• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Lek, Perilaku Harian, Dan Karakteristik Habitat Burung Hibrida Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea Apoda) X Cendrawasih Raggiana (Paradisaea Raggiana) Di Taman Nasional Wasur Merauke, Papua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Lek, Perilaku Harian, Dan Karakteristik Habitat Burung Hibrida Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea Apoda) X Cendrawasih Raggiana (Paradisaea Raggiana) Di Taman Nasional Wasur Merauke, Papua"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU LEK, PERILAKU HARIAN, DAN KARAKTERISTIK HABITAT

BURUNG HIBRIDA CENDRAWASIH KUNING BESAR (Paradisaea apoda) x

CENDRAWASIH RAGGIANA (Paradisaea raggiana) DI TAMAN

NASIONAL WASUR MERAUKE, PAPUA

DEWI PRAMITHA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Perilaku Lek, Perilaku Harian, dan Karakteristik Habitat Burung Hibrida Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) x Cendrawasih Raggiana (Paradisaea raggiana) di Taman Nasional Wasur Merauke, Papua adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Dewi Pramitha Sari

(4)

RINGKASAN

DEWI PRAMITHA SARI. Perilaku Lek, Perilaku Harian, dan Karakteristik Habitat Burung Hibrida Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) x Cendrawasih Raggiana (Paradisaea raggiana) di Taman Nasional Wasur Merauke, Papua. Dibimbing oleh DYAH PERWITASARI dan YENI ARYATI MULYANI.

Burung cendrawasih tersebar di Indonesia bagian timur yaitu Kepulauan Aru, Pulau Papua dan Australia. Cendrawasih (Famili Paradisaeidae) dari genus

Paradisaea sangat dikagumi karena memiliki bulu yang indah dan perilaku lek

ketika musim kawin. Cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda) tersebar di bagian timur Pulau Papua termasuk Taman Nasional Wasur, Indonesia. Ccendrawasih raggiana (Paradisaea raggiana) merupakan burung endemik di Papua Nugini, persebarannya sekitar 50 km ke arah Barat dari perbatasan Republik Indonesia). Dengan demikian terdapat sebaran yang saling tumpang tindih antara P. apoda dan P. raggiana. Di Taman Nasional Wasur terdapat hibrida antara P. apoda dan P. raggiana, tetapi tidak ada informasi mengenai perilaku lek, perilaku harian, dan habitat burung hibrida. Tujuan dari studi ini untuk mendeskripsikan perilaku harian, perilaku lek, dan karakteristik habitat burung hibrida cendrawasih kuning besar (P. apoda) x cendrawasih raggiana (P. raggiana) di dua habitat yang berbeda yaitu hutan primer dan kebun.

Perilaku yang diamati adalah perilaku harian dan perilaku lek. Perilaku harian meliputi penggunaan ruang, perawatan tubuh, gerak pindah, istirahat, dan makan. Perilaku lek yang diamati meliputi wing pose, pump, bow, dance dan

mounting. Metode yang digunakan dalam mendapatkan data perilaku yaitu focal animal sampling dan Ad-libitum sampling. Pengamatan dilakukan mulai 9 September sampai 24 Oktober 2013. Pengamatan dimulai pukul 05.00 sampai 17.00 WIT (secara terus menerus). Total jam pengamatan yaitu 455 jam terdiri atas 275 jam di habitat hutan primer dan 180 jam di habitat kebun. Parameter habitat lek cendrawasih hibrida yang diukur meliputi: panjang dan diameter dahan, jumlah dahan utama, sudut dahan, arah dahan lek, tinggi pohon keseluruhan dan tinggi pohon dari permukaan tanah ke dahan yang sering digunakan untuk perilaku lek. Pengambilan data kondisi vegetasi menggunakan metode kuadrat, sedangkan penentuan contoh dilakukan secara purposive. Data iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban, arah mata angin, tekanan udara, lama penyinaran matahari, kecepatan angin) diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Merauke. Perbedaan perilaku pada kedua habitat dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U.

(5)

(9%), tidur (1%) dan perilaku lek (0%). Perilaku lek di habitat hutan primer sering dilakukan pada pukul 08.00 sampai 13.00 dan pada habitat kebun hanya dilakukan dari pukul 08.00 sampai 10.00 WIT. Perilaku lek burung hibrida merupakan perpaduan “mixed leks” antara cendrawasih kuning besar (P. apoda) dan cendrawasih raggiana (P. raggiana). Pohon yang digunakan untuk lek pada dua habitat sama yaitu memiliki karakteristik: pohon tinggi, memiliki diameter batang yang besar, daun lebar, dahan horizontal dan arah dahan menghadap ke barat daya dan timur laut. Tumbuhan yang digunakan untuk lek dan mencari makan diantaranya Mangifera gedebe, Ficus nodosa, Rhodamnia sp., Ficus nodosa, and Ficus sp.

(6)

SUMMARY

because they have beautiful feathers and exhibit lek behaviour during the mating season. Greater Bird of Paradise (Paradisaea apoda) that occurs in east Papua Island inclding in Wasur National Park. While, Raggiana Bird of Paradise (Paradisaea raggiana) is an endemic bird to Papua New Guinea, distribute approximately 50 km to west from Indonesian Republic borders. There are overlapping distribution between P. apoda and P. raggiana. Wasur National Park showed that there was a suspected hybrid bird of paradise between P. apoda and P. raggiana , but no information about lek behavior, daily behavior, and habitat characteristics. Lek behaviour of hybrid birds is poorly known. This study aimed to describe lek behaviour, daily behavior, and habitat characteristic in hybrid Gretaer Bird of Paradise (P. apoda ) x Raggiana Bird of Paradise(P. raggiana) in two contrasting habitat are primary forest and garden.

The observed is a lek behavior and daily behavior. Lek behavior was observed wing pose, pump, bow, dance, and mounting. Daily behavior include the use of rooms, preening, locomotion, sleeping, and feeding. Focal animal and ad libitum sampling methods were used to collect data on daily behavior and lek behavior. Field work was done from 9 September to 24 October 2013. The observations were conducted from 05:00 continuously until 17:00. Total of 455 hours of observation at primary forest habitat for 275 hours and garden habitat for 180 hours. Identification habitat include: measurement of the length and diameter of branches, number of primary branches, branch angle, direction of branches, total tree height and tree height from ground level to the branch that is often used to lek. Vegetation condition data retrieval using squares method and data retrieval with purposive sampling. Climate data (rainfall, air temperature, humidity, wind direction, barometric pressure, solar radiation, wind speed) Obtained from Meteorology Climatology and Geophysics Council (BMKG) Merauke. Behavioral differences in both habitats were analyzed using the Mann-Whitney U test.

There are slight differences in frequency, duration, and timing of lek behavior between primary forest and garden showed, although Mann-Whitney U

(7)

behaviour in garden habitat was done at 08:00 to 10:00 and in tropical forest always does at 08:00-1:00 Lek behaviour of hybrid Greater Bird of Paradise (P. apoda) x Raggiana Bird of Paradise (P. raggiana) was “mixed leks” from the two

parents. Trees used for lek in two habitat that same has characteristics: tall trees, has a large stem diameter, leaf width, horizontal branches and branches facing toward the southwest and northeast. The plants which area used to lek in two habitat and foraging area similar others Mangifera gedebe, Ficus nodosa, Rhodamnia sp., Ficus nodosa, and Ficus sp.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biosains Hewan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

DEWI PRAMITHA SARI

PERILAKU LEK, PERILAKU HARIAN, DAN KARAKTERISTIK HABITAT

BURUNG HIBRIDA CENDRAWASIH KUNING BESAR (Paradisaea apoda) x

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam rangkaian penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini yaitu perilaku dan habitat, dengan judul Perilaku Lek, Perilaku Harian, dan Karakteristik Habitat Burung Hibrida Cendrawasih Kuning Besar (Paradisaea apoda) x Cendrawasih Raggiana (Paradisaea raggiana) di Taman Nasional Wasur Merauke, Papua.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir R.R. Dyah Perwitasari, MSc dan Dr Ir Yeni Aryati Mulyani MSc selaku pembimbing, serta Dr. S. (Bas) van Balen selaku penguji luar komisi ujian tesis yang telah memberikan saran dan masukan. Terima kasih kepada Dr. Bruce M Beehler, Dr. Richard Noske, Dr. Colin R Trainor, dan Dr. Edwin Scholes yang telah memberikan masukan serta informasi tentang cendrawasih hibrida. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) yang telah memberikan Beasiswa Unggulan (BU), segenap petugas Taman Nasional Wasur Merauke, Kepala Kampung Rawa Biru Merauke, Ketua RT dan warga Kampung Yakyu, dan Kepala Badan Meteologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Merauke. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah dan Ibu tercinta, Mama dan Papa terkasih, suamiku tercinta Muhammad Hery Khomsun dan anakku tersayang Akhtar Haidar Syahmi, teman-teman serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Identifikasi Burung Cendrawasih 5

Pengamatan Perilaku 5

Identifikasi Habitat 8 Parameter Lingkungan 9 Alat 9 Analisis Data 9 3 HASIL 11 Deskripsi Morfologi Cendrawasih Hibrida 11

Postur Display Cendrawasih Hibrida 12

Perilaku Lek Cendrawasih Hibrida 16

Perilaku Harian Cendrawasih Hibrida 17

Habitat Cendrawasih Hibrida 19

Iklim Merauke Tahun 2013 32

4 PEMBAHASAN 33

Morfologi Cendrawasih Hibrida 33

Perilaku Lek dan Perilaku harian Cendrawasih Hibrida 37

Karakteristik Pohon Lek Cendrawasih Hibrida 42

Habitat Cendrawasih Hibrida 42

5 SIMPULAN DAN SARAN 44

Simpulan 44

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45

(14)

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan deskripsi perilaku harian burung cendrawasih kuning kecil

(Paradisaea minor) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) 6 2 Deskripsi perilaku lek burung cendrawasih kuning besar

(Paradisaea apoda) 7

3 Karakteristik pohon lek pada dua habitat 19

4 Jarak terdekat pohon dengan pohon lek pada dua habitat 20 5 Jenis tumbuhan pakan yang digunakan untuk aktivitas pada dua

habitat 20 6 Rata-rata tinggi dan jumlah tumbuhan pada dua habitat 22 7 Jumlah jenis famili dan indeks keanekaragaman jenis (H’) di dua habitat 22

8 Tingkat pertumbuhan pohon dan indeks nilai penting (INP) di dua habitat 24 9 a Analisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah pada habitat

hutan primer 24

b Analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat hutan primer 25 c Analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat hutan primer 26 d Analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat hutan primer 26 10 a Analisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah pada

habitat kebun 27

b Analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat kebun 28 c Analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat kebun 29 d Analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat kebun 30 11 Data iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Merauke 2013 32 12 Karakteristik morfologi cendrawasih kuning besar (P. apoda), cendrawasih

raggiana (P. raggiana), dan cendrawasih hibrida 36

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian; (a) Taman Nasional Wasur, (b) Kampung Yakyu. Keterangan lokasi 1 habitat hutan primer dan lokasi 2 habitat kebun

(ArcGis) 4

2 Lokasi 1 Vegetasi habitat hutan primer didominasi oleh tumbuhan pohon

dan tampak lantai hutan yang tidak rapat 4

3 Lokasi 2 Vegetasi habitat kebun didominasi oleh tanaman kebun; kelapa (Cocos nucifera) dan pisang (Musa paradisiaca) 5 4 Postur display cendrawasih kuning besar (P. apoda), (a-b) wing pose, sayap

kaku dengan posisi terbuka, (c) bow, (d-e) dance, (f) kopulasi 7 5 Postur display cendrawasih raggiana (P. raggiana), (a) wing pose,

(b-c) sayap dibuka di belakang tubuh, (d) statik “flower display”,

(e-g) dance 8

6 Plot pengambilan data struktur vegetasi habitat cendrawasih hibrida,

(a) habitat hutan primer, (b) Habitat kebun 9

7 Karakteristik morfologi cendrawasih hibrida 13

8 Postur display cendrawasih hibrida 15

(15)

10 Frekuensi perilaku lek di habitat hutan primer dan habitat kebun 17 11 Frekuensi perilaku cendrawasih hibrida; (a) habitat hutan primer;

(b) habitat kebun 17

12 Frekuensi perilaku cendrawasih hibrida di habitat hutan primer per periode waktu; 05.00-08.00 WIT; 08.00-11.00 WIT; 11.00-14.00 WIT;

14.00-17.00 WIT 18

13 Frekuensi perilaku cendrawasih hibrida di habitat kebun per periode waktu; 05.00-08.00 WIT; 08.00-11.00 WIT; 11.00-14.00 WIT; 14.00-17.00 WIT 18 14 Pohon yang digunakan untuk lek; (a) Ficus nodosa habitat hutan primer,

(b) Mangifera gedebe di habitat kebun 19 15 Jenis buah yang terdapat pada dua habitat; (a) habitat hutan primer

( Diospyros sp., Fagraea sp.), (b) habitat kebun (Ficus nodosa, Ficus

benjamina) 21

16 Profil vegetasi burung hibrida di habitat hutan primer 23 17 Profil vegetasi burung hibrida di habitat kebun 23 18 Morfologi burung cendrawasih P. apoda, P. raggiana (Cooper dan

Forshaw 1977:177-181) dan burung hibrida 34

19 Variasi cendrawasih hibrida (Gambarr oleh Cooper 1969 dalam Frith

dan Beehler 1998) 35

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Burung cendrawasih (Famili Paradisaeidae) terdiri atas 43 jenis, dan 38 jenis diantaranya dapat ditemukan di Indonesia bagian timur hingga bagian barat pulau Papua(Beehler et al. 2001). Burung cendrawasih dikagumi karena memiliki bulu yang indah dan perilaku lek yang menarik ketika musim kawin.

Sistem kawin dari burung cendrawasih adalah poligini dengan lek. Pada sistem perkawinan poligini, satu jantan kawin dengan lebih dari satu betina dan pada sistem lek gerakan menari ditampilkan oleh individu jantan di suatu arena sebagai perilaku percumbuan untuk menarik perhatian betina (Alcock 2005). Lek

dapat dilakukan secara soliter ataupun berkelompok (agregat) yang terdiri dari 5 sampai 15 individu jantan dan beberapa betina. Pohon yang digunakan untuk lek

biasanya memiliki diameter batang dan dahan yang lebar serta daun-daun yang besar dengan percabangan horizontal (Lecroy 1981).

Burung cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda) tersebar di hutan dataran rendah di sebelah timur Pulau Papua termasuk di Taman Nasional Wasur dan Kepulauan Aru, Indonesia (Kartikasari et al. 2012; Cooper dan Forshaw 1977; Heads 2002). Pada tahun 1990 Menteri Kehutanan menetapkan kawasan Wasur menjadi Taman Nasional. P. apoda memiliki mahkota beludru, dagu hitam, dada merah marun, bulu ekor berwarna kuning dan dada berwarna coklat hitam (Lecroy 1981; Cooper dan Forshaw 1977; Beehler et al. 2001).

Taman Nasional Wasur dikukuhkan pada tahun 1997 dengan luas total kawasan 413.810 ha (SK Menteri Kehutanan No. 282/Kpts-Vi/1997). Taman Nasional Wasur memiliki ekosistem asli dengan 70% berupa vegetasi savana. Sembilan tipe habitat utama telah diidentifikasi, mulai dari gosong lumpur pesisir, pantai dan bakau, sampai dataran-dataran banjir, padang rumput savana, dan hutan savana pedalaman (Kartikasari et al. 2012).

Cendrawasih raggiana (Paradisaea raggiana) merupakan burung endemik di Papua Nugini dan terdapat pada hutan hujan tropis, hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan dari selatan sampai barat dari Papua sekitar 50 km dari perbatasan Republik Indonesia (Beehler et al. 2001; Cooper dan Forshaw 1977; Heads 2002). P. raggiana memiliki dagu berwarna hijau, mahkota dan tengkuk berwarna kuning, bagian sayap pektoral terdapat garis kuning, dan bulu ekor berwarna jingga kemerahan (Beehler dan Davis 1994; Cooper dan Forshaw 1977).

Burung cendrawasih dari genus Paradisaea dikenal memiliki dimorfisme seksual, jantan memiliki ukuran tubuh lebih besar, warna bulu yang indah, dan lebih mencolok di bandingkan betina. Warna bulu yang mirip diantara spesies cendrawasih memberikan kesempatan untuk hibridisasi (Lecroy 1981). Satu dari sepuluh spesies burung diketahui telah berhibridisasi di alam, salah satunya dari ordo Passeriformes dengan 5 712 spesies sebesar 8.1% dan meningkat pada tahun 2006 sebesar 16.8% (Grant dan Grant 1992).

(18)

2

apoda dan P. raggiana telah diketahui sejak lama dan mereka dapat berhibridisasi dengan baik (Mayr 1962). Menurut Irestedt et al. (2009) dengan menggunakan sitokrom b untuk menentukan seleksi seksual diketahui bahwa antara P. apoda

dengan P. raggiana persebarannya saling berdekatan dibandingkan spesies lain dari genus Paradisaea. P. apoda tersebar dari barat ke timur dari Indonesia, sedangkan P. raggiana tersebar di bagian timur Pulau Papua. Habitat spesies ini saling tumpang tindih di perbatasan antara Indonesia dan Papua Nugini (Heads 2002).

Dinsmore (1970) mendeskripsikan perilaku lek dari 48 P. apoda yang ditangkap dari Kepulauan Aru (Indonesia) dan dilepaskan ke Pulau Little Tobago, Hindia barat. Perilaku lek pada P. apoda sering dilakukan pada pagi hari pukul bawah tutupan tajuk yang tebal.

Tahapan display cendrawasih kuning besar (P. apoda) lebih mirip dengan

P. raggiana. Keduanya melakukan lompatan di sepanjang dahan dengan sayap dikepakkan ke belakang dan ke depan (Dinsmore 1970). Hibrida antara cendrawasih kuning besar (P. apoda) dan cendrawasih raggiana (P. raggiana) memiliki karakteristik pektoral sayap berwarna kuning-jingga, warna bulu pada bagian punggung, ekor, dan pinggul sama dengan P. raggiana (Lowe 1923).

Habitat burung cendrawasih ada dua yaitu di tepi hutan sekitar rawa dan hutan di dekat perkampungan warga yang masih dalam cakupan wilayah Taman Nasional Wasur (Kartikasari et al. 2012). Pada habitat hutan primer tumbuhannya didominasi oleh pohon hutan, sedangkan pada habitat kebun tumbuhan didominasi oleh tanaman warga dan sebagian lagi merupakan pohon hutan. Pengamatan perilaku lek, perilaku harian, dan karakteristik habitat burung cendrawasih hibrida di Taman Nasional Wasur dilakukan di dua habitat yaitu di hutan primer dan kebun.

1.2 Perumusan Masalah

(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik morfologi burung cendrawasih hibrida, mendeskripsikan perilaku (perilaku harian dan perilaku lek), dan karakteristik habitat burung cendrawasih hibrida di habitat hutan primer dan kebun.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai morfologi, perilaku (perilaku lek dan perilaku harian), dan karakteristik habitat burung cendrawasih hibrida. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan masukan dalam pengelolaan burung cendrawasih di habitat aslinya dan dapat menjadi masukan dalam penentuan status kawasan Kampung Yakyu sebagai pelestari burung cendrawasih di kawasan Taman Nasional Wasur Merauke. Hasil penelitian juga diharapkan sebagai rujukan untuk mendorong terbangunnya kesadaran masyarakat untuk menjadi pelaku konservasi agar tidak melakukan perburuan liar terhadap burung cendrawasih di habitat aslinya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari kegiatan ini adalah penelitian etologi dan bio-ekologi burung cendrawasih hibrida di alam. Pendekatan dilakukan dengan pengamatan tingkah laku serta ekologi yang mencakup dua habitat yang berbeda

2

METODE

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan di Taman Nasional Wasur tepatnya di Kampung Yakyu. Pengamatan dilakukan pada dua habitat yaitu di habitat hutan primer atau lokasi 1 (S08°3852.6 E141°0055.0 ) pada kisaran ketinggian 34 mdpl dan habitat kebun atau lokasi 2 (S08°3839.3 E141°0046.0 ) pada kisaran ketinggian 4 mdpl (Gambar 1). Pengamatan dilakukan pada bulan 9 September sampai dengan 24 Oktober 2013.

Vegetasi pada habitat hutan primer didominasi oleh tumbuhan Rhodamnia

(20)

4

Gambar 1 Lokasi penelitian; (a) Taman Nasional Wasur, (b) Kampung Yakyu. Keterangan lokasi 1 habitat hutan primer dan lokasi 2 habitat kebun (ArcGis)

Lokasi 2

Lokasi 1

PAPUA A

B

(21)

2.2 Identifikasi Burung Cendrawasih

Pengamatan terhadap burung cenderawasih dilakukan menggunakan bantuan teropong binokuler berukuran 8 x 10 dan kamera (potret dan video). Beberapa cara dilakukan untuk membantu identifikasi terhadap spesies burung cendrawasih yang ditemukan yaitu mengambil gambar burung cendrawasih, buku panduan lapang, dan konsultasi dengan pakar burung baik nasional maupun internasional.

2.3 Pengamatan Perilaku

2.3.1 Pengamatan Pendahuluan

Penelitian pendahuluan dilakukan di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk mengetahui gambaran katalog perilaku dari burung cendrawasih. Pengamatan pendahuluan dilakukan selama 1 minggu terhadap burung cendrawasih kuning kecil (Paradisaea minor). Semua perilaku yang teramati selama pengamatan dicatat. Data yang diperoleh digunakan sebagai acuan dalam mengamati perilaku burung cendrawasih di alam.

2.3.2 Pengamatan Perilaku Burung Cendrawasih di Alam

Perilaku yang di amati yaitu perilaku harian dan perilaku lek. Perilaku harian meliputi penggunaan ruang (bertengger dan berpindah tempat), perawatan tubuh (menelisik bulu, merentangkan kaki dan sayap, menggerakkan bulu, dan membuang kotoran), gerak pindah (lompat dan terbang), istirahat, dan makan (Hailman 1985). Perilaku lek yang diamati mengikuti (Dinsmore 1970), yaitu Gambar 3 Lokasi 2 Vegetasi habitat kebun didominasi oleh tanaman kebun;

(22)

6

wing pose, pump, bow, dance, dan mounting (Tabel 2). Metode yang digunakan adalah focal animal sampling dan ad-libitum sampling.

Pengamatan perilaku lek dilakukan bersamaan dengan perilaku harian. Pengamatan dimulai dari pukul 05.00 WIT sampai 17.00 WIT (secara terus menerus). Pada habitat hutan primer pengamatan terhadap lima individu jantan dengan jam pengamatan masing-masing individu 55 jam dan total jam pengamatan 275 jam, sedangkan habitat kebun terdiri dari tiga individu jantan dengan jumlah masing-masing pengamatan individu 60 jam dan total jam pengamatan 180 jam. Total pengamatan untuk kedua lokasi yaitu 455 jam. Data pengamatan dikelompokkan menjadi empat periode yaitu pukul 05.00-08.00, 08.00-11.00, 11.00-14.00, dan 14.00-17.00 WIT (Martinez 2000).

2.3.3 Jenis dan Deskripsi Perilaku

Jenis dan deskripsi perilaku harian burung di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan acuan untuk pengamatan perilaku harian burung cendrawasih di alam (Tabel 1) dan perilaku lek burung cendrawasih (Tabel 2).

Tabel 1 Jenis dan deskripsi perilaku harian burung cendrawasih kecil (Paradisaea minor) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII)

Perilaku Deskripsi

Bertengger Diam tidak melakukan gerakan apapun

Berpindah tempat Perilaku gerak berpindah dari satu tempat dengan berjalan kemudian melompat

Terbang Perilaku berpindah dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sayap

Lompat Gerak berpindah dilakukan dengan dua kaki

Menelisik Membersihkan bulu dan kaki dengan menggunakan paruh biasanya dipatuk dan ditelisik dengan lidah

Membersihkan paruh

Menggesek-gesekkan kaki ke paruh atau paruh digesek-gesekkan ke benda-benda disekitarnya misalnya dahan Menggerakkan

bulu

Bulu dikembangkan dengan menggerakkan badan atau tidak

Tidur Memejamkan mata, leher dilipat kebelakang disisipkan antara bulu-bulu atau tidak

Merentangkan kaki dan sayap

Meregangkan kedua sayap, meregangkan kaki dan sayap kiri, meregangkan kaki dan sayap kanan, atau secara bergantian disertai dengan menguap

Membuang kotoran

Badan dibungkukkan, mengeluarkan kotoran dari dalam tubuh

(23)

Tabel 2 Deskripsi perilaku lek burung cendrawasih kuning besar (Paradisaea apoda)

Perilaku Deskripsi

Berkunjung Betina datang ke tempat bertengger jantan

Display Tampak gelisah, bulu dada berdiri, melompat dari dahan satu ke yang lain, mengepakkan sayap dan menggetarkan bulu, ekor terhimpit di

Wing pose

Menegakkan sayap selama beberapa detik, bulu ekor dan bersuara “wauk”(Dinsmore 1970)

Pump

Tubuh diturunkan, sayap dipanjangkan, kepala sedikit ke bawah, meregangkan kaki, ekor digerakkan dengan cepat, bergerak dari dahan satu ke yang lain dilakukan berulang-ulang (Dinsmore 1970)

Bow

Kepala menunduk, bagian belakang berpunuk, sayap hampir memeluk dahan. Bersuara ‘baa’ tubuh kaku hingga satu menit. Posisi ini akhir dari courtship.

Betina tidak selalu hadir dalam tahap ini (Dinsmore 1970).

Dance

Melompat-lompat, menggerakkan sayap (Dinsmore 1970).

(24)

8

2.4 Identifikasi Habitat

2.4.1 Karakteristik pohon lek

Pengukuran yang dilakukan meliputi pengukuran panjang dan diameter dahan, jumlah dahan utama, sudut dahan, arah dahan, tinggi total pohon dan tinggi pohon dari permukaan tanah ke dahan yang sering digunakan untuk lek. Identifikasi tumbuhan mengacu pada Buku Pengenalan Jenis Tumbuhan Berkayu di Taman Nasional Wasur (La Hisa et al. 2012) dan Handbooks of The Flora of Papua New Guinea Nugini (Womersley 1978; Henti 1981; Conn 1995).

2.4.2 Profil Vegetasi

Vegetasi pada habitat burung cendrawasih digambarkan menurut kriteria umum hutan tropis (Loveless 1983). Data yang dikumpulkan untuk melukiskan jalur struktur vegetasi yang diperoleh dengan menggambarkan profil diagram vegetasi disekitar pohon lek. Data yang diambil hanya strata pohon, kemudian dicatat jenis tumbuhan dan tinggi total vegetasi dalam jalur profil (100 x 7 m ) secara vertikal.

2.4.3 Struktur Vegetasi dan Komposisi Jenis Tumbuhan

Analisis vegetasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik vegetasi di habitat lek dengan menggunakan metode kuadrat. Peletakan plot dilakukan secara

purposive. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih Gambar 5 Postur display cendrawasih raggiana (P. raggiana), (a) wing pose,

(b-c) sayap dibuka dibelakang tubuh, (d) statik “flower display”,

(e-g) dance (Frith dan Beehler 1998: 465) a

b

c

d

e

f

(25)

dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian yaitu dengan mengambil sampel menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu (Bookhout 1996).

Plot vegetasi ditentukan dari perilaku burung cendrawasih melakukan aktivitas harian, perilaku lek, dan berdasarkan persebaran burung hibrida di Kampung Yakyu (Gambar 6). Pada habitat hutan primer plot mengarah ke arah barat, timur, selatan, dan utara, sedangkan pada habitat kebun plot mengarah ke utara. Pada masing-masing habitat diambil lima plot yaitu satu plot yang sering digunakan untuk lek dan empat plot (tempat yang tidak pernah digunakan untuk

lek). Jarak dari plot satu dan yang lain sekitar 10 meter. Petak ukur kelompok pohon (diameter > 20 cm) luas 20 x 20 m, tiang (diameter 10-20 cm) luas 10 x 10 m, pancang (tingggi > 5 m) luas 5 x 5 m, semai (tinggi < 1,5 m) luas 2 x 2 m (Fachrul 2012).

a a

b

(26)

10

2.5 Parameter Lingkungan

Pengukuran sifat abiotik meliputi suhu udara, kelembaban udara dan cuaca. Pengukuran parameter lingkungan dilakukan tiga kali dalam sehari pada pukul 06.00 WIT, 12.00 WIT dan 16.00 WIT. Data iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban, arah mata angin, tekanan udara, lama penyinaran matahari, kecepatan angin) diperoleh dari data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Merauke Tahun 2013.

2.6 Alat

Kamera DSLR Canon 1100D, termometer, Rh meter, teropong binokuler nikon 8 x 40, tali rafia kompas, meteran, stopwatch, kertas millimeter block.

2.7 Analisis Data

2.7.1 Data Perilaku

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis data secara kuantitatif menurut Martin dan Bateson (1986) sebagai berikut.

Rata-rata perilaku X/jam = Jumlah perilaku x Total jam pengamatan Durasi adalah jangka waktu berlangsungnya perilaku.

Durasi perilaku = Jumlah waktu aktivitas Jumlah waktu keseluruhan

Data perbandingan perilaku antara dua habitat dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney U dan secara deskriptif digambarkan dengan grafik dan diagram lingkaran.

2.7.2 Data Vegetasi Tumbuhan.

Analisis Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) menggunakan rumus Shannon-Wienner (Desmukh 1992). Pengukuran frekuensi meliputi identifikasi jumlah dan jenis tumbuhan (Indriyanto 2006). Kerapatan merupakan banyaknya individu atau jenis tumbuhan dalam satuan luas.

Kerapatan = Jumlah individu untuk spesies ke-i Luas seluruh petak contoh

Kerapatan Relatif = Kerapatan spesies ke-i x 100% JuKerapatan seluruh spesie

Frekuensi sebagai parameter vegetasi yang dapat menunjukan distribusi atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem. Berikut adalah penghitungan memperoleh nilai frekuensi:

(27)

Frekuensi Relatif = Frekuensi suatu spesies ke-i x 100% Frekuensi seluruh spesies

Frekuensi tumbuhan dibagi menjadi lima kelas yaitu (1) A: 0-20%;

(2) B: 21-40%; (3) C: 41-60%; (4) D: 61-80 %;

(5) E: 81-100 % (Sebaran homogen)

Dominansi adalah untuk mengetahui jenis tumbuhan utama yang mempengaruhi dan sebagai kontrol terhadap komunitas.

Dominansi = Luas basal area

Indeks Nilai Penting (INP) = Kerapatan Relatif+Frekuensi Relatif+Dominansi Relatif

Untuk mengetahui Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) menggunakan rumus Shannon-Wienner (Desmukh 1992).

H’ = Σ pi ln pi

H’ = Indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner Pi = ni/N

ni = Jumlah individu jenis ke-i, dimana i=1.2.3... N = Jumlah total individu semua jenis dalam komunitas

Untuk membandingkan tingkat kesamaan jenis komunitas antara dua lokasi yang berbeda, digunakan indeks kesamaan jenis Jaccard.

ISj = c x 100%

Pada saat pengamatan selama 2 bulan total jumlah individu yang teramati 14 ekor terdiri atas 8 cendrawasih hibrida jantan, 2 jantan P. apoda, 1 jantan muda P. apoda, 2 betina P. apoda, dan 1 betina P. raggiana.

3.1 Deskripsi Morfologi Cendrawasih Hibrida

(28)

12

punggung coklat, bagian dalam sayap jingga, kaki berwarna abu-abu, tubuh dan sayap merah hati-coklat, dagu hijau, bagian atas ekor berwarna merah muda-coklat dan bagian bawah berwarna jingga (Gambar 7).

3.2 Postur Display Cendrawasih Hibrida

Dalam pengamatan postur display yang terjadi antara lain wing pose, bow, pump, dan dance (Gambar 8). Selama display betina hanya melihat dari jauh dan tidak mendekati jantan sehingga tidak pernah terjadi mounting.

Perilaku lek cendrawasih hibrida dilakukan secara berkelompok, satu atau dua sampai tiga individu jantan. Selama pengamatan, display dilakukan sebanyak 31 kali, 24 kali pada habitat hutan primer dan 7 kali di habitat kebun dan. Skema tahapan display burung hibrida merupakan perilaku lek campuran dari indukannya (Gambar 9).

Tahap 1. Wing pose. Display dimulai ketika jantan telah berkumpul pada tempat bertengger, display diawali dengan suara kicauan yang saling bersahut-sahutan antara jantan. Tubuh dibungkukkan mendekati dahan, bagian ekor ditegakkan, kepala menunduk sejajar dengan sayap (kepala tidak lebih tinggi atau lebih rendah dari sayap), sayap dibuka dan dibentangkan lurus searah dengan dahan dan tubuh dalam posisi yang kaku, sayap digerakkan secara perlahan ke atas dan dihentakkan kebawah, diam beberapa detik kemudian digerakkan ke atas kembali. Ekor tidak dilipat meluas dibawah tempat bertengger seperti pada P. apoda dan P. raggiana. Tahap ini merupakan "lek campuran" antara P. apoda

dan P. raggiana.

Tahap 2. Pump. Kaki semakin kaku, ekor beridri tegak hampir vertikal, tubuh semakin dibungkukkan hampir menyentuh cabang, kepala menunduk dan menoleh ke kanan dan kekiri (masih sejajar dengan sayap). "lek campuran" antara

P. apoda dan P . raggiana.

Tahap 3. Bow. Tubuh menunduk dengan kaki kaku dan berpegangan kuat pada dahan, sayap digerakkan ke atas dan ke bawah dengan cepat, kemudian belakang dan kedua sayap saling menyentuh, sayap digerakkan dengan cepat dan tubuh bergerak ke kanan dan ke kiri dengan kaki yang kaku berpegangan kuat pada dahan dengan suara ‘klik’. Tahap ini sama dengan P. raggiana.

(29)

a b

c d

e

(30)

14

a

(31)

c

d

Gambar 8 Postur display cendrawasih hibrida; (a) wing pose merupakan perpaduan antara P. apoda dan P. raggiana; (b) pump call

merupakan perpaduan antara P. apoda dan P. raggiana; (c) Posisi terbalik “inverted posture” merupakan mekanisme

evolusi dari P. raggiana; (d) Dance cendrawasih hibrida mirip

(32)

16

3.3 Perilaku Lek Cendrawasih Hibrida

Perilaku lek burung hibrida di habitat hutan primer dan kebun berbeda mulai dari frekuensi, durasi, dan waktu, tetapi tahapan dan postur display (wing pose, pump, bow, dan dance) sama. Hasil analisis uji Mann-Whitney U

menunjukkan bahwa perilaku lek di dua habitat tidak berbeda secara signifikan (p=1.88). Perilaku lek di dua habitat kemungkinan memang berbeda, tetapi mungkin saja tidak berbeda disebabkan jumlah sampel yang sedikit.

Pada habitat hutan primer perilaku lek dilakukan pada pukul 07.00 sampai 13.00, sedangkan di habitat kebun dilakukan hanya pada pukul 08.00 sampai 09.00. Puncak perilaku lek pada habitat hutan primer terjadi pada pukul 09.00, sedangkan pada habitat kebun pada pukul 08.00. Frekuensi perilaku lek lebih sering dilakukan pada habitat hutan primer dibandingkan habitat kebun (Gambar 10).

Gambar 9 Skema postur display cendrawasih hibrida; (a-b) wing pose (c-d)

dance mirip P. raggiana, (e) posisi terbalik (inverted posture) (f)

Frontal display dengan kehadiran betina tetapi tidak terjadi

mounting (Gambar oleh Tri Asri Khalisya dari foto oleh Dewi Pramitha Sari)

a b c

(33)

3.4 Perilaku Harian Burung Hibrida

Perilaku harian burung hibrida pada habitat hutan primer dan kebun berbeda dari segi frekuensi, durasi dan waktu munculnya perilaku. Hasil analisis uji Mann-Whitney U menunjukkan bahwa perilaku lek di dua habitat tidak berbeda secara signifikan (p=0.372). Perilaku lek di dua habitat kemungkinan memang berbeda, tetapi mungkin saja tidak berbeda disebabkan jumlah sampel yang sedikit.

Pada habitat hutan primer dan kebun aktivitas yang sering dilakukan berturut-turut gerak pindah, perawatan tubuh, penggunaan ruang, bersuara, makan, istirahat, dan perilaku lek (Gambar 11).

a b

Gambar 11 Frekuensi perilaku cendrawasih hibrida; (a) habitat hutan primer; (b) habitat kebun Gambar 10 Frekuensi perilaku lek di habitat hutan primer dan habitat kebun

0

05.00 06.00 07.00 08.00 09.00 10.00 11.00 12.00 13.00 14.00 15.00 16.00 17.00

(34)

18

Perilaku yang sering dilakukan cendrawasih per periode waktu pengamatan berbeda. Pada habitat hutan primer aktivitas gerak pindah merupakan aktivitas yang sering dilakukan mulai pagi sampai sore hari (Gambar 12).

3.6 Habitat Cendrawasih Hibrida

Habitat burung cendrawasih pada habitat hutan primer dan habitat kebun berbeda. Habitat hutan primer memiliki vegetasi yang lebih renggang dengan jumlah dan jenis tumbuhan yang lebih sedikit.

Gambar 12 Frekuensi perilaku burung cendrawasih di habitat hutan primer per periode waktu; 05.00-08.00 WIT; 08.00-11.00 WIT; 11.00-14.00 WIT; 14.00-17.00 WIT

(35)

3.5 Habitat Cendrawasih Hibrida

Habitat cendrawasih hibrida pada habitat hutan primer dan habitat kebun berbeda. Habitat hutan primer memiliki vegetasi yang lebih jarang dengan jumlah dan jenis tumbuhan yang lebih sedikit.

3.5.1 Karakteristik Pohon Lek

Karakteristik pohon lek di habitat hutan primer dan kebun tidak berbeda secara signifikan (p= 0.07). Pohon yang digunakan untuk lek tinggi dan besar, daun lebar dan besar, percabangannya sedikit, dahan yang digunakan untuk lek

lurus dan berdiameter 8 cm sampai 15 cm (Tabel 3). Pada habitat hutan primer jenis tumbuhan yang digunakan untuk lek adalah Mangifera gedebe, sedangkan di habitat kebun adalah Ficus nodosa (Gambar 14).

Tabel 3 Karakteristik pohon lek pada dua habitat

Identifikasi Pohon Hutan primer kebun

Spesies Mangifera gedebe Ficus nodosa

Tinggi pohon 18 m 19.5 m

Jumlah dahan utama 10 10

Tinggi dahan lek dahan 1=7 m; dahan 2=8,5 m 18 m Diameter dahan dahan 1=10 cm; dahan 2= 8,5 cm 15 cm Panjang dahan dahan 1=3 m; dahan 2= 3 m 3,5 m

Sudut dahan dahan 1=50°, dahan 2=45° 30°

Arah dahan Timur laut Barat daya

Lek di dahan ke- 2 dan 4 2

a b

(36)

20

3.5.2 Jarak pohon lek dengan pohon terdekat

Pada habitat hutan primer jarak pohon lek dengan pohon disekitarnya lebih jauh dan tidak rapat dibandingkan habitat kebun. Terdapat empat jenis pohon yang jaraknya lebih dekat diantaranya Garcinia sp., Mangifera gedebe, Diospyros

sp., dan Rhodania sp. Pada habitat kebun, terdapat lima jenis pohon yang jaraknya lebih dekat diantaranya Terminalia sp., Ficus benjamina, Syzygium cadiflora,

Garcinia sp., dan Planconella sp. (Tabel 4).

3.5.3 Pohon Lek dan Jenis-jenis Pohon yang berhubungan dengan Aktivitas

Harian Burung

Dari hasil analisis indeks kesamaan Jaccard (ISj) yaitu 25 %, vegetasi dianggap sama jika indeks kesamaannya di atas 80% (Sutisna dan Suyatman 1984). Dengan demikian habitat burung cendrawasih dari kedua lokasi berbeda. Tumbuhan yang terdapat di habitat hutan primer meliputi Mangifera gedebe, Diospyros sp., Ficus rupaceae, Fagraea sp. Tumbuhan yang hanya terdapat di habitat kebun meliputi Ficus benjamina, Acacia auriculiformis,dan Ficus nodosa . Sedangkan tumbuhan yang terdapat pada dua habitat yaitu Rhodamnia sp. dan

Ficus sp. (Tabel 5).

Tabel 4 Jarak pohon lek dengan pohon terdekat di dua habitat

No Hutan primer Kebun

Jenis Tumbuhan Jarak (m) Jenis Tumbuhan Jarak (m) 1 Garcinia sp. 6 Terminalia sp. 5

Tabel 5 Jenis tumbuhan pakan yang digunakan untuk aktivitas pada dua habitat

(37)

Jenis buah pada dua habitat sama berbentuk kapsul yaitu terdapat beberapa biji dalam kulit buah. Jenis buah pada habitat hutan primer yaitu Diospyros sp., dan Fagraea sp., sedangkan pada habitat kebun didominasi oleh buah dari Famili Moraceae yaitu Ficus nodosa, Ficus benjamina, Ficus sp. (Gambar 15).

3.5.4 Profil Habitat Cendrawasih

Dari profil diagram vegetasi jumlah tumbuhan di habitat hutan primer lebih banyak dibandingkan habitat kebun mulai dari strata A sampai strata E. Secara umum vegetasi yang terdapat di habitat kebun lebih tinggi dan lebih lebat dibandingkan di hutan primer (Tabel 6). Dari profil vegetasi kedua lokasi tampak perbedaan jumlah tumbuhan yang tercatat pada kebun lebih banyak dibandingkan habitat hutan primer. Tinggi rata-rata strata A dan strata B habitat kebun lebih tinggi dibandingkan hutan primer, sedangkan vegetasi strata C, D dan E hampir sama. Data tersebut menggambarkan secara umum vegetasi yang ada di habitat kebun lebih tinggi dan lebih lebat dibandingkan dengan habitat hutan primer. Pada habitat hutan primer tampak lantai hutan tidak rapat dan jenis tumbuhan yang sedikit (Gambar 16). Pada habitat kebun tumbuhan pada lantai hutan rapat dan jenis tumbuhannya lebih banyak (Gambar 17).

a b

c d

Gambar 15 Jenis buah yang terdapat pada dua habitat; (a) habitat hutan primer

Diospyros sp. dan Fagraea sp., (b) habitat kebun Ficus nodosa dan

(38)

22

3.5.5 Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) Tumbuhan pada Dua Habitat

Vegetasi habitat hutan primer terdapat 28 jenis tumbuhan dari 25 famili. Vegetasi di habitat kebun berupa hutan lebat, terdapat 59 jenis tumbuhan dari 35 famili. Pada habitat kebun memiliki jumlah jenis dan famili yang lebih banyak dibandingkan dengan habitat hutan primer. Keanekaragaman jenis tumbuhan (H’) untuk tingkat pertumbuhan semai pada kedua lokasi adalah rendah. Sedangkan, untuk tingkat pancang sampai pohon (H’) lebih tinggi di habitat kebun dibandingkan habitat hutan primer (Tabel 7).

Tabel 6 Tinggi rata-rata dan jumlah tumbuhan pada dua habitat

Strata vegetasi Tinggi rata-rata tumbuhan (m) Jumlah Tumbuhan

Hutan primer Kebun Hutan

primer

Kebun

A(Tinggi > 30 m) 29 31 1 4

B (Tinggi 15-30 m) 18.7 20.8 52 119

C (Tinggi 5-15 m) 9.4 10.2 59 135

D (Tinggi 1-5 m) 4.4 3.3 415 602

E (Tinggi 0-1 m) 0.55 0.64 455 784

Jumlah 982 1544

Tabel 7 Jumlah jenis famili dan Indeks Keanearagaman Jenis (H’) di dua habitat Tingkat pertumbuhan

pohon Kategori Hutan primer Lokasi pengamatanKebun Jumlah H’ Jumlah H’ Semai dan tumbuhan

bawah JenisFamili 2017 1.2 5241 1.6

Pancang Jenis 13 0.9 37 1.5

Famili 11 23

Tiang Jenis 7 0.8 14 1.1

Famili 5 17

Pohon Jenis 7 0.8 27 1.3

Famili 6 11

Keseluruhan Jenis 28 0.9 59 1.5

(39)

Gambar 16 Profil habitat burung hibrida di hutan primer. Keterangan: Mg :

Mangifera gedebe, R: Rhodamnia sp., H: Helicia sp., P:

Ptycosperma sp., C: Cyperum rotundus, D: Diospyros sp, P:

Planchonelia sp., A: Alloxylon sp., G: Garcinia sp., Sc: S.

suborbicularis

Gambar 17 Profil habitat burung hibrida di kebun. Keterangan: E: Endiandra sp. , GS: Gahnia aspera, P: Planchonella, LC: Lantana camara, Am: Aleurites moluccana, Cr: Caryota rumphiana, A: Alpinia sp., Xp: Xanthostemon paradoxus, Mc: Melaleuca cajuputi, Sc:

Syzygium cadiflora, T: Terminalia, Sa:: Schefflera actinophylla, Da: Dillenia alata, Cn: Cocos nucifera, Ml: Melaleuca

(40)

24

3.5.6 Jenis Tumbuhan dengan Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi pada dua Habitat

Jenis tumbuhan pada kedua habitat berbeda mulai dari tingkat semai dan tumbuhan bawah sampai pohon. Dari data pengamatan diambil tiga jenis tumbuhan yang memiliki indeks nilai penting (INP) paling tinggi. Pada habitat hutan primer mulai dari yang tertinggi pada tingkat semai dan tumbuhan bawah meliputi Ptycosperma sp., Alloxylon sp., Helicia sp., tingkat pancang meliputi

Ptycosperma, Diospyros sp., Planchonella sp., tingkat tiang meliputi Planconella

sp., Rhodamnia sp., Syzygium suborbicularis, tingkat pohon meliputi Rhodamnia

sp., Fagraea sp., Mangifera gedebe. Pada habitat kebun tumbuhan yang memiliki inp mulai dari yang tertinggi untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah berturut-turut Gahnia aspera, Endiandra sp., Ptycosperma sp., tingkat pancang meliputi

Planchonella sp., Lantana camara, Ptycosperma sp., tingkat tiang meliputi

Planconella sp., Lantana camara, Melaleuca cajuputi, tingkat pohon meliputi

Melaleuca leucadendra, Acacia auriculiformis, Syzygium cadiflora (Tabel 8).

Pada habitat hutan primer tingkat semai dan tumbuhan bawah terdapat 20 jenis tumbuhan dari 17 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Asplenium nidus (1.4%), Garsinia sp. (4.2%), dan Gahnia aspera

(4.7%) (Tabel 9a).

Tabel 8 Tingkat pertumbuhan pohon dan indeks nilai penting (INP) di dua habitat Tingkat

Planchonella sp. 37 Planchonella sp. 15.8 Tiang Planchonella sp. 93 Planchonella sp. 62.2

Rhodamnia sp. 57.6 Melaleuca cajuputi 25.6

S. suborbicularis 44.1 Lantana camara 32.2 Pohon Rhodamnia sp. 80.4 Acacia auriculiformis 22.8

Fagraea sp. 83 Melaleuca leucadendra 33.3

Mangifera gedebe 54.1 Syzygium cadiflora 25

Tabel 9a Analisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah pada habitat hutan primer

(41)

Pada habitat hutan primer tingkat pancang terdapat 13 jenis tumbuhan dari 11 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Terminalia microcarpa (3.8%), Mangifera gedebe (3.8%), dan Cupaniopsis sp. (4.2%) (Tabel 9b).

Tabel 9a Analisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah pada habitat hutan primer (lanjutan)

No Nama Jenis Famili Nama Lokal KR FR INP (%)

9 Cupaniopsis sp. Sapindaceae - 0.8 5.3 6.1 10 Atractocarpus sp. Rubiaceae - 6.8 2.7 9.5 11 Nephrolepis radicans Nephrolepidaceae Paku kikir 1.3 6.7 7.9 12

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1.2

Keterangan tabel mengacu pada Tabel 9a

Tabel 9b Analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat hutan primer

No Nama Jenis Famili Nama Lokal KR FR INP (%)

(42)

26

Pada habitat hutan primer tingkat tiang terdapat 7 jenis tumbuhan dari 5 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Mangifera gedebe (114.4%), Decaspermum sp. (28.6%), dan Garsinia sp. (27.9%) (Tabel 9c).

Pada habitat hutan primer tingkat pohon terdapat 7 jenis tumbuhan dari 6 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Ficus rupacea

(18.4%), Garcinia sp. (18.2%), dan Ediandra sp. (18.7%) (Tabel 9d).

Pada habitat kebun tingkat semai dan tumbuhan bawah terdapat 52 jenis tumbuhan dari 41 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Psychotria nesophila (1.1%), Clerodenrum sp. (1%), dan Alloxylon sp. (1.1%) (Tabel 10a).

Tabel 9c Analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat hutan primer

No Nama Jenis

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 0.8

Keterangan tabel mengacu pada Tabel 9a

Tabel 9d Analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat hutan primer

No Nama Jenis

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 0.8

(43)
(44)

28

Pada habitat kebun tingkat pancang terdapat 37 jenis tumbuhan dari 19 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Buchanania arborescens (1.5%), Atractocarpus sp. (1.5%), dan Cocos nucifera (1.5%) (Tabel 10b).

Tabel 10a Analisis vegetasi tingkat semai dan tumbuhan bawah pada habitat kebun (lanjutan)

No Nama Jenis Famili Nama Lokal KR FR INP (%) 45 Antidesma parviflorum Phyllanthaceae Muni 1.1 0.9 1.9 46 Psychotria nesophila rubiaceae Wati putih 0.2 0.9 1.1

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1.6

Tabel 10b Analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat kebun

(45)

Pada habitat kebun tingkat tiang terdapat 18 jenis tumbuhan dari 14 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Polyalthia nitidissima

(7.3%), Metroxylon sagu (7.1%), dan Acacia auriculiformis (7.2%) (Tabel 10c). Tabel 10b Analisis vegetasi tingkat pancang pada habitat kebun (lanjutan)

No Nama Jenis Famili Nama Lokal KR FR INP (%)

24 Barringtonia acutangula Erythroxylaceae Sempawar 0.4 1.3 1.7 25 Garcinia sp. Clusiaceae Manggis hutan 0.9 4.0 4.9 26 Buchanania arborescens Anacardiaceae Gerok ayam 0.2 1.3 1.5 27 Caryota rumphiana Arecaceae Serai 2.2 4.0 6.2

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1.5

Keterangan tabel mengacu pada Tabel 10a

Tabel 10c Analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat kebun

(46)

30

Pada habitat kebun tingkat pohon terdapat 27 jenis tumbuhan dari 14 famili. Tumbuhan dengan indeks nilai penting terendah antara lain Ficus sp. (4.5%), Dillenia alata (4.4%), dan Lantana camara (4.5%) (Tabel 10d).

Tabel 10c Analisis vegetasi tingkat tiang pada habitat kebun (lanjutan)

No Nama Jenis Famili Nama Lokal KR FR DR INP (%)

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1.1

Keterangan tabel mengacu pada Tabel 10a

Tabel 10d Analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat kebun

(47)

3.6 Iklim Merauke Tahun 2013

Data iklim yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Merauke tahun 2013 pada bulan September dan Oktober, menunjukkan Curah hujan maksimum rata-rata 4.2 mm dan 9.6 mm dengan rata-rata hari hujan enam dan delapan hari. Pada bulan September dan Oktober merupakan curah hujan terendah selama satu tahun. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 575.5 mm. Suhu udara maksimum pada bulan yaitu 31°C dan suhu mimimum 22.6°C dan 23°C merupakan suhu terendah selama satu tahun. Kelembaban rata-rata bulan September dan Oktober yaitu 79% merupakan kelembaban terendah selama tahun 2013 dan kelembaban tertinggi pada bulan desember yaitu 84%. Rata-rata penyinaran matahari bulan September dan Oktober 175 jam dan 195 jam dengan kelembaban terendah pada bulan juni 132 jam dan yang tertinggi pada bulan Desember 314 jam. Kecepatan angin rata-rata 8 knots, kecepatan angin terendah pada bulan April sampai Juni rata-rata 5 knots dan kecepatan angin tertinggi pada bulan Januari 12 knots. Sedangkan Arah angin untuk bulan September dan Oktober mengarah ke tenggara (BMKG Merauke 2013) (Tabel 11).

Tabel 10d Analisis vegetasi tingkat pohon pada habitat kebun (lanjutan)

No Nama Jenis

Famili Nama Lokal KR FR DR

INP (%)

21 Buchanania arborescens Anacardiaceae Gerok ayam 0.4 5.0 1.7 9.0 22 Litsea tuberculata Lauraceae - 0.4 2.5 1.7 6.4 23 Ficus benjamin Moraceae Beringin 0.4 2.5 1.2 4.8 24 Decaspermum sp. Myrtaceae Benten 0.2 2.5 1.0 4.7 25 Artocarpus communis Fabaceae Akasia 0.2 2.5 1.2 4.8 26 Lantana camara Verbenaceae Cente 1.1 2.5 0.8 4.5 27 Acacia auriculiformis Fabaceae Akasia 1.1 2.5 19.2 22.8

Jumlah 100 100 100 300

Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) 1.3

(48)

32

Tabel 11 Data Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Merauke Tahun 2013

PELAYANAN JASA INFORMASI KLIMATOLOGI INFORMASI UNSUR IKLIM BULANAN

POS PENGAMATAN/STASIUN METEOROLOGI MERAUKE

TAHUN : 2 0 1 3

KOORDINAT : 080 31' 05" S 1400 25' 04" E

ELEVASI : + 3 M

BULAN

UNSUR IKLIM

JAN PEB MAR APR MEI JUN JUL AGS SEP OKT NOP DES

CURAH HUJAN

(MM) 575.5 357.5 290.3 231.4 344.9 157 29.6 6.9 6.2 13.5 240.4 232

Maks 281.6 189.6 76.3 68 97.2 52 8.5 4.5 4.2 9.6 87.6 70.2

H.H. 18 16 18 16 20 26 13 6 4 9 17 15

KELEMBABAN ( % ) 81 80 81 79 81.9 82.6 79 78 79 79 82.7 84.3

RATA 27.6 27.7 27.5 27.6 27.2 26.1 25.5 25.4 26.2 27.3 27.5 27.9

SUHU

UDARA MAKS 31.9 31.7 31.8 31.6 31.3 30.0 29.5 30.1 31.0 31.8 32.2 31.7

(0 C) MIN 25.1 24.8 24.9 24.5 25.1 24.3 22.9 22.1 22.6 23.7 24.2 24.6

LAMA PENYINARAN

133 163 141 158 149 132 138 177 175 195 286 314.0

MATAHARI (JAM)

KEC. ANGIN RATA 12 9 6 5 5 5 6 7 8 8 6 7

(knots) MAKS 20 13 23 14 16 18 18 21 22 25 13 15

ARAH ANGIN BL UTARA B.LAUT TENGR TENGR S TENGR TENGR TENGR TENGR TIMUR BL

(49)

4 PEMBAHASAN

4.1 Morfologi Cendrawasih Hibrida

Warna bulu cendrawasih hibrida merupakan perpaduan warna antara P. apoda dan P. raggiana (Gambar 18). Beberapa bagian warna tubuh hibrida sama dengan P. apoda yaitu warna kaki dan dada, sedangkan bagian tubuh yang sama dengan P. raggiana antara lain mahkota, punggung, dan sayap. Bagian tubuh yang memiliki warna kombinasi kedua indukannya antara lain paruh, ekor, dan pipi(Tabel 12).

Hibrida antara cendrawasih kuning besar (P. apoda) dan cendrawasih raggiana (P. raggiana) memiliki karakteristik pektoral sayap berwarna kuning-jingga, warna bulu pada bagian punggung, ekor, dan pinggul sama dengan P. raggiana (Lowe 1923). Cendrawasih raggiana (P. raggiana) dan cendrawasih kecil (P. minor) merupakan subspesies dari cendrawasih kuning besar (P. apoda),

spesies ini berada pada zona habitat yang sempit dan terbatas (Gilliard 1962). Tiga spesies ini dapat berhibridisasi dengan bebas jika berada dalam zona yang saling berdekatan atau saling tumpang tindih (Short 1969).

Diamond (1972) mengamati pada beberapa spesies burung cendrawasih, jika jantan dari satu spesies jumlahnya lebih sedikit dari spesies lain akan menyebabkan ambang batas diskriminasi pada betina berkurang dan mereka akan kawin dengan spesies yang salah. Spesiasi yang tinggi dan perubahan yang cepat pada genus Paradisaea berpotensi pada hibridisasi burung cendrawasih yang memiliki sistem kawin poligni dengan lek.

Perkiraan waktu divergensi menunjukkan bahwa proses terjadinya spesiasi dalam genus Paradisaea telah terjadi selama Miosen dan Pliosen sekitar 24 juta tahun yang lalu. Pada cendrawasih poligini terdapat generasi yang menyimpang dilihat dari DNA hibridisasi, hal ini terjadi sekitar 10 juta tahun yang lalu (Irestedt et al. 2009). Variasi burung hibrida memiliki kombinasi warna bulu sesuai dengan indukannya (Cooper 1969 dalam buku Frith dan Beehler 1998) (Gambar 19).

Dataran rendah bagian barat daya merupakan bentuk pecahan lempeng Australia yang melebar dari arah barat ke timur. Daerah ini merupakan hutan basah dataran rendah terluas di Papua dan merupakan habitat alami P. apoda

dengan tingkat endemisitas yang rendah karena zona persebaran yang luas. Terdapat sedikit penghalang alami yang membatasi daerah dataran rendah barat daya dengan daerah Trans Fly. P. apoda dan P. raggiana secara geologis saling berkaitan karena berada di padang savana yang terus berlanjut ke arah timur sampai Papua Nugini dan merupakan habitat alami dari P. raggiana (Kartikasari

et al. 2012). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hibridisasi antara P. apoda

dengan P. raggiana (Heads 2001) (Gambar 20).

(50)

34

Gambar 18 Morfologi burung cendrawasih P. apoda, P. raggiana (Cooper dan Forshaw 1977:177-181) dan burung hibrida. Keterangan (a) P. apoda memiliki warna bulu kuning, (b) P. raggiana memiliki warna bulu merah kusam, (c) Burung hibrida memiliki warna bulu jingga

a b

(51)
(52)

36

Tabel 12 Karakteristik morfologi P. apoda, P. raggiana, dancendrawasih hibrida No Karakter P. apoda P. raggiana Cendrawasih hibrida

(Frith dan Beehler 1998; Cooper dan Forshaw 1977; Giliard 1962)

(Penelitian ini)

1 Kepala Beludru Beludru Beludru

2 Tenggorokan Dagu

Hijau beludru Hijau beludru Hijau beludru 3 Pipi Warna pipi hijau

7 Kaki Merah coklat Merah muda-coklat sedikit lembayung muda

Merah muda-coklat

(53)

4.2 Perilaku Lek dan Perilaku Harian Burung Cendrawasih Hibrida

Perilaku lek cendrawasih raggiana (P. raggiana) dan cendrawasih kecil (P. Minor) sama dengan cendrawasih kuning besar (P. apoda), hal inilah yang menyebabkan ketiga spesies ini dapat berhibridisasi dengan baik di alam (Mayr 1962). Cendrawasih raggiana (P. raggiana) memiliki perbedaan lek dengan cendrawasih kuning besar (P. apoda) yaitu pada tahap dance dan wing pose. P. raggiana pada saat wing pose sayap digerakkan dengan cepat dan kedua sayap saling bersentuhan yang biasa disebut ‘flower pose’, sedangkan P. apoda kedua sayap terbuka dan tidak saling bersentuhan. Pada tahap dance, P. raggiana dalam posisi berdiri tegak, kepala lurus ke atas sayap dibentangkan lurus sejajar dengan tubuh, sedangkan P. apoda sayap dikakukan seakan-akan memeluk dahan (Lecroy 1981; Frith dan Beehler 1998; Cooper dan Forshaw 1977).

Pada burung cendrawasih hibrida, posisi sayap merupakan kombinasi dari

P. apoda dan P. raggiana. Pada tahap wing pose sayap terbuka lebar dan membentang sejajar dengan kepala dan gerakannya beritme, sayap tidak diletakkan di depan tubuh saling bersentuhan seperti P. apoda dan tidak diletakkan di atas kepala seperti pada P. raggiana. Pada tahap ini disebut “mixed leks”. Perilaku lek dilakukan dengan beberapa jantan dan sering ditampilkan sendirian di pohon yang berbeda.

Tampilan dari “inverted posture” pada hibrida merupakan mekanisme

isolasi dari spesies P. raggiana. Pada cendrawasih hibrida terdapat perilaku “inverted posture” yang mirip dengan P. raggiana yaitu bergantungan pada dahan dengan posisi sayap seperti pada tahap wing pose dan sayap dikepakkan. Perilaku ini merupakan mekanisme isolasi dari P. raggiana.

Menurut Gilliard (1969) jumlah hibrida intergenerik dan interspesifik diketahui dari alam pada famili Paradisaeidae, hal ini menunjukkan bahwa burung ini jauh lebih erat terkait genetik dari morfologi jantan dan perilaku lek

merupakan seleksi yang paling cepat pada spesies ini, terutama pada jantan. Postur display dianggap sebagai mekanisme isolasi yang penting dalam spesies

non-pair-bonding. Hal inilah yang menyebabkan banyak variasi perilaku lek

dalam genus Paradisaea, dimana dua spesies bertemu pada display untuk mencegah interbreeding. Namun demikian, perilaku “inverted posture” belum

sepenuhnya mencegah terjadinya hibridisasi, misalnya terjadi hibridisasi di alam antara P. guilielmi dan P. raggiana, P. guilielmi dan P. minor, dan P. raggiana

dan P. rudolphi yang telah diketahui. Kemungkinan induk jantan merupakan superspesies P. apoda dan betina anggota dari spesies dengan “inverted postureP. raggiana.

Betina yang berada di ketinggian yang lebih rendah dari kisaran spesiesnya dan siap untuk kawin sesekali akan menerima tampilan lek dari jantan P. apoda

tanpa adanya jantan dari spesies P. raggiana (Lecroy 1981). Selama pengamatan

display dilakukan sebanyak 31 kali, tetapi mounting tidak pernah terjadi. Hasil penelitian Dinsmore (1970) selama sembilan bulan perilaku lek cendrawasih kuning besar (P. apoda) di Little Tobago dance dilakukan sebanyak 165 kali, tetapi mounting hanya terjadi enam kali. Perilaku display tidak selalu dimulai dari

wing pose, bow dan pump. Belum pernah ada deskripsi yang lebih jelas mengenai

(54)

38

lek adalah sistem kawin di mana (1) beberapa jantan ditampilkan di arena, (2) jantan tidak memberikan sumber daya untuk betina, (3) betina memilih di antara jantan (mereka dikawinkan secara paksa oleh salah satu laki-laki), dan (4) jantan tidak mengambil bagian dalam perawatan juvenil (Alcock 2005). Keberhasilan kawin sering berkaitan dengan perbedaan fenotipik antara jantan, misalnya variabilitas perilaku di arena lek atau durasinya. Tinggi vegetasi mempengaruhi terjadinya lek dan ada kemungkinan menghalangi penglihatan betina ketika jantan melakukan display (Seth et al 2004).

Mounting dilaporkan jarang terjadi pada saat display, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain pemilihan pasangan oleh betina (female choice), kehadiran manusia, faktor lingkungan dan susunan vegetasi (Anderson dan Simons 2006; Prum et al. 1997). Menurut Mackenzie et. al (1994) betina bersedia untuk kawin dengan jantan yang memiliki suara paling merdu, bulu yang indah, dan jantan yang belum pernah kawin dengan betina lain. Kecepatan pada saat display dengan perbedaan puluhan mili detik sangat mempengaruhi keinginan betina untuk melakukan mounting. Pembuatan sarang yang dilakukan oleh betina memberikan indikasi akan dimulainya courtship, ketika sarang belum selesai maka mounting tidak akan terjadi (Dudley et al. 1984).

Pemilihan pasangan kawin oleh betina dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain intensitas dan durasi courtship, jantan yang memiliki sumber daya lebih banyak akan mengalami kesuksesan kawin lebih tinggi, bertubuh besar, memiliki pertahanan dari predasi yang kuat (Bischoff et al. 1984; Nolan dan Hill 2004). Betina yang kawin dengan jantan yang sering melakukan display

cenderung menghasilkan lebih banyak keturunan dengan kemampuan bertahan hidup lebih besar (Seth et al. 2004). Menurut Payne (1984) betina memilih jantan dilihat dari ukuran wilayah, ciri-ciri morfologi, usia jantan, intensitas tampilan pacaran, ukuran tubuh, suara, dan lebih agresif.

Tingkat sirkulasi testoteron pada jantan meningkat sepanjang musim kawin dan mencapai maksimum ketika betina sedang berovulasi. Pada burung jantan keberhasilan reproduksi tergantung pada jumlah betina, sehingga jantan akan mencoba kawin dengan betina sebanyak mungkin. Pada burung betina, akan mencoba untuk memilih jantan yang terbaik untuk investasi telur yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan sperma pada burung jantan (Fusani 2008; Ball dan Balthazart 2007).

Komponen perilaku lek pada jantan sangat dipengaruhi oleh hormon androgen (testoteron) yang disekresi testis. Perilaku lek merupakan kumpulan dari beberapa pola perilaku yang berbeda dan dikontrol oleh beberapa hormon yang terpisah. Hormon testosteron meningkat akan mengaktifkan perilaku reprodusi termasuk daerah teritorial dan courtship (Wingfield et al. 2001). Dengan demikian,

courtship merupakan salah satu indikator bahwa burung telah siap kawin dengan peningkatan sirkulasi hormon testosteron.

Gambar

Gambar 1  Lokasi penelitian; (a) Taman Nasional Wasur, (b) Kampung
Gambar   3     Lokasi 2 Vegetasi habitat kebun didominasi oleh tanaman kebun;
Tabel 1  Jenis dan deskripsi perilaku harian burung cendrawasih kecil (Paradisaea
Gambar 4  Postur display cendrawasih kuning besar ( P. apoda), (a-b) wing pose, sayap
+7

Referensi

Dokumen terkait