• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Campuran Poli(Aluminium Klorida) (PAC) dan Aluminium Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Campuran Poli(Aluminium Klorida) (PAC) dan Aluminium Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTI

(PAC)

KOA

FAKULT

VITAS CA

) DAN AL

AGULAN

TAUF

TAS MAT

IN

AMPURA

LUMINIUM

N DALAM

FIK OPRA

DEPAR

TEATIKA D

NSTITUT P

AN POLI(A

M SULFA

M PENGOL

ATIANTO

RTEMEN K

DAN ILMU

PERTANIA

BOGOR

2013

ALUMIN

AT (TAWA

LAHAN A

O ANUGR

KIMIA

U PENGET

AN BOGOR

NIUM KLO

AS) SEBA

AIR BERS

RAH

TAHUAN

R

ORIDA)

AGAI

SIH

(2)

2

 

ABSTRAK

TAUFIK OPRATIANTO ANUGRAH. Efektivitas Campuran Poli (Aluminium

Klorida) (PAC) dan Aluminium Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam

Pengolahan Air Bersih. Dibimbing oleh KOMAR SUTRIAH dan MOHAMMAD

KHOTIB.

Poli(aluminium klorida) (PAC) dan aluminium sulfat (tawas) merupakan

koagulan yang umum digunakan untuk pengolahan air bersih. Penelitian ini

bertujuan menentukan dosis koagulan efektif dari campuran PAC dan tawas

dalam pengolahan air sungai Cisadane. Nisbah campuran koagulan yang

digunakan ialah 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100 dengan tingkatan

kekeruhan air rendah dan tinggi. Selain kekeruhan, efektivitas penurunan kadar

Fe, Mn, dan zat organik juga dipelajari. PAC lebih efektif dalam menurunkan

kekeruhan (88.29%), kadar Fe (76.03%), Mn (75.57%), dan zat organik (41.74%)

dibandingkan dengan campuran koagulan yang lain. Dari segi biaya, nisbah

koagulan PAC-tawas cair 75:25 lebih hemat pada kondisi tingkat kekeruhan

tinggi.

Kata kunci: aluminium sulfat, kekeruhan, PAC, poli(aluminium klorida), tawas

ABSTRACT

TAUFIK OPRATIANTO ANUGRAH. Effectiveness of Poly(Aluminum

Chloride) (PAC) and Aluminum Sulfate (Alum) Mixture as Coagulant in Water

Treatment. Supervised by KOMAR SUTRIAH and MOHAMMAD KHOTIB.

Poly(aluminum chloride) (PAC) and aluminum sulfate (alum) are commonly

used coagulants for water treatment. This study aimed to determine the effective

coagulant dose of PAC and alum mixture Cisadane river water treatment.

Coagulant mixture ratio used were 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, and 0:100 with low

and high levels of water turbidity. In addition to turbidity, effectiveness in

decreasing the Fe, Mn, and organic substances contents were also studied. PAC

was more effective in decreasing the levels of turbidity (88.29%), Fe (76.03%),

Mn (75.57%), and organic substances contents (41.74%) compared to the other

coagulant mixtures. In terms of cost, 75:25 ratio of PAC-alum coagulant mixture

was more efficient under condition of high turbidity level.

(3)

EFEKTIVITAS CAMPURAN POLI(ALUMINIUM KLORIDA)

(PAC) DAN ALUMINIUM SULFAT (TAWAS) SEBAGAI

KOAGULAN DALAM PENGOLAHAN AIR BERSIH

TAUFIK OPRATIANTO ANUGRAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

4

 

Judul Skripsi: Efektivitas Campuran Poli(Aluminium Klorida) (PAC) dan Aluminium

Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih

Nama

: Taufik Opratianto Anugrah

Nim

: G44086037

Disetujui

Pembimbing I,

Dr Komar Sutriah, MS

NIP 19630705 199103 1 004

Pembimbing II,

Mohammad Khotib, SSi, MSi

NIP 19781018 200701 1 002

Diketahui

Ketua Departemen Kimia,

Prof Dr Tun Tedja Irawadi, MS

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Alhamdulillahirobbil’alamin, segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Kuasa,

berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya

ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga dan para sahabat-Nya. Judul yang dipilih dalam penelitian

ini ialah Efektivitas Campuran Poli(Aluminium Klorida) (PAC) dan Aluminium

Sulfat (Tawas) sebagai Koagulan dalam Pengolahan Air Bersih

.

Penelitian

dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 hingga Januari 2013 bertempat di

Laboratorium PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah

membantu penyelesaian karya ilmiah ini, terutama kepada Bapak Dr Komar

Sutriah, MS dan Bapak Mohammad Khotib, SSi, MSi yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terima

kasih juga penulis ucapkan kepada Mama, Papah, Adikku, Istriku, dan Anakku

tersayang atas doa, kasih sayang, dan semangat yang diberikan tanpa henti.

Terima kasih juga untuk rekan-rekan seperjuangan S1 Penyelenggaraan Khusus

Kimia angkatan ke-2 Departemen Kimia, FMIPA, IPB.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor,

Februari

2013

(6)

6

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 1986 dari Ayah H

Suyadi, SE dan Ibu Hj Nani Suharni. Penulis merupakan anak pertama dari 2

bersaudara.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan ... 1

Metode Penelitian ... 2

Pembuatan Campuran Koagulan ... 2

Pengambilan Sampel Air Baku ... 2

Penetapan Dosis Optimum Campuran Koagulan ... 2

Uji Efektivitas Koagulan ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Air Sungai Cisadane Sebelum Jar Test ... 3

Dosis Optimum Campuran Koagulan ... 3

Efektivitas Koagulan ... 4

Hubungan Koagulan dengan Bentuk Flok ... 7

Biaya Produksi ... 8

SIMPULAN DAN SARAN ... 9

DAFTAR PUSTAKA ... ... 9

(8)

8

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Variasi dosis koagulan ... 2

2 Hasil analisis air sungai Cisadane sebelum jar test ... 3

3 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kekeruhan ... 4

4 Efektivitas campuran PAC-tawas padat pada kekeruhan ... 5

5 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar Fe ... 5

6 Efektivitas campuran PAC-tawas padat pada kadar Fe ... 5

7 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar Mn ... 5

8 Efektivitas campuran PAC-tawas padat pada kadar Mn ... 6

9 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar zat organik ... 6

10 Efektivitas campuran PAC-tawas padat pada kadar zat organik ... 6

11 Bentuk flok yang dihasilkan dengan menggunakan campuran

koagulan PAC dan tawas pada kekeruhan rendah ... 7

12 Bentuk flok yang dihasilkan dengan menggunakan campuran

koagulan PAC dan tawas pada kekeruhan tinggi ... 7

13

Pengolahan air dengan kekeruhan tinggi menggunakan

campuran PAC-tawas cair ... 8

14 Pengolahan air dengan kekeruhan rendah menggunakan

campuran PAC-tawas cair ... 8

15

Pengolahan air dengan kekeruhan tinggi menggunakan

campuran PAC-tawas padatan ... 8

15 Pengolahan air dengan kekeruhan rendah menggunakan

campuran PAC-tawas padatan ... 8

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1

Hubungan kekeruhan dengan dosis campuran koagulan PAC dan tawas ... 4

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 11

2 Diagram alir pengolahan air minum (WTP) Dekeng 100 L/det ... 12

3 Cara pembuatan reagen ... 13

4 Perhitungan kadar besi ... 15

5 Perhitungan kadar mangan ... 16

6 Perhitungan kadar zat organik ... 17

(10)
(11)

 

PENDAHULUAN

Keperluan air bersih dari tahun ke tahun khususnya kebutuhan air minum di Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri dan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Ketersediaan air bersih tersebut bergantung pada keberadaan sumber air bersih yang semakin sedikit akibat berkurangnya lahan resapan air oleh pesatnya pembangunan, pemakaian air tanah yang takterkendali, dan pencemaran dari industri.

Air sungai biasanya digunakan sebagai sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih. Umumnya air sungai mengandung padatan tersuspensi, baik organik maupun anorganik yang mengeruhkan air. Oleh sebab itu, air sungai harus diolah terlebih dahulu. Cara pengolahan yang digunakan bergantung pada mutu air bakunya.

Mutu air harus memenuhi 2 persyaratan, yaitu harus aman dikonsumsi manusia dan memiliki penampakan yang menarik untuk penggunaannya. Air yang tidak memenuhi persyaratan baku mutu untuk industri dan air minum harus diolah dengan menggunakan proses gabungan antara cara fisika, kimia, dan biologi.

Dalam pengolahan air baku menjadi air bersih, zat koagulan perlu ditambahkan untuk menghilangkan kekeruhan apabila kekeruhan dan warna melebihi yang ditetapkan. Contohnya ialah poli(aluminium klorida) (PAC) Aln(OH)mCl(3n-m) dan aluminium sulfat

(tawas) KAl(SO4)2. Jika air baku sudah jernih,

tidak perlu lagi dibubuhkan koagulan, tetapi cukup dengan penyaringan dan disinfeksi.

Secara teoretis, partikel-partikel halus penyebab kekeruhan dapat diendapkan secara alami tanpa pembubuhan koagulan. Namun, diperlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak mungkin dilakukan dalam skala besar. Oleh karena itu, partikel-partikel kecil digumpalkan agar dapat lebih cepat diendapkan (Sumarni 1989).

Menurut McGhee (1991), koagulasi adalah proses kimia berupa destabilisasi partikel koloid. Partikel koloid di dalam air umumnya bermuatan negatif sehingga akan menarik ion-ion positif dan menolak ion-ion-ion-ion negatif dalam air. Ion-ion positif akan membentuk lapisan di dekat permukaan partikel dan lapisan tersebut dikelilingi oleh ion-ion negatif. Ion-ion negatif bergabung sedikit demi sedikit dengan ion-ion positif sampai membentuk partikel netral. Lapisan ion positif tersebut dikenal sebagai lapisan kokoh atau lapisan strain, sedangkan lapisan ion negatif yang tersebar di

sekelilingnya disebut lapisan diffuse yang tersusun oleh ion-ion yang mudah bergerak.

Dosis koagulan yang ditambahkan dalam proses pengolahan air bersih penting untuk ditentukan agar tidak boros membubuhkan-nya. Salah satu cara penentuan dosis tersebut adalah dengan jar test di laboratorium. Jar test

merupakan cara yang paling tepat untuk menentukan kondisi optimum proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dari berbagai mutu air baku. Jar test dilakukan dengan cara membubuhkan koagulan dengan konsentrasi yang berbeda-beda diikuti dengan pengadukan cepat, pengadukan lambat, dan sedimentasi. Partikel terlarut dalam air baku akan mengendap, filtrat yang diperoleh diukur kekeruhan, kadar Fe, Mn, dan zat organiknya. Dosis koagulan yang tepat ditentukan dari penurunan kekeruhan, kadar Fe, Mn, dan zat organik hingga memenuhi persyaratan Permenkes tentang Air Minum No 492/ Menkes/Per/IV/2010.

Saat ini, koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air baku di PDAM Kota Bogor adalah PAC, sedangkan tawas lazim digunakan sebagai koagulan untuk air baku yang bersifat payau. Dalam penelitian ini, diujikan koagulan campuran antara PAC dan tawas dengan nisbah 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100 dalam proses pengolahan air bersih. Dosis optimum koagulan ditentukan, yaitu yang dapat menurunkan kekeruhan, kadar Fe, Mn, dan zat organik hingga memenuhi persyaratan Permenkes dengan nilai konsentrasi terendah. Efektivitas PAC dengan tawas, juga dibandingkan 

BAHAN DAN METODE

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain jar tester, spektrofotometer, pH-meter, turbidimeter, neraca analitik, buret automatis, dan alat-alat kaca yang lain di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini meliputi bahan uji dan bahan kimia. Bahan uji adalah air sungai Cisadane di daerah Cipaku, Bogor, Jawa Barat, yang diambil dari keran air baku Instalasi Pengolahan Air (IPA) PDAM Cipaku dan air hasil jar test pada dosis optimum. Bahan kimia yang digunakan antara lain PAC, tawas, hidroksilamina hidroklorida 10%, bufer asetat,

orto-fenantrolina, larutan khusus, larutan

(12)

2

 

H2O2, amonium persulfat, H2SO4 4 N, KMnO4

0.01 N, dan asam oksalat 0.01 N.

Metode Penelitian

Tahapan penelitian yang dilakukan adalah pembuatan campuran koagulan, pengambilan sampel air baku, pembubuhan koagulan dalam

jar tester, serta pengukuran dan evaluasi parameter kekeruhan, kadar Fe, Mn, dan zat organik pada filtrat air baku. Diagram alir ditunjukkan pada Lampiran 1.

Pembuatan Campuran Koagulan

Koagulan yang digunakan merupakan campuran PAC dan tawas dengan nisbah 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100.

Pengambilan Sampel Air Baku

Sampel air baku berasal dari air sungai Cisadane yang diambil dari keran air baku di IPA Cipaku. Sampel air baku ditampung dalam jeriken besar, dihomogenkan dengan pengadukan, kemudian dianalisis sifat-sifat air bakunya sebelum dilakukan jar test. Lampiran 2 menampilkan diagram alir pengolahan air di IPA Cipaku.

Penetapan Dosis Optimum Campuran Koagulan

Penentuan dosis optimum dengan metode

jar test dilakukan pada sampel air sungai dengan tingkat kekeruhan yang berbeda-beda serta dengan penambahan variasi dosis koagulan (Tabel 1).

Tabel 1 Variasi dosis koagulan Nisbah

PAC- tawas

Kekeruhan

air baku Variasi dosis koagulan (ppm) (NTU)

100:0 70 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26 70–1000 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 75:25 70 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26 70–1000 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 50:50 70 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26 70–1000 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 25:75 70 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26 70–1000 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50 0:100 70 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26 70–1000 10, 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45, 50

Air sungai Cisadane sebanyak 1 L ditambahkan koagulan. Alat uji dioperasikan dengan kecepatan pengadukan 150 rpm selama 1 menit (proses koagulasi), dilanjutkan 50 rpm selama 10 menit (proses flokulasi),

kemudian dihentikan selama 10 menit untuk mengendapkan flok (proses sedimentasi). Sampel diambil untuk diukur penurunan nilai kekeruhannya. Dosis optimum koagulan ditentukan dari nilai kekeruhan yang mencapai <5 NTU pertama kali. Kekeruhan <5 NTU merupakan persyaratan Permenkes 492/ Menkes/Per/2010 (Budiman et al. 2008). Setelah proses ini, air bersih masih mengalami proses pengolahan lain seperti aerasi, penyaringan cepat, dan disinfeksi. Selain kekeruhan, juga dilihat bentuk flok dan lamanya pengendapan flok. Penurunan kadar Fe, Mn, dan zat organik juga diukur hingga memenuhi persyaratan Permenkes 492/ Menkes/Per/2010.

Uji Efektivitas Koagulan

Efektivitas koagulan dikaji berdasarkan penurunan parameter mutu air sebelum dan sesudah proses jar test. Uji mutu air meliputi kekeruhan, Fe, Mn dan zat organik.

Penetapan Kekeruhan

Turbidimeter terlebih dahulu diset dengan larutan standar yang mempunyai nilai kekeruhan 0.1, 1, 10, 100, atau 1000 NTU sesuai dengan kebutuhan. Sampel air dimasukkan ke dalam kuvet yang telah dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam turbidimeter. Dengan membandingkan intensitas cahaya setelah melalui contoh dengan intensitas cahaya setelah melalui larutan standar kekeruhan, kekeruhan contoh dapat ditentukan. Angka kekeruhan yang muncul pada alat dicatat (APHA 2005).

Penetapan Kadar Besi (Fe)

(13)

 

Penetapan Kadar Mangan (Mn)

Penetapan mangan juga dilakukan secara spektrofotometri dengan pereaksi seperti diberikan pada Lampiran 3. Dalam labu ukur 100 mL dibuat deret standar Mn 0, 0.5, 1, 2, 3, 4, dan 5 ppm. Larutan standar 100 mg/L dipipet berturut-turut 0, 0.5, 1, 2, 3, 4, dan 5 mL dalam gelas piala 100 mL. Sebanyak 50 mL akuades ditambahkan, diikuti berturut-turut 5 mL larutan khusus Mn, 1 tetes larutan H2O2, dan 1 g amonium persulfat, lalu

dididihkan selama 5 menit dengan pemanas listrik. Campuran didinginkan perlahan, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditera dengan akuades. Absorbans diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 525 nm (APHA 2005). Kadar Mn dalam sampel dihitung dengan membuat kurva standar dan menentukan persamaan regresi, yang disajikan pada Lampiran 5.

Penetapan Kadar Zat Organik

Penetapan zat organik dilakukan secara titrimetri sebagai berikut: sampel sebanyak 100 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer asah, lalu ditambahkan 10 mL larutan H2SO4

4 N dan 10 mL larutan KMnO4 0.01 N,

dipanaskan hingga mendidih selama 5 menit. Sepuluh mL larutan asam oksalat ditambahkan sedikit demi sedikit dari buret sampai warna merah hilang. Larutan lalu dititrasi dengan KMnO4 0.01 N sampai berwarna merah jambu

seulas (APHA 2005). Perhitungan disajikan pada Lampiran 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Air Sungai Cisadane sebelum

Jar Test

Tabel 2 menunjukkan bahwa kekeruhan, kadar Fe, Mn, dan zat organik air sungai Cisadane masih berada dalam batas baku mutu air baku berdasarkan SK Gubernur Jawa Barat No. 6 tahun 1999, kecuali untuk kekeruhan serta kadar zat organik pada sampel 3 dan 4.

Kekeruhan dapat terus berubah setiap hari atau bahkan dalam hitungan jam, demikian pula parameter yang lain, seperti Fe, Mn, dan zat organik. Hal ini disebabkan oleh berubah-ubahnya kondisi air di hulu sungai, perubahan musim, pasang-surut air sungai, dan tingginya padatan tersuspensi dalam air. Pada musim hujan, debit air umumnya relatif lebih besar dengan kekeruhan sangat beragam, sedangkan pada musim kemarau air yang mengalir relatif lebih sedikit dan jernih. Nilai kekeruhan akan

menentukan dosis koagulan yang diperlukan dalam proses pengolahan air. Pada penyediaan air minum, kekeruhan yang tinggi akan mengakibatkan mikroorganisme terlindungi dari efek disinfeksi.

Tabel 2 Hasil analisis air sungai Cisadane sebelum jar test

Sampel Kekeruhan (NTU) Fe (ppm) Zat Organik (ppm) Mn (ppm)

1 39.3 0.267 5.63 0.131

2 35.2 0.204 5.38 0.129

3 136 1.7 11.5 0.21

4 143 1.5 12.1 0.228

Standar 1 - 5 10 2

Standar 2 5 0.3 10 0.1

Keterangan:

Standar 1: SK Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999 Standar 2: Permenkes 492/Menkes/Per/2010

Besi (Fe) pada air permukaan memiliki beberapa bentuk, antara lain bentuk terlarut, yang berpengaruh pada estetika (warna, endapan, dan rasa) serta korosif pada pipa. Kadar Mn melebihi batas yang ditentukan akan menyebabkan kerusakan hati dan bersifat racun ringan. Konsentrasi Mn >0.15 mg/L akan memengaruhi rasa dan pada konsentrasi <0.2 mg/L dapat meninggalkan noda pada pakaian. Air sungai Cisadane memiliki kadar Fe dan Mn relatif kecil, yaitu <2mg/L.

Keberadaan zat organik di dalam air disebabkan oleh cemaran seperti pupuk, pestisida, pelarut organik, minyak, dan limbah pabrik (kimia, obat). Zat organik ini akan mengubah fisika, kimia, dan bakteriologi air.

Dosis Optimum Campuran Koagulan

Dosis pemakaian koagulan dapat ditentu-kan dari nilai kekeruhan, pH, bentuk flok, dan waktu sedimentasi. Penentuan dosis juga bergantung pada situasi dan syarat-syaratnya.

Berdasarkan Permenkes RI No. 492/Menkes/IV/2010 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, nilai kekeruhan maksimum 5 NTU (Lampiran 7). Di PDAM Tirta Pakuan Bogor, dosis pemakaian ditentukan dari hasil jar test, yaitu pada saat kekeruhan pertama kali turun di bawah 5 NTU, bukan dari tingkat kekeruhan terendah. Hal ini dilakukan karena setelah proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi, masih ada proses lain yang dapat menurunkan kekeruhan, yaitu penyaringan. Hal ini akan menghemat pemakaian koagulan sehingga biaya yang dikeluarkan akan lebih rendah.

(14)

4

 

dipilih pH air yang tinggi. Batas minimum pH air bersih menurut Permenkes RI No. 492/Menkes/IV/2010 ialah 6.5, maka dosis koagulan dipilih yang menghasilkan air bersih dengan pH di atas 6.5.

Semakin banyak koagulan ditambahkan, kekeruhan didapati menurun (Gambar 1) karena semakin banyak partikel koloid yang terdestabilkan. Partikel-partikel koloid yang telah terdestabilisasi akan bergabung mem-bentuk gumpalan yang akhirnya mengendap.

(a) Tawas cair, kekeruhan air rendah

(b) Tawas cair, kekeruhan air tinggi

(c) Tawas padat, kekeruhan air rendah

(d) Tawas padat, kekeruhan air tinggi

Gambar 1 Hubungan kekeruhan dengan dosis campuran koagulan PAC dan tawas. Keterangan —♦— 100:0,

—■— 0:100, —▲— 75:25, — ×— 50:50, dan —ж— 25:75

Penambahan koagulan ke dalam air yang keruh harus sesuai dengan kebutuhan. Apabila terlalu sedikit, hanya sedikit partikel koloid akan terdestabilisasi dan sebagian koloid tidak mengendap. Sebaliknya, jika berlebihan, kekeruhan akan meningkat kembali karena flok yang telah mengendap dapat menjadi koloid lagi dan menyerap kation dari koagulan yang berlebih membentuk koloid bermuatan positif. Gambar 1 menunjukkan dosis optimum campuran koagulan untuk tawas cair-PAC dengan nisbah 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100 berturut-turut ialah 12, 14, 18, 20, dan 22 ppm untuk air dengan kekeruhan rendah, serta 25, 25, 30, 40, dan 45 ppm untuk air dengan kekeruhan tinggi. Sementara untuk komposisi tawas padat-PAC 100:0, 75:25, 50:50, 25:75, dan 0:100, didapat dosis optimum berturut-turut 12, 16, 18, 22, dan 24 ppm untuk air dengan kekeruhan rendah, sedangkan pada air dengan kekeruhan tinggi dosis optimumnya berturut-turut 25, 35, 40, 45, dan 45 ppm.

Efektivitas Koagulan

Tabel 3 dan 4 memperlihatkan bahwa PAC lebih efektif dalam menurunkan kekeruhan air baku. Dengan dosis yang lebih rendah, efektivitas PAC hampir menyamai campuran koagulan lainnya. Perbedaan dosis ini disebabkan oleh perbedaan muatan PAC dan tawas. Poli(aluminium klorida) merupakan polimer anorganik dengan bobot molekul tinggi. PAC sangat mudah dihidrolisis, menghasilkan polihidroksida dengan rantai molekul yang panjang dan muatan listrik yang besar dalam larutan sehingga akan semakin banyak mendestabilisasi koloid dibandingkan dengan alum yang merupakan koagulan anorganik nonpolimer. Hal ini berkontribusi dalam memaksimumkan aksi fisis flokulasi.

Tabel 3 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kekeruhan Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Kekeruhan (NTU) Efektivitas (%) Awal Akhir Kekeruhan Rendah

100:0 12 39.3 4.6 88.29 75:25 14 39.3 4.6 88.29 50:50 18 39.3 3.8 90.33 25:75 20 39.3 4.2 89.31 0:100 22 39.3 4.5 88.54

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 136 4.6 96.61

75:25 25 136 4.8 96.47

50:50 30 136 4.6 96.61

25:75 40 136 4.2 96.91

0:100 45 136 3.5 97.42

0 20 40 60

0 10 12 14 16 18 20 22 24 26

K ek er uhan ( N TU Dosis (ppm) 0 50 100 150

0 10 15 20 25 30 35 40 45 50

K ek er uhan (N TU ) Dosis (ppm) 0 10 20 30 40

0 10 12 14 16 18 20 22 24 26

K ek eru han ( N TU ) Dosis (ppm) 0 50 100 150

0 10 15 20 25 30 35 40 45 50

(15)

 

Tabel 4 Efektivitas campuran PAC-tawas padatan pada kekeruhan

Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Kekeruhan (NTU) Efektivitas (%) Awal Akhir Kekeruhan Rendah

100:0 12 39.3 4.4 88.80 75:25 16 39.3 4.8 87.79 50:50 18 39.3 4.7 88.04 25:75 22 39.3 4.7 88.04 0:100 24 39.3 4.1 89.57

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 143 3.8 97.34 75:25 35 143 4.6 96.78 50:50 40 143 3.8 97.34 25:75 45 143 4.1 97.13 0:100 45 143 3.2 97.76

PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. Hal ini diakibatkan gugus aktif aluminat bekerja efektif mengikat koloid dan ikatan ini diperkuat oleh rantai polimer dari gugus polielektrolit sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat. Penambahan gugus hidroksil ke dalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah bobot molekul. Kandungan basa yang cukup akan menambah hidroksida dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrem dan dapat menghemat penggunaan bahan penetral (Effendi 2003).

PAC tidak menjadi keruh bila pemakaian-nya berlebihan, sedangkan koagulan lain seperti aluminium sulfat, besi(III) klorida, dan besi(II) sulfat bila dosisnya berlebihan akan mengeruhkan air yang mempunyai kekeruhan rendah. Jika kekeruhan dihubungkan dengan dosis PAC, diperoleh garis mendatar, artinya jika dosis berlebih, kekeruhannya relatif sama dengan dosis optimum sehingga bahan kimia dapat dihemat. Sementara koagulan selain PAC membentuk kurva parabola terbuka, artinya kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan akhir sehingga diperlukan ketepatan dosis.

Koagulan selain menurunkan kekeruhan, juga dapat menurunkan kadar Fe, Mn, dan zat organik. Analisis Fe, Mn, dan zat organik dilakukan terhadap air hasil jar test. Berdasarkan Tabel 5 dan 6, tawas pada dosis optimum lebih efektif dalam menurunkan kadar Fe. Tawas cair lebih efektif, kadar Fe turun 95.18%, diduga karena tawas cair lebih mudah dilarutkan sehingga lebih banyak yang bereaksi dengan ion Fe. Kadar besi yang melebihi standar dapat mengganggu kesehatan. Dampaknya tidak secara langsung terlihat, tetapi jika dikonsumsi secara terus-menerus, dapat mempercepat pengeroposan gigi, merusak ginjal dan hati, serta mencegah penyerapan obat sehingga mengurangi khasiat dari obat yang dikonsumsi.

Tabel 5 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar Fe

Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Fe (mg/L) Efektivitas (%) Awal Akhir Kekeruhan Rendah

100:0 12 0.267 0.064 76.03 75:25 14 0.267 0.087 67.42 50:50 18 0.267 0.087 67.42 25:75 20 0.267 0.059 77.90 0:100 22 0.267 0.021 92.13

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 1.7 0.15 91.18 75:25 25 1.7 0.23 86.47 50:50 30 1.7 0.074 95.65 25:75 40 1.7 0.059 96.53 0:100 45 1.7 0.082 95.18

Tabel 6 Efektivitas campuran PAC-tawas padatan pada kadar Fe

Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Fe (mg/L) Efektivitas (%) Awal Akhir Kekeruhan Rendah

100:0 12 0.204 0.068 66.67 75:25 16 0.204 0.068 66.67 50:50 18 0.204 0.087 57.35 25:75 22 0.204 0.051 75.00 0:100 24 0.204 0.042 79.41

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 1.5 0.11 92.67 75:25 35 1.5 0.28 81.33 50:50 40 1.5 0.073 95.13 25:75 45 1.5 0.068 95.47 0:100 45 1.5 0.09 94.00

Demikian pula untuk kadar Mn, tawas pada dosis optimum lebih efektif (Tabel 7 dan 8). Tawas cair pada dosis 45 ppm memiliki efektivitas 73.33%, sedangkan campuran PAC dan tawas padat paling efektif pada nisbah 25:75, yaitu 81.14%. Jadi, tawas lebih efektif dalam menurunkan kadar logam dalam air baku dibandingkan dengan PAC. Hal ini disebabkan tawas dapat menyerap logam dengan reaksi penukaran ion.

Tabel 7 Efektivitas campuran PAC:Tawas cair pada kadar Mn

Nisbah PAC- Tawas

Dosis (ppm)

Mn (mg/L) Efektivitas

(%) Awal Akhir

Kekeruhan Rendah

100:0 12 0.131 0.032 75.57 75:25 14 0.131 0.075 42.75 50:50 18 0.131 0.075 42.75 25:75 20 0.131 0.076 41.98 0:100 22 0.131 0.04 69.47

Kekeruhan Tinggi

(16)

6

 

Tabel 8 Efektivitas campuran PAC:tawas padatan pada kadar Mn

Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Mn (mg/L) Efektivitas (%) Awal Akhir Kekeruhan Rendah

100:0 12 0.129 0.052 59.69 75:25 16 0.129 0.061 52.71 50:50 18 0.129 0.055 57.36 25:75 22 0.129 0.046 64.34 0:100 24 0.129 0.036 72.09

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 0.228 0.096 57.89 75:25 35 0.228 0.073 67.98 50:50 40 0.228 0.069 69.74 25:75 45 0.228 0.043 81.14 0:100 45 0.228 0.059 74.12

Kadar zat organik juga mengalami penurunan. Hal ini mungkin disebabkan oleh ikut terjerapnya zat organik yang terlarut dalam air dan terendapkan bersama flok. Dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10, PAC memiliki kemampuan menurunkan zat organik lebih besar dibandingkan dengan campuran koagulan lainnya. Semua campuran koagulan menghasilkan kadar Fe, Mn, dan zat organik yang masih memenuhi standar Permenkes 492/Menkes/Per/IV/2010 sehingga dosis yang didapatkan dari campuran koagulan dapat digunakan sebagai dosis optimum.

Tabel 9 Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar zat organik

Nisbah PAC- Tawas Dosis (ppm) Zat organik

(mg/L) Efektivitas (%) Awal Akhir

Kekeruhan Rendah

100:0 12 5.63 3.28 41.74 75:25 14 5.63 4.34 22.91 50:50 18 5.63 3.98 29.31 25:75 20 5.63 4.05 28.06 0:100 22 5.63 3.51 37.66

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 11.5 2.7 76.52

75:25 25 11.5 5.11 55.57 50:50 30 11.5 4.37 62.00 25:75 40 11.5 4.05 64.78

0:100 45 11.5 4.8 58.26

Tabel 10 Efektivitas campuran PAC-tawas padatan pada kadar zat organik

Nisbah PAC: Tawas Dosis (ppm) Zat organik

(mg/L) Efektivitas (%) Awal Akhir

Kekeruhan Rendah

100:0 12 5.38 4.73 12.08 75:25 16 5.38 4.08 24.16 50:50 18 5.38 4.51 16.17 25:75 22 5.38 4.12 23.42 0:100 24 5.38 3.21 40.33

Kekeruhan Tinggi

100:0 25 12.1 3.8 68.60 75:25 35 12.1 4.2 65.29 50:50 40 12.1 4.2 65.29 25:75 45 12.1 4.7 61.16

0:100 45 12.1 5 58.68

Koagulasi ditimbulkan oleh 2 mekanisme dasar. Koagulasi perikinetik atau elektrokinetik adalah proses penurunan nilai potensial zeta oleh ion atau koloid yang berlawanan muatan di bawah gaya tarik-menarik van der Waals. Koagulasi ortokinetik ialah pengumpulan misel dan pembentukan gumpalan dari penyatuan partikel koloid. Penambahan kation bervalensi tinggi akan menekan muatan partikel dan jarak efektif dari lapisan ganda sehingga potensial zeta menjadi berkurang. Saat koagulan larut, kation membantu menetralkan muatan negatif pada koloid. Hal ini terjadi sebelum bentuk flok tampak dan pengadukan cepat yang “melapisi” koloid efektif pada fase ini. Kemudian mikroflok terbentuk dengan mengemban muatan positif dalam rentang pH asam karena mengadsorpsi H+. Kumpulan mikroflok ini juga menetralkan dan melapisi partikel koloid. Flokulasi menimbun koloid dengan suatu flok hidroksida. Di dalam fase ini, adsorpsi permukaan juga aktif. Koloid yang pada awalnya tidak teradsorpsi, dihilangkan dengan penjerapan di dalam flok (Eckenfelder 1989). Proses pembentukan flok disajikan dalam Gambar 2.

.

(17)

 

Hubungan Koagulan Dengan Bentuk Flok

Menurut Hammer (1986), koagulan adalah bahan kimia yang mampu menetralkan muatan koloid dan menggumpalkannya (flokulasi). Dalam pemilihan dosis koagulan, bentuk flok merupakan salah satu faktor penentu. Dosis koagulan yang menghasilkan flok berukuran besar dan mudah mengendap dipilih sebagai dosis pemakaian koagulan.

Tabel 11 dan 12 menunjukkan perbedaan bentuk flok yang dihasilkan oleh campuran koagulan PAC dan tawas. Dengan PAC, flok yang terbentuk lebih padat, besar, dan berat dibandingkan dengan alum pada berbagai tingkat kekeruhan.

Untuk campuran 100:0 dan 75:25 pada kekeruhan rendah dapat dipakai dosis 12–20 ppm karena sudah menghasilkan flok yang

cokelat, agak besar, dan mengendap. Pada kekeruhan tinggi dapat dipakai dosis 25–35 ppm. Campuran 50:50 pada kekeruhan rendah juga dapat menggunakan dosis 12–20 ppm, tetapi pada kekeruhan tinggi diperlukan dosis koagulan lebih tinggi, yaitu 40–50 ppm. Untuk campuran 25:75 dan 0:100, dosis lebih tinggi diperlukan pada kekeruhan rendah, yaitu 22–26 ppm, sedangkan pada kekeruhan tinggi tetap dapat digunakan dosis 40–50 ppm.

Pada kekeruhan tinggi, flok yang dihasilkan berwarna cokelat, lebih besar, berat, dan mudah mengendap. Hal ini disebabkan oleh lebih banyaknya padatan tersuspensi di dalam air sehingga lebih banyak partikel-partikel koloid yang teradsorpsi dan ternetralisasi, lalu membentuk gumpalan yang lebih besar.

Tabel 11 Bentuk flok yang dihasilkan dengan menggunakan campuran koagulan PAC dan tawas pada kekeruhan rendah

Dosis Koagulan (ppm)

Bentuk Flok

100:0 75:25 50:50 25:75 0:100

10 Flok besar, kecokelatan, dan sedikit mengendap Flok kecil, melayang-layang, dan sedikit mengendap Flok kecil, melayang-layang, dan sedikit mengendap Flok sangat halus, menyebar, dan sedikit sekali mengendap Flok sangat halus, menyebar, dan sedikit sekali mengendap 12–20 Flok besar, kecokelatan, mengendap Flok besar, kecokelatan, mudah mengendap Flok besar, kecokelatan, mudah mengendap Flok kecil, melayang-layang, dan sedikit mengendap Flok kecil, menyebar, sebagian mengendap 22–26 Flok besar, melayang, agak cokelat, mengendap Flok besar, kecokelatan, mengendap Flok besar, kecokelatan, mengendap Flok besar, kecokelatan, mudah mengendap Flok halus, menyebar, sedikit mengendap.

Tabel 12 Bentuk flok yang dihasilkan dengan menggunakan campuran koagulan PAC dan tawas pada kekeruhan tinggi

Dosis Koagulan (ppm)

Bentuk Flok

100:0 75:25 50:50 25:75 0:100

10–20 Flok halus, cokelat, dan sedikit mengendap Flok kecil, melayang-layang, dan sedikit mengendap Flok kecil, cokelat, dan mengendap Flok sangat halus, menyebar, dan sedikit sekali mengendap

Flok halus, menyebar, dan sedikit mengendap

25–35 Flok cokelat, agak besar, mengendap Flok halus, cokelat, dan sedikit mengendap Flok halus, cokelat, dan sedikit mengendap Flok halus, menyebar, dan sedikit mengendap Flok kecil, cokelat, dan mengendap 40–50

(18)

8

 

Biaya Produksi

Selain pertimbangan mutu air yang dihasilkan, perusahaan mempertimbangkan pula harga koagulan yang digunakan untuk mengolah air tersebut. Pemakaian PAC lebih sedikit dibandingkan dengan tawas, tetapi harga PAC lebih mahal. Pembandingan biaya yang harus dikeluarkan per bulan untuk mengolah air sungai, misalnya dengan debit air yang diolah 1000 L/det, diberikan pada Tabel 13–16.

Dari segi ekonomi (biaya), penggunaan campuran 100:0 secara umum didapati lebih hemat dibandingkan dengan campuran yang lain untuk menghasilkan nilai kekeruhan yang sama (Tabel 14–16). Pengecualian ialah untuk penggunaan campuran PAC dengan tawas cair pada air kekeruhan tinggi. Campuran 75:25 lebih hemat daripada campuran yang lain (Tabel 13).

Dari segi efisiensi, campuran PAC dan tawas cair lebih efisien dibandingkan dengan

tawas serbuk. PAC dan tawas cair tidak perlu dilarutkan dulu, sedangkan tawas padat perlu dilarutkan sebelum digunakan sehingga membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak.

Pelarutan PAC dan tawas cair tidak menghasilkan endapan, sedangkan pelarutan tawas dalam jumlah banyak menghasilkan endapan yang kemudian akan menjadi limbah. Dalam menuangkan tawas dalam jumlah banyak ke dalam tangki, serbuk alum mungkin berserakan/tumpah sehingga dari segi kebersihan akan kurang baik.

Setelah proses penjernihan air dengan menggunakan PAC atau tawas perlu dilakukan penanganan lebih lanjut agar diperoleh air yang benar-benar bersih dan dapat digunakan untuk keperluan air minum. Proses yang harus dilakukan ialah penyaringan (saringan pasir cepat maupun lambat), aerasi, dan disinfeksi dengan berbagai macam perlakuan khusus (pemanasan, penyinaran ultraviolet, ion-ion logam, atau klorinasi).

Tabel 13 Pengolahan air dengan kekeruhan tinggi menggunakan campuran PAC-tawas cair

Nisbah PAC-tawas

Dosis Kebutuhan Harga Biaya

Kekeruhan (NTU) optimum Jam Hari Bulan per kg per bulan

(mg/L) (kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp)

100:0 25 90 2,160 64,800 4,800 311,040,000 4.6 75:25 25 90 2,160 64,800 4,300 278,640,000 4.6 50:50 30 108 2,592 77,760 3,800 295,488,000 3.8 25:75 40 144 3,456 103,680 3,300 342,144,000 4.2 0:100 45 162 3,888 116,640 2,800 326,592,000 4.5

Tabel 14 Pengolahan air dengan kekeruhan rendah menggunakan campuran PAC-tawas cair

Nisbah PAC-tawas

Dosis Kebutuhan Harga Biaya Kekeruhan

(NTU) optimum Jam Hari Bulan per kg per bulan

(mg/L) (kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp)

100:0 12 43.2 1,036.8 31,104 4,800 149,299,200 4.6 75:25 14 50.4 1,209.6 36,288 4,300 156,038,400 4.8 50:50 18 64.8 1,555.2 46,656 3,800 177,292,800 4.6 25:75 20 72 1,728 51,840 3,300 171,072,000 4.2 0:100 22 79.2 1,900.8 57,024 2,800 159,667,200 3.5

Tabel 15 Pengolahan air dengan kekeruhan tinggi menggunakan campuran PAC-tawas padatan

Nisbah Dosis Kebutuhan Harga Biaya

Kekeruhan (NTU) (PAC:Tawas)

optimum Jam Hari Bulan per Kg per bulan (mg/L) (kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp) 100:0 25 90 2,160 64,800 4,800 311,040,000 4.4 75:25 35 126 3,024 90,720 4,600 417,312,000 4.8 50:50 40 144 3,456 103,680 4,400 456,192,000 4.7

25:75 45 162 3,888 116,640 4,200 489,888,000 4.7 0:100 45 162 3,888 116,640 4,000 466,560,000 4.1

Tabel 16 Pengolahan air dengan kekeruhan rendah menggunakan campuran PAC-tawas padatan

Nisbah Dosis Kebutuhan Harga Biaya

Kekeruhan (NTU) (PAC:Tawas)

optimum Jam Hari Bulan per Kg per bulan (mg/L) (kg) (kg) (kg) (Rp) (Rp)

100:0 12 43.2 1,036.8 31,104 4,800 149,299,200 3.8 75:25 16 57.6 1,382.4 41,472 4,600 190,771,200 4.6 50:50 18 64.8 1,555.2 46,656 4,400 205,286,400 3.8 25:75 22 79.2 1,900.8 57,024 4,200 239,500,800 4.1 0:100 24 86.4 2,073.6 62,208 4,000 248,832,000 3.2

 

(19)

 

SIMPULAN DAN SARAN

Campuran koagulan yang paling efektif dalam menurunkan kekeruhan dan zat organik sungai Cisadane adalah PAC, sedangkan yang paling efektif dalam menurunkan kadar logam Fe dan Mn adalah tawas cair. Dalam segi biaya, campuran koagulan PAC-tawas cair 75:25 lebih efisien pada tingkatan kekeruhan tinggi dibandingkan dengan koagulan yang lain.

Perlu dilakukan plant test untuk menguji campuran koagulan PAC-tawas 75:25 pada kondisi pengolahan air yang sesungguhnya dengan tingkat kekeruhan tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

[APHA] American Public Health Association. 2005. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. Ed ke-21. Washington: APHA.

Budiman A, Wahyudi C, Irawaty W, Hindarso H. 2008. Kinerja Koagulan Poli Alumunium Klorida (PAC) dalam Penjernihan Air Sungai Kalimas Surabaya Menjadi Air Bersih. Surabaya: Widya Teknik

Eckenfelder WW. 1989. Industrial Water Pollution Control. New York: McGraw-Hill.

Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Hammer MJ. 1986. Water and Wastewater Technology. New Jersey: Prentice-Hall. McGhee, TJ. 1991. Water Supply and

Sewerage. Ed ke-6. Singapura: McGraw-Hill.

Sumarni. 1989. Analisa alumunium sulfat dan air kapur serta perbandingan metodenya pada penjernihan air di krenceng PT. Krakatau Steel Cilegon [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan.

 

(20)

10

 

LAMPIRAN

(21)

11 

 

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Pengumpulan air baku 

Jar test 

Pengolahan data 

Penentuan kondisi optimum ,meliputi  

 Kekeruhan 

 Fe 

 Mn 

 Zat organik   Pembuatan campuran 

koagulan 

(22)

12

 

Lampiran 2 Diagram alir pengolahan air (WTP) Dekeng 1000 L/det

Bangunan intake Cisadane 

Pengadukan cepat   Pembubuhan kimia 

Bak pengaduk lambat 

Bak pengendap

Saringan pasir cepat 

Air bersih

(23)

13 

 

Lampiran 3 Cara pembuatan reagen

1.

Penetapan besi

(a)

Larutan hidroksilamina hidroklorida 10%

Sepuluh g hidroksilamina hidroklorida ditimbang, lalu dilarutkan dalam

labu ukur 100 mL dengan akuades.

(b)

Larutan bufer asetat

Ditimbang 125 g amonium asetat, lalu dilarutkan dengan 75 mL akuades

dan ditambahkan 375 mL asam asetat glasial dalam gelas piala 500 mL.

(c)

Larutan orto-fenantrolina

Ditimbang 100 mg 1,10-fenantrolina monohidrat, dilarutkan dengan

akuades 50 mL dalam gelas piala. Pelarutan dapat dibantu dengan

pemanasan sampai 80

o

C atau penambahan 2 tetes HCl pekat. Larutan

dipindahkan ke labu ukur 100 mL dan diimpitkan sampai tanda tera.

(d)

Larutan induk besi 5

mg

/

L

Ditimbang 35.1 mg amonium feroksodisulfat, dilarutkan dengan akuades

dalam labu ukur 1000 mL, diimpitkan sampai tanda tera.

(e)

Larutan standar besi 0.5

mg

/

L

Dipipet 10 mL larutan induk besi, dilarutkan dalam labu ukur 100 mL

dengan akuades, diimpitkan sampai tanda tera.

2.

Penetapan mangan

(a)

Larutan khusus

Ditimbang 18.75 g HgSO

4

dilarutkan dengan 100 mL HNO

3

pekat,

kemudian berturut-turut ditambahkan 50 mL H

3

PO

4

pekat, 50 mL

akuades, 8.75 g AgNO

3

, dilarutkan bersama dalam labu ukur 250 mL dan

diimpitkan dengan akuades.

(b)

Larutan induk mangan 100

mg

/

L

Ditimbang 0.3076 g MnSO

H

2

O dilarutkan dalam labu ukur 1 L dengan

akuades, diimpitkan sampai tanda tera.

(c)

Larutan standar Mn 1

mg

/

L

Dipipet 1 mL larutan induk mangan ke dalam labu ukur 100 mL,

diimpitkan sampai tanda tera dengan akuades.

3.

Zat organik (angka permanganat)

(a)

Larutan KMnO

4

0.001 N (penitar)

Akuades dididihkan dalam gelas piala sebanyak kira-kira 1000 mL.

Sebanyak 0.31606 g KMnO

4

ditimbang, dilarutkan dalam akuades

mendidih tersebut sampai homogen. Larutan didiamkan semalam di

tempat yang terlindungi cahaya, disaring dengan corong berisi wol kaca,

ditempatkan dalam botol cokelat dan terlindungi cahaya.

(b)

Larutan asam oksalat 0.01 N

Ditimbang 0.6304 g asam oksalat (C

2

H

2

O

4

·2H

2

O) dilarutkan dalam

akuades dalam labu ukur 1000 mL.

(c)

Larutan H

2

SO

4

4 N

(24)

14

 

Lampiran 4 Perhitungan kadar besi

Standar

Konsentrasi

(ppm)

Absorbans

1 0 0

2 0.04

0.0077

3 0.08

0.0149

4 0.16

0.0291

5 0.2

0.0406

6 0.3

0.0593

7 0.4

0.0809

Konsentrasi Fe =

Absorbans

.

=

.

.

= 1.7 ppm

y= 0.1991x = 0.9978 0

0,02 0,04 0,06 0,08 0,1

0 0,1 0,2 0,3 0,4

Absorbans

(25)

15 

 

Lampiran 5 Perhitungan kadar mangan

Standar

Konsentrasi

(ppm)

Absorbans

1 0 0

2 0.05

0.00195

3 0.1

0.00562

4 0.2

0.00684

5 0.3

0.01282

6 0.4

0.01721

7 0.5

0.01855

Konsentrasi Mn =

Absorbans

. 9

=

.

.

= 0.21 ppm

y= 0.0399x = 0.9744 0

0,01 0,02 0,03

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

Ab

sor

b

ans

[Mn] (ppm)

(26)

16

 

Lampiran 6 Perhitungan kadar zat organik

Standardisasi KMnO

4

Konsentrasi asam oksalat

C =

Bobot oksalat

BE

=

. g

g mol ekuivalen⁄

= 0.0100 N

Konsentrasi KMnO

4

C =

oksalat oksalat

KMnO

=

mL . N

9. mL

= 0.0102 N

Zat organik = KMnO KMnO sampel mL oksalat .

(27)

17 

 

Lampiran 7 Permenkes 492/Menkes/Per/IV/2010

No Parameter Satuan

Batas syarat air

minum

Fisika :

1 Suhu °C

Suhu Udara ± 3 oC

2 Warna Unit - 15

3 Bau tdk. berbau

4 Rasa tdk. berasa

5 Kekeruhan NTU 5

6 Daya Hantar Listrik (DHL)

7 Jumlah Zat Padat Terlarut (TDS) mg/L 1000

8 Total Suspensi Solid (TSS) mg/L 0

Kimia :

1 Derajat Keasaman (pH) 6.5-8.5

pH balance

SI (Saturation Index)

2 Alumunium (sebagai Al) mg/L 0.2

3 Amonia (sebagai N) mg/L 1.5

4 Besi/Jumlah (sebagai Fe) mg/L 0.3

5 Chlorida (sebagai Cl-) mg/L 250

6 Kesadahan Jumlah (sebagai CaCO3) mg/L 500

7 Magnesium (sebagai Mg) mg/L

8 Mangan (sebagai Mn) mg/L 0.4

9 Nitrat (sebagai N) mg/L 50

10 Nitrit (sebagai N) mg/L 3

11 Phosphat (sebagai PO4

3-) mg/L -

12 Sulfat (sebagai SO4

2-) mg/L 250

13 Sisa Khlor (sebagai Cl2) mg/L 0.3

14 Sianida (sebagai CN-) mg/L 0.07

Khusus :

15 Zat Organik (sebagai KMnO4) mg/L 10

16 Detergen (terlarut dalam chloroform) mg/L 0.05

Bakteriologi :

1 Coli Group 36 °C / 100 mL 0

Gambar

Tabel 2  Hasil analisis air sungai Cisadane sebelum jar test
Tabel 3  Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kekeruhan
Tabel 5  Efektivitas campuran PAC-tawas cair pada kadar Fe
Tabel 10  Efektivitas campuran PAC-tawas padatan pada kadar zat organik
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kejujuran akan produk yang dita- warkan kepada pelanggan, pastikan pelanggan mendapatkan informasi barang yang benar- benar sesuai dengan detail barang yang dijual,

Uzun süreli kira, intifa, ekipman, işletme ve benzer nitelikteki sözleşmelerin rekabet etmeme yükümlülüğünün süresini doğrudan etkilediği ve bu nedenle bu

Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa teknik assertive training atau latihan asertif adalah suatu teknik latihan yang diberikan

Renovasi Kamar Mandi Kantor BKKBN Pusat Tahun Anggaran

Drizzt held his friend’s hand, and just before dawn, King Bruenor breathed his last.. “The king is dead, long live the king,” Drizzt said, turning

12.00 WIB Kontaksi baik, perdarahan tidak ada, pasien dipindahkan ke bangsal kebidanan... Histerektomi total dan ligasi arteri

[r]

Pada dasarnya yang dilakukan oleh hacker adalah melakukan eksploitasi terhadap kelemahan, kerawanan, dan/atau kerapuhan (baca: vulberability) yang ada pada