• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah pohon jati (kasus Kecamatan Jiken Kabupaten Blora, Jawa Tengah)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah pohon jati (kasus Kecamatan Jiken Kabupaten Blora, Jawa Tengah)"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH

POHON JATI

(Studi Kasus Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)

CITRA ANGGUN PRAMITHASARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

CITRA ANGGUN PRAMITHASARI. Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah). Dibimbing oleh ADI HADIANTO.

Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode yang dilakukan analisis deskriptif. (2) menghitung nilai tambah dengan menggunakan metode Hayami dan menghitung pendapatan usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode analisis pendapatan. (3) menghitung tingkat penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari kegiatan usaha pengolahan limbah pohon jati dengan menggunakan metode rumus pertumbuhan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden. Data sekunder diperoleh dari Kantor Kecamatan Jiken, Badan Pusat Statistik Kabupaten Blora, Perum Perhutan KPH Cepu, Perum Perindagkop & UMKM Kabupaten Blora dan literatur yang terkait dengan penelitian.

Hasil analisis menunjukkan bahwa karakteristik usaha pengolahan limbah pohon jati termasuk kedalam skala usaha mikro dimana fungsi kelembagaannya kurang berperan dan sumberdaya manusia nya tergolong SDM tradisional. Rantai pemasaran dari kegiatan usaha tersebut, dimulai dari pemasok bahan baku, pengolah limbah, pembeli jumlah dalam jumlah banyak (tengkulak) dilanjutkan ke konsumen akhir.

Perhitungan nilai tambah metode Hayami menunjukkan nilai tambah tertinggi ada pada produk meja ukir dengan rasio 75,97% dari nilai produknya. Nilai tambah terendah pada produk meja akar dengan rasio 56,48% dari nilai produknya. Produk patung ukir memiliki nilai tambah dengan rasio 73,05% dari nilai produknya dan lemari display akar memiliki nilai tambah dengan rasio 67,99% dari nilai produknya. HOK per produk tertinggi terdapat pada produk meja ukir sebesar 8 HOK. HOK per produk terendah pada produk meja akar sebesar 1,45 HOK. Produk patung ukir membutuhkan 7,72 HOK untuk setiap produknya dan produk lemari display akar membutuhkan 5,14 HOK untuk setiap produknya. namun dari sisi permintaan tertinggi ada pada produk meja akar sebanyak 228 unit setiap bulannya, dilanjutkan produk lemari display akar sebanyak 14 unit setiap bulannya, yang terakhir produk meja ukir dan patung ukir sebanyak 11 unit setiap bulannya. Pendapatan rata-rata setiap pelaku usaha setiap periodenya adalah sebesar Rp 35,4 juta dengan rasio sebesar 42,59% dari total penerimaannya setiap bulan. Penyerapan tenaga kerja pada tahun 2011 yang dihasilkan sebesar 278 orang atau 6,3 kali jumlah tenaga kerja sebagai pengrajin limbah pohon jati pada tahun 2002. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan pengolahan limbah pohon jati menghasilkan manfaat ekonomi meskipun masih memiliki karakteristik usaha yang belum cukup baik.

(3)

ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH

POHON JATI

(Studi Kasus Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)

CITRA ANGGUN PRAMITHASARI H44070028

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah) Nama : Citra Anggun Pramithasari

NRP : H44070028

Disetujui, Dosen Pembimbing

Adi Hadianto, SP, M.Si NIP : 19790615 200501 1 004

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003

   

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.

Bogor, Juli 2011

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ANALISIS MANFAAT EKONOMI PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI (Kasus: Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah)”. Skripsi ini ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas tentang nilai tambah, pendapatan usaha dan penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan dari usaha pengolahan limbah pohon jati. Skripsi ini juga membahas karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari usaha pengolahan limbah pohon jati di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat kekurangan karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Juli 2011

Citra Anggun Pramithasari

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu serta memberi dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Bapak Pudji Harmanto dan Ibu Sri Utami selaku orangtua yang mendoakan dan memberikan dukungan baik materi dan moral kepada penulis selama ini.

2. Adi Hadianto, SP, M.Si selaku pembimbing skripsi yang dengan semangat dan kesabaran luar biasa dalam memberikan arahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini.

3. Ir. Nindyantoro, MSP dan Rizal Bahtiar, Spi, M.Si selaku dosen penguji ujian akhir sarjana yang senantiasa memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi.

4. Ir Tuti Miyarti selaku KSS PHBM Perhutani KPH Cepu yang senantiasa membantu dan mempermudah dalam pengambilan data untuk skripsi ini.

5. Agus Jati Kusworo SP selaku TPM (Tenaga Pendamping Masyarakat) yang senantiasa membantu dalam pengambilan data dilapangan untuk skripsi ini.

6. Seluruh teman-teman ESL 44 yang senantiasa saling mendukung dan mendoakan bagi kelancaran penyusunan skripsi penulis.

(8)

DAFTAR ISI

2.3. Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Pohon Jati ... 11

2.4. Nilai Tambah ... 13

4.4.1. Karakteristik Usaha dan Rantai Pemasaran ... 26

4.4.2. Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha ... 26

4.4.2.1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami ... 26

4.4.2.2. Analisis Pendapatan Usahatani ... 28

4.4.3. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ... 29

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 31

5.1. Gambaran Lokasi Penelitian dan Sosial Ekonomi Masyarakat. 31

5.1.1. Wilayah dan Topografi ... 31

5.1.2. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat ... 32

5.2. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Pohon Jati ... 33

5.2.1. Umur Responden ... 34

5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden ... 34

5.2.3. Lama Usaha Responden ... 35

(9)

5.2.2. Pendanaan Usaha Responden ... 36

VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN ... 38

6.1. Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati. ... 39

6.2. Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati ... 41

6.3. Sumber Daya Manusia Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati ... 42

6.4. Rantai pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati ... 43

VII. NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA ... 46

7.1. Analisis Nilai Tambah ... 46

7.1.1. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar ... 51

7.1.2. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir ... 54

7.1.3. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Lemari Display Akar . 58 7.1.4. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir ... 61

7.1.5 Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati ... 64

7.2. Analisis Pendapatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati ... 66

7.3. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja ... 71

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

8.1. Kesimpulan. ... 74

8.2. Saran ... 75

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Hasil Penelitian Potensi Limbah Pada Beberapa PengusahaanHutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia ... 2. atriks Analisis Data ... 25

3. Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami ... 27 4. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Jiken Tahun 2010 .. 33 5. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah

Tunggak Jati Berdasarkan Umur di Kecamatan Jiken, Tahun 2011 ... 34 6. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah

Tunggak Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Jiken Tahun 2011 ... 35 7. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah

Tunggak Berdasarkan Pengalaman Usaha di Kecamatan Jiken Tahun 011 ... 36 2

8. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Berdasarkan Pendanaan Usaha di Kecamatan Jiken Tahun 2011 ... 37 P

9. erbandingan Nilai Tambah dan Keuntungan Tiap Unit Produk Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati ... 10. Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 ... 11. Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar Ukir pada Bulan Maret 2011 ... 54 12. Nilai Tambah Kerajinan Display Akar di Kecamatan Jiken pada

ulan Maret 2011 ... 58 B

13. Nilai Tambah Kerajinan Patung Akar Ukir di Kecamatan Jiken pada Bulan Maret 2011 ... 61 14. Nilai Tambah Agregat Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Jati di

Kecamatan Jiken ... 15. Pendapatan Rata-Rata Usahatani Pengolah Limbah Tunggak Jati

eriode Maret 2011 ... 67 P

16. Pendapatan Agregat Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di

Kecamatan Jiken ... 69 17. Pendapatan Agregat Tenaga Kerja Pengolahan Limbah Tunggak Jati

di Kecamatan Jiken ... 18. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Sebagai Pengrajin Limbah

unggak Jati di Kecamatan Jiken. ... 66 T

(11)

n 17

18

010 .... 31

43

44

 

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halama

1. Konsep Pemasaran dan Konsep Penjualan ... 2. Aliran Rantai Pemasaran ...

23 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional ... 4. Luas Wilayah Kecamatan Jiken Menurut Penggunaan, Tahun 2

5. Aliran Rantai Pemasaran Kegiatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken ... 6. Konsep Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di

Kecamatan Jiken ...

(12)

v

DAFTAR LAMPIRAN

omor Halaman

1. Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar. Kursi Akar dan Souvenir Akar pada Bulan Maret 2011 ... 79 . Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Meja Akar Ukir

pada Bulan Maret 2011 ... 80 . Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Display Akar pada

Bulan Maret 2011 ... 81 Analisis Nilai Tambah Metode Hayami Kerajinan Patung Akar Ukir

. Pendapatan Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken (2011) ... 83 Tenaga Kerja Pemasok Bahan Baku Limbah Tunggak Pohon Jati di

Kecamatan Jiken ... 84 N

2

3

4.

pada Bulan Maret 2011 ... 82 5

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya yang melimpah di Indonesia adalah sumberdaya hutan. Indonesia adalah penghasil sumberdaya hutan kedua terbesar di dunia. Sehingga sumberdaya hutan di Indonesia merupakan sektor yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian.

Sumberdaya hutan memiliki nilai-nilai ekonomi yang terdiri dari nilai guna langsung (direct use value) dan nilai guna tidak langsung (indirect use

value). Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 2008) nilai guna langsung

adalah nilai yang dapat ditemukan harga pasarnya. Nilai guna tidak langsung adalah manfaat yang dirasakan dari adanya jasa lingkungan hutan. Nilai guna langsung sumberdaya hutan terdapat pada kayu, madu, buah, dan sumberdaya lainnya yang dapat ditemukan harga pasarnya. Nilai guna tidak langsung sumberdaya hutan terdapat pada fungsi hidrologis hutan sebagai penahan air, sebagai penyerap emisi di udara, dan juga sebagai penahan erosi/mencegah terjadinya bencana longsor.

(14)

2 nilai ekonomi yang tinggi, terdapat beberapa jenis pohon yang memang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Salah satu jenis kayu hutan yang memiliki potensi di Indonesia adalah kayu dari pohon jati.

Pohon jati merupakan termasuk pohon yang memiliki struktur kayu yang kuat dan sangat baik untuk menjaga struktur tanah, sehingga sangat baik untuk mencegah erosi. Kayu jati merupakan salah satu jenis kayu yang bernilai tinggi dalam industri kayu di Indonesia. Kayu jati telah dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, furniture, hingga souvenir. Pohon jati sangat cocok untuk ditanam di Indonesia karena iklim dan suhu udaranya yang mendukung daya tumbuh pohon tersebut (Mulyana dan Asmarahman, 2010). Sehingga Indonesia berpotensi untuk mengembangkan hutan jati, karena menguntungkan dari segi ekonomi dan juga ekologi.

Kegiatan pengembangan hutan produksi kayu jati di Indonesia, selain menghasilkan manfaat ekonomi juga menghasilkan limbah eksploitasi hutan. Limbah eksploitasi hutan merupakan bagian pohon yang sebenarnya dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan (Simamarta & Sastrodimedjo dalam Anggoro, 2007). Limbah eksploitasi/pemanenan hutan dapat berupa kayu bulat yang merupakan bagian dari batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting (Budiaman

dalam Anggoro, 2007). Di bawah ini adalah tabel potensi limbah eksploitasi hutan

(15)

Tabel 1. Hasil Penelitian Potensi Limbah pada Beberapa Pengusahaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia:

Pengusahaan Lokasi;Penelitian;Tahun Potensi Limbah

Hutan Alam 8 areal HPH Di Kalteng dan Kalsel; Dulsalam; 1995

PT Narkata, Rimba, Kaltim; Sukanda; 1995

PT Suka Jaya Makmur, Kalbar; Muhdi; 2001

5,61 m3/pohon untuk teknik penebangan konvensional dan 4,51 m3/pohon untuk teknik penebangan serendah

HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Cikeusik, KPH Banten; Gustian; 2004 HPHTI PT Musi Hutan Persada, Sumsel; Rishadi; 2004

39,53%

16,8% (60,12 m3/ha) 29,32 m3/ha

Sumber : Anggoro (2007)

Dari data hasil penelitian mengenai potensi limbah yang dihasilkan, disebutkan bahwa limbah eksploitasi per pohon hingga 5,61 m3. Sedangkan limbah eksploitasi per ha mencapai paling tinggi sebanyak 86,46 m3, dan jumlah limbah setiap dilakukan eksploitasi dapat mencapai 39,53% dari seluruh kayu yang di eksploitasi. Limbah hasil eksploitasi tersebut sebagian besar masih belum dimanfaatkan, maka dapat dibayangkan berapa nilai kayu yang terbuang berupa limbah eksploitasi tersebut. Banyaknya limbah pohon yang dihasilkan, sehingga diperlukan suatu usaha dalam meminimisasi limbah kayu tersebut. Salah satu daerah yang telah melakukan pemanfaatan terhadap limbah kayu adalah Kabupaten Blora.

(16)

4 merupakan hutan jati. Dari luas wilayah dan jumlah produksi kayu jati tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa limbah eksploitasi berupa tunggak pohon jati yang ditinggalkan di Kabupaten Blora cukup melimpah.

(17)

Pemerintah untuk merumuskan kebijakan lanjutan guna mendukung kegiatan tersebut. Dengan permasalahan diatas, maka saya mengangkat topik “Analisis Manfaat Ekonomi Pengolahan Limbah Pohon Jati” agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Blora dalam merumuskan kebijakan lanjutan.

1.2 Perumusan Masalah

Pemanfaatan limbah tunggak pohon jati selain memang membuka lapangan pekerjaan, juga dapat mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan. Pemanfaatan limbah pohon jati juga bersifat ramah terhadap lingkungan, karena dapat memanfaatkan limbah kayu sebaik-baiknya untuk memenuhi permintaan pasar. Dengan cara demikian penyediaan bahan baku dapat ditingkatkan tanpa menambah areal tebangan tahunan, sehingga upaya ini di satu pihak akan menambah penyediaan bahan baku, dan di lain pihak juga akan membantu menghemat sumberdaya hutan.

Lokasi hutan jati yang cukup luas dengan potensi limbah pohon yang tinggi adalah wilayah Kabupaten Blora, dimana 51% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Blora adalah hutan baik milik Perum Perhutani maupun milik masyarakat. Potensi limbah yang ada tersebut tidak digunakan lagi oleh Perum Perhutani.

(18)

6 dengan LMDH, dimana LMDH berperan memfasilitasi masyarakat untuk pengambilan limbah pohon (tunggak) dengan syarat-syarat tertentu, dimaksudkan agar tetap terciptanya pengelolaan hutan lestari. Namun hanya sebagian kecil dari masyarakat yang dapat ikut serta dalam kegiatan pemanfaatkan limbah pohon tersebut. Sehingga diharapkan pemerintah dapat mengembangkan kebijakan tersebut yang terkait dengan kegiatan pemanfaatan limbah pohon. Karena kegiatan pemanfaatan limbah pohon tersebut selain dapat memenuhi permintaan tanpa menambah areal tebangan, juga dapat menghasilkan manfaat ekonomi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam segi pendapatan dan penyerapan tenaga kerja.

Tingginya potensi Limbah di Kabupaten Blora khususnya Kecamatan Jiken dan dihasilkannya potensi ekonomi dari pengolahan limbah kayu pohon jati, sehingga dbutuhkan penelitian mengenai analisis manfaat ekonomi pengolahan limbah kayu jati, untuk dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah dalam merumuskan kebijakan lanjutan yang dapat mendukung kegiatan pemanfaatan limbah pohon jati tersebut. Maka untuk dapat menganalisis manfaat ekonomi dari pengolahan limbah pohon jati, dalam penelitian ini dirumuskan lingkup masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh masyarakat Kecamatan Jiken saat ini?

(19)

3. Berapa penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berkut:

1. Menganalisis karakteristik usaha dan rantai pemasaran dari pengolahan limbah pohon jati yang dihasilkan oleh masyarakat Kecamatan Jiken saat ini.

2. Menghitung nilai tambah dan pendapatan usaha dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken.

3. Menghitung penyerapan tenaga kerja yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan limbah pohon jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasl penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Perhutani, sebagai informasi dan bahan evaluasi bahwa limbah kayu memiliki manfaat ekonomi yang berkontribusi dalam pembangunan daerah.

2. Pemerintah, agar terus mendukung usaha pemanfaatan limbah kayu jati guna mengurangi pencurian kayu dari hutan jati oleh penduduk sekitar hutan.

(20)

8 4. Akademisi, baik sebagai pengetahuan maupun sebagai tambahan informasi

untuk melaksanakan studi yang relevan di masa yang akan datang. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pohon Jati

Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras

(hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

40 meter. Tinggi batang bebasnya mencapai 18-20 meter. Kulit batang berwarna cokelat gradasi dan kuning keabu-abuan. Pohon jati yang baik adalah pohon yang memiliki garis diameter batang yang besar, berbatang lurus dan jumlah cabangnya sedikit. Bentuk daun pohon jati besar dan membulat dengan tangkai yang sangat pendek. Ukuran daun pohon jati yang telah tua sekitar 15 x 20 cm. Daun yang muda berwarna kemerahan mengeluarkan getah jika diremas. Bunga dari pohon jati terletak di puncak pucuk pohon dengan ukuran 40 cm. Pohon jati merupakan salah satu jenis tanaman yang mendominasi hutan di Indonesia. Tanaman ini sangat baik untuk dibudidayakan di Indonesia, karena selain memang nilai ekonominya yang tinggi, kondisi cuaca dan lingkungan tropis sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jati. Syarat lokasi untuk bududaya jati diantaranya ketinggian lahan maksimum 700 meter dpl, suhu usara 13° - 43° C, pH tanah 6

dan kelembapan lingkungan 60% – 80%. Curah hujan optimum yang diperlukan untuk pertumbuhan jati sekitar 1000 – 1500 mm/tahun. Curah hujan berpengaruh terhadap sifat gugurnya daun dan kualitas fisik kayu. Secara alamiah pohon jati akan menggugurkan daunnya pada musim kemarau, lalu tumbuh kembali pada musim hujan (Mulyana dan Asmarahman, 2010).

2.2 Limbah Pohon

(22)

10 Selain itu, limbah pemanenan kayu adalah limbah atau residu dari kegiatan industri kayu seperti pada pabrik, penggergajian, mebel, dan lain-lain. (Simarmata & Sastrodimedjo dalam Anggoro, 2007).

Limbah pemanenan dapat berupa kayu bulat yang merupakan bagian dari batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting. Batasan jenis sortimen kayu bulat yang dimaksud adalah sebagai berikut (Budiaman dalam Anggoro, 2007):

1. Batang komersial adalah batang dari atas banir sampai cabang pertama atau batang yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan pada

pengusahaan hutan alam.

2. Batang atas adalah bagian dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama (Komersial).

3. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada diatas cabang pertama

4. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada dibawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung dari

ketinggian takik balas.

5. Potongan kecil adalah bagian batang utama yang mengandung cacat dan perlu dipotong. Potongan kecil juga meliputi banir, batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis cacat fisik lainnya yang mengurangi nilai fisik kayu.

(23)

jalan, tebang bayang, penebangan dan pengangkutan, termasuk pohon yang ditebang untuk pembebasan pohon inti.

Kelayakan pemanfaatan limbah pohon akibat pemanenan tergantung pada dua faktor utama, yaitu :

1. Kesesuaian fisik dari limbah pemanenan untuk menghasilkan produk tertentu.

2. Nilai produk yang dihasilkan dari limbah pemanenan relatif terhadap biaya pengolahan dan penerimaan (Timson dalam Anggoro, 2007).

2.3 Karakteristik Usaha Pengolahan Limbah Pohon Jati

Usaha pengolahan limbah pohon jati merupakan bagian dari usaha mikro kecil menengah (UMKM), karena memiliki kriteria yang sama dengan kriteria dari UMKM, yaitu (Siregar, 2009):

1. Memiliki kekayaan atau asset bersih paling banyak 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Hasil penjualan tahunan (omzet) paling banyak 1 miliar rupiah 3. Milik warga Indonesia

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah dan usaha besar.

5. Terbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau badan usaha yang berbadan hukum.

6. Jumlah tenaga kerja 5 – 99 orang.

(24)

12 1. Sebagian besar UMKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer

goods) khususnya yang tidak tahan lama (non-durable consumer goods).

Kelompok barang ini dicirikan bila seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat permintaan terhadap barang ini tidak berubah banyak, begitu juga sebaliknya jika pendapatan masyarakat merosot sebagai akibat dari krisis maka permintaan pun tidak berkurang banyak. 2. Mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking financing

dalam aspek pendanaan usaha.

3. Umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi yang ketat yaitu hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja (Kebalikan dari konglomerasi). UMKM mengarah pada pasar persaingan sempurna

dimana kondisi keluar masuk pasar kerap terjadi. Spesialisasi dan struktur pasar tersebut membuat UMKM cenderung fleksibel dalam memilih dan berganti usaha.

4. Terbentuknya usaha kecil informal baru akibat banyaknya pemutusan hubungan kerja dimasa krisis.

Hambatan-hambatan yang terjadi pada UMKM di Indonesia, yang mempengaruhi karakteristik dari UMKM, yaitu (Siregar, 2009):

1. Financial atau permodalan. Masalah permodalan umumnya disebabkan

(25)

2. Kelemahan dalam Organisasi manajemen. Umumnya UMKM merupakan usaha yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Hal ini berpengaruh terhadap

manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal.

3. Kelemahan dalam akses pasar. UMKM biasanya memiliki keterbatasan dalam menyediakan produk atau jasa yang sesuai dengan keinginan pasar. 4. Kebijakan pemerintah daerah. Adanya undang-undang tentang oronomi daerahnya sendiri. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur masyarakatnya. Sehingga seringkali terjadi pengaturan yang

berlebihan oleh pemerintah.

5. Pengaruh globalisasi. Di tengah tuntutan kemampuan bersaing dalam negeri, UMKM juga harus menghadapi persaingan global yang berasal dari berbagai bentuk usaha.

2.4 Nilai tambah

Nilai tambah adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input yang diperlakukan pada suatu komoditas. Input yang menyebabkan terjadinya nilai tambah dari suatu komodits dapat dilihat dari adanya perubahan-perubahan pada komoditas tersebut, yaitu perubahan-perubahan bentuk, tempat dan waktu. Perubahan yang terjadi diakibatkan adanya perlakuan-perlakuan tertentu terhadap produk primer seperti pengolahan, pengawetan dan pemindahan untuk menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.

(26)

14 pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses pemasaran. Nilai tambah

(value added) adalah penambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses

pengolahan, pengangkutan, atau penyimpanan dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et. al (1987) dalam Maimun (2009), definisi dari nilai tambah adalah penambahan nilai suatu komoditas karena adanya input fungsional yang diberlakukan pada komoditi bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (from utility), pemindahan tempat (place utility), maupun penyimpanan (time utility). Nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pengolah) dan kesempatan kerja yang diciptakan oleh system tersebut.

2.5 Penelitian Terdahulu

(27)

proses finishing yaitu pedagang mebel. Struktur pasar yang terbentuk pada pengrajin dan pemilik toko adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Hasil analisis rasio keuntungan terhadap biaya pada masing-masing lembaga pemasaran, didapat nilai rasio tertinggi terdapat pada pengumpul. Hal ini karena biaya yang dikeluarkan oleh pengumpul lebih sedikit dari pada biaya yang dikeluarkan oleh pengrajin dan pemilik toko. Saluran pemasaran yang banyak terdapat di industri mebel jati Jepara adalah saluran satu tingkat (pengrajin, eksportir, gudang, konsumen) dan saluran empat tingkat (pengrajin, pengumpul dilur Jepara, finishing, konsumen). Perbedaan preferensi antara produsen dan konsumen terdapat pada atribut produk seperti pada keluhan dan kekuatan mebel, atribut harga, atribut lokasi, dan atribut promosi.

(28)

16 Anggoro (2007) melakukan penelitian dengan judul “Identifikasi Potensi Limbah Pemanenan Jati di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani II Jawa Timur”. Hasil penelitian ini diketahui volume limbah yang dihasilkan mencapai 15.759,017 m3. Terdiri atas 1,77% limbah berbentuk kayu pecah, 0,48% limbah berbentuk kayu lapuk, 1,4% berbentuk potongan pendek, 91,35% berbentuk cabang dan ranting, 2,91% berbentuk tunggak dan 2,08% berbentuk limbah kayu tak beraturan. Limbah yang dimanfaatkan oleh masyarakat adalah limbah yang berbentuk kayu pecah, kayu tak beraturan, tunggak, limbah berbentuk cabang dan ranting. Volume limbah yang dimanfaatkan 15.313,280 m3 atau 97% dari total limbah pemanenan. Nilai dari limbah yang dimanfaatkan adalah sebesar Rp 401.700.000.

(29)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi teori-teori yang dipakai dalam penelitian ini. Teori-teori ini merupakan landasan untuk menjawab tujuan-tujuan penelitian.

3.1.1 Konsep Pemasaran dan Rantai Pemasaran a. Konsep Pemasaran

Pemasaran merupakan proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Konsep pemasaran menyatakan pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan dengan lebih baik daripada pesaing. Konsep pemasaran dan konsep penjualan berbeda. Perbedaan konsep pemasaran dan konsep penjualan akan diuraikan pada Gambar 1 di bawah ini :

Keuntungan

Sumber : Kotler (2008)

Gambar 1. Konsep pemasaran dan konsep penjualan

(30)

pada penjualan dan promosi. Pasar yang terintegrasi membutuhkan rantai pemasaran yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen akhir.

Menurut firdaus (2008) pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan pokok yang harus dilakukan oleh para pengusaha dalam mendapatkan laba, dan untuk berkembang. Proses pemasaran meliputi aspek fisik dan nonfisik. Aspek fisik meliputi perpindahan barang-barang ke tempat dimana mereka dibutuhkan. Sedangkan aspek non fisik dalam arti bahwa para penjual harus mengetahui apa yang diinginkan oleh para pembeli dan pembeli harus pula mengetahui apa yang dijual.

b. Rantai Pemasaran

Perekonomian dewasa ini, sebagian besar produsen tidak menjual langsung barang-barang mereka kepada pemakai akhir. Antara produsen dan pemakai akhir terdapat sekelompok pemasaran (saluran distribusi) yang memerankan bermacam-macam fungsi dan memakai berbagai macam nama. Saluran distribusi pada sistem pemasaran digambarkan pada gambar 2 di bawah ini:

Perusahaan (pemasar)

Perantara pemasaran

Pengguna akhir Pemasok

bahan baku

Sumber : Kotler (2008)

Gambar 2. Aliran Rantai Pemasaran 3.1.2 Konsep Pendapatan Usaha

(31)

Pengeluaran atau biaya tunai usaha adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usaha. Biaya usaha tani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Sehingga besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2002).

Rahim, Abd dan Diah R.D.Hastuti (2002) menyebutkan bahwa pendapatan usaha merupakan selisisih antara penerimaan dan pengeluaran, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor adalah nilai produksi secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi. Pengeluaran usaha merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen dalam mengelola usahanya untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

3.1.3 Konsep Nilai Tambah

Menurut Hayami et. al (1987) dalam Maimum (2009) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber-sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor-faktor tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen.

(32)

20 komponen pendukung, yaitu faktor konversi yang menunjukkan banyaknya output yang dihasilkan dari satu satuan input, faktor koefisien tenaga kerja yang menunjukkan banyaknya tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input, dan nilai yang menunjukkannilai output yang dihasilkan dari satu satuan input.

Distribusi nilai tambahan berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan, serta kualitas bahan baku. Apabila penerapan teknologi cenderung padat karya maka proporsi bagian tenaga kerja yang diberikan lebih besar dari proporsi bagian keuntungan bagian perusahaan, sedangkan apabila diterapkan pada teknologi padat modal, maka besarnya proporsi bagian manajemen lebih besar dari proporsi bagian tenaga kerja.

Nilai tambah dipengaruhi oleh faktor teknis dan non teknis (faktor pasar). Faktor teknis terdiri dari jumlah dan kualitas bahan baku serta input penyerta, kualitas produk, penerapan teknologi, kapasitas produksi dan penggunaan unsur tenaga kerja. Sedangkan faktor pasar meliputi harga bahan baku, harga jual output, upah tenaga kerja, modal investasi, informasi pasar dan nilai input lain (selain bahan bakar). Dengan demikian fungsi dari nilai tambah yang menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen dapat dirumuskan sebagai berikut :

Nilai Tambah = f ( K, B, T, U, H, h, L) Dimana : K = Kapasitas produksi unit usaha (Unit)

(33)

U = Upah tenaga kerja (Rp/HOK) H = Harga output (Rp/Unit) h = Harga bahan baku (Rp/Unit) L = Nilai input lain (Unit)

Analisis input lain adalah semua korbanan yang terjadi Selama proses pelakuan untuk menambah nilai output, selain bahan baku dan tenaga kerja langsung, mencakup modal berupa bahan penolong dan biaya overhead pabrik lainnya, upah tenaga kerja tidak langsung.

3.1.4 Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam suatu unit usaha (Zamrowi, 2007). Usaha pengolahan limbah pohon jati akan menumbuhkan penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja dapat terlihat dari jumlah tenaga kerja yang bertambah akibat adanya usaha tani pengolahan limbah kayu jati. Rumus penyerapan tenaga kerja dapat digambarkan dengan rumus pertumbuhan, yaitu (Fatmasari, 2007):

Pertumbuhan = Xt – Xt-1 x 100%

X t-1

3.2 Kerangka Operasional

(34)

22 keunggulain kayu jati berupa kayu keras yang baik untuk dijadikan bahan bangunan maupun furniture, menyebabkan permintaan kayu dari pohon jati menjadi tinggi.

Permintaan pohon jati yang tinggi, menjadikan para produsen pengolahanan kayu jati meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintan dari produk olahan kayu jati. Setiap kegiatan produksi, akan menghasilkan limbah. Pada kegiatan produksi kayu jati, akan meninggalkan limbah atau sisaan residu yang terdiri dari limbah eksploitasi dan limbah pengolahan. Limbah eksploitasi berupa daun, batang cabang kayu, dan tunggak pohon jati. Sedangkan limbah pengolahan berupa sisa gergajian baik serpihan kayu kecil sisa olahan maupun serbuk kayu. Limbah-limbah pada kayu jati tersebut masih dapat dimanfaatkan kembali menjadi barang serba guna, seperti yang telah dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jiken Kabupaten Blora.

Pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Jiken Kabupaten Blora adalah pengolahan limbah pohon jati menjadi barang serba guna seperti kerajinan, hingga barang-barang furniture. Pemanfaatan limbah pohon jati tersebut, memiliki manfaat-manfaat ekonomi yang menukung pembangunan perekonomian di wilayah Kabupaten Blora pada khususnya.

(35)

menganalisis manfaat pengolahan limbah pohon jati tersebut, akan dapat diketahui seberapa banyak jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dan dapat menjadi rekomendasi kebijakan bagi pemerintah dalam usaha pengembangan masyarakat dengan usaha rakyat. Untuk lebih jelas kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini, dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini :

Permintaan kayu pohon jati tinggi

Produksi kayu pohon jati tinggi

Limbah pohon jati tinggi

Daun Tunggak Kayu dan Serbuk

gergajian

Pemanfaatan limbah tunggak pohon jati

Dijadikan bahan bakar (kayu bakar)

Daur ulang/pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi barang serba guna

Manfat ekonomi pengolahan limbah tunggak jati

Karakteristik usaha dan rantai pemasarannya

Analisis penyerapan tenaga kerja yang dihasilkan Analisis nilai tambah dan

analisis pendapatan usaha

Rekomendasi kebijakan lebih lanjut untuk pengembangan masyarakat dengan usaha pengolahan limbah tunggak jati

Keterangan : tidak dibahas dalam penelitian ini

(36)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di tiga desa di Kecamatan Jiken, Kabupaten Blora dikhususkan di tiga desa sekitar hutan yaitu Desa Jiken, Desa Cabak dan Desa Nglebur. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan tujuan penelitian

(purposive) dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut telah terdapat LMDH

dan telah terdapat usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Kegiatan pengumpulan data untuk keperluan penelitian ini telah dilakukan pada bulan Maret hingga April 2011.

4.2 Jenis dan Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapat dari wawancara masyarakat di Kecamatan Jiken yang bergerak dalam usaha pengolahan limbah pohon jati. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, instansi yang terkait seperti Perum Perhutani, Dinas Perindagkop & UMKM Kab. Blora, Bappeda Kab. Blora, Dinas Kehutanan, BPS, juga referensi lainnya dan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan usaha pemanfaatan limbah tunggak pohon jati.

4.3 Metode pengambilan Data

Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan dengan Sensus

Sampling dimana responden yang dipilih dari seluruh populasi yang ada. Jumlah

(37)

dihasilkan, jumlah pendapatan yang dihasilkan, dan jumlah tenaga kerja yang diserap pada tahun 2011 dari pengolahan limbah tunggak pohon jati. Sedangkan untuk menjawab masalah jumlah tenaga kerja yang dapat diserap menggunakan data sekunder dari Dinas peridagkop & UMKM Kabupaten Blora mengenai jumlah tenaga kerja yang berprofesi sebagai pengrajin atau pengolah limbah tunggak pohon jati.

4.4 Metode Analisis Data

Data dan informasi yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati dan rantai pemasarannya. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis manfaat ekonomi yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati, yang meliputi nilai tambah, pendapatan, serta tenaga kerja yang dapat diserap. Tabel dibawah ini menguraikan matriks analisis data untuk menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini:

Tabel 2. Matriks Analisis Data

No Tujuan Penelitian Jenis danSumber Data

Metode Analisis Data

1 Mengidentifikasi karakteristik usaha pengolahan limbah

tunggak pohon jati dan rantai pemasarannya

(38)

26

3 Menganalisis jumlah tenaga kerja yang dapat diserap dari kegiatan pengolahan limbah tunggak jati oleh masyarakat Kecamatan Jiken

Data sekunder jumlah tenaga kerja pada tahun 2002 dan Data Primer tenaga kerja tahun

4.4.1 Karakteristik Usaha dan Rantai Pemasaran.

Mengidentifikasi karakterisitik usaha dan rantai pemasaran pengolahan limbah tunggak pohon jati, dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Karakterisitik usaha yang diteliti adalah meliputi skala usahanya, kelembagaannya dan sumberdaya manusianya. Rantai pemasaran yang diteliti adalah alur rantai pemasaran pengolahan limbah tunggak pohon jati dari hulu (penyediaan bahan baku) hingga hilir (pemasarannya).

4.4.2 Analisis Nilai Tambah dan Pendapatan Usaha

Penghitungan dan analisis nilai tambah dan pendapatan usaha yang dihasilkan dari pengolahan limbah tunggak jati dengan menggunakan analisis kualitatif. Penghitungan nilai tambah, dilakukan dengan menggunakan metode hayami. Penghitungan pendapatan usaha yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan metode analisis pendapatan.

4.4.2.1 Analisis Nilai Tambah Metode Hayami

(39)

subsistem pengolahan. Kerangka analisis perhitungan nilai tambah metode Hayami dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 3. Analisis Perhitungan Nilai Tambah Hayami

No. Variabel Nilai

Output, Input, Harga

12. a. Pendapatan Tenaga Kerja (Rp / tunggak)

b. Imbalan Tenaga Kerja (12a) / (11a) (%)

Balas Jasa untuk Faktor Produksi

14. Marjin (10) – (8) (Rp / tunggak)

a. Pendapatan tenaga kerja (12a) / (14) (%)

b. Sumbangan input lain (9) / (14) (%)

c. Keuntungan perusahaan (13a) / (14) (%)

Q = J – H

R% = (M / Q)%

S% = (I / Q)%

T% = (O / Q)%

Sumber : Hayami et. al (1987) dalam Maimun (2009)

Informasi yang dihasilkan melalui metode analisis nilai tambah Hayami yang digunakan pada subsistem pengolahan ini adalah sebagai berikut :

(40)

28 2. Rasio nilai tambah terhadap nilai produk yang dihasilkan (%),

menunjukkan presentase nilai tambah dari nilai produk.

3. Imbalan bagi tenaga kerja (Rp), menunjukkan besar upah yang diterima oleh tenaga langsung.

4. Bagian tenaga kerja dari nilai tambah yang dihasilkn (%), menunjukkan presentase imbalan tenaga kerja dari nilai tambah.

5. Keuntungan pengolahan (Rp), menunjukkan bagian yang diterima pengusaha (pengolah), karena menanggung risiko usaha.

6. Tingkat keuntungan pengolah terhadap nilai output (%), menunjukkan presentase keuntungan terhadap nilai tambah.

7. Marjin pengolah (Rp), menunjukkan kontribusi pemilik faktor produksi selain bahan baku yang digunakan dalam proses produksi.

8. Presentase pendapatan tenaga kerja langsung terhadap marjin (%) 9. Presentase keuntungan perusahaan terhadap marjin (%)

10. Presentase sumbangan input lain terhadap marjin (%) 4.4.2.1 Analisis Pendapatan Usaha

Analisis pendapatan dapat dilihat dari selisih total penerimaan dihasilkan dan total biaya yang dikeluarkan. Total penerimaan adalah nilai produk total usaha dalam jangka waktu tertentu. Total biaya adalah semua nilai input yang dikeluarkan dalam proses produksi. Perhitungan untuk mengukur pendapatan yang dihasilkan dapat dimodelkan sebagai berikut (Soekartawi, 2002) :

Pd = TR – TC ………. (1) TR = Py x Qy ………. (2)

(41)

dimana : Pd = Pendapatan yang dihasilkan TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

Py = Harga output Qy = Jumlah output TVC = Total biaya variabel TFC = Total biaya tetap 4.4.3 Analisis Penyerapan Tenaga Kerja

Analisis pertumbuhan penyerapan dapat digunakan untuk menganalisis tingkat penyerapan tenaga kerja. Selain mengetahui jumlah tenaga kerja, juga dapat diketahui presentase peningkatan tenaga kerja yang dapat diserap. Jumlah tenaga kerja yang dibandingkan adalah jumlah tenaga kerja sebagai pengolah limbah tunggak pohon jati pada tahun 2002 (tahun sebelum ada kebijakan dari Perum Perhutani mengenai pembentukan LMDH dalam pengelolaan limbah tunggak pohon jati) dan jumlah tenaga kerja pada tahun 2011 (setelah adanya kebijakan). Rumus yang digunakan untuk penyerapan tenaga kerja :

ΔTK = TK2011 – TK2002 ………. (4) dimana :

ΔTK = Jumlah penyerapan tenaga kerja dari tahun 2002 hingga tahun 2011

TK2010 = Tenaga kerja pada tahun 2011 sebagai pengolah limbah pohon jati TK2002 = Tenaga kerja pada tahun 2002 sebagai pengolah limbah pohon jati

Rumus untuk mengukur presentase peningkatan jumlah tenaga kerja yang diserap, dengan menggunakan rumus pertumbuhan (Fatmasari, 2007):

(42)

30 Penghitungan jumlah tenaga kerja sebagai pemasok bahan baku limbah tunggak pohon jati dengan menghitung jumlah seluruh tenaga kerja sebagai pemasok limbah tunggak pohon jati, sehingga dirumuskan :

TKbb =

Σ

xi ……… (6)

Dimana :

(43)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Blora merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Blora terbagi dalam 16 kecamatan yaitu Kecamatan Jati, Kecamatan Randublatung, Kecamatan Kradenan, Kecamatan Kedungtuban, Kecamatan Cepu, Kecamatan Sambong, Kecamatan Jiken, Kecamatan Bogorejo, Kecamatan Jepon, Kecamata Blora, Kecamatan Banjarejo, Kecamatan Tunjungan, Kecamatan Japah, Kecamatan Ngawen, Kecamatan Kunduran dan Kecamatan Todanan. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jiken.

5.1. Gambaran Lokasi Penelitian dan Sosial Ekonomi Masyarakat

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora. Pengambilan responden difokuskan di tiga desa sekitar hutan di Kecamatan Jiken. Desa-desa tersebut adalah Desa Jiken, Desa Nglebur dan Desa Cabak.

5.1.1. Wilayah dan Topografi

Kecamatan Jiken yang menjadi lokasi penelitian ini terletak di Kabupaten Blora, Provinsi Jawa tengah. Menurut data monografi Kecamatan, sebelah utara Kecamatan Jiken berbatasan dengan Kecamatan Bogorejo, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sambong, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Cepu, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Jepon. Jarak tempuh dari Ibukota Kabupaten Blora sejauh 13 km dan jarak tempuh dari Ibukota Povinsi Jawa Tengah sejauh 140 km.

(44)

32 

 

Sumber: Buku Monografi Kecamatan Jiken, 2010 69% 9%

17%

4% 1%

Lahan Hutan

Lahan Persawahan

Lahan Perkebunan

Lahan Permukiman

Lahan Industri

Gambar 4. Luas Wilayah Kecamatan Jiken Menurut Penggunaan, Tahun 2010

Luas wilayah Kecamatan Jiken mencapai 17,38 juta Ha. Luas wilayah tersebut dimanfaatkan untuk lahan hutan, persawahan, lahan kering/perkebunan, lahan permukiman, serta lahan industri. Pada gambar 4 dapat dilihat persentase luas wilayah Kecamatan Jiken didominasi oleh lahan untuk hutan dengan presentase sebesar 69% yaitu seluas 11.914.781 Ha. Luas lahan perkebunan memiliki presentase sebesar 17% dengan luas sebesar 3,01 juta Ha. Luas lahan persawahan memliki presentase sebesar 9% dengan luas sebesar 1,62 juta Ha. Luas lahan permukiman memiliki presentase sebesar 4% dengan luas 684.970 Ha dan luas lahan industry memiliki presentase sebesar 1% dengan luas sebesar 159.873 Ha. Berdasarkan luas pemanfaatan lahannya, terlihat bahwa Kecamatan Jiken ini memiliki potensi besar di bidang kehutanan.

5.1.2 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat

(45)

keluarga di desa ini adalah 10.880 orang dengan ukuran rumah tangga sebanyak 3-4orang/KK. Dilihat dari usia, usia masyarakat Kecamatan Jiken dengan usia berkisar antara 0-4 tahun sebanyak 8.461 orang, dengan usia 15-64 tahun sebanyak 28.615 orang, dan dengan usia diatas 65 tahun sebanyak 4.135 orang.

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Jiken terdiri dari pertanian (pertanian, kehutanan, peternakan dan perikanan), bangunan, pedagang, angkutan (pergudangan dan komunikasi), dan jasa keuangan. Struktur mata pencaharian penduduk Kecamayan Jiken dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Struktur Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Jiken Tahun 2010

No Struktur Mata Pencaharian Jumlah (Orang) (%)

1

Sumber: Buku Monografi Kecamatan Jiken, 2010

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa sebagian besar mata pencaharian penduduk Desa Purwasari adalah dibidang pertanian (80,05%) yang mencakup juga kehutanan, perikanan, dan peternakan. Sisanya sebagai pedagang (16,67%), dibidang bangunan (2,04%), angkutan penggudangan (1,15%) dan dibidang jasa keuangan (0,08%).

5.2. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati

(46)

34 

 

5.2.1. Umur Responden

Responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati dalam penelitian berjumlah 23 orang. Berdasarkan hasil wawancara, umur responden petani padi organik mulai dari yang terkecil 23 tahun sampai yang tertua 56 tahun. Karakteristik responden berdasarkan umur untuk pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati Berdasarkan Umur di Kecamatan Jiken, Tahun 2011

Umur Jumlah (%)

20-30 3 13,04

31-40 12 52,17

41-50 6 26,09

>50 2 8,70

Total 23 100,00

Sumber: Data Primer diolah (2011)

Pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati sebagian besar berumur antara 31 sampai 40 tahun, hal tersebut dapat terlihat dari tabel 4 yaitu sebanyak 52,17% responden pelaku usaha pengolah limbah jati berumur antara 31 sampai 40 tahun. Presentase umur terkecil pelaku usaha adalah pada selang umur diatas 50 tahun yaitu sebanyak 2 orang dengan presentase sebesar 8,70%. Pada selang umur 41 sampai 50 tahun pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati sebanyak 6 orang dengan presentase sebanyak 26,09%. Sisanya adalah responden dengan selang umur 20 sampai 30 tahun sebanyak 3 orang dengan presentase sebesar 13,04%.

5.2.2. Tingkat Pendidikan Responden

(47)

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati, tingkat pendidikan terdapat pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Jiken, Tahun 2011

Pendidikan Jumlah %

PT 1 4,35

SMA 16 69,57

SMP 6 26,09

Total 23 100,00

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Pada tabel di atas, presentase terbesar untuk tingkat pendidikan responden pelaku usaha pengolah limbah tunggak jati adalah pada tingkat SMA sebanyak 16 orang dengan presentase sebesar 69,57%. Sedangkan presentase terkecil untuk tingkat pendidikan responden adalah pada tingkat perguruan tinggi yaitu sebanyak satu orang dengan jumlah presentase sebesar 4,35 %dari jumlah responden. Sisanya ada pada tingkat pendidikan SMP sebanyak 6 orang dengan presentase sebesar 26,09% dari jumlah responden.

Sebagian besar karakteristik responden untuk tingkat pendidikan adalah pada tingkat SMA. Hal tersebut menunjukkan bahwa responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik, sehingga manajemen usaha pengolahan limbah tunggak jati tersebut menjadi cukup baik.

5.2.3. Lama Usaha Responden

(48)

36 

 

selama lebih dari 10 tahun, namun lebih berkembang saat ini setelah adanya kebijakan dari Perhutani dalam bentuk LMDH yang merupakan bagian program dari PHBM. Pengalaman usaha tiap responden cukup beragam, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken Berdasarkan Pengalaman Usaha, Tahun 2011

Lama usaha Jumlah %

1-5tahun 7 30,43

5-10tahun 9 39,13

>10tahun 7 30,43

Total 23 100,00

Sumber: Data Primer diolah (2011)

Pada Tabel 7, terlihat bahwa sebagian besar pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati memiliki pengalaman usaha di selang antara 5 sampai 10 tahun, dengan komposisi 39,13% dengan jumlah responden sebanya 9 orang. Lama usaha pengolahan limbah tunggak jati pada selang waktu 1-5 tahun sebanyak 7 orang pelaku usahatani dengan komposisi sebanyak 30,43%. Sisanya adalah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati yang telah melakukan usaha tersebut lebih dari 10 tahun sebanyak 7 orang dengan komposisi sebesar 30,43%.

Banyaknya pelaku usaha tani melakukan usaha selama kurang dari 10 tahun, dikarenakan kebijakan dari Perum Perhutani dalam bentuk didirikannya LMDH pada tahun 2003. Sehingga belum ada insentif bagi masyarakat Kecamatan Jiken untuk bermatapencaharian sebagai pengrajin limbah tunggak pohon jati. Namun setelah adanya LMDH, telah jelas bahwa pengambilan tunggak pohon jati merupakan hal yang atau diperbolehkan dengan syarat-syarat tertentu. 5.2.4 Pendanaan Usaha Responden

(49)

kemampuan para pelaku usaha dalam memperluas usaha. Karena usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken merupakan usaha dalam skala mikro (UMKM). Karakteristik usaha dalam pendanaan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Responden Pelaku Usahatani Pengolahan Limbah

Tunggak Pohon Jati Berdasarkan Pendanaan Usaha di Kecamatan Jiken, Tahun 2011

Pendanaan Jumlah %

Pinjaman 3 13.04 Pribadi 20 86.96

Total 23 100,00

Sumber : Data Primer Diolah (2011)

Pada Tabel 8, terlihat sebagian besar para responden pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati tidak menggunakan dana pinjaman dalam menjalankan usaha mereka. Mereka menggunakan dana pribadi untuk menutupi biaya operasional. Responden yang menggunakan dana pribadi dalam menjalankan usaha pengolahan limbah tunggak jati sebanyak 20 orang dengan komposisi sebesar 86,96%. Sedangkan responden yang menggunakan dana pinjaman untuk menjalankan usaha pengolahan limbah tunggak jati sebanyak 3 orang dengan komposisi sebesai 13,04%.

(50)

.VI. KARAKTERISTIK USAHA DAN RANTAI PEMASARAN

Usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora telah berlangsung lama hingga lebih dari 10 tahun. Namun sebagian besar dari para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak tersebut, mulai menjalankan usaha setelah diberlakukannya kebijakan dari Perum Perhutani dalam pembentukan LMDH yang merupakan bagian dari program-program PHBM.

LMDH didirikan karena pada tahun 1998-2002 telah terjadi penjarahan kayu hutan besar-besaran di Kabupaten Blora. LMDH didirikan pada bulan Desember tahun 2003, dengan SK direksi no 136 tahun 2003. LMDH memiliki visi hutan lestari masyarakat tetap sejahtera. Sehingga diharapkan dengan adanya LMDH kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan dan pengelolaan hutan tetap lestari.

(51)

tersebut diharapkan pemanfaatan limbah tunggak dapat menghasilkan mata pencaharian baru bagi masyarakat Kecamatan Jiken dan tetap terjadi pengelolaan hutan secara lestari.

6.1. Skala Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati

Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken termasuk kedalam skala usaha mikro. Hal tersebut terlihat dari pendanaan, jumlah tenaga kerja dan aksesnya terhadap pasar. Sesuai dengan karaktersistik yang disebutkan siregar (2009) mengenai karakteristik usaha dengan skala mikro, usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken juga lebih mengandalkan

non-banking financial dimana para pelaku usaha yang meminjam kepada dana

pinjaman bank/finance hanya sebesar 13,04% dari total keseluruhan jumlah pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sisanya sebesar 86,96% menggunakan dana pribadi mereka dalam menjalankan usahanya. Pendanaannya yang masih bersifat pribadi dikarenakan biaya bahan baku dari usaha pengolahan limbah tunggak jati yang berasal dari tunggak sehingga relatif murah.

Menurut Siregar (2009) jumlah tenaga kerja pada UMKM berkisar antara 9 orang hingga 99 orang, Jumlah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken rata-rata berkisar antara 9 orang hingga 20 orang. Jumlah tenaga kerja yang tidak banyak tersebut menunjukkan bahwa skala usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken memiliki skala usaha yang mikro (UMKM).

(52)

40 

 

para pelaku usaha memasarkan produknya, para pelaku usaha tersebut tergantung kepada para reseller yang jumlahnya tidak menentu, sehingga jumlah produksi yang mereka hasilkan hanya bergantung dari pemesanan yang ada. Kesulitan terhadap akses pasar lainnya yang dirasakan para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati adalah kesempatan untuk memamerkan hasil dari kerajinan yang mereka kerjakan. Hal tersebut berkaitan dengan kurangnya informasi yang diterima oleh para pelaku usaha mengenai pameran yang diadakan. Selain itu kesulitan terhadap akses lainnya adalah karena bahan bakunya yang berasal dari limbah, tidak banyak yang mengetahui bahwa kualitas kerajinan tersebut tidak kalah dengan kerajinan dari kayu non limbah. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh para pelaku usaha pengolahan limbah tunggak jati terhadap akses pasar menunjukkan bahwa skala usaha yang mereka miliki adalah skala usaha mikro, sehingga merupakan bagian dari UMKM.

Apabila dibandingkan dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan limbah kayu jati (bukan limbah), usaha tersebut membutuhkan modal yang besar karena harga kayu jati yang relatif mahal. Modal yang dibutuhkan besar sehingga tak jarang usaha tersebut menggunakan financial

banking untuk pendanaan usaha. Selain itu, karena bahan bakunya memang kayu

(53)

6.2. Lembaga Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati

Menurut Rahardjo (1999) lembaga secara umum sering diartikan sebagai wahana memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat atau suatu komunitas). Bentuk lembaga dalam suatu usahatani adalah terbentuknya kelompok tani.

Usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken pernah memiliki lembaga dalam bentuk paguyuban pengolahan limbah tunggak pohon jati. Pembentukan lembaga tersebut bertujuan untuk menciptakan pasar bagi hasil usaha. Maksud dari penciptaan pasar tersebut adalah dalam pembentukan harga yang dikendalikan oleh para pelaku usaha. Namun fungsi dari lembaga tersebut tidak bertahan lama, saat ini lembaga (paguyuban) usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken tidak lagi aktif. Tidak aktifnya lembaga karena tidak adanya pengurus dan sulitnya koordinasi antar anggota satu dengan anggota lainnya.

(54)

42 

 

Perindagkop telah berperan sebagai lembaga yang menaungi usaha pengolahan limbah tunggak jati dalam memberikan pelatihan dan informasi terkait pameran, dirasakan oleh para pelaku usaha fungsinya sebagai lembaga yang berperan menaungi kegiatan usahatani pengolahan limbah tunggak jati masih kurang efektif.

6.3. Sumber Daya Manusia Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati Sumberdaya manusia merupakan faktor yang penting dalam pembentukan kualitas hasil usaha pengolahan limbah tunggak jati. Sumberdaya yang baik dan profesional akan menghasilkan produk yang baik juga. Kegiatan usaha ini merupakan usaha padat karya, dimana nilai tambah terdapat karena adanya suatu karya pada kerajinan tersebut, seperti halnya dalam bentuk ukir-ukiran.

Tipe sumberdaya manusia/tenaga kerja kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken adalah tenaga kerja tradisional. Disebut demikian karena sebagian besar tenaga kerja tersebut memiliki keahlian secara otodidak dan bukan merupakan tenaga kerja profesional. Rata-rata upah yang mereka dapat berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp. 65.000 setiap harinya.

Berbeda dengan usaha lainnya yang sejenis, seperti halnya usaha pengolahan kayu ukir-ukiran Jepara. Pada usaha tersebut telah menggunakan tenaga kerja yang professional. Dapat dikatakan professional, karena tenaga kerja yang digunakan sebagian besar berasal dari sekolah ukir yang berada di Kota Jepara tersebut. Maka dari itu, upah yang mereka dapatkan juga lebih besar dari upah tenaga kerja usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati.

(55)

lulusan SMP. Menurut Siregar (2009) dimana tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengorganisasian manajemen. Pengaruhnya adalah kepada manajemen pengelolaan usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Maka dari itu, kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati di Kecamatan Jiken Kabupaten Blora sulit untuk berkembang. Sehingga perlu memperbaiki system manajemen pengelolaan usaha, bagaimana usaha tetap dapat berjalan optimal dengan tenaga kerja berpendidikan rendah. 6.4. Rantai Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati

Kegiatan usaha tidak dapat lepas dari pemasaran untuk mendukung lancarnya suatu usaha tersebut. Rantai pemasaran merupakan saluran distribusi dari produsen bahan baku (hulu) hingga konsumen akhir (hilir). Fungsi-fungsi saluran pemasaran tersebut terbagi dalam empat tahap. Pertama, yaitu pemasok bahan baku di bagian hulu. Selanjutnya pengrajin limbah tunggak pohon jati, dilanjutkan dengan reseller domestik dan mancanegara, yang terakhir adalah konsumen akhir. Gambar dibawah ini merupakan gambar rantai pemasaran dalam kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati.

 

Sumber : Data Primer (2011)

Gambar 5. Aliran Rantai Pemasaran Kegiatan Usahatani Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken

(56)

tunggak dengan seizin dari LMDH setempat. Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat disekitar hutan Kecamatan Jiken yaitu masyarakat di Desa Jiken, Desa Cabak dan Desa Nglebur. Tahap selanjutnya tunggak-tunggak tersebut diolah menjadi barang-barang kerajinan seperti meja akar, meja ukir, lemari display dan patung ukir oleh para pengrajin sehingga memiliki nilai tambah dan nilai jual yang tinggi.

Barang-barang hasil kerajinan dari limbah tunggak jati tersebut tidak sampai langsung kepada konsumen akhir, mereka memiliki reseller/perantara pemasaran sebagai fungsi saluran pemasaran sebelum sampai ke konsumen akhir dari domestik atau mancanegara. Dari dalam negeri adalah reseller yang berada dari kota-kota besar seperti Semarang, Jepara, Bali dsb. Untuk mancanegara telah sampai ke Pasar Asia hingga pasar Amerika Serikat. Setelah melewati reseller atau perantara baru barang-barang tersebut sampai kepada para konsumen akhir.

Konsep pemasaran merupakan proses menciptakan nilai bagi pelanggan (Kotler, 2008). Kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak jati telah berusaha menggunakan konsep pemasaran untuk dapat menciptakan nilai bagi pelanggan demi terciptanya kepuasan pelanggan. Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati di Kecamatan Jiken akan digambarkan pada Gambar 6 di bawah ini :

Sumber : Data Primer (2011)

Gambar 6. Konsep Pemasaran Usaha Pengolahan Limbah Tunggak Jati di Kecamatan Jiken

44 

(57)

Konsep pemasaran kegiatan usaha pengolahan limbah tunggak pohon jati berasal dari pasar. Pasar tersebut dapat memberikan informasi mengenai keinginan dan kebutuhan pelanggan atas suatu produk. Produk yang disebutkan disini adalah produk hasil kerajinan tunggak jati.

(58)

VII. NILAI TAMBAH, PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA PADA USAHA PENGOLAHAN LIMBAH POHON JATI

7.1. Analisis Nilai Tambah

Proses pengolahan pada limbah tunggak pohon jati menjadi suatu kerajinan menyebabkan adanya nilai tambah pada limbah tersebut, sehingga harga jual kerajinan dari tunggak jati menjadi lebih tinggi dari pada harga jual gelondongan dari tunggak tersebut. Perhitungan nilai tambah dilakukan pada periode produksi bulan maret 2011, dengan menganalisis hasil pengambilan data pada bulan maret hingga April 2011.

Pada penelitian ini, analisis nilai tambah pengolahan limbah tunggak jati yang dilakukan mulai dari pengadaan bahan baku berbentuk tunggak pohon jati gelondongan, sampai dengan menjadi kerajinan yang siap dipasarkan. Kerajinan yang dinilai nilai tambahnya adalah kerajinan meja akar, meja ukir akar, display akar, dan patung ukir. Analisis nilai tambah ini dilakukan untuk menghitung berapa jumlah nilai tambah yang dapat dihasilkan dan jumlah keuntungan yang didapat. Selain itu, analisis nilai tambah ini juga dapat melihat HOK yang dibutuhkan dan jumlah permintaan pasarnya. Analisis perbandingan masing-masing produk digambarkan pada Tabel 9 dibawah :

Tabel 9. Perbandingan Nilai Tambah, Keuntungan, HOK dan Permintaan Tiap Unit Produk Hasil Pengolahan Limbah Tunggak Pohon Jati Perbandingan Meja Akar Meja Ukir Lemari Display Patung Ukir

Harga 580.000 3.250.000 1.390.000 4.200.000

Nilai Tambah 327.600 2.469.000 945.000 3.068.000

Keuntungan

(59)

at pada tabel d s, produk ha pengolahan l ah tunggak j

ari display dan patung ukir. Perbandingan

paling tinggi terdapat rga rata-rata untuk patung ukir itu sendiri adalah Rp 4,2 ju

b

ihasilkan paling tinggi adalah

dari ni

Dapat dilih i ata sil imb ati

terdiri dari meja akar , meja ukir, lem

yang dari tabel di atas dilihat dari sisi harga, nilai tambah, keuntungan, HOK per produk dan sisi permintaan pasar terhadap produk tersebut.

a. Harga Produk

Pada tabel di atas menunjukkan harga rata-rata yang pada produk patung ukir. Ha

ta. Harga rata-rata yang paling rendah dari produk hasil olahan limbah tunggak jati adalah produk meja akar yaitu Rp 580.000. Produk lainnya adalah lemari display dengan harga Rp 1,39 juta tiap unit produknya dan yang terakhir adalah produk meja ukir dengan harga 3,25 juta.

. Nilai Tambah

Dilihat dari rasionya, nilai tambah yang d

(60)

ukir-48 

 

tinggi bila dilihat dari rasionya, adalah pada produk patung

hanya dirasakan bagi pelaku usaha saja.

ukiran. Nilai tambah yang tinggi dari setiap produk tersebut bila dibandingkan dengan biaya bahan bakunya adalah karena pengolahan tersebut dilakukan pada limbah tunggak jati, yang memang tanpa adanya kegiatan pengolahan dirasakan tidak memiliki nilai. Berbeda jika bahan baku yang digunakan bukan limbah (kayu jati gelondongan), tanpa adanya pengolahan kayu tersebut tetap memiliki nilai jual yang tinggi.

c. Keuntungan Keuntungan paling

(61)

ari orang kerja yang dibutuhkan untuk mproduksi suatu produk tersebut. HOK per produk tertinggi ada pada produk meja u

lah produksi setiap ini adalah setiap bulannya. Permintaan tertinggi d. HOK per Produk

HOK per produk merupakan h me

kir, yaitu sebesar 8 HOK untuk setiap produknya. HOK terendah ada pada produk meja akar yaitu sebesar 1,45 hari untuk setiap produknya. Produk lemari

display akar memerlukan HOK sebanyak 5,14 hari untuk setiap produknya dan

yang terakhir produk patung ukir memerlukan HOK sebanyak 7,72 hari untuk setiap produknya. Bila diurutkan dari HOK yang tertinggi, HOK tertinggi ada pada produk meja ukir, diikuti dengan produk patung ukir, lemari display dan yang terakhir adalah produk meja akar ukir. Semakin tinggi HOK, menandakan semakin berpotensi produk tersebut untuk dapat menyerap tenaga kerja. Apabila diasumsikan setiap produk memiliki permintaan yang sama setiap bulannya, maka untuk dapat memenuhi permintaan pasar, produk yang memiliki HOK tinggi yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak daripada produk yang memiliki HOK rendah. Perbedaan tingkat HOK pada tiap produk dikarenakan tingkat pengolahan yang dilakukan pada bahan baku masing-masing produk. Semakin banyak dan sulit pengolahan yang dilakukan, maka akan membutuhkan HOK yang semakin tinggi juga. Seperti perbedaan HOK pada produk meja akar dan meja ukir, meskipun memiliki bentuk yang hampir sama, namun pada produk meja ukir memiliki HOK lebih tinggi karena pada produk meja ukir membutuhkan pengolahan lebih yaitu pemberian ukir-ukiran pada produk.

e. Permintaan Pasar

(62)

50 

 

ada pad

. Produk meja ukir dan patung ukir memiliki keunggulan pada n

a produk meja akar yaitu sebanyak 228 meja setiap bulannya. Permintaan terendah ada pada produk patung ukir dan meja ukir yaitu sebesar 11 unit setiap bulannya. Produk lainnya adalah produk lemari display dengan permintaan pasar sebanyak 14 unit setiap bulannya. Produk meja akar memiliki permintaan yang tinggi, karena harganya yang memang paling rendah diantara produk lainnya. Untuk produk meja ukir dan patung ukir memiliki permintaan yang rendah karena harganya yang tinggi.

Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa setiap produknya memiliki potensi masing-masing

(63)

, nilai tambah yang dianalisis adalah pada produk Meja produk meja akar dapat lihat

pada Bulan Maret 2011

Nilai 7.1.1. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar.

.

Pada analisis ini

akar. Hasil analisis nilai tambah kerajinan tunggak jati di di Tabel 10 di bawah ini.

Tabel 10. Analisis Nilai Tambah Kerajinan Meja Akar di Kecamatan Jiken No Variabel

1 Harga Produk Rata-Rata (RP/Unit) 580.000

2 Biaya input Rata-Rata 252.400

Biaya Upah Rata-Rata Tenag

4 Nilai tamb 27.600

5 Pendapatan Tenaga Kerja (Rp/tungg 72.368

6 Keuntungan (Rp/tungga 255.231

7 Marjin (Rp/tunggak) 34.000

Sumb : Dat

Pada analisis ini produksi rata-rata dari meja akar adalah sebesar 22

nversi untuk analisis ini dihitung berdasarkan embag

14 orang tenaga kerja. Semua tenaga kerja rsebu

er a Primer Diolah (2011)

8 meja akar (lampiran 1). Nilai faktor ko

p ian antara nilai output yang dihasilkan dengan input yang digunakan. Faktor konversi pada analisis tabel di atas nilainya adalah sebesar satu. Artinya untuk menghasilkan satu unit meja akar, dibutuhkan sebanyak satu tunggak sebagai bahan bakunya (lampiran 1).

Tenaga kerja rata-rata yang dibutuhkan dalam pengolahan limbah tunggak pohon jati menjadi meja akar adalah

Gambar

Tabel 1. Hasil Penelitian Potensi Limbah pada Beberapa Pengusahaan  Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia:
Gambar 1. Konsep pemasaran dan konsep penjualan
Gambar 2. Aliran Rantai Pemasaran
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
+7

Referensi

Dokumen terkait

terbaik.Berdasarkan uraian diatas dan dengan data boring yang didapat untuk perencanaan pondasi jembatan, maka penulis ingin merencanakan ulang pondasi jembatan

Saran: Perlu dilakukan pemilihan fase gerak dan fase diam yang sesuai agar dapat memisahkan senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri dengan baik pada fraksi etanol-air

Pada penelitian ini, obyek pengukurannya adalah perilaku stress yang dialami oleh pasien ketika berada di dalam ruang rawat inap, sedangkan parameter pengukurannya

Pasca Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 dan dengan ditetapkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (yang kemudian lazim disebut sebagai

sosio demografi dan karakteristik finansial tidak mempengaruhi sikap, norma subjektif dan kontrol perilaku menggunaan kartu kredit dikalangan pegawai UKSW. Diduga

Untuk kasus diatas, berdasarkan keterangan yang didapatkan di dalam penetapan Pengadilan Agama Sidoarjo, tentang isbat nikah Nomor 191/Pdt.P/2012/PA.Sda

Partisipan pada program “Aku Bisa Pergi ke Toilet sendiri” terdiri dari orang tua atau caregiver yang memiliki anak dengan rentang usia 4-6 tahun , serta anak

187 Ketika Anda menggunakan blitz internal atau eksternal, Speedlite seri EX yang kompatibel dengan pengaturan fungsi blitz, Anda dapat menekan tombol < D > untuk