• Tidak ada hasil yang ditemukan

Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

SENYAWA FITOKIMIA DAN SITOTOKSISITAS

EKSTRAK DAUN SURIAN (

Toona sinensis

)

TERHADAP SEL VERO DAN MCF-7

DIDIT HARYADI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

DIDIT HARYADI. Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian

(Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7. Dibimbing oleh SYAMSUL

FALAH dan POPI ASRI KURNIATIN.

Daun surian memiliki banyak aktivitas farmakologi seperti antioksidan

dan antikanker. Penelitian ini bertujuan menganalisis senyawa-senyawa fitokimia

daun surian secara kualitatif dan kuantitatif, serta menguji aktivitas

sitotoksisitasnya terhadap sel vero dan sel kanker payudara MCF-7. Ekstraksi

daun surian dilakukan menggunakan pelarut air, etanol 70%, etil asetat, dan

n-heksana. Rendemen ekstraksi yang diperoleh untuk pelarut air, etanol 70%, etil

asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 33.54%, 34.85%, 6.38%, dan

1.31%. Komponen fitokimia yang terdapat dalam daun surian diantaranya

alkaloid, triterpenoid, flavonoid, tanin, fenol, steroid. Total fenolik ekuivalen

asam galat (GAE) tertinggi terdapat pada ekstrak etanol 70% diikuti oleh ekstrak

air, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 500.30, 465.30, 192.80, dan

109.30 mg GAE/g ekstrak. Total flavonoid ekuivalen kuersetin (QE) ekstrak air,

etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 92.10, 62.96, 23.43,

dan 12.70 mg QE/g ekstrak. Hasil uji sitotoksisitas menunjukan semua ekstrak

daun surian tidak toksik terhadap sel vero dengan nilai IC

50

sebesar 463.03

(ekstrak air), 197.88 (ekstrak etanol 70%), 121.09 (ekstrak etil asetat), dan 217.43

µg/ml (ekstrak n-heksana). Nilai IC

50

semua ekstrak daun surian terhadap sel

kanker payudara MCF-7 >100 µ g/ml. Berdasarkan

National Cancer Institute

(NCI), nilai ini menunjukkan aktivitas antikanker ekstrak daun surian yang sangat

lemah terhadap sel MCF-7.

(3)

ABSTRACT

DIDIT HARYADI. Phytochemical Compounds and Cytotoxicity of Surian Leaves

(Toona sinensis) Extracts Against Vero and MCF-7 Cells. Under the direction of

SYAMSUL FALAH and POPI ASRI KURNIATIN.

The compounds of surian leaves possess a wide range of pharmacology

activity, such as antioxidant and anticancer. The research aimed to analyze

phytochemical compounds and cytotoxicity of surian leaves extracts against vero

and MCF-7 cells line. Extraction of surian leaves was performed with some

solvents, those were water, ethanol 70%, ethyl acetate, and n-hexane. The results

showed that highest extracts yield obtained from ethanol 70% followed by water,

ethyl acetate, and n-hexane extracts yield were 34.85%, 33.54%, 6.38%, and

1.31% respectively. Surian leaves extracts presence phytochemical compounds of

alkaloid, triterpenoid, flavonoid, tanin, phenol, steroid. Highest total phenolic

equivalent of gallic acid (GAE) obtained from etanol 70% extracts (500.30 mg

GAE/g extract) followed by water (465.30 mg GAE/g extract), ethyl acetat

(192.80 mg GAE/g extract), and n-hexane extracts (109.30 mg GAE/g extract).

Total flavonoid equivalen of quersetin (QE) water, etanol 70%, ethyl acetat, and

n-hexana extracts were 92.10, 62.96, 23.43, dan 12.70 mg QE/g extracts

respectively. Results of cytotoxicity assay showed surian leaves extracts were not

toxic on vero cells with IC

50

value 463.03 (water extract), 197.88 (ethanol 70%

extract), 121.09 (ethyl acetat extract), and 217.43 ppm (n-hexane extract). Surian

leaves extracts had no anticancer potency against MCF-7 cells with IC

50

value of

all extracts more than 100 ppm. Based National Cancer Institute (NCI), this value

showed low cytotoxicity of surian leaves extracts against MCF-7 cells.

(4)

SENYAWA FITOKIMIA DAN SITOTOKSISITAS

EKSTRAK DAUN SURIAN (

Toona sinensis

)

TERHADAP SEL VERO DAN MCF-7

DIDIT HARYADI

G84080081

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Senyawa Fitokimia dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian

(Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan MCF-7

Nama

: Didit Haryadi

NIM

: G84080081

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Syamsul Falah S.Hut, M.Si

Ketua

Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si

Anggota

Diketahui

Tanggal Lulus:

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT

atas segala karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi

Muhammad SAW dan para pengikutnya sampai akhir zaman sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul

Senyawa Fitokimia,

dan Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian (Toona sinensis) Terhadap Sel Vero dan

MCF-7

. Kegiatan penelitian ini dilakukan dari bulan Februari hingga Mei 2012,

bertempat di Laboratorium Biokimia IPB dan Laboratorium Pusat Studi Satwa

dan Primata (PSSP) IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian penelitian ini, terutama kepada Dr. Syamsul Falah S.Hut.,

M.Si. selaku ketua pembimbing dan Popi Asri Kurniatin, S.Si., Apt., M.Si. selaku

anggota pembimbing dalam memberikan saran, kritik, dan bimbingannya serta

orang tua dan keluarga yang selalu memberikan doa, dukungan, motivasi, dan

semangat bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Tidak lupa pula ucapan

terimakasih kepada Ibu Meri, ibu Tuti, Ibu Martini, dan Pak Arya di Laboratorium

Biokimia IPB, serta Ibu Silmi di Laboratorium PSSP IPB, dan Ir. AE Zainal

Hasan M.Si. atas saran dan bantuannya selama penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Pendidikan

Tinggi (Dikti) atas pemberian dana penelitian ini pada kegiatan Program

Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2011-2012. Selain itu, ucapan terimakasih

juga disampaikan kepada rekan-rekan selama penelitian, Rini Arianti, Tati,

Azizah, Esti, Dian, Kenyar, Annisa, Lusi, Restu, Deni, Daviq, Naso, Adit, Faris,

Rian, lugas, dan Baehaki yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran bagi

penulis. Semoga penelitian ini mampu memberikan informasi dan manfaat bagi

yang memerlukan.

Bogor, September 2012

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Serang, Banten, pada tanggal 14 Juli 1990 dari ayah

Safrudin dan ibu Nufus Hayati. Penulis merupakan anak pertama dari dua

bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari SDN CIPETE II Kota Serang dan

melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Curug Kota Serang. Penulis lulus tahun 2008

dari SMAN 1 Serang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui

jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis

memilih mayor Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Biologi Dasar tahun 2010 untuk mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama,

Metabolisme dan Struktur Fungsi Biomolekul tahun 2011 untuk mahasiswa S1

Biokimia, Biokimia Umum tahun 2012 untuk mahasiswa S1 Kedokteran Hewan,

Struktur dan Fungsi Subselular tahun 2012 untuk mahasiswa S1 Biokimia, dan

Pengantar Penelitian Biokimia untuk mahasiswa S1 Biokimia. Penulis pernah

melakukan Praktik Lapangan (PL) di Balai Besar Pasca Panen Jalan Tentara

Pelajar No.12, Bogor selama periode Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan judul

Pembuatan Starter Padat Hasil Isolasi Bakteri Asam Laktat dari Buah-Buahan

.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

DAFTAR TABEL ... vi

PENDAHULUAN... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker ... 1

Sitotoksisitas ... 2

Metode Pengujian Sitotoksisitas ... 2

Sel Vero ... 3

Sel Kanker ... 3

Surian... 4

Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia... 5

BAHAN DAN METODE

Bahan ... 5

Metode ... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Daun Surian ... 7

Uji Fitokimia ... 8

Total Fenolik dan Flavonoid Ekstrak Daun Surian ... 9

Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian Terhadap Sel Vero dan MCF-7... 10

SIMPULAN DAN SARAN ... 12

Simpulan ... 12

Saran ... 12

DAFTAR PUSTAKA ... 12

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Rendemen ekstrak daun surian... 7

2 Komponen fitokimia ekstrak daun surian ... 8

3 Penentuan total fenolik dan flavonoid ekstrak daun surian ... 10

4 Nilai IC

50

ekstrak daun surian terhadap sel vero dan MCF-7 ... 12

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Toona sinensis Roemor ... 5

2 Morfologi sel vero dan MCF-7 ... 11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 16

2 Rendemen ekstrak daun surian... 17

3 Absorban standar asam galat pada panjang gelombang (

λ

) 765 nm ... 18

4 Absorban standar kuersetin

pada panjang gelombang (λ) 510 nm

... 19

5 Total fenolik ekstrak daun surian ... 20

6 Total flavonoid ekstrak daun surian ... 21

7 Inhibisi dan IC

50

ekstrak daun surian terhadap sel vero ... 22

8 Kurva inhibisi ekstrak daun surian terhadap sel vero ... 24

9 Inhibisi ekstrak daun surian terhadap sel MCF-7 ... 25

(10)

PENDAHULUAN

Penyakit kanker merupakan penyakit yang menjadi salah satu ancaman utama terhadap kesehatan manusia. Kematian akibat kanker diperkirakan akan meningkat setiap tahunnya dan diperkirakan pada tahun 2030 nanti sebanyak 12 juta penduduk di dunia akan mengalami kematian akibat kanker (NCI 2012). Kanker payudara merupakan penyakit kanker yang sering ditemui pada wanita setelah kanker leher rahim. National Cancer Institute (2012) memperkirakan pada tahun 2012 di Amerika Serikat akan ada kasus baru kanker payudara sebanyak 226,870 (wanita) dan 2,190 (laki-laki) dengan jumlah kematian sebanyak 39,510 (wanita) dan 410 (laki-laki) (NCI 2012).

Berbagai cara pengobatan telah dilakukan untuk mengobati penyakit kanker payudara, seperti kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan. Berbagai pengobatan tersebut banyak memiliki kelemahan seperti harganya yang mahal dan efek samping yang ditimbulkannya. Teknik pengobatan kemoterapi disamping membunuh sel-sel kanker juga dapat mengakibatkan rusaknya sel-sel normal yang menyerap obat tersebut. Berbagai efek samping pengobatan kanker lainnya diantaranya adalah kehilangan memori dan kurang gairah seksual akibat pengobatan dengan teknik radioterapi, dan fraktur pada tulang akibat pembedahan pada sel kanker (NCI 2012).

Berbagai kendala dan efek samping yang ditimbulkan oleh berbagai pengobatan kanker memicu perlunya suatu terobosan pengobatan kanker dengan efektifitas tinggi dan efek samping yang minimal. Salah satu upaya mengatasi penyakit kanker ini adalah mengembangkan pembuatan obat dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung senyawa antikanker. Pengembangan obat kanker dari tanaman ini dipandang memiliki beberapa keuntungan, seperti biayanya yang lebih murah, mudah didapatkan, dan efek samping yang ditimbulkan relatif sedikit. Indonesia sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas yang tinggi memiliki banyak tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat-obatan (Zuhud 2009). Kekayaan biodiversitas ini dapat dimanfaatkan untuk mengeksplorasi berbagai senyawa bioaktif yang berperan sebagai agen antikanker.

Salah satu tanaman yang diduga memiliki potensi sebagai antikanker adalah surian (Toona sinensis). Daun tanaman ini memiliki banyak senyawa fitokimia yang memiliki

banyak aktivitas farmakologi seperti antioksidan (Hseu et al. 2008), antidiabetes (Zhao et al. 2009), antihiperlipidemia (Hwei et al 2008), dan antikanker (Chen et al. 2009). Beberapa senyawa fitokimia yang terdapat di

dalam daun surian adalah β-karoten, lutein,

askorbat, α-tokoferol, asam galat, metil galat, dan kuersetin (Cheng et al 2009). Analisis terhadap senyawa fitokimia daun surian, baik kualitatif maupun kuantitatif, dapat digunakan untuk menduga senyawa-senyawa fitokimia yang terlibat terhadap aktivitas farmakologi daun surian, salah satunya sebagai antikanker.

Terkait potensinya sebagai agen antikanker, salah satu senyawa fitokimia ekstrak daun surian, yaitu asam galat, telah terbukti memiliki aktivitas sebagai agen antikanker terhadap sel kanker prostat (Chen et al. 2009). Beberapa penelitian lain juga melaporkan aktivitas ekstrak daun surian terhadap beberapa sel kanker, seperti sel kanker paru-paru kecil (Yang et al. 2010) dan besar (Wang et al. 2010). Ekstrak tanaman surian juga telah terbukti mampu menunjukan efek aktivitas antikanker pada sel kanker rahim dan kanker leukimia (Yang et al. 2006). Sampai saat ini belum ada laporan penelitian tentang aktivitas ekstrak daun surian terhadap sel kanker payudara baik secara in vitro maupun in vivo. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis senyawa fitokimia daun surian secara kualitatif dan kuantitatif, serta menguji aktivitas sitotoksisitas ekstrak daun surian terhadap sel vero dan sel kanker payudara MCF-7 secara in vitro. Hipotesis penelitian ini adalah ekstrak daun surian mengandung banyak senyawa fitokimia yang diuji secara kualitatif dan kuantitatif, tidak bersifat toksik terhadap sel vero, dan memiliki aktivitas sitotoksisitas terhadap sel MCF-7. Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai informasi penting tentang khasiat ekstrak daun surian dalam menghambat pertumbuhan sel kanker serta dapat dikembangkan menjadi produk antikanker yang selektif dan dapat menjadi substitusi obat anti kanker sintetik.

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker

(11)

2

tersebut disebabkan oleh kerusakan DNA akibat mutasi di gen vital yang mengontrol pembelahan sel. Beberapa mutasi mungkin dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-mutasi tersebut sering diakibatkan agen kimia maupun fisik yang disebut senyawa karsinogen (Murray et al. 2003).

Kanker dapat menyebabkan banyak gejala yang berbeda, bergantung pada lokasinya dan karakter dari keganasan dan ada tidaknya metastasis. Penyakit kanker ditandai dengan pertumbuhan abnormal sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali. Ada tiga ciri utama yang menandai keberadaan kanker, yakni kontrol pertumbuhan yang menurun atau tidak terbatas, invasi pada jaringan setempat, dan metastasis (penyebaran) ke bagian tubuh lain (Murray et al. 2003). Penyebaran sel kanker dapat dilakukan melalui aliran darah dan kelenjar getah bening.

Pengobatan kanker dapat dibagi menjadi tiga, yakni terapi radiasi, operasi, dan terapi adjuvant (pendamping). Terapi adjuvan dapat dibagi menjadi terapi hormonal, kemoterapi, dan imunoterapi (Hahn & Payne 2003). Penelitian yang ada terus mencoba mencari pengobatan yang efektif dengan efek samping yang minimal.

Pengobatan kemoterapi ditujukan untuk menghancurkan sel kanker sehingga ukuran kanker mengecil dan kemunculannya setelah pengobatan dapat dicegah. Doxorubicin merupakan salah satu obat kemoterapi yang umum digunakan untuk menangani berbagai jenis kanker. Imunoterapi merupakan upaya penggunaan senyawa tertentu untuk memicu kerusakan sel kanker oleh sistem pertahanan tubuh. Herceptin (trastuzumab) merupakan obat imunoterapi yang banyak digunakan dengan target spesifik, yaitu memblokade protein Her2/neu (Lewis 2003). Protein Her2/neu merupakan reseptor yang berfungsi mendorong pembelahan sel (ER+).

Sitotoksisitas

Sitotoksisitas merupakan kematian sel oleh komponen-komponen kimia atau mediator sel (sel T sitotoksik). Sitotoksisitas biasa digunakan sebagai pedoman di dalam laboratorium untuk mendeteksi kematian sel, tanpa melihat mekanismenya. Aktivitas sitotoksik merupakan proses penting dalam membunuh sel-sel kanker (Wyllie 2010).

National Cancer Institute (NCI) membedakan definisi sitotoksisitas, antitumor dan antikanker berdasarkan lingkup

pengerjaannya. Sitotoksisitas merupakan sifat toksik suatu agen kimia terhadap sel kanker yang diuji secara in vitro. Sifat toksik ini jika diujikan terhadap sel kanker secara in vivo maka agen kimia tersebut dikatakan memiliki aktivitas antitumor. Sementara itu, istilah antikanker digunakan untuk material yang memiliki sifat toksik terhadap sel kanker yang diuji secara klinis terhadap manusia (Itharat & Ooraikul 2007).

Salah satu contoh sitotoksisitas adalah cell-mediated cytotoxicity. Sel imunosistem seperti sel T sitotoksik, natural killer (NK), dan lymphokine activated dapat mengenali dan menghancurkan sel target. Walaupun mesin pengenalan yang digunakan setiap sel berbeda, mekanisme penghancuran sel target mungkin relatif sama (Wyllie 2010).

Ada dua kemungkinan mekanisme sitotoksik yang terjadi pada cell-mediated cytotoxicity. Pertama adalah mekanisme apoptosis yang mengakibatkan sel memicu autolitik cascade di dalam sel target dan fragmen DNA sebelum sel lisis. Mekanisme yang kedua adalah mekanisme lisis yang mengakibatkan terjadinya lisis molekul, khususnya perforin. Molekul ini disekresikan oleh efektor sel ke bagian intraseluler sel dan berpolimerasi membentuk pori di dalam membran sel target yang memicu terjadinya lisis. Kedua mekanisme ini saling melengkapi dan sangat mungkin terjadi (Wyllie 2010).

Metode Pengujian Sitotoksisitas

Uji sitotoksisitas secara in vitro didasarkan

pada “basal” sitotoksisitas yang diartikan

sebagai perubahan fungsi dasar sel pada semua sel yang diakibatkan oleh komponen kimia yang bersifat toksik terhadap sel. Pengujian secara in vitro biasanya digunakan sebagai skrining awal pada pengujian sitotoksisitas suatu agen kimia terhadap berbagai sel kanker. Teknik pengujian ini lebih sensitif dibandingkan pengujian secara in vivo yang membutuhkan konsentrasi agen kimia yang lebih tinggi dan terkadang tidak menunjukan aktivitas walaupun agen kimia tersebut menunjukan aktivitas pada pengujian secara in vitro (Itharat & Ooraikul 2007).

(12)

secara langsung jumlah sel dalam media kultur (Wyllie 2010).

Pengukuran aktivitas metabolisme selular dilakukan dengan mengukur tingkat ATP atau aktivitas mitokondria akibat kerusakan yang terjadi pada sel. Kerusakan pada sel akan mengakibatkan penurunan aktivitas metabolisme sel. Integritas membran diukur melalui pengukuran laktat dehidrogenase (LDH) di dalam medium ekstraseluler. Enzim ini secara normal terdapat di dalam sitosol dan tidak dapat diukur jika tidak terdapat kerusakan sel. Pengukuran fluorescent dye menunjukkan perubahan aktivitas metabolik yang mengindikasikan adanya kerusakan sel awal (Wyllie 2010).

Efek dan gejala yang ditimbulkan oleh senyawa kimia pada organ hewan hanya dapat dideteksi melalui uji secara in vivo. Oleh karena itu, senyawa kimia yang menunjukkan aktivitas sitotoksisitas pada pengujian in vitro harus diuji lanjut secara in vivo. Hal ini dilakukan untuk mengkonfirmasi aktivitas antitumor yang ditimbulkan oleh senyawa kimia yang diuji karena beberapa senyawa kimia yang telah diuji secara in vitro mungkin dimetabolisme sebagai senyawa yang bersifat tidak aktif ketika diuji secara in vivo (Itharat & Ooraikul 2007).

National Cancer Institute (NCI) telah mengimplementasikan secara luas program pengujian in vitro bahan obat untuk agen antikanker. Banyak laboratorium di dunia yang telah mengadopsi pengujian mikrokultur yang didasarkan atas reduksi metabolik senyawa 3-(4,5-dimethylthaizol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide (MTT) yang dikenal dengan nama MTT assay. Metode pengujian sitotoksisitas lainnya yang banyak digunakan adalah dengan penggunaan protein-binding dye sulforhodamine B (SRB) atau yang dikenal dengan nama SRB assay (Itharat & Ooraikul 2007).

Metode pengujian sitotoksisitas MTT dan SRB assay didasarkan pada prinsip kolorimetri. MTT assay didasarkan atas reduksi metabolik garam tetrazolium (MTT) yang tidak berwarna oleh aktivitas enzim mitokondria di dalam sel hidup membentuk garam formazan berwarna biru yang dapat dikuantitatifikasi secara spektrofotometri. Metode ini digunakan untuk menguji suspensi sel karena spesifik untuk sel hidup. SRB assay didasarkan atas pembentukan warna merah muda aminoxantin, yaitu protein anionik berwarna yang berisi dua gugus sulfonik yang terikat ke residu asam amino, dalam sel dengan kondisi lingkungan sedikit asam.

Protein yang terikat ini kemudian dilarutkan oleh basa lemah untuk diukur secara spektrofotometri. Pengujian secara kolorimetri ini digunakan untuk memperkirakan jumlah sel secara langsung melalui pengukuran indeks sensitifitas dari jumlah protein seluler yang secara linier berhubungan dengan kepadatan sel (Itharat & Ooraikul 2007).

Sel Vero

Sel vero merupakan sel monolayer berbentuk poligonal dan pipih yang diisolasi dari sel ginjal monyet hijau afrika oleh Yasumura dan Kawakita di universitas Chiba, Jepang. Sel ini merupakan tipe sel immortal, non tumorigenic fibroblastic cell (Goncalves et al. 2006). Sel ini akan menempel sangat kuat pada substrat yang berbahan polistirena dengan membentuk ikatan kovalen.

Sel vero memiliki jumlah interferon yang lebih sedikit dibandingkan dengan sel mamalia normal. Sel ini tidak memiliki kemampuan untuk mensekresikan interferon tipe 1 ketika diinfeksi oleh virus. Kekurangan interferon pada sel vero mengakibatkan sel ini sangat sensitif jika terinfeksi oleh berbagai jenis virus (Goncalves et al. 2006). Walaupun jumlah interferon sel vero sangat sedikit, sel ini masih memiliki reseptor interferon alfa dan beta sehingga mereka masih mampu merespon secara normal ketika interferon dari sumber lain ditambahkan ke dalam kultur sel.

Sel vero biasa digunakan untuk mempelajari pertumbuhan sel, diferensiasi sel, sitotoksisitas, dan transformasi sel yang diinduksi oleh berbagai senyawa kimia. Sel ini juga direkomendasikan untuk dijadikan sebagai sel model dalam mempelajari karsinogenesis secara in vitro. Adanya sel vero memudahkan dalam mempelajari perubahan sel yang meliputi pertumbuhan dan morfologinya akibat induksi berbagai senyawa kimia (Goncalves et al. 2006).

Sel Kanker

Sel kanker merupakan sel abnormal yang telah mengalami transformasi dari sel normalnya. Sel kanker dapat digunakan sebagai model biologi untuk menentukan sifat-sifat biologisnya dan analisis obat-obatan sebagai agen antikanker. Penelitian resistensi obat kanker menggunakan sel kanker dapat digunakan untuk mempelajari mekanisme pengaturan resistensi obat-obatan untuk penyakit kanker (Arya et al. 2011).

(13)

4

untuk penelitian relatif lebih murah dibandingkan dengan menggunakan subjek hewan coba. Penelitian menggunakan sel kanker dapat dilakukan relatif lebih cepat. Sel kanker dapat diperbanyak untuk berbagai keperluan penelitian dan dapat digunakan untuk penelitian baik secara in vitro maupun in vivo menggunakan hewan coba (Arya et al. 2011).

Dalam penggunaannya, sel kanker juga memiliki beberapa kekurangan. Sel kanker tidak menggambarkan heterogenitas kanker pada penderita kanker dan diantara penderita kanker sehingga dibutuhkan berbagai tipe sel kanker untuk menjelaskan heterogenitas kanker pada penderita kanker. Sel kanker juga subjek perubahan genetik yang mungkin mengalami perubahan fenotife untuk penelitian dalam jangka waktu yang lama. Beberapa tipe sel kanker yang telah diidentifikasi diantaranya adalah sel kanker payudara (MCF-7, BT-474, MDA-MBA231, T-47D), servik (HeLa), paru-paru (H460, H322, H187, N417), pankreas (PK1, CfPAC1, AsPC1), prostat (LNCaP, C4-2, dan PC-3), kolon (WiDr), dan getah lambung (MKN28) (Arya et al. 2011).

Salah satu contoh sel yang sering digunakan dalam penelitian adalah adalah sel kanker payudara yang telah dipatenkan oleh lembaga Michigan Cancer Foundation (MCF), yaitu sel MCF-7. Sel MCF-7 adalah jenis sel yang diisolasi pada tahun 1970 dari jaringan payudara wanita ras kaukasian. Sel MCF-7 biasa digunakan untuk berbagai penelitian tentang kanker payudara secara in vitro karena memiliki beberapa karakteristik yang sama dengan epitel payudara terkait kemampuan memproses estrogen dalam bentuk estradiol melalui reseptor estrogen di dalam sitoplasma (Pfeiffer 2004).

Sel MCF-7 memiliki beberapa karakteristik terkait sebagai sel model. Saat ditumbuhkan secara in vitro, sel MCF-7 mampu membentuk kubah dan tumbuh seperti sel epitel dalam lapisan monolayer. Pertumbuhan sel MCF-7 dapat dihambat oleh tumor necrosis factor alpha (TNF-α) dan perlakuan menggunakan anti estrogen yang dapat memodulasi insulin-like growth factor (Levenson & Jordan 1997). Komponen-komponen ini mampu mereduksi pertumbuhan sel kanker.

Surian

Surian merupakan tanaman kayu tahunan yang tersebar luas di kawasan asia (Chen et al. 2000). Nama latin tanaman surian yang

dikenal di Indonesia adalah Toona sinensis. Tanaman ini tergolong ke dalam divisi Magnoliofita, kelas Magnoliopsida, ordo Sapindales, famili Meliaceae, dan genus Toona. Genus Toona memiliki banyak spesies yang tersebar di berbagai negara di asia, seperti Toona calantas (mahoni Filipina), Toona ciliate (mahoni India), Toona febrifuge (mahoni Vietnam), Toona suriani (mahoni Indonesia), dan Toona sinensis (mahoni Cina) (Kumar et al 2012).

Tanaman surian banyak dijumpai di hutan-hutan primer dan sekunder. Tanaman ini menyebar di daerah Sumatera, Jawa, dan Sulawesi dengan rata-rata suhu tahunan 22oC. Pohon surian berukuran sedang sampai besar dengan ketinggian sampai 40 m. Kayu tanaman surian memiliki bobot yang ringan dengan warna kayu gubal merah muda dan teras coklat. Kulit batang surian terlihat pecah-pecah dan mengeluarkan aroma apabila dipotong. Surian mempunyai helai daun kecil dengan bentuk daun majemuk berukuran 32-120 cm (Staniforth & Edmons 1998).

Bagian tanaman surian seperti kayu, daun, akar, kulit, dan buah banyak memiliki kegunaan. Tanaman surian menghasilkan kayu dengan kualitas yang sangat baik dan biasa digunakan sebagai bahan mebel untuk interior ruangan, kerangka jendela, kursi, dan lemari. Daun dan tunas muda tanaman surian biasa digunakan sebagai sayuran di Cina dan makanan ternak di India. Beberapa bagian pohon, terutama kulit dan akarnya sering digunakan sebagai obat tradisional, seperti antidiare dan antidiuretik. Buah surian dapat digunakan sebagai obat tradisional untuk pengobatan infeksi pada mata (Staniforth & Edmons 1998).

Bagian-bagian tanaman surian seperti daun, akar, dan kulit memiliki banyak komponen bioaktif yang dapat berperan sebagai antioksidan, antikanker, dan antidiabetes. Berdasarkan hasil penelitian Rahmawan (2011), ekstrak etanol daun suren memiliki bioaktivitas yang tinggi dengan nilai LC50 sebesar 9.5 µg/ml terhadap larva udang A. salina. Daun tanaman surian sering digunakan secara tradisional untuk mengobati disentri, dermatitis, dan enteritis. Senyawa fitokimia yang terkandung dari hasil ekstrak daun surian diantaranya adalah β-karoten,

(14)

Gambar 1 Toona sinensis Roemor.

Ekstraksi dan Penapisan Fitokimia

Ekstraksi dalam ilmu farmasi merupakan pemisahan senyawa bioaktif tanaman menggunakan pelarut selektif melalui prosedur yang telah ditentukan. Selama proses ekstraksi, pelarut akan berdifusi ke dalam bagian tanaman dan akan melarutkan senyawa-senyawa bioaktif tanaman dengan tingkat kepolaran yang sama. Tujuan utama ekstraksi pada tanaman obat adalah untuk memperoleh senyawa-senyawa bioaktif tanaman yang memiliki peran farmakologi dan menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak diinginkan melalui perlakuan dengan pelarut selektif yang dikenal dengan istilah menstrum (Tiwari et al. 2011). Teknik umum dalam ekstraksi tanaman obat meliputi maserasi, perkolasi, digesti, soxlet, microwave-assisted extraction, dan sonikasi. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi kualitas hasil ekstraksi diantaranya adalah bagian tanaman yang akan diekstrak, pelarut, dan prosedur ekstraksi (Tiwari et al. 2011).

Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi sangat menentukan terhadap komponen-komponen bioaktif yang terekstrak. Pelarut yang baik untuk ekstraksi harus aman (tidak toksik), mudah diuapkan, memiliki tingkat absorbsi yang baik, dan tidak memiliki kemampuan yang mengakibatkan ekstrak membentuk kompleks dengan pelarut. Berbagai jenis pelarut yang sering digunakan dalam proses ekstraksi diantaranya adalah air, alkohol, kloroform, eter, dan aseton (Tiwari et al. 2011).

Air merupakan pelarut universal yang secara tradisional digunakan untuk ekstraksi dengan cara perebusan. Senyawa bioaktif flavonoid (umumnya antosianin) dan fenolik dapat larut di dalam air. Alkohol sangat

efektif untuk mengekstraksi senyawa polifenol dibandingkan dengan air. Penambahan air pada alkohol umumnya akan meningkatkan senyawa flavonoid yang terekstrak. Senyawa terpenoid sangat baik jika diekstraksi menggunakan pelarut dengan kepolaran yang rendah seperti kloroform. Eter secara umum digunakan untuk mengekstrak kumarin dan asam lemak. Aseton mampu melarutkan berbagai komponen hidrofilik dan lipofilik dari tanaman (Tiwari et al. 2011).

Tanaman memiliki banyak komponen bioaktif yang tersebar di berbagai bagian tanaman tersebut. Pemilihan metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan sangat menentukan terhadap senyawa-senyawa fitokimia yang akan terekstrak. Senyawa-senyawa fitokimia ini berperan terhadap aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh tanaman. Berbagai metode fitokimia telah dilakukan untuk mengidentifikasi senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat pada tanaman, seperti alkaloid, glikosida, saponin, fitosterol, fenol, tanin, flavonoid, terpen, asam amino, dan protein (Tiwari et al. 2011).

BAHAN DAN METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun surian (Toona sinensis), sel vero (ATCC CCL 81), sel kanker payudara MCF-7 (ATCC HTB 22), Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, Media

Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium (D -MEM), streptomisin, penicillin, 3-(4-,5 dimethylthiazol-2-yl)-2,5-difenil tetrazolium bromida (MTT), larutan 0.1 N HCl-isopropanol, aquades, alkohol absolut, etil asetat, n-heksana, metanol, kertas saring Whatmann No.1, kloroform, amoniak, H2SO4,

pereaksi Mayer’s, pereaksi Wagner, pereaksi Dragendroff, HCl, alumunium foil, logam Mg, FeCl3, H2SO4, AlCl3 10%, NaNO2 5%, NaOH 1 M, reagen Folin-Ciocalteau 10%, Na2CO3 7.5%, asam galat, kuersetin, anhidrida asetat.

Alat-alat yang digunakan adalah oven, penggiling, pipet tetes, pipet volumetrik, pipet mikro, neraca analitik, shaker, rotavapor, spektrofotometer, inkubator CO2, laminar air flow cabinet, perangkat sumur kultur, microplate reader, dan alat-alat gelas.

Metode

Ekstraksi Daun Surian (Handa et al. 2008)

(15)

6

udara terbuka. Pengeringan selanjutnya dilakukan di dalam oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Daun surian yang sudah kering digiling menggunakan alat penggiling (blender) sampai menjadi serbuk. Ekstraksi daun surian dilakukan menggunakan metode maserasi (pelarut etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana) dan perebusan (pelarut air).

Serbuk kering (simplisia) daun surian diekstraksi menggunakan berbagai pelarut dengan perbandingan 1:10 (b/v) secara maserasi selama 24 jam dengan pengadukan menggunakan shaker pada kecepatan 150 rpm. Hasil maserasi disaring dengan kertas Whatmann No. 1 dan filtratnya ditampung dalam wadah plastik. Perlakuan maserasi (menggunakan sampel daun, bekas maserasi sebelumnya) diulang hingga 3 kali. Hasil maserasi dipekatkan dengan rotavapor hingga didapat ekstrak yang kering. Ekstrak kemudian diukur berat bersihnya.

Ekstraksi daun surian menggunakan pelarut air dilakukan dengan cara merebus simplisia daun surian pada air mendidih selama 2 jam. Simplisia daun surian dicampurkan ke dalam air dengan perbandingan 1:10 (b/v), kemudian direbus pada suhu 100oC selama 2 jam. Hasil rebusan simplisia daun surian disaring dengan kertas Whatmann No. 1 dan filtratnya ditampung dalam wadah plastik. Perebusan simplisia daun surian alam air (menggunakan sampel daun, bekas perebusan sebelumnya) diulang hingga 3 kali. Filtrat hasil rebusan dikumpulkan dan kemudian dipekatkan dengan rotavapor hingga didapat ekstrak yang kering. Ekstrak diukur berat bersihnya.

Analisis Fitokimia (Vinod et al. 2010)

Uji alkaloid. Uji alkaloid dilakukan berdasarkan metode Meyer, Wagner, dan Dragendroff. Sebanyak 50 mg ekstrak ditambahkan 3 mL kloroform dan 3 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2 M. Fraksi asam diambil, kemudian ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, Dragendroff. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih oleh pereaksi Meyer, endapan coklat oleh pereaksi Wagner, dan endapan merah oleh pereaksi Dragendroff.

Uji saponin. Sebanyak 50 mg ekstrak dimasukan dalam gelas piala kemudian ditambahkan 50 ml air panas dan didihkan selama 5 menit, setelah itu disaring dan filtratnya digunakan untuk pengujian. Uji saponin dilakukan dengan pengocokan 10 mL filtrat dalam tabung reaksi tertutup selama 10

detik kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukan dengan terbentuknya buih atau busa yang stabil.

Uji flavonoid. Sebanyak 50 mg ekstrak ditambahkan methanol 30% sampai terendam dan dipanaskan selama 5 menit. Setelah dipanaskan, ekstrak disaring sehingga diperoleh filtratnya. Filtrat ekstrak kemudian ditambahkan 1 tetes NaOH 10%. Adanya flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah pada filtrat setelah ditambahkan NaOH 10%.

Uji tanin dan fenol. Sebanyak 0.1 gram ekstrak ditambahkan 2 mL air kemudian dididihkan selama beberapa menit. Lalu disaring dan filtratnya ditambah 1 tetes FeCl3 1% (b/v). Warna biru tua atau hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.

Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak 50 mg ekstrak ditambah asam asetat anhidrida sampai terendam dalam tabung reaksi dan dipanaskan selama 5 menit. Setelah dipanaskan, campuran ekstrak didinginkan dan kemudian ditambahkan 1 tetes H2SO4 pekat melalui sisi tabung. Cincin berwarna coklat akan terbentuk pada dua lapisan cairan. Warna hijau pada lapisan atas menunjukkan adanya steroid, sedangkan warna merah pada lapisan bawah menunjukkan adanya triterpenoid.

Penentuan Bilangan Total Fenolik (Javanmardi et al. 2003) dan Flavonoid (Jiang et al. 2009) Ekstrak Daun Surian

Sebanyak 0.2 ml ekstrak daun surian (tiga kali ulangan) dengan konsentrasi 100 mg/L, 2.5 ml reagen Folin-Ciocalteau 10%, dan 2 ml Na2CO3 7.5% dicampurkan dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 45oC. Absorban larutan diukur menggunakan spektofotometer pada panjang gelombang 765 nm. Total fenolik ekstrak daun surian diekspersikan sebagai miligram (mg) asam galat ekuivalen per gram bobot ekstrak kering (mg GAE/g ekstrak daun surian). Sebagai standar digunakan asam galat pada berbagai konsentrasi (0, 40, 60, 80, 100 mg/L).

(16)

kuersetin ekuivalen per gram ekstrak kering (mg QE/g ekstrak daun surian). Sebagai standar digunakan kuersetin pada berbagai konsentrasi (0, 20, 40, 60, 80, 100 mg/L).

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian Terhadap Sel Vero dan MCF 7 (Yang et al.

2010)

Uji Sitotoksisitas pada sel vero dan MCF-7 menggunakan metode MTT assay. Sel vero (ATCC CCL 81) dan MCF-7 (ATCC HTB 22) dibiakan dalam media DMEM, dilengkapi dengan 10% FBS (Fetal Bovine Serume), penicillin 100 U/ml, dan streptomisin 100 µg/ml. Sel (2x103 sel per sumur) di kultur dalam mikroplate berisi 100 µL media pertumbuhan per sumur dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 dan atmosfer 5% CO2.

Pengujian sitotoksisitas secara kolorimetri menggunakan reagen MTT. Ekstrak daun surian sebanyak 10 µL pada berbagai konsentrasi ditambahkan ke dalam kultur sel sehari setelah transplantasi. Konsentrasi ekstrak daun surian yang digunakan untuk perlakuan terhadap sel vero adalah 10, 50, 100, 500, dan 1000 µg/ml, sedangkan konsentrasi ekstrak daun surian untuk perlakuan terhadap sel MCF-7 sebesar 6.25, 12.5, 50, dan 100 µg/ml. Sel yang tidak mendapat perlakuan ekstrak daun surian dijadikan sebagai kontrol. Pada hari ketiga ditambahkan 20 µL reagen MTT sebanyak 5 mg/ml per sumur. Setelah 4 jam inkubasi ditambahkan 100 µ L larutan 0.1 N HCl-isopropanol ke dalam tiap sumur untuk melarutkan kristal formazan yang terbentuk. Pengukuran Absorban (A) dilakukan menggunakan microplate reader pada panjang gelombang 595 nm. Semua tahapan dilakukan triplo.

Analisis Data

% Inhibisi =

Nilai Inhibition concentration 50% (IC50)

ditentukan melalui persamaan regresi. IC50

adalah konsentrasi perlakuan yang mampu menghambat pertumbuhan sel sebanyak 50%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi Daun Surian

Ekstraksi daun surian dilakukan menggunakan berbagai pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda, yaitu air (polar), etanol 70% (polar), etil asetat (semi polar),

dan n-heksana (non polar). Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dan perebusan. Metode maserasi dilakukan untuk mengekstrak daun surian dengan pelarut etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana, sedangkan metode perebusan dilakukan untuk mengekstrak daun surian menggunakan pelarut air.

Metode maserasi dilakukan karena sangat sederhana dan baik digunakan untuk mengekstrak senyawa yang bersifat tidak tahan panas. Simplisia daun surian selama proses maserasi direndam ke dalam pelarut selama 2-3 hari. Perendaman simplisia dalam pelarut akan mengakibatkan dinding sel daun surian menjadi lisis sehingga senyawa bioaktif dalam daun surian akan keluar dan terlarut dalam pelarut yang digunakan (Tiwari et al. 2011). Sementara itu, ekstraksi daun surian dengan metode perebusan menggunakan pelarut air didasarkan atas kebiasan pada masyarakat dalam membuat jamu herbal dengan cara merebusnya dengan air.

Rendemen hasil ekstraksi menghasilkan nilai yang berbeda-beda sesuai dengan pelarut yang digunakan. Tabel 1 menunjukkan nilai rendemen kering oven ekstrak daun surian. Rendemen terbesar diperoleh pada ekstrak etanol 70% sebanyak 34.85%, diikuti oleh ekstrak air, etil asetat, dan n-heksana. Hasil ini mengindikasikan komponen-komponen bioaktif dalam daun surian lebih bersifat polar karena banyak terekstrak pada pelarut polar.

Daun surian kaya akan senyawa fenolik yang bersifat polar seperti asam galat, metil galat, dan flavonoid (Cheng et al. 2009). Hal inilah yang menyebabkan rendemen ekstrak daun surian lebih banyak pada pelarut yang bersifat polar (akuades dan etanol 70%) dibandingkan pelarut semipolar (etil asetat) dan non polar (n-heksana). Senyawa fenolik ini juga memiliki peran sangat besar terhadap aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh ekstrak daun surian, seperti sebagai antioksidan (Jiang et al. 2009), antivirus (Chen et al. 2008), dan potensi sitotoksisitasnya yang sangat kuat terhadap sel kanker prostat (Chen et al. 2009)

Tabel 1 Rendemen ekstrak daun surian

Ekstrak Bobot simplisia (g) Bobot ekstrak (g) Ren- demen (%)

(17)

8

Uji Fitokimia

Berbagai aktivitas biologi yang ditimbulkan oleh tumbuhan sangat dipengaruhi oleh senyawa fitokimia yang terkandung didalamnya. Senyawa-senyawa fitokimia yang terdapat pada ekstrak daun surian ini diantaranya adalah alkaloid, tanin, fenol, flavonoid, steroid, saponin, dan triterpenoid (Tabel 2). Berdasarkan hasil penelitian Chen et al. (2000), daun surian kaya akan senyawa flavonoid, alkaloid, terpen, dan antraquinon. Selain itu, Negi et al.(2011) juga melaporkan bahwa tumbuhan genus Toona mengandung senyawa fitokimia kumarin, flavonoid, fitosterol, fenol, tanin, fenol, alkaloid, triterpen, dan antrakuinon.

Perbedaan jenis pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi memberikan hasil yang berbeda terhadap senyawa fitokimia yang terdapat pada daun surian. Berdasarkan hasil uji fitokimia dapat terlihat senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar seperti steroid akan terekstrak ke dalam pelarut yang bersifat nonpolar (n-heksana). Senyawa triterpenoid juga lebih cenderung tertarik ke pelarut yang bersifat non polar walaupun masih bisa terekstrak oleh pelarut polar. Hal yang sama juga terlihat dari senyawa fitokimia yang bersifat lebih polar seperti fenol, flavonoid, dan tanin yang sebagian besar terekstrak ke dalam pelarut polar (air dan etanol 70%). Kepolaran senyawa fenol, flavonoid, dan tanin ini disebabkan oleh adanya gugus hidroksil pada senyawa tersebut.

Secara umum ekstrak etil asetat daun surian mengandung senyawa fitokimia yang lebih banyak dibandingkan semua ekstrak yang lainnya. Etil asetat merupakan pelarut semipolar sehingga masih mampu menarik komponen-komponen bioaktif daun surian baik yang bersifat polar maupun non polar. Banyaknya senyawa fitokimia yang terekstrak ini diharapkan berkorelasi positif terhadap aktivitas farmakologi yang ditimbulkan oleh ekstrak daun surian.

Senyawa fitokimia dalam daun surian ini memiliki berbagai efek farmakologi, terutama senyawa fenoliknya. Senyawa fenolik merupakan metabolit sekunder yang sangat melimpah dan secara luas terdistribusi di dalam tanaman (Dai & Mumper 2010). Salah satu aktivitas farmakologi yang ditimbulkan daun surian adalah aktivitas sitotoksisitasnya yang sangat kuat terhadap beberapa sel kanker, seperti sel kanker ovarium dan prostat (Chen et al. 2009).

Asam galat merupakan salah satu senyawa fenolik terbesar dalam daun surian berperan sebagai agen antikanker terhadap sel kanker leukemia (Yang et al. 2006) dan prostat (Chen et al. 2009) melalui mekanisme pembangkitan reactive oxygen species (ROS) yang menginduksi terjadinya apoptosis. Flavonoid dalam daun surian juga dilaporkan berperan sebagai antioksidan (Jiang et al. 2009). Salah satu senyawa fenolik yang lainnya, metil galat memiliki aktivitas antioksidan dan mampu menghambat terjadinya stres oksidatif yang ditimbulkan oleh hidrogen peroksida (Hsieh et al. 2004). Aktivitas antioksidan senyawa fenolik asam galat yang terdapat di dalam daun surian juga diduga berperan dalam aktivitas antikanker yang ditimbulkannya dengan cara mencegah perusakan DNA oleh serangan radikal bebas. Perusakan DNA akibat serangan radikal bebas dapat memicu terjadinya kanker (Sandhar et al. 2011).

Senyawa-senyawa fitokimia yang lainnya juga memiliki aktivitas farmakologi yang berbeda-beda. Tanin yang merupakan salah satu senyawa fenolik telah diketahui memiliki aktivitas antioksidan dan antimikroba. Saponin yang dikenal dengan zat busa (detergen) digunakan sebagai obat untuk hiperkolesterolemia, hiperglikemia, antioksidan, antikanker, dan antiinflamasi. Steroid pada tanaman diketahui memiliki aktivitas kardiotonik dan antibakteri (Sermakkani & Thangapandian 2010).

Tabel 2 Senyawa fitokimia ekstrak daun surian

Senyawa fitokimia Ekstrak

Air Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana

Alkaloid + + + +

Tanin + + + -

Fenolik + + + -

Flavonoid + + - -

Steroid - - + +

Saponin - - + -

Terpenoid + + + +

(18)

Total Fenolik dan Flavonoid Ekstrak Daun Surian

Penentuan total fenolik dan flavonoid didasarkan pada prinsip kolorimetri menggunakan metode Folin-Ciocalteau assay (FCA) dan alumunium chloride assay. Metode FCA yang digunakan untuk menentukan jumlah total fenolik dinilai lebih baik dibandingkan beberapa metode penentuan total fenolik lainnya seperti Folin-Denis assay (FDA). Prinsip penentuan total fenolik melalaui metode Folin-Ciocalteau assay adalah transfer elektron dalam kondisi medium basa dari senyawa fenolik ke asam fosfomolibdat (H3PMo12O40) atau fosfotungstat (H3PW12O40) yang terdapat di dalam reagen Folin-Ciocalteau membentuk kompleks warna biru yang diukur nilai absorbannya. Pembentukan kompleks warna biru ini sebanding dengan jumlah senyawa fenolik yang terkandung dalam suatu sampel (Dai & Mumper 2010). Sementara itu, reaksi antara senyawa flavonoid dengan reagen-reagen yang digunakan dalam penentuan total flavonoid akan membentuk kompleks warna jingga atau kuning. Intensitas warna ini yang diukur nilai absorbannya sebanding dengan jumlah total flavonoid yang terkandung dalam suatu sampel.

Jumlah total fenolik dan flavonoid ekstrak daun surian sangat dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan. Ekstrak etanol 70% daun surian memiliki jumlah total fenolik sebesar 500.30 mg GAE/g ekstrak. Total fenolik ekstrak etanol 70% ini lebih besar dibandingkan ekstrak air, etil asetat, dan n-heksana yang memiliki jumlah total fenolik masing-masing sebesar 465.30 mg GAE/g ekstrak, 192.80 mg GAE/g ekstrak, dan 109.30 mg GAE/g ekstrak (Tabel 3). Total flavonoid ekstrak daun surian juga lebih banyak terdapat pada ekstrak dengan pelarut polar, yaitu air dan etanol 70%. Namun, dalam penentuan total flavonoid ini, ekstrak air memiliki total flavonoid yang paling besar dibandingkan dengan semua ekstrak lainnya, yaitu sebesar 92.10 mg QE/g ekstrak. Total flavonoid untuk ekstrak etanol 70%, etil asetat, dan n-heksana masing-masing sebesar 62.96 mg QE/g ekstrak, 23.43 mg QE/g ekstrak, dan 12.70 mg QE/g ekstrak (Tabel 3). Pemilihan pelarut sangat mempengaruhi terhadap jumlah senyawa fenolik yang terekstrak. Pelarut polar seperti air dan etanol sangat efektif untuk mengekstraksi senyawa fenolik dan flavonoid. Hal inilah yang menyebabkan total fenolik dan flavonoid terbesar ekstrak daun surian terdapat pada

ekstrak dengan pelarut polar (air dan etanol). Ekstraksi senyawa fenolik dengan pelarut etanol akan lebih efektif karena tingkat kepolaran etanol lebih rendah dibandingkan air. Hal ini akan mengakibatkan dinding sel tumbuhan yang bersifat kurang polar lebih mudah didegradasi dan senyawa fenolik akan lebih mudah keluar dari sel tanaman (Tiwari et al. 2011). Pelarut lainnya yang sering digunakan untuk mengekstraksi senyawa fenol diantaranya adalah metanol yang cocok digunakan untuk mengekstraksi polifenol dengan berat molekul rendah dan aseton yang cocok digunakan untuk mengekstraksi senyawa fenolik dengan berat molekul yang lebih besar seperti flavanol (Dai & Mumper 2010).

Total fenolik terbesar ekstrak daun surian dalam peneitian ini (500.30 mg GAE/g ekstrak) lebih besar dibandingkan dengan total fenolik ekstrak daun surian hasil penelitian Liu et al. (2012), yaitu 427.53 mg/g ekstrak. Hal ini bisa disebabkan karena perbedaan pelarut yang digunakan. Senyawa fenolik seperti asam galat dan flavonoid yang terdapat pada daun surian ini diharapkan bisa memberikan efek sitotoksisitas terhadap sel kanker.

Asam galat adalah salah satu senyawa fenolik yang merupakan senyawa bioaktif terbesar dalam daun surian (Chen et al. 2009). Senyawa ini dilaporkan memiliki aktivitas antikanker, antioksidan, dan tidak bersifat toksik terhadap sel normal. Asam galat memiliki peran sebagai agen antikanker dengan cara menghambat proliferasi sel dan menginduksi apoptosis. Chen et al. (2009) melaporkan bahwa asam galat dalam daun surian dapat mengaktivasi caspase-9 dan caspase-3 yang memiliki peran dalam proses terjadinya apoptosis terhadap sel kanker prostat.

(19)

10

Tabel 3 Penentuan total fenolik dan flavonoid ekstrak daun surian

Sitotoksisitas Ekstrak Daun Surian

Uji sitotoksisitas dalam penelitian ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh tingkat sitotoksisitas ekstrak daun surian terhadap sel normal (vero) dan sel kanker (MCF-7). Hasil uji MTT menunjukkan semua ekstrak daun surian tidak bersifat toksik terhadap sel vero karena nilai IC50 >100 µg/ml. Nilai IC50 ekstrak daun surian terhadap sel vero masing-masing sebesar 463.03 (ekstrak air), 197.88 (ekstrak etanol 70%), 121.09 (ekstrak etil asetat), dan 217.43 µg/ml (ekstrak n-heksana) (Tabel 4). Ekstrak air daun surian memiliki tingkat sitotoksisitas yang paling rendah terhadap sel vero dibandingkan dengan semua ekstrak yang lainnya. Tingkat toksisitas pelarut air yang sangat rendah dibandingkan dengan semua pelarut yang lainnya diduga memberikan pengaruh terhadap sitotoksisitas ekstrak air daun surian ini terhadap sel vero (Tiwari et al. 2011).

Tingkat sitotoksisitas semua ekstrak daun surian yang sangat lemah terhadap sel vero juga diduga dipengaruhi oleh senyawa asam galat yang merupakan senyawa bioaktif terbesar dalam daun surian. Berdasarkan hasil penelitian Izusugawa et al. (2001), sitotoksisitas asam galat bersifat selektif terhadap sel kanker. Jumlah enzim katalase dalam setiap sel sangat menentukan perbedaan selektifitas setiap sel yang diinduksi asam galat. Enzim katalase yang terdapat di dalam sel akan meningkatkan terjadinya apoptosis sel. Ekspresi enzim katalase sel normal yang lebih rendah dibandingkan sel kanker mengakibatkan ekstrak daun surian yang banyak mengandung asam galat tidak bersifat toksisk terhadap sel vero.

Nilai IC50 semua ekstrak daun surian terhadap sel kanker payudara MCF-7 pada penelitian ini tidak bisa ditentukan karena pada konsentrasi ekstrak terbesar (100 µg/ml) tidak menghasilkan %inhibisi >50% terhadap sel MCF-7. Oleh karena itu, nilai IC50 ekstrak daun surian terhadap sel MCF-7 disimpulkan >100 µg/ml (tabel 4). Berdasarkan Natianal Cancer Institute (NCI), nilai ini menunjukkan

aktivitas antikanker ekstrak daun surian sangat lemah terhadap sel kanker MCF-7. Ekstrak kasar dikatakan memiliki potensi yang kuat sebagai agen antikanker jika nilai IC50 < 30 µg/ml (Itharat dan Ooraikul 2007).

Ekstrak etil asetat memiliki persen inhibisi terbesar terhadap sel MCF-7 dengan nilai persen inhibisi sebesar 45.1% pada konsentrasi 100 µg/ml. Walaupun berdasarkan standar NCI nilai persen inhibisi ini tidak menunjukkan potensi sebagai agen antikanker, namun pada konsentrasi yang sama nilai ini lebih besar dibandingkan semua ekstrak yang lain, yaitu 17.6%, 21.4%, dan 14.2% masing-masing untuk ekstrak air, etanol 70%, dan n-heksana (Lampiran 14). Beberapa penelitian memang menyebutkan ekstrak dengan pelarut etil asetat memiliki aktivitas antikanker yang lebih baik terhadap sel MCF-7 dibandingkan dengan pelarut lainnya. Harun et al. (2010) menyebutkan ekstrak etil asetat Eupatorium memiliki potensi sitotoksisitas terhadap sel MCF-7 melalui peningkatkan ekspresi protein LC3-A yang mengindikasikan kematian sel.

Senyawa fitokimia ekstrak etil asetat daun surian yang lebih banyak dibandingkan dengan semua ekstrak yang lainnya mungkin memberikan efek sinergisme dalam nilai persen inhibisi yang dihasilkan terhadap sel MCF-7. Senyawa saponin yang hanya terekstrak pada pelarut etil asetat diduga memberikan efek sitotoksisitas terhadap sel MCF-7. Cao et al (2006) melaporkan bahwa senyawa saponin pada ekstrak Albizia gummiera memiliki aktivitas sitotoksisitas yang tinggi terhadap beberapa sel kanker.

Sitotoksisitas ekstrak daun surian yang rendah terhadap sel MCF-7 diduga karena sel MCF-7 bersifat resisten terhadap senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak daun surian. Beberapa gen yang terlibat dalam peristiwa apoptosis dilaporkan bersifat resisten terhadap beberapa agen kemoterapi, seperti multidrug resistance protein (MDR1), multidrug resistance associated protein (MRPs), gluthatione-S-transfetrase (GST), dan dihydropyrimidine dehydrogenase (DPD)

Analisis Kuantitatif

Ekstrak

Air Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana

Total Fenolik

(mg GAE/g ekstrak) 465.30 500.30 192.80 109.30

Total Flavonoid (mg

(20)

(Mahavorasirikul 2010). Gen-gen yang terlibat dalam apoptosis ini diduga memiliki peran dalam sifat resistensi yang ditimbulkan sel MCF-7 terhadap ekstrak daun surian.

Penelitian lain juga menyebutkan sel MCF-7 menunjukkan sifat resisten terhadap beberapa agen antikanker, salah satunya adalah doxorubicin. Protein P-glikoprotein (Pgp) yang diekspresikan oleh sel MCF-7 akan mengeluarkan doxorubicin dari dalam sel sehingga sel MCF-7 akan terhindar dari kematian (apoptosis sel). Sel MCF-7 merupakan salah satu sel kanker yang mampu mengekspresikan MDR1. Gen MDR1 yang diaktivasi oleh sel kanker MCF-7 ini akan meningkatkan ekspresi P-glikoprotein (Pgp). Mekanisme ini yang mengakibatkan sel kanker MCF-7 bersifat resisten terhadap beberapa agen kemoterapi (Gyorffy et al. 2008). Melalui mekanisme ini juga diduga sel MCF-7 mampu menghindar dari mekanisme apoptosis yang dipicu oleh senyawa-senyawa bioaktif yang terdapat dalam ekstrak daun surian. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab tingkat sitotoksisitas ekstrak daun surian sangat lemah terhadap sel MCF-7.

Gambar 2 menunjukkan morfologi normal sel vero dan sel MCF-7 sebelum diinduksi ekstrak daun surian dan perubahannya ketika mengalami inhibisi karena adanya induksi ekstrak daun surian yang diamati menggunakan mikroskop. Melalui gambar tersebut terlihat sel vero yang mengalami

inhibisi diatas 50% mengalami banyak perubahan morfologi selnya dibandingkan sel vero yang mengalami inhibisi di bawah 50%. Perubahan morfologi ini sebanding dengan tingkat inhibisi yang dialami sel vero ketika diinduksi oleh ekstrak daun surian. Sementara itu, nilai persen inhibisi MCF-7 dibawah 50% hanya memperlihatkan sedikit perubahan morfologi sel yang lebih sedikit dari morfologi sel normalnya. Pada morfologi sel MCF-7 masih banyak terdapat sel-sel MCF-7 yang tidak mengalami perubahan morfologi dari sel normalnya setelah diinduksi oleh ekstrak daun surian. Perubahan morfologi sel vero dan MCF-7 ini ditandai dengan beberapa perubahan fisik seperti ukuran sel yang semakin mengecil maupun membesar setelah diinduksi ekstrak daun surian (Gambar 2).

Perubahan morfologi seluler bisa disebabkan oleh apoptosis yang terjadi pada sel. Mekanisme apoptosis ini sering digunakan untuk menjelaskan mekanisme antikanker yang ditimbulkan oleh berbagai senyawa obat. Sel vero dan MCF-7 yang mengalami inhibisi karena diinduksi oleh ekstrak daun surian ini mungkin mengalami mekanisme apoptosis yang mengakibatkan terjadinya perubahan pada morfologi selnya. Perubahan morfologi seluler akibat mekanisme apoptosis ini dapat terjadi dalam beberapa tahapan, yaitu penyusutan densitas sel, kondensasi dan fragmentasi kromatin sel, serta fragmentasi inti sel (Wyllie 2010).

a b

c d e

Gambar 2 Morfologi sel vero dan MCF-7: a) sel vero normal, b) sel MCF-7 normal, c) sel vero inhibisi <50%, d) sel vero inhibisi >50%, e) sel MCF-7 inhibisi <50%

(21)

12

Tabel 4 Nilai IC50 ekstrak daun surian terhadap sel vero dan MCF-7

Sel

Ekstrak

Air (

µg/ml

) Etanol 70 % (

µg/ml

) Etil Asetat (µg/ml) N-Heksana (

µg/ml)

Vero 464.03 197.88 121.09 217.43

MCF-7 >100 >100 >100 >100

Keterangan : Potensi antikanker berdasarkan National Cancer Institute (NCI) Guideline, Aktif (IC50 < 30 µg/ml), moderat aktif (30 µg/ml ≤ IC50 < 100 µg/ml), tidak aktif (IC50 ≥ 100 µg/ml).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Rendemen terbesar ekstrak daun surian diperoleh pada ekstrak etanol 70% sebesar 34.90%. Senyawa fitokimia yang terdapat dalam daun surian ini adalah alkaloid, triterpenoid, flavonoid, saponin, tanin, fenol, dan steroid. Hasil kuantifikasi senyawa fitokimia menunjukkan jumlah total fenolik dan flavonoid tertinggi ekstrak daun surian masing-masing sebesar 500.30 mg GAE/g ekstrak (ekstrak etanol 70%) dan 92.10 mg QE/g ekstrak (ekstrak air). Ekstrak daun surian tidak besifat toksik terhadap sel vero dan MCF-7 dengan nilai IC50 semua ekstrak >100 µg/ml yang mengindikasikan ekstrak daun surian aman untuk sel normal tetapi potensinya sebagai senyawa antikanker terhadap sel kanker payudara MCF-7 tergolong tidak aktif.

Saran

Perlu dieksplorasi lagi senyawa-senyawa obat yang memiliki potensi sitotoksisitas yang kuat terhadap sel kanker payudara dari berbagai sumber tanaman yang lainnya. Melihat kandungan senyawa fitokimia daun surian, perlu dilakukan pengujian lagi sitotoksisitas ekstrak daun surian terhadap berbagai sel kanker lainnya, seperti sel kanker pankreas dan getah lambung.

DAFTAR PUSTAKA

Arya V et al. 2011. Human cancer cell lines-A brief communication. J Chem Pharm Res 3(6): 514-520.

Cao S et al. 2006. Cytotoxic triterpenoid saponins of Albizia gummiera from the Madagascar rain forest. J Nat Prod 70: 361-366.

Chen CJ et al. 2008. Toona sinensis Roem tender leaf extract inhibits SARS

coronavirus replication. J Ethnopharmacol 120: 108-111.

Chen HM et al. 2009. Gallic acid, a major component of Toona sinensis leaf extracts, contains a ROS-mediated anti-cancer activity in human prostate anti-cancer cells. J Canlet 10: 1016.

Chen TS et al. 2000. Preliminary study of chemical constituens from leaves of Toona sinensis. J Sci Tech 20: 1-2.

Cheng KW et al. 2009. Analysis of antioxidant activity and antioxidant constituents of Chinese toon. J Funct Food 1: 253 –259.

Dai J, Mumper RJ. 2010. Plant phenolic: extraction, analysis and their antioxidant and anticancer properties. Molecules 15 : 7313-7352.

Goncalves EM, Ventura CA, Yano T, Macedo MLD, Ganeri SC. 2006. Morfhological and growth alterations in vero cells transformed by cysplatin. Cell biol 30: 485-494.

Gyorffy B et al. 2008. Prediction of doxorubicin sensitivity in breast tumors based on gene expression profiles of drug-resistent cell line correlates with patient survival. Nature, ISSN: 0950-9232.

Hahn DB, Payne WA. 2003. Focus on Health. New York: Mc-Graw Hill.

Handa SS, Khanuja SPS, Longo G, Rakesh DD. 2008. Extraction Technology for Medicinal and Aromatic Plants. Trieste: United Nations Industrial Development Organization and the International Centre for Science and High Technology.

(22)

Research in Molecular Medicine (INFORMM).

Hseu YC et al. 2008. Antioxidant activities of Toona sinensis leaves extracts using different antioxidant models. J Food Chem Toxicol 46: 105-114.

Hsieh TJ et al. 2004. Protective effect of methyl galate from Toona sinensis (Meliaceae) against hydrogen peroxide-induced oxidative stress and DNA damage in MDCK cells. J Food Chem Toxicol 42: 843-850.

Hwei WP et al. 2008. Toona sinensis roem (Meliaceae) leaf extract alleviates hyperglycemia via altering adipose glucose transporter 4. J Food Chem Toxicol 46: 2554-2560.

Isuzugawa K et al. 2001. Catalase content in cells determine sensitivity to the apoptosis inducer gallic acid. Biol Pharm Bull 24: 1022-1026.

Itharat A, Ooraikul B. 2007. Research on Thai medicinal plants for cancer treatment. Di dalam: Acharya SN, Thomas JE, editor. Advances in Medicinal Plant Research. Ed ke-2. Kerala: Research Signpost. Hlm 287-314.

Jiang SH et al. 2009. Antioxidant properties of the extract and subfractions from old leaves of Toona sinensis Room (Meliaceae). J Food Biochem 33: 425-441.

Javanmardi J, Stushnoff C, Locke E, Vivanco JM. 2003. Antioxidant activity and total phenolic content of Iranian Ocimum accessions. J Food Chem 83: 547-550.

Kumar S, Rana M, Kumar D, Kashyap D, Rana M. 2012. A mini review on the phytochemistry and pharmacological activities of the plant Toona ciliate (Meliaceae). Int J Phytothear Res 2: 8-18.

Levenson AS, Jordan VC. 1997. MCF:the first hormone-responsive breast cancer cell line. Cancer Research 57:3071-3078.

Lewis R. 2003. Human Genetics: Concepts and Application. New York: McGraw-Hill.

Liu J, You L, Wang C, Liu R. 2012. Antioxidization and antiproliferation of extract from leaves of Toona sinensis [abstrak]. NCBI, in press.

Murray RK et al. 2003. Biokimia Harper. Penerjemah: Andri et al. Jakarta: ECG. Terjemahan dari Harper’s Biochemistry.

Mahavorasirikul W, Viyanant V, Chaijaroenkul W, Itharat A, Bangchang KN. 2010. Cytotoxic activity of Thai medicinal plants again human cholangiocarcinoma, laryngeal and hepatocarcinoma cells in vitro. J BMC Complemen Altern Med 10: 55-62.

[NCI]. 2012. Breast Cancer.

http://www.cancer.gov/cancertopics/types /breast. html (11 Februari 2012).

[NCI]. 2012. Cancer Treatment.

http://www.cancer.gov/cancertopics/treat ment. html (11 Februari 2012)

Negi JS, Bisht VK, Bhandari AK, Bharti MK, Sundriyal RC. 2011. Chemical and pharmacology aspect of Toona (Meliaceae). Res J Phytochem 5(1): 14-21.

Pfeiffer TJ. 2004. Phytoestrogens may inhibit proliferation of MCF-7 cells, an estrogen-responsive breast adenocarcinoma cell line [Tesis]. Worcester: Worcester Polytechnic Institute.

Rahmawan AJ. 2011. Bioaktivitas ekstrak etanol daun suren beureum (Toona sinensis Roemoer) terhadap larva udang Artemia salina Leach [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.

Sandhar HK et al. 2011. A review of phytochemistry and pharmacology of flavonoid. J Int Pharm Sci Vol 1 : 25-41.

Sermakkani M, Thangapandian V. 2010. Phytochemical screening for active compounds in Pedalium murex L. J Rec Res Sci Tech 2: 110-114.

Shoeb M. 2006. Anticancer agents from medical plants. J Pharmacol. 1: 35-41.

Staniforth M, Edmonds JM. 1998. Toona sinensis Meliaceae. Malden: Blackwell Publishers. Hlm 186-193.

Tiwari P, Kumar B, Kaur G, Kaur H, Kaur M. 2011. Phytochemical screening and extraction : A review. J Int Pharm Sci 1 : 98-106.

(23)

14

Dendrophthoe falcata (L.F.) Ettingsh. Int J Pharm Sci Res 1: 39-45.

Wang CY et al. 2010. Toona Sinensis Extracts Induced Cell Cycle Arrest In The Human Lung Large Cell Carcinoma. J Med Sci 26:68–75.

Wyllie AH. 2010. Apoptosis, Cell Death, and Cell Proliferation 3rd. Roche Applied Science.

Yang CJ et al. 2010. Antiproliferative effect of Toona sinensis leaf extract on non-small cell lung cancer. J Trsl Res 3: 305-314.

Yang HL et al. 2006. Toona sinensis extracts induces apoptosis via reactive oxygen species in human premyelocytic leukemia cell. J Food Chem Toxicol 44: 1978-1988.

Zhao J, Zhou XW, Chen XB, Wang QX.

2009. α- Glucosidase inhibitory constituent. Chem Nat Compounds 45: 244-246.

(24)
(25)

16

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Preparasi sampel (daun surian)

Ekstraksi daun surian

Uji fitokimia ekstrak daun surian

Penentuan Total Fenolik dan Flavonoid Ekstrak Daun Surian

Uji Sitotoksisitas ekstrak daun surian terhadap sel Vero dan MCF-7

(26)

Lampiran 2 Rendemen ekstrak daun surian

Ekstrak

Bobot simplisia

(gram)

Bobot ekstrak

(gram)

Rendemen (%)

Air

20

6.707

33.54

Etanol 70%

20

6.970

34.85

Etil asetat

20

1.276

6.38

N-heksana

20

0.263

1.31

Contoh perhitungan :

Ekstrak air: Rendemen =

=

= 33.54%

Ekstrak etanol: Rendemen =

=

= 34.85%

Ekstrak etanol: Rendemen =

=

= 6.38%

Ekstrak etanol: Rendemen =

=

(27)

18

Lampiran 3

Absorban standar asam galat pada panjang gelombang (λ) 765 nm

Ulangan Konsentrasi Asam Galat (mg/L)

0 (Blanko) 40 60 80 100

Absorban

1 0 0.1190 0.1930 0.3020 0.3430

2 0 0.1180 0.2120 0.2900 0.3610

3 0 0.1180 0.2270 0.2940 0.3690

Rata-Rata 0 0.1183 0.2107 0.2953 0.3577

y = 0,004x - 0,0354 R² = 0,9927

0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,30 0,35 0,40

0 20 40 60 80 100 120

Abs

or

b

an

Konsentrasi asam galat (mg/L)

(28)

Lampiran 4 Absorban standar kuersetin

pada panjang gelombang (λ) 510 nm

Ulangan Konsentrasi Kuersetin (mg/L)

0 (Blanko) 20 40 60 80 100

Absorban

1 0 0.1190 0.3190 0.4910 0.7000 0.8800

2 0 0.1220 0.3480 0.4820 0.6710 0.9000

3 0 0.1370 0.3240 0.5930 0.6900 0.8300

Rata-Rata 0 0.1260 0.3303 0.5220 0.6870 0.8700

y = 0.0092x - 0.0463 R² = 0.9986

0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,60 0,70 0,80 0,90 1,00

0 20 40 60 80 100 120

Ab

sor

b

an

Konsentrasi kuersetin (mg/L)

(29)

20

Lampiran 5 Total fenolik ekstrak daun surian

Ulangan Ekstrak (konsentrasi)

Air Etanol 70% Etil Asetat N-Heksana

Absorban (A)

1 0.1630 0.1660 0. 0480 0.0080

2 0.1490 0.1640 0.0430 0.0160

3 0.1400 0.1640 0.0340 0.0010

Rata-Rata 0.1507 0.1647 0.0417 0.0083

Konsentrasi ekstrak (mg/L)

100 100 100 100

Bobot Ekstrak(mg) 0.02 0.02 0.02 0.02

Total Fenolik (mg/L) 46.5250 50.0250 19.2750 10.9250

Total Fenolik GAE (mg/g) 465.30 500.30 192.80 109.30

Contoh Perhitungan :

Ekstrak air

Persamaan garis kurva standar asam galat: y = 0.004x-0.0354

A rata-rata =

=

= 0.1507

Y (absorban) = 0.004x(Total fenol)-0.0354

0.1507= 0.004(x)-0.0354

0.004x= 0.1861

Total fenolik kurva standar (x) = 46.525 mg/L

Total Fenolik GAE (C)=

c. (V/m)

C= konsentrasi total fenolik dari kurva standar

V= volume ekstrak

M = berat ekstrak

C = 46.525 mg/L (0.0002 L/0.02 mg)

= 0.4653 mg/mg GAE = 465.30 mg/g GAE

Ekstrak N-Heksana

A rata-rata =

=

= 0.0016

Y (absorban) = 0.004x(Total fenol)-0.0354

0.0083= 0.004(x)-0.0354

0.004x= 0.0437

Total fenolik kurva standar (x) = 10.925 mg/L

Total Fenolik GAE (C)=

c. (V/m)

C= konsentrasi total fenolik dari kurva standar

V= volume ekstrak

M = berat ekstrak

C = 10.925 mg/l (0.0002L/0.02 mg)

(30)

Lampiran 6 Total flavonoid ekstrak daun surian

Ulangan Faktor Pengenceran

(FP)

Ekstrak (konsentrasi)

Air Etanol

70%

Etil Asetat

N-Heksana

Absorban

1 11 0.3410 0.2220 0. 0540 0.0060

2 11 0.3440 0.2100 0.0520 0.0070

3 11 0.3320 0.2190 0.0490 0.0070

Rata-Rata 0.3390 0.2170 0.0517 0.0067

Konsentrasi Ekstrak (mg/L)

5000 5000 5000 5000

Bobot Ekstrak (mg) 2.5 2.5 2.5 2.5

Total Flavonoid (mg/L) 41.88 28.62 10.65 5.76

Total Flavonoid GAE (mg/g)

92.10 62.96 23.43 12.70

Contoh perhitungan

Ekstrak air

Persamaan garis kurva standar asam galat: y = 0.0092x-0.0463

A rata-rata =

=

= 0.0857

Y (absorban) = 0.0092x (Total flavonoid)-0.0463

0.3390= 0.0092(x)-0.0463

0.3853= 0.009(x)

X= 41.88 mg/L

Total flavonoid (x) = 41.88

Total flavonoid GAE (C)=

c. (V/m). FP

Gambar

Gambar 1 Toona sinensis Roemor.
Tabel 1 Rendemen ekstrak daun surian
Tabel 3 Penentuan total fenolik dan flavonoid ekstrak daun surian
Gambar 2 Morfologi sel vero dan MCF-7: a) sel vero normal, b) sel MCF-7 normal, c) sel vero

Referensi

Dokumen terkait

Metode : Merupakan penelitian eksperimental rancangan acak lengkap dengan subjek penelitian kudapan ekstrusi jagung dengan empat perlakuan substitusi kedelai (0, 25, 50, dan

Kemudian dilakukan analisis dan variabel yang tidak layak masuk dalam regresi dikeluarkan satu persatu.Tetapi out put di atas semua variabel layak untuk dimasukkan dan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Keikutsertaan Senam Hamil dengan Waktu Persalinan Kala II

Namun, tidak mudah untuk menetapkan pola gerakan dalam perjuangan upah baik di internal serikat atau eksternal dengan aliansi sesama serikat buruh sehingga perdebatan

d. Istri tidak berkeberatan untuk pindah tempat apabila suami menghendaki, kecuali apabila suami bermaksud jahat dengan kepergiannya itu atau tidak membuat aman diri

Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Rahmah (2013) yang menunjukkan bahwa galur yang memiliki produktivitas lebih tinggi dibandingkan varietas

Penulis dapat mengatakan bahwa pelaksanaan pengawasan tahunan yang dilakukan oleh Inspektorat Kota Baubau terhadap capaian kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Baubau

Salah satu parameter penting untuk mengukur kualitas antena adalah gain.Gain sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan rapat daya maksimum suatu antena terhadap rapat