• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemunculan dan Perkembangan Novel Arab (2)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemunculan dan Perkembangan Novel Arab (2)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

52 20 SYAKBAN - 5 RAMADLAN 1431 H

H A D L A R A H

2. Gibran Kahlil Gibran

Gibran Kahlil Gibran (Jibran Kahlil Jibran) dilahirkan pada tanggal 9 Januari 1883 di Bisyrri, sebuah desa di gunung al-Urz, Libanon. Ayahnya bernama Khalil Jibran. Ibunya bernama Kamilah. Sang ibu seorang wanita cantik, terpelajar, dan pekerja keras yang menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Prancis. Ibu Kahlil Gibran juga seorang musisi yang mewariskan semua ilmunya kepada anaknya.

Kahlil Gibran lahir dan tumbuh dalam keluarga yang hidup di bawah tekanan krisis ekonomi yang terjadi di Libanon. Sang ibu-lah yang teibu-lah memperkenalkan sastra kepada sastrawan legendaris ini. Sang ibu pula yang telah mengantarkannya menjadi seorang sastrawan dan pelukis. Sejak kecil, ibunya telah memperkenalkan kepadanya karya-karya para pelukis besar, seperti Leonardo da Vinci dan Michel Angelo.

Perjalanan pendidikan Kahlil Gibran dimulai dari rumahnya sendiri di bawah asuhan sang ibu. Pada usia lima tahun, Gibran kecil dimasukkan ke Sekolah Dair Mar El Yasya, dekat Bisyirri. Di samping belajar baca tulis, Gibran juga diajarkan bahasa Arab dan Suryani.

Pada tahun 1895, karena kondisi ekonomi Libanon yang semakin memburuk, keluarga Gibran memutuskan untuk mencari

penghidupan di negara lain. Kahlil Gibran bersama dengan saudara-saudaranya (Petrus, Maryana, dan Sulthanah) diajak ibunya untuk bermigrasi ke Boston, Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam, Kahlil Gibran bersama keluarganya tinggal di kawasan Pecinan.

Selama di Boston, Kamilah dan Petrus berjualan untuk menghidupi keluarga. Maryana dan Sulthanah bekerja sebagai pembantu rumah tangga juga untuk meringankan beban ekonomi keluarga. Kahlil Gibran sendiri tetap bersekolah. Dia banyak menghabiskan waktunya untuk belajar, membaca novel-novel berbahasa Inggris dan melukis.

Pada tahun 1896, Kahlil Gibran dikirim pulang ke Libanon untuk masuk sekolah di Beirut, di bawah asuhan Josept Debs. Di sekolah itulah, Kahlil Gibran mempelajari bahasa Prancis, bahasa Arab, dan sastranya. Ia menamatkan belajarnya pada tahun 1901, dalam usia 18 tahun.

Pada tahun 1902, Kahlil Gibran kembali ke Amerika untuk berkumpul bersama dengan keluarganya. Tetapi, Gibran tidak bisa bertemu lagi dengan saudara-saudaranya. Ia datang ke Boston menghadapi kenyataan pahit. Pada tahun 1902 bulan April, Sulthanah, saudara putrinya, meninggal dunia. Belum mencapai satu tahun, pada bulan Februari 1903, Petrus, kakak laki-lakinya

ADE BENIH NIRWANA, S.S, M.S.I

Kemunculan dan

Perkembangan Novel Arab (2)

Pada tahun 1920 bersama dengan para penulis Arab, Gibran mendirikan Perhimpunan Penulis

atau Sastrawan Arab dengan nama “ar-Rabithah al-Qalamiyah” di New York. Gibran

mengabdikan dirinya untuk perhimpunan tersebut sampai ia meninggal dunia. Gibran

meninggal pada usia 48 tahun pada hari jum’at tanggal 10 April 1931 M di Rumah Sakit Santo

Vinsets, New York.

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

(2)

53

SUARA MUHAMMADIYAH 15 / 95 | 1 - 15 AGUSTUS 2010

H A D L A R A H

yang seibu, meninggal dunia. Sang ibu menyusul anak-anaknya tiga bulan kemudian. Tahun 1902-1903 merupakan tahun-tahun berkabung bagi Kahlil Gibran. Di tahun-tahun itulah orang-orang yang begitu dikasihinya meninggalkan dirinya. Mereka telah pergi untuk selama-lamanya.

Pada tahun 1920, bersama dengan para penulis Arab, Kahlil Gibran mendirikan Perhimpunan Penulis atau Sastrawan Arab dengan nama ar-Rabithah al-Qalamiyah di New York. Kahlil Gibran mengabdikan dirinya untuk perhimpunan tersebut sampai ia meninggal dunia. Dia meninggal pada usia 48 tahun pada hari Jum’at tanggal 10 April 1931 M di Rumah Sakit Santo Vinsets, New York.

3. Nawal el-Sa’dawi

Perempuan pemberani yang pernah dimiliki bangsa Mesir. Dia terkenal dengan pemikirannya yang kontroversial. Dialah penulis feminis paling produktif yang pernah dimiliki bangsa Mesir. Nawal el-Sa’dawi dilahirkan pada tahun 1931 di sebuah desa yang bernama Kafr Tahla, di tepi Sungai Nil. Ia adalah salah satu mahasiswa kedokteran di Universitas Cairo Mesir.

Pada tahun 1955, Nawal el-Sa’dawi memulai karirnya sebagai seorang dokter di pedesaan. Ia terkenal sebagai seorang penganjur hak-hak kaum perempuan. Nawal el-Sa’dawi dikenal sebagai aktivis gerakan pembebasan perempuan. Sejak masa kuliah, ia memang telah memulai petualangannya. Dia menuangkan pemikiran-pemikiran progesifnya dalam bentuk karya novel, cerpen maupun riset ilmiah. Dalam perjuangannya, dia pernah mengatakan bahwa pembebasan kaum perempuan dari belenggu penindasan tradisi dan sistem patriarkhi hanya bisa dilakukan oleh kaum perempuan sendiri, yang dimulai dari pribadi masing-masing.

Dalam mengekspresikan pemikiran, Nawal el-Sa’dawi tidak jarang menolak norma-norma yang telah mapan. Bahkan, ia berani untuk mengambil peran oposisi terhadap kebijakan pemerintah dan tradisi kemasyarakatan yang dirasa bertentangan dengan keyakinannya. Dia terlalu pemberani untuk berdiri di depan menentang kebijakan-kebijakan dan norma-norma yang tidak

menguntungkan bagi kaumnya, sehingga ia dicap sebagai pemikir perempuan ekstrim.

Akibat dari pemikiran Nawal el-Sa’dawi yang progresif dan penentangannya terhadap apa yang telah dilakukan, dia harus berani untuk membayar mahal atas semua itu. Pada masa pemerintahan Gamal Abdul Nasher, ia dimasukkan dalam catatan hitam Kementrian Dalam Negeri. Pada masa pemerintahan Anwar Sadat, ia diberhentikan sebagai Direkrur Jenderal Kesehatan Umum pada Kementrian Kesehatan. Majalah kesehatan yang telah dirintisnya pun diberedel karena menggunakan kebebasan berfikir dan tidak mau tunduk pada kebijakan Menteri Kesehatan. Tulisan-tulisannya banyak yang disensor dan dilarang untuk beredar di Mesir dan negara-negara lainnya. Nawal el-Sa’dawi banyak dimusuhi oleh kelompok-kelompok ideologis, bukan hanya di negaranya saja, bahkan di negara-negara yang lainnya juga. Ia digolongkan termasuk kelompok Atheis dan darahnya juga dihalalkan. Dia—Nawal el-Sa’dawi—termasuk satu di antara pemikir-pemikir kontemporer Arab yang diancam untuk dibunuh, termasuk Adunis Anis Adhim, Fatimah Mernisi, Ghodah, Saman, Muhammad Sukrri, Zaki Najib Mahmud, Yusuf Idris, Najib Mahfudz, Ihsan Abdul Qudus, dan lain-lain.

Nawal el-Sa’dawi kurang lebih telah menulis sebanyak 40 karya yang terdiri dari novel, cerita pendek, memories (autobiografi), dan book studies. Karya-karyanya banyak memperjuangkan hak-hak kaum perempuan, menyingkap tabir yang selama ini telah menyelimuti kehidupan serta membuka pintu dialog mengenai kesetaraan kaum perempuan dan pria.

Sebenarnya, banyak sekali novelis Arab modern yang belum diungkap, tetapi setidaknya dari ketiga tokoh di atas adalah pencerminan dari latarbelakang kehidupan dari masing-masing novelis. Harapannya, tulisan ini mampu menggugah hati para pembaca untuk dapat menumbuhkan keinginan untuk mengenal lebih jauh mengenai novel Arab dan para novelisnya. Yang menjadi catatan pentingnya adalah bahwa karya sastra Arab baik yang terjemahan atau yang saduran mempunyai nilai berharga bagi kita umat Islam dan tidak kalah dengan karya-karya novelis Barat.

(habis)

De

m

o (Vi

si

t ht

tp:

//www.pdfspl

itm

erge

r.c

om

Referensi

Dokumen terkait