• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharata) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor"

Copied!
291
0
0

Teks penuh

(1)

1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah sehingga membuat negara Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki potensi sangat besar dalam sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional. Dalam Rancangan Rencana Strategis Kementrian Pertanian Republik Indonesia tahun 2010-2014 dijelaskan bahwa peran strategis sektor pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan kapital; penyediaan bahan pangan, bahan baku industri, pakan dan bioenergi; penyerap tenaga kerja; sumber devisa negara; sumber pendapatan; serta pelestarian lingkungan melalui praktek usahatani yang ramah lingkungan. Melalui peran strategis sektor pertanian tersebut, sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang dapat meningkatkan pembangunan perekonomian Indonesia yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakaat Indonesia, mempercepat pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, menyediakan lapangan kerja, serta memelihara keseimbangan sumberdaya alam dan lingkungan hidup1.

Peran sektor pertanian dalam pembangunan Indonesia dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional. Salah satu indikator yang digunakan dalam menggambarkan kinerja dan peran sektor pertanian dalam perekonomian nasional ini yaitu dengan mengetahui kontribusi sektor pertanian dalam nilai Produk Domestik Bruto (PDB) negara Indonesia. Pada tahun 2011 sektor pertanian termasuk peternakan, perikanan dan kehutanan menempati urutan kedua penyumbang PDB nasional terbesar setelah sektor industri pengolahan. Nilai PDB sektor pertanian berdasarkan harga berlaku pada tahun 2011 mencapai Rp 1.093,5 triliun atau 14,72 persen dari total PDB nasional yang mencapai Rp 7.427,1 triliun. Selain itu, sektor pertanian masih menjadi salah satu lapangan usaha masyarakat Indonesia. Pada tahun 2011, sebanyak 39,3 juta masyarakat Indonesia bekerja di sektor petanian atau sekitar 33,48 persen dari total angkatan kerja (BPS 2011).

1

(2)

2 Sektor pertanian terdiri dari subsektor tanaman pangan, hortikultura, kehutanan, perkebunan, dan peternakan. Di antara keempat subsektor tersebut subsektor tanaman pangan merupakan salah satu subsektor yang memiliki peran penting dalam penyediaan bahan pangan utama bagi masyarakat untuk menunjang kelangsungan hidup. Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan disebutkan bahwa dengan tersedianya pangan dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pangan sebagai komoditas dagang turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu tanaman pangan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan suatu negara.

Pertanian tanaman pangan terdiri dari dua kelompok besar yaitu pertanian padi dan pertanian palawija. Tanaman padi maupun palawija memiliki peran yang penting dalam penyediaan bahan pangan. Menurut Rusastra et al. (2007), tanaman palawija memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan karena kecenderungan umum menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga di daerah berbasis non-padi lebih tinggi, stabil, dan berkelanjutan dibandingkan dengan pendapatan rumah tangga pada daerah tradisional berbasis usahatani padi. Selain itu tanaman palawija dapat digunakan sebagai tanaman pangan pengganti beras sebagai salah satu kegiatan diversifikasi pangan. Pengembangan tanaman palawija juga diarahkan untuk pemantapan katahanan pangan dan pengetasan kemiskinan. Salah satu tanaman palawija yang banyak dibudidayakan oleh petani di Indonesia adalah tanaman jagung.

(3)

3 Tabel 1. Konsumsi Rata-rata Seminggu per Kapita Bebarapa Macam Bahan

Makanan Penting di Indonesia Tahun 2009-2011 (Kg)

Jenis Makanan Tahun Perkembangan

2009 2010 2011*) 2010-2011(%) Beras lokal dan ketan 1,755 1,733 1,721 -0,69

Jagung 0,047 0,048 0,035 -27,08

Ketela pohon 0,106 0,097 0,111 14,43

Ubi jalar 0,043 0,044 0,055 25,00

Sumber: BPS (2011)

Ket: *) Data tahun 2011 berdasarkan hasil Susenas 2011 triwulan 1

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang masih dikonsumsi oleh masyarakat. Namun, konsumsi jagung masih lebih rendah daripada konsumsi beras dan ketela pohon. Pada tahun 2010 konsumsi jagung meningkat 2,13 persen dari tahun 2009 dan kemudian turun pada triwulan satu tahun 2011 sebesar 27,08 persen. Kecilnya tingkat konsumsi jagung dibandingkan dengan konsumsi komoditas lainnya disebabkan oleh penggunaan jagung sebagai bahan konsumsi langsung masih terbatas dan masih kalah dengan beras sebagai bahan pangan paling utama. Pemanfaatan jagung paling banyak digunakan sebagai pakan ternak daripada untuk pangan.

Penggunaan jagung untuk pakan telah mencapai 50 persen dari total

kebutuhan. Pada tahun 1980-1990 penggunaan jagung masih didominasi untuk

konsumsi langsung, tercatat pada tahun 1980 sebesar 94 persen jagung digunakan

untuk memenuhi konsumsi langsung masyarakat dan hanya 6 persen untuk

industri pakan. Pada tahun 1990, jagung mulai digunakan untuk industri pangan.

Setelah tahun 2002 telah terjadi pergeseran penggunaan jagung, penggunaan

jagung lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan industri pakan. Akan tetapi,

penggunaan jagung untuk industri pangan juga terus meningkat. Selama tahun

2000-2004, penggunaan jagung untuk konsumsi langsung menurun sekitar 2,0

persen per tahun, sedangkan untuk industri pakan dan pangan meningkat

(4)

4 kapita dengan program diversifikasi pangan dengan mengembangkan jagung sebagai bahan pangan alternatif susbtitusi beras2.

Selama lima tahun ke depan (2010-2014), dalam membangun pertanian di Indonesia, Kementerian Pertanian mencanangkan 4 (empat) target utama, yang salah satunya yaitu pencapaian swasembada jagung pada tahun 2014 dengan target produksi 29 juta ton. Jumlah ini merupakan jumlah yang sangat besar mengingat pada tahun 2011 berdasarkan angka ramalan ke-3, produksi jagung di Indonesia baru mencapai 17.230.172 ton (Tabel 2). Jumlah produksi ini menurun sebesar 5,99 persen dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya.

Tabel 2. Perkembangan Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di Indonesia Tahun 2009-2011

Uraian

Tahun Perkembangan

2009 2010 2011*) 2010-2011

(%)

Luas Panen (Ha) 4.160.659 4.131.676 3.869.855 -6,34

Produktivitas (Ton/Ha) 4,237 4,436 4,452 0,36

Produksi (Ton) 17.629.748 18.327.636 17.230.172 -5,99

Sumber: BPS (2012)

Ket: *) Data tahun 2011 berdasarkan Angka Ramalan III

Produksi jagung nasional pada tahun 2011 mengalami penurunan dibandingkan dengan produksi tahun 2010. Salah satu penyebab penurunan produksi ini adalah menurunnya luas panen. Luas panen jagung tahun 2011 turun sebesar 6,34 persen dibandingkan dengan tahun 2010. Penurunan luas panen ini mungkin disebabkan oleh penurunan minat petani dalam mengusahakan tanaman dikarenakan pengaruh-pengaruh seperti kondisi cuaca, serangan hama dan penyakit atau pengaruh harga input maupun output. Namun dilihat dari produktivitasnya, produktivitas jagung dari tahun 2010-2011 mengalami peningkatan sebesar 0,36 persen. Produktivitas ini masih dapat ditingkatkan kembali dengan melakukan pengembangan teknologi untuk meningkatkan

2

(5)

5 produktivitas jagung sehingga target produksi jagung dalam rangka swasembada jagung pada tahun 2014 dapat tercapai.

Jagung merupakan merupakan tanaman multiguna. Pemanfaatan jagung tidak hanya diambil biji keringnya saja sebagai bahan baku pangan dan industri. Jagung dapat dipanen pada waktu muda untuk diambil tongkol jagung muda yang dimanfaatkan sebagai sayuran. Jagung muda ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan sayuran dan untuk konsumsi langsung seperti jagung rebus atau jagung bakar. Salah satu jenis jagung yang sering dipanen pada waktu muda adalah jagung manis.

Tanaman jagung manis merupakan jenis jagung yang belum lama dikenal dan baru dikembangkan di Indonesia. Jagung manis menjadi semakin dikenal dan banyak dikonsumsi karena memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan dengan jagung biasa. Kandungan gula jagung manis 4-8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan jagung biasa3. Pemanfaatan jagung manis ini lebih banyak digunakan untuk kebutuhan pangan seperti untuk dijadikan bahan campuran sayur, jagung rebus dan jagung bakar, atau untuk bahan baku makanan.

Tanaman jagung manis semakin banyak dibudidayakan oleh masyarakat karena keunggulan yang dimilikinya. Keunggulan dari jagung manis yaitu waktu panen yang singkat antara 60-70 hari (Anonim 1992). Waktu panen yang singkat ini menyebabkan perputaran modal petani juga semakin cepat. Tanaman jagung manis dijual dalam kondisi segar tanpa melalui proses pascapanen yang rumit. Setelah dipanen, jagung manis dapat langsung dijual tanpa melalui proses pengeringan seperti jagung pipilan. Harga jual jagung manis juga lebih tinggi daripada harga jagung pipilan. Harga jual jagung manis mencapai Rp 3.500 hingga Rp 4.000 per kilogram sedangkan jagung pipilan hanya Rp 2.600 per kilogram4. Selain itu, tanaman jagung manis dapat dibudidayakan pada musim kemarau, sehingga dapat dijadikan alternatif komoditas tanaman yang dapat dibudidayakan pada musim kering.

3

Subekti et al. Morfologi Tanaman dan Fase Pertumbuhan Jagung. http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id . Diakses tanggal 18 Maret 2012 4

(6)

6 Permintaan jagung manis segar semakin meningkat karena kebutuhan akan jagung manis selalu ada setiap saat dari permintaan pasar tradisional, pasar modern, restoran, hotel, dan pedagang jagung di tempat-tempat wisata. Produksi jagung manis di Indonesia masih belum bisa memenuhi permintaan pasar segar5. Hal ini ditunjukkan dengan masih besarnya impor jagung manis segar di Indonesia. Rata-rata peningkatan jumlah impor jagung manis segar setiap tahunnya mencapai 56 persen dari tahun 2008 sampai 2012. Volume impor terbesar terjadi pada tahun 2011 mencapai 2.251 ton jagung manis segar6. Oleh karena itu, peluang pengembangan budidaya jagung manis di Indonesia masih sangat besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengurangi impor.

Daerah Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi untuk pengembangan tanaman jagung manis. Tanaman jagung manis sudah terlebih dahulu banyak dikenal di Jawa Barat. Selain itu pasar jagung manis di Jawa Barat juga lebih besar daripada daerah lainnya yang ditunjukkan dengan permintaan benih jagung manis yang mencapai 50 ton pada tahun 2006 sedangkan provinsi Jawa Timur hanya 20 ton7. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Bogor. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2011 mencapai 4.857.612 jiwa meningkat 1,79 persen dibandingkan dengan tahun 2010 (BPS Provinsi Jawa Barat 2012). Peningkatan jumlah penduduk ini akan meningkatkan jumlah kebutuhan pokok terutama kebutuhan akan pangan. Hal ini menyebabkan Kabupaten Bogor menjadi salah satu daerah potensial untuk pengembangan berbagai macam komoditas pertanian termasuk jagung manis sebagai bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

Kecamatan Tenjolaya merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan budidaya jagung manis di Kabupaten Bogor. Pada tahun 2011, Kecamatan Tenjolaya menjadi daerah penghasil jagung terbesar kedua setelah Kecamatan Cariu dengan produksi sebesar 356 ton per tahun (Dinas Pertanian

5

http://foragri.blogsome.com/jagung-manis-open-pollineted/. Jagung manis open pollineted. Diakses tanggal 18 Maret 2012

6

http://www.bps.go.id. Ekspor-Impor. Diakses tanggal 21 Januari 2013 7

(7)

7 Kab. Bogor 2011). Hal ini menunjukkan bahwa daerah Kecamatan Tenjolaya berpotensi untuk kegiatan budidaya jagung termasuk juga jagung manis.

Pada tahun 2010, realisasi luas panen jagung termasuk jagung manis di Kecamatan Tenjolaya merupakan yang terbesar di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 705 hektar (Dinas Pertanian Kab. Bogor 2010). Akan tetapi pada tahun 2011, realisasi luas panen jagung turun sebesar 30 persen menjadi 490 hektar (Dinas Pertanian Kab. Bogor 2011). Penurunan yang sangat besar ini menunjukkan bahwa preferensi petani untuk membudidayakan tanaman jagung termasuk jagung manis juga menurun. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan beberapa diantaranya diduga disebabkan oleh faktor risiko produksi dan kecilnya tingkat keuntungan yang diterima petani pada kegiatan budidaya tanaman jagung manis. Adanya risiko produksi dalam kegiatan budidaya menyebabkan penurunan jumlah produksi bahkan menyebabkan gagal panen yang berdampak terhadap pendapatan petani. Tanaman jagung secara umum termasuk jagung manis memiliki risiko yang besar terutama yang disebabkan oleh penyakit bulai. Penyakit bulai sangat sulit ditangani dan dapat menular ke seluruh tanaman sehingga dapat menyebabkan gagal panen. Tingginya risiko tersebut menyebabkan minat petani untuk menanam jagung menurun dan lebih memilih untuk menanam komoditas lain yang memiliki risiko lebih rendah seperti ubi jalar atau singkong. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada budidaya tanaman jagung manis dan analisis pendapatan usahatani jagung manis.

1.2 Perumusan Masalah

Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah di Kecamatan Tenjolaya yang berpotensi untuk memproduksi tanaman jagung. Tanaman jagung yang banyak dibudidayakan oleh petani di desa Gunung Malang adalah jenis jagung manis (sweet corn). Pada tahun 2011, Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah yang memproduksi jagung manis terbesar di Kecamatan Tenjolaya. Produksi jagung manis di Desa Gunung Malang mencapai 1.575 kwintal dengan luas lahan sebesar 105 hektar (BPS Kab. Bogor 2011).

(8)

8 melakukan budidaya tanaman jagung manis. Petani melakukan budidaya jagung manis karena beberapa alasan yaitu permintaannya yang masih sangat besar , nilai jual yang lebih tinggi dan lebih laku dibandingkan dengan jagung pipil serta pemasaran untuk jagung manis juga relatif lebih mudah. Selain itu, perawatannya juga lebih mudah tidak serumit tanaman sayuran lainnya. Masa panen jagung manis juga lebih singkat daripada jagung pipil yaitu 75-80 hari sehingga perputaran modal petani juga lebih cepat. Petani melakukan budidaya jagung manis dengan pola tanaman monokultur maupun polikultur. Pola tanam polikultur banyak dijumpai pada budidaya jagung manis secara tumpangsari dengan ubi jalar.

(9)

9 Gambar 1. Fluktuasi Produktivitas Jagung Manis Petani Responden di Desa

Gunung Malang pada Musim Tanam Tahun 2011-2012

Produksi petani jagung manis sangat ditentukan oleh penggunaan input

produksi dan pengaruh kondisi lingkungan. Penggunaan input produksi seperti benih, pupuk, pestisida dan luas lahan akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan. Perbedaan penggunaan input antar petani akan mengakibatkan perbedaan hasil yang diperoleh. Selain itu penggunaan input yang tidak sesuai dengan standar yang dianjurkan juga dapat mempengaaruhi hasil yang diperoleh. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan faktor input yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya risiko dalam kegiatan produksi jagung manis. Dalam melakukan budidaya, petani tidak memiliki acuan yang tepat penggunaan input

produksi. Petani lebih mengandalkan dari pengetahuan turun temurun dari orang tua mereka dan berdasarkan pengalaman petani. Alokasi penggunaan input

produksi juga dibatasi oleh ketersediaan modal yang dimiliki oleh petani.

(10)

10

Golden dan Jambore. Akan tetapi, varietas Hawai masih banyak digunakan oleh petani. Hal ini dikarenakan menurut petani benih ini memiliki daya adaptasi terhadap lingkungan Desa Gunung Malang yang lebih baik dan memiliki daya tumbuh yang lebih besar daripada benih varietas lainnya seperti varietas Sweet Boy, Talenta, Golden dan Jambore. Petani jarang yang beralih menggunakan benih selain varietas Hawai karena adanya rasa takut terhadap kegagalan produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa benih varietas Hawai memiliki risiko kegagalan produksi yang lebih rendah dibanding dengan varietas lainnya sehingga mampu menghasilkan produksi yang lebih baik.

Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap fluktuasi produktivitas jagung manis. Menurut Sarono et al. (2001) ketidakstabilan produksi dan luas panen dapat juga disebabkan oleh pengaruh stres lingkungan seperti kekeringan, kualitas tanah yang buruk, rendahnya kandungan organik, dan pengaruh ancaman biotik lainnya. Menurut petani di Desa Gunung Malang, faktor cuaca dan penyakit menjadi penyebab utama terjadinya fluktuasi produksi ini. Ketika curah hujan tinggi pada saat penanaman jagung maka akan menyebabkan produksi turun karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air. Sedangkan pada musim kemarau, tanaman jagung rentan terkena kekeringan sehingga produksi juga berpeluang untuk berkurang. Penyakit yang sering menyerang tanaman jagung adalah bulai. Penyakit ini memiliki dampak yang besar terhadap produksi. Kehilangan hasil akibat penyakit bulai dapat mencapai 90% lebih (Fitriani 2009). Penyakit ini menyerang tanaman pada usia 30-50 hari. Jika sampai penyakit ini menyerang maka seluruh tanaman bisa terancam terkena penyakit jika tidak segera ditangani. Sedangkan hama yang sering menyerang tanaman ini adalah belalang. Belalang akan memakan daun maupun tongkol jagung yang masih muda sehingga pertumbuhan jagung menjadi kurang optimal.

(11)

11 Berdasarkan uraian hasil studi pendahuluan tersebut dapat disimpulkan bahwa petani jagung menghadapi risiko produksi yang ditandai dengan adanya variasi pada produktivitas tanaman jagung manis. Risiko produksi diduga disebabkan oleh faktor internal yaitu penggunaan input produksi dan faktor eksternal yaitu pengaruh lingkungan. Adanya risiko produksi akan berdampak pada pendapatan usahatani petani jagung manis. Hasil studi pendahuluan tersebut belum menggambarkan secara rinci faktor-faktor risiko produksi apa saja yang dihadapi oleh petani dalam melakukan budidaya jagung manis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi risiko produksi dalam melakukan budidaya tanaman jagung manis.

Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang?

2. Bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis di Desa Gunung Malang.

2. Menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis di Desa Gunung Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

(12)

12 1. Bagi petani, penelitian ini diharapkan dapat membantu petani dalam

mengidentifikasi pengaruh faktor produksi dan faktor lingkungan terhadap risiko produksi pada kegiatan budidaya jagung manis sehingga dapat membantu petani dalam mengambil keputusan terkait dengan alokasi penggunaan faktor produksi dan pengelolaan budidaya jagung manis supaya terhindar dari risiko produksi.

2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan sehingga dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pihak yang membutuhkan serta sebagai literatur bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis, penelitian ini merupakan sebuah bentuk praktik langsung

dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama menjalankan kuliah sehingga mampu melatih kemampuan penulis dalam menganalisis masalah berdasarkan fakta dan data yang tersedia yang disesuaikan dengan pengetahuan yang diperoleh selama kuliah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Beberapa ruang lingkup dalam penelitian mengenai analisis risiko produksi jagung manis ini adalah sebagai berikut:

1. Komoditas tanaman yang dibudidayakan petani diantaranya tanaman pangan dan hortikultura. Tanaman pangan yang dibudidayakan diantaranya tanaman padi, singkong dan ubi jalar. Tanaman hortikultura yang sering dibudidayakan petani diantaranya jagung manis, kacang panjang, mentimun dan pare. Tanaman jagung manis dibudidayakan secara monokultur maupun secara polikultur. Penanaman secara polikultur biasanya dilakukan dengan melakukan tumpang sari jagung manis dan ubi. Dalam penelitian ini, produk yang dikaji dan diteliti pada penelitian ini hanya jagung manis. 2. Penetapan variabel input produksi disesuaikan dengan penggunaan input di

lapangan dan berdasarkan studi literatur.

(13)

13 Berdasarkan hasil penelitian, proporsi lahan untuk jagung manis dengan tanaman tumpang sari adalah 50:50.

4. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap risiko yang dimasukkan dalam analisis risiko produksi adalah musim. Musim tanam dibagi menjadi tiga yaitu musim hujan, musim kemarau 1 dan musim kemarau 2. Akan tetapi, dalam melakukan analisis risiko produksi hanya digunakan pendekatan dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (kemarau 1 dan kemarau 2).

(14)

14

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Komoditas Jagung Manis

Jagung sudah sejak lama diperkenalkan di Indonesia. Menurut Sarono et al. (2001) jagung telah diperkenalkan di Indonesia pada abad ke 16 oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Sejak saat itu jagung mulai dibudidayakan hingga sekarang. Salah satu jenis tanaman jagung yang banyak dikonsumsi dan semakin populer adalah jagung manis (Zea mays saccharata Sturt) atau sweet corn. Di Indonesia, jagung manis mula-mula dikenal dalam kemasan kaleng dari hasil impor. Sekitar tahun 1980-an barulah tanaman ini ditanam secara komersial meskipun masih dalam skala kecil. Setelah berkembangnya toko-toko swalayan yang banyak menampung hasilnya, jagung manis diusahakan secara meluas (Anonim 1992).

Secara fisik maupun morfologi, jagung manis sulit dibedakan dengan jagung biasa. Perbedaan antara kedua jagung tersebut umumnya pada warna bunga jantan. Bunga jantan jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa kuning kecoklatan. Rambut pada jagung manis berwarna putih, sedangkan pada jagung biasa berwarna merah. Jagung manis mengandung banyak gula dalam endospermnya daripada jagung biasa. Pada proses pematangan, kadar gula yang tinggi menyebabkan biji jagung manis menjadi keriput. Keadaan keriput inilah yang membedakan dengan biji jagung biasa. Perbedaan lainnya adalah jagung manis berumur lebih genjah dan memiliki tongkol yang lebih kecil dibandingkan jagung biasa. Jagung manis umumnya sudah siap dipanen ketika tanaman berumur antara 60-70 hari (Anonim 1992).

(15)

15 Tanaman jagung manis sangat rentan terhadap serangan hama dan penyakit yang dapat menurunkan produksi. Menurut penelitian Fitriani (2009) hama yang banyak menyerang jagung manis adalah penggerek batang (Ostrinia furnacalis) dengan tingkat serangan hama mencapai 24 persen. Sedangkan penyakit yang banyak menyerang tanaman jagung manis adalah penyakit bulai yang disebabkan oleh Peronosclerospora sp. Tingkat kehilangan hasil karena penyakit bulai ini bisa mencapai 90 persen.

Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang tahan terhadap kekeringan tetapi peka terhadap drainase tanah yang tidak baik dan tidak tahan terhadap genangan (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Meskipun tanaman jagung manis tahan terhadap kekeringan, pada fase berbunga dan pengisian biji tanaman jagung manis tidak boleh terkena cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan pada fase ini dapat menghasilkan produksi hanya 30-60 persen dari kondisi normal (Sirappa dan Razak 2010). Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1998) tanaman jagung manis responsif terhadap pemupukan taraf tinggi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan hasil produksi yang tinggi dapat dilakukan dengan penambahan unsur hara.

2.2 Kajian Budidaya Jagung Manis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kegiatan budidaya tanaman

jagung manis ini masih banyak mengalami kendala. Kendala ini menyebabkan

produksi yang diperoleh petani masih dibawah produksi potensial yang

(16)

16 dimiliki petani dan masih rendahnya pengetahuan petani tentang jumlah faktor produksi yang tepat.

Keberhasilan mencapai produksi optimal ditentukan oleh kesesuaian tanaman dengan lingkungan tumbuhnya. Jagung manis sangat cocok ditanam di daerah yang sejuk dan cukup dingin dengan ketinggian bisa mencapai 3000 di atas permukaan laut (Anonim 1992). Secara umum tanaman jagung manis membutuhkan curah hujan 200-300 mm/bulan, sedangkan selama pertumbuhan memerlukan sebanyak 300-660 mm/bulan. Suhu optimal untuk pertumbuhan jagung manis yaitu antara 210-300 C, tetapi masih dapat tumbuh pada suhu rendah sampai 160C dan suhu tinggi sampai 350C (Anonim 1992; Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Jagung manis bisa tumbuh di segala jenis tanah dengan pH tanah berkisar antara 5,5-7,0 (Anonim 1992).

Kegiatan budidaya akan sangat mempengaruhi pada produksi yang akan

dihasilkan. Kegiatan budidaya jagung manis harus dilakukan secara tepat untuk

menghasilkan produksi yang optimal. Kegiatan budidaya usahatani jagung manis

terdiri dari kegiatan pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, perawatan tanaman dan pemanenan.

Pengolahan lahan pertama dimulai 15 hari sebelum tanam, yaitu membalikkan atau membajak tanah. Satu minggu kemudian dilakukan pengolahan tanah kedua dengan meratakan tanah dan membentuk bedengan penanaman (Kusmayadi 2011). Alur-alur untuk pengairan dibuat dengan lebar 30 cm dan kedalaman 20 cm. Jarak tiap alur 100-120 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan dengan lahan (Anonim 1992; Kusmayadi 2011). Setelah tanah diolah dan dibuat bedengan, langkah selanjutnya adalah pemberian pupuk dasar. Pemberian pupuk dasar dilakukan satu minggu sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah. Pupuk dasar yang digunakan berupa pupuk kandang dengan dosis yang diberikan sebanyak 10 ton/ha (Anonim 1992).

(17)

17 Apabila tanah yang akan ditanami tidak menjamin ketersediaan hara yang cukup maka harus dilakukan pemupukan. Dosis pupuk yang dibutuhkan tanaman sangat bergantung pada kesuburan tanah dan diberikan secara bertahap. Anjuran dosis rata-rata adalah: Urea sebanyak 435 kg/ha, TSP sebanyak 335 kg/ha dan KCl sebanyak 250 kg/ha (Anonim 1992). Pupuk urea diberikan sebanyak dua kali yaitu pada saat tanam diberikan 1/3 bagian dan kemudian pada 4-5 minggu diberikan 2/3 bagian. Sedangkan pupuk TSP dan KCl diberikan satu kali pada saat tanam (Anonim 1992).

Salah satu kegiatan perawatan pada tanaman jagung manis yaitu kegiatan pengendalian hama dan penyakit. Menurut Wakman (2008) dan Sarono et al.

(2001), hama utama tanaman jagung adalah penggerek batang, penggerek tongkol, belalang dan tikus. Pengendaliannya bisa menggunakan pestisida hayati, predator alami, pemasangan perangkap atau secara mekanis. Penyakit utama tanaman jagung adalah bulai (Peronosclerospora sp), hawar upih (Rhizoctonia sp), hawar daun (Exerohilum turcicum), bercak daun (Bipolaris maydis), busuk batang (Fusarium sp), karat daun (Puccinia sp), dan bercak daun kelabu (Cescospora sp). Cara pengendaliannya pun dapat menggunakan pestisida alami, predator alami, pengendalian secara kultur teknis dan pengendalian secara mekanis.

Perawatan tanaman yang lainnya terdiri dari kegiatan penyiangan, pembumbunan dan penyiraman. Penyiangan bertujuan untuk membersihkan lahan dari tanaman pengganggu (gulma). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali setelah tanaman berumur 15 hari (Zuraida 2010). Dalam upaya memperkuat perakaran tanaman jagung diperlukan pembumbunan tanaman yang dilakukan ketika tanaman berusia 4 minggu. Tanaman jagung merupakan tanaman yang tergolong tidak tahan kelebihan air dan atau kekurangan air, relatif sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan padi (Zubachtirodin et al. 2008). Penyiraman dilakukan pada stadium pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji. Kekurangan air pada stadium pertumbuhan awal, saat berbunga, dan saat pengisian biji akan menyebabkan hasil yang menurun (Purwono dan Hartono 2008).

(18)

18 1992). Jagung manis yang siap dipanen biasanya ditandai dengan penampakan luar rambut yang mengering, keketatan kelobot, dan kekerasan tongkol ketika digenggam. Panen dilakukan ketika biji masih belum matang, pada fase susu dan sebelum fase kental awal (Rubatzky dan Yamaguchi 1998).

2.3Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian

Budidaya pertanian tidak dapat lepas dari pengaruh risiko. Risiko yang sering terjadi pada komoditas pertanian adalah risiko produksi. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dengan adanya variasi hasil output produksi. Variasi

output produksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik faktor internal seperti tingkat penggunaan input maupun faktor eksternal seperti pengaruh iklim atau cuaca.

Dampak risiko produksi sangat besar pada pertanian secara umum dan berdampak besar secara khusus pada pola produksi serta perilaku penawaran pada petani skala kecil (Fufa dan Hassan 2003). Risiko produksi menjadi kendala dominan terhadap pengambilan keputusan petani dalam mengalokasikan faktor produksi. Akibatnya terjadi kesenjangan produktivitas potensial di tingkat petani dengan produktivitas aktual yang dicapai petani (Purwoto 1993). Menurut Fufa dan Hassan (2003) pengaruh gangguan stokastik alam dari kegiatan produksi pertanian menjadi sumber utama risiko produksi. Akan tetapi variasi pada hasil panen suatu produksi pertanian tidak hanya dijelaskan oleh faktor di luar kendali petani seperti harga input dan output, tetapi juga faktor yang dapat dikendalikan oleh petani seperti alokasi pada penggunaan input produksi (Just dan Pope 1979; Antle 1983 yang diacu dalam Fufa dan Hassan 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa sumber-sumber risiko tidak hanya berasal dari faktor eksternal seperti cuaca. Sumber risiko produksi juga dapat berasal dari faktor internal yaitu penggunaan input produksi seperti penggunaan benih, lahan, atau pupuk. Penggunaan faktor produksi yang tidak sesuai dengan anjuran budidaya dapat mengakibatkan variasi pada hasil produksi.

(19)

19 produksi Just dan Pope (J-P) (Ligeon et al. 2008). Model ini banyak digunakan karena model ini dapat mengakomodasikan fungsi produksi dan fungsi risiko dalam satu persamaan matematis. Dengan menggunakan fungsi risiko produksi J-P ini dapat diketahui pengaruh alokasi penggunaan input terhadap hasil produksi rata-rata dan variasi hasil produksi. Dengan kata lain, melalui model ini dapat dilihat faktor produksi mana saja yang dapat bertindak sebagai pengurang risiko produksi (Risk Reducing Factor) atau sebagai penyebab meningkatnya risiko produksi (Risk Inducing Factor). Beberapa penelitian yang menggunakan model ini diantaranya dilakukan oleh Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003), Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011).

Model risiko produksi J-P menggunakan pendekatan fungsi produksi dan fungsi varian (fungsi risiko). Penelitian Ligeon et al. (2008) dan Fufa dan Hassan (2003) menggunakan data cross section sehingga dalam melakukan estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko dilakukan secara terpisah. Ligeon et al. (2008) menggunakan model fungsi produksi kuadratik untuk mengestimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada komoditas kacang tanah sedangkan Fufa dan Hassan (2003) menggunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas pada komoditas jagung. Pendekatan dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas ini juga digunakan oleh Fariyanti et al. (2007) untuk analisis risiko produksi kentang dan kubis, Pratiwi (2011) untuk analisis risiko produksi caisin dan Puspitasari (2011) untuk analisis risiko produksi mentimun. Akan tetapi penelitian yang dilakukan Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) memiliki perbedaan dengan penelitian Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003). Fariyanti et al. (2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) menggunakan data berupa data panel. Selain itu, estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko dilakukan secara bersamaan dengan metode GARCH (1,1).

Penelitian Ligeon et al. (2008), Fufa dan Hassan (2003), Fariyanti et al.

(2007), Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011) menunjukkan bahwa interaksi input

(20)

20 Fariyanti et al. (2007) dan Puspitasari (2011), peningkatan jumlah penggunaan benih dapat menurunkan risiko produksi.

Selain penggunaan input benih dapat meningkatkan dan menurunkan risiko produksi, penggunaan lahan juga memiliki dampak yang berbeda terhadap risiko produksi. Penelitian Fufa dan Hassan (2003) membagi responden menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang mengadopsi teknologi dan yang tidak mengadopsi teknologi. Hasil estimasi fungsi risiko menunjukkan bahwa lahan sebagai faktor yang meningkatkan risiko pada petani yang mengadopsi teknologi sedangkan pada kelompok petani yang tidak mengadopsi teknologi sebagai faktor pengurang risiko. Penelitian Fariyanti et al. (2007) juga menunjukkan hasil yang berbeda pada komoditas kentang dan kubis. Pada petani yang melakukan usahatani kentang, lahan bertindak sebagai faktor pengurang risiko sedangkan pada usahatani kubis sebagai faktor peningkat risiko.

Hal yang sama juga terjadi pada input pupuk kimia dan tenaga kerja. Peningkatan jumlah penggunaan pupuk kimia dapat meningkatkan risiko produksi seperti yang ditunjukkan pada penelitian Fufa dan Hassan (2003). Akan tetapi pada penelitian Puspitasari (2011), peningkatan penggunaan pupuk kimia dapat mengurangi risiko produksi. Sementara itu, tenaga kerja merupakan faktor yang dapat mengurangi risiko seperti yang ditunjukkan pada penelitian Pratiwi (2011) dan Puspitasari (2011). Sedangkan pada penelitian Fariyanti et al. (2007) menunjukkan bahwa, tenaga kerja sebagai faktor peningkat risiko pada usahatani kentang dan sebagai faktor pengurang risiko pada usahatani kubis.

Pada penelitian ini akan diidentifikasi bagaimana pengaruh alokasi input

(21)

21 merupakan input produksi yang digunakan oleh petani. Dalam model yang diestimasikan juga memasukkan variabel dummy musim dan varietas untuk melihat pengaruh kedua variabel tersebut terhadap risiko produksi. Penelitian ini menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk fungsi produksi maupun fungsi variance (fungsi risiko). Fungsi produksi Cobb-Douglas dipilih karena dapat melihat pengaruh penambahan input terhadap perubahan marjinal output. Selain itu dalam penelitian ini akan dikaji pula bagaimana pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani.

2.4 Analisis Pendapatan Usahatani Jagung

Pendapatan usahatani merupakan salah satu ukuran keberhasilan dalam melakukan kegiatan usahatani. Tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh petani berbeda-beda tergantung dengan jenis dan hasil produksi komoditas yang dihasilkan, penggunaan input produksi, harga input dan harga output. Kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani diharapkan mampu menghasilkan pendapatan bagi petani sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Beberapa penelitian terdahulu yang melakukan analisis pendapatan usahatani jagung diantaranya dilakukan oleh Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005). Putra (2011) dan Ali (2005) meneliti mengenai pendapatan pada komoditas jagung manis sedangkan Setiyanto (2008) dan Suroso (2006) meneliti pendapatan usahatani pada komoditas jagung. Penelitian Putra (2011) dan Ali (2005) menghitung pendapatan berdasarkan kepemilikan lahan yaitu pendapatan petani pemilik dan pendapatan petani penyewa. Akan tetapi Ali (2005) mengelompokkan lagi pendapatan usahatani berdasarkan petani mitra dan non mitra. Sementara itu, Setiyanto (2008) menghitung pendapatan usahatani untuk lahan sawah dan lahan tegal sedangkan, Suroso (2006) menghitung pendapatan usahatani untuk lahan sempit dan lahan luas.

(22)

22 nilai produk yang tidak dijual oleh petani seperti nilai produk yang disimpan atau dikonsumsi sendiri. Penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005) menghitung penerimaan tunai usahatani saja tanpa memperhitungkan penerimaan yang diperhitungkan. Hal ini dikarenakan semua hasil produksi petani dijual seluruhnya. Pendapatan tunai jagung manis diperoleh dari jumlah produksi jagung manis segar dikali dengan harga jualnya (Putra 2011, Ali 2005). Berbeda dengan jagung manis, pendapatan tunai jagung diperoleh dari harga jual jagung pipil kering dikali dengan harga jualnya (Setiyanto 2008, Suroso 2006). Penerimaan usahatani jagung manis bervariasi dari Rp 4.000.000 – 7.000.000 per hektar (Putra 2011, Ali 2005). Sedangkan untuk penerimaan usahatani jagung pipilan berkisar Rp 8.000.000 per hektar (Suroso 2006) bahkan menurut Setiyanto (2008) penerimaan jagung pipil bisa mencapai Rp 18.000.000. Perbedaan penerimaan usahatani ini dikarenakan perbedaan jumlah produksi dan harga jual yang diterima petani.

Setelah dilakukan perhitungan penerimaan usahatani maka dilakukan perhitungan untuk pengeluaran ushatani. Pengeluaran usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan petani untuk kegiatan usahatani yang terdiri dari pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai terdiri dari biaya pengeluaran input produksi termasuk biaya sewa lahan, pajak lahan, sewa alat, biaya pengangkutan dan biaya lainnya (biaya pemipilan dan biaya pengairan). Sedangkan biaya diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan yang diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, Suroso 2006 dan Ali 2005).

(23)

23 mengeluarkan biaya tunai terbesar untuk pupuk kandang dan petani non mitra lahan sewa mengeluarkan biaya tunai terbesar untuk benih.

Pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga memiliki presentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani yang tidak diperhitungkan (Putra 2011, Setiyanto 2008, Suroso 2006 dan Ali 2005). Bahkan pada penelitian Putra (2011) dan Ali (2005) pengeluaran untuk biaya tenaga kerja dalam keluarga ini memiliki presentase terbesar terhadap total pengeluaran usahatani. Besarnya pengeluaran tenaga kerja dalam keluarga ini menunjukkan bahwa partisipasi petani dan anggota keluarga petani dalam melakukan kegiatan usahatani masih sangat besar.

Setelah mengetahui penerimaan dan pengeluaran usahatani, maka dapat ditentukan berapa pendapatan usahatani yang diperoleh oleh petani. Pendapatan usahatani diperoleh dengan mengurangi total penerimaan usahatani dengan total biaya usahatani. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Hasil penelitian Putra (2011), Setiyanto (2008), Suroso (2006) dan Ali (2005) menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai rata-rata petani memiliki angka yang positif dan lebih dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani jagung dan jagung manis yang dilakukan petani secara tunai menguntungkan. Jika dilihat pendapatan atas biaya total, pendapatan usahatani ada yang menunjukkan angka positif dan juga angka negatif. Pada penelitian Ali (2005) terhadap petani non mitra lahan sewa dan Putra (2011) terhadap petani penyewa menunjukkan angka yang negatif. Hal ini berarti petani mengalami kerugian. Meskipun mengalami kerugian, usahatani jagung manis masih bisa dilaksanakan untuk periode musim selanjutnya karena biaya tunai masih bisa tertutupi oleh pendapatan tunai usahatani (Putra 2011).

Untuk mengetahui efisiensi pendapatan usahatani dilakukan penghitungan R/C ratio. Nilai R/C ratio merupakan perbandingan antara nilai pendapatan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat dilihat berapa pendapatan yang bisa diterima petani dari setiap biaya yang dikeluarkan. R/C

(24)

24 Putra (2011) menunjukkan nilai R/C ratio atas biaya tunai dan atas biaya total petani lahan pemilik secara berturut-turut 2,48 dan 1,08. Sedangkan, pada petani lahan sewa secara berturut-turut 1,8 dan 0,8. Nilia R/C ratio petani penyewa atas biaya total menunjukkan nilai kurang dari satu sedangkan pada petani pemilik memiliki nilai lebih dari satu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani jagung manis lahan pemilik lebih efisien dari sisi pendapatan.

(25)

25

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Teori Produksi

Penelitian ini akan mengukur bagaimana dampak penggunaan faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi hasil produksi. Jumlah output yang dihasilkan dari kegiatan produksi akan dipengaruhi oleh penggunaan input produksi. Selain itu hasil output produksi tidak hanya ditentukan oleh penggunaan input tapi juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti kondisi cuaca atau iklim, hama dan penyakit. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penggunaan faktor produksi dan pengaruh eksternal terhadap kegiatan produksi maka diperlukan pemahaman lebih lanjut mengenai teori produksi.

Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas

output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi (Lipsey et al. 1995). Secara lebih jelas, Ellis (1993) menyebutkan bahwa fungsi produksi di dalam ekonomi dijelaskan sebagai hubungan fisik atau teknis antara output dengan satu atau lebih variabel input. Hal ini berarti, proses produksi untuk menghasilkan

output tidak selalu tergantung pada satu input produksi tetapi bisa menggunakan lebih dari satu input produksi. Pengalokasian sumberdaya yang dimiliki petani untuk kegiatan produksi sangat menentukan berapa produksi yang akan dihasilkan (Soekartawi et al. 2011). Penggunaan input yang berbeda-beda akan menghasilkan output yang berbeda pula (Ellis 1993).

Keputusan dalam kegiatan proses produksi terbagi dalam tiga kategori, yaitu jangka pendek, jangka panjang, dan jangka sangat panjang. Keputusan jangka pendek dilakukan dimana satu atau lebih faktor produksi adalah tetap. Keputusan jangka panjang dilakukan dimana seluruh faktor produksi bersifat variabel tetapi dengan kondisi teknologi tertentu. Keputusan jangka sangat panjang dilakukan dimana seluruh faktor bersifat variabel termasuk teknologi.

Input tetap adalah input yang tidak berubah atau tidak dapat ditambah, dinamakan sebagai faktor tetap. Sedangkan input variabel adalah input yang dapat berubah dalam jangka waktu tertentu dinamakan sebagai faktor variabel (Lipsey et al.

(26)

26 Dalam fungsi produksi dikenal adanya istilah produk total, produk rata-rata dan produk majinal. Ketiga istilah tersebut menunjukkan hubungan antara

input dengan output. Produk total (TP) adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor produksi dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor produksi variabel yang digunakan. Produk rata-rata (AP) adalah produk total dibagi dengan jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Semakin banyak faktor produksi variabel yang digunakan, produk rata-rata pada awalnya akan meningkat dan kemudian menurun. Produk marjinal (MP) adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat adanya satu unit tambahan penggunaan variabel (Lipsey et al. 1995).

Soekartawi et al. (2011) dan Lipsey et al. (1995) menyebutkan bahwa hubungan masukkan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang berkurang (law of deminishing return). Hasil produksi dapat ditingkatkan dengan melakukan penambahan faktor produksi akan tetapi dalam kegiatan produksi akan tercipta kondisi dimana setiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibandingkan dengan unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan masukkan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang. Hubungan antara faktor produksi (input) dengan hasil produksi (output) dapat dilihat pada Gambar 1.

(27)

27 tambahan output yang lebih kecil dari satu. Daerah II memiliki nilai elastisitas produksi antara satu dan nol ( 0 ≤ Ep ≤ 1). Daerah III disebut daerah tidak rasional karena setiap penambahan satu satuan unit input variabel akan memberikan tambahan output yang negatif. Daerah III memiliki elastisitas produksi yang negatif (Ep < 0) (Suratiyah 2009; Hanafie 2010).

Gambar 2. Kurva Produksi Sumber: Suratiyah (2009)

Salah satu fungsi produksi yang dapat digunakan untuk mewakili kondisi yang sesungguhnya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Menurut Soekartawi (2002a) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang umum

Input

Input Output

Output

TP

AP

MP I

II III

(28)

28 dibahas dan digunakan oleh para peneliti. Fungsi ini menunjukkan hubungan antara variabel independen (X) dengan variabel dependen (Y). Dalam kasus produksi pertanian, variabel independen mewakili faktor produksi sedangkan variabel dependen mewakili hasil produksi. Soekartawi (2002a) juga menyebutkan bahwa penyelesaian fungsi Cobb-Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas. Persyaratan tersebut antara lain: tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, tidak ada perbedaan teknologi, tiap variabel independen adalah perfect competition, dan perbedaan lokasi seperti iklim sudah tercakup pada komponen kesalahan. Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut:

Y = b0X1b1X2b2X3b3,...,Xnbneu

Dimana:

Y = variabel dependen (variabel yang dijelaskan) X = variabel independen (variabel yang menjelaskan) bn = besaran yang akan diduga

u = kesalahan (distrubance term) e = logaritma natural (e=2,718)

Ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti yaitu (Soekartawi, 2002a) : (1) Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi yang lain dan dapat dibuat menjadi linier, (2) Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas, dan (3) Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to scale.

3.2 Risiko Produksi Pertanian

(29)

29 risiko ini. Pengusaha maupun petani umumnya menggunakan istilah risiko untuk menggambarkan suatu kejadian yang merugikan. Pemahaman setiap orang terhadap risiko bisa berbeda-beda tergantung pada sejauh mana orang tersebut mengerti konsep dan definisi risiko.

Secara garis besar, situasi keputusan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu situasi keputusan yang pasti, dan situasi keputusan yang tidak pasti atau dalam kondisi risiko. Risiko secara umum didefinisikan sebagai peluang suatu kehilangan atau kerugian (Harwood, et al 1999). Vose (2008) mendefinisikan risiko sebagai kejadian acak yang mungkin terjadi dan jika terjadi akan berdampak negatif pada tujuan organisasi. Menurut Kountur (2006) terdapat tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap risiko yaitu (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan, yang berarti bisa saja terjadi atau bisa saja tidak terjadi, (3) jika sampai terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian.

(30)

30 peluang terjadinya sedangkan ketidakpastian merupakan peluang kejadian merugikan yang tidak dapat dihitung besarnya peluang kejadian tersebut terjadi.

Terjadinya risiko pada kegiatan usaha dipengaruhi oleh adanya sumber-sumber penyebab terjadinya risiko. Menentukan sumber-sumber risiko adalah penting karena mempengaruhi penanganannya (Darmawi 2006). Menurut Harwood, et al

(1999) terdapat beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani yaitu: 1. Risiko produksi

Risiko produksi yang terjadi dalam bidang pertanian yang dapat menurunkan hasil dipengaruhi oleh banyak kejadian yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca, curah hujan, suhu ekstrem, serangan hama dan penyakit.

2. Risiko harga

Risiko berhubungan dengan perubahan harga output atau input. 3. Risiko Institusional

Risiko institusional disebabkan oleh perubahan kebijakan dan regulasi yang mempengaruhi pertanian seperti kebijakan harga input maupun

output, kebijakan penggunaan input pertanian, kebijakan penggunaan lahan, pajak dan kredit.

4. Risiko Sumber Daya manusia

Kejadian yang merugikan seperti meninggal, perceraian, kecelakaan, kondisi kesehatan yang menurun dari pelaku usaha dapat mempengaruhi hasil dari kegiatan usaha. Selain itu adanya pencurian dan kebakaran karena kelalaian pekerja juga dapat mempengaruhi hasil perusahaan. 5. Risiko finansial

Petani mungkin menghadapi persoalan seperti besarnya tingkat suku bunga pinjaman, atau menghadapi kesulitan keuangan untuk membayar pinjaman.

(31)

31 terhadap risiko. Petani seringkali dihadapakan pada situasi pengambilan keputusan dengan mengakomodasi terjadinya risiko. Salah satu risiko yang sering dialami oleh petani adalah risiko produksi.

Terjadinya risiko produksi dapat diidentifikasi dengan adanya fluktuasi pada produktivitas hasil. Produktivitas yang beragam sangat ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya faktor produksi dan faktor eksternal. Menurut Asche dan Tveteras (1999), faktor produksi atau input produksi dapat bersifat meningkatkan risiko dan ada pula yang mengurangi risiko. Pengaruh faktor eksternal juga dapat meninimbulkan risiko diantaranya pengaruh musim dan serangan hama dan penyakit (Ellis 1993).

Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope (Robison dan Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat diketahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang ditunjukkan dengan adanya variasi pada produktivitas output. Faktor produksi tersebut dibedakan menjadi dua yaitu faktor produksi yang mengurangi risiko (risk reducing factors) dan faktor produksi yang menyebabkan risiko (risk inducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan profesional dan membeli peralatan baru. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk dapat menyebabkan peningkatan risiko produksi. Secara matematis, persamaan model risiko fungsi produksi Just dan Pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry 1987):

q = f(x) + h(x)e dimana:

q = Hasil produksi yang dihasilkan (output) f(x) = Fungsi produksi rata-rata

h(x) = Fungsi varian (fungsi risiko)

(32)

32 Menurut Asche dan Tveteras (1999), model risiko produksi Just and Pope terdiri atas fungsi produksi rata-rata dan fungsi varian. Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh E[q] = f(x), sementara itu fungsi varian ditunjukkan oleh var(q) = [h(x)]2σε2. Format fungsional yang paling umum digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi Cobb-Douglas. Model Just and Pope menyediakan uji untuk risiko produksi dan melakukan estimasi terhadap parameter dari fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko dalam langkah yang berbeda.

Fungsi varian pada model Just and Pope mewakili fungsi risiko karena fungsi tersebut dapat diintrepretasikan sebagai gangguan heteroskedastisitas (Asche dan Tveteras 1999). Heteroskedastisitas menunjukkan bahwa variance error memiliki nilai yang berbeda-beda pada setiap observasi (Gujarati 2007). Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dari adanya fluktuasi produktivitas. Fluktuasi produktivitas ini menyebabkan data produksi sangat bervariasi sehingga dalam pengukuran risiko produksi diggunakan pendekatan nilai variance error. Pengukuran risiko dengan menggunakan variance error produksi dapat menggunakan pendekatan Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error. Secara umum model Uji Park untuk mengetahui pengaruh variabel penjelas terhadap variance error dapat dirumuskan sebagai berikut (Gujarati 2007):

ln ei2 0+ iln i+vi dimana:

ei2

i ariabel penjelas vi Faktor residu

i Koefisien parameter i 1,2,3…, n

3.3 Teori Pendapatan Usahatani

(33)

33 dijual. Semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar (Soekartawi et al. 2011). Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2002b):

TR = ∑ dimana:

TR = Total penerimaan

Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani. Py = Harga Y

n = Jumlah jenis produk/komoditas yang diusahakan

Kegiatan produksi tidak terlepas dari penggunaan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan output dari kegiatan produksi tersebut. Menurut Lipsey et al.

(1995), biaya untuk menghasilkan sejumlah produk tertentu disebut dengan biaya total (TC atau total cost). Biaya total terdiri dari dua bagian yaitu biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun jumlah output berubah. Biaya seperti ini disebut biaya overhead atau biaya yang tidak dapat dihindari. Biaya yang berkaitan lagsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Menurut Soekartawi (2002b) dalam kegiatan pertanian biaya tetap dapat berupa biaya sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi, sedangkan yang termasuk biaya variabel adalah biaya untuk sarana produksi. Secara matematis biaya total dapat dituliskan sebagai berikut (Lipsey et al. 1995):

TC = TFC + TVC Dimana :

TC = Biaya total (Rp) TFC = Biaya tetap total (Rp) TVC = Biaya variabel total (Rp)

(34)

34 Gambar 3. Hubungan antara Output dengan Biaya

Dari kurva biaya pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa kurva biaya tetap total (TFC) bernilai konstan atau tidak berubah pada setiap jumlah output tertentu. Sedangkan biaya variabel total (TVC) akan berubah seiring dengan perubahan jumlah output. Kurva TVC berawal dari titik nol dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan output. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat tidak melakukan produksi maka TVC = 0, dan semakin besar produksi maka semakin besar biaya variabel total (TVC). Kurva TC merupakan hasil penjumlahan dari kurva TFC dan TVC yang menunjukkan besarnya biaya total yang dikeluarkan untuk menghasilkan sejumlah output tertentu.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi 2002b). Pendapatan usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani (Soekartawi et al. 2011). Secara matematis penerimaan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 2002b):

Pd = TR – TC dimana:

Pd = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya

Biaya

TC

TVC

TFC

Output

(35)

35 3.4 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha budidaya jagung manis mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang megusahakan tanaman jagung manis ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya. Menurut data BPS Kabupaten Bogor, Desa Gunung Malang merupakan salah satu desa di Kecamatan Tenjolaya yang menghasilkan produksi jagung manis terbesar. Budidaya jagung manis yang dilakukan oleh petani di Desa Gunung Malang sudah berlangsung lama. Akan tetapi, budidaya jagung manis ini tidak dibudidayakan selama satu tahun penuh. Kebanyakan petani mengusahakan tanaman jagung manis dengan pergiliran tanaman atau tumpangsari. Dalam kegiatan budidaya, petani tidak terlepas dari permasalahan risiko. Risiko yang sering dihadapi oleh petani jagung manis adalah risiko produksi. Hal ini terlihat dari adanya fluktuasi produktivitas jagung manis yang ditanam petani. Fluktuasi produksi ini dipengaruhi oleh faktor ekternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang mengakibatkan produksi berfluktuasi adalah faktor cuaca yang tidak menentu, dan faktor serangan hama dan penyakit. Sumber risiko tidak hanya berasal dari faktor eksternal, penggunaan input yang tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman juga menyebabkan hasil penen yang bervariasi. Penggunaan

input produksi dapat mengakibatkan peningkatan risiko dan ada pula yang dapat menurunkan risiko produksi. Faktor penggunaan input ini termasuk dalam faktor internal.

Fluktuasi produktivitas mengakibatkan produksi yang dihasilkan petani bervariasi pada musim tanam tertentu. Hal ini menyebabkan pendapatan petani juga akan bervariasi tergantung jumlah produksi yang dihasilkan dan tingkat harga pada musim tersebut. Adanya risiko produksi dapat mempengaruhi terhadap penerimaan petani dalam kegiatan usahatani jagung manis.

Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mengetahui indikasi adanya risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Petani yang mengalami risiko dilihat dari adanya fluktuasi produksi. Setelah mengetahui adanya indikasi risiko ini maka langkah selanjutnya mengkaji faktor penyebab risiko yang terjadi pada kegiatan produksi. Faktor penyebab risiko ini diduga dipengaruhi oleh faktor

(36)
(37)

37 Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Risiko Produksi Jagung Manis (Zea mays saccharatta) di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor

Produksi jagung manis

Kegiatan produksi jagung manis yang dilakukan petani di Desa Gunung Malang

Adanya fluktuasi produktivitas jagung manis petani di Desa Gunung Malang

Risiko produksi

Sumber Risiko Ekternal: - Musim

Sumber Risiko Internal: Penggunaan input

produksi  Benih

 Pupuk Kandang  Pupuk urea  Pupuk Phonska  Pupuk TSP  Pestisida Cair  Furadan  Tenagakerja

 Varietas Benih

Harga

Input

Harga

Output

Penerimaan Usahatani

Pengeluaran Usahatani

(38)

38

IV METODE PENELITIAN

4.1Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Gunung Malang merupakan salah satu daerah produksi jagung manis di Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2012.

Desa Gunung Malang dipilih karena daerah ini merupakan daerah pegunungan dimana banyak diusahakan berbagai komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Menurut informasi dari BP3K (Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan) Cibungbulang yang membawahi wilayah kerja kecamatan Tenjolaya, salah satu tanaman budidaya yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Desa Gunung Malang adalah tanaman jagung manis. Diantara beberapa desa yang ada di Kecamatan Tenjolaya, Desa Gunung Malang memiliki jumlah produksi jagung manis lebih banyak dibandingkan dengan yang lainnya. Luas lahan, produksi, dan produktivitas jagung manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Jagung Manis di Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor Tahun 2010

No Desa Luas Panen Produksi Produktivitas

(Ha) (kw) (kw/ha)

1 Tapos 1 102 1530 15

2 Gunung Malang 105 1575 15

3 Tapos 2 102 1530 15

4 Situ Daun 95 1425 15

5 Cibitung Tengah 95 1425 15

6 Cinangneng 101 1515 15

Sumber: BPS Kab. Bogor (2011)

4.2Data dan Sumber Data

(39)

39 objek penelitian. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung pada kegiatan di lapang dan melalui wawancara dengan petani, penyuluh pertanian, perangkat desa, ketua gapoktan maupun pemerintah dinas untuk mengetahui keadaan umum lokasi usaha, proses produksi, penanganan produk, pemasaran, dan sumber risiko yang dihadapi dalam melakukan usaha pembudidayaan jagung manis di Desa Gunung Malang.

Data sekunder adalah jenis data yang sudah diterbitkan tidak untuk tujuan penelitian peneliti. Data sekunder diantaranya diperoleh dalam bentuk data historis yang dimiliki oleh Pemerintah Desa Gunung Malang berupa data monografi desa, literatur pada instansi-instansi terkait seperti data yang terkait dengan data Produk Domestik Bruto, data produksi, konsumsi, dan data ekspor impor hortikultura dari Badan Pusat Statistik Jakarta, Pusat Data dan Informasi Pertanian Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Hortikultura, Pusat Perpustakaan Deptan, perpustakaan Pusat Kajian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan literatur penelitian terdahulu yang terkait dengan risiko produksi dan pembudidayaan jagung manis dari perpustakaan LSI Institut Pertanian Bogor, buku, jurnal, penelusuran melalui internet dan literatur-literatur lain yang relevan dengan topik dan komoditas penelitian.

4.3Metode Pengambilan Sampel

Sampel atau responden merupakan petani jagung manis yang ada di Desa Gunung Malang. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara non random sampling dengan metode sampling convinience sampling.

(40)

40 statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Namun dalam penelitian ini hanya digunakan responden sebanyak 31 orang sedangkan sisanya sebanyak tiga responden tidak digunakan untuk pengamatan. Tiga responden dikeluarkan dari pengamatan karena mengandung data pencilan sehingga tidak bisa mewakili keragaman data.

4.4Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi, wawancara, dan diskusi. Kegiatan observasi atau pengamatan langsung terhadap objek penelitian dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan objek penelitian. Pengumpulan data melalui wawancara dan diskusi kepada pihak-pihak terkait dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai gambaran umum lokasi penelitian, proses kegiatan teknis seperti kegiatan produksi dan pemasaran, sumber risiko, dan keterangan lain yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. 4.5Metode Pengolahan Data

Metode pengolahan data pada penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan mengenai fenomena yang diteliti. Dalam analisis kualitatif ini menggunakan metode analisis deskriptif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis risiko produksi dan analisis pendapatan usahatani. Pengolahan data secara kuntitatif menggunakan alat bantu kalkulator, Microsoft Exel 2010, dan SPSS versi 17.

4.5.1 Analisis Deskriptif

(41)

41 4.5.2 Analisis Risiko Produksi

Pengukuran risiko produksi pada penelitian ini menggunakan metode Just and Pope.

4.5.2.1 Model Just and Pope

Risiko produksi dapat diidentifikasi menggunakan nilai variance

produktivitas. Salah satu model yang digunakan untuk mengetahui variance

produktivitas yaitu model Just and Pope. Dengan model Just and Pope ini, risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi rata-rata dan fungsi variance produktivitas. Fungsi produksi yang digunakan dalam model ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Produksi jagung manis di Desa Gunung Malang dipengaruhi oleh faktor produksi dan faktor eksternal. Perbedaan penggunaan faktor produksi dapat mempengaruhi hasil produksi tanaman jagung manis hal ini menyebabkan produktivitas jagung manis yang dihasilkan oleh petani beragam. Menurut Putra (2011), produksi jagung manis ditentukan oleh luas lahan, jumlah benih, pupuk urea, pupuk KCl, pupuk TSP, jumlah pestisida, dan jumlah tenaga kerja. Dengan mengacu pada penelitian terdahulu tersebut dan dengan melakukan penyesuaian terhadap kondisi di lapang, produktivitas jagung manis di Desa Gunung Malang dipengaruhi oleh faktor produksi diantaranya penggunaan benih, penggunaan pupuk kandang, penggunaan pupuk urea, penggunaan pupuk phonska, penggunaan pupuk TSP, penggunaan pestisida cair, penggunaan furadan, jumlah tenaga kerja dan varietas benih yang digunakan. Selain itu, produktivitas juga dipengaruhi oleh faktor eksternal yaitu pengaruh musim. Adapun fungsi produksi rata-rata dan fungsi

variance produktivitas jagung manis sebagai berikut:

Fungsi Produksi Rata-Rata:

LnYi β0 + β1LnX1i + β2LnX2i + β3LnX3i + β4LnX4i + β5LnX5i + β6LnX6i + β7LnX7i + β8LnX8i + β9D1i+ β10D2i+ ε

Fungsi Variance Produktivitas : Lnσ2

(42)

42

Variance Produktivitas : σ2

Yi = ( Yi - ̂i)2 Dimana:

Y = Produktivitas Jagung Manis Aktual (ton/ha)

̂ = Produktivitas Jagung Manis Dugaan (ton/ha)

X1 = Jumlah penggunaan benih per musim tanam (kg/ha)

X2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang per musim tanam (kg/ha) X3 = Jumlah penggunaan pupuk urea per musim tanam (kg/ha) X4 = Jumlah penggunaan pupuk phonska per musim tanam (kg/ha) X5 = Jumlah penggunaan pupuk TSP per musim tanam (kg/ha) X6 = Jumlah penggunaan pestisida cair per musim tanam (ml/ha) X7 = Jumlah penggunaan furadan per musim tanam (kg/ha) X8 = Jumlah tenaga kerja per musim tanam (HOK/ha)

D1 = Dummy Musim ( D1 = 1 jika musim kemarau dan D1 = 0 jika musim hujan)

D2 = Dummy Varietas ( D2 = 1 jika varietas benih Hawai dan D2 = 0 jika lainnya)

σ2

Y = Variance produktivitas jagung manis ε = error

i = Petani responden

β1,β2,...,β8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X8 θ3,θ4,...,θ10 = Koefisien parameter dugaan X1, X2,..., X8

Penentuan variabel dummy musim didasarkan bahwa pada musim hujan peluang serangan hama dan penyakit meningkat sehingga dapat menurunkan produksi. Oleh karena itu, musim kemarau diduga dapat menghasilkan produksi yang lebih besar daripada musim hujan. Variabel dummy varietas menggunakan acuan varietas Hawai. Hal ini dikarenakan varietas Hawai banyak digunakan oleh petani jagung manis dan dinilai lebih adaptif terhadap kondisi lingkungan Desa Gunung Malang. Oleh karena itu, varietas Hawai diduga mampu menghasilkan produksi yang lebih besar daripada varietas lainnya.

4.5.2.2 Hipotesis

1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata

Gambar

Gambar 1. Fluktuasi Produktivitas Jagung Manis Petani Responden di Desa
Gambar 2. Kurva Produksi
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor yang
Gambar 5. Statistik d Durbin-Watson
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor yang digunakan dalam usahatani ikan gurami dibedakan menjadi FC (biaya tetap), VC (biaya variabel), dan harga jual. FC meliputi penyusutan dan biaya benih dan VC biaya

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis produksi, penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani jagung; dan menganalisis pengaruh faktor produksi benih, pupuk,

Sedangkan secara parsial, tidak semua variabel yang dianalisis seperti harga Pestisida (HrgPTS), dan pendidikan petani (PP) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani

Nilai R/C atas biaya tunai pada usahatani ubi jalar secara tumpangsari dengan jagung manis di Desa Gunung Malang sebesar 2,24, yang berarti bahwa setiap Rp 1.000,00 biaya

Sedangkan secara parsial, tidak semua variabel yang dianalisis seperti harga Pestisida (HrgPTS), dan pendidikan petani (PP) berpengaruh nyata terhadap pendapatan usahatani

Dari hasil penelitian Tidak terjadi pengaruh interaksi terhadap perlakuan dosis pupuk hayati Sinar bio dan jenis varietas terhadap variabel pengamatan tinggi

Jagung di Desa Losso Kecamatan Sampaga Kabupaten Mamuju meningkat karena rata- rata para petani memiliki luas lahan yang berukuran (0,50-2,00 ha) sehingga

Pendapatan ini merupakan pendapatan bersih yang diterima oleh petani setelah dikurangi dengan seluruh biaya produksi yang dikeluarkan selama berlangsung proses produksi usahatani ubi