• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keunggulan komparatif dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah terhadap Komoditi Kakao (Kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keunggulan komparatif dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah terhadap Komoditi Kakao (Kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN DAMPAK

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP

KOMODITI KAKAO

(Kasus di Perkebunan Rajamandala, P1P xQセ@ Kabupaten 8andung, Jawa Barat)

FANNYTA YUDHISTIRA

A 29.1599

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ヲォuBZFキA。セ@ セ@ da.t cktat 、、。YBGセG@ sセ@ 'f<U'9 セ@ ita d""99<$ kutt. 4Jo""t<,. セ@ """"9-""""9 'f<U'9 セN@ HaエMGゥ_セ@ tl5)

aエi、セセセセ、・、ᆱ\iゥセセセ@

HaエMGゥ_セ@ ZF6)

(3)

FANNYTA YUDHISTIRA. 1997. Keunggulan Komparatif dan Dampak Kebijaksanaan Pemerintah Terhadap Komoditi Kakao (Kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Kabupaten Bandung, Jawa Barat). Di bawah bimbll1gan ISANG GONARSYAH"

Dengan semakin terbatasnya sumber penerimaan negara dari sektor migas, maka pemerintah menempuh berbagai kebijaksanaan untuk menggalakkan ekspor sektor non migas guna dapat menunjang pembiayaan pembangunan nasional yang semakin meningkat. Kakao merupakan salah satu komoditi ekspor utama subsektor perkebunan yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan.

Volume dan nilai ekspor kakao Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1995, volume"ekspor kakao telah mencapai 205,333 ribu ton dengan nilai US $ 224,488 juta (ICCO, 1995). Volume ekspor tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara pengekspor kakao terbesar ketiga di dunia dengan pangsa pasar sebesar 12,19 persen, sehingga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspornya di pasaran dunia masih terbuka lebar.

Masalah utama yang dihadapi kakao Indonesia dalam memanfaatkan

(4)

kebijaksanaan-kebijaksanaan pcrnenntah telah dapat rnerangsang upaya peningkatan efisiensi dan daya salllg kornoditi kakao nasional.

Secara umurn tujuan penelitian ini adalah untuk rnempelajari daya samg kakao Indonesia. Sedangkan secara spesifik tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi pengusahaan kakao di

Indonesia serta mempelajari dampak berbagai alternatif kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditi kakao nasional.

Dari hasil analisis PAM diketahui bahwa pengusahaan komoditi kakao di

lokasi penelitian menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi serta memiliki keunggulan kompetitif (PCR = 0,76) dan keunggulan komparatif

(DRC = 0,58).

Secara keseluruhan dampak kebijaksanaan pemerintah belum memberikan insentif bagi produsen untuk meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Hal ini terlihat dari keuntungan finansial yang diperoleh lebih kecil dari keuntungan ekonomi. Kebijaksanaan pemerintah cenderung menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produksi yang lebih besar daripada semestinya.

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa kegiatan pengusahaan kakao memiliki stabilitas yang tinggi terhadap kenaikan upah tenaga kerja dan harga pupuk, tetapi amat sensitif terhadap kenaikan harga output. Dengan kata lain

(5)

KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP

KOMODITI KAKAO

(Kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII,Kabupaten Bandung,Jawa Barat)

FANNYTA YUDHISTIRA

A 29.1599

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

pad a

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama

Nomor pokok Program Studi Dengan Judul

FANNYTA YUDHISTIRA A 29.1599

Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya

KEUNGGULAN KOMPARATIF DAN

DAMPAK KEBIJAKSANAAN PEMERINTAH TERHADAP KOMODITI KAKAO (Kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Kabupaten Bandung, Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Bogor, Juli 1997

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Isan!1 Gonarsyah NIP. 130354140

Tanggal Kelulusan : 3 Juli 1997

Mengetahui,

"'''lUd Jurusan

(7)

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

セセ@

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, Riau pada tanggal 25 Juni 1974 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syamsoel Bakri Bakar dan Ibu Syafrida.

Pada tahun 1986, penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 001 Rintis, Pekanbaru dan melanjutkan ke SMP Negeri 4, Pekanbaru. Tahun 1989 penulis lulus dan melanjutkan ke SMA Negeri 1, Pekanbaru program A2 (Biologi) dan lui us pada tahun 1992.

(9)

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan

Rahmat, Ridho dan Karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi ini dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi yang berjudul Keunggulan Komparatif dan

Dampak Kebijaksanaan Pemerintah Terhadap Komoditi Kakao ini disusun

sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Jurusan IImu-lImu

Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas mengenai daya saing kakao Indonesia, yaitu

menganalisis efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi pengusahaan kakao di

Indonesia dengan kasus di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Kabupaten

Bandung. Selain itu juga mempelajari dampak berbagai kemungkinan

kebijaksanaan pemerintah terhadap pengembangan sistem komoditi kakao di

Indonesia dengan menggunakan alat analisis PAM (Policy Analysis Matrix).

Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan yang

mendalam dan ucapan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Isang Gonarsyah selaku

Dosen Pembimbing yang sangat banyak memberikan masukan sekaligus arahan

dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu saran dan koreksi dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juli 1997

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak bantuan,

masukan, pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih setulusnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Isang Gonarsyah selaku Dosen Pembimbing atas perhatian,

bimbingan dan saran-sarannya selama penulisan skripsi.

2. Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS selaku Dosen Penguji dalam ujian skripsi atas

petunjuk dan saran-sarannya.

3. Bapak Drs. Endriatmo S, MA selaku Dosen Penguji dari Komisi Pendidikan atas

petunjuk dan saran-sarannya.

4. Ir. M. Firdaus dan Sumedi, SP selaku Dosen Moderator dan Pembahas dalam

seminar.

5. Orangtua dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, semangat dan doa

yang tiada henti sehingga penulis dapat menyelesaikan studio

6. Bapak Ir. Agus Insan Masfudi selaku Kepala Tanaman Perkebunan

Rajamandala dan seluruh staf serta karyawan Perkebunan Rajamandala atas

bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama penelitian.

7. Ir. Adi Setianto atas bantuan, petunjuk dan saran-sarannya dalam pengolahan

data.

8. Hery atas perhatian, semangat, bantuan dan kasih sayangnya.

9. Sahabat-sahabatku: Ina, Ovie, Ria, Noni, Mia, Ita, Novi, Sisil dan Janah atas

kebersamaan dan keceriaan selama ini dan seluruh teman-teman EPS-29 atas

hari-hari penuh candanya.

10. Dikky, Rio dan Ani atas hari-hari penuh ー・セオ。ョァ。ョ@ selama penyusunan skripsi.

11. Terakhir untuk semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat

(11)

I. II. III. IV. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR.. PENDAHULUAN ..

I. Latar Belakang dan Permasalahan ... 2. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..

METODOLOGI PENELITIAN .. 1. Kerangka Pemikiran .

a. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) ... b. Studi Pustaka ... .

2. Lokasi dan Waktu Penelitian .. 3. Data dan Jenis Data ..

4. Tahapan Analisis ...

a. Menentukan Input dan Output Fisik dari Aktivitas .. b. A10kasi Komponen Biaya Domestik dan Asing ... c. Penentuan Harga Bayangan ....

[image:11.603.78.523.128.829.2]

d. Analisis Sensitivitas ..

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... .

I. Sejarah Perkebunan Rajamandala.. . ... . 2. Keadaan Lokasi .... ... . ... .

Halaman III v 6 7 7 1 I

. .... 20

23 23 ... 23

24 . ... 24

27 33 ... 35

35 35 a. Tanah dan Bangunan . ... ... 36

b. Mesin ... . c. Tenaga Kerja .. d. A1at dan Bahan .... 3. Struktur Organisasi ... . 4. Produksi Biji Kakao . 37 37 ... .... 38

38 . ... 40

HASIL DAN PEMBAHASAN ... . 42

I. Analisis Keuntungan Privat dan Keunggulan KompetitiL ... ... 42

2. Analisis Keuntungan Ekonomi dan Keunggulan Komparatif... 45

3. Dampak Kebijaksanaan Pemerintah . . . 49

a. Transfer Output (OT) dan Koefisien Proteksi Nominal pad a Output (NPCO) ... . ... . 50

b. Transfer Input (IT) dan Koefisien Proteksi Nominal pad a Input (NPCI) . ... . ... 51

c. Transfer Faktor ... ... ... ... 53

d. Transfer Bersih (NT) dan Koefisien Keuntungan (PC) ... ' ... 54

e. Koefisien Proteksi EfektiL... ... 55

f. Rasio Subsidi Produsen ... . 55

(12)

v.

KESIMPULAN DAN SARAN. I. Kesimpulan ...

2. Saran ..

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPlRAN

60 60

(13)

No. Halaman

I. Perkembangan Ekspor Kakao Indonesia .... 2

2. Produksi dan Ekspor Kakao Menurut Negara Produsen . 3

3. Pembagian Kebijaksanaan Harga Output. 13

4. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) ... 15

5. A10kasi Biaya Produksi ke Dalam Komponen Biaya Domestik

dan Asing ... . 26

6. A10kasi Biaya Tataniaga atas Dasar Komponen Biaya

Domestik dan Asing ... . 27

7. Luas Areal Konsesi Perkebunan Rajamandala ... . 36

8. lumlah dan Macam Mesin di Perkebunan Rajamandala.. 37

9. lumlah Karyawan Perkebunan Rajamandala ... 37

10. Matriks PAM Komoditi Kakao di Perkebunan Rajamandala. 42

II. Persentase Komponen-Komponen Biaya Produksi terhadap Total

Biaya Privat Pengusahaan Kakao di Perkebunan Rajamandala 43

12. Persentase Komponen-Komponen Biaya Produksi terhadap Total

Biaya Ekonomi Pengusahaan Kakao di Perkebunan Rajamandala ... 47

13. Indikator Dampak Kebijaksanaan Pemerintah pada Sistem Komoditi

Kakao di Perkebunan Rajamandala.. ... ... 49

14. Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Output (Privat 15% dan Ekonomi 20%) Pengusahaan Komoditi Kakao di Perkebunan Rajamandala ... 56

15. AnaJisis Sensitivitas Peningkatan Upah Tenaga Kerja sebesar 15% di

Perkebunan Rajamandala... ... 57

(14)

17 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Analisis Sensitivitas Gabungan di Perkebunan Rajamandala .

Lampiran

Luas Areal Tanaman Menghasilkan, Produksi Biji Kakao Kering dan Produktivitas Kakao pad a Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Bandung ... . ... .

Analisis Finansial Pengusahaan Kakao di Perkebunan Rajamandala ..

Analisis Ekonomi Pengusahaan Kakao di Perkebunan Rajamandala .

Analisis Finansial dan Ekonomi dalam Komponen Asing dan Domestik Pengusahaan Kakao di Perkebunan Rajamandala, PTP XII ...

Analisis Sensitivitas Penurunan Harga Output (Privat 15% dan Ekonomi 20%) Pengusahaan Komoditi Kakao di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Bandung ... .

Analisis Sensitivitas Peningkatan Upah Tenaga Kerja sebesar 15% di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Bandung ... .

Analisis Sensitivitas Peningkatan Harga Pupuk (Urea 13, II %, KCI 17,93% dan RP 15,20%) di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Bandung ... ..

Analisis Sensitivitas Gabungan di Perkebunan Rajamandala, PTP XII, Bandung ... . ... ..

(15)

No. Halaman

1. Struktur Perkebunan Rajamandala 38

Lampiran

I. Grafik Perkembangan Produksi Biji Kakao di Perkebunan Rajamandala.... 65

(16)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang dan Permasalahan

Dalam pembangunan ekonomi, sektor perdagangan luar negeri mempunyai peranan yang sangat penting. Pada peri ode 1974-1981, sumber utama pembangunan ekonomi berasal dari penerimaan ekspor minyak dan gas alam (migas). Hal ini sejalan dengan meningkatnya narga minyak di pasar intemasional. Namun sejak tahun 1982, harga minyak di pasar intemasional merosot drastis. Keadaan tersebut terus berlangsung sehingga penerimaan negara dari sektor migas semakin menurun.

Dengan semakin terbatasnya sumber penerimaan negara dari sektor migas tersebut, maka pemerintah menempuh berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan ekspor dari sektor non migas. Salah satu altematifnya adalah pengembangan komoditi pertanian yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan terutama komoditi perkebunan, karena pangsanya terhadap nilai ekspor hasil-hasil pertanian lebih dari 50 persen (Direktorat Jenderal Perkebunan, 1995).

Salah satu komoditi utama dari sub sektor perkebunan yang mempunym potensi besar sebagai komoditi ekspor adalah kakao. Dalam perekonomian Indonesia, kakao memegang peranan yang cukup penting. Pertama, kakao merupakan salah satu komoditi pertanian andalan ekspor non mlgas yang mempunyai prospek cerah dalam perolehan devisa. Kedua, dalam proses produksi maupun pengolahannya kakao mampu menciptakan lapangan kerja yang cukup

(17)

Besarnya volume dan nilai ekspor kakao dapat dihhat darl Tabel I. Dari tabel dapat diketahui bahwa ekspor kakao Indonesia mengalami fluktuasl dari tahun ke tahun. Volume ekspor dan nilainya cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 31,78 persen per tahun dan 27,50 persen per tahun. Pada tahun 1980, volume ekspor kakao baru mencapai 4,680 ribu ton dengan nilai

us

$ 10,098 juta dan pada tahun 1995 telah meningkat menjadi 205,333 ribu ton

dengan nilai US $ 224,488 juta

Tabell. Perkembangan Ekspor Kakao Indonesia (1986-1995) Tahun Volume (000 ton) Nilai (US $'000)

1980 4,680 10 098

1981 6,814 11340

1982 11,395 15212

1983 25,228 41 802

1984 25,163 53844

1985 31,429 63844

1986 35,014 60963

1987 40,911 66337

1988 61,274 81 907

1989 75,851 85232

1990 119,727 127 091 1991 145,217 149918 1992 176,001 158 835 1993 228,799 210034 1994 200,299 213 113 1995 205,333 224488

Rata-Rata 31,78 'Yo/thn 27,50 %/thn Pertumbuhan

Sumber : InternatIOnal Cocoa Organization, Quartelly Bulletin of Cocoa Statistics

Dalam perdagangan internasional, posisi Indonesia sebagai negara produsen dan pengekspor kakao dunia dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tabel

(18)

3

Indonesia untuk meningkatkan ekspornya di pasaran dunia masih terbuka lebar. Selain itu juga konsumsi kakao dunia semakin meningkat semen tara di beberapa negara produsen kakao mengalami penurunan produksi abbat iklim yang tidak menguntungkan dan adanya serangan hama.

Tabel2. Produksi dan Ekspor Kakao Menurut Negara Produsen, 1995

No. Negara Produksi Eks por

Volume Persen Volume Persen

(OOOton) (%) (000 ton) (%)

l. Pt. Gading 850,0 35,78 647,5 38,44

2. Ghana 310,0 13,05 238,3 14,15

3. Nigeria 130,0 5,47 152,4 9,05

4. Brazilia 220,0 9,26 85,3 5,06

5, Indonesia 250,0 10,52 205,3 12,19

6. Malaysia 160,0 6,73 83,0 4,93

7. Lainnya 455,7 19,18 272,5 16,18

8. Dunia 2375,7 100,00 I 684,3 100,00

-Sumber : Internallonal Cocoa OrganIzatIon, Quartelly Bulletm of Cocoa Statlstlcs, 199;,

Pertumbuhan volume dan ekspor kakao Indonesia tersebut erat kaitannya dengan peningkatan di bidang produksinya. Semenjak tahun 1980, pemerintah telah memberikan prioritas terhadap produksi kakao sebagai salah satu mata dagangan penghasil devisa negara untuk dikembangkan secara cepat dan luas. Dalam kurun waktu 1980-1995, produksi kakao Indonesia telah meningkat hampir mencapai 30 kali lipat dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 27,13 persen per tahun (Direktorat lenderal Perkebunan, 1995).

Berbagai kebijaksanaan telah dilakukan pemerintah dalam rangka peningkatan ekspor dan mempertahankan kedudukan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor kakao terbesar dunia, diantaranya adalah : (I) Program

(19)

kepada para petani, pemeliharaan tanaman dan penanganan pasca panen yang menyangkut pengadaan fasilitas pengolahan, penanganan tataniaga serta pembinaan terhadap petani baik melalui penyuluhan-penyuluhan maupun demonstrasi/percobaan. (2) Program ekstensifikasi yaitu memperluas areal tanaman kakao. Program intensifikasi dilaksanakan untuk perkebunan kakao di wilayah Pulau Jawa dan Sumatera, sedangkan program ekstensifikasi dilaksanakan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Irian Jaya dan pulau-pulau lainnya yang berada di kawasan Timur Indonesia. Pembagian ini didasarkan kepada ketersediaan lahan yang berbeda-beda di tiap pulau di Indonesia.

Pada garis besarnya usaha pengembangan kakao di Indonesia dapat dibagi dalam tiga bentuk pengusahaan yaitu, Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dimana pangsa luas areal dan produksi terbesar dipegang oleh perkebunan rakyat. Meskipun produksi kakao perkebunan rakyat meningkat dengan pesat namun tingkat produktivitas dan kualitasnya masih rendah.

(20)

5

Hanya kakao yang bermutu baik dengan harga bersamg saja yang mampu merebut

pasar.

Persoalannya adalah walaupun IndonesIa memiliki potensi yang besar

dalam memproduksi kakao namun kakao Indonesia dikenal memiliki mutu yang

rendah. Rendahnya mutu tersebut menyebabkan kakao Indonesia dikenai potongan harga sebesar 100-200 poundsterling per ton di pasaran ekspor. Hal ini

akan merugikan petani, produsen atau eksportir kakao karena harga yang diterima

akan rendah.

Sejalan dengan kebijaksanaan pengembangan tanaman kakao secara

intensifikasi dan ekstensifikasi oleh pemerintah, maka untuk meningkatkan mutu

kakao kita agar sesuai dengan persyaratan pasar internasional, pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan dengan membentuk tim pengkajian mutu biji kakao.

Tim ini bertugas untuk mengkaji mutu biji kakao yang diekspor dan upaya

perbaikan mutu, termasuk cara pemetikan dan pengolahan yang dapat

meningkatkan efisiensi dan penerapan teknologi pengkajian mutu.

Dalam situasi seperti ini, peningkatkan daya saing dan efisiensl biaya

produksi adalah suatu keharusan dalam upaya merebut pasar. Menjadi pertanyaan,

sejauhmana Indonesia dewasa ini memiliki keunggulan komparatif jika

dibandingkan dengan negara produsen lainnya dan sejauhmana

kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah telah dapat merangsang upaya peningkatan efisiensi dan

daya saing komoditi kakao dalam negeri di pasar internasional.

Dalam jangka pendek, upaya peningkatan komoditi kakao tampaknya baru

(21)

dan harga biji kakao yang dlhasilkan sudah jauh lebih baik bila dibandingkan

dengan bentuk-bentuk pengusahaan lainnya. Penelitian ini dilakukan Perkebunan

Rajamandala, PTP XII, Kabupaten Bandung yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat

dan merupakan salah satu dari tiga besar lokasi PBN di Indonesia.

2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara umum tujuan penelitian In! adalah untuk mempelajari daya saing kakao Indonesia. Sedangkan secara spesifik tujuan penelillan ini adalah :

I. Menganalisis efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi pengusahaan kakao dalam rangka promosi ekspor.

2. Mempelajari dampak berbagai kemungkinan kebijaksanaan pemerintah terhadap pengembangan sistem komoditi kakao di Indonesia.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan bagi produsen kakao untuk meningkatkan efisiensi usahanya dan bagi pemerintah

(22)

II. METODOLOGI PENELITIAN

1. Kerangka Pemikiran

Perdagangan internasional terjadi karena adanya perbedaan dalam hal kepemilikan sumberdaya dan cara pengelolaannya di tiap-tiap negara Suatu negara akan mengekspor sejumlah barang, jasa dan faktor produksi untuk ditukarkan dengan impor barang, jasa serta faktor produksi lain yang hanya dapat diproduksi dengan cara yang kurang efisien atau tidak dapat diproduksi sarna sekali. Dengan semakin berkembangnya hubungan saling ketergantungan tersebut, peranan dari perdagangan internasional dari setiap negara akan menjadi semakin penting.

Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditi yang dapat diproduksi dengan lebih efisien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditi yang kurang efisien (mengalami kerugian absolut). Teori Smith mengenai keunggulan absolut tersebut disempurnakan oleh David Ricardo (1823) yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau

(23)

kerugian absolut lebih besar. Dan komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif

Konsep keunggulan komparatif tersebut dikembangkan oleh Heckscher-Ohlin (1933) yang melibatkan lebih dari satu faktor produksi dalam menentukan keunggulan komparatif Dalarn teori Heckscher-Ohlin disebutkan bahwa suatu negara sebaiknya mengekspor komoditi yang relatif intensif pada penggunaan faktor produksi yang berlimpah karena biayanya akan cenderung murah. Konsep yang dikembangkan oleh Ricardo dan Heckscher-Ohlin ini merupakan suatu dasar yang sering dipakai dalarn menjelaskan alokasi sumberdaya diantara industri dalarn suatu negara (Salvatore, 1992).

Asumsi yang dipakai dalarn konsep keunggulan komparatif adalah kondisi pasar persaingan sempurna baik untuk pasar input maupun untuk pasar output dan barn akan menjadi ukuran daya saing yang potensial apabila sistem perekonomian yang ada tidak mengalarni distorsi sarna sekali. Asumsi perekonomian yang tidak mengalarni distorsi sarna sekali sulit ditemukan pada dunia nyata, khususnya di Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang. Hal tersebut menyebabkan keunggulan komparatif tidak dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu kegiatan ekonomi pada kondisi perekonomian yang aktual. Konsep yang lebih cocok adalah konsep keunggulan kompetitif (Simatupang, 1991 dikutip oleh Suryana, 1995).

(24)

9

kompetitif bukan merupakan suatu konsep yang bersifat menggantikan konsep keunggulan komparatif, tetapi merupakan suatu konsep yang bersJfat saling melengkapi. Dalam hal ini keunggulan komparatif merupakan suatu ukuran daya saing yang rei evan bagi suatu negara sedangkan keunggulan kompetitif untuk suatu perusahaan individu.

Dalam perencanaan atau pengembangan produksi suatu komoditi tertentu, sebaiknya dipakai kedua konsep tersebut yaitu konsep keunggulan komparatif untuk menganalisis secara ekonomi dan konsep keunggulan kompetitif untuk menganalisis secara finansial.

Analisis ekonomi atau sosial menilai suatu proyek (aktivitas ekonomi) atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan, yang kadang-kadang tanpa memperhatikan sJapa yang menyumbangkan dan menerima manfaat terse but. Sedangkan anal isis finansial melihat manfaat suatu aktivitas dari sudut lembaga atau individu yang melibatkan diri ke dalam aktivitas ekonomi tersebut ( Grey,

1985 dikutip oleh Haryono, 1991).

Perbedaan dari kedua analisis tersebut secara garis besarnya adalah : I. Pembayaran transfer

a. Paiak

Dalam analisis ekonomi, pembayaran pajak tidak dikurangkan dalam perhitungan keuntungan suatu aktivitas ekonomi. Pajak adalah bagian dari hasil bersih suatu aktivitas ekonomi yang diserahkan kepada pemerintah untuk kepentingan masyarakat umum. Oleh karen a itu pajak tidak dianggap sebagai

(25)

kelompok lainnya. Sedangkan dalam anal isis finansial, pajak merupakan unsur

biaya. b. Subsidi

Seperti halnya pada pajak, subsidi merupakan transfer penerimaan dari masyarakat. Dalam analisis finansial, subsidi mengurangi biaya produksl sehmgga akan menambah keuntungan suatu proyek. Sedangkan dalam analisis ekonomi, harga pasar harus disesuaikan untuk menghilangkan efek subsidi. Jika subsidi ini menurunkan harga barang-barang input, maka besarnya subsidi harus ditambahkan pada harga pasar barang-barang input tersebut.

c. Bunga Modal

Dalam analisis ekonomi bunga modal tidak dipisahkan atau dikurangkan dari hasil bruto, kecuali berJaku syarat-syarat bila biaya imbangan sosial dari investasi tersebut dianggap terdiri dari arus pelunasan hutang beserta bunganya selama masa konstruksi sehingga arus pelunasan tersebut diperhitungkan sebagai biaya ekonomis.

2. Harga

Dalam analisis ekonomi selalu digunakan harga bayangan yang menggambarkan nilai ekonomi atau nilai sosial sesungguhnya daripada un sur-unsur biaya maupun hasil, sedangkan dalam analisis finansial selalu dipakai harga

pasar.

Suatu komoditi dapat mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif

sekaligus yang berarti komoditi tersebut menguntungkan untuk diproduksi atau

(26)

II

komoditi yang diproduksi d, suatu negara hanya mempunY31 keunggulan

komparatif narnun tidak memiliki keunggulan kompetitif maka di negara tersebut

dapat diasumsikan terjadi distorsi pasar atau terdapat harnbatan-harnbatan yang

mengganggu kegiatan produksi sehingga merugikan konsumen seperti prosedur

administrasi, perpajakan, dan lain-lain. Untuk itu pemerintah perlu melakukan

deregulasi yang dapat menghilangkan hambatan (distorsi pasar) tersebut.

Hal yang sebaliknya juga dapat terjadi dimana suatu komoditi tidak

memiliki keunggulan komparatifnamun memiliki keunggulan kompetitif Kondisi

ini akan terjadi apabila pemerintah memberikan proteksi terhadap komoditi

tersebut seperti misalnya melalui jarninan harga, kemudahan perijinan dan

kemudahan fasilitas lainnya (Sudaryanto, Pasandaran dan Djauhari, 1993 dikutip

oleh Novianti, 1995).

a. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)

Ekonomi pasar adalah suatu sistem ekonomi dimana tidak ada earn pur

tangan pemerintah. Peru bah an dalarn surplus atau kelangkaan akan terefleksi pada

perubahan harga dan jumlah. Hal ini merupakan isyarat bagi pengarnbil keputusan

(pembeli dan penjual) mengenai keadaan ekonomi saat itu. Sehingga pada sistem

pasar pembeli dan penjual mempunyai kekuatan yang sarna dalarn menentukan

harga dan jumlah yang akan dibeli atau dijual (Lipsey, 1985 dikutip oleh

Oetaviany, 1991).

(27)

Pada kenyataannya sistem harga tidak pasti memberikan keuntungan karena sistem harga secara otomatis mengkoordinasikan jawaban terhadap isyarat tetapi tidak berarti berfungsi sempurna. Kegagalan pasar untuk bekerja secara efisien menyebabkan timbulnya campur tangan pemerintah. Cam pur tangan pemerintah masuk dengan berbagai intensitas sehingga sampai saat ini tidak ada satu negara pun yang bekerja pada ekonomi pasar tanpa intervensi pemerintah.

Dengan adanya campur tangan pemerintah tersebut, menyebabkan perbedaan antara harga input dan output yang diterima produsen dan harga yang seharusnya diterimajika dilakukan perdagangan bebas. Kebijaksanaan pemenntah biasanya terdapat pada harga output dan harga input (pupuk, pestisida, dan lain-lain)(Octaviany, 1991).

Harga Output

Pengaruh intervensi pemerintah pada harga output dapat dibagi ke dalam delapan tipe kebijaksanaan subsidi dan dua tipe kebijaksanaan perdagangan.

Kebijaksanaan subsidi dan kebijaksanaan perdagangan berbeda pada tiga aspek yaitu :

1. Implikasinya pada anggaran pemerintah dimana kebijaksanaan perdagangan tidak mempengaruhi anggaran pemerintah sedangkan subsidi positif mengurangi anggaran dan subsidi negatif(pajak) menambah anggaran.

(28)

13

dan (h) untuk barang-barang ImpoL Sedangkan pada kebijaksanaan

perdagangan hanya terdapat dua tipe, yaitu hambatan perdagangan pada barang

impor dan ekspor yang berupa pajak atau kuota.

3, Subsidi dapat diterapkan kepada semua jenis komoditi sedangkan kebijaksanaan

perdagangan hanya pada barang-barang yang diperdagangkan,

Kebijaksanaan subsidi pad a harga output menyebabkan harga barang,

jumlah' barang, surplus produsen dan surplus konsumen berubah, Selain itu

terdapat kebijaksanaan selain subsidi pada output yaitu kebijaksanaan retriksi

(hambatan perdagangan pada barang-barang impor),

Tabel3. Pembagian Kebijaksanaan Harga Output

Instrumen Dampak kepada Prod us en Dampak kepada Konsumen

Kebijaksanaan subsidi Subsidi kepada Produsen Subsidi kepada konsumen a, Tidak merubah Pada barang-barang impor Pada barang-barang impor

harga pasar d,n, (S+ PI, S- PI) (S+ CE, S- CE)

b. Merubah harga Pada barang-barang ekspor Pada barang-barang ekspor pasar d.n. (S+ PE, S- PE) (S+ CI, S- CI)

Kebijaksanaan perdagangan Hambatan pada barang impor Hambatan (merubah harga pasar (TPI) ekspor (TCE) dalam negeri)

Sumber Keterangan

Harga Input

Monke dan Pearson, 1989 S+ = Subsidi

S- = Pajak

PE = Kepada produsen untuk barang ekspor PI = Kepada produsen untuk barang impor CE Kepada konsumcn untuk barang ekspor CI = Kcpada konsumen untuk barang impor

TPI = Hambatan kepada produscn untuk barang impor TCE = Hambatan kepada konsumcn untuk barang impor

pada barang

Intervensi pemerintah selain pada output juga terjadi pada input, baik input

(29)

fradable mpuf). Pada input yang dapat dlperdagangkan, intervensl pemenntah berupa halangan perdagangan tidak tampak karena input tersebut hanya diproduksi dan dikonsumsi di dalam negeri Intervensi pemerintah berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam perdagangan input juga akan merubah variabel-variabel seperti halnya pada output.

Untuk menghitung ukuran keunggulan komparatif, keunggulan kompetltif dan menganalisis pengaruh intervensi pemerintah serta dampaknya pad a sistem komoditi dalam aktivitas usahatani, pengolahan dan pemasarannya dapat digunakan Metode Matriks Analisis Kebijaksanaan (Policy Analysis MafriA,

PAM).

Metode analisis ini dapat digunakan pada sistem komoditi dengan berbagai wilayah, tipe usahatani dan teknologi. Tabel matriks terdiri dari tiga baris dimana baris pertama adalah perhitungan dengan harga privat atau harga pasar yaitu bunga yang diterima oleh petani. Baris kedua merupakan perhitungan dengan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga yang menggambarkan nilai sosial atau nilai ekonomi yang sesungguhnya bagi unsur-unsur biaya maupun hasil. Dari kedua perhitungan tersebut dapat dihitung keuntungan masing-masing yang merupakan

perbedaan antara penerimaan dan biaya.

Penggunaan harga pasar dan harga bayangan dalam model PAM untuk mengetahui berbagai hal dalam sistem komoditi menunjukkan bahwa metode analisis ini layak untuk anal isis finansial maupun analisis ekonomi serta perbedaan

(30)

15 Tabel 4. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)

Penerimaaan Biaya Keuntungan

Input Faktor

tradable Domcstik

Harga Privat A B C D

Harga Sosial E F G H

Dampak kebijaksanaan

I ] K L

dan distorsi pasar

Sumbcr : Monke dan Pcarson, 1989

Berdasarkan tabel tersebut dapat dihitung dan dianalisis berbagai besaran dan rasio untuk analisis finansial, ekonomi serta darnpak kebijaksanaan pemerintah terhadap input yang diperdagangkan, input domestik dan output.

Besaran dan rasio untuk anal isis finansial (mencakup keunggulan kompetitif) antara lain adalah :

I. Keuntungan Privat (PP)

PP = D = A - B - C = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat

-Biaya Input Domestik Privat.

[image:30.597.97.529.134.279.2]
(31)

2. Rasio Biaya Privat (Privat Cost Ratio, PCR)

PCR = C Biaya Faktor Domestik Privat

(A - B) Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat Koefisien PCR menunjukkan keunggulan kompetitif dari suatu komoditi. Untuk mendapatkan keuntungan yang maksimum, maka nilai PCR harus diminimumkan dengan meminimumkan biaya faktor domestik atau

memaksimumkan nilai tambahnya.

Besaran dan rasio untuk analisis ekonomi (mencakup keunggulan

komparatif) antara lain adalah : I. Keuntungan Sosial (SP)

SP = H = E - F - G = Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial - Biaya Input Domestik Sosial

Keuntungan sosial adalah perbedaan antara penerimaan dan biaya dengan menggunakan harga sosial. Keuntungan sosial ini merupakan indikator efisiensi dari suatu sistem komoditi atau keunggulan komparatif Efisiensi didapat jika sumberdaya ekonomi telah digunakan pada aktivitas yang telah menghasilkan output dan pendapatan petani. Keuntungan sosial juga menunjukkan efisiensi ekonomi karena output dan input dinilai dalam harga yang menunjukkan nilai kelangkaannya (Social Opportunity Cost).

(32)

17 tanah tidak dihitung berdasarkan harga dunla melainkan dengan nilai yang dikorbankan karena memilih alternatif penggunaan yang terbaik.

2. Rasio Biaya Sumberdaya Oomestik (Domestic Resource Cost, ORC) ORC = G

=

Biaya Faktor Oomestik Sosial

(E-F) Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Sosial Koefisien ORC menunjukkan efisiensi penggunaan sumberdaya domestik Suatu aktivitas ekonomi akan efisien secara ekonomi dalam memanfaatkan sumberdaya domestik dan memiliki keunggulan komparatif bila nilai ORC yang diperoleh lebih kecil dari satu sehingga pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan dengan meningkatkan produksi domestik. Sebaliknya jika nilai ORC lebih besar dari satu maka aktivitas ekonomi tidak efisien dan pemenuhan permintaan domestik lebih menguntungkan bila dilakukan dengan impor.

Besaran dan rasio untuk mengukur besar dampak kebijaksanaan pemerintah pada input yang diperdagangkan, input domestik dan output antara lain adalah :

I. Transfer Output (OT)

OT

=

I

=

A - E

=

Penerimaan Privat - Penerimaan Sosial

2. Transfer Input (IT)

IT

=

J

=

B - F

=

Biaya Input Tradable Privat - Biaya Input Tradable Sosial

3. Transfer Faktor (FT)

FT

=

K

=

C - G

=

Biaya Faktor Oomestik Privat - Biaya Faktor Oomestik Sosial

4. Transfer Bersih (NT)

(33)

Besaran-besaran diatas adalah sellsih antara baris pertama dengan baris kedua pada matriks PAM, dimana besaran-besaran tersebut menunjukkan besarnya kegagalan pasar dan dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output yang ditenma produsen berbeda dengan harga di pasar internasional. Jika kegagalan pasar dianggap tidak begitu berpengaruh maka besaran tersebut dapat mengukur besarnya dampak insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan distorsi pada harga input yang diperdagangkan, input domestik dan output.

5. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO)

NPCO= A

E

Penerimaan Privat

Penerimaan Sosial

Nilai NPCO menunjukkan dampak dari insentif kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan terjadinya perbedaan nilai output yang diukur dengan harga privat dan harga sosial. Bila nilai NPCO yang diperoleh lebih keeil dari satu menunjukkan adanya kebijaksanaan pemerintah yang menyebabkan harga privat lebih keeil dari harga di pasaran dunia. Dengan demikian kebijaksanaan pemerintah menghambat ekspor output. Kebijaksanaan ini dapat berupa subsidi negatif atau berupa restriksi (hambatan) terhadap ekspor.

6. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI)

NPCI = B

F

= Biaya Input Tradable Privat

Biaya Input Tradable Sosial

(34)

19

proteksi terhadap produsen Input, sedangkan sektor yang menggunakan Input tersebut dirugikan dengan tingginya biaya produksi. Sebaliknya jika nilal NPCI lebih kecil dari satu menunjukkan adanya harnbatan ekspor input atau subsldl Input sehingga proses produksi dilakukan dengan menggunakan input dalarn negeri.

7. Koefisien Proteksi Efektif (EPC)

EPC = A -B = Penerimaan Privat - Biaya Input Tradable Privat

E-F Penerimaan Sosial - Biaya Input Tradable Soslal Bila nilai EPC lebih besar dari satu berarti terdapat insentif dari kebijaksanaan pemerintah bagi produsen untuk berproduksi, sedangkan bila nilai EPC lebih kecil dari satu maka kebijaksanaan pemerintah telah mengharnbat produsen untuk berproduksi. Nilai EPC sarna dengan satu menunjukkan kebijaksanaan pemerintah tidak menimbulkan insentifuntuk berproduksi.

8. Koefisien Profitabilitas (PC)

PC= A-B-C

E-F-G

= D =

H

Keuntungan Pnvat

Keuntungan Sosial

Rasio PC menunjukkan pengaruh kebijaksanaan yang menunjukkan perbedaan tingkat keuntungan privat dan keuntungan sosiaL Nilai PC lebih kecil

dari satu menunjukkan bahwa produsen belum menerima keuntungan yang sesungguhnya dapat diperoleh dan kebijaksanaan pemerintah selarna ini kurang merangsang produsen untuk meningkatkan produksinya.

9. Rasio Subsidi Kepada Produsen (SRP)

SRP = D - H = L = Transfer Bersih

(35)

Rasio SRP menunjukkan subsidilinsentif bersih atas penerimaan produsen karena terdapat kebijaksanaan pemerintah. Bila nilai dan SRP negatifmenunjukan

bahwa dengan adanya kebijaksanaan pemerintah produsen membayar biaya produksi lebih besar dari opportunity cost berproduksi.

Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM) karena dengan menggunakan metode analisis tersebut, perhitungan dapat dilakukan secara keseluruhan dan sistematis. Output yang keluar adalah keuntungan privat dan ekonomi, efisiensi finansial dan ekonoml serta besarnya insentif intervensi pemerintah pada produsen, konsumen dan pedagang perantara.

b. Studi Pustaka

Studi mengenai keunggulan komparatif dengan menggunakan analisis matriks kebijaksanaan (PAM) khusus untuk komoditi kakao telah ada yang melakukan yaitu Asep Noorsapto (1994) yang menganalisis tingkat pengembalian ekonomi serta biaya produksi dan tataniaga dari sudut keunggulan komparatif pada sistem komoditi kakao perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta di Propinsi Sumatera Utara.

(36)

21 pada perkebunan swasta adalah biaya tenaga kerJa, biaya Input antara dan bIaya

tetap.

Hasil analisis PAM pada tahun dasar 1990, menunjukkan bahwa semua sistem komoditi kakao adalah menguntungkan baik secara finansial maupun secara ekonomi. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRC yang lebih kecil dari satu. Nilai yang lebih kecil dari satu ini juga menunjukkan bahwa pengusahaan komoditi kakao di lokasi penelitian secara finansial memiliki keunggulan kompetitif dan secara ekonomi memiliki keunggulan komparatif walaupun tanpa adanya kebijaksanaan pemerintah.

Kebijaksanaan pemerintah terhadap sistem komoditi kakao pada harga output menyebabkan penerimaan petani atau produsen lebih rendah daripada jika tanpa adanya kebijaksanaan atau dengan kata lain kebijaksanaan pemerintah yang ada memberi dampak mengurangi surplus produsen dan pedagang perantara. Kebijaksanaan pemerintah pada input yang tradable menghasilkan subsidi kepada produsen kakao. Pada input domestik, kebijaksanaan pemerintah menyebabkan harga finansial menjadi lebih besar daripada harga ekonoml serta adanya pengenaan pajak. Secara umum dapat diketahui bahwa kebijaksanaan pemerintah yang ada memberikan perlindungan yang efektif terhadap sistem komoditi kakao perkebunan negara dan perkebunan swasta tetapi tidak melindungi secara efektif

pada perkebunan rakyat.

(37)

dan perkebunan swasta memiliki tingkat stabilitas yang tinggi terhadap bIaya input tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Tetapi komoditi kakao perkebunan negara sangat peka terhadap penurunan harga output.

Secara sederhana metoda PAM digunakan pada analisis sistem komoditi tunggal (single commodity), yaitu tanaman yang diusahakan pada tiap tahun atau musim tanam dengan menggunakan teknologi produksi yang kurang lebih sama, sehingga pengumpulan data dipusatkan hanya pad a input dan hasil komoditi tunggal tersebut. Tetapi PAM juga dapat digunakan untuk analisis pada sistem komoditi yang komplek, seperti komoditi tanaman tahunan. Untuk komoditi tersebut dibutuhkan data dan perhitungan yang lebih lengkap dan terperinci yaitu data biaya-biaya dan penerirnaan dalam satu siklus produksi dari tanaman tersebut sehingga hasil analisisnya dapat dibuktikan kebenarannya.

(38)

23

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Perkebunan Rajamandala, Kabupaten Bandung,

Jawa Barat yang merupakan salah satu perkebunan kakao dalam ruang lingkup PT Perkebunan XII. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa dalam jangka pendek upaya peningkatan komoditi kakao baru dapat dilakukan oleh Perkebunan Besar Negara dan PTP XII yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari tiga besar lokasi PBN di Indonesia.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember 1996, yang meliputi survei penjajagan ke lokasi penelitian, penyusunan rencana kerja dan pengumpulan data di lapangan.

3. Data dan Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam usaha pengembangan perkebunan kakao maupun stafkantor Perkebunan Rajamandala.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari Laporan Manajemen Bulanan Perkebunan Rajamandala serta pustaka yang relevan dengan penelitian Inl yang berasal dari instansl lain seperti Biro Pusat Statistik, Direktorat Jenderal Perkebunan, Asosiasi Kakao Indonesia, Departemen Pertanian, dan hasil-hasil penelitian terdahulu.

4. Tahapan Analisis

(39)

1. Harga pasar adalah harga yang benar-benar diterima petani atau produsen dan didalarnnya terdapat kebijaksanaan pemerintah.

2. Harga bayangan adalah harga pada pasar persaingan sempurna yang mewakili biaya imbangan sosial yang sesungguhnya. Pada komoditi yang tradable, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

3. Output bersifat tradable dan input dapat dipisahkan ke dalarn tradable dan non tradable (faktor domestik).

4. Nilai eksternalitas sarna dengan DOl.

Langkah-Iangkah yang dilakukan untuk membangun model PAM adalah

sebagai berikut :

a. Menentukan Input dan Output Fisik dari Aktivitas

Dalarn aktivitas sistem komoditi kakao yang digolongkan ke dalarn \ komponen input adalah semua input yang digunakan dalarn proses produksi

sarnpai menghasilkan output yang siap jual. Input-input produksi tersebut adalah tanah, tenaga kerja, peralatan, bangunan, bunga modal atau kapital, bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar dan bahan-bahan lain. Sedang output yang dihasilkan adalah berupa biji kakao kering.

b. Alokasi Komponen Biaya Domestik dan Asing

(40)

25

biaya asing dan dapat dipergunakan apabila tambahan permmtaan mput tradable tersebut dapat dipenuhi dari perdagangan internasional.

Sementara pada pendekatan total, setiap biaya input tradable dibagi ke dalam komponen biaya domestik dan asing serta dipergunakan apabila produsen lokal dilindungi sehingga tarnbahan penawaran input tradable didatangkan dari produsen lokal.

Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable adalah tanah, tenaga kerja, bibit kakao, bangunan, jalan, biaya lain-lain di kebun dan di luar kebun. Sedangkan yang tergolong input tradable adalah pupuk (urea, KCI, TSP, Roek Phospate, dan Dolomite), insektisida, herbisida dan peralatan mesin pengolahan.

Alokasi Biaya Produksi

Proses produksi merupakan kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu komoditi. Penggunaan input atau faktor produksi dalam kegiatan produksi dapat dinilai dari segi biayanya. Sehingga biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan, baik yang dibayar secara tunai maupun yang diperhitungkan untuk menghasilkan suatu komoditi.

Pada sistem komoditi kakao, input-input yang tergolong non tradable adalah bib it, lahan, bunga modal, tenaga kerja dan kayu bakar, sehingga dialokasikan 100 persen sebagai komponen biaya domestik. Sedangkan input

tradable yang digunakan adalah pupuk kimia (urea, TSP, KCI, Rock Phospate dan

(41)

asing kecuali untuk pupuk urea karena mdustri pupuk Indonesia telah memproduksi pupuk tersebut sejak tahun 1969.

Pengalokasian peralatan pertanian dan pengolahan mengacu pada cara yang dikemukakan oleh Suryana (I995) yang mengalokasikan peralatan ke dalam komponen asing 50 persen dan komponen domestik 50 persen, karen a walaupun peralatan tersebut pasamya lebih ditentukan oleh pasar domestik namun input yang digunakan untuk menghasilkannya sebagian merupakan input asing

Dalam proses pengolahan menghasilkan biji kakao kering dibutuhkan input lain seperti tenaga listrik, air, dan bangunan pabrik. Dengan berdasarkan Tabel Input-Output Indonesia sektor 451, tenaga listrik dibagi atas 94,04 persen domestik dan 5,83 persen asing. Untuk air dibagi atas 90,46 persen domestik dan 4,35 persen asing. Sedangkan pemeliharaan bangunan dan mesin-mesin pengolahan dialokasikan atas 68,71 persen domestik dan 28,28 persen asing. Alokasi biaya produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel5. A10kasi Biaya Produksi ke Da1am Komponen Biaya Domestik dan Asing

No. Jenis Biaya Asing (%) Domestik (%)

I. Pupuk kimia kecuali urea 100 0

2. Urea 0 100

3. Obat -obatan 100 0

4. Tenaga Kerja 0 100

5. Sewa Laban 0 100

6. BungaModal 0 100

7. Pera1atan Pertanian 19,53 76,41

8. Kayu Bakar 0 100

9. Peralatan pengo laban dan mesin-mesin 50 50 10. Pemeliharaan bangunan pabrik 28,28 68,71 11. Tenaga listrik 5,83 94,04

12. Air 4,35 90,46

(42)

27

Alokasi Biaya Tataniaga

Biaya tataniaga adalah biaya yang dikeluarkan untuk menambah nilai atau kegunaan suatu barang, yakni kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Alokasi biaya tataniaga dalam penelitian ini didasarkan pada perhitungan yang dilakukan oleh Octaviany (1991) yang membagi biaya tataniaga atas biaya penanganan dan biaya pengangkutan.

Tabel6. Alokasi Biaya Tataniaga atas dasar Komponen Biaya Domestik dan Asing

Komponen Biaya Tataniaga (%)

Domestik Asing

Penanganan 82,05 17,19

Pengangkutan 44,32 54,47

c. Penentuan Harga Bayangan

Harga bayangan adalah harga yang terjadi dalam suatu perekonomian apabila pasar dalam keadaan persamgan sempurna dan dalam kondisi keseimbangan (Gittinger, 1986). Dalam kenyataannya, sulit menjumpai pasar dengan keadaan bersaing sempurna karena adanya berbagai gangguan akibat kebijaksanaan pemerintah seperti subsidi, pajak, penentuan upah mmimum dan sebagainya. Alasan digunakannya harga bayangan dalam anaiIsls ekonomi adalah, Pertama, harga yang berlaku di pasar tidak mencerminkan apa yang sebenarnya diperoleh masyarakat melalui produksi yang dihasilkan dari aktivitas tersebut.

(43)

Disamping itu, terdapat dua haJ penting daJam penggunaan harga bayangan, yaitu (1) Harga bayangan bukanJah harga-harga keselmbangan yang akan terJadi daJam perekonomian yang tidak terdapat gangguan-gangguan. Penaksiran darl harga bayangan ini akan memberikan informasi yang penting yang dapat digunakan sebagai Jandasan untuk merancang kebijaksanaan yang dapat menghiJangkan gangguan-gangguan. (2) Perlunya pendefinisian yang jeJas terhadap tujuan-tujuan sosiaJ ekonomi dari kebijaksanaan pembangunan nasional (Squire, 1982 dikutip oJeh Soekotjo, \993).

Dalam penentuan harga bayangan sehubungan dengan penelitian in! akan digunakan metode penentuan harga bayangan sebagaimana yang dikemukakan

oleh Gittinger (1986) dengan berbagai penyesuaian.

Harga Bayangan Output

Harga bayangan output yang digunakan adaJah harga perbatasan (border price) yaitu tingkat harga intemasionaJ yang berJaku pada perbatasan negara yang

bersangkutan terhadap luar negeri. Untuk output yang diekspor atau mempunyai potensi untuk diekspor, harga bayangan yang dipakai adaJah harga fO.b. (free on board). Harga fO.b. yang digunakan adaJah harga di peJabuhan bongkar muat di peJabuhan Jaut. Harga tersebut kemudian dikonversikan dengan niJm tukar ruPIah dan selanjutnya dikurangi biaya transpor dan biaya tataniaga

Sedangkan untuk output yang diimpor atau kemungkinan diimpor, harga bayangannya adaJah harga c.i.f (cost insurance freight) yang kemudian ditambah

(44)

29

Kakao merupakan komoditi penghasil devisa negara dlmana sebagian besar hasil produksinya ditujukan untuk ekspor, sehingga harga bayangan yang digunakan dalarn penelitian ini adalah harga ekspor atau harga fo.b.

Harga Bayangan Sarana Prodllksi dan Peralatan

Dalarn menentllkan harga bayangan untuk input saran a produksi dan peralatan tidak berbeda dengan cara penentuan harga bayangan output. Cara yang digunakan terlebih dahulu input-input dikelompokkan ke dalarn barang yang tradable (dapat diperdagangkan) dan non-tradable (tidak diperdagangkan). Input yang tradable dinilai berdasarkan harga perbatasannya yaitu fo.b. untuk komoditi yang diekspor dan c.i.f untuk yang diimpor sedangkan yang non tradable berdasarkan harga pasar dalarn negen. Dalarn hal ini yang termasuk tradable adalah pupuk dan obat-obatan, sementara yang non tradable adalah bibit kakao dan peralatan.

Bibit. Dalarn penelitian ini, kebutuhan bibit kakao dltentukan oleh pasar domestik dan termasuk input yang non tradable sehingga harga bayangannya sarna dengan harga aktualnya.

PIlPIlk. Untllk tanarnan kakao, pupuk yang digunakan adalah pupuk klmia yaitu pupuk urea, TSP, KC1, Rock Phospate dan Dolomite. Harga bayangan pupuk

urea adalah harga fo. b. karena industri pupuk Indonesia seJak tahun 1969 telah

memproduksi pupuk urea dan pad a tahun 1977 telah melakukan ekspor ke

berbagai negara (Toni, 1991). Sedangkan untuk TSP dan Rock Phospate

(45)

Untuk pupuk KCI, harga bayangannya sarna dengan harga aktualnya karena

perdagangannya telah diserahkan pada pasar bebas.

Obat-obatan. Pada tanaman kakao, obat-obatan yang digunakan antara lain Paracol, Wall Up, Supracide, Lebaycide dan lain-lain. Harga bayangan

obat-obatan tersebut ditentukan berdasarkan harga aktualnya karena subsidi terhadap

obat-obatan atau bahan kimia untuk pemberantasan harna dan penyakit telah

dihapuskan.

Peralatan. Alat-alat pertanian yang digunakan pada tingkat usahatani antara lain alat penyemprot harna, cangkul, sabit, parang dan peralatan lainnya.

Sedangkan pada tingkat pengolahan di pabrik peralatan yang digunakan antara lain alat pencuci biji kakao, conveyor biji kakao, sirkuler dryer dan alat pembantu

lainnya.

Harga bayangan peralatan dihitung berdasarkan nilai penyusutan per tahun

yang nilainya sarna dengan harga aktualnya. Harga bayangan sarna dengan harga

aktualnya dengan pertimbangan tidak ada kebijaksanaan pemerintah yang secara

langsung mengatur harga peralatan sehingga harga peralatan yang ada di pasar

domestik mendekati persaingan sempurna (Nuryartoro, 1992)

Selain peralatan-peralatan terse but, juga dibutuhkan tenaga listrik dan aIr

serta bangunan dalarn proses pengolahan biji kakao dimana harga bayangannya

dihitung berdasarkan nilai yang dikeluarkan per tahun dimana nilainya sarna

(46)

31

Harga Bayangan Tenaga Kerja

Dalarn menentukan harga bayangan tenaga kerja perlu dibedakan antara tenaga kerja terdidik dan tidak terdidik. Dalarn pasar persaingan sempurna, tingkat upah pasar akan mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya, sehingga besarnya upah pasar dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja (Gittinger, 1 986}. Akan tetapi, tidak demikian halnya dengan keadaan pasar tenaga kerja di Indonesia terutarna untuk tenaga kerja tidak terdidik. Tingkat upah yang diberikan seringkali melebihi biaya imbangannya, sehingga tingkat upah pasar tidak dapat dipakai sebagai harga bayangan.

Penilaian harga bayangan tenaga kerja bertujuan untuk mengukur biaya

imbangan tenaga kerja, yaitu output marjinal yang hilang karen a tenaga kerja digunakan di tempat lain (Squire, 1976 dikutip oleh Soekotjo, 1993). Menghitung

besarnya harga bayangan tenaga kerja sangat sulit karena kurangnya mformasi dan

data yang diperlukan. Karenanya dalarn penelitian ini, harga bayangan tenaga

kerja akan ditetapkan berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yang dilakukan

di Pulau Jawa yaitu sebesar 70 persen dari harga aktualnya.

Harga Bayangan Lahan

Harga bayangan lahan dapat dilihat dari harga sewa, harga beli atau

perkiraan langsung. Dalarn penelitian ini, harga bayangan lahan dihitung

berdasarkan cara yang dikemukakan oleh Gittinger (1986), yaitu memakai nilai

sewa lahan yang berlaku di daerah penelitian dimana diasumsikan harga bayangan

lahan sarna dengan harga aktualnya karena tidak ada kebijaksanaan pemerintah

(47)

Harga Bayangan Nilai Tukar Vang

Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang

adalah harga bayangan harus berada pada tingkat keseimbangan nilai tukar uang.

Keseimbangan akan terjadi apabila dalam pasar uang semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan impor dihilangkan (Bancha dan Taylor, 1971 dikutip oleh

Suryana, 1980).

Keseimbangan harga bayangan nilai tukar uang (Shadow Exchange Rate,

SER) merupakan hubungan antara nilai tukar uang resmi (Official Exchange Rate,

OER), premium valuta asing (Fx Premium) dan faktor konversi baku (StCF), yaitu

sebagai berikut :

SER = OER x (l

+ Fx Premium)

I

S t C F = - - - sehingga (I

+

Fx Premium)

OER

SER=---StCF

Harga Bayangan Bunga Modal

(48)

33

ini tidak diperhitungkan karena diasumsikan seluruh modal yang digunakan berasal dari dalarn negeri

4. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk menguji hasil analisis keunggulan komparatif yang diperoleh apabila harga bayangan input dan output serta produktivitas yang diperoleh berubah. Analisis ini dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur, kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis.

Hasil analisis ini akan berguna sebagai kerangka atau pedoman baik dalarn rangka efisiensi ekonomis maupun untuk penelitian dengan tujuan efisiensi teknis.

Dalarn penelitian ini, analisis sensitivitas yang akan dilakukan adalah : 1. Analisis sensitivitas pada saat harga output finansial menurun 15,00 persen dan

harga output ekonomi menurun 20,00 persen dengan asumsi faktor-faktor lain dianggap tetap. Penentuan besamya penurunan tingkat harga output tersebut berdasarkan kepada rata-rata pertumbuhan harga output biji kakao kering selama 15 tahun terakhir ini.

2. Analisis sensitivitas pad a saat upah tenaga kerja meningkat sebesar 15 persen dari harga upah di daerah penelitian, dengan asumsi faktor lain tetap. Hal tersebut didasari oleh rata-rata kenaikan Upah Minimum Regional di Propinsi Jawa Barat termasuk Kabupaten Bandung.

3. Analisis sensitivitas pada saat harga pupuk urea, KCI dan Rock Phospate meningkat dengan peningkatan masing-masing sebesar 13,11 %,17,93 %, dan

(49)

berdasarkan atas rata-rata pertumbuhan harga pupuk selama 15 tahun terakhir

In!.

(50)

III. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

1. Sejarah Perkebunan Rajamandala

Perkebunan Rajamandala merupakan salah satu kebun dalam ruang lingkup Perseroan Terbatas Perkebunan XII (PTP XII). Sebelum menjadi bagian dari PTP XII, perkebunan tersebut berstatus hak milik Belanda atas nama NV Tiedeman Van Kerchem. Pada tahun 1957, pengusahaannya diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan pada tahun 1968 berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1968, dikelola oleh Perusahaan Negara Perkebunan XII (PNP XII).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1971 pada tanggal II Mei

1971, statusnya diubah menjadi bentuk persero yaitu Perseroan Terbatas Perkebunan XII (PTP XII). Pengubahan bentuk tersebut disahkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No. JA 5/1 82/1 5 tanggal J3 Oktober 1971.

Pada tahun 1976, Perkebunan RajamandaJa bergabung dengan Perkebunan Vada yang terJetak di Cianjur dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi kerja. Sejak tahun 1977, secara bertahap dikonversikan penanamannya dari karet ke tanaman kakao jenis Bulk (UAl-I).

2. Keadaan Lokasi

Perkebunan RaJamandala terdiri dari tiga afdeling, yaitu Afdeling I (Rama I), Afdeling II (Rama II) dan Afdeling III (V ada). Perkebunan Rajamandala terletak di Desa Rajamandalakulon, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciranjang, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Padalarang dan sekitar 18 kilometer ke arah selatan terdapat

(51)

Ketinggian tempat antara 220-375 meter di atas permukaan laut (dpl), dengan keadaan topografi datar sampai dengan bergelombang. Jenis tanahnya

adalah latozol, alluvial, podzolik, grumosol dan regosol. Suhu udara bulanan berkisar antara 23-32°C dengan kelembaban antara 70-80 persen. Rata-rata curah hujan per tahun adalah 2.768 MM dengan rata-rata hari hujan per tahun 112 hari

dan rata-rata bulan kering per tahun 20 MM.

Dalam kegiatan usahanya, kebun Rajamandala menggunakan beberapa faktor produksi yang terbagi atas :

a. Tanah dan Bangunan

Luas areal yang dimiliki oleh Perkebunan Rajamandala adalah 2.074,90 hektar dengan perincian luas areal konsesi dapa! diliha! pada Tabel 7.

Tabel7. Luas Areal Konsesi Perkebunan Rajamandala (Bulan Oktober, 1996)

Tahun Tanam Bagian (Ha) Jumlah

Rajamandala Vada (Ha)

A. Kare!

Tanaman menghasilkan

(tlm tanarn 1965/66-1995/96) 8,65 240,39 249,04

B. Kakao

L T anarnan menghasilkan

(tlm tanarn 1976/77-1995/96) 496,69 202,37 699,06 ILTanaman belum menghasilkan

(tlm tanam 1993) 20,06

-

20,06

Jumlah 516,75 202,37 719,12

C. Lain-Lain

-Cadangan 200,20 269,00 469,20

-Emplasemen 10,95 7,40 18,35

-HutanlJurang 51,98 39,10 91,08

-Sekolah dan Bangunan lain 0,57 6,20 6,81

-Pasir Jegur 521,30

-

521,30

Jumlah 785,00 321,74 1106,74

TOTAL 1.310,40 764,50 2074,90

(52)

37

b. Mesin

Pengolahan kakao di Perkebunan Rajamandala menggunakan mesin-mesin

seperti yang tertera pada Tabel 8.

Tabel8. Jumlah dan Macam Mesin di Perkebunan Rajamandala

Jenis Mesin (untuk pengolahan) Jumlah

Alat pencuci biji kakao I

Conveyor biji kakao 2

Sirkuler Dryer 2

Burner /tungku api (kombinasi dari solar system) I

Palung I

Mesin Ayak I

Mesin Penerima panen I

Sumber : Bagian Teknik, Perkebunan Rajamandala

c. Tenaga Kerja

Penggunaan tenaga kerja di Perkebunan Rajamandala dapat dilihat pada

tabeL Tenaga kerja di Perkebunan Rajamandala dibedakan atas pegawai staf,

pegawai bulanan, pegawai harian tetap, pegawai harian lepas dan pegawai

boronganlanemer.

Tabel9. Jumlah Karyawan Kebun Rajamandala Tahun 1990-1996

Uraian 1990 1991 1992 1993

Pegawai Staf 6 6 7 7

Pegawai Bulanan 55 50 45 45 Tenaga Harian Tetap 185 178 170 147 Tenaga Harian Lepas (Honorer) 3 3 2 3 Tenaga Borongan (Anemer) 678 428 597 518

TOTAL 927 665 821 720

Sumber: Bagian Adrninistrasi, Perkebunan Rajamandala (diolab) Keterangan :

*

Sampai bulan Oktober

1994 1995

7 7

47 53 135 127

3 3

471 486 663 676

(53)

d. Alat dan Bahan

Dalam melaksanakan kegiatannya diperiukan beberapa macam alat dan bahan antara lain untuk pemberantasan hama seperti handsprayer. Jogger dan molorsprayer, alat untuk penyiangan, alat untuk mengetahui kadar air dan termometer untuk mengukur suhu. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain bahan bakar, minyak pelumas, pupuk dan bahan-bah an kimia seperti herbisida, fungisida dan insektisida.

3. Struktur Organisasi

Struktur organisasi menggambarkan alokasi pembagian tugas setiap pejabat yang bersangkutan serta bagaimana hubungan antar bagian dalam organisasi tersebut. Pada Gambar I dapat dilihat struktur organisasi dari Perkebunan

Rajamandala.

I

Manajer

I

I

I

I

Bagian

Kepala Teknologi

I

Kepala Tanaman

I

l

Kepala Administrasi I

I I

I I

I

I I I I

I

Ka Bag.

II

Ka Bag. Ka. nag.

1 1

""'h'"Adm'

1

Ranta I

II

Rama II

I

Vada Kepur Umum

' - - - '

[image:53.600.87.530.395.691.2]

I

T.U. Tanaman

I

Gambar 1. Struktur Perkebunan Rajamandala

Adapun tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing staf kebun adalah

(54)

39

I. Manajer Kebun

Tugas pokoknya adalah : (a) Mengelola perkebunan yang ada dalam ruang

lingkup tugasnya dengan berpedoman kepada kebijaksanaan Direksi dan kebijaksanaan yang telah digariskan oleh Kepala Rayon serta RAPB yang telah disahkan, (b) Membina dan membimbing bawahan agar mereka berkerja menurut

norma-norma kerja yang sudah ditetapkan. Selain itu, tugas Manajer Kebun adalah memimpin segal a kegiatan di perkebunan, mengawasi secara langsung semua staf personil pada bidangnya masing-masing dan mengadakan inspeksi yang teratur di kebunllapangan, pabrik teknik maupun kantor administrasi kebun. Dalam melaksanakan tugasnya, Manajer Kebun dibantu oleh : a) Kepala Tanaman dan Kepala Bagian Kebun, b) Kepala Bagian pengolahan atau Kepala Bagian Pabrik, c) Kepala Bagian Teknik dan d) Kepala Bagian Administrasi.

2. Kepala Tanaman

Kepala Tanaman bertanggung jawab kepada Manajer Kebun. Tugasnya adalah memimpin para kepala bagian kebun dalam hal pengelolaan tanaman (menyiang, memangkas, memupuk, pemberantasan hama dan penyakit) dan pemungutan hasil serta mengawasi secara langsung staf personil bagian kebun dalam melaksanakan program kerja yang sudah direncanakan dalam RAPS.

Dalam melaksanakan tugasnya, kepala tanaman dibantu oleh tiga atau lebih kepala bagian kebun.

3. Kepala Bagian Kebun

(55)

pegawai atau karyawan serta merencanakan dan melaksanakan rencana kerja yang sudah ditetapkan dalam RAPB dan berusaha agar taksasi produksi yang ditargetkan pada bagiannya tercapai.

4. Kepala Administrasi

Tugasnya adalah mengerjakan dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan administrasi dan pembukuan dt perkebunan dengan dibantu oleh urusan administrasi pembukuan terutama tata usaha keuangan dan tata usaha umum. 5. Kepala Teknologi

Bertugas untuk memimpin pekerjaan para mandor besar, mandor dan terutama pengolahan dalam hal pengelolaan pabrik, pemeliharaan bangunan perusahaan, mesin-mesin, kendaraan dan lain-lain agar pengolahan berjalan lancar. Selain itu juga bertugas untuk mengikuti perkembangan mutu dari hasil tanaman yang dikelola perkebunan.

4. Produksi Biji Kakao

Perkembangan luas areal tanaman menghasilkan, produksi dan produktivitas biji kakao kering di Perkebunan Rajamandala selama periode tahun

1981-1995 dapat dilihat pada Tabel Lampiran I.

Produksi biji kakao kering pada tahun 1985 dengan luas areal tanaman menghasilkan seluas 156,75 hektar adalah sebesar 153.750 kilogram dengan tingkat produktivitas sebesar 980,86 kilogram per hektar. Pada tahun 1986 dengan luas areal yang sama, produksi mengalami penurunan sebesar 20,88 persen

(56)

41

Pada tahun 1987 terjadi penambahan luas areal sebesar 19,14 persen menjadi 186,75 hektar, sehingga produksi naik 1,04 persen menjadi 122.910 kilogram dengan tingkat produktivitas 658,15 kilogram per hektar. Hingga tahun 1990, produksi terus meningkat walaupun dengan luas areal yang masih sama. Produktivitas tertinggi dicapai pada tahun 1990 yaitu sebesar 2023,91 kilogram per

hektar.

(57)

Sebagaimana disajikan pada Tabel 10, secara keseluruhan usaha perkebunan kakao di lokasi penelitian menguntungkan dan layak untuk diteruskan baik itu dalam kondisi persaingan sempuma maupun dalam kondisi adanya distorsi pasar atau campur tangan pemerintah.

TabellO. Matriks PAM Komoditi Kakao di Perkebunan Rajamandala (dalam satuan Rp/Kg Kering)

Penerimaan Bia a Keuntungan

Asing Domestik

Harga Privat I 761,10 510,22 947,79 303,09

Harga Sosial 1 797,97 610,77 688,66 498,54

Dampak (36,87) (100,55) 259, J3 (195,45)

Kebij aksanaan

Kctcrangan : Angka dalarn kurung ( ) bcrtanda negatlf

Hasil-hasil yang dapat dianalisis dari Tabel Matriks PAM tersebut adalah sebagai berikut:

1. Analisis Keuntungan Privat dan Keunggulan Kompetitif

Keuntungan privat merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, dihitung berdasarkan nilai aktual yang berlaku di daerah penelitian. Dari Tabel Matriks PAM dapat dilihat keuntungan privat dari pengusahaan komoditi kakao. Berdasarkan hasil anal isis terlihat bahwa pengusahaan komoditi

kakao di wilayah penelitian menguntungkan secara privat dan layak untuk diteruskan. Hal ini ditunjukkan oleh keuntungan privat yang diperoleh lebih besar dari nol yang berarti penerimaan lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.

Keuntungan privat yang bemilai positif sebesar 303,09 tersebut

(58)

43

yang berlaku, teknologi yang digunakan dan pada kebijaksanaan pemerintah yang

berlaku.

Komponen biaya produksi pengusahaan komoditi kakao meliputi biaya sarana produksi seperti pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, bibit dan biaya tetap

lainnya seperti sewa lahan, pajak bumi dan bangunan, tenaga listrik, air, dan lain-lain.

Persentase komponen-komponen biaya terhadap total biaya privat yang dikeluarkan

Gambar

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ....... .
Tabel 4. Matriks Analisis Kebijaksanaan (PAM)
Gambar 1. Struktur Perkebunan Rajamandala
Tabel 12. Persentase Komponen-Komponen Biaya Produksi Terhadap Total
+3

Referensi

Dokumen terkait

35 Moeslichatoen, Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, hlm.. membahas berbagai topik yang berkaitan dengan pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Pada kegiatan bercakap-cakap

Sehingga sesuai dengan model Cassie-Baxter, semakin kecil luas permukaan partikel yang berinteraksi dengan air menyebabkan sudut kontak yang terbentuk semakin besar. Hal

Hal ini berarti bahwa 48,5% variasi variabel kinerja pegawai dapat dijelaskan oleh variabel lingkungan kerja, budaya organisasi, motivasi kerja, dan gaya

Untuk dapat mengimplementasikan smoke candy sebagai produk alternatif pengganti rokok, maka diperlukan adanya peran aktif dari berbagai pihak diantaranya dari Dinas

Menurut Pressman (2010:180) spesifikasi kebutuhan perangkat lunak merupakan gabungan antara pemodelan dalam bentuk teks dan diagram untuk menjelaskan spesifikasi kebutuhan

Untuk mengetahui bahwa variabel independen yaitu keterampilan dan pengalaman kerja secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen

Buku Bernyanyilah Bagi Tuhan (BBT) yang berisi kumpulan nyanyian liturgi kaum muda kiranya sangat diterima oleh kaum muda. Hadirnya nyanyian-nyanyian liturgi dalam buku