• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stabilitas dan Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur Lactobacillus plantarum terhadap pH Alkali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Stabilitas dan Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur Lactobacillus plantarum terhadap pH Alkali"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

iii ABSTRACT

Stability and Antimicrobial Activity of Plantaricin Produced by Lactobacillus plantarum at Alkaline pH

Supriatna, D., I. I. Arief, and Jakaria

Plantaricin produced by L. plantarum is known to display an adaptive response to alkali stress that enhances its capacity to more effectively stable at alkali condition. The aim of the research was to examine the stability of plantaricin produced by L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 and 2C12 and its antimicrobial activity at alkaline pH. The experiment was done based on completely randomized design (CRD) with factorial arrangement 2 x 4, two levels of pH value and four levels of L. plantarum

strains in three replications. Variables analyzed were protein concentration, inhibition zone of the antagonistic test was assayed by agar well diffusion and antimicrobial activity of plantaricin against indicator bacteria at alkaline pH. Plantaricin was found to be sensitive to alkaline treatment. No interaction between pH and strains of L. plantarum to antimicrobial activity of plantaricin (P>0.05). Plantaricin showed antimicrobial activity against Gram positif and Gram negatif bacteria including S. typhimurium ATCC 14028, S. aureus ATCC 25923, E. coli

ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853 and B. cereus. Plantaricin produced by L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 and 2C12 was stable at alkaline pH but the stability of plantaricin decreased because of alkaline treatment to S. typhimurium ATCC 14028 (P<0.01). Stability of plantaricin after alkaline treatment showed plantaricin potentially could be used as biopreservative on alkali products.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produk pangan alkali banyak terdapat di buah, sayuran dan beberapa produk

pangan asal ternak, seperti albumin telur. Nilai pH produk pangan alkali berkisar

7,2-10. Konsumsi terhadap produk pangan alkali sangat bermanfaat bagi kesehatan,

yakni untuk menjaga keseimbangan pH tubuh dan menurunkan resistensi tubuh

terhadap penyakit kronis, seperti hipertensi, kanker dan stroke. Bakteri patogen

dalam produk pangan alkali dapat menyebabkan kerusakan produk, menurunkan

daya simpan produk serta beresiko terhadap kesehatan apabila dikonsumsi. Senyawa

antimikrob alami yang stabil pada pengolahan produk pangan alkali sangat

diperlukan untuk dapat mengontrol pertumbuhan bakteri patogen dalam produk

pangan alkali sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk.

Bakteri asam laktat menghasilkan suatu senyawa antimikrob yang disebut

bakteriosin. Bakteriosin ini sangat efektif untuk digunakan sebagai biopreservatif

menggantikan bahan pengawet sintesis lainnya. Oleh karena itu, bahan pengawet

alami lebih berpotensi untuk diaplikasikan sebagai pengganti bahan pengawet sintetis

karena tidak mengandung toksin, dapat didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan

serta lebih aman untuk dikonsumsi. Bakteriosin dari makanan yang berhubungan

dengan bakteri asam laktat telah diidentifikasi, contohnya plantaricin.

Plantaricin merupakan salah satu jenis bakteriosin yang diproduksi oleh L.

plantarum. Arief et al. (2008) telah berhasil melakukan isolasi terhadap L. plantarum

1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 yang berasal dari daging sapi lokal Indonesia,

menghasilkan suatu senyawa antimikrob yang diidentifikasi awal sebagai

plantaricin. Penelitian terhadap senyawa antimikrob yang berpotensi untuk

digunakan sebagai biopreservatif khususnya untuk tipe pengolahan produk pangan

alkali perlu dilakukan, sehingga penelitian terhadap plantaricin asal galur L.

plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 perlu diuji karakteristik stabilitas dan aktivitas

antimikrob plantaricin pada bakteri indikator terhadap pH alkali.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stabilitas dan aktivitas antimikrob

plantaricin asal galur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 pada bakteri indikator

(3)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri Asam Laktat

Bakteri Asam Laktat (BAL) erat kaitannya dengan proses fermentasi pangan,

dan saat ini telah berkembang dalam industri pangan fermentasi. BAL sering

ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini secara luas terdistribusi

pada susu, daging segar, sayuran, serta produk-produk lainnya. Peranan utama BAL

adalah sebagai kultur starter produk-produk yang melibatkan proses fermentasi untuk

memperoleh produk akhir dengan konsistensi tinggi, menstabilkan produk-produk

sehingga diperoleh cita rasa yang spesifik serta untuk mengawetkan produk yang

diinginkan (Smid dan Gorris, 2007). Selain itu, Leverentz et al. ( 2006) menyebutkan

bahwa BAL merupakan salah satu mikroorganisme yang dapat digunakan dalam

mengontrol pertumbuhan bakteri patogen dalam bahan pangan karena mampu

menurunkan pH dan menghasilkan bakteriosin.

BAL mempunyai karakteristik morfologi, fisiologi dan metabolit tertentu.

Deskripsi secara umum dari bakteri ini adalah termasuk dalam bakteri Gram positif,

tidak berspora, berbentuk bulat maupun batang dan menghasilkan asam laktat

sebagai mayoritas produk akhir selama memfermentasi karbohidrat (Axelsson,

2004). Lebih lanjut dinyatakan oleh Jay (1998) BAL bersifat mesofilik dan

termofilik, beberapa dapat tumbuh pada suhu 5 oC dan tertinggi 45 oC, dapat

bertahan pada pH 1,2-9,6 dan beberapa hanya dapat tumbuh pada kisaran pH yang

sempit (pH 4,0-4,5). Bakteri ini termasuk mikroorganisme GRAS (Generally

Recognized as Safe) atau golongan mikroorganisme yang aman ditambahkan dalam

makanan karena sifatnya yang tidak toksik dan tidak menghasilkan toksin, yang

dikenal dengan sebutan “food grade microorganism”, yaitu mikroorganisme yang

tidak beresiko terhadap kesehatan (Alakomi et al., 2000).

BAL terbagi dalam 8 genus antara lain Lactobacillus, Streptococcus,

Lactococcus, Pediococcus, Enterococcus, Leuconostoc, Bifidobacterium, dan

Corinebacterium. Berdasarkan tipe fermentasinya, BAL terbagi menjadi

homofermentatif dan heterofermentatif. Kelompok homofermentatif menghasilkan

asam laktat sebagai produk utama dari fermentasi gula sedangkan kelompok

heterofermentatif menghasilkan asam laktat dan senyawa lain yaitu CO2, etanol,

(4)

3 Lactobacillus

Lactobacillus merupakan bakteri Gram positif, tidak menghasilkan spora,

biasanya tidak bergerak, anaerob fakultatif, katalase negatif, koloninya dalam media

agar berukuran 2-5 mm, konfeks, opak, sedikit transparan, tidak berpigmen dan

metabolit utamanya adalah asam laktat. Tumbuh baik pada suhu 25-40 oC dan

tersebar luas di lingkungan terutama dalam produk-produk pangan asal hewan dan

sayuran. Bakteri ini menetap dalam saluran pencernaan unggas dan mamalia (Ray

dan Bhunia, 2008). Lactobacillus dibagi menjadi tiga grup, disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Grup Spesies Lactobacillus sp

Karakteristik Grup I Grup II Grup III

Contoh spesies L. delbrueckii ssp. delbrueckii,

L. leichmannii L. plantarum L. divergens L. acidophilus L. curvatus L. kefir L. elveticus L. sake L. confuses L. brevis

L. sanfrancisco L. reuteri

Sumber: Ray dan Bhunia (2008).

Lactobacillus plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12

L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, kelas Bacilli, ordo

Lactobacillales, family Lactobacillaceae dan genus Lactobacillus. L. plantarum

mempunyai kemampuan untuk menghambat mikroorganisme patogen pada bahan

pangan dengan daerah penghambatan terbesar dibandingkan dengan bakteri asam

laktat lainnya (Syahniar, 2009). L. plantarum tergolong dalam bakteri Gram positif,

berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek, tidak berspora, katalase negatif, dan

anaerob fakultatif (Ray dan Bhunia, 2008).

L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 merupakan isolat BAL yang diisolasi

(5)

4

2B2 dan 2C12 mampu bertahan dalam media NaCl 6,5%, tumbuh pada suhu 15 oC,

tumbuh baik pada 37 oC dan 45 oC, dan tahan pada kondisi usus (pH 7,2) dan

bertahan hidup lebih baik pada pH 2 (Wijayanto, 2009).

Senyawa Antimikrob

Senyawa antimikrob dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),

bakteristatik (menghambat pertumbuhan mikroba), fungisidal (membunuh kapang),

fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang) dan germisidal (menghambat

germinasi spora bakteri). Kemampuan suatu zat antimikrob dalam menghambat

pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain konsentrasi zat

pengawet, waktu penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis,

konsentrasi, umur dan keadaan mikroba), sifat-sifat fisik dan kimia makanan,

termasuk kadar air, pH, jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).

Metabolit-metabolit bakteri asam laktat yang berfungsi sebagai senyawa

antimikrob antara lain asam organik (asam laktat dan asam asetat), bakteriosin,

hidrogen peroksida, diasetil, CO2 dan semua metabolit yang mempunyai aktivitas

antimikrob (Fardiaz, 1992; Jay et al., 2005; Settanni dan Corsetti, 2008).

Asam Organik

Penghambatan pertumbuhan pada mikroba oleh asam organik diakibatkan

adanya akumulasi anion. Anion menyebabkan berkurangnya kecepatan dari sintesis

makromolekul dan mempengaruhi transportasi antar membran sel. Bakteri asam

laktat dan juga bakteri lain meniadakan efek dari akumulasi anion dengan cara

mengurangi pH pada sitoplasma (Ouwehand dan Vesterlund, 2004).

Asam-asam organik yang dihasilkan oleh BAL mengakibatkan akumulasi

produk akhir asam dan penurunan pH yang akan menghambat pertumbuhan bakteri

baik Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Turunnya pH internal menyebabkan

terdenaturasinya protein dan kehilangan viabilitasnya (Ray, 1992).

Bakteriosin

BAL memproduksi komponen antimikrob, salah satunya bakteriosin.

Kemampuan bakteriosin dalam melakukan aktivitasnya sebagai biopreservatif

dicapai oleh efek penghambatannya terhadap mikroorganisme patogen yang

(6)

5

Bakteriosin adalah peptida-peptida yang diproduksi oleh sejumlah bakteri

Gram positif dan Gram negatif (Aymerich et al., 2008). Bakteriosin yang

diproduksi oleh BAL dapat didefinisikan sebagai protein aktif atau kompleks

protein yang menunjukkan aksi bakterisidal melawan bakteri Gram positif, terutama

spesies yang berkerabat dekat dengan spesies penghasil (Jack et al., 1995; Ray dan

Bhunia, 2008; Parada et al., 2007). Penggunaan bakteriosin sebagai biopreservatif,

perlu memperhatikan dan menentukan jumlah konsentrasi bakteriosin yang harus

ditambahkan dalam produk pangan, dan efisiensi bakteriosin dalam mengontrol

bakteri-bakteri patogen (Ananou et al., 2005). Beberapa bakteriosin yang telah

berhasil dikarakterisasi, disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bakteriosin asal L. plantarum yang Telah Berhasil Dikarakterisasi

Spesies L. plantarum Jenis Bakteriosin Asal Isolasi Literatur

L. plantarum KLDS1.0391 plantaricin MG Industri Tortilla Gong et al.

(2010)

L. plantarum A-1 plantaricin ASM1 "Jiaoke", Fermentasi krim

Hata et al.

(2010)

L. plantarum OL15 plantaricin OL15

Algerian

Fermentasi minyak zaitun

Mourad et al. (2005)

L. plantarum C19 plantaricin C19 Fermentasi mentimun

Atrih et al.

(2001)

L. plantarum BFE 905 plantaricin D Salad Franz et al.

(1998)

L. plantarum 423 plantaricin 423 Sorgum Van Reenen

et al. (1998)

L. plantarum LL441 plantaricin C Keju Cabrales Gonzales et al. (1994)

Hidrogen Peroksida

BAL memproduksi H2O2 di bawah kondisi pertumbuhan aerob. BAL

mengsekresikan H2O2 tersebut sebagai alat pelindung diri yang mampu bersifat

bakteriostatik maupun bakterisidal. H2O2 merupakan salah satu agen pengoksidasi

kuat, dapat dijadikan sebagai zat antimikrob melawan bakteri, fungi dan bahkan virus

(7)

6

Kemampuan H2O2 untuk mengoksidasi menyebabkan perubahan tetap pada

sistem enzim sel mikroba sehingga digunakan sebagai antimikrob. Selain itu,

senyawa ini juga dapat terdekomposisi menjadi air dan oksigen. Kemampuan

bakterisidal dari H2O2 tergantung pada pH, konsentrasi, suhu, waktu dan tipe serta

jumlah mikroorganisme. Konsentrasi tertentu, spora bakteri ditemukan paling

resisten terhadap H2O2, diikuti dengan bakteri Gram positif. Bakteri yang paling

sensitif terhadap H2O2 adalah bakteri Gram negatif, terutama koliform (Ouwehand

dan Vesterlund, 2004).

Mekanisme Aksi Penghambatan oleh Bakteriosin

Beberapa bakteriosin mempunyai sifat bakterisidal melawan beberapa strain

dan spesies yang berelasi dekat tetapi beberapa dapat efektif melawan banyak strain

dalam spesies dan genera yang berbeda. Namun, sel penghasil bakteriosin akan

mengalami ketahanan terhadap bakteriosin yang dihasilkannya sendiri, disebabkan

memperoleh ketahanan protein yang spesifik. Bakteriosin ini pada umumnya sangat

efektif melawan sel dari bakteri Gram positif dan bakteri-bakteri lain yang

kekerabatannya dekat. Bakteriosin asal BAL tidak efisien dalam menghambat bakteri

Gram negatif karena membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi

aksi bakteriosin. Membran sitoplasma dari mikroorganisme Gram negatif

dikarakterisasi melalui keberadaan lapisan luar yang mengandung fosfolipida, protein,

polisakarida, lemak, dan substansi non permeabel (Ray dan Bhunia, 2008).

Aktivitas antimikrob bakteriosin merupakan interaksi awal antara

molekul-molekul kationik dari bakteriosin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel,

salah satunya adalah asam teikoat. Asam teikoat tersebut merupakan reseptor

bakteriosin yang hanya dihasilkan oleh bakteri Gram positif. Selanjutnya, aksi

bakterisidal dari bakteriosin melawan sel yang sensitif akan dihasilkan melalui

destabilisasi fungsi dari membran sitoplasma, berupa peningkatan permeabilitas

membran sehingga mengganggu keseimbangan barier dan dapat mengakibatkan

kematian sel (Jack et al., 2005). Mekanisme lainnya antara lain perubahan aktivitas

enzim, penghambatan germinasi spora dan inaktivasi pembawa anionik langsung

(8)

7 Pemurnian Protein

Purifikasi Parsial Menggunakan Amonium Sulfat

Penggunaan amonium sulfat dalam proses pemurnian protein telah banyak

digunakan. Day dan Underwood (2002) menyatakan bahwa proses pengendapan

merupakan awal proses pemurnian protein. Bahan yang biasa digunakan dalam

mengendapkan protein dalam larutan adalah amonium sulfat. Amonium sulfat

mampu membuka permukaan hidrofobik dari protein sehingga membentuk interaksi

hidrofobik dan membentuk presipitat atau endapan protein (Walker, 2000). Proses

pemurnian protein menggunakan amonium sulfat menghasilkan presipat yang masih

tercemar dengan garam dari amonium sulfat sehingga dilakukan proses dialisis.

Dialisis dapat menghilangkan pengotor-pengotor pada permukaan partikel protein

(Day dan Underwood, 2002).

Kromatografi Pertukaran Ion

Proses kromatografi pertukaran ion menggunakan resin sebagai bahan yang

dapat memurnikan protein. Day dan Underwood (2002) menyatakan bahwa resin

pertukaran ion diperoleh dengan memasukkan gugus yang dapat diionisasi ke dalam

matriks polimer. Secara komersial resin penukar ion terdiri dari resin penukar kation

(bermuatan negatif) akan mengikat ion positif dan resin penukar anion (bermuatan

positif) akan mengikat ion negatif. SP SepharoseTM merupakan salah satu penukar

kation yang kuat dan merupakan kelompok sulfopropil yang stabil baik secara fisik

maupun kimiawi (Wikstroms, 2002).

Kromatografi merupakan suatu metode pemisahan fisik, dimana

komponen-komponen yang dipisahkan didistribusikan diantara dua fasa, salah satu fasa tersebut

adalah suatu lapisan stationer dengan permukaan yang luas, yang lainnya sebagai

fluida yang mengalir lembut disepanjang landasan stationer. Kromatografi

pertukaran ion terdiri dari landasan stationer berupa padatan dan fasa bergerak

berupa cairan (Day dan Underwood, 2002). Buffer yang digunakan dalam

kromatografi penukar kation adalah buffer anion seperti asetat, barbiturat dan fosfat

(Wilson, 2000). Protein tidak akan terikat pada resin penukar ion dan akan mengalir

keluar kolom pada pH isoelektrik (pI). Protein akan bermuatan positif dan akan

berikatan dengan penukar kation (SP Sepharose) ketika pH di bawah pH isoelektrik

(9)

8 Mikroba Patogen pada Bahan Pangan

Bakteri patogen dibedakan atas penyebab intoksikasi yaitu keracunan yang

disebabkan oleh toksin yang dihasilkan bakteri patogen yang berkembang di dalam

bahan makanan, sedangkan infeksi yaitu bakteri yang menghasilkan racun di dalam

saluran pencernaan (Fardiaz, 1992).

Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua bagian berdasarkan sifat

pewarnaan gram yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Perbedaan antara

bakteri Gram positif dan Gram negatif tergantung pada komposisi dalam dinding sel.

Dinding sel bakteri Gram positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan

(90%) dan bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi pada

dinding selnya dalam bentuk liposakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Perbedaan

antara bakteri Gram positif dan Gram negatif, disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Antara Bakteri Gram Positif dan Bakteri Gram Negatif

Sifat Bakteri

Gram Positif Gram Negatif

Komposisi dinding sel lipida rendah (1-4%) lipida tinggi (11-12%)

Ketahanan terhadap antibiotik lebih sensitif lebih tahan

Penghambatan oleh pewarna basa lebih dihambat kurang dihambat

Kebutuhan nutrien relatif kompleks kompleks sederhana

Ketahanana terhadap perlakuan

fisik lebih tahan kurang tahan

Sumber: Buckle et al. (2007).

Kelompok bakteri patogen yang bersifat Gram positif diantaranya

Staphylococcus aureus, Listeria monocytigenes dan Bacillus cereus sedangkan

bakteri yang bersifat Gram negatif diantaranya Escherichia coli, Pseudomonas

aeruginosa dan Salmonella typhimurium.

Staphylococcus aureus

S. aureus termasuk famili Micrococcaceae, merupakan bakteri Gram positif,

berbentuk kokus yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan tetrad atau

kelompok, seperti buah anggur dengan diameter berkisar 0,5-1,5 µm, anaerob

fakultatif, tidak bergerak, tidak berspora dan biasanya termasuk katalase positif (Ray

dan Bhunia, 2008). Suhu optimum pertumbuhan S. aureus adalah 35-37 oC, suhu

(10)

9

4,0-9,8 dengan pH optimum sekitar 7,0-7,8. Hsieh et al. (1998) mencatat terjadinya

peningkatan besar dalam sensitivitas S. aureus terhadap kation dan antimikrob pada

kondisi pH alkali.

Bacillus cereus

B. cereus merupakan bakteri pembentuk spora tergolong dalam famili

Bacillaceae. B. cereus adalah bakteri Gram positif berbentuk batang, bergerak, dapat

membentuk spora, bersifat anaerobik fakultatif dan tersebar secara luas dalam tanah

dan air. Kemampuan membentuk spora memungkinkan mikroorganisme ini tetap

hidup pada pengolahan dengan pemanasan (Buckle et al., 2007). Ray dan Bhunia

(2008), menyatakan bahwa sel bakteri ini sensitif terhadap pasteurisasi, namun

sporanya dapat bertahan terhadap suhu tinggi. Suhu untuk pertumbuhan B. cereus

berkisar 4-50 oC, dengan suhu optimum pertumbuhannya adalah 35-40 oC. Parameter

pertumbuhan lainnya adalah bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,9-9,3 dengan aw

minimum 0,95 serta konsentrasi NaCl adalah 10%. Torkar dan Matijasi (2003)

menyatakan bahwa B. cereus stabil pada pH 3 hingga pH 10. Lebih lanjut, Padan et

al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan asam teikoat

berkontribusi pada spesies Bacillus sp. pada pH alkali.

Pseudomonas aeruginosa

P. aeruginosa merupakan bakteri non-spora tergolong dalam famili

Pseudomonadaceae. Pseudomonas merupakan salah satu jenis bakteri Gram negatif,

berbentuk batang, berukuran 0,5-0,8 µm atau 1,5-3,0 µm, hampir semua strain adalah

motil dengan flagela tunggal, oksidatif positif, suhu optimum pertumbuhan adalah

37-42 oC, aerob, tidak toleran terhadap penurunan aw serta tumbuh pada aw minimum

0,98, secara umum dapat ditemukan di tanah, air, di permukaan tanaman dan hewan.

P. aeruginosa merupakan opportunistic pathogen, artinya bakteri ini akan

menyerang kekebalan dari inangnya dan menyebabkan infeksi. Uji laboratorium

terhadap P. aeruginosa menunjukkan bahwa bakteri ini tumbuh di media yang

mengandung asam asetat sebagai sumber karbon dan amonium sulfat sebagai sumber

nitrogen (Todar, 2009). Bakteri ini merupakan penyebab berbagai jenis kerusakan

(11)

10

dalam memproduksi enzim yang dapat memecah baik komponen lemak maupun

protein dari bahan pangan (Buckle et al., 2007).

Salmonella typhimurium

Salmonella sp. merupakan kelompok bakteri Gram negatif dan merupakan

bakteri patogen yang tidak diperkenankan ada dalam produk-produk pangan. Bakteri

ini dapat tumbuh pada kisaran suhu 5-45 oC dengan suhu optimum 37 oC, pH

optimum pertumbuhan adalah 6,5-7,5 (Portillo, 2000). Salmonella memiliki

ketahanan panas yang tinggi pada pH 5,5 dan aw rendah. Salmonella berbentuk

batang lurus, berukuran 0,7-1,5 µm x 2-5 µm, termasuk bakteri anaerob fakultatif

dan biasanya dapat bergerak menggunakan flagela peritrikus. Salmonella dapat

bergerak dengan metabolisme bersifat fakultatif anerob (Buckle et al., 2007). Bakteri

Gram negatif seperti Salmonella sp., lebih tahan terhadap bakteriosin yang berasal

dari BAL karena komposisi dari membrannya berbeda dengan mikroorganisme Gram

positif (Ray dan Bhunia, 2008; Drosinos et al., 2009).

Escherichia coli

E. coli termasuk dalam famili Enterobacteriaceae merupakan bakteri Gram

negatif yang berbentuk batang yang dengan ukuran 1,1-1,5 µm x 2,0-6,0 µm, soliter

maupun berkoloni, anaerobik fakultatif dan katalase positif. E. coli dapat tumbuh

optimum pada pH 7,0-7,5 dengan pH minimum 4,0 dan pH maksimum 8,5 (Fardiaz,

1992). Bakteri ini dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas yaitu 1-45 °C (Pelczar

dan Chan, 2007). Membran luar E. coli meningkatkan kelangsungan hidup bakteri ini

dalam asam ekstrim, tetapi kelangsungan hidupnya berkurang di alkali ekstrim

(Yohannes et al., 2005).

Nilai pH Beberapa Produk Pangan

Produk pangan terdiri atas produk pangan asam dan produk pangan alkali.

Produk pangan asam merupakan produk pangan fermentasi yang mengandung asam,

seperti seperti yogurt, sosis, keju, salami, dsb. Produk pangan alkali, seperti album

telur (Sperber dan Doyle, 2009), natto dari kacang kedelai dan dadawa dari

kacang-kacangan (Wang dan Fung, 1996). Nilai pH olahan dari beberapa produk pangan

(12)

11

Tabel 4. Nilai pH Beberapa Produk Pangan

Produk Pangan Nilai pH

minuman bersoda 2,0

keju cheddar 5,2

daging giling 6,2

susu 6,4

ikan segar 6,7

keju peram >7,0

bubur jagung 8,5

albumin telur 8,6

nixtamalized corn 10,0

Sumber: Sperber (2009).

Konsumsi terhadap produk pangan alkali sangat bermanfaat untuk menjaga

keseimbangan pH tubuh, menjaga kesehatan tulang dan menurunkan resistensi

(13)

12 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi

Hasil Ternak dan Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2011 hingga Oktober 2011.

Materi

Bahan-bahan utama yang digunakan adalah kultur L. plantarum 1A5, 1B1,

2B2 dan 2C12, koleksi Laboratorium Mikrobiologi Bagian Teknologi Hasil Ternak,

Fakultas Peternakan IPB. Bakteri indikator yang digunakan untuk uji antagonistik

adalah S. typhimurium ATCC 14028, S. aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922,

P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus. Media yang digunakan yaitu de Man

Rogosa and sharpe agar (MRSA), de Man Rogosa and shrape broth (MRSB), yeast

extract, nutrien agar (NA), nutrient broth (NB), Mueller Hinton agar (MHA),

amonium sulfat, membran saring Sartorius, buffer kalium fosfat pH 6,8 (campuran

KH2PO4 dan K2HPO4), resin SP SepharoseTM fast-flow, kristal violet, larutan lugol

iodin, safranin, etanol 95%, NaOH 1 N, HCl 1 N dan larutan Mc. Farland no. 0,5.

Larutan pengencer yang digunakan adalah NaCl 0,85% dan akuades.

Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi, jarum Ose, autoclave,

waterbath, cawan petri, timbangan, cooling box, gelas objek, gelas ukur, labu

Erlenmeyer, mikro pipet, pipet Pasteur, pemanas Bunsen, sentrifuse, membran filter

Millifore, alumunium foil, kapas, tip, botol Schott, ependorf, pH meter, kertas pH

universal, jangka sorong digital, inkubator, oven, refrigerator, vortex, cork borer,

mikroskop OPMIAS En Ver1.0 dan spektrofotometri UV-visible.

Prosedur

Penyegaran dan Pembiakan Kultur (Pelczar dan Chan, 2007)

Penyegaran dilakukan dengan cara kultur L. plantarum dan bakteri indikator

sebanyak 250 l diinokulasikan secara duplo pada media MRSB untuk kultur L.

plantarum dan media NB untuk bakteri indikator sehingga dihasilkan kultur

sebanyak 5 ml. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam untuk

mendapatkan kultur antara. Sebanyak 1 ml kultur antara diinokulasikan kembali

(14)

13

Kultur diinkubasikan kembali sehingga didapatkan kultur kerja. Kultur kerja

ditumbuhkan pada media MRSA untuk kultur L. plantarum dan NA untuk bakteri

indikator, selanjutnya dihitung populasinya dan digunakan untuk pewarnaan Gram.

Karakteristik Morfologi dan Pewarnaan Gram (Pelczar dan Chan, 2007)

Kultur L. plantarum dan bakteri indikator yang tumbuh di media agar,

diperikasa sifat morfologinya untuk mengetahui kemurniannya. Pengujian morfologi

starter dengan bantuan pewarnaan Gram dan pengamatan dengan mikroskop pada

perbesaran 1000 kali. Pengujian pewarnaan Gram dilakukan dengan cara kultur

bakteri dioleskan pada gelas objek dengan jarum Ose dan difiksasi panas, kemudian

ditetesi dengan kristal violet, dibiarkan selama ± 1 menit. Preparat selanjutnya dibilas

dengan akuades dan dikeringudarakan. Preparat yang sudah kering ditetesi dengan

larutan lugol iodin dan didiamkan selama ± 1 menit, kemudian dibilas kembali

dengan akuades dan preparat selanjutnya ditetesi dengan alkohol 95% sebagai bahan

pemucat selama ± 5 detik, dibilas kembali dengan akuades dan dikeringudarakan.

Pewarnaan terakhir menggunakan safranin selama ± 30 detik dan dibilas kembali

dengan akuades, lalu preparat dikeringudarakan. Bakteri yang telah diwarnai

diperiksa di bawah mikroskop. Bakteri dikelompokkan menjadi bakteri Gram positif,

bila dapat mempertahankan zat warna ungu kristal dan tampak berwarna ungu tua.

Kelompok bakteri Gram negatif akan terlihat berwarna merah. Hasil pengamatan

morfologi kultur bakteri didokumentasikan menggunakan perangkat lunak OPMIAS

En Ver1.0 yang dihubungkan pada mikroskop.

Aktivitas Antimikrob Supernatan Bebas Sel

Sebanyak empat galur L. plantarum masing-masing diinokulasikan ke media

MRSB dan diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 24 jam. Supernatan bebas sel

disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 20 menit suhu 4 °C yang

selanjutnya disebut supernatan. Supernatan disaring dengan membran saring

Sartorius 0,22 µm kemudian dinetralkan dengan NaOH 1 N sampai pH 5,8-6,2.

Supernatan yang merupakan ekstrak kasar bakteriosin tersebut siap untuk diuji

(15)

14 Produksi dan Purifikasi plantaricin

Purifikasi bertujuan untuk mengetahui komponen-komponen senyawa kimia

yang dapat terpisah dan kandungan senyawa aktifnya. Purifikasi plantaricin terdiri

dari purifikasi parsial menggunakan presipitasi amonium sulfat, dialisis dan

kromatografi kolom.

Purifikasi Parsial Menggunakan Amonium Sulfat (Gong et al., 2010)

Sebanyak 1 liter media MRSB ditambahkan yeast extract 3% dan NaCl 1%

diinokulasi dengan 10% (v/v) kultur L. plantarum, selanjutnya diinkubasi pada suhu

37 oC selama 20 jam. Setelah itu, disimpan pada refrigerator suhu 4 oC selama 2 jam

kemudian dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 20 menit suhu 4

o

C. Setelah selesai dilakukan penyaringan dengan menggunakan membran saring

Sartorius diameter 0.22 µm dan selanjutnya supernatan bebas sel dinetralkan pH-nya

menjadi 5,8-6,2 dengan menggunakan NaOH 1 N.

Supernatan netral bebas sel yang telah disaring steril ditambahkan serbuk

amonium sulfat sebanyak 80% secara bertahap (20%, 40%, 60%, 80%) kemudian

dihomogenkan dan distirer secara perlahan pada suhu 4 oC selama 2 jam. Hasil yang

didapat pada tahap ini adalah presipitat bakteriosin. Pengecekan protein presipitat

bakteriosin diamati menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang

gelombang 280 nm. Penggunaan padatan amonium sulfat (% penjenuhan) dapat

dilihat pada Lampiran 18.

Dialisis (Day dan Underwood, 2002)

Dialisis dilakukan dengan tujuan untuk desalting atau menghilangkan garam

amonium sulfat yang masih tercampur dengan presipitat bakteriosin. Buffer yang

digunakan adalah buffer kalium fosfat pH 6,8 (campuran KH2PO4 dan K2HPO4

dengan konsentrasi tertentu) dengan perbandingan 1:1000 (satu bagian presipitat dan

1000 bagian buffer). Dialisis dilakukan dengan menggunakan membran dialisis

diameter 20 µm pada buffer kalium fosfat selama 12 jam, dan dilakukan penggantian

buffer sebanyak 2 kali (2 jam dan 4 jam) pada suhu 4 oC. Setelah selesai, didapatkan

ekstrak plantaricin kasar. Pengecekan protein plantaricin kasar hasil dialisis diamati

(16)

15 Purifikasi Plantaricin Menggunakan Kromatografi Kolom (Hata et al., 2010)

Tahap selanjutnya adalah kromatografi kolom untuk menghasilkan

plantaricin murni. Resin yang digunakan adalah SP SepharoseTM-fast flow dengan

kolom terbuka (open column) Econo-Column Bio-Rad. Purifikasi parsial plantaricin

menggunakan kromatografi kolom dengan resin SP SepharoseTM-fast flow dapat

meningkatkan spesifik protein dari supernatan bebas sel sebesar 253 AU/mg dan

meningkat kembali pada proses kromatografi kolom menggunakan SP SepharoseTM

-fast flow menjadi 11.900 AU/mg.

Buffer yang digunakan adalah buffer potasium fosfat pH 6,8. Kolom terlebih

dahulu diisi dengan resin. Plantaricin kasar hasil dialisis dimasukkan ke dalam

kolom secara perlahan, dan dibawah kolom diberikan tabung penampung eluat yang

keluar dari kolom. Proses kromatografi dilakukan pada suhu 4 oC. Eluat pertama

adalah buffer dan selanjutnya adalah sampel plantaricin kasar. Kecepatan alir yang

diberikan adalah 0,8 ml/menit. Fraksi plantaricin murni yang diperoleh ditampung

setiap 3 ml per tabung penampung eluat. Pengecekan protein plantaricin murni hasil

kromatografi kolom diamati menggunakan spektrofotometer UV-visible pada

gelombang 280 nm.

Stabilitas Protein Plantaricin pada pH Alkali (Hata et al., 2010)

Plantaricin murni hasil purifikasi parsial menggunakan kromatografi kolom,

digunakan dalam pengujian stabilitas plantaricin terhadap pH alkali. Plantaricin

murni hasil kromatografi kolom diuji stabilitasnya terhadap pH yang berbeda, yaitu

1) pH 7 dan 2) pH 9. Plantaricin murni perlakuan pH alkali dilakukan dengan

menambahkan larutan NaOH 1 N menggunakan mikro pipet secara perlahan

kemudian dicek kondisi pH plantaricin murni menggunakan kertas pH universal

hingga pH 9. Pengujian stabilitas protein plantaricin murni setelah perlakuan pH

alkali dilakukan dengan melakukan pengecekan protein plantaricin murni

menggunakan spektrofotometer UV-visible pada panjang gelombang 280 nm.

Uji Aktivitas Antimikrob Plantaricin pada Kondisi Alkali terhadap Bakteri Indikator (Savadogo et al., 2006)

Plantaricin murni hasil kromatografi kolom diuji dengan menggunakan

metode difusi sumur. Kultur bakteri indikator patogen dan pembusuk makanan

(17)

16

ditambahkan media konfrontasi MHA sebanyak ± 20 ml. Setelah agar dalam cawan

mengeras, ditengah-tengah agar dibuat lubang sumur dengan menggunakan cork

borer berdiameter 5 mm. Plantaricin murnisebanyak 50 l dipipet ke dalam lubang

sumur kemudian cawan dilapisi kertas saring terlebih dahulu sebelum ditutup dan

disimpan dalam refrigerator (suhu ± 10 oC) selama 2 jam untuk memberikan

kesempatan plantaricin meresap ke dalam agar.

Seluruh cawan yang berisi bakteri indikator (S. typhimurium ATCC 14028, S.

aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853 dan B.

cereus) dan plantaricin murni asal empat galur L. plantarum diinkubasi selama 24

jam pada suhu 37 oC. Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumur pada seluruh

cawan diamati dan diukur diameternya dengan menggunakan jangka sorong.

Diameter dari masing-masing zona hambat diukur sebanyak tiga kali di daerah yang

berbeda yang kemudian hasilnya dirata-ratakan. Setiap pengujian diulang sebanyak

tiga kali dan pada setiap ulangan dilakukan secara duplo (Gambar 1). Zona hambat

yang diperoleh dikategorikan menurut daya hambatnya, dapat dilihat pada Tabel 5.

Keterangan:

A : Sumur untuk plantaricin murni (diameter 5 mm)

B : Zona hambat

C : Koloni bakteri indikator

Garis / / : Pengukuran diameter zona

Gambar 1. Metode Pengukuran Diameter Zona Hambat Bakteri.

Tabel 5. Kategori Zona Hambat Bakteri

Zona Hambat Bakteri Kategori

≥ 20 mm Sangat kuat

10-20 mm Kuat

5-10 mm Sedang

≤ 5 mm Lemah

Sumber: Davis dan Stout (1971). C

(18)

17 Rancangan dan Analisis Data

Rancangan dan analisis data pada penelitian ini meliputi identifikasi aktivitas

antimikrob supernatan bebas sel asal galur L. plantarum, konsentrasi protein

plantaricin pada masing-masing tahap produksi plantaricin, stabilitas dan aktivitas

plantaricin terhadap perlakuan pH alkali.

Identifikasi Aktivitas Antimikrob Supernatan Bebas Sel

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola

searah dengan faktor perlakuan galur L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 1A5,

1B1, 2B2 dan 2C12) dan jenis bakteri indikator (S. typhimurium ATCC 14028, S.

aureus ATCC 25923, E. coli ATCC 25922, P. aeruginosa ATCC 27853 dan B.

cereus) dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati yaitu diameter zona hambat

supernatan netral bebas sel. Data dialisis secara deskriptif untuk memperjelas

pembahasan terhadap hasil yang diperoleh. Model matematis yang digunakan

berdasarkan Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut:

Yij = + αi+ εij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i galur L. plantarum dan ulangan ke-j (j= 1, 2, 3)

 = Pengaruh rata-rata galur L. plantarum

αi = Pengaruh level perlakuan ke-i dari level perlakuan galur L. plantarum yang berbeda (i= 1, 2, 3, 4)

εij = Pengaruh Galat perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Produksi Plantaricin

Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) pola

searah dengan faktor perlakuan galur L. plantarum yang berbeda (L. plantarum 1A5,

1B1, 2B2 dan 2C12) dengan tiga kali ulangan. Peubah yang diamati yaitu

konsentrasi protein plantaricin pada masing-masing tahap produksi plantaricin. Data

dialisis secara deskriptif untuk memperjelas pembahasan terhadap hasil yang

diperoleh. Model matematis yang digunakan berdasarkan Steel dan Torrie (1995)

(19)

18

Yij = + αi+ εij

Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan pada perlakuan ke-i galur L. plantarum dan ulangan ke-j (j= 1, 2, 3)

 = Pengaruh rata-rata galur L. plantarum

αi = Pengaruh level perlakuan ke-i dari level perlakuan galur L. plantarum yang berbeda (i= 1, 2, 3, 4)

εij = Pengaruh Galat perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

Stabilitas dan Aktivitas Plantaricin terhadap Perlakuan pH Alkali

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)

pola faktorial 2 x 4. Faktor pertama adalah perbedaan pH (pH 7 dan pH 9),

sedangkan faktor kedua adalah perbedaan galur L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2 dan

2C12) dengan tiga ulangan. Peubah yang diamati adalah diameter zona hambat hasil

uji antagonistik dari plantaricin dengan perlakuan pH berbeda dan plantaricin asal

galur L. plantarum yang berbeda. Data diolah dengan analisis ragam (uji parametrik)

atau analysis of variance (ANOVA). Setiap analisis ragam yang menunjukkan bahwa

perlakuan berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey. Apabila data tidak

memenuhi analisis ragam maka dilanjutkan uji non parametrik (Kruskall-Wallis).

Pembahasan secara deskriptif juga dilakukan untuk memperjelas pembahasan

terhadap hasil yang telah diperoleh. Model matematis yang digunakan berdasarkan

Steel dan Torrie (1995) sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Keterangan:

Yijk = variabel respon akibat pengaruh perlakuan pH pada taraf ke-i dan galur

L. plantarum ke-j pada ulangan ke-k (K= 1, 2, 3)

µ = nilai tengah umum

αi = pengaruh taraf perlakuan pH ke-i terhadap diameter zona hambat (i= pH 7 dan pH 9)

βj = pengaruh taraf perlakuan galur L. plantarum ke-j terhadap diameter zona hambat (j= L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12)

(αβ)ij = pengaruh interaksi antara perlakuan ke-i dengan ke-j

(20)

19 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah Gram positif,

berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik morfologi

tersebut sesuai dengan Ray dan Bhunia (2008) bahwa L. plantarum tergolong bakteri

Gram positif, berbentuk batang tunggal maupun rantai pendek. Pemeriksaan

karakteristik kultur bakteri bertujuan untuk memastikan kemurnian kultur bakteri

yang digunakan. Karakteristik morfologi yang diperoleh tersebut menunjukkan

bahwa kultur homogen dan tidak tercemar, seperti yang diperoleh dalam penelitian

sebelumnya (Hidayati, 2006; Permanasari, 2008).

Karakteristik morfologi kelima bakteri indikator yang digunakan, antara lain

P. aeruginosa ATCC 27853 dan B. cereus berbentuk batang. Buckle et al. (2007)

menyatakan bahwa bakteri P. aeruginosa dan B. cereus memiliki morfologi

berbentuk batang. Hasil karakteristik morfologi bakteri S. typhimurium ATCC 14028

dan E. coli ATCC 25922 adalah berbentuk batang soliter maupun berkoloni

sedangkan S. aureus ATCC 25923 berbentuk kokus dalam susunan tunggal maupun

berkoloni seperti buah anggur. Ray dan Bhunia (2008) menyatakan bahwa S.

typhimurium memiliki morfologi berbentuk batang lurus, E. coli berbentuk batang,

sedangkan S. aureus berbentuk kokus, tetrad dan berpasangan seperti buah anggur.

Bakteri secara umum dibedakan menjadi dua berdasarkan pewarnaan Gram,

yaitu bakteri Gram positif dan Gram negatif. Pewarnaan Gram merupakan suatu

teknik pewarnaan secara mikroskopis untuk menentukan jenis bakteri sebagai bakteri

Gram positif dan Gram negatif dan sering digunakan untuk pengujian kemurnian

suatu bakteri. Teknik ini terdiri dari empat tahap, yaitu (a) tahap awal pewarnaan

dengan kristal violet, (b) fiksasi dengan iodin, (c) dekolorisasi dengan etanol dan (d)

pewarnaan dengan safranin. Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif

tergantung pada komposisi dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007).

Hasil pewarnaan Gram terhadap kultur L. plantarum, serta bakteri indikator

S. aureus ATCC 25923 dan B. cereus menunjukkan bahwa bakteri-bakteri tersebut

tergolong dalam bakteri Gram positif. Hal ini disebabkan pada proses pewarnaan

Gram, kultur L. plantarum serta bakteri indikator S. aureus ATCC 25923 dan B.

(21)

20

iodin dan tetap mempertahankan warna ungu tersebut meskipun telah ditambahkan

alkohol 95% dan zat warna safranin.

Bakteri P. aeruginosa ATCC 27853, S. typhimurium ATCC 14028 dan E.

coli ATCC 25922, berdasarkan hasil pewarnaan Gram menunjukkan bahwa ketiga

bakteri ini tergolong dalam bakteri Gram negatif. Hal ini disebabkan ketiga bakteri

tersebut tidak dapat mempertahankan warna ungu dari zat pewarna kristal violet saat

ditambahkan alkohol 95% serta menyerap warna merah yang berasal dari safranin.

Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif tergantung pada

komposisi dalam dinding sel (Pelczar dan Chan, 2007). Dinding sel bakteri Gram

positif sebagian besar terdiri dari lapisan peptidoglikan (90%). Pelczar dan Chan

(2007) menyatakan bahwa bakteri Gram positif mempertahankan warna ungu

disebabkan dinding sel mengalami dehidrasi ketika ditetesi alkohol, sehingga

pori-pori menciut, daya rembes dinding sel dan membran menurun. Keadaan ini membuat

kompleks kristal violet dengan iodin tidak dapat keluar dari sel, akibatnya zat warna

safranin tidak dapat masuk ke dalam dinding sel.

Dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai kandungan lipida yang tinggi

dalam bentuk lipopolisakarida dan lipoprotein (Fardiaz, 1992). Lipida pada dinding

sel bakteri Gram negatif akan larut oleh alkohol sehingga pori-pori mengembang dan

menyebabkan kompleks kristal violet dengan iodin keluar dari sel, akibatnya dinding

sel bakteri menjadi tidak berwarna. Dinding sel bakteri yang tidak berwarna tersebut

akan menyerap zat warna safranin sehingga sel bakteri akan tampak berwarna merah

ketika dilihat dibawah mikroskop (Pelczar dan Chan, 2007). Hasil pewarnaan Gram

dan pengamatan morfologi dari kultur L. plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 serta

(22)

21

Tabel 6. Karakteristik Isolat L. plantarum

(23)

22

Tabel 7. Karakteristik Isolat Bakteri Indikator

Isolat Bakteri

(24)

23 Aktivitas Antimikrob Supernatan Bebas Sel

Kondisi asam dalam supernatan bebas sel akan mengurangi kemampuan

bakteriosin dalam menghambat bakteri indikator pada uji antagonistik. Oleh karena

itu, supernatan bebas sel yang dihasilkan dinetralkan hingga mencapai kondisi pH

5,8-6,2. Produksi maksimum dari bakteriosin didapatkan pada kondisi pH 6,5 dari

rentang pH 2 hingga pH 10, dan bakteriosin kehilangan aktivitas antimikrob pada

pH 12 (Bhattacharya dan Arijit, 2010). Kondisi pH supernatan bebas sel asal L.

plantarum, dapat dilihat pada Gambar 2.

Galur L. plantarum

Keterangan: pH awal = pH initial supernatan bebas sel

pH netral = pH netral supernatan bebas sel setelah penambahan NaOH 1 N

Gambar 2. Kondisi pH Supernatan Bebas Sel asal Galur L. plantarum pada Media MRSBdengan Yeast Extract (3%) dan NaCl (1%).

Nilai pH supernatan bebas sel berkisar 3,94-4,02. Kondisi asam dari

supernatan bebas sel ini disebabkan oleh adanya asam-asam organik yang terbentuk

sebagai metabolit primer dari bakteri asam laktat yang akan menghambat

pertumbuhan bakteri. Nilai pH supernatan bebas sel setelah penetralan berkisar

5,87-6,17. Asam organik rantai pendek, seperti asam asetat dan asam laktat

merupakan metabolit primer dari supernatan bebas sel yang dihasilkan oleh bakteri

asam laktat (Fardiaz, 1992; Jay et al., 2005; Settanni dan Corsetti, 2008).

Aktivitas antimikrob supernatan netral bebas sel diuji melalui aktivitasnya

terhadap bakteri indikator. Hasil uji antagonistik supernatan netral bebas sel asal

empat galur L. plantarum terhadap masing-masing bakteri indikator ditunjukkan

dengan adanya diameter zona hambat disekitar sumur konfrontasi, dapat dilihat pada

(25)

24

Tabel 8. Diameter Zona Hambat Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L. plantarum terhadap Bakteri Indikator

Bakteri Indikator Supernatan Netral Bebas Sel asal Galur L. plantarum

1A5 1B1 2B2 2C12

--- mm ---

E. coli 15,73 ± 0,31 15,22 ± 0,87 9,74 ± 1,36 10,93 ± 1,40

S. aureus 17,72 ± 1,27 16,21 ± 0,49 15,01 ± 1,54 10,46 ± 1,40

S. typhimurium 18,00 ± 0,64 13,09 ± 0,30 9,13 ± 0,64 14,55 ± 3,45

B. cereus 16,30 ± 1,42 15,02 ± 1,56 11,05 ± 0,39 7,46 ± 0,91

P. aeruginosa 16,86 ± 0,84 13,37 ± 0,96 13,50 ± 1,12 10,32 ± 0,92

Keterangan : Diameter lubang sumur (5 mm) termasuk kedalam diameter zona hambat

Rataan diameter zona hambat dari masing-masing galur L. plantarum

berbeda-beda. Perbedaan aktivitas hambat dikarenakan bakteriosin mempunyai

aktivitas hambat terhadap bakteri spesifik, dan biasanya mempunyai hubungan

kekerabatan (filogenik) serta tergantung pada perbedaan jenis dinding sel bakteri

yang dihambat yang berpengaruh pada ketahanan suatu bakteri terhadap zat

antimikrob (Usmiati et al., 2009). Rataan diameter zona hambat dari supernatan

netral bebas sel berkisar 7,46-18,00 mm (Tabel 8). Rataan diameter zona hambat dari

supernatan netral bebas sel termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971).

Supernatan netral bebas sel dari keempat galur L. plantarum mampu menghambat

bakteri indikator. Hasil ini sama dengan yang diperoleh Omemu dan Faniran (2011)

yang menyatakan bahwa supernatan netral bebas sel asal L. plantarum mampu

menghambat bakteri patogen.

Keempat galur L. plantarum mampu menghambat bakteri dari strain bakteri

Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri Gram negatif seperti E. coli ATCC

25922, P. aeruginosa ATCC 27853 dan S. typhimurium ATCC 14028, lebih tahan

terhadap bakteriosin yang berasal dari L. plantarum karena komposisi dari

membrannya berbeda dengan bakteri Gram positif. Hal ini berbeda dengan Drosinos

et al. (2009) yang menyatakan bahwa bakteriosin asal L. plantarum hanya akan

menghambat bakteri Gram positif atau bakteri-bakteri yang berkerabat dekat dengan

spesies penghasil, serta tidak efisien dalam menghambat bakteri Gram negatif karena

membran terluarnya bersifat hidrofilik dan dapat menghalangi aksi bakteriosin.

(26)

25

yang mengandung fosfolipida, protein, polisakarida, lemak dan substansi non

permeabel akan mempengaruhi aktivitas antimikrob bakteriosin dalam menghambat

bakteri Gram negatif.

Bakteriosin asal L. plantarum dikarakterisasi sebagai kompleks protein,

sangat sensitif terhadap perubahan pH lingkungan. Perubahan pH lingkungan

berpengaruh terhadap bakteriosin yang dihasilkan, selain pengaruh nutrien dan

temperatur (Todorov dan Dicks, 2005). Penurunan pH dalam bakteriosin asal L.

plantarum akan mempengaruhi susunan protein dari bakteriosin tersebut, sehingga

mempengaruhi aktivitas penghambatan senyawa antimikrob yang dihasilkan. Oleh

karena itu, supernatan netral bebas sel yang diperoleh perlu dilakukan tahap lanjutan

berupa purifikasi parsial.

Purifikasi Parsial Plantaricin

Hasil kuantitatif kadar protein dari setiap tahapan purifikasi parsial

plantaricin menggunakan amonium sulfat, dialisis, dan purifikasi parsial

menggunakan kromatografi kolom dari masing-masing galur L. plantarum 1A5, 1B1,

2B2 dan 2C12, dapat dilihat pada Gambar 3. Secara deskriptif, hasil kuantitatif ini

menunjukkan bahwa rataan konsentrasi protein yang dihasilkan oleh galur L.

plantarum 1A5, 1B1, dan 2B2 merupakan nilai yang lebih tinggi dibandingkan

dengan galur L. plantarum 2C12.

Rataan kadar protein plantaricin kasar dari galur L. plantarum menunjukkan

terjadinya peningkatan dari presipitat bakteriosin menjadi plantaricin kasar kecuali

galur L. plantarum 2C12. Ekstrak plantaricin kasar dari keempat galur L. plantarum

menunjukkan jenis protein yang hidrofobik karena posisi endapan protein yang

terpresipitasi berada melayang di bagian atas supernatan bebas sel. Abo-Amer (2007)

menyatakan hal ini sebagai karakteristik protein yang hidrofobik terhadap plantaricin

AA135 yang dihasilkan oleh L. plantarum AA135. Karakteristik protein hidrofobik

dari ekstrak plantaricin kasar sangat diperlukan untuk aktivitasnya dalam

menghambat bakteri karena penghambatan oleh plantaricin tergantung pada interaksi

hidrofobik antara sel-sel bakteri dengan molekul-molekul plantaricin (Parada et al.,

2007). Lebih lanjut Jack et al. (2005) menyatakan bahwa interaksi antara

molekul-molekul kationik dari plantaricin dengan polimer-polimer anionik di permukaan sel

(27)

26

berupa peningkatan permeabilitas membran sehingga mengganggu keseimbangan

barier dan akan mengakibatkan kematian sel bakteri.

Galur L. plantarum

Keterangan: Presipitat Bakteriosin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Amonium Sulfat

Plantaricin Kasar = Hasil Dialisis

Plantaricin = Hasil Purifikasi Parsial dengan Kromatografi Kolom

Gambar 3. Konsentrasi Protein pada Tahap Purifikasi Parsial Plantaricin asal Galur

L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2, dan 2C12).

Kadar protein plantaricin meningkat kembali setelah proses purifikasi

menggunakan kromatografi kolom dari plantaricin kasar menjadi plantaricin murni,

kecuali galur L. plantarum 1A5. Rataan konsentrasi protein plantaricin murni dari

yang terbesar berturut-turut adalah galur L. plantarum 1B1, 2B2, 1A5 dan 2C12.

Stabilitas Protein Plantaricin terhadap pH Alkali

Pengujian stabilitas plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap pH

alkali secara in vitro dilakukan pada pH 9, menunjukkan tingkat kesensitifan yang

tinggi pada plantaricin yang diproduksi oleh keempat galur L. plantarum. Hubungan

antara kondisi pH lingkungan dengan konsentrasi protein plantaricin dari keempat

galur L. plantarum, dapat dilihat pada Gambar 4.

(28)

27 Plantaricin asal Galur L. plantarum

Keterangan: pH 7 =Plantaricin tanpa Perlakuan pH Alkali (kontrol) pH 9 =Plantaricin dengan Perlakuan pH Alkali

Gambar 4. Konsentrasi Protein Plantaricin asal Galur L. plantarum (1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12) terhadap pH Alkali.

Peningkatan pH lingkungan dalam plantaricin dari pH 7 ke pH 9 menurunkan

konsentrasi protein plantaricin dari masing-masing galur L. plantarum (Gambar 4).

Hal ini menunjukkan adanya pengaruh pH alkali terhadap jumlah protein dalam

plantaricin. Kemampuan suatu senyawa antimikrob dalam menghambat

pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pH, waktu

penyimpanan, suhu lingkungan, sifat-sifat mikroba (jenis, konsentrasi, umur dan

keadaan mikroba), jenis dan jumlah senyawa di dalamnya (Fardiaz, 1992).

Rataan persentase penurunan konsentrasi protein plantaricin dari L.

plantarum 1A5 sebesar 5%, plantaricin L. plantarum 1B1 sebesar 22%, plantaricin

L. plantarum 2B2 sebesar 36%, serta plantaricin L. plantarum 2C12 sebesar 27%

(Lampiran 19). Meskipun plantaricin dari keempat galur L. plantarum mengalami

penurunan konsentrasi protein, plantaricin dari keempat galur L. plantarum tersebut

memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap pH alkali dibuktikan dengan

persentase penurunan protein sebesar <40%.

Hasil penelitian ini menunjukan adanya pengaruh pH alkali terhadap

plantaricin dari keempat galur L. plantarum. Gonzales et al. (1994) menyatakan hal

serupa, bahwa plantaricin C menghasilkan bakteriosin yang stabil pada pH asam dan

pH netral, namun aktivitas antimikrob plantaricin C menurun pada kondisi pH alkali.

(29)

28

Kondisi alkali dapat menginduksi solubilitas dari lapisan protein (Duncan et al.,

1972). Hal ini memperkuat dugaan bahwa plantaricin dari keempat galur L.

plantarum merupakan komponen antimikrob berbahan protein, yang bila dalam

kondisi alkali akan terhidrolisis, sehingga menyebabkan penurunan aktivitas

antimikrob dalam menghambat bakteri patogen.

Penelitian ini selain mengetahui stabilitas protein plantaricin terhadap pH

alkali, juga diamati uji antagonistik plantaricin terhadap bakteri indikator melalui uji

difusi sumur. Hasil uji antagonistik plantaricin asal galur L. plantarum terhadap

masing-masing bakteri indikator ditunjukkan dengan adanya diameter zona hambat.

Uji Aktivitas Antimikrob Plantaricin pada Bakteri Indikator Terhadap pH Alkali

Escherichia coli ATCC 25922

Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali

terhadap E. coli ATCC 25922, dapat dilihat pada Tabel 9. Stabilitas aktivitas

antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang

berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa

plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap E. coli ATCC 25922 yang

sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 9. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada pH Alkali terhadap E. coli ATCC 25922

Perlakuan Plantaricin Asal Galur L. plantarum Rata-rata

1A5 1B1 2B2 2C12

--- (mm) ---

pH 7* 9,43 ± 1,53 9,72 ± 0,22 9,52 ± 2,17 8,16 ± 0,23 9,21 ± 1,04

pH 9 9,17 ± 0,52 8,52 ± 0,51 9,08 ± 0,63 7,84 ± 0,30 8,65 ± 0,49

Rata-rata 9,30 ± 1,03 9,12 ± 0,37 9,30 ± 1,40 8,00 ± 0,27

Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.

plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,00-9,30 mm. Rataan diameter zona

hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). E. coli

termasuk bakteri Gram negatif dengan pH pertumbuhan optimum pada 7,0-7,5

(30)

29 plantarum terhadap E. coli ATCC 25922disebabkan oleh pH lingkungan yang tidak

sesuai bagi pertumbuhan E. coli ATCC 25922. Yohannes et al. (2005) menyatakan

bahwa membran luar dari E. coli, pertumbuhannya menurun pada lingkungan alkali.

Salmonella typhimurium ATCC 14028

Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L. plantarum pada

pH alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028, disajikan pada Tabel 10. Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa rataan diameter zona hambat tidak dipengaruhi

oleh adanya interaksi antara perlakuan pH alkali dan galur L. plantarum. Perlakuan

pH yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap diameter zona hambat. Hal

ini menunjukkan bahwa stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat

pengaruh pH alkali.

Tabel 10. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada pH Alkali terhadap S. typhimurium ATCC 14028

Perlakuan Plantaricin Asal Galur L. plantarum Rata-rata

1A5 1B1 2B2 2C12

--- (mm) ---

pH 7* 9,40 ± 1,11 8,98 ± 1,07 8,82 ± 1,12 8,91 ± 0,55 9,03 ± 0,96a

pH 9 8,47 ± 0,66 8,52 ± 0,67 8,11 ± 1,00 8,22 ± 0,48 8,33 ± 0,70b

Rata-rata 8,94 ± 0,89 8,75 ± 0,87 8,47 ± 1,06 8,57 ± 0,52

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nyata (P<0,05) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)

* = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal galur L.

plantarum terhadap pH yang berbeda berkisar 8,33-9,03 mm. Rataan diameter zona

hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 2004).

Plantaricin dari keempat galur L. plantarum masih dapat menghambat S.

typhimurium ATCC 14028 dari strain bakteri Gram negatif meskipun dengan

aktivitas antimikrob plantaricin yang menurun. Portillo (2000) menyatakan bahwa

Salmonella sp. merupakan bakteri Gram negatif dan pH pertumbuhan optimum pada

6,5-7,5. Aktivitas penghambatan plantaricin dari keempat galur L. plantarum

terhadap S. typhimurium ATCC 14028 disebabkan oleh pH lingkungan yang tidak

sesuai bagi pertumbuhan S. typhimurium ATCC 14028. Lebih lanjut Ogunbanwo et

(31)

30

dapat menghambat bakteri Gram negatif seperti S. typhimurium. Aktivitas

penghambatan plantaricin terhadap S. typhimurium ATCC 14028, dapat dilihat pada

Gambar 5.

(A) (B)

Keterangan: A = pH 7 (Kontrol) B = pH 9 (Alkali)

Gambar 5. Zona Hambat Plantaricin asal Galur L. plantarum 1A5 terhadap S. typhimurium ATCC 14028: (A) L. plantarum 1A5 pada pH 7 (kontrol) dan (B) L. plantarum 1A5 pada pH 7 (alkali).

Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853

Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin dari keempat galur L. plantarum

setelah perlakuan pH alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853, dapat dilihat pada

Tabel 11. Analisis ragam menunjukkan bahwa aktivitas antimikrob plantaricin

terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 tidak dipengaruhi oleh interaksi antara galur L.

plantarum dengan perlakuan pH. Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin terhadap

P. aeruginosa ATCC 27853, sangat nyata (P<0,01) dipengaruhi oleh galur L.

plantarum.

Tabel 11. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada pH Alkali terhadap P. aeruginosa ATCC 27853

Perlakuan Plantaricin Asal Galur L. plantarum Rata-rata

1A5 1B1 2B2 2C12

--- (mm) ---

pH 7* 9,03 ± 1,70 9,10 ± 1,55 8,37 ± 1,09 16,42 ± 4,46 10,37 ± 2,20

pH 9 8,16 ± 0,33 8,47 ± 0,93 8,39 ± 0,67 15,25 ± 4,33 10,07 ± 1,57

Rata-rata 8,60 ± 1,02B 8,79 ± 1,24AB 8,38 ± 0,88B 15,84 ± 4,40A

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan nyata (P<0,01) Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)

* = Kontrol

(32)

31

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.

plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,38-15,84 mm. Rataan diameter zona

hambat tersebut termasuk dalam kategori kuat (Davis dan Stout, 1971). Interaksi

antara pH dengan galur L. plantarum yang berbeda tidak mempengaruhi aktivitas

plantaricin terhadap P. aeruginosa ATCC 27853. Hal ini menunjukkan bahwa

plantaricin dari keempat galur L. plantarum terhadap P. aeruginosa ATCC 27853

mempunyai aktivitas penghambatan yang tidak berbeda. Hasil uji lanjut

menunjukkan bahwa galur L. plantarum 2C12 menghasilkan rataan diameter zona

hambat yang berbeda nyata (P<0,01) terhadap P. aeruginosa ATCC 27853 dengan

galur L. plantarum lainnya. Namun, galur L. plantarum 2C12 menunjukkan aktivitas

yang tidak berbeda nyata dengan galur L. plantarum 1B1 (P<0,01).

P. aeruginosa merupakan opportunistic pathogen, artinya bakteri ini akan

menyerang kekebalan dari inangnya dan menyebabkan infeksi (Todar, 2009). Selain

itu, kemampuan dari P. aeruginosa dalam memproduksi enzim yang dapat memecah

komponen lemak dan protein (Buckle et al., 2007).

Staphylococcus aureus ATCC 25923

Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali

terhadap S. aureus ATCC 25923, dapat dilihat pada Tabel 12. Stabilitas aktivitas

antimikrob plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang

berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa

plantaricin memiliki aktivitas penghambatan terhadap S. aureus ATCC 25923 yang

sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 12. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada pH Alkali terhadap S. aureus ATCC 25923

Perlakuan Plantaricin Asal Galur L. plantarum Rata-rata

1A5 1B1 2B2 2C12

--- (mm) ---

pH 7* 8,51 ± 0,35 8,50 ± 0,64 8,65 ± 0,85 11,96 ± 1,58 9,41 ± 0,86

pH 9 8,54 ± 0,61 8,57 ± 0,74 8,23 ± 0,63 9,31 ± 1,49 8,66 ± 0,87

Rata-rata 8,53 ± 0,48 8,54 ± 0,69 8,44 ± 0,74 10,64 ± 1,54 Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat)

(33)

32

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.

plantarum 1A5, 1B1, 2B2 dan 2C12 berkisar 8,44-10,64 mm. Rataan diameter zona

hambat tersebut termasuk dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Stabilitas

aktivitas antimikrob plantaricin stabil setelah perlakuan pH alkali terhadap S. aureus

ATCC 25923. S. aureus termasuk bakteri Gram positif, tumbuh pada pH 4,0-9,8

dengan pH optimum pertumbuhan pada 7,0-7,8 (Ray dan Bhunia, 2008). Hsieh et al.

(1998) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan besar dalam sensitivitas S. aureus

terhadap kation dan aktivitas antimikrob pada kondisi pH alkali.

Bacillus cereus

Stabilitas aktivitas antimikrob plantaricin setelah perlakuan pH alkali

terhadap B. cereus, dapat dilihat pada Tabel 13. Stabilitas aktivitas antimikrob

plantaricin tidak dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan pH yang berbeda dan

galur L. plantarum yang berbeda. Hasil ini menunjukkan bahwa plantaricin memiliki

aktivitas penghambatan yang sama tanpa dipengaruhi oleh pH yang berbeda dan

galur L. plantarum yang berbeda.

Tabel 13. Diameter Zona Hambat Aktivitas Antimikrob Plantaricin asal Galur L. plantarum pada pH Alkali terhadap B. cereus

Perlakuan Plantaricin Asal Galur L. plantarum Rata-rata

1A5 1B1 2B2 2C12

--- (mm) ---

pH 7* 8,92 ± 1,14 9,10 ± 0,77 8,86 ± 0,90 8,57 ± 0,59 8,86 ± 0,85

pH 9 8,45 ± 0,58 8,89 ± 0,61 8,97 ± 0,97 9,15 ± 1,02 8,87 ± 0,80

Rata-rata 8,69 ± 0,86 9,00 ± 0,69 8,92 ± 0,94 8,86 ± 0,81

Keterangan: Diameter lubang sumur ± 5 mm (termasuk ke dalam zona hambat) * = Kontrol

Rata-rata zona hambat aktivitas antimikrob plantaricin asal empat galur L.

plantarum berkisar 8,69-9,00 mm. Rataan diameter zona hambat tersebut termasuk

dalam kategori sedang (Davis dan Stout, 1971). Torkar dan Matijasi (2003)

menyatakan bahwa B. cereus stabil pada pH 3 hingga pH 10. Lebih lanjut, Padan et

al. (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan asam teikoat

berkontribusi pada spesies Bacillus sp. pada pH alkali. Gonzales et al. (1994) juga

menyatakan bahwa plantaricin C dapat menghambat pertumbuhan sel vegetatif B.

(34)

33 Plantaricin yang dihasilkan oleh keempat galur L. plantarum mampu

menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif, serta stabil terhadap

perlakuan pH alkali namun aktivitas antimikrob plantaricin menurun akibat

perlakuan pH alkali terhadap S. typhimurium. Hal ini sesuai dengan penelitian Gong

et al. (2010) yang menyatakan bahwa plantaricin MG dari L. plantarum

KLDS1.0391 menghasilkan senyawa antimikrob yang stabil pada pH 2 hingga pH 10

serta mampu menghambat bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif (E. coli,

Pseudomonas sp., Salmonella sp.) dengan nilai aktivitas penghambatan terbesar

terhadap E. coli dan S. typhimurium namun tidak terhadap Lactobacillus sp.

Karakteristik stabilitas dan aktivitas antimikrob plantaricin terhadap pH alkali

menunjukkan potensi plantaricin untuk dapat digunakan sebagai biopreservatif

Gambar

Tabel 1. Grup Spesies Lactobacillus sp
Tabel 2. Bakteriosin asal L. plantarum yang Telah Berhasil Dikarakterisasi
Tabel 4. Nilai pH Beberapa Produk Pangan
Tabel 6. Karakteristik Isolat L. plantarum
+7

Referensi

Dokumen terkait

engklek pada materi sistem pencernaan makanan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian One Shot Case Study. Langkah-langkah pengembangan media yang digunakan dalam

Pasal 8 UUD 1945 ayat (1) dan ayat (2) mengatur tentang penggantian jabatan apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden, yang salah satu memenuhi syarat untuk

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh bahwa keanekaragaman genetik Edelweiss dalam populasi baik di Gunung Lawu dan Merbabu tidak menunjukkan

iz 2014, rezultati ovoga istraživanja pokazuju da na smanjenje broja pušača najma- nje utječe ograničavanje oglašavanja i reklamiranja duhan- skih proizvoda te se znatno

Pada bagian ini pemrakarsa mengutarakan sumber data dan informasi yang digunakan dalam penyusunan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Pembangunan Pasar Kota

Lembaga atau organisasi yang bekerjasama dalam praktek assessment antara lain, Dinas Sosial, Psikolog, Psikiater dan juga keterlibatan Pemerintah Pusat seperti,

Hasil penelitian analisis kesulitan materi (siswa kelas X Patiseri di SMK Negeri 9 Bandung) menunjukkan materi ilmu gizi yang paling sulit dipahami adalah materi

Namun demikian kenyataannya yang terjadi dalam lingkungan anggota militer terdapat sebuah kebijakan adanya ketetapan kafaah dengan memperhatikan pangkat atau pekerjaan