• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Ibadah Dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Fatihah Ayat 1-7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Konsep Ibadah Dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Fatihah Ayat 1-7"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh Irvan

NIM: 809011000009

Oleh

Irvan

NIM: 809011000009

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI

Skripsi berjudul: “KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’ANKAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”disusun oleh IRVAN, NIM. 809011000009, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diajukan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, 21 Juli 2013 Yang mengesahkan,

Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA.

(3)

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul “Konsep Ibadah Dalam Al-Qur’an Kajian Surat Al-Fatihah Ayat 1-7” diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqosyah pada tanggal 11 Januari 2013 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd.I) dalam bidang Pendidikan Agama.

Jakarta, 15 April 2014 Panitia Ujian Munaqosyah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Program Studi) Tanggal Tanda Tangan

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag

NIP : 19580707 198703 1 005 ……….. ………..

Sekretaris (Sekretaris Jurusan/Program Studi)

Marhamah Saleh, MA

NIP : 19720313 200801 2 010 ………... ………...

Penguji I

Bahrissalim, M.Ag.

NIP : 19680307 199803 1 002 ………… ………..

Penguji II

Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag.

NIP : 19670328 200003 1 001 ………... ………...

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Nurlena Rifa’i, MA. Ph. D.

(4)

iv ABSTRAK

IRVAN: KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’AN KAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui arti ibadah dan pentingnya ibadah bagi kehidupan kita sehari-hari serta mengetahui konsep ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah.

Ibadah adalah suatu istilah yang mencangkup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin) maupun yang nampak (lahir). Seringkali dan banyak diantara kita yang menganggap ibadah itu hanyalah sekedar menjalankan rutinitas dari hal-hal yang dianggap kewajiban, seperti sholat dan puasa, sayangnya kita lupa bahwa ibadah tidak mungkin lepas dari pencapaian kepada tauhid terlebih dahulu.

Dalam penelitian penulis menggunakan metode pendekatan deskritif analitis, dengan mencari dan mengumpulkan data, menyusun, serta menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap obyek penelitian. Dalam mengumpulkan data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (library Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni yang berasal dari buku-buku dan karya ilmiyah dibidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder.

(5)

v

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : IRVAN

NIM : 809011000009

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Alamat :Jl. Pulo Kambing Rt.010/03 No. 8 Kel: Jatinegara. Kec: Cakung. Jakarta Timur

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi dengan judul “KONSEP IBADAH DALAM Al-QUR’ANKAJIAN SURAT AL-FATIHAH AYAT 1-7”adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Dra. Hj. Elo Al-Bugis, MA. NIP.: 19560119 199403 2001

Demikian surat pernyaan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima konsekuensi secara akademis, apabila ternyata skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, Juli 2013

Yang Menyatakan

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pemberi rahmat dan hidayah, sehingga atas segala limpahan karunia dan nikmatnya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan meskipun masih belum sempurna. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, pemegang panji kebenaran, membawa kedamaian dan rahmat untuk semesta alam. Atas jerih payah beliau kita dapat memeluk agama Islam.

Penulis sadar, bahwa dalam penulisan skripsi ini tak jauh dari kesalahan dan kekeliruan. Kesempurnaan serta keberhasilan yang penulis dapatkan dalam

menyelesaikan skripsi ini tidak lain dan tidak bukan bekat bimbingan, bantuan serta saran-saran dari semua pihak yang terkait. Tanpa adanya mereka penulis

tidaklah berarti. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih atas segala bantuan dan bimbingan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dra. Hj. Elo al-Bugis, MA. dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan bimbingan dengan baik serta senantiasa memberikan motivasi agar skripsi ini dapat segera diselesaikan.

4. Para Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan ikhlas telah memberikan ilmunya kepada penulis selama masa kuliah.

5. Ibunda tercinta yang super luar biasa. Mama Barkah. Terimakasihatas segalanya, tetesan air mata dan doa yang selalu mengalir tanpa henti dan

tanpa pamrih untuk selalu mendoakan dan merestui penulis dalam menuntaskan studi demi meraih cita dan cinta.

6. Istri tercinta, Umi Kultsum binti H. Syamukri yang selalu mendampingi,

(7)

vii

7. Rekan-Rekan seperjuangan tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan tidak bosan-bosannya memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

8. Pihak-pihak lain yang berjasa baik secara langsung maupun tidak, membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.

Hanya rasa syukur yang dapat dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya dalam penyusunan skripsi ini, sekali lagi penulis berterima kasih kepada pihak yang telah bekerja keras membantu penulis, semoga usaha tersebut dicatat sebagai bentuk amal kebaikan, dan mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya, Amiin.

Jakarta, 21 Juli 2013

(8)

viii

DAFTAR ISI

JUDUL ... i

PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHANPENGUJI ... iii

ABSTRAK ... iv

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ……….. v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI………... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 3

C. Rumusan dan Pembatasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 3

F. Sietematika penulisan ... 4

BAB II KAJIAN TEORI ... 6

A. Pengertian Ibadah ... 6

B. Tujuan Ibadah ... 7

C. Hikmah Ibadah ... 9

D. Macam-macam Ibadah ... 11

1. Ibadah Mahdloh ... 11

2. Ibadah Ghoiru Mahdloh ... 13

E. Pengaruh ibadah terhadap jiwa manusia ... 14

1. Pengaruh Individu 16 2. Pengaruh Sosial ... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

A. Metode Penelitian ... 22

B. Sumber Data ... 22

C. Pengolahan Data ... 23

(9)

ix

E. Tehnik Penulisan ... 23

BAB IVPEMBAHASAN& TEORI ... 24

A. 1.Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7 ... 24

2. Pengertian dan Riwayat turunnya surat Al-Fatihah ... 24

3. Nama-nama surat Al-Fatihah ... 29

4. Keutamaan surat Al-Fatihah ... 29

5. Tafsir surat Al-FatihahAyat 1-7 ... 31

6. kandungan surat Al-Fatihah Ayat 1-7 ... 41

a. Keimanan ... 41

b. Ibadah ... 43

c. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan ... 44

d. Janji dan ancaman ... 45

e. kisah-kisah atau cerita-cerita ... 47

B. Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7………. .. 48

1. A).  ... 48

2. B).  . ... 52

BAB V PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran-saran ... 55

(10)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Surat al-Fatihah adalah “Mahkota Tuntunan Ilahi”. Yang disebut dengan

“Ummul Qur’an” atau “Induk al-Qur’an”. Banyak nama yang disandangkan kepada awal surat al-Qur’an itu. Tidak kurang dari dua puluh sekian nama. Dari nama-namnya dapat diketahui betapa besar dampak yang dapat diperoleh bagi

para pembacanya. Tidak heran jika do’a dianjurkan agar ditutup dengan Al-Hamdu lillahi Rabbil ‘Alamiin atau bahkan ditutup dengan surat ini.1

Ibnu Katsir mengatakan: “Mereka (para ulama) mengatakan bahwa al-Fatihah, terdiri dari dua puluh lima kata. Sedangkan hurufnya berjumlah seratus tiga belas huruf. Al-Fatihah dinamakan Ummul Kitab (induk Al-Qur’an) karena penulisan Al-Qur’an dan bacaan shalat dimulai dengan surat Al-Fatihah dan semua makna Al-Qur’an terkandung dalam surat Al-Fatihah tersebut2

Adapun mengenai sebab-sebab turunnya surat Al-Fatihah, banyak riwayat yang menyebutkan. Sebagian menyebutkan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah, yaitu pada permulaan disyariatkannya shalat, dan surat ini yang pertama

kali diturunkan secara lengkap tujuh ayat.3Jadi Al-Fatihah termasuk surat-surat Makiyah, dan diwajibkan membacanya didalam salat.4

Dari sebanyak 114 surat dalam al-Qur’an, sura al-Fatihah termasuk surat yang paling populer, dikenal mulai dari kalangan anak-anak sampai dewasa, dari

kalangan kaum dlu’afa sampai kalangan kaum yang bertahta. Belum ada suatu

penelitian yang menjelaskan mengapa surat al-Fatihah itu begitu amat populer dan dikenal luas oleh masyarakat, padahal surat yang pertama kali diturunkan bukan surat al-Fatihah, melainkan surat al-Alaq.5

1

.M. Quraish Shihab,Tafsir al-mishbah, volume 1 (jakarta: Lentera Hati,2002), hal: 3. 2Sa’id Hawwa,

Tafsir Al-Asas, (jakarta, Robbani Press1999), hal: 34. 3

Abuddin Natta,Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hal: 17

4

.Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an Dan Tafsirya, (yogyakarta: PT.Dana Bakti

Wakaf),Hal: 3. 5

(11)

Surat Al-Fatihah seringkali digunakan sebagai do’a yang dipanjatkan untuk seseorang yang telah meninggal dunia atau dalam keadaan terkena musibah. Hal ini tidak mengherankan, karena di dalam surat al-Fatihah terdapat kalimat yang

menunjukkan do’a6

seperti kalimat yang berbunyi:













“tunjukilah kepada kami jalan yang lurus. (Q.S. Al- Fatihah:6).

Selain itu, di dalam surat al-Fatihah juga terdapat pokok-pokok ajaran tentang ibadah, sebagaimana diwakili oleh ayat:









“hanya Engkaulah yang Kami sembah. dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.(Q.S. Al- Fatihah: 5).

Maka ibadah yang pada intinya ketundukkan untuk melaksanakan segala perintah Allah mengandung arti yang luas. Yaitu bukan hanya ibadah dalam arti khusus seperti shalat,puasa, zakat, dan haji, melainkan juga ibadah dalam arti luas, yaitu seluruh aktivatas kebaikan yang dlakukan untuk mengangkat harka dan martabat manusia dengan tujuan ikhlas karena Allah SWT.7Oleh karena itu tidak

jarang orang muslim setiap melakukan suatu do’a atau kegiatan keagamaan yang

berkaitan dengan ibadah selalu dimulai dan di akhiri dengan membaca surat Al-fatihah.

Melihat betapa pentingnya ibadah dalam kehidupan manusia sehari-hari dan hubungan kita kepada Allah SWT, agar kita menjadi orang yang bertaqwa disisi Allah SWT, maka penulis berminat untuk mengadakan penelitian terhadap konsep ibadah menurur al-Qur’an yang tercantum dalam Surat Al-Fatihah ayat 1-7, dengan judul “Konsep Ibadah dalam Al-Qur’an kajian Surat Al-Fatihah ayat 1-7”.

6

Ibid,hal: 13 7

(12)

B.

Identifikasi masalah

1. Minimnya pengetahuan manusia tentang arti ibadah

2. Kurangnya kesadaran manusia dalam mengenal pentingnya ibadah dalam kehidupan sehari-hari

3. Rendahnya minat manusia dalam melakukan ibadah

4. Rendahnya pemahaman manusia dalam menggali isi kandungan Surat al-Fatihah.

C.

Rumusan dan Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang penulis ungkapkan adalah:

1. Untuk apa manusia dan jin diciptakan oleh Allah Swt ?

2. Bagaimana bentuk dan sifat ibadah yang kita laksanakan sehari-hari ? 3. Bagaimana keistimewaan surat al-Fatihah ?

4. Bagaimanakonsep ibadah yang terdapat dalam surat al-Fatihah ?

Memperhatikan identifikasi masalah diatas, permasalahan yang diteliti oleh penulis dibatasi hanya membahas tentang ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah.

D.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut

1. Mengetahui arti ibadah dan pentingnya ibadah bagi kehidupan kita sehari-hari.

2. Mengetahui konsep ibadah yang terkandung dalam surat al-Fatihah.

E. Manfaat Penelitian

Dengan melaksanakan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

sebagai berikut: 1. ManfaatTeoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut:

(13)

diterangkan dalam penelitian ini.

b. Memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam rangka peningkatan motivasi diri untuk beribadah dalam kehidupan kita sehari-hari.

2. ManfaatPraktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada semua pihak dalam mengali isi kandungan dalam surat al-Fatihah.

F. Sistematika Penulisan

Sistimatika pemahasan yaitu rangkaian pembahasan yang tercangkup dalam isi skripsi, dimana satu dengan yang lainnya saling berkaitan sebagai satu kesatuan yang utuh, yang merupakan urutan-urutan tiap bab. Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan ini. Secara global akan penulis perinci dalam sistimatika pembahasan ini:

Sebelum masuk pada bab pertama akan dilengkapi dengan bagian yang meliputi halaman judul, halaman pengesahan, motto, halaman persembahan, kata pengantar, lembar abstraksi, daftar isi.

Bab I Pendahuluan terdiri atas : Latar belakang masalah,Identifikasi Masalah, Rumusan dan Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian. Sistematika Penulisan.

BabII Bab ini adalah kajian teori yang terdiri dari:Pengertian Ibadah, Tujuan Ibadah, Hikmah Ibadah, Macam-macam Ibadah, Pengaruh ibadah terhadap jiwa manusia.

Bab III Metodologi Penelitian, yang terdiri dari: Sumber Data, Pengolahan Data, Analisa Data, Tehnik Penulisan.

(14)

Keimanan, Ibadah, Hukum-hukum dan peraturan-peraturan, Janji dan ancaman, kisah-kisah atau cerita-cerita.Kemudian pada bagian B Konsep Ibadah dalam surat Al-fatihah Ayat 1-7 yang terdiri dari:iyyaka

na’budu dan Iyyaka nasta’iin.

(15)

6

A.

Pengertian Ibadah

Ibadah secara etimologis berasal dari bahasa arab yaitu

دا ع د عي د ع

yang

artinya melayani, patuh, tunduk. Sedangkan menurut terminologis adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai allah azza wa jalla, baik berupa

ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin1.

Ibadah pada hakekatnya adalah sikap tunduk semata-mata mengagungkan Dzat yang disembah.Abu A’la Al-Maududi menyatakan bahwa ibadah dari akar kata“Abd” yang artinya pelayan dan budak.Jadi hakekat ibadah adalah penghambaan dan perbudakan. Sedangkan dalam arti etimologi adalah penghambaan dan perbudakan, dan arti terminologinya adalah usaha mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan perintah-perinyah-Nya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Indikasi ibadah adalah kesetiaan, kepatuhan dan penghormatan serta penghargaan kepada Allah SWT serta dilakukan tanpa adanya batasan waktu.2

Ibadah merupakan bentuk integral dari syari’at, sehingga apapun ibadah yang

dilakukan oleh manusia harus bersumber dari syari’at Allah SWT, semua tindakan ibadah yang tidak didasari oleh syari’at islam maka hukumnya bid’ah. dan ibadah

tidak hanya sebatas menjalankan rukun islam saja, tetapi ibadah juga berlaku bagi semua aktivitas duniawi yang didasari dengan rasa ikhlas untuk mencapai ridho Allah SWT.3

Ibadah adalah buah dari keimanan kepada Allah, dengan segala sifat-sifat kesempurnaan-Nya. Seseorang yang menyakini adanya segala sifat-sifat

1

Amin Syukur, Pengantar Studi Islam, (Semarang :CV. Bima Sakti,2003), Hlm. 80. 2

Muhaimin, Tadjab, ABD. Mudjib. Dimensi-dimensi Studi Islam, (Surabaya, Karya Ab

ditama, 1994), hal. 256 3

(16)

kesempurnaan Allah, maka dia akan menyembah Allah.

Ibadah juga diartikan tunduk dan berhina diri kepada Allah SWT yang disebabkan karena kesadaran bahwa Allah yang menciptakan alam ini, yang menumbuhkan, yang mengembangkan, yang menjaga dan memelihara serta yang membawanya dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Ibadah itu timbul dari perasaan tauhid, maka orang yang suka memikirkan keadaan alam, memperhatikan perjalanan bintang-bintang, kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, bahkan mau memperhatikan dirinya sendiri, Maka akan timbul dalam sanubarinya

perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada Allah SWT Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Mengetahui.

Maka perasaan inilah yang menggerakkan bibir seseorang selalu bersyukur dan memuji Allah SWT, serta mendorong jiwa dan raganya untuk menyembah dan berhina diri kepada Allah SWT.Tetapi ada juga manusia yang tidak mau berfikir, dan tidak sadar akan kebesaran dan kekuasaan Allah, sering melupakan-Nya, sebab itulah maka tiap-tiap agama disyari’atkan bermacam-macam ibadah, agar dapat meng-ingatkan manusia kepada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT.

Dari keterangan diatasmaka jelaslah bahwa tauhid dan ibadah itu tidak bisa dipisahkan, keduanya saling mempengaruhi,dengan arti: tauhid menumbuhkan ibadah dan ibadah memupuk tauhid.

B.

Tujuan Ibadah

Tujuan utama dari ibadah ialah “takwa”.

Firman Allah SWT :



































(17)

Orang yang bertakwa akan selalu menjalankan perintah Allah SWT, serta menjauhi semua larangan-Nya, dan selalu ingat kepada Allah SWT dimanapun ia berada, baik dalam keadaan senang maupun susah, baik dalam keadaan sendiri maupun ramai. Dan Allah akan selalu bersama orang yang bertakwa. Firman Allah SWT :























“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang

bertakwa”.(Q.S. Al-Baqarah: 194)

Manusia diberi sarana oleh Allah SWT, diberi bumi untuk tinggal dan beribadah kepada-Nya.Allah memberikan kewajiban-kewajiban kepada manusia.agar manusia beribadah kepada-Nya, dengan tujuan agar manusia dapat terhindar dari sesuatu yang buruk yang dapat merugikannya di dunia dan di akherat.4

Ibadah atau menghambakan diri kepada Allah SWT, secara logis memang sudah merupakan tugas manusia sebagai ciptaan-Nya, karena Dia adalah sebagai kholik (yang menciptakan). Tujuan ibadah dalam islam adalah semata-mata untuk mendekatkan diri dan mencari ridho Allah SWT. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an :

















































“ Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah

untuk Allah, Tuhan semesta alam. tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (Q.S. Al-An’am : 162-163).

4.M. Mutawalli Asy Sya’rawi.

(18)

Selain itu ibadah juga bertujuan untuk memenuhi kewajiban manusia kepada Allah SWT.Sebab Allah menciptakan manusia di dunia ini hanya untuk beribadah menjalankan segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah SWT. Seperti yang dijelaskan dalam firman Allah SWT :

















“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. Al-Dzariyat : 56)

Pada ayat ini telah ditegaskan bahwa seluruh hidup kita hanya untuk menghambakan diri kepada Allah SWT.Bahkan seluruh alam yang ada dijagad raya ini mulai dari langit yang bertingkat tujuh dan bumi seisinya, semuanya sujud kepada

Allah SWT, tunduk dan patuh pada kehendak-Nya.5 Ibadah adalah ghayah(tujuan) dijadikannya jin dan manusia, oleh karena itu kita harus sadar dan harus tau betul fungsi dan tujuan kita hidup didunia, agar ketika kita melaksanakan sesuatu yang

telah diwajibkan oleh sang pencipta kepada kita, timbul rasa ikhlas dan ridho dalam mengerjakannya.

C.

Hikmah Ibadah

Apabila tiap ibadah dalam syari’at islam diteliti dan diselami hikmah dan rahasianya, maka tidak ada suatu ibadah yang kosong dari hikmah, dan hikmah ada yang terang dan ada yang tersembunyi. Mereka yang terang hatinya, cemerlang pikirannya, dapat menyelami hikmah-hikmah tersebut. Dan mereka yang tidak terang mata hatinya, tidak tembus pikirannya, maka tidak akan dapat menyelaminya. Para muhaqqiq mengatakan : Tiap-tiap amal dari amalan-amalan syara’ baik ibadah, maupun akhlak terpuji ataupun tercela, terdapat hukum pada asal yang tertentu, ada hikmah-hikmah yang diistimewakannya dari yang lain dan ada rahasia yang

5

(19)

menghendakinya.6

Kita harus yakin bahwa segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya pasti memiliki manfaat dan hikmah dibalik perintah tersebut, begitu pula sebaliknya semua larangan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti mempunyai mahdorot yang akan kembali pada pelakunya.Oleh karena itu tidak dapat diragukan, bahwa tiap-tiap hukum syar’i mengandung kemaslahatan, antara amal dengan pembalasan ada persesuaian. Bukankah ibadah-ibadah hanya semata-mata ujian untuk menguji patuh tidaknya seorang hamba.7

Manusia adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, diciptakan dengan bentuk sebaik-baiknya, dan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lainnya.Manusia juga mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik atau buruk. Dalam aspek yang lain, manusia diciptakan dengan sifat lemah, keluh kesah, melampaui batas, mengingkari kodrat kemanusiaannya, suka membantah, suka mengikuti kehendak nafsunya, dan tergesah-gesah. Pada prinsipnya, manusia sering menyiksa dirinya dalam suatu tindakan dan perbuatan, serta banyak pula berbuat kemungkaran dan amalan-amalan keji yang menimbulkan dosa.Amalan-amalan yang berefek buruk memberikan implikasi negative kepada diri individu dan dapat pula menganggu pertumbuhan dan perkembangan mental spiritualnya.8

Bagi agama Islam ibadah merupakan salah satu alternatif yang bisa merawat dan

mengobati gangguan psikologi. Shalat, puasa, zakat, haji, tilawah qur’an, zikir dan do’a adalah sebagian diantara metodologi psikoterapi ibadah untuk merawat penyakit mental. Melalui metode ini individu disarankan menjauhi sifat takabbur (sombong),

hasad (dengki), riyada mengumpat.9 Ibadah dalam islam merupakan metode untuk menyucikan diri dari aspek psikologis ataupun aktivitas keseharian individu. Pada prinsipnya ibadah adalah pengakuan akan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk Allah, dan karena itu sebagai hamba-Nya manusia berkewajiban untuk mengabdi

6

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, kuliahibadah, (semarang, PT. Pustaka Rizki

Putra, 2011), hal 71 7

ibid,hal 72 8

Khairunnas Rajab, Psikologiibadah, (Jakarta, AMZA, 2011), hal. 72 9

(20)

kepada Allah SWT sebagai Tuhan dan Zat tempat ia kembali.10

Ibadah yang dituntut Islam bukan saja sebagai jalan untuk pengabdian semata, akan tetapi mengabdikan diri kepada Allah SWT bisa dijadikan sebagai metodologi psikoterapi yang mampu merawat dan mengobati fenomena-fenomena gangguan psikosis, neurosis, stress depresi dan gangguan mental lainnya. Dengan kata lain, ibadah yang menjadi amalan individu, bukanlah bertujuan mengagungkan Allah semata, tetapi ibadah lebih kepada peningkatan atas nilai-nilai spiritualitas, yaitu dengan memberikan latihan rohani yang kontitunitas. Ibadah adalah upaya mewujudkan ketenangan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesehatan mental.Semua agama, termasuk agama penyembah berhala sekalipun, terdapat berbagai macam ibadah yang beraneka ragam bentuk, syarat dan tujuan-tujuannya.Islam menjadikan ibadah sebagai sarana untuk mensucikan jiwa dari segala dosa dan kejahatan.

D.

Macam-macam ibadah

Praktek ibadah sangatlah beragam, tergantung dari sudut mana kita meninjaunya,kalau penulis perhatikanjenis ibadah,maka penulis dapat mengklasifikasikannya dalam beberapa bagian, yang dilihat dari beberapa sudut pandang.

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya11

1. Ibadah Mahdloh

Ibadah mahdloh atau ibadah khusus ialah ibadah yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Adapun jenis ibadah yang termasuk ibadah mahdloh adalah: wudhu, tayammum, mandi hadats, shalat, shiyam ( Puasa ), haji, umrah. Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:

a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari

Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, dan keberadaannya

10

Ibid,hal 74 11

Muhammad Alim, Pendidikan agama islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,2006),

(21)

tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika. Seperti Firman Allah SWT:















...

“…dirikanlah Shalat dan tunaikanlah zakat…" . (Q.S. An-Nissa: 77)











































“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (Q.S. Al- Baqaah: 183)

b. Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan

diutusnya rasul oleh Allah SWT adalah untuk memberikan contoh,12 hal tersebut sekaligus dijelaskan oleh Rasulullah SAW.

“ Kerjakanlah shalat sebagaimana kamu melihatku melakukannya.”13























....

“Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah”…(Q.S. Al-Hasyr : 7).

c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini

bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya

12

Ibid, hal 145 13

Imam Abi Abdillah Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah bin Bardizbah Al

(22)

bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai

dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.

d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari seorang hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Seorang hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutusnya Rasul adalah untuk dipatuhi dan ditaati.14

Jadi,waktu dan tata cara pelaksanaan ibadah mahdloh sudah ditentukan dan sudah diatur oleh Allah dan asul-Nya, manusia tidak boleh menambahkan atau menambahi ibadah-ibadah yang sudah jelas dalil-dalilnya dan sudah diatur oleh

al-Qur’an dan al-hadis.

2. Ibadah Ghairu Mahdloh

Ibadah ghairu mahdloh atau ibadah umum ialah semua amalan yang diizinkan oleh Allah SWT. Contoh dari ibadah ghairu mahdloh ialah belajar, dzikir, tolong menolong dan lain sebagainya.Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:

a. Keberadaannya didasarkan tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh dilaksanakan.

b. Pelaklaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” atau jika ada yang mengatakan, segala sesuatu yang tidak dikerjakan oleh rasul maka hukumnya bid’ah, maka dalam hal ini bid’ahnya adalah bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut

bid’ah dhalalah.

c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika yang sehat, suatu ibadah yang ghairu mahdloh dianggap buruk, merugikan,

14

(23)

dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.

d. Azasnya “Manfaat”, selama ibadah ghairu mahdloh itu bermanfaat, maka ibadah tersebut boleh dilakukan.15

e. Dalam keterangan lain, seperti yang diterangkan dalam kitab Kaasyifah As-Sajaa sarah Safina An-Naja Fii Usul Al-diin, ibadah terbagi menjadi dua, yakni :

1) Ibadah badaniyah Zohiroh, adalah ibadah yang dilakukan dengan fisik

anggota badan, seperti: shalat, puasa, haji, dan zakat.

2) Ibadah badaniyah Qolbiyah, adalah ibadah yang dilakukan dengan hati dan

keyakinan, seperti: iman, tafakur, tawakal,sabar,roja,ridho dengan qodlo dan qadarnya Allah, taubat dan mahabbah kepada Allah SWT.

Dari dua bagian diatas, yakni ibadah badaniyah Zohiroh dan ibadah badaniyah Qolbiyah, yang paling utama didahulukan adalah ibadah badaniyah Qolbiyah.16karena ibadah seseorang tidak akan diterima tanpa disertai dengan keimanan.

E.

Pengaruh Ibadah Terhadap Jiwa Manusia

Ibadah adalah mensyukuri nikmat Allah SWT, kita yakin bahwa Allah yang memberikan nikma kepada kita, maka beribadah dengan mensyukuri Dzat yang memberikan nikmat adalah wajib, dan sesuatu yang telah diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya mempunyai pengaruh bagi jiwa dan hidup kita baik secara langsung maupun tidak, serta memberikan dampak yang positif bagi kehidupan kita baik di dunia maupun di akhirat.

Setiap ibadah mempunyai pengaruh yang khusus dalam melapangkan akhlak pribadi bagi orang yang beribadah, dalam mengheningkannya dan membawa pribadi berangsur-angsur maju menuju kesempurnaan yang layak dan memperoleh derajat

15

Ibid, hal : 147 16

. Al imam Abi Abdi Al- Mu’ti Muhammad Nawawi Al-jawi, Kaasyifah As-Sajaa sarah

(24)

yang tinggi di sisi Allah, yakni maqam taqarrub.17

Apabila diperhatikan tentang kedudukan ibadah dalam islam, maka ibadah adalah jalan yang harus dilalui untuk mensucikan jiwa.18Tiap-tiap ibadah yang dikerjakan karena didorong oleh perasaan tauhid, nisacaya akan menimbulkan kesan

pada tabi’at dan budi pekerti bagi orang yang beribadah. Seperti halnya orang yang mendirikan shalat yang didasari oleh rasa kesadaran akan kebesaran dan kekuasaan Allah, dan didorong oleh perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada-Nya, maka orang tersebut akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yangtidak baik, yang dilarang

Allah SWT. Dengan demikian ibadah shalat yang dia kerjakan itu akan mencegahnya dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik.19 Hal itu sesuai dengan firman Allah SWT:



















































“ bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan

dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al-Ankabut: 45).

Ibadah yang dikerjakan bukan karena dasar keyakinanpada kebesaran dan kekuasaan Allah SWT, dan bukan pula karena dorongan perasaan bersyukur dan berhutang budi kepada Allah SWT, hanya karena ikut-ikutan, atau karena memelihara tradisi yang sudah turun-temurun, maka hal tersebut bukanlah dinamakan ibadah yang sebenarnya, walaupun hal tersebutmempunyai rupa dan bentuk ibadah, tetapi tidak mempunyai jiwa ibadah, ibadah seperti itu sama halnya dengan gambar atau patung, bagaimanpun juga miripnya dengan manusia, maka tidak bisadinamakan

17

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqy, Op.Cit, hal. 74 18

ibid,hal 75 19

(25)

manusia. Ibadah yang semacam itu, tidak ada kesan dan tidak ada buahnya pada tabiat dan akhlak orang yang mengerjaknnya.

1. Pengaruh Individu

Ibadah bagi Seorang Muslim sangatlah berpengaruh, baik di dunia maupun diakhirat. Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut ini penulis akan sampaikan beberapa poin penting yang menunjukkan besarnya pengaruh positif ibadah dan amal shaleh yang dilaksanakan seorang muslim dalam hidupnya.

a. Membentuk kehidupan dan akhlak seorang muslim dengan corak rabbani, dan menjadikannya berorientasi kepada Allah SWT dalam segala hal yang dilakukannya, ia melaksanakannya dengan niat seorang abid yang khusus, dan denga jiwa (ruh) seorang hamba yang tekun dan tenggelam dalam ibadah, hal ini mendorongnya untuk memperbanyak amalan-amalan yang bermanfaat, mengerjakan kreativitas yang baik dan segala sesuatu yang memudahkan baginya. Serta menjalankan kehidupan secara optimal. Hal ini dapat menambahkan depositonya yang berupa amal kebaikan dan taqorrub di sisi Allah Azza wa jalla.20 Ibadah juga mengajarkan manusia untuk mengihsankan amal (pekerjaan) duniawinya, meningkatkan kualitas dan menekuninya, selama ia mempersembahkan amal ibadah itu hanya kepada Allah, demi mengharapkan ridho dan kebaikan Allah SWT.

b. Memberikan kepada seorang muslim kesatuan orientasi dan kesatuan tujuan dalam semua aspek kehidupan. ia ridho kepada Allah SWT dalam setiap apa yang dilakukan dan yang ditinggalkannya serta menghadap (berorientasi) kepada Rabbnya dengan segenap amal usaha, duniawi dan ukhrowi, tidak ada sikap dikotomi, dilematika dan dualisme dalam keperibadian dan hidupnya.21

c. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat

Allah Ta’ala berfirman,

20

Yusuf Al-Qardawy, penganter kajian Islam, ( Jakarta,pustaka Al-Kautsar,1997) hal, 100, 21

(26)

















































“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah

mereka kerjakan” (Q.S. An- Nahl: 97).

Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam

ayat di atas dengan tafsiran “kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik”

dan kebaikan-kebaikan lainnya yang mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka Allah Ta’ala akan menjadikan hidupnyasengsara di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman :



























“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari

kiamat dalam keadaan buta” (Q.S. Thaaha: 124)

d. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar / solusi dari semua masalah dan kesulitan yang dihadapi.

Allah SWT berfirman :























(27)

Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah, serta menjauhi semua

perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allah Ta’ala.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman :













“Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan baginya

kemudahan dalam (semua) urusannya” (Q.S. Ath-Thalaaq:4).

Allah akan meringankan dan memudahkan (semua) urusannya, serta menjadikan baginya jalan keluar dan solusi yang segera (menyelesaikan masalah yang dihadapinya).

e. Penjagaan dan taufik dari Allah Ta’ala.

Apabila kita menunaikan hak-hak Allah dengan selalu beribadah kepada-Nya,

serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Maka Allah akan selalu bersama kita dengan selalu memberi pertolongan dan taufik-Nya kepadamu.

f. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda kesempurnaan iman Sesorang akan merasaklan manis dan lezatnya iman apaila ia ridho Allah sebagai Tuhannya, islam sebagai agamanya dan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasullnya. Karena dengan keridhoannya itu ia akan ikhlas melaksanakan ibadah dan amalan-amalan yang telah diperintahkan oleh Allah dan asul-Nya, tanpa ada rasa berat dan rasa terpaksa.

Sifat inilah yang dicontohkan oleh para sahabat Rasulullah SAW, yang semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah SWT, karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Allah SWT berfirman:



















(28)















“Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada

keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan maksiat.Mereka itulah orang-orang

yang mengikuti jalan yang lurus.” (QS al-Hujuraat:7).

g. Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama Allah Allah Ta’ala berfirman,

























































“ Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh, dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.”(Q.S. Ibrahim: 2 Fungsi ibadah mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka dengan taufik dari

Allah Ta’ala orang yang beriman tidak akan mau berpaling dari keimanannya, karena mereka merasakan manisan dan nikmatan iman.Walaupun cobaan dan penderitaan datang silih berganti, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya.Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dalam keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanan mereka menghadapi permusuhan dan penindasan dari orang-orang kafir Quraisy, di masa

awal Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mendakwahkan Islam.

2. Pengaruh Sosial

(29)

lainnya.

Dalam ibadah mahdloh seperti halnaya shalat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat secara berjamaah, baik shalat harian yakni lima waktu, mingguan pada

shalat jum’at atau tahunan yakni shalat idul fitri dan idul adha. Semua itu mempunyai

pengaruh dalam kehidupan bermasyarakat dan mencerminkan persatuan dan kesatuan umat.22

Dalam shalat berjamaah dapat membiasakan atau mendidik orang-orang mukmin

untuk berjiwa merdeka, berjiwa sama rata sama rasa dan menumbuhkan jiwa persaudaraan. Manusia merasa sama dirinya dengan orang lain dalam menyembah Allah SWT, hilang dari mereka rasa angkuh dan takabur. Dan dapat melatih persatuan dalam hal tolong menolong, dan memberi pengertian bahwa satu sama lain diibaratkan sama seperti tembok.23

Islam dalam aktifitas ibadahnya juga sering mengadakan pertemuan- pertemuan yang besar dan mengadakan usaha-usaha sosial, disyari’atkannya hari raya kecil dan hari raya besar. Hari raya kecil, diletakkan sesudah puasa dan hari raya besar diletakkan sesudah selesai wukuf di Arafah.Pada hari raya puasa disyari’atkan zakat

fitrah dan pada hari raya haji, disyari’atkan kurban.Oleh sebab itu, dituntut bagi

seluruh warga masyarakat agar keluar dan pergi untuk melaksanakan shalat Id bejamaah.Dengan berkumpulnya mereka dalam satu tempat dan satu tujuan maka terjadilah persamaan dan kedamaian dalam lingkungan masyarakat.

Begitu pula dalam ibadah mahdloh lainnya seperti halnya zakat, di dalam zakat juga bisa kita temukan pengaruh yang begitu besar, baik bagi orang yang memberi maupun orang yang menerima zakat. Bagi orang yang menerima zakat, mereka dapat memelihara dirinya dari kehinaan, kesusahan dan aib kemiskinan, serta memantapkan iman dalam hati mereka dan memperkokoh dasar jihad dijalan Allah serta

menegakkan kemaslahatan umum.Para ibnu sabildapat meneruskan perjalannya

22

Khairunnas Rajab, Op Cit, Hal 77 23

(30)

dengan pertolongan zakat.Anak-anak yang terlantar dapat disantuni dalam tempat-tempat tertentu dengan biaya yang dikumpulkan dari harta zakat.24

Oleh karena itu menurut penulis, bahwa para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu kesatuan dalam ibadah, iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan menimbulkan rasa solidaritas dalam kelompok masyarakat maupun perorangan, bahka kadang – kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. dan rasa persaudaraan (solidaritas) itu dapat

mengalahkan rasa kebangsaan.

Maka dapat disimpulkan bahwa norma yang memberikan arahan dan makna bagi kehidupan masyarakat ialah agama, dan agama tidak terlepas dari ibadah dan aturan-aturannya. Masalah agama juga tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena agama itu sendiri ternyata diperlukan dalam kehidupan masyarakat.

24

(31)

22

A.

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan pendekatan deskripstif analitis. Metode

Deskriptif Analitis akan digunakan dalam usaha mencari dan mengumpulkan

data, menyusun, menggunakan serta menafsirkan data yang sudah ada. Untuk

menguraikan secara lengkap, teratur dan teliti terhadap suatu obyek penelitian,

yaitu menguraikan dan menjelaskan konsep ibadah dalam Al-Qur’an kajian surat

Al-Fatihah ayat 1-7.

Dalam pengumpulan data, peneliti menempuh langkah-langkah melalui riset kepustakaan (Library Research) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni. Metode riset ini dipakai untuk mengkaji sumber-sumber tertulis. Sebagai data primernya adalah buku-buku tafsir. Di samping juga tanpa

mengabaikan sumber-sumber lain dan tulisan valid yang telah dipublikasikan untuk melengkapi data-data yang diperlukan. Misalnya kitab-kitab, buku-buku, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti sebagai data sekunder.

B. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengambil data, dari pendapat para ahli yang diformulasikan dalam buku-buku, istilah ini lazim disebut library research yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di bidang tafsir dan pendidikan, yang terdiri dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam dalam penulisan ini adalah tafsir Al-Qur’ansurat Al-Fatihah ayat 1-7, Tafsir al-Misbah, Tafsir Al-Asas, Tafsir Al-Qurthubi, Tafsir Ath-Thabari.

(32)

kitab-kitab lainnya yang sesuai dengan permasalahan.

C. Pengolahan Data

Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta diambil kesimpulan dari data

yang terkumpul.

D. Analisa Data

Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis menggunakan metode tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat Al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan menyebutkan ayat-ayat yang akan ditafsirkan, menjelaskan makna lafazh yang terdapat di dalamnya, dan menjelaskan isi kandungan ayat yang kemudian dikaitkan dengan education approuch.

E. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku PEDOMAN PENULISAN SKRIPSI yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

(33)

24

A. 1. Teks Surat Al-Fatihah Ayat 1-7



















































































































Artinya :

1. Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. Yang menguasai di hari Pembalasan.

5. Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan.

6. Tunjukilah Kami jalan yang lurus,

7. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

2. Pengertian dan Riwayat Turunnya Surat Al-Fatihah

Al-Fatihah berasal dari kata Fataha, yaftahu, fathah yang berarti

pembukaan dan dapat pula diartikan “ kemenangan”. Dinamai demikian kerena

(34)

kemenangan.1Peletakan surat Al-Fatihah berada pada permulaan Al-Qur‟an adalah dengan perintah dari Nabi Muhammad SAW sendiri, yang dinamakan dengan tauqifi.2

Para ulama berbeda pendapat tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah ini. Paling tidak ada tiga pendapat:

1. Makiyah (surat yang diturunkan di Makkah). Ini adalah pendapat Ibnu Abbas, Qatadah,dan Abu Al-Aliyah.

2. Madaniyah (surat yang diturunkan di Madinah). Ini adalah pendapat Abu

Hurairah, Mujahid, Atha‟binYasar, Az-Zuhri dan lainnya.

3. Pendapat lain mengatakan bahwa separuhnya diturunkan di Makkah dan separuhnya lagi diturunkan di Madinah.

Abu Laits As-Samarqandi berkata: Bahwa pendapat pertamalah yang kuat dan shahih, berdasarkan firman Allah SWT.3





























“Dan Sesungguhnya Kami telah berikan kepadamu tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang dan Al- Qur‟an yang agung.” (Q.S. Al-Hijr:87)

Yang dimaksud tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang ialah surat Al-Fatihah yang terdiri dari tujuh ayat. sebagian ahli tafsir mengatakan tujuh surat-surat yang panjang Yaitu Al-Baqarah, Ali Imran, Al-Maaidah, An-Nissa', Al 'Araaf, Al An'aam dan Al-Anfaal atau At-Taubah.4

Selanjutnya dalam kitab asbab al-Nuzul Imam Abi al-Hasan Ali bin Ahmad al-Wakhidiy al-Naysaburi yang dinukil oleh Abuddin Nata, dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan mengatakan, bahwa dalam hal turunnya surat al-fatihah ini terdapat perselisihan, namun menurut sebagian besar ahli tafsir mengatakan bahwa surat Al-Fatihah tersebut turun di Mekkah dan termasuk surat Al-Qur‟an yang pertama kali diturunkan.5

1

Abuddin Natta, Op Cit, hal :14 2

Universitas Islam Indonesia, op. Cit, hal: 3 3

H.Darwis Abu Ubaidah, Tafsir al-Asas,(Jakarta,Pustaka Al-Kautsar), hal:14 4

.Al- Qur’an Dan Terjemahnya, departemen Agama RI

5

(35)

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbahnya mengatakan, hampir seluruh ulama berpendapat bahwa surat ini bukanlah wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. Hadits-hadits yang menyebutkan bahwa lima ayat dari

surat Iqra‟ merupakan wahyu yang pertama, dan hadits tersebut begitu kuat dan

banyak yang meriwayatkan sehingga riwayat lain tidak wajar menggugurkannya6 Salah seorang ulama yang berpendapat bahwa Al-Fatihah adalah wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW, bahkan sebelum Iqra’ Bismi

Rabbika adalah Syekh Muhammad Abduh. Alasan yang dikemukakan oleh beliau antara lain sebuah riwayat yang tidak shahih (mursal) yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi, di samping itu ia juga memakai argumen logika. Adapun kesimpulan dalil yang beliau ungkapkan adalah bahwa: Ada sunnah/kebiasaan Allah SWT, yang menyangkut penciptaan maupun dalam penetapan hukum, Allah selalu memulainya secara umum dan global, baru kemudian disusul dengan rincian secara bertahap. Menurut Abduh, surat Al-Fatihah dalam kedudukannya sebagai wahyu yang pertama, atau keberadaannya pada awal al-Qur‟an merupakan penerapan sunnah tersebut. Al-Qur‟an turun menguraikan persoalan-persoalan seperti : 1) Tauhid, 2) Janji dan ancaman, 3) Ibadah yang menghidupkan tauhid, 4) Penjelasan tentang jalan kebahagiaan di dunia dan di akhirat dan cara mencapainya, 5) Pemberitaan atau kisah generasi terdahulu.7

Kelima pokok persoalan diatas, tercermin dalam ketujuh ayat surat Al-Fatihah. Tauhid pada ayat kedua dan kelima, janji dan ancaman pada ayat pertama, ketiga dan ketujuh, ibadah juga pada ayat kelima dan ketujuh, sedang sejarah masa lampau diisyaratkan oleh ayat terakhir.

Alasan Abduh ini tidak diterima oleh mayoritas ulama, kendati ada yang berusaha mengkompromikannya dengan mengatakan bahwa surat Al-Fatihah adalah wahyu pertama dalam bentuk satu surat yang turun secara sempurna,

sedang Iqra‟ (surat Al-Alaq) adalah wahyu pertama secara mutla, walau ketika

turunnya baru terdiri dari lima ayat, seperti diketahui bahwa surat Iqra‟ terdiri dari

Sembilan belas ayat.

6

M. Quraish Shihab,Tafsir Al-mishbah, volume 1, Op Cit, Hal: 4 7

(36)

Uraian Abduh yang berdasarkan logika diatas tetap dapat diterima, tetapai bukan dalam konteks membuktikan turunnya Al-Fatihah mendahului Surat Iqra‟, tetapi dalam rangka membuktikan kedudukan Al-Fatihah sebagai Ummul Qur’an atau untuk menjelaskan mengapa surat Al-Fatihah diletakkan pada awal

al-Qur‟an.8

Menetapkan sebab nuzul atau masa turunnya ayat haruslah berdasarkan data sejarah yang antara lain berupa informasi yang shahih. Nalar dalam hal ini tidak berperan kecuali dalam melakukan penilaian terhadap data dan informasi itu.

Mengabaikan informasi yang kuat atau riwayat yang shahih dan mengambil riwayat yang dhaif, walau dengan mengukuhkannya dengan alasan logika, bukanlah cara yang benar dalam menetapkan sejarah. Itu sebabnya murid dan sahabat dekat Syekh Muhammad Abduh sendiri yakni Syekh Muhammad Rasyid Ridha, berkomentar dalam Tafsir Al-Manar bahwa argumentasi gurunya itu aneh.9

Berdalih dengan Sunnah Allah yang disinggung oleh Abduh di atas, yakni bahwa Allah selalu menyebutkan sesuatu secara global baru kemudian memerincinya, bias juga diterapkan pada kelima ayat pertama surat Iqra‟. Dalam surat itu disinggung persoalan pokok yang mengantar kepada kebahagiaan umat manusia, yakni ilmu pengetahuan dan keikhlasan (ayat pertama dan ketiga). Disinggung juga sifat-sifat Tuhan yang merupakan inti ajaran Islam.Demikian juga uraian sejarah yang diwakili oleh penjelasan tentang asal kejadian manusia. Ayat-ayat al-Qur‟an dalam berbagai surat dapat dapat dikatakan menjelaskan pokok-pokok bahasan itu.10

Disisi lain dalam surat Al-Fatihah dapat ditemukan ayat yang dapat dijadikan semacam indikator bahwa Al-Fatihah bukanlah wahyu yang pertama turun. Ayat yang dimaksud adalah ayat kelima:









“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami mohon pertolongan”. (Q.S. Al-Fatihah: 5)

8

Ibid,hal: 5 9

Ibid,hal: 6 10

(37)

Kata kami (bentuk jamak) memberi isyarat bahwa ayat ini baru turun setelah adanya komunitas muslim yang menyembah Allah secara berjamaah. Ini tentu saja tidak terjadi pada awal kenabian, lebih-lebih pada awal penerimaan wahyu-wahyu Al-Qur‟an. Di samping itu kandungan surat ini jauh berbeda dengan kandungan surat-surat pertama yang pada umumnya berkisar tentang pengenalan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan pendidikan terhadap Nabi Muhammad SAW. Menurut M. Quraish Shihab, ia tidak menemukan informasi yang pasti tentang kapan persisnya surat ini turun. Ada riwayat yang menyatakan bahwa ia turun

sesudah surat Al-Muddatsir, ada juga yang berpendapat turunnya sesudah surat Al-Muzammil dan Al-Qalam. 11Sementara itu Mujahid berpendapat bahwa surat Al-Fatihah termasuk surat yang diturukan di Madinah. Dalam kaitan ini al-Husain bin fadhil berpendapat bahwa pendapat Mujahid termasuk pendapat yang tergesah-gesah, dan tampaknya ia hanya sendiri yang berpendapat demikian, dan ulama lain menyangkalnya.12

Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua kali, yaitu Mekkah dan Madinah dengan tujuan untuk memulikan surat tersebut. Dalam hubungan ini Ibn Katsir mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan dua kali; sekali di Mekkah dan sekali lagi di Madinah. Semantara itu ada pula pendapat Abu al-Laits al-Samarqandi yang mengatakan bahwa sebagian surat Al-Fatihah turun d Mekkah dan sebagiannya lagi turun di Madinah. Namun pendapat yang terakhir ini sangat aneh (gharib jidan)13

Dari berbagai pendapat diatas tentang tempat turunnya surat Al-Fatihah, tampak jelas bahwa yang paling kuat adalah pendapat yang mengatakan bahwa surat Al-Fatihah diturunkan di Mekkah. Namun demikan tidak terdapat keterangan tentang sebab-sebab atau peristiwa yang menyertai turunnya surat Al-Fatihah itu, serta dalam situasi dan kondisi yang bagaimana surat itu turun, dan

tahun berapa tepatnya surat itu turun ?pertanyaan ini belum ada riwayat yang menjelaskannya. Namun dari keterangan bahwa surat Al-Fatihah itu turun pada

awal disyariatkannya shalat, maka dapat diperkirakan pada saat Isra‟ Mi‟raj Nabi

11

Ibid,hal: 6 12

Abuddin Natta,Op Cit. hal :19 13

(38)

Muhammad SAW, yang menurut sejarah disekitar satu tahun menjelang Rasulullah SAW pindah (hijrah) kemadinah, yaitu pada tahun ke-13 dari kenabian Muhammad SAW.14

3. Nama-nama Surat Al-Fatihah

Surat yang mulia ini memiliki nama cukup banyak dan begitu indah, berikut ini adalah nama-nama lain dari surat Al Fatihah:

1. Ash-shalaah (shalat). 2. Al-Hamdu (segala puji).

3. Fatihatul Kitab (pembuka kitab).

4. Ummul Kitab (Induk Al-kitab).

5. Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an).

6. Al-Matsani (yang diulang-ulang).

7. Al-Qur’an Al-Azhim (Al-Qur’an yang agung).

8. Asy-Syifa’ (penawar / obat). 9. Ar-Ruqyah (mantera/jampi).

10.Al-Asas (dasar/fondasi).

11. Al-Waafiyah (yang lengkap/penyempurna).

12. Al-Kafiyah (yang mencukupi)15.

4. Keistimewaan Surat Al

-

Fatihah

Surat Al-Fatihah ini memiliki banyak Fadhilah (keutamaan), seperti yang

diterangkan dalam beberapa riwayat,

14

ibid, hal :19 15

H. Darwis Abu Ubaidah, op cit, hal. 23 16

Imam Abi Abdillah Muhamma

Referensi

Dokumen terkait

Ucapan syukur dari hati yang terdalam kepada Allah SWT atas segala karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat berdiri tegar dan

13 Berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan terkhusus istri dalam lingkup rumah tangga berupa penyerangan terhadap psikologis seseorang dalam bentuk

Dari ayat di atas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Allah telah menganugerahi sifat sosial dan pendidikan yang tinggi kepada hamba-Nya, sehingga mereka

tentang praktek pemberian hadiah ini merupakan hal yang selalu aktual untuk dibahas, karena praktek pemberian hadiah ini adalah merupakan tradisi masyarakat dunia

al- Ma’arij (70) ayat 19-35 adalah sebagai berikut: mengerjakan shalat pada setiap waktu yang ditetapkan, menunaikan zakat dan mengeluarkan sedekah, beriman kepada adanya

Skripsi ini menguraikan tentang sabar menurut Ibnu Qayyim Al Jauziyah yakni menahan jiwa dari cemas, lisan dari mengeluh dan menghadapi musibah dengan tenang dan lapang

Nabi Ibrahim as adalah salah seorang dan 25 Rasul Allah yang telah diutus kepada ummat manusia sepanjang sejarah kehidupan ummat manusia yaitu mulai dan Nabi Adam

Maksud dari ayat di atas adalah Allah memerintahkan agar merendahkan diri kepada kedua orang tua dengan penuh kasih sayang. Yang dimaksud dengan merendahkan diri dalam