Hukum Internasional Task 2
1. Apa yang dimaksud teori monisme dan teori dualisme serta bagaimana perbandingan diantara kedua teori tersebut ? A. Teori Monoisme
Teori monisme menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing – masing merupakan dua aspek dari satu sistem hukum. Struktur hukum intern menetapkan bahwa hukum mengikat individu secara perorangan dan secara kolektif. Hukum internasional mengikat individu secara kolektif sedangkan hukum nasional mengikat individu secara perorangan.1
Teori monisme didasarkan atas pemikiran kesatuan dari seluruh hukum yang mengatur hidup manusia. Hukum internasional dan hukum nasional merupakan bagian dari satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusa. Akibat pandangan monoisme ini ialah bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin ada hubungan hirarki.2
Dalam teori monisme terdapat monisme primat hukum nasional dan primat hukum internasional :
Monisme Primat Hukum Nasional, beranggapan bahwa Hukum
Nasional adalah hukum yang utama daripada Hukum Internasional; Hukum Internasional merupakan lanjutan dari hukum nasional untuk urusan-urusan luar negeri. Dan Beranggapan bahwa hukum internasional bersumber kepada hukum nasional
Monisme Primat Hukum Internasional beranggapan bahwa hukum
internasional adalah hukum yang lebih tinggi daripada hukum nasional; beranggapan bahwa hukum nasional tunduk kepada hukum internasional & dasar mengikatnya berasal dari suatu
1 Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1998, hlm.5
“pendelegasian” wewenang dari hukum internasional kelemahan paham monisme primat hukum internasional.
Kelemahan teori monisme: Paham ini menganggap hukum itu sebagai hukum yang tertulis semata-mata, sehingga hukum internasional dianggap hanya bersumber pada perjanjian internasional. Dan kelemahan yang lain adalah penyangkalan terhadap hukum Internasional.
B. Teori Dualisme
Teori Dualisme menyatakan bahwa hukum internasional dan hukum nasional masing – masing merupakan dua sistem hukum yang berbeda secara intrinsik. Triepel menyatakan bahwa hukum internasional berbeda dengan hukum nasional karena berbeda subyek dan sumbernya. Subyek hukum internasional adalah negara sedang subyek hukum negara adalah individu.3
Menurut paham dualisme ini yang bersumber pada teori bbahwa daya ikat hukum internasional bersumber pada kemauan negara, maka hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu sama lain. Alasan yag diajukan oleh penganut teori dualisme bagi pandangannya tersebut diatas didasarkan pada alasan formal maupun alasan yang berdasarkan kenyataan. Di antara alasan-alasan yang terpenting dikemukakan hal sebagai berikut: (1) kedua perangkat hukum tersebut mempunyai sumber yang berlainan, hukum nasional bersumber pada kemuan negara, hukum internasional bersumber pada kemauan bersama masyarakat negara; (2) kedua perangkat hukum itu berlainan subyek hukumnya. Subyek hukum dari hukum nasional ialah perseorangan baik dalam apa yang dinamakan hukum perdata maupun hukum publik, sedangkan subyek hukum dari hukum internasional ialah negara; (3) sebagai tata hukum, hukum nasional dan hukum nternasional menampakan pula perbedaan dalam strukturnya. Lembaga yang diperlukan untuk melaksanakan hukum dalam
kenyataannya seperti mahkamah dan organ eksekutif hanya ada dalam bentuk yang sempurna alam lingkungan hukum nasional. Alasan lain yang dikemukakan sebagai argumentasi yang didasarkan atas kenyataan ialah bahwa daya laku atau keabsahan kaidah hukum nasional tidak terpengaruh oleh kenyataan bahwa kaidah hukum nasional itu bertentangan dengan hukum internasional.4
Akibat atau dampak dari pandangan dualisme5 :
Kaidah- kaidah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin
bersumber atau berdasar pada perangkat hukum yang lain. Jadi, tidak ada hirarki antara hukum nasional dan hukum internasional karena kedua perangkat ini tidak saja berlainan dan tidak bergantung satu sama lain, tapi juga lepas satu dari lainnya.
Tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum
itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain yang penting pula dari pada pandangan dualisme ini adalah bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional.
Ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi
hukum nasional sebelum dapat berlaku dalam lingkungan hukum nasional.
Kelemahan pandangan dualisme : Tidak lepas dari teori dasar yang digunakan penganut aliran ini bahwa sumber segala hukum itu baik sumber hukum nasional maupun internasional ialah kemauan negara. Hukum dan daya ikat hukum tidak bersumber pada kemauan negara melainkan merupakan prsyarat bagi kehidupan manusia yang teratur dan beradab.
4 Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta, 1997, hlm. 40-41
2. Bagaimana penerapan hukum internasional dalam hukum nasional berdasarkan praktik beberapa negara, khususnya praktik yang berlaku di Inggris dan Amerika ?
Berlakunya ketentuan-ketentuan Hukum Internasional, terdapat dua doktrin, yaitu:
1. Doktrin inkorporasi
Bahwa suatu ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum Nasional tanpa melalui pengesahan dari lembaga.
2. Doktrin Transformasi
Bahwa ketentuan Hukum Internasional dapat diberlakukan sebagai Hukum Nasional apabila telah diratifikasi terlebih dahulu.
1. Inggris
Inggris menganut suatu ajaran (doktrin) bahwa hukum internasional adalah hukum negara (“international law is the law of the land”). Ajaran ini lazim dikenal dengan nama doktrin inkorporasi (incorporation doctrine).6
Doktrin ini kemudian dirumuskan sebagai berikut :
“The law of nation, wherever any questions arises whichis properly the objectof the jurisdiction is here adopted in its full extent by the common law and it as held to be apart of the law of the land”7
Namun kemudian terjadi perubahan, dalam menilai daya laku doktrin pada hukum positif dibedakan antara: (1) hukum kebiasaan internasional (“customary international law”) dan (2) hukum internasional yang tertulis (traktat, konvensi, perjanjian)
a. Customary Internasional Law :
Suatu ketentuan Internasional berlaku asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, apabila suatu Customary Internasional Law ditetapkan oleh Mahkamah Tinggi maka semua pengadilan dibawahnya
6 Ibid 57
terikat, dalam hal ini maka yang supreme bukan Hukum Internasionalnya melainkan Mahkamah Tingginya. Dalil konstruksi hukum (rule of construction), bahwa undang-undang yang dibuat oleh parlemen tidak bertentangan dengan Hukum Internasinal (rule of evidence), bahwa dalam pembuktiannya tidak perlu mendatangkan saksi-saksi.
b. Internasional Treaty:
Persetujuan parlemen (heavy parliament), bahwa suatu ketentuan internasional berlaku mengikat tanpa persetujuan parlemen yaitu selain menyangkut:
Perubahan dalam undang-undang nasional, Perubahan dalam status garis batas, Mempengaruhi hak-hak sipil, Menambah beban keuangan negara.
2. Amerika
Amerika Serikat juga menganut doktrin inkorporasi yaitu menganggap hukum internasional sebagai hukum nasional.
Menegenai hukum kebiasaan internasional, UU yang dibuat oleh congress dianggap tidak bertentangan dengan hukum internasional. Akan tetapi, jika suatu perundangan terang-terangan bertentangan dengan suatu ketentuan kebiasaan hukum internasional (yang lama), aka undang-undanglah yang harus dimenangkan.
Dalam International treaty, konstitusi sebagai dasar utama. Jika tidak bertentangan dengan konstitusi maka langsung berlaku (self-executing) dan sebaliknya, perjanjian yang tidak termasuk dalam golongan yang berlaku dengan sendirinya ( non self executing) baru dianggap mengikat pengadilan Amrika setelah adanya perundang-undangan yang menjadikannya berlaku sebagai hukum.
Pembukaan UUD 1945 alinea pertama berbunyi:
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Makna di balik alinea pertama menegaskan sikap bangsa Indonesia yang menentang penjajahan di atas dunia karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bahwa kemerdekaan bangsa dan keadilan sosial adalah dimensi fundamental dalam menjaga ketertiban dunia dan perdamaian abadi. Pernyataan kesediaan Negara Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 menunjukan komitmen negara untuk tunduk pada hukum Internasional. Tetapi syarat terhadap untuk tunduk pada hukum internasional adalah kemerdekaan. Sebab kemerdekaan selain sebagai syarat fundamental untuk menjadi subjek hukum internasional juga merupakan manifestasi perikemanusiaan dan perikeadilan. Perwujudan ketertiban dunia dan perdamaian abadi hanya mungkin terwujud jika perikemanusiaan dan perikeadilan tegak. Untuk itu validitas stand point yang menjadikan negara Indonesia tunduk pada hukum internasional adalah Konstitusi (UUD 1945) baik dalam arti formal maupun dalam arti materil.8
Validitas dalam arti formal mengacu pada kedudukan UUD 1945 sebagai hukum dasar tertinggi dan merupakan simbol kedaulatan negara baik ke dalam maupun ke luar. Sedangkan validitas dalam arti materil mengacu pada Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 yang apabila ditelaah dari sudut pandang filsafat hukum merupakan perpaduan filsafat hukum ketuhanan (Lex Aeternal) seperti terlihat dalam sila pertama, filsafat hukum alam (lex Natura) seperti terlihat dalam sila kedua dan sila kelima, filsafat sejarah hukum (mazhab historis) seperti terlihat dalam sila ketiga, filsafat hukum positif (lex positiva), dan hukum manusia (lex humana) seperti tercantum dalam sila ketiga dan sila keempat
Memahami kedudukan hukum Internasional dalam sistem perundang-undangan Indonesia dilihat dari sudut pandang filsafat hukum dengan meletakan Pancasila sebagai landasan filsafatnya maka Indonesia termasuk negara yang menganut baik aliran monisme maupun aliran dualisme atau pluralisme
Daftar Pustaka
Istanto, Sugeng. 1998. Hukum Internasional, Yogyakarta: Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Kusumatmadja, Mochtar. 1997. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Bina Cipta
Shaw, Malcolm N. 2008. International Law: Sixth Edition, New York: Cambridge University Press.
Jurnal :
Firdaus. (2014). “Kedudukan Hukum Internasional dalam Sistem