• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI

Rastrelliger kanagurta

(Cuvier, 1816) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

ANANDINTA PERMATACHANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2014

Anandinta Permatachani

(4)

ABSTRAK

ANANDINTA PERMATACHANI. Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki

Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh MENNOFATRIA BOER dan NURLISA A BUTET.

Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang memiliki nilai ekonomis penting yang melimpah di perairan selat sunda dan merupakan salah satu tangkapan dominan yang didaratkan di PPP Labuan, Banten. Tujuan penelitian ini ialah mengkaji status stok ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) yang didaratkan di PPP Labuan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 sampai Oktober 2013. Total ikan yang diambil selama penelitian mencapai 1100 ekor. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda bersifat allometrik negatif. Analisis potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan model pendekatan Schaefer dan diperoleh nilai upaya optimum 6077 trip per tahun dan tangkapan maksimum lestari sebesar 1872 ton per tahun. Tingkat eksploitasi mencapai tingkat optimal antara 0.61-0.87. Laju eksploitasi ikan kembung lelaki diduga telah melebihi laju eksploitasi optimum sehingga diduga ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda telah tangkap lebih.

Kata Kunci: Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta), laju eksploitasi, model produksi surplus, pertumbuhan, dan PPP Labuan

ABSTRACT

ANANDINTA PERMATACHANI. Fish Stock Assesment of Indian Mackerel

Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) in Sunda Strait landed on PPP Labuan, individuals. Length and weight relationships resulted in negatively allometric growth pattern. Analysis of resource potential of the Indian Mackerel was completed using Schaefer model, which was resulted in fMSY of 6078 trip per year

and MSY of 1872 tonnes per year. Exploitation rate reached optimum level between 0.61-0.87. It is implied that the Indian Mackerel fishery of Sunda Strait landed in PPP Labuan has been overfished.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan

KAJIAN STOK IKAN KEMBUNG LELAKI

Rastrelliger kanagurta

(Cuvier, 1816) DI PERAIRAN SELAT SUNDA

YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN

ANANDINTA PERMATACHANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi

Nama NIM

: Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten

: Anandinta Permatachani : C24100090

Program Studi : Manajemen Sumber Daya Perairan

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Mennofatria DEA Pembimbing I

Diketahui o leh

Dr Ir Nurlisa A MSc Pembimbing II

Dr Ir M Mukhlis MSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahnat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul "Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Banten". Karya ilmiah ini disusun dan diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi.

2. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan

Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219, Penelitian

Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan judul " Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi Banten" yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA (sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Ranat Kurnia MSi (sebagai anggota peneliti).

3. Prof Dr Ir Mennofatria Boer, DEA sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Ir Nurlisa A Butet, MSc sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

4. Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, MSc selaku penguji tamu dan Dr Ir Ranat Kunia, �.1Si selaku komisi pendidikan Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.

5. Dr Ir Yusli Wardiatno, MSc sebagai dosen pembimbing akademik.

6. Keluarga: Bapak (Sudirman Sawi), Mama (Yulita Wismaneli), Adik (Sandy Ferdiaz) atas kasih sayang, doa, dn dukungan baik moril ataupun materil.

7. Tenan-tenan penelitian Labuan Banten: Laras Suciati, Siska Agustina, Rivany K.P Siagian, Nur Sifa F, Nurul Mega, Widyanti Oktoriani, Nurul Hikmah, Rezaninda Prestianingtyas, Rosilia Hervina, Irza Pramadika, Wisnu Aji, Dwiyanti, kak Pia, kak Viska, kak Jni, mbak Vina, mbak Salma. 8. Tenan-tenan MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,

terima kasih atas segala bentuk bantuan dan dukungan yang telah diberikan. 9. Staf TU MSP mbak Widar, mbak Yani, Bapak Suminta, dan staf DKP

Kabupaten Pandeglang

10. Sahabat tercinta: Siti Chaakimah, Eva Nurlaela Sari, Ranalia Susanti, Insan Aulia, Febriyanti Mutiara Ananda, Ahmad Baskoro P. Susanto, Annizaf, Ichsan Gigih Prakoso, Rifqi Haris Saputra, Adistikah Aqmarina, Fathiyah Nur Fadhilah, Iksanatun Fadila 0., Lupita Maulida M., Ratu Aliah Sanada, Rizky Damayanti terima kasih atas segala doa, sem�ngat, dukungan, serta bantuannya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bennanfaat.

Bogar, Juni 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan 2

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian 2

Metode Pengumpulan Data 3

Analisis Data 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil 10

Pembahasan 22

KESIMPULAN

Kesimpulan 25

Saran 25

DAFTAR PUSTAKA 25

LAMPIRAN 28

(10)

DAFTAR TABEL

1 Data produksi dan upaya penangkapan ikan kembung 1 2 Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie (1956) 4 3 Perbandingan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki 13

4 Proporsi kelamin ikan kembung lelaki 17

5 Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki 19

6 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki 21 7 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki 23 8 Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki 24

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi pengambilan contoh ikan 3

2 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) 3

3 Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2013 di PPP Labuan 11

4 Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki 12

5 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki betina 14 6 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki jantan 15 7 Pergeseran modus frekuensi panjang ikan kembung lelaki total 16 8 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina 17 9 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan 18 10 Proporsi ikan kembung lelaki yang telah matang gonad 18

11 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina 19

12 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan 20

13 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki total 20

14 Pendugaan fMSY dan MSY ikan kembung lelaki 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Mortalitas dan laju eksplotasi 29

2 Hubungan panjang bobot 31

3 Sebaran frekuensi panjang 31

4 Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki 32

5 Perhitungan nisbah kelamin 32

6 Tingkat kematangan gonad 34

7 Ukuran pertama kali matang gonad 35

8 Model Ford-Walford 35

9 Mortalitas dan laju eksploitasi 36

10 Standarisasi alat tangkap 33

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan Banten merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang cukup berkembang di Indonesia terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. PPP Labuan berhadapan langsung dengan perairan Selat Sunda dan dikelilingi daerah penangkapan ikan yang sangat potensial, yaitu Samudera Hindia dan Laut Jawa. Oleh sebab itu, hasil perikanan yang terdapat di PPP Labuan sangat beragam di antaranya ikan demersal dan ikan pelagis. Ikan-ikan pelagis yang didaratkan oleh nelayan di Labuan, seperti ikan kembung, tongkol, tenggiri, ekor kuning, selar kuning, tembang, dan lainnya, sedangkan ikan-ikan demersal yang ditangkap oleh nelayan seperti ikan kuniran, kurisi, swanggi, pari, manyung dan lain-lainnya.

Sekitar 63% sumber protein hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia berasal dari ikan, terutama ikan pelagis kecil (Zulbainarni 2010). Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) atau kembung banyar merupakan salah satu sumberdaya ikan pelagis kecil yang banyak ditangkap untuk konsumsi pemenuhan kebutuhan protein masyarakat.

Di provinsi Banten, ikan kembung lelaki mempunyai peranan ekonomis penting bagi produksi perikanan laut dan merupakan sumberdaya yang paling banyak ditangkap setelah ikan tongkol (Euthynnus affinis) (Boer dan Aziz 2007). Data jumlah tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada tahun 2003 hingga 2013 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada tahun 2003 hingga 2013 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (DKP 2013)

Tahun Hasil tangkapan (ton) Upaya tangkapan (trip)

(12)

2

lebih). Untuk mencegah terjadinya pemanfaatan secara berlebihan (over fishing), perlu dilakukan pengkajian informasi dasar biologi untuk menunjang upaya pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki agar tetap lestari dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Informasi dasar biologi yang menunjang pengelolaan sumberdaya ikan diantarannya, aspek reproduksi dan analisis stok.

Perumusan Masalah

Sumberdaya perikanan memiliki sifat milik bersama atau common property

sehingga pemanfaatannya dapat digunakan pada waktu yang bersamaan oleh lebih dari satu individu atau satuan ekonomi (open access). Mengingat sumberdaya ikan memiliki sifat yang terbatas dan dapat rusak, perlu dikelola untuk menjamin bahwa sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Permasalahan yang sering dihadapi dalam melakukan penangkapan sumberdaya ikan pelagis kecil, seperti ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) ialah permasalahan biologi dan ekonomi. Salah satu permasalahan biologi adalah terancamnya kelestarian stok sumberdaya ikan di perairan, sedangkan untuk permasalahan ekonomi ialah usaha penangkapan yang belum dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakan penelitian ini untuk mengkaji status stok ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Provinsi Banten melalui kajian aspek reproduksi, pertumbuhan, dan model produksi surplus.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

(13)

3

Gambar 1 Lokasi pengambilan contoh ikan

Gambar 2 Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta)

Metode Pengumpulan Data

(14)

4

dalam cool box. Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut terdepan ikan hingga ujung ekor terakhir dengan menggunakan penggaris. Penimbangan bobot basah total tubuh ikan meliputi bobot tubuh serta air yang terkandung di dalamnya dengan menggunakan timbangan dengan skala terbesar 10 gram. Jenis kelamin diketahui dengan membedah dan mengamati morfologi gonad ikan kembung lelaki tersebut. Penentuan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap ciri-ciri morfologi kematangan gonad berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (2002) (Tabel 2).

Tabel 2 Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie (1956) in Effendie (2002)

TKG Betina Jantan

I Ovari seperti benang panjang sampai kedepan rongga tubuh. Warna jenih permukaan licin

Testes seperti benang, lebih pendek (terbatas) dan terlihat ujungnya dirongga tubuh, warna jernih

II Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan. Telur belum terlihat jelas dengan mata

Permukaan testes lebih besar. Pewarnaan putih, susu bentuk lebih jelas darpada tingkat I III Ovari berwarna kuning secara

morfologi telur mulai kelihatan butirnya dengan mata

Permukaan testes tampak bergerigi warna semakin putih, testes semakin besa dalam keadaan diawet mudah putus IV Ovari makin besar, telur berwarna

kuning, mudah dipisahkan. Butir minyak tidak tampak, mengisi ½ samapi 2/3 rongga perut, usus terdesak

Seperti pada tingkat III tampak lebih jelas. Testes lebih pejal

V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdaat di dekat pelepasan. Banyak telur, tingkat II

Testes bagian belakang kempis dan bagian dekat pelepasan masih berisi

Pengumpulan data sekunder dilakukan sejalan dengan berjalannya kegiatan penelitian, yaitu dari bulan Juni 2013 hingga Oktober 2013. Data yang diperoleh berupa data produksi hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki yang didaratkan di PPP Labuan, Provinsi Banten. Data sekunder lainnya diperoleh melalui wawancara terhadap nelayan yang menangkap ikan kembung lelaki di daerah Selat Sunda.

Analisis Data

Hubungan Panjang Bobot

Pola pertumbuhan dapat dilihat dengan menghubungkan pertumbuhan panjang dan pertumbuhan berat. Hubungan parameter panjang dan bobot (Effendie 2002) dapat ditetukan dengan rumus sebagai berikut.

(15)

5

W adalah bobot (gram), L adalah panjang (mm), a dan b adalah koefisien perubahan bobot. Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisa, yaitu panjang dan berat.

Log W = Log a + b Log L (2)

sebagai model dugaan. Konstanta diduga dengan: b1 ∑ iyi

Interpretasi hubungan panjang dan berat dapat dilihat dari nilai konstanta b, yaitu dengan hipotetsis nilai b = 3 disebut isometrik, yaitu pertambahan panjang sebanding dengan pertambahan berat, sedangkan nilai b ≠ 3 disebut hubungan allometrik. Hubungan allometrik positif (b > 3) yaitu pertambahan berat lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan panjang, sedangkan allometrik negatif (b < 3) yaitu pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertambahan berat.

Selanjutnya, untuk mengurangi kesalahan dalam perhitungan, dilakukan uji statistik menggunakan uji-t. Prosedur uji-t dimulai dari tahap pengujian hipotesis sebagai berikut.

Hipotesis:

H0 : b1 = 3 (nilai yang diperoleh)

H1 : b1≠ 3 (nilai hipotesis)

Selanjutnya untuk menguji hipotesis tersebut digunakan statistik uji sebagai berikut.

thitung |b1- 3

b | (7)

(16)

6 kaidah keputusan yang akan diambil adalah tolak H0 jika thit > ttab dan gagal tolak

H0 jika thit < ttab (Walpole 1993).

Identifikasi Kelompok umur

Data panjang ikan kembung lelaki dikelompokkan ke dalam beberapa kelas panjang sedemikian sehingga setiap kelas panjang ke-i memiliki frekuensi (fi).

Identifikasi kelompok umur dilakukan dengan menganalisis frekuensi panjang yang menggunakan metode NORMSEP (Normal Separation) yang terdapat di dalam software FISAT II (FAO-ICLARM Fish Stok Assessment Tool). Sebaran frekuensi panjang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok umur yang menyebar normal dengan nilai rata-rata panjang dan simpangan baku pada masing-masing kelompok umur. Menurut Boer (1996), jika fi adalah frekuensi

ikan dalam kelas panjang ke-i (i 1, 2, …, N), µj adalah rata-rata panjang

kelompok umur ke-j, σjadalah simpangan baku panjang kelompok umur ke-j dan

pj adalah proporsi ikan dalam kelompok umur ke-j (j 1, 2, …, G), maka fungsi

objektif yang digunakan untuk menduga { ̂ ̂ ̂} adalah fungsi kemungkinan maksimum (maximum likelihood function):

∑ni 1filog∑Gj 1pjqij (9)

merupakan fungsi kepekatan sebaran normal dengan nilai tengah µjdan simpangan baku σj, xi adalah titik tengah kelas panjang ke-i. Fungsi

objektif L ditentukan dengan cara mencari turunan pertama L masing-masing terhadap ̂ ̂ ̂ sehingga diperoleh dugaan ̂ ̂ dan ̂ yang akan digunakan untuk menduga parameter pertumbuhan.

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin (sex ratio) merupakan perbandingan individu jantan dan betina dalam suatu populasi. Nilai dari proporsi yang berdasarkan kelamin ini diamati karena adanya perbedaan tingkah laku berdasarkan kelamin, kondisi lingkungan, dan penangkapan. Nisbah kelamin dihitung menggunakan rumus dikemukanan oleh Effendie (2002) sebagai berikut.

pj = Nn x 100% (10)

pj adalah proporsi kelamin (jantan atau betina) (%), n adalah jumlah jenis ikan

(17)

7 yang ada. Hubungan antara jantan dan betina dalam suatu populasi diketahui dengan melakukan analisis nisbah kelamin ikan menggunakan uji Chi-square (χ2) (Steel dan Torrie 1980)

2 (oi- ei)2

ei (11)

χ2

adalah nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti sebaran khi kuadrat (Chi-square), oi adalah jumlah frekuensi ikan jantan dan

betina yang teramati, dan ei adalah jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan

betina.

Ukuran Pertama Kali Matang Gonad

Penentuan panjang ikan pertama kali matang gonad (Lm) dilakukan

berdasarkan sebaran frekuensi proporsi gonad yang telah matang (King 1995). Analisis data sebaran frekuensi tersebut dilakukan dengan cara:

1. Menentukan jumlah kelas dan selang kelas yang diperlukan 2. Menentukan lebar selang kelas

3. Menghitung frekuensi ikan secara keseluruhan dan frekuensi TKG III dan IV pada selang kelas panjang yang sudah ditentukan

4. Menentukan proporsi antara TKG III dan IV terhadap frekuensi total tiap selang kelas yang sudah ditentukan

5. Memplotkan pada sebuah grafik dengan panjang ikan sebagai sumbu horizontal dan proporsi gonad matang sebagai sumbu vertikal.

Persamaan tingkat kematangan gonad terhadap panjang ikan adalah: P = 1

1 e-r( - m) (12)

P ialah proporsi gonad yang telah matang pada selang kelas tertentu (%), r adalah kemiringan kurva sigmoid, L merupakan panjang rata-rata pada selang kelas tertentu (mm), sedangkan Lm ialah panjang pertama kali matang gonad (mm). Lm

ditentukan berdasarkan perpotongan kurva persamaan 12 dengan titik proporsi pada 50%.

Plot Ford-Walford

Pertumbuhan diestimasi menggunakan model pertumbuhan von Bertalanffy (Sparre danVenema 1999):

t 1-e- (t-t0) (13)

Persamaan 13 diturunkan untuk t sama dengan t+1, sehingga persamaannya 13 menjadi:

(18)

8

Lt+1 adalah panjang ikan pada saat umur t+1 (satuan waktu), L adalah panjang

maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (persatuan waktu), dan t0 adalah umur teoritis pada saat panjang ikan sama dengan

nol. Kedua rumus di atas disubstitusikan dan diperoleh persamaan:

t 1- t [ - t] 1-e- (15)

Persamaan 15 merupakan bentuk persamaan linier dengan L(t+1) sebagai

peubah tak bebas (y) dan Lt sebagai peubah bebas (x) sehingga memiliki

kemiringan atau slope berupa (b) = dan intersep (a) = [ ]. Dengan demikian nilai K dan L diperoleh dengan cara:

-ln b (16)

dan

a

1-b (17)

pendugaan nilai t0 (umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol)

diperoleh melalui persamaan Pauly (1984):

og(-t0) 0.3 22 - 0.2 52 og - 1.03 og (18)

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Menurut Sparre dan Venema (1999) parameter mortalitas meliputi mortalitas alami (M), mortalitas penangkapan (F), dan mortalitas total (Z). Laju mortalitas total (Z) diduga dengan kurva tangkapan yang dilinearkan berdasarkan data panjang sedemikian sehingga diperoleh hubungan:

ln ( 1 2)

-b1 (Lampiran 1). Laju mortalitas alami (M) diduga dengan menggunakan rumus

empiris Pauly (1984) sebagai berikut:

M = 0.8 exp (-0.0152 – 0.279 ln L + 0.6543 ln K + 0.463 ln T) (20) M adalah mortalitas alami (per tahun), dan T adalah suhu rata-rata perairan (0C).

Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas alami (M) diketahui maka laju mortalitas penangkapan ditentukan melalui hubungan:

(19)

9 Selanjutnya Pauly (1984) menyatakan bahwa laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan F dengan Z sebagai berikut.

(22)

F adalah laju mortalitas penangkapan (per tahun), Z adalah laju mortalitas total (per tahun), dan E adalah tingkat eksploitasi.

Standarisasi Alat Tangkap

Alat tangkap ikan kembung lelaki di lokasi penelitian cukup beragam, seperti purse seine, jaring insang, payang, bagan, dan dogol. Alat yang dominan untuk menangkap ikan kembung lelaki ialah purse seine, sehingga digunakan sebagai alat tangkap acuan dalam standarisasi effort, yaitu:

it it fit (23)

dengan

it it

std (24)

Keterangan:

it = effort dari alat tangkap yang di standarisasi

fit = jumlah trip dari alat tangkap i pada waktu t

it = nilai kekuatan menangkap dari alat tangkap i pada periode t it = catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap i pada periode t std = catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis

standarisari

Model Produksi Surplus

Model produksi surplus Schaefer dan Fox digunakan untuk menduga potensi sumberdaya ikan dengan cara menganalisis hasil tangkapan dan upaya penangkapan (Sparre dan Venema 1999). Model produksi surplus diterapkan bila diketahui hasil tangkapan total berdasarkan spesies, hasil tangkapan per unit upaya, atau CPUE berdasarkan spesies dan upaya penangkapannya dalam beberapa tahun (Abdussamad et al. 2012). Model Schaefer dan Fox diduga melalui persamaan (Sparre dan Venema 1999):

t

ft a - bft (24)

dan ln t

(20)

10

Hubungan linear pada persamaan (24) dan (25) digunakan secara luas untuk menghitung dugaan MSY melalui penentuan turunan pertama sehingga diperoleh dugaan fmsy dan MSY model Schaefer:

fmsy 2ba (26)

M 4ba2 (27)

dan dugaan fmsy dan MSY model Fox:

fmsy 1b (28)

MSY = -1

b ea-1 (29)

Kedua atau lebih model tersebut kemudian dibandingkan nilai R2 nya dari hasil regresi masing-masing. Model yang mempunyai nilai R2 lebih besar menunjukkan model tersebut mempunyai keterwakilan yang tinggi dengan model sebenarnya (Susilo 2002). Jumlah tangkapan yang diperbolehkan atau total allowable catch (TAC) dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan dapat ditentukan dengan analisis produksi surplus dan berdasarkan prinsip kehati-hatian (FAO 1995). Potensi Lestari adalah sekitar 90% dari MSY dan 80% dari Potensi Lestari ini disebut TAC. MSY adalah jumlah tangkapan maksimum lestari, TAC adalah jumlah tangkapan yang diperbolehkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Ikan Kembung Lelaki di PPP Labuan

PPP Labuan merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandegelang yang terdiri dari tiga TPI. Ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) merupakan salah satu ikan hasil tangkapan yang bersifat ekonomis dan banyak didaratkan di PPP Labuan. Hal ini dibuktikan dengan selalu terdapatnya ikan kembung lelaki pada bulan-bulan pengamatan, yaitu Juni hingga Oktober 2013. Ikan kembung lelaki ditangkap menggunakan alat tangkap purse seine

(21)

11

Gambar 3 Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2013 di PPP Labuan Sumber: DKP Kabupaten Pandeglang

Hubungan Panjang Bobot

Menurut Effendie (2002) analisis mengenai hubungan panjang bobot dimanfaatkan untuk mengetahui pola pertumbuhan suatu organisme. Hubungan antara panjang dan bobot dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi yang ditunjukkan pada Gambar 4. Berdasarkan analisis hubungan panjang bobot ikan betina didapatkan persamaan W = 0.00002L2.88, sedangkan untuk ikan jantan didapatkan persamaan W = 0.00004L2.72 dan untuk ikan kembung lelaki total didapatkan persamaan W = 0.00003L2.83 selanjutnya dilakukan analisis uji t untuk menentukan pola pertumbuhan.

(22)
(23)

13 Tabel 3 Perbandingan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki

Peneliti Lokasi b Pola Pertumbuhan

Tampubolon (1986) Selat Malaka 3.33 Allometrik Positif Anon (1985) Pantai Barat

Malaysia

3.22 Allometrik Positif Burhanudin et al. (1984) Laut Jawa 3.19 Allometrik Positif Rifqie (2007) Teluk Jakarta 2.32 Allometrik Negatif

Sinaga (2010) Blanakan 2.49 Allometrik Negatif

Fandri (2012) Selat Sunda 3.06 Allometrik Positif Prahardina (2013) Teluk Banten 2.71 Allometrik Negatif Sebaran Frekuensi Panjang dan Kelompok Umur

Ikan kembung lelaki yang diamati selama kegiatan penelitian ini mencapai 1100 ekor dengan jumlah betina sebanyak 305 ekor dan jantan 360 ekor (Lampiran 3). Jumlah ikan yang diperoleh berbeda-beda setiap bulannya karena tergantung dari hasil tangkapan nelayan. Proses analisis pemisahan kelompok umur ikan kembung lelaki menggunakan metode NORMSEP yang terdapat dalam

software FISAT II dan hasilnya disajikan pada Gambar 5, 6, dan 7. Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7 terlihat adanya pergeseran nilai modus ke arah kanan yang menunjukkan adanya pertumbuhan ikan kembung lelaki.

Pertumbuhan ikan betina diduga terjadi pada bulan Juli-Agustus dan terjadi rekruitmen pada bulan September. Lalu pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan diduga terjadi pada bulan Juli-Oktober. Nilai indeks sparasi yang diperoleh didapatkan lebih dari 2. Hal tersebut menunjukkan bahwa hasil pemisahan kelompok umur ikan kembung lelaki dapat diterima dan digunakan untuk analisis berikutnya (Lampiran 4). Setelah didapatkan sebaran panjang nilai tengah atau kelompok umur untuk ikan betina, jantan, dan total, nilai tersebut digunakan dalam perhitungan parameter pertumbuhan dengan menggunakan metode Ford-Walford dan t0 menurut kaidah empris Pauly (Sparre dan Venema 1999).

Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin ialah perbandingan jumlah ikan betina dengan ikan jantan dalam suatu populasi (Effendie 2002). Menurut Ball & Rao (1984) in Adisti (2010) suatu populasi ideal memiliki proporsi kelamin 1:1 yang menunjukkan proporsi betina sebanding dengan proporsi jantan. Tabel 4 menyajikan nisbah kelamin ikan kembung lelaki pada setiap pengambilan contoh. Selanjutnya dilakukan uji lanjut, yaitu uji χ2 (chi square) untuk menentukan keseimbangan proporsi betina dan jantan pada selang kepercayaan 95% didapatkan hasil bahwa ikan betina dan jantan tidak seimbang dengan rasio perbandingan ialah 0.9:1 (Lampiran 5). Penelitian ini menunjukkan hasil χ2hit>χ2tab, sehingga proposi ikan

(24)

14

(25)

15

(26)

16

(27)

17 Tabel 4 Nisbah kelamin ikan kembung lelaki

Tanggal Pengamatan n Jumlah (n) Nisbah Jenis Kelamin (%) Betina Jantan Betina Jantan

18 Juni 2013 84 30 54 35.71 64.29

Kajian tingkat kematangan gonad bertujuan untuk menentukan perbandingan antara ikan yang sudah dan belum matang gonad dari stok di perairan, ukuran ikan saat matang gonad, waktu pemijahan, jumlah pemijahan dalam satu tahun, pola pemijahan, dan lama pemijahan (Effendie 2002). Sebaran tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina dan jantan setiap pengambilan contoh disajikan pada Gambar 8. Ikan betina maupun jantan yang dominan tertangkap yaitu TKG I dan II dengan presentase masing-masing untuk TKG I sebesar 51.82% dan 49.72%, sedangkan untuk TKG II sebesar 23.53% dan 32.50%. Berdasarkan selang ukuran panjang diperoleh informasi bahwa baik ikan betina maupun jantan mulai memasuki TKG IV (matang gonad) pada bulan Juli dengan selang kelas ukuran 168-196 mm (Lampiran 6).

Gambar 8 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki betina

(28)

18

Gambar 9 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki jantan Panjang pertama kali ikan kembung lelaki matang gonad terjadi saat proporsi ikan contoh mencapai 50%, yaitu pada panjang 243 mm (Lampiran 7). Hal ini menunjukkan bahwa pada saat panjang ikan 243 mm, ikan telah mengalami pemijahan minimal satu kali. Proporsi ikan kembung lelaki yang telah matang gonad disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10 Proporsi ikan kembung lelaki yang telah matang gonad

Parameter Pertumbuhan

Salah satu metode pendugaan parameter pertumbuhan von Bertalanffy pada ikan kembung lelaki adalah dengan menggunakan model Ford-Walforld (Lampiran 8). Penggunaan model Ford-Walford bertujuan untuk menentukan nilai

(29)

19 koefisien pertumbuhan (K), panjang asimtotik (L ), dan umur teoritik ikan pada saat panjang ikan nol (t0) dari ikan kembung lelaki yang disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki

Contoh Ikan Parameter Pertumbuhan

K (bulan) L (mm) t0 (bulan)

Betina 0.14 355.02 -0.60

Jantan 0.08 392.27 -1.07

Total 0.18 411.78 -0.47

Gambar 11 menyajikan kurva pertumbuhan von Bertalanffy. Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy ikan betina, jantan, dan total di perairan Selat Sunda, masing-masing adalah Lt = 355.02 (1-e[-0.14(t+0.60)]), Lt = 392.27 (1-e

[-0.08(t+1.07)]

), dan Lt = 411.78 (1-e[-0.18(t+0.47)]). Menurut Sparre dan Venema (1999) koefisien pertumbuhan (K) ialah kecepatan pertumbuhan dalam mencapai panjang asimtotiknya (L ) dari pola pertumbuhan ikan. Semakin tinggi nilai K akan semakin cepat ikan tersebut mencapai panjang asimtotiknya dan semakin cepat pula ikan tersebut mati. Laju pertumbuhan ikan betina lebih tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan ikan jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan betina lebih cepat mencapai panjang maksimum. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut, yaitu hormon dan alokasi makanan (Effendie 2002). Faktor laju penuaan ikan tersebut berdampak pada perkiraan lama ikan hidup. Ikan jantan lebih lama hidup jika dibandingkan dengan betina.

Gambar 11 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki betina

0 100 200 300 400 500

-2 4 10 16 22 28 34 40 46 52 58

P

anjang

(mm)

t (bulan)

(30)

20

Gambar 12 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki jantan

Gambar 13 Kurva pertumbuhan ikan kembung lelaki total

Mortalitas dan Laju Eksploitasi

Mortalitas total (Z) merupakan tingkat kematian stok ikan yang disebabkan oleh faktor alami (M) dan penangkapan (F). Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan kembung lelaki dilakukan dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang (Lampiran 9). Dugaan tingkat mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki dapat dilihat pada Tabel 6. Tingkat mortalitas penangkapan (F), baik ikan betina, jantan, maupun secara total, menujukkan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan tingkat mortalitas alami (M). Laju eksploitasi (E) dihitung berdasarkan proporsi tingkat mortalitas penangkapan terhadap mortalitas alami. Menurut Gulland (1991), laju ekspoitasi optimal sebesar 0.5, sedangkan pada penelitian ini laju eksploitasi ikan kembung

0

Lt = 392.2715 (1-e[-0.0807(t+1.0677)])

(31)

21 lelaki betina, jantan, dan total di perairan Selat Sunda telah melebihi 0.5 yang mengindikasikan bahwa stok ikan kembung telah mengalami over exploitation. Tabel 6 Mortalitas dan Laju eksploitasi ikan kembung lelaki

Parameter Nilai (per tahun)

Betina Jantan Total

Mortalitas penangkapan (F) 0.66 0.23 1.64

Mortalitas alami (M) 0.21 0.14 0.24

Mortalitas total (Z) 0.87 0.37 1.87

Eksploitasi (E) 0.75 0.61 0.87

Model Produksi Surplus Ikan Kembung Lelaki

Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki yang telah distandarisasi disajikan pada Lampiran 10. Pendugaan potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan data hasil tangkapan (produksi) serta upaya penangkapan ikan kembung lelaki (Lampiran 11). Analisis potensi sumberdaya ikan kembung lelaki dilakukan dengan menggunakan model pendekatan Schaefer disajikan pada Gambar 14.

Gambar 14 Pendugaan fMSY dan MSY ikan kembung lelaki

Model Schaefer lebih tepat digunakan pada penelitian ini karena nilai koefisien determinasi (R2) model Schaefer (88.61%) lebih besar dari model Fox (86.58%). Berdasarkan Gambar 14 menunjukkan bahwa upaya dalam kondisi aktual (faktual) (7651 trip/tahun) lebih besar dibandingkan dengan kondisi upaya

optimum (fMSY) (6078 trip/tahun) sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih

(overfishing). Hal tersebut disebabkan meningkatnya upaya penangkapan menyebabkan sumberdaya yang terbatas cenderung mengalami penurunan (Nabunome 2007).

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

(32)

22

Pembahasan

Hubungan panjang bobot ikan digunakan untuk menduga pola pertumbuhan ikan. Pola pertumbuhan ikan kembung lelaki setelah di uji t ialah allometrik negatif yaitu pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan bobotnya. Perbedaan pola pertumbuhan ikan kembung lelaki dengan penelitian lainnya (Tabel 3) di pengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya faktor perbedaan kondisi lingkungan dan ketersediaan makanan (Effendie 2002).

Analisis frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok umur ikan yang didasarkan pada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal (Effendie 2002). Berdasarkan Gambar 5, 6, dan 7 terlihat bahwa ikan kembung lelaki mengalami pertumbuhan setiap bulan pengamatan yang ditunjukkan dengan pergeseran modus yang cukup signifikan ke arah kanan. Namun pada bulan September terdapat modus baru pada ikan betina dan jantan. Hal ini diduga adanya masukan individu-individu baru (recruitment) ke dalam stok ikan kembung lelaki yang menggantikan stok ikan kembung lelaki yang lama atau dewasa, sedangkan ikan-ikan yang sudah dewasa atau matang gonad telah mengalami pemijahan dan tertangkap.

Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa proporsi ikan betina dan jantan sebesar 0.9:1. Nikolsky (1963) menyatakan bahwa, perbedaan ukuran dan jumlah salah satu jenis kelamin dalam populasi disebabkan oleh perbedaan pola pertumbuhan, perbedaan umur pertama kali matang gonad, bertambahnya jenis ikan baru pada suatu populasi ikan yang sudah ada, dan perbedaan jumlah ikan jantan dan betina yang tertangkap oleh nelayan disebabkan oleh pola tingkah laku ruaya ikan baik untuk memijah ataupun mencari makan (Febianto 2007). Hasil penelitian Fandry (2012) panjang ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan dan tempat pendaratan yang sama dengan penelitian ini memiliki panjang yang berbeda. Perbedaan struktur data panjang tersebut dikarenakan waktu pengambilan contoh dan jumlah contoh yang berbeda.

Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa ikan betina memiliki umur lebih pendek karena nilai koefisien pertumbuhan lebih besar dari ikan jantan. Semakin kecil koefiesien pertumbuhan, semakin lama waktu yang dibutuhkan oleh ikan tersebut untuk mencapai panjang asimtotik, dan memiliki umur yang relatif pendek (Sparre dan Venema 1999). Ikan betina lebih cepat mencapai panjang asimtotik yang mengindikasikan bahwa ikan betina lebih cepat mencapai umur tua dibandingkan ikan jantan. Hal tersebut diduga sebagai salah satu sebab lebih rendahnya proporsi ikan betina dibandingkan ikan jantan dalam ikan contoh yang tertangkap. Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki di beberapa perairan disajikan pada Tabel 7.

Perbedaan parameter pertumbuhan pada Tabel 7 disebabkan oleh perbedaan panjang maksimum dari contoh yang diambil serta variasi jumlah contoh ikan yang tertangkap (Widodo dan Suadi 2006), pengaruh interval contoh yang diambil, dan perlakuan matematik untuk memperolehnya (Nurhakim 1993 in

(33)

23 pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan ikan berumur tua, sehingga apabila ikan muda banyak tertangkap, koefisien pertumbuhan (K) akan tinggi dan panjang asimtotik (L ) yang lebih kecil

Tabel 7 Perbandingan parameter pertumbuhan ikan kembung lelaki

Peneliti Lokasi Parameter Pertumbuhan Ket

K L t0 Prahardina (2013) Teluk Banten 0.33 285.48 -0.27 Betina 0.50 260.10 -0.18 Jantan Penelitian ini (2014) Selat Sunda 0.14 355.02 -0.60 Betina 0.08 392.27 -1.07 Jantan 0.18 411.78 -0.47 Total Menurut Effendie (2002), untuk mengetahui kapan ikan memijah, memulai memijah, atau sudah selesai memijah dapat diketahui dari tingkat kematangan gonad (TKG). Ikan kembung lelaki yang tertangkap di PPP Labuan dominan tertangkap pada TKG I dan II pada panjang kurang dari 243 mm. Hal tersebut memperlihatkan bahwa ikan kembung lelaki yang tertangkap di perairan Selat Sunda sudah mengalami growth overfishing yaitu ikan ditangkap sebelum ikan sempat tumbuh (Widodo dan Suadi 2006).

Mortalitas individu ikan dalam suatu populasi ikan dapat terjadi akibat faktor alamiah (M), seperti kondisi lingkungan perairan dan faktor penangkapan (F). Nilai laju mortalitas penangkapan ikan kembung lelaki lebih besar dibandingkan dengan mortalitas alami selain itu laju eksploitasi ikan kembung lelaki telah melebihi laju eksploitasi optimum sebesar 0.5, sehingga diduga ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda telah mengalami over exploitation. Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki di beberapa perairan disajikan pada Tabel 8. Nilai dugaan laju mortalitas dan eksploitasi hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lainnya. Perbedaan nilai laju mortalitas alami dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan mortalitas oleh faktor-faktor alami, seperti pemangsaan dan penyakit (Ambarini 1996 in

Handani 2002). Menurut Marasebessy et al. (1990), perubahan salinitas dapat mempengaruhi laju pertumbuhan ikan di suatu perairan sehingga mempengaruhi pula mortalitas.

(34)

24

koefisien kematian akibat penangkapan (Ahmad 2000). Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan laju eksploitasi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan yang berarti kematian ikan betina di perairan Selat Sunda disebabkan oleh aktivitas penangkapan. Menurut King (1995), spesies yang dieksploitasi akan berdampak pada tereduksinya ikan dewasa, sehingga ikan belum sempat untuk bereproduksi. Hal ini akan mengakibatkan tidak adanya rekruitmen yang masuk ke dalam suatu stok. Selain itu, menurunnya laju mortalitas alami dapat disebabkan oleh semakin berkurangnya ikan-ikan yang tumbuh hingga berusia tua dan meningkatnya aktivitas penangkapan (Mehanna 2001).

Tabel 8 Perbandingan laju mortalitas dan eksploitasi ikan kembung lelaki

Peneliti Lokasi

Perhitungan potensi dilakukan menggunakan pendekatan maximum sustainable yield (MSY) dengan model produksi surplus untuk menentukan tingkat upaya penangkapan optimum. Upaya optimum yaitu upaya penangkapan yang menghasilkan hasil tangkapan maksimum yang berkelanjutan tanpa berpengaruh terhadap produktivitas jangka panjang dari stok. Metode yang digunakan adalah model Scahaefer karena memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar dibandingkan dengan model yang lain. Berdasarkan model Scahaefer diperoleh nilai fMSY sebesar 6078 trip per tahun dan MSY sebesar 1872

ton per tahun dengan nilai koefisien determinasi sebesar 88.60%. Nilai faktual telah

melebihi nilai fMSY sehingga diindikasikan bahwa ikan kembung lelaki di PPP

Labuan telah mengalami tangkap lebih.

Berdasarkan hasil penelitian kondisi perikanan ikan kembung lelaki telah mengalami tangkap lebih sehingga perlu dilakukan pengelolaan perikanan. Menurut Boer dan Aziz (2007), tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan adalah tercapainya kesejahteraan para nelayan, penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, penghasil devisa, serta untuk mengetahui porsi optimum pemanfaatan oleh armada penangkapan ikan dan menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan berdasarkan tangkap maksimum lestari.

(35)

25 gonad (Musbir et al. 2006). Pengelolaan juga dapat dilakukan dengan menerapkan pelaksanaan open closed system berupa pemberlakuan sistem buka dan tutup pada saat musim pemijahan ikan agar ikan mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Berdasarkan pendekatan konsep MSY, upaya penangkapan tidak boleh melebihi 6078 trip per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan sebesar 1872 ton per tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Laju eksploitasi ikan kembung lelaki betina (0.75), jantan (0.61), maupun total (0.87) di PPP Labuan telah melebihi laju ekspoitasi optimum sebesar 0.5 sehingga diduga telah mengalami over exploitation. Selain itu, upaya penangkapan ikan kembung lelaki dalam kondisi aktual lebih besar dibandingkan dengan kondisi upaya optimum (fMSY) sehingga diduga telah terjadi tangkap lebih

(overfishing).

Saran

Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk alternatif pengelolaan sumberdaya ikan kembung lelaki di perairan Selat Sunda, seperti perlunya langkah strategis pengelolaan dengan pengurangan jumlah alat tangkap dan penutupan daerah penangkapan pada periode waktu tertentu seperti waktu pemijahan agar kelestarian sumberdaya ikan kembung lelaki tetap terjaga dan berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdussamad EM, Koya KPS, Ghosh S, Rohit P, Joshi KK, Manojkumar B, Prakasan D, Kemparaju S, Elayath MNK, et al. 2012. Fishery, biology and population characteristics of longtail tuna, Thunnus tonggol (Bleeker, 1851) caught along the Indian coast. Indian J. Fish. 59 (2):7-16.

Adisti. 2010. Kajian biologi reproduksi ikan tembang (Sardinella maderensis

Lowe, 1838) di perairan Teluk Jakarta yang didaratkan di PPP Muara Angke, Jakarta Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(36)

26

Anon. 1985. Report the second Working Group Meeting on the Mackerel (Decapterus and Rastrelliger spp.) in the Malacca Strait, 4-9 October 1985, Colombo, Sri Lanka, Bay of Bengal Programme Document, 23 pp.

Boer M. 1996. Pendugaan koefisien pertumbuhan (L , K, t0) berdasarkan data

frekuensi panjang. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 4(1): 75-84.

Boer M, Aziz KA. 2007. Gejala tangkap lebih perikanan pelagis kecil di perairan Selat Sunda. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 14 (2): 167-172.

Burhanudin, Martosewojo S, Adrin M dan Hutomo M. 1984. Sumber Daya Ikan Kembung. Jakarta: LON-LIPI.

[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang. 2013. Statistik Perikanan Tangkap Kabupaten Pandeglang Tahun 2006-2013. Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. (Draft tahun 2013).

Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama.

Fandri D. 2012. Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Selat Sunda. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. Code of conduct for responsible fisheries. FAO. Rome, Italy. 41p.

Febianto S. 27 Aspek Biologi reproduksi ikan lidah pasir (Cynoglossus idalamgua

Hamilton Buchanan, 1822) di Perairan Ujung Pangkah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Gulland JA. 1991. Fish Stock Assessment. A Manual of Basic Metodes. Jhon Wiley & Sons. Chichester- New York- Brisbane-Toronto-Singapore. 223p. Handani. 2002. Pendugaan beberapa parameter biologi ikan kembung lelaki

(Rastrelliger kanagurta) yang didaratkan di TPI Muara Angke, Jakarta Utara. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

King M. 1995. Fisheries Biology: Assessment and Management. London: Fishing News Books.

Lelono TD. 2007. Dinamika populasi dan biologi ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap dengan purse seine di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi Trenggalek, p.1-11. Di dalam: Isnansetyo A, Murwantoko, Yusuf IBL, Djumanto, Saksono H, Dewi IP, Setyobudi E, Soeparno, Prabasunu N, Budhiyanti SA, Ekantari N, Ptiyono SB, editor. Seminar nasional tahunan IV hasil penelitian perikanan dan kelautan; 28 Juli 2007. Yogyakarta. (ID): Jurusan Perikanan dan Kelautan. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Marasebessy MD. 1990. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan seribu (Poecilia reticulata, 1860), p 71-78. in Balai Litbang Sumber Daya Laut, Puslitbang Oseanologi, LIPI, Ambon.

Mehanna SF. 2001. Dynamics and management of the Indian Mackerel Rastrelliger kanagurta (Cuvier 1816) in the Gulf of Suez. J. Aquat. Biol & Fish 8 (3):179-194

(37)

27 Nabunome W. 2007. Model Analisis Bioekonomi dan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Demersal (Studi Empris di Kota Tegal), Jawa Tengah [tesis]. Semarang (ID): Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Nikolsky G V. 1963. The Ecology of Fish. New York: Academi Press.

Pauly D. 1984. Fish Population Dynamic in Tropical waters: a manual for use with progfammable calculators. Manila: ICLARM. 325p.

Perdanamihardja YMM. 2011. Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta Cuvier 1817) di Perairan Teluk Jakarta, Provinsi DKI Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Prahardina VD. 2013. Kajian Stok Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Di Perairan Teluk Banten yang didaratkan di PPN Karangantu, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama (Nibea soldado, Lac) Sciaenidae di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. J. Iktiologi Indonesia. 5(2):63-68.

Rahayu SE. 2012. Kajian stok sumberdaya ikan Kurisi (Nemipterus japonicas, Bloch 1791) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPI Labuan, Pandeglang, Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Rifqie GL. 2007. Analisis Frekuensi Panjang dan Hubungan Panjang Berat Ikan Kembung Lelaki (Rastrelliger kanagurta) Di Teluk Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sinaga P. 2010. Dinamika Stok dan Analisis Bio-Ekonomi Ikan Kembung LElaki (Rastrelliger kanagurta) di TPI Blanakan, Subang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis, Buku I: manual. Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, penerjemah. Jakarta: Pusat Penelitiaan dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Terjemahan dari: Introduction to Tropical Fish Stock Assessment, Part I: Manual.

Steel RGD, Torrie JH. 980. Principle and Procedure of Statistic: a biological Approach. New York (NY): Mic Drow Hill Bool Company, Inc.

Susilo SB. 2002. Pendugaan stok dan daya dukung biomass ikan melalui data tangkapan ikan. J. Ilmu-ilmu perairan dan perikanan Indonesia. 9 (1): 99-108.

Tampubolon GH. 1986. Growth and Mortality Estimation of India Mackerel (Rastrellger kanagurta) in the Malacca Strait, Indonesia. Contribution To Tropical Fisheries Biology. FAO 389: 372-384.

Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Umum. 515 hlm.

Widodo J, Suadi. 2006. Pengelolaan Sumber daya Perikanan Laut. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

(38)

28

LAMPIRAN

Lampiran 1 Proses penentuan laju mortalitas total (Z) melalui kurva yang dilinerakan berdasarkan data panjang

Berdasarkan persamaan tangkap atau persamaan Baranov (Baranov 1918 in

Sparre dan Venema 1999), tangkapan antara waktu t1 dan t2 sama dengan:

t1,t2 (N(t1) - N(t2)) (1.1)

N(t1) adalah banyaknya ikan pada saat t1, N(t2) adalah banyaknya ikan pada saat

t2, F adalah mortalitas penangkapan, dan Z adalah mortalitas total. Fraksi ikan

yang mati akibat penangkapan, disebut laju eksploitasi. Oleh karena

N(t2) N(t1)e- (t2- t ) (1.2)

persamaan Baranov di atas dapat ditulis menjadi:

( t1,t2 ) N t1 1-e- (t1- t2) (1.3)

N (t1) N( r) e- (t1 - r) (1.4)

sehingga

t1,t2 N( r)e- (t1 - r) 1 - e- (t2 - t1) (1.5)

N (Tr) adalah rekrutmen. Selanjutnya dengan menggunakan logaritma di

kiri dan kanan persamaan (1.5) diperoleh:

ln t1,t2 d- t1 ln 1 -e- (t2 - t1) (1.6)

d lnN( r) r ln (1.7)

Jika t2 - t1 = t3 - t2 = ... = suatu konstanta dengan satuan waktu diperoleh

konstanta baru

g d ln 1 - e- (t2 - t1) (1.8) sehingga persamaan (1.8) dapat ditulis menjadi:

ln t1,t2 g - t1 (1.9)

atau

ln t, t g - t (1.10)

Menurut Van Sickle (1977) in Sparre dan Venema (1999) cara lain dapat ditempuh untuk menyelesaikan (1.6) melalui

(39)

29

Lampiran 1 (lanjutan)

untuk X yang bernilai kecil (X<1.0), sehingga

ln 1 - e- (t2 - t1) ln (t2 - t1) - (t2 2- t1) (1.12) dan persamaan (1.6) dapat ditulis

ln (t1,t2)

t2 - t1 h - t1 -1

2 (t2 - t1) (1.13)

atau

ln (t,t t) t h- (t 21 t) (1.14)

selanjutnya, bentuk konversi data panjang menjadi data umur dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy

t t0- 1ln 1- (1.15)

Notasi tangkapan C(t1,t2) dapat diubah menjadi C(L1,L2)

atau

t,t t ( 1, 2) (1.16)

dan

t t 2 -t 1 1ln -- 12 (1.17)

Bagian (t +

pada persamaan (1.14) dapat dikonversi kedalam notasi L1 dan L2 sehingga

t( 1) 21 t) 1 2 2 t0- 1ln 1- 2 1 2 (1.18)

sehingga ln 1, 2

t 1, 2 h- t

1 2

2 (1.19)

yang membentuk persamaan linear dengan y =ln t 1, 2

1, 2 sebagai ordinat dan

x = 1 2)

2 sebagai absis, dengan koefisien kemiringan persamaan (1.19), yaitu

(40)

30

Lampiran 2 Hubungan panjang bobot ikan kembung lelaki a. Ikan betina

Lampiran 3 Sebaran frekuensi panjang ikan kembung lelaki

Selang Kelas

Nilai Tengah

(mm)

Frekuensi pada tanggal pengambilan contoh

18/6/13 07/07/13 27/7/13 06/8/13 06/09/13 28/09/13 13/10/13

Keterangan: J = Jantan B = Betina

Koefisien Standar Deviasi

Perpotongan -4.59 0.08

Kemiringan 2.83 0.03

thit 120.64

(41)

31 Lampiran 4 Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki

a. Sebaran kelompok umur ikan betina

Waktu Kelompok

b. Sebaran kelompok umur ikan jantan

(42)

32

Lampiran 4 (Lanjutan)

c. Sebaran kelompok umur ikan kembung lelaki total

Waktu Kelompok

ukuran Panjang Rata-rata Index Sparasi

18 Juni 2013 1 193.76 ± 13.841 n.a

Lampiran 5 Perhitungan nisbah kelamin

(43)

33 Lampiran 6 Tingkat kematangan gonad ikan kembung lelaki

(44)

34

Lampiran 7 Ukuran pertama kali ikan matang gonad

Selang Kelas Frekuensi Proporsi

matang gonad F % P

Total Matang gonad

23-51 11 0 0.29 0 0.29

52-80 4 0 0.66 0 0.66

81-109 12 0 1.49 0 1.49

110-138 86 0 3.32 0 3.32

139-167 228 3 7.24 0.01 7.24

168-196 198 35 15.05 0.18 15.05

197-225 140 84 28.68 0.60 28.68

226-254 28 23 47.71 0.82 47.71

255-283 6 5 67.44 0.83 67.44

284-312 3 1 82.46 0.33 82.46

313-341 1 1 91.43 1 91.43

Lampiran 8 Model Ford-Walford ikan kembung lelaki a. Ikan betina

Lt L(t+1) Perpotongan 47.71

149.32 172.85 Kemiringan 0.87

172.85 204.50 L 355.02

204.50 221.67 K 0.14

221.67 b. Ikan jantan

Lt L(t+1) Perpotongan 30.43

159.20 166.87 Kemiringan 0.92

166.87 198.34 L 392.27

198.34 203.64 K 0.08

203.64 224.44 224.44

c. Ikan total

Lt L(t+1) Perpotongan 66.76

110.38 163.14 Kemiringan 0.84

163.14 192.56 L 411.78

192.56 235.09 K 0.18

(45)

35 Lampiran 9 Mortalitas dan laju eksploitasi ikan kembung lelaki

a. Ikan betina

SK Xi C(L1,L2) t(L1) t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/ t)

100-123 111.5 7 1.69 0.66 2.01 2.97

124-147 135.5 75 2.38 0.73 2.73 5.94

148-171 159.5 111 3.14 0.82 3.53 5.77

172-195 183.5 67 3.99 0.93 4.44 4.52

196-219 207.5 56 4.96 1.08 5.48 3.72

220-243 231.5 33 6.10 1.29 6.72 2.70

244-267 255.5 6 7.45 1.61 8.21 1.11

268-291 279.5 1 9.14 2.13 10.12 *

292-315 303.5 1 11.38 3.15 12.77 *

b. Ikan jantan

SK Xi C(L1,L2) t(L1) t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/ t)

98-124 111 19 2.49 1.15 3.05 2.57

125-151 138 64 3.68 1.27 4.30 3.28

152-178 165 110 5.00 1.42 5.69 3.31

179-205 192 92 6.48 1.61 7.26 2.81

206-232 219 60 8.16 1.86 9.05 2.20

233-259 246 10 10.10 2.21 11.15 1.04

260-286 273 4 12.40 2.71 13.68 0.51

287-313 300 0 15.22 3.51 16.86 *

314-340 327 1 18.89 5.00 21.14 *

c. Ikan kembung lelaki total

SK Xi C(L1,L2) t(L1) t t(L1/L2)/2 Ln((C(L1,L2)/ t)

23-51 37 11 -0.14 0.42 0.07 5.67 52-80 66 4 0.30 0.46 0.52 3.03 81-109 95 12 0.77 0.50 1.02 4.97 110-138 124 86 1.29 0.55 1.56 8.09

(46)

36

Lampiran 10 Standarisasi alat tangkap

Tahun

Payang Dogol Pukat cincin Jaring Insang

hanyut

tetap Bagan Perahu Bagan Tancap P.Lainnya

Catch

Jaring Insang hanyut 1871.33 11324.63 0.17 0.24

Jaring Insang tetap 3118.11 16658.03 0.19 0.27

Bagan Perahu 1726.07 14241.04 0.12 0.17

Bagan Tancap 1294.34 11470.53 0.11 0.16

(47)

37 Lampiran 11 Model produksi surplus

Tahun C E CPUE ln CPUE

2003 1633.64 6265.10 0.26 -1.34

2004 1902.80 7038.84 0.27 -1.31

2005 2103.10 7554.04 0.28 -1.28

2006 1903.10 5207.36 0.37 -1.01

2007 1913.50 5709.39 0.34 -1.09

2008 1602.20 3389.89 0.47 -0.75

2009 1651.66 5035.26 0.33 -1.11

2010 1552.43 8106.77 0.19 -1.65

2011 1546.36 7674.30 0.20 -1.60

2012 1716.23 4971.43 0.35 -1.06

2013 1914.03 7651.87 0.25 -1.39

Schaefer Fox

a 0.62 a -0.21

b -0.0001 b -0.000165

R2 0.89 R2 0.87

MSY 1871.80 MSY 1812.22

fmsy 6077.78 Fmsy 6070.51

PL 1684.62 PL 1631.00

(48)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Anandinta Permatachani, lahir di Jakarta 06 Juli 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari ayah Sudirman Sawi dan ibu bernama Yulita Wismaneli. Penulis mulai mengikuti pendidikan di TK Ananda dan lulus tahun 1998 dilanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Pabuaran 01 lulus pada tahun 2004. Melanjutkan di SMP Negeri 2 Depok lulus pada tahun 2007 dan dilanjutkan sekolah di SMA Negeri 1 Depok lulus pada tahun 2010. Penulis lulus menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Mandiri (UTM) pada tahun 2010 sebagai mahasiswa Departemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1  Data hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung lelaki pada tahun 2003 hingga 2013 yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (DKP 2013)
Gambar 1  Lokasi pengambilan contoh ikan
Tabel 2  Kriteria kematangan gonad modifikasi Cassie (1956) in Effendie (2002)
Gambar 3  Hasil tangkapan per jenis ikan tahun 2013 di PPP Labuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mata kuliah ini selain bertujuan meningkatkan kemampuan ketrampilan menggambar baik dengan menggunakan media gambar manual ataupun digital, juga memperkenalkan berbagai gaya

Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning), Pengajaran berbasis proyek (Project-based education) dan Pembelajaran berdasarkan pengalaman (Experience-based

Index properties di lakukan untuk mengetahui karakteristik tanah yang terdiri dari pengujian kadar air, atterberg , berat jenis tanah, berat isi tanah, dan analisa

melengkapi kebutuhan, memprioritaskan kebutuhan Selain itu, penulis menganalisa teknologi yang cocok digunakan untuk permasalahan yang ada. Penulis juga mengestimasikan

Ada pun beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan atau memperbaiki penyalahkaprahan makna kata tersebut, antara lain (a) mewajibkan redaktur dan

, 2011), Effective tax rate sering digunakan sebagai salah satu acuan para pembuat keputusan dalam membuat suatu kebijakan perusahaan dan membuat kesimpulan

Masalah kesehatan dari keluarga Bapak I Made Subaga terdapat pada ayah dari bapak I Made Subaga yang bernama I Wayan Gambrong yang masih tinggal serumah dengan Bapak I

Sehingga penulis masih diberi pertolongan untuk menyelesaikan laporan Dasar-dasar Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur (DP3A) yang berjudul Sekolah Luar