• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Serangga Predator Pada Berbagai Tingkatan Umur Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kabupaten Sarolangun, Jambi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Serangga Predator Pada Berbagai Tingkatan Umur Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kabupaten Sarolangun, Jambi."

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PREDATOR PADA

BERBAGAI TINGKATAN UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis

guineensis Jacq.) DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

AZRU AZHAR

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Serangga Predator pada Berbagai Tingkatan Umur Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) di Kabupaten Sarolangun, Jambi” adalah benar karya Saya

dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

(4)
(5)

ABSTRAK

AZRU AZHAR. Keanekaragaman Serangga Predator pada Berbagai Tingkatan Umur Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.

Perkebunan kelapa sawit sering dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang rendah karena menurunnya kompleksitas habitat yang ada. Keanekaragaman hayati yang semakin menurun mampu mengakibatkan ledakan hama karena menurunnya keanekaragaman musuh alami, terutama predator. Salah satu aspek keanekaragaman yang penting dalam suatu ekosistem adalah adanya serangga predator, terutama semut. Semut sangat penting karena berpotensi untuk mengurangi kepadatan serangga herbivor. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keanekaragaman serangga predator, terutama semut pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit serta mengetahui potensi semut sebagai predator. Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi dari Februari hingga April 2014. Perkebunan kelapa sawit dipilih berdasarkan perbedaan umur, yaitu 4, 6, 8, dan 10 tahun. Di setiap umur kelapa sawit ditentukan empat plot pengamatan sebagai ulangan. Pengamatan dan metode pengambilan contoh yang dilakukan pada setiap plot adalah pengambilan langsung, perangkap pitfall, pemasangan umpan, dan beating tray. Untuk mengetahui potensi semut dilakukan juga uji predasi khususnya pada semut dominan yang ditemukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur tidak berpengaruh terhadap keanekaragaman serangga predator. Famili serangga predator yang ditemukan adalah Formicidae, Coccinellidae, Carabidae, Reduviidae, Anthocoridae, Mantidae, Chrysopidae, Staphylinidae, Mantispidae, dan Libellulidae. Semut (Formicidae) adalah predator yang paling sering ditemukan. Keanekaragaman semut pada strata pohon relatif lebih tinggi dibanding pada strata tanah. Meningkatnya aktifitas manusia di perkebunan kelapa sawit yang lebih tua meningkatkan keberadaan spesies semut tramp,

Anoplolepis gracilipes. Dominansi A. gracilipes mampu memengaruhi komunitas

semut lainnya. Hasil uji predasi menunjukkan bahwa A. gracilipes dan

Crematogaster sp.2 hanya menyerang Pseudococcus sp.

Kata kunci: hama tropika, predasi, semut, transformasi habitat.

(6)
(7)

ABSTRACT

AZRU AZHAR. Diversity of Insect Predators in Different Age of Oil Palm Plantation in Sarolangun, Jambi. Supervisedby DAMAYANTI BUCHORI

Oil palm plantation is usually associated with low biodiversity due to the loss of habitat complexities. The loss of biodiversity may have an impact toward pest outbreaks, since predator diversity and abundance might be low. One aspect of biodiversity that is important in the ecosystem is the presence of insect predators, particularly ants. Ants are important since it can potentially reduce herbivore insects populations. The objective of this research was to study the diversity of predators, especially ants on different age of oil palm plantation. The research was conducted in the oil palm plantations in Sarolangun, Jambi from February until April 2014. Oil palm plantations were selected based on differences in ages, i.e. 4, 6, 8, and 10 years of age. From each age, four plots were selected and used as repetition. Insect predators were collected using pitfall traps, tuna bait, and beatting tray. Direct observations were also used, whereby ants were directly collected. All specimens were identified to morphospecies at the family level. To determine the ability of several ants to function as predators, a predation test was performed for several of the dominant ants. The results of the research showed that age does not influence the diversity of insect predators. The predators found were Formicidae, Coccinellidae, Carabidae, Reduviidae, Anthocoridae, Mantidae, Chrysopidae, Staphylinidae, Mantispidae, and Libellulidae. Ants (Formicidae) was the most common predators. Diversity of ants on the tree was relatively higher than on the ground. Increasing human activities in older oil palm plantations increased the presence of tramp ant species,

Anoplolepis gracilipes. The presence of the dominant ant, A. gracilipes seems to

influence other ant communities. Predation tests that were conducted on A.

gracilipes and Crematogaster sp.2 and showed that these ants only attack

Pseudococcus sp.

(8)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2015 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PREDATOR PADA

BERBAGAI TINGKATAN UMUR KELAPA SAWIT (Elaeis

guineensis Jacq.) DI KABUPATEN SAROLANGUN, JAMBI

AZRU AZHAR

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(10)
(11)
(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul

“Keanekaragaman Serangga Predator pada Perbedaan Tingkatan Umur Kelapa Sawit (Elaeis gueneensis Jacq.) di Kabupaten Sarolangun, Jambi: Fokus Studi pada Semut”. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Sarolangun, Jambi dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, IPB Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga September 2014.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Taubah, Ibu Suchaela, Aini Hayati serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang

telah banyak memberikan masukan, bimbingan, saran dan motivasi selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.

3. Seluruh dosen dan staff kependidikan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor atas bimbingan, ajaran, serta ilmu yang telah diberikan selama masa perkuliahan.

4. Dr. Akhmad Rizali, S.P M.Si atas bantuan dan kesediaannya untuk mengecek ulang specimen dan bantuan identifikasi hingga tingkat morfospesies serta atas bantuan dan bimbingan selama penelitian di lapangan.

5. Lisa Denmead, M.Sc dan tim CRC 990 – Ecological and Socioeconomic

Function of Tropical Lowland Rainforest Transformation Systems atas

kerjasama penelitian dan segala bantuan sarana dan prasarana yang telah diberikan.

6. Ria Kartika, S.P, Tri Utami Ningsih, Dery Ramdhan P, Lena Ayu Apriliani, Bayu Aji Pamungkas, S.P, Zulfahmi, S.P dan M. Nur Huda, S.P atas bantuan, masukan dan motivasi selama melaksanakan penelitian di Jambi

7. Rekan-rekan Lab Pengendalian Hayati, Bu Adha, Mbak Ratna, Mbak Laras, Mbak Manda, Kak Cici, Kak Winda, Kak Nika, Kak Rizky serta rekan yang lainnya yang telah banyak membantu selama penelitian di laboratorium

8. Rekan-rekan Departemen Proteksi Tanaman angkatan 47, khususnya Aulia Rahman, Ina Rubiatul H, Tri Dasa Angga P, Jayang Arumansyah, Martua Fransisko S, Arlina Maharatih, Nur Afni Putri, Tri Utami N, Supriyanto dan Frizka Trianada, yang telah banyak memberi warna kehidupan bagi penulis selama perkuliahan hingga penelitian ini berakhir.

Semoga kebaikan dan perhatian yang telah diberikan mendapat balasan yang lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari skripsi ini tak lepas dari kesalahan, namun semoga karya ini dapat bermanfaat dan menjadi ilmu bagi siapapun yang membacanya.

Bogor, Februari 2015

(14)
(15)

vii

Keanekaragaman Serangga Predator serta Aktivitas Predasi yang Ditemukan

Keanekaragaman Semut Dominansi Spesies Semut

Hasil Uji Predasi Semut pada Hama

(16)

viii

DAFTAR TABEL

1 2

Lokasi dan habitat sekitar perbatasan plot penelitian

Jumlah individu famili serangga predator pada berbagai tingkatan umur di Kabupaten Sarolangun, Jambi

6 10

3 Jumlah individu famili serangga predator yang didapat dari tiap metode yang digunakan

12

4 Aktivitas predasi yang ditemukan di lapangan 13

5 Kekayaan subfamili dan spesies semut pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi

14

DAFTAR GAMBAR

1 Peta plot penelitian di Kabupaten Sarolangun, Jambi 5

2 Ilustrasi plot penelitian 6

3 Skema plot penelitian 7

4 Kurva akumulasi spesies serangga predator pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi

11

5 Box-plot kekayaan spesies semut pada strata pohon dan tanah di

berbagai umur

15

6 Grafik persentase kehadiran semut, (a) spesies semut dominan dan (b) spesies semut hutan pada tiap umur kelapa sawit

16

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto spesimen famili serangga predator yang ditemukan di lapangan 22 2 Tabel jumlah individu spesies semut yang ditemukan pada berbagai

tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi

23

3 Foto spesimen spesies semut dominan dan spesies semut hutan yang ditemukan di lapangan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan komoditas perkebunan yang penting dan sangat berperan dalam peningkatan perekonomian Indonesia karena permintaan pasar dunia yang semakin tinggi, selain itu kelapa sawit menjadi produk ekspor terbesar kedua di Indonesia. Produksi minyak sawit di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 22.51 juta ton (Deptan 2013) dan produksi tersebut menyumbangkan 14.4% ke dalam produksi bruto pada tahun 2010 (World Growth 2011).

Provinsi Jambi merupakan daerah yang mempunyai hutan hujan tropis di dataran rendah dan juga salah satu daerah penghasil kelapa sawit terbesar untuk Indonesia setelah Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Sumatera Selatan, dengan kontribusi 6.87% terhadap total produksi minyak kelapa sawit di Indonesia (Deptan 2013). Selain minyak kelapa sawit, produk hasil olahan kelapa sawit dapat berupa minyak goreng, produk makanan dan juga kosmetik.

Kelapa sawit pada dasarnya tidak mampu tumbuh baik pada ekosistem hutan primer dan savana (Corley dan Tinker 2003). Pada tahun 2000, luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah 4 juta ha dan pada tahun 2011 telah bertambah luas menjadi 8.91 juta ha (Deptan 2013). Hal itu menyebabkan semakin banyak transformasi lahan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit (Fitzherbert et al. 2008).

Permasalahan produksi kelapa sawit tidak pernah lepas dari serangan hama kelapa sawit. Serangan hama mampu menyebabkan penurunan produksi kelapa sawit. Ulat api dan ulat kantung merupakan hama penting kelapa sawit yang mampu menyebabkan kehilangan hasil yang signifikan (Kalshoven 1981). Serangan hama tersebut mampu menurunkan produksi sebesar 69% pada tahun pertama dan bertambah hingga 96% setelah tahun kedua (Simanjuntak et al. 2011; Rozziansha et al. 2011). Serangan hama kelapa sawit dimulai dari masa pembibitan hingga tanaman menghasilkan, serangan lebih lanjut mampu menyebabkan kematian tanaman (Corley dan Tinker 2003). Berkaitan dengan hal itu maka diperlukan teknik pengendalian serangga hama terutama yang berbasis penerapan teknologi yang ramah lingkungan dan konservasi alam.

Teknik pengendalian serangga hama yang sesuai dengan kesepakatan

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) adalah pengendalian hayati yang

menerapkan teknik pengendalian serangga hama dengan memanfaatkan musuh alaminya (Fricke 2008). Pada ekosistem dengan keanekaragaman vegetasi yang rendah, peluang terjadinya dominasi herbivor yang akhirnya menjadi hama, sangat tinggi (van Emden 1991). Oleh karena itu, perlu dilakukan praktek manajemen yang dapat menekan populasi herbivor dengan menjaga keanekaragaman hayati lokal di perkebunan.

(18)

2

keberadaan agens hayati adalah dengan memanipulasi lingkungan agar mendukung keberlangsungan hidup agens hayati.

Predator merupakan hewan yang membunuh, memangsa dan memakan seluruh atau sebagian bagian dari mangsanya dan membutuhkan banyak mangsa untuk terus berkembang (Price et al. 2011). Kelompok serangga predator paling dominan umunya berasal dari ordo Coleoptera (famili Coccinellidae, Carabidae, dan Staphylinidae), Neuroptera (famili Chrysopidae), Hymenoptera (famili Formicidae), Diptera, Hemiptera (famili Reduviidae), Odonata (famili Libellulidae) dan ordo Mantodea (famili Mantidae) (Borror et al. 1996). Keanekaragaman serangga predator pada suatu ekosistem sangat penting untuk diketahui, terutama dalam kaitan penekanan populasi serangga hama melalui pengendalian hayati. Semakin beragamnya keanekaragaman predator pada suatu ekosistem mampu menekan kerugian hasil akibat serangga hama (Furlong 2010). Berdasarkan penelitian Fayle et al. (2009), alih fungsi lahan dari hutan primer menjadi perkebunan kelapa sawit mampu menyebabkan perubahan keanekaragaman serangga predator, khususnya semut.

Salah satu agens hayati yang mungkin digunakan untuk pengendalian hama di perkebunan kelapa sawit adalah semut. Semut (Hymenoptera: Formicidae) adalah salah satu famili serangga yang penyebarannya sangat luas. Semut mempunyai peranan penting dalam ekosistem yaitu dapat digunakan untuk membantu memahami kaidah ekologi dan biomonitoring konservasi, sebagai polinator dan penyebaran biji dan juga sebagai bioindikator predator pada serangga herbivor (Rizal et al. 2011). Menurut Ness et al. (2010), semut mampu mengurangi terjadinya akumulasi embun madu yang menjadi embun jelaga karena semut memakan embun madu tersebut. Selain mampu menghambat tebentuknya embun jelaga, semut diketahui juga memiliki kemampuan untuk mengurangi populasi hama. Semut Oecophylla mampu mengurangi populasi hama pada mangga di Australia, jeruk di Vietnam dan kakao serta kelapa di Asia dan Afrika, yang menjadikan semut Oecophylla menjadi predator penting pada pertanaman tersebut (Peng dan Christian 2010). Semut hitam Dolichoderus thoracicus pada perkebunan kakao di Sulawesi mampu menekan serangan Helopeltis spp (Anshary dan Pasaru 2008). Pentingnya semut sebagai predator dalam pertanian semakin diakui karena semut dapat mengurangi kepadatan larva Lepidoptera pada agroekosistem kopi (Perfecto dan Vandermeer 2006).

(19)

3

Semut adalah predator yang penting, dan diprediksikan dapat melindungi tanaman dari hama jika dapat dimengerti dan diteliti dengan benar (Philpott dan Armbrecht 2006). Untuk itu penelitian yang mempelajari keanekaragaman musuh alami terutama predator hama kelapa sawit pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit serta potensi semut sebagai predator menjadi kajian sangat penting untuk pengelolaan sistem pertanian yang berorientasi pada pengendalian terpadu. Hasil yang diperoleh dapat dijadikan sebagai acuan rekomendasi untuk melakukan konservasi predator khususnya semut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan: (1) mengetahui keanekaragaman serangga predator, khususnya semut di berbagai tingkatan umur kelapa sawit; (2) mengetahui pengaruh umur tanaman kelapa sawit terhadap keanekaragaman serangga predator; (3) mengetahui potensi semut sebagai predator di perkebunan kelapa sawit.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk memperoleh informasi dasar mengenai keanekaragaman serangga predator, terutama semut di berbagai tingkatan umur kelapa sawit serta potensi semut yang selanjutnya dapat digunakan untuk pemodelan pertanian berkelanjutan yang diiringi dengan sistem pengendalian terpadu

.

(20)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan di perkebunan kelapa sawit milik rakyat di Desa Pauh dan Desa Batu Kucing di Kecamatan Pauh, Desa Air Hitam, Desa Lubuk Kepayang dan Desa Baru di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi. Proses identifikasi serangga predator dan semut dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari hingga September 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, air sabun dan tuna kaleng. Alat yang digunakan berupa perangkap pitfall, piring plastik, jaring, selang aspirator, kain putih ukuran 4 x 2 meter, tali tambang, botol film, kuas, pinset, saringan, tabung Eppendorf, cawan petri, mikroskop stereo, GPS, kertas, alat tulis, dan buku identifikasi

Metode Penelitian Survei dan Penentuan Lokasi

(21)

5

Gambar 1 Peta plot penelitian di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Kode plot B4O3 berarti B: Plot penelitian di sekitar Taman Nasional Bukit Duabelas; 4: umur pertanaman yang digunakan (4 tahun); O: tanaman kelapa sawit (oil palm); 3: ulangan ketiga pada plot umur tersebut.

Kabupaten Sarolangun

(22)

6

Tabel 1 Lokasi dan habitat sekitar perbatasan plot penelitian

Plot sampling Latitude

KS = perkebunan kelapa sawit, SM = semak, KR = perkebunan karet, SU = sungai, JR = jalan raya, PM= pemukiman warga, HS = hutan sekunder, LT = lahan terbuka.

Penentuan Unit Pengamatan

Setelah didapat lahan perkebunan yang sesuai dengan kriteria umur, maka ditentukan unit pengamatan. Pada setiap plot dipasang 6 transek, dengan panjang untuk setiap transeknya adalah 6 pohon kelapa sawit (Gambar 2).

Gambar 2 Ilustrasi plot penelitian

Pengambilan Sampel

(23)

7

baris pertama, ketiga, dan kelima (Gambar 3). Pengambilan sampel pada pohon harus mewakili bagian atas, tengah dan bagian bawah pohon.

Perangkap pitfall. Perangkap pitfall adalah perangkap berbentuk gelas berdiameter 13 cm yang diletakkan di tanah dan dibenamkan sedalam 10 cm pada tanah hingga permukaan gelas sama rata dengan permukaan tanah (Bestelmeyer et al. 2000). Perangkap pitfall diisi dengan larutan alkohol 70% dan air sabun. Pemasangan perangkap pitfall bertujuan untuk mendapatkan serangga predator yang ada di tanah. Perangkap yang digunakan berjumlah 10 perangkap pada tiap plotnya dan diletakkan pada subplot yang telah ditentukan sebelumnya secara acak (Gambar 3). Perangkap ini dipasang selama dua malam (48 jam). kemudian diambil untuk diidentifikasi.

Baiting trap. Metode baiting trap adalah metode hasil modifikasi dari (Bestelmeyer et al. 2000). Alat ini terdiri dari piring umpan yang berdiameter 20 cm yang ditambah dengan umpan berupa tuna. Umpan tuna diletakkan pada tempat yang berdiameter 2 cm dan terletak di tengah piring. Piring diletakkan pada batang setiap pohon dengan ketinggian sekitar 20 cm dari tanah dan di sekitar kanopi, kemudian diikat menggunakan tali. Pohon yang diamati adalah tiga pohon pada baris kedua, keempat dan keenam (Gambar 3). Pengamatan dilakukan selama 1 jam dan diidentifikasi setiap 15 menit semut apa yang muncul. Spesies yang ada diamati dan dihitung jumlahnya.

Beating tray. Beating tray adalah metode pengambilan serangga dengan cara membentangkan kain putih berukuran 4 x 2 meter di bawah dahan daun kelapa sawit. Dahan digoyangkan hingga semua serangga yang ada di dahan jatuh ke atas permukaan kain (Schauff 2001). Kain kemudian ditutup, serangga yang jatuh dikumpukan dan dimasukkan ke dalam botol film berisi alkohol 70%. Metode ini hanya dilakukan satu kali di setiap plotnya.

Gambar 3 Skema plot penelitian. Koleksi intensif, baiting trap, pitfall

trap, beating tray, pohon yang tidak diamati.

Identifikasi

Identifikasi sampel diawali dengan penyortiran serangga hingga tingkat ordo. Setelah dipisahkan berdasarkan ordo dilanjutkan identifikasi lebih lanjut dari tingkat famili hingga morfospesies. Data hasil identifikasi selanjutnya dipisah berdasarkan peranannya sebagai serangga predator. Identifikasi dilakukan dengan menggunakan buku Pengenalan Pelajaran Serangga (Borror et al. 1996),

Identification Guide to The Ant Genera of Borneo (Hashimoto 2003) dan The Ants

(Hölldobler dan Wilson 1990).

(24)

8

Uji Predasi

Uji predasi dilakukan untuk mengetahui kemampuan pemangsaan/predasi dari semut yang paling banyak ditemukan di lapangan terhadap serangga herbivor yg paling banyak ditemukan di lapangan. Uji predasi dilakukan dengan menggunakan cawan, dengan menggunakan lima individu semut berbanding satu individu serangga herbivor. Sebelum uji predasi dilakukan, semut dipuasakan terlebih dahulu selama satu malam (24 jam). Pengamatan dilakukan selama satu jam untuk melihat apakah terjadi proses predasi atau tidak.

Analisis Data

Data yang diperoleh disusun menjadi database dengan program Microsoft

Excel 2010. Database berisi informasi tentang sampel, baik lokasi pengambilan

sampel, nama ordo, famili, dan spesies, metode yang digunakan hingga peranannya. Kekayaan famili predator pada umur tertentu diduga dengan menggunakan incidence-based coverage estimator (ICE) yang merupakan penduga kekayaan spesies predator berdasarkan data presence-absence. Kurva akumulasi spesies serangga predator ditampilkan untuk menunjukkan pendugaan terhadap seluruh spesies predator yang ada pada umur tertentu, nilai yang didapat berasal dari nilai estimasi S (observasi) (Colwell dan Coddington 1994). Nilai estimasi S didapat dari pengacakan jumlah spesies serangga predator pada tiap umurnya sebanyak 100 kali. Untuk proses pengacakan dan menampilkan kurva akumulasi diolah menggunakan perangkat lunak EstimateS versi 9.1.0. Data perbedaan strata habitat dibagi menjadi dua, yaitu strata pohon dan tanah. Strata pohon didapat dari metode pengambilan langsung, baiting trap dan beating tray, sedangkan strata tanah didapat dari perangkap pitfall. Hasil analisis ragam ANOVA digunakan untuk mengetahui hubungan antara kekayaan dan kelimpahan serangga predator dan semut dengan perbedaan umur pertanaman kelapa sawit. Penyajian grafik data pada berbagai strata menggunakan box-plot yang diolah menggunakan perangkat lunak MINITAB versi 16.

Keberadaan spesies semut pada umur tertentu dapat digunakan untuk melihat dominasi spesies semut tertentu pada umur tersebut. Keberadaan spesies semut pada umur tertentu saat pengambilan sampel dapat ditentukan menggunakan persamaan:

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Serangga Predator serta Aktivitas Predasi yang Ditemukan

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa perbedaan umur kelapa sawit tidak berpengaruh terhadap kekayaan (F3,12=3.57; P=0.047) dan kelimpahan (F3,12=0.50;

P=0.69) serangga predator. Jumlah total individu serangga predator yang didapat adalah 3 293 individu yang terdiri dari 10 famili. Tabel 2 menunjukkan bahwa kekayaan dan kelimpahan spesies terbesar terdapat pada umur 6 tahun. Kekayaan dan kelimpahan serangga predator dapat dipengaruhi oleh kondisi vegetasi sekitar serta ketersediaan mangsa. Sahari (2012) menemukan bahwa perbedaan umur kelapa sawit mampu memengaruhi struktur komunitas parasitoid yang ada di dalamnya. Perbedaan lingkungan fisik seperti suhu, kelembaban dan intensitas cahaya menyebabkan terjadinya perbedaan struktur komunitas parasitoid pada umur yang berbeda. Pada penelitian ini, kekayaan dan kelimpahan serangga predator tidak dipengaruhi oleh perbedaan umur kelapa sawit. Kekayaan dan kelimpahan serangga pedator yang berbeda diduga disebabkan karena faktor habitat pertanaman. Keberadaan serangga predator akan lebih tinggi pada struktur habitat yang lebih kompleks dan beragam (Rusch et al. 2010). Bianchi (2006) menyatakan bahwa keberadaan lahan non-pertanian di sekitar areal pertanaman mampu meningkatkan kekayaan dan kelimpahan musuh alami, lahan non-pertanian itu dapat berupa hutan, semak-semak, padang rumput, lahan terbuka dan daerah yang berisi air (sungai atau saluran irigasi).

(26)

10

Tabel 2 Jumlah individu famili serangga predator pada berbagai tingkatan umur di Kabupaten Sarolangun, Jambi

Ordo Famili Jumlah individu

b

Data didapat dari metode pengambilan langsung, perangkap pitfall, dan beating tray.

Berdasar nilai ICE (incidence-base coverage estimator), plot umur 8 tahun memiliki nilai paling tinggi dibanding umur tanaman lainnya. Pertanaman kelapa sawit umur 4 tahun memiliki nilai ICE sebesar 65.00%, 6 tahun sebesar 63.90%, 8 tahun sebesar 71.51% dan umur 10 tahun sebesar 48.96%. Nilai ICE berasal dari persentase perbandingan jumlah spesies yang didapat dari hasil observasi dengan hasil prediksi spesies predator yang ada pada umur tertentu. Rendahnya nilai ICE pada umur tertentu dinilai belum cukup untuk menggambarkan keseluruhan famili serangga predator pada umur tersebut. Nilai prediksi ICE yang sempurna memungkinkan diperoleh bila dilakukan sensus dengan jumlah unit pengambilan contoh yang banyak (Colwell dan Coddington 1994).

(27)

11

Gambar 4 Kurva akumulasi spesies serangga predator pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi

Setiap metode pengambilan sampel didapatkan jenis serangga predator yang berbeda-beda. Tabel 3 menunjukkan jumlah individu famili serangga predator yang didapat dari metode yang telah dilakukan. Formicidae adalah famili serangga predator yang paling melimpah dari semua metode pengambilan sampel. Metode

baiting trap dengan umpan tuna adalah metode yang efektif untuk menangkap

semut (Formicidae), karena metode ini telah dimodifikasi dan diharapkan secara spesifik mampu mendapatkan semut. Menurut Bestelmeyer et al. (2000), metode

baiting trap biasa digunakan untuk mengetahui komposisi spesies semut serta

kekayaan spesies yang ada di suatu habitat, dan mengetahui perilaku semut terutama dalam mencari makan. Serangga yang didapat dari perangkap pitfall memiliki kelimpahan yang lebih tinggi dibanding dengan metode pengambilan langsung ataupun beating tray. Namun, dari metode pengambilan langsung didapatkan kekayaan famili serangga yang lebih banyak dibandingkan metode lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa untuk melihat kekayaan jenis serangga pada suatu ekosistem lebih baik jika pengambilan sampel yang digunakan menggunakan metode pengambilan langsung.

0 20 40 60 80 100 120

1 17 33 49 65 81 97 113

Ju

m

lah

s

p

esies

Jumlah titik pengamatan

4 tahun 6 tahun

8 tahun 10 tahun

(28)

12

Predator merupakan hewan yang membunuh, memangsa dan memakan seluruh atau sebagian bagian dari mangsanya dan membutuhkan banyak mangsa untuk terus berkembang (Price et al. 2011). Beberapa aktivitas predasi ditemukan saat dilakukan pengamatan di lapangan. Aktivitas predasi adalah aktifitas predator menyerang dan memangsa mangsanya. Tabel 4 menunjukkan aktifitas predasi yang ditemukan selama pengamatan di lapangan. Spesies yang ditemukan sedang memangsa serangga herbivor adalah Anoplolepis gracilipes, Sycanus sp.,

Camponotus sp.2 dan Crematogaster sp.2.

A. gracilipes ditemukan di lapangan memangsa ulat jengkal (Lepidoptera:

Geometridae) pada kelapa sawit dan kutu putih Pseudococcus sp.. Ulat jengkal merupakan ulat pemakan daun kelapa sawit, ulat jengkal merupakan hama sekunder tanaman kelapa sawit (Chenon dan Susanto 2006). A. gracilipes adalah semut yang memangsa dengan menyemprotkan asam format pada mangsanya. Penyebaran A. gracilipes sangat luas, A. gracilipes dapat ditemukan pada tanah, batang, serta daun kelapa sawit.

Camponotus sp.2 dan Crematogaster sp.2 adalah semut yang ditemukan

(29)

13

Setothosea sp. dan Darna sp. adalah dua spesies ulat api (Lepidoptera:

Limacodidae) yang sering ditemukan di perkebunan kelapa sawit. Serangan ulat api di perkebunan kelapa sawit mampu menurunkan produksi secara signifikan (Kalshoven 1981). Larva famili Lymantriidae juga banyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit. Menurut Kalshoven (1981), Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) merupakan predator yang mampu menekan populasi ulat api dan juga ulat bulu. Spesies ini memiliki potensi sebagai agens hayati karena mempunyai kisaran mangsa yang luas terutama ordo Lepidoptera.

Tabel 4 Aktivitas predasi yang ditemukan di lapangan

Spesies predator Mangsa

Setothosea sp. (Lepidoptera: Lymacodidae)

Darna sp. (Lepidoptera: Lymacodidae)

Larva Famili Lymantriidae

Camponotus sp.2

(Hymenoptera: Formicidae)

Cerataphis sp. (Hemiptera: Diaspididae)

Crematogaster sp.2

(Hymenoptera: Formicidae)

Cerataphis sp. (Hemiptera: Diaspididae)

Keanekaragaman Semut

Hasil uji ANOVA menunjukkan perbedaan umur tanaman kelapa sawit tidak memengaruhi kekayaan spesies semut (F3,12=0.54; P=0.66). Hasil penelitian

menunjukkan bahwa kekayaan semut tiap umur kelapa sawit berbeda-beda (Tabel 5). Dari penelitian ini ditemukan 6 subfamili dan 99 spesies semut. Subfamili yang ditemukan adalah Formicinae, Myrmicinae, Dolichoderinae, Ponerinae, Dorylinae dan Pseudomyrmicinae. Kelapa sawit umur 4 tahun memiliki kekayaan spesies paling sedikit karena pada umur tanaman kelapa sawit 4 tahun lebih sering dilakukan penyemprotan herbisida. Penyemprotan herbisida pada kelapa sawit lebih banyak dilakukan pada umur muda karena untuk menghindari persaingan mendapatkan nutrisi antara tanaman kelapa sawit muda dengan gulma dan tanaman penutup tanah. Keberadaan tanaman penutup tanah juga diperlukan pada perkebunan kelapa sawit karena keberadaan tanaman penutup mampu mengurangi

run off air di tanah, membantu penyerapan nitrogen ke tanah, menjaga

kelembaban tanah, penyediaan inang alternatif bagi musuh alami hama serta mengurangi serangan hama terutama Oryctes rhinoceros pada tanaman usia muda (Corley dan Tinker 2003).

(30)

14

Tabel 5 Kekayaan subfamili dan spesies semut pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi

Subfamili Total spesies Jumlah spesies (S±SD)*

4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

*S: Jumlah spesies, SD: standar deviasi

Gambar 5 menunjukkan penyebaran data jumlah spesies semut pada strata habitat yang berbeda, yaitu pohon dan tanah. Semakin besar luas bidang persegi yang disajikan maka semakin bervariasi jumlah spesies pada setiap plotnya. Pertanaman umur 10 tahun mempunyai variasi jumlah spesies yang paling besar dibanding umur lainnya hal ini karena adanya perbedaan habitat sekitar pada tiap plot pengamatan. Keadaan habitat pertanaman di sekeliling plot selain umur 10 tahun cenderung lebih homogen sehingga variasi jumlah spesies yang muncul tidak berbeda jauh. Jumlah spesies semut pada strata pohon kelapa sawit cenderung lebih banyak dibanding di tanah. Pada strata pohon, semakin tua umur kelapa sawit maka rata-rata spesies yang ditemukan semakin menurun, berbeda dengan di tanah.

Penurunan rata-rata jumlah spesies pada strata pohon seiring dengan pertambahan umur tanaman diduga karena pemanenan yang lebih sering pada tanaman dengan umur yang lebih tua, selain itu adanya dominasi beberapa spesies invasif di pohon kelapa sawit pada umur yang lebih tua mampu mengurangi keberadaan spesies yang ada sebelumnya. Pemanenan yang lebih sering dapat menyebabkan gangguan pada pertanaman menjadi lebih intensif sehingga beberapa spesies yang rentan terhadap gangguan tidak mampu bertahan. Selain itu, gangguan yang disebabkan aktifitas manusia juga mampu meningkatkan keberadaan spesies tramp yang juga bersifat invasif yang kemudian menjadi dominan dan memengaruhi keberadaan spesies yang sudah ada sebelumnya (Schultz dan McGlynn 2000). Anoplolepis gracilipes merupakan spesies semut

tramp dan invasif yang paling banyak ditemukan pada penelitian ini dan juga

meningkat seiring bertambah tua usia pertanaman kelapa sawit (Gambar 6).

Pheidole spp., dan Paratrechina spp. adalah dua spesies invasif yang juga

ditemukan di penelitian ini.

(31)

15

menciptakan iklim mikro yang sesuai untuk kelangsungan semut di permukaan tanah (Bluthgen dan Feldhaar 2010).

Gambar 5 Box-plot kekayaan spesies semut pada strata pohon dan tanah di berbagai umur. Rata-rata jumlah spesies pada masing-masing umur pertanaman kelapa sawit.

Dominansi Spesies Semut

Anoplolepis gracilipes, Crematogaster banduvi, Pheidole sp.2, dan

Crematogaster sp.2 adalah spesies semut yang dominan ditemukan pada

penelitian ini. Gambar 6 menunjukkan persentase kehadiran dari spesies semut dominan dan spesies semut hutan. Kehadiran spesies A. gracilipes mengalami peningkatan seiring bertambah tua umur kelapa sawit, berbeda dengan spesies lainnya yang mengalami kenaikan dan penurunan persentase kehadiran di tiap umurnya. A. gracilipes merupakan semut tramp yang penyebarannya dipengaruhi oleh gangguan aktivitas manusia (Rizali 2006). Semakin dominannya A.

gracilipes pada suatu lahan akan berpengaruh terhadap persentase kehadiran

semut lainnya. Echinopla sp.1, Echinopla sp.2, Polyrachis sp.1, dan Tetraponera sp. yang merupakan semut yang hanya ditemukan di hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi (Rubiana 2014). Spesies-spesies tersebut juga ditemukan pada perkebunan kelapa sawit pada penelitian ini, namun demikian semakin tua umur kelapa sawit maka semakin turun persentase kehadiran dari spesies semut hutan.

(32)

16

4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

P

Echinopla sp.1 Echinopla sp.2 Polyrachis sp.1 Tetraponera sp spesies semut tertentu. Dominansi dari spesies tertentu pada suatu ekosistem mampu menurunkan kekayaan spesies yang ada di dalamnya (Parr dan Gibb 2010). A. gracilipes ditemukan sebagai spesies yang dominan serta spesies semut invasif ternyata mampu mengurangi populasi keberadaan spesies semut hutan yang ada sebelumnya. Menurut (Wielgoss et al. 2013), keberadaan spesies semut invasif pada suatu ekosistem dapat mengancam keanekaragaman hayati lokal. Berdasar penelitian Hill et al. (2003), A. gracilipes dapat memengaruhi komunitas invertebrata lain bahkan beberapa diantaranya mengalami kepunahan.

Gambar 6 Grafik persentase kehadiran semut, (a) spesies semut dominan dan (b) spesies semut hutan pada tiap umur kelapa sawit

Hasil Uji Predasi Semut pada Hama

Uji predasi dilakukan pada dua spesies semut yang paling sering ditemukan di lahan penelitian, yaitu A. gracilipes dan Crematogaster sp.2. Uji predasi dilakukan pada dua serangga herbivor paling sering ditemukan, yaitu larva Lymantriidae dan Pseudococcus sp.. Setelah dilakukan uji predasi ternyata kedua spesies semut tersebut tidak menyerang larva Lymantriidae tetapi menyerang

Pseudococcus sp.. Hal ini menunjukkan bahwa A. gracilipes dan Crematogaster

sp.2 tidak berpotensi untuk menekan populasi ulat bulu. Hal ini sesuai pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa A. gracilipes dan

Crematogaster sp.2 hanya menyerang beberapa spesies dari ordo Hemiptera dan

(33)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa umur tanaman tidak berpengaruh terhadap kekayaan dan kelimpahan serangga predator dan juga semut. Famili serangga predator yang ditemukan adalah Formicidae, Coccinellidae, Carabidae, Reduviidae, Anthocoridae, Mantidae, Chrysopidae, Staphylinidae, Mantispidae, dan Libellulidae. Semut (Formicidae) adalah predator yang paling sering ditemukan. Keanekaragaman semut pada strata pohon relatif lebih tinggi dibanding pada strata tanah. Dominansi A. gracilipes mampu memengaruhi komunitas semut lainnya. Hasil uji predasi menunjukkan bahwa A. gracilipes dan

Crematogaster sp.2 hanya menyerang Pseudococcus sp.. Sycanus sp. dapat

menjadi predator potensial untuk menekan populasi ulat api dan ulat bulu.

Saran

(34)

18

DAFTAR PUSTAKA

Alamsari W. 2014. Keanekaragaman semut pada berbagai tipe penggunaan lahan di Jambi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Anshary A, Pasaru F. 2008. Teknik perbanyakan dan aplikasi predator

Dolichoderus thoracicus (Smith) (Hymenoptera: Formicidae) untuk

pengendalian penggerek buah kakao Conomorpha cramerella (Snellen) di perkebunan rakyat. Journal Agroland. 15(4):278-287.

Bestelmeyer BT, Agosti D, Alonso LE, Brandao CRF, Brown WL, Delabie JHC, Silvestre R. 2000. Field techniques for the study of ground-dwelling ants: an overview, description, and evaluation. Di dalam Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR: Ants: Standard Methods for Measuring and Monitoring

Biodiversity. Washington DC (US): Smithsonian Institution Press.hal:

122-144.

Bluthgen N, Feldhaar H. 2010. Food and shelter: how resources influence ant ecology. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant ecology. Ke-1. New York (US): Oxford University Press Inc. hal 115-116.

Bianchi FJJA, Booij CJH, Tscharntke T. 2006. Sustainable pest regulation in agricultural landscapes: A review on landscape composition, biodiversity and natural pest control. Proc R Soc. 273: 1715-1727.

Borror DJ, Tripelhorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga

Ed ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada

University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Study of Insects. Chenon RD, Susanto A. 2006. Ecological observations on diurnal birds in

Indonesian oil palm. Journal of Oil Palm Research. 2006:122-143.

Colwell RK, Coddington JA. 1994. Estimating terrestrial biodiversity through extrapolation. Philosophical Transactions: Biological Sciences 345(1311): 101-118.

Corley RHV, Tinker PB. 2003. The Oil Palm. 4th Ed. Oxford (GB): Blackwell Science.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2013. Informasi Ringkas Komoditas Perkebunan. Jakarta (ID): Departemen Pertanian. I:1-2.

Fayle TM, Turner EC, Snaddon JL, Chey VK, Chung AYC, Eggleton P, Foster WA. 2009. Oil palm expansion into rain forest greatly reduces ant biodiversity in canopy, epiphytes and leaf-litter. Basic Applied Ecology. 11(2010):337-345.

Fitzherbert EB, Struebig MJ, Morel A, Danielsen F, Bruhl CA, Donald PF, Phalan B. 2008. How will oil palm expansion affect biodiversity?. Trends in Ecology

and Evolution. 23(10):539-545.

Fricke TB. 2008. Prarencana Laporan dan Rekomendasi Strategi Pembangunan

Minyak Kelapa Sawit Berkelanjutan untuk Aceh Green. Jakarta (ID).

Furlong MJ, Zalucki MP. 2010. Exploiting predators for pest management: the need for sound ecological assessment. Entomologia Experimentalis et

Applicata. 1(35):225-236.

(35)

19

understanding of biodiversity. Kota Kinabalu (MY): Research and Education

Component, BBEC Programme (Universiti Malaysia Sabah). 95-137.

Hill M, Holm K, Vel T, Shah NJ, Matyot P. 2003. Impact of the introduced yellow crazy ant Anoplolepis gracilipes on Bird Island, Seychelles.

Biodiversity and Conservation. 12: 1969-1984.

Hölldobler B, Wilson EO. 1990. The Ants. Cambridge (GB): The Belknap Press of Harvard University Press.

Kalshoven, LGE. 1981. The Pests Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari de Plagen van de Culturagewasseen in Indonesie.

Ness J, Mooney K, Lach L. 2010. Ants as mutualists. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant ecology. Ke-1. New York (US): Oxford University Press Inc. hal 97-114

Parr CL, Gibb H. 2010. Competition and the role of dominant ants. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant ecology. Ke-1. New York (US): Oxford University Press Inc. hal 77-96.

Peng R, Christian K. 2010. Ants as biological-control agents in the horticultural industry. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant ecology. Ke-1. New York (US): Oxford University Press Inc. hal 123-124.

Perfecto I, Vandermeer J. 2006. The effect of an ant-hemipteran mutualism on the coffee berry borer (Hypothenemus hampei) in southern Mexico. Agriculture,

Ecosystems & Environment. 117: 218-221.

Perovic DJ, Gurr GM, Raman A, Nicol HI. 2010. Effect of landscape composition and arrangement on biological control agents in a simplified agricultural system: a cost-distance approach. Biological Control 52(3):263-270.

Philpott SM, Ambrecht I. 2006. Biodiversity in tropical agroforest and the ecological role of ants and ants diversity in predatory function. Ecological

Entomology. 31:369-377.

Philpott SM, Perfecto I, Armbrecht I, Parr CL. 2010. Ant diversity and function in disturbed and changing habitats. Di dalam: Lach L, Parr CL, Abbott KL, editor. Ant ecology. ke-1. New York (US): Oxford University Press Inc. 137-156.

Price PW, Denno RF, Eubanks MD, Finke DL, Kaplan I. 2011. Insect Ecology,

Behavior, Populations and Communities. Cambridge (GB): Cambridge

University Press.

Rizal S, Falahudin I, Endarsih T. 2011. Keanekaragaman semut predator permukaan tanah (Hymenoptera: Formicidae) di perkebunan kelapa sawit SPPN Sembawa Banyuasin. Sainmatika. 8(1):37-42.

Rizali A. 2006. Keanekaragaman semut di Kepulauan Seribu, Indonesia [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rozziansha TAP, Sudharto, Sipayung A, Chenon RD, Prasetyo AE, Susanto A.. 2011. Informasi Organisme Pengganggu “Mahasena corbetti Tams”. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

Rubiana R. 2014. Pengaruh transformasi habitat terhadap keanekaragaman dan struktur komunitas semut di Jambi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rusch A, Valantin-Morison M, Sarthou JP, Roger-Estrade J. 2010. Biological control of insect pests in agroecosystems: effects of crop management,

(36)

20

farming systems, and seminaturalhabitat at the landscape scale: A review.

Advances in Agronomy. 109:219-259.

Sahari B. 2012. Struktur komunitas parasitoid Hymenoptera di perkebunan kelapa sawit, Desa Pandu Senjaya, Kecamatan Pangkalan Lada, Kalimantan Tengah [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Schauff ME . 2001. Collecting and Preserving Insect and Mites: Techniques and

Tools. Washington DC (US): Systematic Entomology Laboratory USDA.

Schultz TR, McGlynn TP. 2000. The interactions of ants with other organisms. Di dalam Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR: Ants: Standard Methods

for Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington DC (US):

Smithsonian Institution Press.hal: 35-44.

Simanjuntak D, Rozziansha TAP, Sudarto, Sipayung A, Chenon RD, Prasetyo AE, Susanto A. 2011. Informasi Organisme Pengganggu “Setothosea asigna van Eecke”. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit.

van Emden HF. 1991. Plant diversity and natural enemy efficiency in agroecosystems. Di dalam: Mackkauer M, Ehler LE, Roland J, editor. Critical

Issues in Biological Control. London (GB): Cambridge University Press. hlm

63-80.

Wielgoss A, Tscharntke T, Rumede A, Fiala B, Seidel H, Shahabudin S, Clough Y. 2013. Interaction complexity matters: Disentangling services and disservice of ant communities driving yield in tropical agroecosystem.

Proceed of The Royal Society B.281.

(37)
(38)

22

Lampiran 1 Foto spesimen famili serangga predator yang ditemukan di lapangan

Anthocoridae Reduviidae Fomicidae

Carabidae Coccinelidae Staphylinidae

(39)

23

Lampiran 2 Tabel jumlah individu spesies semut yang ditemukan pada berbagai tingkatan umur kelapa sawit di Kabupaten Sarolangun, Jambi

Morfospesies 4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

Dolichoderinae

Dolichoderus sp1 1 0 0 0

Dolichoderus sp2 1 0 0 0

Dolichoderus sp3 4 1 0 0

Dolichoderus sp4 0 0 4 12

Philidris sp2 0 1 0 0

Phillidris sp1 0 0 1 0

Tapinoma sp1 435 1 862 206 158

Tapinoma sp2 4 8 2 2

Tapinoma sp3 1 0 0 0

Tapinoma sp4 2 0 1 2

Technomyrmex sp1 27 67 5 5

Technomyrmex sp2 7 39 5 15

Technomyrmex sp3 577 62 1 7

Technomyrmex sp4 0 2 0 4

Technomyrmex sp5 0 1 0 1

Technomyrmex sp6 0 0 0 1

Dorylinae

Dorylus sp. 0 12 1 0

Formicinae

Anoplolepis gracilipes 464 129 2 135 941

Camponotus sp1 24 1 0 0

Camponotus sp2 12 5 6 10

Camponotus sp3 2 1 8 5

Camponotus sp4 3 0 0 0

Camponotus sp5 0 5 0 0

Camponotus sp6 0 0 1 2

Camponotus sp7 0 1 0 1

Camponotus sp8 0 2 1 2

(40)

24

Morfospesies 4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

Echinopla sp1 2 0 1 0

Echinopla sp2 6 1 0 0

Echinopla sp3 0 1 0 0

Echinopla sp4 0 2 0 0

Nylanderia sp1 253 257 43 57

Nylanderia sp2 1 28 11 389

Nylanderia sp3 4 828 8 16

Nylanderia sp4 0 3 15 2

Nylanderia sp5 0 1 0 0

Nylanderia sp6 2 2 0 0

Oecophylla smaragdina 0 1 4 0

Polyrachis sp1 76 19 15 1

Polyrachis sp2 0 31 0 0

Polyrachis sp3 2 0 0 0

Polyrachis sp4 15 13 9 1

Polyrachis sp5 3 0 0 0

Polyrachis sp6 0 2 0 1

Polyrachis sp7 0 0 0 2

Myrmicinae

Anillomyrma sp. 0 5 0 5

Basicerotini sp. 1 0 0 0

Cardiocondyla sp1 0 4 11 11

Cardiocondyla sp2 0 1 1 0

Cardiocondyla sp3 0 0 2 0

Cardiocondyla sp5 691 269 195 127

Crematogaster banduvi 1 104 108 157 272

Crematogaster sp1 1 0 1 1

Crematogaster sp2 614 2 029 64 345

Crematogaster sp3 3 5 12 7

(41)

25

Morfospesies 4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

Crematogaster sp6 7 0 2 1

Crematogaster sp7 0 0 3 0

Monomorium floricola 917 552 1 088 120

Monomorium sp2 4 1 25 2

Monomorium sp3 25 3 19 1

Monomorium sp4 0 3 1 1

Monomorium sp5 0 1 5 0

Oligomyrmex sp1 0 10 0 0

Oligomyrmex sp2 0 0 1 2

Pheidole sp1 0 0 2 0

Pheidole sp2 1 230 1 058 85 283

Pheidole sp3 66 420 341 16

Pheidole sp4 20 2 26 90

Pheidole sp5 0 0 1 3

Pheidole sp6 17 57 24 59

Pheidole sp7 0 0 0 1

Pheidologeton sp1 68 6 8 0

Pheidologeton sp2 1 28 69 13

Proatta butteli 17 0 5 2

Solenopsis sp1 1 17 0 0

Solenopsis sp2 0 2 0 0

Strumigenys sp1 0 1 0 1

Strumigenys sp2 0 1 0 0

Strumigenys sp3 0 0 1 0

Tetramorium sp1 19 14 5 2

Tetramorium sp2 0 0 0 2

Tetramorium sp3 0 1 0 3

Ponerinae

Amblyopone sp. 0 2 1 2

Anochetus sp 1 0 0 0

(42)

26

Morfospesies 4 tahun 6 tahun 8 tahun 10 tahun

Cryptopone sp1 0 1 0 0

Diacamma sp. 1 1 0 1

Hypoponera sp2 2 4 3 3

Hypoponera sp3 0 1 0 0

Hypoponera sp4 0 0 2 1

Leptogenys sp1 0 1 0 1

Leptogenys sp2 0 0 2 6

Odontomacus sp1 16 5 14 21

Odontomacus sp2 0 0 3 2

Odontoponera denticulata 56 51 72 47

Pachycondyla sp. 0 0 0 1

Platythyrea sp. 0 0 1 0

Ponera sp1 0 0 0 1

Pseudomyrmecinae

Tetraponera sp1 5 0 0 0

(43)

27

Lampiran 3 Foto spesimen spesies semut dominan dan spesies semut hutan yang ditemukan di lapangan

Spesies semut dominan

Anoplolepis gracilipes

Crematogaster banduvi

Crematogaster sp.2

Pheidole sp.2

(44)

28

Spesies semut hutan

Echinopla sp.1

Echinopla sp.2

Polyrachis sp.

(45)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan, Jawa Tengah pada 2 Maret 1992. Penulis merupakan anak kedua pasangan Bapak Taubah dan Ibu Suchaela. Penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri 1 Pekalongan pada tahun 2010 dan pada tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan pilihan mayor Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.

Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di beberapa organisasi. Pada tahun 2010-sekarang penulis aktif di Ikatan Mahasiswa Pekalongan-Batang di IPB (IMAPEKA IPB), tahun 2011-2012 menjadi staf Departemen Minat dan Bakat di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian, pada tahun 2012-2013 menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA IPB). Pada tahun 2014, penulis berkesempatan mengikuti kerja sama penelitian bersama tim CRC 990 – Ecological and Socioeconomic Function of

Tropical Lowland Rainforest Transformation System di Jambi. Selain itu, penulis

Gambar

Grafik persentase kehadiran semut, (a) spesies semut dominan dan
Gambar 1  Peta plot penelitian di Kabupaten Sarolangun, Jambi. Kode plot B4O3
Tabel 1  Lokasi dan habitat sekitar perbatasan plot penelitian
Tabel 2  Jumlah individu famili serangga predator pada berbagai tingkatan umur
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Pengukuran Laju Infiltrasi Tegakan Kelapa Sawit Kelas Umur 35 Tahun pada berbagai jarak pengukuran dari pangkal batang.... Perhitungan RAK (Rancangan Acak

Garis regresi linear hubungan aliran batang dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun. Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada

Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara.. Dibimbing oleh

Berdasarkan standar mutu buah kelapa sawit PTPN V (2007) pada penelitian ini umur tanaman 6, 7 dan 9 tahun memiliki kadar air buah yang buruk, rendemen minyak buah baik

Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui keanekaragaman fauna tanah skala makrofauna dan mesofauna di perkebunan kelapa sawit PTPN VIII Cimulang Bogor,

Berdasarkan standar mutu buah kelapa sawit PTPN V (2007) pada penelitian ini umur tanaman 6, 7 dan 9 tahun memiliki kadar air buah yang buruk, rendemen minyak buah baik

HUBUNGAN KEANEKARAGAMAN SERANGGA PERMUKAAN TANAH DAN COLLEMBOLA DENGAN KANDUNGAN C-ORGANIK PADA AREAL PERTANAMAN.. KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq.) DI KECAMATAN

Petambahan tinggi bibit kelapa sawit dari berbagai asal umur A dan responsnya terhadap lama genangan air B Jumlah pelepah daun Jumlah pelepah daun bibit kelapa sawit, tidak dipengaruhi