• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Informasi Budaya Nyeupah Eureuh Di Masyarakat Sunda Melalui Media Buku Ilustrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perancangan Informasi Budaya Nyeupah Eureuh Di Masyarakat Sunda Melalui Media Buku Ilustrasi"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Rahman Hidayat

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 08 November 1994

Alamat : Kp.Cangkring Rt.01 Rw.15 Kel.Jelekong Kec.Baleendah Kab.Bandung Jawa Barat 40375 Riwayat Pendidikan : 2000-2006 SDN ME SUBIADINATA.

2006-2009 SMPN 2 BALEENDAH. 2009-2012 SMAN 1 CIPARAY.

2012-2016 Universitas Komputer Indonesia, Program Studi Desain Komunikasi Visual. Nomor Handphone : 089699298743 – 085320890702

E-mail : Rahmanhidayathidas@yahoo.com

(5)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INFORMASI BUDAYA NYEUPAH SEUREUH DI MASYARAKAT SUNDA MELALUI MEDIA BUKU ILUSTRASI

DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2012-2013

oleh:

Rahman Hidayat NIM. 51912192

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG

(6)
(7)

vi I.1 Latar Belakang Masalah ... I.2 Identifikasi Masalah ... I.3 Rumusan Masalah ... I.4 Batasan Masalah ... I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan ...

BAB II. BUDAYA NYEUPAH SEREUH DI MASYARAKAT

SUNDA ... II.1 Sejarah Menyirih Di Nusantara ... II.2 Menyirih Di Jawa ... II.3 Menyirih Di Nusa Tenggara ... II.4 Menyirih Di Kalimantan ... II.5 Menyirih Atau Nyeupah Sereuh Di Sunda ... II.5.1 Kebudayaan Sunda ... II.5.2 Nyeupah Sereuh Dalam Budaya ………... II.5.3 Bahan – bahan Nyeupah Sereuh ... II.5.4 Nyeupah Sereuh Dalam Tradisi Lainnya…………... II.5.4.1 Makna seupaheun ……... II.5.4.2 Tradisi Melamar Sunda ... II.5.4.3 Sebagai Tanda Penghormatan ...

(8)

vii II.6 Data Lapangan ... II.6.1 Kuesioner Masyarakat Secara Umum ... II.6.2 Wawancara Warga Yang Masih Nyeupah Seureuh ... II.6.3 Observasi Lapangan Mencari Literatur Buku ... II.6.4 Observasi Lapangan Kampung Naga ………... II.6.5 Wawancara Budayawan Sunda ……….. II.7 Analisis Masalah ... II.8 Resume Yang Mengarah Pada Solusi ...

(9)

viii IV.2.2 Poster ... IV.2.3 X-Banner ... IV.2.4 T-Shirt ... IV.2.5 Stiker ... IV.2.6 Totebag ... IV.2.7 Gantungan ... IV.2.8 Buku Catatan / Notebook ...

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

61 62 63 64 65 66 67

(10)

68 DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku

Komang, I & Dkk (2015). Desain Pesan (Kajian Analitis Desain Visual). Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mustapa, Hasan. (2010). Adat Istiadat Sunda. Bandung: Alumni.

Noorduyn, J., & Teeuw, A. (2006). Tiga Pesona Sunda Kuna. Jakarta: Pustaka Jaya.

Pabotinggi, Mochtar. (2014). Asia Tenggara Dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid 1 Tanah Dibawah Angin. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Rachmat, Otong. (2000). Materi Dasar Ilmu Budaya Sunda. Bandung: Universitas Pasundan.

Sauni, S. (1986). Gunana Sereuh. Bandung: Tarate Bandung.

Sumber Jurnal

Hidayat, Fikri. (2014). Perancangan Buku Cerita Bergambar Tradisi Pawang Hujan. Journal from Computer University of Indonesia.

Sumber Jurnal Internet

Forth, G. (1998). KITLV: Vol 154. Ritual implications of settlement change: An Eastern Indonesian example. Diambil dari: http://booksandjournals.brillonline.com/content/journals/10.1163/22134379 -90003886?crawler=true. [12 April 2016].

(11)

69 Sumber Artikel Internet

Amurwani DL. Tanpa tahun. Kebiasaan Menginang Pada Masyarakat Kalimantan Timur. Tersedia di: http://uun-

halimah.blogspot.co.id/2007/11/kebiasaan-menginang-pada-masyarakat.html [27 Maret 2016].

Balai Kajian dan Perkembangan Budaya Melayu. Tanpa tahun. Menginang atau Menyirih. Tersedia di: http://culture.melayuonline.com [8 April 2016].

Euis Elih Nurlaelih. 2012. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Lingkungan (Bagian 1). Tersedia di: http://euis.lecture.ub.ac.id/2012/03/artikel/ [12 April 2016].

Farhan Aziz Lubis. Tanpa tahun. Pengertian Kearifan Lokal Lengkap. Tersedia di: http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-kearifan-lokal-lengkap.html [10 April 2016].

Hendaru Tri Hanggoro. Tanpa tahun. Katakan Cinta Dengan Sirih. Tersedia di: http://historia.id/budaya/katakan-cinta-dengan-sirih [9 April 2016].

Juli Ramadhan Rambe. 2011. Lirih Sirih. Tersedia di: http://niasonline.net/2011/10/04/lirih-sirih/ [27 Maret 2016].

(12)

1 BAB I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Daun sirih di Nusantara sudah menjadi kebutuhan di tatanan kehidupan masyarakat, baik digunakan dalam bidang pengobatan maupun digunakan dalam kebudayaannya. Bentuk pemanfaatan daun sirih bisa dilihat dari kegiatan masyarakat Indonesia yang sering melakukan kegiatan menyirih, kebiasaan ini merupakan aktifitas mengunyah daun sirih yang menyebabkan mulut menjadi merah. Penggunaan daun sirih dalam budaya masyarakat Indonesia tidak hanya sebatas pada kebiasaan menyirih saja, melainkan daun sirih juga dijadikan sebagai simbol sosial masyarakat, yaitu dijadikan sebagai makanan penyuguh untuk menjamu tamu dan juga bermaksud sebagai penghormatan.

Menyirih yang dilakukan dalam budaya sebagai adat kebiasaan dan juga simbol kebudayaan di berbagai daerah di kawasan Indonesia seperti Kalimantan, Sumatera, Papua, dan khususnya di wilayah Jawa Barat sangat diterapkan dalam adat istiadatnya, dimana menyirih disini dijadikan sebagai suatu simbol sosial, spiritual, dan juga sebagai kebiasaan sehari-hari. Menyirih dalam budaya Sunda di masa lalu dikenal dengan istilah ngalemar, nginang, atau nyeupah seureuh, yang dimana dijadikan sebagai simbolisasi adat pernikahan, dan juga dijadikan simbol sosial dimasyarakatnya. Selain itu nyeupah seureuh dalam bentuk seupaheun di masyarakat Sunda dijadikan makanan penyaji untuk tamu yang datang. Ada istilah menurut S.Sauni yaitu “Kajeun teu dahar sapoe, asal nyeupah bae”, yang memiliki arti “Lebih baik tidak makan satu hari, yang penting menyirih” Ini membuktikan bahwa nyeupah seureuh sangat penting dalam kehidupan masyarakat Sunda.

(13)

2 kebanyakan orang tua yang sudah lanjut usia. Hal ini berdampak pada berkurangnya informasi untuk masyarakat bahwa ternyata kebiasaan ini tidak sekedar kebiasaan biasa saja, melainkan sudah menjadi suatu budaya di masyarakat yang sudah dilakukan secara turun menurun.

Tidak hanya sebatas pada permasalahan itu saja melainkan ada faktor lain dalam penyampaian informasi tersebut, yaitu terbatasnya literatur yang tersebar di masyarakat seperti buku yang membahas tentang daun sirih dalam budaya Sunda pada nyeupah seureuh ini menjadikan masyarakat sekarang sulit untuk menerima informasi akan budayanya sendiri baik dari segi minat masyarakat maupun keterbatasan literatur yang sudah tersebar.

Meskipun seperti itu nyeupah seureuh sebagai salah satu kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sunda, menjadi suatu pengetahuan yang menarik untuk dikenalkan kembali kepada masyarakat saat ini sebagai pengetahuan budaya, dimana masyarakat dapat mengenal kembali kebiasaan nyeupah seureuh yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di masa lalu.

Masyarakat masa kini hidup di era pesatnya kemajuan teknologi, dimana media informasi sangat beragam bentuknya, sehingga visual menjadi penting. Penyampaian informasi lewat berbagai media dititik beratkan pada estetis visual, termasuk dalam hal ini bagaimana merancang sebuah media untuk informasi nyeupah seureuh yang mampu sesuai dengan masyarakat masa kini.

(14)

3 I.2 Identifikasi Masalah

Dari penjelasan latar belakang diatas ditemukan adanya masalah yang terjadi. Maka dapat di ambil beberapa identifikasi masalah, diantaranya :

Nyeupah seureuh yang dilakukan oleh masyarakat Sunda masa lalu bukan

hanya sekedar kebiasaan biasa saja, melainkan sudah menjadi suatu budaya di masyarakat yang sudah dilakukan secara turun menurun dan juga memiliki nilai sosial didalamnya, namun kebiasaan nyeupah sereuh sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Sunda masa kini, menyebabkan informasi pada kegiatan tradisi tersebut kurang dikenal oleh masyarakat sekarang sebagai pengetahuan budaya.

 Terbatasnya literatur yang membahas budaya kebiasaan masyarakat Sunda dulu terutama dalam kebiasaan nyeupah seureuh, menyebabkan informasi akan budaya tersebut kurang diketahui dan dikenal kembali keberadaannya baik dari kegunaannya, bahan-bahan, cara meracik, maupun pengaplikasian dalam kebiasaan lainnya yang bisa menjadi informasi menarik bagi masyarakat sekarang untuk di ketahui kembali.

 Minimnya visual literatur buku budaya yang tersebar secara estetika menjadi masalah lainnya perancangan media informasi akan nyeupah seureuh dibuat, sehingga bisa sesuai dengan keadaan masyarakat saat ini.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah diatas dapat dirumuskan permasalahannya yaitu :

 Bagaimana memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai kebiasaan nyeupah seureuh di budaya Sunda masa lalu melalui buku ilustrasi yang pengemasannya sesuai dengan media informasi saat ini?,  Bagaimana pengemasan ilustrasi dibuat dengan gaya visual kartun

(15)

4 I.4 Batasan Masalah

 Objek penelitian di fokuskan pada tradisi Nyeupah Sereuh yang dilakukan oleh masyarakat Sunda di Jawa Barat.

 Lingkup permasalahan berlandaskan pada jarangnya masyarakat yang melakukan kebiasaan nyeupah sereuh, menjadikan budaya tersebut kurang di kenal kembali oleh masyarakat sekarang baik dari kegunaannya, bahan-bahan, cara meracik, maupun pengaplikasian dalam kebiasaan lainnya.  Waktu penelitian dimulai sejak bulan Oktober, 2015 hingga pertengahan

tahun 2016.

I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan

 Mengenalkan kembali dan memberikan informasi tentang daun sirih yang digunakan dalam di tradisi nyeupah sereuh sebagai pengetahuan budaya melalui buku ilustrasi yang kekinian.

 Menambah literatur budaya Sunda sebagai penambah daftar pustaka untuk kebutuhan secara umum.

 Membuat daya tarik bagi masyarakat agar lebih menyukai budaya dengan pengemasan informasi dengan media ilustrasi.

Manfaat yang di dapat dari perancangan :

 Mendapatkan dan menambah wawasan pengetahuan akan informasi nyeupah seureuh sebagai pengetahuan budaya.

 Literatur akan buku budaya menjadi bertambah dan beragam dengan konsep buku ilustrasi yang dirancang.

(16)

5 BAB II. BUDAYA NYEUPAH SEUREUH DI MASYARAKAT SUNDA II.1 Sejarah Menyirih Di Nusantara

Hadirnya daun sirih di Nusantara sudah ada sejak pertengahan abad ke-15 yang dimana negara-negara luar seperti India, Persia, Cina, dan Eropa sudah hadir ke Nusantara untuk melakukan transaksi akan rempah-rempah di kota pelabuhan dagang di Sumatra, Jawa, Sulawesi, dan Maluku. Kisah transaksi antar negara di Nusantara akan rempah - rempah sudah tertulis oleh Anthony Reid “Tanah di bawah angin” dalam risalah perjalanannya menulis sebuah buku. Hadirnya menyirih di Nusantara sudah di gambarkan kembali oleh Anthony Reid yang ada di catatan musafir Cina menyebut kata buah pinang menjadi pin-lang, dan dikonsumsi sebagai bagian dalam besirih pinang (betel-chewing) pada dua abad sebelum masehi (Anthony Reid, 1985, h.529-530).

Gambar II.1 Anthony Reid dalam bukunya Tanah di bawah Angin Sumber: http://img.eramuslim.com/media/2015/01/reid.jpg

(Diakses pada 12/04/2016)

(17)

6 kebiasaan masyarakat, dimana laki-laki dan perempuan sering melakukan kegiatan menyirih dengan bahan tambahan lainnya seperti buah pinang, gambir, dan kapur yang diperoleh dari kulit kerang.

Gambar II.2 Ma Huan seorang pengelana dari daratan Cina Sumber:

http://3.bp.blogspot.com/-PpBGJYjEnw0/VfA_2oMoMUI/AAAAAAAAAGo/tUYIK_MuwGE/s1600/Peki ngsburg1.gif

(Diakses pada 12/03/2016)

II.2 Menyirih Di Jawa

Catatan akan kebiasaan menyirih di Nusantara di gambarkan oleh Ma Huan ketika melihat masyarakat suku Jawa yang tidak berhenti mengunyah sirih dimulutnya baik saat dalam keadaan bekerja, bersantai maupun saat berbicara. Selain itu juga menyirih di Nusantara terlihat di catatan seorang pelaut Antonio Pigafetta “Secara terus menerus mengunyah buah yang mereka sebut areca (pinang), yang menyerupai buah pir. ……. dibungkus dengan daun sirih.

(18)

7 II.3 Menyirih Di Nusa Tenggara

G. Forth (seperti dikutif Hendaru Tri Hanggoro, tanpa tahun) menceritakan hikayat kerajaan Sikka, yaitu kisah kerajaan yang berasal dari daerah Nusa Tenggara Timur yang menceritakan seorang pendiri kerajaan dari kerajaan forest yang bernama Moang Rae Raja dimana dia harus mencari daun sirih ke tengah hutan. Setelah mendapatkannya Moang harus menyimpannya kedalam rumah dan menunggu mimpi baik datang, jika mimpi baik itu datang maka Moang harus menceritakannya kepada keluarga gadis yang di cintainya yaitu Dewi Sikh. Sirih yang disimpan di dalam rumahnya kemudian harus dikasihkan ke keluarga wanita itu, jika di kunyah oleh keluarga wanita maka lamarannya untuk menikahi Dewi Sikh diterima. Terlihat wujud pengaplikasian daun sirih dalam kegiatan lamaran sudah ada sejak zaman dulu.

Kari G. Telle (seperti dikutif Hendaru Tri Hanggoro, tanpa tahun) di masyakat timur Indonesia yaitu dalam masyarakat Sasak, sirih digunakan dalam upacara kematian yang dimana sirih diberikan kepada orang yang sudah mati sebagai tanda penghormatan sekaligus wujud rasa kasih sayang, karena mereka meyakini bahwa roh atau arwah yang sudah meninggal akan menyukai daun sirih tersebut. II.4 Menyirih Di Kalimantan

Menurut Soekanto Tirtomijoyo (seperti dikutif Amurwani DL,) pada abad 9 hingga 10 Masehi menyirih sudah masuk di masyarakat Kalimantan Timur, kebiasaan menyirih atau menginang berkembang pesat hingga berdampak pada perkembangan sosial masyarakatnya baik dari aspek budaya, religi, dan ekonomi.

Selain itu juga tempat untuk penginanganpun tidak hanya terbuat dari logam saja melainkan dari anyaman rotan, kayu manik, dan kayu yang dilapisi emas, sehingga menjadi ciri khas tersendiri di Kalimantan.

(19)

8 menyimpan khusus untuk sirih, tempat tembakau, alat penumbuk kinang, alat pemotong pinang, dan tempat membuang ludah merah atau ludah sirih.

Kinang disini merupakan bahan-bahan pokok diantaranya daun sirih, kapur sirih, dan buah pinang. Sedangkan ramuan tambahan lainnya terdiri dari tembakau, kapulaga, cengkih, kunyit, dan daun jeruk.

II.5 Menyirih Atau Nyeupah Seureuh Di Sunda

Menurut Mamat Sasmita (2015) Keberadaan sirih di Sunda sudah ada di tahun 1400-an atau awal 1500-an yang sudah tercantum dalam naskah Bujangga Manik yang dimana ada seorang perempuan bernama Jompong Larang yang memberikan seupaheun kepada Bujangga Manik untuk dijadikan tanda penghormatan dan berdasarkan itu pula kata ngalemar ada :

“Carekeun si Jo(m)pong Larang. Diambillah daun sirih tangkaian, pinangnya pun masih bertandan, pinang tiwi (rende) dan pinang gading, saat enak-enaknya dimakan. Kemudian meracik sirih-pinang, ditutupi dengan saputangan, yang bersulam benang emas” (J. Noorduyn,. A. Teeuw, 2006, h.283).

Gambar II.3 Naskah kuno Bujangga Manik menyirih Sumber:

http://1.bp.blogspot.com/-zSsVkk20Gdg/Tic6GCQSjiI/AAAAAAAABCU/ZcmjFcXTLvk/s320/naskahkun o.jpg

(20)

9 Bujangga manik merupakan orang asli Sunda yang dimana dia merupakan seorang pendeta (ahli agama) yang hidupnya didedikasikan untuk bertapa ke berbagai wilayah dan juga gunung-gunung yang ada diwilayah Jawa. Selama perjalanannya itu Bujangga manik selalu menuliskan kisahnya dalam bentuk sebuah naskah.

Selain itu juga nyeupah seureuh dalam masyarakat Sunda memiliki mantra atau jampe atau dalam bahasa Sunda di kenal dengan istilah jangjawokan yaitu: Seureuh seuri,

pinang nangtang,

apuna galuget angen,

gambirna pamuket angin,

bakona gulaga sari,

coh nyah, parapat nyay, leko lenyay,

cucunduking aing taruk haréndong,

cucunduking aing taruk paku hurang,

keuna ku asihan awaking,

asihan si leugeut teureup.

(Engka Widjaja,1924, h.8)

II.5.1 Kebudayaan Sunda

Kebudayaan menurut asal katanya berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu dari kata “Budhayah” yakni bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal. Jadi kebudayaan adalah hasil budhi atau akal manusia, untuk mencapai kesempurnaan hidup (Otong Rachmat K, 2000, h.6).

Menurut E.B. Taylor merumuskan definisi kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat serta lain-lain kenyataan dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.

(21)

10 (zaman) untuk mengatasi rintangan-rintangan dan kesukaran yang timbul dalam hidup dan penghidupan untuk mencapai keselamatan.

Sedangkan menurut Koentjaraningrat kebudayaan yaitu seluruh totalitas dari pikiran manusia (hasil karya) yang tidak berakar pada nalurinya dan karena itu hanya bisa di cetuskan oleh manusia setelah melalui suatu proses belajar, karena meliputi hampir seluruh aktivitas manusia dalam kehidupannya.

Walaupun pengertian kebudayaan itu begitu luas, namun menurut Kontjaraningrat pada dasarnya kebudayaan itu dapat dibagi ke dalam tiga wujud, yaitu wujud ide, wujud kelakuan dan wujud fisik.

 Wujud ide, gagasan, nilai-nilai, norma, peraturan. Wujud ini sifatnya abstrak, tidak dapat diraba, lokasinya ada di dalam benak kita masing – masing. Wujud ide ini baru nampak bila dibuat dalam karangan dalam buku hasil karya. Kebudayaan ini dapat pula kita sebut adat tata kelakuan, sebutan adat tata kelakuan di masyarakat Sunda bermaksud menunjukan bahwa wujud ide ini biasanya berfungsi juga sebagai tata kelakuan dan perbuatan masyarakat Sunda secara menyeluruh.

 Wujud kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud ini sering disebut sistem sosial, misalnya manusia melakukan kegiatan berinteraksi, berhubungan, bergaul satu sama lain. Wujud ini bisa di katakan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda yang sifatnya berpola atau dilakukan secara terus menerus dan menurun ke pola atau generasi selanjutnya dalam adat istiadat sosial masyarakat Sunda sebelumnya dan terlihat dari kebiasaan nyeupah seureuh.

(22)

11 Adapun perwujudan kebudayaan di Sunda memiliki pengertian bahwa seluruh cara kehidupan maupun tatanan kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Sunda sebelumnya diturunkan secara terus menerus ke generasi selanjutnya, baik dari kegiatan sosial, maupun kebiasaan sehari-hari masyarakat Sunda sebelumnya. Dimana daun sirih sebagai perwujudan fisik budaya diaplikasikan kedalam adat istiadat kebiasaan nyeupah seureuh sebagai salah satu kearifan lokal masyarakat Sunda.

Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat (local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local genious). Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup.

Menurut Rahyono (2009, h.7) kearifan lokal merupakan kecerdasan manusia yang dimiliki oleh kelompok etnis tertentu yang diperoleh melalui pengalaman masyarakat. Artinya, kearifan lokal adalah hasil dari masyarakat tertentu melalui pengalaman mereka dan belum tentu dialami oleh masyarakat yang lain.

Nilai-nilai tersebut akan melekat sangat kuat pada masyarakat tertentu dan nilai itu sudah melalui perjalanan waktu yang panjang, sepanjang keberadaan masyarakat tersebut.

II.5.2 Nyeupah Seureuh Dalam Budaya

Kebiasaan nyeupah seureuh di masyarakat Sunda sudah menjadi budaya secara turun menurun yang diwariskan oleh orang tua maupun nenek moyang terdahulu, nyeupah sereuh adalah kegiatan mengunyah daun sirih dengan beberapa

perlengkapan lainnya seperi apu / kapur sirih, jambe, dan gambir.

(23)

12 Untuk praktek membuat seupaheun tidak ada patokan khusus dalam pembuatannya tergantung selera dalam membuat racikan, namun pada intinya cara secara umum untuk melakukan nyeupah yaitu siapkan daun sirih 2 sampai 3 lembar dan masukan atau colekkan sedikit kapur ke daun sirih tersebut, masukan sedikit gambir dan jambe. Untuk menambah rasa agar seupaheun lebih enak, maka bisa ditambahkan beberapa bahan tambahan sesuai selera.

Gambar II.4 Salah satu warga bernama Ma Asih yang sedang nyeupah seureuh Dokumentasi Pribadi

II.5.3 Bahan - bahan Nyeupah Seureuh

Adapun bahan-bahan yang sudah di sebutkan diatas diantaranya adalah :  Daun sirih hijau

(24)

13 Gambar II.5 Daun sirih

Dokumentasi Pribadi  Kapur sirih / apu

Kapur sirih berasal dari endapan bekas batu kapur atau gamping. Dibuatlah rendaman gamping yang dicampur ke dalam air selama satu minggu. Hasil rendaman tersebut membuahkan lumpur kapur lembut yang sekarang ini dikenal dengan kapur sirih. Penggunaan kapur sirih dalam nyeupah seureuh digunakan hanya sedikit saja pasalnya penggunaan yang terlalu banyak tidak baik untuk kesehatan.

(25)

14  Buah pinang / Jambe

Buah pinang atau dalam masyarakat sunda sering dikenal dengan istilah jambe ini digunakan sebagai campuran kapur sirih yang membuat mulut dan gigi berwarna kemerahan. Buah pinang ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat tradisional untuk menguatkan gigi dan gusi. Buah pinang biasanya di potong menjadi kecil-kecil kemudian bisa di campurkan sebagai olahan menyirih.

Gambar II.7 Buah pinang Dokumentasi Pribadi  Gambir

(26)

15 Gambar II.8 Gambir

Dokumentasi Pribadi

 Bako atau Tembakau

Tembakau digunakan sebagai salah satu bahan untuk melakukan nyisig atau membersihkan gusi dan gigi, tembakau berasal dari tanaman tembakau, dan cara pengolahannya yaitu setelah tanaman tembakau tumbuh dan dipetik, kemudian dikeringkan, dengan mesin memecah daun menjadi potongan-potongan kecil. Tembakau sendiri juga dalam nyeupah seureuh biasanya tidak harus hadir, pasalnya banyak yang tidak suka dengan tembakau karena efek pusing yang akan terjadi saat nyeupah.

(27)

16  Daun Atau Kulit Pohon Lemo

Lemo merupakan salah satu tanaman yang bisa digunakan dan dimanfaatkan hampir keseluruhannya, baik dari daunnya maupun kulitnya. Selain dimanfaatkan untuk nyeupah untuk penambah rasa, pohon lemo biasanya digunakan sebagai penghasil minyak astirin.

Gambar II.10 Kulit pohon lemo Dokumentasi Pribadi  Cengkeh atau Cengkih

Cengkeh merupakan tangkai bunga kering, yang biasanya dipakai untuk penambah rasa dalam roko. Begitupun dalam nyeupah sereuh penggunaannya hampir sama dan sifatnya hanya untuk menghangatkan

(28)

17  Kapulaga

Kapulaga atau dalam masyarakat Sunda di sebut dengan kapolaga ini biasanya dipakai untuk bumbu masakan. Tidak jauh beda dengan cengkeh, biji kapulaga ini juga memiliki fungsi penambah rasa hangat untuk nyeupah.

Gambar II.12 Kapulaga Dokumentasi Pribadi  Daun Saga

Daun saga biasanya tumbuh di sekitar pekarangan masyarakat, dan penggunaan daun ini sebagai penambah rasa manis pada racikan seupaheun.

(29)

18 II.5.4 Nyeupah Seureuh Dalam Tradisi Lainnya

Dalam sebuah tradisi di masyarakat sunda, nyeupah sereuh sering di maknai dan diaplikasikan kedalam berbagai kebiasaan lainnya. Baik dari segi pemaknaan akan simbol yang terkandung di dalamnya maupun wujud adat kebiasaan lainnya yang terhubung dengan kebiasaan nyeupah seureuh tersebut.

II.5.4.1 Makna seupaheun

Pemaknaan atau simbol atau nilai - nilai di masyarakat Sunda dalam wujud benda sudah menjadi suatu kepercayaan budaya akan pemberian suatu makna kepada benda – benda. Simbol atau siloka dalam bahasa sanskerta memiliki arti memberikan pemaknaan kepada suatu benda yang dimana menggambarkan tujuan tertentu yang sesuai dengan sifat benda tersebut (Otong Rachmat K, 2000, h.29).

Pemaknaan akan wujud budaya di alikasikan kedalam Seupaheun atau bahan pokok untuk nyeupah yang terdiri dari lima jenis, daun sirih, kapur sirih, gambir, jambe dan Tembakau. ini memiliki arti tersendiri yaitu :

 Gambir memiliki sifat berwarna merah, yang memiliki arti nafsu laki-laki atau memiliki arti lain keberanian.

 Kapur memiliki sifat putih, memiliki arti nafsu perempuan atau juga memiliki arti lain suci.

 Jambe jika di pakai nyeupah terlalu banyak suka giung (tidak enak atau berlebihan), yang memiliki arti anak perempuan, dimana jika sudah jatuh cinta kepada laki-laki suka berlebihan, kejadiannya seperti memakan jambe yang belebihan, giung.

 Tembakau jika di pakai untuk merokok atau nyisig (istilah membersihkan gigi setelah nyeupah ), apabila terlalu banyak maka akan merasakan pusing, jadi tembakau disini memiliki arti nafsu laki-laki jika jatuh cinta terhadap perempuan maka akan lupa segalanya atau sering di kenal dengan istilah tergila-gila, ini tidak ada bedanya dengan mabuk tembakau.

(30)

19 bahan, sehingga bermaksud dan memiliki tujuan untuk mengakhiri antara nafsu laki-laki dan perempuan yang sudah saling jatuh cinta, dan biar tidak terjadi hal-hal yang tidak di inginkan maka di sempurnakanlah dengan pernikahan atau di simbolkan dengan daun sirih (S, Sauni, 1986, h.18) .

II.5.4.2 Tradisi Melamar Sunda

Seupaheun atau bahan untuk nyeupah seureuh yang dimana masing-masingnya memiliki makna tersendiri, mangkannya orang Sunda zaman dulu sering menjadikannya alat atau simbolis untuk mempertemukan jodoh. Di dalam ritual mempertemukan jodoh, biasanya orangtua dari calon lelaki akan mendatangi calon menantunya dan membawa bawaan seupaheun. Seupaheun di gunakan untuk nyeupah , bahasa halusnya : ngalemar. Ini merupakan kecap sawanda dari kecap ngalamar. Yang bertujuan untuk meminta anak perempuan calon istri atau calon menantu, maka ini disebut dengan istilah melamar. Ada juga kecap atau istilah “nyereuhan” yang memiliki arti : merapihkan sirih, yang bermaksud “ngarereuhkeun” atau dalam bahasa Indonesianya adalah meredakan, dengan cara mempertemukan jodoh antara perempuan dan laki-laki (S, Sauni, 1986, h.17).

Di dalam pengaplikasiannya pemberian seupaheun ini atau dalam istilah Sunda di kenal dengan kata “lepit”, jikalau lepit ini diterima dan di seupah oleh orang tua dari perempuannya maka lamarannya di terima, tapi jika lepit ini di balikan kembali maka lamarannya di tolak. Selain itu juga jika lepitnya di buka oleh penerima, maka ini memiliki arti adanya kemauan atau permintaan.

Sekarang jikalau perempuan sudah terlanjur cinta kepada laki-laki, sudah tergila-gila karena saking jatuh cintanya, jika di biarkan tentunya akan berbahaya, dan tak ada lagi obatnya selain harus di nikahkan. Maka dari pada itu ada sindiran “samara seupaheun teh di bungkus ku seureuh” yang memiliki arti, bumbu dalam nyeupah itu harus di bungkus dengan daun sirih. Daun sirih disini memiliki makna

“reureuh” atau reda. Dan jika dalam nyeupah, selanjutnya semua bumbu

(31)

20 dengan nafsu laki-laki dan perempuan, supaya jadi selamat dalam menjalani hidup, maka harus di pertemukan supaya reureuh atau reda, ini akan berdampak baik ke semuanya, untuk kedua pasangan maupun untuk orang tua dari pasangan akan bahagia (S, Sauni, 1986, h.18).

II.5.4.3 Sebagai Tanda Penghormatan

Di ceritakan menurut orang tua zaman dahulu, bahwa raja-raja di Indonesia dulu, sirih ini sering di jadikan sebagai tanda penghormatan, tanda berserah atau tanda perdamaian. Zaman dulu di Indonesia banyak raja-raja yang masing-masing memiliki wilayah kekuasaan yang jelas batasannya, begitupun rakyatnya. Raja dan sesama raja lagi biasanya suka melakukan kunjungan. Di dalam pertemuan atau berkunjungnya raja tersebut, biasanya suka membawa sirih yang di berikan untuk pribumi yang di datanginya dan kemudian sirih itupun di terima oleh pribumi maka itu dijadikan simbol penerimaan penghormatan. Ini bertujuan untuk saling hormat antara kedua belah pihak yang memiliki derajat yang sama, raja dan raja.

Namun apabila kejadian antara dua kerajaan yang berperang, yang satu pihaknya kalah, di dalam pemberian sirih ini bukanlah sebagai tanda penghormat lagi melainkan menjadi tanda menyerah. Ada satu kejadian dimana ada satu orang yang biasa-biasa saja (bukan raja) yang ngahaturkeun atau memberikan sirih kepada raja, itu merupakan tanda atas rasa bersalah saja yang dimana orang tersebut menyadari atas langgaran yang sudah di lakukannya terhadap aturan sang raja, yang bertujuan minta di berikan maaf dan tidak akan melakukannya lagi.

(32)

21 II.6 Data Lapangan

Untuk mendapatkan data lapangan, metode penelitian dibagi menjadi tiga yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada warga secara acak, melakukan wawancara kepada warga yang masih melakukan nyeupah seureuh, dan juga observasi di lapangan akan literatur buku tentang daun sirih. Penelitian kuesioner dan juga wawancara dilakukan di wilayah kelurahan Jelekong, kecamatan Baleendah, kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi penelitian ini berlandaskan pada penduduk di kawasan Jelekong yang masih kental dengan budaya dan juga seninya. Juga observasi akan literatur buku daun sirih dilakukan di kawasan kota Bandung, yaitu di beberapa toko buku ternama.

II.6.1 Kuesioner Masyarakat Secara Umum

Pembagian khalayak umum di tetapkan pada golongan usia masyarakat dengan total 50 orang dengan kisaran umur dari 17 tahun – 55 tahun, pertanyaan yang diajukan berupa pengetahuan masyarakat secara umum akan nyeupah seureuh, baik dari segi bahan-bahan yang digunakannya, cara meraciknya, maupun informasi akan nilai budaya yang ada di dalamnya.

Berdasarkan data Depkes RI (2009), golongan usia dikategorikan menjadi lima golongan diantaranya:

 Golongan 1 = Remaja akhir yang berusia 17-25 tahun, dengan total berjumlah 16 orang yang di dominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa.

 Golongan 2 = Dewasa awal yang berusia 26-35 tahun, dengan total berjumlah 16 orang yang di dominasi oleh ibu rumah tangga.

 Golongan 3 = Dewasa akhir yang berusia 36-45 tahun, dengan dengan total berjumlah 8 orang yang di dominasi oleh ibu rumah tangga.

(33)

22 Pertanyaan: “Apakah anda tahu kebiasaan menyirih atau nyeupah seureuh?”

Gambar II.14 Pengetahuan masyarakat akan nyeupah seureuh

Pertanyaan: “Apakah anda tahu bahan – bahan apa saja dalam nyeupah seureuh?”

Gambar II.15 Pengetahuan masyarakat akan bahan untuk nyeupah seureuh 0

Saya mengetahuinya Tidak tahu Tidak tahu samasekali

(34)

23 Pertanyaan: “Apakah anda tahu simbol budaya apa saja yang ada dalam nyeupah sereuh?”

Gambar II.16 Pengetahuan masyarakat akan simbol budaya dalam nyeupah seureuh

Dari survey di atas dapat diketahui :

 Sebanyak 65 % dari keseluruhan responder mengetahui akan kebiasaan nyeupah sereuh , dan 35 % lainnya tidak mengetahui kebiasaan tersebut.

 Sebanyak 58 % dari masyarakat mengetahui bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk nyeupah sereuh dan 42 % diantaranya tidak mengetahui bahan tersebut. Ini terlihat cukup seimbang dan sedikit perbedaannya, grafik terbesar yang tidak mengetahui akan hal iti terlihat pada kategori remaja akhir.

 Daun sirih yang menjadi simbol budaya di masyarakat Sunda baik dalam aplikasi penghormatan maupun lamaran dan pemaknaan lainnya, keberadaannya kurang diketahui oleh masyarakat sekarang. Bisa dilihat dari data yang di dapat bahwa 74 % masyarakat tidak mengetahuinya.

26%

74%

(35)

24 II.6.2 Wawancara Warga Yang Masih Nyeupah Seureuh Di Kampung Jelekong

Penelitian Kualitatif bertujuan untuk mengetahui masyarakat yang masih melakukan kegiatan nyeupah seureuh dengan cara wawancara langsung dengan Yati Hayati yang sudah berumur 74 tahun.

Gambar II.17 Wawancara dengan salah satu warga Jelekong yaitu Amih Dokumentasi Pribadi

Ibu yang sering di panggil dengan sapaan Amih ini sudah melakukan kegiatan nyeupah seureuh sudah sejak dari dulu, saat masih berumur sekitar 24 tahun. Kebiasaan nyeupah diketahuinya dari kebiasaan orangtuanya dulu yang setiap saat selalu melakukan nyeupah, hal itupun yang menjadi alasan Amih mencobanya dan hingga sampe sekarang masih melakukannya. Nyeupah seureuh merupakan kewajiban baginya, pasanya kalau tidak nyeupah maka efek yang timbul adalah badan terasa lemas dan sulit untuk melakukan apapun. Namun ketika sudah nyeupah maka aktifitas apapun akan jauh lebih semangat menjalaninya, menurut Amih “mendingan teu dahar daripada teu nyeupahmah”, yang artinya lebih baik tidak makan daripada tidak nyeupah.

(36)

25 kepada Ma Asih ini masih di lakukan olehnya hingga sampai saat ini, namun ada yang berbeda antara Ma Asih dan Amih, Ma asih kurang suka menggunakan bako atau tembakau dalam melakukan nyeupah, pasalnya selain kurang suka, juga terlalu kebangetan efek pusing yang sering ditimbulkan menjadikannya tidak memakainya.

Gambar II.18 Wawancara dengan warga Jelekong lainnya bernama Ma Asih Dokumentasi Pribadi

II.6.3 Observasi Lapangan Mencari Literatur Buku

(37)

26 II.6.4 Observasi Lapangan Kampung Naga

Gambar II.19 Wawancara dengan Ma Undi salahsatu warga kampung Naga Dokumentasi Pribadi

Dari hasil observasi dan wawancara disalah satu kampung adat yaitu kampung naga yang dilakukan pada tanggal 21 April 2016 tentang kebiasaan nyeupah sereuh menjadi fakta lapangan baru pasalnya kebiasaan yang di lakukan oleh

warganya sebelumnya pada saat ini sudah menghilang, ini di jelaskan oleh ma Undi yang dimana kebiasaan nyeupah seureuh di kampungnya sudah terhenti sejak tahun 2011 lalu. Ini terjadi karena kesulitan warganya untuk mencari bahan seupaheun dan juga perubahan kebiasaan warganya yang sekarang sudah bergeser menjadi lebih modern.

Dari hasil data lapangan tersebut membuktikan bahwa informasi akan nyeupah seureuh tidak bisa di dapat dokumentasi secara fisik dalam hal penggunaannya

dan juga informasi yang dibutuhkan lainnya. Informasi yang didapat hanya sebatas bahan-bahannya dan juga cara meracik bahannya secara verbal.

II.6.5 Wawancara Budayawan Sunda

(38)

27 Sunda dan juga selaku kepala Yayasan Pusat Kebudayaan pada tanggal 9 Mei 2016.

Gambar II.20 Wawancara dengan Pa Wigandi selaku tokoh budayawan Sunda Dokumentasi Pribadi

Hasil wawancara yang didapat akan kebiasaan nyeupah seureuh di masyarakat Sunda dulu terlihat dan diaplikasikan dalam kebiasaan masyarakat Baduy yang dimana laki-laki maupun perempuan Baduy sering melakukan kebiasaan ini. Selain untuk memperkuat gigi, kebiasaan ini juga dilakukan untuk stamina masyarakatnya yang dimana diceritakan bahwa masyarakat Baduy dulu sering membawa seupeheun saat pergi berladang dan juga untuk berpergian jauh.

Selain itu juga dalam melakukan kegiatan menyirih dilakukan kapanpun dan dimanapun, perempuan-perempuan Baduy sering melakukan kegiatan nyeupah seureuh saat berkumpul bersama di halaman rumah untuk mengobrol maupun saat

melakukan kegiatan menenun atau dalam hal pekerjaan lainnya. Seperti halnya makan, waktu untuk nyeupah pun dilakukan kapan saja sesuai yang di mau.

(39)

28 sebagai peninggalan nenek dan kakenya dulu saja, juga informasi akan kebiasaan tersebut hanya sebatas pada pengaplikasian untuk di makan saja dan tidak pada pemaknaannya.

Selain itu juga untuk mendapatkan data informasi dan memperkuat akan pembuktian informasi kebiasaan nyeupah seureuh ini, dikuatkan kembali oleh budayawan Sunda lainnya yang bernama Elin Syamsuri pada tanggal 26 April 2016.

Gambar II.21 Wawancara dengan Pa Elin selaku tokoh budayawan Sunda Dokumentasi Pribadi

(40)

29 Kebiasaan masyarakat Sunda dulu untuk nyeupah sering dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang dimana manfaat utama yang terlihat yaitu memperkuat gigi, ini bisa di lihat dari nenek-nenek yang sering melakukan nyeupah, giginya masih kuat dan masih lengkap atau tidak ompong. Selain itu juga kebiasaan nyeupah ini juga berguna sebagai stamina bagi masyarakatnya saat berpergian bekerja seperti bertani, dan kegiatan lainnya.

II.7 Analisis Masalah

Gambar II.22 Struktur analisa masalah

Semakin jarangnya warga yang melakukan kebiasaan nyeupah seureuh ini menjadikan masyarakan sekarang kurang mengetahui informasi akan nyeupah seureuh secara langsung dan mengakibatkan kebiasaan tersebut menjadi asing di masyarakat. Selain itu juga masih kurang di ketahui akan pemaknaan yang ada di dalamnya, misalnya dalam hal penghormatan maupun pernah di jadikan dalam tradisi lamaran dan juga pemaknaan lainnya. Penyebaraan informasi akan literatur budaya yang salah satunya adalah buku pegetahuan akan daun sirih dan budaya yang ada di dalamnya, terlihat begitu jarang dan terbatas di beberapa toko buku yang tersebar di kawasan kota Bandung.

• Manfaat daun sirih

• 65 % mengetahui mengetahui nyeupah sereuh

• 74 % masyarakat tidak mengetahui simbol budayanya

• Observasi lapangan, sulit menemukan warga yang masih melakukan nyeupah seureuh

• Hasil observasi lapangan, sulit mendapatkan literatur buku akan informasi nyeupah seureuh

(41)

30 Buku yang membahas akan daun sirih yang pernah di jadikan nilai budaya, hadir di perpustakan – perpustakaan daerah Sunda yang ada dalam buku adat istiadat pernikahan. Meskipun seperti itu ada satu buku yang membahas kegunaan daun sirih dalam budaya secara lengkap dalam bahasa Sunda, yaitu buku “Gunana Seureuh” yang dimana berdasarkan observasi lapangan yang dilakukan, buku inilah yang menjadi satu-satunya literatur yang membahas sirih secara menyeluruh dan tidak terlalu bisa di mengerti dengan baik karena bahasa Sunda yang di gunakan cenderung sulit dipahami. Namun menurut observasi lapangan belum ditemukannya literatur yang membahas daun sirih dalam kebiasaan nyeupah seureuh secara spesifik.

II.8 Resume Yang Mengarah Pada Solusi

Gambar II.23 Struktur resume yang mengarah pada solusi

MASALAH

• Masyarakat Sunda di Jawa Barat sudah jarang melakukan nyeupah seureuh

• Kurang di kenal nyeupah seureuh oleh masyarakat Jawa Barat sekarang

• Terbatasnya literatur informasi yang tersebar

AUDIENCE

• Remaja akhir dengan usia 17 - 25 tahun yang ada di kategori pelajar dan mahasiswa

• Dewasa awal dengan usia 26 - 35 tahun yang ada di kategori ibu rumah tangga

REMAJA

• Remaja yang berpendidikan

• Kebiasaan membaca buku

BUKU

• Terbatasnya buku tentang budaya nyeupah seureuh menjadi salah satu alasan pemilihan media penyampaian informasi yang bisa di ajukan sebagai solusi

(42)

31 Kesulitan akan mencari informasi daun sirih dalam budaya Sunda nyeupah seureuh di perkirakan menjadi faktor penghambat penurunan informasi akan kebiasaan masyatakat Sunda sebelumnya. Seperti halnya yang terlihat dalam data lapangan yang sudah di paparkan bahwasannya untuk mencari literatur berupa buku daun sirih sudah jarang ada di toko buku dan meskipun ada juga hanya sebatas pemanfaatan secara pengobatan, bukan budayanya. Literatur buku yang di perkirakan akan menjadi solusi untuk penyampaian dan pengenalan kembali budaya Sunda nyeupah seureuh di perkirakan akan menjadi solusi yang relevan bagi masyarakan agar bisa mengetahui informasi kebudayaannya dengan mudah, pengolahan media informasi buku yang di kemas secara menarik dengan konsep ilustrasi di dalamnya di perkirakan akan menjadi daya tarik bagi masyarakat terutama kalangan remaja untuk membacanya.

Remaja akhir yang menjadi kategori usia yang terlihat masih kurang mengetahuinya, di perkirakan akan menjadi target dalam upaya penyampaian pesan informasi yang akan di sampaikan, pasalnya remaja akhir sebagai generasi yang di percaya untuk melanjutkan nilai budaya yang pernah ada sebelumnya dalam tatanan hidup masyarakat Sunda, tentunya harus mengetahui akan informasi tentang kearifan lokal yang dimiliki oleh budayanya yaitu nyeupah seureuh. Ini bertujuan agar informasi akan budaya yang pernah dimiliki oleh

(43)

32 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN

III.1 Strategi Perancangan

Pentingnya sebuah strategi perancangan untuk membuat suatu media yang mampu diterima dan sesuai dengan target di masyarakat umum menjadi hal yang intim dalam perancangan sebuah karya. Strategi untuk membuat sebuah media yang menarik dengan mengangkat kearifan lokal budaya Nusantara yang salah satunya berada di masyarakat Sunda menjadi materi cerita yang menarik untuk di angkat pasalnya keberadaan budaya akan kebiasaan nyeupah seureuh ini sudah jarang sekali di temukan di masyarakat sekarang dan menjadikannya sesuatu yang asing, di khawatirkan masyarakat sekarang akan asing tentang budayanya sendiri.

Perancangan media dengan mengangkat kearifan lokal yang terkesan jadul atau tidak sesuai dengan jamannya menjadikan strategi tersendiri untuk merubahnya menjadi sesuai dengan jaman sekarang atau bisa dibilang kekinian. Ini bertujuan agar informasi bisa mampu tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran, maka dengan adanya perancangan ini diharapkan mampu memberikan solusi dan memberikan media informasi budaya tambahan melalui media buku ilustrasi dengan tema budaya lokal yang dimana sebelumnya masih jarang di temui.

Buku adalah terobosan revolusioner dalam teknologi, tanpa kabel, rangkaian listrik, baterai, tidak ada yang perlu dihubungkan atau dinyalakan. Sangat mudah dijalankan bahkan anak kecilpun dapat mengoperasikan dimana saja. Bahkan sampai duduk di kursi santai dekat perapian. Tetapi cukup canggih sehingga dapat menyimpan banyak informasi.(Maurice J. Elias, Steven E. Tobisa 22 dan Brian S. Friedlander; 2000; 72).

(44)

33 III.1.1 Target Audiens

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di toko buku Gramedia pada tanggal 7 mei 2016 yang dimana target audiense yang di tuju adalah dewasa awal dan juga remaja akhir yang dimana sering membaca buku, dimana tata letak penempatan rak buku dewasa dan juga remaja yang saling berdekatan, ini menjadikan kesempatan yang baik dalam penyampaian informasi kepada dua target audiens utama dan sekunder secara umum.

Gambar III.1 Observasi target audiens penempatan buku dewasa dan juga remaja di toko buku Gramedia Bandung

Dokumentasi Pribadi

Maka Target audiens dari media informasi buku ilustrasi tentang nyeupah sereuh ini adalah :

a. Demografis

 Usia : Remaja akhir 17 – 25 tahun  Status Ekonomi : Menengah Keatas

 Jenis Kelamin : Perempuan

(45)

34  Warga Negara : Indonesia

Pemilihan target audiens remaja akhir yang kebanyakan adalah pelajar dan mahasiswa menjadi target utama penyampaian pesan ini di lakukan, pasalnya remaja akhir yang mengetahui kebiasaan menyirih hanya sebatas pada penggambaran seorang nenek-nenek. Selain itu juga pada masa inilah masa mereka akan banyak ingin tahu dan informasi akan budaya lokal nyeupah bisa dimasukan. Sedangkan status ekonomi menengah keatas dipilih karena media informasi tentang nyeupah seureuh yang berupa buku ini menjadi alasan yang dimana biasanya audiens lebih banyak hidup di perkotaan dengan segala perkembangan kehidupannya dan sudah meninggalkan kebudayaannya. Selain itu juga diharapkan masyarakat menengah keatas akan mampu membeli buku ini setelah informasi yang berupa buku ilustrasi tersebut di terbitkan.

b. Psikografis

Media yang akan dibuat ditujukan kepada remaja akhir yang menyukai buku ilustrasi dan menyukai budaya dan juga dewasa awal yang ingin mengenang kembali kebiasaan neneknya dulu, yang sering melakukan menyirih di kebiasaan sehari-harinya.

c. Geografis

Dewasa awal yang berada di Indonesia khususnya di wilayah Jawa Barat. Lebih spesifik lagi di kawasan Bandung yang kebanyakan berada di wilayah perkotaan maupun akses yang dekat dengan perpustakaan daerah maupun toko buku.

d. Target Sekunder

(46)

35 III.1.2 Pendekatan Komunikasi

Stategi pendekatan komunikasi sangatlah diperlukan dalam penyampaian pesan yang bertujuan agar informasi yang disampaikan bisa dengan mudah tersampaikan kepada target audience. Pendekatan komunikasi bisa berdasarkan pendekatan pesan secara visual ataupun secara verbal maupun keduanya yang bertujuan untuk menjadi daya tarik bagi target audience terhadap informasi yang ada di dalam media buku yang di berikan.

Media informasi buku ilustrasi tentang nyeupah seureuh ini menggunakan pendekatan komunikasi yang terbagi menjadi dua aspek yang saling berhubungan satu sama lain agar informasi untuk target audience utama dan sekunder bisa mampu tersampaikan kepada keduanya, yang dimana pemilihan konten informasi di kemas dengan cara menggabungkan informasi murni dengan sebuah cerita faksi yang menggambarkan kebiasaan nyeupah sereuh di kehidupan sehari-hari khusunya di Jawa Barat.

Menurut Sanjaya Yasin (sepert yang di kutip dari Muharram, 2011), secara garis besar menulis cerita ada 3 jenis. Yaitu menulis fiksi, nonfiksi, dan faksi. Namun strategi yang digunakan dalam buku ilustrasi ini adalah cerita faksi, Faksi (fakta-fiksi) ini memadukan dua jenis menulis fiksi dan nonfiksi, membuat cerita fiksi berdasarkan kisah nyata, membuat fakta menjadi sebuah karya fiksi. Dalam bentuk faksi ini, penulis diperbolehkan menambah “bumbu-bumbu penyedap” agar cerita semakin enak dibaca.

a. Tujuan Komunikasi

(47)

36 dengan baik oleh target audiense remaja sebagai target utama dan dewasa sebagai target sekunder.

b. Materi Pesan

Buku ini menjelaskan informasi akan menyirih atau nyeupah seureuh di masyarakat Sunda dulu yang dimana informasi dikemas dan digabungkan dengan alur cerita perjalanan hidup seseorang yang bernama Safitri secara faksi. Cerita Safitri ini menjelaskan perjalanan hidup Safitri bersama neneknya dari masih kecil hingga dewasa yang dimana dalam kehidupan sehari-harinya menggambarkan kebiasaan menyirih, ditambah dengan kisah cintanya bersama Bujangga seorang lelaki tampan anak kepala suku di negeri tersebut.

Cerita di buat dengan beberapa babak judul yang menggambarkan setiap kejadian alur cerita dengan penambahan informasi di setiap babak nya yang di selipkan, adapun butir butir materi informasi yang akan disisipkan pada setiap babak cerita yaitu :

 Kuncup Daun Sirih Telah Lahir :

a. Menjelaskan penjelasan umum akan tanaman sirih b. Mengenalkan mantra atau jangjawokan saat menyirih

c. Menjelaskan kebiasaan menyirih yang dilakukan oleh perempuan dan juga laki-laki

 Buah Pinang Bertemu Dengan Sirihnya : a. Bahan-bahan menyirih

b. Mengenalkan pengaplikasian menyirih di kebiasaan sehari hari yaitu saat berkumpul bersama maupun menyambut tamu yang datang

c. Cara meraciknya, termasuk alat yang digunakannya d. Tanda Penghormatan

 Mengawali Rindu Buah Pinang :

a. Perjodohan yang berakhir dengan lamaran b. Seupaheun sebagai stamina

(48)

37 a. Menjelaskan sirih yang dipercaya suci

b. Memberikan nilai moral akan pengorbanan

c. Pendekatan Komunikasi Secara Visual

Pendekatan visual yang digunakan adalah gambar ilustrasi pada umumnya yaitu karakter dari Walt Disney, namun disesuaikan dengan gaya pribadi dan juga tentunya disesuaikan dengan target audiens. Sehingga informasi dapat diterima baik oleh target audiens.

(a) (b)

Gambar III.2 (a) Referensi karakter karya David Ardinaryas Lojaya, (b) karakter Walt Disney Mulan, Sumber :

www.david.lojaya.com,www.disneyprincess.wikia.com (Diakses tanggal (a) 25 februari 2016, (b) 2 Juni 2016)

d. Pendekatan Komunikasi Secara Verbal

(49)

38 III.1.3 Strategi Kreatif

Upaya untuk mengemas informasi menjadi sebuah media yang diharapkan mampu tersampaikan dan sesuai dengan target audiens tentunya perlu strategi kreatif didalamnya, karena jika hanya berupa informasi murni saja kemungkinan belum cukup menarik untuk dinikmati dan tersampaikan informasinya dengan baik, maka diambilah media berbentuk buku ilustrasi.

Dalam konten media tersebut dibuatlah sebuah informasi yang dikemas kedalam sebuah alur cerita penggambungan fakta berupa informasi murni dan juga fiktif berupa cerita yang dibuat sesuai dengan imajinasi pribadi, tujuan pembuatan cerita ini pada dasarnya merupakan pengemasan informasi murni yang di buat agar lebih menarik dan menghibur bagi pembaca dan juga diharapkan akan menjadi solusi bagi target aundiens untuk mampu menerima informasi budaya lokal dengan baik. Selain itu juga penggunaan ilustrasi yang menggambarkan akan kejadian dari setiap informasi yang di berikan akan mampu membuat pembaca lebih intetaktif dan membayangkan kejadian yang sebenarnya pada masa lalu.

Dalam strategi kreatif ini isi dari buku tersebut antara lain berupa informasi yang digabungkan dan dikemas dalam empat bab berupa babak yang memiliki konten saling bersangkut paut satu sama lainnya. Untuk mengembangkan informasi tersebut maka dibuatlah sebuah storyline dan siap untuk disusun.

a. Sinopsis

(50)

39 Cerita informasi ini menjelaskan perjalanan hidup Safitri seorang wanita yang hidup bersama neneknya dari masih kecil hingga dewasa yang dimana dalam kehidupan sehari-harinya menggambarkan kebiasaan menyirih dan pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari ditambah dengan kisah cintanya bersama Bujangga, seorang lelaki tampan anak ketua adat di negeri tersebut.

b. Storyline

Storyline merupakan tahap selanjutnya dari pengembangan sinopsis yang dimana konten dibagi bagi menjadi beberapa halaman buku diantaranya :  Babak 1 Kuncup Daun Sirih Telah Lahir :

a. Menjelaskan penjelasan umum akan tanaman sirih : Halaman 1 : Nuansa rumah Ma Undi

Halaman 2 : Nama latin daun sirih

Halaman 3 : Spesifikasi daun sirih (Tangkai, Daun, Bunga) b. Mengenalkan mantra atau jangjawokan saat menyirih

Halaman 4 : Ma Undi sedang menyisir Safitri

Halaman 5 : Narasi Cerita dan Penjelasan jangjawokan

c. Menjelaskan kebiasaan menyirih yang dilakukan oleh perempuan dan juga laki-laki

Halaman 6 : Ma Undi dan Safitri Tertawa bersama Halaman 7 : Penjelasan dan narasi cerita

 Babak 2 Buah Pinang Bertemu Dengan Sirihnya : a. Bahan-bahan menyirih

Halaman 8-9 : Pagi hari ketika Safitri membuka jendela dan narasi cerita Halaman 10-13 : Bahan menyirih dan penjelasannya (Sirih, Pinang, Kapur, tembakau, dan bahan tambahan Daun saga, cengkih, kapolaga, kulit nemo) Halaman 14-15 : Safitri pergi ke pasar dan narasi cerita

(51)

40 Halaman 16-17 : Safitri pulang dari pasar dan dipanggil untuk berkumpul dengan temannya

c. Cara meraciknya, termasuk alat yang digunakannya Halaman 18-19 : Safitri meracik seupaheun dan narasi Halaman 20 : Resep dan cara meracik

Halaman 21-23 : Alat nyeupah (Tempolong, kacip, tempat nutug) d. Tanda Penghormatan

Halaman 24-25 : Safitri menyambut tamu

 Babak 3 Mengawali Rindu Buah Pinang :

a. Perjodohan yang berakhir dengan lamaran

Halaman 26-27 : Bujangga melamar Safitri dengan Seupaheun Halaman 27: informasi

b. Bencana melanda negeri

Halaman 28-29 : Ladang sirih hancur, Safitri dan Nenek bersedih c. Seupaheun sebagai stamina

Halaman 30-31 : Bujangga dan Safitri berpamitan dan diberikan seupaheun

d. Menuju patung dewi Sri

Halaman 32-33 : Sampai di patung dewi Sri

Halaman 34 : Narasi penjelasan kepercayaan Sunda dulu

Halaman 35: Safitri mengajak Bujangga pulang dan dewi Sri pun muncul

 Babak 4 Wujud Sirih Menjadi Yang Sebenarnya:

a. Halaman 36-37 : Safitri memeluk bujangga dan dengan perlahan menghilang

b. Halaman 38-39 : Bujangga kembali sambil membawa sirih suci dan melihat nenek menangis

c. Halaman 40-41 : Sirih yang tumbuh dengan cepat dan membentuk wujud Safitri

(52)

41 c. Storyboard

Storyboard merupakan tahap selanjutnya setelah storyline perhalaman di buat, pada tahap ini dimulai visualisasi atau penggambaran dari setiap pesan yang akan di sampaikan, yang dimana storyboard dibuat hanya sebatas sketsa saja beserta keterangan lainnya

Gambar III.3 Storyboard Dokumentasi Pribadi

III.1.4 Strategi Media

(53)

42 Buku ilustrasi menjadi media utama karena buku ilustrasi cukup jarang dilihat dari penjualan buku untuk kategori dewasa, kebanyakan buku yang beredar di Gramedia kebanyakan memiliki konten foto dalam pengemasan informasinya, maka dari itu buku ilustrasi menjadi solusi baru untuk menarik perhatian audiense. Adapun media pendukung lain yang mampu menarik untuk media utama nyeupah seureuh diantaranya :

a. Tahap Informasi  Flyer

Media ini bertujuan untuk memberikan detai informasi dan sifatnya personal. Dalam penyebarannya media ini sifatnya luas.

 Poster A3

Poster dijadikan sebagai media informasi yang bertujuan untuk mengajak audiens baik primer maupun sekunder.

X-banner

Media ini bertujuan untuk memberikan informasi untuk menarik perhatian audiens dengan ukuran yang lebih besar den di tempatkan di tempat penjualan buku.

b. Tahap Pengingat

Gimmick bertujuan untuk membuat audiens ingat akan media utama dan informasi nyeupah sereuh, media inti bertujuan sebagai hadiah bagi pembeli buku agar lebih menarik perhatian pembelian buku tersebut.

Sticker

Selain sebagai hadiah untuk audiense, media ini juga berguna sebagai media penyebar informasi untuk menarik perhatian audiens lainnya.

 Gantungan

Media ini juga sama halnya dengan sticker, bisa membantu dalam penarik perhatian menuju media utama. Gantungan menjadi bonus tambahan dari media utama

(54)

43 Media baju sebagai penarik perhatian untuk membeli media utama mejadi media pendukung tambahan dan juga media penarik perhatian untuk promosi

Tote Bag

Media ini bisa digunakan oleh semua kalangan, baik target audiens utama maupun sekunder yang dimana sering membawa barang-barang ketika berpergian. Media ini dijadikan sebagai souvenir dari pembelian media utama.  Buku catatan

Media ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan audiens, yang dimana sering mencatat.

III.1.5 Strategi Distribusi

Dengan pemilihan media utama buku ilustasi menjadikan penyebaran informasi akan budaya lokal nyeupah sereuh yang bekerjasama dengan Gramedia dan beberapa toko buku terkenal lainnya, ini disesuaikan dengan segmentasi geografis dari target audiens.

Berikut jadwal pendistribusiannya:

Tabel III.1 Tabel distribusi media tahun 2016

MEDIA AGUSTUS SEPTEM

BER

OKTOBER TEMPAT

(55)

44

Media Pendukung AGUSTUS SEPTEM

BER OKTOBER

Media Pengingat CARA DI

(56)

45

Untuk menyesuaikan dengan kapasitas pembeli maka penjualan buku ilustrasi nyeupah sereuh akan dibagi menjadi dua kategori penjualan, yaitu :

 Paket Ekonomis

Seperti pada hal umumnya untuk pembelian buku ilustrasi nyeupah sereuh hanya akam mendapatkan buku dan juga hadiah stiker yang berada di dalam buku tersebut.

 Paket Istimewa

Paket istimewa dibuat agar lebih menarik perhatian pembeli yang dimana jika membeli buku ilustrasi ini, maka pembeli akan mendapatkan buku dengan hard cover dan juga media pendukung tambahan selain stiker seperti tote bag

untuk menyimpan buku tersebut dan juga souvenir lainnya yang disesuaikan dengan bulan distribusi buku yaitu berupa kaos, buku catatan, dan gantungan kunci. Harga yang di berikan tentunya lebih mahal dari harga paket ekonomis.

III.2 Konsep Visual

(57)

46 III.2.1 Format Desain

Buku ilustrasi tentang nyeupah sereuh akan dibuat dengan ukuran 21 cm x 19,5 cm dengan 43 halaman isi. Ukuran ini di sesuaikan dengan kebiasaan audiens yang sering membaca buku katalog dan juga buku ilustrasi lain pada umumnya, ini menjadi strategi kreatif tersendiri sehingga pembaca akan lebih nyaman membaca dan melihat visual yang tidak melelahkan mata, juga akan mudah dibawa kemana-mana.

Gambar III.4 Ukuran buku

III.2.2 Tata Letak (Layout)

(58)

47 saja, dan yang ke tiga penulisan atau konten isi menempati kedua halaman kiri dan kanan.

Adapun penempatan tata letak yang akan ada di buku ilustrasi nyeupah seureuh, sebagai berikut :

(a) Tata letak buku teks di kiri sudut atas

(59)

48 (c) Cara membaca buku ilustrasi dari kiri ke kanan

Gambar III.5 Layout III.2.3 Tifografi

Penggunaan jenis huruf yang sesuai merupakan salah satu strategi yang penting dalam konten sebuah buku, ini bertujuan agar pembaca dapat menikmati buku dengan nyaman dan juga akan membantu penyampaian pesan yang akan di sampaikan.

III.2.3.1 Tifografi Judul

(60)

49 Gambar III.6 Penggunaan font Upakarti pada Judul buku ilustrasi

III.2.3.2 Tifografi Sub Judul dan Isi Teks

Untuk penulisan Sub judul dan isi teks marasi menggunakan jenis font “Caslon Antique” karena huruf ini memiliki keterbacaan yang cukup nyaman. Untuk penulisan sub judul pada babak menggunakan font bold dan untuk isi teks menggunakan font regular.

Gambar III.7 Jenis huruf Tebal Caslon Antique yang digunakan untuk sub judul

(61)

50 III.2.4 Studi Ilustrasi

Gaya ilustrasi disesuaikan dengan target audiens yang menggunakan gaya ilustrasi umum yaitu Walt Disney tanpa terlihat kekanak-kanakan, ini bertujuan agar buku lebih mudah menarik dan juga dapat diterima dengan baik di masyarakat. Karakter yang berada di Walt Disney menjadi strategi kreatif tersendiri untuk membangun minat audiens, karena karakter Disney merupakan karakter yang sudah sangat melekat di masyarakat seperti halnya pembangunan karakter Disney yang mengangkat latar belakang budaya, misalnya karakter Mulan, Pocahontas, Lilo, dan Moana yang akan tayang selanjutnya.

III.2.4.1 Studi Karakter

Tokoh utama dalam buku cerita ini adalah Safitri. Safitri adalah seorang wanita yang ramah, periang, dan rela berkorban.

Gambar III.9 Studi karakter tokoh utama Safitri

(62)

51 Grandma pada film Mulan. Sifat ma Undi adalah sosok nenek yang humoris dan juga sangat ramah. Penggambaran ma Undi terinsfirasi dari nenek yang ada di Kampung Naga yang bernama Ma Undi yang kebiasaan sehari-harinya yaitu sering menyirih.

Gambar III.10 Studi karakter Ma Undi

(63)

52 Gambar III.11 Studi karakter Bujangga

III.2.4.2 Studi Lokasi

Ada beberapa lokasi yang akan muncul dalam buku ini yang bertujuan untuk membangun nuansa Sunda di jaman dulu yang dimana terlihat dari bangunan tempat tinggal, gunung, dan nuansa rumah. Lokasi dipilih berdasarkan hasil wawancara budayawan Sunda akan pembangunan nuansa Sunda dulu seperi apa.

(64)

53 Gambar III.12 Referensi setting lokasi dalam rumah

Sumber: http://clara-indonesia.com/wp-content/uploads/2015/09/IMG_0661.jpg (Diakses pada 19/06/2016)

Gambar III.13 Contoh penggambaran lokasi III.2.4.3 Studi Properti

Properi yang digunakan di dalam buku ilustrasi ini adalah benda-benda untuk menyirih baik dari bahan-bahannya maupun alat yang digunakan.

(65)

54 Gambar III.14 Studi Barang

(66)

55 Gambar III.15 Studi Ornamen

Untuk membuat nuansa Sunda agar lebih tercermin dalam pencitraan isi buku maka dibuatlah motif pattern dalam beberapa background isi buku, yang dimana motif disesuaikan dengan daun sirih dan mengambil motif ngeyeuk seureuh di daerah Sukabumi Jawa Barat.

(67)

56 III.2.4.4 Studi Warna

Karena target audiens adalah remaja akhir yang dimana pewarnaan pada karakter disney identik dengan warna-warna yang begitu cerah, maka daripada itu pewarnaan pada buku ilustrasi nyeupah seureuh ini, sedikit disesuai dengan unsur budaya Sunda yang dimana warna lebih mengacu pada warna-warna alam seperti coklat, hijau, kuning dan sebagainya.

Berikut adalah warna-warna yang muncul pada buku ilustrasi nyeupah seureuh ini

Gambar III.17 Pallete warna

Adapun arti warna yang ada dalam buku ilustrasi ini menurut Dr. I Komang, Dkk adalah sebagai berikut :

 Kuning : Kehidupan, kemuliaan

 Hijau : Kesuburan

 Ungu : Romantis

(68)

56 BAB IV. TEKNIS PRODUKSI MEDIA

IV.1 Media Utama

Media utama yang dipilih adalah buku cerita ilustrasi dengan isi cerita yang menginformasikan kebiasaan menyirih atau nyeupah yang diaplikasikan kedalam kegiatan sehari-hari masyarakat Sunda dulu. Kemudian dilanjutkan oleh pembuatan story line untuk mengemas informasi menjadi sebuah cerita, setelah itu dilakukanlah study visual mengenai tema.

Adapun pembuatan sinopsis maupun storyline dalam perancangan ide atau gagasan isi buku dan pengemasan ceritanya di tulis atau dibuat menggunakan Microsoft Word untuk memudahkan pembuatan perancangan.

Gambar IV.1 Storyline

(69)

57 Gambar IV.2 Sketsa digital atau storyboard

Setelah memperhalus sketsa, selanjutnya adalah tahap perwarnaa yang masih menggunakan software Adobe Photoshop CC 2014. Saat pewarnaan mode yang digunakan dalam photoshop menggunakan mode RGB, hal ini karena warna harus disesuaikan dengan monitor.

(70)

58 Setelah tahap perwarnaan selesai maka menuju tahap akhir yaitu tahap pemberian background dan juga pemberian layout isi cerita. Teks ditempatkan dibagian yang

mudah dilihat dan skala pemberian teks kebanyakan lebih kecil skalanya dibandingkan dengan ilustrasi yang ada, ini bertujuan agar pembaca bisa lebih fokus pada teks dan menikmati ilustrasinya secara leluasa.

Gambar IV.4 Tahap akhir

Setelah semuanya selesai maka gambar akan disusun dengan ukuran 21x19,5 cm dan dirubah setingannya menjadi CMYK untuk percetakan dan akan dicetak sesuai kategori pembeli yang dimana ada paket ekonomis dan paket istimewa. Buku ekonomis hanya menggunaka softcover dengan jenis kertas Art papper 260 gram dan dilaminasi glossy, dengan isi halaman menggunakan jenis HVS 80 gram. Namun jika pembelian buku yang spesial maka akan menggunakan hardcover dengan laminasi glossy dan isi kertas akan di cetak menggunakan jenis

(71)

59 Gambar IV.5 Sampul Soft Cover

Gambar IV.6 Sampul Hard Cover

IV.2 Media Pendukung

(72)

60 IV.2.1 Flyer

Gambar IV.7 Flyer Dokumentasi Pribadi

Flyer memudahkan target audiens untuk mendapatkan informasi yang nantinya akan bersangkut paut menuju media utama, dengan ukuran yang kecil dan sederhana maka diharapkan peyebaran informasi akan efisien.

(73)

61 IV.2.2 Poster

Gambar IV.8 Poster Dokumentasi Pribadi

Poster berisi tentang penjelasan mengenai isi buku dan telah terbitnya buku ilustrasi di toko buku Gramedia. Poster dicetak dalam ukuran A3 yang nantinya akan ditempelkan di tempat tempat terjangkau seperti sekolah dan kampus, juga pada toko buku yang menjual buku tersebut

(74)

62 IV.2.3 X-Banner

Gambar IV.9 X-Banner Dokumentasi Pribadi

X-banner berisi informasi akan penerbitan buku baru dan juga berfungsi sebagai penandaan media utama dalam suatu lokasi, dengan adanya x-banner memudahkan konsumen mencari buku ini.

 Ukuran : 60 x 160  Material : Spanduk

(75)

63 IV.2.4 T-Shirt

Gambar IV.10 T-Shirt sebagai bonus pada pembelian buku istimewa dan promosi Dokumentasi Pribadi

Untuk menarik penjualan maka pemberianT-shirt sebagai bonus untuk pembukaan buku di bulan pertama dan selebihnya akan dijadikan sebuah merchandise.

(76)

64 IV.2.5 Stiker

Gambar IV.11 Stiker Vinly Dokumentasi Pribadi

Stiker merupakan benda yang bisa di bawa kemana-mana dan bisa di tempel dimana saja, ini akan menjadikan media pengingat konsumen akan media utama.

(77)

65 IV.2.6 Totebag

Gambar IV.12 Totebag Dokumentasi Pribadi

Totebag atau tas kecil di gunakan sebagai kemasan buku untuk paket istimewa. Jika konsumen ingin membeli totebag sebagai kemasan saat membeli paket ekonomi maka totebag dijual terpisah.

(78)

66 IV.2.7 Gantungan

Gambar IV.13 Gantungan Dokumentasi Pribadi

Gantungan kunci yang dijadikan sebagai hadiah saat pembelian paket istimewa akan menjadi media pengingat yang bisa dibawa kemana-mana, sehingga konsumen akan melihatnya dan mengingatkan kepada media utama. Gantungan biasanya sering di pakai untuk gantungan kunci motor, kunci rumah, maupun lainnya.

 Ukuran : Diameter 5,5 cm

 Material : Art papper laminasi glossy, di jepit alat khusus pembuat gantungan kunci.

(79)

67 IV.2.8 Buku Catatan / Notebook

Gambar IV.14 Notebook Dokumentasi Pribadi

Buku catatan sebagai hadiah untuk paket istimewa, berguna untuk keperluan untuk mencatat. Karena kebanyakan dari target audiens yang notaben ibu rumah tangga dan pelajar, dengan adanya notebook diharapkan dapat membantu keperluan mereka.

 Ukuran : A5 (14,8 x 21 cm)

Gambar

Gambar II.14 Pengetahuan masyarakat akan nyeupah seureuh
Gambar II.16 Pengetahuan masyarakat akan simbol budaya dalam nyeupah seureuh
Gambar II.17 Wawancara dengan salah satu warga Jelekong yaitu Amih
Gambar II.19 Wawancara dengan Ma Undi salahsatu warga kampung Naga Dokumentasi Pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meninjau dari permasalahan yang ada, maka solusi yang dapat dilakukan adalah merancang informasi mengenai Bebegig Sukamantri melalui media informasi dalam bentuk buku

Media utama yang digunakan dalam perancangan ini adalah media yang berupa buku ilustrasi yang menampilkan perjalanan hidup tokoh sastrawan Sunda Rahmatullah

Berdasarkan pendekatan komunikasi maka media informasi dari Gaya Kebaya Sunda by Tinong ini adalah buku, dengan memiliki ciri khusus yang memberikan identitas secara visual,

Penulis akan merancang buku ilustrasi yang memuat segala hal yang berhubungan dengan pernikahan adat budaya Tionghoa di Indonesia, dimulai dari ritual, peralatan,

Media utama yang digunakan yaitu berupa buku ilustrasi karena buku mempunyai fungsi untuk menyimpan informasi penting dan menjadi media yang baik untuk menyimpan

Permainan Tradisional sunda tanpa alat dapat dikembangkan lagi agar bisa meningkatkan media informasi kepada anak-anak dan tetap meneruskan sosialisasi keberadaan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, penciptaan buku ilustrasi ini bertujuan sebagai media perkenalan kesenian budaya, pembelajaran yang menarik untuk menumbuhkan

Media utama dari perancangan ini adalah buku ilustrasi yang berisikan tentang informasi tentang wilayah,sejarah,peninggalan dan adat budaya dari delapan etnik Sumatera