• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KIMIA SERAT BUAH KAPUK SEBAGAI

BAHAN PENYERAP MINYAK

CATUR WULANDARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

CATUR WULANDARI. Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI.

Serat buah kapuk (Ceiba pentandra) secara alami bersifat hidrofobik dan oleofilik sehingga berpotensi sebagai bahan penyerap minyak. Penelitian ini menguji kadar komponen kimia, kapasitas penyerapan minyak, dan selektifitas penyerapan minyak dari serat kapuk asal Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Berdasarkan kadar komponen kimianya, serat kapuk asal Jawa memiliki kadar holoselulosa 83.04-84.16%, kadar alfa-selulosa 37.43-40.26%, kadar lignin klason 13.24-16.25%, kelarutan dalam etanol-benzena 1.02-1.17%, kelarutan air dingin 0.63-0.77%, kelarutan air panas 4.14-4.62% serta kelarutan NaOH 1% 19.49-26.47%. Serat kapuk alami mampu menyerap minyak sebanyak 30.70-63.20 g/g serat sedangkan serat kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena 26.62-50.74 g/g serat. Terlarutnya zat ekstraktif oleofilik menyebabkan penurunan kapasitas penyerapan minyak dan selektifitas serat kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena. Selektifitas penyerapan serat kapuk alami terhadap minyak sangat tinggi, sehingga serat kapuk dapat dijadikan sebagai bahan penyerap minyak dengan selektifitas yang tinggi.

Kata kunci: hidrofobik, komponen kimia, oleofilik, penyerapan minyak, serat kapuk

ABSTRACT

CATUR WULANDARI. Chemical Characteristics of Kapok Fiber as Oil Adsorbent. Supervised by DEDED SARIP NAWAWI.

Kapok fiber (Ceiba pentandra) are naturally hydrophobic and oleophilic fiber that would be usefull for oil adsorbent. This research examined of chemical composition, oil sorption capacity and its selectivity of natural and ethanol-benzene extracted fibers. Kapok fibers were taken from Madura-East Java, Pati-Central Java, and Bogor-West Java. Based on the chemical composition, kapok fibers contained holoselulosa 83.04-84.16%, alfa-selulosa 37.43-40.26%, lignin klason 13.24-16.25%, etanol-benzena solubility 1.02-1.17%, cold water solubility 0.63-0.77%, hot water solubility 4.14-4.62% and NaOH 1% solubility 19.49-26.47%. Adsorption capacity of natural kapok fiber was in range of 30.70 to 63.20 g/g fiber, while extracted kapok fibers exhibited oil adsorption of 26.62 to 50.74 g/g fibers. Dissolution of oleophilic extractives substances seemed that was responsible for lower oil adsorption capacity. Naturally, kapok fiber has a very high selectivity to adsorb oil than that of water, therefore kapok fibers could be promoted as an oil adsorbent material with a high selectivity in the oil-water system.

(5)
(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

KARAKTERISTIK KIMIA SERAT BUAH KAPUK SEBAGAI

BAHAN PENYERAP MINYAK

CATUR WULANDARI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak

Nama : Catur Wulandari NIM : E24100108

Disetujui oleh

Diketahui oleh Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, M.S Ketua Departemen

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan judul Karakteristik Kimia Serat Buah Kapuk sebagai Bahan Penyerap Minyak. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2014 hingga April 2014, di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor serta Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu (PUSTEKOLAH) Puslitbang Kementerian Kehutanan Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Deded Sarip Nawawi, M.Sc selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam mengerjakan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Bapak Sugito, Ibu Siti Sukarni, Kakak Nining Irianti dan Adik Anissa Atikah Rhea serta Waqid Adi Purnomo yang telah memberikan semangat. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada teman-teman Fakultas Kehutanan 47, Teknologi Hasil Hutan 47 khususnya divisi Kimia Hasil Hutan 47, sahabat dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memenuhi tujuan penyusunan serta memberikan manfaat bagi pembaca sekalian. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE PENELITIAN 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan Penelitian 2

Alat Penelitian 2

Prosedur Penelitian 2

Persiapan Bahan Baku 2

Kelarutan dalam Etanol-Benzena (1:2) 3

Kelarutan dalam Air Dingin 3

Kelarutan dalam Air Panas 3

Kelarutan dalam Sodium Hidroksida 1% 4

Penentuan Kadar Holoselulosa 4

Penentuan Kadar Alfa-selulosa 4

Penentuan Lignin Klason 5

Pengukuran Daya Serap Minyak 5

Pengukuran Derajat Kristalinitas Serat 5

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Komponen Kimia Serat Kapuk 6

Kapasitas Penyerapan Minyak 7

Pengaruh Zat Ekstraktif terhadap Kapasitas Penyerapan Minyak 9

Derajat Kristalinitas Serat Kapuk 10

Selektifitas Penyerapan Minyak Serat Kapuk 10

SIMPULAN DAN SARAN 12

(12)

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

RIWAYAT HIDUP 15

DAFTAR TABEL

1 Komponen kimia serat kapuk 6

2 Karakteristik minyak yang digunakan dalam penelitian 7 3 Kapasitas penyerapan serat kapuk alami (g/g serat) 8 4 Kapasitas penyerapan serat kapuk setelah ekstraksi etanol-benzena (g/g

serat) 9

5 Derajat kristalinitas serat kapuk 10

DAFTAR GAMBAR

1 Selektifitas penyerapan minyak serat kapuk alami 11 2 Selektifitas penyerapan minyak serat kapuk setelah ekstraksi

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pohon kapuk (Ceiba pentandra) merupakan tumbuhan asli dari daerah tropis di Amerika yang kemudian berkembang dan menyebar ke Afrika dan Asia (Departemen Pertanian 2006). Pohon kapuk memiliki beberapa manfaat diantaranya, kayu yang dapat digunakan sebagai bahan baku furniture, kulit buah dapat digunakan sebagai pupuk dan bahan bakar, serta serat dapat digunakan sebagai bahan dasar matras, bantal, isolasi panas, dan suara (Qiuling dan Lin 2009). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor serat kapuk. Tahun 2002 Indonesia mampu memproduksi 1100-4500 ton serat kapuk, dan diekspor sebanyak 1697 ton dengan nilai $1.299.732 (Departemen Pertanian 2006).

Serat kapuk memiliki sifat sangat halus, ringan, dan tidak elastik untuk dipintal menjadi benang, sehingga kebanyakan masyarakat hanya menggunakannya sebagai pengisi bantal, kasur maupun matras. Dewasa ini, potensi pemanfaatan serat kapuk sebagai bahan penyerap minyak sangat tinggi karena serat kapuk memiliki sifat hidrofobik dan oleofilik (Huang dan Lim 2005). Bahan penyerap minyak diharapkan memiliki kapasitas penyerapan minyak tinggi tetapi sangat kecil penyerapannya terhadap air. Berdasarkan bahan baku yang digunakan, bahan penyerap dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu terbuat dari mineral anorganik (zeolit, silica, dan clay), organik sintetik (polypropylene dan polyurethane), dan organik bahan alam (gambut, bonggol jagung, kenaf, dan jerami).

Penggunaan organik bahan alam sebagai bahan penyerap merupakan alternatif paling efisien karena diperoleh dari sumber yang dapat diperbarui (renewable), bahannya tersedia secara melimpah di alam dan mudah dibiodegradasi (Barlianti dan Wiloso 2008). Beberapa studi telah menunjukkan berbagai bahan dari produk pertanian yang digunakan sebagai bahan penyerap salah satunya yaitu, bonggol jagung mampu menyerap 6.9 g minyak pelumas per gram biomasa (Wiloso et al. 2005). Sementara itu, penelitian Hori et al. (2000) menunjukkan serat buah kapuk asal Philipina mampu menyerap minyak sebanyak 40 g/g serat.

Kapasitas penyerapan minyak serat buah kapuk ini dipengaruhi oleh sifat kimianya sehingga dapat berubah akibat perlakuan kimia. Penelitian ini akan menguji pengaruh zat ekstraktif oleofilik terlarut etanol-benzena terhadap penyerapan minyak yang berbeda kekentalan dan selektifitasnya dibandingkan dengan penyerapan terhadap air.

Tujuan Penelitian

(14)

2

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang karakteristik serat kapuk yang berasal dari tiga daerah di Indonesia sebagai bahan penyerap terhadap minyak. Selain itu dapat dijadikan parameter kualitas organik bahan alam sebagai bahan penyerap minyak.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; Laboratorium Biokomposit, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor; dan Laboratorium Instrumen dan Proksimat Terpadu (PUSTEKOLAH) Puslitbang Kementerian Kehutanan Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - April 2014.

Bahan Penelitian

Serat buah kapuk diambil dari daerah Sampang, Madura, Jawa Timur; Kabupaten Pati, Jawa Tengah; dan Bogor, Jawa Barat. Bahan kimia yang digunakan adalah etanol-benzena (1:2), aquades, sodium klorit (NaClO2), asam

asetat glasial (CH3COOH), NaOH 17%, asam sulfat 72%, sodium hidroksida 1%,

dan asam asetat 10%. Pengujian daya serap minyak menggunakan toluena, minyak nabati, dan beberapa jenis oli seperti oli bekas, diesel (B), motor (BS), mobil (S), dan oli gardan. Pemilihan jenis minyak dan oli tersebut didasarkan pada perbedaan kekentalannya.

Alat Penelitian

Alat yang digunakan adalah sokhlet, thimbel ekstraksi, alat pemanas air, peralatan gelas, corong, timbangan elektrik, oven, waterbath, alumunium foil, label, penjepit besi, dan viscotester 7 plus. Pengujian derajat kristalinitas serat kapuk menggunakan alat XRD (X-Ray Diffraction) merk SHIMADZU-7000.

Prosedur Penelitian

Persiapan Bahan Baku

(15)

3 sebagai bobot air terhadap bobot kering contoh uji yang dinyatakan dalam persen. Kadar air dihitung dengan rumus:

Kadar Air (%) =BA−BKT

BKT x100%

dengan, BA = bobot kapuk awal (g), dan BKT = bobot kapuk kering oven (g). Kelarutan dalam Etanol-Benzena (1:2) (TAPPI T 204 om-88)

Serat kapuk sebanyak 10 g disiapkan dalam thimbel ekstraksi dan ditempatkan dalam alat sokhlet. Ekstraksi dilakukan dengan 250 ml larutan campuran etanol-benzena (1:2) selama 6-8 jam atau hingga pelarut bening. Sirkulasi ekstraksi dijaga pada kondisi minimal 4 kali ekstraksi per jam. Setelah ekstraksi, sampel direndam dalam etanol dan diangin-anginkan untuk menghilangkan sisa pelarut. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC sampai bobotnya konstan. Kelarutan etanol-benzena dihitung dengan rumus:

dengan, A = bobot sampel kering awal (g), B = bobot sampel kering oven (g). Kelarutan dalam Air Dingin (TAPPI T 207 om-88)

Serat kapuk sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam gelas piala 400 ml, dan ditambahkan aquades sebanyak 300 ml. Ekstraksi dilakukan selama 48 jam pada suhu 23±2 ºC. Sampel disaring dan dicuci dengan aquades sebanyak 200 ml. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC sampai bobotnya konstan. Kelarutan air dingin dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) =A−B

A x100%

dengan, A = bobot sampel kering awal (g), dan B = bobot sampel kering oven (g). Kelarutan dalam Air Panas (TAPPI T 207 om-88)

Serat kapuk sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, dan ditambahkan aquades panas sebanyak 100 ml. Ekstraksi dilakukan pada suhu 100 ºC selama 3 jam. Sampel disaring dengan kertas saring yang telah dioven pada suhu 103±2 ºC. Sampel dicuci dan disaring dengan 200 ml aquades panas. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC sampai bobotnya konstan. Kelarutan air panas dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) =A−B

A x100%

dengan, A = bobot sampel kering awal (g), dan B = bobot sampel kering oven (g). Kelarutan(%) =A −B

(16)

4

Kelarutan dalam Sodium Hidroksida 1% (TAPPI T 212 om-88)

Serat kapuk sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 100 ml larutan NaOH 1% serta diaduk. Sampel ditutup dan ditempatkan dalam waterbath (97-100 ºC) selama 60 menit sambil diaduk setiap 5, 10, 15, dan 25 menit reaksi. Sampel disaring, dicuci dengan air panas, dan ditambahkan 25 ml asam asetat 10% sebanyak 2 kali. Sampel dicuci kembali dengan air panas sampai bebas asam. Sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 ºC sampai bobotnya konstan. Kelarutan NaOH 1% dihitung dengan rumus:

Kelarutan (%) =A−B

A x100%

dengan, A = bobot sampel kering awal (g), dan B = bobot sampel kering oven (g). Penentuan Kadar Holoselulosa (Browning 1967)

Serat kapuk bebas zat ekstraktif sebanyak 2.5 g dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml, ditambahkan 100 ml aquades, 1 g soduim klorit (NaClO2),

dan 0.5 ml asam asetat glasial (CH3COOH). Sampel dipanaskan dengan

waterbath pada suhu 70-80 ºC selama 5 jam dan setiap interval 1 jam ditambahkan 1 g NaClO2 dan 0.5 ml asam asetat glasial. Setelah pemanasan

selesai, sampel disaring dan dicuci dengan aquades panas, kemudian ditambahkan 25 ml asam asetat 10%, dan dicuci dengan aquades panas hingga bebas asam. Sampel holoselulosa dioven pada suhu 103±2 ºC, ditimbang sampai bobotnya konstan. Holoselulosa dihitung dengan rumus:

Holoselulosa (%) =B

Ax100%

dengan, A = bobot kering sampel awal (g), dan B = bobot holoselulosa (g). Penentuan Kadar Alfa-selulosa (Browning 1967)

(17)

5 Alfa−selulosa (%) =B

Ax100%

dengan, A = bobot kering sampel awal (g), dan B = bobot alfa-selulosa (g). Penentuan Lignin Klason (Dence 1992)

Serat kapuk bebas zat ekstraktif sebanyak 0.5 g ditempatkan dalam gelas piala 50 ml dan ditambahkan 5 ml larutan asam sulfat 72% secara perlahan sambil diaduk hingga serbuk terdispersi sempurna. Sampel disimpan pada suhu kamar selama 3 jam sambil diaduk setiap 15 menit reaksi. Sampel dipindahkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan diencerkan hingga konsentrasi asam sulfat 3% yaitu dengan penambahan air hingga total volume 196 ml. Sampel dipanaskan dalam autoclave selama 30 menit pada suhu 121 ºC. Sampel disaring dan dicuci dengan aquades hingga bebas asam. Sampel dioven pada suhu 103±2 ºC dan ditimbang bobotnya hingga konstan. Lignin klason dihitung dengan rumus:

Lignin (%) =B

Ax100%

dengan, A = bobot kering kapuk (g), dan B = bobot lignin (g). Pengukuran Daya Serap Minyak

Pengukuran kapasitas penyerapan minyak dilakukan untuk serat kapuk alami dan setelah ekstraksi etanol-benzena. Serat kapuk sebanyak 0.1 g diletakkan diatas kassa berukuran (3x6) cm. Sampel kapuk dengan kassa kemudian dicelupkan ke dalam minyak dengan waktu 10 menit. Sampel ditiriskan sampai minyak tidak menetes dan ditimbang. Kapuk yang ada didalam kassa dikeluarkan dan kassa tanpa kapuk ditimbang. Prosedur yang sama dilakukan terhadap air untuk mengetahui daya serap serat terhadap air. Daya serap dihitung dengan rumus:

Daya Serap ={(B−C)−(A)} A

dengan, A = bobot kapuk awal (g), B = bobot kapuk dan kassa setelah dicelupkan ke dalam minyak (g), dan C = bobot kassa (g).

Pengukuran Derajat Kristalinitas Serat

(18)

6

Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan Microsoft excel 2010 terhadap rata-rata nilai dari masing-masing dua ulangan untuk analisis komponen kimia dan tiga ulangan untuk daya serap terhadap minyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Komponen Kimia Serat Kapuk

Seperti serat alami lainnya, serat kapuk terutama disusun oleh selulosa, hemiselulosa, lignin, dan sebagian kecil zat ekstraktif. Holoselulosa merupakan polisakarida total penyusun dinding sel serat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa (Fengel dan Wegener 1984).

Holoselulosa merupakan komponen dominan penyusun dinding sel serat kapuk. Kadar holoselulosa serat kapuk dari ketiga daerah berkisar 83.04-84.16%. Kadar holoselulosa tertinggi terdapat pada serat kapuk asal Jawa Barat sedangkan kadar holoselulosa terendah terdapat pada serat kapuk asal Jawa Tengah. Kadar alfa-selulosa serat kapuk dari ketiga daerah berkisar 37.43-40.26%. Jika diasumsikan selisih antara kadar holoselulosa dengan alfa-selulosa adalah hemiselulosa, maka serat buah kapuk memiliki kadar hemiselulosa tinggi. Berdasarkan struktur kimianya, selulosa dan hemiselulosa merupakan polihidroksi sehingga berpengaruh terhadap sifat higroskopis serat (Fengel dan Wegener 1984).

Serat kapuk yang diuji memiliki kadar lignin yang rendah dan berkisar 13.24-16.25%. Lignin merupakan polimer kompleks yang terdapat pada lamela tengah dan dinding sekunder (McDougall et al. 1993). Kadar lignin menjadi penting dalam pengolahan bahan melalui reaksi delignifikasi, misalnya proses pulping. Bahan baku pulp diharapkan memiliki kadar lignin rendah. Lignin merupakan polifenol dan lebih sedikit mengandung gugus hidroksi (Sjostrom 1991) sehingga pengaruhnya terhadap sifat higroskopis serat lebih kecil dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa.

Table 1 Komponen kimia serat kapuk Komponen kimia

Kelarutan etanol-benzena (1:2), % 1.02 1.02 1.17

Kelarutan air dingin, % 0.63 0.77 0.67

Kelarutan air panas, % 4.34 4.14 4.62

(19)

7 Zat ekstraktif terlarut etanol-benzena (1:2) dari serat kapuk yang diuji tergolong kecil yang berkisar 1.02-1.17%, akan tetapi kelarutan serat kapuk dalam NaOH 1% tergolong tinggi. Larutan NaOH 1% mampu melarutkan fraksi polisakarida berbobot molekul rendah, sehingga nilai ini sejalan dengan tingginya kadar hemiselulosa serat kapuk. Menurut Kobayashi et al. (1977), serat buah kapuk mengandung zat lilin dan akan menyebabkan rendahnya sifat higroskopis serat.

Kadar holoselulosa yang tinggi dengan rendahnya kadar lignin pada serat kapuk menunjukkan bahwa serat ini tergolong serat alami dengan kualitas yang baik sebagai bahan baku berbahan dasar polisakarida, misalnya sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (Tye et al. 2012) dan kertas (Chaiarrekij et al. 2011). Selain itu, serat kapuk alami memiliki sifat hidrofobik dan oleofilik (Huang dan Lim 2007) sehingga dapat digunakan untuk bahan baku produk penyerap minyak (Kongsricharoen et al. 2012).

Kapasitas Penyerapan Minyak

Kapasitas penyerapan minyak merupakan banyaknya minyak yang dapat diserap oleh serat kapuk. Pengukuran kapasitas penyerapan minyak dilakukan pada serat alami (tanpa perlakuan) dan serat setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena. Pengujian dilakukan terhadap minyak dengan berbagai tingkat viskositas dan air (Tabel 2). Perbedaan bobot jenis dan viskositas minyak dapat mempengaruhi kapasitas penyerapan minyak (Abdullah et al. 2010).

Tabel 2 Karakteristik minyak yang digunakan dalam penelitian

Jenis minyak Bobot jenis Viskositas (cP)

Air 1.0000 0

Serat kapuk memiliki kapasitas penyerapan minyak yang tinggi, sedangkan penyerapan terhadap air sangat kecil (Tabel 3). Kapasitas penyerapan minyak serat kapuk alami dari ketiga daerah berkisar 33.47-58.91 g/g serat, sedangkan kapasitas penyerapannya terhadap air hanya 1.10 g/g serat. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara alami serat buah kapuk bersifat hidrofobik dan cenderung oleofilik.

(20)

8

terpakai sekitar 12.2-50.8 g/g serat; sedangkan untuk oli pelumas yang baru sekitar 12.1-47.4 g/g serat.

Tabel 3 Kapasitas penyerapan serat kapuk alami (g/g serat)

Jenis minyak Asal serat kapuk Rataan

Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat

Oli gardan 54.40 57.97 62.06 58.14

Perbedaan kapasitas penyerapan minyak ini terjadi karena adanya perbedaan jenis minyak yang digunakan, antara lain perbedaan viskositas (kekentalan) dan bobot jenis minyak. Viskositas minyak dapat mempengaruhi kapasitas penyerapan minyak (Wang et al. 2012a). Semakin rendah viskositas suatu minyak maka semakin mudah diserap oleh serat, namun semakin mudah pula minyak tersebut keluar dari permukaan serat. Mudahnya minyak keluar dari serat dikarenakan minyak tidak dapat diikat oleh serat yang halus sehingga kapasitas penyerapan terhadap minyak tersebut menjadi rendah (Wang et al. 2012b). Menurut Putro dan Ardhiany (2010), penyerapan minyak dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya jenis penyerap, jenis zat yang diserap, konsentrasi, luas permukaan penyerap, suhu, dan tekanan.

Minyak jenis toluena yang memiliki viskositas terendah, mampu diserap oleh serat masing-masing sebesar 38.89, 30.81, dan 30.70 g/g serat untuk serat asal Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Kapasitas penyerapan minyak ini merupakan penyerapan paling rendah dibandingkan dengan keenam jenis minyak yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Wang et al. (2013) bahwa, jenis minyak dengan viskositas rendah seperti bensin dan solar lebih mudah keluar dari serat karena permukaannya yang halus.

(21)

9 dibagi menjadi dua cara yaitu minyak disimpan dalam lumen internal (didalam rongga serat) dan minyak disimpan dalam rongga antar serat.

Kapasitas penyerapan serat kapuk ini memiliki kemampuan menyerap yang lebih baik dibandingkan dengan kapasitas penyerapan untuk bahan penyerap minyak yang lainnya seperti bonggol jagung mampu menyerap 6.9 g minyak pelumas per gram biomasa (Wiloso et al. 2005), polipropylene (10 g/g), sekam (6.7 g/g), serat selulosa (22 g/g), kapas (40 g/g) (Majed et al. 2011).

Pengaruh Zat Ekstraktif terhadap Kapasitas Penyerapan Minyak

Zat ekstraktif merupakan komponen senyawa kimia yang tergolong ke dalam zat organik dengan bobot molekul rendah dan jumlahnya yang kecil (Fengel dan Wegener 1984). Hasil penelitian menunjukkan kadar zat ekstraktif serat kapuk terlarut dalam etanol-benzena (1:2) masing-masing sebesar 1.02, 1.02, dan 1.17% untuk serat kapuk Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Hori et al. (2000) dan Tye et al. (2012) terhadap serat kapuk asal Philipina dan Vietnam yaitu sebesar 1.8-2.2% dan 2.9%. Adanya kandungan zat ekstraktif dalam serat kapuk ini dapat mempengaruhi kapasitas penyerapan serat terhadap minyak. Hal ini karena zat ekstraktif terlarut etanol-benzena terutama dari kelompok zat ekstraktif oleofilik seperti minyak, lemak, dan lilin (Fengel dan Wegener 1984).

Tabel 4 Kapasitas penyerapan serat kapuk setelah ekstraksi etanol-benzena (g/g serat)

Jenis minyak Asal serat kapuk Rataan

Jawa Timur Jawa Tengah Jawa Barat

Oli gardan 45.09 38.04 50.74 44.62

Kapasitas penyerapan minyak serat kapuk setelah ekstraksi etanol-benzena lebih rendah dibandingkan dengan serat alaminya (tanpa perlakuan). Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan serat kapuk menyerap minyak dipengaruhi juga secara kimia oleh zat ekstraktif oleofilik pada serat kapuk. Menurut Wang et al. (2012b), kapasitas penyerapan minyak dapat dipengaruhi oleh banyaknya zat lilin pada permukaan serat, lumen yang berongga, kekerasan, dan kehalusan pada permukaan.

(22)

10

penyerapan serat terhadap minyak. Dilain pihak, hal tersebut menyebabkan peningkatan sifat hidrofilik serat kapuk yang ditunjukkan oleh peningkatan daya serapnya terhadap air (Tabel 3 dan 4).

Derajat Kristalinitas Serat Kapuk

Untuk menganalisis pengaruh morfologi serat kapuk terhadap daya serap minyak diduga melalui indeks kristalinitas seratnya. Derajat kristalinitas merupakan perbandingan antara daerah kristalin dengan total daerah (kristalin dan amorf) yang dinyatakan dalam persen (Gurgel et al. 2012). Pengukuran derajat kristalinitas dilakukan terhadap serat kapuk alami (tanpa perlakuan) dan serat kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena.

Tabel 5 Derajat kristalinitas serat kapuk

Asal Perlakuan Derajat kristalinitas (%)

Jawa Timur

Tabel 5 menunjukkan terdapat perbedaan relatif kecil derajat kristalinitas serat kapuk berdasarkan asal bahan dan perlakuan ekstraksi etanol-benzena. Derajat kristalinitas serat buah kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan serat alaminya. Hal ini diduga karena kehilangan sebagian zat ekstraktif yang bersifat amorf akibat perlakuan ekstraksi etanol-benzena. Menurut Wang et al. (2012a), kapasitas penyerapan minyak dapat ditingkatkan dengan adanya permukaan serat yang kasar. Semakin kasar permukaan serat kapuk maka semakin mudah minyak diserap oleh serat dan diikat didalamnya, sebaliknya semakin halus permukaan serat maka minyak akan mudah keluar dari dalam serat akibat adanya pengeringan.

Selektifitas Penyerapan Minyak Serat Kapuk

(23)

11

Gambar 1 dan 2 mengkonfirmasi bahwa secara alami serat kapuk bersifat hidrofobik dan oleofilik. Hal tersebut ditunjukkan oleh tingginya selektifitas serat kapuk dalam menyerap minyak dibandingkan dengan menyerap air. Selektifitas penyerapan minyak dari serat kapuk alami berkisar 30-53 kali lebih besar dibandingkan penyerapan terhadap air.

Gambar 2 menunjukkan bahwa selektifitas penyerapan serat kapuk setelah ekstraksi etanol-benzena lebih rendah dibandingkan dengan serat alaminya. Kapasitas penyerapan serat kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena terhadap minyak berkisar 8-13 kali dibandingkan terhadap air. Hal ini disebabkan zat ekstraktif yang bersifat oleofilik terlarut dari serat selama perlakuan ekstraksi etanol-benzena, sehingga sifat hidrofilik serat meningkat. Sementara itu, pengaruh

0

Gambar 1 Selektifitas penyerapan minyak serat kapuk alami

(24)

12

ekstraksi etanol-benzena terhadap perubahan kristalinitas serat relatif kecil sehingga diduga pengaruhnya terhadap perubahan kapasitas penyerapan minyak juga kecil.

Selektifitas penyerapan minyak serat kapuk alami yang tinggi ini menyebabkan serat kapuk berpotensi sebagai bahan penyerap tumpahan minyak (Huang dan Lim 2005). Hal ini dikarenakan serat kapuk selektif menyerap minyak walaupun dalam sistem minyak dan air. Selain itu, hasil penelitian Abdullah et al. (2010) dan Wang et al. (2012a) menunjukkan bahwa serat kapuk dapat digunakan berulang kali sebagai bahan penyerap minyak.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Serat kapuk asal Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat berurutan memiliki kadar holoselulosa 83.10, 83.04, dan 84.16%, alfa-selulosa 37.43, 37.64, dan 40.26%, lignin klason 16.25, 15.96, dan 13.24%, kelarutan etanol-benzena 1.02, 1.02, dan 1.17%, kelarutan dalam air dingin 0.63, 0.77, dan 0.67%, kelarutan dalam air panas 4.34, 4.14, dan 4.62%, kelarutan dalam NaOH 1% 19.98, 19.49, dan 26.47%.

Kapasitas penyerapan minyak serat kapuk alami berkisar 30.70-63.20 g/g serat, bergantung pada asal bahan dan viskositas minyak. Perlakuan ekstraksi etanol-benzena menurunkan kapasitas penyerapan minyak serat kapuk. Derajat kristalinitas serat kapuk alami asal Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat berturutan 38.21, 31.21, dan 30.70%. Selektifitas penyerapan serat kapuk alami terhadap minyak berkisar 30-53 kali dibandingkan dengan terhadap air sedangkan kapasitas penyerapan serat kapuk setelah perlakuan ekstraksi etanol-benzena terhadap minyak berkisar 8-13 kali dibandingkan terhadap air, sehingga secara alami serat kapuk berpotensi sebagai bahan penyerap minyak dengan selektifitas tinggi.

Saran

(25)

13

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MA, Rahmah AU, Man Z. 2010. Physicochemical and sorption characteristics of Malaysian Ceiba pentandra (L.) Gaertn. as a natural oil sorbent. J. Hazard. Materials. 177:683-691.

Barlianti V, Wiloso EI. 2008. Potensi pemanfaatan lignoselulosa pada coir dust sebagai penyerap tumpahan minyak pada air. Berita Selulosa. 43(2):101-106. Chaiarrekij S, Apirakchaiskul A, Suvarnakich K, Kiatkamjornwong S. 2011. Kapok I: Characteristics of kapok fiber as a potential pulp source for papermaking. J. Bioresource. 7(1):475-488.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Budidaya Kapuk (Ceiba pentandra). Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Perkebunan.

Fengel D, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. First Edition. Berlin [DE]: Walter de Guyter.

Gurgel LVA, Marabezi K, Ramos LA, Curvelo AAS. 2012. Characterization of depolymerized residues from extremely low acid hydrolysis (ELA) of sugarcane cellulose: Effect of degee of polymerization, crystallinity and crystallite size on thermal decomposition. Indust. Crops Prod. 36:560-571. Hori K, Flavier ME, Kuga S, Lam TBT, Liyama K. 2000. Excellent oil absorbent

kapok (Ceiba pentandra (L.) Gaertn.) fiber: fiber structure, chemical characteristics, and application. J. Wood Sci. 46:401-404.

Huang X, Lim TT. 2005. Experimental evaluation of a natural hollow hydrophobic-oleophilic fiber for its potential application in NAPL spill cleanup. International Oil Spill Conference; 2005; Nanyang, Singapore. Nanyang (SG): Nanyang Technological University.

Huang X, Lim TT. 2007. Evaluation of hydrophobicity/oleophilicity of kapok and its performance in oily water filtration: Comparison of raw and solvent-treated fibers. Indust. Crops Prod. 26:125-134.

Kobayashi Y, Matuo R, Nishiyama M. 1977. Method for adsorption of oils. Japanese Patent, 52,138,081.

Kongsricharoen P, Pejprom D, Senanurakwarkul C, Khaodhiar S. 2012. Effect of kapok fibers/recycled rayon wastes on motor oil sorption capacity. International Conference on Chemical, Bio-Chemical and Environmental Sciences (ICBEE); December 14-15 2012; Nanyang; Singapore. Nanyang (SG): Nanyang Technological University.

Majed AA, Adebayo AR, Hossain M. 2011. A sustainable approach to controlling oil spills. J. Environ. Manag. 113:213-227.

McDougall GJ, Morrison IM, Stewart D, Weyers JDB, Hillman JR. 1993. Plant fibers: botany, chemistry and processing for industrial use. J. Sci Food Agri. 62(1):1-20.

Putro ANH, Ardhiany SA. 2010. Proses pengambilan kembali bioetanol hasil fermentasi dengan metode adsorpsi hidrophobik [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro Semarang.

Qiuling C, Lin W. 2009. Structure and property contrast of kapok fiber and cotton fibre. Cotton Textile Technol. 37(11):668-670.

(26)

14

Tye YY, Lee KT, Abdullah WNW, Leh CP. 2012. Potential of Ceiba pentandra (L.) Gaertn. (kapok fiber) as a resource for second generation bioethanol: Effect of various simple pretreatment methods on sugar production. Biores. Technol. 116:536-539.

[TAPPI] Technical Association of The Pulp and Paper Industry. 1990. TAPPI Test Methods. 1991. Atlanta (US): TAPPI Pr.

Wang J, Zheng Y, Wang A. 2012a. Effect of kapok fiber treated with various solvent on oil adsorbency. Indust. Crops Prod. 40:178-184.

Wang J, Zheng Y, Wang A. 2012b. Superhydrophobic kapok fiber oil-absorbent: Preparation and high oil absorbency. Chem. Eng. J. 213:1-7.

Wang J, Zheng Y, Kang Y, Wang A. 2013. Investigation of oil sorption capability of PBMA/SiO2 coated kapok fiber. Chem. Eng. J. 223:632-637.

(27)

15

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 3 Kapasitas penyerapan serat kapuk alami (g/g serat)
Tabel 5 Derajat kristalinitas serat kapuk
Gambar 1 Selektifitas penyerapan minyak serat kapuk alami

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan serat sabut kelapa terhadap besar beban lentur, ketahanan terhadap rembesan air, penyerapan air, keseragaman

Hasil kedua tahap pengujian menunjukkan bahwa kombinasi minyak jelantah dan serabut kapuk randu (Ceiba pentadra) dapat digunakan sebagai bahan bakar roket yang relatif aman,

karoten dengan cara solvolytic micellization dari minyak hasil ekstraksi limbah serat pengepresan buah kelapa sawit.

Karoten dari minyak serat mesokarp dapat diperoleh dengan tahapan proses ekstraksi yaitu menggunakan pelarut n-heksan, dilanjutkan proses transesterifikasi, lalu proses

Telah dilakukan penelitian biodiesel menggunakan minyak biji karet dan abu kulit buah kapuk yang digunakan sebagai sumber katalis basa.. Adanya kadar basa

Pengujian bending dan impack ini bertujuan untuk mengetahui sifat dari bahan resin dan serat fiber combinasi serat alami buah pinang atau yang kita sebut komposit dengan fraksi

Telah dilakukan penelitian biodiesel menggunakan minyak biji karet dan abu kulit buah kapuk yang digunakan sebagai sumber katalis basa.. Adanya kadar basa

Hasil dari pengabdian ini yaitu warga atau masyarakat Gandus memiliki pemahaman dan ilmu pengetahuan mengenai pemanfaatan limbah plastik dan serat kapuk sebagai bahan baku