POTENSI DEPOSISI ASAM DI WILAYAH INDUSTRI
KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN
CHIMERE MODEL
DUWI KAERUNI ASIH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
ABSTRAK
DUWI KAERUNI ASIH.Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model. Dibimbing oleh ANA TURYANTI danMAHALLY KUDSY.
Peningkatan aktivitas industri dan transportasi menjadi sumber polutan dan berpotensi menurunkan kualitas udara. Salah satu dampak penurunan kualitas udara adalah fenomena hujan asam.Salah satu indikator dari hal tersebut adalah nilai konsentrasi gas pencemar SO2 dan NO2 yang dapat mendorong terjadinya deposisi asam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi zat pencemar udara (SO2 dan NO2) serta potensi keasaman air hujan di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya. Wilayah Tangerang adalah salah satu kota yang berpotensi mengalami penurunan kualitas udara akibat banyaknya kawasan industri serta padatnya kendaraan bermotor. Deposisi asam di wilayah ini dianalisis menggunakan program Chimere Model. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi gas SO2 dan NO2 maksimum berturut-turut sebesar 27.50 μgm-3 dan 60 μgm-3. Nilai tersebut masih jauh di bawah nilai Baku Mutu yang diberlakukan oleh pemerintah sebesar 60 μg m-3 untuk SO2 dan 100 μg m-3 untuk NO2 dalam 1 tahun pengukuran. Rata-rata fluks deposisi kering selama lima hari pengamatan NO2 sebesar 5.3525x1015 molekul cm-2 s-1dan SO2 sebesar 3.7573 x1015 molekul
cm-2 s-1. Nilai rata-rata fluks deposisi basah NO2 sebesar 0 molekul cm-2 s-1 dan SO2 sebesar 4.8553 x1010molekul cm-2 s-1. Hasil pendugaan pH hujan rata-rata di wilayah kajian sebesar 4.6 yang menunjukkan potensi terjadinya hujan asam. Kata kunci :Chimere Model, Deposisi Asam, SO2, NO2, pH, Hujan Asam
ABSTRACT
DUWI KAERUNI ASIH .Potentialof Acid Deposition in Industrial Area Tangerang and Surrounding Counties with Chimere Model. Supervised by ANA TURYANTI and MAHALLY KUDSY.
Increased industrial activity and transportation become the sources of pollutanand potentially degrade ambient air quality. One of the effect of air quality degradation is acid rain phenomenon. Purpose of this study is to determine the concentration of air pollutants (SO2 and NO2)and its potential for
acid deposition. Tangerang is one of the cities that has the potential to decrease air quality due to the many industrial areas as well as the density of the motor vehicle. Potential acid deposition in this region were analyzed using Chimere program model. The results showed concentrations of SO2 maximum is27.50
ugm-3and NO2 gases maximum is 60ugm-3. This value is far below the Indonesian
National Air Quality Standard of 60 ugm-3for SO2 and 100 ugm-3for NO2 in
365ugm-3. The average of NO2dry deposition fluxes in the five observation days
the average value of NO2wet deposition fluxes is 0 molecule cm-2 s-1 and SO2 is
4.8553x1010moleculecm-2 s-1. Estimated pH of rain on average in the study area is4.6, that indicate acid rain.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
POTENSI DEPOSISI ASAM DI WILAYAH INDUSTRI
KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA
MENGGUNAKAN
CHIMERE MODEL
DUWI KAERUNI ASIH
DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Skripsi : Potensi Deposisi Asam di Wilayah Industri Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model
Nama : Duwi Kaeruni Asih NIM : G24100061
Disetujui oleh
Ana Turyanti, SSi MT Pembimbing I
Dr IrMahally Kudsy, MSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Tania June, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam dihaturkan atas tauladan umat, Nabi Muhammad SAW. Penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 ini berjudul Potensi Deposisi Asam di Wilayah Kawasan Industri
Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya Menggunakan Chimere Model.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Ana Turyanti, SSi MT dan Bapak Dr Ir Mahally Kudsy, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, mengarahkan dan memberikan saran serta kritik sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Dr Tania June, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik dalam perbaikan skripsi ini.
3. Dosen- dosen GFM yang memberikan banyak pembelajaran kepada penulis.
4. Bapak Rudi Setiawan yang selalu memberikan waktunya untuk membantu dalam pengumpulan data penelitian yang diperlukan.
5. Ibu Puji Lestari pihak Stasiun Meteorologi Curug Budiarto Tangerang atas bantuan data yang telah diberikan guna dalam penyelesaian tugas.
6. Sentot Kaerun (Bapak) , Sri Murtasih (Mama), Mbak Eka Kaeruni Asih (Kakak), Mas Rifqi Ridlo Phahlevy, berserta seluruh keluarga besar atas kasih sayang, perhatian, bimbingan, bantuan doa, dan dorongan semangat untuk terus berjuang menyelesaikan tugas ini.
7. Khariza Dwi Sepriani dan Rony Hutapea satu tim bimbingan yang sama-sama berjuang dari awal sampai kita sarjana.
8. Ismail Hasbi Ash Shiddiqy atas doa, semangat, dan nasihatnya.
9. Uni, Pipit, Deti, Shailla, Anggi, Em, Lira, Ilmina, Dewi Sul, Aji, Givo, Haikal, Ryan atas bantuan serta doanya dalam penyelesaian penelitian ini.
10.GFM 47, 48, dan kakak-kakak 46 atas kenangan manis selama belajar di GFM.
11.Pak Udin, Pak Pono, Pak Azis, Pak Nandang, Bu Wanti, Bu Uti dan staf di GFM lainnya atas bantuan dan doanya.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Penulis berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
TINJAUAN PUSTAKA 2
Pencemaran Udara 2
Deposisi Asam 5
METODE 10
Bahan 10
Alat 10
Prosedur Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Kondisi Iklim Wilayah Kajian 13
Sebaran Konsentrasi SO2 dan NO2 Hasil Chimere Model 14 Sebaran Deposisi Asam dan Hasil Dugaan pH Air Hujan 20
SIMPULAN DAN SARAN 24
Simpulan 24
Saran 24
DAFTAR PUSTAKA 25
LAMPIRAN 27
DAFTAR TABEL
1 Konstanta dan konstanta equilibrium persamaan Henry dalam 288 K
(15oC) 11
2 Rata-rata fluks deposisi NO2 dan SO2 (molekul cm-2 s-1) wilayah
kajian hasil Chimere model 22
3 Nilai konsentrasi (C) SO2 dan pH di lima hari pengukuran 23
DAFTAR GAMBAR
1 Sumber serta proses terjadinya deposisi asam (basah dan kering) 7
2 Peta Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang 9
3 Diagram tahap penelitian 12
4 Curah hujan bulanan rata-rata wilayah kajian tahun 2009-2013 13 5 Kecepatan dan arah angin wilayah kajian menggunakan WindRose
(WRPlot) (a). musim kemarau; (b). musim hujan 14 6 Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi SO2 dan pola angin 14 7 Fluktuasi konsentrasi maksimum SO2 selama periode pengamatan 15 8 Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi NO2 dan pola angin 16 9 Fluktuasi konsentrasi maksimum NO2 selama periode pengamatan 17 10 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi SO2 (μg m-3) di wilayah kajian 19 11 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi NO2 (μg m-3) di wilayah
kajian 19
12 Pola sebaran konsentrasi SO2 dan NO2 di lima hari pengamatan di
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya 19
13 Sebaran deposisi kering oleh NO2 di Kabupaten Tangerang dan
16 Tingkat keasaman (pH) air hujan di wilayah kajian pada setiap
perulangan dalam lima hari pengukuran 23
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sebaran konsentrasi emisi gas SO2 (μg m-3) hasil output Chimere 27
2 Sebaran konsentrasi emisi gas NO2 (μg m-3) hasil output Chimere 30
3 Contoh perhitungan menentukan pH air hujan 33
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan fisik kotamendorong peningkatan kandungan pencemar udara. Contohnya adalah emisiasap kendaraan bermotor serta asap cerobong dari berbagai kegiatan industri. Konsekuensi dari hal tersebut adalah besarnya zat pencemar yang tersebar di udara yang akan berpengaruh terhadap proses-proses fisik dan kimia diudara, salah satunya adalah deposisi asam.
Deposisi asam adalah turunnya atau mengendapnya asam dari atmosfer ke bumi. Proses ini terdiri dari dua jenis, yaitu deposisi kering dan deposisi basah . Deposisi basah biasa disebut juga dengan hujan asam. Hujan dikatakan bersifat asam apabila memiliki pH di bawah 5.6 (Manahan 2005). Deposisi membuat udara di atmosfer mengandung senyawa asam yang biasanya berupa asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (NHO3). Asam sulfat berasal dari gas SO2 dan asam nitrat berasal dari gas NOx.
SO2 merupakan senyawa sulfur yang banyak diemisikan oleh aktivitas industri terutama yang menggunakan bahan bakar fosil. NOx merupakan senyawa nitrogen yang menjadi indikator tingkat kepadatan lalu lintas (sumber transportasi). Sumber-sumber tersebut menjadi sumber pencemar utama di wilayah industri seperti Kabupaten Tangerang dan sekitarnya yang memiliki banyak industri dan kepadatan transportasi yang tinggi. Oleh karena itu perlu pengkajian lebih mendalam terhadap permasalahan pencemaran udara, terutama di wilayah-wilayah yang berpotensi seperti wilayah industri dan perkotaan.
Berdasar data BMKG bulan September 2014 keasaman hujan di Tangerang berkisar 4. Angka tersebut sudah menunjukkan hujan asam. Maka perlu dilakukan monitoring kualitas udara di sekitar wilayah industri tersebut untuk melihat potensi deposisi asam. Salah satu metodenya adalah dengan menggunakan softwareChimere Modelyang merupakan salah satu model untuk mengetahui kondisi atmosfer secara global terutama kondisi kimia atmosfer. Besar konsentrasi yang menyebar di wilayah kajian dapat digunakan dalam pendugaan pH air hujan untuk melihat potensi terjadinya hujan asam yang dapat dilakukan melalui pendekatan Hukum Henry.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mempelajari konsentrasi NO2 dan SO2 di udara ambienkawasan Kabupaten Tangerang dan sekitarnya menggunakan Chimere Model. 2. Menganalisis potensi deposisi asam yang terjadi di kawasan Kabupaten
2
TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Pengertian Pencemaran Udara
Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan (Fardiaz 1992).Kondisi yang tidak konstan tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Perubahan konsentrasi gas-gas dalam udara ini terjadi karena penggunaanya oleh makhluk hidup atau karena perubahan kondisi alam. Hal ini dikenal dengan pencemaran udara. Menurut Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Sumber dan Jenis Pencemaran Udara
Pencemaran udara disebabkan oleh beberapa faktor seperti faktor alami yaitu dari abu letusan gunung berapi, pembusukan bahan organik, dan sebagainya, serta faktor aktivitas manusia, salah satunya akibatnya makin bertambahnya jumlah penduduk serta aktivitas industri dan penggunaan kendaraan bermotor yang semakin meningkat. Sesuai dengan Sutamihardja (1983) bahwa secara umum sumber pencemar dikelompokkan dalam dua jenis yaitu sumber bergerak misalnya transportasi dan sumber tidak bergerak (stasioner) seperti industri dan pemukiman. Hal ini berpotensi menambah jumlah konsentrasi zat pencemar udara di atmosfer. Sedangkan Nababan (1989), sumber polusi dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu: gesekan permukaan seperti menggergaji, menggali, gesekan (gosokan) dari beberapa material seperti aspal, tanah, besi, dan kayu yang membuang partikel padat ke udara. Penguapan bahan yang mudah menguap, misalnya: bensin, minyak cat, dan uap yang dihasilkan oleh industri logam kimia dan ban. Pembakaran, seperti pembakaran bahan bakar fosil, batubara, dan pembakaran hutan. Selain sumber yang menjadi faktor terjadinya pencemaran udara, terdapat juga faktor meteorologis yang mempengaruhi polusi udara yaitu angin, turbulensi, stabilitas atmosfer, inversi, hujan, kabut, dan radiasi surya (Vesilindet al. 1994).
Menurut Pandiaet al. (1995) bahan pencemar udara dapat dikelompokkan berdasarkan jenisnya sebagai berikut:
1. Senyawa kimia, semua yang merupakan senyawa kimia baik organik maupun anorganik yang berupa gas-gas baik dalam jumlah besar maupun kecil.
2. Partikel, semua yang berupa debu padat maupun titik air dengan ukuran yang kecil sehingga dapat melayang di udara seperti aerosol (asap dan kabut), debu, dan fume.
3 senyawa inorganik lain (H2S, NH3, asam sulfat, asam nitrat) (Miller 1992). Dari beberapa bahan pencemar udara terdapat jenis bahan pencemar yang memiliki tingkat bahaya paling tinggi yaitu CO, SO2, dan NOx.
Senyawa Sulfur dioksida (SO2)
Sulfur di atmosfer sebagian besar terdiri dari H2S, SO2, dan SO3. Sumber alami sulfur di atmosfer adalah evaporasi percikan air laut, erosi debu dari tanah kering yang mengandung sulfur, uap letusan gunung berapi, emisi H2S secara biogenik, dan persenyawaan organik yang mengandung sulfur. Sedangkan dari antropogenik, sulfur dibentuk dari pembakaran bahan bakar fosil (Tolgyessy 1993). Gas SO2 berbau tajam tetapi tidak berwarna yang menetap di udara kemudian bereaksi dan membentuk partikel-partikel halus dan zat asam. Penambahan gas SO2 di atmosfer dapat menambah keasaman air hujan, karena walaupun konsentrasinya di udara lebih kecil daripada CO2, namun kelarutan dan konstanta kesetimbangan SO2 lebih besar daripada CO2. Selain itu H2SO3merupakan asam yang lebih kuat daripada H2CO3 sehingga dalam konsentrasi yang kecil sekalipun SO2 mempengaruhi keasaman air hujan (Brimblecombe 1986).
Sulfurdioksida sebagai bahan pembentuk asam sulfat yang diperoleh dari proses pembakaran bahan bakar fosil dan melalui reaksi H2S dengan oksigen. Emisi komponen sulfur ke atmosfer dapat diimbangi pemanfaatannya oleh tanaman maupun mekanisme pembersihan atmosfer seperti hujan (Strahler 1975). Konsentrasi sulfur di atmosfer enam kali lebih banyak larut dalam air hujan sebagai mekanisme pembersihan dibanding pemanfaatan oleh tanaman.
Secara umum, proses pembentukan gas sulfur oksida hasil pembakaran bahanbakar fosil mengikuti mekanisme reaksi sebagai berikut :
S + O2 SO2………….. (1)
2 SO2+ O22 SO3………... (2)
Hasil dari pembakaran ini jumlah SO2 selalu akan lebih besar dari jumlah SO2, karena pembentukan SO2 sangat dipengaruhi oleh kondisi reaksi seperti suhu dan jumlah O2, dan biasanya tidak lebih dari 10% jumlah pembentukan gas Sulfur oksida. Meskipun pembakaran bahan bakar fosil oleh manusia merupakan salah satu sumber emisi SO2 ke udara, namun diperkirakan jumlah emisi ini hanya sepertiga dari total emisi SO2 yang ada. Penyumbang terbesar dari polutan ini adalah berasal dari aktivitas alam seperti dari letusan gunung berapi yang menghasilkan gas H2S. Melalui proses oksidasi di udara, selanjutnya gas H2S ini berubah menjadi gas SO2.
SO2 terdapat di alam secara normal pada konsentrasi 0.3 – 1 ppm, sedangkan keberadaannya cepat hilang karena sangat reaktif. Kandungan SO3 selalu di bawah 1/80 -1/40 dari kandungan SO2. SO3 di atmosfer segera bereaksi dengan H2O membentuk H2SO4. SO2 di atmosfer bereaksi dengan oksigen untuk membentuk SO3 (yang merupakan polutan sekunder) mengikuti reaksi berikut:
4
M berperan sebagai katalis. Reaksi ini berjalan lambat, tetapi dapat dipercepat dengan adanya uap air. Konversi SO2 menjadi SO3 dapat juga dikatalis oleh logam dari abu yang bertebaran dan tersuspensi di dalam asap. Reaksi yang terjadi dengan ferrioksida sebagai katalis:
SO2 + ½ O2 SO3 ………. (4)
Ketika malam hari dan dalam kondisi kelembaban tinggi, SO2 diserap dalam air yang jatuh dan oksidasi terjadi dalam fase cair. Sedangkan pada siang hari, dimana kelembaban rendah, oksidasi SO2 terjadi dengan kehadiran nitrogen oksida atau hidrokarbon (Nurmalan dalam Nababan 1989).
Senyawa Nitrogen dioksida (NO2)
NOx juga merupakan salah satu gas pencemar yang dijumpai pada lingkungan udara perkotaan terutama dihasilkan dari proses pembakaran pada suhu sangat tinggi. NOx adalah gambaran jumlah konsentrasi zat oksidan yaitu nitrogen oksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). NO2 dapat dijumpai di atmosfer dan hujan asam. Senyawa ini menghasilkan asam nitrat ketika bereaksi dengan air.NOx termasuk polutan kiteria yang diemisikan dari berbagai sumber di suatu kawasan terutama sektor transportasi yang menyumbang sebesar 69% di perkotaan, diikuti industri dan rumah tangga (Soedomo 1991).Ada tujuh kemungkinan hasil reaksi bila nitrogen bereaksi dengan oksigen, antara lain adalah NO, NO2, N2O, N2O3, N2O4, N2O5, dan NO3. N2O, NO, dan NO2 merupakan zat hasil reaksi dengan jumlah yang cukup banyak dan menjadi perhatian dalam pencemaran udara hanyalah NO dan NO2. Kadar NO2 di dalam NOx sekitar 10% (Pitts 1986).
Sifat gas NO2 adalah berwarna merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau dapat mencemari udara tetapi secara visual sulit diamati. Udara yang mengandung gas NO dalam batas normal relatif aman dan tidak berbahaya, kecuali jika gas NO berada dalam konsentrasi tinggi. Sifat toksik gas NO2 empat kali lebih kuat dari pada NO. Nitrogen oksida (NOx) yang terjadi ketika panas pembakaran yang menyebabkan bersatunya oksigen dan nitrogen yang terdapat di udara. Setelah bereaksi di atmosfer, zat ini akan membentuk partikel-partikel nitrat halus dan ketika bergabung dengan air di awan akan membentuk asam.
Konsentrasi NO dan NO2 di udara bersih sebesar 0.2 – 2 ppb dan 0.5 – 4 ppb (Nurmalan 1998). NOx dapat dibentuk secara bersamaan dari pembakaran pada suhu tinggi dengan reaksi:
N2 + x O2 2 NOx ... (5)
5 NO + O3 NO2 + O2... (6)
NO + O + X NO2 + X ... (7)
Adanya unsur oksigen hasil dissosiasi dari ozon akan beraksi dengan gas N2 dengan bantuan katalis dan menghasilkan gas NO3. Kemudian nitrogen trioksida ini akan bereaksi dengan gas NO2 dan menghasilkan gas N2O5.
O3 O2 + O ... (8) NO2 + O + X NO3 + X ... (9) NO2 + NO3 N2O5... (10) Dengan kehadiran udara yang lembab, maka terbentuk asam nitrat :
N2O5 + H2O 2HNO3 ... (11)
Menurut Kennedy (1982) asam nitrit selanjutnya bereaksi dalam atmosfer yang terpolusi membentuk nitrat.
Deposisi Asam
Pengertian Deposisi Asam
Bentuk presipitasi yang mengandung polutan SO2, NO2, dan HNO3, dapat mendorong pembentukan asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (NHO3) yang
membuat pH air hujan kurang dari (≤) 5.60 terutama karena pengaruh gas SO2 dan NOx (Nababan 1989). Sumber zat SO2 dan NOx itu sendiri dapat berasal dari alam dan dapat juga karena aktifitas manusia. Menurut Aly dan Faust (1981) keasaman air hujan ditentukan oleh 60- 70% H2SO4 dan 30- 40% HNO3.
Deposisi asam terdiri dari 2 jenis yaitu deposisi kering dan basah. Deposisi kering adalah peristiwa terkenanya benda dan molekul hidup oleh asam yang ada dalam udara atau transfer langsung dari gas-gas dan partikel-partikel asam yang ada di atmosfer. Daerah yang mengalami deposisi kering biasanya mempunyai ciri lalu lintas yang padat serta udara yang tercemar dari pabrik. Jenis gas sulfur yang diendapkan adalah SO2, dari nitrogen adalah NO2, HNO3, dan peroksiasetil nitrat (PAN). NOx lebih cepat dioksidasi menjadi nitrat daripada SO2 menjadi sulfat, maka SO2 lebih penting sebagai komponen deposit kering yang diendapkan dalam jumlah besar (Graham and Trotman 1983).
6
Proses Pembentukan Hujan Asam
Hujan asam adalah suatu kondisi dimana tingkat keasaman air hujan memiliki pH dari batas tertentu. Negara industri seperti Amerika, Eropa, dan Kanada menggunakan nilai pH 5.6 sebagai batas kondisi hujan asam, artinya bila air hujan memiliki pH kurang dari 5.6 maka air hujan tersebut dikatakan sebagai hujan asam (Haines 1982). Keasaman suatu zat cair seperti air hujan ditentukan olej adanya kandungan ion hidrogen (H+). Siklus yang terjadi di atmosfer ini dimulai dengan pembentukan unsur atau emisi gas-gas polutan yang berasal dari sumber pencemar ke atmosfer. Kemudian di atmosfer akan terjadi proses kimiawi dan selanjutkan akan jatuh ke permukaan bumi bersama air hujan.
Reaksi yang terjadi membentuk asam-asam yang mengakibatkan deposisi asam sebagaimana terlihat pada persamaan reaksi (12) dan (13).
SO2 + ½ O2 + H2O 2 H+
+ SO42- (aq) ………….. (12) 2 NO2 + 1/2 O2 + H2O 2 (H+ + NO2) (aq) ……… (13) Reaksi atmosfer dengan SO2 tergantung ada atau tidaknya photochemical smog seperti uap, kabut, atau gas yang terbentuk akibat proses fotokimia. Jika tidak ada smog reaksi kimia SO2 tergantung pada kelembaban udara. Pada udara kering tidak akan terjadi kehilangan SO2 akibat reaksi baik tanpa maupun dengan adanya energi matahari (Hasketh 1974). Saat kelembaban udara lebih dari 30% SO2akan mengalami oksidasi menjadi SO3:
SO2 + ½ O2SO3 ……… (14)
SO3 + H2O H2SO4 ……….. (15)
Uap asam sulfat (H2SO4) di atmosfer dianggap lebih toksik dibanding SO2. Laju produktivitas dari asam sulfat meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi SO2 di udara dan kelembaban.
Kabut menimbulkan terjadinya fotokimia SO2 bereaksi dengan NO2 atau ozon dan uap air membentuk asam sulfat melalui reaksi sebagai berikut:
SO2 + NO2 SO3 + NO ………... (16)
SO2 + O3 SO3 + O2 ……… (17)
SO3 + H2O H2SO4 ………. (18)
Sinar matahari sebagai unsur katalis meningkatkan laju reaksi kimia atmosfer dan dikenal sebagai reaksi fotokimia. Dalam reaksi tersebut ozon sebagai unsur oksidan memegang peran penting. Reaksi ozon dengan NO menghasilkan NO2 dan O2 mengikuti proses reaksi :
NO + O3 NO2 + O2 ………. (19)
Dalam keadaan stabil,
NO + O2 2NO2 ……… (20)
7 NO2 NO + O ……… (21)
Reaksi NO2 dengan uap air menghasilkan asam nitrat melalui persamaan : NO2 + H2O HNO3 ……… (22)
H2SO4dan HNO3 dikenal sebagai asam kuat yang dapat meningkatkan keasaman suatu zatdan sangat mudah larut dalam air hujan. Sehingga bertambahnya kadar sulfat dan nitrat dalam air hujan dapat memperburuk kualitas air hujan yang sampai ke permukaan bumi.
Gambar 1 Proses terjadinya deposisi asam (basah dan kering) (Sumber: en.wikipedia.org)
Sebagian besar SO2 yang diemisikan ke atmosfer jatuh kembali ke bawah berupa deposit kering. Secara langsung deposit kering tersebut diabsorpsi oleh permukaan tanaman, tanah, dan benda lain dan akan diubah menjadi asam sulfat bila bercampur dengan air. Partikel sulfat seperti partikel H2SO4 memiliki life-time atau residence-time lebih lama dibanding SO2 selama partikel tersebut memliki laju deposit kering lebih lambat dibandingkan dari segi substansinya. Bahan tersebut dapat bertahan di atmosfer selama 2- 4 hari dan bergerak sejauh 1000- 2000 km dengan kecepatan angin rata-rata 20 km/jam. Sedangkan jika dibandingkan dengan NO2, life-time NO2 lebih lama dibandingkan SO2 karena gas NO dan NO2 memiliki sifat sukar menjadi deposit kering, tidak mudah larut dalam air dan pengaruhnya terhadap air hujan sangat terbatas. Setelah melalui proses oksidasi NO2 selanjutnya diubah menjadi HNO3 yang umumnya tergantung pada proses fotokimia dengan mengikat ozon. Hasil utama proses tersebut adalah asam nitrit (HNO2) yang berupa deposit kering dan NO3 berbentuk aerosol yang dipindahkan melalui air hujan.
Menurut Kurniawan (2011) SO2 terdapat dalam kadar kecil di atmosfer, tetapi memiliki konstanta dissosiasi dan kelarutan dalam air yang besar. Pengaruh absorpsi gas SO2 di atmosfer terhadap pH air hujan secara kimia:
SO2(g) + H2O(l) H2SO3(aq) ………. (23) Konstanta Henry = KH = [H2SO3]/pSO2 ……… (24)
8
Konstanta Disosiasi K1 = [H+] x [HSO3-]/[H2SO3-(aq) ………. (26)
HSO3-(aq) H+(aq) + SO32-(aq) ……….. (27) Konstanta Disosiasi K2 = [H+] x [SO32-]/[HSO3-] ……… (28) Disamping itu air sendiri mengalami reaksi disossiasi
H2O(l) H+(aq) + OH-(aq) ……….. (29) Konstanta Disosiasi Air KH2O = [H+] x [OH-]/[H2O] ………... (30) Dimana
[ ] = Simbol untuk konsentrasi + = Simbol untuk muatan positif - = Simbol untuk muatan negatif pSO2 = Tekanan parsial SO2
KH = Konstanta Henry = Konstanta pelarutan gas K1 = Konstanta disosiasi H2SO3
K2 = Konstanta disosiasi HSO3
Dengan menggunakan analogi yang sama pada pelarutan gas CO2 dalam air hujan maka pelarutan gas SO2 dalam air hujan didapatkan konsentrasi H+ sebesar
[H+]= (K1 x KH x pSO2)0.5 ………. (31)
Besarnya konsentrasi H+ akibat absorpsi gas SO2 dalam air hujan menjadi H2SO3 adalah (K1 x KH x pSO2)0.5. Bila kondisi lingkungan memungkinkan, akan terjadi oksidasi secara sempurna maka seluruh H2SO3 akan berubah menjadi H2SO4 sesuai dengan reaksi
SO2(g) + H2O(l) H2SO3(aq) H2SO4(aq) ……….. (32)
Asam sulfat H2SO4 tergolong asam kuat dan di dalam air akanterdisossiasi membentuk dua proton H+, seduai dengan reaksi
H2SO4(aq) 2H+(aq) + SO42-(aq) ………. (33) Sehingga konsentrasi proton sama dengan dua kali konsentrasi asam sulfat
[H+] = 2 x H+ dari [H2SO4] ……… (34)
Pada reaksi oksidasi sempurna seluruh H2SO3akan berubah menjadi H2SO4, maka secara konsep mol kimia, 1 mol H2SO4 setara atau ekuivalen dengan 1 mol H2SO3
.
Sehingga persamaan akan dapat dimodifikasi menjadi[H+] = 2 x H+ dari [H2SO3] ……….. (35)
Oleh karena itu besarnya konsentrasi H+ dapat dicari dengan cara melakukan substitusi persamaan 26 ke persamaan 30 menjadi:
[H+] = 2 x (K1 x KH x pSO2)0.5 ……… (36)
9
Kondisi Geografis Wilayah Kajian
Wilayah Tangerang meliputi Kota dan Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang memiliki luas wilayah 184.24 km². Secara geografis, wilayah Kota Tangerang terletak antara 6°6' sampai 6°13' Lintang Selatan dan 106°36' sampai 106°42' Bujur Timur. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan Sepatan Kabupaten Tangerang, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong dan DKI Jakarta, sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Cikupa Kabupaten Tangerang.Letak Kota Tangerang tersebut sangat strategis karena berada di antara Ibukota Negara DKI Jakarta dan Kabupaten Tangerang menjadikan kota tersebut berkembang pesat.
Luas wilayah Kabupaten Tangerang 1011.038 ha. Letak geografis Kabupaten Tangerang berada di bagian Timur Propinsi Banten pada koordinat 106020'- 106043' Bujur Timur dan 6000'- 6020' Lintang Selatan. Curah hujan setahun rata-rata 1457 mm dan temperatur udara berkisar antara 230C- 330C. Di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah Timur dengan Jakarta dan Kota Tangerang, di sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor. Sedangkan di bagian Barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Serang. Iklim ini dipengaruhi oleh wilayah di bagian Utara yang merupakan daerah pesisir pantai sepanjang kurang lebih 50 km (Pemerintah Kota Tangerang 2007). Gambar 2 menunjukkan peta wilayah kajian Tangerang dan sekitarnya.
Gambar 2 Peta Wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
10
Rajeg, Pasar Kemis, Tigaraksa, Kresek, Cisaka, Cikupa, Kronjo, Jayanti, Jambe, dan Panongan (Pemerintah Kota Tangerang 2007).
METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - November 2014 di laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB dan BPPT UPT Hujan Buatan, Jakarta.
Bahan
Data yang digunakan adalah:
1. Data masukan untuk program Chimere Model berupa data meteorologi global (http://rda.ucar.edu/datasets/ds083.2) dan data chemistry global (lmd.polytechnique.fr/chimere/download.php).
2. Wilayah domain Kabupaten Tangerang Jawa Barat.
3. Data observasi kawasan industri berupa data kualitas udara ambien dan emisi cerobong berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kabupaten Tangerang periode 2012-2013.
4. Data meteorologi berupa arah dan kecepatan angin harian dari Stasiun Curug Budiarto Tangerang.
5. Data keluaran hasil Chimere Model berupa data konsentrasi gas SO2 dan NO2 perjam selama 28 Juli 2013- 2 Agustus 2013 serta data deposisi asam per 12 jam selama 28 Juli 2013- 2 Agustus 2013 di wilayah Tangerang dan sekitarnya.
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah seperangkat computer yang dilengkapi dengan software (perangkat lunak) Chimere, WR Plot, GrADS, ArcGIS 10, Microsoft Office 2007, dan Microsoft Excel 2007.
Prosedur Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengolahan data Chimere model, visualisasi data, dan pendugaan tingkat keasaman (pH) air hujan.
Pengolahan dalamChimere Model
Chimere Model merupakan suatu program pemodelan dispersi yang dikembangkan oleh institusi seperti IPSL/LISA/INERIS. Model ini memerlukan masukan berupa data meteorologi dan konsentrasi emisi gas secara global. Data meteorologi didapatkan dari hasil keluaran program Mesoscale Model (MM5)
sedangkan untuk data chemistry dapat diunduh dalam
11 wilayah kajian ditentukan dengan memasukkan koordinat. Pengukuran dilakukan dari t (time)=1 sampai dengan t=121 atau selama 5 hari. Runningchimere-domain.shp untuk membuat data landuse masuk dalam grid domain yang telah dibuat dan hasil dari nilai emisi maupun deposisi akan dapat terhitung dalam program sebagai output. Keluaran output dalam bentuk ctl.
VisualisasiOutputChimere Model
Format data hasil keluaran model ini adalah file net cdf dengan ekstensi .nc yang berisi nilai konsentrasi udara ambien gas antropogenik dan nilai deposisi. Tools yang digunakan untuk menampilkan hasil model ini adalah GrADS. GrADS dapat menunjukkan hasil data berupa gambar yang disertai warna dan skala bar.
Persamaan yang digunakan dalam analisa tingkat keasaman (pH)
Tingkat keasaman air hujan dalam hal ini diduga berdasar data deposisi yang didapatkan dari program Chimere, yang berupa fluks deposisi. Maka untuk menghitung pH diperlukan konversi dari fluks menjadi konsentrasi. Tahapan pendugaan pH adalah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai konsentrasi terlarut (C) (Erisman 1943) Vd (z) = F/ C(z)
Cz = F/Vd(z) Keterangan:
Vd(z) = kecepatan deposisi (cm s-1)
F = Fluks (gr cm-2 s-1 ) dalam rata-rata per12 jam
C(z) = Konsentrasi gas terlarut (μg cm-2 )
Satuan konsentrasi gas dalam ppm dikalikan dengan tekanan atmosfer sebesar 1 atm sehingga mendapatkan nilai tekanan sebesar pSO2. Selanjutnya ditentukan nilai konsentrasi gas SO2 yang telah mengalami oksidasi sempurna menjadi asam (H2SO4) berdasar persamaan 36:
12
2. Menentukan pH pH = -log [HSO3-] pH = -log [H+]
Secara keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3
Gambar 3 Diagram tahapan penelitian
Mulai
Chimere Model
Data emisi global
Data meteorologi
output MM5 Model
Konsentrasi ambien gas
SO2dan NO2
Fluks
deposisi gas
SO2dan NO2
Visualisasi sebaran dengan
GRADS
Penentuan pH dengan Rumus
Henry
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Iklim Wilayah Kajian
Curah Hujan
Berdasarkan data Stasiun Meteorologi Curug Budiarto tahun 2009 - 2013 CH yang terjadi di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya tinggi dengan rata-rata CH tahunan sebesar 2294 mm, dengan CH maksimum pada bulan Januari sebesar 302.4 mm dan CH minimum pada bulan September sebesar 122.8 mm (Gambar 4). CH pada tanggal pengamatan cukup rendah, yaitu untuk lima hari tercatat CH tertinggi ada di hari ketiga pengamatan sebesar 62.4 mm dan minimum CH yang terukur di hari ke lima sebesar 1.3 mm (BMKG 2013).
Gambar 4 Curah hujan bulanan rata-rata wilayah kajian tahun 2009-2013
Periode musim hujan yang terjadi di kabupaten Tangerang dimulai dari bulan Oktober sampai dengan Maret yang ditandai dengan meningkatnya jumlah kejadian hujan dalam satu bulan. Sedangkan memasuki musim kemarau dimulai masa transisi pada bulan April lalu Mei hingga September yang ditandai dengan mulai menurunnya CH .Musim kemarau mencapai puncak di bulan Agustus dengan nilai rata-rata CH sebesar 103.62 mm dan periode penelitian diambil pada bulan tersebut.
Arah dan Kecepatan Angin
Berdasar analisis data angin harian menggunakan WR Plot kecepatan paling tinggi sebesar 15 m s-1. Secara keseluruhan arah dominan di wilayah Tangerang adalah angin Barat yaitu bergerak dari arah Barat ke Timur sebesar 20%, sisanya arah angin menyebar ke 7 penjuru lain (Gambar 5). Dominasi angin Barat sangat jelas pada musim hujan. Kecepatan angin pada musim kemarau (Gambar 5a) paling tinggi sebesar 9.7 m s-1. Sedangkan pada musim hujan (Gambar 5b) kecepatan tertinggi sebesar 11.5 m s-1 hampir mencapai 50% kejadian.
14
Gambar 5 Kecepatan dan arah angin wilayah kajian menggunakan WindRose (WRPlot) ; (a). musim kemarau dan (b). musim hujan
Sebaran Konsentrasi SO2 dan NO2 Hasil Chimere Model
Sebaran Konsentrasi SO2
Berdasar keseluruhan hasil analisa, konsentrasi gas SO2 di hari ke lima (Kamis 1 Agustus 2013) merupakan konsentrasi gas SO2 tertinggi jika dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya yaitu mencapai 27.5 μgm-3 di kondisi sore hari (t109) di wilayah Kota Tangerang (Gambar 6)
15
μgm-3 pada semua hari pengamatan. Walaupun pada kenyataannya jumlah sumber emisi di Kabupaten Tangerang lebih banyak dibandingkan dengan Kota Tangerang. Sehubungan dengan kecepatan dan arah dominan ke arah Timur, maka pencemar dari wilayah kabupaten turut terbawa ke wilayah kotamadya (Gambar 6), sehingga menyebabkan potensi penumpukan pencemar di sekitar Kota Tangerang.
Suhu udara juga mempengaruhi, suhu yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi semakin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara mampat sehingga konsentrasi pencemar di udara akan semakin tinggi.Dengan demikian maka potensi penumpukan pencemar cukup besar di Kota Tangerang. Hasil seluruh keluaran Chimere dapat dilihat dalam Lampiran 1.
Secara temporal, fluktuasi konsentrasi udara ambien gas SO2 selama lima hari pengamatan ditunjukkan pada Gambar 7, tampak adanya pola peningkatan di sore hari, dan penurunan di malam hari. Rata-rata konsentrasi maksimum di sore
hari sebesar 16.5 μg m-3. Sedangkan ketika memasuki malam hari, rata-rata konsentrasi maksimum emisi gas SO2kembali menurun menjadi 13.5 μg m-3
Gambar 7 Fluktuasi konsentrasi maksimum SO2 selama periode pengamatan Berdasarkan Gambar 7, terlihat nilai konsentrasi gas SO2 yang berfluktuasi setiap hari, rendah di pagi dan siang hari kemudian mengalami kenaikan ketika masuk sore hari dan menurun kembali ketika malam hari walau jumlah penurunan tidak begitu besar dibanding kenaikan yang terjadi dari waktu siang ke sore hari. Terdapat dua hari yang tidak sesuai dengan pola yang telah dijelaskan, yaitu pada hari ke-1 dan hari ke-3. Kondisi hari ke-1 untuk pagi menuju siang hari konsentrasi maksimum SO2 mengalami penaikan sebesar 2.5 μg m-3. Sedangkan di hari ke-3 konsentrasi maksimum SO2 di pagi menuju siang hari mengalami
penurunan sebesar 2.5 μg m-3
. Tetapi pada sore menuju malam hari nilai
konsentrasi stabil, sebesar 15 μg m-3
di hari ke-1 dan sebesar 7.5 μg m-3 di hari ke-3. Jika dilihat nilai konsentrasi maksimum di setiap harinya secara berturut-turut dari hari ke-1 sampai hari ke-5 adalah sebesar 15 μg m-3 di sore dan malam
16
Nilai tertinggi dari konsentrasi maksimum SO2 adalah sebesar 27.5 μg m-3, nilai ini menjelaskan kondisi di wilayah kajian pun masih dalam keadaan cukup aman. Nilai konsentrasi ini masih jauh di bawah nilai Baku Mutu SO2 di udara yang sebesar 60 μg m-3dalam 1 tahun pengukuran. Sebesar 365 μg m-3 SO2 dalam 24 jam pengukuran dan sebesar 900 μg m-3 SO2 dalam 1 jam pengukuran (PP No 41 tahun 1999). Namun demikian apabila terjadi akumulasi tetap dapat mengancam kesehatan.
Sebaran Konsentrasi NO2
Sebaran konsentrasi NO2 di wilayah kajian secara tidak langsung dipengaruhi oleh banyaknya jumlah kendaraan transportasi yang melintas di sepanjang Kabupaten Tangerang sampai dengan Kota Tangerang. Secara spasial sebaran konsentrasi NO2 juga tertinggi di sekitar Kota Tangerang, namun lebih melebar dari arah Kabupaten Tangerang (Pasar Kemis), Kota Tangerang, bahkan mencapai Kota Tangerang Selatan. Sebaran ini sesuai dengan pola angin pada saat itu yang bergerak menuju arah Selatan Kabupaten Tangerang. (Gambar 8).
Gambar 8 Kondisi tertinggi sebaran konsentrasi emisi NO2dan pola angin
Nilai konsentrasi maksimum sebesar 60 μgm-3
menyebar di sekitar wilayah Pasar Kemis dan Kota Tangerang Selatan. Nilai maksimum ini terukur pada t97 atau pada waktu pagi hari. Sedangkan untuk nilai konsentrasi di sebagian Kabupaten Tangerang lainnya lebih rendah. Konsentrasi tinggi ada di bagian Timur dan Tenggara Kabupaten Tangerang, Selain dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin, sebaran konsnetrasi gas NO2 juga dipengaruhi oleh kendaraan yang melintas di daerah tersebut. Perubahan kondisi nilai konsentrasi maksimum di wilayah kajian untuk beberapa kondisi dapat dilihat pada Lampiran 2.
17 tersebut berhubungan dengan jumlah sumber pencemar berupa kepadatan transportasi.
Gambar 9 Fluktuasi konsentrasi maksimum NO2 selama periode pengamatan Tingginya konsentrasi maksimum NO2 ada di hari ke-5 yaitu di waktu
pagi hari sebesar 60 μg m-3. Sedangkan konsentrasi maksimum yang paling rendah ada di hari ke-4 pada waktu sore hari sebesar 10 μg m-3. Jika dilihat pada pola fluktuasi di atas, tingginya konsentrasi di malam hari pada hari 1 mempengaruhi tingginya konsentrasi pagi hari di hari 2, begitu pula dengan pengaruh konsentrasi malam hari di hari-hari selanjutnya. Nilai konsentrasi tertinggi di setiap hari secara berturut-turut dari hari ke-1 sampai dengan hari ke-5
adalah sebesar 30 μg m-3di malam hari, 30 μg m-3di pagi hari, 25μg m-3 di malam
hari, 40 μg m-3di pagi hari, dan 60 μg m-3 di pagi hari.
Konsentrasi maksimum tertinggi di wilayah kajian masih dalam keadaan cukup aman, karena nilai konsentrasi gas ini masih jauh dari nilai Baku Mutu udara ambien yang diberlakukan oleh pemerintah dalam PP No 41 tahun 1999, baku mutu untuk konsentrasi NO2 di udara adalah 100 μg m-3 dalam 1 tahun pengukuran. Sebesar 150 μg m-3NO2 dalam 24 jam pengukuran dan sebesar 400
μg m-3
NO2 dalam 1 jam pengukuran.
Perbandingan Sebaran Konsentrasi SO2 dan NO2
Sebaran konsentrasi SO2 dan NO2 secara spasial memiliki perbedaan. Penyebaran kedua gas ini dipengaruhi oleh arah dan kecepatan angin serta jumlah sumber emisi di wilayah kajian. Namun yang membedakan adalah jenis sumber emisi SO2 berasal mayoritas dari industri sedangkan NO2 berasal dari transportasi. Hal ini dapat dilihat dari pola konsentrasi NO2 lebih menyebar horizontal yang dapat dipengaruhi oleh mobilitas transportasi sedangkan SO2 lebih terpusat di titik-titik tempat kumpulan sumber emisi industri yang relatif tetap. Sebagai contoh pola sebaran SO2 dan NO2 pada hari kelima dapat dilihat pada Gambar 10 dan 11.
Berdasar Gambar 10 dan 11 tampak bahwa pusat konsentrasi tertinggi untuk SO2 berada di daerah Kota Tangerang. Sedangkan untuk NO2 konsentrasi
18
maksimum memanjang dari sekitar Pasar Kemis hingga Kota Tangerang Selatan. Wilayah ini merupakan wilayah yang padat dengan transportasi.
Gambar 10 dan 11 juga menunjukkan perbedaan konsentrasi maksimum secara temporal. Fluktuasi nilai konsentrasi kedua pencemar dapat dilihat pada Gambar 12. Berdasarkan gambar tersebut nilai konsentrasi NO2 cenderung meningkat saat perubahan waktu dari malam ke pagi hari dan mencapai konsentrasi maksimum saat pagi hari. Sedangkan pada saat yang bersamaan konsentrasi SO2 cenderung menurun. Sebaliknya konsentrasi NO2 cenderung menurun saat perubahan waktu dari siang ke sore hari dan mencapai konsentrasi minimum saat sore hari. Sedangkan SO2akan cenderung meningkat pada periode waktu tersebut.
Konsentrasi SO2 yang rendah di pagi hari disebabkan karena keadaan atmosfer yang masih stabil serta aktivitas industri yang cukup rendah. Sedangkan konsentrasi NO2 tinggi akibat aktivitas transportasi yang tinggi bertepatan dengan dimulainya aktivitas masyarakat. Hal ini pun diperburuk dengan kondisi atmosfer di pagi hari yang masih cenderung stabil. Kestabilan ini menyebabkan penyebaran polutan tidak terjadi dengan baik padahal jumlah emisi terus bertambah, sehingga menghasilkan kondisi atmosfer yang kurang baik. seperti halnya pada kondisi pagi hari yang menjadi kondisi masksimum di hari itu. Berkurangnya konsentrasi NO2 pada siang hari lebih banyak disebabkan oleh faktor penyinaran matahari, dimana terjadi gerakan konvektif yang menyebabkan konsentrasi NO2 mulai tersebar secara vertikal. Pada sore hari menjelang malam, konsentrasi SO2 meningkat di dorong oleh akumulasi emisi siang hari dan bertambahnya sumber SO2 dari kendaraan berat seperti truk-truk besar yang mengangkut barang. Pada saat yang bersamaan konsentrasi NO2 cenderung turun karena aktivitas transportasi (terutama kendaraan pribadi dan angkutan umum) juga menurun. Kondisi stabilitas atmosfer yang cenderung tidak stabil pada siang hari mengakibatkan pengenceran pencemar sehingga konsentrasi SO2 menurun. Sedangkan untuk NO2 peningkatan suhu udara mempengaruhi tingginya konsentrasi pada siang hari. Hal ini sesuai dengan Gotoh (1993), yang menyebutkan suhu atmosfer yang tinggi berkorelasi kuat dengan konsentrasi NO2 yang tinggi.
19
Gambar 10 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi SO2 (μg m-3) di wilayah kajian
Gambar 11 Kondisi hari kelima sebaran konsentrasi NO2 (μg m-3) di wilayah kajian
20
Sebaran Deposisi Asam dan Potensi Keasaman Air Hujan
Sebaran Deposisi Asam
Hasil yang dikeluarkan oleh model Chimere ini berupa nilai fluks dalam satuan molekul cm-2 s-1. Gambar 13, 14, dan 15 menunjukkan akumulasi fluks deposisi asam baik oleh NO2 maupun SO2 selama lima hari di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya. Besarnya deposisi asam yang terjadi di wilayah kajian menunjukkan kontribusi deposisi kering NO2 yang paling tinggi, yaitu mencapai 2.3 x 1015 molekul cm-2 s-1.
Nilai maksimum deposisi kering NO2 dan deposisi kering maupun basah SO2 terlihat berada di beberapa wilayah Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Terlihat di Gambar 3, penyebaran deposisi kering NO2 lebih menyebar luas jika dibandingkan dengan kondisi deposisi kering atau deposisi basah SO2. NO2 berkaitan erat dengan sumber transportasi atau sumber bergerak yang keberadaannya sangat menyebar sehingga mobilitasnya mempengaruhi sebaran deposisinya. Sedangkan SO2 mayoritas berasal dari sumber industri atau sumber yang bersifat diam, sehingga pola deposisinya cenderung lokal.
Nilai maksimum deposisi kering NO2 terpantau di daerah Rajeg, Sindang Jaya, Sepatan, Pasar Kemis, hingga Kota Tangerang dengan nilai maksimum konsentrasi sebesar 2.3 x 1015 molekul cm-2 s-1. Sedangkan nilai deposisi kering NO2 minimum beberapa di beberapa daerah Kabupaten Tangerang seperti di Mekar Baru dan Gunung Kaler dan sebgaian besar di luar wilayah Kabupaten Tangerang.
21
Gambar 14 Sebaran deposisi kering SO2 di Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
22
Tabel 2 menunjukkan fluks deposisi rata-rata di wilayah kajian selama 5 hari pengamatan. Rata - rata fluks deposisi kering NO2 selama lima hari pengamatan sebesar 5.3525 x 1015 molekul cm-2 s-1dan SO2 sebesar 3.7573 x 1015 molekul cm-2 s-1. Sedangkan nilai rata - rata fluks deposisi basah NO2 sebesar 0 molekul cm-2 s-1 dan SO2 sebesar 4.8553 x 1010molekul cm-2 s-1. Nilaifluks deposisi kering NO2mencapai 0 salah satunya karena selama lima hari pengamatan gas NO2 lebih banyak terdeposisi dalam kondisi kering sehingga nilai untuk deposisi basah yang terukur sangatlah kecil, sehingga model tidak dapat mendeteksi nilai deposisi basah tersebut.
Tabel 2. Rata-Rata Fluks DeposisiNO2 dan SO2 (molekul cm-2 s-1) Wilayah Kajian Hasil Chimere Model
Hari
Fluks (molekul cm-2 s-1)
Deposisi Kering Deposisi Basah
NO2 SO2 NO2 SO2
Hari 1 1.0078 x1015 3.4143x1014 0 3.0964 x1010
3.0716 x1015 1.7757 x1015 0 3.4117 x1010
Hari 2 3.7726 x1015 2.7895 x1015 0 4.1019 x1010
4.4997 x1015 3.2661 x1015 0 5.7092 x1010
Hari 3 5.2560 x1015 3.3832 x1015 0 3.8013 x1010
6.2049 x1015 4.3121 x1015 0 5.7094 x1010
Hari 4 6.2051 x1015 4.3202 x1015 0 5.7094 x1010
6.7750 x1015 4.9236 x1015 0 5.7094 x1010
Hari 5 8.0135 x1015 5.7636 x1015 0 5.7094 x1010
8.7191 x1015 6.6978 x1015 0 5.5952 x1010 Rata-rata 5.3525 x1015 3.7573 x1015 0 4.8553 x1010
Jika dilihat dari perbandingan rata-rata fluks kedua gas ini, fluks deposisi NO2 lebih besar dibandingkan nilai fluks deposisi SO2. Salah satu penyebabnya adalah sumber emisi NO2 selain dari transportasi sebagai sumber utama, juga bisa dari sumber industri dan reaksi sekunder di atmosfer. Sedangkan kontribusi SO2 sumbernya lebih spesifik yaitu emisi industri dan sebagian dari sumber transportasi tertentu seperti truk dan bus serta kendaraan berat lain yang umumnya digunakan di kawasan industri.
Hasil Pendugaan pH air hujan berdasar deposisibasah SO2 (wet deposition)
23 Tabel 3. Nilai konsentrasi (C) SO2dan pH di lima hari pengukuran
Hari Konsentrasi (ugm-3) pH
Gambar 16 Tingkat keasaman(pH) air hujan di wilayah kajian dalam lima hari pengukuran
24
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil analisis menggunakan Chimere menunjukkan nilai konsentrasi maksimum di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya adalah SO2 sebesar 27.5 ugm-3dan NO2 adalah 60 ugm-3. Nilai konsentrasi maksimum berada di wilayah Kota Tangerang. Faktor yang mempengaruhinya adalah arah angin yang membawa kedua partikel tersebut ke arah Timur (Kota Tangerang). Secara umum kondisi di lingkungan Tangerang dan sekitarnya masih dalam keadaan cukup aman, karena nilai konsentrasi kedua gas ini dalam udara ambien masih jauh dari standar polutan udara ambien yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu PP No 41 tahun 1999, baku mutu untuk konsentrasi SO2 di udara adalah 60 μg m-3 per 1 tahun pengukuran dan baku mutu untuk konsentrasi NO2 di udara adalah 100 μg m-3.Rata- rata fluks deposisi kering NO2 selama lima hari pengamatan sebesar 5.3525 x 1015 molekul cm-2 s-1dan SO2 sebesar 3.7573 x 1015 molekul cm-2 s-1. Sedangkan nilai rata-rara fluks deposisi basah NO2 sebesar 0 molekul cm-2 s-1 dan SO2 sebesar 4.8553 x 1010molekul cm-2 s-1. Rata-rata pH yang terhitung di kawasan kajian sebesar 4.6 untuk lima hari pengukuran. Hal ini menjelaskan bahwa wilayah Tangerang memilikipotensi mengalami hujan asam.
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Aly MO, Faust DO. 1981. Chemistry of Natural Water. Michigan. Ann Arbor Science Publisher Inc/The Butter Group.
[BAPEDAL] Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1999. Peraturan Pemerintah RI No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2014. Laporan Kualitas
Udara. Jakarta (ID). BMKG
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Tangerang dalam Angka 2013. Tangerang (ID). BPS
Brimblecombe P. 1949. Air composition and chemistry. Australia: Press Syndicate of The Cambridge The Pitt Building, Trumpington Strees, Cambridge CB21RP.
Erisman JW, Baldocchi D. 1994. Modelling dry deposition of SO2. Tellus 46B:159-171.
Fardiaz. 1992.Polusi Air dan Udara. Yogyakarta:Kanisius.
Hafsari A. 2000. Distribusi spasial dan temporal hujan asam di Bogor dan sekitarnya. Skripsi. Jurusan Jurusan Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB, Bogor.
Gotoh T. 1993. Relation between heat islands and NOx pollution in some Japanese cities. Atmospheric Environment. 27B(1) :121-128.
Graham, Trotman. 1983. Acid rain – A review of the phenomenon in the EEC & Europe, Environmental Resources LtdRead more: http://www.lenntech.com/acid-deposition.htm#ixzz3M7rdqSwU Haines TA. 1982. Symposium by US Fish & Wildlife Service. Canadian Dept of
Fisheries and Ocean. USA: American Fisheries Society.
Hasketh. HE. 1974. Understanding and Controling Air Pollution. Michigan:Ann Arbor Science Publ. Inc
Hanik Z. 1999. Model difusi penyebaran SO2 untuk daerah urban dengan menggunakan perangkat lunak Delphi (studi kasus Kotamadya Bandung). Disertasi Pasca Sarjana Departemen Geofisika dan Meteorologi. Bandung.ITB.
Kennedy IR. 1986. Acid Soil and Acid Rain. The Impact on the Environment of Nitrogen and Sulphur Cycling. New York : Reasearch Studies Press Ltd. John Wiley and Sons Inc.
Kurniawan A. 2011. Pembuatan model sederhana pengaruh gas CO2, SO2, dan NO2 terhadap tingkat keasaman air hujan. Stasiun Pemantau Atmosfer Global Bukit Kototabang BMKG. Hal: 45-46.
Lutgens FK, Tarbuck EJ. 1982. The Atmosphere. An Introduction to Meteorology. 2nd edition. Prentice-Hall. Inc, Englewood Cliffs. New Jersey.
Manahan S. 2005. Environment Chemistry. Boca Raton: Lewis Publ.
Miller GT. 1992. Environmental Science. Sustaining the Earth. 4th edition. California. Wadsworth Publishing Company Belmont.
26
Naihabo M, Kumalawati R. 1998. Analisis hujan asam di Indonesia dan mekanisme pembentukannya. Bull. Meteorologi. 3: 39-43.
Prawirowardoyo. 1996. Meteorologi. Bandung: ITB Bandung.
Pitts Jr. JN, Finlayson BJ. 1986. Atmospheric Chemistry: Fundamentals and Experimental Techniques. Wiley. New York.
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung. ITB.
Stahler AN. 1975. Environmental Geoscience. John Wiley & Son N.Y.
Sutamihardja RTM. 1981. Masalah kualitas dan pencemaran udara di Indonesia. Kumpulan Bahan Kuliah Bagian II. Training Analisa Dampak Lingkungan. Hasil Kerjasama PPLH-UNDP-Pusdi-PSL. IPB. Bogor. Tolgyessy J. 1993. Studies in Environmental Science, Chemiistry and Biology of
Water, Air, and Soil. Environmental Aspects.Elsevier.
Vesilind PA, Pierce JJ, Weiner RF. 1990. Environmental Engineering.3nd edition. Heinemann. Butterworth.
27 Lampiran 1 Sebaran konsentrasi gas SO2 (ugm-3) hasil output Chimere
Hari Pertama
28
Lampiran 1 lanjutan Hari Ketiga
29 Lampiran 1 lanjutan
30
Lampiran 2 Sebaran konsentrasi gas NO2 (ugm-3) hasil output Chimere Hari Pertama
31 Lampiran 2 lanjutan
Hari Ketiga
32
33 Lampiran 3 Contoh perhitungan menentukan pH air hujan
Perulangan ke-1
• Menentukan nilai konsentrasi terlarut (C) (Erisman 1943) Vd (z) = F/ C(z)
Keterangan:
Vd(z)= kecepatan deposisi (cm s-1) (0.8cm s-1 untuk permukaan bumi) F = Fluks (gr cm-2)
C(z) = Konsentrasi gas terlarut (ugm-3) Cz = F/Vd(z)
• Mengubah menjadi ppm
μg/m3
• Mengubah ke atm (tekanan atmosfer sebesar 1 atm) = 0.0157 x 10-6
= 1.5752 x 10-9
• Menentukan nilai [H+]
Lampiran 4 Hasil perhitungan pH di lima hari pada setiap perulangan
Hari Ulangan Rata-rata
Konsentrasi (g cm-2)
C (μg cm-2) C ( ugm-3) ppm atm [H+] pH
Minggu, 28 Juli 2013 1 3.2919x10-12 4.1148x10-12 4.1148 0.0016 1.5752x10-9 2.1432x10-5 4.7 2 3.6199x10-12 4.5248 x10-12 4.5248 0.0017 1.7321 x10-9 2.2474x10-5 4.6 Senin, 29 Juli 2013 3 3.6272x10-12 4.5339 x10-12 4.5339 0.0017 1.7356 x10-9 2.2497x10-5 4.6 4 4.3608x10-12 5.4510 x10-12 5.4510 0.0020 2.0867 x10-9 2.4668 x10-5 4.5 Selasa, 30 Juli 2013 5 3.6199x10-12 4.5248 x10-12 4.5248 0.0017 1.7321x10-9 2.2474 x10-5 4.6 6 3.6272x10-12 4.5339 x10-12 4.5339 0.0017 1.7356x10-9 2.2497 x10-5 4.6 Rabu, 31 Juli 2013 7 4.3608x10-12 5.4510 x10-12 5.4510 0.0020 2.0867x10-9 2.4668 x10-5 4.6 8 6.1964x10-12 7.7454 x10-12 7.7454 0.0029 2.9650x10-9 2.9404 x10-5 4.5 Kamis,1Agustus 2013 9 6.0698x10-12 7.4872 x10-12 7.5872 0.0029 2.9650x10-9 2.9102 x10-5 4.5 10 6.0698x10-12 7.5872 x10-12 7.5872 0.0029 2.9045x10-9 2.9102 x10-5 4.5
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor, 14 Desember 1991. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan Sentot Kaerun dan Sri Murtasih dan memiliki seorang kakak perempuan bernama Eka Kaeruni Asih. Setelah lulus dari SMA Negeri 2 Bogor, penulis melanjutkan studi di Departemen Geofisika dan Meteorologi Terapan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di Institu Pertanian Bogor penulis mengikuti berbagai aktivitas akademik dan non akademik. Pernah mengikuti beberapa seminar dan pelatihan terkait bidang studi salah satunya dalam pelatihan ArcGIS di Departemen GFM. Pada tahun 2012, bergabung disuatu Lembaga Dakwah Fakultas FMIPA yaitu SERUM G sebagai HRD SERUM G Periode 2012-2013. Pada tahun yang sama penulis menjalani magang di BMKG Dramaga selama satu bulan. Selama menjalani kegiatan organisasi, penulis juga berkontribusi dalam beberapa kegiatan kepanitiaan diantaranya MPKMB 48, MPF 48, MPD 48, Event Nasional Festival Ilmuan Muslim. Dalam pelaksanaan tugas akhir, penulis melakukan kegiatan lapang di Kabupaten Tangerang seperti mengukur konsentrasi emisi yang dikeuarkan oleh industri juga memfokuskan belajar software Chimere Model di UPT-Hujan Buatan.