PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS
PERAIRAN DANAU TOBA
(Studi Kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, dan
Kelurahan Pangururan)
T E S I S
OLEH
SONDANG JUNI ESKA SIMAMORA 117004015/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS
PERAIRAN DANAU TOBA
(Studi Kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, dan
Kelurahan Pangururan)
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
OLEH
SONDANG JUNI ESKA SIMAMORA 117004015/PSL
SEKOLAH PASCASARJANA PROGRAM STUDI
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menyetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS
Ketua Anggota
Drs. Chairuddin, MSc
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Erman Munir, MS)
Tanggal Lulus : 27 Agustus 2014
Judul Tesis : PENGARUH LIMBAH DOMESTIK TERHADAP KUALITAS PERAIRAN DANAU TOBA
STUDI KASUS DESA MARBUN TORUAN, DESA NAPITUPULU BAGASAN, DAN KELURAHAN PANGURURAN
Nama : SONDANG JUNI ESKA SIMAMORA
Nomor Induk Mahasiswa : 117004015
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan pada tanggal 8 Juni
1983, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara dengan nama Ayah Patar Simamora dan
Ibu G. Rosmauli Sitorus.
Menyelesaikan pendidikan dasar pada SD Santa Maria Doloksanggul pada tahun 1995,
selanjutnya pada tahun 1998 tamat sekolah lanjutan pertama pada SMP Negeri 1
Doloksanggul dan pada tahun 2001 menamatkan sekolah lanjutan atas pada SMA Negeri 5
Medan. Kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Jurusan Kimia dan lulus pada bulan 19 November 2005. Pada tahun 2011
berkesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan.
Telah diuji pada
Tanggal : 27 Agustus 2014
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S Anggota : 1. Drs. Chairuddin, MSc
ABSTRAK
Pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba studi kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, Kelurahan Pangururan telah diteliti pada bulan September 2013-April 2014. Tujuan penelitian adalah: (1) mengukur penurunan kualitas perairan Danau Toba akibat pembuangan limbah domestik, (2) mengetahui pengaruh perilaku penduduk terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggabungkan penelitian fisik dan sosial. Penelitian fisik dilakukan dengan menganalisa sifat fisik-kimia dan biologi air dan penelitian sosial dilakukan dengan wawancara terhadap responden dengan bantuan kuisoner. Populasi penelitian kualitas air mencakup air Danau Toba dengan sampel di 4 stasiun yaitu Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan dan Parbalohan sebagai kontrol. Populasi penelitian sosial adalah penduduk di Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, dan Pangururan. Sampel adalah kepala keluarga/istrinya dengan jumlah 30 orang tiap lokasi penelitian sehingga total sampel adalah 90 orang yang dipilih secara purposive. Parameter fisik-kimia dan biologis air yang diamati adalah suhu, pH, penetrasi, kekeruhan, DO, BOD5, COD, nitrat, fosfat, dan fecal coliform. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air tidak berbeda nyata antar lokasi pengamatan, sedangkan nilai rata-rata pH, kekeruhan, DO, BOD5
Rata-rata pengetahuan responden adalah 3,59 dan masuk dalam kriteria Tahu tentang limbah domestik, rata-rata sikap adalah 3,28 dan masuk dalam kriteria Setuju menjaga Danau Toba dari pencemaran limbah domestik, rata-rata tindakan adalah 2,85 dan masuk dalam kategori Kadang-kadang masih membuang limbah ke Danau Toba. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap responden yang baik tidak serta merta membuat tindakan pengelolaan menjadi baik. Pengetahuan, sikap dan tindakan mempunyai korelasi sedang hingga tinggi terhadap konsumsi bahan-bahan rumah tangga yang berpotensi menimbulkan pencemaran air.
, COD, nitrat, fosfat adalah berbeda nyata antar lokasi pengamatan. Mengacu kepada PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai colifecal di Napitupulu Bagasan dan Marbun Toruan serta nilai COD di Pangururan telah melebihi baku mutu air kelas I.
ABSTRACT
Effect of domestic waste on Lake Toba water quality case study in Marbun Toruan Village, Napitupulu Bagasan Village, and Pangururan Village has been analyzed on September 2013-April 2014. Research purposes: (1) measuring the decrease in water quality due to Lake Toba domestic sewage include changes in physical, chemistry, and biology parameters, (2) determine the effect of the human behavior to the decline in the quality of Lake Toba.
The research combined of physical and social research. Physical research was done by analyzing the chemical, physical, and biological water quality and social research was done by interviewing respondents with questionnaires. The population of water included whole Lake Toba with four station namely Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan, and Parbalohan as control. Social research population is resident in Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, and Pangururan. The sample was the head of the family/his wife’s by the number of 30 persons each study site so that the total sample was 90 people who were selected purposively.
Physical, chemical, and biological parameters measured were temperature, pH, penetration, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate, and fecal coliform. The results showed that the average value of the water temperature was not significantly different, while the average values of pH, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate was significantly different between the location of the observation. According to Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, that the colifecal value in Napitupulu Bagasan and Marbun Toruan and COD values in Pangururan have exceeded the water quality standard class I.
The average of respondent knowlegde of domestic waste is 3,59 and categorized as Know, the average attitude is 3,28 and categorized as Agree to maintain the quality of Lake Toba, the average action is 2,85 and categorized as Sometimes still dumping waste into Lake Toba. It can be concluded that the good level of knowledge and attitudes on the management of Lake Toba does not necessarily make management actions to be good. Knowledge, attitudes and actions of the people have moderate to high correlation to the consumption of household materials that may cause water pollution.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas
berkat dan kasih karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan
judul “PENGARUH PEMBUANGAN LIMBAH DOMESTIK TERHADAP
PERAIRAN DANAU TOBA STUDI KASUS DESA MARBUN TORUAN, DESA NAPITUPULU BAGASAN, DAN KELURAHAN PANGURURAN”.
Pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
setingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, M.Sc (Almarhum) selaku
pembimbing utama yang dengan tulus dan penuh perhatian membimbing
penulis hingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan. Teladan
dan kebaikan Bapak selama proses penyelesaian tesis ini tidak akan
terlupakan.
2. Ibu Prof. Retno Widhiastuti, MS selaku pembimbing sekaligus Ketua Program
Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bimbingan,
nasehat dan teladan kepada penulis selama proses penulisan tesis ini.
3. Bapak Drs. Chairuddin, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan dan semangat dalam penyelesaian tesis ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander Barus, M.Sc dan Bapak Dr. R.
Hamdani Harahap, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
saran dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MS selaku Direktur Pascasarjana yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah
6. Seluruh dosen dan sivitas akademika di Sekolah Pascasarjana Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas dukungan dan
kesempatan yang diberikan.
Ucapan terimakasih yang tulus juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua
yaitu Patar Simamora dan G. Rosmauli Sitorus atas doa dan dukungan yang tiada
henti sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.
Kepada suami terkasih Binsar Sihombing, penulis mengucapkan terima kasih
atas segala dukungan dan pengertian yang luar biasa selama penulis mengikuti studi
sampai selesai.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga, sahabat
Jahartap J. Pasaribu dan senior-senior GMKI, serta semua pihak atas dukungan moral,
materiil dan doa di sepanjang pelaksanaan studi hingga penulisan tesis ini dapat
diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga kritik
dan saran yang membangun sangat diharapkan. Besar harapan penulis agar tesis ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Medan, Agustus 2014
DAFTAR ISI
2.1.4. Dampak Pembuangan Limbah Domestik ……… 10
2.2. Pencemaran Danau ………... 11
2.3. Danau Toba ……… 12
2.3.1. Letak dan Luas ………. 12
2.3.2. Fungsi dan Manfaat ………. 13
2.3.3. Hidrologi ……….. 13
2.4. Indikator Kualitas Perairan Danau Toba ………... 14
2.4.1. Parameter Fisik Air ……….. 15
3.3. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi ………… 27
3.4. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ……… 29
3.5. Pengumpulan Data ………. 30
3.6. Analisis Data ………. 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………... 33
4.1. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia,d an Bilogis Air ……... 33
4.1.2. Derajat Keasaman ………... 35
4.1.3. Penetrasi ………. 37
4.1.4. Kekeruhan ……….. 37
4.1.5. Oksigen Terlarut (DO) ……… 39
4.1.6. COD ………. 42
4.1.7. BOD5 ……… 43
4.1.8. Nitrat ………. 45
4.1.9. Fosfat ………. 46
4.1.10.Fecal Coliform ………. 48
4.2. Pengukuran Pengaruh Perilaku Masyarakat terhadap Penurunan Kualitas Air ………. 49 4.2.1. Uji Normalitas ……….. 49
4.2.2. Analisis Sosial ……….. 50
4.2.3. Analisis Korelasi ……….. 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………. 60
5.1. Kesimpulan ……… 60
5.2. Saran ……….. 61
DAFTAR PUSTAKA ……….. 62
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1. Baku Mutu Air Limbah berdasarkan Kepmen LH Nomor 112
Tahun 2006 ……….
8
2.2. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD .. 19
2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD5/COD untuk beberapa jenis 20
air ………...
3.1. Alat yang digunakan untuk pengukuran faktor fisik, kimia dan
biologi air ………..
29
3.2. Pedoman penilaian koefisien korelasi r ………. 32
4.1. Nilai rata-rata parameter yang diukur pada masing-masing
lokasi pengambilan sampel ……….
33
4.2. Hasil uji statistik/uji beda dari parameter lingkungan yang
diamati ………...
34
4.3. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter pH antar lokasi pengamatan
36
4.4. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter kekeruhan antar lokasi
pengamatan ……….
39
4.5. Nilai kejenuhan oksigen (%) pada masing-masing lokasi
pengamatan ……….
41
4.6. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter DO antar lokasi
pengamatan ………
41
4.7. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter COD antar lokasi
pengamatan ………
43
4.8. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter BOD5
44
antar lokasi
pengamatan ………
4.9. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter NO3
-46
pengamatan ………
4.10. Uji statistik multiple comparison untuk menunjukkan
perbedaan nilai rata-rata parameter PO4
3-48
antar lokasi
pengamatan ………
4.11. Uji statistik Kolmogorov Smirnov untuk menunjukkan
distribusi pemakaian air, bahan cair dan bahan padat di semua
lokasi pengamatan ……….
50
4.12. Distribusi responden berdasarkan usia ………... 51
4.13. Distribusi responden berdasarkan pekerjaan dengan tingkat
pendidikan ………...
51
4.14. Kriteria penilaian interpretasi pengetahuan masyarakat ………. 52
4.15. Kriteria penilaian interpretas sikap masyarakat ……….. 53
4.16. Kriteria penilaian interpretasi tindakan masyarakat …………... 53
4.17. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan jumlah air ………...
55
4.18. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan konsumsi bahan cair ……
57
4.19. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan konsumsi bahan ………...
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1. Kriteria mutu air berdasarkan kelas ……… 66
2. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur DO ……… 68
3. Bagan kerja metode Winkler untuk mengukur BOD5 ………… 69
4. Bagan kerja pengukuran COD dengan metode refluks ……….. 70
5. Nilai oksigen terlarut maksimum (mg/L) pada berbagai besaran
temperatur air ………..
71
6. Nilai parameter fisik-kimia air pada setiap stasiun pengamatan 72
7. Kuisoner penelitian ………. 73
8. Hasil uji F terhadap parameter fisik dan kimia air ………. 76
9. Hasil uji perbedaan nyata terhadap parameter lingkungan
antara lokasi pengamatan ………
77
10. Rata-rata penggunaan air dan bahan-bahan rumah tangga ……. 93
11. Rata-rata faktor perilaku responden terhadap Danau Toba …… 96
12. Uji statistik korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan
variabel perilaku masyarakat dengan jumlah limbah yang
masuk ke perairan Danau Toba ………..
99
13. Peta lokasi penelitian ……….. 100
ABSTRAK
Pengaruh limbah domestik terhadap kualitas perairan Danau Toba studi kasus Desa Marbun Toruan, Desa Napitupulu Bagasan, Kelurahan Pangururan telah diteliti pada bulan September 2013-April 2014. Tujuan penelitian adalah: (1) mengukur penurunan kualitas perairan Danau Toba akibat pembuangan limbah domestik, (2) mengetahui pengaruh perilaku penduduk terhadap penurunan kualitas perairan Danau Toba.
Penelitian ini menggabungkan penelitian fisik dan sosial. Penelitian fisik dilakukan dengan menganalisa sifat fisik-kimia dan biologi air dan penelitian sosial dilakukan dengan wawancara terhadap responden dengan bantuan kuisoner. Populasi penelitian kualitas air mencakup air Danau Toba dengan sampel di 4 stasiun yaitu Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan dan Parbalohan sebagai kontrol. Populasi penelitian sosial adalah penduduk di Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, dan Pangururan. Sampel adalah kepala keluarga/istrinya dengan jumlah 30 orang tiap lokasi penelitian sehingga total sampel adalah 90 orang yang dipilih secara purposive. Parameter fisik-kimia dan biologis air yang diamati adalah suhu, pH, penetrasi, kekeruhan, DO, BOD5, COD, nitrat, fosfat, dan fecal coliform. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu air tidak berbeda nyata antar lokasi pengamatan, sedangkan nilai rata-rata pH, kekeruhan, DO, BOD5
Rata-rata pengetahuan responden adalah 3,59 dan masuk dalam kriteria Tahu tentang limbah domestik, rata-rata sikap adalah 3,28 dan masuk dalam kriteria Setuju menjaga Danau Toba dari pencemaran limbah domestik, rata-rata tindakan adalah 2,85 dan masuk dalam kategori Kadang-kadang masih membuang limbah ke Danau Toba. Dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan dan sikap responden yang baik tidak serta merta membuat tindakan pengelolaan menjadi baik. Pengetahuan, sikap dan tindakan mempunyai korelasi sedang hingga tinggi terhadap konsumsi bahan-bahan rumah tangga yang berpotensi menimbulkan pencemaran air.
, COD, nitrat, fosfat adalah berbeda nyata antar lokasi pengamatan. Mengacu kepada PP RI Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, nilai colifecal di Napitupulu Bagasan dan Marbun Toruan serta nilai COD di Pangururan telah melebihi baku mutu air kelas I.
ABSTRACT
Effect of domestic waste on Lake Toba water quality case study in Marbun Toruan Village, Napitupulu Bagasan Village, and Pangururan Village has been analyzed on September 2013-April 2014. Research purposes: (1) measuring the decrease in water quality due to Lake Toba domestic sewage include changes in physical, chemistry, and biology parameters, (2) determine the effect of the human behavior to the decline in the quality of Lake Toba.
The research combined of physical and social research. Physical research was done by analyzing the chemical, physical, and biological water quality and social research was done by interviewing respondents with questionnaires. The population of water included whole Lake Toba with four station namely Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, Pangururan, and Parbalohan as control. Social research population is resident in Marbun Toruan, Napitupulu Bagasan, and Pangururan. The sample was the head of the family/his wife’s by the number of 30 persons each study site so that the total sample was 90 people who were selected purposively.
Physical, chemical, and biological parameters measured were temperature, pH, penetration, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate, and fecal coliform. The results showed that the average value of the water temperature was not significantly different, while the average values of pH, turbidity, DO, BOD5, COD, nitrate, phosphate was significantly different between the location of the observation. According to Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, that the colifecal value in Napitupulu Bagasan and Marbun Toruan and COD values in Pangururan have exceeded the water quality standard class I.
The average of respondent knowlegde of domestic waste is 3,59 and categorized as Know, the average attitude is 3,28 and categorized as Agree to maintain the quality of Lake Toba, the average action is 2,85 and categorized as Sometimes still dumping waste into Lake Toba. It can be concluded that the good level of knowledge and attitudes on the management of Lake Toba does not necessarily make management actions to be good. Knowledge, attitudes and actions of the people have moderate to high correlation to the consumption of household materials that may cause water pollution.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi akan mempengaruhi kualitas
lingkungan. Aktivitas manusia yang semakin banyak akan menimbulkan peningkatan
konsumsi dan dengan sendirinya volume, jenis, dan karakteristik limbah yang
dihasilkan juga akan semakin banyak. Limbah yang dihasilkan sering dibuang
langsung ke lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Bila hal ini terus dilakukan
dan jumlah limbah terakumulasi di lingkungan maka akan terjadi pencemaran
lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan. Semakin tinggi tingkat kepadatan
penduduk maka aktivitas penduduk semakin tinggi sehingga memicu timbulnya
pencemaran lingkungan.
Perairan sering menjadi tempat pembuangan limbah rumah tangga karena
dianggap cepat, murah, dan tidak merepotkan. Tekanan terhadap lingkungan perairan
berdasarkan variasi jumlah penduduk dikaitkan dengan intensitas kegiatannya
sehari-hari dan perilaku yang telah berlangsung akan mempengaruhi jumlah limbah domestik
yang diproduksi dan dibuang ke lingkungan perairan sehingga menurunkan kualitas
perairan.
Penurunan kualitas perairan dipengaruhi oleh lingkungan sosial berupa kepadatan
penduduk yang menimbulkan limbah rumah tangga, limbah pertanian, limbah
peternakan, atau pun limbah industri. Seiring dengan berkembangnya aktivitas
masyarakat yang tinggal di sekitar sungai atau danau, akan berpengaruh terhadap
kualitas air karena limbah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat akan dibuang
termasuk Indonesia, pencemaran domestik merupakan jumlah pencemar terbesar (85
%) yang masuk ke badan air (Suriawiria, 1996).
Menurut Garno (2002), aktivitas yang paling berpengaruh menyumbang nitrogen
dan fosfor bagi perairan Waduk Saguling adalah dari limbah rumah tangga. Potensi ini
lebih besar bila dibandingkan dengan limbah dari budidaya ikan dalam keramba jaring
apung, pencucian dari lahan pertanian, limbah peternakan, dan limbah industri.
Sebagian besar masyarakat masih membuang air limbah domestik dari kegiatan
mandi, cuci, dan kakus (grey water) langsung ke dalam saluran drainase yang
seharusnya untuk menampung air hujan. Bahkan limbah domestik padat juga sering
dibuang ke badan air. Limbah domestik memiliki sebaran areal yang sangat luas dan
menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah industri (Sasongko,
2010).
Kualitas perairan Danau Toba yang berada di dekat pemukiman, dipengaruhi
secara langsung atau pun tidak langsung oleh berbagai kegiatan penduduk dengan
tingkat populasi yang cukup tinggi. Kegiatan penduduk dapat menimbulkan bahan
pencemar rumah tangga yang berasal dari pemukiman, pasar, rumah sakit. Beberapa
contoh yang dapat menimbulkan pencemaran air seperti deterjen, sabun, pasta gigi,
bahan sisa makanan, bahan sisa minyak, plastik bekas, dan lain-lain. Limbah domestik
jenis ini relatif lebih sulit untuk dihancurkan. Jika kuantitas dan intensitas limbah
domestik ini masih dalam batas normal, alam masih mampu melakukan proses kimia,
fisika, dan biologi secara alami. Namun, peningkatan populasi manusia telah
menyebabkan peningkatan kuantitas dan intensitas pembuangan limbah domestik
sehingga membuat proses penguraian limbah secara alami menjadi tidak seimbang.
Yunus (2005) menyatakan terbatasnya upaya pengendalian pengendalian
serta kurangnya penegakan hukum terhadap pelanggar pencemaran lingkungan.
Pencemaran air tidak terlepas dari perilaku masyarakat dalam memanfaatkan dan
mengelola sumberdaya air.
Beberapa penelitian terdahulu tentang pengaruh aktivitas manusia terhadap
kualitas perairan Danau Toba telah dilakukan di beberapa lokasi yaitu Simanindo
(Barus, et al., 1998), Parapat, Pangururan, dan Tamba (Barus, et al., 1999) dimana
aktivitas keramba jaring apung menyebabkan penurunan oksigen terlarut sehingga
menimbulkan kematian massal ikan, sedangkan penelitian Ginting (2002)
menyebutkan bahwa berbagai aktivitas manusia yaitu pelabuhan, keramba jaring
apung, pemukiman dan perhotelan, menghasilkan berbagai jenis limbah yang dibuang
langsung ke perairan, berpengaruh nyata pada perubahan kualitas air Danau Toba.
Namun, penelitian yang khusus terhadap pengaruh limbah domestik terhadap kualitas
perairan Danau Toba masih minim dilakukan.
Melanjutkan penelitian terdahulu maka timbul keinginan penulis untuk melakukan
1.2.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka
permasalahan yang akan dicari pemecahannya melalui penelitian ini adalah penurunan
kualitas air dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dalam membuang limbah domestik
ke Danau Toba. Sehubungan dengan permasalahan tersebut maka beberapa
pertanyaan mendasar perlu dicari jawabannya adalah :
1. Apakah limbah domestik yang masuk ke perairan danau akan mempengaruhi
kualitas air Danau Toba?
2. Seberapa besar pengaruh limbah domestik enduduk di sekitar Danau Toba
terhadap penurunan kualitas air Danau Toba?
3. Bagaimana pengaruh perilaku penduduk di sekitar Danau Toba terhadap
penurunan kualitas perairan Danau Toba?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui pengaruh pembuangan limbah domestik terhadap Danau Toba
dengan pengukuran kualitas air mencakup sifat fisika, kimia, dan biologi
2. Mengetahui pengaruh perilaku penduduk di sekitar Danau Toba terhadap
penurunan kualitas perairan Danau Toba
1.4. Hipotesis
Pembuangan limbah domestik ke Danau Toba akan menurunkan kualitas perairan
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat untuk:
1. Menjadi acuan bagi penelitian lebih lanjut terkait dengan kegiatan penduduk
yang mempengaruhi kualitas perairan khususnya Danau Toba
2. Memberi informasi bagi penduduk di sekitar Danau Toba tentang kualitas air
sehubungan dengan pemanfaatan dan kegiatan penduduk di sekitar danau.
3. Memberi masukan bagi pemerintah kabupaten di sekitar Danau Toba untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Domestik
2.1.1. Pengertian Limbah Domestik
Menurut UU Nomor 18 Tahun 2008, limbah domestik adalah limbah yang berasal
dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga tetapi tidak termasuk tinja. Kegiatan
sehari-hari yang dapat menghasilkan limbah adalah mencuci, memasak, mandi,
kegiatan pertanian, kegiatan peternakan.
Menurut Tchobanoglous (1979) dalam Suhartono (2009), limbah domestik adalah
limbah yang dibuang dari pemukiman penduduk, pasar, dan pertokoan serta
perkantoran yang merupakan sumber utama pencemaran di perairan pantai. Menurut
Kodoatie dan Sjarief (2005), air limbah domestik merupakan air bekas yang tidak
dapat lagi dipergunakan untuk tujuan semula, baik yang mengandung kotoran manusia
atau dari aktivitas dapur, kamar mandi, dan cuci dimana kuantitasnya 50-70% dari
total rata-rata konsumsi air bersih yaitu sekitar 120 – 140 liter/orang/hari. Jumlah
pencemar domestik di negara-negara maju merupakan 15% dari seluruh pencemar
yang memasuki badan air (Suriawiria, 1996). Limbah domestik memiliki sebaran areal
yang sangat luas dan menyebar sehingga lebih sulit dikendalikan daripada limbah
industri.
2.1.2. Jenis Limbah Domestik
Limbah domestik menurut bentuk fisiknya dapatnya dibagi menjadi, (1) limbah
cair yaitu buangan dari toilet, air cucian, air kamar mandi, (2) limbah padat atau
sampah seperti sampah sisa makanan, bungkus atau kemasan, kantong plastik, botol
bekas, dan (3) limbah gas seperti asap dari kompor minyak, asap dari tungku, asap
Limbah domestik mengandung sampah padat dan cair yang berasal dari limbah
rumah tangga dengan beberapa sifat utama yaitu, (1) mengandung bakteri, (2)
mengandung bahan organik dan padatan tersuspensi sehingga BOD (biological oxygen
demand) biasanya tinggi, (3) padatan organik dan anorganik yang mengendap di dasar
perairan menyebabkab oksigen terlarut (DO) rendah, (4) mengandung bahan terapung
dalam bentuk suspensi sehingga mengurangi kenyamanan dan menghambat laju
fotosintesis (Suhartono, 2009).
Secara garis besar limbah domestik dibagi dalam dua kelompok yaitu limbah
organik dan limbah anorganik. Limbah organik bersumber dari kotoran (tinja), sisa
sayuran dan makanan, sedangkan limbah anorganik dapat berupa plastik, kertas,
bahan-bahan kimia yang diakibatkan oleh penggunaan deterjen, sampo, sabun dan
penggunaan bahan kimia lainnya. Sasongko ( Limbah organik umumnya dapat
didegradasi oleh mikroba dalam lingkungan. Sebaliknya, limbah anorganik lebih sulit
didegradasi sehingga sering menimbulkan pencemaran di lingkungan. Pada daerah
yang tidak mempunyai unit pengelolaan limbah domestik, umumnya limbah dibuang
langsung ke lingkungan khususnya perairan (sungai, danau) yang kemudian terangkut
dan terendapkan di sepanjang badan perairan.
2.1.3. Air Limbah Domestik
Air limbah merupakan air bekas yang sudah tidak terpakai lagi sebagai hasil dari
adanya berbagai kegiatan manusia sehari-hari. Air itu biasanya dibuang ke alam yaitu
tanah atau badan air. Air limbah domestik merupakan limbah cair yang berasal dari
kegiatan rumah tangga seperti kamar mandi, dapur, cucian. Menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah
Rumah Tangga yang dimaksud dengan air limbah rumah tangga adalah air limbah
perniagaan, apartemen, dan asrama. Mukhtasor (2007) membagi air limbah domestik
menjadi dua bagian yaitu : (1) air limbah domestik yang berasal dari cucian seperti
sabun, deterjen, minyak dan lemak, serta shampo, (2) air limbah domestik yang
berasal dari kakus seperti tinja dan air seni. Air limbah domestik mengandung lebih
dari 90% cairan. Kodoatie, et al. (2010) menyatakan zat-zat yang terdapat dalam air
buangan di antaranya adalah unsur-unsur organik tersuspensi maupun terlarut seperti
protein, karbohidrat, dan lemak dan juga unsur anorganik seperti butiran, garam, metal
serta mikroorganisme.
Limbah domestik terdiri dari karakteristik fisika antara lain parameter kekeruhan
dan TSS, karakteristik kimia antara lain adalah parameter DO, BOD, COD, pH dan
deterjen, dan karakteristik biologi antara lain adalah parameter Coliform.
Tabel 2.1. Baku mutu air limbah domestik
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 6 – 9
BOD mg/L 100
TSS mg/L 100
Minyak dan Lemak mg/L 10
Sumber : Kepmen LH Nomor 112 Tahun 2006
Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka tingkat konsumsi
air dalam rumah tangga juga semakin tinggi dan volume air limbah rumah tangga juga
akan meningkat. Hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum,
Ditjen Cipta Karya pada tahun 2006 menunjukkan bahwa konsumsi rata-rata air
adalah 144 liter/orang/hari. Konsumsi terbesar adalah untuk mandi yakni sekitar 65
liter/orang/hari atau 45% dari total konsumsi air. Air yang terpakai tersebut akan
kembali ke lingkungan dalam bentuk limbah yang biasanya mengandung zat-zat kimia
Sistem pembuangan air limbah yang umum digunakan masyarakat yakni air
limbah yang berasal dari toilet dialirkan ke dalam tangki septik dan air limpasan dari
tangki septik diresapkan ke dalam tanah atau dibuang ke saluran umum, sedangkan air
limbah non toilet yakni yang berasal dari mandi, cuci serta buangan dapur dibuang
langsung ke saluran umum. Banyaknya limbah cair toilet yang dibuang ke badan air
akan menyebabkan pencemaran air (Tato, 2004).
Air limbah domestik dapat berpengaruh buruk terhadap berbagai hal karena dapat
berperan sebagai media pembawa penyakit, dapat menimbulkan kerusakan pada bahan
bangunan dan tanaman, dapat merusak ekosistem perairan. Air limbah juga dapat
menurunkan nilai estetika (keindahan) karena akan mengakibatkan munculnya bau
busuk dan pemandangan yang kurang sedap (Sugiharto, 1987).
Akibat yang ditimbulkan oleh pembuangan limbah dapat bersifat langsung dan
tidak langsung. Bersifat langsung misalnya, penurunan atau peningkatan temperatur
dan pH akan menyebabkan terganggunya kehidupan biota air, sedangkan akibat tidak
langsung adalah defisiensi oksigen karena jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai limbah akan semakin meningkat (Silalahi, 2010)
Menurut penelitian Komarawidjaja (2004), air limbah domestik yang masuk ke
perairan sungai Citarum mengganggu biota perairan baik dari segi kelimpahan
maupun keragaman jenisnya dan dari hasil identifikasi terhadap invertebrata perairan
terungkap bahwa ada kecenderungan penurunan jenis keragaman invertebrata yang
hidup sesil seperti siput. Penurunan itu dapat terjadi karena tingkat pencemaran
organik yang tinggi, senyawa B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dan pestisida yang
2.1.4. Dampak Pembuangan Limbah Domestik
Kehadiran bahan pencemar di badan air ada yang secara langsung dapat diketahui
tanpa pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu, seperti timbulnya busa, warna, dan
bau yang tidak sedap. Limbah yang masuk ke perairan danau secara terus-menerus
terutama limbah organik dapat menyebabkan terjadinya pengayaan unsur hara di
badan air sehingga berpotensi menimbulkan eutrofikasi.
Pembuangan air limbah ke badan air dengan kandungan beban COD dan BOD di
atas 200 mg/L akan menyebabkan turunnya jumlah oksigen dalam air sehingga bakteri
aerobik dalam perairan akan mati sedangkan bakteri anaerobik akan menguraikan
nitrat menjadi ammonia dan sulfat menjadi sulfida yang akan menjadi racun bagi ikan.
Air limbah domestik yang mengandung deterjen akan meningkatkan kadar fosfat
sehingga memicu pertumbuhan ganggang air. Pertumbuhan ganggang yang berlebihan
dapat menghancurkan danau melalui eutrofikasi. Bila ganggang mati, tubuhnya
mengendap ke dasar danau. Ketika danau menjadi lebih dangkal, tumbuhan berakar
dapat tegak berdiri, akhirnya danau menjadi rawa dan akhirnya menjadi padang
(Oxtoby, 2003).
Hasil penelitian Retnaningdyah (1997), tingkat pencemaran Kali Mas Surabaya
akibat limbah domestik yang mengandung deterjen digolongkan dalam kategori
tercemar ringan sampai tercemar. Sehubungan dengan pencemaran tersebut beberapa
2.2.Pencemaran Danau
Danau adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta terbentuk
secara alami. Pembentukan danau terjadi karena gerakan bumi sehingga bentuk dan
luasnya sangat bervariasi. Danau merupakan penampung alami dalam pengumpulan
unsur nutrisi, bahan padat tersuspensi dan bahan kimia toksik yang akhirnya
mengendap di dasar. Danau lebih banyak terkontaminasi dibandingkan sungai karena
proses pelarutan dalam danau kurang efektif dibandingkan dengan sungai. Air dalam
danau terdiri dari lapisan-lapisan yang sedikit mengalami pencampuran dan aliran air
danau relatif sangat kecil sehingga mengurangi daya pengenceran dan penambahan
kandungan oksigen terlarut. Bila pencemaran terjadi terus menerus maka akan
menyebabkan keracunan pada hewan air dan manusia yang menggunakan air
khususnya untuk air minum.
Pencemaran air di perairan danau umumnya diakibatkan oleh limbah dari kegiatan
masyarakat sekitar yang masuk melalui sungai-sungai yang merupakan sumber
masukan. Danau merupakan perairan tergenang (lentik) sehingga lebih banyak
terkontaminasi oleh limbah yang masuk ke perairan tersebut.
Pencemaran yang terjadi di Danau Toba berasal dari pemukiman, kawasan
pariwisata, dan kegiatan pertanian. Di beberapa tempat, kualitas air Danau Toba
menurun karena tingginya konsentrasi BOD, COD dan Escheria coli, seperti di
Parapat, Tomok, Pangururan, dan Balige (Simanihuruk, 2005 dalam Siregar, 1997).
Umumnya limbah cair dari pemukiman, kawasan pariwisata dan lainnya mengalir
masuk ke Danau Toba tanpa ada pengolahan limbah.
Pencemaran danau bersumber dari pemukiman, industri, limbah pertanian,
peternakan, dan pelabuhan. Menurut Damanik, et al. (1984) kegiatan
maupun di daratan mempengaruhi kualitas air danau. Bahan-bahan pencemaran danau
dapat berbentuk padatan ataupun limbah cair. Pertambahan jumlah penduduk akan
meningkatkan aktivitas manusia dan dengan sendirinya akan meningkatkan volume
limbah yang dibuang ke lingkungan perairan danau.
Kegiatan mandi, cuci, kakus dengan menggunakan air Danau Toba banyak
dijumpai seperti mencuci perkakas dapur, mandi sampai penempatan kakus yang
didirikan persis di pinggiran pantai Danau Toba (Kementerian Lingkungan Hidup,
2011). Salah satu penyebab pencemaran Danau Toba adalah rendahnya perilaku sehat
masyarakat dalam mengelola limbah domestik, dimana limbah yang belum diolah
langsung disalurkan menuju danau (Moedojo, et.al.)
2.3. Danau Toba
2.3.1. Letak dan Luas
Danau terbesar di Indonesia adalah Danau Toba yang terletak pada ketinggian 905
meter di atas pemukaaun laut (dpl) dan luas perairan nya 1.130 Km2
Secara geografis kawasan Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara pada
titik koordinat 2
dengan
kedalaman maksimal 529 meter di bagian utara dan 429 meter di bagian selatan.
Danau Toba merupakan danau terdalam kesembilan di dunia dan merupakan danau
tipe vulkanik kaldera yang terbesar di dunia (Anonim, 2009).
0
21’32” – 2056’28” Lintang Utara dan 980 26’35” – 99015’40” Bujur
Timur. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) lebih kurang 4.311,58 Km2
Berdasarkan wilayah administrasi, Ekosistem Kawasan Danau Toba terletak pada
7 (tujuh) kabupaten yaitu (1) Kabupaten Samosir, (2) Kabupaten Toba Samosir, (3)
Kabupaten Simalungun, (4) Kabupaten Tapanuli Utara, (5) Kabupaten Humbang
Toba bagian selatan cenderung lebih dinamis dibandingkan dengan wilayah utara
sehingga tingkat akumulasi bahan pencemar di selatan lebih kecil dibandingkan
bagian utara (Lukman, 2010).
2.3.2. Fungsi dan Manfaat
Beberapa fungsi dan manfaat Danau Toba yaitu : (1) Air Danau Toba
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai air minum dan kebutuhan air sehari-hari
(mandi, mencuci, memasak), (2) Danau Toba dengan pemandangan alam yang
menakjubkan berpotensi sebagai objek wisata dan sedang diusulkan menjadi Geopark,
(3) Danau Toba dimanfaatkan sebagai sarana transportasi di Kawasan Danau Toba,
(4) Budidaya perikanan dalam bentuk keramba jaring apung, (5) Sumber air bagi
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan. Pemanfaatan air Danau Toba untuk
PDAM berada di Pangururan dan Balige (Lukman, 2010).
2.3.3. Hidrologi
Air yang masuk ke Danau Toba berasal dari : (1) Air hujan yang langsung jatuh ke
danau ; (2) Air yang berasal dari sungai-sungai yang masuk ke danau. Sungai-sungai
yang mengalir dan bermuara ke Danau Toba yaitu (1) Sungai Sigubang, (2) Sungai
Bah Bolon, (3) Sungai Guloan, (4) (5) Sungai Arun, (6) Sungai Tomok, (7) Sungai
Sibandang, (8) Sungai Halian, (9) Sungai Simare, (10) Sungai Aek Bolon, (11) Sungai
Mongu, (12) Sungai Mandosi, (13) Sungai Gopgopan, (14) Sungai Kijang, (15)
Sungai Sinabung, (16) Sungai Ringo, (17) Sungai Prembakan, (18) Sungai
Sipultakhuda dan (19) Sungai Silang, sedangkan outlet Danau Toba hanya 1 yaitu
Sungai Asahan.
Daerah aliran sungai (catchment area) tersebut diatas terdiri dari 26 Sub DAS,
yaitu : Aek Sigumbang, Aek Haranggaol, Situnggaling, Naborsahon,Tongguran,
Silang, Bodang, Parembakan, Tulas, Aek Ranggo, Simala, B. Sigumbang, B. Bolon,
Silabung, Guluan, Arun, Simaratuang, Sitiung-tiung. Total jumlah sungai yang masuk
ke Danau Toba adalah 289 sungai, dari Pulau Samosir adalah 112 sungai dan dari
daerah tangkapan air lainnya adalah 117 sungai. Dari 289 sungai itu, 57 diantaranya
mengalirkan air secara tetap dan sisa 222 sungai lagi adalah sungai musiman
(intermitten) (Kementerian Lingkungan Hidup, 2011).
2.4. Indikator Kualitas Perairan Danau Toba
Menurut Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 1 Tahun 2009, baku mutu air
Danau Toba diklasifikasikan ke kelas I yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut. Kriteria mutu air Danau Toba mengikuti
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001.
Parameter-parameter yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas air pada
perairan Danau Toba meliputi sifat fisik, sifat kimia, dan sifat biologis.
2.4.1. Parameter Fisik Air
2.4.1.1. Suhu. Masuknya air limbah ke dalam perairan cenderung akan
mempengaruhi suhu perairan. Menurut (Mutiara, 1999), perubahan suhu
baik naik maupun turun yang berlangsung secara mendadak atau ekstrem
seringkali berakibat lethal bagi organisme-organisme khususnya ikan.
Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,
namun di pihak lain juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
dalam air. Oleh karena itu, organisme akuatik seringkali tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen terlarut untuk keperluan metabolisme dan
respirasi (Effendi, 2003). Sehingga suhu merupakan controlling factor
berlanjut terhadap pertumbuhan dan proses fisiologis serta siklus
reproduksinya (Fardiaz, 1992).
2.4.1.2. Derajat keasaman (pH). Derajat keasaman atau pH merupakan nilai yang
menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam air. Nilai pH suatu perairan
dapat mencerminkan keseimbangan antar asam dan basa dimana semakin
tinggi pH nya maka semakin besar sifat basanya, sebaliknya semakin
rendah pH nya maka semakin asam perairannya. Pengaruh perubahan
pH yang diakibatkan oleh bahan pencemar terhadap organisme akuatik
sangatlah sulit untuk ditentukan kecuali bila zat-zat pencemar tersebut
mempunyai pengaruh langsung. Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa
parameter antara lain, aktivitas biologi, suhu, kandungan oksigen, dan
ion-ion. Dari aktivitas biologi dihasilkan gas CO2
2.4.1.3.
yang merupakan hasil
respirasi. Gas ini akan membentuk ion buffer atau penyangga untuk
menjaga kisaran pH perairan agar tetap stabil. pH air mempengaruhi
tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik.
Perairan asam akan kurang produktif karena pada pH rendah kandungan
oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen
akan menurun, aktivitas pernafasan naik, dan selera makan biota perairan
akan menurun.
Kekeruhan dan kecerahan. Kekeruhan menggambarkan sifat optik air
yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat dalam air. Kekeruhan
perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi
seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton
adanya partikel-partikel debu, tanah liat, pragmen tumbuh-tumbuhan dan
plankton dalam air. Kekeruhan yang tinggi akan menyebabkan penetrasi
cahaya ke dalam air berkurang, sehingga akan menurunkan aktivitas
fotosintesis fitoplankton dan alga.
Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan
secara visual menggunakan secchi disk (Effendi, 2003). Kecerahan
perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat
terlarut, dan partikel-partikel. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa
oleh aliran sungai dapat menurunkan nilai produktivitas perairan.
2.4.2. Parameter Kimia
2.4.2.1. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO).
Oksigen dalam air umumnya berasal dari udara bebas secara difusi pada
permukaan air dan merupakan hasil kegiatan proses fotosintesis tumbuhan
akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut berubah-ubah dalam siklus harian.
Pada waktu pagi hari, konsentrasi oksigen terlarut rendah, dan semakin Oksigen terlarut merupakan
salah satu gas terlarut di perairan alami dengan kadar bervariasi yang
dipengaruhi oleh suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Selain diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme di perairan,
oksigen juga diperlukan untuk dekomposisi senyawa-senyawa organik.
Semakin banyak kandungan bahan organik dalam air limbah, maka
oksigen yang dibutuhkan untuk proses dekomposisi akan semakin banyak.
Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik, kandungan oksigen akan
sangat menurun, bahkan pada kasus pencemaran yang berat kandungan
tinggi pada siang hari yang disebabkan oleh fotosintesis, sampai mencapai
titik maksimal lewat tengah hari. Pada malam hari saat tidak terjadi
fotosintesis, pernafasan di dalam perairan memerlukan oksigen sehingga
menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut.
Penyebab utama berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam air
disebabkan karena adanya zat pencemar yang dapat mengkonsumsi
oksigen. Sebagian besar zat pencemar yang menyebabkan oksigen terlarut
berkurang adalah limbah organik.
Oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan
karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan
organik dan anorganik. Untuk mendukung kehidupan organisme air,
kandungan oksigen terlarut minimum adalah 2 ppm dalam keadaan
normal dan tidak tercemar oleh senyawa beracun (Swingle dalam Salmin,
2005).
2.4.2.2. Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD5). BOD5 merupakan parameter yang
dapat digunakan untuk menggambarkan keberadaan bahan organik di
perairan. Hal ini disebabkan karena BOD5 dapat menggambarkan jumlah
bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis yaitu, jumlah oksigen
terlarut yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecahkan atau
mengoksidasi bahan-bahan organik menjadi karbondioksida dan air,
dalam waktu inkubasi 5 hari pada temperature 20 0C (Sugiharto, 1987).
Pemeriksaaan BOD5
Jumlah oksigen yang diperlukan bakteri untuk menguraikan bahan
organik dalam perairan tergantung dari konsentrasi dan banyaknya bahan diperlukan untuk menentukan beban pencemaran
organik dalam danau. Jika limbah organik yang dilepaskan ke perairan
semakin banyak, nilai BOD5
Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005) menyatakan bahwa tingkat
pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan nilai BOD dan DO
seperti tertera pada Tabel 2.3.
akan semakin meningkat pula. Hal ini
mengakibatkan menurunnya kandungan oksigen terlarut dalam air,
sehingga terjadi defisiensi oksigen. Bila kondisi ini berlangsung
berkepanjangan, maka kondisi perairan akan berubah menjadi anaerob
yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Parameter BOD
secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air
buangan.
Tabel 2.2. Tingkat pencemaran perairan berdasarkan nilai DO dan BOD
Tingkat Pencemaran Parameter
DO (ppm) BOD (ppm)
Rendah > 5 0 - 10
Sedang 0 – 5 10 – 20
Tinggi 0 25
Sumber : Wirosarjono (1974) dalam Salmin (2005)
2.4.2.3. Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD). Parameter lain yang dapat
digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran perairan adalah COD.
COD adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam 1 L sampel air, dimana
pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (Alaerts dan
Santika 1984). Nilai COD menggambarkan total oksigen yang diperlukan
untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi baik yang mudah
diuraikan secara biologis maupun yang sukar atau tidak bisa diuraikan
diuraikan secara cepat berdasarkan pengujian BOD5. Uji COD merupakan
suatu analisa yang menggunakan reaksi kimia yang menirukan oksidasi
biologis, sehingga uji COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang
teroksidasi secara biologis (Alaerts, dan Santika, 1984). COD biasanya
menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari uji BOD5
Tabel 2.3. Perbandingan rata-rata angka BOD
karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan
mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD (Fardiaz, 1992).
5
Jenis Air
/COD untuk beberapa jenis air
BOD5/COD
Air buangan domestik (penduduk) 0,40 – 0,60
Air buangan domestik setelah pengendapan primer 0,60
Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis 0,20
Air sungai 0,10
Sumber : Alaerts dan Santika, 1984
2.4.2.4. Kandungan Nitrat . Nitrat mewakili hasil akhir degradasi bahan organik
(nitrogen) yang berasal dari limbah domestik, sisa pupuk pertanian atau
dari nitrit yang mengalami nitrifikasi. Nitrat merupakan zat nutrisi yang
diperlukan tumbuhan untuk dapat tumbuh dan berkembang, sementara
nitrit merupakan senyawa toksik yang dapat mematikan organisme air.
Keberadaan senyawa nitrogen dalam perairan dengan jumlah yang
berlebihan akan menimbulkan pencemaran. Nitrat dapat menyebabkan
pencemaran karena dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga mengurangi
jumlah oksigen terlarut dan menaikkan BOD5
2.4.2.5.
(Mahida, 1993).
Kandungan Fosfat. Fosfat dalam air limbah dijumpai dalam bentuk
orthofosfat (seperti H2PO4-, HPO42-, PO43-), polyfosfat seperti Na2(PO4)
fosfat organik dalam air secara bertahap akan dihidrolisa menjadi bentuk
orthofosfat yang stabil melalui dekomposisi secara biologi. Dalam air
limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan
pertanian. Orthofosfat berasal dari pupuk yang masuk dalam badan air
melalui drainase dan aliran air hujan. Polyfosfat dapat memasuki badan
air melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan
deterjen yang mengandung fosfat (Alaerts, 1987). Untuk pemeriksaan
terhadap badan air yang sedikit tercemar ataupun yang telah dicemari oleh
buangan industri, rumah tangga, atau pertanian memerlukan pemeriksaan
fosfat total. Kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak
lebih dari 0,1 mg/L, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari
rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang
mendapat pemupukan fosfat. Oleh karena itu, perairan yang mengandung
kadar fosfat yang cukup tinggi melebihi kebutuhan normal organisme
akuatik akan menyebabkan terjadinya eutrofikasi (Perkins, 1974).
2.4.3. Parameter Mikrobiologi
Fecal Coliform
Bakteri coliform adalah bakteri indikator adanya pencemaran bakteri patogen.
Penentuan fecal coliform menjadi indikator pencemaran dikarenakan jumlah
koloninya berkorelasi positif dengan keberadaan bakteri patogen. Semakin tinggi
tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi pula kehadiran bakteri-bakteri
patogen lain yang biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan.
Menurut Sastrawijaya (2000), colifecal adalah bakteri coli yang berasal dari
kotoran manusia dan hewan mamalia. Bakteri ini bisa masuk ke perairan bila ada
dalam air, maka air itu kemungkinan tercemar dan tidak dapat digunakan sebagai
sumber air minum.
2.5. Perilaku Masyarakat
Persentase kehadiran bahan pencemar domestik di dalam badan air sering
dijadikan indikator kemajuan suatu negara. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat dalam membuang berbagai jenis buangan ke dalam badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu (Suriawiria, 1996).
Menurut Soemarwoto (1997), kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah
menyebabkan limbah yang dihasilkan penduduk tidak dapat ditangani dengan baik.
Selanjutnya, menurut hasil penelitian Sugiharti (1997) tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku sehat penduduk terhadap sampah di Kodia Semarang
menyebutkan bahwa pembuangan limbah domestik meliputi faktor sosial ekonomi,
tingkat pengetahuan, jenis pekerjaan, partisipasi, tersedianya fasilitas dan tingkat
pendidikan. Pengetahuan tentang pembuangan limbah domestik yang sehat akan
mempengaruhi sistem pembuangan limbah yang dilakukan oleh penduduk.
Perilaku manusia merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks. Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap, dan tindakan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku terhadap lingkungan kesehatan
merupakan respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia. Menurut penelitian Darmawan et al. (2010), variabel pengetahuan, sikap
dan perilaku mempunyai pengaruh positif terhadap peran serta masyarakat untuk
menjaga lingkungan hidup melalui kesanggupan membayar masyarakat.
Sarwono (1997) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
a. Pengetahuan, merupakan hasil tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang benar adalah
pengetahuan yang secara empiris sesuai dengan objeknya. Pengetahuan
merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut
hasil penelitian Budhiati (2011), ada hubungan antara tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang pengelolaan lingkungan dengan perilaku hidup sehat
masyarakat.
b. Sikap (Attitude), merupakan suatu keadaan internal (internal state) yang
mempengaruhi pilihan tindakan individu terhadap beberapa objek, pribadi, dan
peristiwa. Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai
kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap objek tadi. Namun, suatu
sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan.
c. Tindakan, merupakan respon yang dilakukan terhadap objek, peristiwa dan
manusia. Tindakan dipengaruhi oleh pendidikan dan sikap seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek (Gurdjita, 2008).
Perilaku masyarakat dalam mengelola lingkungan tergantung pada tingkat
pengetahuan dan pemahaman. Karena rendahnya perilaku sehat, maka limbah rumah
tangga langsung disalurkan ke danau termasuk dari hotel-hotel dan restoran yang
berdiri di bibir pantai. Di sisi lain, masyarakat yang menggunakan air danau untuk
sumber air minum, mandi, mencuci dan tempat buang air besar masih banyak
dijumpai. Penelitian tentang kualitas air Danau Toba tahun 1993 menyatakan bahwa
pemukiman penduduk adalah sumber pencemaran utama, sekitar 47% hingga 58% di
empat daerah yang berpotensi tercemar (Moedojo, et.al).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif yang menggabungkan antara penelitian fisik dan penelitian sosial. Penelitian fisik mencakup analisis kualitas air
yang diambil dari perairan Danau Toba di sekitar pemukiman penduduk baik secara
kimia, fisika, dan biologi. Penelitian sosial dilakukan untuk mengetahui pengaruh
perilaku masyarakat terhadap jumlah dan jenis limbah domestik yang dibuang ke
perairan Danau Toba. Penelitian sosial dilakukan dengan wawancara dan survei
dengan alat bantu kuesioner yang dibagikan ke penduduk di sekitar Danau Toba
(Lampiran 7). Kuisoner telah diuji dan disempurnakan melalui pretest sehingga layak
untuk diambil sampelnya.
3.2. Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan di perairan Danau Toba dengan 3 lokasi yang berdekatan
dengan pemukiman penduduk yaitu Desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja
Kabupaten Humbang Hasundutan, Desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Balige
Kabupaten Toba Samosir, dan Kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan
Kabupaten Samosir. Penelitian ini berlangsung dari September 2013 hingga April
2014. Metode yang digunakan adalah Purposive Sampling yaitu pengambilan sampel
pada 3 titik, sebelum outlet air limbah domestik masuk ke badan air danau, pada outlet
setelah air limbah domestik tercampur dengan air danau, dan pada titik setelah
pencampuran air limbah domestik dengan air danau tinggi. Lokasi pengambilan
membandingkan hasil pengujian pada tiga lokasi pemukiman penduduk, maka
ditambah dengan satu lokasi yang jauh dari pemukiman sebagai pembanding yaitu
Desa Parbalohan Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
Stasiun 1
Stasiun 1 berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk
rendah, berada pada titik 02019’37,0” LU dan 0980
Stasiun 2
49’24,6” BT di desa Marbun
Toruan Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengambilan
sampel air dilakukan di Sungai Janji.
Berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk sedang, pada
titik 02036’24,2” LU dan 0980
Stasiun 3
41’38,8” BT di kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan
Pangururan, Kabupaten Samosir. Pengambilan sampel air dilakukan di sungai dekat
Hotel Dainang.
Berada pada area pemukiman dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, pada
titik 02020”54” LU dan 0990
Stasiun 4
4’40” BT di desa Napitupulu Bagasan Kecamatan Balige,
Kabupaten Toba Samosir. Pengambilan sampel air dilakukan di Sungai Aek Halian.
Berada pada titik 02034’41,9” LU dan 098054’18,0” BT di Parbalohan, Simanindo,
Kabupaten Samosir. Lokasi ini sebagai pembanding karena jauh dari pemukiman
3.3. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologi
Pengukuran faktor fisik-kimia air digunakan untuk menentukan kualitas air :
1. Suhu
Untuk pengukuran suhu air dilakukan dengan menggunakan alat termometer
raksa berskala 0 – 50 0
2. pH air
C. termometer tersebut dimasukkan ke dalam air dan
dibiarkan selama kurang lebih 3 menit. Kemudian termometer diangkat,
langsung dibaca dan dicatat.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. pH meter
dimasukkan ke dalam sampel air, bila angka yang terbaca telah stabil,
langsung dibaca dan dicatat. Angka yang tertera menunjukkan nilai pH air
yang diukur.
3. Penetrasi Cahaya
Pengukuran penetrasi cahaya menggunakan Secchi disk. Secchi disk
dimasukkan ke dalam air secara perlahan-lahan sambil memperhatikan warna
putih piringan tidak terlihat lagi kemudian diukur panjang talinya. Selanjutnya
piringan itu diturunkan lagi ke dalam air dan secara perlahan-lahan ditarik ke
atas sampai warna putih dari piringan itu terlihat kembali, lalu diukur
kedalamannya. Lalu kedua kedalaman itu dihitung rata-ratanya.
4. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan menggunakan metode Winkler.
Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.
5. BOD5
Untuk pengukuran BOD
5 dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran
ke laboratorium untuk diinkubasi pada suhu 20 0C selama 5 hari. Setelah itu
dilakukan pengukuran BOD5
6. COD
dengan menghitung selisih DO akhir dengan
DO awal. Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pengujian COD dilakukan dengan menggunakan Metode Refluks.
Langkah-langkah pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 4.
7. Kandungan Nitrat
Untuk pengukuran nitrat dilakukan di Laboratorium Binalab Medan dengan
metode spektrofotometri.
8. Kandungan Fosfat
Untuk pengukuran fosfat dilakukan di Laboratorium Binalab Medan dengan
metode spektrofotometri.
9. Fecal coliform
Pengukuran fecal coliform dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi
Peralatan yang digunakan untuk mengukur kualitas fisik, kimia dan biologi air
dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Alat yang digunakan untuk pengukuran faktor fisik, kimia dan biologi air
Alat Satuan Parameter Keterangan
Fisika
Suhu air, kecerahan, oksigen terlarut dan pH diukur langsung di lapangan (in situ)
pada saat pengambilan sampel, sedangkan untuk parameter fisik-kimia yang lain
dianalisis di Laboratorium Binalab Medan dan uji fecal coliform dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi FMIPA-USU.
3.4. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian tentang kualitas air meliputi keseluruhan air Danau
Toba di wilayah Desa Marbun Toruan Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang
Hasundutan, Kelurahan Pasar Pangururan Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir,
dalam penelitian ditentukan pada 3 titik, sebelum outlet air limbah domestik masuk ke
badan air danau, pada outlet setelah air limbah domestik tercampur dengan air danau,
dan pada titik setelah pencampuran air limbah domestik dengan air danau tinggi.
Populasi dalam penelitian sosial adalah penduduk wilayah Desa Marbun Toruan
Kecamatan Bakti Raja Kabupaten Humbang Hasundutan, Kelurahan Pasar Pangururan
Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir, dan Desa Napitupulu Bagasan
Kecamatan Napitupulu Bagasan Kabupaten Toba Samosir. Rancangan sampel
penelitian dipilih secara proporsional berdasarkan lokasi tempat tinggalnya. Uji
statistik yang akan dilakukan pada penelitian sosial ini adalah analisis korelasi
sehingga sampel yang harus diambil minimal adalah 30 orang (Singarimbun dan
Effendi, 1995) di masing-masing lokasi pengambilan sampel. Jumlah total sampel
adalah 90 orang dan yang terpilih adalah sampel yang tinggal dan beraktivitas di
sekitar Danau Toba.
3.5. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data sekunder yaitu :
a. Data primer diperoleh dari pengukuran kondisi fisik, kimia dan biologi
perairan Danau Toba. Hasil pengukuran diperoleh di lapangan dan sebagian
dari hasil analisis di laboratorium.
b. Data sekunder diperoleh melalui wawancara dan kuesioner untuk mendapatkan
informasi mengenai variabel-variabel yang mempengaruhi perilaku
masyarakat dalam membuang limbah domestik di sekitar perairan Danau
Toba. Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisoner tertutup
mendapatkan data yang berhubungan dengan penelitian. Skala pengukuran
kuisoner yang digunakan adalah skala likert dari 1-5.
3.6. Analisis Data
Data primer yang dikumpulkan pada Sub Bab 3.5 kemudian dilakukan analisis data dengan uji statistik menggunakan uji statistik ANOVA dengan SPSS versi 20
untuk mengetahui nilai rata-rata parameter lingkungan pada masing-masing stasiun
pengamatan adalah berbeda nyata atau tidak.
Data sekunder yang dikumpulkan pada Sub Bab 3.5 kemudian dilakukan analisis
data dengan tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data konsumsi air dan
bahan-bahan timbulan limbah rumah tangga responden terdistribusi normal
atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi
20 pada nilai residualnya. Nilai signifikansi hasil pengujian normalitas pada
nilai residual lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan distribusi data
mengikuti pola distribusi normal.
b. Analisis Sosial
Analisis sosial dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden dan data
tentang pengetahuan, sikap, dan tindakan responden atas limbah domestik
yang dibuang ke perairan Danau Toba. Jawaban responden atas pertanyaan dan
pernyataan dalam kuesioner dianalisis dengan menghitung rata-rata seluruh
jawaban responden dan penilaian dengan skala Likert.
Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua
variabel yaitu perilaku masyarakat dengan jumlah konsumsi air dan
bahan-bahan rumah tangga. Besarnya koefisien korelasi antara 0 sampai dengan ±1.
Nilai positif atau negatif menunjukkan arah hubungan apakah searah atau
berlawanan. Dalam memberikan penilaian kuat lemahnya korelasi antara
variabel dapat digunakan pedoman pada Tabel 3.2. Pedoman tersebut dapat
digunakan untuk menilai koefisien korelasi r.
Tabel 3.2. Pedoman penilaian koefisien korelasi r
Nilai Koefisien Korelasi r Tingkat Hubungan
1,00 Korelasi sempurna
0,900 – 0,999 Korelasi sangat tinggi
0,700 – 0,899 Korelasi tinggi
0,400 – 0,699 Korelasi sedang
0,200 – 0,399 Korelasi rendah
0,000 – 0,199 Tidak ada korelasi
Sumber : Guilford dalam Nawawi, H., (2005)
Nilai koefisien korelasi 1,00 menunjukkan hubungan yang sempurna antar
variabel yang diuji. Koefisien korelasi sangat tinggi menunjukkan hubungan yang
sangat kuat antara variabel-variabel yang diuji, sedangkan koefisien korelasi yang
bernilai rendah ataupun tidak ada korelasi menunjukkan hubungan yang lemah dan
dapat diabaikan dalam proses perancangan. Analisis korelasi pada penelitian ini
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengukuran Parameter Fisik, Kimia, dan Biologis Air
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di perairan Danau Toba, didapatkan nilai
rata-rata faktor fisik, kimia, dan biologis air seperti pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Nilai rata-rata parameter yang diukur pada masing-masing lokasi pengambilan sampel
Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV Baku Mutu
1. Suhu (0C) 24,40 25,80 23,97 5,57 viasi 3
Stasiun 1 = Marbun Toruan Stasiun 2 = Pangururan
Stasiun 3 = Napitupulu Bagasan
Stasiun 4 = Parbalohan sebagai Kontrol
Baku mutu berdasarkan PP Nomor 82 Tahun 2001
Selanjutnya, nilai parameter lingkungan yang diukur pada masing-masing lokasi
pengamatan akan diuji secara statistik dan hasilnya adalah seperti tertera pada Tabel
Tabel 4.2. Hasil uji statistik/uji beda dari parameter lingkungan yang diamati
Ho = Rata-rata nilai parameter pada lokasi pengamatan adalah identik Hi = Rata-rata nilai parameter pada lokasi pengamatan adalah identik
Jika FHitung > FTabel
4. 1.1. Suhu
, maka Ho ditolak sehingga disimpulkan bahwa nilai rata-rata
dari parameter yang diamati adalah berbeda nyata.
Suhu perairan Danau Toba pada 4 stasiun pengamatan menunjukkan variasi
rata-rata suhu yang tidak berbeda. Hasil pengukuran suhu air berkisar 24,40 – 25,57 o
Menurut Effendi (2003), suhu dari suatu badan air dipengaruhi oleh musim,
lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya
peningkatan konsumsi oksigen, namun di pihak lain juga mengakibatkan turunnya
kelarutan oksigen dalam air. Huet (1971) menyatakan bahwa suhu perairan tidak
menjadi faktor pembatas tetapi hanya sebagai faktor yang menentukan kelimpahan
biota air di dalamnya. Kisaran suhu yang cocok untuk organisme air adalah 20 – 30 C,
suatu kisaran nilai yang umum dijumpai pada perairan di daerah tropis.
o
C. Berdasarkan pendapat tersebut, maka kisaran suhu yang diperoleh untuk