institusi zakat Selangor karena sebagaimana yang diketahui, zakat berperan

dalam membantu meningkatkan taraf hidup asnaf. Hasil pengumpulan yang

banyak diharapakan dapat mengurangi jumlah asnaf fakir dan miskin.

Dari uraian di atas, penulis ingin meneliti sejauh manakah pengumpulan yang

banyak oleh LZS itu dapat meningkatkan kehidupan para asnaf terutama asnaf

fakir dan miskin di Selangor. Bagaimana sistem pengelolaan zakat yang

dilakukan oleh LZS dalam perkara pendistribusian sehingga berhasil membantu

mengeluarkan asnaf dari kelompoknya. Apakah dana zakat yang diberikan

kepada asnaf itu benar-benar membantu asnaf dalam meningkatkan kualitas

kehidupan mereka.

Permasalahan inilah yang akan diangkat dalam judul skripsi, dan penulis

berasa tertarik untuk meneliti dan mengkaji dengan lebih dalam tentang hal-hal

yang terkait dengan pengelolaan dana zakat oleh Lembaga Zakat Selangor dalam

(17)

"Praktek Distribusi Harta Zakat di Selangor (Suatu Kajian Penerapan Enakmen

Zakat)."

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam pembahasan skripsi ini, penulis hanya membatasi permasalahan

tentang konsep dan wewenang pengelolaan zakat di Selangor menurut Enakmen

Pentadbiran Islam Selangor (pelaksanaan pengelolaan Islam Selangor).

Pengurusan Lembaga Zakat Selangor dalam pengumpulan dan pendistribusian

harta zakat perlu diteliti dan dilihat pengaruhnya agar dapat dijelaskan secara

komprehensif. Namun demikian, agar pembahasan lebih terarah maka diperlukan

pembatasan pembahasan, untuk itu rumusan permasalahan yang dapat dirinci

dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana kewenangan Selangor dalam pengelolaan zakat dihubungkan

dengan kerajaan Malaysia?

2. Bagaimana sistem pengelolaan dana zakat oleh Lembaga Zakat Selangor?

3. Bagaimana peran dana zakat Selangor kepada asnaf di Selangor?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dan manfaat yang ingin digapai dalam penelitian ini antaranya adalah:

1. Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menjelaskan bagaimana kerajaan Malaysia memberi kewenangan kepada

negeri-negeri di dalamnya dalam pengelolaan zakat terutamanya Negeri

Selangor.

b. Menjelaskan tentang sistem pengelolaan dana zakat Selangor melalui

(18)

c. Meneliti dan menjelaskan konsep yang digunakan Lembaga Zakat

Selangor untuk membantu asnaf dalam distribusi dana zakat.

2. Manfaat dari penelitian ini antara lain:

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat dalam memahami

bagaimana kewenangan yang diberikan oleh kerajaan Malaysia kepada

negeri-negeri dalamnya khususnya negeri Selangor dalam pengelolaan

harta zakat.

b. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menambahkan pemahaman dan

pandangan masyarakat mengenai Lembaga Zakat Selangor (LZS)

sehingga dapat memanfaatkan perannya agar sesuai dengan misi dan visi

yang dipegang oleh Lembaga Zakat Selangor (LZS).

D. Tinjauan Kepustakaan

Dalam review studi terdahulu, penulis mencari, membaca dan mandata

beberapa penelitian dengan bahasan pokok yang mempunyai kaitan dengan judul

ini. Walaupun tidak seberapa, setidaknya penulis telah menemukan dalam bentuk

skripsi, isinya hampir sama tetapi subtansinya berbeda.

Berikut adalah tinjauan umum atas penelitian karya tersebut:

Skripsi pertama yang ditulis oleh Siti Ernnysah binti Yahya Ansal, yang

berjudul “Efektivitas Pengelolaan Dana Zakat Pada Masyarakat di Malaysia”

Skripsi ini membahaskan tentang efektivitas pengelolaan dana zakat di Negeri

Perak. Walaupun berbeda pembahasan dan kawasan penelitian, namun bisa

dijadikan rujukan dalam menganalisis pengelolaan zakat di Malaysia secara

(19)

Skripsi kedua yang ditulis oleh Nurulita Fitria, yang berjudul “Tingkat

Kepuasan Muzakki Terhadap Pelayanan Jasa Lembaga Amil Zakat (Studi

Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al-Azhar Peduli Ummat Jakarta).” Skripsi ini

membahaskan bagaimana startegi Lembaga Amil Zakat (LAZ) Al-Azhar Peduli

Ummat terhadap pelayanan jasa pada muzakki serta bagaimana meningkatkan

kepuasan muzakki terhadap pelayanan jasa Lembaga Amil Zakat (LAZ)

Al-Azhar Peduli Umat.

Di samping itu terdapat beberapa sumber referensi yang relevan untuk penulis

jadikan sebagai penelitian di skripsi ini, antaranya adalah:

Buku Pertama, “Fiqh Az-Zakat” karya Dr. Yusuf Qardhawi, seorang ulama

kontemporer yang sering membahaskan fiqh masa kini. Antara apa yang

dibahaskan di dalam kitab ini adalah tentang hukum zakat dan tatacara

pelaksanaan zakat masa kini. Juga turut membahaskan masalah baru yang dapat

mengungkapkan zakat sebagai suatu sarana bagi umat Islam dalam melaksanakan

kewajiban agama yang lebih baik.

Buku Kedua, “Zakat dan Peran Negara” karya oleh Forum Zakat (FOZ),

buku yang mengumpulkan artikel dan tulisan cendikiawan membahas tentang

zakat dari sudut pengelolaan zakat secara historis. Juga terangkum usulan yang

diharapkan agar dapat membentuk sebuah badan amil zakat yang lebih baik dan

sistematis.

Buku Ketiga, “Pentadbiran Undang-undang Islam di Malaysia” tulisan Prof.

Ahmad Ibrahim, di dalam bukunya menyatakan tentang tata cara pengurusan dan

(20)

didalamnya ada pembahasan tentang tata cara pengurusan dan pelaksanaan

undang-undang Islam di Selangor.

E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Pembahasan ini mengacu kepada metode penelitian, yaitu dengan

menggunakan penelitian kualitatif, di mana data yang terkumpul dan diolah

berdasarkan proses pengamatan dan lebih bersifat deskriptif (pemaparan).

Proses pengumpulan data yang dilakukan penulis untuk menghasilkan

penelitian kualitatif menggunakan data primer dan sekunder. Data primer yaitu,

data yang penulis langsung dapatkan dari petugas atau sumber pertamanya di

mana data primer tersebut penulis dapatkan di kantor Lembaga Zakat Selangor

dan Perpustakaan Institut Kefahaman Islam Malaysia. Di samping data pimer,

terdapat data sekunder sebagai sumebr data kedua yang didapatkan dalam bentuk

dokumen-dokumen seperti di buku-buku dan majalah.10

Dari data yang terkumpul, baik data sekunder atau primer yang didapatkan

oleh peneliti, proses pengolahan data tersebut menggunakan analisis diskriptif, di

mana data yang terkumpul bersifat pengamatan dari awal hingga akhir yang

menampilkan fakta melalui teknik pengumpulan jenis data11, yaitu:

1. Metode Libary Research yaitu penelitian kepustakaan dengan cara

mengumpulkan sumber-sumber yang berkaitan dengan suatu aspek

permasalahan, membaca, mempelajari dan mengambil pendapat para ahli

yang dituangkan dalam sumber-sumber tersebut. Data-data yang diambil dari

10

Burhan Burgin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 122.

11

(21)

referensi tersebut kemudian di analisa agar diperoleh kemudian dianalisa agar

diperoleh sebuah kesimpulan yang tepat.12

2. Metode Field Research yaitu penelitian lapangan dengan cara penulis

langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan

penelitian ini.13 Data lapangan penulis peroleh melalui teknik wawancara, yakni pertemuan secara langsung dengan orang yang berkewajiban dalam

pengurusan pengelolaan zakat di Selangor yaitu Lembaga Zakat Selangor

dengan mengambil pandangan dan melihat situasi masyarakat umum.

Teknik penulisan skripsi ini adalah berpandukan pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta tahun 2007”, yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Sistematika Penulisan

Adapun penulisan ini terdiri dari lima bab dengan sistematika berikut:

BAB I Berupa bab yang mencakup latar belakang masalah, pembatasan dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

kepustakaan, metode penelitian dan teknik penulisan serta sistematika

penulisan bertujuan untuk memberi sedikit gambaran tentang

permasalahan yang akan diteliti dan tatacara yang akan digunakan

penulis untuk melengkapkan skripsi ini.

12

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), h.5

13

(22)

BAB II Di dalam bab ini menguraikan tentang garis panduan agama dalam

pendistribusian zakat karena pengelolaan zakat itu bukanlah suatu

perkara yang baru. Bahkan sejak zaman Nabi SAW telah adanya

cara-cara pengelolaan dana zakat. Dijelaskan juga tentang pola penyaluran

dana zakat dan sejarah pengelolaan zakat.

BAB III Bab ini menjelaskan gambaran umum tentang pengelolaan zakat

negeri-negeri di Malaysia secara umum dan kemudian gambaran

tentang pengelolaan zakat di Selangor secara khusus. Dinyatakan

ayat-ayat dalam Enakmen Pentadbiran Islam Selangor 2003 yang berkaitan

lembaga yang berwenang dalam pengelolaan zakat serta kewenangan

yang telah diperuntukkan keatas lembaga tersebut.

BAB IV Merupakan inti pembahasan yang akan menyentuh tentang sistem

pengelolaan zakat di Selangor. Penulis akan membahaskan tentang

pengertian manajemen secara umum karena institusi zakat dianggap

sebagai suatu manajemen. Kemudian diuraikan tentang pendistribusian

zakat yang dibuat oleh Lembaga Zakat Selangor kepada asnaf,

problematika pendistribusian zakat oleh Lembaga Zakat Selangor dan

analisis singkat pendistribusian dana zakat oleh Lembaga Zakat

Selangor.

BAB V Merupakan bab penutup yang terkandung di dalamnya kesimpulan

dari keseluruhan pembahasan dan disertakan saran yang diharapkan

dapat direalisasikan oleh Lembaga Zakat Selangor khususnya dan

(23)

13

Apabila Rasulullah SAW ditanya tentang Islam, baginda akan menjelaskan bahwa Islam itu berasas kepada ucapan dua kalimah syahadah, mendirikan shalat, berpuasa di bulan Ramadhan, mengeluarkan zakat dan mengerjakan haji ke Baitullah, Mekah. Bahkan perintah menunaikan zakat sering dibarengi dengan perintah menunaikan shalat. Ini berlaku dalam delapan puluh dua (82) ayat dalam surah yang berbeda akan tetapi memberi pengertian yang sama.1

(24)
(25)

Namun, para ulama masih memiliki tafsiran-tafsiran yang berbeda dalam menentukan pelaksanaannya.

Perintah yang diturunkan oleh Allah SWT atas hambanya baik berupa perintah atau larangan, di dalamnya terkandung rahasia dan tujuan syara’. Tujuan utama syariah adalah untuk menjaga kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Syariat Islam diturunkan untuk menjamin kemaslahatan ini dan menolak keburukan dari menimpa manusia.4

Allah SWT memberi derajat kemuliaan dan kedudukan kepada manusia. Dalam konteks hukum, manusia dijadikan dalam mencapai kedudukan muqallid

(orang yang hanya mengikut) atau mujtahid (orang yang berijtihad). Sebagai orang awam, bisa menjadi muqallid, dasarnya adalah menerima syariat sebagaimana ia temui tanpa harus mengetahui maqasid (tujuan) secara terinci karena bagi mengetahui maqasid adalah suatu keistimewaan dalam memahami dan menguasai ilmu dan tidak tercapai melainkan dengan ilmu dan pemahaman yang mendalam.5

Sedang mujtahid ia punya tanggungjawab mengeluarkan hukum-hukum baru merujuk kepada nash-nash al-Quran, Sunnah, kaedah-kaedah dan asas-asas syariah. Salah satu bentuk ijtihad adalah maslahah mursalah dalam istilah ushul sebagai kemaslahatan yang tidak disyariatkan oleh syara’ untuk ditetapkan demikian pula tidak ditunjukkan dalil untuk membatalkannya. Di antaranya yang

4

Nik Mustafa Nik Hassan, Kaedah Pengagihan Dana Zakat Satu Perspektif Islam, (IKIM), h.

3.

(26)

pernah dilakukan sahabat yaitu pendirian penjara, pencetakan mata uang, serta pemungutan pajak atas tanah pertanian.6

(27)

yang telah ditetapkan oleh syara’ membawa maslahah kepada Negara dan pihak-pihak yang ditentukan sebagaimana dalam surah al-Taubah ayat 60. Keengganan melaksanakan perintah zakat adalah satu pelanggaran hukum Allah seperti yang telah ditetapkan dalam al-Quran dan Sunnah.8

B. Pendistribusian Zakat

Zakat yang dikumpulkan oleh lembaga pengelola zakat, harus segera disalurkan kepada para mustahiq sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja. Zakat tersebut harus disalurkan kepada para mustahiq

sebagaimana tergambar dalam surah at-Taubah ayat 60 yaitu fakir, miskin, ‘amil, muallaf, riqab (memerdekakan budak belian), gharim (orang yang berhutang), fi sabilillah (di jalan Allah SWT), dan ibnu sabil.9

Mekanisme pelaksanaan kutipan zakat dilakukan oleh pemerintah yang diambil dari golongan yang kaya dan diberikan kepada golongan asnaf yang tersebut di atas.10 Namun, para ulama berbeda pendapat dalam perkara pendistribusian zakat. As-Syafi’iyyah berpendapat bahwa zakat wajib diberikan kepada semua golongan tersebut. Ia mengartikan Lam dalam ayat tersebut

8

H. M. Djamal Doa, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara (Jakarta: Nuansa Madani,

2005), h. 4. 9

K. H. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani,

2002), h. 132. 10

Wahbah al-Zuhaily, Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Dimasyq: Dar al-Fikr, cet. 10, 2008), vol.

(28)

bertujuan tamlik atau pemilikan dan secara bersama mendapatkan hak atas zakat dengan pengertian bahwa waw adalah bertujuan lil tasyri’.11

Maka jelas bahwa zakat adalah untuk golongan tersebut dan milik mereka secara bersama. Adalah menjadi tugas imam atau wakilnya membagikan atau mendistribusikannya antara golongan asnaf tersebut. Manakala bagian ‘amil

dibagikan sebagai balasan atas kerja yang mereka laksanakan. Jika pendistribusian dilakukan oleh pemberi zakat atau wakilnya sendiri, maka gugurlah bagian ‘amil tersebut. Menurut as-Syafi’iyyah, zakat itu dibagikan kepada golongan yang ada saja. Tidak harus dibagikan kepada kurang dari tiga pada setiap golongan tersebut. Zakat itu harus dibagi kepada tiga orang dari kalangan fakir atau miskin.12

Mazhab Jumhur berpendapat harus membagikan zakat kepada satu golongan saja. Al-Hanafiyyah dan al-Malikiyyah mengharuskan pembagian zakat kepada seorang dari golongan tersebut dan sunnah jika diberikan kepada semua golongan yang delapan. Mereka berpendapat bahwa lam pada ayat tersebut adalah

lam dengan maksud kepunyaan, seperti kalimat; “Rumah itu memiliki pintu.”13 Perbedaan pendapat antara ulama tidak memberi kesan terhadap penafsiran asnaf zakat. Oleh itu asnaf zakat sebagai golongan yang berhak menerima zakat hendaklah lebih diteliti. Penafsiran asnaf adalah sebagai berikut:

11

Abdul al-Hamid Mahmud al-Ba’ly, Ekonomi Zakat (Terj) (Jakarta: PT RajaGrafindo,

2006), h. 71. 12

Nik Mustafa Nik Hassan, Kaedah Pengagihan Dana Zakat Satu Perspektif Islam, h. 7-8.

13

(29)

1. Fakir

Yang dimaksud dengan orang fakir adalah orang yang tidak memiliki harta ataupun usaha yang tidak memadai, sehingga sebagian besar kebutuhannya tidak dapat terpenuhi. Walaupun memiliki rumah sebagai tempat tinggal, pakaian yang pantas bagi dirinya, ia tetap dianggap fakir selama sebagian besar kebutuhan hidup yang diperlukannya tidak terpenuhi.14

Dalam al-Fiqhul Muyassar dijelaskan bahwa orang-orang fakir adalah orang yang tidak berharta dan orang yang tidak berpenghasilan atau punya harta atau penghasilan tetapi tidak mencukupi, seperti orang yang membutuhkan sepuluh tetapi hanya punya dua.15

2. Miskin

Miskin adalah golongan orang yang mempunyai harta untuk mencukupi kebutuhan hidup, namun tidak memenuhi standard atau orang yang lemah dan tidak berdaya (cacat) karena telah berusia lanjut, sakit atau karena akibat peperangan, baik yang mampu bekerja maupun tidak, tetapi tidak memperoleh penghasilan yang memadai untuk menjamin kebutuhan sendiri dan keluarganya.16

Para ulama berpendapat bahwa fakir dan miskin adalah dua kata yang mempunyai arti sama yaitu orang yang serba kekurangan atau yang

14

Lahmudin Nasution, Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1995), cet.1, h. 175.

15

Zaid Husen al-Hamida, Fiqhul Muyassar, (Jakarta: Pustaka Amani, 1994), h. 191.

16

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha (Jakarta: Centre of Entrepreneurship Development,

(30)

benar membutuhkan. Ada pula yang digabung mengatakan bahwa dua kata ini memiliki arti yang berbeda karena kalau keduanya mempunyai arti yang sama, niscaya Allah SWT tidak perlu menyebut dua kali dengan istilah yang berbeda. Bahkan Syeikh Athiyah Salim menyatakan bahwa miskin lebih beruntung daripada faqir, karena Allah SWT menyebut miskin sebagai pemilik perahu (kapal) dalam kisah al-Khidr bersama Nabi Musa AS.17

3.‘Amil Zakat

Adalah orang yang ditugaskan oleh Imam atau juga kepala pemerintah untuk mengumpulkan zakat dan mengurus pengelolaannya. Mereka hendaklah diambil dari kalangan kaum Muslimin, bukan dari golongan orang yang tidak dibenarkan menerima zakat. Syarat menjadi ‘amil, harus mengetahui masalah-masalah zakat, sehingga harus mengerti bagaimana mengumpulkan dan membagikannya, ia harus jujur, sebab tugas itu merupakan amanat, maka orang yang fasiq, pemabuk maupun orang-orang yang suka menyeleweng, tidak boleh menjadi ‘amil.18

Sebenarnya ‘amil memberi pengertian yang lebih luas dari apa yang difahami oleh sebagian masyarakat hari ini. ‘Amil merangkumi pencatat, pendistribusi zakat, penjaga harta zakat dan siapa saja yang terkait dalam mekanisme zakat seperti juga juru kira dan penyalur zakat.19

17

Mohamad Ridwan Yahya, Buku Pintar Praktis Fiqih dan Amaliyah Zakat (Jakarta:

Pustaka Nawaitu, 2006), h. 107. 18

Moh. Rifa’I, dkk, Kifayatul Akhyar, (Terj) (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997), jilid 1, h. 401. 19

(31)

4. Muallaf

Muallaf adalah termasuk orang-orang yang diharapkan agar hatinya lembut terhadap Islam, yakni orang yang baru masuk Islam dan belum tegar dalam keislamannya atau orang yang berpengaruh dikalangan masyarakatnya serta orang yang diharapkan mampu membawa kelompoknya kepada Islam atau orang yang berpengaruh dan berbahaya bagi Islam.20

Pada zaat sekarang mungkin bagian muallaf ini dapat diberikan kepada lembaga-lembaga dakwah yang mengkhususkan garapannya untuk menyebarkan Islam di daerah-daerah terpencil dan di suku-suku terasing yang belum mengenali Islam. Atau juga dapat dialokasikan pada lembaga-lembaga dakwah yang bertugas melakukan balasan dan jawaban terhadap pemahaman-pemahaman buruk tentang Islam yang dilontarkan oleh misi-misi agama tertentu yang kini sudah menjadi merajalela. Atau juga mungkin dberikan kepada lembaga-lembaga yang biasa melakukan training-training keislaman bagi orang-orang yang baru masuk Islam.21

5. Riqab

Riqab adalah budak yang akan membebaskan dirinya. Untuk membebaskan diri harus menebusnya dengan sejumlah uang dengan Tuannya. Karena itu, ia perlu mendapat bantuan, maka ia berhak menerima zakat.22

20

Abudin Nata, dkk, Mengenal Hukum Zakat dan Infaq Shadaqah, (Jakarta: BAZIS DKI,

1999), h. 60. 21

K. H. Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, h. 135.

22

(32)

Sejalan dengan perkembangan zaman, budak dalam arti harfiah seperti pada masa pra Islam mungkin sudah tidak ada lagi, tetapi perbudakan dalam bentuk lain masih banyak. Misalnya, masyarakat Islam yang tertindas baik oleh penjajahan atau dominasi golongan lain.23

6. Gharim

Gharim adalah orang yang berhutang, sukar untuk membayarnya. Mereka bermacam-macam. Antaranya, orang yang memikul hutang untuk mendamaikan sengketa, atau orang yang menjamin hutang orang lain sehingga harus membayarnya hingga menghabiskan hartanya. Atau juga orang yang terpaksa berhutang karena memang membutuhkan untuk keperluan hidup atau membebaskan dirinya dari maksiat. Mereka semua berhak mendapatkan zakat yang cukup untuk melunasi hutangnya.24

Bagi gharim yang berhak menerima zakat harus memenuhi persyaratan, yaitu, pertama dia tidak memiliki sesuatu yang dengannya bisa membayar hutangnya, kedua hutangnya dalam rangka ibadah (amal shaleh), ketiga

hutangnya bertempoh, keempat hutangnya itu berkaitan dengan hak manusia bukan hak Allah, kelima penghutang adalah muslim.25

7. Sabilillah

Sabilillah adalah yang menyampaikan kepada keridhaan Allah SWT, baik berupa ilmu maupun amal. Sedangkan jmhur ulama berpendapat bahwa yang

23

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, h. 14. 24

Sayid Sabiq, Fiqh as-Sunnah 3, (Terj) (Bandung: a-Ma’arif, 1987), Cet. ke 1, h. 99. 25

(33)

dimaksud sabilillah adalah berperang. Bagian sabilillah itu diberikan kepada tentera sukarelawan yang tidak mengharapkan gaji dari pemerintah, maka orang inilah yang berhak menerima zakat baik dia kaya maupun miskin. Besarnya jumlah zakat yang diberikan kepada mereka disesuaikan dengan biaya perjalanan, pengadaan pelengkapan persenjataan dan alat-alat pengangkutan yang dibutuhkannya. Jika setelah menerima zakat itu ternyata ia tidak jadi melakukan jihad, maka harta yang diambilnya wajib dikembalikan.26

Termasuk fisabilillah adalah menafkahkan kepada guru-guru sekolah yang mengajar ilmu syariat dan ilmu-ilmu lainnya yang diperlukan oleh masyarakat umum.27 Sebagian ulama memperluas lingkungan fisabilillah, yaitu merangkumi semua pendekatan diri kepada Allah SWT. Justru, tiap orang yang berusaha taat kepada Allah SWT dan menjalankan kebajikan dapat dikategorikan fisabilillah.28

8. Ibnu Sabil

Ibnu sabil adalah orang yang melaksanakan perjalanan dengan tujuan kebaikan, tetapi ia kekurangan biaya untuk mencapai tujuan dari perjalanan itu. Dengan zakat, diharapkan ia sampai ketujuan. Termasuk ke dalam pengertian ini ialah orang yang meninggalkan negaranya mencari perlindungan di negeri

26

Lahmudin Nasution, Fiqh 1, h. 180. 27

Departemen Agama, Pedoman Zakat seri 9 (Jakarta: Proyek peningkatan Zakat dan Wakaf,

2002), h. 87. 28

Mohamad Uda Kasim, Zakat-Teori, Kutipan dan Agihan, (Kuala Lumpur: Utusan

(34)

Islam lainnya. Kepada mereka diberikan zakat sebagai bekal hidup di negara orang lain.29

Para ulama berbeda pendapat sekiranya perjalanan itu mubah (harus) atau perjalanan yang tidak bersifat wajib. Imam as-Syafie berpandangan, seorang yang melakukan perjalanan mubah diharuskan menerima zakat. Manakala Imam Malik dan Imam Ahmad berpandangan bahwa orang yang berhak menerima zakat hanyalah musafir yang berada di negeri orang. Jika dia berada di negerinya sendiri, dia tidak boleh menerima zakat.30

C. Pola Penyaluran Zakat

Kalau kita melihat pengelolaan zakat pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat kemudian diaplikasikan pada kondisi kita sekarang, kita dapati bahwa penyaluran zakat dapat kita bedakan dalam dua bentuk; yakni bantuan sesaat dan pemberdayaan. Bantuan sesaat dalam hal ini berarti bahwa penyaluran kepada

mustahik tidak disertai target terjadinya kemandirian ekonomi (pemberdayaan)

mustahik. Hal ini dilakukan karena mustahik yang bersangkutan tidak mungkin

lagi mandiri seperti pada diri orang tua yang sudah jompo, orang dewasa yang cacat yang tidak memungkinkan ia mandiri.31

Sebelum membahas lebih lanjut, perlu dijadikan dasar pemikiran bahwa:

1. Allah SWT tidak menetapkan perbandingan yang tetap antara bagian masing-masing delapan asnaf.

29

Lahmudin Nasution, Fiqh 1 (Jakarta: Logos, 1995), cet. 1, h. 185. 30

Mohamad Uda Kasim, Zakat-Teori, Kutipan dan Agihan,h. 169.

31

(35)

2. Allah SWT tidak menetapkan delapan asnaf harus diberi semuanya.

3. Allah SWT tidak menetapkan zakat harus dibagikan dengan segera setelah masa pungutan zakat.32

Dana zakat yang terkumpul didistribusikan dalam empat bentuk, yakni:

1. Konsumtif Tradisional, yakni zakat yang langsung diberikan secara langsung kepada mustahiq, seperti beras dan jagung.

2. Konsumtif Kreatif, yakni zakat yang dirupakan dalam bentuk lain, dengan harapan dapat bermanfaat lebih baik, semisal beasiswa, peralatan sekolah, dan pakaian anak-anak yatim.

3. Produktif Tradisional, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang yang bisa berkembangbiak atau alat utama kerja, seperti kambing, sapi, alat cukur dan mesin jahit.

4. Produktif Kreatif, yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk modal kerja sehingga penerimanya dapat mengembangkan usahanya setahap lebih maju.33 Demikian pola penyaluran zakat dapat dibedakan dalam dua bentuk; yakni bantuan sesaat dengan pola tradisional (konsumtif) dan pemberdayaan (produktif). 1. Pola Tradisional (Konsumtif)

Pola tradisional yaitu penyaluran bantuan dana zakat diberikan langsung kepada mustahik. Dengan pola ini, penyaluran dana kepada mustahik tidak disertai target, adanya kemandirian kondisi sosial maupun kemandirian

32

K. H. Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan

Nasional, (Jakarta: Pustaka Firdaus, cet 2, 1995), h. 41. 33

(36)

ekonomi (pemberdayaan). Penghimpunan dan pendayagunaan zakat diperuntukkan mustahik secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.34

2. Pola Kontemporer (Produktif)

Pola Produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang ada dipinjamkan oleh ‘amil untuk kepentingan aktifitas suatu usaha bisnis. Pola penyaluran secara produktif (pemberdayaan) adalah penyaluran zakat atau dana lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima (lebih dikhususkan kepada mustahik/ golongan fakir-miskin) dari kondisi kategori

mustahiq menjadi kategori muzakki.35

Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif bukan upaya untuk melanggar hukum, akan tetapi lebih merupakan pengembangan praktik hukum Islam yang dalam praktiknya sendiri dapat berubah seiring dengan perubahan kondisi dan waktu, serta menimbang pada kemaslahatan umum. Pada dasarnya zakat itu sendiri mengandung makna produktif, artinya zakat itu tidak hanya ditujukan untuk sekedar memenuhi kebutuhan konsumtif fakir-miskin dan mustahiq

lainnya, tapi lebih dari itu ditujukan untuk memberdayakan kaum fakir-miskin.36

34

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha, h. 34 35Ibid.,

h. 35.

36

(37)

D. Sejarah Pengelolaan Zakat

Sejarah menyebutkan bahwa pada masa awal Rasulullah SAW tiba di Madinah, muncul masalah sosial-ekonomi, yakni banyaknya warga Madinah yang hidup di bawah garis kemiskinan, sehingga keadaan ini cukup mengkhawatirkan. Bagi orang yang hidup dalam kekurangan, hal yang dipertaruhkan adalah keimanan atau akidahnya. Rasulullah SAW pun menganjurkan kepada umatnya agar hidup dalam kecukupan, karena orang yang fakir itu nyaris menjadi kafir.37

Oleh karena itu, sejak empat belas abad yang lalu zakat disyariatkan oleh Allah SWT kepada umat Islam, terutama bagi yang mampu. Tujuan utama zakat adalah untuk mengentas kemiskinan mustahiq (orang-orang yang menerima zakat) dari kemiskinan, bahkan merubah mereka dari mustahiq menjadi muzakki

(orang-orang yang membayar zakat). Dan untuk itu, Allah SWT menyiapkan wadah atau lembaga pengelolanya yang disebut ‘amil (orang atau badan / lembaga yang mengurus zakat).38

Zakat mal (harta benda) telah difardhukan Allah sejak permulaan Islam, sebelum Nabi SAW berhijrah ke Madinah. Hanya saja pada mulanya zakat difardhukan tanpa menentukan kadarnya dan tanpa pula diterangkan dengan jelas harta-harta yang diberikan zakatnya. Lalu pada tahun kedua dari hijriah (623 M),

37

Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang: UIN Malang Press, 2008),

h.215. 38Ibid

(38)

barulah syara’ menentukan harta-harta yang dizakatkan serta kadarnya masing-masing.39

Adapun prosedur pengumpulan dan pendistribusiannya Nabi SAW mengutus petugas di luar wilayah kota Madinah untuk mengumpulkan dan mengelola zakat. Di antaranya adalah Mu’adz bin Jabal yang diutus ke penduduk Yaman. Para petugas yang ditunjuk oleh Nabi SAW terserbut dibekali dengan pedoman, petunjuk teknis pelaksanaan, bimbingan, serta peringatan keras dan ancaman sanksi agar dalam pelaksanaan dan pengelolaan zakat dapat berjalan efektif dan efesien.40

Urgensi lembaga pengelolaan zakat adalah berdasarkan firman Allah SWT surah at-Taubah ayat 60 dan ayat 103. Dalam surat at-Taubah ayat 60 menyatakan bahwa salah satu golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq zakat) adalah orang-orang yang bertugas mengurus zakat (‘amilina ‘alaiha). Sedangkan dalam at-Taubah ayat 103 dijelaskan bahwa zakat itu diambil (dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki) untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahiq). Yang mengambil dan yang menjemput tersebut adalah para petugas (‘amil).

‘Amilin atau ‘amilun adalah kata jamak dari mufrad (kata tunggal) ‘amil. Imam asy-Syafi’i menyatakan bahwa ‘amilun adalah orang-orang yang diangkat

39

H. M. Djamal Doa, Menggagas Pengelolaan Zakat oleh Negara (Jakarta: Nuansa Madani,

2005), h. 3-4. 40

Lili Bariadi, dkk, Zakat dan Wirausaha (Jakarta: Centre of Entrepreneurship Development,

(39)

untuk memungut zakat dari pemilik-pemiliknya, yaitu para sa’i (orang-orang yang datang ke daerah-daerah untuk memungut zakat) dan petunjuk-petunjuk jalan yang menolong mereka, karena mereka tidak bisa memungut zakat tanpa pertolongan petunjuk jalan itu. Menurut Sayyid Sabiq, yang mengangkat adalah imam (kepala negara) atau pembantunya. Termasuk ‘amilun adalah para penjaga harta, benda zakat, pengembala binatang-binatang zakat dan para panitra administrasi zakat. Sedangkan menurut al-Qardhawi: “’Amilun adalah semua orang yang berkerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan, pemeliharaan, ketatausahaan, perhitungan, pendayagunaan dan seterusnya.”41

Ayat 60 surah at-Taubah ini tidak merinci cara-cara dan perimbangan pembagian antara orang yang terdapat dalam satu golongan, dan antara golongan yang satu dengan golongan yang lain. Ayat tersebut hanya menetapkan kategori-kategori yang berhak menerima zakat hanya ada delapan golongan. Nabi SAW sendiri pun tidak pernah menerangkan cara pembagian itu, bahkan beliau memberi mustahiq sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan, dan disesuaikan pula dengan jumlah persiapan harta benda zakat yang ada. Hal demikian berarti membukakan keluasan pintu ijtihad bagi Kepala Negara dan Badan Amil Zakat, untuk mendistribusikan dan mendayagunakan zakat sesuai kebutuhan, situasi dan

41

K. H. Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan

(40)

kondisi hasil pungutan yang ada, dalam batas-batas ketentuan ayat 60 surah at-Taubah.42

Bukti bahwa pengelolaan zakat itu dilaksanakan oleh negara, baik pada masa Rasulullah SAW dan juga pada masa pemerintahan khalifah-khalifah sesudahnya (khulafa al-rasyidin), adanya petugas-petugas pemungut zakat secara resmi, seperti yang dijelaskan dalam beberapa hadits dan periwayatan yang menjelaskan akan hal itu. Misalnya hadits Nabi SAW melalui Abu Huraiah, yang terdapat dalam shahih Bukhari dan Muslim, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW telah mengutus seorang laki-laki dari Azad yang bernama Umar Ibnu Lutabiyah sebagai petugas pemungut zakat. Dalam hadits yang lain juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah mengutus beberapa petugas untuk mengumpul zakat, seperti Ibnu Sa’di, Abu Mas’ud, Abu Jahm bin Hudzaifah, Qais bin Sa’ad, Amir dan Wahid bin Uqbah.43

Ibnu Hajar dan Imam Rafi’ sepakat menyatakan bahwa zakat baik pada masa Nabi SAW, maupun masa-masa setelah Nabi, seperti masa khulafa al-rasyidin dan juga pemerintahan-pemerintahan dinasti Islam (Bani Umayyah dan Bani Abbas) pada masa pertengahan adalah dikelola oleh negara. Pendapat ini setidaknya dikuatkan oleh sebuah dokumen berupa surat Imam zuhri kepada Umar bin Abdul Aziz (salah satu khalifah dari Bani Umayyah), yang berisi penempatan sunnah dalam urusan zakat, sebagian untuk orang yang sudah pikun

42

K. H. Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat Dalam Rangka Pembangunan

Nasional, h. 46. 43

(41)

dan orang yang lumpuh. Juga untuk orang miskin yang berpenyakit yang tidak mampu bekerja.44

Dalam surat itu Imam Zuhri juga menyarankan kepada Sang Khalifah agar mengutamakan pendistribusian zakat itu untuk orang miskin yang mempunyai utang, bukan untuk maksiat, tidak disangsikan agamanya atau uangnya. Ia juga mengusulkan kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz agar musafir yang tidak mempunyai tempat tinggal dan juga tidak mempunyai keluarga yang bisa disinggahinya diberi zakat sampai ia mendapatkan tempat tinggal atau telah selesai keperluannya.45

Dengan ini, terbukti bawah pengelolaan zakat telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan diteruskan pengelolaan oleh para sahabat dan pemimpin-pemimpin Islam sesudah mereka. Kandungan ayat 60 surah at-Taubah juga menjelaskan keberadaan ‘amil zakat (‘amilina ‘alaiha), yaitu bahwa zakat itu ada yang menguruskannya. Harta zakat hendaklah diserahkan atau disampaikan kepada pengelola (muzakki) untuk diberikan kepada asnaf (mustahiq).

Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, menyatakan pengelolaan zakat oleh lembaga zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan, antara lain: Pertama, untuk menjamin kepastian dan displin pembayar zakat. Kedua, untuk menjaga perasaan

44

H. M. Djamal Doa, Menggagas Pengelolaan Zakat Oleh Negara, h. 9.

(42)

rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki. Ketiga, untuk mencapai efisien dan efektivitas, serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami.46

46

(43)

33

Malaysia sebagai sebuah negara berdaulat yang meletakkan Islam sebagai agama resminya telah membuka ruang untuk pelaksanaan hukum syara’. Dimulai dengan merancang undang-undang perkawinan menurut hukum syara’, dan seterusnya berusaha merancang undang-undang yang berkaitan dengan uang dan harta menurut hukum syara’. Namun, pelaksanaannya bukanlah merupakan suatu hal yang mudah untuk dilaksanakan. Dengan terbentuknya undang-undang mengenai zakat, harus ada pihak yang mengurus dan melaksanakan undang-undang tersebut. Pengurusan dan pengelolaan yang sistematik akan memberi hasil yang baik kepada negara dan juga masyarakat didalamnya. Malaysia yang mempunyai empat belas buah negeri harus bijak dalam mengatur kewenangan yang diberikan kepada badan-badan yang berhak mengurus perkara zakat supaya tidak terjadi masalah ketidakadilan dalam pengurusan zakat.

A. Pengelolaan Zakat Di Malaysia

(44)

berbeda, pengelolaan zakat pada zaman ini sedikit berbeda dengan pengelolaan zakat dimasa lampau.1

Pelaksanaan Islam di dalam suatu masyarakat dan negara memerlukan pengawasan dari pemerintah. Dalam hal ini, di Malaysia dibentuknya Perlembagaan Persekutuan (konstitusi Malaysia) sebagai undang-undang dasar. Didalamnya telah menetapkan bahwa perkara yang berkaitan dengan Islam adalah di bawah kekuasaan kerajaan negeri.2

Perkara-perkara yang berkaitan dengan Pengurusan Agama Islam, didalamnya termasuk perkara zakat dikelola oleh kerajaan negeri yang dipimpin oleh raja di setiap negeri, yang sekaligus berperan sebagai Ketua Agama Islam yang mempunyai kekuasaan secara langsung dalam semua perkara berkaitan dengan agama Islam.3

Berdasarkan fakta di atas, pengurusan zakat ada di bawah bidang kuasa dan tanggung jawab tiap negeri-negeri. Dengan itu, setiap negeri mempunyai Majlis Agama Islam Negeri (MAIN). Pelaksanaan pengurusan dan tata cara kerja MAIN di setiap negeri dilaksanakan berdasarkan Enakmen Pentadbiran Agama Islam

setiap negeri. Selain itu, MAIN ada dibawah tanggung jawab Duli Yang Maha Mulia (DYMM) Sultan sebagai Ketua Agama Islam setiap negeri. 4

1

Survei Penulis Tahun 2011. 2

Abdul Aziz Bari, Islam Dalam Perlembagaan Malaysia (Selangor: Intel Multimedia and Publication, 2005), h.51.

3

Mahamad Arifin et al, Pentadbiran Undang-undang Islam Di Malaysia (Selangor:

Dawama, cet 1, 2007), h. 215. 4

(45)

Seiring perkembangan zaman saat ini, telah terjadi berbagai perubahan dalam pengelolaan zakat. Mayoritas negeri telah mewujudkan institusi khas untuk mengelola perkara zakat. Dan institusi ini terpisah dari pengurusan MAIN. Pembentukan institusi ini sebagai satu usaha untuk meningkatkan mutu dalam pengelolaan zakat. Melalui struktur organisasi ini, institusi zakat mampu membuat keputusan dengan lebih cepat dan tepat sesuai dengan kebutuhan situasi.5

Diawali dengan terbentuknya Pusat Pungutan Zakat (PPZ) di Wilayah Persekutuan pada tahun 1991, seterusnya diikuti oleh beberapa negeri lainnya seperti Lembaga Zakat Selangor (MAIS) yang dulunya dengan nama Pusat Zakat Selangor (PZS), Pusat Urus Zakat (PUZ) di Pulau Pinang, Pusat Kutipan Zakat (PKZ) di Pahang, Pusat Zakat Negeri Sembilan (PZNS) dan Pusat Zakat Melaka (PZM).6

Majlis Agama Islam Negeri-negeri tersebut telah mewujudkan institusi yang terpisah dari pengurusannya. Namun hingga kini, hanya Lembaga Zakat Selangor (LZS) dan Pusat Urus Zakat Pulau Pinang (PUZ) saja yang diberi kuasa oleh MAIN untuk mengurus pengumpulan dan pendistribusian zakat di negeri masing-masing. Bagi institusi yang lain masih dalam proses privatisasi sepenuhnya.

5

Didin Hafidhuddin, dkk, The Power of Zakat, h. 207-208.

6

Mashitoh,Kertas Kerja 2. Diakses pada tanggal 17 Februari 2011 dari

(46)

1. Penetapan Undang-undang Zakat di Setiap Negeri

Pendirian majelis agama di setiap negeri didasari oleh pembubaran enakmen

yang mengawal perjalanan pengurusan Undang-undang Islam termasuk yang berkaitan dengan pengurusan zakat. Umumnya, terdapat tiga ciri utama Undang zakat di setiap negeri. Di sebagian negeri masih menggunakan Undang-Undang yang berkaitan dengan zakat dalam Enakmen Pentadbiran (pengurusan)

Undang-undang Islam Negeri. Akan tetapi, situasi ini menyebabkan undang-undang berkaitan dengan zakat menjadi terbatas.7

Di samping penetapan dalam enakmen, negeri Perak, Perlis dan Wilayah Persekutuan, mempunyai peraturan pengurusan zakat yang terpisah dari perkara yang berkaitan dengan zakat. Peraturan-peraturan ini secara umum yang menjelaskan secara langsung tentang harta yang diwajibkan zakat, jumlah yang harus dibayarkan, kuasa dan tanggung jawab petugas zakat, asnaf zakat, kaidah azas pengumpulan dan pengagihan zakat.8

Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwasanya setiap negeri memiliki peraturan zakat untuk setiap negeri yang dibuat berdasarkan perintah yang dibentuk oleh Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri atau Enakmen Zakat Negeri. Enakmen tersebut dibentuk oleh pejabat kuasa zakat dan fitrah, serta dilaksanakan setelah disetujui oleh Duli Yang Maha Mulia Sultan setiap negeri. Format yang digunakan dalam penyusunan peraturan setiap negeri adalah sama,

7

Mahamad Arifin et al, Pentadbiran Undang-undang Islam Di Malaysia(Dawama), h. 216.

8Ibid

(47)

hal ini dikarenakan setiap negeri merujuk atau mencontohi peraturan negeri lain sebelum membentuk peraturan khusus bagi negeri itu. Judul-judul utama yang digunakan dalam peraturan adalah sebagai berikut:

1. Judul.

2. Sejarah peraturan yang telah disahkan.

3. Penafsiran kalimat-kalimat dalam undang-undang. 4. Pelantikan pejabat kuasa zakat dan bidang kuasa mereka. 5. Tugas pegawai zakat/pejabat kuasa zakat.

6. Jenis-jenis zakat dan nilai bayarannya. 7. Cara pengumpulan dan pembayaran zakat. 8. Pelantikan amil dan pembagian tugasnya. 9. Golongan yang berhak menerima zakat. 10. Pengecualian untuk tidak membayar zakat 11. Hukuman bagi yang melanggar peraturan zakat.9 2. Asnaf Zakat di Malaysia

Pengelolaan zakat sebagai tujuan untuk melaksanakan hukum syara’ juga melaksanakan keadilan rasa kemanusiaan. Pendistribusian zakat kepada asnaf dengan harapan agar kenikmatan itu dapat dirasai oleh asnaf. Dengan tujuan melaksanakan hukum syara’, maka pendistribusian zakat kepada asnaf di

9

Mohd Ali Hj. Baharum, Zakat Ditinjau Dari Perspektif Sosial, Undang-undang dan

(48)

Malaysia berdasarkan surah at-Taubah ayat 60. Namun penafsiran asnaf itu sedikit berbeda karena melihat kondisi zaman ini.

a. Asnaf Fakir dan Miskin : Keperluan utama zaman ini adalah makanan, pakaian, tempat tinggal dan keperluan lain seperti rawatan kesehatan, pendidikan dan biaya transportasi. Bagi asnaf ini, kebutuhan dipenuhi lebih dari setengah tetapi tidak sampai ke had al-kifayahnya (kebutuhan minimalnya). Had al-kifayahnya berbeda definisi antara kerajaan dan institusi zakat dengan Baitulmal-baitulmal.

b. Asnaf Amil : Tujuan peruntukan asnaf amil ini adalah supaya pengurusan zakat dapat diurus dan dilaksanakan sepanjang tahun oleh amil zakat dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat kepada asnaf yang lain. Ini termasuk upah amil dan biaya pengurusan yang melibatkan urusan pengumpulan dan pendistribusian.

c. Asnaf Mualaf : Pemberian kepada asnaf mualaf ini bertujuan untuk membantu melindungi mereka supaya tetap berada didalam agama Islam sewaktu menghadapi tekanan dari keluarga dan sebagainya. Selain itu juga, bertujuan untuk mengukuhkan pengetahuan dan perilaku mereka sebagai muslim.

(49)

penghambaan bentuk modern seperti pelacuran, kejahilan dan pembebasan dari tuannya yang bukan Islam yang berlaku zalim ke atasnya.

e. Asnaf al-Gharim (Orang Yang Berhutang): Bertujuan untuk membantu membebaskan pemohon yang meminta bantuan untuk menyelesaikan hutang kebutuhan asasinya seperti seorang petani yang berhutang untuk barang makanan dari sebuah kedai.

f. Asnaf Fisabilillah (Di Jalan Allah): Pengertian asalnya adalah berkonsep kepada jihad dan menegakkan agama Islam serta memperluas ajaran Islam. Dengan itu, Majelis Agama Islam negeri telah menafsirkan asnaf ini secara umum yaitu perkara-perkara yang berkaitan dengan agama. g. Asnaf Ibnu Sabil (Musafir Yang Terkandas Dalam Perjalanan): Bertujuan

untuk membantu asnaf ini pulang ke negeri/tempat asalnya.10

B. Aturan Zakat Selangor (Enakmen Pentadbiran Agama Islam Selangor 2003) Sebelum dibahas lebih lanjut bagaimana pelaksanaan pengurusan zakat di Selangor, harus dilihat beberapa ayat dalam Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor yang berkaitan lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan pengurusan agama Islam di Selangor juga beberapa ayat yang berkaitan dengan kuasa yang diberi kepada lembaga tersebut. Harus diketahui sebelumya bahwa di Selangor adanya Enakmen Pentadbiran Islam Negeri Selangor 2003 setelah diamandeman Enakmen Pentadbiran Islam Negeri Selangor 1952.

10

(50)

Di sini akan dinyatakan beberapa ayat dalam enakmen yang berkaitan dengan peraturan zakat baik dari bidang kekuasaan maupun tata cara pengelolaannya.11

BAHAGIAN II

MAJLIS AGAMA ISLAM SELANGOR

Seksyen 4, Penubuhan Majlis

(1) Maka hendaklah ada suatu badan bernama “ Majlis Agama Islam Selangor” untuk membantu dan menasihati Duli Yang Maha Mulia Sultan dalam perkara-perkara yang berhubungan dengan agama Islam.

(2) Apabila seksyen ini mula berkuat kuasa, Majlis Agama Islam Selangor yang wujud sebelum permulaan kuat kuasa itu menurut kuasa Enakmen terdahulu hendaklah disifatkan sebagai Majlis yang disebut dalam subseksyen (1). (3) Tiap-tiap hak, kuasa, kewajipan dan tanggungan yang sebelum Bahagian ini

mula berkuat kuasa adalah terletak hak atau dipertanggungkan pada Majlis terdahulu hendaklah, apabila Enakmen ini mula berkuat kuasa terletak hak dan dipertanggungkan pada Majlis, setakat yang hak, kuasa, kewajipan dan tanggungan itu tidak bertentangan dengan peruntukan-peruntukan Enakmen ini.

(4) Tiap-tiap jenis harta, alih dan tidak alih, yang sebelum Enakmen ini mula berkuat kuasa, adalah terletak hak pada Majlis terdahulu hendaklah, apabila

11

(51)

Bahagian ini mula berkuat kuasa, terletak hak pada Majlis tanpa dipindahkan, diserahhakkan atau dipindahmilikkan.12

Seksyen 7, Kewajipan Majlis tentang kemajuan ekonomi dan sosial orang Islam

(1) Maka hendaklah menjadi kewajipan Majlis untuk menggalakkan, mendorong, membantu dan mengusahakan kemajuan dan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat Islam di dalam Negeri Selangor selaras dengan Hukum Syarak.

(2) Majlis hendaklah mempunyai kuasa, bagi maksud menunaikan kewajipannya di bawah subseksyen (1) –

(a) Untuk menjalankan segala aktiviti, yang tidak melibatkan apa-apa unsur yang tidak dibenarkan oleh agama Islam, khususnya memajukan perusahaan komersial dan perindustrian, yang penjalanannya ternyata kepada Majlis adalah perlu, berfaedah atau menyenangkan bagi atau berkaitan dengan penunaian kewajipan yang sedemikian, termasuklah membuat, memasang, memproses, membungkus, menggred dan memasarkan keluaran-keluaran;

(b) Untuk menggalakkan panjalanan apa-apa kegiatan sedemikian oleh badan-badan atau orang lain, dan bagi maksud itu untuk menubuhkan atau memperkembang, atau menggalakkan penubuhan atau perkembangan badan-badan lain untuk menjalankan apa-apa kegiatan sedemikian sama

12

(52)

ada di bawah Majlis atau secara bebas, dan untuk memberikan bantuan kepada badan-badan atau orang lain yang ternyata kepada Majlis mempunyai kemudahan untuk menjalankan apa-apa kegiatan yang sedemikian, termasuklah pemberian bantuan kewangan dengan cara pinjaman atau selainnya;13

(c) Untuk menjalankan apa-apa kegiatan sedemikian bersama badan-badan atau orang-orang lain, termasuklah jabatan-jabatan atau pihak-pihak berkuasa Kerajaan Persekutuan atau mana-mana Negeri, atau sebagian ejen pengurus atau selainnya bagi pihak Kerajaan Negeri;

(d) Untuk melabur dalam apa-apa pelaburan yang dibenarkan sebagaimana yang ditakrifkan oleh Akta Pemegang Amanah 1949, dan melupuskan pelaburan itu atas apa-apa terma dan syarat yang ditentukan oleh Majlis; (e) Untuk menubuhkan apa-apa skim bagi pemberian pinjaman daripada

Baitulmal kepada individu beragama Islam bagi pendidikan tinggi;

(f) Untuk menubuhkan dan menyenggarakan sekolah-sekolah Islam dan institusi-institusi latihan dan penyelidikan Islam;

(g) Untuk menubuhkan, mengurus dan mengawal rumah-rumah kebajikan untuk anak yatim; dan

(h) Untuk melakukan segala perbuatan yang difikirkan oleh Majlis dikehendaki atau suaimanfaat.

13

(53)

Seksyen 9, Kuasa untuk menubuhkan syarikat

(1) Majlis boleh, dengan kelulusan Duli Yang Maha Mulia Sultan, menubuhkan syarikat di bawah Akta Syarikat 1965 untuk menjalankan apa-apa aktiviti Majlis dalam melaksanakan kewajipan-kewajipan atau kuasa-kuasanya di bawah seksyen 7.14

(2) Tiap-tiap syarikat yang ditubuhkan atau berupa sebagai ditubuhkan oleh Majlis di bawah Akta Syarikat 1965 sebelum seksyen ini mula berkuat kuasa hendaklah disifatkan telah ditubuhkan dengan sah dan hendaklah wujud seolah-olah ia telah ditubuhkan oleh Majlis di bawah subseksyen (1).

(3) Apa-apa pembiayaan atau bantuan kewangan yang diberikan oleh Majlis kepada sesuatu syarikat yang disebut dalam subseksyen (2) hendaklah disifatkan telah diberikan dengan sah di bawah subseksyen 7(2).15

Seksyen 40, Majlis boleh menerima pakai peraturan-peraturan, dsb

Dalam membuat apa-apa peraturan di bawah Bahagian ini, Majlis boleh, dengan kelulusan Duli Yang Maha Mulia Sultan, menerima pakai dengan membuat apa-apa ubahsuaian yang difikirkannya patut mana-mana pertauran, dasar, pekeliling dan arahan yang diperbuat atau dikeluarkan oleh Kerajaan Persekutuan atau Kerajaan Negeri.16

14

Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor 2003, International Law Book Services, 2009, h. 86.

15Ibid ., h. 86. 16Ibid.,

(54)

Seksyen 43, Majlis boleh menentukan tatacaranya sendiri

Tertakluk kepada peruntukan lain Enakmen ini, Majlis boleh menentukan semua persoalan berhubungan dengan tatacara dan amalannya sendiri.17

BAHAGIAN VI

KEWANGAN

BAITULMAL DAN TATACARA KEWANGAN MAJLIS

Seksyen 81, Penubuhan Baitulmal

(1) Suatu kumpulan wang bernama Baitulmal adalah dengan ini ditubuhkan. (2) Baitulmal handaklah terdiri daripada semua wang dan harta, alih atau tak alih,

yang menurut Hukum Syarak atau di bawah Enakmen ini atau peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah yang dibuat di bawahnya, terakru, atau disumbangkan oleh mana-mana orang, kepada Baitulmal.

(3) Semua wang dan harta dalam Baitulmal hendaklah terletak hak pada Majlis yang hendaklah mentadbirkan semua wang dan harta itu mengikut peraturan-peraturan yang dibuat di bawah Enakmen ini.

(4) Walau apapun peraturan yang disebut dalam subseksyen (3), mana-mana pelaburan, asset atau kumpulan wang yang terletak hak pada Majlis boleh dijual, dihasilkan dan dilupuskan, dan hasil-hasil daripadanya boleh dilaburkan dari semasa ke semasa dalam mana-mana undang-undang bertulis yang sedang berkuat kuasa bagi pelaburan wang amanah dan Hukum Syarak.

17

(55)

(5) Tertakluk kepada peruntukan-peruntukan Enakmen ini, Majlis, dengan kelulusan Duli Yang Maha Mulia Sultan boleh membuat peraturan-peraturan tentang pemungutan, pentadbiran dan pembagian semua harta Baitulmal.18

Seksyen 86, Kuasa Majlis memungut zakat dan fitrah

Majlis hendaklah berkuasa memungut zakat dan fitrah daripada setiap orang Islam yang kena dibayar di dalam Negeri Selangor mengikut Hukum Syarak bagi pihak Duli Yang Maha Mulia Sultan.19

Seksyen 87, Kuasa membuat peraturan-peraturan

(1) Majlis dengan persetujuan Duli Yang Maha Mulia Sultan boleh membuat peraturan-peraturan untuk mengawalselia semua perkara yang berhubungan dengan pungutan, pentadbiran dan pembagian zakat dan fitrah.

(2) Tanpa menjejaskan kuasa keseluruhan sebelum ini, Majlis boleh membuat peraturan-peraturan untuk –

(a) Menentukan dari semasa ke semasa nilai kadar zakat dan fitrah yang kena dibayar oleh setiap orang Islam di dalam Negeri Selangor;

(b) Mewujudkan tatacara pemungutan zakat dan fitrah;

(c) Melantik amil-amil bagi menjalankan pemungutan zakat dan fitrah; dan (d) Mewujudkan kesalahan dan memperuntukkan hukuman bagi

perkara-perkara yang berkaitan dengan pemungutan atau penyerahan hasil pungutan zakat dan fitrah.

18

Enakmen Pentadbiran Agama Islam Negeri Selangor 2003, International Law Book Servives, 2009, h. 123.

19

(56)

Demikianlah beberapa ayat yang berkaitan dengan pengelolaan peraturan zakat baik dari bidang kekuasaan maupun tata cara pengelolaannya. Di sub bab seterusnya akan dipaparkan dan dijelaskan bagaimana pelaksanaan peraturan-peraturan di atas diberlakukan.

C. Sejarah Pengelolaan Zakat di Selangor

Di Selangor, pada awal kemerdekaan penggunaan Enakmen Pentadbiran Undang-undang Islam 1952 yang mana menempatkan kedudukan Duli Yang

Maha Mulia Sultan Selangor ditempat teratas dalam pengendalian perkara yang berkaitan dengan agama Islam.20 Selaku Ketua Agama sebagaimana yang tertulis dalam Perlembagaan Persekutuan, Duli Yang Maha Mulia (DYMM) berperan dalam mengawasi tugas yang berkaitan dengan agama dan mendirikan satu Majlis Agama Islam (Council ofReligion) untuk membantu dan menasihati Duli Yang Maha Mulia dalam semua perkara yang berhubungan dengan agama dalam negerinya. 21

Gambar

TABLE 4.1 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin Tahun 2008 .................................. 71
Table 4.1 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin Tahun 2008
Table 4.2 Jumlah Asnaf Fakir dan Miskin Tahun 2009
Table 4.3 Pendistribusian Zakat Mengikut Asnaf (2008&2009)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Siti Zulaikha, M.Pd selaku Koordinator Program Studi Manajemen Pendidikan FIP UNJ yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada peneliti selama mengikuti pendidikan

bakpia Mengolah kulit bakpia Mencetak bakpia Memanggang Mengemas bakpia.. 35 Tahun 1991 Pasal 1 yang dimaksud dengan sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah

Berdasarkan kuesioner yang telah diberikan kepada 40 responden siswa, untuk pertanyaan ke enam 23 siswa menjawab sangat membantu, 8 siswa menjawab biasa saja,

Tujuan dari studi ini adalah untuk mengetahui debit optimum yang terdapat pada sumur TGL-123 dan gambaran perencanaan jaringan irigasi air tanah dengan sistem

Semua karyawan Manulife Indonesia saya rasa memiliki tanggung jawab masing-masing dalam menumbuhkan pemahaman klien tentang produk asuransi dari Manulife!. Khususnya Employee

Bengkalis telah memiliki jaringan sistem tersebut, akan tetapi masih terdapat beberapa kendala, khususnya dalam hal kurang optimalnya kecepatan akses ke sebuah

Topologi jaringan komputer Tree merupakan gabungan dari beberapa Topologi Star yang dihubungan dengan Topologi Bus, jadi setiap Topologi Star akan terhubung ke Topologi Star

Penerapan Akuntansi Zakat pada lembaga amil zakat diseluruh Indonesia ini akan mendorong LAZ DPU DT Cabang Semarang untuk berusaha lebih baik dalam mencatat